TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kota Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya. Sedangkan menurut hasil rumusan Rapat Teknis di Jakarta pada bulan Februari (1991) dalam Dahlan (1992) hutan kota didefinisikan sebagai suatu lahan yang bertumbuhan pohon-pohonan di dalam wilayah perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota. Beberapa tipe-tipe hutan kota yang sering dijumpai di kota-kota besar menurut Dahlan (1992), antara lain : a. Tipe pemukiman b. Tipe kawasan industri c. Tipe rekreasi dan keindahan d. Tipe pelestarian plasma nutfah e. Tipe perlindungan f. Tipe pengamanan

2 Beberapa bentuk hutan kota, antara lain : a. Jalur hijau b. Taman kota c. Kebun dan halaman d. Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang e. Hutan lindung f. Kuburan dan taman makam pahlawan Kondisi kota yang semarak indah, sejuk dan nyaman dapat tercipta, jika taman yang ada dapat dibangun di banyak tempat. Selain hasilnya dinikmati oleh penduduk kota, juga akan menunjukan citra yang baik bagi kota tersebut (Dahlan, 2004). Taman kota dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia, untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah (Dahlan, 1992). Menurut Nazaruddin (1996) tanaman dapat dibedakan atas lima kelompok besar berdasarkan gradasi ketinggian, yaitu : 1. Rumput Rumput merupakan jenis tanaman penggalas. Posisinya dalam taman merupakan lapisan paling bawah di atas tanah. 2. Tanaman penutup tanah Tanaman penutup lahan yang sering disebut ground cover merupakan tanaman yang sedikit lebih tinggi dari rumput. Umumnya jenis tanaman ini terdiri dari tanaman yang berdaun atau berbunga indah.

3 3. Semak Tanaman semak merupakan jenis tanaman yang agak kecil dan rendah, agak berkayu atau hanya cabang utamanya yang berkayu, serta pertumbuhannya cenderung merambat atau melebar. 4. Perdu Tanaman perdu merupakan jenis tanaman yang menyerupai pohon, tetapi lebih kecil dan biasanya batangnya cukup berkayu tetapi tumbuhnya kurang tegak dan kurang gagah. Tanaman perdu biasanya bercabang banyak dengan percabangan yang selalu dekat dengan tanah. 5. Pohon Pohon merupakan tanaman berkayu keras dan tumbuh tegak, berukuran besar dengan percabangan yang kokoh. Pohon Pohon didefinisikan sebagai suatu tumbuhan tahunan berkayu yang mempunyai batang utama tunggal dan mencapai tinggi 6 m atau lebih, dengan diameter lebih dari 10 cm. Ada tiga bagian utama pohon, yaitu: (1) akar, (2) batang dan (3) tajuk. Menurut Arief (2001) klasifikasi pohon ada beberapa cara, antara lain sebagai berikut: a. Klasifikasi berdasarkan ukuran: 1). Tingkat semai, apabila pohon-pohonnya mempunyai tinggi sampai 1,5 m. 2). Tingkat pancang, apabila pohon-pohonnya mempunyai tinggi > 1,5 m dengan diameter < 10 cm.

4 3). Tingkat tiang, apabila pohon-pohonnya mempunyai diameter cm. 4). Tingkat pohon inti, apabila pohon-pohonnya mempunyai diameter > 50 cm. b. Klasifikasi berdasarkan posisi tajuk pohon: 1). Dominan : Pohon dengan tajuk lebar di atas lapisan. 2). Kodominan : Pohon dengan tajuk besar pada lapisan tajuk. 3). Tengahan : Pohon dengan bagian besar tajuk di bawah lapisan tajuk atau terjepit dan menerima sinar matahari bagian atas dan bagian samping menerima sinar sebagian kecil atau tidak sama sekali. 4). Tertekan : Pohon dengan tajuk dinaungi pohon besar atau tidak menerima sinar matahari sepenuhnya, baik dari atas maupun dari samping. c. Klasifikasi berdasarkan kualitas pohon: 1). Pohon srigala : Pohon yang pertumbuhannya menghalangi pertumbuhan pohon lain yang sehat dan subur, tetapi kurang bernilai komersial. 2). Pohon berbatang ganda : Pohon yang pertumbuhannya berbentuk kurang komersial. 3). Pohon berbekas luka bakar : Pohon yang pertumbuhannya tidak normal lagi karena gerowongan atau pohon membusuk. Persyaratan pohon pelindung menurut Cabang Dinas Pertamanan (2003) adalah: 1. Berbatang besar dan tinggi

5 2. Berpenampilan menarik 3. Berfungsi sebagai penyerap polusi 4. Berfungsi sebagai peneduh jalan 5. Bebas hama dan penyakit 6. Percabangan kuat dan daunnya tidak mudah gugur 7. Tidak menimbulkan alergi 8. Tidak merusak lingkungan 9. Mudah dalam perawatan 10. Tidak berpenampilan seperti perdu atau semak 11. Tidak berbahaya Menurut Nazaruddin (1996) manfaat-manfaat yang bisa dirasakan dari keberadaan pohon sebagai salah satu sumberdaya hutan, yaitu: 1. Manfaat Estetis Warna hijau daun dan aneka bentuk dedaunan serta bentuk susunan tajuk berpadu menjadi suatu pemandangan yang menyejukkan dan menonjolkan keindahan. 2. Manfaat Orologis Pepohonan yang tumbuh di atas tanah akan mengurangi erosi, mengurangi tingkat kerusakan tanah dan menjaga kestabilan tanah. 3. Manfaat Hidrologis Struktur akar tanaman mampu menyerap kelebihan air apabila turun hujan sehingga tidak mengalir dengan sia-sia melainkan dapat terserap oleh tanah.

6 4. Manfaat Klimatologis Keberadaan tanaman dapat menunjang keselarasan faktor-faktor iklim, seperti kelembaban, curah hujan, sinar matahari dan juga dapat mengurangi efek rumah kaca. 5. Manfaat Edaphis Berhubungan erat dengan lingkungan hidup satwa di perkotaan yang semakin terdesak lingkungannya, sehingga dapat memberikan lingkungan yang nyaman bagi satwa. 6. Manfaat Ekologis Menjaga keseimbangan hidup antar makhluk hidup yang saling bergantungan satu sama lain. 7. Manfaat Protektif Pohon dapat menjadi pelindung dari teriknya sinar matahari di siang hari sehingga manusia memperoleh keteduhan. Pohon juga dapat menjadi pelindung dari terpaan angin kencang dan peredam dari suara kebisingan. 8. Manfaat Higienis Tanaman mampu mengurangi bahaya polusi, karena dedaunan tanaman mampu menyaring debu dan mengisap kotoran di udara dan bahkan mampu menghasilkan gas oksigen yang sangat dibutuhkan manusia. 9. Manfaat Edukatif Penanaman kembali pepohonan di perkotaan dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium alam.

7 Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan Berbicara tentang nilai (harga) sumberdaya hutan berarti kita berbicara fungsinya bagi pemenuhan kebutuhan baik secara langsung (pemenuhan konsumsi dan kesenangan) maupun tidak langsung (sebagai penyeimbang ekosistem demi kelestarian kehidupan). Nilai adalah merupakan persepsi manusia, tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang atau individu tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Oleh karena itu nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai akan terjadi antara masyarakat yang berbeda (Field dan Martha, 2002). Kegunaan, kemanfaatan, kepuasan, rasa senang merupakan ungkapan makna atau nilai sumberdaya hutan yang diperoleh, dirasakan oleh individu atau masyarakat tersebut. Ukuran nilai ini dapat diekspresikan oleh waktu, tenaga, barang atau uang, dimana seseorang bersedia memberikannya untuk memperoleh, memiliki atau menggunakan barang dan jasa yang dinilai. Menurut Worrel (1961) dan Gregory (1979) dalam Bahruni (1999) membuat klasifikasi nilai manfaat sumberdaya hutan, yang menurut interpretasi didasarkan atas perilaku pasar atas barang dan jasa yang dinilai tersebut, yaitu: a. Nilai manfaat nyata (tangible benefits) adalah manfaat yang diperoleh dari barang dan jasa yang dapat secara nyata diukur, karena berlaku mekanisme pasar secara baik. b. Nilai manfaat tidak nyata (intangible benefits) adalah kebalikan dari manfaat nyata, yaitu nilai manfaat ini tidak dapat diukur secara langsung, karena

8 mekanisme pasar tidak berjalan, ada faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga terjadi kegagalan pasar (market failure). Selanjutnya Pearce and Turner (1990) dalam Bahruni (1999) juga menambahkan klasifikasi nilai manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value), atas dasar klasifikasi menurut cara atau proses manfaat itu diperoleh, yaitu: a. Nilai Guna (use value) 1. Nilai guna langsung (direct use value) Nilai yang bersumber dari penggunaan secara langsung oleh masyarakat atau perusahaan terhadap komoditas hasil hutan produksi, berupa flora pohon dan nir pohon, fauna dan komoditas dari proses ekologis (ekosistem) hutan. 2. Nilai guna tidak langsung (indirect use value) Nilai yang bersumber dari manfaat yang diperoleh oleh individu/masyarakat melalui penggunaan secara tidak langsung terhadap sumberdaya hutan yang memberikan jasa (pengaruh) pada aktivitas ekonomi/produksi atau mendukung kehidupan makhluk hidup. Jasa hutan dihasilkan dari suatu proses ekologis dari komponen biofisik ekosistem hutan. Nilai sumberdaya hutan yang termasuk dalam kategori nilai guna tidak langsung (indirect use value) adalah nilai berbagai fungsi jasa hutan berupa manfaat hutan bagi pengendalian banjir, prasarana angkutan air, pengendalian erosi dan penyerapan CO 2. b. Nilai pilihan atau harapan masa yang akan datang (option value)

9 Nilai harapan masa yang akan datang terhadap komoditas yang saat ini digunakan, maupun yang belum dimanfaatkan. Nilai berkaitan dengan adanya ketidakpastian yang bersumber dari dua hal yaitu (1) preferensi masyarakat konsumen saat ini terhadap komoditas hutan pada masa yang akan datang, maupun preferensi generasi yang akan datang, (2) ketidakpastian teknologi pemanfaatan maupun manajemen sumberdaya terhadap pasokan (supply) komoditas masa yang akan datang (supply-side option value). c. Nilai keberadaan (existence value) Nilai yang menggambarkan manfaat (kesejahteraan) yang diperoleh seseorang/masyarakat dengan mengetahui keberadaan hutan, meskipun masyarakat ini tidak memiliki atau menggunakan sumberdaya hutan tersebut, termasuk manfaat sosial budaya yang diperoleh masyarakat lokal sebagai interaksi kehidupan sosial budaya mereka dengan keberadaan hutan tersebut, yang berarti keberadaan hutan menentukan kelangsungan nilai-nilai sosial budaya masyarakat tersebut. Nilai keberadaan bukan dihasilkan dari institusi pasar, dan tidak ada kaitannya dengan fungsi perlindungan aset produktif dan proses produksi secara langsung, seperti kegiatan berburu, berladang dan lain-lain maupun tidak langsung sebagai input atau prasarana pendukung produksi. Lingkungan pada dasarnya adalah barang publik, yang keberadaan dan kualitasnya tergantung dari perilaku masyarakat. Nilai ekonomi sumberdaya dan lingkungan salah satunya menitikberatkan pada persoalan barang publik (public goods or common property resources) (Yakin, 1997).

10 Menurut Bahruni (1999) barang publik ini memiliki ciri-ciri, yaitu: a. Barang dan jasa tidak bersifat non rival, joint supply atau indivisible, yaitu penggunaan oleh seseorang tidak mengurangi ketersediaannya untuk dimanfaatkan bagi orang lain, sehingga menjadi tidak langka. b. Barang dan jasa tidak bersifat eksklusif (non-exclution), yaitu penawaran tidak hanya diperuntukkan untuk seseorang dan mengabaikan yang lainnya. Banyak barang dan jasa hutan yang bersifat barang publik (public goods, common property resources). Barang publik ini mempunyai nilai yang tidak dapat dipungkiri, tetapi persoalannya berapa nilainya, siapa yang memperoleh manfaat, apakah mau membayar atas manfaat yang diperoleh tersebut, pemilik atau pengelola hutan menghasilkan barang umum, tetapi tidak dapat memungut bayaran atas manfaat tersebut, sedangkan untuk menyediakan atau memelihara barang dan jasa tersebut memerlukan biaya. Penilaian manfaat hutan maupun peranan (keterkaitan) ekonomi sumberdaya hutan terhadap sektor ekonomi lainnya dalam pembangunan ekonomi wilayah dan nasional pada dasarnya ada dua yaitu: metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap pasar atau pendekatan terhadap kesediaan membayar (willingness to pay/willingness to accept). Menurut Yakin (1997) definisi dari willingness to pay/willingness to accept adalah nilai dari perubahan kondisi lingkungan atau biaya dari kerusakan lingkungan yang ditentukan oleh semua individu baik secara langsung maupun tidak langsung yang bisa dinyatakan dalam bentuk uang.

11 Metode Valuasi Kontingen Nilai pilihan seperti nilai flora dan fauna yang saat ini belum dimanfaatkan yang secara potensial di masa yang akan datang dapat bermanfaat dan nilai keberadaan dari flora dan satwa langka serta nilai sosial budaya dari sumberdaya hutan dilakukan penilaiannya dengan metode kontingen (Contingent Valuation Method). Metode ini dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada responden (menggunakan kuisioner/daftar pertanyaan) tentang kesediaan membayar (willingness to pay) atau kesediaan dibayar (willingness to accept) kepada atau oleh pihak lain sebagai kompensasi telah memelihara keadaan hutan sehingga nilai pilihan atau nilai keberadaan hutan tersebut tetap terpelihara (Bahruni, 1999). Metode Valuasi Kontingen (MVK) adalah metode teknik survei untuk menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa orang yang mempunyai preferensi yang besar tetapi tersembunyi terhadap seluruh jenis barang lingkungan, kemudian diasumsikan bahwa orang tersebut mempunyai kemampuan untuk mentransformasikan preferensi tersebut ke dalam bentuk nilai uang. Dalam hal ini diasumsikan bahwa orang akan bertindak nantinya seperti yang dia katakan ketika suatu hipotesis yang disodorkan kepadanya akan menjadi kenyataan pada masa yang akan datang (Yakin, 1997).

12 Tingkat Pendapatan Besar kecilnya pendapatan berhubungan dengan kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup. Bagi masyarakat yang tidak mampu ada kalanya kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup tidak sebanding dengan keinginan untuk mempertahankan hidup. Jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan terjadinya kemerosotan moral yang pada akhirnya akan bermuara pada terbentuknya perilaku menyimpang. Sulitnya untuk memenuhi kebutuhan hidup menyebabkan keinginan tidak sesuai dengan kemampuan. Hal ini yang menjadi titik awal terjadinya penyimpangan perilaku akibat dorongan pemenuhan kebutuhan ekonomi (Marnaek, 2005). Untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat pendapatan, Yusnawati (2003) dalam Marnaek (2005) membagi tingkat pendapatan berdasarkan pendapatan ratarata per bulan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu : a. Golongan berpenghasilan rendah sebesar Rp 0,- sampai dengan Rp ,- b. Golongan berpenghasilan sedang Rp ,- sampai dengan Rp ,- c. Golongan berpenghasilan tinggi sebesar Rp ,- sampai dengan Rp ,- d. Golongan berpenghasilan sangat tinggi lebih dari Rp ,- Tingkat Pendidikan Sumberdaya manusia merupakan modal dasar dari kekayaan suatu bangsa. Modal fisik dan sumberdaya alam hanyalah faktor produksi yang pada dasarnya bersifat pasif, manusialah agen-agen aktif yang akan mengumpulkan modal, mengeksploitasi sumberdaya-sumberdaya alam, membangun berbagai macam

13 organisasi sosial, ekonomi dan politik serta melaksanakan pembangunan nasional. Cara yang paling efektif dan efisien dalam mengembangkan sumberdaya manusia adalah melalui pengetahuan rakyatnya melalui pemberian pelayanan pendidikan dan kesehatan yang sebaik-baiknya. Pendidikan ini mencakup pendidikan formal (sekolah dasar, pertama, menengah dan pendidikan tinggi) dan pendidikan non formal termasuk pelatihan dan penyuluhan (Hicks, 1996). Komunikasi lewat pendidikan, latihan serta berjenis-jenis proses komunikasi diusahakan dapat memberi perubahan sikap melalui tambahan pengetahuan serta kesadaran. Pendidikan pada prinsipnya memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya untuk menerima halhal yang masih baru sekaligus dapat berpikir secara ilmiah. Pendidikan dapat juga mengakibatkan seseorang dalam masyarakat memilih fakta yang berkenaan dengannya, serta menjadi pendorong pelaksanaan perubahan terhadapnya. Secara teoritis hal tersebut dapat mempengaruhi sikap dan pandangan manusia. Menurut Sukirno (1985) dalam Marnaek (2005) mengatakan secara empiris telah dibuktikan bahwa tingkat pendidikan masyarakat yang lebih tinggi dapat membantu mempercepat pembangunan ekonomi. Pendidikan yang lebih tinggi dapat memperluas pengetahuan masyarakat dan mempertinggi rasionalitas pemikiran mereka. Tingkat Umur Untuk mengetahui tua muda tingkat umur, Sinaga (2002) membagi tingkat umur menjadi 5 (lima) kategori, yaitu: a. Golongan sangat muda berusia kurang dari 20 tahun

14 b. Golongan muda berusia 21 tahun sampai dengan 30 tahun c. Golongan dewasa berusia 31 tahun sampai dengan 40 tahun d. Golongan tua berusia 41 tahun sampai dengan 50 tahun e. Golongan sangat tua lebih dari 50 tahun Tingkat Pemahaman lingkungan Pemahaman lingkungan merupakan deskripsi tentang kondisi wilayah target dan pengembangannya secara rinci. Pemahaman relativitas suatu masyarakat dapat dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan cara mendengar, mengamati aktifitas budaya masyarakat dan melakukan dialog melalui wawancara dengan pihak masyarakat. Jika proses identifikasi gejala sosial budaya sudah terpahami maka dilanjutkan dengan penentuan program pembangunan yang sesuai untuk diterapkan di masyarakat (Sutaat, 2004).

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan TINJAUAN PUSTAKA Pohon Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tumbuh dengan tinggi minimal 5 meter (16 kaki). Pohon mempunyai batang pokok tunggal yang menunjang tajuk berdaun dari cabang-cabang di atas tanah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan yang diikuti dengan penerapan teknologi yang tinggi dan

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan yang diikuti dengan penerapan teknologi yang tinggi dan TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan yang diikuti dengan penerapan teknologi yang tinggi dan tidak tepat dalam usaha pemenuhan kebutuhan manusia yang semakin meningkat bisa menimbulkan dampak buruk pada lingkungan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994). TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan Berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Konservasi Menurut Undang-undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 3. Sebagai penghalang sampainya air ke bumi melalui proses intersepsi.

TINJAUAN PUSTAKA. 3. Sebagai penghalang sampainya air ke bumi melalui proses intersepsi. TINJAUAN PUSTAKA Fungsi Hutan Sebagai Pengatur Tata Air Menurut fungsinya hutan mempunyai fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Hutan yang mempunyai fungsi konservasi adalah kawasan hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. RTH dalam Penataan Ruang Wilayah Perkotaan Perkembangan kota merepresentasikan kegiatan masyarakat yang berpengaruh pada suatu daerah. Suatu daerah akan tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

MG-3 KONSEP PENILAIAN EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN

MG-3 KONSEP PENILAIAN EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN MG-3 KONSEP PENILAIAN EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc Asti Istiqomah, SP, MS EKONOMI KEHUTANAN ESL 325 (3-0) PENTINGNYA VALUASI SDH 1. Hutan merupakan aset SDA, dimana nilai aset

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan

Lebih terperinci

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP Pengertian Konservasi Konservasi sumber daya alam adalah penghematan penggunaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dengan terus meningkatnya pembangunan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian tentang Lingkungan Hidup dan Lingkungan Perkotaan Soemarwoto (1985) mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri dan Kawasan Industri Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar

Lebih terperinci

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Magister Desain Kawasan Binaan (MDKB) LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. Pendahuluan Tujuan : Memberi pemahaman tentang: - Pengertian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Hutan Masyararakat desa hutan dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan aktivitas atau kegiatan yang berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 22 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kerusakan sumberdaya hutan (deforestasi dan degradasi) terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara lain, yang menurut Sharma et al. (1995) selama periode 1950-1980

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

PENGHIJAUAN SEBAGAI SALAH SATU SARANA MEWUJUDKAN KOTA BERWAWASAN LINGKUNGAN. Oleh: Susatyo Adhi Pramono. Abstract

PENGHIJAUAN SEBAGAI SALAH SATU SARANA MEWUJUDKAN KOTA BERWAWASAN LINGKUNGAN. Oleh: Susatyo Adhi Pramono. Abstract PENGHIJAUAN SEBAGAI SALAH SATU SARANA MEWUJUDKAN KOTA BERWAWASAN LINGKUNGAN Oleh: Susatyo Adhi Pramono Abstract Development of town has altered availibility open green scape to become development scape.

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK Mohhamad Kusyanto Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Diponegoro 1B Jogoloyo Demak Telpon (0291) 681024

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43),

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43), BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kota berupa pembangunan infrastruktur, namun sayangnya terdapat hal penting yang kerap terlupakan, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir menuju ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 63/2002, HUTAN KOTA *39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BENTUK, STRUKTUR DAN PERANAN HUTAN KOTA MALABAR MALANG

IDENTIFIKASI BENTUK, STRUKTUR DAN PERANAN HUTAN KOTA MALABAR MALANG 195 Buana Sains Vol 10 No 2: 195-201, 2010 IDENTIFIKASI BENTUK, STRUKTUR DAN PERANAN HUTAN KOTA MALABAR MALANG Rizki Alfian dan Hendra Kurniawan PS. Agroteknologi, Fakultas IPSA, Universitas Tribhuwana

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam dengan beragam manfaat, berupa manfaat yang bersifat langsung maupun manfaat tidak langsung. Produk hutan yang dapat dinikmati secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nilai Sumberdaya Hutan Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem DAYA DUKUNG LINGKUNGAN JASA EKOSISTEM PADA TUTUPAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Daya Dukung

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sebagai hasil pengolahan data penelitian dan pembahasan terhadap hasil analisis yang telah disajikan dalam beberapa bab sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

BAB VII KEBAKARAN HUTAN BAB VII KEBAKARAN HUTAN Api merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 10 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci