BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 48 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Evaluasi dan Analisis Evaluasi dan Analisis Fungsi Pohon Proses penilaian fungsi pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon meliputi 9 aspek, yaitu fungsi pengarah, fungsi pembatas, fungsi peneduh, fungsi kontrol angin, fungsi kontrol bunyi, fungsi kontrol cahaya, fungsi kontrol polusi, fungsi konservasi, dan fungsi pemberi identitas. Penilaian terhadap fungsi-fungsi tersebut dilakukan berdasarkan kriteria fungsi pohon lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) Evaluasi dan Analisis Fungsi Pohon Berdasarkan Segmen Jalan Penilaian fungsi pohon lanskap jalan dilakukan pada setiap segmen jalan. Hasil penilaian fungsi ini terdiri atas 4 kategori, yaitu buruk, sedang, baik, dan sangat baik sesuai dengan persentase pemenuhan kriteria yang diperoleh. 1) Fungsi Pengarah Tanaman dapat berfungsi sebagai pengarah jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi pengarah untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 13. Penilaian Fungsi Pengarah pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e (%) Keterangan 1. I ,00 Sangat Baik 2. II ,00 Baik 3. III ,00 Buruk 4. IV ,00 Sedang 5. V ,00 Buruk 6. VI ,00 Sedang Keterangan: a, b, c, d, dan e merupakan kriteria fungsi pengarah yang terdapat pada Tabel 2

2 49 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen I adalah sebesar 85% atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 13). Hampir semua pohon memiliki ketinggian 6 m. Pohon-pohon tersebut ditanam secara massal dan berbaris dengan jarak tanam yang rapat (Gambar 9). Selain itu, sebagian besar pohon berusia dewasa sehingga pertautan antartajuknya terlihat sangat jelas, kecuali pada penanaman palem raja (R. regia.) di depan Polres Bogor dan gedung PLN. Masing-masing tajuk tanaman palem tidak saling bertautan walaupun ditanam dengan jarak tanam yang rapat (< 3 m). Penanaman pohon secara berkesinambungan banyak terdapat di antara Jln. Juanda -- Taman Topi dan di depan gedung PLN. Secara keseluruhan pola penanaman pada segmen ini berkesan rapi sehingga memudahkan orientasi. Gambar 9. Penanaman Pohon dengan Jarak Tanam Rapat di Jln. Kapten Muslihat b) Segmen II Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen II adalah 70% atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 13). Hampir semua tanaman pada segmen ini memiliki ketinggian 6 m. Tanaman berjenis kenari (C. commune) mendominasi penanaman pada segmen ini. Penggunaan kenari sebagai tanaman mayoritas serta komposisi penanaman yang massal, berbaris, dan dengan jarak tanam rapat dapat berfungsi cukup optimal dalam mengarahkan dan memudahkan orientasi

3 50 pengguna jalan. Penanaman tanaman di sepanjang jalan dari Plaza Jembatan Merah hingga Taman Topi Square berjumlah lebih sedikit dengan pola penanaman linear. Selain itu, penanaman pada area ini terlihat tidak berkesinambungan, walaupun ditanam secara berbaris. Penanaman dalam jumlah banyak dan berkesinambungan hanya terdapat di antara SMA Taruna Andhiga hingga SPBU. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen III adalah 40% atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 13). Lebih dari setengah pohon yang terdapat pada segmen ini memiliki ketinggian rata-rata 6 m. Ketinggian rata-rata tanaman mahoni (S. mahogani) di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa, tepatnya depan Yonif Garuda 315 adalah 6 m. Penanaman mahoni tersebut juga dilakukan dalam jarak tanam yang rapat dan berkesinambungan. Namun, pertautan antartajuknya kurang terlihat karena usia tanaman yang masih muda. Selain itu, terdapat penanaman tanaman yang massal beraneka jenis di Jln. Veteran. Ketinggian rata-rata tanaman pada area tersebut 6 m, tetapi pola penanamannya tidak berbaris maupun berkesinambungan. Oleh karena itu, secara umum penanaman tanaman pada Segmen III berkesan kurang rapi. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen IV adalah 55% atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 13). Sebagian besar tanaman ditanam dengan jarak tanam yang rapat. Namun, usia pohon yang terbilang muda menyebabkan pertautan antartajuknya tidak terlihat begitu jelas. Faktor yang sama juga menyebabkan kepadatan massa tajuk dari tanaman tersebut kurang terlihat. Salah satu contohnya adalah kepadatan massa dan pertautan antar tajuk tanaman mahoni (S. mahogani) di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa (persimpangan Jln. Pagentongan dan Yonif Garuda 315) yang kurang terlihat. Walaupun demikian, kelompok tanaman tersebut cukup berkesan rapi karena pola penanamannya yang berbaris, membentuk garis lurus, dan berkesinambungan. Selain itu, tinggi ratarata hampir sebagian besar tanaman mahoni pada segmen ini 6 m.

4 51 e) Segmen V Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen V adalah 40% atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 13). Jenis mahoni (S. mahogani) mendominasi penanaman pada segmen ini. Penanaman mahoni ini paling banyak terdapat di area persimpangan Jln. Darul Qur an dengan Jln. Sindang Barang dan di antara Giant Swalayan hingga Jln. Bayangkara. Penanaman di dua lokasi tersebut dilakukan secara berbaris dan berkesinambungan. Selain itu, rata-rata jumlah pohon yang memiliki ketinggian 6 m juga tidak banyak. Hampir sebagian besar penanaman berjarak tanam rapat, hanya saja dikarenakan usia pohon yang terbilang cukup muda sehingga tidak terlihat adanya tajuk yang saling bertautan (Gambar 10). Gambar 10. Pertautan antartajuk Tanaman Mahoni Muda di Jln. Letjen Ibrahim Adjie f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen VI adalah 50% dari lima kriteria fungsi yang terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 13). Sebagian besar jenis pohon yang terdapat pada segmen ini adalah kenari (C. commune) dan mahoni (S. mahogani) yang terpusat di dua lokasi, yaitu di di area ruko Sindangbarang Grande dan Jln. Letjen Ibrahim Adjie (dari Restoran Chick n Fun hingga titik persimpangan Jln. Pagelaran). Selain itu, hampir keseluruhan pohon yang terdapat pada segmen jalan ini memiliki ketinggian 6 m, tetapi hanya sebagian pohon yang penanamannya dilakukan secara berbaris dan

5 52 berkesinambungan. Hal ini dapat dilihat pada 3 batang pohon kenari di depan terminal Laladon yang tidak ditanam secara berkesinambungan. Contoh lainnya adalah kelompok tanaman yang terdiri dari kenari (C. commune), mahoni (S. mahogani), dan beringin (F. benjamina) di Jln. Letjen Ibrahim Adjie yang penanamannya tidak berbaris. Sebagian besar penanaman pohon pada segmen ini memiliki jarak tanam ideal dan hanya pada satu lokasi saja tanaman berjarak tanam cukup rapat. Secara keseluruhan, penanaman pohon pada segmen ini cukup berkesan rapi dan memudahkan orientasi. 2) Fungsi Pembatas Tanaman dapat berfungsi sebagai pembatas jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi pembatas untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 14. Penilaian Fungsi Pembatas pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d (%) Keterangan 1. I ,75 Sangat Baik 2. II ,50 Sangat Baik 3. III ,25 Sedang 4. IV ,00 Baik 5. V ,00 Sedang 6. VI ,50 Baik Keterangan: a, b, c, dan d merupakan kriteria fungsi pembatas yang terdapat pada Tabel 2 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen I adalah 93,75% atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 14). Hampir semua tanaman yang terdapat pada segmen ini memiliki massa daun yang padat dan percabangan yang lentur. Kenari (C. commune) merupakan salah satu tanaman dominan pada segmen ini dengan percabangannya yang lentur. Selain itu, sebagian besar tanaman juga ditanam dengan jarak tanam yang rapat. Penanaman tanaman secara

6 53 kontinyu terdapat di antara Jln. Juanda hingga Taman Topi dan di depan gedung PLN. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen II adalah 87,5% atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 14). Hampir semua tanaman yang terdapat pada segmen ini memiliki massa daun yang padat (Gambar 11). Kepadatan massa daun ini terlihat sangat jelas dikarenakan faktor usia yang telah dewasa, bahkan beberapa diantaranya berusia cukup tua. Selain itu, sebagian besar tanaman juga ditanam dengan jarak tanam antartanaman yang rapat. Hal ini dapat dilihat pada pertautan antartajuk tanaman yang begitu jelas terlihat. Penggunaan tanaman bercabang lentur, seperti kenari yang dikomposisikan secara massal dengan pola penanaman berbaris dan membentuk garis lurus dinilai berfungsi efektif sebagai tanaman pembatas. Pada tapak, deretan tanaman tersebut membatasi jalan dengan saluran drainase dan jalur pejalan kaki. Gambar 11. Penanaman Pohon dengan Massa Daun Padat di Jln. Veteran c) Segmen III Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen III termasuk dalam kategori sedang atau sebesar 56,25% dari empat kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 14). Berbagai jenis tanaman yang ada di Jln. Veteran (depan Perpustakaan Kehutanan) memiliki massa daun yang padat serta ditanam dengan jarak tanam yang rapat dan pola tanam yang tidak berbaris. Di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa,

7 54 penanaman mahoni (S. mahogani) dengan percabangan lentur dilakukan secara berbaris dan dalam jarak tanam yang rapat. Selain itu, massa daun tanaman tersebut cukup padat, namun karena usia yang masih muda maka kepadatan massa dan pertautan antartajuknya tidak terlihat sempurna. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen IV termasuk dalam kategori baik atau sebesar 75% dari empat kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 14). Berdasarkan pengamatan, tanaman mahoni (S. mahogani) merupakan tanaman yang memiliki percabangan lentur. Penanaman mahoni di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa (antara Jln. Pagentongan hingga Yonif Garuda 315) dilakukan dalam jarak tanam yang rapat. Namun, faktor usia yang terbilang muda menyebabkan kepadatan massa dan pertautan antartajuknya kurang terlihat. Selain itu, mahoni juga ditanam secara berbaris dan berkesinambungan. e) Segmen V Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen V termasuk dalam kategori sedang atau sebesar 50% dari empat kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 14). Pohon yang memiliki percabangan lentur terhitung cukup banyak sehingga aman bagi pengguna jalan. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, sebagian besar penanaman tanaman terdapat di dua lokasi yaitu, di area persimpangan Jln. Darul Qur an dengan Jln. Sindang Barang dan dari Giant Swalayan hingga Jln. Bayangkara. Pola penanaman beberapa tanaman di dua lokasi tersebut terlihat linear, dan berbaris secara kontinyu dengan jarak tanam antartanaman yang cukup rapat. Sementara pola penanaman di area lainnya dapat dikatakan kurang berbaris karena bervariasinya jarak antara tanaman ke badan jalan. Secara umum, sebagian besar tanaman pada segmen ini bermassa daun padat. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen VI termasuk ke dalam kategori baik, yaitu sebesar 62,50% dari empat kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 14). Pada segmen ini, sebagian besar tanaman memiliki massa daun yang padat

8 55 serta lebih dari setengah tanaman memiliki percabangan yang lentur. Sebagian besar penanaman pohon terdapat di dua lokasi, yaitu di area ruko Sindangbarang Grande dan di Jln. Letjen Ibrahim Adjie (dari Restoran Chick n Fun hingga titik persimpangan Jln. Pagelaran). Penanaman tanaman di dua lokasi tersebut dilakukan secara massal, tetapi hanya kelompok tanaman di area ruko Sindangbarang Grande saja yang ditanam secara berbaris dengan jarak tanam antartanaman yang cukup rapat. Sementara, penanaman beberapa tanaman di Jln. Letjen Ibrahim Adjie juga berjarak tanam rapat hanya saja karena usia pohon masih muda sehingga pertautan antar tajuknya tidak begitu terlihat. 3) Fungsi Peneduh Tanaman dapat berfungsi sebagai peneduh jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi peneduh untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) sebagai berikut: (a) pohon dengan ketinggian sedang atau < 15 m, (b) pohon dengan tajuk spreading, bulat, dome, dan irregular, (c) tajuk bersinggungan, (d) bermassa daun padat, (e) ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1.5 m), (f) percabangan m di atas tanah, (g) penanaman secara berbaris dan berkesinambungan, seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 15. Penilaian Fungsi Peneduh pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e f g (%) Keterangan 1. I ,43 Baik 2. II ,29 Baik 3. III ,57 Sedang 4. IV ,00 Sedang 5. V ,43 Sedang 6. VI ,71 Baik Keterangan: a, b, c, d,e,f, dan g merupakan kriteria fungsi peneduh yang terdapat pada Tabel 2 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen I sebesar 71,43% dari tujuh kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 15). Sebagian

9 56 besar tanaman pada segmen ini merupakan pohon berusia dewasa dengan ketinggian > 15 m. Oleh karena itu, persinggungan antar tajuk tanaman terlihat cukup jelas. Tanaman yang ditanam pada segmen ini meliputi bunga ratu (A. nobilis), dadap merah (E. crystagali), kerai payung (F. decipiens), beringin (F. benjamina), beringin karet (F. elastica), tanjung (M. elengi), ki hujan (S. saman), dan mahoni (S. mahogani) yang dapat memberikan keteduhan dari terik matahari melalui bentuk kanopi tajuk dan kepadatan massa daunnya. Tanaman-tanaman tersebut ditempatkan pada jalur hijau jalan dengan jarak tanam rata-rata < 1,5 m dari bahu jalan. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen II sebesar 64,29% dari tujuh kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 15). Persinggungan antar tajuk terlihat sangat nyata pada sebagian besar pohon. Hampir semua pohon merupakan pohon berusia dewasa dengan ketinggian > 15 m. Pohon-pohon tersebut juga bermassa daun padat dan ditanam pada jalur hijau jalan. Selain itu, penggunaan tanaman sengon (A. falcataria), beringin (F. benjamina), beringin karet (F. elastica), dan bunga sapu tangan (M. grandiflora) pada segmen ini ikut berkontribusi dalam memberi keteduhan dikarenakan bentuk kanopi tajuknya. Penanaman tanaman secara kontinyu hanya terdapat di antara SMA Taruna Andhiga hingga SPBU. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen III sebesar 53,57% dari tujuh kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 15). Semua tanaman memiliki ketinggian < 15 m. Tanaman mahoni memenuhi hampir sebagian besar penanaman pada segmen ini. Faktor usia yang muda menyebabkan persinggungan antartajuk tanaman mahoni di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa kurang terlihat, walaupun ditanam dengan jarak tanam yang rapat. Tanaman mahoni tersebut juga ditanam secara berbaris dan berkesinambungan. Selain itu, sebagian besar tanaman pada segmen ini juga memiliki tinggi percabangan m dan ditanam dalam jarak < 1,5 m dari bahu jalan.

10 57 d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen IV sebesar 50% dari tujuh kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 15). Hampir semua tanaman yang ada pada segmen ini memiliki ketinggian < 15 m. Tanaman dengan bentuk tajuk dome mendominasi penanaman pada segmen ini. Sebagian besar tanaman pada segmen ini berusia muda, sehingga persinggungan antar tajuk kurang terlihat, begitu juga dengan kepadatan massa daunnya. Penanaman tanaman mahoni dengan tinggi percabangan rata-rata m dan ditanam secara berbaris dapat memberikan keteduhan melalui bayangan yang terbentuk. Semua tanaman ditanam pada tepi jalan dengan jarak < 1,5 m dari badan jalan. e) Segmen V Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen V sebesar 46,43% dari tujuh kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 15). Hampir seluruh tanaman yang terdapat di segmen ini memiliki ketinggian < 15 m. Penanaman mahoni (S. mahogani) secara massal di dua lokasi, yaitu di area persimpangan Jln. Darul Qur an dengan Jln. Sindang Barang dan dari Giant Swalayan hingga Jln. Bayangkara, cukup memberikan keteduhan walaupun memiliki massa daun yang belum padat. Di sisi lain, sejumlah mahoni pada lokasi tertentu ditanam dengan jarak tanam yang jarang sehingga kurang bisa memberikan keteduhan bagi pengguna. Secara keseluruhan, hampir sebagian besar tanaman memiliki percabangan m dari tanah, kecuali beberapa tanaman yang menderita penyakit brum pada batang, dan hanya sebagian kecil saja yang ditanam dengan jarak minimal 1,5 m dari badan jalan. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen VI menunjukan 60,71% dari tujuh kriteria terpenuhi sehingga termasuk ke dalam kategori sedang (Tabel 15). Sebagian besar pohon yang terdapat pada segmen ini memiliki ketinggian rata-rata kurang dari 15 m dan bermassa daun padat. Selain itu, hanya beberapa tanaman saja yang memiliki tinggi percabangan rata-rata < 2 m dari permukaan tanah. Penanaman dengan tajuk bersinggungan hanya terdapat pada area ruko

11 58 sindangbarang, sedangkan penanaman beberapa kenari di depan Terminal Laladon tidak memperlihatkan tajuk yang saling bersinggungan walaupun ditanam pada jarak yang cukup rapat. Hal ini disebabkan oleh usia kenari yang masih muda. Penanaman tanaman dengan tajuk bulat, spreading, dome, dan irregular tampak nyata pada tepi Jln. Letjen Ibrahim Adjie. Penanaman tanaman pada area ini juga terlihat berbaris dan berkesinambungan (Gambar 12). Gambar 12. Penanaman Tanaman di Tepi Jln. Letjen Ibrahim Adjie 4) Fungsi Kontrol Cahaya Tanaman dapat berfungsi sebagai pengontrol cahaya jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi kontrol cahaya untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) yang terdiri atas: (a) jarak tanam rapat, (b) bermassa daun padat, (c) dan berdaun sempit. Tabel 16. Penilaian Fungsi Kontrol Cahaya pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c (%) Keterangan 1. I Sangat Baik 2. II Sangat Baik 3. III ,67 Baik 4. IV ,00 Baik 5. V ,00 Sedang 6. VI ,67 Baik Keterangan: a, b, dan c merupakan kriteria fungsi kontrol cahaya yang terdapat pada Tabel 2

12 59 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen I menunjukan sebesar 100% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 16). Semua tanaman pada segmen ini merupakan tanaman berdaun sempit dengan masa daun yang padat dan ditanam dengan jarak tanam yang rapat sehingga tanaman dapat menyaring cahaya matahari secara efektif. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen II menunjukan sebesar 100% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 16). Berdasarkan pengamatan, semua tanaman pada segmen ini merupakan tanaman berdaun sempit dengan masa daun yang padat dan ditanam dengan jarak tanam yang rapat. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen III menunjukan sebesar 66,67% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 16). Sebagian besar tanaman pada segmen ini memiliki massa daun yang padat, berdaun sempit dan ditanam dengan jarak tanam antar tanaman yang rapat. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen IV menunjukan sebesar 75% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 16). Mahoni (S. mahogani) merupakan tanaman berdaun sempit yang mendominasi penanaman pada segmen ini. Faktor usia yang masih muda menyebabkan kepadatan massa daun dan pertautan antar tajuk tanaman mahoni tersebut tidak terlihat sempurna.

13 60 e) Segmen V Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen V menunjukan sebesar 50% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 16). Pada dasarnya, hampir sebagian besar tanaman yang ada di segmen ini, khususnya di dua lokasi memiliki massa daun yang padat dan jarak tanam yang cukup rapat. Namun, faktor usia yang masih terbilang muda menyebabkan dua kriteria tersebut tidak begitu terlihat. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen VI menunjukan sebesar 66,67% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 16). Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, sebagian besar penanaman pada segmen ini memiliki jarak tanam antartanaman yang ideal, kecuali beberapa penanaman di area ruko Sindangbarang. Jarak tanam antara tanaman kelapa sawit (E. guinensis) dengan beringin (F. benjamina) terlihat cukup rapat. Beberapa penanaman pohon di Jln. Letjen Ibrahim Adjie juga cukup rapat, walaupun tidak terlihat secara signifikan dikarenakan usia pohon yang masih muda. Selain itu, sebagian besar tanaman yang terdapat di segmen ini memiliki massa daun yang padat dan berdaun sempit. 5) Fungsi Kontrol Angin Tanaman dapat berfungsi sebagai pengontrol angin jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi kontrol angin untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) sebagai berikut: (a) tanaman tinggi, perdu, atau semak, (b) tahan angin atau tidak mudah tumbang, (c) bermassa daun padat dan tidak mudah rontok, (d) tidak berdaun lebar, (e) penanaman berbaris atau membentuk massa, dan (f) jarak tanam yang rapat, seperti yang terdapat pada Tabel 2.

14 61 Tabel 17. Penilaian Fungsi Kontrol Angin pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e f (%) Keterangan 1. I ,83 Sangat Baik 2. II ,83 Sangat Baik 3. III ,50 Baik 4. IV ,00 Baik 5. V ,33 Sedang 6. VI ,17 Sangat Baik Keterangan: a, b, c, d,e, dan f merupakan kriteria fungsi kontrol angin yang terdapat pada Tabel 2 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen I termasuk dalam kategori sangat baik atau sebesar 95,83% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 17). Hampir semua tanaman pada segmen ini merupakan jenis tanaman dengan karakteristik daun yang tidak lebar dan tidak mudah rontok, serta perakaran yang kuat dan dalam. Selain itu, tidak ditemukan adanya kerusakan akar yang dapat menimbulkan tumbangnya pohon di saat angin bertiup kencang. Tanaman juga memiliki kepadatan massa daun dengan pola penanaman yang berbaris serta jarak tanam yang rapat sehingga dapat menahan tiupan angin. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen II termasuk dalam kategori sangat baik atau sebesar 95,83% dari enam kriteria terpenuhi (Tabel 17). Hampir semua tanaman yang ditanam pada segmen ini memiliki karakteristik daun yang sempit dan tidak mudah rontok, serta perakaran yang kuat dan dalam. Selain itu, tidak ditemukan adanya kerusakan berat pada akar yang dapat mengakibatkan tumbangnya tanaman di saat angin bertiup kencang. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen III termasuk dalam kategori baik atau sebesar 62,50% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 17). Perakaran tanaman mahoni (S. mahogani) yang terdapat di tepi Jln. Mayjen Ishak Djuarsa cukup kuat untuk menahan angin. Hal ini karena tidak adanya kerusakan

15 62 akar serius yang dapat menyebabkan tumbangnya pohon di saat angin bertiup kencang. Mahoni tersebut ditanam secara berbaris dengan jarak tanam yang rapat. Sementara itu, penanaman tanaman yang tidak berbaris dijumpai di Jln. Veteran. Penanaman ini juga dilakukan pada lahan miring. Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat adanya kemungkinan rapuhnya akar dalam menahan tiupan angin. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen IV termasuk dalam kategori baik atau sebesar 75% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 17). Sebagian besar tanaman pada segmen ini merupakan jenis tanaman yang tahan angin dan tidak mudah tumbang sepanjang kondisi akar dalam keadaan sehat. Berdasarkan pengamatan, tidak ditemukan adanya kerusakan akar serius yang dapat mengakibatkan tumbangnya pohon ketika angin kencang bertiup. Mahoni (S. mahogani) merupakan tanaman berdaun sempit yang penanamannya dilakukan secara berbaris dengan jarak tanam antartanaman yang rapat. e) Segmen V Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen V termasuk dalam kategori sedang atau sebesar 58,33% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 17). Sebagian besar tanaman pada segmen ini merupakan pohon dengan penanaman massal sejenis. Selain itu, hampir semua tanaman tersebut merupakan tanaman dengan perakaran kuat dan dalam serta tidak adanya kerusakan akar yang berarti yang mengakibatkan tumbangnya tanaman di saat angin kencang. Hampir semua tanaman yang ada merupakan tanaman berdaun sempit dan tidak mudah rontok. Penanaman pohon yang tidak merata dan tidak berkesinambungan terdapat di beberapa titik lokasi, khususnya di area SPBU Sindangbarang. Penanaman itu menyebabkan tiupan angin kencang di lokasi tersebut tidak terhalau secara efektif. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen VI termasuk dalam kategori sangat baik atau sebesar 79,17% dari enam kriteria fungsi terpenuhi

16 63 (Tabel 17). Hampir semua tanaman yang ditanam pada segmen ini merupakan tanaman tinggi. Penanaman pohon yang dipadukan dengan perdu atau semak terdapat di beberapa lokasi. Tanaman yang ditanam merupakan jenis yang tidak mudah tumbang dan tahan terhadap angin. Hal ini dapat dilihat pada perakarannya yang kuat dan bukan merupakan akar dangkal. Sebagian besar tanaman juga bukan merupakan tanaman berdaun lebar sehingga tidak membahayakan pengguna jalan di saat angin bertiup kencang. Selain itu, hampir semua tanaman ditanam pada jarak tanam yang ideal dan hanya sedikit saja yang memiliki jarak tanam rapat. 6) Fungsi Kontrol Bunyi Tanaman dapat berfungsi sebagai pengontrol bunyi jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi kontrol bunyi untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) sebagai berikut: (a) terdiri dari beberapa lapis tanaman (kombinasi pohon, perdu, dan semak), (b) penanaman di dekat tepi jalan, (c) bermassa daun padat atau berdaun tebal, (d) terdapat kombinasi antara tanaman dengan dinding peredam, (e) terdapat variasi bentuk tajuk secara vertikal, (f) jarak tanam antar tanaman yang rapat, (g) terdapat penanaman beberapa spesies secara bersamaan, seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 18. Penilaian Fungsi Kontrol Bunyi pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e f g (%) Keterangan 1. I ,00 Baik 2. II ,14 Sedang 3. III ,43 Sedang 4. IV ,00 Sedang 5. V ,71 Buruk 6. VI ,00 Sedang Keterangan: a, b, c, d,e,f, g merupakan kriteria fungsi kontrol bunyi yang terdapat pada Tabel 2

17 64 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen I termasuk dalam kategori baik atau sebesar 75% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 18). Penanaman tanaman dengan kombinasi pohon, perdu, dan semak cukup banyak dilakukan. Sebagai contoh, kombinasi penanaman adam hawa (R. discolor) dan pandan kuning (P. pyegmeus) dengan pohon bunga ratu (A. nobilis) dan kenari (C. commune) di depan gedung Bapeda, juga kombinasi antara spider lili (Hymenocallis sp.) dan nanas merah (Crypthantus sp.) dengan pohon palem raja (R. regia) di depan gedung PLN. Kombinasi antara tanaman dengan dinding peredam dapat dilihat di antara Jln. Paledang hingga Jln.Merdeka -- Ciwaringin, yaitu kombinasi antara tanaman nusa indah (M. phillipica) dan palem raja (R. regia) dengan akalipa (A. macrophilla) dan bambu pagar (B. multipleks). b) Segmen II Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen II sebesar 57,14% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 18). Kombinasi penanaman yang terdiri atas pohon, perdu, dan semak jarang sekali terjadi, karena penanaman lanskap jalan lebih didominasi oleh pohon. Penanaman tanaman dengan variasi bentuk tajuk banyak terdapat di antara SMA Taruna Andhiga hingga SPBU. Jenis tanaman yang ada pada segmen ini terdiri atas, sengon (A. falcataria), kenari (C. commune), beringin (F. benjamina), beringin karet (F. elastica), bunga sapu tangan (M. grandiflora), dan palem raja (R. regia) dengan berbagai bentuk dan kepadatan massa tajuknya serta ditanam dengan jarak tanam yang rapat. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen III sebesar 46,43% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 18). Kombinasi antara tanaman dengan dinding peredam terdapat di Jln. Veteran. Tanaman yang ditanam pada lokasi ini meliputi biola cantik (F. lyrata), ki hujan (S. saman), bunga sapu tangan (M. grandiflora), dan hanjuang hijau (D. fragrans).

18 65 Komposisi penanaman yang terdapat di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa terdiri atas sekelompok mahoni yang ditanam secara linear berbaris pada lapisan pertama, dan diikuti oleh penanaman palem raja (R. regia), palem kuning (C. lutescens), dadap merah (E. cristagalli), pisang hias (H. rostrata), yuca (Y. aulifolia), hanjuang hijau (D. fragrans), dan bayam merah (A. ficoides) pada lapisan berikutnya. Perpaduan penanaman lanskap jalan dengan kombinasi pohon, perdu, dan semak pada satu lokasi merupakan perpaduan yang baik dalam mengontrol kebisingan. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen IV sebesar 50% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 18). Penanaman mahoni di tepi Jln. Mayjen Ishak Djuarsa terdapat pada lapisan pertama, kemudian lapisan berikutnya terdapat di depan pagar Yonif Garuda 315 diisi oleh penanaman tanjung (M. elengi), soka jepang (I. javanica), cemara kipas (T. orientalis), dan bayam merah (A. ficoides). Pada segmen ini, hampir tidak ditemukannya kombinasi antara tanaman dengan dinding peredam. e) Segmen V Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen V menunjukan sebesar 35,71% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 18). Penanaman pada segmen ini didominasi oleh mahoni (S. mahogani), sementara penanaman tanaman dengan kombinasi pohon, perdu, dan semak jarang terjadi. Selain itu, variasi bentuk tajuk secara vertikal tidak begitu menonjol. Di Jln. Sindangbarang, perpaduan antara tanaman mahoni (S. mahogani) dengan tanaman teh-tehan (A. macrophilla) hanya terdapat pada satu lokasi saja. Tanaman tersebut ditanam dengan komposisi penanaman massal sejenis dan jarak tanam yang rapat. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen VI termasuk dalam kategori sedang atau sebesar 46% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 18).

19 66 Segmen ini didominasi oleh pohon mahoni (S. mahogani) dan kenari (C. commune). Sebagian besar tanaman tersebut memiliki massa daun padat, kecuali beberapa kenari di Jln. Letjen Ibrahim Adjie yang massa daunnya belum padat dikarenakan usianya yang masih muda. Kombinasi antara pohon dengan tanaman lain hanya terdapat di Jln. Letjen Ibrahiem Adjie saja, yaitu kombinasi antara kenari dengan kelompok pisang (M. paradisiaca). 7) Fungsi Kontrol Polusi Tanaman dapat berfungsi sebagai pengontrol polusi jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi kontrol polusi untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) sebagai berikut: (a) toleransi terhadap polusi, (b) kuat dalam menyerap polutan gas NO 2 dan partikel lainnya, (c) terdiri dari beberapa lapis tanaman (kombinasi pohon, perdu, dan semak), (d) jarak tanam rapat, (e) massa daun padat, serta (f) cabang dan batang yang bertekstur kasar, seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 19. Penilaian Fungsi Kontrol Polusi pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e f (%) Keterangan 1. I ,33 Sangat Baik 2. II ,33 Sangat Baik 3. III ,50 Baik 4. IV ,00 Baik 5. V ,00 Sedang 6. VI ,00 Baik Keterangan: a, b, c, d, e, f merupakan kriteria fungsi kontrol polusi yang terdapat pada Tabel 2 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen I sebesar 83,33% dari enam kriteria terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 19). Hampir semua tanaman yang terdapat pada segmen ini memiliki batang dan cabang yang bertekstur kasar sehingga cukup efektif dalam menjerap partikel polutan.

20 67 b) Segmen II Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen II sebesar 83,33% dari enam kriteria terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 19). Berdasarkan pengamatan, sebagian besar tanaman pada segmen ini merupakan jenis tanaman yang cukup toleransi terhadap polusi. Hal ini terlihat pada batang dan cabang tanaman yang bertekstur kasar sehingga dapat menjerap partikelpartikel polutan. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen III adalah sebesar 62,50% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 19). Penanaman tanaman dengan kombinasi yang kontras antara pohon, perdu, dan semak terdapat di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa dan Jln. Veteran. Selain itu, sebagian besar tanaman yang terdapat pada dua lokasi tersebut juga memiliki batang dan cabang dengan tekstur kasar. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen IV adalah sebesar 71% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 19). Mahoni (S. mahogani) merupakan salah satu tanaman yang bertekstur kasar pada batang dan cabangnya. Penanaman mahoni (S. mahogani) yang dipadukan dengan penanaman tanaman lain hanya terdapat di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hampir semua tanaman pada segmen ini memiliki massa daun yang padat dan ditanam dengan jarak tanam rapat. e) Segmen V Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen V adalah sebesar 54% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 19). Berdasarkan pengamatan, mahoni (S. mahogani) merupakan tanaman yang memiliki toleransi tinggi terhadap polutan udara dengan cabang dan batangnya yang bertekstur kasar.

21 68 f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen VI adalah sebesar 75% dari 6 kriteria fungsi kontrol polusi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 19). Sebagian besar tanaman yang terdapat pada Segmen VI merupakan tanaman dengan massa daun padat dan cabang maupun batang bertekstur kasar. Penanaman dengan kombinasi antara pohon, perdu dan semak terdapat di Jln. Letjen Ibrahim Adjie, yaitu kombinasi antara tanaman mahoni (S. mahogani) dengan tanaman hanjuang hijau (D. fragrans) dan tanaman puring (C. vaeriegatum). 8) Fungsi Konservasi Tanaman dapat berfungsi sebagai pelindung tanah dan tata air, serta pencegah erosi jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi konservasi untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) antara lain: (a) terdapat penutup tanah tahunan atau rumput, (b) penanaman secara massal, (c) jarak tanam rapat, (d) massa daun padat, dan (e) penutupan yang merata, seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 20. Penilaian Fungsi Konservasi pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e (%) Keterangan 1. I ,00 Sangat Baik 2. II ,00 Sangat Baik 3. III ,00 Sedang 4. IV ,00 Sedang 5. V ,00 Buruk 6. VI ,00 Sedang Keterangan: a, b, c, d, dan e merupakan kriteria fungsi konservasi yang terdapat pada Tabel 2 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen I sebesar 90% dari lima kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 20).

22 69 Berdasarkan pengamatan, rumput gajah (A. compressus) ditanam hampir di semua bagian jalur hijau jalan dengan penutupan yang merata. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen II sebesar 90% dari lima kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 20). Hampir semua bagian pada jalur hijau jalan di segmen II ditanami oleh rumput gajah (A. compressus) dengan penutupan yang merata. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen III sebesar 45% dari lima kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 20). Penanaman rumput pada segmen ini hanya terdapat di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa. Rumput yang digunakan berjenis rumput gajah (A. compressus) dengan penutupan yang cukup merata (Gambar 13). Gambar 13. Penanaman Rumput Gajah di Tepi Jln. Mayjen Ishak Djuarsa d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen IV sebesar 60% dari lima kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 20). Pada segmen ini, penggunaan rumput sebagai tanaman penutup tanah terdapat di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa. Kurangnya pemeliharaan mengakibatkan hanya sebagian area di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa yang penutupan rumputnya merata.

23 70 e) Segmen V Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen V sebesar 30% dari lima kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 20). Penanaman rumput hanya terdapat pada dua titik lokasi di Jln. Sindangbarang, yaitu di area Perumahan Sindangbarang Jero dan area bangunan PT. Perkebunan Nusantara. Kondisi penutupan rumput pada dua lokasi tersebut tidak begitu merata. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen VI adalah sebesar 50% dari lima kriteria fungsi konservasi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 20). Penanaman rumput pada segmen ini hanya terdapat di area ruko Sindangbarang Grande dan di area pertanian (Jln. Letjen Ibrahim Adjie). Tetapi, penutupan rumput yang merata hanya terdapat di area ruko Sindangbarang saja. 9) Fungsi Pemberi Identitas Kriteria fungsi pemberi identitas untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) antara lain: (a) mempunyai ciri khas tertentu, (b) memiliki pola penanaman tertentu, dan (c) tanaman memiliki nilai sejarah. Tabel 21. Penilaian Fungsi Pemberi Identitas pada Segmen I VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c (%) Keterangan 1. I ,00 Sedang 2. II ,00 Sedang 3. III ,00 Buruk 4. IV ,00 Buruk 5. V ,33 Buruk 6. VI ,00 Buruk Keterangan: a, b, dan c merupakan kriteria fungsi pemberi identitas yang terdapat pada Tabel 2

24 71 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen I menunjukan sebesar 50% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 21). Tanaman yang berusia tua banyak terdapat di antara Jln. Juanda -- Jln. Dewi sartika. Salah satu contohnya adalah pohon beringin karet (F. elastica) yang tingginya mencapai > 80 m dan diameternya > 550 m (lampiran 4). Selain itu, kondisi perakaran tanaman tersebut bersifat ekstensif sehingga merusak dinding saluran drainase. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen II menunjukan sebesar 50% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 21). Tanaman dengan nilai sejarah tidak sedikit ditemukan di segmen ini. Usia suatu pohon dapat dilihat melalui ukuran diameter batang dan kondisi perakaran tanaman. Salah satu contohnya adalah tanaman kenari (C. commune) di depan SMA Taruna Andhiga. Ukuran diameter batang tanaman kenari tersebut sangat besar, begitu juga dengan kondisi perakarannya yang bersifat ekstensif. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen III adalah 25% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 21). Penanaman tanaman dengan ciri khas tertentu hampir tidak ditemukan pada segmen ini. Selain itu, sebagian besar tanaman ditanam dengan pola penanaman yang membentuk garis lurus. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen IV adalah 25% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 21). Hampir tidak ditemukan adanya penanaman dengan ciri khas tertentu pada segmen ini. Pola penanaman yang membentuk garis lurus dengan komposisi

25 72 massal sejenis hampir mendominasi penanaman pada segmen ini. Selain itu, sebagian besar tanaman masih berusia muda (Gambar 14). Gambar 14. Penanaman Massal Mahoni Muda di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa e) Segmen V Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen V adalah 33,33% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 21). Pada segmen ini, hampir tidak ada penanaman dengan ciri khas tertentu. Sebagian besar tanaman ditanam dengan komposisi penanaman massal sejenis dan pola penanaman yang linear. Selain itu, hampir seluruh tanaman berusia cukup muda. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen VI menunjukan sebesar 25% dari 3 kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 21). Pada dasarnya, pola penanaman pada segmen ini adalah linear dengan komposisi penanaman yang sedikit kurang teratur dan terkesan monoton. Secara keseluruhan, penanaman hanya difokuskan untuk memenuhi fungsi pengarah dan kurang memperhatikan estetika. Usia tanaman juga masih cukup muda Evaluasi dan Analisis Setiap Fungsi Pohon pada Seluruh Segmen Jalan Hasil penilaian setiap fungsi pohon pada seluruh segmen jalan adalah sebagai berikut (Tabel 22). Hasil penilaian fungsi pengarah adalah sebesar

26 73 56,67% (kategori sedang), fungsi pembatas sebesar 70.83% (kategori baik), fungsi peneduh sebesar 57,74% (kategori sedang), fungsi kontrol angin sebesar 77,78% (kategori baik), fungsi kontrol bunyi sebesar 51,79% (kategori sedang), fungsi kontrol cahaya sebesar 76,39% (kategori baik), fungsi kontrol polusi sebesar 71,53% (kategori baik), fungsi konservasi sebesar 60,83% (kategori baik), dan fungsi pemberi identitas sebesar 34,72% (kategori buruk). Tabel 22. Penilaian Setiap Fungsi Pohon pada Seluruh Segmen Jalan No. Fungsi Persentase setiap fungsi (%) Kategori 1 Pengarah 56,67 Sedang 2 Pembatas 70,83 Baik 3 Peneduh 57,74 Sedang 4 Kontrol Cahaya 76,39 Baik 5 Kontrol Bunyi 51,79 Sedang 6 Kontrol Angin 77,78 Baik 7 Kontrol Polusi 71,53 Baik 8 Konservasi 60,83 Baik 9 Pemberi Identitas 34,72 Buruk Tabel tersebut juga menunjukkan sebanyak 5 fungsi berkategori baik, yaitu fungsi pembatas, fungsi kontrol cahaya,fungsi kontrol angin, fungsi kontrol polusi, dan fungsi konservasi. Sementara itu, 3 fungsi berkategori sedang, yaitu fungsi pengarah, fungsi peneduh, dan fungsi kontrol bunyi, serta hanya fungsi pemberi identitas yang berkategori buruk. Sebagian besar tanaman pada lanskap jalan ini bermassa daun padat, bertekstur kasar, berdaun sempit, dan memiliki perakaran yang kuat dan percabangan yang lentur. Selain itu, tanaman ditanam secara massal, berbaris, berkesinambungan, dan dengan jarak tanam rapat. Akan tetapi, penanaman yang tidak merata, dengan pola penanamannya monoton, dan kurang memperhatikan kesatuan tema penanaman mempengaruhi penilaian fungsi pohon lanskap jalan sebagai pemberi identitas.

27 Evaluasi dan Analisis Seluruh Fungsi Pohon di Setiap Segmen Jalan Hasil penilaian seluruh fungsi pohon pada setiap segmen jalan menunjukkan sebagian besar segmen memiliki persentase fungsi dengan kategori sedang (Tabel 23). Hasil penilaian seluruh fungsi pada segmen I menunjukan sebesar 82,71% (kategori sangat baik), segmen II sebesar 77,57% (kategori baik), segmen III sebesar 50,88% (kategori sedang), segmen IV sebesar 59,54% (kategori sedang), segmen V sebesar 44,22% (kategori sedang), dan segmen VI sebesar 57,28% (kategori sedang). Penanaman pohon lanskap jalan lebih banyak terdapat di segmen I dan II. Tabel 23. Penilaian Seluruh Fungsi Pohon pada Setiap Segmen Jalan No. Segmen Persentase seluruh fungsi (%) Kategori 1 I 82,71 Sangat Baik 2 II 77,57 Baik 3 III 50,88 Sedang 4 IV 59,54 Sedang 5 V 44,22 Sedang 6 VI 57,28 Sedang Evaluasi dan Analisis Struktur Pohon Proses penilaian struktur pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon dilakukan dengan menggunakan pendekatan fisiognomi tanaman. Fisiognomi tanaman merupakan satu dari 5 tingkatan struktur tanaman menurut Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974). Penilaian fisiognomi tanaman dilakukan melalui pengamatan terhadap bentuk tajuk, diameter batang (DBH), tinggi, dan kerusakan pohon. Pengamatan tinggi dilakukan melalui pengukuran tinggi pohon yang kemudian diklasifikasikan ke dalam kelas T1 (rendah), T2 (sedang), dan T3 (tinggi) berdasarkan ketinggiannya. Menurut Booth (1983), pohon dikatakan rendah apabila ketinggiannya 6 m, sedang apabila ketinggiannya m, dan tinggi apabila ketinggiannya 12 m. Pengamatan diameter dilakukan melalui pengukuran diameter batang pohon setinggi rata-rata dada orang dewasa (DBH). Hasil pengukuran diameter

28 75 pohon ini kemudian diklasifikasikan ke dalam kelas D1 (semai), D2 (tiang/kecil), D3 (hampir dewasa/sedang), dan D4 (dewasa/besar). Menurut Daniel et al (1995), tanaman dikatakan semai apabila diameternya < 10 cm, tiang/kecil apabila diameternya antara cm, hampir dewasa/sedang apabila diameternya antara cm, dan dewasa/besar apabila diameternya 60 cm. Penilaian ini dilakukan terhadap 129 pohon yang dipilih secara acak dari total 341 pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat-Terminal Laladon yang terbagi dalam 6 segmen (segmen I -- VI) Evaluasi dan Analisis Bentuk Tajuk Pohon Hasil pengamatan bentuk tajuk pohon pada tiap segmen jalan terdapat pada Tabel 24. Hasil penilaian menunjukkan sebagian besar tanaman yang terdapat pada lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon memiliki tajuk yang berbentuk dome (menyerupai kubah), yaitu sebesar 60,47% dari total 129 pohon. Hampir semua tanaman yang tajuknya berbentuk dome merupakan jenis mahoni (S. mahogani) Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 42 pohon atau 32,56% dari total 129 pohon memiliki tajuk berbentuk oval, 7 pohon atau sebesar 5,43% memiliki tajuk berbentuk rounded (bulat), 3 pohon atau sebesar 2,33% bertajuk vertikal, dan hanya 1 pohon saja (0,78%) yang tajuknya berbentuk irregular (tidak beraturan). Tabel 24. Hasil Pengamatan Bentuk Tajuk Pohon pada Setiap Segmen Jalan Segmen Jumlah Tanaman Bentuk Tajuk oval rounded dome vertikal irregular I II III IV V VI Total (pohon) Persentase (%) 32,56 5,43 60,47 2,33 0,78

29 76 Kenari (C. commune) dan nangka (A. heterophylla) adalah dua tanaman dengan tajuk berbentuk oval. Bentuk tajuk bulat terdapat pada tanaman mangga (M. indica) dan tanjung (M. elengi). Tanaman mahoni (S. mahogani), beringin (F. benjamina), dan sengon (A. falcataria) memiliki tajuk yang berbentuk dome. Bentuk tajuk tanaman pete cina (L. glauca) adalah irregular, sementara bentuk tajuk kelapa sawit (E. guinensis) adalah vertikal Evaluasi dan Analisis Tinggi Pohon Hasil penilaian tinggi pohon pada setiap segmen jalan terdapat pada Tabel 25. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa sebagian besar ukuran tinggi pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon berada pada stadium sedang, yaitu berjumlah 56 pohon, atau sebesar 43,41% dari total 129 pohon. Sementara jumlah pohon yang ukuran tingginya termasuk dalam stadium rendah (semai) adalah 35 pohon (27,13% dari total jumlah pohon yang diamati), dan 38 pohon (29,46% dari total jumlah pohon yang diamati) berada pada stadium tinggi (dewasa). Sebagian besar pohon pada Segmen III hingga VI memiliki ukuran tinggi yang berada pada stadium rendah dan sedang, sementara jumlah pohon yang berada dalam fase dewasa banyak terdapat di Segmen I dan II. Tabel 25. Hasil Pengukuran Tinggi Pohon pada Setiap Segmen Jalan Segmen Jumlah Tinggi Pohon (m) Tanaman Rendah Sedang Tinggi T > H1 T > H2 I II III IV V VI Total (pohon) Persentase (%) 27,13 43,41 29,46 48,84 86,82 Selain itu, hasil penilaian juga menunjukkan bahwa hampir semua pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon ukuran tingginya melebihi tinggi kabel listrik, yaitu sebanyak 112 pohon atau sebesar 86,82% dari total 129

30 77 pohon, sementara jumlah pohon yang ukuran tingginya melebihi tinggi lampu jalan adalah 63 pohon atau sebesar 48,84% dari total keseluruhan pohon yang diamati Evaluasi dan Analisis Diameter Batang Hasil penilaian diameter batang pohon di setiap segmen jalan terdapat pada Tabel 26 yang menunjukkan bahwa sebagian besar pohon memiliki ukuran diameter batang yang berada pada stadium tiang (kecil), yaitu sebanyak 61 pohon atau sebesar 47,29% dari total seluruh pohon yang diamati. Pohon dengan ukuran diameter batang kecil banyak terdapat pada Segmen III hingga V. Jumlah pohon dengan ukuran diameter batang yang berada pada stadium semai adalah 19 pohon (14,73% dari total 129 pohon), 33 pohon (25,58% dari total 129 pohon) berukuran diameter batang stadium sedang, dan hanya 16 pohon (12,40% dari total pohon yang diteliti) yang ukuran diameter batangnya termasuk dalam stadium dewasa. Jumlah pohon dengan ukuran diameter batang pada stadium semai paling banyak terdapat di Segmen III, sementara pohon dengan ukuran diameter batang sedang dan besar banyak terdapat di Segmen I dan II. Tabel 26. Hasil Pengukuran Diameter Batang pada Setiap Segmen Jalan Segmen Jumlah Tanaman Diameter Batang (cm) Semai Tiang (Kecil) Sedang Dewasa I II III IV V VI Total (pohon) Persentase (%) 14,73 47,29 25,58 12, Evaluasi dan Analisis Kerusakan Pohon Hasil penilaian kerusakan pohon pada setiap segmen terdapat pada tabel berikut ini (Tabel 27). Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa sebagian

31 78 besar pohon mengalami kerusakan ringan, yaitu sebanyak 62 pohon atau sebesar 49,61% dari total 129 pohon yang diamati. Sementara itu, sebanyak 26 pohon atau 19,38% dari total pohon yang diamati mengalami kerusakan sedang, dan pohon yang berada dalam kondisi sehat berjumlah 41 pohon (31,01% dari total 129 pohon). Tabel 27. Hasil Penilaian Kerusakan Pohon pada Setiap Segmen Jalan Segmen Jumlah Tanaman Tingkat Kerusakan Pohon Sehat Ringan Sedang Berat I II III IV V VI Total (pohon) Persentase (%) 31,01 49,61 19,38 0,00 Tipe kerusakan pohon baik yang disebabkan oleh serangan hama/penyakit tanaman maupun aktivitas manusia ditunjukkan oleh Gambar 15. Gambar 15. Diagram Identifikasi Tipe Kerusakan Pohon

32 79 Sebagian besar tipe kerusakan dari 308 kasus kerusakan pohon adalah kanker. Penyakit kanker dapat disebabkan oleh berbagai agen, tetapi lebih sering disebabkan oleh jamur (Mangold (1997) dalam Miardini (2006)). Kerusakan daun, dan cabang yang patah atau mati menempati posisi kedua setelah kanker. Kerusakan daun umumnya disebabkan oleh hama serangga (Miardini 2006), dan cabang yang patah atau mati dapat disebabkan oleh penyakit parasit, non parasit, atau hama (Pracaya (2003) dalam Miardini (2006)). Tipe kerusakan konk atau busuk hati, dan indikator lapuk lanjut menempati posisi ketiga, yaitu sebesar 11%. Tipe kerusakan ini disebabkan oleh jamur yang mengakibatkan meningkatnya risiko penurunan penyerapan air dan unsur hara (Miardini, 2006). Posisi berikutnya ditempati oleh kerusakan berupa batang yang patah, yaitu 10% yang dapat disebabkan oleh aktivitas manusia atau hewan (Mangold (1997) dalam Miardini (2006)). Sementara persentase brum (percabangan berlebihan) pada akar atau batang menempati posisi yang sama dengan persentase luka terbuka. Penyebab timbulnya brum adalah serangan hama ulat pada pucuk tanaman (Soetrisno, 2001), sementara penyebab luka terbuka adalah tergores benda tajam (Khoiri, 2004). Persentase mati ujung sama dengan persentase perubahan warna daun, yaitu 6%. Kematian pada bagian pucuk tanaman atau mati ujung dapat disebabkan oleh aktivitas jamur atau hama serangga, dan absorpsi zat-zat beracun oleh tanaman. Persentase akar yang patah atau mati adalah sebesar 2%, dan persentase tipe kerusakan berupa eksudasi (resinosis atau gumosis) menempati posisi yang sama dengan brum (broom) pada cabang atau daerah di dalam tajuk, yaitu hanya sebesar 1%. Akar yang patah atau mati disebabkan oleh kegiatan pembuatan saluran drainase. Faktor genetik menjadi penyebab utama pada cabang atau daerah dalam tajuk, sementara penyebab eksudasi adalah organisme patogen yang menginfeksi luka terbuka (Khoiri, 2004). Lokasi kerusakan pada tubuh pohon di mana semua tipe kerusakan tersebut berada ditunjukkan oleh Gambar 16 berikut ini.

33 80 Gambar 16. Diagram Identifikasi Lokasi Kerusakan Pohon Hasil pengamatan terhadap 308 kasus menunjukkan bahwa sebagian besar kerusakan terdapat pada cabang tanaman, yaitu sebesar 22%. Kerusakan pada daun menempati posisi kedua dengan persentase sebesar 18%. Kemudian, kerusakan pada bagian atas batang menempati posisi ketiga dengan persentase sebesar 13%. Posisi berikutnya ditempati oleh kerusakan pada bagian atas dan batang dengan persentase sebesar 12%. Kerusakan pada permukaan akar menempati posisi yang sama dengan kerusakan pada batang tajuk dengan besarnya persentase pada masing-masing lokasi adalah 10%. Kerusakan pada akar dan batang bagian bawah menempati posisi berikutnya dengan persentase sebesar 9%. Kemudian, jumlah kerusakan paling sedikit terdapat pada bagian bawah batang dengan persentase sebesar 6% Sintesis dan Rekomendasi Penanaman tanaman pada lanskap jalan berfungsi untuk mendukung aktivitas pengguna jalan. Oleh karena itu, penentuan jenis tanaman yang akan ditanam perlu memperhatikan berbagai pertimbangan, antara lain, pertimbangan ekologis (iklim, tanah, cahaya matahari, drainase, dan kondisi lokasi), bentuk tanaman, dan manfaat. Tanaman jalan tersebut harus ditata pada tempat atau daerah yang sesuai dengan rencana perancangan dan tetap memperhatikan aspek fungsi, keselarasan, keharmonisan, keindahan, dan keselamatan pengguna. Pemilihan jenis tanaman untuk penanaman tepi jalan juga harus memenuhi

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Bahan dan Alat 3.3. Metode Penelitian Penentuan Segmen

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Bahan dan Alat 3.3. Metode Penelitian Penentuan Segmen 22 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di sepanjang jalan dari Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon Kota Bogor (Lampiran 1) dan hanya dibatasi hingga Rumaja (ruang manfaat

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Letak Geografis, Aksesibilitas, dan Jaringan Jalan

BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Letak Geografis, Aksesibilitas, dan Jaringan Jalan 39 BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Letak Geografis, Aksesibilitas, dan Jaringan Jalan Secara geografis Kota Bogor terletak pada koordinat 6,36º30 30 LS hingga 6º41 00 LS dan 106º43 30 BT hingga 106º51 00 BT.

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

REKOMENDASI KONSEP TATA HIJAU

REKOMENDASI KONSEP TATA HIJAU 85 REKOMENDASI KONSEP TATA HIJAU Penanaman lanskap harus dapat memberikan fungsi yang dapat mendukung keberlanjutan aktivitas yang ada dalam lanskap tersebut. Fungsi arsitektural penting dalam penataan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi pohon kota dilakukan pada tiga jalur jalan arteri di Kota Jakarta Pusat. Jalur arteri tersebut yaitu Jalan M.H. Thamrin, Jalan P. Diponegoro, dan Jalan Angkasa. Berdasarkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

EVALUASI FUNGSI DAN STRUKTUR POHON PADA LANSKAP JALAN KAPTEN MUSLIHAT--TERMINAL LALADON, BOGOR. Ramanda Widyanti

EVALUASI FUNGSI DAN STRUKTUR POHON PADA LANSKAP JALAN KAPTEN MUSLIHAT--TERMINAL LALADON, BOGOR. Ramanda Widyanti EVALUASI FUNGSI DAN STRUKTUR POHON PADA LANSKAP JALAN KAPTEN MUSLIHAT--TERMINAL LALADON, BOGOR Ramanda Widyanti DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1) ; (2) (3)

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1)  ; (2)  (3) 48 PERENCANAAN LANSKAP Konsep dan Pengembangannya Konsep dasar pada perencanaan lanskap bantaran KBT ini adalah menjadikan bantaran yang memiliki fungsi untuk : (1) upaya perlindungan fungsi kanal dan

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK FUNGSI TANAMAN PADA LANSKAP JALAN KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI. Universitas Sam Ratulangi, Manado

EVALUASI ASPEK FUNGSI TANAMAN PADA LANSKAP JALAN KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI. Universitas Sam Ratulangi, Manado EVALUASI ASPEK FUNGSI TANAMAN PADA LANSKAP JALAN KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI Arief Rahman (1), Jemmy Najoan (1), Maria G. M. Polii (1) 1 Program Studi Agroekoteknologi, Jurusan Budidaya Pertanian,

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan,S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami kriteria tanaman Lanskap Kota Mengetahui berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian bertempat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Kegiatan penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Jendral Sudirman yaitu jalur hijau

Lebih terperinci

FUNGSI TANAMAN BAMBU DALAM LANSEKAP BERDASARKAN KARAKTER FISIK DAN VISUAL. Oleh : RETNO ISMURDIATI

FUNGSI TANAMAN BAMBU DALAM LANSEKAP BERDASARKAN KARAKTER FISIK DAN VISUAL. Oleh : RETNO ISMURDIATI FUNGSI TANAMAN BAMBU DALAM LANSEKAP BERDASARKAN KARAKTER FISIK DAN VISUAL Oleh : RETNO ISMURDIATI JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANLAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1998 RETNO ISMURDIATI. Fungsi Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Kesimpulan dari konsep ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo adalah : 1. Adanya kebutuhan masyarakat pada kawasan pusat kota Ponorogo akan ruang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pe rancangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pe rancangan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Perencanaan adalah suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal, keadaan yang diharapkan, dan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Pengertian jalan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN BAB VII PENGHIJAUAN JALAN Materi tentang penghijauan jalan atau lansekap jalan, sebagian besar mengacu buku "Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan No.033/TBM/1996" merupakan salah satu konsep dasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Jalan Lanskap jalan adalah wajah dan karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alami seperti bentuk topografi

Lebih terperinci

PERENCANAAN Tata Hijau Penyangga Green Belt

PERENCANAAN Tata Hijau Penyangga Green Belt 68 PERENCANAAN Perencanaan ruang terbuka hijau di kawasan industri mencakup perencanaan tata hijau, rencana sirkulasi, dan rencana fasilitas. Perencanaan tata hijau mencakup tata hijau penyangga (green

Lebih terperinci

Gambar 18. Fungsi Vegetasi Mereduksi Bising di Permukiman (Sumber: Grey dan Deneke, 1978)

Gambar 18. Fungsi Vegetasi Mereduksi Bising di Permukiman (Sumber: Grey dan Deneke, 1978) 57 Analisis Fungsi Ekologi RTH Peredam Kebisingan Bukit Golf Hijau (BGH) adalah salah satu cluster di Sentul City dimana penghuninya sudah cukup banyak yang menempati rumah-rumah disini. Mayoritas penghuninya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana

TINJAUAN PUSTAKA. A. Evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana (2004), evaluasi adalah suatu tindakan yang digunakan atau dilakukan untuk menelaah atau menduga

Lebih terperinci

masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis dan lingkungannya dalam arti karakteristrik. Lansekap ditinjau dari segi

masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis dan lingkungannya dalam arti karakteristrik. Lansekap ditinjau dari segi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Lansekap (Landscape Planning) Lansekap merupakan refleksi dari dinamika sistem alamiah dan sistem sosial masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian tentang Lingkungan Hidup dan Lingkungan Perkotaan Soemarwoto (1985) mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan

Lebih terperinci

Evaluasi Lanskap Jalan Jenderal Ahmad Yani Pontianak

Evaluasi Lanskap Jalan Jenderal Ahmad Yani Pontianak Evaluasi Lanskap Jalan Jenderal Ahmad Yani Pontianak AGUS RULIYANSYAH 1* 1. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura Pontianak 1049, Indonesia *E-mail: agus.ruliyansyah@faperta.untan.ac.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18 C dan 32 C serta curah hujan berkisar

Lebih terperinci

ELEMEN ELEMEN PENDUKUNG LANSEKAP

ELEMEN ELEMEN PENDUKUNG LANSEKAP Tata Ruang Luar ELEMEN ELEMEN PENDUKUNG LANSEKAP Program Studi Arsitektur Universitas Gunadarma Vinny Nazalita Elemen Lunak Aspek Arsitektural Aspek Artistik Visual Aspek Hortikultural Aspek Pengendali

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

PENGANTAR VEGETASI LANDSCAPE PENGELOMPOKAN VEGETASI BERDASAR PEMBENTU DAN ORNAMENTAL SPACE

PENGANTAR VEGETASI LANDSCAPE PENGELOMPOKAN VEGETASI BERDASAR PEMBENTU DAN ORNAMENTAL SPACE 2011 PENGANTAR VEGETASI LANDSCAPE PENGELOMPOKAN VEGETASI BERDASAR PEMBENTU DAN ORNAMENTAL SPACE JURUSAN ARSITEKTUR ITATS Ririn Dina Mutfianti, ST.,MT 10/30/2011 Materi 1 Pengelompokan Berdasarkan Pembentuk

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1 Kesimpulan Berdasarkan permasalahan, data analisis dan pembahasan, dapat diperoleh hasil penelitian ( temuan) yang telah diperoleh, maka disimpulkan dan menjadi suatu arahan,

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan TINJAUAN PUSTAKA Pohon Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tumbuh dengan tinggi minimal 5 meter (16 kaki). Pohon mempunyai batang pokok tunggal yang menunjang tajuk berdaun dari cabang-cabang di atas tanah.

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN PERENCANAAN PEDESTRIAN HIJAU DI JALAN LINGKAR LUAR KOTA BOGOR, JAWA BARAT

KUISIONER PENELITIAN PERENCANAAN PEDESTRIAN HIJAU DI JALAN LINGKAR LUAR KOTA BOGOR, JAWA BARAT LAMPIRAN 120 121 Lampiran 1. Form Kiusioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN PERENCANAAN PEDESTRIAN HIJAU DI JALAN LINGKAR LUAR KOTA BOGOR, JAWA BARAT Studi ini bertujuan untuk membuat perencanaan lanskap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam lingkup lingkungan perkotaan keadaan tersebut membuat pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. tema Sustainable Architecture yang menerapkan tiga prinsip yaitu Environmental,

BAB VI HASIL RANCANGAN. tema Sustainable Architecture yang menerapkan tiga prinsip yaitu Environmental, BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1 Dasar perancangan Hasil perancangan sentra industri batu marmer adalah penerapan dari tema Sustainable Architecture yang menerapkan tiga prinsip yaitu Environmental, Social dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ciri Tanaman Lanskap 9/5/2014 TANAMAN DAN DESAIN PENANAMAN

PENDAHULUAN. Ciri Tanaman Lanskap 9/5/2014 TANAMAN DAN DESAIN PENANAMAN PENDAHULUAN TANAMAN DAN DESAIN PENANAMAN Tanaman merupakan elemen utama lanskap, tidak ada lanskap tanpa elemen tanaman, bahkan pada rock garden di sekitarnya juga terdapat tanaman. Tanaman merupakan sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanaman merupakan sumber keindahan, kenyamanan dan memberi daya dukung terhadap kehidupan

PENDAHULUAN. Tanaman merupakan sumber keindahan, kenyamanan dan memberi daya dukung terhadap kehidupan TANAMAN DAN DESAIN PENANAMAN PENDAHULUAN Tanaman merupakan elemen utama lanskap, tidak ada lanskap tanpa elemen tanaman, bahkan pada rock garden di sekitarnya juga terdapat tanaman. Tanaman merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang kemudian disintesis. Sintesis diperoleh berdasarkan kesesuaian tema rancangan yaitu metafora

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. marmer adalah Prinsip Sustainable Architecture menurut SABD yang terangkum

BAB V KONSEP. marmer adalah Prinsip Sustainable Architecture menurut SABD yang terangkum BAB V KONSEP 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan sentra industri batu marmer adalah Prinsip Sustainable Architecture menurut SABD yang terangkum dalam Three Dimension Sustainability:

Lebih terperinci

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan.

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan. KONSEP Konsep Dasar Street furniture berfungsi sebagai pemberi informasi tentang fasilitas kampus, rambu-rambu jalan, dan pelayanan kepada pengguna kampus. Bentuk street furniture ditampilkan memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Leaf Index Area (LAI) Lokasi Sampel Kerapatan daun atau kerindangan, biasa diukur dengan nilai indeks luas daun atau Leaf Area Index (LAI) (Chen & Black 1992 diacu dalam

Lebih terperinci

EVALUASI TANAMAN BAGI PENGEMBANGAN LANSKAP JALAN UTAMA KOTA BUMI, LAMPUNG UTARA ISYANI

EVALUASI TANAMAN BAGI PENGEMBANGAN LANSKAP JALAN UTAMA KOTA BUMI, LAMPUNG UTARA ISYANI EVALUASI TANAMAN BAGI PENGEMBANGAN LANSKAP JALAN UTAMA KOTA BUMI, LAMPUNG UTARA ISYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK ISYANI. Evaluasi Tanaman bagi Pengembangan Lanskap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

Pengaruh Fungsi Vegetasi terhadap Kenyamanan Termal Lanskap Jalan di Kawasan Kolonial Jalan Besar Idjen, Malang

Pengaruh Fungsi Vegetasi terhadap Kenyamanan Termal Lanskap Jalan di Kawasan Kolonial Jalan Besar Idjen, Malang TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Pengaruh Fungsi Vegetasi terhadap Kenyamanan Termal Lanskap Jalan di Kawasan Kolonial Jalan Besar Idjen, Malang Rizki Alfian (1), Irawan Setyabudi (2), Rofinus Seri Uran (3) (1)

Lebih terperinci

STUDI POTENSI PENYIMPANAN KARBONDIOKSIDA (CO2) DI JALUR HIJAU PADA BEBERAPA RUAS JALAN UTAMA DI KOTA AMBON

STUDI POTENSI PENYIMPANAN KARBONDIOKSIDA (CO2) DI JALUR HIJAU PADA BEBERAPA RUAS JALAN UTAMA DI KOTA AMBON STUDI POTENSI PENYIMPANAN KARBONDIOKSIDA (CO2) DI JALUR HIJAU PADA BEBERAPA RUAS JALAN UTAMA DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy, Mersiana Sahureka, Lesly Latupapua LATAR BELAKANG Kota sebagai pusat aktivitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

MENGKOMUNIKASIKAN GAMBAR RANCANGAN TAPAK BANGUNAN

MENGKOMUNIKASIKAN GAMBAR RANCANGAN TAPAK BANGUNAN MENGKOMUNIKASIKAN GAMBAR RANCANGAN TAPAK BANGUNAN RANCANGAN TAPAK Gambar ini menunjukkan hubungan antara letak obyek bangunan dengan letak site pada lingkungan di sekitarnya. Acapkali dijumpai istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disepakati oleh beberapa ahli bahwa ajaran agama merupakan aspek

BAB I PENDAHULUAN. Telah disepakati oleh beberapa ahli bahwa ajaran agama merupakan aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah disepakati oleh beberapa ahli bahwa ajaran agama merupakan aspek fundamental dalam pengelolaan lingkungan khususnya dalam konservasi keanekaragaman hayati.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1. Letak Geografis Site Site yang akan dibangun berlokasi di sebelah timur Jalan Taman Siswa dengan koordinat 07 o 48 41.8 LS 110 o 22 36.8 LB. Bentuk site adalah persegi panjang

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter yang menyatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN DAN UKURAN JL. YOS SUDARSO SITUASI LOKASI SITE. 173,5 m. 180 m. 165 m. 173 m

LINGKUNGAN DAN UKURAN JL. YOS SUDARSO SITUASI LOKASI SITE. 173,5 m. 180 m. 165 m. 173 m JL. YOS SUDARSO LINGKUNGAN DAN UKURAN 173,5 m 180 m 165 m LOKASI SITE 173 m JL. YOS SUDARSO VIEW View Baik View Cukup Baik View Tidak Baik Arah Orientasi bangunan Orientasi bangunan Orientasi fasade gedung

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSEKAP JALAN DI BEBERAPA JALAN UTAMA KOTAMADYA BOGOR. Oleh : A1 YULIANTI A

PERENCANAAN LANSEKAP JALAN DI BEBERAPA JALAN UTAMA KOTAMADYA BOGOR. Oleh : A1 YULIANTI A /Y4 p PERENCANAAN LANSEKAP JALAN DI BEBERAPA JALAN UTAMA KOTAMADYA BOGOR Oleh : A1 YULIANTI A 28.1143 JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANJAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1997 Van hamba-hamba yang baik

Lebih terperinci

ARL 200 ADISTI RIZKYARTI A

ARL 200 ADISTI RIZKYARTI A ARL 200 ADISTI RIZKYARTI A24080164 3. LANSKAP Dari Gambar lanskap di atas dapat di jelaskan keadaan lereng gunung yang di kelilingi dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentuknya dari segi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Tabel 8 Penilaian Kriteria Standar Pohon Sebagai Pereduksi Angin

BAB V PEMBAHASAN. Tabel 8 Penilaian Kriteria Standar Pohon Sebagai Pereduksi Angin 27 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis 5.1.1 Analisis RTH (Pohon) Sebagai Pereduksi Angin Analisis ini dilakukan pada empat area CBD di Sentul City, yakni Marketing Office, Plaza Niaga I, Graha Utama dan Graha

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Sentra Agrobisnis tersebut. Bangunan yang tercipta dari prinsip-prinsip Working

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Sentra Agrobisnis tersebut. Bangunan yang tercipta dari prinsip-prinsip Working BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Sentra Agrobisnis Anjuk Ladang menggunakan konsep Power of Climate, dengan konsep tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan tema dari Working With Climate

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep dasar pada perancangan Fashion Design & Modeling Center di Jakarta ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah EKSPRESI BENTUK dengan

Lebih terperinci

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ===================================================== LEMBARAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota Karakter merupakan sifat dan ciri khas yang dimiliki oleh suatu kelompok, baik orang maupun benda. Karakter lanskap merupakan suatu area yang mempunyai keharmonisan

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Metode Umum Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau tahapan-tahapan dalam merancang, yang disertai dengan teori-teori dan data-data yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bagi warga kota. Selain sebagai sarana tersebut, kehadiran lapangan golf

II. TINJAUAN PUSTAKA. bagi warga kota. Selain sebagai sarana tersebut, kehadiran lapangan golf 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lapangan golf merupakan salah satu fasilitas umum kota yang dapat digunakan sebagai sarana olah raga dan rekreasi melalui permainan golf yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kota Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN. Gambar Konsep zonasi Sumber : analisis penulis

BAB IV KONSEP PERANCANGAN. Gambar Konsep zonasi Sumber : analisis penulis BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1 Konsep Tata Ruang 4.1.1 Zonasi Secara umum bangunan dibagi menjadi tiga zona besar, yaitu zona publik, semipublik, dan zona privat. Berdasarkan input sensoriknya, zonasi dibagi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...2 B. Tujuan Penelitian...3 C. Manfaat Penelitian...3

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...2 B. Tujuan Penelitian...3 C. Manfaat Penelitian...3 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...ii HALAMAN PENGESAHAN...iii HALAMAN PERNYATAAN...iv HALAMAN PERSEMBAHAN...v KATA PENGANTAR...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR LAMPIRAN...xiii INTISARI...xiv

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 11 TAHUN 2005 T E N T A N G PENGATURAN PEMOTONGAN POHON PADA JALUR HIJAU DAN KAWASAN PERTAMANAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 60 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Analisis GIS dengan CITYgreen 5.4 Proses analisis dibagi menjadi analisis enam belas rumah sampel. Keenam belas rumah ini berasal dari dua kecamatan dengan kondisi

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR Menimbang : a. bahwa seiring

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A34204014 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Perancangan Konsep dasar yang digunakan dalam Revitalisasi Kawasan Pabrik Gula Krebet Malang ini mencangkup empat aspek yaitu: Standar Perancangan Objek Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

ANALISIS. Dominansi dan Keragaman

ANALISIS. Dominansi dan Keragaman 30 ANALISIS Dominansi dan Keragaman Dominansi Tanaman Dari hasil perhitungan dominansi tanaman pada lokasi studi, didapatkan bahwa spesies dengan nilai dominansi tertinggi pada sebagian besar area studi

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

Gambar 2. Bagan fungsi jalur hijau

Gambar 2. Bagan fungsi jalur hijau II. TINJAUAN PUSTAKA Jalur hijau harus mempertimbangkan segala aspek sosial, fungsi jalur hijau dan nilai-nilai yang terkandung dalam perencanaannya. Gambar 2 di bawah ini menunjukkan hal apaa saja yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI LOMBOK TIMUR, : a. bahwa seiring dengan laju pembangunan

Lebih terperinci

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang membentuk dan memperkuat karakter (ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DASAR. Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Kepanjen Educaion. Prinsip-prinsip tema Arsitektur Perilaku

BAB V KONSEP DASAR. Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Kepanjen Educaion. Prinsip-prinsip tema Arsitektur Perilaku BAB V KONSEP DASAR 5.1 Konsep Perancangan Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Kepanjen Educaion Park ini mencangkup tiga aspek yaitu: Prinsip-prinsip tema Arsitektur Perilaku Kriteria dalam behaviour

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Sleman 7574,82 Km 2 atau 18% dari luas wilayah DIY,

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. Gambar 5.1 gambar konsep bentuk bangunan (Sumber : analisis 2013)

BAB V KONSEP. Gambar 5.1 gambar konsep bentuk bangunan (Sumber : analisis 2013) BAB V KONSEP 5.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar Perancangan Pusat Komunitas Baca adalah kesimpulan dari bab sebelumnya yang disimpulkan. Kesimpulan diperoleh berdasarkan kesesuaian dengan tema perancangan

Lebih terperinci