EVALUASI FUNGSI DAN STRUKTUR POHON PADA LANSKAP JALAN KAPTEN MUSLIHAT--TERMINAL LALADON, BOGOR. Ramanda Widyanti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI FUNGSI DAN STRUKTUR POHON PADA LANSKAP JALAN KAPTEN MUSLIHAT--TERMINAL LALADON, BOGOR. Ramanda Widyanti"

Transkripsi

1 EVALUASI FUNGSI DAN STRUKTUR POHON PADA LANSKAP JALAN KAPTEN MUSLIHAT--TERMINAL LALADON, BOGOR Ramanda Widyanti DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon pada Lanskap Jalan Kapten Muslihat Terminal Laladon, Bogor adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini. Depok, September 2012 Ramanda Widyanti A

3 EVALUASI FUNGSI DAN STRUKTUR POHON PADA LANSKAP JALAN KAPTEN MUSLIHAT -- TERMINAL LALADON, BOGOR Ramanda Widyanti A DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

4 EVALUASI FUNGSI DAN STRUKTUR POHON PADA LANSKAP JALAN KAPTEN MUSLIHAT -- TERMINAL LALADON, BOGOR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: Ramanda Widyanti A DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon pada Lanskap Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon, Bogor : Ramanda Widyanti : A Menyetujui Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. NIP : Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP : Tanggal Disetujui :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 7 Mei 1988 dari pasangan Bapak Maryanto dan Ibu Wiludjeng Budi Rochyati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 1993 penulis mengawali pendidikannya di TK Islam Al- Muhajirin. Tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN Bakti Jaya IV Depok yang kemudian dilanjutkan ke SMPN 3 Depok dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 3 Depok dan lulus pada tahun Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI dan setahun kemudian penulis ditetapkan sebagai mahasiswi Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan Major-Supporting Course, penulis pernah menjadi anggota Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) dalam bidang media dan dakwah pada tahun dan Badan Pengawas Himpunan Profesi (BP-Himpro) DPM Faperta tahun 2007.

7 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Swt, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon pada Lanskap Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon, Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. keluarga atas doa, nasehat, semangat, dan kasih sayang yang tidak ternilai kepada penulis; 2. Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M. Agr. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, saran, dan nasehatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 3. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor; 4. seluruh staf pengajar dan Komisi Pendidikan Departemen Arsitektur Lanskap atas bantuannya kepada penulis selama menempuh pendidikan; 5. seluruh staf dari Kesbang Kota Bogor, Dinas Tata Kota, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Bina Marga, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atas bantuannya selama penelitian berlangsung; 6. semua pihak yang turut serta membantu dalam penyusunan skripsi ini, tetapi tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Semoga karya ini dapat bermanfaat. Bogor, Agustus 2012 Penulis

8 RINGKASAN RAMANDA WIDYANTI, Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon pada Lanskap Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon, Bogor. Dibimbing oleh WAHJU QAMARA MUGNISJAH. Jalan sebagai bagian dari lanskap kota turut serta dalam memperlancar fungsi dan aktivitas suatu kota. Idealnya, setiap jalan raya di kawasan kota memiliki lanskap jalan yang bertujuan mendukung aktivitas pengguna jalan. Lanskap jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alam seperti bentuk topografi lahan maupun yang terbentuk dari elemen lanskap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lanskap jalan berperan penting dalam membangun karakter lingkungan, spasial, dan visual agar dapat memberikan suatu identitas perkotaan. Tanaman, khususnya pohon, lebih berperan penting dalam memperbaiki kualitas lingkungan dan estetika lanskap jalan jika dibandingkan dengan elemen perkerasan. Tanaman pada lanskap jalan berfungsi sebagai pengontrol pandangan, pembatas fisik, pengendali iklim, pencegah erosi, habitat satwa, dan estetika. Oleh karena itu, agar kualitas lingkungan dan estetika lanskap jalan dapat terjaga keberlanjutannya, penetapan jenis dan jumlah, penataan, penggunaan, serta pemeliharaan tanaman, khususnya pohon harus disesuaikan dengan kondisi fisik lanskap jalan. Kurangnya jumlah, jenis, dan pemeliharaan pohon lanskap jalan merupakan masalah yang paling berpengaruh terhadap kenyamanan pengguna jalan dan warga di Jalan Kapten Muslihat--Terminal Laladon. Masalah tersebut menyebabkan para pengguna jalan merasa tidak nyaman dalam beraktivitas karena kondisi jalan yang panas dan tingkat polusi yang tinggi. Masalah ini juga menyebabkan warga yang bermukim di sekitar jalan sering merasa terganggu dengan adanya suara bising yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor. Selain itu, sebagian besar pohon pada area tersebut telah merusak fasilitas serta utilitas jalan dan banyak di antaranya yang rusak morfologinya akibat kurangnya

9 pemeliharaan. Kerusakan struktur morfologi pohon dapat disebabkan oleh serangan hama dan penyakit atau vandalisme akibat tangan manusia. Evaluasi fungsi dan struktur pohon lanskap jalan merupakan salah satu solusi yang dianggap cukup efektif dalam mengurangi hingga mengeliminasi masalah tersebut. Hasil dari evaluasi fungsi dan struktur pohon ini selanjutnya dianalisis dan disintesis yang pada akhirnya menghasilkan suatu rekomendasi yang merupakan solusi alternatif dalam mengoptimalkan kembali fungsi pohon dan memperbaiki struktur pohon sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan keberlanjutan lanskap jalan. Proses penilaian fungsi pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon meliputi sembilan aspek, yaitu fungsi pengarah, fungsi pembatas, fungsi peneduh, fungsi kontrol angin, fungsi kontrol bunyi, fungsi kontrol cahaya, fungsi kontrol polusi, fungsi konservasi, dan fungsi pemberi identitas, sesuai dengan kriteria fungsi pohon lanskap jalan menurut para pakar lanskap jalan. Hasil penilaian fungsi ini terdiri atas empat kategori, yaitu buruk, sedang, baik, dan sangat baik sesuai dengan persentase pemenuhan kriteria yang diperoleh. Proses penilaian struktur pohon dilakukan dengan menggunakan pendekatan fisiognomi tanaman. Fisiognomi tanaman merupakan satu dari lima tingkatan struktur tanaman. Penilaian fisiognomi tanaman dilakukan melalui pengamatan terhadap bentuk tajuk, diameter batang, tinggi, dan kerusakan pohon yang dapat disebabkan oleh serangan hama/penyakit tanaman dan aktivitas manusia. Pengamatan tinggi dilakukan melalui pengukuran tinggi pohon yang kemudian diklasifikasikan ke dalam kelas T1 (rendah), T2 (sedang), dan T3 (tinggi) berdasarkan ketinggiannya. Pohon dikatakan rendah apabila ketinggiannya 6 m, sedang apabila ketinggiannya 6 12 m, dan tinggi apabila ketinggiannya 12 m. Selain itu, pengukuran tinggi pohon juga bertujuan mengetahui apakah ketinggian pohon tidak melebihi tinggi kabel listrik seperti yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga. Pengamatan diameter dilakukan melalui pengukuran diameter pohon setinggi rata-rata dada orang dewasa. Hasil pengukuran diameter pohon ini kemudian diklasifikasikan ke dalam kelas D1 (semai), D2 (tiang/kecil), D3

10 (hampir dewasa/sedang), dan D4 (dewasa/besar). Tanaman dikatakan semai apabila diameternya < 10 cm, tiang/kecil apabila diameternya antara cm, hampir dewasa/sedang apabila diameternya antara cm, dan dewasa/besar apabila diameternya 60 cm. Penilaian ini dilakukan terhadap 129 pohon yang dipilih secara acak dari total 341 pohon pada lanskap Jalan Kapten Muslihat-- Terminal Laladon, yang terbagi dalam enam segmen (Segmen I-VI). Hasil penilaian setiap fungsi pohon pada seluruh segmen jalan adalah 56,67% (kategori sedang) untuk fungsi pengarah; 70,83% (kategori baik) untuk fungsi pembatas; 57,74% (kategori sedang) untuk fungsi peneduh; 77,78% (kategori baik) untuk fungsi kontrol angin; 51,79% (kategori sedang) untuk fungsi kontrol bunyi; 76,39% (kategori baik) untuk fungsi kontrol cahaya; 71,53% (kategori baik) untuk fungsi kontrol polusi; 60,83% (kategori baik) untuk fungsi konservasi; 34,72% (kategori buruk) untuk fungsi pemberi identitas. Sementara hasil penilaian fungsi pohon pada setiap segmen jalan menunjukan seluruh fungsi pada Segmen I sebesar 82,71% (kategori sangat baik), Segmen II sebesar 77,57% (kategori baik), Segmen III sebesar 50,88% (kategori sedang), Segmen IV sebesar 59,54% (kategori sedang), Segmen V sebesar 44,22% (kategori sedang), dan Segmen VI sebesar 57,28% (kategori sedang). Hal ini terjadi karena penanaman pohon lanskap jalan lebih banyak terdapat di Segmen V dan VI. Sebagian besar pohon pada Jalan Kapten Muslihat--Terminal Laladon memiliki tajuk berbentuk dome (menyerupai kubah), yaitu sebesar 60,47% dari 129 pohon, sementara itu pohon dengan bentuk tajuk oval sebesar 32,56%, tajuk rounded (bulat) sebesar 5,43%, tajuk vertikal 2,33%, dan tajuk irregular sebesar 0,78%. Selain itu, data hasil pengukuran tinggi pohon menunjukkan sebesar 27,13% masih berada pada tingkat rendah, 43,41% berada pada tingkat sedang, dan 29,46% berada pada tingkat yang tinggi atau merupakan pohon dewasa. Hasil pengukuran diameter batang pohon menunjukkan sebesar 14,73% berada pada tingkat semai, 47,29% berukuran diameter kecil atau masih berada pada tingkat tiang, 25,58% berukuran diameter sedang, dan 12,40% berukuran diameter besar atau merupakan pohon dewasa. Sementara itu, hasil penilaian kerusakan pohon menunjukkan bahwa sebagian besar pohon mengalami kerusakan ringan, yaitu sebesar 49,61%. Pohon yang sehat sebesar 31,01%, pohon yang mengalami

11 kerusakan sedang sebesar 19,38%, dan tidak ditemukan adanya pohon dengan kerusakan berat. Sebagian besar tipe kerusakan pohon adalah kanker. Secara umum, fungsi penanaman lanskap Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon sudah terpenuhi dengan baik, tetapi belum dapat berfungsi optimal. Hal ini terjadi karena penanaman tanaman yang kurang memperhatikan kesatuan tema penanaman dan kurang merata. Oleh karena itu, penambahan jumlah dan jenis tanaman perlu dilakukan untuk lebih mengoptimalkan fungsi lanskap jalan. Tanaman yang dipilih harus yang sesuai dengan kriteria tanaman untuk penanaman lanskap jalan seperti yang telah direkomendasikan. Selain itu, pemilihan tanaman juga harus memperhatikan kondisi fisik lingkungan dan tata letaknya pada lanskap jalan. Pemeliharaan tanaman lanskap jalan juga harus dilakukan untuk menjamin keselamatan pengguna di samping menjaga keberlanjutan lingkungan lanskap jalan.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN Latar belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Kerangka Pemikiran... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Jalan Lanskap Jalan Pohon pada Lanskap Jalan Fungsi Pohon Struktur Pohon Kerusakan Pohon Evaluasi III. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Penentuan Segmen Inventarisasi Evaluasi Evaluasi Fungsi Pohon Evaluasi Struktur Pohon... 28

13 Analisis Analisis Fungsi Pohon Analisis Struktur Pohon Sintesis dan Rekomendasi Batasan Penelitian IV. KONDISI UMUM Letak Geografis, Aksesibilitas, dan Jaringan Jalan Iklim Tanah dan Topografi Hidrologi Geologi Tata Guna Lahan Vegetasi V. HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi dan Analisis Evaluasi dan Analisis Fungsi Pohon Evaluasi dan Analisis Fungsi Pohon Berdasarkan Segmen Jalan Evaluasi dan Analisis Setiap Fungsi Pohon pada Seluruh Segmen Jalan Evaluasi dan Analisis Seluruh Fungsi Pohon di Setiap Segmen Jalan Evaluasi dan Analisis Struktur Pohon Evaluasi dan Analisis Bentuk Tajuk Pohon Evaluasi dan Analisis Tinggi Pohon Evaluasi dan Analisis Diameter Batang Evaluasi dan Analisis Kerusakan Pohon Sintesis dan Rekomendasi Sintesis dan Rekomendasi Fungsi Pohon Sintesis dan Rekomendasi Struktur Pohon... 85

14 VI. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 92

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Bagian-Bagian Jalan Sketsa Jarak Titik Tanam Pohon dengan Perkerasan Sketsa Jarak Tanam Antarpohon Rapat Sketsa Jarak Tanam Antarpohon Jarang Bentuk Tajuk Pohon Sketsa Pengukuran Tinggi Pohon Grafik Iklim Kota Bogor Tahun Penanaman Pohon dengan Jarak Tanam Rapat di Jln. Kapten Muslihat Pertautan Antartajuk Tanaman Mahoni Muda di Jln. Letjen Ibrahim Adjie Penanaman Pohon dengan Massa Daun Padat di Jln. Veteran Penanaman Tanaman di Tepi Jln. Letjen Ibrahim Adjie Penanaman Rumput Gajah di Tepi Jln. Mayjen Ishak Djuarsa Penanaman Massal Mahoni Muda di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa Diagram Identifikasi Tipe Kerusakan Pohon Diagram Identifikasi Lokasi Kerusakan Pohon... 80

16 DAFTAR TABEL Halaman 1. Inventarisasi Aspek Fisik lanskap Jalan Kriteria Fungsi Pohon Lanskap Jalan Tipe-Tipe Kerusakan pada Tubuh Pohon Kode Tipe Kerusakan pada Tubuh Pohon Kode Lokasi Kerusakan pada Tubuh Pohon Kualifikasi Kelas Keparahan Menurut Kode Tipe Kerusakan Kode Kelas Keparahan Kerusakan Pohon Kualifikasi Diameter Batang Pohon Kualifikasi Tinggi Pohon Bobot Indeks Kerusakan Pohon Jenis Tanaman pada Lokasi Penelitian Komposisi dan Lokasi Penanaman pada Segmen I -- VI Penilaian Fungsi Pengarah pada Segmen I -- VI Penilaian Fungsi Pembatas pada Segmen I -- VI Penilaian Fungsi Peneduh pada Segmen I -- VI Penilaian Fungsi Kontrol Cahaya pada Segmen I -- VI Penilaian Fungsi Kontrol Angin pada Segmen I -- VI Penilaian Fungsi Kontrol Bunyi pada Segmen I -- VI Penilaian Fungsi Kontrol Polusi pada Segmen I -- VI Penilaian Fungsi Konservasi pada Segmen I -- VI Penilaian Fungsi Pemberi Identita pada Segmen I -- VI Penilaian Setiap Fungsi Pohon pada Seluruh Segmen Jalan Penilaian Seluruh Fungsi Pohon pada Seiap Segmen jalan Hasil Pengamatan Bentuk Tajuk Pohon pada Setiap Segmen Jalan Hasil Pengukuran Tinggi Pohon pada Setiap Segmen Jalan Hasil Pengukuran Diameter Batang pada Setiap Segmen Jalan Hasil Penilaian Kerusakan Pohon pada Setiap Segmen Jalan... 78

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian Peta Segmentasi Lokasi Penelitian Gambar Lokasi Kerusakan Pohon Tabel Data Kerusakan Pohon Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen I Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen II Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen III Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen IV Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen V Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen VI Sketsa Komposisi dan Lokasi Penanaman Pohon pada Lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon Contoh Kerusakan Pohon pada Lanskap Jln. Kapten Muslihat Terminal Laladon

18 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan adalah suatu poros visual yang lurus, kuat, dan mengarahkan pandangan seperti garis lurus. Fungsi jalan di wilayah perkotaan adalah sebagai salah satu sarana transportasi yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya melalui pengangkutan penumpang atau barang dengan mempergunakan kendaraan (Hakim, 2006). Jalan sebagai bagian dari lanskap kota turut serta dalam memperlancar fungsi dan aktivitas suatu kota. Idealnya, setiap jalan raya di kawasan kota memiliki lanskap jalan yang bertujuan mendukung aktivitas pengguna jalan. Lanskap jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alam seperti bentuk topografi lahan maupun yang terbentuk dari elemen lanskap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Lanskap jalan berperan penting dalam membangun karakter lingkungan, spasial, dan visual agar dapat memberikan suatu identitas perkotaan (Simonds, 1983). Tanaman pada lanskap jalan berfungsi sebagai pengontrol pandangan, pembatas fisik, pengendali iklim, pencegah erosi, habitat satwa, dan estetika (Carpenter et al., 1975). Oleh karena itu, agar kualitas lingkungan dan estetika lanskap jalan dapat terjaga keberlanjutannya, penetapan jenis dan jumlah, penataan, serta pemeliharaan tanaman harus disesuaikan dengan kondisi fisik lanskap jalan. Saat ini sebagian besar lanskap jalan di beberapa ruas jalan kota Bogor dapat dikatakan jauh dari kesan ideal. Hal ini terlihat melalui tata letak bangunan yang kurang memperhatikan kondisi fisik dan sosial lanskap jalan, elemen perkerasan yang lebih mendominasi, kurangnya ketersediaan fasilitas lanskap jalan untuk pengguna, serta kurangnya jumlah, jenis, dan pemeliharaan pohon pada lanskap jalan. Kurangnya jumlah, jenis, dan pemeliharaan pohon lanskap jalan merupakan masalah yang paling berpengaruh terhadap kenyamanan pengguna jalan dan warga sekitar. Para pengguna jalan merasa tidak nyaman

19 2 dalam beraktivitas karena kondisi jalan yang panas dan tingkat polusi yang tinggi. Selain itu, warga yang bermukim di sekitar jalan sering merasa terganggu dengan suara bising yang ditimbulkan oleh kendaraan. Ruas jalan dari Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon merupakan jalan utama penghubung wilayah Kabupaten dengan Kota Bogor yang memiliki tingkat mobilitas tinggi dan bermasalah pada lanskap jalannya. Beberapa permasalahan yang paling berpengaruh adalah kurangnya jumlah penanaman, kurangnya variasi pola penanaman, penataan tanaman yang kurang sesuai dengan kondisi fisik dan sosial lanskap jalan, serta banyaknya pohon yang mengalami kerusakan akibat serangan hama/penyakit tanaman maupun aktivitas manusia. Kerusakan pohon tersebut juga disebabkan oleh kurangnya intensitas pemeliharaan pohon pada lanskap jalan. Evaluasi fungsi dan struktur pohon lanskap jalan merupakan salah satu solusi yang cukup efektif dalam mengurangi hingga mengatasi masalah tersebut sekaligus memperbaiki kondisi lingkungan lanskap jalan Perumusan Masalah Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah jenis, jumlah, dan tata letak dari pohon pada lanskap jalan saat ini telah sesuai dengan kondisi fisik maupun sosial lanskap jalan? 2. Apakah jenis, jumlah, dan tata letak pohon tersebut telah mendukung keberlanjutan lingkungan lanskap jalan secara optimal? 3. Seberapa besarkah tingkat kerusakan pohon baik yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan serangan hama/penyakit tanaman? 4. Faktor apakah yang paling mendominasi kerusakan pohon yang secara signifikan mempengaruhi kondisi lanskap jalan serta aktivitas pengguna jalan?

20 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. mengevaluasi jenis, jumlah, tata letak, fungsi, dan struktur pohon lanskap jalan; 2. memperbaiki kondisi lingkungan jalan dengan menawarkan berbagai solusi alternatif Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan lanskap jalan sehingga dapat memperbaiki dan mengoptimalkan lingkungan jalan dalam rangka meningkatkan kenyamanan warga dan pengguna jalan Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran ini merupakan pemaparan sekaligus pendeskripsian mengenai pola pikir yang mendasari serta metode yang digunakan dalam penelitian ini (Gambar 1). Evaluasi fungsi pohon dilakukan pada fungsi pengarah, fungsi peneduh, fungsi pembatas, fungsi penahan silau, fungsi pemecah angin, fungsi pereduksi polutan, dan fungsi estetika. Sementara evaluasi struktur pohon dilakukan melalui pengamatan terhadap bentuk tajuk, tinggi pohon, diameter batang, dan kerusakan pohon. Hasil dari evaluasi fungsi dan struktur pohon ini selanjutnya dianalisis dan disintesis sehingga menghasilkan rekomendasi sebagai solusi alternatif.

21 4 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon Lanskap Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon

22 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Pengertian jalan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang digunakan untuk lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di bawah permukaan tanah, dan atau di bawah permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Selanjutnya, di dalam Pasal 8 Undang Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004, jalan menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan, dengan perincian sebagai berikut (Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor, 2007). 1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan ratarata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah. Simonds (1983) menyatakan bahwa jalan merupakan satu kesatuan yang harus lengkap, aman, efisien, menarik, memiliki sirkulasi, dan interaksi yang baik serta mampu memberikan pengalaman yang menarik bagi pengguna jalan. Secara umum, konfigurasi jalan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa pola sirkulasi, yaitu sebagai berikut: 1. linear, yaitu jalan lurus yang dapat menjadi unsur pengorganisasi utama deretan ruang, dapat berbentuk lengkung atau bebelok arah, memotong jalan lain, bercabang-cabang, atau membentuk putaran (loop);

23 6 2. radial, yaitu konfigurasi yang memiliki jalan-jalan lurus yang berkembang dari sebuah pusat yang sama; 3. spiral (berputar), yaitu suatu jalan yang tunggal dan kontinyu yang berasal dari titik pusat, kemudian mengelilingi pusatnya dengan jarak yang berubah; 4. grid, yaitu konfigurasi yang terdiri dari dua pasang jalan sejajar yang saling berpotongan pada jarak yang sama sehingga menciptakan bujur sangkar atau kawasan ruang segi empat; 5. jaringan, yaitu konfigurasi yang terdiri dari jalan-jalan yang menghubungkan titik-titik tertentu dalam ruang; Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor (2007) menyatakan bahwa bagian-bagian jalan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 1985 terdiri atas ruang manfaat jalan (Rumaja), ruang milik jalan (Rumija), dan ruang pengawasan jalan (Ruwasja) dengan penjelasan sebagai berikut (Gambar 2). 1. Ruang manfaat jalan (Rumaja) adalah ruang di sepanjang jalan yang dibatasi lebar, tinggi, dan kedalaman pada ruang bebas tertentunya dan ditetapkan oleh pembina jalan untuk a. badan jalan, yaitu jalur lalu lintas dengan atau tanpa median jalan, yang hanya digunakan untuk arus lalu lintas dan pengamanan terhadap konstruksi jalan; b. ambang pengaman, yaitu bagian yang terletak paling luar dari Rumaja hanya untuk mengamankan konstruksi jalan; c. saluran tepi jalan, yaitu bagian yang hanya digunakan untuk penampungan dan penyaluran air agar badan jalan bebas dari genangan air; d. bangunan utilitas, yakni bagian yang mempunyai sifat pelayanan wilayah pada sistem jaringan jalan seperti trotoar, lereng, timbunan, galian, dan gorong-gorong. 2. Ruang milik jalan (Rumija) adalah ruang di sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu dan dikuasai oleh Pembina Jalan (Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah), yang digunakan untuk Rumaja dan pelebaran jalan dan penambahan jalur di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan.

24 7 3. Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar Rumija yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh Pembina Jalan, dan digunakan untuk pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan. Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) Gambar 2. Bagian-Bagian Jalan Perancangan jalan menurut Harris dan Dines (1988) terdiri atas dua tahapan penting, yaitu bentuk desain jalan baik secara vertikal maupun horizontal dan pengaturan lanskap tepi jalan. Kriteria jalan menurut Harris dan Dines (1988) adalah sebagai berikut: 1. jalan harus dapat memberikan akses kepada pengguna jalan dan bangunan yang ada di sekitarnya; 2. jalan digunakan sebagai jalur penghubung antarwilayah; 3. jalan mampu menciptakan sarana pergerakan manusia dan barang. Klasifikasi jalan menurut Harris dan Dines (1988) adalah sebagai berikut: 1. sistem jalan tol (freeway system), yaitu sistem jalan yang memungkinkan adanya efisiensi dan kecepatan laju kendaraan dalam volume yang besar pada jalur keluar masuk area perkotaan serta akses terbatas pada persimpangan jalan (interchanges);

25 8 2. sistem jalan arteri primer (major arterial system), yaitu sistem jalan yang memungkinkan adanya arus pergerakan di antara simpangan lalu lintas dan jalan melalui daerah perkotaan dan akses langsung ke setiap perbatasan suatu permukiman; 3. sistem jalan kolektor (collector street system), yaitu sistem jalan yang memungkinkan adanya arus penghubung pergerakan kendaraan antara sistem jalan arteri primer dan jalan lokal dengan akses langsung menuju perbatasan suatu permukiman; 4. sistem jalan lokal (local street system), yaitu sistem jalan yang memungkinkan adanya pergerakan rambu lokal dan akses langsung menuju perbatasan suatu lahan. Setiap jalan baik di pedesaan maupun perkotaan memiliki keunikan dalam desain serta karakteristik fungsional dan regionalnya sendiri. Jalan tersebut berfungsi sebagai jalur pergerakan orang dan kendaraan serta sebagai tempat pusat aktivitas (Simonds dan Starke, 2006). Jalan selain dapat digunakan untuk banyak tujuan dan tipe penggunaan yang berbeda dengan perbedaan kebutuhan, tujuan, fungsi, dan tugasnya, jalan juga harus dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna jalan, antara lain, jalur kendaraan bermotor, sirkulasi orang dan barang, serta sarana pendukung jalan Lanskap Jalan Keberadaan lanskap jalan sangat mutlak diperlukan dalam mendukung kelancaran sirkulasi jalan. Lanskap jalan tidak hanya terdiri atas jalur jalan saja, melainkan mencakup bangunan yang ada di sekelilingnya (Eckbo, 1964). Sementara menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (2010), lanskap jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk dari lingkungan jalan yang terbentuk dari elemen alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama indah maupun yang terbentuk dari elemen lanskap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lanskap jalan berfungsi untuk mendukung penggunaan secara terusmenerus, membimbing, mengatur irama pergerakan, mengatur waktu istirahat, mendefinisikan penggunaan lahan, memberikan pengaruh, mempersatukan ruang,

26 9 membentuk lingkungan, membentuk karakter lingkungan, membangun karakter spasial, dan membangun visual (Booth, 1983). Lanskap jalan ini mempunyai ciri khas karena harus disesuaikan dengan ketentuan geometrik jalan dan digunakan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, serasi, dan memenuhi fungsi keamanan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010). Nilai suatu lanskap pada jalan dapat dimaksimalkan melalui perancangan fitur-fitur lanskap yang bertujuan menampilkan keindahan sekaligus memeliharanya. Perancangan lanskap jalan yang baik harus menyediakan kenyamanan, menarik perhatian, dan menyenangkan bagi pengguna jalan (Simonds dan Starke, 2006). Lanskap jalan harus memberikan kesan yang menyenangkan dengan menyelaraskan keharmonisan dengan kesatuan tanaman sehingga fungsional secara fisik dan visual. Selain itu, perancangan lanskap jalan yang baik juga harus menyediakan keterhubungan pergerakan yang disesuaikan dengan tipe lalu lintas yang ada dengan memperhatikan faktor keselamatan, keefisienan, dan kesesuaian terhadap tapak yang keseluruhan elemennya dihubungkan sebagai satu kesatuan sistem (Simonds, 1983) Pohon pada Lanskap Jalan Pohon adalah tanaman dengan batang berkayu, berakar dalam, dan memiliki percabangan jauh dari tanah serta tinggi lebih dari 3 meter (Hakim dan Utomo, 2003). Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (2010), pohon adalah semua tumbuhan dengan batang dan cabang yang berkayu. Pohon memiliki batang utama yang tumbuh tegak dan menopang tajuk pohon. Pohon berdasarkan ketinggiannya dibedakan atas pohon rendah, pohon sedang, dan pohon tinggi. Pohon rendah ialah pohon yang tingginya kurang dari 6 m; pohon sedang adalah pohon yang memilki ketinggian antara m; pohon tinggi ialah pohon yang ketinggiannya mencapai lebih dari 15 m (Lestari dan Kencana, 2008). Secara morfologi, bagian-bagian tubuh pohon meliputi akar, batang, cabang, daun, ranting, bunga, dan buah. Akar, batang, dan cabang merupakan organ terpenting dalam sistem kehidupan tanaman. Akar adalah bagian tubuh tanaman yang terdapat di dalam tanah dan berguna untuk menghisap air tanah

27 10 serta menjaga agar batang dapat berdiri tegak (Haryono, 1994). Batang merupakan bagian utama pohon dan menjadi penghubung utama antara bagian akar dengan bagian tajuk pohon (canopy), serta sebagai pengumpul air dan mineral, sebagai pusat pengolahan energi (produksi gula dan reproduksi). Cabang adalah bagian batang, tetapi berukuran kecil dan berfungsi memperluas ruang bagi pertumbuhan daun sehingga mendapat lebih banyak cahaya matahari (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010). Daun adalah bagian tubuh tanaman yang berguna untuk membuat makanan (karbohidrat) melalui proses fotosintesis. Daun berwarna hijau karena mengandung butir-butir hijau daun yang dapat mengubah cahaya matahari, karbon dioksida, dan air menjadi karbohidrat (Haryono, 1994). Secara umum, pohon merupakan elemen utama yang secara individu atau berkelompok penampilannya dapat mempengaruhi penampakan visual dan memberikan kesan yang berbeda-beda dari jarak pengamatan berbeda di dalam lanskap (Carpenter et al., 1975). Penanaman pohon tepi jalan bertujuan memisahkan pejalan kaki dan jalan kendaraan untuk keselamatan, kenyamanan serta memberi ruang bagi utilitas atau perlengkapan jalan lainnya (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Menurut Arnold (1980), penanaman pohon tepi jalan bertujuan untuk menciptakan efek ruang bagi pengguna jalan dengan memisahkan berbagai aktivitas yang berlangsung pada jenis sirkulasi, mengarahkan pandangan, dan memberikan zona aman dan terlindung. Pemilihan tanaman perlu memperhatikan berbagai pertimbangan, antara lain, bentuk tanaman yang mencakup morfologi (batang, cabang, ranting, daun, bunga, dan buah), tinggi, dan tajuk tanaman terkait dengan keharmonisan, keserasian, dan keselamatan. Pemilihan morfologi, tinggi, tajuk tanaman, dan penempatan tanaman sebagai elemen lanskap menjadi pertimbangan yang penting dalam ilmu arsitektur lanskap jalan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010). Pemilihan tanaman untuk penanaman lanskap jalan harus memenuhi kriteria tanaman jalan berdasarkan kondisi organ tanaman yang tertera dalam Direktorat Jenderal Bina Marga (2010), sebagai berikut:

28 11 1. Akar a. Tidak merusak struktur jalan. b. Kuat. c. Bukan akar dangkal 2. Batang a. Kuat/tidak mudah patah. b. Tidak bercabang di bawah. 3. Dahan/ranting a. Tidak mudah patah. b. Tidak terlalu menjuntai ke bawah agar tidak menghalangi pandangan. 4. Daun a. Tidak mudah rontok. b. Tidak terlalu rimbun. c. Tidak terlalu besar sehingga jika jatuh tidak membahayakan pengguna jalan. 5. Bunga a. Tidak mudah rontok. b. Tidak beracun. 6. Buah a. Tidak mudah rontok. b. Tidak berbuah besar. c. Tidak beracun. 7. Sifat lainnya, seperti: a. Cepat pulih dari stress yang salah satu cirinya dengan mengeluarkan tunas baru. b. Tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri. Sementara itu, kriteria pohon yang sesuai untuk penanaman lanskap jalan menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1992) adalah sebagai berikut: 1. Batang/cabang tidak mudah patah. 2. Ketinggian tanaman 2-3 m dari batas permukaan perakaran. 3. Diameter batang 0,05 0,10 m. 4. Diameter tajuk lebih besar dari 0,50 m

29 12 5. Tinggi tanaman 1,50 2,00 m 6. Jarak tanam minimum 4,00 m. 7. Jarak titik tanam dari kereb 2 3 m. 8. Telah memiliki percabangan sebanyak 3 5 cabang. 9. Bola akar berdiameter minimum 20 cm dibungkus dengan polybag atau pelepah daun pisang atau karung goni. 10. Kondisi sehat, bebas hama atau penyakit, segar dan terawat. Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) juga menyatakan bahwa jarak titik tanam dengan tepi perkerasan mempertimbangkan pertumbuhan perakaran tanaman agar tidak mengganggu struktur perkerasan jalan. Jarak titik tanam terhadap tepi kereb adalah m (Gambar 3), sementara jarak titik tanam pohon terhadap perkerasan untuk daerah perkotaan adalah 4 m. Pohon yang ditanam harus diatur agar bayangan pohon tidak menutupi pancaran cahaya lampu jalan. Selain itu, penanaman pohon tepi jalan pada tikungan jalan harus memperhatikan bentuk tikungan dan luas daerah bebas samping di tikungan (Direktorat Jenderal bina Marga, 2010). Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) Gambar 3. Sketsa Jarak Titik Tanam Pohon dengan Perkerasan Selain itu, pohon yang ditanam berbaris terutama pada jalur tanaman juga mempertimbangkan jarak tanam antartanaman. Jarak tanam antarpohon digolongkan rapat apabila < 4 m serta tajuk dari masing-masing pohon saling bertautan (Gambar 4). Sementara itu, jarak tanam antarpohon digolongkan jarang apabila jarak tanam antarpohon > 4 m (Gambar 5).

30 13 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) Gambar 4. Sketsa Jarak Tanam Antarpohon Rapat Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) Gambar 5. Sketsa Jarak Tanam Antarpohon Jarang 2.4. Fungsi Pohon Tanaman pada lanskap jalan menghasilkan suasana alami di lingkungan perkotaan melalui berbagai tekstur dan warna serta bayangan yang ditimbulkan sehingga dapat menghadirkan kesegaran dan kelembutan di antara elemen perkerasan jalan (Carpenter et al., 1975). Selain itu, keberagaman bentuk pohon dapat menyajikan sentuhan kehidupan dan keindahan dalam suatu lingkungan lanskap jalan (Booth, 1983). Kehadiran pohon di lingkungan perkotaan memenuhi tiga fungsi utama yaitu (1) fungsi struktural, sebagai dinding, atap, dan lantai dalam membentuk ruang serta dapat mempengaruhi pemandangan dan arah pergerakan; (2) fungsi lingkungan, meningkatkan kualitas udara dan air, mencegah erosi, dan berperan dalam modifikasi iklim; (3) fungsi visual, sebagai titik yang dominan dan penghubung visual melalui karakteristik yang dimiliki tanaman seperti bentuk, ukuran, tekstur, dan warna (Booth, 1983). Selain itu, penggunaan tanaman melalui penanaman pohon pada jalan bertujuan menciptakan efek ruang bagi pengguna jalan (Arnold, 1980), serta berfungsi dalam mengendalikan iklim mikro,

31 14 membatasi fisik, mengontrol pandangan, mereduksi kebisingan dan polutan udara, mengontrol angin, mencegah erosi, merupakan habitat satwa, dan meningkatkan nilai estetika lingkungan lanskap jalan (Hakim, 2006). Pemaparan mengenai beberapa fungsi pohon lanskap jalan adalah sebagai berikut. 1. Mengendalikan iklim mikro Salah satu manfaat pohon pada lanskap jalan adalah untuk memperbaiki iklim mikro (Grey dan Deneke, 1978). Pohon mengontrol iklim mikro dengan memberikan naungan dan menurunkan suhu (Carpenter et al., 1975). Proses penurunan suhu udara yang dilakukan oleh pohon melalui penyerapan, pemantulan, dan pengontrolan radiasi sinar matahari (Grey dan Deneke, 1978). Menurut Hakim (2006), tanaman menyerap panas dari pancaran sinar matahari dan memantulkannya sehingga menurunkan suhu dan iklim dan mikro. Tanaman sebagai unsur alamiah merupakan indikator iklim mikro yang baik, seperti jalur pepohonan yang rimbun dapat mengalihkan hembusan angin, bayangan dari kanopi pohon berperan serta dalam mengontrol suhu, dan oksigen yang dihasilkan dapat memberikan kesejukan (Laurie, 1975). Suhu udara di dalam daerah bayang-bayang kanopi pohon dapat lebih rendah 8ºC daripada di ruang terbuka (Booth, 1983). Sementara, suhu permukaan elemen di bawah kanopi pohon mencapai 28-29ºC, suhu permukaan semak 28-33ºC, suhu permukaan tanaman penutup tanah dan rumput 35-36ºC, dan suhu permukaan aspal mencapai > 50ºC (Sulistyantara, 1995). 2. Membatasi fisik Pohon berfungsi sebagai pembatas fisik dalam menghalangi sekaligus mengarahkan pergerakan manusia. Selain itu, pohon juga dapat digunakan sebagai pembatas area (Lestari dan Kencana, 2008). Penanaman pohon pada tepi jalan bertujuan sebagai pembatas antara jalur pejalan kaki dan jalan kendaraan untuk keselamatan, kenyamanan, dan memberikan ruang bagi utilitas maupun perlengkapan jalan lainnya (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). 3. Mengontrol pandangan Salah satu fungsi pohon lanskap jalan adalah mengontrol pemandangan seperti mengurangi cahaya yang menyilaukan (Carpenter et al., 1975). Menurut Hakim dan Utomo (2003), pohon pada lanskap jalan dapat berfungsi dalam

32 15 menahan silau yang ditimbulkan oleh sinar matahari dan lampu jalan pada jalan raya melalui proses evapotranspirasi. Menurut Robinette (1993), pada dasarnya pohon dapat mengontrol pengaruh sinar matahari dengan cara menyaring radiasi dan memantulkan cahaya matahari melalui warna hijau pada daunnya. Laurie (1986) berpendapat bahwa tanaman dapat efektif dalam mengontrol kesilauan bila pada penanamannya, menggunakan pohon berdaun tebal, rindang, dan evergreen sehingga dapat memberikan toleransi tembus pandang dengan pengaturan secara berkelompok. Sementara itu, untuk menghalangi silau cahaya matahari sebaiknya dipilih pohon atau perdu dengan massa daun padat dan ditanam dengan jarak yang rapat pada ketinggian 1,5 m. Pada jalur jalan raya bebas hambatan, penanaman pohon tidak dibenarkan pada jalur median jalan. Sebaliknya, pada jalur median ditanam tanaman semak, agar sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan dapat dikurangi (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010). 4. Mereduksi kebisingan Pohon yang ditanam pada jalan cukup berkontribusi dalam mengurangi kebisingan (Simonds dan Starke, 2006). Daun, cabang, dan ranting pada pohon mampu meredam suara kebisingan dengan cara mengabsorpsi gelombang suara (Hakim, 2006). Secara umum, pohon paling efektif ketika digunakan untuk mereduksi kebisingan dengan frekuensi tinggi (Carpenter et al., 1975). Efektivitas pohon dalam mengontrol bising bergantung dari tinggi pohon, kepadatan daun, dan jarak antarpohon. Pohon berdaun tebal, cabang dan batang yang besar, dan penanaman yang rapat serta cabang-cabang yang ringan merupakan pohon yang efektif dalam mengontrol kebisingan (Grey dan Deneke, 1978). Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) menambahkan tanaman yang berfungsi sebagai penyerap kebisingan adalah jenis tanaman berbentuk pohon atau perdu yang mempunyai massa daun padat. Beberapa tanaman dengan lebar tajuk m dapat mereduksi kebisingan pada frekuensi tertinggi, yaitu db. Sementara tanaman pinus dan cemara dengan lebar tajuk m dapat mereduksi kebisingan pada frekuensi terendah, yaitu sebesar 10 db (Carpenter et al., 1975).

33 16 5. Mereduksi polusi udara Pohon dapat menyerap berbagai macam gas/partikel beracun yang mencemari udara seperti karbondioksida (CO 2 ) melalui proses fotosintesis, nitrogen dioksida (NO 2 ) yang berasal dari kendaraan bermotor dan bahan bakar gas, sulfur dioksida (SO 2 ) yang berasal dari industri pengecoran logam, pembangkit listrik batu bara, dan penggunaan bahan bakar fosil, serta gas timbal (Pb) yang bersumber dari kendaraan bermotor (Hakim, 2006). Tanaman juga dapat mereduksi gas-gas polutan dalam jumlah terbatas, seperti sulfur dioksida (SO 2 ), dan hidrogen florida (HF), tanpa menimbulkan dampak negatif. Pohon dengan ukuran diameter batang rata-rata 38 cm memiliki potensi untuk mereduksi 43,5 pon SO 2 per tahun jika konsentrasi SO 2 di atmosfer 0,25 ppm. Kelompok tanaman yang ditanam dengan lebar area penanaman ratarata 182 m dapat mereduksi 75 % polutan di atmosfer (Carpenter et al., 1975). Kriteria pohon yang dapat digunakan untuk menyerap polutan udara, yaitu mempunyai pertumbuhan yang cepat, tumbuh sepanjang tahun, dan memiliki percabangan dan massa daun yang padat, serta permukaan daun yang berambut. Selain itu, tanaman yang efektif untuk mengurangi partikel polutan adalah tanaman yang memiliki trikoma tinggi atau memiliki daun yang berbulu, bergerigi atau bersisik (Grey dan Deneke, 1978). Grey dan Deneke (1978) juga menambahkan bahwa kriteria penanaman yang digunakan untuk mereduksi polusi udara adalah sebagai berikut: a. penanaman sebaiknya dilakukan tegak lurus dengan arah angin yang umum berlaku; b. penanaman jajaran pohon yang kurang rapat atau terbuka seharusnya secara masif; c. penanaman sebaiknya terkonsentrasi di sekitar sumber polutan. Tanaman jalan sampai batas tertentu bermanfaat dalam menjaga udara tetap segar dan tingkat pencemaran tetap rendah. Hijaunya dedaunan dengan berbagai tekstur dan bayangan yang ditimbulkan oleh pohon akan menghadirkan kelembutan serta kesegaran pada areal beraspal (Laurie, 1975).

34 17 6. Mengontrol angin Pohon mengendalikan angin dengan cara menahan, menyerap, serta mengalirkan tiupan angin. Penggunaan tanaman pohon sebagai penahan angin merupakan cara yang baik dan efektif dalam mengontrol angin. Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) berpendapat bahwa tanaman yang digunakan untuk mengontrol angin seharusnya merupakan tanaman tinggi dan perdu/semak, bermassa daun padat, ditanam berbaris atau membentuk massa dengan jarak tanam rapat, yaitu < 3m. Penanaman tanaman dengan jarak tanam rapat dapat menurunkan kecepatan angin antara %. Jenis tanaman yang digunakan dalam mengontrol angin ini tergantung kepada tinggi pohon, kepadatan massa, bentuk tajuk, dan lebar tajuk. Semakin dekat jarak antara tanaman dengan sumber kebisingan, maka akan semakin efektif fungsinya dalam meredam kebisingan (Carpenter et al., 1975). 7. Mencegah erosi Aktivitas manusia dalam penggunaan lahan seperti pembentukan muka tanah, pemotongan, dan penambahan muka tanah (cut and fill), selain bermanfaat juga menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi lahan. Hal ini mengakibatkan kondisi tanah menjadi rapuh dan mudah tererosi oleh air hujan atau hembusan angin. Akar pohon dapat mengikat tanah sehingga tanah menjadi kokoh dan tahan terhadap pukulan air hujan dan tiupan angin (Hakim, 2006). 8. Merupakan habitat satwa Pohon bermanfaat sebagai sumber makanan serta sebagai tempat berlindung bagi satwa sehingga secara tidak langsung keberadaan pohon ikut berperan serta dalam mempertahankan kelestarian satwa. 9. Meningkatkan nilai estetika Pengaruh pohon terhadap kualitas estetika terlihat dari fungsi arsitektural tajuk pohon dalam memperindah lingkungan jalan. Nilai estetika dari pohon diperoleh dari perpaduan antara warna (daun, batang, dan bunga), bentuk fisik pohon (batang, percabangan, dan tajuk), tekstur pohon, skala pohon, dan komposisi pohon. Selain itu, nilai estetika juga dapat diperoleh melalui bayangan pohon terhadap dinding dan lantai serta dapat menciptakan bayangan yang

35 18 berbeda beda yang diakibatkan oleh angin dan waktu terjadinya bayangan (Hakim dan Utomo, 2003). Fungsi pohon lanskap jalan dipengaruhi oleh karakter setiap tanaman yang meliputi bentuk tajuk, luas perakaran, sifat tumbuh, dan tampilan pohon secara keseluruhan (Lestari dan Kencana, 2008) Struktur Pohon Karakteristik struktur pohon mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan spesifik atau disebut model arsitektural pohon, yang dapat menghasilkan variasi bentuk tajuk dan struktur percabangan (Halle et al., 1978). Booth (1983) membagi bentuk tajuk pohon menjadi 7 kelompok yaitu, globular (bentuk yang membulat), columnar (bentuk yang tinggi ramping), spread (bentuk yang menyebar), picturesque (bentuk eksotis/menarik), weeping (bentuk rantingranting merunduk/menjurai), pyramidal (bentuk kerucut), dan fastigiate (bentuk tinggi ramping dan ujungnya meruncing). Sementara itu, menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) bentuk tajuk pohon terdiri atas, bulat (rounded), oval, kubah (dome), menyerupai huruf V (V-shape), tidak beraturan (irregular), kerucut (conical), kolom (kolumnar), persegi empat (square), menyebar bebas (spreading), dan vertikal. Bentuk-bentuk tajuk pohon ini dapat dilihat pada gambar berikut ini (Gambar 6). Sumber : Kreasi Penulis Berdasarkan Keterangan Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) Gambar 6. Bentuk Tajuk Pohon

36 19 Danserau (1957) dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) mendefinisikan struktur sebagai organisasi dalam ruang dari individu-individu yang membentuk tegakan. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa elemenelemen utama struktur tanaman adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi, dan penutupan tajuk. Lalu Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) membagi struktur tanaman menjadi lima tingkatan, yaitu fisiognomi tanaman, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik dan struktur tegakan. Forsberg (1961) dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) menyatakan bahwa fisiognomi tanaman merupakan penampilan eksternal dari tanaman. Fisiognomi dipahami sebagai bagian dari struktur biomassa yang menampilkan karakteristik fisik dan fenomena fungsional seperti daun-daun yang rontok. Pengertian struktur biomassa adalah penggabungan secara spesifik antara tajuk dan ketinggian tanaman dalam matriks penutupan kanopi tanaman. Walaupun tidak begitu terlihat seperti halnya ukuran tanaman, tajuk tanaman merupakan faktor kunci dalam komposisi struktur tanaman. Tajuk dapat mempengaruhi kesatuan dan keragaman, bertindak sebagai aksen atau pembentuk pemandangan, dan mengatur koordinasi tanaman bermassa daun padat dengan elemen-elemen lainnya dalam desain (Booth, 1983). Struktur bentuk hidup terkait dengan komposisi dari bentuk-bentuk pertumbuhan atau bentuk-bentuk hidup dari tanaman. Konsep bentuk hidup ini mengelompokan individu-individu spesies tanaman dengan morfologi fisik yang sama ke dalam tipe-tipe bentuk hidup. Struktur bentuk hidup dapat dinyatakan secara kuantitatif. Struktur bentuk hidup juga dapat disebut sebagai komposisi bentuk hidup. Sementara itu, pengertian struktur floristik dipahami sebagai komposisi floristik tanaman pada tingkat spesies (Forsbeg dalam Mueller- Dumbois dan Ellenberg, 1974). Kershaw dan Looney (1985) dalam Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) membedakan struktur tanaman menjadi tiga komponen: 1. struktur vertikal, yang meliputi tingkat pertumbuhan, atau jenis-jenis tumbuhan mulai dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi;

37 20 2. struktur horizontal (distribusi spatial populasi jenis dan individu), yaitu individu yang pertumbuhannya menyebar pada kawasan tersebut, yang dipengaruhi oleh jarak antara satu individu tanaman dengan individu lain; 3. struktur kuantitatif, yang meliputi kelimpahan atau keanekaragaman jenis, dengan distribusi dari masing-masing jenis yang mencakup kerapatan, frekuensi, dominansi, dan sebagainya Kerusakan Pohon Kerusakan pohon biasanya disebabkan oleh bakteri patogen, hama serangga, polusi udara, serta faktor-faktor alam maupun buatan yang mempengaruhi pertumbuhan dan ketahanan pohon (Nuhamara et al., 2001). Menurut Arifin dan Arifin (2005), kerusakan tanaman dapat disebabkan oleh penyakit tanaman menular (infectious plant diseases) dan penyakit tanaman tidak menular (non-infectious plant diseases). Penyakit menular pada tanaman biasanya disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, mikroplasma, dan nematoda. Sementara itu, penyakit yang tidak menular pada tanaman dapat disebabkan oleh kekurangan zat hara, O 2, CO 2, atau cahaya; kekurangan atau kelebihan air tanah; terkena polusi udara; atau ph tanah yang tidak sesuai. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Soeratmo (1974) yang menyatakan bahwa beberapa unsur lingkungan yang berpengaruh terhadap kerusakan pohon, yaitu sebagai berikut. 1. Polutan Industri Kerusakan pohon dapat disebabkan oleh asap atau gas-gas beracun dari suatu industri atau pabrik. Tingkat kerusakan pohon akan tinggi bila pohon berlokasi dekat dengan sumber polutan. Gejala kerusakan yang umum terlihat adalah perubahan warna daun. Saat intensitas polutan tinggi, daun-daun akan mengalami kekeringan, dan berguguran hingga akhirnya tanaman mati. 2. Kerusakan Mekanis Kerusakan mekanis pada pohon biasanya berupa luka terbuka pada kulit pohon. Namun, pada beberapa kasus kerusakan mekanis ditandai dengan cabang yang patah. Kerusakan mekanis ini dapat disebabkan oleh sambaran petir maupun aktivitas manusia dalam membuat saluran irigasi, memasang kabel listrik, atau memasang kabel telepon.

38 21 Kerusakan pohon pada tingkat lanjut mengakibatkan kematian pada bagian-bagian pohon seperti batang, cabang, dahan, dan ranting. Kematian tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut ini (Arifin dan Arifin, 2005): a. kekurangan nutrisi. b. kerusakan pada sistem perakaran. c. kelembaban (suhu udara atau tanah) yang tidak sesuai. d. adanya unsur beracun pada udara atau tanah. e. aerasi pada sistem perakaran yang kurang baik. f. tajuk pohon tumbuh berlebihan. g. adanya serangan jamur, bakteri, dan hama, serta h. luka mekanik atau luka bakar pada batang/cabang dan akar Evaluasi Evaluasi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menelaah atau menduga hal-hal yang sudah diputuskan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan keputusan tersebut, selanjutnya ditentukan langkah-langkah alternatif perbaikannya bagi kelemahan tersebut (Eliza, 1997). Evaluasi dilakukan berdasarkan standar tertentu diikuti dengan langkah-langkah perumusan alternatif perbaikannya. Tujuan dari evaluasi adalah untuk menyeleksi dan menampilkan informasi yang diperlukan dalam mendukung pengambilan simpulan dan keputusan suatu program serta nilainya (Wungkar, 2005). Evaluasi melibatkan penjelasan sejumlah faktor yang mungkin mempengaruhi variasi kualitas lanskap, skala untuk mengukur faktor tersebut, dan mengembangkan suatu sistem pembobotan untuk menentukan bermacam-macam penekanan pada faktor yang berbeda-beda (Porteus, 1983). Laurie (1984) juga menyatakan bahwa tahap evaluasi harus memperhatikan keseimbangan antara potensi alam dan ekonomi, serta kebutuhan teknis masyarakat. Selain kualitas estetika, evaluasi lanskap juga dilakukan terhadap aspek fungsi dan strukturnya agar keberadaan lanskap tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal.

39 22 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di sepanjang jalan dari Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon Kota Bogor (Lampiran 1) dan hanya dibatasi hingga Rumaja (ruang manfaat jalan). Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 1985 tertulis bahwa Rumaja adalah ruang di sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman pada ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh Pembina Jalan dan digunakan untuk badan jalan, ambang pengaman, saluran tepi jalan, dan bangunan utilitas jalan (Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor, 2007). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 hingga Maret Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital dengan resolusi 7 megapixel, flash disk, clinometer, rollmeter, kalkulator, dan komputer portable dengan aplikasi seperti Corel Draw, Google Chrome, Photoscape, Paint, dan Microsoft Office (Microsoft Word, Microsoft Office Picture Manager dan Microsoft Excel) Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui lima tahapan, yaitu tahap penentuan segmen (segmentasi), tahap inventarisasi, tahap evaluasi, tahap analisis, tahap sintesis, dan rekomendasi Penentuan Segmen Metode yang digunakan dalam proses evaluasi fungsi ini adalah pengamatan langsung di sepanjang Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon yang dibagi ke dalam 6 segmen (Segmen I -- VI) berdasarkan perbedaan karakter pada komposisi penanaman dan jenis tanamannya (Lampiran 2).

40 23 Segmentasi ini bertujuan untuk mempermudah pengamatan fungsi dan struktur pohon. Pendeskripsian keenam segmen jalan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Segmen I adalah ruas jalan antara titik persimpangan Jln. Kapten Muslihat dan Jln. Ir. H. Juanda hingga Jalan Kapten Muslihat (Jembatan Merah) dengan penggunaan lahan yang meliputi daerah perkantoran, perdagangan dan jasa, pendidikan, dan wisata. 2. Segmen II adalah ruas jalan antara Jalan Kapten Muslihat (Jembatan Merah) hingga Jln. Veteran. Penggunaan lahan pada area ini meliputi daerah pemukiman warga, dan perdagangan dan jasa. 3. Segmen III adalah ruas jalan antara Jalan Veteran (persimpangan Ciomas) hingga Markas Yonif Garuda 315 di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa dengan penggunaan lahan yang meliputi daerah pemukiman, bangunan komersial, dan fasilitas sosial seperti tempat ibadah, sarana pendidikan, dan kesehatan. 4. Segmen IV adalah ruas jalan antara Markas Yonif Garuda 315 hingga Jln. Mayjen Ishak Djuarsa (titik persimpangan Jln. Sindang Barang dan Jln. Darul Qur an). Penggunaan lahan pada area ini meliputi daerah pemukiman, bangunan komersial, dan fasilitas sosial seperti sarana pendidikan dan kesehatan. 5. Segmen V adalah ruas jalan antara titik persimpangan Jln. Sindang Barang dan Jln. Darul Qur an hingga titik persimpangan Jln. Letjen Ibrahim Adjie dan Jln. Bayangkari. Penggunaan lahan pada area ini meliputi daerah pemukiman dan bangunan komersial. 6. Segmen VI adalah ruas jalan antara titik persimpangan Jalan Bayangkari dan Jln. Letjen Ibrahim Adjie hingga Terminal Laladon (Jalan Letnan Ibrahim Adjie). Penggunaan lahan pada segmen ini meliputi daerah pertanian, pemukiman, dan bangunan komersial Inventarisasi Inventarisasi dilakukan untuk mengumpulkan data fisik lanskap jalan, seperti iklim (suhu udara, curah hujan, kelembaban udara relatif, kecepatan angin, dan lama penyinaran matahari), topografi (morfologi dan kemiringan lahan), tanah (jenis tanah, sifat fisik, dan sifat kimia tanah), geologi (jenis batuan,

41 24 endapan batuan, dan struktur geologi), hidrologi (sistem drainase dan sifat aliran drainase), dan pohon (jumlah, jenis, tinggi, diameter, bentuk tajuk, dan kerusakan organ), seperti yang tertera pada tabel berikut ini (Tabel 1). Tabel 1. Inventarisasi Aspek Fisik Lanskap Jalan No. Aspek Fisik Unsur Jenis Data Sumber Data 1 Iklim Suhu udara, curah hujan, kelembaban, udara relatif, kecepatan angin, dan Sekunder Literatur lama penyinaran matahari 2 Topografi Morfologi dan kemiringan lahan Sekunder Literatur 3 Tanah Jenis tanah, sifat fisik, dan sifat kimia tanah Sekunder Literatur 4 Geologi Jenis batuan, endapan batuan, dan struktur geologi Sekunder Literatur 5 Hidrologi Sistem drainase dan sifat aliran drainase Sekunder Literatur 6 Tata Guna Lahan 7 Vegetasi Penggunaan dan pemanfaatan lahan Primer Pengamatan Jenis, jumlah, tinggi, diameter, bentuk tajuk, dan kerusakan organ pohon Primer Pengamatan dan Literatur Pengambilan data dilakukan melalui dua cara, yaitu secara langsung melalui pengamatan di lapang (data primer) dan tidak langsung berdasarkan literatur dan sumber terkait (data sekunder). Pengambilan data tata guna lahan dilakukan secara langsung dan pohon dilakukan secara langsung dan tidak langsung, sedangkan pengambilan data iklim, topografi, tanah, geologi, dan hidrologi dilakukan secara tidak langsung Evaluasi Tahap evaluasi ini dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu evaluasi fungsi pohon dan evaluasi struktur pohon lanskap jalan Evaluasi Fungsi Pohon Evaluasi fungsi pohon pada lanskap jalan dilakukan melalui pengamatan kriteria setiap fungsi pohon pada tiap segmen jalan berdasarkan Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), dan Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) sebagai berikut. a. Fungsi pengarah adalah fungsi pohon dalam mengarahkan sirkulasi dan membantu memudahkan sirkulasi bagi pengguna jalan. Pohon yang berfungsi

42 25 sebagai pengarah ini memiliki komposisi penanaman yang berbaris dan berkesinambungan. b. Fungsi pembatas adalah fungsi pohon seperti tabir yang membatasi pandangan dan pergerakan manusia dan kendaraan. Pohon yang berfungsi sebagai pembatas ini memiliki komposisi penanaman yang berbaris dan membentuk massa. c. Fungsi peneduh adalah fungsi pohon dalam memberi keteduhan dan menyaring sinar matahari. Pohon yang berfungsi sebagai peneduh memiliki karakteristik massa daun yang padat serta bentuk tajuk spreading, rounded, atau dome. d. Fungsi kontrol angin adalah fungsi pohon dalam menahan, memecah, mengarahkan dan mengalirkan angin. Pohon dengan fungsi ini sebaiknya ditanam secara berbaris dan berkelompok (membentuk massa). e. Fungsi kontrol bunyi adalah fungsi pohon dalam mengurangi suara bising kendaraan. Pohon dengan fungsi ini sebaiknya ditanam di dekat tepi jalan dengan kombinasi berbagai jenis pohon yang memiliki massa daun padat. f. Fungsi kontrol cahaya adalah fungsi pohon dalam menahan, memantulkan, dan mengurangi silau cahaya matahari atau lampu kendaraan. Pohon dengan fungsi ini sebaiknya ditanam dengan kombinasi berbagai jenis dengan massa daun yang padat. g. Fungsi kontrol polusi adalah fungsi pohon sebagai pereduksi polutan udara yang dihasilkan oleh pabrik dan kendaraan bermotor. Pohon yang memiliki fungsi ini dicirikan dengan toleransi yang tinggi terhadap polusi udara dan kemampuannya dalam menyerap polutan. Komposisi tanaman pengontrol polusi sebaiknya terdiri dari kombinasi pohon dan perdu dengan jarak tanam rapat, massa daun padat, serta batang dan cabang berteksur kasar. h. Fungsi konservasi adalah fungsi pohon dalam melindungi tanah dan air serta mencegah erosi. Pohon yang memiliki fungsi ini sebaiknya ditanam secara massal dan dikombinasikan bersama tanaman penutup tanah dengan penutupan merata.

43 26 i. Fungsi pemberi identitas adalah fungsi pohon dalam memberikan identitas bagi pengguna jalan untuk mengenal jalan tertentu. Pohon dengan fungsi ini harus memiliki nilai sejarah dan suatu ciri khas serta ditanam dengan pola penanaman tertentu. Kriteria setiap fungsi pohon lanskap jalan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Kriteria Fungsi Pohon Lanskap Jalan No. Fungsi Kriteria Fungsi* Gambar Ilustrasi** a) Pohon dengan ketinggian 6 m. b) Penanaman secara massal atau berbaris. 1) Pengarah c) Jarak tanam yang rapat. d) Penanaman secara kontinyu atau berkesinambungan. e) Berkesan rapi serta memudahkan orientasi. a) Massa daun padat. b) Percabangan lentur. 2) Pembatas c) Penanaman berbaris atau membentuk massa. d) Jarak tanam rapat. a) Pohon dengan ketinggian sedang atau < 15 m. b) Pohon dengan tajuk spreading, bulat, dome, dan irregular. c) Tajuk bersinggungan. 3) Peneduh d) Bermassa daun padat. e) Ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5 m). f) Percabangan 2 5 m di atas tanah. g) Penanaman secara berbaris dan berkesinambungan. a) Jarak tanam rapat. 4) Kontrol Cahaya b) Bermassa daun padat. c) Berdaun sempit.

44 27 No. Fungsi Kriteria Fungsi* Gambar Ilustrasi** a) Tanaman tinggi, perdu, atau semak. b) Tahan angin atau tidak mudah tumbang. c) Bermassa daun padat dan tidak 5) Kontrol Angin mudah rontok. d) Tidak berdaun lebar. e) Penanaman berbaris atau membentuk massa. f) Jarak tanam yang rapat. a) Terdiri dari beberapa lapis tanaman (kombinasi pohon, perdu, dan semak). b) Penanaman di dekat tepi jalan. c) Bermassa daun padat atau berdaun tebal. 6) Kontrol Bunyi d) Kombinasi antara tanaman dengan dinding peredam. e) Terdapat variasi bentuk tajuk secara vertikal. f) Jarak tanam antartanaman yang rapat. g) Terdapat penanaman beberapa spesies secara bersamaan. a) Toleransi terhadap polusi b) Kuat dalam menyerap polutan gas NO 2 dan partikel lainnya. c) Terdiri dari beberapa lapis 7) Kontrol Polusi tanaman atau kombinasi pohon, perdu, dan semak. d) Jarak tanam rapat. e) Massa daun padat. f) Cabang dan batang bertekstur bertekstur kasar.

45 28 No. Fungsi Kriteria Fungsi* Gambar Ilustrasi** a) Terdapat penutup tanah tahunan atau rumput. b) Penanaman secara 8) Konservasi massal c) Jarak tanam rapat. d) Massa daun padat. e) Penutupan merata. a) Mempunyai ciri khas tertentu. 9) Pemberi Identitas b) Memiliki pola penanaman tertentu. c) Tanaman memiliki nilai sejarah. Keterangan: *) Kriteria fungsi pohon ditetapkan berdasarkan kriteria dari Hakim & Utomo (2003), Wungkar (2005), & Direktorat Jenderal Bina Marga (2010). **) Gambar merupakan ilustrasi dari Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) Evaluasi Struktur Pohon Evaluasi struktur pohon lanskap jalan dilakukan dengan menggunakan pendekatan fisiognomi tanaman. Fisiognomi tanaman adalah penampilan eksternal dari tanaman (Mueller-Dumbois dan Ellenberg, 1974). Penilaian fisiognomi tanaman dapat dilakukan sewaktu-waktu, tetapi cenderung subjektif (Halle et al., 1978). Penilaian fisiognomi pohon dilakukan melalui pengamatan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penampilan fisik pohon, seperti bentuk tajuk, diameter, tinggi dan kerusakan pohon yang dapat disebabkan oleh serangan hama/penyakit tanaman atau aktivitas manusia. Proses pengambilan data fisiognomi pohon ini menggunakan metode penarikan contoh acak berlapis, yaitu dengan mengambil contoh acak sederhana pada setiap segmen jalan, dengan perhitungan sebagai berikut (Walpole, 1992): ni = dengan ni : jumlah sampel segmen ke-i Ni : populasi segmen ke-i N : populasi seluruh segmen n : jumlah sampel seluruh segmen Ni N n

46 29 Nilai n dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: n = L N i б 2 i i=1 ND + 1 N L N i б 2 i i=1 Variabel L merupakan jumlah sampel pada tapak yang dalam hal ini besarnya adalah 6 (Segmen I -- VI). Sementara itu, D adalah variabel yang ditentukan oleh variabel B sebagai batas kesalahan (bound of error) sehingga nilai D dapat dihitung dengan rumus: D = B 2 4 Perhitungan besarnya ragam populasi (б 2 ) adalah sebagai berikut: б 2 = L (xi - µ) 2 i=1 L Variabel µ adalah nilai tengah dari suatu populasi yang dihitung dengan rumus sebagai berikut: µ = L xi i=1 L a. Bentuk tajuk Pengamatan terhadap bentuk tajuk pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon dilakukan dengan mengidentifikasi setiap bentuk tajuk pohon yang telah ditentukan sebelumnya melalui pengambilan contoh acak berlapis.

47 30 b. Diameter Batang Pengamatan terhadap diameter batang dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan rollmeter setinggi dada rata-rata orang dewasa (diameter at breast height (DBH)), yaitu antara cm dari permukaan tanah. c. Tinggi Pohon Pengamatan tinggi pohon dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan clinometer untuk mencari besarnya sudut elevasi (α) dan delevasi (β) antara pengamat dengan pohon (Gambar 7). Pengukuran tinggi pohon ini juga dilakukan berdasarkan keterangan Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) yang menyatakan bahwa ketinggian pohon di sepanjang ruas jalan tidak boleh melebihi kabel tiang listrik dan kabel telepon. Besarnya tinggi pohon diperoleh melalui perhitungan dengan rumus sebagai berikut: T = D (Tan (α) + Tan (β)) dengan T : tinggi pohon D : jarak pengamatan α : sudut elevasi (º) β : sudut delevasi (º) Gambar 7. Sketsa Pengukuran Tinggi Pohon

48 31 d. Kerusakan Pohon Pengamatan terhadap kerusakan pohon dilakukan melalui metode Forest Health Monitoring (FHM). FHM merupakan metode akurat dalam menilai kerusakan pohon yang dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, yaitu melalui perhitungan kuantitatif kerusakan spesifik pohon, penilaian status kerusakan berdasarkan indikator kerusakan pohon, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya penyebab kematian pohon (Nuhamara et al., 2001). Variabel kerusakan pohon yang diamati meliputi tipe kerusakan, lokasi kerusakan, dan kelas keparahan. Jika dalam satu pohon terdapat lebih dari tiga kerusakan, yang dicatat adalah tingkat kerusakan yang paling parah. Jika nilai kerusakan suatu pohon dinyatakan dalam suatu fungsi, dapat dinyatakan sebagai berikut (Nuhamara et al., 2001): Kerusakan = f(a, B, C) dengan A : tipe kerusakan B : lokasi kerusakan C : keparahan kerusakan 1) Tipe Kerusakan Tipe-tipe kerusakan pohon menurut Nuhamara (2002) terdiri atas kanker, busuk hati (konk), luka terbuka, resinosis atau gumosis, batang patah, brum pada akar atau batang, akar patah atau mati, mati ujung, cabang patah atau mati, brum pada cabang atau daerah di dalam tajuk, kerusakan daun, dan perubahan warna daun yang disajikan dalam Tabel 3 sebagai berikut.

49 32 Tabel 3. Tipe-Tipe Kerusakan pada Tubuh Pohon Keterangan: *) Gejala dan penyebab tipe kerusakan berdasarkan keterangan Khoiri (2004), Miardini (2006), dan Soetrisno (2001).

50 33 Setiap tipe kerusakan tersebut dinyatakan dengan kode berupa angka yang telah ditetapkan di dalam Nuhamara et al., (2001). Seluruh kode tipe kerusakan pohon ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Kode Tipe Kerusakan pada Tubuh Pohon No. Tipe Kerusakan Kode 1 Kanker, gol (puru) 1 2 Busuk hati, tubuh buah (badan buah), dan indikator lapuk lanjut 2 3 Luka terbuka 3 4 Eksudasi (resinosis atau gumosis) 4 5 Batang patah kurang dari 0,91 m 11 6 Brum pada akar atau batang 12 7 Akar patah atau mati lebih dari 0,91 m 13 8 Hilangnya ujung dominan (mati ujung) 21 9 Cabang patah atau mati Brum pada cabang atau daerah dalam tajuk Kerusakan daun Daun berubah warna (tidak hijau) 25 Sumber: Nuhamara et al., (2001) 2) Lokasi Kerusakan Lokasi kerusakan yang diamati adalah seluruh bagian tubuh pohon dari daun hingga akar, seperti permukaan akar dengan tinggi 30 cm di atas permukaan tanah, akar dan batang bagian bawah, batang bagian bawah (setengah bagian bawah dari batang antara pangkal akar (tunggak) dan dasar tajuk hidup), bagian bawah dan bagian atas batang, bagian atas batang (setengah bagian atas dari batang antara pangkal akar (tunggak) dan dasar tajuk hidup), batang tajuk (batang utama di dalam daerah tajuk hidup dan di atas dasar tajuk hidup), cabang (lebih besar 2,54 cm pada titik percabangan terhadap batang utama atau batang tajuk di dalam daerah tajuk hidup), dan daun (Lampiran 3). Selanjutnya, setiap lokasi kerusakan pohon dinyatakan dengan kode berupa angka yang telah ditetapkan dalam Nuhamara et al., (2001) sebagai berikut (Tabel 5).

51 34 Tabel 5. Kode Lokasi Kerusakan pada Tubuh Pohon No. Lokasi Kerusakan Kode 1. Sehat (tidak ada kerusakan) Akar (terbuka) dan pangkal aka r (dengan tinggi 30 cm di atas permukaan tana h) Akar dan batang bagian bawah Batang bagian bawah (setengah bagian bawah 3 dari batang antara pangkal akar dan dasar taju k hidup) 5. Bagian bawah dan bagian atas batang 4 6. Bagian atas batang (setengah bagian atas dari 5 7. batang antara pangkal akar dan dasar tajuk hid up) Batang tajuk (batang utama di dalam daerah 6 tajuk hidup dan di atas dasar tajuk hidup) 8. Cabang (lebih besar 2.54 cm pada titik 7 percabangan terhadap batang utama atau batang tajuk di dalam daerah tajuk hi dup ) 9. Kuncup dan tunas (pertumbuhan tahun terakhir) Daun 9 Sumber: Nuhamara et al., (2001) 3) Keparahan Kerusakan Penilaian kerusakan fisik pohon berdasarkan nilai ambang batas keparahan dilakukan dengan mengklasifikasikan kode tipe kerusakan berdasarkan nilai ambang batas keparahan yang diperoleh ke dalam kelas interval 10% hingga 99% (Tabel 6). Nilai keparahan kerusakan yang diamati pada setiap tipe kerusakan adalah minimal 20%, kecuali pada mati ujung nilai keparahan kerusakan yang diamati adalah minimal 1%. Untuk beberapa tipe kerusakan seperti busuk hati, brum atau percabangan yang berlebihan, dan patah pada batang yang berlokasi kurang dari 0,91 m dari batang, nilai kerusakan yang diamati adalah lebih dari atau sama dengan 20%.

52 35 Tabel 6. Kualifikasi Kelas Keparahan Menurut Kode Tipe Kerusakan No. Kelas Keparahan (10 % %) Kode Tipe Kerusakan 1. 20% 1 2. Nihil* % % 4 5. Nihil* Nihil* % % % % % % 25 Ket erangan : *) 20% untuk akar, batang, atau cabang jika < 0,91 m unt uk batang dan > 0,91 m untuk akar berdasarkan ketentuan Nuhamara et al., (2001) Kemudian, nilai keparahan kerusakan yang telah diperoleh diklasifikasikan ke dalam kode keparahan kerusakan berdasarkan kelas keparahan menurut Nuhamara et al. (2001) sebagai berikut (Tabel 7). Tabel 7. Kode Kelas Keparahan Kerusakan Pohon No. Kelas (%) Kode S umber: Nu hamara et al., (2001)

53 Analisis Analisis dilakukan terhadap hasil evaluasi fungsi dan struktur pohon lanskap jalan Analisis Fungsi Pohon Analisis terhadap fungsi pohon lanskap jalan dilakukan dengan mengklasifikasikan hasil evaluasi setiap kriteria fungsi pohon ke dalam kategori buruk hingga sangat baik (nilai ) berdasarkan persentase dari kriteria masing-masing fungsi terhadap total bobot keseluruhan kriteria fungsi yang terpenuhi sebagai berikut (Wungkar, 2005): 1. bernilai 1 (buruk), jika 40 % kriteria terpenuhi. 2. bernilai 2 (sedang), jika % kriteria terpenuhi. 3. bernilai 3 (baik), jika % kriteria terpenuhi. 4. bernilai 4 (sangat baik), jika 81 % kriteria terpenuhi Analisis Struktur Pohon Analisis struktur pohon lanskap jalan dilakukan terhadap hasil pengamatan tinggi pohon, diameter batang, dan kerusakan pohon. a. Diameter Batang Hasil pengukuran diameter batang diklasifikasikan ke dalam empat kelas (Tabel 8), yang meliputi semai (Kelas D1), tiang (Kelas D2), hampir dewasa (Kelas D3), dan dewasa (Kelas D4) berdasarkan keterangan Daniel et al., (1995). Tabel 8. Kualifikasi Diameter Batang Pohon Kelas Kualifikasi Diameter (cm) D1 Semai DBH < 10 D2 Tiang (kecil) 10 DBH < 30 D3 Hampir dewasa (sedang) 30 DBH < 60 D4 Dewasa (besar) DBH 60 Sumber : Daniel et al., (1995)

54 37 b. Tinggi Pohon Hasil pengukuran tinggi pohon diklasifikasikan ke dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan keterangan Booth (1983), sebagai berikut (Tabel 9). Tabel 9. Kualifikasi Tinggi Pohon Kelas Kualifikasi Tinggi (m) T1 Rendah (Semai) T 6 T2 Sedang 6 < T < 12 T3 Tinggi (Dewasa) T 12 Sumber: Booth (1983) c. Kerusakan Pohon Hasil ev aluasi dari seluruh variabel kerusakan pohon (tipe kerusakan, lokasi kerusakan, dan kelas keparahan) dianalisis d engan menggunakan bobot indeks kerusakan sebagai berikut (Tabel 10). Tabel 10. Bobot Indeks Kerusakan Pohon No. Tipe Kerusakan Lokasi Kerusakan Keparahan Kerusakan Kode Bobot Kode Bobot Kode Bobot ,9 0 1,5 0 1, , , , , ,5 3 1,8 3 1, ,6 4 1,8 4 1, ,3 5 1,6 5 1, ,2 6 1, , , , Sumber: Nuhamara et al., ( 2001)

55 38 Setiap bobot dari indikator keru sakan pohon tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus berikut ini (Nuhamara et al., 2001): NIK = (xi.yi.zi) dengan NIK : nilai indeks kerusakan pada level pohon xi : nilai bobot pada tipe kerusakan yi : nilai bobot pada bagian pohon yang mengalami kerusakan zi : nilai bobot pada keparahan kerusakan Kemudian, setiap nilai indeks kerusakan pohon yang telah diperoleh diklasifikasikan ke dalam kriteria sebagai berikut: 1. pohon dalam keadaan sehat jika 0 NIK 5 terpenuhi; 2. rusak ringan jika 6 NIK 10 terpenuhi; 3. rusak sedang jika 11 NIK 15 terpenuhi; 4. rusak berat jika 16 NIK 21 terpenuhi Sintesis dan Rekomendasi Hasil analisis fungsi dan struktur pohon kemudian disintesis sehingga menghasilkan suatu rekomendasi. Sintesis ini merupakan proses pengembangan dari evaluasi dan analisis yang mengoptimalkan potensi dan mengupayakan solusi untuk masalah yang ada selama proses inventarisasi hingga analisis tapak. Proses sintesis ini dilakukan pada masing-masing aspek baik fungsi maupun struktur tanaman Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi hingga tahap sintesis yang menghasilkan suatu rekomendasi yang berisi masukan agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah seperti serangan hama dan penyakit, kerusakan tubuh pohon akibat aktivitas manusia, serta fungsi dan struktur pohon yang tidak sesuai dengan tujuan perancangan lanskap jalan.

56 39 BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Letak Geografis, Aksesibilitas, dan Jaringan Jalan Secara geografis Kota Bogor terletak pada koordinat 6,36º30 30 LS hingga 6º41 00 LS dan 106º43 30 BT hingga 106º51 00 BT. Kota Bogor terletak di sebelah selatan Kota Jakarta, yaitu kurang lebih berjarak 56 kilometer dari Kota Jakarta. Luas wilayah Kota Bogor adalah ha (0,27 % dari luas wilayah provinsi Jawa Barat) yang terdiri dari 6 kecamatan, yaitu Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Tengah, Bogor Barat, Bogor Utara, dan Tanah Sareal (Bapeda Kota Bogor, 2008). Secara administratif, perincian batas wilayah Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon adalah sebagai berikut: a. sebelah utara berbatasan dengan Jln. Dewi Sartika, Taman Topi, Stasiun KA, Jln. Perintis Kemerdekaan, Jln. Rante, dan Jln. Sindang Barang Jero; b. sebelah timur berbatasan dengan Istana Negara dan Jln. Ir. H. Juanda; c. sebelah selatan berbatasan dengan Gereja Katedral, Kantor PLN, Jln. Paledang, Jln. Mantarena Lebak, Plaza Jembatan Merah, Jln. Bayangkara, dan Jln. Pagelaran Ciomas; d. sebelah barat berbatasan dengan Jln. Letjen Ibrahim Adjie dan Jln. Raya Dramaga. Jalur Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon terbentang di antara Kecamatan Bogor Tengah hingga Bogor Barat, yaitu tepatnya antara Kelurahan Panaragan hingga Sindangbarang (Bapeda Kota Bogor, 2008). Menurut Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor (2007), jalur jalan tersebut merupakan jalan kolektor primer yang menghubungkan Jalan Raya Dramaga yang memiliki karakter sebagai lahan pertanian, pendidikan, pemukiman, perdagangan, dan jasa dengan Jalan Ir. H. Juanda yang memiliki ciri sebagai fungsi perkantoran, wisata, perdagangan, dan jasa melalui Terminal Laladon. Berdasarkan pengamatan, Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon dapat ditempuh dari berbagai arah, di antaranya, arah Kampus IPB Dramaga melalui Jalan Raya Dramaga, arah Terminal Bubulak, dan arah Jalan Raya Pajajaran melalui Jalan Ir. H. Juanda. Karena jalur ini dapat ditempuh dari

57 40 berbagai arah serta memiliki beberapa fungsi, seperti fungsi pertanian, pemukiman, pendidikan, perdagangan, dan fungsi sejarah, Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon dapat dikatakan cukup strategis. Jalur jalan tersebut juga dilalui oleh dua macam trayek angkutan umum, yaitu 02 dan 03 yang merupakan trayek utama dari dan menuju pusat kota. Menurut Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (2007), panjang Jalan Kapten Muslihat -- Letjen Ibrahim Adjie adalah 5,40 km dan memiliki lebar jalur lalu lintas jalan yang bervariasi, yaitu 12,5 m pada Jalan Kapten Muslihat; 14 m pada Jalan veteran; 6,5 m pada Jalan Mayor Jenderal Ishak Djuarsa; 7 m pada Jalan Letnan Jenderal Ibrahim Adjie Iklim Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Bogor (2009) menyatakan bahwa kondisi iklim rata-rata Kota Bogor pada tahun adalah sebagai berikut (Gambar 8). 1. Suhu udara rata-rata adalah 27,17ºC dengan suhu minimum rata-rata 21,77ºC, dan suhu maksimum rata-rata 31,87ºC. 2. Kelembaban udara rata-rata sebesar 83,99%, dengan kelembaban udara maksimum terjadi pada bulan Februari, yaitu 89,31%, dan kelembaban udara minimum pada bulan Juli, yaitu 79,50%. 3. Curah hujan rata-rata adalah 321,54 mm, dengan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Maret, yaitu 506,16 mm, dan curah hujan minimum pada bulan Agustus, yaitu 162,16 mm. 4. Intensitas penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Juli, yaitu 85,66% dan terendah pada bulan Februari, yaitu 27,19%, sementara intensitas penyinaran rata-rata sebesar 64,02%. 5. Kecepatan angin rata-rata adalah 2,39 km/jam, dengan kecepatan angin maksimum terjadi pada bulan Februari, yaitu 3,04 km/jam, dan kecepatan angin minimum pada bulan Juni, yaitu 1,93 km/jam.

58 41 Gambar 8. Grafik Iklim Kota Bogor Tahun Tanah dan Topografi Struktur tanah yang terdapat di wilayah Bogor dan sekitarnya adalah Latosol, yaitu golongan tanah yang telah mengalami perkembangan profil, bersifat gembur, dan agak asam. Kota Bogor juga memiliki daya dukung tanah yang besarnya kurang lebih 1,5 kg/cm 2. Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang yang memiliki topografi bervariasi dari landai, gelombang, dan lembah dengan ketinggian antara 190 m hingga 350 m di atas permukaan laut (Anonim (2003) dalam Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor (2007)). Kota Bogor juga memiliki kemiringan lereng yang bervariasi, yaitu berkisar % (datar) seluas 1.763,94 ha; % (landai) seluas 8.091,27 ha; % (agak curam) seluas 1.109,89 ha; % (curam) seluas 764,96 ha; dan lebih dari 40 % (sangat curam) seluas 119,94 ha. Kemiringan lereng di sepanjang Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon cukup bervariasi, yaitu sebagai berikut (Anonim (2003) dalam Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor (2007)). 1. Kawasan Jln. Kapten Muslihat, yakni antara pertigaan yang berbatasan dengan Jln. Ir. H. Juanda hingga area di depan Gereja Katedral, kemiringan lerengnya datar ( %), pada area jalur hijau di depan gedung DPRD hingga depan markas Kepolisian Resort (Polres) kemiringan lerengnya landai (2-15 %), dan area antara markas Polres hingga Plaza Jembatan Merah kemiringan lerengnya datar ( %).

59 42 2. Kawasan Jln. Veteran, yakni antara Plaza Jembatan Merah hingga pertigaan menuju Pasar Gunung Batu pada Jln. Mayor Jenderal Ishak Djuarsa, kemiringan lerengnya termasuk kategori agak curam ( %). 3. Kawasan Jln. Mayor Jenderal Ishak Djuarsa, yakni pada area Pasar Gunung Batu hingga Terminal Laladon, memiliki kemiringan lereng yang datar ( %) Hidrologi Berdasarkan keterangan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor (2007), wilayah Kota Bogor dialiri oleh tiga sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung, Sungai Cisadane, dan Sungai Cipakancilan, serta tiga sungai kecil, yaitu Sungai Cipedit, Sungai Cibalok, dan Sungai Ciater, yang berperan penting bagi kondisi hidrologi dan drainase wilayah Bogor. Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane memiliki tujuh anak sungai yang secara keseluruhan membentuk pola aliran paralel-subparalel sehingga mempercepat aliran air pada waktu mencapai debit puncak (time to peak) di Sungai Ciliwung dan Cisadane sebagai sungai utamanya. Pada umumnya, aliran sungai tersebut dimanfaatkan sebagai sumber air oleh Perusahaan Daerah Air Minum serta sebagian masyarakat Kota Bogor. Sistem drainase yang digunakan pada jalan utama Kota meliputi sistem drainase tertutup dan sistem drainase terbuka. Sementara itu, air hujan dialirkan melalui saluran drainase sekunder menuju saluran drainase utama yang pada akhirnya menuju ke sungai. Aliran sistem drainase di Kota Bogor bersifat alami yang pada prinsipnya mengikuti bentuk topografi Kota, yakni dari daerah yang lebih tinggi menuju daerah yang lebih rendah sehingga tidak ditemukan adanya daerah tergenang. Sistem drainase pada jalur ini adalah drainase terbuka berupa parit Geologi Secara umum Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa breksi tupaan/kpbb) dan Gunung Salak (berupa aluvium/kal dan kipas aluvium/kpal). Lapisan batuan ini berada agak dalam dari permukaan tanah dan

60 43 jauh dari daerah aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa aluvial yang tersusun oleh tanah, pasir, dan kerikil sebagai hasil dari pelapukan sehingga baik untuk tanaman. Dari struktur geologi tersebut, Kota Bogor memiliki jenis aliran andesit seluas 2.719,61 ha, kipas aluvial seluas 3.249,98 ha, endapan 1.372,68 ha, tufaan 3.395,75 ha, dan lanau breksi tufan dan capili seluas 1.112,56 ha (Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor (2007)) Sementara itu, menurut Badan Pertanahan Nasional (1986) dalam Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor (2007), endapan batuan yang menutupi Kota Bogor berasal dari Gunung Gede dan Gunung Salak vulkanik kwarter sebagai hasil endapan yang dikenal dengan sebutan hipro alluvium yang berumur plestosin dan kwarter Tata Guna Lahan Penggunaan lahan di sepanjang Jln. Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon meliputi daerah perkantoran, permukiman, bangunan komersial, dan fasilitas sosial (pendidikan, klinik kesehatan, tempat ibadah, dan terminal). Terdapat beberapa bagian di Jln. Kapten Muslihat yang memiliki jalur pedestrian tepi jalan baik di sisi kiri maupun sisi kanan jalan. Pedestrian tersebut digunakan sebagai jalur sirkulasi bagi pejalan kaki dari segala usia. Namun, pada beberapa ruas jalan, jalur pedestrian disalahgunakan sebagai tempat usaha (misalnya, pedestrian di depan Taman Topi). Jalur Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon dilengkapi oleh bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan. Bangunan pelengkap jalan terdiri dari jembatan penyeberangan, saluran tepi jalan, pagar, dan pembatas. Perlengkapan jalan sebagian besar terdapat di Jln. Kapten Muslihat, yang terdiri dari ramburambu lalu lintas dan sarana umum seperti, hydrant, telepon umum, dan kotak surat Vegetasi Pohon-pohon pada sebagian besar lanskap jalan di Kota Bogor baik yang telah lama ada ataupun yang masih baru memiliki ciri khas pada konsep penanamannya. Pohon-pohon tersebut ditanam dengan pola penanaman yang

61 44 memadukan pohon, perdu, semak, dan tanaman penutup tanah secara linear pada jalur hijau tepi jalan. Jenis tanaman yang terdapat pada tepi Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon terangkum dalam Tabel 11 berikut. Tabel 11. Jenis Tanaman pada Lokasi Penelitian Jenis Tanaman Pohon Nama Ilmiah Nama Lokal Lokasi Acacia mangium Akasia Albizia falcataria Sengon Amherstia nobilis Bunga Ratu Araucaria heterophylla Cemara Norfolk Artocarpus heterophyllus Nangka Baringtonia asiatica Keben Bauhinia purpurea Bunga Kupu- Kupu Canarium commune Kenari Caryota urens Palem Ekor Tupai Chrysalidocarpus lutescens Palem Kuning Delonix regia Flamboyan Elaesis guinensis Kelapa Sawit Erythrina crystagali Dadap Merah Erythrina variegata Dadap Kuning Ficus benjamina Beringin Ficus elastica Beringin Karet Ficus lyrata Biola Cantik Filicium decipiens Kerai Payung Leucana glauca Lamtoro Mangifera indica Mangga Maniltoa grandiflora Bunga Saputangan Mimusoph elengi Tanjung Muntingia calabura Kersen Roystonia regia Palem Raja Samanea saman Ki Hujan Swietenia mahogani Mahoni

62 45 Jenis Lokasi Nama Ilmiah Nama Lokal Tanaman Bambusa multipleks Bambu Pagar Bougenvillea spectabilis Kembang Kertas Codieaum variegatum Puring Cordyline terminalis Hanjuang Merah Dracaena fragrans Hanjuang Hijau Perdu Euphorbia barnhartii Euphorbia Heliconia rostrata Pisang Hias Musa paradisiaca Pisang Mussaenda phillipica Nusa Indah Thuja orientalis Cemara Kipas Yucca aulifolia Yuca Acalypha macrophilla Akalipa Cana indica Kana Semak Cryptanthus sp. Nanas Merah Hymenocallis sp. Spider Lili Ixora javanica Soka Jepang Pandanus pyegmeus Pandan Kuning Althernantera ficoides Bayam Merah Penutup Iris tectorum Iris Tanah Rhoeo discolor Adam Hawa Axonopus compressus Rumput Gajah Sumber: Pengamatan dan Dinas Pertamanan Kota Bogor (2010) dengan 1 : Jln. Letjen Ibrahim Adjie 2 : Jln. Sindang Barang 3 : Jln. Mayjen Ishak Djuarsa 4 : Jln. Veteran 5 : Jln. Kapten Muslihat Komposisi dan lokasi penanaman tanaman pada lanskap Jln. Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon terdapat pada Tabel 12 berikut.

63 46 Tabel 12. Komposisi dan Lokasi Penanaman pada Segmen I -- VI Jalan Segmen Lokasi Penanaman depan Gereja Katedral Bogor, depan Kantor Jln. Kapten Muslihat I Bapeda, depan Polres Bogor, depan Ruko Taman Topi, depan Kantor PLN, dan Jembatan Merah depan Plaza Jembatan Merah, depan Taman Topi Square, depan SMA Taruna Jln. Veteran II Andhiga, depan SPBU, dan depan Perpustakaan Kehutanan (setelah titik persimpangan Ciomas) Jln. Veteran Jln. Mayjen Ishak Mesjid Gunung Batu, dan III Djuarsa Markas Yonif Garuda 315 Komposisi dan Jenis Tanaman Massal sejenis (kenari, palem raja, bambu pagar). Massal campuran (kenari, palem raja, kerai payung, bunga ratu, tanjung, nusa indah, cemara kipas, kembang kertas, akalipa, pandan kuning, spider lili, nanas merah, adam hawa, iris, rumput) Soliter (kenari, ki hujan, dadap merah, palem kuning, euphorbia). Massal sejenis (kenari). Massal campuran (kenari, bunga sapu tangan, biola cantik, sengon, palem raja, akalipa, rumput). Soliter (beringin, palem raja, kerai payung, beringin karet). Massal sejenis (mahoni, akalipa). Massal campuran (mahoni, tanjung, palem raja, palem kuning, biola cantik, yuca, hanjuang merah, hanjuang hijau, bayam merah, rumput) Soliter (mahoni, kerai payung, akasia)

64 47 Jalan Segmen Lokasi Penanaman depan Markas Yonif Garuda 315, dan titik Jln. Mayjen Ishak IV persimpangan Jln. Darul Djuarsa Qur'an dan Jln. Mayjen Ishak Djuarsa depan Perumahan Sindang Barang Jero, dan Giant Swalayan hingga Jln. Jln. Sindang Barang V Letjen Ibrahim Adjie (titik Jln. Letjen Ibrahim persimpangan Jln. Adjie Bayangkara dan Jln. Letjen Ibrahim Adjie) depan Ruko Sindang Barang Grande, depan Jln. Letjen Ibrahim VI SPBU, depan Restoran Adjie Chick'n Fun, dan depan Terminal Laladon Sumber: Pengamatan Komposisi dan Jenis Vegetasi Massal sejenis (mahoni, pisang, akalipa). Massal campuran (mahoni, mangga, tanjung, flamboyan, cemara kipas, pisang hias, soka jepang, bayam merah, rumput). Soliter (mahoni) Massal sejenis (mahoni). Massal campuran (mahoni, akalipa, pisang, hanjuang merah, rumput). Soliter (dadap kuning, dadap merah, mahoni, bunga kupu-kupu, puring). Massal sejenis (kenari, pisang). Massal campuran (kenari, mahoni, beringin, tanjung, jambu air, kelapa sawit, sengon, pete cina, palem ekor tupai, kersen, pisang, hanjuang hijau, hanjuang merah, puring, rumput). Soliter (mangga, nangka, cemara norflok, keben, dadap merah).

65 48 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Evaluasi dan Analisis Evaluasi dan Analisis Fungsi Pohon Proses penilaian fungsi pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon meliputi 9 aspek, yaitu fungsi pengarah, fungsi pembatas, fungsi peneduh, fungsi kontrol angin, fungsi kontrol bunyi, fungsi kontrol cahaya, fungsi kontrol polusi, fungsi konservasi, dan fungsi pemberi identitas. Penilaian terhadap fungsi-fungsi tersebut dilakukan berdasarkan kriteria fungsi pohon lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) Evaluasi dan Analisis Fungsi Pohon Berdasarkan Segmen Jalan Penilaian fungsi pohon lanskap jalan dilakukan pada setiap segmen jalan. Hasil penilaian fungsi ini terdiri atas 4 kategori, yaitu buruk, sedang, baik, dan sangat baik sesuai dengan persentase pemenuhan kriteria yang diperoleh. 1) Fungsi Pengarah Tanaman dapat berfungsi sebagai pengarah jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi pengarah untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 13. Penilaian Fungsi Pengarah pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e (%) Keterangan 1. I ,00 Sangat Baik 2. II ,00 Baik 3. III ,00 Buruk 4. IV ,00 Sedang 5. V ,00 Buruk 6. VI ,00 Sedang Keterangan: a, b, c, d, dan e merupakan kriteria fungsi pengarah yang terdapat pada Tabel 2

66 49 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen I adalah sebesar 85% atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 13). Hampir semua pohon memiliki ketinggian 6 m. Pohon-pohon tersebut ditanam secara massal dan berbaris dengan jarak tanam yang rapat (Gambar 9). Selain itu, sebagian besar pohon berusia dewasa sehingga pertautan antartajuknya terlihat sangat jelas, kecuali pada penanaman palem raja (R. regia.) di depan Polres Bogor dan gedung PLN. Masing-masing tajuk tanaman palem tidak saling bertautan walaupun ditanam dengan jarak tanam yang rapat (< 3 m). Penanaman pohon secara berkesinambungan banyak terdapat di antara Jln. Juanda -- Taman Topi dan di depan gedung PLN. Secara keseluruhan pola penanaman pada segmen ini berkesan rapi sehingga memudahkan orientasi. Gambar 9. Penanaman Pohon dengan Jarak Tanam Rapat di Jln. Kapten Muslihat b) Segmen II Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen II adalah 70% atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 13). Hampir semua tanaman pada segmen ini memiliki ketinggian 6 m. Tanaman berjenis kenari (C. commune) mendominasi penanaman pada segmen ini. Penggunaan kenari sebagai tanaman mayoritas serta komposisi penanaman yang massal, berbaris, dan dengan jarak tanam rapat dapat berfungsi cukup optimal dalam mengarahkan dan memudahkan orientasi

67 50 pengguna jalan. Penanaman tanaman di sepanjang jalan dari Plaza Jembatan Merah hingga Taman Topi Square berjumlah lebih sedikit dengan pola penanaman linear. Selain itu, penanaman pada area ini terlihat tidak berkesinambungan, walaupun ditanam secara berbaris. Penanaman dalam jumlah banyak dan berkesinambungan hanya terdapat di antara SMA Taruna Andhiga hingga SPBU. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen III adalah 40% atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 13). Lebih dari setengah pohon yang terdapat pada segmen ini memiliki ketinggian rata-rata 6 m. Ketinggian rata-rata tanaman mahoni (S. mahogani) di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa, tepatnya depan Yonif Garuda 315 adalah 6 m. Penanaman mahoni tersebut juga dilakukan dalam jarak tanam yang rapat dan berkesinambungan. Namun, pertautan antartajuknya kurang terlihat karena usia tanaman yang masih muda. Selain itu, terdapat penanaman tanaman yang massal beraneka jenis di Jln. Veteran. Ketinggian rata-rata tanaman pada area tersebut 6 m, tetapi pola penanamannya tidak berbaris maupun berkesinambungan. Oleh karena itu, secara umum penanaman tanaman pada Segmen III berkesan kurang rapi. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen IV adalah 55% atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 13). Sebagian besar tanaman ditanam dengan jarak tanam yang rapat. Namun, usia pohon yang terbilang muda menyebabkan pertautan antartajuknya tidak terlihat begitu jelas. Faktor yang sama juga menyebabkan kepadatan massa tajuk dari tanaman tersebut kurang terlihat. Salah satu contohnya adalah kepadatan massa dan pertautan antar tajuk tanaman mahoni (S. mahogani) di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa (persimpangan Jln. Pagentongan dan Yonif Garuda 315) yang kurang terlihat. Walaupun demikian, kelompok tanaman tersebut cukup berkesan rapi karena pola penanamannya yang berbaris, membentuk garis lurus, dan berkesinambungan. Selain itu, tinggi ratarata hampir sebagian besar tanaman mahoni pada segmen ini 6 m.

68 51 e) Segmen V Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen V adalah 40% atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 13). Jenis mahoni (S. mahogani) mendominasi penanaman pada segmen ini. Penanaman mahoni ini paling banyak terdapat di area persimpangan Jln. Darul Qur an dengan Jln. Sindang Barang dan di antara Giant Swalayan hingga Jln. Bayangkara. Penanaman di dua lokasi tersebut dilakukan secara berbaris dan berkesinambungan. Selain itu, rata-rata jumlah pohon yang memiliki ketinggian 6 m juga tidak banyak. Hampir sebagian besar penanaman berjarak tanam rapat, hanya saja dikarenakan usia pohon yang terbilang cukup muda sehingga tidak terlihat adanya tajuk yang saling bertautan (Gambar 10). Gambar 10. Pertautan antartajuk Tanaman Mahoni Muda di Jln. Letjen Ibrahim Adjie f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi pengarah pada Segmen VI adalah 50% dari lima kriteria fungsi yang terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 13). Sebagian besar jenis pohon yang terdapat pada segmen ini adalah kenari (C. commune) dan mahoni (S. mahogani) yang terpusat di dua lokasi, yaitu di di area ruko Sindangbarang Grande dan Jln. Letjen Ibrahim Adjie (dari Restoran Chick n Fun hingga titik persimpangan Jln. Pagelaran). Selain itu, hampir keseluruhan pohon yang terdapat pada segmen jalan ini memiliki ketinggian 6 m, tetapi hanya sebagian pohon yang penanamannya dilakukan secara berbaris dan

69 52 berkesinambungan. Hal ini dapat dilihat pada 3 batang pohon kenari di depan terminal Laladon yang tidak ditanam secara berkesinambungan. Contoh lainnya adalah kelompok tanaman yang terdiri dari kenari (C. commune), mahoni (S. mahogani), dan beringin (F. benjamina) di Jln. Letjen Ibrahim Adjie yang penanamannya tidak berbaris. Sebagian besar penanaman pohon pada segmen ini memiliki jarak tanam ideal dan hanya pada satu lokasi saja tanaman berjarak tanam cukup rapat. Secara keseluruhan, penanaman pohon pada segmen ini cukup berkesan rapi dan memudahkan orientasi. 2) Fungsi Pembatas Tanaman dapat berfungsi sebagai pembatas jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi pembatas untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 14. Penilaian Fungsi Pembatas pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d (%) Keterangan 1. I ,75 Sangat Baik 2. II ,50 Sangat Baik 3. III ,25 Sedang 4. IV ,00 Baik 5. V ,00 Sedang 6. VI ,50 Baik Keterangan: a, b, c, dan d merupakan kriteria fungsi pembatas yang terdapat pada Tabel 2 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen I adalah 93,75% atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 14). Hampir semua tanaman yang terdapat pada segmen ini memiliki massa daun yang padat dan percabangan yang lentur. Kenari (C. commune) merupakan salah satu tanaman dominan pada segmen ini dengan percabangannya yang lentur. Selain itu, sebagian besar tanaman juga ditanam dengan jarak tanam yang rapat. Penanaman tanaman secara

70 53 kontinyu terdapat di antara Jln. Juanda hingga Taman Topi dan di depan gedung PLN. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen II adalah 87,5% atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 14). Hampir semua tanaman yang terdapat pada segmen ini memiliki massa daun yang padat (Gambar 11). Kepadatan massa daun ini terlihat sangat jelas dikarenakan faktor usia yang telah dewasa, bahkan beberapa diantaranya berusia cukup tua. Selain itu, sebagian besar tanaman juga ditanam dengan jarak tanam antartanaman yang rapat. Hal ini dapat dilihat pada pertautan antartajuk tanaman yang begitu jelas terlihat. Penggunaan tanaman bercabang lentur, seperti kenari yang dikomposisikan secara massal dengan pola penanaman berbaris dan membentuk garis lurus dinilai berfungsi efektif sebagai tanaman pembatas. Pada tapak, deretan tanaman tersebut membatasi jalan dengan saluran drainase dan jalur pejalan kaki. Gambar 11. Penanaman Pohon dengan Massa Daun Padat di Jln. Veteran c) Segmen III Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen III termasuk dalam kategori sedang atau sebesar 56,25% dari empat kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 14). Berbagai jenis tanaman yang ada di Jln. Veteran (depan Perpustakaan Kehutanan) memiliki massa daun yang padat serta ditanam dengan jarak tanam yang rapat dan pola tanam yang tidak berbaris. Di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa,

71 54 penanaman mahoni (S. mahogani) dengan percabangan lentur dilakukan secara berbaris dan dalam jarak tanam yang rapat. Selain itu, massa daun tanaman tersebut cukup padat, namun karena usia yang masih muda maka kepadatan massa dan pertautan antartajuknya tidak terlihat sempurna. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen IV termasuk dalam kategori baik atau sebesar 75% dari empat kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 14). Berdasarkan pengamatan, tanaman mahoni (S. mahogani) merupakan tanaman yang memiliki percabangan lentur. Penanaman mahoni di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa (antara Jln. Pagentongan hingga Yonif Garuda 315) dilakukan dalam jarak tanam yang rapat. Namun, faktor usia yang terbilang muda menyebabkan kepadatan massa dan pertautan antartajuknya kurang terlihat. Selain itu, mahoni juga ditanam secara berbaris dan berkesinambungan. e) Segmen V Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen V termasuk dalam kategori sedang atau sebesar 50% dari empat kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 14). Pohon yang memiliki percabangan lentur terhitung cukup banyak sehingga aman bagi pengguna jalan. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, sebagian besar penanaman tanaman terdapat di dua lokasi yaitu, di area persimpangan Jln. Darul Qur an dengan Jln. Sindang Barang dan dari Giant Swalayan hingga Jln. Bayangkara. Pola penanaman beberapa tanaman di dua lokasi tersebut terlihat linear, dan berbaris secara kontinyu dengan jarak tanam antartanaman yang cukup rapat. Sementara pola penanaman di area lainnya dapat dikatakan kurang berbaris karena bervariasinya jarak antara tanaman ke badan jalan. Secara umum, sebagian besar tanaman pada segmen ini bermassa daun padat. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi pembatas pada Segmen VI termasuk ke dalam kategori baik, yaitu sebesar 62,50% dari empat kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 14). Pada segmen ini, sebagian besar tanaman memiliki massa daun yang padat

72 55 serta lebih dari setengah tanaman memiliki percabangan yang lentur. Sebagian besar penanaman pohon terdapat di dua lokasi, yaitu di area ruko Sindangbarang Grande dan di Jln. Letjen Ibrahim Adjie (dari Restoran Chick n Fun hingga titik persimpangan Jln. Pagelaran). Penanaman tanaman di dua lokasi tersebut dilakukan secara massal, tetapi hanya kelompok tanaman di area ruko Sindangbarang Grande saja yang ditanam secara berbaris dengan jarak tanam antartanaman yang cukup rapat. Sementara, penanaman beberapa tanaman di Jln. Letjen Ibrahim Adjie juga berjarak tanam rapat hanya saja karena usia pohon masih muda sehingga pertautan antar tajuknya tidak begitu terlihat. 3) Fungsi Peneduh Tanaman dapat berfungsi sebagai peneduh jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi peneduh untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) sebagai berikut: (a) pohon dengan ketinggian sedang atau < 15 m, (b) pohon dengan tajuk spreading, bulat, dome, dan irregular, (c) tajuk bersinggungan, (d) bermassa daun padat, (e) ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1.5 m), (f) percabangan m di atas tanah, (g) penanaman secara berbaris dan berkesinambungan, seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 15. Penilaian Fungsi Peneduh pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e f g (%) Keterangan 1. I ,43 Baik 2. II ,29 Baik 3. III ,57 Sedang 4. IV ,00 Sedang 5. V ,43 Sedang 6. VI ,71 Baik Keterangan: a, b, c, d,e,f, dan g merupakan kriteria fungsi peneduh yang terdapat pada Tabel 2 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen I sebesar 71,43% dari tujuh kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 15). Sebagian

73 56 besar tanaman pada segmen ini merupakan pohon berusia dewasa dengan ketinggian > 15 m. Oleh karena itu, persinggungan antar tajuk tanaman terlihat cukup jelas. Tanaman yang ditanam pada segmen ini meliputi bunga ratu (A. nobilis), dadap merah (E. crystagali), kerai payung (F. decipiens), beringin (F. benjamina), beringin karet (F. elastica), tanjung (M. elengi), ki hujan (S. saman), dan mahoni (S. mahogani) yang dapat memberikan keteduhan dari terik matahari melalui bentuk kanopi tajuk dan kepadatan massa daunnya. Tanaman-tanaman tersebut ditempatkan pada jalur hijau jalan dengan jarak tanam rata-rata < 1,5 m dari bahu jalan. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen II sebesar 64,29% dari tujuh kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 15). Persinggungan antar tajuk terlihat sangat nyata pada sebagian besar pohon. Hampir semua pohon merupakan pohon berusia dewasa dengan ketinggian > 15 m. Pohon-pohon tersebut juga bermassa daun padat dan ditanam pada jalur hijau jalan. Selain itu, penggunaan tanaman sengon (A. falcataria), beringin (F. benjamina), beringin karet (F. elastica), dan bunga sapu tangan (M. grandiflora) pada segmen ini ikut berkontribusi dalam memberi keteduhan dikarenakan bentuk kanopi tajuknya. Penanaman tanaman secara kontinyu hanya terdapat di antara SMA Taruna Andhiga hingga SPBU. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen III sebesar 53,57% dari tujuh kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 15). Semua tanaman memiliki ketinggian < 15 m. Tanaman mahoni memenuhi hampir sebagian besar penanaman pada segmen ini. Faktor usia yang muda menyebabkan persinggungan antartajuk tanaman mahoni di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa kurang terlihat, walaupun ditanam dengan jarak tanam yang rapat. Tanaman mahoni tersebut juga ditanam secara berbaris dan berkesinambungan. Selain itu, sebagian besar tanaman pada segmen ini juga memiliki tinggi percabangan m dan ditanam dalam jarak < 1,5 m dari bahu jalan.

74 57 d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen IV sebesar 50% dari tujuh kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 15). Hampir semua tanaman yang ada pada segmen ini memiliki ketinggian < 15 m. Tanaman dengan bentuk tajuk dome mendominasi penanaman pada segmen ini. Sebagian besar tanaman pada segmen ini berusia muda, sehingga persinggungan antar tajuk kurang terlihat, begitu juga dengan kepadatan massa daunnya. Penanaman tanaman mahoni dengan tinggi percabangan rata-rata m dan ditanam secara berbaris dapat memberikan keteduhan melalui bayangan yang terbentuk. Semua tanaman ditanam pada tepi jalan dengan jarak < 1,5 m dari badan jalan. e) Segmen V Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen V sebesar 46,43% dari tujuh kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 15). Hampir seluruh tanaman yang terdapat di segmen ini memiliki ketinggian < 15 m. Penanaman mahoni (S. mahogani) secara massal di dua lokasi, yaitu di area persimpangan Jln. Darul Qur an dengan Jln. Sindang Barang dan dari Giant Swalayan hingga Jln. Bayangkara, cukup memberikan keteduhan walaupun memiliki massa daun yang belum padat. Di sisi lain, sejumlah mahoni pada lokasi tertentu ditanam dengan jarak tanam yang jarang sehingga kurang bisa memberikan keteduhan bagi pengguna. Secara keseluruhan, hampir sebagian besar tanaman memiliki percabangan m dari tanah, kecuali beberapa tanaman yang menderita penyakit brum pada batang, dan hanya sebagian kecil saja yang ditanam dengan jarak minimal 1,5 m dari badan jalan. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi peneduh pada Segmen VI menunjukan 60,71% dari tujuh kriteria terpenuhi sehingga termasuk ke dalam kategori sedang (Tabel 15). Sebagian besar pohon yang terdapat pada segmen ini memiliki ketinggian rata-rata kurang dari 15 m dan bermassa daun padat. Selain itu, hanya beberapa tanaman saja yang memiliki tinggi percabangan rata-rata < 2 m dari permukaan tanah. Penanaman dengan tajuk bersinggungan hanya terdapat pada area ruko

75 58 sindangbarang, sedangkan penanaman beberapa kenari di depan Terminal Laladon tidak memperlihatkan tajuk yang saling bersinggungan walaupun ditanam pada jarak yang cukup rapat. Hal ini disebabkan oleh usia kenari yang masih muda. Penanaman tanaman dengan tajuk bulat, spreading, dome, dan irregular tampak nyata pada tepi Jln. Letjen Ibrahim Adjie. Penanaman tanaman pada area ini juga terlihat berbaris dan berkesinambungan (Gambar 12). Gambar 12. Penanaman Tanaman di Tepi Jln. Letjen Ibrahim Adjie 4) Fungsi Kontrol Cahaya Tanaman dapat berfungsi sebagai pengontrol cahaya jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi kontrol cahaya untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) yang terdiri atas: (a) jarak tanam rapat, (b) bermassa daun padat, (c) dan berdaun sempit. Tabel 16. Penilaian Fungsi Kontrol Cahaya pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c (%) Keterangan 1. I Sangat Baik 2. II Sangat Baik 3. III ,67 Baik 4. IV ,00 Baik 5. V ,00 Sedang 6. VI ,67 Baik Keterangan: a, b, dan c merupakan kriteria fungsi kontrol cahaya yang terdapat pada Tabel 2

76 59 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen I menunjukan sebesar 100% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 16). Semua tanaman pada segmen ini merupakan tanaman berdaun sempit dengan masa daun yang padat dan ditanam dengan jarak tanam yang rapat sehingga tanaman dapat menyaring cahaya matahari secara efektif. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen II menunjukan sebesar 100% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 16). Berdasarkan pengamatan, semua tanaman pada segmen ini merupakan tanaman berdaun sempit dengan masa daun yang padat dan ditanam dengan jarak tanam yang rapat. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen III menunjukan sebesar 66,67% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 16). Sebagian besar tanaman pada segmen ini memiliki massa daun yang padat, berdaun sempit dan ditanam dengan jarak tanam antar tanaman yang rapat. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen IV menunjukan sebesar 75% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 16). Mahoni (S. mahogani) merupakan tanaman berdaun sempit yang mendominasi penanaman pada segmen ini. Faktor usia yang masih muda menyebabkan kepadatan massa daun dan pertautan antar tajuk tanaman mahoni tersebut tidak terlihat sempurna.

77 60 e) Segmen V Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen V menunjukan sebesar 50% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 16). Pada dasarnya, hampir sebagian besar tanaman yang ada di segmen ini, khususnya di dua lokasi memiliki massa daun yang padat dan jarak tanam yang cukup rapat. Namun, faktor usia yang masih terbilang muda menyebabkan dua kriteria tersebut tidak begitu terlihat. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi kontrol cahaya pada Segmen VI menunjukan sebesar 66,67% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 16). Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, sebagian besar penanaman pada segmen ini memiliki jarak tanam antartanaman yang ideal, kecuali beberapa penanaman di area ruko Sindangbarang. Jarak tanam antara tanaman kelapa sawit (E. guinensis) dengan beringin (F. benjamina) terlihat cukup rapat. Beberapa penanaman pohon di Jln. Letjen Ibrahim Adjie juga cukup rapat, walaupun tidak terlihat secara signifikan dikarenakan usia pohon yang masih muda. Selain itu, sebagian besar tanaman yang terdapat di segmen ini memiliki massa daun yang padat dan berdaun sempit. 5) Fungsi Kontrol Angin Tanaman dapat berfungsi sebagai pengontrol angin jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi kontrol angin untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) sebagai berikut: (a) tanaman tinggi, perdu, atau semak, (b) tahan angin atau tidak mudah tumbang, (c) bermassa daun padat dan tidak mudah rontok, (d) tidak berdaun lebar, (e) penanaman berbaris atau membentuk massa, dan (f) jarak tanam yang rapat, seperti yang terdapat pada Tabel 2.

78 61 Tabel 17. Penilaian Fungsi Kontrol Angin pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e f (%) Keterangan 1. I ,83 Sangat Baik 2. II ,83 Sangat Baik 3. III ,50 Baik 4. IV ,00 Baik 5. V ,33 Sedang 6. VI ,17 Sangat Baik Keterangan: a, b, c, d,e, dan f merupakan kriteria fungsi kontrol angin yang terdapat pada Tabel 2 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen I termasuk dalam kategori sangat baik atau sebesar 95,83% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 17). Hampir semua tanaman pada segmen ini merupakan jenis tanaman dengan karakteristik daun yang tidak lebar dan tidak mudah rontok, serta perakaran yang kuat dan dalam. Selain itu, tidak ditemukan adanya kerusakan akar yang dapat menimbulkan tumbangnya pohon di saat angin bertiup kencang. Tanaman juga memiliki kepadatan massa daun dengan pola penanaman yang berbaris serta jarak tanam yang rapat sehingga dapat menahan tiupan angin. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen II termasuk dalam kategori sangat baik atau sebesar 95,83% dari enam kriteria terpenuhi (Tabel 17). Hampir semua tanaman yang ditanam pada segmen ini memiliki karakteristik daun yang sempit dan tidak mudah rontok, serta perakaran yang kuat dan dalam. Selain itu, tidak ditemukan adanya kerusakan berat pada akar yang dapat mengakibatkan tumbangnya tanaman di saat angin bertiup kencang. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen III termasuk dalam kategori baik atau sebesar 62,50% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 17). Perakaran tanaman mahoni (S. mahogani) yang terdapat di tepi Jln. Mayjen Ishak Djuarsa cukup kuat untuk menahan angin. Hal ini karena tidak adanya kerusakan

79 62 akar serius yang dapat menyebabkan tumbangnya pohon di saat angin bertiup kencang. Mahoni tersebut ditanam secara berbaris dengan jarak tanam yang rapat. Sementara itu, penanaman tanaman yang tidak berbaris dijumpai di Jln. Veteran. Penanaman ini juga dilakukan pada lahan miring. Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat adanya kemungkinan rapuhnya akar dalam menahan tiupan angin. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen IV termasuk dalam kategori baik atau sebesar 75% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 17). Sebagian besar tanaman pada segmen ini merupakan jenis tanaman yang tahan angin dan tidak mudah tumbang sepanjang kondisi akar dalam keadaan sehat. Berdasarkan pengamatan, tidak ditemukan adanya kerusakan akar serius yang dapat mengakibatkan tumbangnya pohon ketika angin kencang bertiup. Mahoni (S. mahogani) merupakan tanaman berdaun sempit yang penanamannya dilakukan secara berbaris dengan jarak tanam antartanaman yang rapat. e) Segmen V Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen V termasuk dalam kategori sedang atau sebesar 58,33% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 17). Sebagian besar tanaman pada segmen ini merupakan pohon dengan penanaman massal sejenis. Selain itu, hampir semua tanaman tersebut merupakan tanaman dengan perakaran kuat dan dalam serta tidak adanya kerusakan akar yang berarti yang mengakibatkan tumbangnya tanaman di saat angin kencang. Hampir semua tanaman yang ada merupakan tanaman berdaun sempit dan tidak mudah rontok. Penanaman pohon yang tidak merata dan tidak berkesinambungan terdapat di beberapa titik lokasi, khususnya di area SPBU Sindangbarang. Penanaman itu menyebabkan tiupan angin kencang di lokasi tersebut tidak terhalau secara efektif. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi kontrol angin pada Segmen VI termasuk dalam kategori sangat baik atau sebesar 79,17% dari enam kriteria fungsi terpenuhi

80 63 (Tabel 17). Hampir semua tanaman yang ditanam pada segmen ini merupakan tanaman tinggi. Penanaman pohon yang dipadukan dengan perdu atau semak terdapat di beberapa lokasi. Tanaman yang ditanam merupakan jenis yang tidak mudah tumbang dan tahan terhadap angin. Hal ini dapat dilihat pada perakarannya yang kuat dan bukan merupakan akar dangkal. Sebagian besar tanaman juga bukan merupakan tanaman berdaun lebar sehingga tidak membahayakan pengguna jalan di saat angin bertiup kencang. Selain itu, hampir semua tanaman ditanam pada jarak tanam yang ideal dan hanya sedikit saja yang memiliki jarak tanam rapat. 6) Fungsi Kontrol Bunyi Tanaman dapat berfungsi sebagai pengontrol bunyi jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi kontrol bunyi untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) sebagai berikut: (a) terdiri dari beberapa lapis tanaman (kombinasi pohon, perdu, dan semak), (b) penanaman di dekat tepi jalan, (c) bermassa daun padat atau berdaun tebal, (d) terdapat kombinasi antara tanaman dengan dinding peredam, (e) terdapat variasi bentuk tajuk secara vertikal, (f) jarak tanam antar tanaman yang rapat, (g) terdapat penanaman beberapa spesies secara bersamaan, seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 18. Penilaian Fungsi Kontrol Bunyi pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e f g (%) Keterangan 1. I ,00 Baik 2. II ,14 Sedang 3. III ,43 Sedang 4. IV ,00 Sedang 5. V ,71 Buruk 6. VI ,00 Sedang Keterangan: a, b, c, d,e,f, g merupakan kriteria fungsi kontrol bunyi yang terdapat pada Tabel 2

81 64 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen I termasuk dalam kategori baik atau sebesar 75% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 18). Penanaman tanaman dengan kombinasi pohon, perdu, dan semak cukup banyak dilakukan. Sebagai contoh, kombinasi penanaman adam hawa (R. discolor) dan pandan kuning (P. pyegmeus) dengan pohon bunga ratu (A. nobilis) dan kenari (C. commune) di depan gedung Bapeda, juga kombinasi antara spider lili (Hymenocallis sp.) dan nanas merah (Crypthantus sp.) dengan pohon palem raja (R. regia) di depan gedung PLN. Kombinasi antara tanaman dengan dinding peredam dapat dilihat di antara Jln. Paledang hingga Jln.Merdeka -- Ciwaringin, yaitu kombinasi antara tanaman nusa indah (M. phillipica) dan palem raja (R. regia) dengan akalipa (A. macrophilla) dan bambu pagar (B. multipleks). b) Segmen II Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen II sebesar 57,14% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 18). Kombinasi penanaman yang terdiri atas pohon, perdu, dan semak jarang sekali terjadi, karena penanaman lanskap jalan lebih didominasi oleh pohon. Penanaman tanaman dengan variasi bentuk tajuk banyak terdapat di antara SMA Taruna Andhiga hingga SPBU. Jenis tanaman yang ada pada segmen ini terdiri atas, sengon (A. falcataria), kenari (C. commune), beringin (F. benjamina), beringin karet (F. elastica), bunga sapu tangan (M. grandiflora), dan palem raja (R. regia) dengan berbagai bentuk dan kepadatan massa tajuknya serta ditanam dengan jarak tanam yang rapat. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen III sebesar 46,43% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 18). Kombinasi antara tanaman dengan dinding peredam terdapat di Jln. Veteran. Tanaman yang ditanam pada lokasi ini meliputi biola cantik (F. lyrata), ki hujan (S. saman), bunga sapu tangan (M. grandiflora), dan hanjuang hijau (D. fragrans).

82 65 Komposisi penanaman yang terdapat di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa terdiri atas sekelompok mahoni yang ditanam secara linear berbaris pada lapisan pertama, dan diikuti oleh penanaman palem raja (R. regia), palem kuning (C. lutescens), dadap merah (E. cristagalli), pisang hias (H. rostrata), yuca (Y. aulifolia), hanjuang hijau (D. fragrans), dan bayam merah (A. ficoides) pada lapisan berikutnya. Perpaduan penanaman lanskap jalan dengan kombinasi pohon, perdu, dan semak pada satu lokasi merupakan perpaduan yang baik dalam mengontrol kebisingan. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen IV sebesar 50% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 18). Penanaman mahoni di tepi Jln. Mayjen Ishak Djuarsa terdapat pada lapisan pertama, kemudian lapisan berikutnya terdapat di depan pagar Yonif Garuda 315 diisi oleh penanaman tanjung (M. elengi), soka jepang (I. javanica), cemara kipas (T. orientalis), dan bayam merah (A. ficoides). Pada segmen ini, hampir tidak ditemukannya kombinasi antara tanaman dengan dinding peredam. e) Segmen V Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen V menunjukan sebesar 35,71% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 18). Penanaman pada segmen ini didominasi oleh mahoni (S. mahogani), sementara penanaman tanaman dengan kombinasi pohon, perdu, dan semak jarang terjadi. Selain itu, variasi bentuk tajuk secara vertikal tidak begitu menonjol. Di Jln. Sindangbarang, perpaduan antara tanaman mahoni (S. mahogani) dengan tanaman teh-tehan (A. macrophilla) hanya terdapat pada satu lokasi saja. Tanaman tersebut ditanam dengan komposisi penanaman massal sejenis dan jarak tanam yang rapat. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi kontrol bunyi pada Segmen VI termasuk dalam kategori sedang atau sebesar 46% dari enam kriteria fungsi terpenuhi (Tabel 18).

83 66 Segmen ini didominasi oleh pohon mahoni (S. mahogani) dan kenari (C. commune). Sebagian besar tanaman tersebut memiliki massa daun padat, kecuali beberapa kenari di Jln. Letjen Ibrahim Adjie yang massa daunnya belum padat dikarenakan usianya yang masih muda. Kombinasi antara pohon dengan tanaman lain hanya terdapat di Jln. Letjen Ibrahiem Adjie saja, yaitu kombinasi antara kenari dengan kelompok pisang (M. paradisiaca). 7) Fungsi Kontrol Polusi Tanaman dapat berfungsi sebagai pengontrol polusi jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi kontrol polusi untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) sebagai berikut: (a) toleransi terhadap polusi, (b) kuat dalam menyerap polutan gas NO 2 dan partikel lainnya, (c) terdiri dari beberapa lapis tanaman (kombinasi pohon, perdu, dan semak), (d) jarak tanam rapat, (e) massa daun padat, serta (f) cabang dan batang yang bertekstur kasar, seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 19. Penilaian Fungsi Kontrol Polusi pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e f (%) Keterangan 1. I ,33 Sangat Baik 2. II ,33 Sangat Baik 3. III ,50 Baik 4. IV ,00 Baik 5. V ,00 Sedang 6. VI ,00 Baik Keterangan: a, b, c, d, e, f merupakan kriteria fungsi kontrol polusi yang terdapat pada Tabel 2 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen I sebesar 83,33% dari enam kriteria terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 19). Hampir semua tanaman yang terdapat pada segmen ini memiliki batang dan cabang yang bertekstur kasar sehingga cukup efektif dalam menjerap partikel polutan.

84 67 b) Segmen II Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen II sebesar 83,33% dari enam kriteria terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 19). Berdasarkan pengamatan, sebagian besar tanaman pada segmen ini merupakan jenis tanaman yang cukup toleransi terhadap polusi. Hal ini terlihat pada batang dan cabang tanaman yang bertekstur kasar sehingga dapat menjerap partikelpartikel polutan. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen III adalah sebesar 62,50% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 19). Penanaman tanaman dengan kombinasi yang kontras antara pohon, perdu, dan semak terdapat di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa dan Jln. Veteran. Selain itu, sebagian besar tanaman yang terdapat pada dua lokasi tersebut juga memiliki batang dan cabang dengan tekstur kasar. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen IV adalah sebesar 71% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 19). Mahoni (S. mahogani) merupakan salah satu tanaman yang bertekstur kasar pada batang dan cabangnya. Penanaman mahoni (S. mahogani) yang dipadukan dengan penanaman tanaman lain hanya terdapat di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hampir semua tanaman pada segmen ini memiliki massa daun yang padat dan ditanam dengan jarak tanam rapat. e) Segmen V Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen V adalah sebesar 54% dari enam kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 19). Berdasarkan pengamatan, mahoni (S. mahogani) merupakan tanaman yang memiliki toleransi tinggi terhadap polutan udara dengan cabang dan batangnya yang bertekstur kasar.

85 68 f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi kontrol polusi pada Segmen VI adalah sebesar 75% dari 6 kriteria fungsi kontrol polusi terpenuhi atau termasuk dalam kategori baik (Tabel 19). Sebagian besar tanaman yang terdapat pada Segmen VI merupakan tanaman dengan massa daun padat dan cabang maupun batang bertekstur kasar. Penanaman dengan kombinasi antara pohon, perdu dan semak terdapat di Jln. Letjen Ibrahim Adjie, yaitu kombinasi antara tanaman mahoni (S. mahogani) dengan tanaman hanjuang hijau (D. fragrans) dan tanaman puring (C. vaeriegatum). 8) Fungsi Konservasi Tanaman dapat berfungsi sebagai pelindung tanah dan tata air, serta pencegah erosi jika kriteria tanaman sesuai dengan kriteria fungsi konservasi untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) antara lain: (a) terdapat penutup tanah tahunan atau rumput, (b) penanaman secara massal, (c) jarak tanam rapat, (d) massa daun padat, dan (e) penutupan yang merata, seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 20. Penilaian Fungsi Konservasi pada Segmen I -- VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c d e (%) Keterangan 1. I ,00 Sangat Baik 2. II ,00 Sangat Baik 3. III ,00 Sedang 4. IV ,00 Sedang 5. V ,00 Buruk 6. VI ,00 Sedang Keterangan: a, b, c, d, dan e merupakan kriteria fungsi konservasi yang terdapat pada Tabel 2 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen I sebesar 90% dari lima kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 20).

86 69 Berdasarkan pengamatan, rumput gajah (A. compressus) ditanam hampir di semua bagian jalur hijau jalan dengan penutupan yang merata. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen II sebesar 90% dari lima kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sangat baik (Tabel 20). Hampir semua bagian pada jalur hijau jalan di segmen II ditanami oleh rumput gajah (A. compressus) dengan penutupan yang merata. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen III sebesar 45% dari lima kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 20). Penanaman rumput pada segmen ini hanya terdapat di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa. Rumput yang digunakan berjenis rumput gajah (A. compressus) dengan penutupan yang cukup merata (Gambar 13). Gambar 13. Penanaman Rumput Gajah di Tepi Jln. Mayjen Ishak Djuarsa d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen IV sebesar 60% dari lima kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 20). Pada segmen ini, penggunaan rumput sebagai tanaman penutup tanah terdapat di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa. Kurangnya pemeliharaan mengakibatkan hanya sebagian area di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa yang penutupan rumputnya merata.

87 70 e) Segmen V Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen V sebesar 30% dari lima kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 20). Penanaman rumput hanya terdapat pada dua titik lokasi di Jln. Sindangbarang, yaitu di area Perumahan Sindangbarang Jero dan area bangunan PT. Perkebunan Nusantara. Kondisi penutupan rumput pada dua lokasi tersebut tidak begitu merata. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi konservasi pada Segmen VI adalah sebesar 50% dari lima kriteria fungsi konservasi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 20). Penanaman rumput pada segmen ini hanya terdapat di area ruko Sindangbarang Grande dan di area pertanian (Jln. Letjen Ibrahim Adjie). Tetapi, penutupan rumput yang merata hanya terdapat di area ruko Sindangbarang saja. 9) Fungsi Pemberi Identitas Kriteria fungsi pemberi identitas untuk tanaman lanskap jalan menurut Hakim dan Utomo (2003), Wungkar (2005), serta Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) antara lain: (a) mempunyai ciri khas tertentu, (b) memiliki pola penanaman tertentu, dan (c) tanaman memiliki nilai sejarah. Tabel 21. Penilaian Fungsi Pemberi Identitas pada Segmen I VI No. Segmen Kriteria Persentase a b c (%) Keterangan 1. I ,00 Sedang 2. II ,00 Sedang 3. III ,00 Buruk 4. IV ,00 Buruk 5. V ,33 Buruk 6. VI ,00 Buruk Keterangan: a, b, dan c merupakan kriteria fungsi pemberi identitas yang terdapat pada Tabel 2

88 71 a) Segmen I Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen I menunjukan sebesar 50% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 21). Tanaman yang berusia tua banyak terdapat di antara Jln. Juanda -- Jln. Dewi sartika. Salah satu contohnya adalah pohon beringin karet (F. elastica) yang tingginya mencapai > 80 m dan diameternya > 550 m (lampiran 4). Selain itu, kondisi perakaran tanaman tersebut bersifat ekstensif sehingga merusak dinding saluran drainase. b) Segmen II Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen II menunjukan sebesar 50% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori sedang (Tabel 21). Tanaman dengan nilai sejarah tidak sedikit ditemukan di segmen ini. Usia suatu pohon dapat dilihat melalui ukuran diameter batang dan kondisi perakaran tanaman. Salah satu contohnya adalah tanaman kenari (C. commune) di depan SMA Taruna Andhiga. Ukuran diameter batang tanaman kenari tersebut sangat besar, begitu juga dengan kondisi perakarannya yang bersifat ekstensif. c) Segmen III Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen III adalah 25% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 21). Penanaman tanaman dengan ciri khas tertentu hampir tidak ditemukan pada segmen ini. Selain itu, sebagian besar tanaman ditanam dengan pola penanaman yang membentuk garis lurus. d) Segmen IV Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen IV adalah 25% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 21). Hampir tidak ditemukan adanya penanaman dengan ciri khas tertentu pada segmen ini. Pola penanaman yang membentuk garis lurus dengan komposisi

89 72 massal sejenis hampir mendominasi penanaman pada segmen ini. Selain itu, sebagian besar tanaman masih berusia muda (Gambar 14). Gambar 14. Penanaman Massal Mahoni Muda di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa e) Segmen V Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen V adalah 33,33% dari tiga kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 21). Pada segmen ini, hampir tidak ada penanaman dengan ciri khas tertentu. Sebagian besar tanaman ditanam dengan komposisi penanaman massal sejenis dan pola penanaman yang linear. Selain itu, hampir seluruh tanaman berusia cukup muda. f) Segmen VI Hasil penilaian fungsi pemberi identitas pada Segmen VI menunjukan sebesar 25% dari 3 kriteria fungsi terpenuhi atau termasuk dalam kategori buruk (Tabel 21). Pada dasarnya, pola penanaman pada segmen ini adalah linear dengan komposisi penanaman yang sedikit kurang teratur dan terkesan monoton. Secara keseluruhan, penanaman hanya difokuskan untuk memenuhi fungsi pengarah dan kurang memperhatikan estetika. Usia tanaman juga masih cukup muda Evaluasi dan Analisis Setiap Fungsi Pohon pada Seluruh Segmen Jalan Hasil penilaian setiap fungsi pohon pada seluruh segmen jalan adalah sebagai berikut (Tabel 22). Hasil penilaian fungsi pengarah adalah sebesar

90 73 56,67% (kategori sedang), fungsi pembatas sebesar 70.83% (kategori baik), fungsi peneduh sebesar 57,74% (kategori sedang), fungsi kontrol angin sebesar 77,78% (kategori baik), fungsi kontrol bunyi sebesar 51,79% (kategori sedang), fungsi kontrol cahaya sebesar 76,39% (kategori baik), fungsi kontrol polusi sebesar 71,53% (kategori baik), fungsi konservasi sebesar 60,83% (kategori baik), dan fungsi pemberi identitas sebesar 34,72% (kategori buruk). Tabel 22. Penilaian Setiap Fungsi Pohon pada Seluruh Segmen Jalan No. Fungsi Persentase setiap fungsi (%) Kategori 1 Pengarah 56,67 Sedang 2 Pembatas 70,83 Baik 3 Peneduh 57,74 Sedang 4 Kontrol Cahaya 76,39 Baik 5 Kontrol Bunyi 51,79 Sedang 6 Kontrol Angin 77,78 Baik 7 Kontrol Polusi 71,53 Baik 8 Konservasi 60,83 Baik 9 Pemberi Identitas 34,72 Buruk Tabel tersebut juga menunjukkan sebanyak 5 fungsi berkategori baik, yaitu fungsi pembatas, fungsi kontrol cahaya,fungsi kontrol angin, fungsi kontrol polusi, dan fungsi konservasi. Sementara itu, 3 fungsi berkategori sedang, yaitu fungsi pengarah, fungsi peneduh, dan fungsi kontrol bunyi, serta hanya fungsi pemberi identitas yang berkategori buruk. Sebagian besar tanaman pada lanskap jalan ini bermassa daun padat, bertekstur kasar, berdaun sempit, dan memiliki perakaran yang kuat dan percabangan yang lentur. Selain itu, tanaman ditanam secara massal, berbaris, berkesinambungan, dan dengan jarak tanam rapat. Akan tetapi, penanaman yang tidak merata, dengan pola penanamannya monoton, dan kurang memperhatikan kesatuan tema penanaman mempengaruhi penilaian fungsi pohon lanskap jalan sebagai pemberi identitas.

91 Evaluasi dan Analisis Seluruh Fungsi Pohon di Setiap Segmen Jalan Hasil penilaian seluruh fungsi pohon pada setiap segmen jalan menunjukkan sebagian besar segmen memiliki persentase fungsi dengan kategori sedang (Tabel 23). Hasil penilaian seluruh fungsi pada segmen I menunjukan sebesar 82,71% (kategori sangat baik), segmen II sebesar 77,57% (kategori baik), segmen III sebesar 50,88% (kategori sedang), segmen IV sebesar 59,54% (kategori sedang), segmen V sebesar 44,22% (kategori sedang), dan segmen VI sebesar 57,28% (kategori sedang). Penanaman pohon lanskap jalan lebih banyak terdapat di segmen I dan II. Tabel 23. Penilaian Seluruh Fungsi Pohon pada Setiap Segmen Jalan No. Segmen Persentase seluruh fungsi (%) Kategori 1 I 82,71 Sangat Baik 2 II 77,57 Baik 3 III 50,88 Sedang 4 IV 59,54 Sedang 5 V 44,22 Sedang 6 VI 57,28 Sedang Evaluasi dan Analisis Struktur Pohon Proses penilaian struktur pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon dilakukan dengan menggunakan pendekatan fisiognomi tanaman. Fisiognomi tanaman merupakan satu dari 5 tingkatan struktur tanaman menurut Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974). Penilaian fisiognomi tanaman dilakukan melalui pengamatan terhadap bentuk tajuk, diameter batang (DBH), tinggi, dan kerusakan pohon. Pengamatan tinggi dilakukan melalui pengukuran tinggi pohon yang kemudian diklasifikasikan ke dalam kelas T1 (rendah), T2 (sedang), dan T3 (tinggi) berdasarkan ketinggiannya. Menurut Booth (1983), pohon dikatakan rendah apabila ketinggiannya 6 m, sedang apabila ketinggiannya m, dan tinggi apabila ketinggiannya 12 m. Pengamatan diameter dilakukan melalui pengukuran diameter batang pohon setinggi rata-rata dada orang dewasa (DBH). Hasil pengukuran diameter

92 75 pohon ini kemudian diklasifikasikan ke dalam kelas D1 (semai), D2 (tiang/kecil), D3 (hampir dewasa/sedang), dan D4 (dewasa/besar). Menurut Daniel et al (1995), tanaman dikatakan semai apabila diameternya < 10 cm, tiang/kecil apabila diameternya antara cm, hampir dewasa/sedang apabila diameternya antara cm, dan dewasa/besar apabila diameternya 60 cm. Penilaian ini dilakukan terhadap 129 pohon yang dipilih secara acak dari total 341 pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat-Terminal Laladon yang terbagi dalam 6 segmen (segmen I -- VI) Evaluasi dan Analisis Bentuk Tajuk Pohon Hasil pengamatan bentuk tajuk pohon pada tiap segmen jalan terdapat pada Tabel 24. Hasil penilaian menunjukkan sebagian besar tanaman yang terdapat pada lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon memiliki tajuk yang berbentuk dome (menyerupai kubah), yaitu sebesar 60,47% dari total 129 pohon. Hampir semua tanaman yang tajuknya berbentuk dome merupakan jenis mahoni (S. mahogani) Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 42 pohon atau 32,56% dari total 129 pohon memiliki tajuk berbentuk oval, 7 pohon atau sebesar 5,43% memiliki tajuk berbentuk rounded (bulat), 3 pohon atau sebesar 2,33% bertajuk vertikal, dan hanya 1 pohon saja (0,78%) yang tajuknya berbentuk irregular (tidak beraturan). Tabel 24. Hasil Pengamatan Bentuk Tajuk Pohon pada Setiap Segmen Jalan Segmen Jumlah Tanaman Bentuk Tajuk oval rounded dome vertikal irregular I II III IV V VI Total (pohon) Persentase (%) 32,56 5,43 60,47 2,33 0,78

93 76 Kenari (C. commune) dan nangka (A. heterophylla) adalah dua tanaman dengan tajuk berbentuk oval. Bentuk tajuk bulat terdapat pada tanaman mangga (M. indica) dan tanjung (M. elengi). Tanaman mahoni (S. mahogani), beringin (F. benjamina), dan sengon (A. falcataria) memiliki tajuk yang berbentuk dome. Bentuk tajuk tanaman pete cina (L. glauca) adalah irregular, sementara bentuk tajuk kelapa sawit (E. guinensis) adalah vertikal Evaluasi dan Analisis Tinggi Pohon Hasil penilaian tinggi pohon pada setiap segmen jalan terdapat pada Tabel 25. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa sebagian besar ukuran tinggi pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon berada pada stadium sedang, yaitu berjumlah 56 pohon, atau sebesar 43,41% dari total 129 pohon. Sementara jumlah pohon yang ukuran tingginya termasuk dalam stadium rendah (semai) adalah 35 pohon (27,13% dari total jumlah pohon yang diamati), dan 38 pohon (29,46% dari total jumlah pohon yang diamati) berada pada stadium tinggi (dewasa). Sebagian besar pohon pada Segmen III hingga VI memiliki ukuran tinggi yang berada pada stadium rendah dan sedang, sementara jumlah pohon yang berada dalam fase dewasa banyak terdapat di Segmen I dan II. Tabel 25. Hasil Pengukuran Tinggi Pohon pada Setiap Segmen Jalan Segmen Jumlah Tinggi Pohon (m) Tanaman Rendah Sedang Tinggi T > H1 T > H2 I II III IV V VI Total (pohon) Persentase (%) 27,13 43,41 29,46 48,84 86,82 Selain itu, hasil penilaian juga menunjukkan bahwa hampir semua pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon ukuran tingginya melebihi tinggi kabel listrik, yaitu sebanyak 112 pohon atau sebesar 86,82% dari total 129

94 77 pohon, sementara jumlah pohon yang ukuran tingginya melebihi tinggi lampu jalan adalah 63 pohon atau sebesar 48,84% dari total keseluruhan pohon yang diamati Evaluasi dan Analisis Diameter Batang Hasil penilaian diameter batang pohon di setiap segmen jalan terdapat pada Tabel 26 yang menunjukkan bahwa sebagian besar pohon memiliki ukuran diameter batang yang berada pada stadium tiang (kecil), yaitu sebanyak 61 pohon atau sebesar 47,29% dari total seluruh pohon yang diamati. Pohon dengan ukuran diameter batang kecil banyak terdapat pada Segmen III hingga V. Jumlah pohon dengan ukuran diameter batang yang berada pada stadium semai adalah 19 pohon (14,73% dari total 129 pohon), 33 pohon (25,58% dari total 129 pohon) berukuran diameter batang stadium sedang, dan hanya 16 pohon (12,40% dari total pohon yang diteliti) yang ukuran diameter batangnya termasuk dalam stadium dewasa. Jumlah pohon dengan ukuran diameter batang pada stadium semai paling banyak terdapat di Segmen III, sementara pohon dengan ukuran diameter batang sedang dan besar banyak terdapat di Segmen I dan II. Tabel 26. Hasil Pengukuran Diameter Batang pada Setiap Segmen Jalan Segmen Jumlah Tanaman Diameter Batang (cm) Semai Tiang (Kecil) Sedang Dewasa I II III IV V VI Total (pohon) Persentase (%) 14,73 47,29 25,58 12, Evaluasi dan Analisis Kerusakan Pohon Hasil penilaian kerusakan pohon pada setiap segmen terdapat pada tabel berikut ini (Tabel 27). Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa sebagian

95 78 besar pohon mengalami kerusakan ringan, yaitu sebanyak 62 pohon atau sebesar 49,61% dari total 129 pohon yang diamati. Sementara itu, sebanyak 26 pohon atau 19,38% dari total pohon yang diamati mengalami kerusakan sedang, dan pohon yang berada dalam kondisi sehat berjumlah 41 pohon (31,01% dari total 129 pohon). Tabel 27. Hasil Penilaian Kerusakan Pohon pada Setiap Segmen Jalan Segmen Jumlah Tanaman Tingkat Kerusakan Pohon Sehat Ringan Sedang Berat I II III IV V VI Total (pohon) Persentase (%) 31,01 49,61 19,38 0,00 Tipe kerusakan pohon baik yang disebabkan oleh serangan hama/penyakit tanaman maupun aktivitas manusia ditunjukkan oleh Gambar 15. Gambar 15. Diagram Identifikasi Tipe Kerusakan Pohon

96 79 Sebagian besar tipe kerusakan dari 308 kasus kerusakan pohon adalah kanker. Penyakit kanker dapat disebabkan oleh berbagai agen, tetapi lebih sering disebabkan oleh jamur (Mangold (1997) dalam Miardini (2006)). Kerusakan daun, dan cabang yang patah atau mati menempati posisi kedua setelah kanker. Kerusakan daun umumnya disebabkan oleh hama serangga (Miardini 2006), dan cabang yang patah atau mati dapat disebabkan oleh penyakit parasit, non parasit, atau hama (Pracaya (2003) dalam Miardini (2006)). Tipe kerusakan konk atau busuk hati, dan indikator lapuk lanjut menempati posisi ketiga, yaitu sebesar 11%. Tipe kerusakan ini disebabkan oleh jamur yang mengakibatkan meningkatnya risiko penurunan penyerapan air dan unsur hara (Miardini, 2006). Posisi berikutnya ditempati oleh kerusakan berupa batang yang patah, yaitu 10% yang dapat disebabkan oleh aktivitas manusia atau hewan (Mangold (1997) dalam Miardini (2006)). Sementara persentase brum (percabangan berlebihan) pada akar atau batang menempati posisi yang sama dengan persentase luka terbuka. Penyebab timbulnya brum adalah serangan hama ulat pada pucuk tanaman (Soetrisno, 2001), sementara penyebab luka terbuka adalah tergores benda tajam (Khoiri, 2004). Persentase mati ujung sama dengan persentase perubahan warna daun, yaitu 6%. Kematian pada bagian pucuk tanaman atau mati ujung dapat disebabkan oleh aktivitas jamur atau hama serangga, dan absorpsi zat-zat beracun oleh tanaman. Persentase akar yang patah atau mati adalah sebesar 2%, dan persentase tipe kerusakan berupa eksudasi (resinosis atau gumosis) menempati posisi yang sama dengan brum (broom) pada cabang atau daerah di dalam tajuk, yaitu hanya sebesar 1%. Akar yang patah atau mati disebabkan oleh kegiatan pembuatan saluran drainase. Faktor genetik menjadi penyebab utama pada cabang atau daerah dalam tajuk, sementara penyebab eksudasi adalah organisme patogen yang menginfeksi luka terbuka (Khoiri, 2004). Lokasi kerusakan pada tubuh pohon di mana semua tipe kerusakan tersebut berada ditunjukkan oleh Gambar 16 berikut ini.

97 80 Gambar 16. Diagram Identifikasi Lokasi Kerusakan Pohon Hasil pengamatan terhadap 308 kasus menunjukkan bahwa sebagian besar kerusakan terdapat pada cabang tanaman, yaitu sebesar 22%. Kerusakan pada daun menempati posisi kedua dengan persentase sebesar 18%. Kemudian, kerusakan pada bagian atas batang menempati posisi ketiga dengan persentase sebesar 13%. Posisi berikutnya ditempati oleh kerusakan pada bagian atas dan batang dengan persentase sebesar 12%. Kerusakan pada permukaan akar menempati posisi yang sama dengan kerusakan pada batang tajuk dengan besarnya persentase pada masing-masing lokasi adalah 10%. Kerusakan pada akar dan batang bagian bawah menempati posisi berikutnya dengan persentase sebesar 9%. Kemudian, jumlah kerusakan paling sedikit terdapat pada bagian bawah batang dengan persentase sebesar 6% Sintesis dan Rekomendasi Penanaman tanaman pada lanskap jalan berfungsi untuk mendukung aktivitas pengguna jalan. Oleh karena itu, penentuan jenis tanaman yang akan ditanam perlu memperhatikan berbagai pertimbangan, antara lain, pertimbangan ekologis (iklim, tanah, cahaya matahari, drainase, dan kondisi lokasi), bentuk tanaman, dan manfaat. Tanaman jalan tersebut harus ditata pada tempat atau daerah yang sesuai dengan rencana perancangan dan tetap memperhatikan aspek fungsi, keselarasan, keharmonisan, keindahan, dan keselamatan pengguna. Pemilihan jenis tanaman untuk penanaman tepi jalan juga harus memenuhi

98 81 kriteria teknik peletakan tanaman dan disesuaikan dengan lebar jalur tanaman (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996;2010). Hal ini sesuai dengan pernyataan Hakim dan Utomo (2003) yang menyatakan bahwa pemilihan jenis tanaman untuk lanskap jalan harus memperhatikan fungsi dan tata letak tanaman Sintesis dan Rekomendasi Fungsi Pohon Secara umum, sebagian besar penanaman pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon memenuhi kriteria fungsi pohon, terutama penanaman pohon yang berfungsi sebagai pengarah, pembatas, peneduh, kontrol cahaya, kontrol bunyi, kontrol angin, kontrol polusi, dan konservasi dengan kategori dari sedang hingga sangat baik di setiap fungsinya. Sintesis dan rekomendasi untuk fungsi pohon berdasarkan kategori penilaian fungsi adalah sebagai berikut. a. Kategori Sangat Baik Hasil penilaian dengan kategori sangat baik hanya terdapat pada Segmen I. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah pohon dewasa yang memiliki massa daun yang padat, batang dan cabang bertekstur kasar, dan perakaran yang kuat dan dalam. Selain itu, penanaman pohon dilakukan secara berbaris dan berkesinambungan dengan jarak tanam yang rapat. Konsep penanaman dengan spesifikasi tersebut harus tetap dipertahankan agar fungsi pohon dapat terus berkelanjutan sekaligus sebagai karakteristik penanaman pohon pada segmen ini. b. Kategori Baik Hasil penilaian dengan kategori baik terdapat pada Segmen II. Sebagian besar tanaman pada segmen ini merupakan pohon dewasa yang ditanam secara massal, berbaris, cukup berkesinambungan, dan dengan jarak tanam rapat. Selain itu, penanaman didominasi oleh pohon yang bermassa daun padat, bertekstur kasar, dan memiliki perakaran yang kuat dan dalam. Kondisi ini sebaiknya ditingkatkan melalui penanaman tanaman dengan kombinasi kontras antara pohon, perdu, dan semak dengan tema penanaman yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan lingkungan lanskap jalan.. Hal ini bertujuan memaksimalkan

99 82 fungsi pohon lanskap jalan sekaligus sebagai ciri khas penanaman tanaman pada Segmen II. Penanaman kecrutan (Spathodea campanulata), dadap merah (E. chrystagalli), flamboyan (D. regia), kayu manis (Cinnamomum burmanii), dan cengkeh (Eugenia caryophyllata) dapat dipadukan dengan cemara kipas (T. orientalis), kembang kertas (B. spectabilis), dan pacar kuku (Lawstonia inermis). Selain itu, sebanyak 5 fungsi pohon berkategori baik, yaitu fungsi pembatas, fungsi kontrol cahaya, fungsi kontrol angin, fungsi kontrol polusi, dan fungsi konservasi. Kondisi ini sebaiknya ditingkatkan melalui penambahan jumlah tanaman. Jenis pohon yang sesuai untuk meningkatkan kelima fungsi tersebut adalah sebagai berikut: 1) kenari (C. commune), glodogan tiang (P. longifolia), cemara norfolk (A. heterophylla), sempur (Dillenia philipinensis), cengkeh (E. caryophyllata), kayu manis hijau (C. zeylanicim), dan nam nam (C. cauliflora) yang dapat digunakan sebagai pembatas; 2) tanjung (M. elengi), kerai payung (F. decipiens), cemara balon (Casuarina sumatrana), cemara angin (C. equisetifolia), saga (Adenanthera sp.), akasia daun (A. auriculiformis), dan dadap kuning (E. variegata) yang dapat digunakan untuk mengontrol cahaya; 3) akasia (A. auriculiformis), damar (A. alba), cemara angin (C. equisetifolia), johar (Cassia siamea), kenari (C. commune), mahoni (S. mahogani), kayu putih (Eucaliptus alba), dan pohon kaya (Khaya senegalensis) yang dapat digunakan untuk mengontrol angin; 4) damar (A. dammara), keben (B. asiatica), bunga kupu-kupu (B. purpurea), kembang merak (Caesalpinia pulcherrima), kaliandra (Calliandra surinamensis), cemara angin (C. equisetifolia), kapuk (Ceiba pentranda), flamboyan (D. regia), dan dadap kuning (E. vaeriegata) yang dapat digunakan untuk mengontrol polusi; 5) palem raja (R. regia), flamboyan (D. regia), kerai payung (F. decipiens), damar (A. alba), ki hujan (S. saman), tanjung (M. elengi), bunga saputangan (M. grandiflora), dan bunga kupu-kupu (B. purpurea) yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi konservasi.

100 83 c. Kategori Sedang Hasil penilaian dengan kategori sedang terdapat pada Segmen III hingga VI. Sebagian besar tanaman pada keempat segmen tersebut bermassa daun padat, bertekstur kasar, memiliki daun yang sempit dan tidak mudah rontok, dan memiliki percabangan yang lentur. Kondisi tersebut harus ditingkatkan melalui penanaman tanaman yang berbaris, berkesinambungan, dan merata hampir di seluruh segmen jalan. Selain itu, penanaman juga harus dikomposisikan dengan baik untuk mendapatkan kesan visual yang kuat sesuai dengan kondisi sosial dan lingkungan lanskap jalan pada masing-masing segmen. Jenis pohon yang dapat digunakan pada penanaman pada keempat segmen tersebut adalah sebagai berikut: 1) tanjung (M. elengi), ketapang (Terminalia catappa), sawo manila (Achras zapota), nam nam (Cyanometra cauliflora), dan asam kranji (Diallium indium) yang dapat ditanam pada area dengan penggunaan lahan sebagai bangunan komersial; 2) damar (Aghatis alba), kenari (C. commune), mahoni (S. mahogani), kerai payung (F. decipiens), biola cantik (F. lyrata), dan angsana (P. indicus), pohon bodhi (F. religiosa), dan palem ekor ikan (C. mitis) yang dapat digunakan pada area dengan penggunaan lahan untuk fasilitas sosial (kesehatan, tempat ibadah, dan pendidikan); 3) kecrutan (S. campanulata), dadap merah (E. chrystagalli), flamboyan (D. regia), palem kuning (C. lutescens), kayu manis merah (C. burmanii), asoka (Saraca indica), bunga ratu (A. nobilis), dan kamboja (Plumeria rubra) dapat digunakan pada area dengan penggunaan lahan sebagai lahan pemukiman; 4) palem hijau (Phyticosperma macarthurii), glodogan tiang (Polyalthia longifolia), melinjo (Gnetum gnemon), asam (Tamarindus indica), lamtoro (L. glauca), turi (Sesbania grandiflora), ki hujan (S. saman), dan mahoni (S. mahogani) dapat ditanam pada area dengan penggunaan lahan sebagai lahan pertanian.

101 84 Hasil penilaian juga menunjukkan sebanyak 3 fungsi pohon berkategori sedang, yaitu fungsi pengarah, peneduh, dan kontrol bunyi. Kondisi ini harus ditingkatkan melalui penambahan jumlah tanaman. Jenis tanaman yang sesuai untuk meningkatkan ketiga fungsi pohon tersebut pada lanskap jalan adalah sebagai berikut: 1) tanjung (M. elengi), kerai payung (F. decipiens), kenari (C. commune), glodogan tiang (P. longifolia), kayu manis hijau (C. zeylanicim), cemara angin (C. equisetifolia), cemara balon (C. sumatrana), cemara tiang (Juniperus sinensis), pohon kaya (K. senegalensis), palem raja (R. regia), dan glodogan bambu (P. fragrans) dapat digunakan sebagai pengarah; 2) mahoni (S. mahogani), biola cantik (F. lyrata), pohon bodhi (F. religiosa), beringin (F. benjamina), dadap kuning (E. variegata), ki hujan (S. saman), bunga saputangan (M. grandiflora), dan kayu putih (E. alba) dapat digunakan sebagai peneduh pada lanskap jalan; 3) Cemara angin (C. equisetifolia), cemara balon (C. sumatrana), cemara kipas (T. orientalis), sawo kecik (Manilkara kauki), cemara tiang (J. sinensis), pinus (Pinus merkusii), dan glodogan bambu (P. fragrans) dapat digunakan sebagai pengontrol polusi. d. Kategori Buruk Hasil penilaian menunjukkan pohon pada lanskap jalan berkategori buruk sebagai pemberi identitas. Kondisi ini harus ditingkatkan melalui penanaman bertema dengan pola-pola yang menarik, dan pemerataan penanaman. Tema penanaman dapat disesuaikan dengan tata guna lahan yang ada pada masingmasing segmen. Jenis tanaman yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi pohon sebagai pemberi identitas pada lanskap jalan adalah rambutan (Nephelium lappaceum), lengkeng (N. longanum), dadap merah (E. chrystagalli), flamboyan (D. regia), palem raja (R. regia), pohon bodhi (F. religiosa), cengkeh (E. caryophyllata), bunga saputangan (M. grandifora), bunga kupu-kupu (B. purpurea), pinus (P. merkusii), palem ekor tupai (C. urens), kembang merak (C. pulcherrima), kamboja (P. rubra), dan lamtoro (L. glauca).

102 Sintesis dan Rekomendasi Struktur Pohon Secara umum, variasi tajuk pada penanaman pohon lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon masih kurang. Oleh karena itu, penambahan jumlah pohon dengan variasi tajuk yang menarik perlu dilakukan. Penambahan tanaman dengan bentuk tajuk yang bervariasi selain sebagai estetika penanaman dan mengoptimalkan fungsi pemberi identitas, juga bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan pengalaman tertentu bagi pengguna. Jenis tanaman seperti dadap merah (E. chrystagalli), palem sadeng (Livistonia rotundifolia), pinus (P. merkusii), biola cantik (F. lyrata), kembang merak (C. pulcherrima), cemara tiang (J. sinensis), dan kecrutan (S. campanulata) dapat dijadikan rekomendasi dalam hal ini. Hasil penilaian menunjukkan sebagian besar pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon ukuran tingginya berada pada stadium sedang, dan memiliki diameter batang dengan ukuran yang masih berada pada stadium tiang. Pemeliharaan lebih intensif yang meliputi pemupukan, penyiraman, dan penyiangan gulma perlu dilakukan pada pohon lanskap jalan yang stadium pertumbuhannya masih berada pada kondisi tersebut. Sebagian besar pohon pada setiap segmen jalan juga memiliki ukuran tinggi yang melebihi tinggi kabel listrik dan lampu jalan. Hal ini membahayakan karena cabang/ranting pohon dapat terluka, rusak, patah, atau mati akibat gesekan intensif antara kulit kayu dengan kabel listrik atau lampu jalan. Kondisi ini juga mengakibatkan terjadinya hubungan arus pendek listrik yang dapat merugikan pengguna jalan. Oleh karena itu, pemangkasan secara insidental perlu dilakukan pada batang atau cabang yang menutupi lampu jalan dan yang mengganggu kabel listrik. Pemangkasan pada tanaman juga bertujuan agar dahan/ranting tanaman tidak menutupi pancaran cahaya lampu jalan sehingga dapat menjamin keselamatan pengguna. Pengendalian hama/penyakit tanaman perlu dilakukan pada pohon yang mengalami kerusakan ringan hingga sedang. Pengendalian hama/penyakit tanaman sebaiknya dilakukan secara mekanik, yaitu dengan mengambil hama yang menyerang, lalu membunuhnya dengan tangan atau alat tertentu, kemudian memangkas bagian tanaman yang sakit atau rusak tersebut. Pemangkasan juga

103 86 dilakukan pada cabang, dahan, dan ranting yang retak, patah, mati, atau berpenyakit agar kerusakan tidak meluas ke bagian lainnya, terutama kerusakan yang disebabkan oleh bakteri, jamur/cendawan dan parasit lainnya. Pemangkasan sebaiknya dilakukan miring (sudut 45º) agar air hujan tidak menggenang pada batang yang baru dipotong. Sementara untuk pohon-pohon berusia tua yang mengalami keropos pada bagian akar atau batang, perawatan dilakukan melalui pengisian dengan semen pada bagian yang keropos tersebut. Selain itu, pengecekan rutin dan perhatian lebih seksama harus dilakukan pada pohon berusia tua yang berpotensi merusak badan jalan. Solusi untuk kasus rusaknya badan jalan akibat perakaran pohon tua yang ekstensif, seperti yang terjadi di Jln. Kapten Muslihat adalah dengan memotong bagian akar pohon yang merusak tersebut dengan menggunakan alat tertentu. Kemudian, bagian akar yang luka disemprot atau diolesi dengan desinfektan untuk mencegah serangan jamur atau hama, dan badan jalan yang rusak tersebut harus segera diperbaiki agar tidak mengancam keselamatn pengguna.

104 87 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Simpulan dari hasil evaluasi terhadap fungsi dan struktur pohon adalah sebagai berikut. 1. Sebagian besar tanaman yang terdapat pada lanskap Jln. Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon telah memenuhi kriteria sebagai pengarah, pembatas, peneduh, pengontrol angin, pengontrol bunyi, pengontrol cahaya, pengontrol polusi, dan pelindung air dan tanah (konservasi). Tetapi, tidak memenuhi kriteria sebagai pemberi identitas lanskap jalan. 2. Penanaman pada lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon kurang merata dan kurang memperhatikan kesatuan tema yang menjadi ciri khas penanaman pada setiap kondisi fisik lanskap jalan di masing-masing segmen jalan. 3. Sebagian besar tajuk tanaman pada penanaman pohon lanskap memiliki kurang bervariasi. 4. Sebagian besar pohon pada penanaman lanskap jalan ini memiliki ukuran tinggi yang berada pada stadium sedang, dan memiliki ukuran diameter batang yang berada pada stadium tiang. Lebih dari setengah pohon pada lanskap jalan memiliki. 5. Hampir semua pohon tingginya melebihi tinggi kabel listrik. 6. Sebagian besar kerusakan pohon berada pada stadium ringan hingga sedang dengan tipe kerusakan yang paling banyak ditemukan adalah kanker, kerusakan daun, dan cabang yang patah atau mati.

105 Saran Beberapa saran untuk lebih mengoptimalkan fungsi pohon pada lanskap jalan dan mengatasi permasalahan pada struktur pohon lanskap jalan adalah sebagai berikut. 1. Penambahan jumlah tanaman dengan bentuk tajuk, warna bunga, atau tekstur yang menarik dengan kriteria spesifik yang disesuaikan dengan fungsi tanaman, tata letak, jarak tanam, kondisi ekologis, dan hortikultura tanaman. 2. Penanaman lanskap jalan dilakukan dengan pola-pola yang menarik dan tidak monoton. Penanaman juga harus dilakukan secara merata dengan memerhatikan konsep penanaman pada masing-masing segmen jalan. 3. Pemeliharaan semi intensif berupa pemupukan, penyiraman, dan penyiangan gulma perlu dilakukan pada tanaman dengan stadium pertumbuhan yang berada dari stadium semai(rendah) hingga sedang. 4. Pemeliharaan lebih intensif perlu dilakukan melalui pengendalian hama/penyakit tanaman secara mekanik. 5. Pemangkasan secara indental perlu dilakukan pada pohon yang tingginya melebihi tinggi lampu jalan dan tinggi kabel listrik. Hal ini dilakukan untuk menjamin keselamatan pengguna.

106 89 DAFTAR PUSTAKA Arifin, H.S. dan Nurhayati H.S Arifin Pemeliharaan Taman. Jakarta: Penebar Swadaya. Arnold, H.F Trees in Urban Design. New York: Van Nostrand Reinhold Co. Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Bogor Data Iklim Kota Bogor dan Sekitarnya. Bogor: Stasiun Klimatologi Bogor. Bapeda Rencana Umum Tata Ruang Kota Bogor. Bogor: Pemda TK. II Kotamadya Bogor. Booth, N.K Basic Elements of Landscape Architecture Design. Illinois: Waveland Press Inc. Carpenter, P.L, T.D. Walker and F.O. Lanphear Plant in The Landscape. San Fransisco: Freeman and Co. Daniel, T.W., J.A. Helms dan F.S. Baker Prinsip-prinsip Silvikultur (Terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor Data Inventarisasi Kota Bogor. Bogor: Departemen Pekerjaan Umum. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Evaluasi Kinerja Jaringan Jalan Utama di Kota Bogor. Bogor: P.T. Skilladhi Catur Nusa. Dinas Pertamanan Kota Bogor, Hasil Pengamatan Biofisik pada Lahan- Lahan yang oleh Penerintah Dikelola Kota Bogor. Bogor: P.T. Beutari Nusakreasi. Direktorat Jenderal Bina Marga Spesifikasi Tanaman Lanskap Jalan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Bina Marga Tata Cara Perencanaan Teknik Lanskap Jalan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga Pedoman Teknis Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Eckbo, G Urban Landscape Design. New York: Mc Graw-Hill Book Company Inc.

107 90 Eliza, S Evaluasi Karakter Taman Kantor. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Grey. G.W and F.J. Deneke Urban Forestry. New York: John Wiley and Sons, Inc. Hakim, R. dan H. Utomo Komponen Perancangan Arsitektur Lanskap. Jakarta: Bumi Aksara. Hakim, R Rancangan Visual Lanskap Jalan. Jakarta: Bumi Aksara. Halle, F., Oldeman, R.A.A., and Tomlinson, P.B Tropical Tress Architecture. Berlin: Springer Verlag. Haris, C.W. and N.T. Dines Time Saver Standards for Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Book Company Inc. Haryono, A Kamus Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Khoiri, S Studi Tingkat Kerusakan Pohon di Hutan Kota Srengseng Jakarta Barat. [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Laurie, M An Introduction to Landscape Architecture. New York: American Elsevier. Publ. Co. Inc. Laurie, M Pengantar Kepada Arsitektur Pertamanan (Terjemahan). Bandung: Intermedia. Lestari, G. dan I.P. Kencana Galeri Tanaman Hias Lanskap. Jakarta: Penebar Swadaya. Miardini, A Analisis Kesehatan Pohon di Kebun Raya Bogor. [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Mueller-Dumbois, D. and H. Ellenberg Aims and Method of Vegetation Ecology. New York: John Willey and Sons. Nuhamara, S.T, Kasno, and U.S. Irawan Assesment of Damage Indicator in Forest Health Monitoring to Monitor the Sustainability of Indonesian Tropical Rain Forest. Sitanala, A. Forest Health Monitoring to Monitor the Sustainability of Indonesian Tropical Rain Forest. Yokohama dan

108 91 Bogor: International Tropical Timber Organization (ITTO) dan Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP). Nuhamara, S.T Inventarisasi Kerusakan Hutan (Indikator Kerusakan, Struktur Vegetasi, dan Taman). Departemen Manajemen Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Porteus, J.L Environmental Aesthetics: Idea, Politics, and Planning. New York: Cambridge University Press. Rahayu, S Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia (Gejala Penyebab, dan Teknik Pengendaliannya). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Robinette, J Landscape Planning for Energy Conservation. New York: Van Nostrand Reinhold Co. Simonds, J.O Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Book Company Inc. Simonds, J.O. and B.W. Starke Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Book Company Inc. Soetrisno, H Patologi Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Soeratmo, F.G Perlindungan Hutan. Bogor: Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Sulistyantara, B Tanaman Rumah Tinggal. Jakarta: Penebar Swadaya. Walpole, R.E Pengantar Statistika. Sumantri, B., penerjemah. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3 rd edition. Widyastuti, Sumardi, dan Harjono Patologi Hutan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Wungkar, M.M Evaluasi Aspek Fungsi dan Kualitas Estetika Arsitektural Pohon Lanskap Jalan Kota Bogor. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.

109 LAMPIRAN

110 93

111 Lampiran 2. Peta Segmentasi Lokasi Penelitian 94

112 95

113 96

114 97

115 98

116 99

117 100

118 Lampiran 5. Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen I 101

119 Lampiran 6. Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen II 102

120 Lampiran 7. Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen III 103

121 Lampiran 8. Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen IV 104

122 Lampiran 9. Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen V 105

123 Lampiran 10. Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen VI 106

124 Lampiran 11. Sketsa Komposisi dan Lokasi Penanaman Pohon pada Lanskap Jln. Kapten Muslihat Terminal Laladon 107

125 108 Lampiran 12. Contoh Kerusakan Pohon pada Lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Pengertian jalan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Bahan dan Alat 3.3. Metode Penelitian Penentuan Segmen

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Bahan dan Alat 3.3. Metode Penelitian Penentuan Segmen 22 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di sepanjang jalan dari Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon Kota Bogor (Lampiran 1) dan hanya dibatasi hingga Rumaja (ruang manfaat

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 48 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Evaluasi dan Analisis 5.1.1. Evaluasi dan Analisis Fungsi Pohon Proses penilaian fungsi pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon meliputi 9 aspek,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter yang menyatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pe rancangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pe rancangan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Perencanaan adalah suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal, keadaan yang diharapkan, dan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota Karakter merupakan sifat dan ciri khas yang dimiliki oleh suatu kelompok, baik orang maupun benda. Karakter lanskap merupakan suatu area yang mempunyai keharmonisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Oleh: Syahroji A34204015 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SYAHROJI. Perancangan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota 5 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota Kota merupakan suatu organisme yang kompleks yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang terjalin menjadi satu oleh suatu jaringan jalan dan jalur transportasi, saluran air,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, yang meliputi semua bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian tentang Lingkungan Hidup dan Lingkungan Perkotaan Soemarwoto (1985) mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR Oleh : Annisa Budi Erawati A34201035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18 C dan 32 C serta curah hujan berkisar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses penyusunan kebijaksanaan atau merumuskan apa yang harus dilakukan, untuk memperbaiki keadaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN. Denpasar, bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik).

RINGKASAN. Denpasar, bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik). RINGKASAN INE NILASARI. Perencanaan Lanskap Jalan Westertz By Pass di Kotamadya Denpasar, Bali @i bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik). Jalan Western By Pass dengan panjang keseluruhan.t 13 km merupakan

Lebih terperinci

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN BAB VII PENGHIJAUAN JALAN Materi tentang penghijauan jalan atau lansekap jalan, sebagian besar mengacu buku "Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan No.033/TBM/1996" merupakan salah satu konsep dasar

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana

TINJAUAN PUSTAKA. A. Evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana (2004), evaluasi adalah suatu tindakan yang digunakan atau dilakukan untuk menelaah atau menduga

Lebih terperinci

EVALUASI EFEKTIVITAS TANAMAN DALAM MEREDUKSI POLUSI BERDASARKAN KARAKTER FISIK POHON PADA JALUR HIJAU JALAN PAJAJARAN BOGOR ABDUL HAFIZH AL-HAKIM

EVALUASI EFEKTIVITAS TANAMAN DALAM MEREDUKSI POLUSI BERDASARKAN KARAKTER FISIK POHON PADA JALUR HIJAU JALAN PAJAJARAN BOGOR ABDUL HAFIZH AL-HAKIM EVALUASI EFEKTIVITAS TANAMAN DALAM MEREDUKSI POLUSI BERDASARKAN KARAKTER FISIK POHON PADA JALUR HIJAU JALAN PAJAJARAN BOGOR ABDUL HAFIZH AL-HAKIM DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Evaluasi Lanskap Jalan Jenderal Ahmad Yani Pontianak

Evaluasi Lanskap Jalan Jenderal Ahmad Yani Pontianak Evaluasi Lanskap Jalan Jenderal Ahmad Yani Pontianak AGUS RULIYANSYAH 1* 1. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura Pontianak 1049, Indonesia *E-mail: agus.ruliyansyah@faperta.untan.ac.id

Lebih terperinci

Gambar 2. Bagan fungsi jalur hijau

Gambar 2. Bagan fungsi jalur hijau II. TINJAUAN PUSTAKA Jalur hijau harus mempertimbangkan segala aspek sosial, fungsi jalur hijau dan nilai-nilai yang terkandung dalam perencanaannya. Gambar 2 di bawah ini menunjukkan hal apaa saja yang

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap adalah suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis dan lingkungannya dalam arti karakteristrik. Lansekap ditinjau dari segi

masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis dan lingkungannya dalam arti karakteristrik. Lansekap ditinjau dari segi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Lansekap (Landscape Planning) Lansekap merupakan refleksi dari dinamika sistem alamiah dan sistem sosial masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian bertempat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Kegiatan penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Jendral Sudirman yaitu jalur hijau

Lebih terperinci

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Magister Desain Kawasan Binaan (MDKB) LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. Pendahuluan Tujuan : Memberi pemahaman tentang: - Pengertian

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A34204014 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

f. Nilai estetis (Aesthetic values)

f. Nilai estetis (Aesthetic values) 3. Fungsi Tanaman Tanaman tidak hanya mengandung/mempunyai nilai estetis saja, tapi juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas Iingkungan. Adapun fungsi 1anaman adalah: (baca, Carpenter, Phillip L., Theodore

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Sleman 7574,82 Km 2 atau 18% dari luas wilayah DIY,

Lebih terperinci

REKOMENDASI KONSEP TATA HIJAU

REKOMENDASI KONSEP TATA HIJAU 85 REKOMENDASI KONSEP TATA HIJAU Penanaman lanskap harus dapat memberikan fungsi yang dapat mendukung keberlanjutan aktivitas yang ada dalam lanskap tersebut. Fungsi arsitektural penting dalam penataan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Jalan Lanskap jalan adalah wajah dan karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alami seperti bentuk topografi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan,S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami kriteria tanaman Lanskap Kota Mengetahui berbagai

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PERANCANGAN VERTICAL GARDEN PADA DINDING JALAN UNDERPASS BOGOR MENGGUNAKAN BARANG BEKAS, SEBAGAI SOLUSI MENGHINDARI VANDALISME DAN PERBAIKAN LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN : PKM

Lebih terperinci

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan.

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan. KONSEP Konsep Dasar Street furniture berfungsi sebagai pemberi informasi tentang fasilitas kampus, rambu-rambu jalan, dan pelayanan kepada pengguna kampus. Bentuk street furniture ditampilkan memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang membentuk dan memperkuat karakter (ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA

REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA ZONIFIKASI Dasar pertimbngan Potensi site Kemungkinan pengelohan Tuntutan kegiatan UTILITAS Konsep utilitas pada kawasan perencanaan meliputi : 1. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Sentra Agrobisnis tersebut. Bangunan yang tercipta dari prinsip-prinsip Working

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Sentra Agrobisnis tersebut. Bangunan yang tercipta dari prinsip-prinsip Working BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Sentra Agrobisnis Anjuk Ladang menggunakan konsep Power of Climate, dengan konsep tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan tema dari Working With Climate

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN LANSKAP RUANG TERBUKA DI RT 01/08, KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR, KOTA BOGOR MIFTAHUL FALAH A

SKRIPSI KAJIAN LANSKAP RUANG TERBUKA DI RT 01/08, KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR, KOTA BOGOR MIFTAHUL FALAH A i SKRIPSI KAJIAN LANSKAP RUANG TERBUKA DI RT 01/08, KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR, KOTA BOGOR MIFTAHUL FALAH A34203053 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep dasar pada perancangan Fashion Design & Modeling Center di Jakarta ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah EKSPRESI BENTUK dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap. Lanskap Jalan

TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap. Lanskap Jalan 4 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Menurut Simonds (1983) lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia. Wajah dan karakter lahan atau tapak bagian dari

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK HANDOUT PERKULIAHAN MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU PROF. Dr. H. MAMAN HILMAN, MPd, MT. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN. Disusun oleh: DENI HERYANI A

PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN. Disusun oleh: DENI HERYANI A PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN Disusun oleh: DENI HERYANI A34203018 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DENI

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci