4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan menggambarkan keadaan suatu tempat yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik di antaranya adalah flora dan fauna, sedangkan komponen abiotik seperti air, cahaya matahari, oksigen, dan mineral alam. Kondisi lingkungan perairan ini akan berdampak pada kelimpahan dan distribusi sumberdaya ikan di dalamnya terutama ikan. Hal ini terkait dengan prasyarat hidup, daya adaptasi, dan daya toleransi terhadap tekanan lingkungan yang berbeda-beda tiap jenisnya Parameter fisika air Parameter fisika yang ddiamati pada penelitian ini adalah suhu, kecerahan, dan warna. Suhu merupakan faktor fisika yang paling berpengaruh pada fisiologis ikan, sedangkan kecerahan dan warna tidak berpengaruh secara langsung. Suhu Suhu perairan pada saat pengamatan berkisar antara 27,5-27,8 0 C di Situ Leutik dan 27,1-28,3 0 C di Situ Perikanan pada bulan November-Desember 2010 dan 23,1-28,3 0 C di Situ Leutik dan 27,0-28,8 0 C di Situ Perikanan pada bulan Maret-April Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian pada tahun 1992 yang menyebutkan bahwa suhu perairan Situ Leutik berkisar antara 27,0-31,0 0 C (Sulistiono et al. 1992). Kisaran suhu di atas merupakan kisaran suhu yang masih dapat ditolerir oleh sebagian besar ikan. Hal ini sesuai dengan Effendi (2003) bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis adalah sekitar C. Lebih lanjut, kisaran suhu di perairan Situ IPB ini masih sesuai dengan PPRI No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air kelas III (Lampiran 3). Perubahan suhu yang terjadi selama penelitian tidak berlangsung secara seketika. Apabila hal itu terjadi, maka akan berdampak pada fisiologis ikan yang menyebabkan stress bahkan kematian. Dalam ilmu fisiologis diketahui bahwa perubahan suhu perairan sebesar 10 0 C dapat meningkatkan proses metabolisme ikan sebesar dua kali lipat (Huet 1971 in Buchar 1998).

2 29 Kecerahan Nilai kecerahan di tiap stasiun berbeda-beda. Stasiun 3 dengan kecerahan tertinggi, yaitu 150 cm (100%) dan stasiun 4 dengan kecerahan terendah, yaitu 120 cm pada bulan November-Desember 2010, sedangkan stasiun 1 memiliki kecerahan tertinggi, yaitu 145 cm dan stasiun 5 memiliki kecerahan terendah, yaitu 65 cm pada bulan Maret-April Rata-rata nilai kecerahan Situ Leutik lebih besar dibanding Situ Perikanan, yaitu 140,00 cm di Situ Leutik dan 133,33 cm di Situ Perikanan pada bulan November-Desember 2010 dan 137,50 cm di Situ Leutik dan 93,33 cm di Situ Perikanan pada bulan Maret-April Nilai kecerahan perairan pada musim basah lebih tinggi dibandingkan pada musim kering. Hal ini dapat terjadi karena intensitas cahaya matahari yang lebih tinggi pada musim kering menyebabkan proses pertumbuhan mikrofita dapat berjalan maksimum dan proses penggelontoran air pun tinggi. Tercatat pada tahun 1990 pernah terjadi hujan lebat yang mengakibatkan perairan situ menjadi jernih (Sulistiono et al. 1992). Persentase kecerahan Situ Perikanan dapat mencapai 100%, yaitu pada Stasiun 3 (dekat dam), sedangkan Situ Leutik dengan kedalaman perairan yang cukup dalam tidak mungkin memiliki kecerahan mencapai 100%. Situ Perikanan dengan kedalaman perairan yang lebih rendah memungkinkan untuk mudah terjadi pengadukan masa air pada dasar perairan. Pada saat masa air bergerak dari dasar perairan ke wilayah yang lebih tinggi, masa air ini membawa padatan tersuspensi. Dengan demikian, kecerahan Situ Perikanan menjadi lebih rendah dibanding Situ Leutik. Kecerahan paling rendah terjadi saat penyusutan volume air yang drastis di Situ Perikanan, yaitu dapat mencapai 0% di Situ Perikanan. Warna Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tahun sebelumnya menyatakan bahwa warna perairan Situ Leutik yaitu hijau (Sulistiono et al. 1992). Begitupun dengan hasil pengamatan terakhir di Situ Leutik, yaitu hijau bening. Namun, warna perairan Situ Perikanan dapat berubah-ubah, yaitu hijau bening pada saat volume air situ melimpah dan hijau keruh/hijau kecoklatan saat volume air situ menyusut. Penyusutan volume air di Situ Perikanan menyebabkan kedalaman air situ berkurang, sehingga meningkatkan peluang terjadinya

3 30 pengadukan masa air pada dasar perairan. Dasar situ yang berstruktur lempung liat berpasir ini pun memungkinkan terjadinya pengadukan masa air (Budiarto 2010). Warna perairan yang hijau ini menandakan banyaknya bahan organik yang terkandung di perairan Situ IPB. Hal ini sesuai menurut Effendi (2003) yang mengatakan bahwa warna perairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu keberadaan bahan organik, bahan anorganik, plankton, humus, dan ion-ion logam seperti besi dan mangan serta bahan-bahan lain yang dapat menimbulkan warna pada perairan Parameter kimia air Parameter kimia yang diamati pada penelitian ini adalah ph, oksigen terlarut, alkalinitas, dan kesadahan. Keempat parameter tersebut menjadi prasyarat hidup sumberdaya ikan karena berpengaruh pada fisiologis ikan. ph Dari hasil pengamatan didapatkan informasi nilai ph, yaitu berkisar 5,61-5,86 di Situ Leutik dan 5,63-5,88 di Situ Perikanan pada bulan November- Desember 2010 dan 6,34-7,29 di Situ Leutik dan 6,44-7,21 di Situ Perikanan pada bulan Maret-April Hasil ini tidak jauh berbeda dengan data penelitian sebelumnya di Situ Leutik, yaitu 5,50-6,50 (Sulistiono et al. 1992). Dari data di atas terlihat bahwa perairan Situ IPB kurang mendukung bagi keberlangsungan sumberdaya ikan di dalamnya. Pescod (1973) in Wibowo (2007) mengatakan bahwa ph ideal bagi perikanan yaitu antara 6,50-8,50. Kemudian berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001, nilai ph ini pun kurang sesuai dengan baku mutu air pada kriteria III, yaitu 6-9. Nilai ph di Situ IPB memang kurang mendukung bagi kehidupan ikan, namun beberapa jenis ikan masih dapat mentolerir kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan syarat hidupnya. Hal ini seperti yang dikatakan Royce (1972), yaitu bahwa tiap spesies mempunyai batas kondisi ideal tertentu hingga pertumbuhannya mencapai optimal dan dapat beradaptasi terhadap sedikit perubahan dari kondisi ideal tersebut. Terbukti dengan 9 jenis ikan yang teramati selama penelitian.

4 31 Oksigen terlarut Konsentrasi oksigen atau Dissolve Oxygen (DO) terlarut menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut di air dalam satuan mg/l. Dari hasil pengamatan didapatkan informasi bahwa konsentrasi oksigen terlarut berkisar 6,88-8,10 mg/l di Situ Leutik dan 4,86-8,50 di Situ Perikanan pada bulan November-Desember 2010 dan 6,40-8,00 mg/l di Situ Leutik berkisar dan 4,05-8,91 mg/l di Situ Perikanan pada bulan Maret-April Nilai ini lebih baik dibanding hasil pengamatan pada penelitian tahun 1992 di Situ Leutik yaitu berkisar 0,64-9,02 mg/l. Konsentrasi DO ini juga tidak jauh berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Putri (2010) di perairan Situ Gede, yaitu 4,02-7,23 mg/l. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa perairan Situ IPB sesuai dengan baku mutu air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 pada kriteria kelas III yaitu 3 mg/l. Nilai DO di ataas pun bervariasi pada tiap pengamatan. Hal tersebut dapat terjadi karena DO mengalami fluktuasi harian dan musiman, sesuai dengan Effendi (2003) yang mengatakan bahwa konsentrasi DO berfluktuasai secara harian dan musiman tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air. Alkalinitas Selama pengamatan didapatkan nilai alkalinitas antara 59,40-91,08 mg/l di Situ Leutik dan 55,44-87,12 mg/l di Situ Perikanan pada bulan November- Desember 2010 dan 59,40-87,12 mg/l di Situ Leutik dan 55,44-87,12 mg/l di Situ Perikanan pada bulan Maret-April Nilai tersebut menunjukkan bahwa rata-rata alkalinitas Situ Leutik lebih tinggi daripada Situ Perikanan yang berarti kestabilan ph perairan Situ Leutik lebih baik daripada Situ Perikanan. Meskipun demikian, secara umum menunjukkan bahwa perairan Situ IPB relatif stabil terhadap perubahan asam/basa. Sesuai Effendi (2003), bahwa perairan dengan alkalinitas di atas 20 mg/l memiliki kestabilan terhadap perubahan ph sehingga kapasitas buffer lebih stabil. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi. Nilai alkalinitas alami tidak lebih besar dari

5 mg/l. Lebih lanjut, nilai alkalinitas suatu perairan dipengaruhi oleh ph, komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion (Effendi 2003). Kesadahan Dari hasil pengamatan didapat hasil nilai kesadahaan Situ IPB yaitu berkisar antara 49,55-89,19 mg/l di Situ Leutik dan 49,55-71,35 di Situ Perikanan pada bulan November-Desember 2010 dan 39,64-81,28 mg/l di Situ Leutik dan 35,74-97,12 mg/l di Situ Perikanan pada bulan Maret-April Nilai ini tergolong kesadahan yang rendah menurut Sawyer dan McCarty (1967) in Boyd (1979) in Hariyadi et al. (1992). Nilai kesadahan yang rendah ini menunjukkan bahwa kemampuan air untuk membentuk busa tinggi. Pada umumnya, hampir semua ikan mampu beradaptasi pada kondisi kesadahan ini. Namun, sulit bagi ikan untuk dapat memijah pada kondisi perairan dengan kesadahan yang tidak sesuai prasyarat mereka. Nilai parameter fisika-kimia Situ IPB selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3 di bawah ini dan data lebih rinci dicantumkan pada Lampiran 4. Tabel 2. Hasil pengamatan parameter fisika-kimia pada bulan November- Desember 2010 Parameter Situ Leutik Situ Perikanan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Fisika Suhu ( 0 C) 27,5-27,8 27,5-27,8 27,1-28,0 27,4-28,3 27,4-28,0 Kedalaman (cm) Kecerahan (cm) Warna (-) Kimia hijau bening hijau bening hijau bening- hijau bening- hijau bening- hijau keruh hijau keruh hijau keruh ph (-) 5,72-5,86 5,61-5,65 5,64-5,88 5,64-5,74 5,63-5,67 DO (mg/l) 6,88-8,10 7,29-7,69 4,86-6,48 7,69-8,10 8,10-8,50 Alkalinitas (mg/l) 83,16-91,08 59,40-75,24 59,40-63,36 55,44-63,36 71,28-87,12 Kesadahan (mg/l) 51,53-89,19 49,55-65,41 49,55-67,39 53,51-63,42 49,55-71,35

6 33 Tabel 3. Hasil pengamatan parameter fisika-kimia pada bulan April-Maret 2011 Parameter Situ Leutik Situ Perikanan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Fisika Suhu ( 0 C) 23,1-27,9 22,2-28,3 27,4-28,2 27,1-28,8 27,0-28,5 Kedalaman (cm) Kecerahan (cm) Warna (-) hijau bening hijau bening hijau bening- hijau bening- hijau beninghijau keruh hijau keruh hijau keruh Kimia ph (-) 6,34-7,24 6,43-7,29 6,44-7,07 6,48-7,07 6,61-7,21 DO (mg/l) 6,48-8,00 6,40-7,29 4,05-5,60 6,40-8,91 8,00-8,10 Alkalinitas (mg/l) 83,16-87,12 59,40-71,28 59,4-63,36 55,44-59,40 75,24-87,12 Kesadahan (mg/l) 51,53-81,28 39,64-64,41 39,64-97,12 35,74-53,09 46,97-75,56 Dari kedua tabel hasil pengamatan tersebut dapat kita lihat perbedaan nilai parameter kualitas air pada bulan November-Desember 2010 dan April-Maret Namun, perbedaan nilai parameter ini bukan merupakan perbedaan yang signifikan. Dapat dikatakan bahwa perbedaan musim tidak memiliki pengaruh nyata pada perubahan nilai parameter kualitas air di Situ IPB. Dari parameter fisika-kimia di atas tidak didapatkan satu parameter pun yang bernilai ekstrim. Hanya parameter ph yang tidak sesuai dengan baku mutu perairan untuk perikanan berdasarkan PPRI No. 82 Tahun Dengan demikian perairan Situ IPB masih dapat difungsikan sebagai habitat bagi ikan-ikan lokal, walaupun ikan mengalami tekanan lingkungan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Suriyani (2010) yang mengatakan bahwa perairan Situ IPB sudah dalam kondisi tercemar berat dengan kadar amonia, deterjen, dan minyak dan lemak yang terkandung di perairan Situ IPB sudah melewati baku mutu berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001 (Lampiran 5). Kualitas perairan yang buruk tersebut disebabkan oleh hasil pembuangan limbah dari sekitar perairan situ seperti kantin, percetakan, dan gedung perkantoran. Dengan kondisi lingkungan perairan seperti di atas, maka akan terjadi proses seleksi alam. Ikan dengan syarat hidup yang sesuai dengan kondisi fisika, kimia, dan biologi Situ IPBlah yang dapat hidup di perairan ini. Meskipun demikian, ikan yang memiliki daya toleransi tinggi pada tekanan lingkungan perairan dapat hidup di sini. Ikan-ikan dalam kelompok Anabantoidei seperti

7 34 Sepat, Gabus, dan Lele termasuk ikan yang memiliki daya toleransi tinggi. Mereka memiliki alat pernafasan tambahan pada insangnya. Ikan Mujair pun dapat hidup bertahan hidup karena memiliki kemampuan daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan bahkan dikenal sebagai ikan kosmopolit Biota akuatik Biota akuatik yang diamati pada penelitian ini yaitu plankton dan tumbuhan air. Keberadaan kedua biota tersebut berpengaruh pada kebiasaan makan ikan yang kemudian akan berdampak pada distrisbusi dan kelimpahan ikan. Plankton Plankton adalah organisme yang melayang bebas di perairan, atau organisme motil baik tumbuhan (fitoplankton) maupun hewan (zooplankton), yang pergerakannya dipengaruhi oleh aliran air (Kendeigh 1961). Peranan plankton di perairan situ adalah sebagai primary producer (fitoplankton), primary consumer (zooplankton), dan sebagai dasar terbentuknya rantai makanan di suatu perairan (Simcic 2005). Beberapa jenis ikan di Situ IPB, seperti Mujair, Tawes, Nilem, Sepat, dan Wader memanfaatkan plankton sebagai sumber makanannya, baik makanan utama maupun makanan tambahan. Fitoplankton Dari hasil pengamatan diketahui bahwa total taksa di perairan Situ IPB sejumlah 16 individu yang menyebar secara acak di tiap stasiun. Stasiun 5 dengan jumlah taksa tertinggi yaitu 10 dan stasiun 2 dan 4 dengan jumlah taksa terendah yaitu 8 taksa. Namun, kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu ind/l dan terendah pada stasiun 4 yaitu ind/l. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 4 yaitu 1,6393 dan terendah pada stasiun 2 yaitu 0,1050. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 4 yaitu 0,7883 dan terendah pada stasiun 2 yaitu 0,0505. Indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu 0,9703 dan terendah pada stasiun 4 yaitu 0,2895. Hasil perhitungan kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi fitoplankton dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

8 35 Tabel 4. Indeks kelimpahan (ind/l), keanekaragaman (H ), keseragaman (E), dan dominansi (C) fitoplankton Situ Leutik Situ Perikanan Fitoplankton Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Jumlah taksa (genus) Kelimpahan (ind/l) Keanekaragaman (H ) 0,2108 0,1050 0,3284 1,6393 0,5362 Keseragaman(E) 0,0959 0,0505 0,1495 0,7883 0,2329 Dominansi (C) 0,9341 0,9703 0,8877 0,2895 0,8001 Sumber : diolah dari Maria (2010) Indeks keanekaragaman dan keseragaman berbanding lurus, sedangkan dominansi berbanding terbalik. Stasiun 2 memiliki kelimpahan fitoplankton tertinggi ( ind/l) dengan nilai keanekaragaman dan keseragaman yang rendah (0,1050 dan 0,0505) dan dominansi yang tinggi (0,9703). Pada stasiun 4, kelimpahan fitoplankton yang rendah (3.555 ind/l) dengan nilai keanekaragaman dan keseragaman yang tinggi (1,6393 dan 0,7883) dan dominansi yang rendah (0,2895). Dari hasil pengamatan diketahui bahwa hanya stasiun 4 yang memiliki keanekaragaman cukup baik dan keseragaman baik, sedangkan stasiun lainnya tergolong rendah. Diketahui pula bahwa hampir semua stasiun (selain stasiun 4) memiliki tingkat dominansi yang tinggi. Secara umum, perairan Situ IPB didominansi oleh Protoccoccus sp. dari kelas Cyanophyceae. Pada perairan Situ IPB dijumpai empat kelas fitoplankton yaitu Bacillariophyceae (6 genus), Chlorophyceae (7 genus), Cyanophyceae (1 genus), dan Chrysophyceae (2 genus). Secara umum, kelimpahan fitoplankton berkisar antara ind/l. Situ IPB termasuk perairan yang eutrofik sesuai pernyataan Wetzel (1975), bahwa danau eutrofik memiliki struktur komunitas fitoplankton didominasi oleh kelas Chlorophyceae, Cyanophyceae, Euglenophyceae, dan Bacillariophyceae. Sedangkan pada danau oligotrofik memiliki struktur komunitas fitoplankton yang didominasi oleh kelas Cyrisophyceae, Cryptophyceae, Dinophyceae, dan Bacillariophyceae. Zooplankton Jumlah kelas dan genus zooplankton yang dijumpai di Situ IPB relatif sedikit, yaitu terdiri dari dua kelas dan 6 genus dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu ind/l. Kelimpahan zooplankton pada stasiun 1

9 36 sampai stasiun 5 di perairan Situ IPB berturut-turut ind/l, ind/l, 594 ind/l, 396 ind/l, dan 594 ind/l. Kelimpahan zooplankton secara umum berkisar antara ind/l dan didominasi oleh genus Cypridopsis (kelas Crustacea). Stasiun 2 dengan jumlah taksa tertinggi yaitu 5 genus dan stasiun 4 dengan jumlah taksa terendah yaitu 2 genus. Begitupun dengan kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu ind/l dan terendah pada stasiun 4 yaitu 396 ind/l. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu 1,1004 dan terendah pada stasiun 1 yaitu 0,6850. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 3 dan 5 yaitu 1,0000 dan terendah pada stasiun 1 yaitu 0,6235. Indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,6288 dan terendah pada stasiun 3 dan 5 yaitu 0,3333. Hasil perhitungan kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi zooplankton dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Indeks kelimpahan (ind/l), keanekaragaman (H ), keseragaman (E), dan dominansi (C) zooplankton Situ Leutik Situ Perikanan Zooplankton Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Jumlah taksa (genus) Kelimpahan (ind/l) Keanekaragaman (H ) 0,6850 1,1004 1,0986 0,6931 1,0986 Keseragaman(E) 0,6235 0,6837 1,0000 0,9999 1,0000 Dominansi (C) 0,6288 0,4712 0,3333 0,5000 0,3333 Sumber: diolah dari Maria (2010) Secara umum, dapat dikatakan kondisi perairan Situ IPB adalah eutrofik/subur. Hal ini terbukti dari kelimpahan dan struktur komunitas plankton yang terdapat di perairaan situ. Dengan demikian, dapat dijadikan acuan untuk dilakukan penebaran kembali/restocking ikan-ikan yang mampu memanfaatkan ketersediaan plankton sebagai makanannya (plankton feeder). Uraian lebih rinci mengenai komposisi fitoplankton dan zooplankton yang teramati dicantumkan pada Lampiran 6 dan contoh perhitungan pada Lampiran 7. Tumbuhan Air Keberadaan tumbuhan air pada suatu perairan dapat meningkatkan nilai estetika kawasan tersebut. Namun pada beberapa kasus justru menjadi gulma. Hal

10 37 tersebut dikarenakan pertumbuhan populasi tumbuhan air yang tidak terkontrol. Kasus demikian pun pernah terjadi pada Situ IPB yaitu pada sekitar tahun 1988 (Sulistiono et al. 1992). Berdasarkan hasil pengamatan terakhir terlihat bahwa telah terjadi pendangkalan situ, yaitu pada Situ Perikanan. Pada situ ini terdapat semacam pulau terapung berbentuk rawa yang ditumbuhi rumput liar dan tumbuhan air. Pulau terapung tersebut menutupi sekitar ±30% luas permukaan perairan Situ Perikanan. Berbeda dengan Situ Perikanan, di Situ Leutik hanya ditemukan tumbuhan air sebanyak ±5% dari luas permukaan perairan situ. Terdapat tiga jenis tumbuhan air yang teramati selama penelitian, yaitu Salvinia molesta, Hydrilla verticillata, Ceratophyllum sp. 4.2 Sumberdaya Ikan Ikan merupakan hewan bertulangbelakang yang sebagian besar hidupnya berada di dalam air dan bernafas menggunakan insang. Ikan dapat ditemukan pada sebagian besar perairan di bumi pada kondisi yang masih alami (tidak mengalami pencemaran) Jenis ikan Pengamatan atau penelitian terhadap jenis-jenis ikan yang terdapat di Situ IPB sudah pernah dilakukan pada tahun 1987, 1988, dan Pada pengamatan tahun 1987 telah teramati 6 jenis ikan, yaitu Ikan Lele (Clarias batrachus), Ikan Cupang (Beta splendens), Ikan Gabus (Opiocephalus striatus), Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus), Ikan Nila (Oreochromis niloticus), dan Ikan Tawes (Puntius javanicus). Wijaya (1991) in Sulistiono et al. (1992) mengatakan bahwa tiga jenis ikan pertama yang disebut di atas merupakan ikan asli, sedangkan ikan lainnya merupakan ikan introduksi. Pada kisaran tahun telah dilakukan introduksi ikan yaitu Ikan Mas (Cyprinus carpio) (Sulistiono et al. 1992). Pada tahun 1988 juga telah dilakukan percobaan menggunakan grass carp di Situ Leutik sebagai upaya penanganan gulma Hydrilla verticulata. Dari percobaan ini kemudian dilakukan introduksi Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella) sebanyak 500 ekor (Widjaya et al. 1990). Pada penelitian tahun 1992 teramati 6 jenis ikan, yaitu Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus), Ikan Cupang (Beta splendens),

11 38 Ikan Wader (Puntius binotatus), Ikan Tambakan (Helostoma temminckii), Ikan Gabus (Opiocephalus striatus), dan Belut (Monopterus albus). Dengan demikian, terdapat 11 jenis ikan yang tercatat pada kisaran tahun Berdasarkan jenis ikan terlihat ada perbedaan jenis-jenis ikan yang teramati pada tahun 1987 dan Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu adanya hubungan prey-predator dalam situ, perubahan kondisi lingkungan perairan situ, kegiatan pemancingan, dan introduksi ikan. Kegiatan introduksi ikan diduga merupakan faktor utama penyebab kondisi tersebut. Alasan ini didasarkan pada informasi yang dihimpun penulis bahwa hingga saat ini tercatat telah dilakukan beberapa kali kegiatan introduksi ikan di Situ Leutik. Pada kurun waktu tahun 1985 hingga 1989 telah dilakukan introduksi 5 jenis ikan, yaitu Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) pada tahun 1985; Ikan Mas (Cyprinus carpio), Ikan Tawes (Puntius javanicus), dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada kisaran tahun ; Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella) pada tahun Kemudian pada penelitian terdapat ikan jenis baru yang teramati, yaitu Nilem (Osteochillus hasselti), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Sapu-sapu (Hyposarcus pardalis), dan Sepat (Trichogaster trichopterus). Ikan Sepat yang tertangkap diduga merupakan hasil introduksi yang dilakukan terkait saran penelitian dari Sulistiono et al. (1992). Tabel 6 di bawah ini memuat data introduksi ikan dan hasil penelitian sejak Tabel 6. Alur introduksi sumberdaya ikan dan data tangkapan pada penelitian sejak tahun (penelitian) (penelitian) (penelitian) Mujair* Nila* Lele Nila* Koan* Cupang Lele Tawes* Cupang Tawes* (500 ekor) Gabus Gabus Gabus Mas* Mujair Mujair Mujair Tambakan Tawes Nila* Wader Wader Tawes* Belut Nilem keterangan: * = introduksi Ikan yang ditulis tebal merupakan ikan asli Situ IPB Betutu Sapu-sapu Sepat

12 39 Adapun pada penelitian ini di Situ Leutik, ada 6 jenis ikan yang teramati yaitu Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus), Ikan Tawes (Puntius javanicus), Ikan Gabus (Channa striata), Ikan Nilem (Osteochillus hasselti), Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata), dan Ikan Sapu-sapu (Hyposarcus pardalis). Tiga jenis ikan pertama merupakan ikan-ikan yang juga ditemukan pada penelitianpenelitian sebelumnya, sedangkan tiga jenis ikan terakhir baru sekarang teramati di Situ Leutik. Kehadiran Ikan Nilem, Betutu, dan Sapu-sapu diduga berasal dari hasil hanyutan dari lokasi lain atau penebaran oleh orang tanpa sepengetahuan pihak PPLH. Ikan-ikan ini bisa dijadikan indikator biologi adanya perubahan kondisi lingkungan perairan, misalnya Ikan Sapu-sapu. Dari hasil penelitian di Situ Perikanan didapatkan data 8 jenis ikan yang teramati, yaitu Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus), Ikan Tawes (Puntius javanicus), Ikan Nilem (Osteochillus hasselti), Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata), Ikan Lele (Clarias batrachus), Ikan Sepat (Trichogaster trichopterus), Ikan Sapu-sapu (Hyposarcus pardalis), dan Ikan Wader (Puntius binotatus). Jumlah jenis ikan Situ Perikanan hanya berbeda sedikit dengan Situ Leutik, yaitu dengan keberadaan Ikan Lele (Clarias batrachus), Ikan Sepat (Trichogaster trichopterus), dan Ikan Gabus (Channa striata). Ikan Gabus tidak tertangkap oleh jaring, namun sempat teramati secara visual, yaitu induk gabus yang sedang mengasuh anak-anaknya yang berukuran sekitar ± 1 cm. Jenis-jenis ikan yang tertangkap dapat dilihat pada Tabel 7 berikut dan Lampiran 8. Tabel 7. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Situ IPB No. Ordo/Famili Genus Spesies Nama Indonesia 1. Percomorphi - Cichlidae Oreochromis O. mossambicus Mujair - Osphronemidae Trichogaster T. trichopterus Sepat 2. Labyrinthici - Channidae Channa C. striata Gabus 3. Ostariophisi - Cyprinidae Puntius P. binotatus Wader Puntius P. javanicus Tawes Osteochillus O. hasselti Nilem 4. Siluriformes - Clariidae Clarias C. batrachus Lele - Loricariidae Hyposarcus H. pardalis Sapu-sapu 5. Gobioida - Eleotridae Oxyeleotris O. marmorata Betutu

13 40 Pada penelitian ini tidak ditemukan Ikan Cupang yang merupakan ikan asli Situ IPB. Hal ini mungkin disebabkan oleh alat tangkap yang digunakan saat pengambilan data lapang tidak sesuai untuk ikan-ikan dengan ukuran yang kecil. Jadi, tidak dapat disimpulkan bahwa Ikan Cupang sudah tidak ada di Situ IPB lagi. Ikan Cupang merupakan ikan yang tergolong dalam kelompok anabantoidae, yaitu ikan-ikan yang memiliki alat pernafasan tambahan. Dengan demikian, ikan ini lebih mampu beradaptasi pada lingkungan yang miskin oksigen dibanding ikan yang tidak memiliki alat pernafasan tambahan. Berdasarkan hal tersebut, dirasa janggal bahwa Ikan Cupang sudah tidak ditemukan lagi pada penelitian kali ini. Meskipun demikian, penulis tidak mendapatkan data terkait keberadaan ikan ini, baik dari pemancing maupun secara visual selama pengamatan. Untuk memastikan keberadaan Ikan Cupang ini perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut menggunakan alat tangkap dengan mesh size yang lebih kecil Distribusi ikan Distribusi sumberdaya ikan di Situ IPB tidak merata pada seluruh lokasi pengambilan sampel. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa jenis ikan yang tertangkap pada kelima stasiun bervariasi antara 4-5 jenis ikan yang berbeda. Namun terdapat pula ikan yang tertangkap pada semua stasiun, yaitu mujair dan tawes. Ikan Mujair adalah ikan yang paling banyak tertangkap di Situ IPB. Ikan ini paling banyak tertangkap pada stasiun 2 dan stasiun 1, yaitu 177 dan 104 ekor. Hal ini didukung oleh kondisi kualitas perairan pada stasiun 2 yang memiliki kandungan DO 6,40-7,29 mg/l; ph 6,43-7,29; alkalinitas 59,40-71,28 mg/l; kesadahan 39,64-64,4 mg/l. Selain itu, kelimpahan plankton pada stasiun ini juga menjadi faktor penarik bagi ikan mujair yang umumnya pemakan plankton. Diketahui bahwa kelimpahan plankton terbesar berada pada stasiun 2, yaitu fitoplankton sebesar ind/l dan zooplankton sebesar ind/l. Ikan Tawes lebih banyak tertangkap di Situ Perikanan dibandingkan Situ Leutik. Namun jika dilihat biomassanya, Ikan Tawes di Situ Leutik berukuran lebih besar dibandingkan di Situ Perikanan. Ikan ini tergolong herbivora dan karena persaingan makanan ini, ikan-ikan di Situ Perikanan berukuran lebih kecil

14 41 dibanding di Situ Leutik. Tawes merupakan ikan yang paling banyak tertangkap paling banyak setelah Mujair dan ikan ini pun merupakan kompetitor dari Mujair. Tabel 8 dan 9 berikut ini memuat distribusi ikan pada bulan basah dan kering. Tabel 8. Distribusi sumberdaya ikan pada bulan November-Desember 2010 Jenis ikan Situ Leutik Situ Perikanan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Mujair Tawes Nilem Betutu Lele Sepat Sapu-sapu Gabus Wader Tabel 9. Distribusi sumberdaya ikan pada bulan Maret-April 2011 Jenis ikan Situ Leutik Situ Perikanan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Mujair Tawes Nilem Betutu Lele Sepat Sapu-sapu Gabus Wader Ikan Betutu dan Sapu-sapu tertangkap pada kedua perairan (Situ Leutik dan Situ Perikanan). Ikan Betutu tidak tertangkap pada stasiun 2 dan 3, sedangkan Ikan Sapu-sapu tidak tertangkap hanya pada stasiun 3. Ikan Betutu teramati lebih banyak di Situ Perikanan yaitu sebanyak 16 dan 17 ekor dan paling banyak ditemukan di stasiun 5. Ikan ini merupakan ikan dasar dan menyukai substrat berlumpur. Hal inilah yang menyebabkan ikan ini lebih banyak ditemukan di bagian hilir Situ Perikanan. Ikan ini lebih banyak teramati pada penangkapan di malam hari, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan ini bersifat nokturnal. Kottelat

15 42 et al. (1993) in Sutanti (2005) mengatakan bahwa Betutu dapat tumbuh optimal pada wilayah perairan tropis dengan kisaran ph 6,5-7,5 dan kisaran suhu antara C. Meskipun begitu, Ikan Betutu juga dapat hidup pada perairan dengan kondisi perairan yang buruk. Ikan Sapu-sapu tertangkap lebih banyak di Situ Perikanan dan paling banyak tertangkap pada stasiun 4, yaitu 3 dan 8 ekor. Ikan ini lebih banyak tertangkap di stasiun 4 karena daerah ini berbentuk cekungan dan paling dalam di antara stasiun 3 dan 5, sehingga terdapat banyak detritus yang terkumpul di cekungan ini yang menjadi makanan Ikan Sapu-sapu. Sedangkan di Situ Leutik hanya ditemukan sedikit Ikan Sapu-sapu. Hal ini mungkin disebabkan karena keterbatasan jangkauan jaring insang yang hanya mencapai kedalaman 1,5 meter, sedangkan kedalaman situ yang dapat mencapai 3,5 meter. Ikan Sapu-sapu biasa menempel pada bebatuan, tumbuhan air, ataupun di dasar perairan. Ikan ini dapat hidup pada berbagai macam perairan bahkan pada perairan yang paling buruk sekalipun, sehingga dapat menjadi indikator lingkungan perairan. Page et al. (1995) in Sutanti (2005) mengatakan bahwa Ikan Sapu-sapu hidup optimal pada ph 7-7,5 dan kisaran suhu antara C. Ikan Gabus hanya tertangkap di Situ Leutik, yaitu sebanyak 2 ekor; walaupun sebenarnya ikan ini juga terlihat secara visual di Situ Perikanan. Jumlah Ikan Gabus yang tertangkap tidak sebanyak ikan lain, hal ini wajar karena ikan ini termasuk salah satu top predator pada struktur komunitas ikan. Sama halnya dengan Betutu, ikan ini tergolong karnivora. Bentuk tubuhnya pun mirip, hanya saja Gabus lebih aktif bergerak. Ikan Gabus dikenal memiliki ketahanan hidup yang tinggi dan dapat hidup pada berbagai kondisi perairan (kosmopolit). Ikan ini bahkan dapat hidup hanya dengan membenamkan diri di lumpur basah pada musim kering dan hidup pada kondisi perairan yang asam antara 4-6 (Syarief 2005 in Rahardiani 2007). Ikan Nilem, Sepat, Lele, dan Wader hanya tertangkap di Situ Perikanan. Ikan Nilem tertangkap pada stasiun 3, yaitu sebanyak 9 dan 5 ekor dan pada stasiun 5, yaitu sebanyak 2 ekor. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi lingkungan perairan pada daerah tersebut, yaitu terdapat rawa-rawa yang menjadi daerah paling cocok bagi Nilem. Hal ini sesuai dengan Huet (1970) in Wicaksono

16 43 (2005) bahwa Nilem adalah ikan pemakan perifiton, plankton, dan tumbuhan air. Ikan ini tertangkap dengan ukuran rata-rata panjang tubuh 9,43 cm dan rata-rata bobot tubuh 11,22 gram. Ikan Sepat hanya tertangkap pada stasiun 3, yaitu sebanyak 25 ekor. Walaupun stasiun ini memiliki kondisi perairan yang buruk, yaitu kandungan amonia sudah melampaui baku mutu perairan (Lampiran 5), namun lingkungan fisik perairannya cocok untuk Ikan Sepat. Di daerah ini terdapat rawa-rawa sebagai tempat tinggal bagi ikan sepat. Ikan Nilem dan Sepat juga merupakan ikan kompetitor dari Mujair. Ikan Lele tertangkap pada stasiun 3, 4, dan 5 yaitu sebanyak 3, 4, dan 1 ekor. Ikan ini tidak ditemukan pada Situ Leutik karena termasuk ikan demeral, sedangkan jaring yang digunakan tidak mencapai dasar perairan. Ikan ini biasa hidup pada dasar perairan dan lebih menyukai air yang keruh/kegelapan. Dari hasil pengamatan, Ikan Lele tertangkap pada penebaran jaring malam hari, jadi ikan ini hanya aktif pada malam hari. Hal ini sesuai dengan Sudarto (2004) bahwa Lele adalah ikan nokturnal. Ikan Wader hanya tertangkap pada stasiun 3, yaitu sebanyak 2 ekor. Ikan Wader biasa hidup di perairan yang jernih pada perairan danau, sungai, maupun parit. Ikan Wader berukuran tubuh kecil seperti ikan-ikan lainnya yang teramati pada stasiun 3. Stasiun 3 merupakan tempat yang cocok untuk ikan-ikan kecil karena kedalaman perairan yang dangkal sehingga sedikit ditemukan ikan predator di stasiun ini. Ikan ini hidup optimal pada perairan dengan ph 6,0-6,5 dan kisaran suhu antara C ( Struktur komunitas Komposisi sumberdaya ikan pada suatu perairan dapat dilihat dari kelimpahan relatifnya. Kelimpahan ikan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya fekunditas, ruang gerak, kompetisi, predasi, penyakit, dan lama hidup (Rounsefell & Everhart 1962). Lebih lanjut Bhukaswan (1980) menyatakan bahwa distribusi sumberdaya ikan di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kompetisi, kebiasaan makan, ketersediaan makanan, faktor fisika-kimia perairan, dan musim. Tabel 10 dan 11 berikut ini menunjukkan komposisi dan presentasi ikan yang tertangkap pada bulan basah dan kering.

17 44 Tabel 10. Komposisi dan presentasi ikan pada bulan November-Desember 2010 Jenis ikan Situ Leutik Situ Perikanan Kelimpahan (ekor) % Kelimpahan (ekor) % Mujair , ,57 Tawes 16 6, ,58 Nilem 3 1,15 7 2,62 Betutu 1 0, ,99 Lele ,50 Sepat ,87 Sapu-sapu 1 0,38 5 1,87 Gabus 1 0, Wader Total Tabel 11. Komposisi dan presentasi ikan pada bulan Maret-April 2011 Jenis ikan Situ Leutik Situ Perikanan Kelimpahan (ekor) % Kelimpahan (ekor) % Mujair , ,38 Tawes 14 4, ,11 Nilem ,17 Betutu 2 0, ,77 Lele ,87 Sepat ,37 Sapu-sapu 3 0,99 9 5,17 Gabus 2 0, Wader ,15 Total Dua tabel tersebut dapat kita lihat bahwa kelimpahan sumberdaya ikan di Situ Leutik lebih kecil daripada Situ Perikanan, yaitu 260 dan 267 ekor pada bulan November-Desember Namun pada bulan Maret-April 2011 kelimpahan sumberdaya ikan Situ Leutik lebih besar daripada Situ Perikanan, yaitu 302 dan 174 ekor. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kondisi fisika-kimia perairan, kegiatan pemancingan, restocking, dan musim. Rincian lebih lengkap mengenai komposisi dan presentasi ikan yang tertangkap di Situ IPB dicantumkan pada Lampiran 9 dan 10. Kondisi ekosistem alami suatu perairan biasa digambarkan dengan ekosistem yang memiliki indeks keanekaragaman jenis yang tinggi dan tidak

18 45 terjadi dominansi salah satu atau beberapa jenis yang ada. Tabel 12 dan 13 di bawah ini memuat nilai indeks keanekaragaman ikan di Situ IPB. Tabel 12. Indeks keanekaragaman (H ), keseragaman (E), dan dominansi (C) ikan pada bulan November-Desember 2010 Parameter Situ Leutik Situ Perikanan Kelimpahan Biomasa Kelimpahan Biomasa Keanekaragaman (H ) 0,3948 0,9920 1,1762 1,3847 Keseragaman (E) 0,2203 0,5536 0,6044 0,7116 Dominansi (C) 0,8243 0,4897 0,3922 0,2928 Tabel 13. Indeks keanekaragaman (H ), keseragaman (E), dan dominansi (C) ikan pada bulan Maret-April 2011 Parameter Situ Leutik Situ Perikanan Kelimpahan Biomasa Kelimpahan Biomasa Keanekaragaman (H ) 0,3217 0,6699 1,6273 1,6075 Keseragaman (E) 0,1999 0,4162 0,7951 0,7730 Dominansi (C) 0,8681 0,6711 0,2554 0,2369 Data hasil pengamatan di atas memberi kita gambaran bahwa tingkat keragaman sumberdaya ikan di Situ IPB rendah. Indeks keanekaragaman di Situ Leutik termasuk rendah (H 1), sedangkan di Situ Perikanan termasuk sedang (1 H < 3). Indeks keseragaman di Situ Leutik termasuk rendah (E 0,33), sedangkan di Situ perikanan termasuk tinggi (E 0,66). Indeks dominansi di Situ Leutik termasuk tinggi (C 0,75), sedangkan di Situ Perikanan termasuk rendah (C 0,50). Secara umum, keanekaragaman di Situ IPB termasuk rendah dan berdasarkan indeks dominansi yang tinggi menandakan ketidakseimbangan ekologi. Dapat disimpulkan pula bahwa sumberdaya ikan di sana dalam kondisi tertekan, maka dari itu perlu dilakukan pengelolaan terkait sumberdaya ikan di Situ IPB. Data pada dua tabel di atas diambil pada musim yang berbeda, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dari data yang didapat, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara musim hujan dan musim kemarau. Hal tersebut memberikan kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh musim pada struktur komunitas sumberdaya ikan di Situ IPB. Contoh perhitungan indeks keanekaragaman,

19 46 keseragaman, dan dominansi ikan berdasarkan kelimpahan dan biomasa dicantumkan pada Lampiran Laju pertumbuhan ikan dominan Ditemukannya dominansi salah satu jenis ikan di Situ IPB menunjukkan bahwa perairan ini sudah mengalami tekanan ekologi. Hal ini dibuktikan dengan komposisi jumlah Ikan Mujair yang teramati selama penelitian. Persentase kehadiran ikan ini mencapai 53,27 % di Situ Perikanan dan bahkan 93,05 % di Situ Leutik. Ikan Mujair telah dikenal hampir di seluruh dunia karena kemampuannya untuk beradaptasi pada hampir semua kondisi perairan. Oleh karena itu, ikan ini disebut ikan kosmopolit. Mujair tercatat telah menginvasi banyak perairan tawar di berbagai negara. Di Amerika penelitian mengenai Ikan Mujair telah dilakukan Fuselier (2001), yaitu melihat dampak Oreochromis mossambicus pada pemisahan habitat kawanan ikan di Laguna Chichancanab, Meksiko. Penulis pun merasa perlu untuk mengkaji aspek pertumbuhan ikan dominan di Situ IPB ini. Model matematik bagi pertumbuhan individu telah dikembangkan oleh Von Bertalanffy. Panjang dan berat merupakan komponen dasar dalam spesies ikan dan merupakan parameter utama mengukur pertumbuhan dan stok ikan (Spare and Venema 1999). Dari pengamatan terbaru didapatkan data panjang total (TL) ikan dominan di perairan Situ IPB yaitu Ikan Mujair. Gambar 15 dan 16 berikut ini merupakan grafik sebaran kelas panjang ikan mujair yang tertangkap Gambar 6. Grafik sebaran kelas panjang Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) pada bulan November-Desember

20 47 Gambar 7. Grafik sebaran kelas panjang Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) pada bulan Maret-April 2011 Dua grafik di atas memberi gambaran bahwa distribusi kelas panjang Ikan Mujair berbentuk kurva normal. Ikan paling banyak tertangkap yaitu pada selang kelas antara 9,65-10,95 cm pada bulan November-Desember 2010 dan 10,95-12,25 cm pada bulan Maret-April Terdapat tiga kelompok ukuran panjang ikan dikarenakan pada penelitian ini menggunakan tiga ukuran mata jaring yang berbeda. Terlihat pula dari grafik pergeseran kurva ke arah kanan yang menunjukkan fenomena pertumbuhan pada Ikan Mujair. Ikan Mujair yang tertangkap di Situ Leutik dan Situ Perikanan memiliki panjang tubuh masing-masing mencapai 19,5 dan 16,2 cm. Secara umum, ukuran ikan yang tertangkap di Situ Leutik lebih besar daripada ikan di Situ Perikanan. Hal ini dimungkinkan jika dilihat dari tingkat dominansi Ikan Mujair yang tinggi di Situ Leutik. Ikan ini menguasai perairan, sehingga hubungan kompetisi makanan tidak lagi menjadi faktor pembatas pertumbuhan bagi Mujair. Begitupun jumlah ikan yang tertangkap lebih banyak. Kondisi hidrologi volume air Situ Leutik yang stagnan dibandingkan dengan Situ Perikanan yang fluktuatif menjadi salah satu faktor pendukung juga. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Situ Leutik lebih menunjang sebagai habitat bagi Ikan Mujair daripada Situ Perikanan. Gambar 17berikut ini merupakan grafik pertumbuhan Ikan Mujair di Situ IPB.

21 48 y = 0,0293 x 2,7993 R 2 = 0,9344 n = 732 Gambar 8. Grafik pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Grafik tersebut menggambarkan pola hubungan antara panjang dengan berat ikan. Parameter ini dapat pula digunakan untuk menduga kemontokan ikan. Dari persamaan hubungan panjang berat tersebut dapat disederhanakan menjadi persamaan linear: y = 2,7793x - 1,5329 (r = 0,9666). Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa nilai b 3, yaitu pertumbuhan ikan bersifat allometrik. Persamaan logaritmik ini juga menggambarkan bahwa laju pertumbuhan ikan mujair bersifat allometrik negatif (b < 3), yaitu pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan berat tubuh ikan. Hal ini memperlihatkan bahwa Ikan Mujair memiliki bentuk tubuh yang pipih. 4.3 Implikasi bagi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumberdaya ikan di Situ IPB, maka diperlukan pengelolaan sumberdaya ikan berbasis ekologis. Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan secara keseluruhan terdapat beberapa implikasi pengelolaan yang diajukan, yaitu 1.) keberadaan 9 jenis ikan dirasa sudah cukup banyak dan telah mewakili tiap trofik levelnya, sehingga tidak diperbolehkan mengintroduksi jenis ikan baru, 2.) melihat indeks dominansi yang tinggi, maka diperlukan upaya untuk membentuk keseimbangan ekologis di Situ IPB. Upaya tersebut yaitu dengan melakukan restocking beberapa jenis ikan. Ikan Mujair yang mendominasi perairan dapat ditekan pertumbuhan

22 49 populasinya dengan memperbanyak jumlah kompetitornya, yaitu Tawes, Nilem, Sepat, dan Wader, 3.) dilarang menangkap ikan menggunakan alat tangkap selain pancing, di antaranya seperti jala tebar dan jaring insang. Kedua alat tangkap ini dapat menjaring lebih banyak ikan dibanding alat tangkap pancing, sehingga dapat mengurangi kelimpahan ikan dengan cepat. Hal ini pun tidak sesuai dengan peruntukan Situ IPB sebagai kawasan wisata, bukan kawasan komersil (dalam hal ini terkait sumberdaya ikannya), 4.) membatasi jumlah pemancing yang dapat beraktivitas di Situ IPB, yaitu maksimal 9 orang/hari di Situ Leutik dan 5 orang/hari di Situ Perikanan, 5.) aktivitas pemancingan hanya dapat dilakukan pada area pemancingan, yaitu B1 dan B2 (Lampiran 12), dan 6.) melepas induk ikan apabila tertangkap oleh pemancing.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Danau Limboto merupakan danau yang berada di Kabupaten Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Danau Limboto merupakan danau yang berada di Kabupaten Gorontalo, A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Danau Limboto merupakan danau yang berada di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo dengan luas wilayah perairannya mencapai 3000 ha, pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 30 km di Sumatera Utara, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir memiliki lebar maksimal 20 meter dan kedalaman maksimal 10 meter.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem LAMPIRAN 32 Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem Sumber Keragaman JK DB KT F-hit Sig. Perlakuan 5,662 2 2,831 1,469 0,302

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate) Selama 40 hari masa pemeliharaan nilem terjadi peningkatan bobot dari 2,24 ± 0,65 g menjadi 6,31 ± 3,23 g. Laju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penelitian Tahap I 4.1.1.1. Percobaan 1: 4.1.1.1.a. Komposisi Perifiton Selama penelitian ditemukan tiga kelas perifiton yaitu Bacillariophyceae (9 genus),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau aktivitas yang dianggap sebagai suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah maupun kering,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan daerah yang dilalui badan air yang bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah dan melalui permukaan atau bawah tanah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan danau atau telaga. Biasanya arus air sungai searah, bagian dasar sungai tidak stabil, terdapat erosi atau

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Andhika Rakhmanda 1) 10/300646/PN/12074 Manajamen Sumberdaya Perikanan INTISARI Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sungai adalah tempat berkumpulnya air yang berasal dari hujan yang jatuh di daerah tangkapannya dan mengalir dengan takarannya. Sungai tersebut merupakan drainase

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem - sistem terestorial dan lentik. Jadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telaga merupakan wilayah tampungan air yang sangat vital bagi kelestarian lingkungan. Telaga merupakan salah satu penyedia sumber air bagi kehidupan organisme atau makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang 16 PENDAHULUAN Latar Belakang Rawa sebagai salah satu habitat air tawar yang memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya sebagai pemancingan, peternakan, dan pertanian. Melihat fungsi dan peranan rawa

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

Total rata-rata kemelimpahan plankton pada media air sumur sebesar 3,557 x. tertinggi didapatkan pada media air rendaman kangkung.

Total rata-rata kemelimpahan plankton pada media air sumur sebesar 3,557 x. tertinggi didapatkan pada media air rendaman kangkung. 32 Total rata-rata kemelimpahan plankton pada media air sumur sebesar 3,557 x 10 5 ekor/liter dan total rata-rata kemelimpahan plankton pada media air rendaman kangkung sebesar 3,946 x 10 5 ekor/liter.

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT Hesti Wahyuningsih Abstract A study on the population density of fish of Jurung (Tor sp.) at Bahorok River in Langkat, North

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir (lotik) dan perairan menggenang (lentik). Perairan mengalir bergerak terus menerus kearah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 6 ADI SAPUTRA FAUZI ISLAHUL RIDHO ILHAM NENCY MAHARANI DWI PUJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis

TINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis TINJAUAN PUSTAKA Perairan Sungai Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Selama Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Selama Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Selama Penelitian Ikan yang tertangkap selama penelitian di Perairan Suaka Margasatwa Muara Angketepatnya yang berlokasi disekitar pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perairan yang menutupi seperempat bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut (Barus, 1996).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alam (Nature Lake), dan danau buatan (man made lake/artificial lake). Danau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alam (Nature Lake), dan danau buatan (man made lake/artificial lake). Danau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ekosistim Danau Danau merupakan suatu ekosistim perairan menggenang penampung air dengan inlet lebih banyak dari pada outletnya. Danau dibedakan menjadi danau alam (Nature Lake),

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam ekosistem perairan termasuk danau. Fitoplankton berperan sebagai

I. PENDAHULUAN. penting dalam ekosistem perairan termasuk danau. Fitoplankton berperan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan organisme yang berperan penting dalam ekosistem perairan termasuk danau. Fitoplankton berperan sebagai produsen dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci