BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).
|
|
- Sudirman Atmadjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi (termasuk mofologi dan angulasinya), otot, rahang, sendi temporomandibula, dan gerakan fungsional rahang. Oklusi juga melibatkan relasi gigi pada oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). Oklusi normal menurut Angle (1899) dilihat dari hubungan gigi molar atas terhadap gigi molar bawah sebagai kunci oklusi. Suatu oklusi dinilai baik atau normal jika terdapat keserasian antara komponen-komponen yang berperan untuk terjadinya kontak antara gigi-gigi rahang atas dan bawah (Trimelda et al, 2008; Hassan R et al, 2007). Oklusi normal dan maloklusi kelas I memiliki relasi molar yang sama namun memiliki perbedaan pada susunan gigi-geliginya. Malokusi kelas I tidak memiliki susunan gigi-geligi yang baik (Hassan et al, 2007). Gambar 2.1: A. Oklusi Normal; B. Maloklusi Kelas I 5
2 6 Menurut Andrew (1972), terdapat 6 karakteristik dari suatu oklusi normal yaitu: (Hassan R et al, 2007) 1. Relasi molar (Molar relationship) 2. Angulasi mahkota (Correct crown angulation) 3. Inklinasi mahkota (Correct crown inclination) 4. Tidak ada rotasi (Absence of rotation) 5. Kontak proksimal yang rapat ( Tight proximal contact) 6. Penampang oklusal yang datar (Flat occlusal plane) Secara universal, metode yang digunakan untuk melihat suatu oklusi normal atau tidak dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Angle karena kemudahannya untuk dideskripsikan dan dikomunikasikan antar para klinisi (Aslam et al, 2010). 2.2 Maloklusi Pengertian maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi lengkung geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi juga dapat merupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi yang terjadi pada bagian tubuh yang lain, tetapi karena variasi letak gigi mudah diamati dan mengganggu estetik sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan untuk melakukan perawatan (Rahardjo, 2009). Istilah malokusi juga berarti semua penyimpangan dari gigi dan rahang dari kondisi normal, termasuk beberapa kondisi yang berbeda, seperti diskrepansi antara ukuran gigi dan ukuran rahang (crowding
3 7 dan spacing), malrelasi lengkung gigi (sagital, transversal, dan vertikal), dan malposisi dari gigi itu sendiri (Aslam et al, 2010) Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle Dasar dari klasifikasi Angle adalah relasi anteroposterior dari Molar I permanen rahang atas dan rahang bawah serta keselarasan dari gigi-geligi. Klasifikasi ini digunakan sebagai acuan dalam menentukan kategori suatu maloklusi karena mudah dan akurat dan digunakan secara global oleh para klinisi (Erum G et al, 2008). Namun, sistem klasifikasi ini juga memiliki kelemahan karena hanya melihat relasi dalam jurusan sagital saja, padahal maloklusi juga bisa terjadi dalam jurusan transversal dan vertikal. Bila terjadi pergeseran molar perlu dibayangkan letak molar sebelum bergeser kemudian baru dibuat klasifikasinya (Shrikant et al, 2011; Rahardjo, 2009). a. Kelas I: Maloklusi dengan molar pertama permanen bawah setengah lebar tonjol lebih mesial terhadap molar pertama permanen atas. Relasi lengkung gigi semacam ini biasa disebut juga dengan istilah netroklusi. Kelainan yang menyertai dapat berupa gigi berdesakan, proklinasi, gigitan terbuka anterior, dan lain-lain (Rahardjo, 2009; Houston, 1994) b. Kelas II: Lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol lebih posterior dari relasi yang normal terhadap lengkung geligi atas dilihat pada relasi molar. Relasi seperti ini biasa juga disebut distoklusi. Maloklusi kelas II dibagi menjadi dua divisi menurut inklinasi insisivi atas (Rahardjo, 2009; Houston, 1994).
4 8 Divisi 1: insisivi atas proklinasi atau meskipun insisivi atas inklinasinya normal tetapi terdapat jarak gigit dan tumpang gigit yang bertambah. Divisi 2: insisivi sentral atas retroklinasi. Kadang-kadang insisivi lateral proklinasi, miring ke mesial atau rotasi mesiolabial. Jarak gigit biasanya dalam batas normal tetapi kadang-kadang sedikit bertambah. Tunpang gigit bertambah. Dapat juga keempat insisivi atas retroklinasi dan kaninus terletak di bukal. c. Kelas III: Lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke mesial daripada lengkung geligi atas bila dilihat dari relasi molar pertama permanen. Relasi lengkung geligi semacam ini biasa disebut juga mesioklusi. Relasi anterior menunjukkan adanya gigitan terbalik (Rahardjo, 2009; Houston, 199). A B C Gambar 2.2: A. Malokusi kelas I; B. Maloklusi kelas II (divisi 1); C. Maloklusi kelas III (Shrikant et al, 2011)
5 9 2.3 Etiologi Maloklusi Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan disebabkan faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu maloklusi dapat digolongkan dalam faktor heriditer (genetik) dan faktor lokal. Kadang-kadang suatu maloklusi sukar ditentukan secara tepat etiologinya karena perkembangannya yang seiring dengan perkembangan anak dan adanya berbagai faktor (multifaktor) yang mempengaruhi pertumbuhkembangan (Rahardjo, 2009; Shrikant et al, 2011) Faktor Herediter Pada populasi primitif yang terisolasi jarang dijumpai maloklusi yang berupa disproporsi ukuran rahang dan gigi sedangkan relasi rahangnya menunjukkan relasi yang sama. Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi daripada populasi primitf sehingga diduga karena adanya kawin campur menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi (Rahardjo, 2009; Houston, 1994). Pengaruh heriditer dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu: 1) Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel meskipun yang terakhir ini jarang dijumpai. 2) Disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Implikasi klinis suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor heriditer adalah kasus tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila dirawat ortodontik, namun sayngnya sukar untuk dapat menentukan seberapa pengaruh faktor
6 10 heriditer pada maloklusi tersebut. Perkembangan pengetahuan genetik molekuler diharapkan mampu menerangkan penyebab etiologi heriditer dengan lebih tepat (Rahardjo, 2009; Houston, 1994) Faktor Lokal a. Gigi sulung tanggal prematur Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur gigi sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen. Insisivi sentral dan lateral sulung yang tanggal prematur tidak bergitu berdampak, tetapi kaninus sulung akan menyebabkan adanya pergeseran garis median. Molar pertama sulung yang tanggal prematur juga dapat menyebabkan pergeseran garis median. Molar kedua sulung terutama rahang bawah merupakan gigi sulung yang paling sering tanggal prematur karena karies, kemudian gigi molar permanen bergeser ke arah diastema sehingga tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar kedua tumbuh sesuai letak benihnya. Gigi molar kedua sulung yang tanggal prematur juga dapat menyebabkan asimetri lengkung geligi, gigi berdesakan serta kemungkinan terjadi supra erupsi gigi antagonis (Rahardjo, 2009). b. Trauma Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila
7 11 mahkota gigi permanen telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk (biasanya bengkok). Trauma pada salah satu sisi muka pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan asimetri muka (Rahardjo, 2009; Houston, 1994). c. Kebiasaan buruk Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang bekepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Dari ketiga faktor ini yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama kebiasaan berlangsung. Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi insisivi atas disertai jarak gigit yang bertambah dan retroklinasi insisivi bawah (Rahardjo, 2009; Houston, 1994). 2.4 Fase Geligi Pergantian Masa geligi pergantian merupakan peralihan (transitional dentition) atau pergantian dari masa geligi sulung ke masa geligi permanen. Kadang-kadang disebut masa geligi campuran (mixed dentition) oleh karena di dalam rongga mulut terdapat campuran gigi sulung dan gigi permanen. Fase geligi pergantian terdiri dari: a. Ugly duckling stage Insisivi sentral permanen atas berbeda dari insisivi sentral permanen bawah yang biasanya dalam keadaan kontak. Insisivi sentral permanen atas sering erupsi dalam keadaan condong ke distal sehingga terdapat
8 12 diastema di antaranya. Keadaan ini merupakan sebagian dari masa yang disebut ugly duckling stage yang secara estetik terlihat tidak baik. Pada saat insisivi lateral permanen atas erupsi, sebagian diastema akan menutup. Dalam erupsinya, benih kaninus permanen atas akan mempengaruhi akar insisivi lateral permanen atas dan mendorong insisivi lateral ke mesial. Bila kaninus permanen telah erupsi, insisivi lateral dapat menegakkan diri dan diastema akan tertutup. Makin lebar diastema (lebih dari 2 mm), makin kecil kemungkinan diastema dapat menutup secara spontan (Rahardjo, 2009). b. Leeway space Perbedaan jumlah lebar kaninus, molar pertama dan molar kedua sulung dengan kaninus permanen, premolar pertama dan premolar kedua. Besarnya di rahang atas 0,9 mm dan 1,8 mm di rahang bawah. Pada saat molar kedua sulung tanggal, molar pertama permanen bergerak ke mesial menempati leeway space. Leeway space tidak digunakan untuk menghilangkan berdesakan di anterior secara spontan kecuali bila dikehendaki demikian dengan perawatan ortodontik (Rahardjo, 2009). c. Flush terminal plane Bila terdapat flush terminal plane pada relasi molar kedua sulung dan hanya didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula, demikian juga bila hanya terjadi pergeseran gigi ke mesial akan terdapat relasi molar gigitan tonjol. Bila terdapat pertumbuhan mandibula ke depan akan didapat relasi molar pertama permanen berupa relasi kelas I.
9 13 Anak yang mempunyai relasi molar kedua sulung flush terminal plane membutuhkan gerakan molar pertama permanen bawah ke mesial sebanyak 3,5 mm untuk mencapai relasi molar pertama permanen kelas I. Kurang lebih setengahnya didapatkan dari leeway space dan setengahnya lagi didapatkan dari pertumbuhan rahang bawah (Rahardjo, 2009). d. Mesial Step Bila terdapat mesial step pada relasi molar kedua sulung dan hanya didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula, demikian pula bila hanya terjadi pergeseran gigi ke mesial akan terdapat relasi molar kelas I. Bila terdapat pertumbuhan mandibula ke depan akan didapat relasi molar pertama permanen berupa relasi kelas III. Bila didapatkan mesial step sebesar 1 mm biasanya akan terjadi relasi molar pertama permanen kelas I sedangkan bila mesial step lebih besar daripada 2 mm akan didapatkan relasi molar kelas III (Rahardjo, 2009). e. Distal Step Bila terdapat distal step pada relasi molar kedua sulung dan bila didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula, dan bila hanya terjadi pergeseran gigi ke mesial akan terdapat relasi molar kelas II. Bila terdapat pertumbuhan mandibula ke depan akan didapat relasi molar pertama permanen berupa gigitan tonjol (Rahardjo, 2009).
10 Indeks Maloklusi Indeks adalah sebuah angka atau bilangan yang digunakan sebagai indikator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional yang dapat disimpulkan dari sederetan pengamatan yang terus menerus. Dengan menggunakan suatu indeks dapat dinilai beberapa hal menyangkut maloklusi, misalnya prevalensi, keparahan maloklusi dan hasil perawatan. Indeks maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format kategori atau numerik sehingga penilaian suatu maloklusi bisa objektif (Rahardjo, 2009). Salah satu indeks yang menjadi acuan dalam perawatan ortodonti adalah Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN). IOTN berfungsi sebagai indeks untuk mengukur kebutuhan perawatan, dapat juga dipakai untuk mengukur keberhasilan perawatan. Indeks ini terdiri dari dua buah komponen yaitu Dental Health Component (DHC) dan Aesthetic Component (AC). Dalam penggunaannya, Dental Health Component dipergunakan terlebih dahulu, baru kemudian Aesthetic Component (AC) (Dika et al, 2011). Dental Health Component menggunakan aturan yang simpel serta menggunakan istilah MOCDO untuk membimbing peneliti dalam meneliti maloklusi. MOCDO mewakili Missing Teeth atau kehilangan gigi, Overjet, Crossbite, Displacement of Contact Points atau perpindahan titik kontak, dan Overbite. Pada pasien dengan gigi insisivus yang impaksi dikategorikan menjadi grade 5 (Susanto, 2010; Agusni, 2004): Grade 1: Tidak membutuhkan perawatan Grade 2: Sedikit membutuhkan perawatan
11 15 Grade 3: Cukup membutuhkan perawatan Grade 4: Membutuhkan perawatan Grade 5: Amat membutuhkan perawatan (Farahani, 2011) Aesthetic Component terdiri dari 10 foto berwarna yang menunjukkan tingkatan derajat yang berbeda dari penampilan estetik susunan geligi. Dengan mengacu pada gambar ini, derajat penampilan estetik gigi dari pasien dapat dinilai dalam salah satu tingkatan derajat tertentu (Dika et al, 2011). Gambar yang berwarna digunakan untuk pemeriksaan secara langsung dengan melihat subjek penelitian. Sedangkan gambar yang digunakan untuk menganalisis model studi adalah yang berwarna hitam dan putih Gambar 2.3: Aesthetic Component (IOTN) untuk pemeriksaan pada subjek
12 16 Gambar 2.4: Aesthetic Component (IOTN) untuk pemeriksaan pada model studi Keterangan Gambar: Skor 1 atau 2 tidak memerlukan perawatan Skor 3 atau 4 sedikit membutuhkan perawatan Skor 5, 6 atau 7 cukup membutuhkan perawatan Skor 8, 9 atau 10 jelas membutuhkan perawatan (Rahardjo, 2009) Dalam pengukuran IOTN, digunakan suatu penggaris khusus. Penggaris plastik yang transparan telah dikembangkan untuk membantu pengukuran, dimana penggaris tersebut berisi semua informasi yang diperlukan untuk mengukur DHC, yang antara
13 17 lain mengukur jarak gigit, tumpang gigit, pergeseran titik kontak dari geligi, gigitan terbalik, gigitan terbuka, baik di anterior ataupun posterior (Agusni, 2004) Gambar 2.5: Penggaris IOTN (Ucuncu et al, 2001)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi
Lebih terperinciBAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi
BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
yaitu: 5 a. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Oklusi Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas
Lebih terperinciBAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior
BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhkembangan Dentofasial Laki-laki dan Perempuan Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan
Lebih terperinciCROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang
CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan.
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, jenis penelitian ini adalah penelitian observational analitik. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi dalam
Lebih terperinciPERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI
PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY
Lebih terperinciGambar 1. Anatomi Palatum 12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Maloklusi a. Definisi Oklusi merupakan hubungan gigi rahang atas dan rahang bawah saat berkontak fungsional selama aktivitas mandibula (Newman, 1998). Oklusi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio. Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maloklusi merupakan penyimpangan hubungan rahang atas dan rahang bawah dari bentuk standar normal. Keadaan tersebut terjadi akibat adanya malrelasi antara pertumbuhan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh
Lebih terperinciCROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR
CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai
Lebih terperinciIII. KELAINAN DENTOFASIAL
III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka. Perawatan ortodontik cekat Perawatan ortodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat pada elemen gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan gigi yang tidak teratur dan keadaan oklusi yang tidak sesuai dengan keadaan normaltentunya merupakan suatu bentuk masalah kesehatan gigi dan mulut. 1,2,3 Data
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Menurut Angle, maloklusi merupakan oklusi yang menyimpang dari bidang oklusal gigi normal (cit. Martin RK dkk.,). 10 Menurut Cairns dkk.,, maloklusi terjadi saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan
Lebih terperinciTINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN
TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.
Lebih terperinciBAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.
BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan ubungan rahang yang tidak normal sehingga tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2012). Perawatan ortodontik mempunyai riwayat yang panjang, anjuran tertulis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodontik adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan, perkembangan, variasi wajah, rahang dan gigi serta perawatan perbaikannya
Lebih terperinciPerawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan
PERAWATAN ORTODONTI Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan Empat Fase Perawatan Preventif
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Periode Perkembangan Gigi Geligi Terdapat empat tahap perkembangan gigi geligi manusia, yaitu periode bantalan gusi (gum pads), periode gigi desidui (primary dentition stage),
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Nama : Vanny Anandita Gayatri Aulia
PERBEDAAN TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTIK BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY OUTCOME AND NEED DAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maloklusi merupakan salah satu masalah di bidang kedokteran gigi. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari hubungan antara gigi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi berperan penting dalam pada proses pengunyahan, berbicara dan estetis. Berbagai penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salzmann mendefinisikan oklusi dalam ortodonti sebagai perubahan inter relasi permukaan gigi maksila dan mandibula yang terjadi selama pergerakan mandibula dan kontak penuh terminal
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Skeletal Maloklusi Klas I Maloklusi dibagi dalam tiga golongan yaitu dental displasia, skeleto dental displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi
Lebih terperinciAnalisa Ruang Metode Moyers
ANALISA RUANG I. Analisa Ruang Analisis ruang sangat diperlukan untuk membandingkan ruangan yang tersedia dengan ruangan yang dibutuhkan untuk normalnya keteraturan gigi. Adanya ketidakteraturan atau crowding
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maloklusi atau kelainan oklusi adalah oklusi yang menyimpang dari keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) mengenalkan klasifikasi maloklusi
Lebih terperinciBAB 2 TI JAUA PUSTAKA
6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini sangatlah tinggi. Gaya hidup dan tren mempengaruhi seseorang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepedulian masyarakat akan estetik khususnya pada gigi di era modern saat ini sangatlah tinggi. Gaya hidup dan tren mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan nilai estetik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah satu aspek penting terhadap kepercayaan diri seseorang. Gigi-geligi teratur dan senyum indah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan
Lebih terperinciIII. PERAWATAN ORTODONTIK
III. PERAWATAN ORTODONTIK PERAWATAN MALOKLUSI KLAS I Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan hubungan anteroposterior dari gigi molar satu permanen. Klasifikasi ini kebanyakan tidak dipakai dan
Lebih terperinciLEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...
Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Bersama ini saya yang bernama, Nama : Zilda Fahnia NIM : 110600132
Lebih terperinciII. ORTODONSI INTERSEPTIF
II. ORTODONSI INTERSEPTIF Untuk memahami arti dari ortodonsi interseptif perlu diketahui terlebih dulu pengertian ilmu ortodonsi. Ilmu Ortodonsi adalah gabungan ilmu dan seni yang berhubungan dengan perkembangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah maloklusi pertama kali diciptakan oleh Guilford. Guilford mengartikan maloklusi sebagai setiap penyimpangan oklusi yang berada diluar rentang kewajaran yang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Maloklusi merupakan penyimpangan baik dari segi estetis dan/atau fungsional dari oklusi ideal. 10 Maloklusi bukan merupakan penyakit, tapi sebuah disabiliti yang berpotensi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah suatu kondisi yang tidak dapat diwakilkan oleh suatu keadaan yang tunggal tetapi merupakan jumlah atau kumpulan dari sifat oklusi yang multifaktorial.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah
Lebih terperinciPERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 MAKALAH Oleh : Yuliawati Zenab, drg.,sp.ort NIP.19580704 199403 2 001 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010 Bandung, Maret 2010 Disetujui
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area dentofasial sangat berpengaruh terhadap penampilan wajah seseorang. Kelainan di sekitar area tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan diri sehingga memotivasi
Lebih terperinciKEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONSI BERDASARKAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA SISWA KELAS II DI SMP NEGERI 2 BITUNG
Jurnal e-gigi (eg), Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember 2014 KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONSI BERDASARKAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA SISWA KELAS II DI SMP NEGERI 2 BITUNG 1 Monica A. V. Rumampuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Impaksi Kaninus Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi permanen yang terhambat untuk erupsi keposisi fungsional normalnya oleh karena adanya hambatan fisik dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. alat ortodontik cekat telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai prevalensi terjadinya relaps setelah perawatan dengan alat ortodontik cekat telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut memiliki peran yang penting bagi fungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut memiliki peran yang penting bagi fungsi pengunyahan manusia. Gigi merupakan kunci dari proses pengunyahan, berbicara dan penampilan. Oklusi normal merupakan
Lebih terperinciAnalisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk
Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti Avi Laviana Bagian Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Jl. Sekeloa Selatan No. 1 Bandung Abstrak Analisis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya tubuh yang sehat semakin meningkat, tidak
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan susunan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ras Deutro-Melayu Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras Melayu terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu tua)
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : IOTN, Dental Health Component, Aesthetic Component, Tingkat Kebutuhan Perawatan Ortodontik
ABSTRAK Prevalensi maloklusi pada manusia modern diketahui semakin meningkat dibanding masa lampau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodontik pada peserta didik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang berkonsentrasi pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada gigi. Tujuan utama
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan Indeks Massa Tubuh dengan maloklusi menggunakan Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMAI) pada anak usia diatas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk mengarahkan dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh kembang ataupun yang telah dewasa, termasuk
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,
studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan,
Lebih terperinciBUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III. Penanggungjawab Mata Kuliah drg. Soehardono D., MS., Sp.Ort (K)
BUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III Penanggungjawab Mata Kuliah drg. Soehardono D., MS., Sp.Ort (K) FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2008 1 PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah
17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral
Lebih terperinciIII. RENCANA PERAWATAN
III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah
Lebih terperinciBUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III
BUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III Penyusun Tim Penyusun FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2008 PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-nya sehingga penulisan bahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penampilan fisik mempunyai peranan yang besar dalam interaksi sosial.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan fisik mempunyai peranan yang besar dalam interaksi sosial. Orang yang berpenampilan menarik mempunyai banyak keuntungan sosial karena penampilan fisiknya.
Lebih terperinciORTODONSIA III PERAWATAN ORTODONTIK
ORTODONSIA III PERAWATAN ORTODONTIK drg. Wayan Ardhana, MS.,Sp.Ort Bagian Ortodonsia FKG UGM 2008 Tujuan Intruksional Setelah mengikuti mata kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan tentang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi 2.1.1 Pengertian Maloklusi Pengertian oklusi menurut Dewanto (1993) adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi di rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan gigi, jaringan periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi mempunyai dua aspek,
Lebih terperinciTINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI CEKAT MENGGUNAKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME AND NEED
TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI CEKAT MENGGUNAKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME AND NEED (ICON) DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG - USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas
Lebih terperinciKata kunci: lebar mesiodistal gigi, indeks Bolton, maloklusi kelas I Angle, overjet, overbite, spacing, crowding
ABSTRAK Rasio lebar mesiodistal gigi dapat ditentukan melalui perhitungan analisis Bolton yang selalu dilakukan sebelum perawatan ortodontik karena rasio Bolton mempengaruhi besarnya overjet, overbite,
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu
Lebih terperinciBAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas
BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang
Lebih terperinciGambaran tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di RSGM-P FKG Unair
Research Report Gambaran tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di RSGM-P FKG Unair (Severity assessment and treatment outcome of
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. jaringan lunak. Gigi digerakkan dalam berbagai pola, dan berbagai cara perawatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencabutan gigi merupakan topik yang sering menjadi kontroversial dalam perawatan ortodonti serta efeknya pada rahang, komplek dentofasial, dan profil jaringan lunak.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Istilah maloklusi pertama kali diperkenalkan oleh Guilford, dimana pengertian maloklusi adalah penyimpangan letak gigi atau malrelasi lengkung geligi (rahang) di luar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perawatan ortodontik semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penampilan fisik yang menarik (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.
Lebih terperinci