I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien dalam perawatan ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah atau proporsi antara gigi-gigi dengan jaringan lunak wajah (Waldman, 1982). Perawatan ortodontik bertujuan untuk mendapatkan hasil perawatan sebaik mungkin pada setiap individu yang meliputi banyak aspek antara lain perbaikan susunan gigi geligi, estetika, hubungan oklusi dan fungsi oklusi yang baik serta mempertahankan kesehatan jaringan pendukung gigi sehingga dapat menghasilkan kedudukan gigi geligi yang stabil setelah perawatan (Proffit dan Fields, 2007). Menurut Jacobson (1995), profil wajah yang harmonis pada seseorang dapat ditunjukkan dengan adanya oklusi normal, otot-otot mulut dan wajah dalam keseimbangan yang baik, dan bibir pada saat menutup tidak mengalami ketegangan. Koreksi maloklusi membutuhkan ruang untuk menggerakkan gigi ke posisi yang lebih ideal. Pencarian ruang merupakan hal yang penting dalam menyusun rencana perawatan. Ruang diperlukan untuk melakukan koreksi gigi berjejal (crowding), retraksi gigi-gigi yang proklinasi, koreksi curve of Spee yang curam, koreksi rotasi gigi-gigi, dan koreksi relasi gigi molar yang tidak stabil. Ada beberapa cara dalam pencarian ruang yaitu: proximal stripping atau grinding, 1

2 2 ekspansi, proklinasi gigi-gigi anterior, distalisasi dan pencabutan (Bhalajhi, 2004) Menurut Proffit dan Fields, (2007), ada dua alasan melakukan pencabutan gigigigi yaitu: 1) untuk menyediakan ruang bagi penyusunan gigi-gigi yang berjejal, 2) untuk memberikan kemungkinan gigi-gigi anterior diretraksi. Tujuan retraksi untuk mengurangi protrusif ataupun perawatan kamulflase pada kasus skeletal klas II atau klas III. Pencabutan gigi premolar diperlukan untuk retraksi gigi-gigi anterior atas dan bawah. Retraksi gigi anterior atas dan bawah akan diikuti retraksi bibir baik atas maupun bawah sehingga kecembungan wajah berkurang (Leonardi, dkk., 2010). Tweed sit Hambleton (1964) menyatakan selain posisi gigi anterior atas, estetika wajah juga ditentukan oleh posisi gigi anterior bawah. Adanya perubahan posisi gigi anterior ini dapat mempengaruhi perubahan profil dan penampilan wajah oleh perawatan ortodontik (Perkins dan Stanley, 1993). Perawatan ortodontik secara umum dibedakan dengan menggunakan dua alat yaitu alat ortodontik lepasan dan alat ortodontik cekat. Beberapa macam teknik ortodontik cekat yang sering digunakan antara lain teknik Begg, teknik edgewise dan teknik straightwire. Teknik edgewise dan teknik straightwire menggunakan gaya yang besar, sedangkan teknik Begg menggunakan gaya yang ringan (Proffit dan Fields, 2007). Teknik Begg paling spesifik untuk merawat kasus maloklusi klas II divisi I, meskipun teknik Begg juga dapat digunakan untuk perawatan berbagai tipe maloklusi baik klas I, klas II maupun klas III (Begg dan Kesling, 1977). Perawatan ortodontik pada maloklusi Angle klas II divisi 1 terutama bertujuan untuk mengurangi overjet dengan melakukan retraksi gigi anterior (Wiliam dkk., 1995). Perawatan ortodontik dengan teknik Begg ini juga

