BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka. Perawatan ortodontik cekat Perawatan ortodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat pada elemen gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik cekat ini dapat dipertahankan dengan alat khusus yang disebut retainer sehingga dapat mencegah terjadinya relaps. Perawatan ortodontik dibagi menjadi tiga menurut waktu dan tingkatan maloklusinya, antara lain: ortodontik preventif, ortodontik interseptif dan ortodontik kuratif. Perawatan ortodontik preventif adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menjaga gigi agar tidak terjadi malposisi yang semestinya menjadi oklusi normal pada waktu tertentu. Ortodontik preventif ini membutuhkan kemampuan untuk menilai dento-fasial yang normal, perkembangan, pertumbuhan dan penyimpangan dari arah normal. Pada perawatan ini, diharuskan untuk menghilangkan kebiasaan yang melibatkan struktur dento-fasial antara lain, malnutrisi, memelihara bentuk gigi dengan restorasi yang tepat, penggunaan space maintainer setelah gigi susu tanggal sebelum waktunya (Moyers, 988). Menurut American Association of Orthodontists dalam ortodontik interseptif, untuk menangani kondisi maloklusi atau malformasi gigi untuk menciptakan perkembangan yang normal. Langkah-langkah pencegahan 7

2 8 tersebut adalah mengontrol karies, anatomi restorasi gigi, pemeliharaan ruang, koreksi kebiasaan buruk, kelainan genetik dan kongenital, dan pengawasan tanggalnya gigi desidui. Prosedur dalam bidang ortodontik preventif dan interseptif terlihat saling berhubungan, oleh karena itu keduanya tidak bisa terpisahkan. Pada ortodontik interseptif sudah terjadi adanya maloklusi atau malformasi gigi untuk ditangani sedangkan pada ortodontik preventif ditujukan untuk mencegah maloklusi atau malformasi (Moyers, 988). Ortodontik kuratif sama seperti ortodontik interseptif, sudah terjadi adanya maloklusi dan kebutuhan untuk menghilangkan gejala dan permasalahannya. Prosedur yang digunakan dalam ortodontik kuratif dapat berupa mekanik, fungsional, dan pembedahan (Moyers, 988). Menurut periode perawatan ortodontik dibagi dalam 2 periode: periode aktif dan periode pasif. Periode aktif, merupakan periode saat menggunakan alat ortodontik yang memiliki tekanan mekanis untuk dilakukan pengaturan gigi-gigi yang malposisi, atau dengan memanfaatkan tekanan fungsional otot-otot sekitar mulut dilakukan perawatan untuk mengoreksi hubungan rahang bawah dan rahang atas. Contoh : Alat aktif: plat aktif, plat ekspansi dan alat pasif: activator (suatu alat myofungsional). Dan periode pasif, merupakan periode perawatan setelah periode aktif selesai, dengan tujuan untuk mempertahankan kedudukan gigi-gigi yang telah dikoreksi agar tidak terjadi relaps (kembali seperti kedudukan semula), sehingga gigi-gigi yang telah dikoreksi dapat dipertahankan dan

3 9 kemungkinan terjadinya relaps tersebut rendah. Periode ini dilakukan dengan mempertahankan menggunakan retainer. Alat-alat retainer bervariasi tergantung kasus pasien dan perawatan ortodontik yang dilakukan (Sulandjari, 2008). 2. Relaps Relaps adalah suatu keadaan dimana kembalinya sebagian atau seluruh kondisi seperti sebelum perawatan ortodontik sehingga dapat mengakibatkan hilangnya hasil yang sudah dicapai dalam perawatan ortodontik. Terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan relaps (Iswari, 202) yaitu ). Relaps karena perubahan pertumbuhan, penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan gigi permanen akan muncul jika perawatan ortodontik dilakukan sebelum semua gigi tumbuh. Karena itulah perawatan ortodontik harus dilakukan sampai gigi permanen sudah tumbuh semuanya. 2). Tekanan otot gigi. Ketidakseimbangan otot diakhir masa perawatan ortodontik akan menimbulkan maloklusi kembali. Ortodontik diharapkan dapat mengharmonisasikan atau menyeimbangkan semua otot-otot yang mengelilingi gigi geligi tersebut diakhir perawatan ortodontik dengan tujuan untuk memperkuat kestabilan gigi-gigi tersebut. 3). Kegagalan menghilangkan faktor penyebab, penyebab maloklusi sebaiknya diketahui saat menentukan diagnosa dan tahap perawatan harus ditentukan atau direncanakan terlebih dahulu untuk mengurangi suatu tingkat keparahan maloklusi tersebut. Kegagalan menghilangkan faktor penyebab dapat mengakibatkan relaps. 4). Faktor tidak memakai retainer,

4 0 setelah perawatan ortodontik, penggunaan retainer harus dilanjutkan selama 4-5 bulan untuk memberikan jaringan periodontal berekontruksi kembali. Setelah masa ini, penggunaan retainer harus dilanjutkan selama 7-8 minggu lagi untuk memberikan jaringan gusi beradaptasi kembali dengan posisi barunya. 5). Peranan gigi molar ketiga, gigi molar ketiga muncul terakhir di masa pertumbuhan gigi geligi. Gigi molar ketiga erupsi sekitar usia 8 sampai 2 tahun. Tekanan yang dihasilkan karena erupsi gigi molar ketiga ini dianggap sebagai penyebab ketidakteraturan susunan gigi anterior yang rentan relaps. 6). Tarikan pada periodontal, saat gigigigi digerakan secara ortodontik, jaringan utama periodontal dan gingival yang mengelilingi gigi akan meregang. Jaringan yang merengang ini akan memendek sehingga dapat berpotensi menyebabkan relaps pada gigi. Menurut Bhalajhi (200) membuktikan bahwa jaringan utama akan berekontruksi dalam 4 minggu. Sebaliknya, jaringan gingival supra alveolar butuh waktu selama 40 minggu untuk dapat menyesuaikan diri dengan posisi baru, sehingga mudah terjadi relaps kembali. 3. Retainer Retainer merupakan alat pasif ortodontik yang membantu dalam mempertahankan dan menstabilisasi gigi dalam waktu yang lama untuk memberikan kesempatan reorganisasi struktur-struktur pendukung setelah tahap aktif dalam perawatan ortodontik (Profit,2007). Retainer merupakan dasar dari pencegahan terjadinya relaps atau dalam kata lain mencegah gigi kembali ke posisi awal dari maloklusi. Penggunaan alat pasif

5 merupakan periode setelah perawatan aktif selesai, saat memakai alat pasif seperti retainer lepasan atau cekat harus digunakan selama kurang lebih 2 tahun untuk menstabilkan oklusi yang telah dicapai. Graber (2000), memberikan alasan mengapa retainer dibutuhkan setelah perawatan ortodontik karena setelah gigi yang malposisi digerakkan ke posisi yang diinginkan, gigi tersebut harus didukung secara mekanis sampai semua jaringan yang terlibat di dalamnya mendukung dan menjaganya pada posisi yang baru, baik dalam struktur maupun fungsinya. (Mc Namara 200). Menurut Profit (2007), alasan utama mengapa retainer dibutuhkan adalah karena gingiva dan jaringan periodontal dipengaruhi pergerakan gigi dan memerlukan waktu untuk reorganisasi setelah alat dilepaskan, tekanan jaringan lunak dapat menimbulkan relaps apabila gigi pada posisi yang tidak stabil, pertumbuhan dapat mengubah hasil perawatan ortodontik. Menurut Bennet (203) retainer dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu retainer lepasan dan retainer cekat. Ada beberapa contoh retainer lepasan antara lain: ). Begg Retainer, alat ini terdiri dari busur yang memanjang sampai molar terakhir. Retainer ini memiliki kawat yang tidak terlalu berlebih sehingga bisa mengeliminasi resiko adanya ruang yang terbuka atau diastema. 2). Clip on Retainer atau Spring Aligner, didesain khusus untuk digunakan pada regio anterior. Alat ini biasa digunakan untuk mengkoreksi kelainan gigi rotasi yang sering terlihat pada regio anterior

6 2 rahang bawah. 3). Removable Wraparound Retainer, retainer ini merupakan versi kelanjutan dari spring aligner yang menutupi seluruh gigi. Satu lengkung penuh retainer wraparound diindikasikan untuk kasus kerusakan jaringan periodontal sebagai splinting. Kekurangannya adalah membuat pasien sulit untuk berbicara dan resiko terjadinya masalah TMJ (Profit, 2007). 4). Rickets Retainer, dikembangkan oleh Rickets, hampir sama dengan Hawley retainer kecuali kawat pada bagian labial bermula dari palatal kemudian melewati interproksimal antara gigi insisivus kedua dan kaninus. Busur labial melengkung ke arah distal kaninus menuju ke mesial. 5). Van Der Linden Retainer, popular di Eropa dikembangkan oleh Frans vander Linden dari Netherland. Retainer ini hampir sama dengan Hawley retainer dengan modifikasi busur labial pada gigi kaninus dalam oklusi sentrik. Gigi anterior harus berkontak dengan palatum dan gigi premolar serta molar harus beroklusi tanpa gangguan. Cengkram pada gigi molar terakhir dapat digunakan untuk menggeser molar kedua yang berada di bukal ke arah mesial dan palatal (Bennet, 2002). 6). Invisible retainer/vacuum Former Retainer, invisible retainer merupakan retainer yang menutupi seluruh mahkota klinis dan sebagian jaringan gingiva. Terbuat dari lembaran termoplastik transparan ultra tipis menggunakan mesin biostar. Retainer ini tidak mencolok dan diterima dengan baik oleh pasien. Retainer cekat adalah alat cekat yang digunakan untuk koreksi ortodontik, dapat ditinggalkan ditempatnya sebagai retainer.

7 3 Retainer cekat terdiri dari tiga macam yaitu: ). Banded Canine to Canine Retainer, tipe retainer ini biasanya digunakan pada region anterior bawah. Kaninus dipasang band dan kawat tebal dibentuk mengikuti aspek lingual gigi kemudian disolder di band gigi kaninus. Band yang terpasang di gigi kaninus menyebabkan kebersihan rongga mulut menjadi buruk dan tidak estetik (Profit, 2007). 2). Bonded Lingual Retainer, merupakan retainer yang diikat di permukaan lingual gigi. Kawat stainless steel atau kawat elgiloy biru ditempatkan di lingual mengikuti kurvatur anterior. Bagian ujungnya diletakkan di kaninus kemudian di bonding. Selain itu bonded lingual retainer dapat juga diletakkan dirahang atas setelah perawatan diastema antara gigi insisivus sentral. Retainer akan mencegah kembali celah di antara gigi insisivus sentral rahang atas. Kawat harus disesuaikan sehingga bisa diletakkan dekat cingulum agar tidak menyentuh kontak oklusal. Alternatif lain adalah menggunakan kawat padat yang dibuat tidak melewati daerah interproksimal sehingga pasien dapat melakukan flossing dengan benang gigi. 3). Band and Spur Retainer, retainer tipe ini digunakan pada kasus dengan satu gigi yang dirawat secara ortodontik terutama untuk mengkoreksi rotasi atau untuk labio-lingual displacement. Gigi yang sudah digerakkan telah di band dan di spur disolder pada band sehingga mengikat gigi-gigi disampingnya. 4. Indeks PAR Kebutuhan perawatan dan hasil perawatan telah dinilai selama bertahun-tahun menggunakan beberapa indeks, antara lain handicaping

8 4 malocclusion index (HMA), index of treatment need (IOTN), dan Indeks PAR. Indeks PAR adalah indeks yang dianggap lebih baik dibandingkan indeks yang lain, karena memiliki validitas dan reliabilitas yang telah teruji serta mempunyai keseragaman dalam intepretasi dan kriteria yang diteliti (Richmond, 992). Indeks PAR merupakan salah satu indeks untuk menilai stabilitasi gigi setelah perawatan ortodontik. Skor Indeks PAR dapat digunakan untuk mengetahui peningkatan maloklusi berupa perbaikan saat perawatan dan untuk mengevaluasi stabilitas dan relaps pada pasien ortodontik yang telah terbukti valid dari beberapa penelitian (Sarah, 2005). Penilaian antara kasus sebelum dan sesudah perawatan menggunakan indeks PAR memiliki komponen, masing-masing komponen memiliki beberapa skor yang dinilai dengan kriteria tertentu berdasarkan keparahannya. Dari komponen pada tabel, beberapa komponen individual tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR karena tidak memiliki nilai yang bermakna dalam memprediksi keberhasilan perawatan ortodontik. Segmen bukal (berjarak, berjejal dan impaksi) merupakan salah satu komponen dari bobot indeks PAR. Salah satu alasan yang dijelaskan adalah titik kontak antara gigi bukal sangat bervariasi. Jika perubahan letak (displacement) gigi parah, akan menghasilkan oklusi crossbite dan skornya dicatat pada oklusi bukal kanan atau kiri (tidak lagi pada penilaian titik kontak). Adanya premolar impaksi juga tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR. Selain karena prevalensinya sangat

9 5 sedikit, pencabutan premolar juga sering dilakukan pada kasus yang membutuhkan ruang sehingga tidak memberikan pengaruh dalam menilai keberhasilan perawatan. Tabel. Komponen indeks PAR No Komponen. Segmen bukal rahang atas kanan 2. Segmen anterior rahang atas 3. Segmen bukal rahang atas kir 4. Segmen bukal rahang bawah kanan 5. Segmen anterior rahang bawah 6. Segmen bukal rahang bawah kiri 7. Oklusi bukal kanan 8. Overjet 9. Overbite 0. Garis median Oklusi Sumber: Richmond dkk (992) Dari komponen pada tabel di atas, terdapat 5 komponen utama dalam pemeriksannya, masing-masing komponen tersebut dinilai dan diberi bobot bedasarkan besaran yang telah ditentukan. Setiap skor komponen diakumulasikan dan dikalikan bobotnya masing-masing, sehingga menghasilkan jumlah skor akhir dari 5 komponen utama yang digunakan. Lima komponen utama yang diperiksa beserta bobotnya (Tabel 2) adalah: Penilaian skor segmen anterior (Tabel 3). Penilaian skor oklusi bukal, ( Tabel 4). Penilaian skor overjet, (Tabel 5). Penilaian skor overbite (Tabel 6). Penilaian skor garis median ( Tabel 6).

10 6 Tabel 2. Derajat Pembobotan PAR Indeks. Komponen. Segmen Anterior Atas dan Bawah 2. Oklusi bukal kanan dan kiri 3. Jarak Gigit 4. Tumpang Gigit 5. Garis Tengah Bobot Sumber: Richmon dkk (992) a. Penilaian skor segmen anterior. Pengukuran pergeseran titik kontak dimulai dari mesial gigi kaninus kiri ke titik kontak mesial gigi kaninus kanan (Gambar ). Penilaian skor pada kasus ini yaitu mengukur gigi berjejal (crowded), berjarak (spacing), dan impaksi gigi (impacted teeth). Gigi kaninus yang impaksi dicatat pada segmen anterior rahang atas dan rahang bawah (Tabel 3). Gambar. Penilaian skor segmen anterior dengan Metode Richmond,dkk menggunakan PAR Ruler. Tabel 3.Penilaian skor segmen anterior Skor 0 0- mm, -2 mm 2 2,-4 mm 3 4,-8 mm 4 Lebih besar dari 8 mm 5 Gigi impaksi Sumber: Richmond dkk (992) Kelainan

11 7 b. Penilaian skor oklusi bukal. Penilaian skor ini dicatat dalam keadaan oklusi gigi posterior di sisi kiri dan kanan mulai dari gigi kaninus ke molar terakhir (Gambar 2), dengan cara melihat dalam tiga arah yaitu, anteroposterior, vertikal dan transversal (Tabel 4). Gambar 2. Penilaian skor oklusi bukal (Richmond dkk., 992) Tabel 4. Penilaian skor oklusi bukal No Skor Komponen Antero-posterior Interdigitasi baik kelas I,II, III Kelainan kurang dari setengah unit Kelainan pada setengah unit (cups to cups) Vertikal Tidak ada kelainan Gigitan terbuka sedikitnya pada dua gigi, dengan jarak lebih dari 2 mm Transversal Tidak ada crossbite Kecenderungan crossbite Crossbite pada salah satu gigi Crossbite lebih dari satu gigi Lebih dari satu gigi scissor bite Sumber: Richmond dkk (992) c. Penilaian skor overjet. Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus. Penilaian dilakukan dengan menempatkan penggaris indeks PAR sejajar dataran oklusal dan radial dengan lengkung gigi (Gambar 3).

12 8 Jika terdapat dua insisivus yang crossbite dan memiliki overjet 4 mm, skornya adalah 3 (untuk crossbite) ditambah (untuk overjet 4 mm), sehingga total skornya adalah 4. Tabel penilaian skor overjet dapat dilihat pada tabel 5. Gambar 3. Penilaian skor overjet dengan Metode Richmond dkk menggunakan PAR Ruler (Richmond dkk., 992) Tabel 5. Penilaian skor overjet No Skor Komponen Overjet 0-3 mm 3,-5 mm 5,-7 mm 7,-9 mm Lebih besar dari 9 mm Crossbite anterior Tidak ada kelainan Satu atau lebih gigi edge to edge Crossbite pada satu gigi Crossbite pada dua gigi Crossbite lebih dari dua gigi Sumber: Richmond dkk (992) d. Penilaian skor overbite. Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus yang dinilai dari jarak tumpang tindih dalam arah vertikal gigi insisivus atas terhadap panjang mahkota klinis gigi insisivus bawah (Gambar 4), dan dinilai berdasarkan besarnya gigitan terbuka (Tabel

13 9 6). Skor yang dicatat adalah nilai overbite yang terbesar diantara gigi insisivus. Gambar 4. Penilaian skor overbite (Richmond dkk., 992) Tabel 6.Penilaian skor overbite No Skor Sumber: Richmond dkk (992) Komponen Gigitan Terbuka Tidak ada gigitan terbuka Gigitan terbuka kurang dari atau sama dengan mm Gigitan terbuka,-2 mm Gigitan terbuka 2,-3 mm Gigitan terbuka sama dengan atau lebih dari 4 mm Overbite Besarnya penutupan kurang dari atau sama dengan /3 tinggi mahkota gigi insisivus bawah Besarnya penutupan lebih dari /3, tetapi kurang dari 2/3 tinggi mahkota gigi insisivus bawah Besarnya penutupan lebih dari 2/3 tinggi mahkota gigi insisivus bawah Besarnya penutupan sama dengan / lebih dari tinggi mahkota gigi insisivus bawah e. Penilaian skor garis median. Penilaian skor ini dinilai dari hubungan garis tengah lengkung gigi atas terhadap lengkung gigi bawah (Gambar 5). Garis tengah lengkung gigi diwakili oleh garis pertemuan kedua gigi insisivus pertama atas terhadap garis pertemuan kedua gigi

14 20 insisivus bawah (Tabel 7). Jika gigi insisivus bawah sudah dicabut penilaian skor garis median tidak dicatat. Gambar 5.Penilaian skor garis median (Richmond dkk., 992) Tabel 7.Penilaian skor garis median Skor 0 2 Komponen Tidak ada pergeseran garis median ¼ lebar gigi insisivus bawah Lebih dari ¼ - ½ lebar gigi insisivus bawah Lebih dari ½ lebar gigi insisivus bawah Sumber: Richmond dkk (992) Pengukuran pada model sebelum dan sesudah perawatan dilakukan dengan penggaris khusus indeks PAR. Gambar 6.Penggaris plastik indeks PAR (Richmond dkk., 992) Dua macam cara untuk menilai kemajuan hasil perawatan menggunakan PAR Index (Richmond dkk, 992) yaitu: ) jika skor pra perawatan 22 selisih dihitung berdasarkan berkurangnya skor, 2) jika skor pra perawatan <22 selisih dihitung dalam persen. PAR Indek adalah suatu indeks yang menilai hasil perawatan ortodontik secara objektif, sehingga setiap skor maloklusi dapat dimasukan ke dalam kelompok maloklusi berdasarkan keparahannya baik

15 2 pra maupun pasca perawatan seperti terlihat pada Tabel 8. (Richmond dkk, 992). Tabel 8. Distribusi subjek menurut keparahan maloklusi Skor PAR Indeks Keparahan Maloklusi 0 Ideal -6 Ringan 7-32 Sedang Parah >48 Sangat parah Pada penelitian Yami pada tahun 999 pasien dievaluasi dengan menggunakan Peer Assessment Rating Indexs menunjukan 50% relaps terlihat setelah 2 tahun pasca penggunaan retainer, 28% relaps terlihat setelah 2-5 tahun pasca penggunaan retainer, dan 2% relaps terlihat setelah 5-0 tahun pasca penggunaan retainer dan menurut Pritartha S. Anindita pada tahun 2009 PAR index dapat digunakan untuk evaluasi tingkat keberhasilan perawatan ortodontik. B. LandasanTeori Maloklusi adalah gangguan atau cacat fungsional yang dapat menjadi hambatan bagi kesehatan emosional maupun fisik. Kelainan maloklusi dapat menyebabkan masalah yaitu, adanya masalah dalam pergerakan rahang, masalah mastikasi, diskriminasi sosial karena masalah penampilan dan estetik wajah. Penatalaksanaannya adalah dengan perawatan ortodontik. Perawatan

16 22 ortodontik merupakan prosedur jangka panjang yang bertujuan mendapatkan oklusi yang normal tanpa terjadinya rotasi dan diastema. Hasil perawatan ortodontik harus dipertahankan agar hasil yang sudah dicapai tidak berubah kembali seperti sebelum perawatan, atau mengalami relaps dengan menggunakan alat retainer. Relaps adalah suatu kejadian atau keadaan yang dijumpai setelah perawatan ortodontik yang ditandai dengan kembalinya sebagian atau seluruhnya kondisi seperti sebelum dilakukan perawatan. Ada beberapa penyebab terjadinya relaps yaitu relaps karena perubahan pertumbuhan, tekanan otot, kegagalan menghilangkan faktor penyebab dan faktor tidak menggunakan retainer. Penelitian sebelumnya masih terdapat beberapa insidensi relaps yang diukur menggunakan PAR, pada 2 tahun pasca penggunaan retainer sebesar 50%, 2-5 tahun sebesar 28%, 5-0 tahun sebesar 2%, dan 78 pasien terdapat data kejadian penuruan PAR sebesar 62%. Keberhasilan dari suatu perawatan ortodontik dipengaruhi oleh faktorfaktor kooperatif individu dalam pemakaian alat ortodontik, dan pemilihan retainer yang sesuai. Oleh karena itu, setelah perawatan ortodontik selesai, diperlukan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan suatu perawatan. Untuk melakukan penilaian tersebut, digunakan suatu indeks. Salah satu indeks yang digunakan adalah dengan menggunakan Indeks PAR. Indeks PAR untuk mengukur keparahan maloklusi sebelum, sesudah, kemajuan perawatan ortodontik dan evaluasi terjadinya relaps. Skor PAR didapatkan dari cetakan

17 23 komponen oklusi yang terdiri dari overbite, overjet, midline discrepancy, anterior segment alignment, dan buccal occlusion. C. Kerangka Konsep Maloklusi Perawatan Ortodontik Cekat Periode Aktif Periode Pasif Penggunaan Retainer Tidak Menggunakan Retainer Pengukuran dengan indeks PAR Prevalensi terjadinya relaps Gambar 7. Kerangka konsep

18 24 D. Hipotesis Berdasarkan uraian latar belakang dan tinjauan pustaka diatas diambil hipotesis: Terjadi prevalensi relaps setelah perawatan ortodontik cekat yang tinggi berdasarkan perhitungan menggunakan indeks PAR.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

RELAPS DAN PENCEGAHANNYA DALAM ORTODONTI

RELAPS DAN PENCEGAHANNYA DALAM ORTODONTI RELAPS DAN PENCEGAHANNYA DALAM ORTODONTI Herlianti Iswari S. FKG. Universitas Prof. DR. Moestopo (B) ABSTRACT Teeth that have been moved using orthodontic appliance has a tendency to return to the starting

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maloklusi atau kelainan oklusi adalah oklusi yang menyimpang dari keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) mengenalkan klasifikasi maloklusi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. alat ortodontik cekat telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. alat ortodontik cekat telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai prevalensi terjadinya relaps setelah perawatan dengan alat ortodontik cekat telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sampel yang di peroleh sebanyak 24 sampel dari cetakan pada saat lepas bracket. 0 Ideal 2 8,33 2 8,33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sampel yang di peroleh sebanyak 24 sampel dari cetakan pada saat lepas bracket. 0 Ideal 2 8,33 2 8,33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang prevalensi terjadinya relaps setelah perawatan dengan alat ortodontik cekat telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Maloklusi a. Definisi Oklusi merupakan hubungan gigi rahang atas dan rahang bawah saat berkontak fungsional selama aktivitas mandibula (Newman, 1998). Oklusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area dentofasial sangat berpengaruh terhadap penampilan wajah seseorang. Kelainan di sekitar area tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan diri sehingga memotivasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA yaitu: 5 a. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Oklusi Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan.

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, jenis penelitian ini adalah penelitian observational analitik. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk mengarahkan dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh kembang ataupun yang telah dewasa, termasuk

Lebih terperinci

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan PERAWATAN ORTODONTI Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan Empat Fase Perawatan Preventif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

III. PERAWATAN ORTODONTIK

III. PERAWATAN ORTODONTIK III. PERAWATAN ORTODONTIK PERAWATAN MALOKLUSI KLAS I Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan hubungan anteroposterior dari gigi molar satu permanen. Klasifikasi ini kebanyakan tidak dipakai dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sangatlah tinggi. Gaya hidup dan tren mempengaruhi seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. ini sangatlah tinggi. Gaya hidup dan tren mempengaruhi seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepedulian masyarakat akan estetik khususnya pada gigi di era modern saat ini sangatlah tinggi. Gaya hidup dan tren mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan nilai estetik

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan ubungan rahang yang tidak normal sehingga tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan gigi, jaringan periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi mempunyai dua aspek,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan gigi yang tidak teratur dan keadaan oklusi yang tidak sesuai dengan keadaan normaltentunya merupakan suatu bentuk masalah kesehatan gigi dan mulut. 1,2,3 Data

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

Analisa Ruang Metode Moyers

Analisa Ruang Metode Moyers ANALISA RUANG I. Analisa Ruang Analisis ruang sangat diperlukan untuk membandingkan ruangan yang tersedia dengan ruangan yang dibutuhkan untuk normalnya keteraturan gigi. Adanya ketidakteraturan atau crowding

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

ORTODONTI III. H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D.

ORTODONTI III. H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D. ORTODONTI III H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D. 1 PERAWATAN PADA MASA GIGI PERMANEN. * Umumnya dilakukan pada umur 13 tahun keatas * Anomali sudah nyata terbentuk * Jalannya perawatan lebih sulit jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Populasi dalam penelitian ini adalah cetakan gigi pasien yang telah. Rumus Federer = (t-1)(n-1) 15 keterangan = n 16

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Populasi dalam penelitian ini adalah cetakan gigi pasien yang telah. Rumus Federer = (t-1)(n-1) 15 keterangan = n 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, jenis penelitian ini adalah penelitian observational deskriptif. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Menurut Angle, maloklusi merupakan oklusi yang menyimpang dari bidang oklusal gigi normal (cit. Martin RK dkk.,). 10 Menurut Cairns dkk.,, maloklusi terjadi saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian Ilmu Kedokteran Gigi yang terkonsentrasi untuk mengawasi, membimbing, dan mengoreksi pertumbuhan

Lebih terperinci

Shendy Dianastesi 1, TitaRatya Utari 2 ¹Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi, ²Dosen Program Studi Pendidikan Dokter Gigi

Shendy Dianastesi 1, TitaRatya Utari 2 ¹Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi, ²Dosen Program Studi Pendidikan Dokter Gigi KARYA TULIS ILMIAH PREVALENCE OF RELAPSE AFTER TREATMENT WITH FIXED ORTHODONTIC (Evaluation using PAR) PREVALENSI TERJADINYA RELAPS SETELAH PERAWATAN DENGAN ALAT ORTODONTIK CEKAT (Evaluasi Menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 MAKALAH Oleh : Yuliawati Zenab, drg.,sp.ort NIP.19580704 199403 2 001 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010 Bandung, Maret 2010 Disetujui

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan mengoreksi maloklusi dan menempatkan gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan ortodontik harus dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2012). Perawatan ortodontik mempunyai riwayat yang panjang, anjuran tertulis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2012). Perawatan ortodontik mempunyai riwayat yang panjang, anjuran tertulis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodontik adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan, perkembangan, variasi wajah, rahang dan gigi serta perawatan perbaikannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang berkonsentrasi pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada gigi. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan Indeks Massa Tubuh dengan maloklusi menggunakan Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMAI) pada anak usia diatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maloklusi merupakan penyimpangan hubungan rahang atas dan rahang bawah dari bentuk standar normal. Keadaan tersebut terjadi akibat adanya malrelasi antara pertumbuhan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi berperan penting dalam pada proses pengunyahan, berbicara dan estetis. Berbagai penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhkembangan Dentofasial Laki-laki dan Perempuan Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ras Deutro-Melayu Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras Melayu terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu tua)

Lebih terperinci

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

II. ORTODONSI INTERSEPTIF II. ORTODONSI INTERSEPTIF Untuk memahami arti dari ortodonsi interseptif perlu diketahui terlebih dulu pengertian ilmu ortodonsi. Ilmu Ortodonsi adalah gabungan ilmu dan seni yang berhubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia Pengaruh tingkat keparahan maloklusi terhadap keberlanjutan perawatan ortodontik dengan menggunakan piranti ortodontik lepasan di Rumah Sakit Gigi Mulut Universitas Hasanuddin 1 A.Velaya Qasthalani Achmar,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perawatan ortodontik semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penampilan fisik yang menarik (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan

Lebih terperinci

A. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan zaman, perawatan ortodontik semakin

A. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan zaman, perawatan ortodontik semakin A. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, perawatan ortodontik semakin dikenal masyarakat, bukan hanya sebagai kebutuhan kesehatan tetapi juga keperluan estetik. Perawatan ortodontik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika wajah. Pengetahuan tentang pertumbuhan kraniofasial meliputi jaringan keras dan jaringan lunak yang

Lebih terperinci

1. Jelaskan cara pembuatan activator secara direct dan indirect. Melakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah.

1. Jelaskan cara pembuatan activator secara direct dan indirect. Melakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah. 1. Jelaskan cara pembuatan activator secara direct dan indirect a. Pembuatan activator secara indirect. Melakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah. Membuat bite registration. Letakkan malam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Maloklusi merupakan penyimpangan baik dari segi estetis dan/atau fungsional dari oklusi ideal. 10 Maloklusi bukan merupakan penyakit, tapi sebuah disabiliti yang berpotensi

Lebih terperinci

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti Avi Laviana Bagian Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Jl. Sekeloa Selatan No. 1 Bandung Abstrak Analisis

Lebih terperinci

RAPID MAXILLARY EXPANSION

RAPID MAXILLARY EXPANSION V. EKSPANSI PENDAHULUAN Dalam melakukan perawatan ortodontik sering sekali diperlukan penambahan ruang untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi, sehingga setelah perawatan gigi-gigi dapat tersusun dalam

Lebih terperinci

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: Kontrol plak 80 BAB 7 KONTROL PLAK Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: 1. Menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak dan deposit lunak (materi alba dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI ekslusif dianjurkan pada umur 0-6 bulan, yaitu bayi hanya diberikan ASI ekslusif tanpa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan oklusi yang baik tanpa rotasi gigi dan diastema (Alawiyah dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan oklusi yang baik tanpa rotasi gigi dan diastema (Alawiyah dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan ortodontik merupakan prosedur jangka panjang yang bertujuan mendapatkan oklusi yang baik tanpa rotasi gigi dan diastema (Alawiyah dan Sianita, 2012).

Lebih terperinci

BUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III. Penanggungjawab Mata Kuliah drg. Soehardono D., MS., Sp.Ort (K)

BUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III. Penanggungjawab Mata Kuliah drg. Soehardono D., MS., Sp.Ort (K) BUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III Penanggungjawab Mata Kuliah drg. Soehardono D., MS., Sp.Ort (K) FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2008 1 PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpangan dari oklusi normal yang dikenal dengan nama maloklusi merupakan masalah pada gigi yang dapat mempengaruhi estetik, gangguan fungsi pengunyahan, penelanan,

Lebih terperinci

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun BIONATOR DRG.NAZRUDDIN C.ORT. PH.D. 1 BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun 1970-1980. 2 Bionator Balters 3 BIONATOR Merawat retrusi mandibula Menghasilkan

Lebih terperinci

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916 Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916 OHI (Oral Hygiene Index) OHI merupakan gabungan dari indeks debris dan indeks kalkulus, masing-masing didasarkan pada 12 angka pemeriksaan skor debris

Lebih terperinci

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

GAMBARAN MALOKLUSI DENGAN MENGGUNAKAN HMAR PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

GAMBARAN MALOKLUSI DENGAN MENGGUNAKAN HMAR PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO GAMBARAN MALOKLUSI DENGAN MENGGUNAKAN HMAR PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 1 Vigni Astria Laguhi 2 P.S Anindita 2 Paulina N. Gunawan 1 Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas BAB 4 PEMBAHASAN Penderita kehilangan gigi 17, 16, 14, 24, 26, 27 pada rahang atas dan 37, 36, 46, 47 pada rahang bawah. Penderita ini mengalami banyak kehilangan gigi pada daerah posterior sehingga penderita

Lebih terperinci

LAPORAN KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK SPACE MAINTAINER. Disusun oleh: Hasna Hadaina 10/KG/8770. Low Xin Yi 10/KG/ Pembimbing:

LAPORAN KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK SPACE MAINTAINER. Disusun oleh: Hasna Hadaina 10/KG/8770. Low Xin Yi 10/KG/ Pembimbing: LAPORAN KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK SPACE MAINTAINER Disusun oleh: Hasna Hadaina 10/KG/8770 Low Xin Yi 10/KG/ Pembimbing: Prof. Dr. drg. Iwa Sutardjo RS, SU, Sp. KGA (K) FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III

BUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III BUKU AJAR ORTODONSIA III KGO III Penyusun Tim Penyusun FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2008 PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-nya sehingga penulisan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

ORTODONSIA III PERAWATAN ORTODONTIK

ORTODONSIA III PERAWATAN ORTODONTIK ORTODONSIA III PERAWATAN ORTODONTIK drg. Wayan Ardhana, MS.,Sp.Ort Bagian Ortodonsia FKG UGM 2008 Tujuan Intruksional Setelah mengikuti mata kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PEER ASSESMENT RATING INDEX PADA EVALUASI HASIL PERAWATAN ORTODONTIK DENGAN TEKNIK BEGG

PENGGUNAAN PEER ASSESMENT RATING INDEX PADA EVALUASI HASIL PERAWATAN ORTODONTIK DENGAN TEKNIK BEGG PENGGUNAAN PEER ASSESMENT RATING INDEX PADA EVALUASI HASIL PERAWATAN ORTODONTIK DENGAN TEKNIK BEGG 1 Pritartha S. Anindita 2 Harkati Dewanto 2 Suparwitri 1 Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi

Lebih terperinci

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK 1. Pendahuluan Preventif orthodontik mempunyai peranan yang sangat penting dalam halmengusahakan agar gigi-gigi permanen yang akan menggantikan posisi gigi desidui akan mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Bersama ini saya yang bernama, Nama : Zilda Fahnia NIM : 110600132

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.

Lebih terperinci