BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai cyberlaofing meliputi definisi, tipe-tipe, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai cyberlaofing meliputi definisi, tipe-tipe, dan faktor-faktor yang mempengaruhi"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi mengenai teori yang mendasari masalah objek penelitian, yaitu teori mengenai cyberlaofing meliputi definisi, tipe-tipe, dan faktor-faktor yang mempengaruhi cyberloafing, serta teori mengenai gaya kepemimpinan transaksional meliputi definisi gaya kepemimpinan, definisi gaya kepemimpinan transaksional, dan komponen gaya kepemimpinan transaksional. A. CYBERLOAFING 1. Definisi Cyberloafing Perilaku kerja menyimpang (deviant work behaviors) merupakan perilaku karyawan yang dengan sengaja mengabaikan norma-norma organisasi sehingga dapat mengancam dan menganggu organisasi dan anggotanya (Robinson & Bennet, 1995). Cyberloafing merupakan salah satu perilaku kerja menyimpang yang termasuk kedalam kategori penyimpangan produksi. Cyberloafing didefinisikan sebagai penyalahgunaan internet perusahaan untuk urasan pribadi, seperti membaca informasi di situs-situs berita, games dan entertainment, memeriksa pribadi, dan menjelajahi situs-situs lainnya. Ada beberapa pendekatan dan definisi yang digunakan untuk penggunaan internet yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dalam organisasi. Cyberloafing, cyberslacking, dan non-work related computing merupakan istilah umum yang sering digunakan dalam menggunakan internet yang tidak berhubungan dengan pekerjaan (Malhotra, 2013). Robinson & Bennet (1995) mengartikan cyberloafing sebagai penyimpangan kerja mengacu pada perilaku karyawan secara sukarela melanggar norma-norma organisasi dan dapat mengancam kesejahteraan organisasi maupun 11

2 anggotanya. Istilah cyberloafing atau cyberslacking digunakan untuk menjelaskan tindakan karyawan yang dengan sengaja menggunakan akses internet perusahaan untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan selama jam kerja (Lim, 2002). Lim & Teo (2005) menggunakan istilah cyberloafing dengan cyberdeviance yang berarti tindakan karyawan yang menggunakan akses internet perusahaan selama jam kerja untuk menelusuri berbagai situs yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dan mengirim pribadi. Blanchard & Henle (2008) mendefinisikan cyberloafing sebagai kegiatan menggunakan fasilitas internet dan di tempat kerja yang dengan sengaja dilakukan karyawan untuk membuka situs yang tidak mendukung pekerjaan selama jam kerja. Perilaku karyawan dalam menggunakan berbagai jenis komputer (desktop, cell-phone, tablet, ipad) baik milik pribadi maupun perusahaan pada jam kerja untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan juga dapat dikategorikan sebagai cyberloafing (Askew, 2012). Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para tokoh, peneliti menyimpulkan cyberloafing sebagai perilaku karyawan yang dengan sengaja menggunakan fasilitas internet perusahaan (baik dengan menggunakan komputer, cell-phone, tablet, ipad) untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan seperti browsing dan mengirim/menerima pribadi selama jam kerja sehingga dapat mengancam kesejahteraan organisasi dan anggotanya. 2. Aktivitas Cyberloafing Lim & Chen (2009) membedakan cyberloafing menjadi dua aktivitas, yaitu: a. ing Activites 12

3 Aktivitas ing ini mengacu pada penggunaan pribadi yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Menggunakan pribadi untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui fasilitas internet perusahaan merupakan bukti empiris yang biasa yang dilakukan oleh karyawan di tempat kerja (Fallows, 2012). Pengalihan dari membuka yang berhubungan dengan pekerjaan ke pribadi menimbulkan dampak negatif pada pekerjaan karyawan karena karyawan harus membalas yang berhubungan dengan pekerjaan dan pribadi pada saat yang bersamaan. Meskipun dalam peraturan perusahaan seorang karyawan harus mengabaikan pribadi, penelitian sebelumnya menemukan bahwa karyawan memiliki keinginan untuk membalas semua yang masuk tanpa melihat tujuan pesan tersebut (pribadi atau pekerjaan). Membuka, membaca, mengirm, maupun menerima merupakan bentuk aktivitas dari ing. b. Browsing Activities Aktivitas browsing mengacu pada penggunaan web browser dalam menjelajahi berbagai situs internet yang tidak berhubungan dengan pekerjaan selama jam kerja. Browsing situs berita, selebriti, olahraga, musik, dan situs-situs lainnya merupakan contoh aktivitas yang dilakukan pada tipe cyberloafing ini. Aktivitas ini membuat karyawan menghabiskan waktunya untuk membuka berbagai situs internet hanya dengan mengklik websites yang ada. 3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Cyberloafing Ozler & Polat (2012) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi cyberloafing, yaitu: 1) Faktor Individual 13

4 Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku cyberloafing (Vitak et al, 2011). Faktorfaktor tersebut antara lain: a. Perception and Attitudes (Persepsi dan Sikap) Liberman, Seidman, Katelyn, & Laura (2011) berpendapat, individu yang memiliki sikap positif terhadap komputer memiliki kecenderungan menggunakan komputer dengan alasan pribadi di tempat kerja dan terdapat hubungan positif antara sikap mendukung cyberloafing dengan perilaku cyberloafing. Hasil penelitian juga menunjukkan, karyawan yang terlibat dalam cyberloafing minor tidak mengakui perilaku mereka sebagai perilaku menyimpang. Sementara karyawan yang terlibat dalam cyberloafing parah (serious cyberloafing) mengakui jika hal tersebut merupakan perilaku menyimpang dan sama sekali tidak diperbolehkan di tempat kerja (Blanchard & Henle, 2008). Individu yang merasa bahwa penggunaan internet dapat memudahkan pekerjaannya, cenderung untuk terlibat dalam perilaku cyberloafing (Vitak et al, 2011). b. Personal Traits Perilaku pengguna internet merefleksikan berbagai jenis motif-motif psikologis (Johnson & Culpa, 2007). Personal traits seperti rasa malu, kesepian, isolasi, kontrol diri, self-esteem, locus of control dapat mempengaruhi pola penggunaan internet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang pemalu dan kurang percaya diri cenderung untuk terlibat dalam menggunakan internet (Chak & Leung, 2004). c. Habbits and Internet Addiction (Kebiasaan dan Kecanduan pada Internet) 14

5 Woon & Pee (2004) mengatakan, kebiasaan terjadi karena adanya serangkaian situasi-perilaku yang menjadi otomatis dan terjadi tanpa adanya perintah dari diri, kognisi, dan pertimbangan dalam menanggapi isyarat tertentu di lingkungan. Hubungan antara kebiasaan dengan cyberloafing dapat memprediksi perilaku individu (Vitak et al, 2011). Semakin tinggi tingkat kecanduan internet semakin tinggi pula tingkat penyalahgunaan internet oleh individu (Chen & Charlie, 2008). d. Demographic Factors (Faktor Demografi) Status pekerjaan, persepsi otonomi di tempat kerja, tingkat pendapatan, pendidikan, dan jenis kelamin merupakan prediktor utama dari cyberloafing (Garret & Danziger, 2008). Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan internet secara pribadi di tempat kerja merupakan kegiatan yang lebih sering dilakukan oleh orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan status yang tinggi di tempat kerja (Ozler & Polat, 2012). Berdasarkan jenis kelamin, terdapat perbedaan kegiatan penggunaan internet oleh pria dan wanita. Pria lebih cenderung menggunakan internet untuk permainan-permainan online, sedangkan wanita lebih memilih untuk berkomunikasi dengan orang lain secara online (Chak & Leung, 2004). e. Intention to Engage, Social Norms, and Personal Ethical Codes (Keinginan untuk Terlibat, Norma-Norma Sosial, dan Kode Etik Personal) Sebagai perilaku normatif-kontrol, penyalahgunaan internet diharapkan memiliki hubungan perilaku minat yang rendah karena adanya tekanan dari luar terhadap diri sendiri (Woon & Pee, 2004). Hasil penelitian menunjukkan, persepsi individu mengenai larangan etis terhadap 15

6 cyberloafing berhubungan negatif dengan penerimaan perilaku cyberloafing dan berhubungan positif dengan keinginan individu untuk melakukan cyberloafing. Keyakinan normatif individu (misal: secara moral cyberloafing tidak dibenarkan) mengurangi keinginan individu untuk melakukan cyberloafing (Vitak et al, 2011). 2) Faktor Organisasional Organisasi juga dapat menyebabkan individu melakukan cyberloafing. Adapun faktor-faktor dari organisasi antara lain: a. Restrictions on Internet Use (Batasan-Batasan dalam Menggunakan Internet) Dengan membatasi karyawan menggunakan komputer saat bekerja baik melalui kebijakan organisasi maupun larangan penggunaan teknologi di tempat kerja, dapat mengurangi kesempatan karyawan menggunakan internet untuk alasan pribadi sehingga organisasi tersebut dapat meningkatkan regulasi diri karyawan (Garret & Danziger, 2008). Selain itu, karyawan yang mendapatkan hukuman berat saat menggunakan internet juga dapat mengurangi perilaku cyberloafing (Vitak et al, 2011). b. Anticipated Outcomes (Hasil yang Diharapkan) Karyawan memutuskan untuk sengaja menggunakan internet pada jam kerja dikarenakan adanya harapan untuk membandingkan bahwa karyawan dapat melawan keinginan untuk menggunakan internet atau karyawan menerima konsekuensi negatif (Garrett & Danziger, 2008). Penelitian menunjukkan, kegiatan cyberloafing karyawan berkurang apabila persepsi karyawan terhadap perilaku tersebut memiliki konsekuensi negatif yang 16

7 sangat buruk pada organisasi dan menyakiti minat pribadi karyawan (Blanchard & Henle, 2008). c. Managerial Support (Dukungan Manajerial) Dukungan manajerial dalam menggunakan internet perusahan tanpa adanya informasi yang spesifik mengenai penggunaan internet memberikan peluang besar bagi karyawan untuk menggunakan internet secara pribadi. Karyawan dapat menyalahartikan bentuk dukungan ini sehingga mereka menggunakan semua jenis internet termasuk cyberloafing. Hasil penelitian menemukan bahwa penggunaan internet secara rutin berhubungan dengan perilaku cyberloafing (Garret & Danziger, 2008; Vitak et al, 2011). Garret & Danziger (2008) mengatakan, karyawan akan memanfaatkan internet untuk tujuan pribadi ketika internet menjadi bagian dari prosedur standar kerja karyawan. Apabila ini dilakukan secara terus-menerus maka menggunakan internet untuk tujuan pribadi menjadi hal yang wajar sehingga menyebabkan munculnya perilaku cyberloafing. d. Perceived Coworker Cyberloafing Norms (Persepsi Rekan Kerja terhadap Norma Cyberloafing) Blau, Yang, & Ward-Cook (2004) mengatakan, karyawan melihat rekan kerja sebagai contoh peran dalam organisasi dan perilaku cyberloafing dipelajari melalui perilaku yang dapat diamati langsung di lingkungan organisasi (Liberman et al, 2011). Individu menggunakan iklim normatif sebagai bentuk pembenaran untuk melakukan perilaku cyberloafing yang ditetapkan oleh rekan kerja mereka (Lim & Theo, 2005). Individu yang 17

8 mengetahui jika rekan kerjanya melakukan perilaku cyberloafing juga ikut terlibat untuk melakukan perilaku tersebut (Weatherbee, 2010). e. Employee Job Attitudes (Sikap Kerja Karyawan) Tindakan penyimpangan di tempat kerja seperti cyberloafing merupakan respon emosi karyawan yang merasa gagal terhadap pekerjaannya. Hal inilah yang mengakibatkan sikap kerja karyawan dapat mempengaruhi cyberloafing (Lieberman et al, 2011). Penelitian sebelumnya yang dikemukakan oleh Garret & Danziger (2008) mengatakan, karyawan cenderung melakukan perilaku menyimpang ketika karyawan mengalami sikap kerja yang tidak menyenangkan. 1. Injustice (Ketidakadilan) Pada tingkat organisasi, rendahnya keadilan dalam organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap cyberloafing (Lim & Teo, 2005). Lim & Teo menguji peran dari tiga keadilan berdasarkan variabel dalam memprediksi cyberloafing. Hasil dari uji tersebut menunjukkan, tiga bentuk keadilan (distributif, prosedural, dan interaksional) memiliki hubungan negatif dengan cyberloafing. Pada penelitian sebelumnya, Lim (2002) mengatakan, saat karyawan mempersepsikan ketidakadilan dengan pekerjaannya, salah satu cara untuk memperbaiki keseimbangan adalah melalui cyberloafing. Namun, Garret & Danziger (2008) tidak menemukan hubungan antara ketidakadilan dalam organisasi dengan perilaku cyberloafing. 2. Job Commitment (Komitmen Kerja) Komitmen kerja merupakan faktor pada tingkat individu yang memiliki peran penting pembentukan penggunaan internet secara pribadi di 18

9 tempat kerja. Menurut Garret & Danziger (2008), individu yang terikat secara emosional dengan pekerjaannya merasa jika penggunaan internet untuk kepentingan pribadi tidak sesuai dengan rutinitas kerja. Pada individu yang memiliki komitmen, kegiatan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dapat menurunkan produktivitas, tidak sesuai dengan gambaran diri, dan dapat merusak status organisasi. 3. Job Satisfaction (Kepuasaan Kerja) Kepuasaan kerja menjadi faktor penting yang mempengaruhi penyalahgunaan internet terhadap hubungan sikap ketidakterlibatan karyawan dengan aspek-aspek pekerjaan dan keinginan untuk melalaikan pekerjaan dengan melakukan aktivitas lain. Penelitian menunjukkan, karyawan dengan tingkat kepuasaan kerja tinggi memiliki pengaruh positif terhadap penyalahgunaan internet. Menurut Stanton (2002), orang-orang yang menyalahgunakan internet adalah karyawan yang cenderung memilki kepuasaan lebih tinggi. f. Job Characteristics (Karakteristik Pekerjaan) Karakteristik pekerjaan yang spesifik dapat mengarah pada perilaku cyberloafing untuk meningkatkan kreativitas atau mengurangi kebosanan. Dengan kata lain, pekerjaan yang kreatif cenderung memiliki lebih banyak tuntutan dan tidak membosankan, dan motivasi untuk melakukan cyberloafing rendah (Vitak et al, 2011). 3) Faktor Situasional Perilaku menyimpang dalam menggunakan internet biasanya terjadi ketika karyawan memiliki akses terhadap internet di tempat kerja. Situasi demikian 19

10 menjadi pemicu yang memediasi munculnya perilaku cyberloafing (Weatherbee, 2010). Peneliti menunjukkan bahwa kedekatan jarak secara fisik dengan supervisor dapat mempengaruhi perilaku cyberloafing secara tidak langsung melalui persepsi karyawan terhadap kontrol organisasi. Adanya kebijakan formal dan sanksi dari organisasi mengenai karyawan yang terlibat dalam cyberloafing dapat menurunkan perilaku cyberloafing. Blanchard & Henle (2008) juga mengatakan, persepsi karyawan terhadap organisasi yang mengatur sanksi berpengaruh pada cyberloafing. Berdasarkan penjelasan diatas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi cyberloafing, peneliti berfokus pada managerial support sebagai faktor yang mempengaruhi cyberloafing. Dalam penelitian ini, managerial support yang dimaksud adalah pemimpin dan gaya kepemimpinan transaksional digunakan peneliti untuk melihat pengaruh pemimpin terhadap perilaku cyberloafing. B. GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL 1. Definisi Gaya Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki individu untuk dapat mempengaruhi kelompok dalam mencapai tujuan yang diharapkan (Robbins, 2006). Gaya kepemimpinan adalah suatu pola tingkah laku yang dirancang agar dapat mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu sehingga tujuan dapat tercapai (Heidjrachman & Husnan, 2000). Pendapat lain mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara yang dipilih oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku karyawan dalam organisasi (Nawawi, 2006). 20

11 Teori gaya kepemimpinan transaksional dikonseptualisasikan oleh James MacGregor Burns (1978) dan dikembangkan oleh Bernard Bass (1985). Menurut Burns (1978) kepemimpinan transaksional terjadi ketika seseorang memiliki inisiatif dalam berhubungan dengan orang lain untuk tujuan pertukaran hal yang memiliki nilai. Sedangkan Bass (1985) memfokuskan kepemimpinan transaksional kepada pertukaran hubungan antara pemimpin dan karyawan untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Gaya kepemimpinan transaksional memotivasi karyawan melalui adanya pertukaran hadiah (reward), pujian (praise), dan janji (promise). Kepemimpinan transaksional berfokus pada penyimpangan (deviances), kesalahan (mistakes), dan error yang dilakukan karyawan dan memperbaiki hal tersebut secepat mungkin setelah penyimpangan dan kesalahan terjadi (Avolio, Bass, & Jung, 1999). Pemimpin menggunakan gaya kepemimpin transaksional sebagai model untuk memperhatikan kerja karyawan akan penyimpangan dan kesalahan. Bass (2008) menegaskan kepemimpinan transaksional menggunakan model pertukaran dengan memberikan hadiah pada pekerjaan yang baik ataupun hasil yang memuaskan. Berdasarkan definisi di atas, gaya kepemimpinan transaksional dapat disimpulkan sebagai gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memotivasi karyawan melalui hadiah, pujian, dan janji dengan memperhatikan kerja karyawan melalui penyimpangan, kesalahan, dan eror serta secepat mungkin memperbaiki kesalahan dan penyimpangan yang terjadi untuk mencapai sebuah tujuan. 2. Komponen Gaya Kepemimpinan Transaksional Ada 3 komponen gaya kepemimpinan transaksional (Bass & Riggio, 2006), yaitu: 21

12 a. Contingent Reward Contingent reward atau contingent penalization diberikan ketika tujuan dapat diselesaikan tepat waktu maupun sebelum waktu yang ditentukan dan menjaga agar karyawan tetap bekerja dengan performa yang sama sampai pekerjaan selesai. Contingent reward digunakan untuk memotivasi karyawan dalam mencapai performa kerja yang telah disepakati. Contingent reward, seperti pujian, merupakan hadiah yang diberikan kepada karyawan yang berusaha dan sebagai pengakuan terhadap performa kerja yang baik. Sedangkan bagi karyawan yang kualitas dan kuantitas performanya berada di bawah standar yang telah ditentukan atau tujuan dan tugas-tugas yang diberikan tidak tercapai sama sekali akan mendapatkan contingent punishments, seperti pemecatan. b. Management by Exception Active Dalam hal ini pemimpin selalu melakukan pengawasan terhadap karyawannya secara direktif dengan mengawasi proses pelaksanaan tugas karyawan secara langsung. Tujuan pengawasan ini dilakukan untuk mengantisipasi dan meminimalisasikan tingkat kesalahan yang dapat terjadi selama proses kerja berlangsung. Kepemimpinan transaksional tidak segan untuk memeriksa dan mengevaluasi langsung kinerja karyawan sekalipun proses kerja belum selesai. Hal ini bertujuan agar karyawan mampu bekerja berdasarkan standar dan prosedur kerja yang sudah ditetapkan dalam organisasi. c. Management by Exception Passive Tidak seperti management by exception active yang mengawasi tugas karyawan, pada management by exception passive pemimpin secara pasif menunggu terjadinya penyimpangan, kesalahan, dan eror yang dilakukan karyawan kemudian memperbaiki kesalahan tersebut. Pemimpin juga 22

13 memberikan standar-standar tertentu untuk dicapai oleh karyawan dan kemudian memberikan penilaian terhadap kinerja kerja karyawan. Penilaian dapat dilakukan dengan atau tanpa adanya komunikasi terlebih dahulu dengan karyawan. Peringatan dan hukuman dapat diberikan apabila karyawan melakukan kesalahan selama proses kerja. Namun, jika proses kerja yang dilaksanakan berjalan sesuai standar dan prosedur kerja, pemimpin tidak akan memberikan sanksi apapun kepada karyawannya. C. PERANAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL TERHADAP PERILAKU CYBERLOAFING Ada beberapa bentuk perilaku menyimpang dalam organisasi, seperti pencurian di tempat kerja oleh karyawan, perkataan kasar yang menyinggung perasaan, penyerangan secara fisik, cyberloafing, maupun sikap tidak sopan antarkaryawan (Robbins, 2004). Pada saat ini, salah satu fenomena yang sering terjadi diberbagai organisasi seiring dengan kemajuan teknologi adalah cyberloafing. Cyberloafing merupakan perilaku karyawan yang dengan sengaja menggunakan internet perusahaan untuk browsing berbagai situs internet dan membuka pribadi (Lim, 2002). Individu yang dapat mempengaruhi perilaku karyawan agar dapat bekerja sama dan bekerja secara produktif sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik dikenal dengan sebutan pemimpin (Hasibuan, 2008). Salah satu peran pemimpin dalam sebuah organisasi adalah peran pengambilan keputusan. Artinya, pemimpin memiliki tanggung jawab untuk membagi sumber dana dan sumber daya kepada karyawan yang meliputi aturan dan pembagian tugas, penempatan posisi karyawan, mempromosikan karyawan maupun menurunkan jabatan karyawan (Sutrisno, 2010). 23

14 Adanya aturan yang jelas dalam organisasi membuat karyawan berperilaku sesuai dengan aturan yang ada sehingga dapat meminimalkan perilaku yang tidak diinginkan termasuk cyberloafing (Garret & Danziger, 2008). Trevino dan Brown (2005) mengatakan, gaya kepemimpinan transaksional berhubungan negatif dengan cyberloafing. Gaya kepemimpinan transaksional dikenal dengan hubungan pertukaran (exchange relationship) dimana pemimpin dipercaya memiliki kekuatan mutlak untuk mempengaruhi karyawan melalui hadiah dan hukuman sehingga karyawan diharapkan dapat melakukan tugas sesuai dengan yang diperintahkan. Adanya hubungan pertukaran tersebut dapat mengurangi perilaku karyawan untuk terlibat dalam cyberloafing. Bass (1990) menjelaskan, pemimpin dengan gaya kepemimpinan transaksional mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelaskan kepada karyawan imbalan yang akan didapatkan apabila hasil kerjanya sesuai dengan harapan. Imbalan yang diperoleh bisa berupa contingent reward (pujian, hadiah, maupun promosi jabatan) sehingga karyawan termotivasi untuk menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu dan hasil yang memuaskan. Penerapan contingent reward dalam bekerja dapat mengurangi perilaku cyberloafing karyawan karena adanya motivasi untuk memperoleh hadiah. Hal ini sesuai dengan pendapat Judge dan Piccolo (2004) yaitu, contingent reward memiliki hubungan positif dengan motivasi karyawan. Selain contingent reward, perilaku cyberloafing juga dapat dikendalikan melalui management by exception. Menurut Avolio (1999), pada management by exception active pemimpin akan mengawasi tugas yang dikerjakan karyawan dan mengoreksi tugas tersebut untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi. Pengawasan dapat dilakukan pemimpin dengan sistem pemantuan elektronik yang memudahkan pemimpin untuk memantau dan mengamati perilaku karyawan. Menurut Chen, sistem 24

15 pemantauan elektronik ini dapat digunakan untuk memerangi perilaku cyberloafing dengan cara menolak semua akses situs yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dan penggunaan pribadi oleh karyawan di tempat kerja (Ozler & Polat, 2012). Avolio (1999) menjelaskan, pada management by exception passive pemimpin akan memberikan punishment jika tugas yang dilakukan karyawan tidak relevan dengan tugas yang telah ditentukan organisasi dan tidak mencapai tujuan organisasi. Perilaku cyberloafing yang dilakukan karyawan dapat menghambat terlaksananya tugas dan tercapainya tujuan organisasi. Vitak et al (2011) mengatakan, karyawan yang mendapatakan hukuman berat saat menggunakan internet dapat mengurangi perilaku cyberloafing. Berdasarkan pemaparan mengenai dinamika kedua variabel di atas, gaya kepemimpinan transaksional memiliki pengaruh dalam perilaku cyberlaofing. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat pengaruh gaya kepemimpinan transaksional terhadap perilaku cyberloafing pada pegawai negeri sipil. D. HIPOTESIS PENELITIAN Pada penelitian ini, hipotesis diajukan sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dikemukakan oleh peneliti. Adapaun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh negatif gaya kepemimpinan transaksional terhadap perilaku cyberloafing pada PNS. 25

BAB II LANDASAN TEORI. landasan teori cyberloafing yang meliputi definisi, aktivitas, dan faktor-faktor

BAB II LANDASAN TEORI. landasan teori cyberloafing yang meliputi definisi, aktivitas, dan faktor-faktor BAB II LANDASAN TEORI Bab ini mencakup landasan teori yang mendasari penelitian, yaitu landasan teori cyberloafing yang meliputi definisi, aktivitas, dan faktor-faktor yang mempengaruhi cyberloafing, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi mengenai landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, yaitu landasan teori cyberloafing yang meliputi definisi, tipe-tipe, dan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda mengenai cyberloafing (Weatherbee, 2010). Selain cyberloafing ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda mengenai cyberloafing (Weatherbee, 2010). Selain cyberloafing ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CYBERLOAFING 1. Pengertian Cyberloafing Banyak pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan penggunaan internet yang tidak berkaitan dengan pekerjaan dalam organisasi. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, 2008). Melalui internet, orang-orang dapat mengakses informasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, 2008). Melalui internet, orang-orang dapat mengakses informasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat dibidang teknologi dan informasi memberikan kemudahan bagi manusia untuk melakukan aktivitas seharihari. Salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan internet merupakan perubahan paling signifikan yang membuka jalan bagi manusia untuk mendapatkan berbagai keuntungan dan kemudahan dalam kehidupan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh para akademisi untuk memudahkan pertukaran data dan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh para akademisi untuk memudahkan pertukaran data dan informasi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan internet saat ini semakin pesat. Sejak pertama kali diperkenalkan sampai saat ini pengguna internet terus meningkat. Pada tahun 1997 pengguna internet diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjuru dunia. Berdasarkan data yang didapatkan dari Internet Live Stats (2014),

BAB I PENDAHULUAN. penjuru dunia. Berdasarkan data yang didapatkan dari Internet Live Stats (2014), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era teknologi saat ini, penggunaan internet telah menyebar di seluruh penjuru dunia. Berdasarkan data yang didapatkan dari Internet Live Stats (2014), hampir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Inovatif Kerja 1. Definisi Perilaku Inovatif Kerja West dan Farr (dalam West, 2006) mengatakan inovasi bisa diartikan sebagai pengenalan dan pengaplikasian ide, proses,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional 2.1.1 Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional Menurut Bass dalam Robbins & Judge (2009:90) gaya kepemimpinan transaksional adalah model kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abidin, Y. (2014). Desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum Bandung: PT

DAFTAR PUSTAKA. Abidin, Y. (2014). Desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum Bandung: PT DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y. (2014). Desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama. Admin. (2015, Juli 7). PNS ngefacebook dalam jam kerja. Retrieved Juli 7, 2015, from

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, isu yang paling banyak dikembangkan adalah isu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, isu yang paling banyak dikembangkan adalah isu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam era globalisasi, isu yang paling banyak dikembangkan adalah isu persaingan global dimana terjadi persaingan bebas yang tidak ada lagi batasannya dalam

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. hasil analisis yang telah dilakukan, simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. hasil analisis yang telah dilakukan, simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan teori-teori yang ada, hasil-hasil penelitian sebelumnya, dan hasil analisis yang telah dilakukan, simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah:

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan ritel (eceran) merupakan bagian yang penting dalam kehidupan perokonomian suatu negara, terutama dalam proses distribusi barang dan jasa dari produsen ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan ekonomi global pada era ini telah menjadi lebih dinamis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan ekonomi global pada era ini telah menjadi lebih dinamis dan A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Lingkungan ekonomi global pada era ini telah menjadi lebih dinamis dan kompetitif. Teknologi baru dan perubahan model organisasi yang cepat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kita hidup dalam ekonomi global, perkembangan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kita hidup dalam ekonomi global, perkembangan yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini kita hidup dalam ekonomi global, perkembangan yang terjadi dalam ekonomi dunia semakin lama, berlangsung semakin cepat sejalan dengan semakin lajunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan mengenai berbagai macam teknologi yang dapat membantu manusia dalam membuat, menyusun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara cepat dan mempermudah masyarakat dalam mencari informasi. Terlebih

BAB I PENDAHULUAN. secara cepat dan mempermudah masyarakat dalam mencari informasi. Terlebih BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Internet sudah tidak asing lagi bagi masyarakat karena hampir semua masyarakat sudah mengenal dan mengetahui internet. Hal ini dikarenakan internet mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kepada keputusan-keputusan, peraturan-peraturan dan nilai-nilai tinggi dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kepada keputusan-keputusan, peraturan-peraturan dan nilai-nilai tinggi dari BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Disiplin Kerja 2.1.1 Pengertian Disiplin Kerja Disiplin Kerja adalah suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh pekerja sendiri dan menyebabkan dia dapat

Lebih terperinci

Masih dari hasil penelitian Al-Ababneh (2010), tidak ada gaya kepemimpinan

Masih dari hasil penelitian Al-Ababneh (2010), tidak ada gaya kepemimpinan organisasi seperti rendahnya kepuasan, tingginya tingkat stres, dan rendahnya komitmen karyawan. Al-Ababneh (2010) menyatakan bahwa, menentukan hubungan langsung antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diperhatikan, dijaga, dan dikembangkan. Organizational Citizenship Behaviour

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diperhatikan, dijaga, dan dikembangkan. Organizational Citizenship Behaviour BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya manusia. Melihat persaingan pasar yang semakin ketat sumber daya manusia dalam suatu perusahaan memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi internet pada saat ini dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi internet pada saat ini dapat membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi internet pada saat ini dapat membantu keefektifan dan keefisienan operasional perusahaan. Penggunaan internet dalam perusahaan berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahannya berbentuk Republik dengan kehadiran berbagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahannya berbentuk Republik dengan kehadiran berbagai lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi sebagaimana terlihat dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945, dimana pemerintahannya berbentuk Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dengan seefektif mungkin. suatu tujuan perusahaan. Pengertian kepemimpinan adalah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dengan seefektif mungkin. suatu tujuan perusahaan. Pengertian kepemimpinan adalah kemampuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai suatu organisasi bisnis akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan, yaitu mengoptimalkan laba.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. begitu ketat, menuntut perusahaan untuk terus membenahi diri melalui pengembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. begitu ketat, menuntut perusahaan untuk terus membenahi diri melalui pengembangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan perusahaan terus bertambah, sehingga persaingan antar perusahaan tidak dapat dihindari. Melihat iklim persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan internet telah memberi berbagai keuntungan dan kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak perusahaan yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovasi. Perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam lingkungan bisnis harus

BAB I PENDAHULUAN. inovasi. Perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam lingkungan bisnis harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan sumber daya manusia yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan komunikasi dan akses informasi dan distribusi. Lebih lanjut internet digunakan organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat sekarang, apapun bentuk usaha atau organisasi akan mengalami persaingan. Untuk bersaing di lingkungan perusahaan yang ketat, perusahaan harus memiliki sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Agung sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang membawahi

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Agung sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang membawahi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Mahkamah Agung sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang membawahi empat badan peradilan memiliki peranan yang penting di masyarakat. Dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Kerja 2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam diri seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha bisnis di era jaman sekarang diharuskan untuk dapat bersaing dengan pesaingnya dengan berbagai macam cara atau metode untuk dapat bertahan di masyarakat dan mengikuti

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 7 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia sebagai salah satu unsur dalam organisasi dapat diartikan sebagai manusia

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. sumbernya. Dalam hal ini diperoleh dari responden yang menjawab pertanyaan

III. METODELOGI PENELITIAN. sumbernya. Dalam hal ini diperoleh dari responden yang menjawab pertanyaan 43 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data 3.1.1 Data Primer Data yang dikelompokan melalui penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Dalam hal ini diperoleh dari responden

Lebih terperinci

1. Peran individu dalam organisasi olahraga. 2. Menjelaskan tentang perilaku organisasi.

1. Peran individu dalam organisasi olahraga. 2. Menjelaskan tentang perilaku organisasi. mansur@uny.ac.id 1. Peran individu dalam organisasi olahraga. 2. Menjelaskan tentang perilaku organisasi. 3. Membahas sejumlah topik yang terkait dengan individu yang bekerja dalam manajemen olahraga.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Setiap organisasi atau perusahaan pada umumnya memiliki tujuan-tujuan tertentu, dimana tujuan tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior Definisi OCB telah banyak diungkapkan oleh beberapa ahli, Menurut Organ (1988) OCB didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000). Sedangkan pengertian kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000). Sedangkan pengertian kinerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian kinerja Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Christine, Ike (2007) berjudul : Pengaruh Variabel Individual, Keorganisasian dan Psikologikal Terhadap Perilaku Kerja Karyawan PT. Kalindo

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. jawab pencapaian tujuan itu (Davis & Newstrom (1994). kognitif, dan emosional selama kinerja peran (pekerjaan).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. jawab pencapaian tujuan itu (Davis & Newstrom (1994). kognitif, dan emosional selama kinerja peran (pekerjaan). 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterlibatan Kerja 1. Definisi Keterlibatan Kerja Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional orang orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turnover intention serta karyawan terlibat perilaku kerja kontraproduktif.

BAB I PENDAHULUAN. turnover intention serta karyawan terlibat perilaku kerja kontraproduktif. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset terpenting dalam perusahaan yang menjadi salah satu penentu berkembangnya suatu perusahaan. Masalah-masalah yang menyangkut sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan bahwa dalam hubungan pertukaran sosial, sifat mendasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Masyarakat memberikan kepercayaan kepada

BAB I PENDAHULUAN. sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Masyarakat memberikan kepercayaan kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi Pemerintah Daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Masyarakat memberikan kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Pengertian Iklim Organisasi Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan psikologis yang mengikat karyawan di dalam sebuah organisasi,

Lebih terperinci

Karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya untuk mendidik, yaitu:

Karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya untuk mendidik, yaitu: II. Faktor Pendidik Pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik. Pendidik meliputi orang dewasa, guru, orang tua, pemimpin masyarakat dan pemimpin agama. Karakteristik yang harus dimiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja Kinerja pada dasarnya memiliki banyak arti berdasarkan sudut pandang atau pendapat para ahli. Menurut Hardiyanto (2003), kinerja adalah hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh karyawan dengan perilaku nyata yang dilakukan sesuai dengan perannya dalam pekerjaan, menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang layak. Seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang layak. Seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan bagi masyarakat telah menjadi suatu kebutuhan yang utama. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Internet yang merupakan singkatan dari interconnection-networking, dapat

BAB I PENDAHULUAN. Internet yang merupakan singkatan dari interconnection-networking, dapat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Internet yang merupakan singkatan dari interconnection-networking, dapat diartikan sebagai jaringan kerja yang saling terhubung. Stevenson (2010) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya kepemimpinan suatu organisasi merupakan salah satu faktor lingkungan intern yang sangat jelas mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijaksanaan dan penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Society For Human Resource Management (SHRM) tahun 2002 menemukan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Society For Human Resource Management (SHRM) tahun 2002 menemukan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa faktor eksternal dan internal dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor ini dapat berubah sepanjang waktu. Hasil penelitian dari The Society

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Kepuasan kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari dan digunakan sebagai konstruk pengukuran dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya internet. Internet (interconnection networking) adalah seluruh jaringan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya internet. Internet (interconnection networking) adalah seluruh jaringan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini teknologi informasi mengalami perkembangan yang pesat, khususnya internet. Internet (interconnection networking) adalah seluruh jaringan komputer yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi (Rusmayanti, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. efisien dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi (Rusmayanti, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu organisasi, sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam proses pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. karyawan dan organisasi yang berimplikasi terhadap keputusan untuk bertahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. karyawan dan organisasi yang berimplikasi terhadap keputusan untuk bertahan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Komitmen Organisasional 2.1.1.1 Definisi Komitmen Organisasional Komitmen organisasi didefinisikan sebagai pendekatan psikologis antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap organisasi baik itu swasta maupun pemerintah akan berupaya dan berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang diindikasikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menarik para wisatawan agar mau berkunjung. Hal ini penting dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menarik para wisatawan agar mau berkunjung. Hal ini penting dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan didirikannya museum Bank Indonesia sebagai salah satu objek wisata dan edukasi, maka Bank Indonesia dihadapkan pada tantangan bagaimana untuk menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan pada dasarnya sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN PELANGGAN

BAB VI HUBUNGAN PELANGGAN BAB VI HUBUNGAN PELANGGAN Agar mendapat keuntungan, suatu perusahaan harus menciptakan hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan mereka. Untuk mencapai hal ini, pertama perusahaan harus mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Sutrisno (dalam Anoraga, 2009) Kepuasan kerja pada dasarnya adalah security feeling (rasa aman) dan mempunya segi-segi, yaitu : 1.)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja Meskipun tekanan kompetitif di kebanyakan organisasi semakin kuat dari sebelumnya, beberapa organisasi mencoba merealisasikan

Lebih terperinci

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi PENGARUH STRES KERJA DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP PERILAKU CYBERLOAFING KARYAWAN PADA ERA PERKEMBANGAN ICT (INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGIES) (Studi Kasus Pada PT Vira Interco Jakarta) Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada berbagai bidang khususnya kehidupan berorganisasi, faktor manusia merupakan masalah utama disetiap kegiatan yang ada didalamnya. Organisasi merupakan kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumberdaya dan kapabilitas organisasinya (Baron & Kreps, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumberdaya dan kapabilitas organisasinya (Baron & Kreps, 1999). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika yang terjadi pada lingkungan eksternal menuntut organisasi untuk terus bertahan di tengah iklim yang kompetitif. Organisasi harus mampu bergerak maju menyesuaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha di era globalisasi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha di era globalisasi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha di era globalisasi saat ini dirasakan sangat pesat. Pertumbuhan dan perkembangan ini juga berjalan seirama dengan persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber yang mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterlibatan Kerja. 1. Pengertian Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterlibatan Kerja. 1. Pengertian Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional 15 BAB II KAJIAN TEORI A. Keterlibatan Kerja 1. Pengertian Keterlibatan Kerja Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan dunia tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja, yang mana aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi.

Lebih terperinci

Berikut adalah beberapa contoh data yang disimpan oleh TRAVIAN GAMES:

Berikut adalah beberapa contoh data yang disimpan oleh TRAVIAN GAMES: Kebijakan Privasi Travian Games GmbH Dokumen ini adalah Kebijakan Privasi Travian Games GmbH, Wilhelm-Wagenfeld-Str. 22, 80807 Munich, Jerman (selanjutnya: TRAVIAN GAMES ). Kebijakan Privasi ini berlaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disiplin Kerja 2.1.1 Pengertian Disiplin Menurut Sastrohadiwiryo (2005:291) Disiplin Kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Menambah pengetahuan dengan menghubungkan teori yang didapat dalam perkuliahan dengan kenyataan serta dapat memperdalam pengetahuan penulis dalam bidang manajemen sumber daya manusia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Komitmen Organisasional Menurut Robbins (2008), komitmen karyawan terhadap organisasi yaitu sampai tingkat mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Simpulan. Pokok masalah yang hendak dipecahkan dalam studi ini adalah

BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Simpulan. Pokok masalah yang hendak dipecahkan dalam studi ini adalah BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN 5.1. Simpulan Pokok masalah yang hendak dipecahkan dalam studi ini adalah mengonfirmasi elaboration likelihood model for workplace aggression

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikehendaki, serta mempertahankan guru yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikehendaki, serta mempertahankan guru yang berkualitas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan hal sangat penting karena mempunyai peranan dalam keberlangsungan hidup organisasi Panggabean (2004:12).

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk 13 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam lingkungan yang kompetitif saat ini, organisasi berkembang secara global dan menghadapi banyak tantangan untuk memenuhi mereka mengejar tujuan dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kekuasaan kehakiman di empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. bidang kekuasaan kehakiman di empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan satu atap memberikan tanggungjawab dan tantangan bagi Mahkamah Agung (MA), karena selain mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Komitmen organisasional Komitmen organisasional merupakan satu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu beserta

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN 2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 3. TEORI-TEORI YANG BERKAITAN DENGAN MOTIVASI 4. BAGAIMANA MENJADI TERMOTIVASI? 5.

1. PENGERTIAN 2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 3. TEORI-TEORI YANG BERKAITAN DENGAN MOTIVASI 4. BAGAIMANA MENJADI TERMOTIVASI? 5. 1. PENGERTIAN 2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 3. TEORI-TEORI YANG BERKAITAN DENGAN MOTIVASI 4. BAGAIMANA MENJADI TERMOTIVASI? 5. MOTIVASI, KEPUASAN KERJA, DAN KINERJA 6. TERTAWA ITU SEHAT, MARI TERTAWA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA.1

II. TINJAUAN PUSTAKA.1 16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi,

Lebih terperinci

Penempatan Pegawai. School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)

Penempatan Pegawai. School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) 1. Pendahuluan (26/08/2015) 2. Dasar Perilaku Individu (02/09/2015) Penempatan Pegawai 3. Kepribadian dan Emosi dan mengumpulkan tugas ke 1 (09/09/2015) 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah akuntan publik 1016 orang. Jumlah ini meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah akuntan publik 1016 orang. Jumlah ini meningkat pesat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan KAP (Kantor Akuntan Publik) meningkat pesat. Hal ini diperkuat dari penghitungan yang dilakukan IAPI (Ikatan Akuntan Publik Indonesia) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya pada sektor usaha yang berorientasi pada laba, sektor pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. hanya pada sektor usaha yang berorientasi pada laba, sektor pendidikan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semua organisasi pasti memerlukan manajemen yang berkaitan dengan usaha usaha untuk mencapai tujuan tertentu bagi organisasi tersebut. Tidak hanya pada sektor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Marihot Tua E.H. menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia didefinisikan: Human resources management is the activities undertaken to

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mulai dikenal sejak abad 20, terutama setelah terjadi revolusi industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas yang menjadi tanggung jawab guru tersebut secara tepat waktu, disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia di era globalisasi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia di era globalisasi sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sumber daya manusia di era globalisasi sangat penting dalam pembangunan bangsa karena sumber daya manusia merupakan aspek utama dalam segala hal. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia. Perkembangan suatu bangsa dapat dipengaruhi oleh mutu pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia. Perkembangan suatu bangsa dapat dipengaruhi oleh mutu pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap bangsa memiliki kebutuhan untuk berkembang, termasuk bangsa Indonesia. Perkembangan suatu bangsa dapat dipengaruhi oleh mutu pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi salah satunya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi salah satunya adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam organisasi industri dikenal berbagai sumber daya yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi salah satunya adalah manusia. Akhir-akhir ini pekerja telah

Lebih terperinci

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Melayu SP. Hasibuan (2003), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Kerja Mangkunegara (2005) menyatakan : motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation).

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah dilakukan pengolahan data dan penganalisisan hasil pengolahan data maka dapat diambil beberapa kesimpulan. Dimana kesimpulan ini dibuat berdasarkan masing-masing

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepuasan Kerja Stephen P. Robbins (2008:40) kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial sehingga komunikasi merupakan hal yang pasti dilakukan setiap harinya. Menurut Edwin Emery dkk., (1965, dalam Muis, 2001: 3)

Lebih terperinci