3 3 dilakukan di Klinik Ortodonsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Alat cekat teknik Begg dirancang secara khusus dengan menggunakan ribbon arch bracket dan kawat busur berpenampang bulat. Perlekatan kedua alat ini menghasilkan titik kontak tunggal sehingga kawat busur tersebut dapat bergerak secara bebas dan mengakibatkan mahkota gigi akan bergerak secara tipping. Retraksi gigi anterior diawali dengan gaya tipping untuk menggerakkan gigi anterior ke palatal dan diikuti dengan gerakan ujung akar ke labial, namun hasil ini akan dikoreksi pada tahap III dengan torquing (Cadman, 1975; Begg dan Kesling, 1977). Salah satu keistimewaan teknik Begg adalah mengurangi overbite dan overjet yang berlebihan secara efektif dan cepat dengan menggunakan elastik intermaksiler klas II dan anchorage bend pada kawat busur dengan gerakan tiping sederhana dan intrusi. Gaya horizontal dari elastik intermaksiler klas II meretraksi gigi anterior atas dan membawa maju gigi posterior mandibula ke ruang bekas pencabutan, sedangkan adanya anchorage bend pada kawat busur menyebabkan terjadinya pembukaan gigitan yaitu terjadinya intrusi gigi insisivus dan terjadinya ekstrusi gigi molar mandibula. Adanya pembukaan gigitan mengakibatkan terjadinya perubahan dimensi vertikal muka bagian bawah yang ditandai dengan perubahan besar sudut bidang oklusal, sudut bidang Frankfort mandibula (FMA), sudut Y-Axis dan tinggi muka anterior dan posterior (Begg dan Kesling, 1977; Fletcher, 1981). Retraksi gigi insisivus bawah ke arah posterior akan

4 4 mengakibatkan posisi mandibula dapat bergerak rotasi berlawanan arah jarum jam (Wylie, 1955). Hasil penelitian Thompson (1974) tentang evaluasi sefalometri posisi gigi insisivus dengan perawatan teknik Begg disebutkan bahwa terjadi pengurangan besar sudut IMPA. Barton (1973) menyebutkan bahwa terjadi retraksi gigi insisivus bawah baik pada perawatan dengan teknik Begg maupun edgewise dengan pencabutan empat premolar pertama, namun posisi gigi insisivus bawah lebih rendah pada perawatan dengan teknik Begg dibandingkan edgewise. Perawatan teknik Begg murni pada kasus klas II divisi 1 dengan pencabutan empat premolar pertama diperoleh hasil terdapat kecenderungan menggerakkan gigi molar bawah ke arah mesial lebih besar dan meretraksi gigi bawah lebih kecil dibandingkan edgewise (Vanezia, 1973). Salah satu hasil perawatan ortodontik adalah terjadinya perubahan skeletal dalam arah anteroposterior. Perubahan profil dentofasial dapat diketahui dengan pengukuran superimposisi sefalogram lateral antara sebelum, selama dan sesudah perawatan. Pengukuran dapat dilakukan melalui pengukuran angular dan pengukuran linier (Graber dkk, 2012). Salah satu metode analisis sefalometri untuk mengevaluasi hubungan dentoskeletal adalah analisis Tweed. Metode analisis Tweed diperkenalkan tahun 1946, dengan menggunakan cephalostat dari Margolis. Analisis ini terdiri atas sebuah segitiga yang kemudian disebut dengan segitiga Tweed, yang dibentuk oleh Frankfort Horizontal Line (FHL), garis mandibula, dan perpanjangan aksis dari gigi insisivus bawah. Tiga sudut yang terbentuk adalah Frankfort-mandibular line angle (FMA), lower

5 5 incisor to mandibular angle (IMPA) dan lower incisor to Frankfort horizontal angle (FMIA), basisnya adalah sudut FMA. (Kusnoto, 1977; Singh, 2008; Bhalajhi, 2004). Tweed mengembangkan analisis ini sebagai alat bantu untuk menentukan rencana perawatan, persiapan anchorage dan menggambarkan prognosis kasuskasus ortodontik. Penekanan terutama pada saat penempatan gigi insisivus bawah untuk kestabilan hasil perawatan yang telah dicapai (Singh, 2008). Hasil perawatan yang optimum dan stabil dan estetika wajah bergantung besar pada posisi dan inklinasi gigi anterior bawah (Kuftinec dan Glass, 1971). Tweed (1945) sit Graber dkk (2012) menyatakan bahwa apabila gigi insisivus bawah di dalam hubungannya dengan tulang basal setelah perawatan tidak stabil maka akan terjadi relaps. Semua perawatan ortodontik baik maloklusi klas I, klas II dan tipe protrusif bimaksiler, dengan pertumbuhan bagian wajah lebih dari normal maka gigi insisivus bawah harus ditempatkan tegak pada tulang prosesus alveolaris (Tweed, 1946). Analis Tweed ini merupakan salah satu analisis sefalogram lateral yang sederhana dan mudah dilakukan, namun jarang dilakukan di klinik Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi UGM sebagai salah satu alat untuk menentukan rencana perawatan dan prognosis kasus ortodontik maupun evaluasi hasil perawatan ortodontik. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diajukan perumusan permasalahan sebagai berikut:

6 6 1. Apakah terdapat perubahan posisi gigi insisivus bawah dan molar bawah pada perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik Begg antara sebelum dan sesudah perawatan? 2. Apakah terdapat perubahan besar sudut FMA, FMIA dan IMPA pada perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik Begg antara sebelum dan sesudah perawatan? 3. Apakah terdapat hubungan antara retraksi gigi insisivus bawah dengan perubahan sudut FMA, FMIA dan IMPA pada perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik Begg? 4. Apakah terdapat hubungan antara mesialisasi gigi molar bawah dengan perubahan sudut FMA, FMIA dan IMPA pada perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik Begg? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan posisi gigi insisivus bawah dan molar bawah antara sebelum dan sesudah perawatan, perubahan besar sudut FMA, FMIA dan IMPA antara sebelum dan sesudah perwatan dan mengetahui hubungan antara retraksi insisivus bawah dan mesialisasi gigi molar bawah terhadap perubahan sudut FMA, FMIA dan IMPA pada perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik Begg.

7 7 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Memberikan informasi tentang hubungan antara retraksi insisivus bawah dan mesialisasi gigi molar bawah terhadap perubahan sudut segitiga Tweed (FMA, FMIA dan IMPA) pada perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik Begg. 2. Sebagai evaluasi perawatan ortodontik yang dilakukan di klinik Ortodonsia FKG UGM dengan menggunakan analisis Tweed. 3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan rencana perawatan ortodontik dan prediksi hasil perawatan. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang perbandingan hasil perawatan antara teknik Begg murni dan edgewise pada kasus klas II divisi 1 dengan pencabutan empat premolar pertama dilakukan oleh Vanezia (1973), diperoleh hasil terdapat kecenderungan alat dengan teknik Begg untuk menggerakkan gigi molar bawah ke arah mesial lebih besar dan meretraksi gigi bawah lebih kecil dibandingkan edgewise. Hasil penelitian Thompson (1974) tentang evaluasi sefalometri posisi insisivus dengan perawatan teknik Begg disebutkan bahwa terjadi pengurangan besar sudut IMPA sebesar 1,6 o dengan rata-rata sebelum perawatan 93,5 o dan setelah perawatan 91,9 o, namun dalam penelitian ini tidak membedakan antara pencabutan dan tanpa pencabutan, pencabutan premolar pertama atau premolar kedua.

8 8 Merrifield dkk. (1994) melakukan penelitian evaluasi sampel maloklusi klas II yang berhasil dan gagal dalam perawatan diperoleh hasil FMA bertambah kecil, FMIA bertambah besar dan IMPA juga bertambah kecil, namun dalam penelitian ini tidak disebutkan teknik perawatan ortodontik yang dilakukan. Kuftinec dan Glass (1971), melakukan penelitian tentang stabilisasi IMPA pada perawatan teknik Begg dengan pencabutan empat premolar, dengan sampel 50 orang terdiri dari 22 laki-laki dan 28 perempuan dibandingkan dengan kelompok yang tidak dilakukan perawatan (50 orang) dengan usia 11 sampai dengan 14 tahun, diperoleh hasil terjadi penurunan sudut IMPA pada kedua kelompok, namun tidak ada perbedaan signiffikan secara statistik. Penelitian tentang hubungan antara retraksi insisivus bawah dan mesialisasi gigi molar bawah dengan perubahan sudut segitiga Tweed pada perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik Begg, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan.

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perawatan ortodontik semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penampilan fisik yang menarik (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area dentofasial sangat berpengaruh terhadap penampilan wajah seseorang. Kelainan di sekitar area tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan diri sehingga memotivasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika wajah. Pengetahuan tentang pertumbuhan kraniofasial meliputi jaringan keras dan jaringan lunak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang berkonsentrasi pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada gigi. Tujuan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan ubungan rahang yang tidak normal sehingga tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perawatan ortodontik adalah untuk mendapatkan oklusi gigi yang optimal dengan adaptasi fisiologik dan fungsi normal, perbaikan dentofasial dengan estetis yang baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maloklusi atau kelainan oklusi adalah oklusi yang menyimpang dari keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) mengenalkan klasifikasi maloklusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk mengarahkan dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh kembang ataupun yang telah dewasa, termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Skeletal Maloklusi Klas I Maloklusi dibagi dalam tiga golongan yaitu dental displasia, skeleto dental displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan gigi, jaringan periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi mempunyai dua aspek,

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan susunan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Profil Jaringan Lunak Wajah Analisa profil jaringan lunak wajah yang tepat akan mendukung diagnosa secara keseluruhan pada analisa radiografi sefalometri lateral. Penegakkan

Lebih terperinci

Perawatan Ortodontik menggunakan Teknik Begg pada Kasus Pencabutan Satu Gigi Insisivus Inferior dan Frenectomy Labialis Superior

Perawatan Ortodontik menggunakan Teknik Begg pada Kasus Pencabutan Satu Gigi Insisivus Inferior dan Frenectomy Labialis Superior STUDI KASUS Perawatan Ortodontik menggunakan Teknik Begg pada Kasus Pencabutan Satu Gigi Insisivus Inferior dan Frenectomy Labialis Superior Shella Indri Novianty, Wayan Ardhana, dan Christnawati Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya tubuh yang sehat semakin meningkat, tidak

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU Waktu : 3 bulan 3.3 Populasi

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

Perawatan Maloklusi Angle Klas I Dengan Gigi Depan Crowding Berat Dan Cross Bite Menggunakan Teknik Begg Pada Pasien Dengan Kebersihan Mulut Buruk

Perawatan Maloklusi Angle Klas I Dengan Gigi Depan Crowding Berat Dan Cross Bite Menggunakan Teknik Begg Pada Pasien Dengan Kebersihan Mulut Buruk STUDI KASUS Perawatan Maloklusi Angle Klas I Dengan Gigi Depan Crowding Berat Dan Cross Bite Menggunakan Teknik Begg Pada Pasien Dengan Kebersihan Mulut Buruk Sri Wahyuningsih, Soekarsono Hardjono, dan

Lebih terperinci

Perawatan Maloklusi Kelas I Bimaksiler Protrusi disertai Gigi Berdesakan dan Pergeseran Midline menggunakan Teknik Begg

Perawatan Maloklusi Kelas I Bimaksiler Protrusi disertai Gigi Berdesakan dan Pergeseran Midline menggunakan Teknik Begg Perawatan Maloklusi Kelas I Bimaksiler Protrusi disertai Gigi Berdesakan dan Pergeseran Midline menggunakan Teknik Begg Erna Rahmawati* dan Soekarsono Hardjono** *Program Studi Ortodonsia PPDGS Fakultas

Lebih terperinci

(Kajian Pada Sefalogram Lateral) TESIS. Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Dokter Gigi Spesialis

(Kajian Pada Sefalogram Lateral) TESIS. Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Dokter Gigi Spesialis HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PERUBAHAN OVERBITE DAN OVERJET PADA MALOKLUSI ANGLE KLAS II DIVISI 1 SESUDAH PERAWATAN ORTODONTIK TEKNIK BEGG (Kajian Pada Sefalogram Lateral) TESIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi geligi adalah bagian dari wajah sehingga bila ada kelainan dalam susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab susunan gigi-geligi dan hubungan rahang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Relasi Klas I Skeletal Pola Klas I skeletal memiliki besar sudut ANB berkisar antara 2-4º, dan bila sudut lebih besar dari 4º dapat dikatakan sebagai Klas II skeletal atau

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan mengoreksi maloklusi dan menempatkan gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan ortodontik harus dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan rencana perawatan yang tepat untuk mendapatkan hasil maksimal. 1-5 Maloklusi Klas II merupakan

Lebih terperinci

A. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan zaman, perawatan ortodontik semakin

A. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan zaman, perawatan ortodontik semakin A. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, perawatan ortodontik semakin dikenal masyarakat, bukan hanya sebagai kebutuhan kesehatan tetapi juga keperluan estetik. Perawatan ortodontik

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Maloklusi merupakan penyimpangan baik dari segi estetis dan/atau fungsional dari oklusi ideal. 10 Maloklusi bukan merupakan penyakit, tapi sebuah disabiliti yang berpotensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Filosofi perawatan ortodonti menurut Riedel bertujuan untuk mencapai hubungan fungsional yang ideal, keseimbangan struktur skeletal dan dental, dan keselarasan estetis jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. jaringan lunak. Gigi digerakkan dalam berbagai pola, dan berbagai cara perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. jaringan lunak. Gigi digerakkan dalam berbagai pola, dan berbagai cara perawatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencabutan gigi merupakan topik yang sering menjadi kontroversial dalam perawatan ortodonti serta efeknya pada rahang, komplek dentofasial, dan profil jaringan lunak.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

III. PERAWATAN ORTODONTIK

III. PERAWATAN ORTODONTIK III. PERAWATAN ORTODONTIK PERAWATAN MALOKLUSI KLAS I Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan hubungan anteroposterior dari gigi molar satu permanen. Klasifikasi ini kebanyakan tidak dipakai dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN KEDALAMAN KURVA VON SPEE DENGAN PERUBAHAN TINGGI WAJAH ANTERIOR BAWAH DAN SUDUT BIDANG MANDIBULA PADA PERAWATAN DEEP BITE

HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN KEDALAMAN KURVA VON SPEE DENGAN PERUBAHAN TINGGI WAJAH ANTERIOR BAWAH DAN SUDUT BIDANG MANDIBULA PADA PERAWATAN DEEP BITE HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN KEDALAMAN KURVA VON SPEE DENGAN PERUBAHAN TINGGI WAJAH ANTERIOR BAWAH DAN SUDUT BIDANG MANDIBULA PADA PERAWATAN DEEP BITE ABSTRAK Vega Mandala*, Cendrawasih A.F.**, dan JCP. Heryumani**

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sefalometri Sefalometri radiografi dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan mempelajari maloklusi beserta

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

ISSN J Ked Gi, Vol. 4, No. 4, Oktober 2013:

ISSN J Ked Gi, Vol. 4, No. 4, Oktober 2013: J Ked Gi, Vol. 4, No. 4, Oktober 2013: 261-266 HUBUNGAN PERUBAHAN KURVA SPEE DENGAN JARAK GIGIT, TUMPANG GIGIT DAN JARAK INTER KANINUS PADA PERAWATAN TEKNIK BEGG (Kajian Studi Model Gigi pada Maloklusi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti modern merupakan tujuan yang digunakan untuk mencapai suatu keselarasan estetika wajah, keseimbangan struktural pada wajah dan fungsional pengunyahan. 2 Penampilan

Lebih terperinci

ISSN J Ked Gi, Vol. 4, No. 3, Juli 2013:

ISSN J Ked Gi, Vol. 4, No. 3, Juli 2013: J Ked Gi, Vol. 4, No. 3, Juli 2013: 185-192 ANGULASI MESIODISTAL GIGI KANINUS DAN PREMOLAR KEDUA SEBELUM DAN SETELAH PERAWATAN ORTODONTIK DENGAN PENCABUTAN EMPAT PREMOLAR PERTAMA MENURUT NILAI ANGULASI

Lebih terperinci

Perawatan Cross Bite Posterior Unilateral Menggunakan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg

Perawatan Cross Bite Posterior Unilateral Menggunakan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg STUDI KASUS Perawatan Cross Bite Posterior Unilateral Menggunakan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg Aditya Gungga K.*, Sri Suparwitri** dan Soekarsono H.** *Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. mempertahankan kesehatan jaringan pendukung sehingga menghasilkan kedudukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. mempertahankan kesehatan jaringan pendukung sehingga menghasilkan kedudukan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Tujuan perawatan ortodontik adalah untuk mendapatkan hasil sebaik mungkin bagi setiap individu, yang meliputi beberapa aspek yaitu memperbaiki estetis wajah, susunan

Lebih terperinci

Hubungan Retraksi Gigi Anterior dengan Bentuk Bibir pada Perawatan Protrusif Bimaksilar dengan Teknik Begg

Hubungan Retraksi Gigi Anterior dengan Bentuk Bibir pada Perawatan Protrusif Bimaksilar dengan Teknik Begg Hubungan Retraksi Gigi Anterior dengan Bentuk Bibir pada Perawatan Protrusif Bimaksilar dengan Teknik Begg Francisca Prima*, Prihandini Iman** dan Darmawan Sutantyo** * Program Studi Ortodonsia PPDGS Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Ditemukannya sinar X di tahun 1985 oleh Roentgen merupakan suatu revolusi di bidang kedokteran gigi yang merupakan awal mula dari ditemukannya radiografi

Lebih terperinci

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan PERAWATAN ORTODONTI Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan Empat Fase Perawatan Preventif

Lebih terperinci

Perawatan Maloklusi Angle Klas II Divisi 1 Menggunakan Bionator Myofungsional

Perawatan Maloklusi Angle Klas II Divisi 1 Menggunakan Bionator Myofungsional STUDI KASUS Perawatan Maloklusi Angle Klas II Divisi 1 Menggunakan Bionator Myofungsional Ragil Irawan, Sri Suparwitri, dan Soekarsono Hardjono Program Studi Ortodonsia, PPDGS, Fakultas Kedokteran Gigi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau kelompok gigi dan jaringan pendukungnya sehingga menghasilkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau kelompok gigi dan jaringan pendukungnya sehingga menghasilkan 11 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat ortodontik adalah alat yang menyalurkan tekanan ringan terhadap gigi atau kelompok gigi dan jaringan pendukungnya sehingga menghasilkan perubahan pada tulang

Lebih terperinci

16 Novarini Prahastuti І Perubahan Tipe Bentuk Lengkung Gigi Paska Perawatan Ortodontik...

16 Novarini Prahastuti І Perubahan Tipe Bentuk Lengkung Gigi Paska Perawatan Ortodontik... 16 Novarini Prahastuti І Perubahan Tipe Bentuk Lengkung Gigi Paska Perawatan Ortodontik Abstrak Perubahan Tipe Bentuk Lengkung Gigi Paska Perawatan Ortodontik Cekat dengan Pencabutan Premolar Pertama (Laporan

Lebih terperinci

Perawatan Maloklusi Kelas III dengan Hubungan Skeletal Kelas III disertai Makroglosia Menggunakan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg

Perawatan Maloklusi Kelas III dengan Hubungan Skeletal Kelas III disertai Makroglosia Menggunakan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg Maj Ked Gi. Desember 2013; 20(2): 184-191 Perawatan Maloklusi Kelas III dengan Hubungan Skeletal Kelas III disertai Makroglosia Menggunakan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg Pratiwi Setyowati* dan Wayan

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sampel yang di peroleh sebanyak 24 sampel dari cetakan pada saat lepas bracket. 0 Ideal 2 8,33 2 8,33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sampel yang di peroleh sebanyak 24 sampel dari cetakan pada saat lepas bracket. 0 Ideal 2 8,33 2 8,33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang prevalensi terjadinya relaps setelah perawatan dengan alat ortodontik cekat telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri. 22,23 Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan Carrera dan kemudian dikembangkan oleh Hofrath (Jerman) dan Broadbent

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sefalometri Sefalometri rontgenografi atau yang lebih dikenal dengan sefalometri dibidang ortodonti dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian Ilmu Kedokteran Gigi yang terkonsentrasi untuk mengawasi, membimbing, dan mengoreksi pertumbuhan

Lebih terperinci

Perawatan Maloklusi Klas II Divisi 1 Dentoskeletal Disertai Retrusi Mandibula Dengan Alat Fungsional Bionator

Perawatan Maloklusi Klas II Divisi 1 Dentoskeletal Disertai Retrusi Mandibula Dengan Alat Fungsional Bionator STUDI KASUS Perawatan Maloklusi Klas II Divisi 1 Dentoskeletal Disertai Retrusi Mandibula Dengan Alat Fungsional Bionator Afini Putri Luthfianty, Sri Suparwitri, dan Soekarsono Hardjono Program Studi Ortodonsia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi

Lebih terperinci

PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU

PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Retraksi Gigi Anterior Maksila Beberapa penelitian yang telah dilakukan semenjak tahun 1950-an sampai sekarang menunjukkan perawatan ortodonti berpengaruh terhadap perubahan

Lebih terperinci

Kata kunci : retraksi gigi anterior, mesialisasi gigi posterior, profi l muka jaringan keras, maloklusi angle kelas II divisi 1

Kata kunci : retraksi gigi anterior, mesialisasi gigi posterior, profi l muka jaringan keras, maloklusi angle kelas II divisi 1 J Ked Gigi, Vol. 5, No. 3, Juli 2014 HUBUNGAN ANTARA RETRAKSI GIGI ANTERIOR DAN MESIALISASI GIGI POSTERIOR DENGAN PERUBAHAN PROFIL MUKA JARINGAN KERAS (Kajian Sefalogram pada Maloklusi Angle Kelas II divisi

Lebih terperinci

Manajemen Penjangkaran dalam Perawatan Ortodonti Menggunakan Alat Lepasan

Manajemen Penjangkaran dalam Perawatan Ortodonti Menggunakan Alat Lepasan Manajemen Penjangkaran dalam Perawatan Ortodonti Menggunakan Alat Lepasan Makalah Bandung Dentistry 5 2008 Avi Laviana, drg., Sp. Ort. Bagian Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

Analisa Ruang Metode Moyers

Analisa Ruang Metode Moyers ANALISA RUANG I. Analisa Ruang Analisis ruang sangat diperlukan untuk membandingkan ruangan yang tersedia dengan ruangan yang dibutuhkan untuk normalnya keteraturan gigi. Adanya ketidakteraturan atau crowding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan estetik gigi

BAB I PENDAHULUAN. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan estetik gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan estetik gigi maka semakin tinggi permintaan terhadap perawatan gigi, terutama perawatan ortodonsia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan penyimpangan dalam hubungan intermaksila dan atau intramaksila pada gigi dan atau rahang. Banyak

Lebih terperinci

Perubahan Posisi Mandibula pada Perawatan Kamuflase Maloklusi Kelas III Skeletal

Perubahan Posisi Mandibula pada Perawatan Kamuflase Maloklusi Kelas III Skeletal Maj Ked Gi. Desember 2013; 20(2):140-145 Perubahan Posisi Mandibula pada Perawatan Kamuflase Maloklusi Kelas III Skeletal Sri Hartati*, Heryumani JCP**, dan Kuswahyuning ** * Program Studi Ortodonsia PPDGS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka. Perawatan ortodontik cekat Perawatan ortodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat pada elemen gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien

Lebih terperinci

RAPID MAXILLARY EXPANSION

RAPID MAXILLARY EXPANSION V. EKSPANSI PENDAHULUAN Dalam melakukan perawatan ortodontik sering sekali diperlukan penambahan ruang untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi, sehingga setelah perawatan gigi-gigi dapat tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah suatu kondisi yang tidak dapat diwakilkan oleh suatu keadaan yang tunggal tetapi merupakan jumlah atau kumpulan dari sifat oklusi yang multifaktorial.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa. Perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan

Lebih terperinci

Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat

Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat Siti Bahirrah Bagian Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Dalam menggerakkan gigi dari keadaan malposisi ke posisi

Lebih terperinci

Volume 46, Number 4, December 2013

Volume 46, Number 4, December 2013 179 Volume 46, Number 4, December 20 Research Report Profil jaringan lunak wajah kasus borderline maloklusi klas I pada perawatan ortodonti dengan dan tanpa pencabutan gigi (Facial soft tissue profile

Lebih terperinci

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

II. ORTODONSI INTERSEPTIF II. ORTODONSI INTERSEPTIF Untuk memahami arti dari ortodonsi interseptif perlu diketahui terlebih dulu pengertian ilmu ortodonsi. Ilmu Ortodonsi adalah gabungan ilmu dan seni yang berhubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

Efektivitas Busur Multiloop Edgewise Pada Kasus Crowding Berat Disertai Palatal Bite

Efektivitas Busur Multiloop Edgewise Pada Kasus Crowding Berat Disertai Palatal Bite STUDI KASUS Efektivitas Busur Multiloop Edgewise Pada Kasus Crowding Berat Disertai Palatal Bite Nolista Indah Rasyid, Prihandini Iman dan JCP Heryumani *Program Studi Ortodonsia, PPDGS, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 MAKALAH Oleh : Yuliawati Zenab, drg.,sp.ort NIP.19580704 199403 2 001 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010 Bandung, Maret 2010 Disetujui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut memiliki peran yang penting bagi fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut memiliki peran yang penting bagi fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut memiliki peran yang penting bagi fungsi pengunyahan manusia. Gigi merupakan kunci dari proses pengunyahan, berbicara dan penampilan. Oklusi normal merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kasus maloklusi yang disertai diskrepansi vertikal cenderung sulit dalam perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi vertikal dapat bermanifestasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci