UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ADE LIYA HARYUNI, S. Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ADE LIYA HARYUNI, S. Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Ade Liya Haryuni, S. Farm. NPM : Program Studi : Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis Indonesia, Jl. Raya Bogor Km.28, Jakarta Timur, Periode 6 Februari 30 Maret 2012 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,. DEWAN PENGUJI Pembimbing 1 : Riska Lestari, S.Si., Apt. (...) Pembimbing 2 : Dr. Iskandarsyah, M.Si., Apt. (...) Penguji I : (...) Penguji II : (...) Penguji III : (...) Ditetapkan di : Depok Tanggal : iii

4 KATA PENGANTAR Segala puji kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kami nikmat yang luar biasa sehingga kami masih dapat menuntut ilmu dalam profesi apoteker. Nikmat itu pula yang membuat kami berhasil menjalankan tugas-tugas kami sebagai peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Fakultas Farmasi di PT. Actavis Indonesia hingga terselesainya laporan hasil PKPA. Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus kami penuhi oleh mahasiswa program profesi apoteker untuk mencapai gelar profesi apoteker. Tugas dan manfaat yang kami dapat selama menjalani PKPA dan menyelesaikan tugasnya tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang senantiasa terbuka membantu kami dalam proses belajar selama bertugas. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada: 1. Bapak Thomas Runkel sebagai Presiden Direktur PT. Actavis Indonesia 2. Bapak Leiman Sutanto sebagai Direktur Manufaktur PT. Actavis Indonesia 3. Bapak Irchansyah Chaniago sebagai Head of Quality Operations PT. Actavis Indonesia 4. Bapak Rias Prasetya sebagai Manager Quality Control PT. Actavis Indonesia 5. Ibu Erna Hidayati Eka sebagai Manager Product Development PT. Actavis Indonesia 6. Ibu Riska Lestari, Sari Yuliana, Suchi Ramadhani, para supervisor dan seluruh staf departemen PT. Actavis Indonesia 7. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. sebagai dekan Fakultas Farmasi 8. Bapak Dr. Harmita, Apt sebagai Ketua Program Profesi Apoteker iv

5 9. Dr. Iskandarsyah, M.Si., Apt. atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 10. Bapak dan ibu tercinta serta saudara yang telah memberikan dukungan moral, material, perhatian, dan semangat sehingga pelaksanan PKPA dan penyelesaian laporan berjalan dengan lancar. 11. Seluruh staf Departemen Farmasi FMIPA dan Seluruh staf PT. Actavis Indonesia. 12. Seluruh teman Apoteker UI angkatan LXXIV, khususnya teman-teman sekelompok PKPA yang telah banyak membantu. 13. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu, penulis menerima semua kritik dan saran guna memperbaiki kualitas laporan yang kami buat. Semoga hasil laporan ini dapat berguna bagi dunia farmasi dan kesehatan masyarakat Indonesia. Penulis 2012 v

6 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik... 5 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. ACTAVIS INDONESIA Sejarah PT. Acatavis Indonesia Visi dan Misi Lokasi Pabrik dan Fasilitas Sarana Penunjang Produk dan Sertifikat GMP Struktur Organisasi BAB 4 PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI vi

7 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 Pengambilan Contoh vii

8 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Ruang Lingkup Tugas dan Tanggung Jawab Departemen QA viii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Struktur Organisasi Asia Pasifik Struktur PT. Actavis Indonesia Struktur Manajemen Operasional PT. Actavis Indonesia Struktur Manajemen Operasional Supply Chain Struktur Organisasi Manajemen Perencanaan Operasional Struktur Organisasi Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance) Struktur Organisasi Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control / QC) Struktur Organisasi Departemen Keuangan dan IT Struktur Organisasi Departemen Sales dan Marketing Struktur Organisasi Departemen Pengembangan Produk Struktur Organisasi Departemen Engineering dan EHS Struktur Organisasi Scientific Affair Struktur Organisasi Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia ix

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Peranan penting yang dipegang oleh industri farmasi untuk menjamin produk obat sesuai dengan tujuan penggunaan, memenuhi persyaratan yang berlaku dan tidak membahayakan konsumen karena keamanan (safety), mutu (quality), dan kemanjuran (efficacy) yang tidak memenuhi syarat. Mutu obat harus dibentuk sejak awal mulai dari penanganan material, proses produksi (pengolahan dan pengemasan), penyimpanan dan distribusi obat. Sesuai keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/MENKES/SK/II/1988 pada tanggal 2 Februari 1988, jaminan bahwa suatu obat yang diproduksi oleh industri farmasi bermutu tinggi adalah melalui penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan agar sifat maupun mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan, dan sesuai dengan tujuan penggunaanya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk ke dalam produk selama keseluruhan proses pembutan. (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Apoteker merupakan salah satu tenaga inti dalam indutri farmasi karena turut berperan dalam menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat. Kedudukan apoteker juga diatur dalam CPOB yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu. Oleh karena itu, dibutuhkan apoteker yang memiliki wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara profesional, terutama dalam menghadapi kenyataan di lapangan industri. 1

11 2 Untuk menghasilkan tenaga farmasis yang profesional dibutuhkan dukungan dan peran aktif dari berbagai pihak seperti perguruan tinggi farmasi, organisasi profesi, industri farmasi, rumah sakit dan pemerintah dalam pembekalan yang menyeluruh secara teori dan praktek sebagai aplikasi ilmu dan teknologi 2 kefarmasian. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawab farmasis di suatu institusi seperti industri farmasi. Dengan demikian Praktek Kerja Profesi di industri farmasi menjadi salah satu kebutuhan mahasiswa calon apoteker. Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (UI) telah bekerja sama dengan PT Actavis Indonesia untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Praktek kerja profesi tersebut dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 30 Maret Praktek kerja profesi di industri farmasi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis dan terlibat langsung dalam pekerjaan kefarmasian. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia ini bertujuan untuk : 1. Memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, serta memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dilakukan PT. Actavis Indonesia. 2. Mengamati kegiatan yang dilakukan oleh PT. Actavis Indonesia. 3. Mengamati peranan apoteker dalam industri farmasi sehingga dapat dibandingkan dengan teori yang diperoleh selama masa perkuliahan dan menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.

12 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi (Departemen Kesehatan RI, 1990) Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/ 1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat (Departemen Kesehatan RI, 1990). Definisi dari obat jadi yaitu sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelediki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Sedangkan yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi Persyaratan Industri Farmasi Industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi, karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut : a. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi. b. Memiliki rencana investasi. c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). d. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai ketentuan Pedoman CPOB 2006 (current GMP). e. Mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua Apoteker warga negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan pengawasan mutu, sesuai persyaratan CPOB. 3

13 4 f. Obat jadi yang diproduksi oleh perusahaan farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh persetujuan, sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku Izin Usaha Industri Farmasi Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya Kewajiban Lain Industri Farmasi Kewajiban lain yang harus dilakukan oleh perusahaan yang telah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, yaitu : a. Membuat laporan jumlah dan nilai produksinya sekali dalam enam bulan, sedangkan untuk laporan lengkap wajib disampaikan sekali dalam setahun. b. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. c. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah pencemaran lingkungan. d. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil produksi, pengangkutan, dan keselamatan kerja. e. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat terjadi apabila suatu industri farmasi melakukan hal-hal berikut: a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan usaha tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini dan atau

14 5 b. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi tidak menyampaikan laporan mengenai perkembangan industri selama tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar dan atau c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri dan atau d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu, dan atau e. Tidak memiliki ketentuan dalam izin usaha industri farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan ini. Pencabutan izin usaha industri farmasi dilakukan oleh Direktur Jenderal dan dilaksanaan setelah dikeluarkan : a. Peringatan secara tertulis kepada perusahaan industria farmasi sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan. b. Pembekuan izin usaha industri untuk jangka waktu enam bulan sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Kegatan Usaha Industri Farmasi. Pembekuan izin usaha industri farmasi dapat dicairkan kembali apabila industri farmasi tersebut telah memenuhi seluruh pesyaratan sesuai ketentuan dalam Surat Keputusan. 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006; Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB

15 6 mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangatlah penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Dalam CPOB/GMP ada 12 aspek yang telah diatur yaitu sistem manajemen mutu; personalia (karyawan); bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan hygiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu (Quality audit); keluhan (complain), penarikan kembali obat jadi (recall) danproduk kembali; dokumentasi; kontrak analisa dan produksi; kualifikasi dan validasi Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Untuk melaksanakan Kebijakan Mutu, dibutuhkan 2 unsur dasar yaitu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006): a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; b. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu, yang disebut dengan pemastian mutu atau Quality Assurance (QA) Personalia Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat, terkualifikasi, dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat

16 7 berjalan dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu, hendaklah dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan, hendaklah ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi yang jelas, tidak ada tanggungjawab yang tumpang tindih. Tiap fungsi mempunyai kewenangan untuk melakukan tugasnya sesuai dengan deskripsi tugasnya. Pada CPOB 2006 menyebutkan adanya personalia kunci. Personil kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu,dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Personil kunci adalah apoteker yang terdaftar dan kompeten (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Kepala bagian produksi dan kepala bagian pengawasan mutu harus seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian produksi hendaklah memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk teknik, perawatan, dan petugas kebersihan), dan bagi

17 8 lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing dan catatan pelatihan hendaklah disimpan. Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan/industri apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Industri dapat menentukan posisi lain yang lebih tinggi, sama, atau lebih rendah dicakup dalam kategori personil kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/Kepala Bagian pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009) Bangunan dan fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat dengan tepat agar diperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dan fasilitas hendaklah dibersihkan dan, dimana perlu, didesinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci.

18 Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006) Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Sanitasi dan higiene yang diatur dalam pedoman CPOB 2006 adalah terhadap personalia, bangunan, dan peralatan. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene hendaknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa prosedur yang diterapkan cukup efektif dan memenuhi persyaratan. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan, hendaklah mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya, termasuk penutup rambut. Hendaklah dihindarkan bersentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara, dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan spesifikasinya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir, tetapi juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan hygiene, sampai dengan pengemasan.

19 10 Prinsip utama produksi adalah : a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari batch ke batch. b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi batch yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006): a. Pengadaan Bahan Awal Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran, dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor batch/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal kadaluarsa. b. Pencegahan Pencemaran Silang Tiap tahap proses, produk, dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. c. Penimbangan dan Penyerahan Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa yang boleh diserahkan. d. Pengembalian Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar. e. Pengolahan Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah

20 11 diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. f. Kegiatan Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan batch. g. Pengawasan Selama Proses Pengawasan selama proses hendaklah mencakup : 1. Semua parameter produk, volume, atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan. 2. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk. h. Karantina Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan batch memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada

21 12 kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Area laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Selain itu, bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pembuatan atau pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan uji monitoring lainnya secara periodik. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan Inspeksi Diri dan Audit Mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen oleh orang yang kompeten yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam melakukan inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan dengan membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang independen dari luar perusahaan. Inspeksi diri hendaklah mencakup semua bagian yaitu pemastian mutu, produksi, pengawasan mutu, teknik, dan gudang (termasuk

22 13 gudang obat jadi, Bahan baku, dan bahan pengemas) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan pabrik, namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari system manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh keluhan mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi, atau biologis dari produk atau kemasannya. Keluhan lainnya adalah karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi fatal, dan reaksi medis lainnya, serta keluhan mengenai efek terapetik seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan jika ditemukan produk yang cacat mutu atau jika ada laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dapat berakibat penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identitas dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa,

23 14 atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan. Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya hendaklah didokumentasikan dan dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi hendaklah mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh yang melaksanakan dan saksi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009) Dokumentasi Dokumentasi pembuatan obat adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas sangat penting untuk memastikan bahwa tiap menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen sangat penting (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu sesuai dengan zaman. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006) Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas, menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.

24 15 Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap batch produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006) Kualifikasi dan Validasi Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas, atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi tertulis hendaklah merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi/validasi yang memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Setelah kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.

25 BAB 3 TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA 3.1 Sejarah PT. Actavis Indonesia PT. Actavis Indonesia berada di bawah Actavis Group yang merupakan perusahaan farmasi generik bertaraf internasional yang didirikan pada tahun 1956 di Islandia dengan nama Pharmaco dan merupakan perusahaan pembelian atau grosir obat-obatan untuk kawasan domestik. Pada tahun 1972 Pharmaco memulai produksi obat-obatan sendiri untuk pasar domestik dan tahun 1999 mulai bereksperimen secara internasional. Tahun 2000 hingga 2003, Pharmaco banyak melakukan merger dan akuisisi terhadap perusahaan-perusahaan di wilayah Eropa. Akhirnya pada tahun 2004 Pharmaco secara resmi mengubah namanya menjadi Actavis Group. Pada tahun 2005 Actavis Group mengakuisisi banyak perusahaan-perusahan farmasi maupun perusahaan pendukungnya di seluruh dunia dan salah satunya mengakuisisi Alpharma s Human Generic yang menempatkan Actavis menjadi jajaran 4 besar perusahaan generik internasional PT. Dumex Indonesia merupakan pabrik dari Actavis group yang pertama kali berada di Indonesia, diresmikan pada tanggal 8 november 1969 oleh Presiden Republik Indonesia Bapak HM. Soeharto. Pada tahun 1983 PT. Dumex Indonesia diakusisi oleh Alpharma sehingga berubah nama menjadi PT. Dumex Alpharma Indonesia, kemudian menjadi PT. Alpharma pada tahun Dengan akuisisinya Divisi Internasional oleh Actavis, maka pada bulan Maret 2006 PT. Alpharma berubah menjadi PT. Actavis Indonesia yang merupakan bagian dari Actavis Group. PT. Actavis Indonesia memiliki lebih dari 100 jenis produk yang terdiri atas antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, trankuilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT. Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan rektal tube. Produk-produk tersebut selain dipasarkan untuk pasar lokal, juga dipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia pasifik. 16

26 17 PT. Actavis Indonesia mempunyai sistem manajemen terintegrasi bersetifikat ISO 9001:2000, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001: Visi dan Misi Visi PT. Actavis Indonesia adalah menjadi perusahaan farmasi terdepan di Indonesia yang memproduksi dan menjual produk generik dengan kualitas internasional dan harga yang terjangkau. Misi PT. Actavis Indonesia adalah: a) Memaksimalkan bisnis dengan menerapkan kekuatan global untuk memenangkan pasar. b) Kualitas produk yang tinggi dengan memenuhi aturan standar lokal dan internasional serta sejalan dengan aturan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan. c) Menambah jumlah produk dan meluncurkan produk dengan cepat disertai dengan pelayanan penjualan dan marketing yang baik agar menjadikan pengalaman yang mengesankan bagi pelanggan. d) Selalu terinovasi untuk terus mengurangi biaya agar harga menjadi terjangkau tanpa mengorbankan kualitas dan pelayanan. 3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT. Actavis Indonesia mempunyai dua lokasi kantor yang terdiri dari kantor Pemasaran dan kantor Pusat. Kantor Pemasaran PT. Actavis Indonesia di Talavera Office Park lantai 7 dengan lokasi di Jalan Letjend TB. Simatupang Kav , Jakarta Selatan Sedangkan Kantor Pusat PT. Actavis Indonesia dengan lokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur Kantor Pusat ini yang berdiri diatas tanah seluas 19,279 m 2, termasuk pabrik yang ada di dalamnya. 40% dari luas area digunakan untuk area produksi, sisanya digunakan untuk fasilitas lainnya. Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu : a. Gedung produksi penicillin non steril (Beta Lactam Facility) b. Gedung produksi non penicillin dan liquid (Multi Product Facility) c. Gedung produksi semisolid/topikal (Topical Plant Facility)

27 18 d. Gudang raw material dan packaging material e. Gudang produk jadi f. Gedung engineering dan workshop g. Laboratorium QC dan laboratorium pengembangan produk (Product Development) h. Perkantoran (Bagian QA, personalia, dan keuangan) i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga) 3.4 Sarana Penunjang Terdapat beberapa sarana penunjang dalam PT Actavis Indonesia, saranasarana tersbut anatara lain: 1. Sumber energi PT. Actavis Indonesia menggunakan sumber listrik berasal dari PLN dangenerator pembangkit listrik cadangan yang digunakan apabila aliran listrikpadam. 2. Sumber air PT. Actavis Indonesia menggunakan dua sumber air yang kemudian diolahlebih lanjut, yaituair sumur bor dan air PAM. 3. Udara tekan (Compressed air) PT. Actavis Indonesia menggunakan udara tekan untuk penghematan listrik.kegunaan dari udara tekan antara lain, untuk mengoperasikan mesinmesinproduksi, membersihkan debu dan digunakan untuk mengalirkan udara keringke dalam kabinet mesin. 4. Air Handling Unit (AHU) AHU digunakan untuk mengatur udara di ruangan.pada masing-masingruang produksi mempunyai AHU yang terpisah, untuk mencegah terjadinyakontaminasi silang. 3.5 Produk dan Sertifikat GMP(Site Master File 11 th Edition. PT Actavis Indonesia, 2012) PT. Actavis Indonesia telah memperoleh sertifikat CPOB dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapat sertifikasi European GMP (PICS)

28 19 dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) untuk produk sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, likuid, dan semi solid, sehingga produk-produk Actavis Indonesia dapat dipasarkan di Eropa. PT. Actavis Indonesia telah memperoleh 17 sertifikat CPOB yang didapatkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia (23 November 2006), untuk produk antara lain : a) Fasilitas Multiproduk (Multiproduct Facility) non steril dan fasilitas topikal (Topical Plant Facility) terdiri dari sediaan topikal non antibiotik, tablet non antibiotik tidak bersalut, tablet non antibiotik bersalut, kapsul non antibiotik gelatin keras, salep/krim non antibiotik, larutan oral non antibiotik, tablet antibiotik tidak bersalut, tablet antibiotik bersalut, kapsul antibiotik gelatin keras, salep/krim antibiotik, larutan oral antibiotik, enema non antibiotik, dan suspensi kering antibiotik oral. b) Fasilitas Betalaktam (Betalactam Facility) terdiri dari tablet tidak bersalut, tablet salut, kapsul gelatin keras, dan suspensi kering oral. c) Sertifikat GMP untuk produk non steril (Kapsul dan tablet baik penisilin maupun non penisilin, likuid, dan semi solid) didapatkan dari European Authority (IGZ, MHRA, NOMA) berlaku selama 3 tahun sejak audit terakhir bulan oktober d) Sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority (2008). e) Sistem Manajemen Terintegrasi (Integrated Management System) f) ISO 9001:2000 yaitu mengenai sistem managemen mutu (Quality Management System). g) ISO 14001:2004 yaitu mengenai sistem managemen lingkungan (Enviromental Management System). h) OHSAS 18001:2007 yaitu mengenai sistem manajemen Keselamatan dan kesehatan (Occupational Health and Safety Management System). Produk PT. Actavis Indonesia dipasarkan melalui perusahaan distribusi atau distributor yang saat ini ditunjuk ada 4 perusahaan dengan skala nasional, yaitu: 1. PT. Anugrah Argon Medika (AAM)

29 20 2. PT. Mensa Bina Sukses (MBS) 3. PT. Sawah Besar Farma (SBF) 3.6 Struktur Organisasi PT. Actavis dipimpin oleh seorang Presiden direktur dengan dibantu oleh 4 orang direktur, yaitu: Direktur Keuangan & IT (Finance & IT Director), Direktur Operasional (Operation Director), Direktur Sumber Daya Manusia (Human Resource Director), dan Direktur Pemasaran dan Penjualan (Ethical and Oncology Sales and Marketing Director) serta dibantu oleh beberapa manager senior dari Penjualan OTC, Scientific Affairs (SCA), dan Penjualan Ekspor dan Bisnis Toll membentuk Management Committee (MC) atau manajemen puncak perusahaan. Operasional dan manufaktur dipimpin oleh seorang Direktur Operasional (Operation Director) yang membawahi 5 departemen, yaitu departemen Mutu (Quality Operation Department), Manajemen Bahan Baku (Material Management Department), Operasi (Departemen Produksi dan PPIC), Teknik (Departemen Engineering dan EHS), dan Pengembangan Produk (Product Development Department/PD). Masing-masing departemen tersebut dipimpin oleh seorang manager yang dibantu oleh beberapa supervisor Regional Sumber Daya Manusia (Human Resource Department/HRD) Departemen HRD mempunyai 4 bagian yaitu BagianKompensasi dan Keuntungan (compensation and benefit), Penerimaan dan Pelatihan yang menangani keluar masuknya karyawan dan kegiatan pelatihan sertaevaluasi masa percobaan untuk pengangkatan menjadi karyawan tetap, BagianPengembangan Sumber Daya Manusia dan Organisasi bertugas untukmengembangkan standar kompetensi para karyawan sesuai dengan kebutuhan,serta Bagian Pelayanan and Support yang berfungsi untuk memberikan servissesuai kebutuhan karyawan misalnya penyediaan kantin. Disamping itu terdapatpula Bagian Operasional yang berfungsi untuk mendukung 4 bagian tersebut danjuga berkaitan dengan hubungan perindustrian (industrial relationship) sepertiserikat karyawan.

30 Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management Department) Departemen Manajemen Bahan Baku mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam merencanakan produksi, mengendalikan persediaan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi, serta merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan kemas dari supplier. Departemen ini dipimpin oleh seorang manager. Ruang lingkup dari departemen ini yaitu Purchasing, Gudang (Warehouse) Purchasing Departemen ini bertanggung jawab terhadap penyediaan material-material yang diperlukan oleh PT. Actavis Indonesia, terutama bahan baku. Rencana pembelian dilakukan berdasarkan Material Requirement Plan (MRP) yang telah disusun oleh planner melalui program Mfg-Pro. Proses ini menghasilkan rencana produksi dan rencana pembelian dengan mempertimbangkan pada stok yang ada, buffer stock dan sales order. Bagian pembelian akan memesan barang pada pemasok sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan dicantumkan dalam pembuatan purchase order (PO). Bahan baku dan bahan kemas hanya dapat dibeli pada supplier yang telah disetujui oleh QA dan masuk kedalam daftar Approved Supplier List (ASL). Pemilihan terhadap pemasok dan supplier berdasarkan penilaian terhadap beberapa faktor, diantaranya kualitas bahan baku dan bahan kemas, harga yang kompetitif, sistem antar yang tepat waktu, pelayanan yang baik dan sistem pembayaran yang menguntungkan. Pembelian bahan baku dilakukan pada supplier yang tercantum i ASL dengan manufacturing yang sudah disetujui oleh PT. Actavis Gudang (Warehouse) Gudang merupakan tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang berupa bahan baku, bahan pengemas, yang digunakan untuk membantu kelancaran proses produksi dan obat jadi. Oleh karene aitu, perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik dengan stock secara administratif dan mutu tetap terjaga. Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh penanganan bahan awal. Untuk

31 22 menjaga keselamatan kerja di area gudang maka setiap orang yang memasuki area gudang harus menggunakan helm dan safety shoes yang sesuai, dan harus waspada terhadap lalu lintas di gudang terutama forklift yang sedang beroperasi (SOP Tata Cara Masuk Area Gudang). Gudang di PT. Actavis Indonesia terdiri tiga bagian yaitu: 1. Gudang penyimpanan bahan baku (raw material) dan bahan kemas (packaging material), 2. Gudang penyimpanan bahan aktif penisilin di gedung Beta Lactam Facility (BLF), dan 3. Gudang penyimpanan produk jadi (finished goods). Gudang ini berfungsi untuk menyimpan semua produk jadi yang dihasilkan oleh bagian produksi dan produk import serta sebagai tempat pendistribusian kepada supplier. Ruangan di gudang produk jadi terbagi menjadi 2 yaitu ruangan AC dan Non AC. Penyusunan barang di gudang produk jadi didasarkan kepada kondisi penyimpanan suhu produk. Produk jadi yang belum release atau pun produk yang sudah di release dari bagian QA setelah melalui berbagai pemeriksaan baik kimia maupun mikrobiologi disimpan dalam gudang finished good. Kegiatan pengecekan/stok opnam barang untuk gudang produk jadi dilakukan setiap 3 bulan sekali, sedangkan untuk gudang raw material dan packaging dilakukan setiap 1 tahun sekali dan untuk pengecekan dari luar (external) dilakukan setiap bulan desember untuk bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi. Material yang diterima oleh gudang terdiri dua jenis yaitu bahan baku dan bahan kemas dari supplier dan produk jadi (finish good) dari departemen produksi dan pihak Toll. Supplier bahan baku dan bahan kemas harus dipastikan sudah termasuk dalam ASL (Approved Supplier List). Setelah supplier dating, dilakukan pemeriksaan administratif dan pemeriksaan barang. Pemeriksaan administratif yang dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan yang dibawa dan pencocokkan delivery order (DO) yang dibawa oleh supplier dengan purchase order (PO) dari bagian purchasing yang tertera dengan yang terdapat pada sistem Mfg Pro, jika

32 23 terjadi perbedaan maka segera menanyakan ke bagian purchasing. Selain itu, bagian gudang juga wajib meminta Certificate of Analysis (CoA) untuk bahan baku dan bahan kemas primer. Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah barang yang dipesan, serta nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal daluarsa (expaired date). Setelah hasil pemeriksaan sesuai, petugas gudang akan menandatangani DO dan memasukkan data barang ke dalam sistem Mfg Pro dengan status QUARANTINE. Barang yang baru diterima di gudang akan diberi label QUARANTINE berwarna kuning dan disimpan di lokasi karantina. Setelah itu, petugas gudang akan membuat checklist penerimaan barang yang akan dikirim ke departemen Quality Control (QC) sebagai acuan untuk pemeriksaan. Kemudian, inspector raw material dari bagian QC akan melakukan pengambilan contoh (sampling) bahan baku dan bahan kemas untuk dilakukan pemeriksaan di QC. Setelah hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label APPROVED berwarna hijau dan diberi status ON HAND pada sistem Mfg Pro. Dengan demikian, bahan baku dan bahan kemas tersebut dapat digunakan untuk proses produksi. Jika hasil pemeriksaan dari QC tidak memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label REJECT berwarna merah dan barang tidak dapat digunakan untuk proses produksi. Barang yang berstatus REJECT akan dipisahkan untuk dikembalikan ke supplier. Kondisi penyimpanan barang di gudang disesuaikan dengan persyaratan penyimpanan masing-masing barang. Untuk printed packaging material disimpan dalam ruangan yang terkunci. Gudang bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi memiliki beberapa kondisi penyimpanan: 1. Kondisi AC Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25 C (15-25 C), digunakan untuk menyimpan bahan kemas primer dan bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut. 2. Kondisi non AC Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah C, digunakan untuk menyimpan bahan kemas sekunder dan tersier, serta bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut.

33 24 3. Lemari pendingin Lemari pendingin bersuhu di bawah 8-15 C, biasanya digunakan untuk menyimpan bahan baku vitamin. Untuk gudang produk jadi, hanya satu jenis produk jadi onkologi yang harus disimpan pada suhu di bawah 8 C, sedangkan produk jadi lainnya disimpan pada suhu kurang dari 25 C. 4. Lemari penyimpanan narkotik Bahan baku dan produk narkotik disimpan dalam lemari besi khusus penyimpanan narkotik dan terkunci 5. Gudang tahan api yang digunakan untuk meyimpan bahan-bahan yang mudah meledak dan terbakar. Rak penyimpanan di dalam gudang terdiri dari 10 level dimana pada gudang penyimpanan bahan baku dan bahan kemas, level 1-5 digunakan untuk menyimpan bahan baku dan di atas level 5 digunakan untuk menyimpan bahan kemas. Untuk peyimpanan produk jadi, produk-produk likuid disimpan di bagian bawah. Pemantauan suhu di gudang dilakukan selama 24 jam, dimonitor setiap hari pada pagi dan siang, dan data di ambil setiap seminggu sekali. Pemantauan suhu menggunakan logger yang berada di titik terpanas. Parameter keseseuaian suhu diukur berdasarkan MKT yaitu rata-rata suhu dalam satu minggu, dimana MKT harus di bawah 25 C (tergantung klasifikasi ruangan, untuk rerigerator maka MKT harus di bawah 15 C). Jika MKT di atas 25 C, maka dilakukan tindakan investigasi dan perbaikan untuk mengubah suhu ruangan menjadi 25 C kembali, jika perlu, dilakukan pemindahan penyimpanan produk sementara. Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan bahan kemas ke lokasi produksi dan distribusi produk jadi ke distributor untuk dipasarkan. Proses distribusi bahan baku dan bahan kemas yang akan digunakan untuk produksi dilakukan berdasarkan work order (WO) picklist yang dikeluarkan oleh bagian PPIC yang juga terhubung dengan sistem Mfg Pro. Picklist berisi jenis dan jumlah bahan baku dan bahan kemas yang yang harus disiapkan untuk proses produksi, yang telah disesuaikan dengan forecast marketing. Untuk bahan baku, setelah WO picklist keluar maka petugas gudang akan menyiapkan bahan baku yang diminta, selanjutnya akan diserahkan ke bagian

34 25 dispensing untuk ditimbang melaui pintu airlock IV. Penimbangan dilakukan oleh 1 orang petugas gudang dan 1 orang dari petugas produksi serta disaksikan oleh seorang supervisor dispensing dari pihak produksi. Sisa bahan baku akan dikembalikan lagi kedalam gudang melalui pintu airlock IV. Untuk bahan kemas, petugas gudang akan menyiapkan bahan sesuai dengan jumlah yang diminta dan mengantarkan ke bagian produksi yang meminta. Pada saat serah terima bahan baku maupun bahan kemas, dilakukan pengecekan ulang oleh bagian produksi terhadap jumlah bahan yang diterima, jika sesuai, picklist akan ditandatangani. Setelah itu, WO picklist dibawa kembali ke gudang untuk dilakukan component issue (pemotongan) pada sistem dengan tujuan agar jumlah barang yang ada di gudang dengan yang ada di sistem sama. Kemudian picklist tersebut akan diserahkan kembali ke bagian produksi yang bersangkutan untuk selanjutnya disimpan dalam job sheet/batch record sebagai dokumen. Setelah proses produksi selesai maka bagian produksi akan melakukan penerimaan work order (WO Receipt) ke lokasi GWIP untuk bulk dan penerimaan produk jadi untuk diperiksa oleh QC. Setelah selesai diproduksi, maka produk dapat dikirim ke gudang walau pun belum ada hasil analisa, kemudian barang diperiksa oleh petugas gudang yang meliputi pemeriksaan fisik, jumlah serta nomor batch dan setelah cocok maka barang akan diterima dan diletakkan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan dari produk tersebut. Pada saat penerimaan maka akan ada pencatatan pada log book mengenai produk obat yang diterima serta pemasukan data di mana WO Receipt dilakukan oleh produksi sebelum produk jadi dikirim ke gudang produk jadi. Proses penerimaannya dilakukan pada loading area yang telah disiapkan. Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan packing list yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Dalam hal ini distributor akan mengeluarkan order ke bagian marketing, kemudian marketing akan memasukkan data pesanan dari distributor (placement order) ke system Mfg Pro, seetelah itu akan dikeluarkan packing list-nya. Petugas gudang akan menyiapkan produk jadi yang diminta berdasarkan packing list dari bagian Finance. Setelah barang yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat panggilan ke distributor untuk mengambil barang. surat panggilan tersebut dibuat setelah menerima

35 26 packing list (paralel antara penyiapan produk jadi dan kirim surat panggilan). Kemudian, distributor datang dan tanda tanganbpada packing list (sebagai serah terima). Setelah itu, packing list akan dikembalikan ke bagian keuangan untuk melakukan pemotongan stok barang yang ada dalam sistem (shipment) dan mencetak invoice. Kemudian packing list dan invoice diserahkan ke distributor dan selanjutnya produk jadi dibawa oleh pihak distributor. Proses penyerahan barang ke distributor dilakukan di ruang transito dan dilakukan crosscheck kesesuaian barang PPIC (Product Planning and Inventory Control) PPIC berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara departemen produksi, pemasaran, pengadaan, finance, dan penyimpanan yang masing-masing berfungsi dalam proses penyediaan obat. Bagian ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan bagian penjualan dan pemasaran terpenuhioleh sistem prpoduksi yang meliputi jumlah, waktu, dan jenis produk yang tepat. Tugas dan tanggung jawab PPIC antara lain: a. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi. b. Mengatur rencana pembelian bahan baku, bahan kemas, dan stok obat jadi. c. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi. PPIC dibagi menjadi 2 bagian yaitu : Production Planning Control (PPC) Tugas PPC yaitu merencanakan dan mengendalikan jalannya proses produksi selama periode tertentu. Tahapan kerja dalam PPC adalah sebagai berikut: a) Merencanakan produksi. b) Membuat Work order untuk produksi c) Memonitor stok produk jadi (Finished Goods). d) Mengolah MO (Manufacturing Order) dari departemen Pemasaran/Ekspor. MO ini menjadi dasar untuk membuat jadwal proses produksi.s

36 Inventory Control & MRP System Tugas Inventory Control yaitu merencanakan dan mengendalikan pembelian bahan baku dan bahan kemas. Tahapan kerja dalam Inventory Control adalah sebagai berikut: a) Menetapkan rencana pembelian. Rencana pembelian dibuat berdasarkan rencana produksi (termasuk kapasitas mesin, man hours), stok bahan baku dan bahan kemas yang ada digudang, stock order, jumlah minimum order (berhubungan dengan kapasitas pemasok), dan waktu tunggu produksi (lead time production). b) Membuat rencana permintaan bahan baku (Material Requirement Planning/MRP), yang mencantumkan nama produk beserta semua bahan (bahan baku dan bahan kemas) serta jumlahnya. c) Memonitor stok bahan baku dan bahan kemas. d) Membuat POR (Purchase Order Requisition). POR ini adalah dasar untuk membeli bahan-bahan inventory (bahan baku, bahan kemas, palet untuk ekspor) maupun non inventory (helm, kertas, dll) yang berfungsi untuk menunjang proses produksi. e) Mengawasi POR sampai bahan baku dan bahan kemas masuk ke gudang dan saat berada dalam status QC. Alur tahapan PPIC adalah sebagai berikut. PPIC membuat rencana produksi (Production Planning) dengan melakukan MRP (Material Replenshment Planning) pada sistem MFG-Pro berdasarkan forecast dari bagian pejualan dan pemasaran. Melalui sistem MFG-Pro tersebut permintaan yang ada disesuaikan dengan data-data yang ada di sistem seperti persediaan bahan baku yang ada, work in rocess dan finished good yang tersedia. Dari rencana produksi tersebut kemudian diketahui material yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada Purchasing. Purchasing mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke pemasok (supplier). Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan memberikan konfirmasi kuantitas dan ETA ke Purchasing. Bila sudah dikonfirmasi, gudang (Warehouse) akan menerima material sesuai dengan

37 28 kuantitas dan jadwal pengiriman material. Kemudian gudang membuat bukti penerimaan barang. Sebelum barang masuk gudang, bagian QC melakukan pemeriksaan dan barang yang diperiksa dimasukkan ke daerah karantina (diberi label kuning) hingga dikeluarkan pernyataan released dari QA/QC (diberi label hijau). Barang yang ditolak diberi label Rejected (merah) dan dipindahkan ke lokasi reject di area terpisah. PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada Departemen Produksi beserta PIcklist yang ditujukan untuk gudang sebagai permintaan barang untuk kegiatan produksi. PT Actavis telah memiliki sistem ERP yang terintegrasi yaitu Mfg Pro. Komputer online MfgPro di seluruh bagian sehingga alur proses tersebut dapat dipantau oleh semua pihak terkait melalui komputer Departemen Produksi Departemen produksi dipimpin oleh seorang manager produksi yang bertanggungjawab terhadap seluruh proses produksi. Manager produksi dibantu oleh koordinator membawahi beberapa orang supervisor yang dibantu oleh administrator dan technical support. Bagian dispensing dipimpin oleh seorang supervisior yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penimbangan semua bahan baku yang dibutuhkan pada semua proses produksi kecuali bahan aktif penisilin. Kegiatan departemen produksi berdasarkan pesanan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PPIC. Jenis obat yang diproduksi meliputi produk ethical dan produk OTC. Departemen produksi berkaitan erat dengan departemen QA/QC untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat yang diproduksi. Kegiatan produksi di PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu produksi penisilin dan non penisilin. Bagian non penisilin memproduksi bentuk sediaan solid, semisolid (krim) dan likuid (sirup, suspensi), sedangkan bagian penisilin memproduksi sediaan solid (tablet, kaplet dan kapsul). Departemen produksi PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas, yaitu Fasilitas Betalaktam (Beta-Lactam Facility/BLF), Fasilitas Multiproduk (Multi Product Facility/MPF),danFasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF).

38 29 Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang dikeluarkan oleh bagian produk pengembangan dan produksi. Departemen ini akan bekerja sama dengan departemen lain dengan melakukan kegiatan validasi atau kualifikasi agar produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan CPOB yang tertuang dalam prosedur tetap atau SOP perusahaan. Terdapat dua jenis ruangan di PT. Actavis Indonesia berdasarkan tingkat kebersihannya, yaitu area abu-abu (grey area) dan area hitam (black area). Area abu-abu yaitu ruang tempat bahan obat/obat atau bahan pengemas primer (permukaan dalam) masih dalam keadaan terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputiruang penimbangan bahan bakunon steril,pengolahan, pengisian, pengemasan primer, dan pengambilan contoh bahan baku. Area hitam (black area) yaitu ruang tempat bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder dan daerah lain diluar ruang produksi misalnya gudang. PT Actavis tidak memiliki area putih (white area) karena tidak memproduksi produk steril.produksi produk steril dari PT. Actavis dilakukan di industri farmasi lain (Toll Out Manufacturing). Untuk memasuki area abu-abu harus mengenakan pakaian khusus (overall), sepatu khusus atau shoe cover, topi yang menutupi rambut atau head cover, dan masker. Untuk membatasi pertukaran udara antar ruang dan menjaga kestabilan tekanan udara, diperlukan suatu ruang antara (Buffer room / Airlock). Airlock adalah ruangan penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda. Dua pintu airlock harus dalam keadaan tertutup bila tidak sedang digunakan untuk lewat. Pada saat lewat, hanya satu pintu airlock yang dapat terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Berdasarkan fungsinya, airlock dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: a. Airlock I, disebut juga dengan bubble airlock, yang berfungsi menjaga tekanan udara positif didalam ruang pertama. b. Airlock II, disebut juga sink airlock, merupakan ruangan yang memiliki tekanan udara negatif terhadap dua sisi/ruang.

39 30 c. Airlock III, disebut juga case cutdown, merupakan ruangan yang memiliki tekanan udara positif terhadap ruang kedua. Dengan adanya ruang antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur udara antara area hitamdengan area abu-abu. Kegiatan departemen produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk pelaksanaan produksi. Departemen produksi melaksanakan produksi dibawah pengawasan QC (IPC). Produk ruahan yang dihasilkan dikirim ke ruang WIP (work in process) untuk pengemasan sekunder, yang selanjutnya dikirim ke gudang obat jadi untuk disalurkan ke distributor. Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Batch Record. Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap semua mesin yang dipakai dan diberi label bersih lengkap dengan nama pembersihnya dan tanggal pembersihan. Untuk memonitor kelancaran jalannya suatu proses produksi, PT. Actavis Indonesia memiliki beberapa orang terkualifikasi (Qualified Person) atau disebut juga Inspektor yang bertugas melakukan inspeksi di area produksi. Secara rinci tugas dan wewenang seorang inspektor antara lain : a. Melaksanakan inspeksi diseluruh area produksi b. Memeriksa kebenaran proses produksi c. Memeriksa kebenaran dan identitas produk obat d. Memeriksa logbook produksi e. Membuat laporan pemeriksaan identitas produk jadi f. Memeriksa kebersihan alat/mesin dan jalur produksi g. Membuat hasil/laporan inspeksi secara berkala h. Menghentikan proses produksi bila tidak sesuai dengan aturan dan mengakibatkan hal-hal yang fatal terhadap produk obat dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari QO supervisor / Head of QO. Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan. Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang

40 31 dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor batch dan tanggal dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan yang tidak semestinya. Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap fasilitas dilakukan secara rutin/terjadwal yaitu pembersihan harian, pembersihan mingguan, pembersihan antar batch, dan pembersihan antar produk. Status pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus didokumentasikan di dalam catatan batch. Pembersihan antar produk adalah berupa kegiatan sanitasi total dengan tujuan agar produk yang lain tidak terkontaminasi oleh produk sebelumnya. Selain itu, kegiatan pemantauan ruangan pada ruang produksi juga dilakukan seperti pemantauan tekanan dengan menggunakan alat Magnahelic, pemantauan suhu, pemantauan angka mikroba, dan partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh bagian mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang digunakan selama produksi. Dalam setiap proses produksi obat, terdapat laporan harian produksi yang merupakan laporan mengenai jenis produk, nomor batch, jumlah yang dihasilkan, jumlah karyawan yang mengerjakan, waktu pengerjaan dan keterangan lain yang terjadi selama proses produksi. Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi harus sesuai dengan yang ada di dalam catatan batch dan tercatat di dalam catatan batch. Produk ruahan maupun produk jadi yang dihasilkan selama proses produksi akan dilakukan pengambilan sampel oleh departemen QC. Pengambilan sampeldilakukan untuk diuji secara mikrobiologi dan uji kimia, serta untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi yang akan diedarkan dimasyarakat Fasilitas Multi Produk (Multi Product Facilities/MPF) Bagian MPF dikepalai oleh seorang koordinator produksi (production coordinator) dengan dibantu 4 orang supervisor. Bangunan sediaan padat pada fasilitas multiproduk bergabung dengan sediaan cair. Untuk menghindari adanya kontaminasi silang perlu dilakukan pengaturan tekanan antar ruang yang sesuai antar produk yang menghasilkan debu dan cair. Untuk produksi sediaan padat,

41 32 pengaturan tekanan ruangan diatur lebih rendah daripada koridor untuk mencegah debu keluar dari ruang produksi sehingga dapat mencegah kontaminasi silang. Sediaan cair dibuat sebaliknya, yaitu koridor dibuat lebih rendah daripada ruangan, karena prosesnya tidak menghasilkan debu yang banyak atau beresiko. Lantai satu memiliki bangunan beton berbentuk hurufu. Bangunan terdiri dari ruang untuk pencampuran, granulasi, pengempaan, pengisian kapsul, penyalutan, pengisian sediaan cair, dan area pengemasan untuk produk non steril-non penisilin. Ruangan tersebut dilengkapi dengan pendingin ruangan, listrik, penerangan, dan fasilitas pendeteksi api. Suatu proses produksi pada bagian fasilitas multiproduk dilakukan berdasarkan atas lembar kerja yang telah dibuat. Produksi sediaan solid non penisilin seperti kapsul dan tablet diawali dengan kegiatan penimbangan bahan baku oleh bagian dispensing. Bagian dispensing melakukan penimbangan berdasasrkanpicklist yang dikeluarkan oleh bagian perencana (planner). Setelah penimbangan selesai, bahan baku tersebut akan dibawa ke ruang produksi melalui airlock material menuju ruang penyimpanan Work In Process (WIP). Bahan yang telah diterima dari bagian dispensing oleh bagian produksi dilakukan penimbangan ulang di ruang WIP. Tersedia 3 mesin untuk proses granulasi, yaitu Fluid Bed Dryer/FBD (Huttlin 200-DJ), FBD Yong Sheuan dan TK Fielder.FBD Yong Sheuan adalah mesin granulasi yang memiliki volume paling kecil, diikuti oleh FBD Huttlin dantk Fielder digunakan untuk proses granulasi basah maupun kering dalam jumlah/volume besar, namun tidak dapat sampai proses pengeringan sehingga proses pengeringan dilakukan menggunakan oven atau FBD. Oven ini terdiri dari 2 rak, dimana granul yang akan dikeringkan diletakkan diatas wadah stainless steel yang inert, kemudian disusun didalam rak. Setelah proses granulasi selesai, dilakukan proses penambahan fase luar dan proses pencampuran terakhir, dilakukan menggunakan mesin IBCBlender Servolift. Produk antara yang menunggu proses pencetakan disimpan dalam ruang WIP. Dalam proses produksi dilakukan kegiatan pengawasan dalam proses (In Process Control, IPC). Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk produk antara (granul siap cetak) hanya kelembaban dan berat hasil granulasi.pengujian laju alir,

42 33 keseragaman kandungan, dan distribusi ukuran partikel tidak dilakukan karena semua proses produksi yang dilakukan sudah tervalidasi. Granul yang sudah siap untuk dicetak dimasukkan kedalam ruang pencetakan. Mesin yang digunakan untuk pencetakan tablet yaitu mesin Jenn Chiang DSH 39B, Killian RTS, Sejong MRC-31Sdan Manesty BB4. Untuk mesin pengisian kapsul terdapat dua mesin yaitu Sejong SF-100N dan Sejong SP-100.Hasil dari IPC didokumentasikan kedalam lembar kerja/mppcr untuk tiap produk. Selanjutnya, sampel produk ruahan dari tablet atau kapsul dikirim ke QC untuk dilakukan pemeriksaan terhadap spesifikasi setiap sediaan. Tablet dan kapsul yang sudah jadi selanjutnya siap untuk dikemas Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility / BLF) Bagian BLF dipimpin oleh 1 orang koordinator produksi (production coordinator) dan 2 orang supervisor yang bertanggung jawab pada seluruh proses produksi sediaan betalaktam. Produksi sediaan betalaktam dilakukan pada bangunan yang terpisah dengan bangunan produksi lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Bangunan pada betalaktam mempunyai ruang gudang, ruang timbang, kantin, kemasan (packaging), laboratorium, dan toilet yang hanya khusus digunakan oleh para karyawan yang bekerja pada fasilitas betalaktam. Bangunan ini memiliki sistem pembuangan limbah, sistem HVAC, dan sistem pengairan yang terpisah dengan bangunan lain. Bangunan terdiri dari 2 lantai dimana lantai 1 terdiri dari gudang, laboratorium, kantin, dan area ganti, sedangkan lantai 2 terdiri dari area produksi hingga pengemasan sekunder dan ruang supervisor. Area produksi dibagi menjadi 2, yaitu area hitam dan area abuabu. Area hitam terdiri dari gudang, area pengemasan sekunder, laboratorium, kantin, dan area ganti baju. Area abu-abu terdiri dari area pengemasan primer, area pencampuran (dispensing room), area granulasi, area pembuatan tablet, area pengisian kapsul, area penyimpanan produk ruahan sementara sebelum dikemas work in place (WIP room), dan ruang pengawasan selama proses in process control (IPC). Area produksi betalaktam dilengkapi dengan 3 ruang penyangga, dimana ruang penyangga personil dan ruang penyangga bahan

43 34 letaknyaterpisah.selain itu, fasilitas betalaktam juga dilengkapi dengan pintu darurat dan penanganan limbah tersendiri. Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian betalaktam ini adalah tablet dan kapsul. Pada produksi sediaan solid di fasilitas beta laktam, pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Proses penyiapan alat, pembersihan mesin, penimbangan, dan produksi yang dilakukan pada bagian ini pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan TPF), perbedaanya adalah sistem air lock. Pencegahan kontaminasi juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan, dimana setiap karyawan yang akan meninggalkan bangunan tersebut diharuskan mandi terlebih dahulu sebelum keluar dari fasilitas betalaktam. Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi betalaktam juga dilakukan secara terpisah dari limbah sisa produksi lainnya. Dilakukan terlebih dahulu destruksi limbah betalaktam, dimana sampah direndam menggunakan NaOH 2% (ph 10), baik bagian luar ataupun dalamnya Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility / TPF) Bagian TPF dikepalai oleh seorang supervisor dengan dibantu seorang group leader guna mengkoordinasikan proses produksi. Area TPF dibagi menjadi 2 yaitu area hitam dan abu-abu. Area hitam terdiri dari ruang airlock personal (ruang ganti sepatu untuk area hitam, baju seragam lengkap dengan tutup kepala), toilet dan tempat cuci tangan, area pengemasan sekunder, dan airlock untuk produk jadi. Area abu-abu terdiri dari ruang-ruang penyangga personal (ruang ganti sepatu area abu-abu dan lengkap dengan masker dan tutup kepala), area pencampuran, area pengisian, WIP, ruang penyangga bahan, dan area wadah penyimpanan. Suhu di area abu-abu adalah 15 C-25 C;RH 75%. Ruang pengemasan termasuk didalam area hitam. Tahapan produksi sediaan topikal dimulai dengan penyiapan fase minyak dan fase air dalam tangki pencampur yang bernama Lexa Mix berkapasitas 300 liter. Fase minyak dipanaskan dalam suatu tangki hingga melebur dan fase airnya disiapkan pada tangki yang terpisah. Setelah fase minyak melebur, dilakukan pencampuran ke dalam tangki pencampur dengan cara divakum. Agar suhu

44 35 didalam tangki tetap stabil pada kisaran C, pada bagian luar tangki (jaket) dialiri air panas. Pencampuran bahan aktif ke dalam campuran fase minyak dan fase air bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara dicampur langsung ataupun didispersikan ke dalam fase krimnya. Setelah proses pencampuran selesai dilakukan, tahap selanjutnya yaitu proses pendinginan. Pada proses pendinginan, suhu didalam tangki pencampuran diatur hingga 35 0 C dan untuk membantu proses tersebut dialirkan air dingin dengan bantuan Chiller kedalam jaket tangki. Selain itu, proses pendinginan dilakukan menggunakan vakum dengan tujuan untuk memecahkan busa yang terbentuk pada saat proses pencampuran. Adanya busa tersebut akan mengganggu proses selanjutnya yaitu proses pengisian. Setelah massa krim sudah dingin, krim dikeluarkan dari tangki pencampuran dengan cara divakum lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan dalam drum. Kemudian bulk tersebut disimpan dalam gudang WIP dan diberi label ungu. Penyimpanan dalam ruang WIP bertujuan untuk menunggu sampai massa krim membeku maka krim dipindahkan ke dalam mesin pengisian untuk proses pengisian ke dalam tube. Pada proses pengemasan TPF, dilakukan pengisian produk ke dalam tube. Hal-hal yang diperhatikan adalah berat krim per tube, penampilan sediaan, serta pemeriksaan kebocoran tube. Untuk pemeriksaan berat pengisian per tube, setiap 15 menit sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui kinerja mesin dan ketepatan pengisian. Proses pengemasan terdiri dari dua tahap, yaitu pengemasan primer dan sekunder. Pada pengemasan primer dilakukan pemeriksaan pada lipatan/scarp pada bagian belakang tube, sedangkan pada pengemasan sekunder dilakukan pemeriksaan pada cetakan nomor batch, label, serta tanggal kadaluarsa. Proses pengemasan antara kemas primer dan sekunder dilakukan secara in line. Sebelum kemas sekunder digunakan, dilakukan pencetakan nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Setiap tahapan pada proses produksi harus didokumentasikan ke dalam kertas kerja Departeman Mutu (Quality Operation Department)

45 36 Mutu atau kualitas suatu produk harus diciptakan sejak awal mulai dari bahan baku, proses pembuatan, peralatan, bangunan, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. Oleh sebab itu, departemen mutu bertanggung jawab terhadap jaminan kualitas produk yang dihasilkan. Departemen mutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) Departemen QA PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian GMP compliance, validasi, dan release yang masing-masing dikepalai oleh seorang supervisor. Fungsi dan tanggung jawab departemen ini yaitu menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor tetap terjamin. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan. Departemen ini langsung dipimpin oleh kepala bagian QO (Head of Quality Operations). Tujuan Departemen QA antara lain untuk menjamin bahwa sistem kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi), dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas, sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Departemen QA memiliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk menyusun Kebijakan Mutu (Quality Policy) perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat telah melaksanakan kebijakan tersebut. Departemen QA juga bertanggung jawab dalam pengembangan dan pemeliharaan sistem penjaminan mutu yang mana termasuk di dalamnya antara lain dijabarkan melalui bagan berikut : QA GMP Validasi Release Complience SOP Validasi Non

46 37 Gambar 3.1. Ruang lingkup tugas dan tanggung jawab departemen QA Dari bagan di atas, dapat dijabarkan mengenai ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Departemen QA, antara lain sebagai berikut : a. Penanganan dan Pengaturan Sistem dokumentasi & GMP Complience Tugas QA salah satunya adalah menangani dokumen yang berlaku, dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, dan penanganan dokumen yang sudah tidak berlaku, dan termasuk juga didalamnya penanganan dokumen registrasi (Priyambodo, 2007). Sistem dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi antara lain (Priyambodo, 2007): 1) Prosedur Tetap (Standard Operating Prosedure/SOP) 2) Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi) 3) Catatan pengolahan Batch/Catatan pengemasan Batch (Batch Record) 4) Identifikasi (kode penomoran protap, peralatan, batch) 5) Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina, rejected)

47 38 6) Protokol dan laporan validasi 7) Dokumen registrasi 8) Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi, 9) Dokumen Change Control, yaitu dokumen berisi perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi status tervalidasi dari fasilitas, sistem, mesin, atau proses, dan lain-lain. Tujuan perlunya penanganan dan pengaturan dokumentasi ini adalah berguna jika terjadi masalah sehingga mudah ditelusuri dengan membuat standar bahan baku, produk jadi, prosedur kerja, mesin dan lain-lain (Priyambodo, 2007). Adapun bagian compliance mempunyai tugas dan tanggung jawab yaitu perencanaan, implementasi, peninjauan dan tindak lanjut, pengembangan, komunikasi, dan pelaporan. Tugas dan tanggung jawab tersebut pelaksanaanya berkesinambungan dan saling terkait satu dengan yang lainnya, misalnya pada pembuatan prosedur seperti SOP. Secara teknis SOP melalui proses perencanaan sebelum dibuat, kemudian setelah dibuat, SOP perlu dimplementasikan pada kegiatan sehari-hari secara kontinyu. Pelaksanaan yang kontinyu perlu dilakukan peninjauan untuk memantau apakah prosedur telah dilakukan dengan benar atau tidak. Jika ada penyimpangan maka perlu dilakukan koreksi dan evaluasi serta tindak lanjut untuk menangani penyimpangan tersebut. Selain itu perlu dilakukan pengembangan untuk menggali lebih dalam mengenai kajian terhadap penyelesaian masalah seperti investigasi atau analisa secara detail hingga ditemukan akar masalah dan solusinya. Selanjutnya segala aspek yang menyangkut pembaharuan info dan perubahan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait agar diketahui, dipahami dan diterapakan. Segala hal yang telah dilakukan kemudian didokumentasikan sebagai arsip perusahaan dan diberikan identifikasi agar memudahkan penelusuran jika diperlukan. b. Menyusun dan Mengendalikan Prosedur Tetap (Standard Operation Procedure/SOP) Menurut GMP dari WHO, Prosedur Tetap (Protap) atau dikenal juga sebagai Standard Operation Procedure (SOP) adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang (Head of Quality Operations) dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak hanya berkaitan dengan suatu

48 39 produk atau bahan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan, pembersihan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pengambilan contoh, dan inspeksi diri (Priyambodo, 2007). Pembuatan SOP bertujuan untuk memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS, memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku, dan membantu melatih petugas/karyawan baru. SOP terbagi menjadi dua dalam pembuatannya, yaitu SOP baru dan revisi. Pada dasarnya, tiap protap atau SOP dibuat oleh departemen bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan departemen QA dan departemen lain yang berhubungan. Departemen QA bertanggung jawab mengkoordinir penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Pembuatan SOP dibuat dalam bentuk draft terlebih dahulu yang diajukan pada departemen QA untuk direview dan disesuaikan dengan kebijakan perusahaan dan aturan yang ditetapkan oleh Authority. Setelah pengajuan SOP disetujui, maka SOP tersebut ditandatangi, diprint pada lembar kertas salem, dan diberikan pada departemen yang mengajukan SOP yang bertanggungjawab terhadap pelatihan SOP baru. Bila SOP sudah diefektifkan, maka akan didistribusikan kepada departemendepartemen yang terkait menggunakan lembar ditribusi, kemudian SOP yang lama akan ditarik dan digantikan dengan SOP versi terbaru. c. Penanganan Personil (Training) Training merupakan suatu aktifitas atau kegiatan pelatihan untuk membentuk, meningkatkan dan atau memelihara pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja karyawan untuk memenuhi kualifikasi, spesifikasi dan kompetensi bidang kerja serta nilai-nilai perusahaan serta kepedulian terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan. Departemen QA bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyeleggaraan pelatihan karyawan bidang operasional (Manufacturing). Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk kedaerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu

49 40 yang sesuai dengan tugasnya dan prinsip CPOB, termasuk juga personil teknis, pemeliharaan, dan pembersihan. Pelatihan tersebut diberikan pada seluruh karyawan PT. Actavis Indonesia, baik karyawan baru, karyawan lama, karyawan yang dipromosikan, dan karyawan kontrak pada setiap level di Divisi Manufacturing PT. Actavis Indonesia (SOP Pelatihan Karyawan, 2009). Sejalan dengan hal tersebut, standar Environtmental Health and Safety (EHS) juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang EHS. Secara garis besar, pelatihan yang dilakukan meliputi pelatihan c-gmp dan pelatihan kontrol dan manufaktur. Pelatihan yang berkaitan dengan c-gmp antara lain: persyaratan kebersihan personil untuk bekerja di area produksi, bangunan dan fasilitas, sanitasi, dokumentasi, kualifikasi dan validasi, kalibrasi, dan semua aspek yang mengacu pada standar GMP atau Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Topik atau tema pelatihan dibuat berdasarkan hasil evaluasi, kemudian efektifitas pelatihan tersebut diukur melalui kuis dan inspeksi diri. Pada evaluasi efektifitas training, atasan umumnya menggunakan Training Effectiveness Evaluation Form (TEF). Form kemudian ditandatangani karyawan yang bersangkutan dan atasannya dan kemudian dikirimkan ke HRD bersama dengan fotokopi sertifikat training. Semua kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan departemen bersangkutan dalam waktu 6 tahun. Selain itu, fotokopi bahan training external diserahkan kepada HRD sebagai bahan referensi dan disimpan selama 1 tahun (SOP Pelatihan Karyawan, 2011). d. Tinjauan Kualitas Produk (Product Quality Review/PQR) Tinjauan Kualitas Produk merupakan suatu evaluasi yang umumnya dilakukan secara berkala atau periodik. Proses tersebut menilai kualitas setiap produk yang bertujuan untuk menentukan kebutuhan perubahan spesifikasi produk atau proses pembuatan atau prosedur kontrol. Pengkajian dan hasilnya akan disusun dalam sebuah laporan dari template yang telah disetujui. Data yang diperlukan oleh bagian QA meliputi data bahan baku dan bahan kemas yang digunakan dalam produksi, hasil investigasi dan batch yang ditolak, data deviasi, OOS (Out of Spesification), keluhan (Complaint), usulan perubahan (change control), penarikan kembali produk (Recall) dan ditolak (Reject), data hasil

50 41 analisis dan stabilitas dari bagian QC, sedangkan data dari bagian produksi adalah data IPC dan validasi proses. Data-data diatas akan diolah dan disimpulkan oleh QA yang nantinya digunakan untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan telah memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, dimana tidak diperlukan adanya tindakan perbaikan seperti perubahan baik itu dari spesifikasi, metode analisis maupun dalam proses pembuatan atau yang mengarah kepada revalidasi. Tinjauan produk tahunan meliputi semua produk termasuk produk impor dan toll-in. Dokumen yang berhubungan dengan tinjauan produk tahunan akan disimpan oleh QA selama 6 tahun. e. Validasi Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, produksi, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi pada PT. Actavis Indonesia dilakukan sesuai dengan tahapan sebagai berikut, tahap pertama yaitu membuat Validaton Master Plan atau disebut juga dengan Rencana Induk Validasi (RIV). RIV tersebut direvisi setiap 3 tahun atau dapat direvisi kurang dari 3 tahun bila dianggap perlu. Validaton Master Plan merupakan dokumen yang terstruktur dan detail mengenai informasi bagaimana kegiatan validasi dilaksanakan, termasuk didalamnya adalah status validasi dari fasilitas, utilitas, mesin, proses, metoda analisa, sistem komputer, dan metode pembersihan. Selanjutnya yaitu pembuatan Validation Project Plan (VPP) untuk masing-masing fasilitas produksi yang terdapat di PT. Actavis Indonesia (MPF, BLF, dan TPF). VPP berisi rencana aktivitas validasi secara spesifik berdasarkan proyek validasi fasilitas/utilitas, mesin/alat, metoda pembersihan, sistem komputer, maupun proses. VPP direvisi setiap 3 tahun atau dapat direvisi kurang dari 3 tahun bila dianggap perlu. Lampiran VPP disetujui secara terpisah dan diupdate setiap 6 bulan. Langkah selanjutnya yaitu pembuatan Validation Plan (VP). Masing-masing kegiatan validasi dibuat validation plan sebagai panduan pelaksanaan kegiatan validasi dan merupakan dasar pembuatan protocol validasi..

51 42 Untuk semua prosedur produksi dan analisis serta sistem penunjang harus divalidasi pada tahap-tahap yang kritis untuk membuktikan bahwa semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Beberapa jenis validasi yang dilakukan oleh bagian Quality Assurance PT. Actavis Indonesia, yaitu : 1) Validasi Fasilitas, meliputi fasilitas dan sistem penunjang (facility dan utility), dengan melakukan pengecekan kelayakan dari bangunan dan sistem pendukung seperti purified water,compresed air, HVAC, dll. 2) Validasi alat, yang meliputi alat atau mesin baru, alat atau mesin yang belum pernah terkualifikasi serta alat atau mesin lama yang telah mengalami modifikasi sehingga mempengaruhi output atau produk yang dihasilkan. Validasi terhadap alat disebut juga dengan kualifikasi. Kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi rancangan (Design Qualification) yang bertujuan untuk memastikan bahwa spesifikasi desain dari suatu sitem (seperti dimensi mesin, spesifikasi produk, dan sebagainya) sesuai dengan User Requirement Spesification (URS) dan sesuai dengan GMP, kualifikasi instalasi (Installation Qualification) yang bertujuan memastikan semua komponen mesin atau peralatan telah terpasang dengan baik, kualifikasi operasional (Operational Qualification) untuk memastikan bahwa fungsifungsi komponen pada alat atau sistem dapat beroperasi dengan baik, dan kualifikasi kinerja (Performance Qualification) untuk memastikan bahwa mesin atau sistem dapat menghasilkan output yang sesuai dengan yang diharapkan. Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat atau mesin yang baru, tetapi juga dilakukan kualifikasi ulang terhadap mesin yang telah terinstal apabila pada mesin tersebut ada perubahan baik berupa modifikasi maupun perubahan lokasi dimana dengan adanya peubahan tersebut besar kemungkinan dapat mempengaruhi output atau produk yang dihasilkan. 3) Validasi proses, yang memerlukan validasi proses yaitu produk baru, alat/mesin baru, perubahan alat atau mesin yang digunakan pada proses kritis, perubahan proses produksi, perubahan pemasok bahan baku terutama bahan aktif, dan perubahan ukuran bets lebih dari 10%.

52 43 4) Validasi pembersihan (Cleaning Validation), dilakukan pada semua prosedur pembersihan alat atau mesin yang kontak dengan produk. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa prosedur pembersihan tersebut terbukti tepat dan efektif untuk mencegah kontaminasi silang (cross contamination), serta membuktikan bahwa mesin yang telah disanitasi bebas dari kontaminasi mikroba. Sebelum melakukan kegiatan validasi, QA akan membuat protokol validasi yang selanjutnya akan direview dan disetujui oleh semua departemen terkait dan Head of Quality Operations. Setelah protokol validasi disetujui, kegiatan validasi tersebut baru dapat dilaksanakan. Setelah kegiatan validasi selesai, QA akan membuat laporan validasi. Protokol dan laporan validasi atau kualifikasi setelah disetujui selanjutnya didistribusikan ke departemen terkait dengan menggunakan lembar distribusi, sedangkan protokol dan laporan validasi atau kualifikasi yang asli disimpan di QA selama minimum 11 tahun setelah suatu sistem, mesin, atau proses sudah tidak digunakan. Hardcopy dari dokumen validasi disimpan oleh QA. f. Pengendalian terhadap Perubahan (Change Control) Perubahan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang terjadi pada proses pembuatan atau pemeriksaan produk yang telah diproduksi, yang dapat meliputi tata cara pembuatan obat termasuk bahan bakunya, protap, perubahan terhadap sistem pendukung (seperti mesin, ruang, tata udara, dan sebagainya), perubahan referensi, serta mencakup juga bila terjadi perubahan pemasok (supplier) baik untuk bahan baku maupun bahan pengemas. Tujuannya adalah menganalisa dampak dari perubahan yang dilakukan terhadap kualitas obat baik secara langsung maupun tidak langsung, mempersiapkan dan mengkoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan guna melaksanakan perubahan, serta mendokumentasikan semua perubahan pada suatu sistem yang memungkinkan untuk dilakukan penelusuran kembali (SOP Change Control, 2010). Perubahan yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis (SOP Change Control, 2010) :

53 44 1) Perubahan Mayor : yaitu perubahan yang berpotensi besar memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap identitas, dosis, kualitas, atau potensi dari suatu produk. 2) Perubahan Minor : yaitu perubahan yang berpotensi kecil memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap identitas, dosis, kualitas, atau potensi dari suatu produk. Perubahan-perubahan dari masing-masing produk tersebut harus dicantumkan, dijelaskan, dan didokumentasikan ke dalam Change Control. Change Control merupakan suatu sistem yang menangani semua perubahan yang direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan, prosedur atau proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status validasi dari sistem, alat, proses maupun produk. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa sistem tetap dalam keadaan tervalidasi (SOP Change Control, 2010). Change issuer mengajukan perubahan dengan mengisi lembar kontrol perubahan kemudian meminta persetujuan departemen terkait. Lembar kontrol perubahan selanjutnya diserahkan ke QA untuk direview dan disebarkan ke dapartemen lain untuk mendapatkan masukan dan peninjauan lebih dalam mengenai pengaruh yang mungkin terjadi. Jika perlu, diadakan rapat untuk menentukan risk assessment dan dilakukan penilaian resiko yang mungkin terjadi, perlu atau tidaknya dilakukan validasi. Setelah ditinjau oleh departemen lain dan ditanda tangani, change control dikembalikan ke QA untuk disetujui oleh Head of Qualification Operational kemudian dilaporkan ke SCA untuk dilakukan penilaian resiko terhadap registrasi produk yang berkaitan dengan usulan perubahan yang diajukan. Change Control yang telah diajukan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh bagian SCA dengan prosedur sebagai berikut (SOP Change Control, 2010) : 1) SCA menerima dokumen Change Control dari QA yang menyatakan bahwa telah ada perubahan yang berkaitan dengan produk tertentu. 2) SCA memeriksa Change Control dan melakukan assesment perlu atau tidak dilaporkan ke BPOM. 3) Jika diputuskan bahwa perubahan tersebut perlu dilaporkan, dokumen lengkap registrasi untuk variasi disiapkan sesuai Change Control yang disetujui QA.

54 45 4) Bila ada kekurangan dokumen yang dibutuhkan untuk registrasi variasi, maka Regulatory Supervisor akan menginformasikan ke QA. Setelah dari SCA, change control kembali ke Head of Qualification untuk direview dan memperoleh keputusan terakhir mengenai hasil perubahan, jika sudah diputuskan, informasi mengenai perubahan selanjutnya disebarkan ke departemen terkait untuk diimplementasikan. g. Audit Internal dan Eksternal Dalam kegiatan audit ini, QA dapat berperan sebagai auditor (yang mengaudit) dan sebagai pihak yang diaudit. Kegiatan audit dikoordinasikan oleh bagian QA selanjutnya akan ditunjuk tim yang berfungsi sebagai auditor yaitu untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi diri (self inspection) dan audit pemasok (vendor audit). 1) Inspeksi Diri (Self Inspection) Inspeksi diri adalah peninjauan kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan inspeksi diri ini adalah sebagai penilaian terhadap implementasi seluruh aspek di perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB, Actavis Corporate Manual dan persyaratan registrasi lainnya. Inspeksi diri dilakukan oleh tim auditor yang telah ditunjuk, terdiri dari manager QA, direktur manufaktur, supervisor GMP compliance, dan beberapa manager yang terkait. Manager QA selaku koordinator audit bertugas memastikan bahwa inspeksi diri telah dilaksanakan dengan benar sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan inspeksi diri di lapangan. GMP compliance bertugas memberikan pelatihan SOP kepada seluruh pihak yang terkait, menyusun dan mengirimkan jadwal inspeksi diri tahunan kepada pihak terkait, melaksanakan inspeksi diri di lapangan, membuat laporan hasil inspeksi diri, menindaklanjuti pelaksanaan tindakan perbaikan hasil inspeksi diri, dan membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan inspeksi diri. Auditor melaksanakan inspeksi diri di lapangan dan auditi (pihak yang sedang diaudit) memberi tanggapan terhadap laporan hasil inspeksi diri dan menindaklanjuti hasil inspeksi diri tersebut. Inspeksi diri dilakukan secara independent dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin (SOP Inspeksi diri, 2009).

55 46 Hal-hal yang akan diinspeksi meliputi aspek CPOB dalam hal karyawan, bangunan dan peralatan (termasuk fasilitas dan sistem penunjang), penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, pengawasan mutu dan dokumentasi. Area-area yang akan diinspeksi meliputi gudang (bahan baku dan bahan kemas, produk jadi, WIP, karantina dan produk tolak), semua area produksi, QC (lab kimia, mikrobiologi, ruang sampling, dan ruang bahan pertinggal), lab pengembangan produk, engineering (utilities, gudang dan bengkel), registrasi, HRD dan sarana penunjang lainnya seperti kantin dan limbah. Semua dokumen asli yang berhubungan dengan pelaksanaan inspeksi diri akan disimpan di QA yang dapat menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan sesudah itu dapat dimusnahkan. Inspeksi diri PT Actavis Indonesia dilakukan setiap tahun, dan jadwalnya disusun oleh QA. Minimal seminggu sebelum pelaksanaan, GMP Compliance akan memberitahukan kepada auditor dan auditi bahwa akan diadakan inspeksi diri. Pelaksanaan inspeksi diri harus dibatasi dengan waktu supaya berjalan efektif dan efisien. Khusus untuk departemen yang berhubungan langsung dengan CPOB, inspeksi dilakukan 2 kali, sebagai contoh produksi (BLF,MPF,TPF), engineeringutilities, gudang, perencanaan dan pembelian, QC, Pengembangan Produk (Product Development), dan QA.Sedangkan untuk departemen yang tidak berhubungan langsung dengan CPOB dilakukan 1 kali, sebagai contoh departemen IT (validasi sistem komputerisasi), Scientific affair, dan departemen personalia. Temuan saat inspeksi diri akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tindakan pengoreksian (corrective action) oleh pihak yang diaudit. Rekomendasi yang diberikan akan dimasukkan kedalam lembar tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA). CAPA akan diserahkan kepada orang yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tindakan perbaikan tersebut. CAPA dikembalikan ke QA akan ditindaklanjuti sesuai dengan jadwal yang ada. Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, laporan mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan dan saran tindakan perbaikan. 2) Audit Eksternal/Pemasok (Vendor Audit)

56 47 Audit eksternal dilakukan terhadap pihak ketiga yaitu pemasok (bahan baku/awal, bahan kemas,dan peralatan), distributor, dan toll out manufacturer. Audit dari pihak eksternal dilakukan oleh regulator dan inspeksi oleh pihak ketiga (toll in). Kualitas dari suatu produk farmasi sangat bergantung dari kualitas bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Oleh sebab itu, tujuan dilakukan audit pemasok yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap pemasok (pabrik pembuat dan penyalur bahan baku dan bahan kemas, distributor dan pihak ketiga) apakah pemasok memiliki sistem manajemen yang mampu menghasilkan atau mendistribusikan produk dengan mutu yang diinginkan. Hal-hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku, penanganan pesanan, dokumentasi, dan lain-lain. Pemasok yang diaudit adalah yang menghasilkan material berupa bahan aktif, bahan tambahan yang berpengaruh pada produk, bahan kemas primer, material dibeli dalam jumlah besar, lokasi terletak di Indonesia dan sampel material tersebut sudah dianalisa di lab QC dan dinyatakan lulus. Untuk sumber yang ada di luar negeri dan belum dilakukanaudit pemasok maka audit tersebut akan dipusatkan oleh Actavis Global. Pemasok yang telah memenuhi syarat akan dimasukkan ke daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier List/ASL) daftar ini akan memudahkan bagian Purchasing Department dalam memilih pemasok (SOP Approved Supplier, 2009). h. Penolakan dan Pelulusan Obat Jadi (SOP Pelulusan Produk Jadi, 2009) Sebelum dilakukan pelulusan produk jadi, dilakukan evaluasi catatan batch oleh beberapa personil yang mempunyai wewenang dalam melakukan proses tersebut yaitu release officer yang melakukan penelusuran terhadap catatan batch yang termasuk pemakaian bahan baku, label penimbangan, verifikasi perhitungan bahan baku, kondisi lingkungan produksi, tahap-tahap kritis verifikasi, keaslian dokumen, catatan pengujian laboratorium, catatan penyimpangan, contoh bahan pengemas primer dan sekunder, kebenaran nomor batch, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan harga eceran tertinggi (HET). Sebagai bukti bahwa telah dilakukan penelusuran, release officer akan

57 48 memberikan tanda tangan pada bagian penelusuran QO atau pada setiap halaman yang tidak ada kolom penelusuran QO dengan pulpen merah, hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa dokumen telah dicek ulang (double checker). Bila pada saat penelusuran catatan batch, release officer masih merasa ada kekurangan maka release officer meminta bagian produksi untuk memperbaiki atau melengkapi. Setelah evaluasi catatan batch, dilakukan verifikasi dan evaluasi terhadap produk jadi yaitu pemeriksaan identitas produk jadi, pemeriksaan kemasan produk (nomor batch, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan HET), pemeriksaan produk steril (pemeriksaan kejernihan larutan dan partikel, sterilitas produk (14 hari), endotoksin, dan pemeriksaan mikrobiologi setelah proses pengisian). Selanjutnya adalah pemberian status produk jadi. Pada tahap ini orang terkualifikasi melakukan penelusuran ulang pada catatan batch dan laporan analisa, memberi cap approved pada catatan batch jika batch diluluskan atau cap rejected bila batch ditolak, memberi status diluluskan/ditolak pada produk jadi pada sistem Mfg-Pro, dan mencetak label status lulus/tolak dari sistem Mfg-Pro. Setelah itu dilakukan penempelan label hijau atau label merah pada produk yang dilakukan oleh release officer. Label hijau ditempel pada kemasan yang terletak pada bagian depan setiap pallet produk masing-masing satu buah label per pallet, label merah ditempel pada setiap kemasan terluar dari produk. Penyimpanan catatan batch disimpan untuk menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama masa berlaku produk tersebut ditambah satu tahun kedepan. i. Penanganan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (Out of Spesification / OOS) Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi syarat, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara fisika, kimia, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal itu dikenal sebagai penyelidikan hasil diluar spesifikasi (OOS).

58 49 Menurut jenisnya ada 2 macam penyimpangan yaitu penyimpangan kecil (minor defect) yang tidak secara langsung mempengaruhi kualitas produk, misalnya kesalahan mencetak nomor batch dan tanggal daluarsa dan perekatan label kurang sempurna, dan penyimpangan besar (major defect) yaitu yang menyebabkan kegagalan batch karena secara langsung mempengaruhi kualitas produk misalnya kesalahan penggunaan bahan, kesalahan penimbangan, kesalahan pelaksanaan tahapan proses, tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan selama proses, misalnya keseragaman bobot, waktu hancur, warna, dan lain-lain. Penyebab OOS dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu, kesalahan laboratoriun (Lab. Error), kesalahan di luar proses (kesalahan operator, kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling) serta kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi. Apabila terjadi OOS pada saat analisis maka hal yang harus dilakukan adalah segera menyiapkan laporan tertulis mengenai insiden yang terjadi.tindakan lanjutan yang dapat diambil sesuai hasil pemeriksaan yang di dapat, antara lain: a). Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang sudah released. b). Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa atau analis yang berbeda. c). Membandingkan hasil pemeriksaan ulang dengan persyaratan test method dan farmakope. Bila masih ditemukan ketidaksesuaian (Non Conformance) maka dilakukan investigasi ke proses produksi tentang asal dan penyebab utamanya. Setelah penyebab utama ditemukan selanjutnya dilakukan tindak lanjut (follow up) dan tindakan pencegahan (preventive action) oleh QA. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu OOS dari kimia maupun mikrobiologi maka dibuat laporan terhadap kegagalan (Failure Investigation). j. Penanganan terhadap keluhan (Complaint)

59 50 Keluhan dibagi dua, yaitu menyangkut Efek Samping Obat (ESO), dan menyangkut Keluhan Teknis Kualitas Obat (KTKO). Ketika ada keluhan dari konsumen, bagian marketing akan menyeleksi keluhan tersebut apakah dapat diterima atau ditolak. Jika keluhan dapat diterima, maka akan dilihat jenis keluhannya, mengenai cacat fisik produk atau berhubungan dengan efek farnakologis pada pasien. Untuk keluhan yang berhubungan dengan medis maka pelaporan ditujukan ke Medical Affairs, sedangkan yang menyangkut pharmaceutical/ktki akan ditujukan ke departemen QA, dimana Manager QA sebagai deffect centre PT Actavis Indonesia. Oleh departemen terkait akan diinvestigasi dan dianalisa serta dibandingan dengan retained sample terhadap semua dokumentasi yang terkait untuk menemukan penyebab adanya keluhan guna adanya perbaikan. Penanganan terhadap keluhan atas produk bertujuan supaya setiap keluhan yang disampaikan oleh pelanggan dengan cepat dan segera dapat ditanggapi. Jawaban atas keluhan diberikan maksimal selama 1 bulan (30 hari) setelah keluhan disampaikan kepada PT. Acatavis Indonesia. Untuk produk yang dibuat oleh pihak ketiga (toll out) maka formulir keluhan tersebut akan dikirimkan oleh QA ke pihak ketiga untuk dilakukan investigasi. k. Penarikan kembali obat jadi (Recall) Penarikan produk (recall) dapat bersumber dari adanya keluhan konsumen, dari pihak produsen berkaitan dengan stabilitas serta adanya sampling dari BPOM. Penarikan kembali obat jadi yang telah beredar di pasar diperlukan jika ternyata ditemukan cacat kualitas ataupun efek samping yang dapat merugikan konsumen. Penanganan penarikan kembali obat jadi harus dikordinasikan secara teliti dan dipantau efektifitasnya. Sebelum melakukan pertimbangan penarikan kembali ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan seperti evaluasi contoh pertinggal, data tes stabilitas, informasi dari bagian pemasaran, apotik maupun pemakai, atau adanya perintah dari pemerintah (Badan POM), komite penarikan kembali obat jadi terdiri dari direktur manufaktur, manager penjualan nasional (National Sales Manager). Proses penarikan kembali obat jadi dilakukan oleh suatu komite dalam suatu pertemuan komite, dan segera diinformasikan pada presiden direktur.

60 51 Setelah ada keputusan maka QA akan membuat memo kepada bagian marketing untuk pelaksanaannya disertai dengan laporan distribusi produk yang bersangkutan dan kepada bagian gudang agar bagian gudang obat jadi mengetahui dan mempersiapkan penerimaan kembalinya produk. Pemasaran akan memberitahukan kepada distributor melalui telepon, telefax dan atau surat untuk membekukan dan menarik kembali obat yang bersangkutan. Dalam batas maksimum 1 minggu distributor harus segera melaporkan distribusi dari batch yang bersangkutan ke bagian yang pemasaran yang selanjutnya meneruskan ke bagian QA. Distributor pusat dan distributor cabang dalam waktu maksimum 1 bulan untuk memberikan laporan sisa produk yang masih ada baik di gudang distributor maupun pelanggan kepada bagian marketing melalui manager komersial. Bagian pemasaran melalui manager penjualan nasional bertanggung jawab dalam hal pemantauan terhadap penarikan kembali obat dari distributor. Apabila diperlukan pelaporan kepada Badan POM, maka apoteker penanggung jawab akan memberikan laporan yang diperlukan. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan recal, dilakukan simulasi, sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai waktu dan kesesuaian jumlah produk yang telah beredar an produk yang berhasil di tarik kembali. l. Technical Agreement Merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail kualitas dan kesesuaian (Compliance) serta tanggungjawab setiap bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk. Kontrak tertulis ini dilakukan terhadap produk toll. Untuk bekerja sama dalam pembuatan obat berdasarkan kontrak, ada pihak pemberi kontrak (Toll Out Manufacturer) dan penerima kontrak (Toll In Manufacturer) (SOP Toll Manufacturing & Analysis, 2009). Pemberi kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang menerima servis atau memproduksi dan atau analisis produk toll. Penerima kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang menyediakan servis atau produknya diproduksi dan atau dianalisa di penerima kontrak toll. Kontrak antar perusahaan tersebut tertuang dalam Toll Manufacturing Agreement, yang menggambarkan secara lengkap mengenai hak dan kewajiban pemberi dan penerima kontrak terhadap penyediaan atau pembebanan produk jadi,

61 52 bahan pembantu, maupun bahan aktif (SOP Toll Manufacturing Business, 2009). Di samping Toll Manufacturing Agreement, tercakup dalam Technical Agreement yang merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail mengenai quality dan compliance serta tanggung jawab setiap bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk Departemen Pengawasan Mutu Departemen ini bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi; memberikan pelatihan yang berhubungan dengan QC; merencanakan pembelian peralatan QC serta melakukan perawatan dan kalibrasi peralatan QC yang telah ada; menyusun merevisi serta melahirkan protap di QC; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan, serta melakukan pengujian stabilitas produk yang telah maupun akan beredar di masyarakat. Departemen QC terdiri dari 3 laboratorium, yaitu laboratorium kimia (General Chemical Laboratorium), laboratorium beta lactam (BLF Chemical Laboratory), dan laboratorium mikrobiologi (Microbiology Laboratory). Departemen QC dipimpin oleh seorang Manajer Pengawasan Mutu (QC Manager) dan membawahi seorang Manajer Laboratorium (Laboratory Manager); Supervisor Spesifikasi dan Metode Analisa (Spesification & Analytical Method Supervisor); Supervisor Program Stabilitas dan Analisa Tren (Stability Program and Trend Analysis Supervisor); dan Supervisor Inspeksi Sampling Bahan Baku dan Bahan Kemas (Sampling Raw Material & Packaging Material Inspection Supervisor). Untuk manager laboratorium membawahi Group Leader Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory Group Leader); Supervisor Laboratorium Kimia Umum (General Laboratory Supervisor); dan Supervisor Laboratorium Kimia Beta-Laktam (BLF Chemical Laboratory Supervisor). a. Laboratorium Kimia Umum dan Laboratorium Kimia BLF (General Chemical Laboratory dan BLF Chemical Laboratory) Laboratorium kimia dipimpin oleh seorang manager laboratorium yang dibantu 2 (dua) orang supervisor dan 1 (satu) orang group leader (General

62 53 Laboratorium Supervisor, Betalactam Facilities Supervisor, dan Microbiology Laboratorium Group Leader) dan 14 orang analis. Laboratorium kimia bertugas untuk melakukan analisis rutin secara fisika dan kimia sampel yang dapat berupa bahan baku (raw material), produk ruahan (bulk), dan produk jadi (finished goods). Pemeriksaan sampel yang dilakukan oleh bagian laboratorium kimia didasarkan atas spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Pemeriksaan bahan baku dimulai dengan penerimaan sampel dari petugas sampling bahan baku, kemudian supervisor bahan baku memeriksa dan mencocokkan kembali sampel bahan baku yang diterima tersebut dengan sampling checklist yang tersedia. Sampel dan checklist diperiksa kelengkapan dan kebenarannya yang meliputi tanggal penerimaan sampel, nama sampel, nomor batch, nomor wadah, nomor analisa, tanggal analisis serta nama analisis, semua dicatat pada log book yang tersedia. Setelah selesai dilakukan pencatatan maka selanjutnya sampel dapat dianalisis sesuai dengan spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Jika sampel tidak langsung dianalisis maka disimpan pada tempat penyimpanan sampel untuk menunggu proses analisis lanjutan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, ataupun berdasarkan permintaan dari pihak produksi. Setiap hasil analisa, direview kembali oleh Quality Control Supervisor atau Group Leader yang kemudian hasilnya dimasukkan dalam sistem Mfg Pro. Hal-hal yang direview meliputi nama sampel yang diperiksa, nomor batch seluruh parameter yang dianalisa, serta hasil perhitungan yang diperoleh. Jika hasil telah direview oleh supervisor selanjutnya laporan analisa diserahkan ke manager laboratorium (laboratory manager) untuk di otorisasi sehingga bahan baku dapat dibebaskan (release) di Mfg-Pro dan mencetak label berwarna hijau (APPROVED) yang menandakan bahwa bahan baku tersebut sudah dapat digunakan untuk proses produksi. Dan jika setelah review ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan maka dibuat laporan hasil uji diluar spesifikasi untuk selanjutnya dilakukan investigasi baik terhadap prosedur analisa, reagensia maupun peralatan yang digunakan. Berdasarkan hasil investigasi kemudian dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan, serta diberi keputusan terhadap

63 54 status bahan baku tersebut. Jika keputusannya ditolak (reject) maka dibuatkan label merah dari sistem Mfg-Pro. Setelah sampel dinyatakan lulus maka sisa dari masing-masing sampel akan dimusnahkan. Pemusnahan bahan baku akan dilakukan oleh bagian EHS dengan pihak ketiga (pengolahan limbah) setelah sebelumnya dilakukan serah terima limbah dengan bagian EHS. Khusus untuk bahan penisilin (beta laktam) dideaktivasi terlebih dahulu menggunakan larutan NaOH 2% sebelum serah terima limbah dilakukan. Untuk analisis produk ruahan dan produk jadi, dilakukan seperti halnya pada pemeriksaan bahan baku, dimana analisis produk ruahan dan produk jadi juga melewati proses penerimaan sampel, yang disesuaikan dengan sampling checklist, kemudian disimpan untuk menunggu proses analisis yang telah dijadwalkan. Proses analisa dilakukan berdasarkan sistem FIFO (first in first out) ataupun sesuai kebutuhan. Hasil analisa yang diperoleh direview oleh supervisor yang kemudian diberikan kepada manager laboratorium untuk otorisasi. Waktu yang diperlukan mulai dari sampel masuk hingga keluar laporan maksimal 7 hari. Untuk Laboratorium Kimia BLF, melakukan segala proses mulai dari bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan program stability untuk produk-produk yang mengandung cincin beta laktam. Proses yang dilakukan sama dengan yang dilakukan di laboratorium kimia umum, hanya untuk produk beta laktam dilakukan di laboratorium tersendiri, agar tidak mencemari produk lain. Untuk Program Stabilitas dan Analisis Trend (Stability Program and Trend Analysis) menangani antara lain pengujian stabilitas, tindak lanjut proses stabilitas, dan uji stabilitas yang sedang berlangsung (on going stability), yang dikoordinatori oleh seorang Stability Program and Trend Analysis Supervisor. Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang diprogramkan untuk memperoleh informasi mengenai kestabilan produk farmasi sehingga waktu kadaluarsa dari produk yang dikemas dalam bahan tertentu dan pada kondisi penyimpanan tertentu dapat ditetapkan. Uji stabilitas produk jadi diuji dengan dua cara yaitu uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang. Di PT. Actavis Indonesia untuk pengujian stabilitasnya disamping memperhatikan kondisi/iklim Indonesia tetapi juga memperhatikan pasar Eropa

64 55 sebab beberapa obat yang diproduksi di ekspor ke Eropa. Uji stabilitas dilakukan jika terdapat produk baru (formula baru atau perubahan formula, bahan aktif dari manufacturer baru, dan/atau jenis kemasan primer baru), batch validasi proses, batch dengan penyimpangan critical atau major, produk transfer, stabilitas produk yang sedang berjalan (on going stability), minimal 1 batch per tahun, serta produk ruahan/antara (intermediate product). Kondisi penyimpanan produk terbagi menjadi dua macam uji stabilitas, yaitu dipercepat dan jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat, chamber tempat penyimpanan produk yang ada di PT. Actavis Indonesia diatur kondisinya yaitu 40 0 C ± 2 0 C dengan tingkat kelembaban 75% ± 5%. Pengujian stabilitas ini dilakukan minimal pada 3 titik waktu termasuk titik awal dan akhir (misalnya 0, 3 dan 6 bulan) untuk penelitian selama 6 bulan. Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas jangka panjang (long term stability) dilakukan pada 2 kondisi, sesuai dengan zona negara, yaitu zona IV untuk ASEAN dan beberapa negara Asia dan zona II untuk Eropa. Kondisi pengujian untuk zona IV yaitu suhu penyimpanan 30 0 C ± 2 0 C dan tingkat kelembaban 75 ± 5%, sedangkan untuk zona II yaitu suhu penyimpanan 25 0 C ± 2 0 C dan tingkat kelembaban 60 ± 5%. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun kedua dan selanjutnya setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan. Contoh pertinggal atau retained sample diambil dari tiap batch bahan baku (kecuali pelarut dan cairan yang mudah menguap) yang digunakan untuk proses produksi. Contoh pertinggal disimpan sampai 1 tahun setelah waktu daluarsa untuk tujuan peninjauan kembali kualitas suatu produk bila diperlukan dan hanya digunakan sebagai sampel pembanding dalam penanganan keluhan dari konsumen. Sampel pertinggal bahan baku dibagi menjadi dua jenis yaitu zat berkhasiat dan zat tambahan. Pelarut seperti alkohol dan cairan yang mudah menguap tidak diambil contohnya untuk pertinggal. Jumlah contoh pertinggal yang diambil untuk tiap batch harus mencukupi untuk dilakukan minimal dua kali pemeriksaan lengkap dan disimpan pada kondisi penyimpanan yang telah ditentukan yaitu C. Wadah tersebut dapat berupa botol, wadah plastik atau alubag untuk contoh pertinggal. Wadah diberi label dilengkapi dengan nama bahan, nomor batch, tanggal pengambilan serta paraf. Contoh pertinggal

65 56 didokumentasikan di dalam satu buku khusus (log book) sesuai jenis dan nomor urut untuk selanjutnya disimpan diruang penyimpanan selama 11 tahun. Jika penyimpanan sudah lebih dari 11 tahun maka contoh pertinggal dapat dimusnahkan. Penyimpanan dilakukan di ruang retained sample dan disimpan di rak berdasarkan nama / kode produk dan jenisnya. Untuk produk psikotropika diletakkan dilemari khusus yang berada di ruang retained sample. Spesifikasi dan Metoda Analisa Spesifikasi dan metode analisa bahan baku dibuat dengan mengacu pada farmakope (di PT. Actavis Indonesia acuan yang digunakan adalah European Pharmacopoeia), metode yang dikembangkan oleh New Product Development Department (NPD), master spesifikasi yang dapat berasal dari PT. Actavis Indonesia atau pihak ketiga (toll out). Spesifikasi dan metode analisa yang telah dibuat, direview oleh manager Quality Control Department dan disetujui oleh Quality Assurance Manager. Setelah disetujui, spesifikasi dan metode analisa yang dibuat diinput ke dalam sistem dan didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang telah disetujui berlaku selama lima tahun sejak tanggal berlaku dokumen tersebut (valid date) ditetapkan. Tanggal berlaku (valid date) paling lambat ditetapkan tujuh hari setelah dokumen siap didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya akan disimpan selama 11 tahun sejak dokumen dinyatakan tidak berlaku. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang sudah tidak digunakan lagi akan disimpan selama enam tahun sejak bahan baku dinyatakan tidak digunakan lagi. Dokumen spesifikasi dan metode analisis bahan baku direvisi saat tiga bulan sebelum tanggal berlaku dokumen berakhir. Namun, spesifikasi dan metode analisis tersebut juga harus direvisi untuk disesuaikan dengan farmakope edisi terbaru (European Pharmacopoeia), dimana perubahan tersebut harus disesuaikan juga dengan kemampuan laboratorium. Selain berdasarkan farmakope, perubahan pada spesifikasi dan metode analisa juga dapat terjadi jika ada perubahan metode analisa yang dikembangkan oleh NPD ataupun perubahan limit pada saat scale up dari skala laboratorium ke skala produksi.

66 57 Sebelum membuat revisi spesifikasi dan metode analisa, hal pertama yang dilakukan adalah membuat gap analysis dengan membandingkan parameter pada spesifikasi lama yang akan direvisi dengan parameter pada farmakope terbaru. Jika terdapat perubahan, maka dilakukan pengecekkan dan verifikasi terhadap kemampuan atau ketersediaan peralatan dan bahan di pabrik, kemudian, dibuat usulan perubahan dalam bentuk change control. Setelah change control disetujui, spesifikasi dan metode analisis yang baru dibuat. Jika tidak disetujui, maka QC akan memberikan usulan perbaikan untuk ditinjak lanjuti, dan jika diperlukan akan dimsukkan ke dalam CAPA (Corrective Action Preventive Action). b. Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi di bawah pengawasan Laboratorium Manager yang dalam tugasnya dibantu oleh 1 (satu) orang Group Leader, 3(tiga) orang analis dan seorang laboran. Laboratorium mikrobiologi ini bertugas melakukan uji kontaminasi mikroorganisme baik pada bahan baku, produk ruahan (bulk), maupun obat jadi setelah dikemas (after fill), sampel stability, serta melakukan uji potensi antibiotik dan vitamin. Selain itu, laboratorium mikrobiologi juga melakukan pemantauan lingkungan secara rutin/terjadwal baik di area produksi maupun di laboratorium mikrobiologi sendiri yang meliputi pemantauan udara permukaan maupun uji kontaminasi penisilin (pada area bukan produksi penisilin). Kondisi yang harus diperhatikan di dalam laboratorium mikrobiologi adalah perbedaan tekanan antar ruang, menggunakan aliran udara laminary air flow, dan biohazard cabinet untuk bahan-bahan yang toksik. c. Packaging Material Inspector & Raw Material Sampling Diawali oleh penerimaan check list dari gudang, yang kemudian di periksa kembali oleh supervisor. Bahan baku yang diambil untuk keperluan analisis haruslah mewakili dari jumlah yang diterima. Setiap bahan baku yang diterima harus dilakukan pengambilan contohnya untuk dilakukan analisis dan diputuskan apakah bahan baku tersebut dapat direlease atau direject. Pengambilan bahan baku harus ditangani dengan benar supaya dapat terhindar dari pencemaran oleh mikroba dan pencemaran silang. Waktu sampling dilakukan berdasarkan kebutuhan dan FIFO (First In First Out) dengan waktu tunggu maksimal 5 hari.

67 58 Pengambilan contoh bahan baku dilakukan oleh seorang raw material inspector (petugas sampling). Sebelum melakukan pengambilan contoh, maka petugas sampling menerima checklist dari bagian gudang. Selanjutnya petugas sampling melakukan perencanaan dan pengambilan contoh dan pemeriksaan secara visual terhadap semua wadah dan label material yang diterima. Untuk identifikasi material sampel diambil dari semua wadah dan untuk pemeriksaan lengkap dilakukan pencampuran dari sampel yang telah diambil. Hasil sampling kemudian dimasukkan ke sistem Mfg-Pro dalam bentuk Quality Order (QO) dan bila dinyatakan memenuhi syarat maka pada sampel dapat diberikan release. Tabel 4.1. Pengambilan Contoh Jumlah Contoh Jumlah yang diterima Inspeksi level II Inspeksi level III (N) (n1) (n2) atau lebih label Pengambilan contoh bahan kemas yang akan diperiksa dilakukan secara random/acak. Prosedur samplingnya hampir sama dengan pengambilan contoh bahan baku. Jumlah wadah dari lot yang sama yang akan dibuka untuk diambil contohnya dihitung berdasarkan Military Standard 105E, Inspection Level II (n1), dan Inspection Level III (n2). Pengambilan contoh bahan baku dilakukan terhadap semua wadah kecuali untuk bahan baku yang higroskopis dan vitamin.

68 59 Perbedaan n1 dan n2 No n1 n2 1 Pemasok baru Pemasok lama yang 2 Desain baru telah terbukti 5 kali pengiriman lolos 3 Produk baru inspeksi. 4 Pemasok lama yang tidak lolos inspeksi pada pengiriman sebelumnya 5 Bahan kemas yang sedang diinspeksi tetapi diketemukan cacat lebih besar dari acceptance number-nya, diambil contoh ulang sebanyak n2. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi dalam kegiatan pengambilan contoh maka ruang pengambilan contoh harus dilakukan pembersihan dan sanitasi. Adapun tujuannya yaitu agar terpelihara lingkungan yang aman dari cemaran mikroba, mencegah terjadinya pencemaran oleh debu dan cemaran lain yang dapat merubah identitas, mutu/kemurnian bahan baku dan memastikan bahwa alat-alat pembersih dan pengambilan contoh dalam keadaan bersih dan tidak menjadi sumber pencemaran terhadap bahan baku yang akan diambil contohnya. Kegiatan pemantauan serta pembersihan/sanitasi yang dilakukan yaitu pemantauan HEPA FILTER, kegiatan sanitasi biasa serta sanitasi total. Dalam kegiatan sanitasi total, maka bagian-bagian ruang sampling yang dibersihkan meliputi lantai, dinding, kaca pintu & jendela, LAF, tirai LAF, pre filter pada LAF, lampu, langit-langit, tutup AC, Trolley, lemari serta Meja stainless. Kegiatan sanitasi total biasanya dilakukan setelah pengambilan sampel yang berwarna seperti tetrasiklin, doksisiklin (berwarna kuning) serta yang sedikit berbau seperti riboflavin. Setelah selesai sanitasi maka diberi penandaan/label telah disanitasi pengambilan contoh telah selesai disanitasi tetapi tidak dipakai dalam 2 hari kerja maka harus dilakukan sanitasi rutin/biasa sebelum digunakan. Selanjutnya pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas bahan pengemas (inspector packaging material) yaitu pemeriksaan terhadap bahan kemas baik primer

69 60 maupun sekunder. Contoh bahan kemas primer yaitu kapsul, botol, aluminium foil, sedangkan bahan kemas sekunder yaitu karton atau box obat. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan terhadap brosur obat. Hal-hal yang diperiksa dari kemasan sekunder dan leaflet meliputi kelengkapan informasi, besar huruf, warna, kesesuaian rancangan serta berat dari kertas Departemen Scientific Affairs (SCA) Scientific Affair merupakan suatu departemen yang membawahi tiga bagian, yatu bagian Regulatory Affairs Indonesia, Regulatory Affairs APRO (Asia Pacific Regional Office) dan Medical Affairs. Regulatory Indonesia terbagi menjadi 4 tim, yakni OTC, Registrasi Variasi, dan Packaging Development; Etichal; Oncology; dan Export dan Product Transfer. Aktivitas Regulatory Affairs Indonesia mulai dari saat bagian bussiness development melakukan market research terhadap produk-produk yang sedang trend, setelah melakukan market research dan mendapat persetujuan oleh pihak manajemen bahwa produk tersebut akan diluncurkan / release, maka data tersebut akan dimasukkan ke bagian RA Indonesia untuk diregistrasi untuk mendapatkan nomor registrasi. Untuk pendaftaran registrasi dilakukan di badan POM. Setelah itu, RA akan mengkonfirmasi lebih lanjut sampai mendapat nomor registrasi. Setelah dapat nomor registrasi, dokumen diserahkan ke bagian bussiness development untuk persiapan launching produk. Desain kemasan juga dikembangkan oleh bagian ini bekerjasama dengan supervisor bahan kemas dari QC serta bertanggung jawab mengenai desain kemasan dan mutu kemasan produk baik untuk dalam maupun luar negeri. Regulatory Affairs Indonesia juga menyiapkan dokumen registrasi yang dibutuhkan untuk pendaftaran produk-produk transfer dan produk ekspor ke negara-negara wilayah non-apro. Regulatory Affairs APRO (Asia Pacific Regional Office) bertugas menangani registrasi ke negara-negara Asia Pasific termasuk ASEAN. Medical Affairs, bertugas untuk membantu bagian marketing saat akan launching produk baru dengan memberikan pelatihan dan informasi mengenai produk terutama yang berhubungan dengan data-data di bidang medik (product knowledge) kepada para medical representatives. Informasi tersebut akan digunakan untuk

70 61 mempromosikan produk obat kepada para dokter atau tenaga kesehatan lain. Bagian medical juga bertugas dalam pharmacovigilance yang menangani pemantauan keamanan obat yg sudah beredar di pasaran seperti bila ada komplain mengenai efek samping bahan aktif obat Departemen Pengembangan Produk (Product Development) Departemen pengembangan produk (Product Development) mempunyai 2 lingkup kegiatan yaitu kegiatan formulasi produk obat dan pencarian metode analisis. Dalam kegiatannya, departemen ini lebih ke arah pengembangan produk. Produk yang akan dikembangkan diperoleh dari bagian pemasaran/business development. Dalam hal ini, bagian pemasaran/business development sudah mempunyai rencana produk-produk apa saja yang akan diluncurkan ke pasar dalam 3 tahun ke depan. Rencana tersebut direalisasikan oleh Departemen Pengembangan Produk untuk mengembangkan formula agar menghasilkan produk yang aman, berkhasiat, dan berkualitas. Pertemuan/meeting dapat dilaksanakan setiap bulan sekali dengan pembahasan hasil pengembangan produk oleh Departemen Pengembangan Produk serta informasi tambahan dari Business Development terkait analisis pasar teraktual. Pengembangan suatu produk dapat dibatalkan dipertengahan jalan jika hasil analisis pasar yang diperoleh bahwa pasar sudah tidak lagi mendukung dikembangkannya produk terkait. Pengembangan formulasi di awali dengan mencari formula sediaan yang sesuai dengan sediaan yang diinginkan oleh Business Development. Formula tersebut selanjutnya dilakukan trial pada sekala laboratorium untuk memperoleh data awal secara lengkap. Berdasarkan data yang diperoleh, pengembangan dilanjutkan dengan optimasi dari hasil yang diperoleh pada skala laboratorium. Hasil optimasi dilakukan kembali dalam skala laboratorium dan dilakukan evaluasi. Keterlibatan bagian pengembangan bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan produksi awal obat baru berjalan dengan baik, sehingga dihasilkan produk yang memenuhi syarat, dan juga untuk mengantisipasi apabila terjadi masalah dalam produksi dalam hal formula dan cara pembuatannya, sehingga dapat cepat diatasi. Hasil yang sudah sesuai dengan harapan dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, formula tersebut dapat segera

71 62 dilakukan dalam skala produksi dengan persetujuan Manager Pengembangan Produk. Departemen Pengembangan Produk membuat Master Production dan Process Control Record (MPPCR) yang disetujui oleh QA dan diserahkan kepada produksi untuk dilakukan produksi produk skala besar. Disamping mengembangkan formulasi produk obat baru, bagian pengembangan produk juga mencari dan mengembangkan metode analisis yang akan digunakan untuk analisis produk jadi. Metode analisis yang dikembangkan divalidasi dengan parameter spesifisitas, linearitas, akurasi, presisi, LOD/LOQ, dan ketaguhan (robustness). Metode yang sudah valid di transfer ke QC. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengetahui apakah departemen lain, yaitu dalam hal ini QC dalam menggunakan metode analisis yang sudah dikembangkan, dapat bekerja dengan metode analisis tersebut dan memberikan hasil yang baik dan memenuhi syarat dan tidak terjadi perbedaan hasil antara laboratorium product development dan laboratorium QC. Transfer produk dari product development kepada produksi, QC, dan QO mencakup: a. Transfer formula produk baru yang telah divalidasi oleh bagian PD kepada produksi b. Transfer metode analisa produk baru yang divalidasi oleh bagian PD kepada QC. Transfer dilakukan sebelum proses scale up. c. Transfer dokumen terkait dengan produk baru kepada QO d. Pelaksanaan scale up skala produksi. Proses scale up dilakukan mengikuti protokol validasi. Protokol validasi proses untuk scale up dibuat berdasarkan MPPCR (Master Production and Process Control) yang telah disetujui. Pelaksanaan production scale up akan menjadi tanggung jawab bersama antara PD dan produksi sampai diperoleh hasil yang valid (3 batch berturut-turut hasilnya baik). Setelah didapatkan formula dan prosedur yang tervalidasi, maka bagian Produksi akan membuat MPPCR sesuai laporan validasi untuk dijadikan acuan proses produksi rutin produk bersangkutan. Selain formula dan metode analisis, bagian pengembangan juga mengeluarkan data-data spesifikasi untuk suatu produk jadi yang datanya

72 63 diperoleh dari serangkaian proses pengujian produk yang dikembangkan. Bagian pengembangan juga memberikan acuan mengenai spesifikasi hingga shelf life produk. Selain pengembangan produk-produk baru, NPD juga melakukan reformulasi/modifikasi formula bila pada suatu produk yang sudah ada terdapat deviasi pada saat proses pembuatan. Struktur Organisasi Bagian Pengembangan Produk PT. Actavis Indonesia dapat dilihat pada Lampiran Departemen Teknik dan EHS (Engineering and EHS Department) Di PT. Actavis Indonesia departemen engineering dan EHS berada dalam departemen yang sama. Departemen ini dipimpin oleh seorang manager. Departemen ini terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu maintenance, utility dan EHS (Environment, Health, and Safety) Departemen Engineering Ruang lingkup kegiatan dari departemen engineering yaitu perbaikan dan pemeliharaan pada mesin dan utility (seperti sistem HVAC), kalibrasi, validasi, dan juga kegiatan dokumentasi yang berhubungan dengan teknik. 1) HVAC HVAC merupakan singkatan dari heating, ventilation system, dan air conditioning atau sistem tata udara yang bertujuan untuk mengkondisikan suatu lingkungan kerja agar sesuai dengan proses kerja yang diinginkan. Secara spesifik, sistem tata udara dimaksudkan mempunyai kriteria untuk dapat mengatur dan menyesuaikan temperatur, mengatur dan menyesuaikan kelembaban udara, memberikan pertukaran udara yang baik dan mengedarkan kembali udara dalam ruangan, serta menyaring dan membersihkan udara. Pemilihan sistem tata udara yang tepat guna harus disesuaikan dengan fungsi ruangan, proses kerja di dalam ruangan, dimensi ruangan yang tersedia, faktor lingkungan termasuk jumlah pekerja, peralatan yang terdapat dalam ruangan yang dapat merupakan sumber panas, letak ruangan, material pembentuk ruangan, jendela, dan arah terhadap matahari. AHU (Air Handling Unit) merupakan suatu sistem kontrol udara sehingga udara yang dihasilkan dalam area produksi berkualitas dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Sistem ini berperan penting dalam pengaturan kualitas udara, aliran udara, dan perbedaan

73 64 tekanan antar ruang. Kualitas udara memiliki beberapa parameter yang dapat dikontrol seperti temperatur, RH, tekanan, dan jumlah partikel. Spesifikasi yang diharapkan pada AHU area laboratorium mikrobiologi yang ada di PT Actavis Indonesia yaitu menghasilkan pertukaran udara > 120 kali per jam untuk kelas 100 dan > 20 kali per jam untuk kelas , dengan temperatur ruangan antara o C, dan kecepatan aliran udara 0,3-0,36 m/detik. Sedangkan spesifikasi yang diharapkan pada AHU area produksi penisilin, non penisilin, dan topikal adalah mampu menghasilkan pertukaran udara 5-20 kali per jam, dengan beda tekanan antar koridor dan ruang proses sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan, serta temperatur ruangan antara o C. Untuk menyaring udara selama proses produksi, digunakan HEPA filter yang memiliki kemampuan untuk menahan partikel (efisiensi) 99,95% dan 99,997% terhadap partikel yang berdiameter > 0,4 mikron. Untuk mendukung kerja HEPA, dipasang prefilter dengan efisiensi 30-35% dan medium filter yang memiliki efisiensi 90-95%. Pemeriksaan HEPA filter dilakukan dengan cara pengukuran jumlah partikel (partikel count), uji kebocoran/leak test (integrity test) dan pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity). Pemeriksaan kebocoran/integrity test yang dilakukan setelah pemasangan terdiri dari 3 objek, yaitu pemeriksaan kebocoran pada media (material filter), pada frame, dan pada seal. Pemeriksaan kebocoran dilakukan dengan cara mengukur jumlah partikel (partikel count) untuk mengetahui jumlah partikel di udara. Pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity) bertujuan untuk memeriksa kemampuan penyapuan udara (sweeping action) yang berpengaruh terhadap pola aliran udara serta untuk mengetahui tingkat kemampatan filter. Penggunaan filter tersebut dalam AHU tergantung dari persyaratan kondisi ruangan yang dibutuhkan pada area abu-abu dan area produksi. Pada area abu-abu penisilin dapat digunakan prefilter saja, pre filter bersama medium filter, atau ketiga jenis filter tersebut yang didasarkan atas apakah proses yang dilaksanakan di ruang tersebut berkontak langsung dengan produk atau tidak. Misalnya, untuk proses tabletting dan capsule filling digunakan ketiga jenis filter tersebut. Di area produksi padat non penisilin, ruang granulasi, dan capsule filling/tabletting memakai ketiga jenis filter, sementara untuk area produksi sediaan liquid cukup

74 65 menggunakan prefilter dan medium filter. Sedangkan pada daerah pengemasan cukup menggunakan prefilter saja. Ruangan-ruangan pada tempat produksi sediaan topikal umumnya menggunakan prefilter dan medium filter. Setiap area memiliki AHU yang terpisah dan tersendiri. Sistem penyaring udara seperti prefilter dan medium filter dengan efisiensi standar untuk produksi penisilin amat diperhatikan. Kebanyakan ruangan produksi memiliki AHU tersendiri dengan tekanan yang diatur berbeda untuk tiap ruangan dan dimonitor. Dalam beberapa ruangan, khususnya ruang penyangga, terdapat blower tambahan untuk menjaga agar tekanan di koridor lebih besar daripada ruang proses. Ruangan maupun peralatan non penisilin harus dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin, karena senyawa ini berbahaya terhadap lingkungan. Untuk menjamin bahwa ruangan maupun peralatan dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin, maka harus dilakukan uji kontaminasi penisilin terlebih dahulu. Untuk menjamin efisiensi dari filter yang dipakai maka selalu dilakukan pemantauan secara berkala dengan menggunakan differential pressure gauge, particle counter, room pressure, serta pengukuran kontaminasi mikroba. Metode pemantauannya antara lain kebersihan partikel udara menggunakan particle counter dan kebersihan kontaminasi mikroba. Pemeriksaan kebersihan yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut mencakup pemeriksaan keberhasilan partikel dan kebersihan kontaminasi mikroba menggunakan cara hapus, cawan petri, dan contoh makanan. Air lock atau ruang penyangga merupakan ruang antara yang memisahkan 2 area dengan tingkat kebersihan yang berbeda. Setiap bahan, alat maupun personalia yang akan masuk/keluar dari area yang satu ke area yang lain harus melalui ruang penyangga. Untuk memasuki ruangan yang lebih bersih ruangan sebelumnya, dibedakan menjadi 2 jalur, yaitu untuk personil melalui ruang penyangga personil dan untuk barang melalui ruang penyangga bahan. Fungsi ruang penyangga yaitu memisahkan 2 tingkat kebersihan yang berbeda sehingga tidak hubungan langsung antara udara bersih dengan udara kotor, misalnya antara area hitam dengan area abu-abu. Setiap personil, barang, mesin, atau peralatan yang akan memasuki area abu-abu harus melewati ruang penyangga. Antara ruang produksi yang dikategorikan area abu-abu dan black area terdapat suatu ruang

75 66 penyangga. Untuk memperoleh tekanan yang lebih positif pada ruang penyangga, terdapat blower yang dilengkapi dengan filter efisiensi 90-95%. Perbedaan tekanan dimonitor oleh suatu alat bernama differential pressure gauge (magnehelic). Di area penisilin, ruang penyangga amat berperan agar daerah yang lebih bersih tidak langsung berhubungan dengan udara dengan tingkat kebersihan rendah dan daerah produksi penisilin tidak berhubungan langsung dengan daerah non penisilin, untuk mencegah pencemaran penisilin keluar. 2) Kalibrasi Kalibrasi adalah suatu tindakan untuk memastikan kebenaran nilai-nilai yang ditunjukkan oleh alat atau sistem pengukuran dengan cara membandingkan dengan nilai kebenaran konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang memiliki kemampuan telusur ke standar nasional atau internasional. Kalibrator primer yang dimiliki oleh perusahaan adalah kalibrator yang telah dikalibrasi terhadap standar kalibrasi eksternal dengan akurasi dan presisi yang lebih tinggi yang mana ketelusurannya jelas serta dilengkapi dengan sertifikat yang menyatakan hasil pengukuran alat. Laboratorium kalibrasi yang terakreditasi dan digunakan oleh PT. Actavis Indonesia antara lain: PPMB, LIPI, Balai Metrologi, serta beberapa institusi yang berada di luar negeri. Kategori alat ukur dapat dipilih menjadi alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses dan alat ukur yang bersifat indikator. Untuk alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses, alat itu harus dikalibrasi berkala. Suatu alat ukur dirancang dengan spesifikasi tertentu. Tetapi dengan berjalannya waktu, karakteristik dari alat tersebut dapat berubah atau menyimpang karena aus, kotoran, bahkan mungkin saat transportasi. Untuk mencegah kesalahan yang diakibatkan karena penyimpangan karakteristik tersebut, alat ukur harus selalu dirawat dan dikalibrasi secara teratur. Dengan kalibrasi, karakteristik suatu alat dapat dipantau, penyimpangannya dapat diketahui dan dapat dikoreksi. Kalibrasi terhadap suatu alat dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan. Semakin sering alat digunakan, semakin tinggi frekuensi kalibrasi ulangnya. Alat ukur atau instrumen harus diberi label yang menunjukkan status kalibrasi dan laporan hasil kalibrasi harus disimpan sedikitnya selama 2 tahun.

76 67 Bila alat ukur atau instrumen tidak memenuhi syarat, maka label yang sesuai dengan kondisi tersebut harus dicantumkan atau ditempelkan. 3) Pengolahan purified water Sumber air utama yang digunakan PT Actavis Indonesia adalah air bawah tanah dan sebagai sumber cadangan digunakan air PAM. Air PAM ini juga dimanfaatkan sebagai air kran (tap water). Air yang digunakan PT.Actavis Indonesia harus diolah terlebih dahulu. Tahap pertama pengolahan Purified Water yaitu dengan melewatkan air bawah tanah pada tank bawah tanah ke sand filter. Tahap kedua adalah dengan melewatkan air pada karbon aktif (carbonfilter). Selanjutnya, air akan melewati penukar kation anion (deionizer Culligan PS-24) untuk menghilangkan kandungan anion maupun kation yang terdapat dalam air. Kemudian air dilewatkan cahaya UV yang berfungsi sebagai desinfektan, lalu dilewatkan berturut-turut melalui 3 filter. Proses penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk menyaring mikrobamikroba yang sudah mati saat dilewatkan dari sinar UV. Selanjutnya, air difilter dengan saringan 10 mikron dan 5 mikron, dan hasil penyaringan akan dimurnikan dengan revers osmosis dan hasilnya dialirkan ke electrodeionizer dan masuk ke sistem looping air yang dimurnikan. Purified water dipergunakan untuk bahan baku produk atau untuk membersihkan wadah produk Departemen EHS (Environmental, Health and Safety) Dengan berpedoman pada salah satu misi PT. Actavis Indonesia berkaitan dengan aturan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3&L), departemen EHS PT Actavis Indonesia mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan karyawan. Departemen EHS dari PT. Actavis Indonesia, memiliki dua komitmen utama, yaitu: 1) Kami, PT. Actavis Indonesia berkomitmen untuk menghasilkan dan menjual produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan memenuhi aturan persyaratan regulasi secara konsisten

77 68 2) Kami berkomitmen untuk melakukan operasi perusahaan yang ramah lingkungan, menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi semua aturan dan secara terus menerus meningkatkan proses di seluruh organisasi. Pelaksanaan bidang kesehatan karyawan berupa penyediaan klinik, dokter, Jamsostek, dan P3K. sedangkan kegiatan yang dilakukan antara lain pre employee medical check up untuk karyawan baru dan kegiatan pemeriksaan medical check up berkala yaitu 1 tahun sekali untuk seluruh karyawan. Selain itu, EHS juga menangani kejadian kecelakaan kerja, pemeriksaan kualitas dan lingkungan kerja, penyediaan makan siang, penyediaan toilet, dan lain-lain. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit akibat kerja. Penyebab kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya tindakan tidak aman (unsafe action) yang merupakan tindakan manusia berupa pelanggaran terhadap prosedur keselamatan kerja, adanya kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu suatu keadaan yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, serta adanya kondisi gabungan yang merupakan gabungan dari keduanya (unsafe action dan unsafe codition). Setiap kecelakaan kerja yang terjadi dilaporkan ke EHS melaui formulir yang tersedia. Tujuan pelaporan ini agar EHS dapat memantau jenis kecelakaan yang terjadi dan berusaha untuk mengurangi atau bahkan mencegah kecelakaan tidak terulang lagi. Peran departemen EHS di bidang perlindungan terhadap lingkungan antara lain berkaitan dengan pengolahan limbah. Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, laboratorium, maupun domestik. Pengolahan limbah dilakukan agar limbah yang dihasilkan aman bagi lingkungan. Pemeriksaan limbah ini dilakukan baik secara kimia, fisika, atau biologi dan dilakukan secara teratur. Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lainlain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Limbah yang termasuk golongan bahan buangan berbahaya (B3) tersebut dikumpulkan dan disimpan dalam wadah terpisah untuk kemudian diangkut (transporter B3). Berdasarkan karakteristiknya limbah PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu limbah padat, cair, dan limbah penisillin.

78 69 1) Limbah Padat Limbah padat PT. Actavis terdiri dari recycle waste (limbah anorganik), hazardous waste (limbah B3), dan domestic waste (limbah organik). Untuk recycle waste penanganannya dikirim kepada pihak ketiga untuk di daur ulang atau diangkut untuk dimusnahkan, sementara untuk hazardous waste dikirim ke PT. Wastec International dan PT. Indocement Tunggal Perkasa untuk diangkut dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Sedangkan domestic waste dibuang ke tempat pembuangan akhir bantar gebang dengan biaya retribusi dari dinas kebersihan tata kota DKI Jakarta. Pemusnahan limbah padat bertujuan agar limbah padat layak dibuang sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan juga tidak disalahgunakan. 2) Limbah Cair Limbah cair PT.Actavis berasal dari produksi, laboratorium dan sebagian domestik. Pengolahan limbah cair agar limbah industri maupun air limbah domestik PT. Actavis Indonesia layak dibuang ke saluran umum (sungai kalibaru/cipinang) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Teknik pengolahan limbah cair PT. Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan biologi. Penjelasan singkat mengenai proses pengelolahan limbah cair PT. Actavis, sebagai berikut: Pengelolaan limbah secara fisika dan kimia pada kolam I. Limbah cair masuk ke kolam I dengan kapasitas 10 m2. Pada kolam I terjadi proses pengumpula dan homogenisasi limbah (equalisasi), pemisahan minyak dari kotoran yang mengambang (oil separator), proses sedimentasi dan proses penetralan limbah(netralisasi) untuk mendapatkan ph 6 9. Apabila ph dibawah 6 maka ditambahkan NaOH, bila ph diatas 9 maka ditambahkan HCl. Kotoran yang mengambang diangkat, sedangkan lumpur akan tersedimentasi atau mengendap. Limbah cair kemudian disaring melalui filter I dan dipompa masuk ke kolam 2. Pengelolaan limbah secara biologis pada kolam 2 Kolam 2 mempunyai kapsitas 350 m2. Pada kolam 2 dilakukan proses aerasi, yaitu mengalirkan oksigen dengan menggunakan aerator. Aerator yang terdapat pada kolam 2 berjumlah 2 unit. Proses aerasi ini mempunyai tujuan untuk memberikan suplai oksigen

79 70 kepada bakteri aerob, yaitu bakteri yang dibutuhkan untuk menguraikan limbah. Bakteri ini diperoleh dari penambahan lumpur akrif (active slug). Pada kolam 2 dilakukan peninjauan terhadap Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Deamand (COD). Limbah dari kolam 2 dialiri (overflow) ke kolam 3 yang mempunyai kapasitas 150 m2. Pada kolam inijuga dilakukan proses aerasi. Air pada kolam 3 dapat digunakan untuk reservoir sistem pamadam kebakaran dan dapt digunakan untuk menyiram kebun. Kontrol biologis dilakukan dengan memelihara ikan. Air limbah dari kolam 3 masuk kesaringan II kemudian masuk ke kolam 4. Untuk pematauan biologis pada kola mini dipelihara ikan mas. Ila dalam keadaan normal maka ika mas berenang dipermukaan, tetapi bila terjadi penurunana kualitas air karena kenaikkan kadar COD dan BOD ir maka ikan akan terdapat luka luka Pemeriksaan kualitas limbah cair melalui 3 cara yaitu cara kimia, fisika dan mikrobiologi. Pada pemeriksaan secara kimia dilakukan pemeriksaan terhadap COD, BOD, ph limbah, zat padat tersuspensi, KMnO4 dan fenol. Semua pemeriksaan tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta) dan 1 bulan sekali di QC laboratorium serta laboratorium mikrobiologi PT Actavis Indonesia untuk pemeriksaan mikro. Pemeriksaan fisika meliputi pemeriksaan warna dan penampakan visual limbah. 3) Limbah Penisillin Limbah penisillin tergolong kedalam limabah B3 (bahan buangan berbahaya) dan mendapat perhatian khusus karena ada sebagian orang yang alergi terhadap penisillin sehingga dapat menimbulkan reaksi hipersensitifitas bila kontak atau terpapar dengan penisillin. Cara penanganan yang paling awal adalah dengan merusak limbah penisillin dengan NaOH ph Dengan demikian cincin beta laktam dari penisillin akan terhidrolisis sehingga limbah penisillin tidak aktif lagi.

80 BAB 4 PEMBAHASAN Industri farmasi sebagai produsen obat-obatan harus dapat menjamin bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan terus menjaga konsistensi mutunya dalam setiap pembuatan. Salah satu pedoman yang digunakan industri farmasi untuk menghasilkan produk yang bermutu adalah Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). PT. Actavis Indonesia merupakan salah satu Perusahaan Modal Asing (PMA) yang terdapat di Indonesia yang diresmikan pertama kali pada tanggal 8 November 1969 dengan nama PT Dumex Indonesia. PT. Actavis Indonesia berada dibawah Actavis Group yang merupakan perusahaan generik bertaraf internasional nomor empat terbesar di dunia, berpusat di Swiss. Saat ini, Actavis merupakan perusahaan dengan lebih dari karyawan yang tersebar di lebih dari 40 negara. PT Actavis Indonesia memproduksi lebih dari 100 jenis produk yang terdiri atas antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, trankuilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi PT Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan rektal tube. Selain dipasarkan untuk pasar lokal, produkproduk tersebut juga dipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia Pasifik. PT. Actavis Indonesia sebagai salah satu PMA yang memproduksi obat telah menerapkan CPOB dalam setiap aspek produksinya yang dibuktikan dengan diperolehnya 17 sertifikat GMP untuk pembuatan produk tablet, kapsul, serbuk, cairan, dan semisolid dari BPOM pada tahun 2006; sertifikat GMP dari European Authority (IGZ) dan sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukranian Authority pada tahun Penerapan CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin mutu obat jadi, sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. 71

81 72 Dalam menjalankan kegiatannya PT. Actavis Indonesia terbagi dalam beberapa departemen, antara lain Departemen Keuangan dan IT (Finance dan IT), SDM (Human Resource /HRD), Mutu (Quality Operation), Manajemen Bahan Baku (Material Management), Operasi (Produksi dan PPIC), Teknik (Engineering dan EHS), Pengembangan Produk (Product Development/PD), Scientific Affairs (SCA), serta departemen Pemasaran (Marketing) untuk produk-produk Ethical, OTC, Export dan Toll sales. Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management) membawahi departemen Purchasing, Gudang, serta Impor. Departemen Purchasing di PT. Actavis Indonesia disebut dengan Central Procurement Departement. Departemen ini bertanggung jawab atas penyediaan barang yang diminta sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dan ketepatan waktu tersedianya barang. Departemen Purchasing ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian raw material, packaging material, dan pengadaan indirect material. Indirect material ialah barang-barang yang digunakan oleh produksi tetapi tidak menghasilkan produk obat, misalnya sarung tangan, tissu, pulpen, dll. Sedangkan raw material dan packaging material disebut sebagai direct material, karena menghasilkan produk obat. Departemen purchasing melakukan pembelian berdasarkan DSC dari marketing dan MRP (Material Requirement Planning) yang diterbitkan bagian PPIC yang berisi barang apa saja yang dibutuhkan untuk produksi. Selanjutnya permintan-permintaan tersebut akan diterjemahkan menjadi purchase order dan dikirimkan ke supplier. Bagian purchasing akan melakukan negosiasi mengenai harga, cara pembayaran, batas kredit, sampai lama barang tiba. Setelah mencapai kesepakatan, maka akan diterbitkan Approval Purchase Order ke supplier yang terpilih. Lalu bagian purchasing akan memantau hingga barang tiba. Pembelian barang baik raw material maupun packaging material dapat melalui dua jalur, yaitu lokal (agen-agen) atau impor langsung dari supplier. Pertimbangan penggunaan jalur lokal atau impor langsung didasarkan atas jumlah biaya yang dikeluarkan, yang mana yang lebih menguntungkan. Apabila pembelian dilakukan secara impor, maka tim impor dari bagian purchasing yang akan menangani mulai dari perijinan hingga bea cukai. PT. Actavis memiliki approval supplier list,

82 73 dimana bagian purchasing hanya diperbolehkan untuk membeli bahan baku dari supplier-supplier yang sudah disetujui dan diketahui memiliki kualitas yang baik. Bagian gudang merupakan salah satu bagian dari departemen material management. Bagian gudang bertugas menerima, menyimpan dan mendistribusikan material bahan baku dan bahan kemas yang berkaitan dengan produksi berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian PPIC dan produk jadi ke distributor. Bagian ini memiliki tanggung jawab yang besar sebab jika bahan baku atau bahan kemas yang datang dari pemasok tidak disimpan dan dikondisikan dengan baik maka dapat menyebabkan material rusak ataupun hilang. Sebelum barang digunakan untuk proses produksi, bagian QC melakukan pemeriksaan dan barang yang diperiksa dimasukkan ke daerah karantina (diberi label QUARANTINE kuning) hingga dikeluarkan pernyataan released dari QA/QC (diberi label RELEASE hijau). Sedangkan barang yang ditolak diberi label REJECTED (merah) dan dipindahkan ke lokasi reject (area terpisah) untuk dikembalikan ke supplier. Untuk produk jadi, proses pendistribusian ke distributor oleh gudang dilakukan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Produk yang didistribusi adalah produk yang sudah lulus uji dari bagian QC. Setelah picklist dikirim ke bagian keuangan, bagian gudang akan menyiapkan produk yang diminta. Setelah barang siap, bagian keuangan akan melakukan pemotongan stok di sistem, mencetak invoice, kemudian barang akan diserahkan ke distributor. Departemen perencanaan (PPIC) PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi dua bagian, yaitu perencanaan produksi (Production Planning) dan pengendalian persediaan (Inventory Control). Departemen ini bertanggung jawab untuk mengatur order yang masuk baik dari marketing maupun ekspor (Actavis group) serta toll manufacturing. Selain berdasarkan order dari marketing, toll, dan ekspor, terdapat pula forecast. Forecast ini merupakan perkiraan penjualan, yang diperoleh dari hasil analisa tim marketing berdasarkan trend tahun lalu. Order dari marketing, ekspor, dan toll manufacturing ini dikomunikasikan ke bagian PPIC melalui sistem DSC (Demand Supply Communication). Selanjutnya, PPIC menerjemahkan kebutuhan produksi melalui sistem yang disebut ERP (Enterprise Resource Planning). Sistem ERP yang digunakan oleh PT. Actavis Indonesia

83 74 disebut Mfg Pro. Sistem ini kemudian menghitung kebutuhan material yang dibutuhkan untuk memenuhi order yang diperoleh. Setelah sistem menghitung kebutuhan untuk produksi, PPIC akan membuat perencanaan produksi serta jadwal untuk memenuhi order yang selanjutnya akan diteruskan ke bagian lain dari perusahaan, misalnya untuk memenuhi kebutuhan material, maka PPIC membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada Purchasing. Selain berkaitan erat dengan bagian purchasing, PPIC juga berkaitan sangat erat dengan produksi, guna memenuhi order. PPIC akan menerbitkan Work Order (Pick List) berisi perintah untuk produksi dan banyaknya material-material yang diperlukan untuk produksi. Setelah PPIC membuat jadwal produksi tiap bulannya, PPIC akan menghitung kapasitas produksi berdasarkan kapasitas mesin, waktu sanitasi, jumlah order, dan batch size dari produk. Setelah jadwal tiap bulan dibuat, maka jadwal ini diterjemahkan menjadi jadwal harian. Penyusunan jadwal tersebut juga dilihat berdasarkan lead time dari order. Lead time waktu order hingga pemenuhan barang berlangsung 3 bulan, sehingga PPIC bertanggungjawab dalam mengatur jadwal produksi untuk memenuhi lead time tersebut. PPIC akan melakukan rapat dengan bagian produksi guna membahas pemenuhan jadwal produksi yang telah dibuat serta kendala yang dialami. Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas yaitu Fasilitas Betalaktam (Beta-Lactam Facility/BLF), Fasilitas Multiproduk (Multy Product Facility/MPF), dan Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility /TPF). Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang telah disetujui oleh bagian QA. Terdapat dua jenis ruangan di fasilitas produksi PT. Actavis Indonesia, yaitu Area Abu-abu (Grey Area) dan Area Hitam (Black Area). Area Abu-abu (Grey Area) digunakan untuk proses produksi dan pengemasan primer dan Area Hitam (Black Area) digunakan untuk proses pengemasan sekunder. Tiap fasilitas produksi memproduksi bentuk sediaan yang berbeda-beda, misalnya untuk sediaan semisolid diproduksi di TPF, sediaan solid dan liquid non betalaktam dilakukan di MPF, sedangkan BLF hanya khusus memproduksi

84 75 produk-produk betalaktam/penisilin dalam bentuk tablet kapsul dan dry suspension. Dalam melakukan proses produksi, operator produksi dilengkapi dengan alat pelindung diri. Beberapa diantaranya seperti sarung tangan, kacamata, penutup telinga, dan baju pelindung khusus untuk produk-produk yang sangat berdebu. Dari segi standar ruangan, masing-masing fasilitas telah dilengkapi dengan sistem Airlock (ruang penyangga), dengan tujuan untuk membatasi pertukaran udara dan menjaga kestabilan tekanan udara, serta untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Proses penyiapan alat, pembersihan mesin, penimbangan, dan produksi yang dilakukan pada bagian BLF pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan TPF). Setiap hari tiap pagi dan siang, pada semua ruangan di area produksi dilakukan pemantauan suhu dan kelembaban oleh petugas yang berkepentingan. Selain itu, tiap ruangan telah dilengkapi oleh Data Logger, yaitu alat untuk mengukur kelembaban udara dan suhu. Dalam data logger ini dapat menyimpan keadaan kondisi ruangan, tiap satu minggu bagian pengendalian mutu akan membuat laporan dan memasukkan hasil data logger dari tiap ruangan. Selain data logger, tiap ruangan juga dilengkapi dengan alat pemantau tekanan udara yang disebut Magnehelic, batasan untuk tekanan udara di area produksi adalah kpa. Bila melewati batas maka tidak diperbolehkan untuk melakukan proses produksi. Sebelum memasuki area produksi, terdapat standar operasional (SOP) yang harus dilakukan oleh karyawan, maupun pengunjung. Saat memasuki ruang ganti, pertama diharuskan mengganti sepatu dengan sepatu area hitam, ataupun menggunakan penutup sepatu (shoes cover). Selanjutnya, mengganti baju dengan menggunakan baju area hitam dan bila ingin memasuki ruangan produksi area abu-abumaka diwajibkan untuk mengenakan pakaian khusus (overall), penutup kepala, sepatu khusus atau menggunakan penutup sepatu (shoes cover), dan masker. Selanjutnya, karyawan dan pengunjung diwajibkan untuk mencuci tangan dan menggunakan desinfektan. Semua prosedur ini dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi dari luar terhadap ruang produksi dan produk yang dihasilkan.

85 76 Dalam semua proses produksi, operator produksi diwajibkan untuk selalu membaca MPPCR (job sheet) dan tidak diperkenankan untuk menghafal agar tidak terjadi kesalahan dalam proses pembuatan obat. Semua hal dalam proses produksi harus terdokumentasikan dengan baik, mulai dari bahan baku yang diterima, kebersihan mesin, log book penggunaan mesin, pengaturan aktual mesin, sampai hasil produk ruahan yang diperoleh, dan berapa banyak produk reject dalam proses produksi. Proses pengisian job sheet menggunakan tinta biru untuk menjaga keaslian dari dokumen. Dalam tiap tahap produksi, operator selalu melakukan optimasi terlebih dahulu untuk mencapai spesifikasi yang dipersyaratkan dalam job sheet. Produk hasil optimasi ini dikategorikan sebagai produk reject. Setelah diperoleh spesifikasi yang diinginkan, proses produksi dapat berjalan dan selanjutnya dilakukan IPC (in process control) pada tahap awal, tengah, dan akhir proses produksi. Untuk tablet, IPC yang dilakukan meliputi: kadar air, bobot tablet, kekerasan, diameter, ketebalan, keregasan, dan waktu hancur. Untuk kapsul, IPC yang dilakukan meliputi: kadar air, bobot kapsul terisi, bobot granul per kapsul, panjang kapsul, dan waktu hancur. Sampel produk hasil IPC dikategorikan sebagai reject IPC. Selain IPC, operator dari produksi juga mengirimkan sampel untuk diuji oleh Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi. Sampel tersebut dikirim untuk dilakukan uji antara lain: Final mixing blend uniformity, Carr s Index, Particle size distribution, Disolusi dan Content Uniformity dan mikrobiologi. Pada BLF, semua orang yang akan memasuki BLF sebelumnya dilakukan tes alergi terhadap penisilin terlebih dahulu dan sebelum keluar dari BLF. Karyawan maupun pengunjung BLF diwajibkan untuk mandi jika akan keluar dari gedung BLF. Sistem airlock pada ruang betalaktam sedikit berbeda dengan MPF dan TPF. Pada BLF, koridor grey area memiliki tekanan udara (+++). Udara dari koridor grey area masuk ke ai lock cutdown yang tekanan udaranya (++), selanjutnya ke airlock sink yang tekanan udaranya (+). Di sebelah air lock sink terdapat air lock bubble yang dekat dengan black area dengan tekanan udara (++). Hal ini bertujuan untuk menahan udara agar tidak kembali ke ruang produksi beta laktam serta mencegah adanya udara yang keluar dari area produksi.

86 77 Proses produksi sediaan solid di fasilitas beta laktam, pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan solid pada fasilitas multi produk (MPF). Yang membedakan keduanya adalah proses/alur keluar masuk bahan baku penisilin, proses dispensing bahan baku penisilin, penyimpanan bahan baku penisilin dan sisa bahan baku non penisilin yang sudah masuk ke area penisilin, serta pengolahan limbah produksi dimana pengolahan limbah di BLF dilakukan di area terpisah. Semua barang yang keluar dari fasilitas penisilin harus diinaktivasi dengan larutan NaOH ph 10. Sebelum dilakukan pengemasan primer, produk-produk ruahan disimpan dalam ruangan WIP (Work in Process), dan diberikan label berwarna ungu. Terdapat tiga ruangan WIP yaitu WIP untuk hasil penimbangan, WIP granulasi dan WIP untuk psikotropika. Pada masing-masing ruang WIP, terdapat timbangan untuk menimbang hasil produk ruahan, dan terdokumentasikan melalui log book WIP. Penyimpanan di ruang WIP juga menggunakan palet. Khusus untuk WIP produk psikotropik, drum-drum penyimpan produk ruahan, dirantai dan dikunci. Secara umum uraian mengenai produksi diatas menunjukkan bahwa dalam bidang produksi,pt. Actavis Indonesia telah memenuhi persyaratan sesuai yang ditetapkan oleh CPOB atau c-gmp. Departemen mutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen, yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC). Proses pengawasan mutu (QC) dilakukan seiring dengan adanya proses penjaminan mutu dari Departemen Pemastian Mutu (QA). Untuk itu, kedua departemen ini berada dibawah satu pengendalian Head of Quality Operation yang menjamin bahwa sistem kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi), dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Upaya pemastian mutu dilakukan oleh departemen QA. QA memastikan bahwa semua pengaturan dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Agar proses yang dilakukan selalu sama untuk mendapatkan obat dengan mutu yang

87 78 seragam, maka QA bertanggungjawab dalam pembuatan Standard Operating Procedure (SOP). SOP dibuat oleh masing-masing departemen yang terlibat langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk draft, kemudian SOP diserahkan ke departemen QA, apabila SOP merupakan hasil revisi dari SOP terdahulu maka harus disertakan dokumen Change control (kontrol perubahan). Departemen QA akan meninjau ulang, disesuaikan dengan template SOP, dicetak, diperbanyak, dan didistribusikan ke bagian yang terkait. Change control diperlukan untuk mendokumentasikan setiap perubahan yang akan dilakukan, meliputi perubahan dalam lingkup spesifikasi dan metoda analisa, perubahan proses, perubahan bahan baku dan bahan kemas, perubahan utility, dan perubahan proses lainnya. Change control diperlukan agar isi dokumen tersebut tidak ada perbedaan antara dokumen yang terdapat pada masing-masing departemen dengan dokumen yang terdapat pada departemen QA, karena dokumen tersebut saling terkait antar departemen. Perubahan yang tercakup dalam change control adalah semua perubahan dimana perubahan tersebut mempunyai pengaruh terhadap kemanan, mutu dan efikasi produk seperti perubahan spesifikasi dan metoda analisis, proses dan formula, pada bagian pengemas, pemasok bahan baku, perubahan dokumen, perubahan alat, bangunan dan fasilitas. Pemohon (change issuer) mengajukan permohonan dengan mengisi lembar kontrol perubahan lengkap dengan alasan dan pendukung yang disetujui oleh Kepala Departemen terkait dan diserahkan pada QA untuk diberikan nomor usulan perubahan. QA akan mereview dan menindaklanjuti untuk menerima atau menolak. Usulan perubahan selanjutnya didistribusikan ke departemen lain yang terkait untuk mendapatkan persetujuan. Selanjutnya diadakan rapat untuk mengevaluasi apakah perubahan memerlukan validasi, kualifikasi, kalibrasi atau melaporkan pada BPOM atau pihak terkait. Jika sudah disetujui oleh QA manager, kemudian dilakukan penilaian apakah perlu dilaporkan kepada pihak authoritydan diinformasikan mengenai perubahan yang dimaksud. Usulan perubahan yang sudah disetujui akan disimpan oleh QA dan copynya akan didistribusikan ke pihak yang terkait. Sistem dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi SOP, spesifikasi, Master Production & Process Control Record (MPPCR), identifikasi, penandaan protokol dan dan laporan validasi dokumen

88 79 registrasi, dan dokumen Change control. SOP dibuat oleh masing-masing departemen yang terlibat langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk draft, kemudian SOP diserahkan ke departemen QA, apabila SOP merupakan hasil revisi dari SOP terdahulu maka harus disertakan dokumen Change control (kontrol perubahan). Departemen QA akan meninjau ulang, disesuaikan dengan template SOP, dicetak, diperbanyak, dan didistribusikan ke bagian yang terkait.spesifikasi meliputi spesifikasi metode analisa bahan baku dan produk jadi yang digunakan di lingkungan PT. Actavis Indonesia. Spesifikasi mendeskripsikan persyaratan rinci yang harus dipenuhi oleh bahan baku atau produk jadi sebelum atau selesai digunakan suatu proses produksi. Spesifikasi digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kualitas dari produk farmasi maupun material. MPPCR merupakan dokumen induk yang berisi secara lengkap dan terperinci semua tahapan/urutan cara pembuatan suatu produk. Dalam MPPCR terdapat urutan proses selama produksi seperti dispensing, granulasi, mixing, filling, tableting, packing, daftar periksa, lembar inspeksi dan rekonsiliasi. Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang masih atau sedang di produksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh Head of Quality Operation. Departemen QA juga melakukan training tahunan kepada para pegawai. Kepala departemen terkait menyusun jadwal pelatihan sesuai fungsi serta level karyawan di departemen masing-masing dan mengirmkannya pada bagian QA untuk dilakukan peninjauan dan memasukkan jadwal pelatihan CPOB dan EHS ke dalam program pelatihan tersebut. Materi pelatihan akan dipilih sesuai dengan hasil evaluasi karyawan tahun lalu (SOP Pelatihan Karyawan, 2009). Selain training tahunan yang diberikan pada karyawan lama, pelatihan juga dilakukan pada karyawan baru, karyawan yang dipromosikan, dan karyawan kontrak. Semua kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan di departemen bersangkutan. Kualifikasi dan validasi merupakan bagian penting dari QA, untuk menghasilkan keterulangan hasil produksi yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi berhubungan dengan fasilitas, sistem, dan peralatan. Sedangkan validasi berhubungan dengan proses. Departemen QA melakukan

89 80 validasi yang meliputi validasi fasilitas dan sistem penunjang (facility and utility), validasi spesifikasi peralatan (equipment specification), validasi proses (Process Validation), validasi pembersihan (cleaning). Peninjauan mutu produk (Product Quality Review/ PQR) juga menjadi tanggung jawab bagian QA yang rutin dibuat setiap tahun pada tiap bets produk yang diluluskan. Peninjauan mutu produk tersebut dilakukan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat trend dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk Implementasi GMP harus selalu ditinjau agar mutu obat tetap terus terkontrol maka perlu diadakannya inspeksi diri. Inspeksi diri dilakukan oleh komite dari pengawasan mutu. Inspeksi diri dilakukan terhadap semua yang berkaitan dengan GMP. Hal ini dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan tujuan untuk memastikan bahwa sistem yang telah dibuat benar-benar diaplikasikan di lapangan. Hal-hal yang diperiksa dalam inspeksi diri yaitu analisis report, batch record, dan laporan validasi untuk setiap batch validasi. Jika terdapat temuan yang tidak sesuai dengan GMP maka dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Selain itu, departemen QA juga melaksanakan vendor audit dan toll out manufacturing audit. Hal ini bertujuan untuk bahwa pemasok (vendor) maupun jasa servis yang digunakan di Actavis Indonesia mempunyai kualitas sesuai dengan standar perusahaan. Vendor audit dilakukan ke pabrik atau pemasok (manufacturer) bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Toll out manufacturing audit merupakan audit yang dilakukan terhadap pabrik yang membuat produk untuk PT. Actavis Indonesia. Disamping itu, audit juga dapat dilakukan oleh pihak luar, baik yang membuat produk nya di PT. Actavis Indonesia (Toll In Manufacturing) maupun audit reguler dari otoritas, baik lokal (BPOM) maupun Eropa (PICS). Selain itu, departemen QA juga bertanggungjawab terhadap penolakan dan pelulusan obat jadi. Selain itu, karena PT. Actavis Indonesia menganut Europe GMP, maka untuk pelulusan obat jadi juga dibutuhkan tandatangan dari seorang qualified person. Dalam menangani Technical Agreement yaitu jika tidak adanya fasilitas yang memadai seperti PT. Actavis yang tidak memiliki fasilitas steril

90 81 sedangkan pabrik memiliki produk steril maka dilakukan pembuatan produk steril di pabrik lain dan terdapat kontrak dengan perusahaan tersebut. Untuk penanganan hasil uji di luar spesifikasi (Out of Spesification), OOS terlebih dulu dilakukan pengecekan pada laboratorium QC jika tidak terdapat kesalahan laboratorium maka perlu investigasi lebih lanjut oleh QA. Dalam keseluruhan aspek tersebut, departemen QA PT. Actavis Indonesia telah melakukan dengan baik setiap proses yang berkaitan dengan pemastian mutu produk sesuai dengan regulasi yang berlaku. Jika terdapat OOS, maka harus dilaksanakan investigasi dan harus diselesaikan dalam waktu 30 hari kerja kecuali penyelesaian tindakan perbaikan dan pencegahan yang mungkin memakan waktu lebih lama. Laporan investigasi harus dibuat secara lengkap mencakup hasil analisa yang akan dipakai, keputusan yang akan diambil, tindakan perbaikan dan pencegahan dan penyebab OOS atau hasil uji tidak normal. Penyebab OOS terbagi menjadi tiga kategori yaitu kesalahan laboratorium, kesalahan di luar proses antara lain kesalahan operator produksi, kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling dan kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi. Untuk prosedur investigasinya meliputi investigasi laboratorium, investigasi diperluas, dan investigasi produksi. Penanganan keluhan dilakukan oleh departemen QA jika keluhan berupa cacat produk seperti dalam blister terdapat kekurangan jumlah obat sedangkan jika keluhan berupa efek toksikologi maka penanganan keluhan dilakukan oleh medical yang terdapat di Scientific Affairs (SCA). Keluhan dapat diterima dari costumer, dari pabrik atau produsen (misalnya stabilitas) dan dari inspektor (BPOM). Jika terdapat keluhan, keluhan tersebut pertama kali akan diterima oleh pihak marketing, kemudian akan dilakukan screening oleh marketing untuk menentukan jenis keluhannya, apakah cacat produk atau berhubungan dengan efek obat. Jika keluhan berupa cacat fisik, QA akan melakukan investigasi lebih lanjut dan melakukan analisis dengan departemen lain yang terkait. Investigasi dapat dilakukan dengan cara meminta sampel yang dikeluhkan dengan sampel pratinggal. Alur permasalahan akan terus ditelusuri hingga didapatkan solusi dan tindakan perbaikan maupun pencegahannya. Data ini kemudian didokumentasikan ke dalam CAPA (Corective Action and Preventive Action). Jika berkaitan dengan

91 82 formulasi, investigasi akan dilanjutkan ke departemen pengembangan produk untuk dilakukan perbaikan. Jika solusi telah ditemukan, akan dikembalikan ke QA selanjutnya akan diberitahukan ke konsumen. Jika setelah dilakukan investigasi hasilnya fatal, maka dapat dilakukan penarikan obat kembalian, obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keamsahan atau sebab-sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat maupun mutu obat. Alur penarikan obat kembalian yaitu departemen QA yang menerima keluhan kemudian memberikan memo kepada pihak marketing kemudian marketing memberitahukan kepada distributor, kemudian distributor akan melaporkan obat yang masih ada di distributor dan obat yang sudah sampai di masyarakat. Jumlah obat tersebut harus sama dengan jumlah obat yang diproduksi dalam satu atau beberapa batch. Obat yang masih beredar kemudian ditarik oleh distributor lalu dikirim ke gudang pabrik PT. Actavis Indonesia kemudian setelah itu QA akan membuat recall report (laporan obat kembalian). Pengembangan Produk (Product Development) di PT. Actavis Indonesia berpusat pada formulasi obat, analisa metode dan penanganan produk pengalihan (Product Transfer). Kegiatan departemen ini meliputi pengembangan produk, reformulasi/ formuasi ulang produk lama yang mengalami keluhan baik di tahap produksi dan di masyarakat serta trial formulasi untuk produk transfer. Pada pengembangan produk, ide pengembangan pada awalnya berasal dari permintaan departemen pengembangan bisnis (Bussines Development) berdasarkan pengamatan terhadap kesukaan pasar. Setelah itu data yang didapatkan diberikan kepada bagian pengembangan produk untuk dikembangkan dan dibuat produk jadinya. Setelah itu produk yang dihasilkan diberikan ke bagian analisa untuk dicari penetapan kadar, profil disolusi, stabilitas produk. Jika memenuhi persyaratan yang diinginkan langkah selanjutnya adalah produksi produk. Pada produk yang mengalami keluhan, yang dilakukan adalah penganalisaan terhadap keluhan yang ada. Kemudian melakukan formulasi ulang jika keluhan disebabkan karena formulasi, atau pengantian kemasan jika berkaitan

92 83 dengan kemasan. Pada reformulasi dilakukan beberapa uji coba dari mulai skala pilot sampai didapat formula optimum. Jika terjadi perubahan pada produk maka harus dilakukan pengajuan usulan perubahan (Change Control) dan registrasi variasi yang dilakukan oleh bagian regulatory (Scientific Affairs). Untuk produk transfer, semua SPF (Spesification of Finished Product) dan TDP (Technical Data Package) didapat dari Actavis Group kemudian diterapkan di PT. Actavis Indonesia dengan cara dilakukan uji coba untuk memastikan bahwa formula yang diperoleh dari Actavis Group dapat diterapkan di Indonesia. Setelah dilakukan uji coba dan diperoleh formula yang optimal kemudian dilakukan validasi untuk skala pilot kemudian dilakukan uji stabilitas. Khusus untuk produk transfer registrasi produk dilakukan dua tempat yaitu di Negara tempat obat tersebut beredar dan di Indonesia. Pada departemen Pengembangan Produk (Product Development) terdapat alat yang digunakan untuk uji coba beserta validasi metode analisis namun perlu beberapa tambahan alat seperti spektrofotometri, AAS dan GC. Departemen Engineering dan EHS merupakan unit yang penting dalam kelangsungan kinerja setiap departemen di PT. Actavis Indonesia. Tanggung jawab bagian Engineering tidak hanya mencakup pemeliharaan peralatan atau mesin yang digunakan untuk proses produksi saja, tapi juga mencakup pemeliharaan gedung, fasilitas penunjang, penanganan limbah hingga kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Bagian Engineering juga melakukan kalibrasi dan kualifikasi secara berkala masing-masing untuk alat ukur dan mesin/peralatan. Kualifikasi dilakukan terhadap peralatan dan sistem penunjang untuk proses produksi. Untuk alat atau sistem baru kualifikasi dilakukan URS (user requirement Specification) yang terdiri dari kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi, dan kualifikasi unjuk kerja. Namun karena PT. Actavis Indonesia merupakan perusahaan farmasi yang telah lama berdiri sebelum CPOB diberlakukan, ada beberapa peralatan yang telah lama digunakan namun sama sekali belum terkualifikasi baik dari kualifikasi desain hingga kualifikasi unjuk kerja. Dalam kasus seperti ini, berdasarkan kesepakatan dengan Quality assurance maka kualifikasi cukup dimulai dari kualifikasi operasi saja karena alat telah diinstalasi

93 84 sejak lama dan output alat sudah terlihat dari sekian bets yang dihasilkan dari alat tersebut. Pengujian hanya dilakukan terhadap beberapa parameter operasi yang sangat menentukan dalam proses kerja alat secara keseluruhan. EHS merupakan suatu bagian dari Engineering yang berfungsi sebagai pendukung dalam pelaksanaan fungsi operasional. Bagian EHS mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan. Kegiatan EHS mencakup kegiatan pemantauan lingkungan, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan. Pengolahan limbah di PT. Actavis Indonesia merupakan tanggung jawab dari bagian EHS. Secara umum berdasarkan keamanannya, limbah PT. Actavis Indonesia digolongkan menjadi limbah B3 dan non-b3. Sedangkan berdasarkan bentuk fisiknya, limbah PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi limbah padat dan cair. Limbah B3 mencakup semua bahan yang terkait secara langsung dengan obat yang berasal dari produksi dan QC. Beberapa contoh limbah yang termasuk limbah B3, antara lain produk obat yang ditolak (reject), limbah penisilin, buangan reagen, masker dan sarung tangan analisis secara mikrobiologi, bahan kemas primer, dan tumpahan bahan-bahan kimia. Pengolahan limbah cair dilakukan oleh pihak PT. Actavis Indonesia secara mandiri. Metode pengolahannya terdiri dari fisika, kimia, dan biologi yang dilakukan secara 4 tahapan. Sedangkan limbah padat, pengolahannya diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu PT. Wastek Internasional dan PT. Indocement. Penatalaksanaan limbah penisilin dilakukan bertahap melalui netralisasi terlebih dahulu dengan larutan NaOH 2%, barulah kemudian dilakukan pembuangan sepeti pelaksanaan pengolahan limbah cair. Keselamatan dan kesehatan di lingkungan kerja sangat penting dan dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keseluruhan proses produksi. Periode pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala dan berbeda-beda, yaitu seperti 2 tahun sekali untuk karyawan departemen produksi dan laboratorium departemen QC, dan 3 tahun sekali untuk karyawan bagian office. Sedangkan jenis pemeriksaan kesehatan karyawan yang dilakukan dibedakan berdasarkan tingkat resiko, seperti

94 85 pemeriksaan pendengaran untuk karyawan produksi yang berhubungan dengan mesin. Sistem penunjang proses produksi di PT. Actavis Indonesia seperti udara tekan, sistem pemurnian air hingga Air Handling Unit juga menjadi tanggung jawab departemen ini. Untuk sistem penunjang tersebut kualifikasi dimulai dengan kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, operasi hingga kualifikasi unjuk kerja. Hal ini disebabkan semua sistem penunjang tersebut amat kritikal dalam proses produksi, sehingga dokumentasi dan parameter parameter yang menentukan kinerja sistem penunjang patut untuk selalu dipantau. Pengawasan mutu sangat diperlukan mulai dari bahan baku, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan penyimpanan obat jadi. Hal ini tersebut dilakukan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pengawasan mutu obat dilakukan oleh bagian Quality yang terdiri dari Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA). Bagian QC melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, produk ruahan dan produk jadi, selain itu juga melakukan penanganan retained sample dan uji stabilitas produk (Stability Study). Untuk mendukung tugas dari bagian ini maka ada dua laboratorium yaitu laboratorium kimia dan laboratorium mikrobiologi. Laboratorium Kimia meliputi multiproduk dan Topikal serta laboratorium untuk betalaktam. Laboratorium kimia di PT. Actavis Indonesia melakukan proses analisis baik secara kimia atau fisika dari bahan baku produk ruahan obat jadi maupun stabilitas terdapat juga area penyimpanan contoh pertinggal (Retained Sample) dan chamber untuk penyimpanan produk yang akan dilakukan uji stabilitas, sedangkan laboratorium mikrobiologi melakukan uji mikroba pada produk dan pemeriksaan mirkoba terhadap fasilitas dan bangunan.

95 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat disimpulkan bahwa : 1. PT. Actavis Indonesia telah menerapkan pedoman CPOB dan GMP Eropa di segala aspek perusahaan untuk semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang terkait. Aspekaspek CPOB tersebut telah diimplementasikan dan didokumentasikan dengan baik. 2. Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan yang penting yaitu, menjadi personil kunci antara lain sebagai kepala produksi, kepala pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu. 3. Semua bagian di dalam struktur organisasi PT. Actavis Indonesia telah dapat bekerja sama dan menciptakan suasana kerja yang kondusif dan nyaman 5.2 Saran 1. Tetap mempertahankan kerjasama yang baik antar departemen pada PT. Actavis Indonesia sehingga dihasilkan kinerja yang lebih baik. 2. Terus menjaga dan mempertahankan kualitas produk sesuai dengan CPOB atau GMP yang telah ada. 86

96 87 DAFTAR REFERENSI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2009). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. PT. Actavis Indonesia. (2011). Site Master File 10 th Edition. Jakarta: PT Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Approved Supplier. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Pelatihan Karyawan. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Self Inspection (Inspeksi Diri). Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Tata Cara Masuk Area Gudang. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Toll Manufacturing & Analysis. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2010). SOP Change Control (Kontrol Perubahan). Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2011). SOP Pelatihan Karyawan. Jakarta : PT. Actavis Indonesia.

97 Lampiran 1. Struktur Organisasi Asia Pasifik 89

98 Lampiran 2. Struktur PT. Actavis Indonesia 90

99 Lampiran 3. Struktur Manajemen Operasional PT. Actavis Indonesia 91

100 Lampiran 4. Struktur Manajemen Operasional Supply Chain 92

101 Lampiran 5. Struktur Organisasi Manajemen Perencanaan Operasional 93

102 Lampiran 6. Struktur Organisasi Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance) 94

103 Lampiran 7. Struktur Organisasi Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) 95

104 Lampiran 8. Struktur Organisasi Departemen Keuangan dan IT 96

105 Lampiran 9. Struktur Organisasi Departemen Sales dan Marketing 97

106 Lampiran 10. Struktur Organisasi Departemen Pengembangan Produk 98

107 Lampiran 11. Struktur Organisasi Departemen Engineering dan EHS 99

108 Lampiran 12. Struktur Organisasi Scientific Affairs 100

109 Lampiran 13. Struktur Organisasi Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia 101

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 2 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HERDIYANTI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BRAM

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SARY

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (07 SEPTEMBER 2015 13 OKTOBER 2015) PERIODE XLV Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA,

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MOLEX AYUS PHARMACEUTICAL JL. RAYA SERANG KM 11,5 SERANG TANGERANG PERIODE 1-24 AGUSTUS 2011 JEANNE MONALISA, S.Farm. 1006835324 ANGKATAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN

BAB III OBJEK PENELITIAN BAB III OBJEK PENELITIAN III.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Bernofarm pertama kali didirikan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 11 maret 1971 dengan nama CV Sumber Farma. Nama PT. Bernofarm sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: REYNANDA VIOLINA AGUS DAMAYANTI., S.Farm.

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN. sistem yang sedang berjalan dalam perusahaan, menganalisis kebutuhan informasi,

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN. sistem yang sedang berjalan dalam perusahaan, menganalisis kebutuhan informasi, 49 BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN 3.1. Tentang Perusahaan Pada bab tiga, akan diuraikan lebih banyak mengenai perusahaan yaitu gambaran sistem yang sedang berjalan dalam perusahaan, menganalisis

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: RUS DWI CAHYANI, S. Farm. NPM: 2448715138 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIFA MEDAN Disusun Oleh : Miss Naimah Abdunroni, S. Farm. 083202053 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar Pengesahan LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman masyarakat semakin sadar bahwa akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu aspek terpenting untuk

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. AVENTIS PHARMA JAKARTA Disusun Oleh : Handi Hendra, S. Farm. NIM 103202016 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SANBE FARMA UNIT 2 JALAN LEUWIGAJAH NO. 162 CIMAHI BANDUNG 3 APRIL MEI 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SANBE FARMA UNIT 2 JALAN LEUWIGAJAH NO. 162 CIMAHI BANDUNG 3 APRIL MEI 2017 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SANBE FARMA UNIT 2 JALAN LEUWIGAJAH NO. 162 CIMAHI BANDUNG 3 APRIL 2017 31 MEI 2017 PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: GRACIA GRISELDA, S.Farm NPM. 2448716031 PROGRAM

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 04-28 AGUSTUS 2009 Disusun Oleh: FANNY FERLIANY SIMANJUNTAK, S.Farm. 083202117 FAKULTAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 04-28 AGUSTUS 2009 Disusun Oleh: Nina Octaviana, S.Farm 083202134 PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: CINDY HERIYANTI. H, S. Farm. (NPM: 2448715105) PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 16 JANUARI 09 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FERRON PAR PHARMACEUTICALS JALAN JABABEKA VI BLOK J No. 2-3, CIKARANG, JAWA BARAT PERIODE 1 JULI 26 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan dalam perkembangan dunia perindustrian di Indonesia. Inovasi tiada henti dan berkelanjutan yang dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016 PERIODE XLVI OLEH: WILI MAWARTI NPM: 2448715248 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang berhak mendapat kesehatan yang layak seperti tertulis dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. LAPI LABORATORIES KAWASAN INDUSTRI MODERN CIKANDE, SERANG, PERIODE 1 APRIL 29 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YESSICA

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZEITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARAG JAWA TEGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APRILYA

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Metiska Farma PT. Metiska Farma didirikan pada tahun 1970, atas prakarsa Bapak Memet Tanuwijaya, Bapak Ismail dan Bapak Karim Johan, yang pada

Lebih terperinci

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik Penggunaan terbesar herbal Fitofarmaka supplement kosmetik Pasar herbal Pasar dunia 10 M USD Nilai export indonesia 100 Triliun Kualitas Produksi herbal GAP GMP GDP GAP ON FARM Iklim Tanah Ketinggian bibit

Lebih terperinci

PERSONALIA

PERSONALIA PERSONALIA 1. Persyaratan Umum Jumlah dan Pengetahuan: Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara Pembuatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG Jl. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 16 JANUARI 9 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JL. TEKNO RAYA BLOK B1A - B1B, JABABEKA III CIKARANG, BEKASI PERIODE 7 JANUARI 1 MARET 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 04-28 AGUSTUS 2009 Disusun Oleh: Mala Febriani S. Farm. 083202139 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. AVENTIS PHARMA JAKARTA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. AVENTIS PHARMA JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. AVENTIS PHARMA JAKARTA Disusun oleh : Irma Wani Polem., S. Farm NIM : 073202132 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011) PERIODE XXXVII OLEH: NEHRU WIBOWO, S. Farm. NPM: 2448711103 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci