KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN"

Transkripsi

1 RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN Bidang Cipta Karya PEMERINTAH KOTA LHOKSEUMAWE BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2012

2 Bappeda Kota Lhokseumawe

3 BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional harus dilaksanakan secara merata diseluruh wilayah Indonesia, bersama seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai dengan pemerintah daerah dengan cara yang lebih terpadu, efisien, efektif serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat. Salah satu perwujudan pembangunan nasional tersebut adalah pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang disiapkan secara lebih cerdas, terencana dan terpadu dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. Pendayagunaan sumber daya yang sinergis diharapkan mampu mengoptimalisasikan pelaksanaan dan hasil pembangunan untuk mendukung laju pertumbuhan ekonomi nasional, peningkatan derajat kesehatan, peningkatan kualitas perumahan dan permukiman, penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan dengan tetap menjaga daya dukung lingkungan serta pengembangan wilayah baik diperkotaan maupun perdesaan. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu disiapkan perencanaan program infrastruktur yang dapat mendukung kebutuhan sanitasi, air minum dan lingkungan secara terpadu. Departemen Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya mengambil inisiatif untuk mendukung Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh untuk dapat mulai menyiapkan perencanaan program yang dimaksud khususnya Bidang PU/Cipta Karya melalui penyiapan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) sebagai embrio terwujudnya perencanaan program infrastruktur yang lebih luas. Dengan adanya RPIJM tersebut, Kota Lhokseumawe dapat menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan daerah, mendorong dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta mewujudkan lingkungan yang layak huni (liveable). I-1

4 RPIJM yang disusun perlu memperhatikan aspek kelayakan program dari masing-masing kegiatan dan kelayakan spasialnya sesuai skenario pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang yang ada, serta kelayakan sosial dan lingkungannya. Disamping itu RPIJM yang disusun daerah harus mempertimbangkan kemampuan pendanaan dan kapasitas kelembagaan dalam mendukung pelaksanaan program investasi yang telah disusun. Dengan demikian Rencana Program Investasi Jangka Menengah Kota Lhokseumawe diharapkan dapat mengakomodasikan dan merumuskan kebutuhan pembangunan Kota Lhokseumawe secara spesifik, sesuai dengan karakteristik dan potensi Kota Lhokseumawe agar dapat mendorong pembangunan ekonomi lokal, pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dapat dicapai Landasan Hukum Penyusunan RPIJM Kota Lhokseumawe bertitik tolak (mengacu) pada peraturan perundangan maupun kebijakan yang berlaku pada saat RPIJM disusun. Adapun acuan peraturan dan perundangan maupun kebijakan tersebut sebagai berikut: Peraturan Perundangan 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pemerintah Kota Lhokseumawe (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3851; 2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air; 5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 7. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 8. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan; I-2

5 9. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; 10. Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; 11. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Kebijakan dan Strategi 1. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ; 2. Permen PU 494/PRT/M/2005 tentang Kebijakan Nasional Strategi Pengembangan (KNSP) Perumahan dan Permukiman, bahwa pembangunan perkotaan perlu ditingkatkan dan diselenggarakan secara berencana dan terpadu; 3. Permen PU 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan (KNSP) Sistem Penyediaan Air Minum; 4. Permen PU 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan (KNSP-SPP) Sistem Pengelolaan Persampahan; 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun Anggaran 2008; 6. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11); 7. Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Lhokseumawe Tahun ; 8. Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 4 Tahun 2009 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan Kota. I-3

6 1.3. Tujuan dan Pentingnya RPIJM Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya atau disingkat sebagai RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan dokumen rencana kerjasama pembangunan infrastruktur (Infrastruktur Development Plan: IDD ) di Kota Lhokseumawe yang bersifat lintas sektoral. RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan dokumen teknis bidang PU/Cipta Karya sebagai Considated Feasibility Study (CFS) yang berisi rencana penyelenggaraan pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya dengan pendekatan keterpaduan dan pengembangan wilayah berkelanjutan. Tujuan RPIJM adalah untuk mewujudkan kemandirian kota dalam penyelenggaraan pembangunan yang layak huni, berkeadilan, berbudaya, produktif dan berkelanjutan, menciptakan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik yang selaras dengan tujuan pembangunan nasional. RPIJM menjadi penting artinya bagi pembangunan infrastruktur Kota Lhokseumawe mengingat: RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan penjabaran program investasi infrastruktur Kota Lhokseumawe dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang menjabarkan Visi, Misi, Program Walikota Terpilih. RPJMD Kota Lhokseumawe yang merupakan pedoman bagi dinas/instansi dalam menyusun Rencana Startegis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dinas/instansi lingkup Kota Lhokseumawe; RPIJM Bidang PU/Cipta Karya menjadi bahan masukan pada Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang bersifat tahunan. RKPD Kota Lhokseumawe merupakan penjabaran dari RPJMD Kota Lhokseumawe dan rangkuman hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) serta kebijakan pembangunan kota yang disinkronkan dengan kebijakan nasional dan provinsi; Penyusunan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan Penguatan Peran Pemerintah Kota dalam menetapkan berbagai kebijakan pembangunan infrastruktur kota mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi I-4

7 pembangunan infrastruktur kota khususnya dibidang PU/Cipta Karya (Perencanaan Partisipatif). Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat mengambil keputusan secara mandiri tentang program-program infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas permasalahan yang dihadapi pemerintah Kota Lhokseumawe, sedangkan pemerintah pusat akan memfasilitasi dan meningkatkan kapasitas manajemen pembangunan daerah untuk mendorong terwujudnya kemandirian daerah dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur ke PU-an guna mendukung pembangunan permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni, berkeadilan sosial, berbudaya, berproduktif dan berkelanjutan serta saling memperkuat dalam mendukung pengembangan wilayah; Penyusunan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan dasar evaluasi penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perkotaan sebelumnya, sehingga pembangunan infrastruktur selanjutnya menjadi lebih terpadu, efektif dan efisien sehingga lebih bermanfaat bagi masyarakat luas; Dalam penyusunan RPIJM selain memuat Rencana dan Program Pembangunan juga menyiapkan Rencana Pembiayaan/Investasi secara terintegrasi yang dapat dimobilisasi dari berbagai sumber pembiayaan terkait, baik potensi daerah, Provinsi, maupun dunia usaha dan Pemerintah Pusat melalui Program Pembangunan Infrastruktur Permukiman bidang PU/Cipta Karya; RPIJM penting untuk lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pembangunan di daerah. RPIJM akan menjadi dokumen kelayakan dan kerjasama program dan anggaran pembangunan bidang PU/Cipta Karya di daerah antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kota Lhokseumawe Mekanisme dan Framework Penyusunan RPIJM Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Pembangunan Infrastruktur (bidang PU/Cipta Karya) harus dapat disiapkan oleh I-5

8 Pemerintah Daerah Kabupaten sesuai dengan arahan RENSTRA Departemen PU (Permen PU No. 51/PRT/M/005 tanggal 7 Maret 2005), melalui proses partisipatif yang mengakomodasikan kebutuhan nyata masyarakat sesuai dengan strategi dan arah pembangunan Kota yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, serta memperhatikan karakteristik dan potensi daerah masing-masing untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kualitas pelayanan. Dalam menyusun RPIJM, selain menyusun Rencana dan Program Pembangunan juga harus disiapkan Rencana Pembiayaan/Investasi secara terintegrasi yang dapat dimobilisasi dari berbagai sumber pembiayaan terkait baik potensi daerah kota, provinsi, maupun dunia usaha dan pemerintah pusat melalui Program Pembangunan Infrastruktur. Mekanisme penyusunanan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya dilakukan oleh Bappeda dan instansi lain yang terkait dengan membentuk Satgas RPIJM Kota Lhokseumawe yang dibentuk dengan Keputusan Walikota. Untuk dapat melaksanakan penyiapan RPIJM diatas, Direktorat Jenderal Cipta Karya telah menyiapkan suatu jalur bantuan teknis yang didukung oleh program dan sumber tenaga ahli yang sesuai untuk kebutuhan setiap sektor pembangunan Pekerjaan Umum/Cipta Karya dan untuk mewujudkan rencana dan program yang integratif berdasarkan Rencana Tata Ruang. Pada tingkat Pusat, dibentuk Satgas RPIJM tingkat Pusat yang terdiri dari pejabat yang mewakili Direktorat Bina Program, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Tata Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Pengembangan Air Minum dan Direktorat Pengembangan PLP. Satgas RPIJM tingkat Pusat tidak akan bekerja secara langsung dengan memfasilitasi dan kemudian bekerjasama dengan Satgas RPIJM Kota dan Kabupaten, tetapi akan bekerja melalui Satgas RPIJM Provinsi yang ketua dan anggotanya terdiri atas pejabat yang mewakili instansi cerminan Satgas RPIJM Pusat dan juga RPIJM Kota. Satgas RPIJM tingkat Provinsi dapat dibentuk dengan SK Gubernur. RPIJM ini merupakan produk daerah, dimana RPIJM merupakan pedoman perencanaan dan penganggaran pembangunan khususnya di Kota I-6

9 Lhokseumawe. Sebagai tindak lanjutnya, penganggaran akan mengacu kepada dokumen RPIJM. Hanya Kabupaten/Kota yang mempunyai RPIJM yang akan mendapatkan prioritas APBN. Dengan demikian dokumen RPIJM harus dapat diselesaikan pada tahun 2012 ini Sistematika Pembahasan Dokumen RPIJM Kota Lhokseumawe Sistematika Pembahasan Dokumen RPIJM Kota Lhokseumawe ini dibuat berdasarkan Pedoman Penyusunan RPIJM Mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya No. Pr Dc/496 Tanggal 9 Desember 2005 tentang Penyusunan RPIJM Bidang CK/PU Kab./Kota yang diuraikan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada Bab ini diuraikan secara rinci mengenai latar belakang penyusunan RPIJM bidang PU/Cipta Karya, landasan hukum, tujuan dan pentingnya penyusunan RPIJM dan mekanisme framework penyusunan RPIJM serta sistematika dokumen RPIJM bidang PU/Cipta Karya Kota Lhokseumawe. BAB II : GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE Berisikan gambaran umum dan kondisi wilayah Kota Lhokseumawe serta penataan ruang wilayah dan struktur pengembangan wilayah yang berkaitan dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi maupun Kota, meliputi administratif, demografi, sosial budaya serta kondisi sarana dan prasarana daerah. BAB III : RENCANA STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE Berisikan pokok-pokok perencanaan strategis Kota Lhokseumawe yang berkaitan dengan struktur pengembangan wilayah berdasarkan RTRW dan struktur pembangunan infrastruktur dalam rangka mendukung kegiatan sosial ekonomi dan lingkungan. I-7

10 BAB IV : RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR KOTA LHOKSEUMAWE Pada Bab ini diuraikan tentang rencana program investasi infrastruktur Kota Lhokseumawe yang meliputi; rencana pengembangan permukiman, rencana investasi penataan bangunan dan lingkungan, rencana investasi sub-bidang air limbah, rencana investasi sub-bidang persampahan, rencana investasi subbidang drainase dan rencana investasi sub-bidang air minum. BAB V : SAFEGUARD SOSIAL DAN LINGKUNGAN Berisikan mengenai dukungan daerah dalam menilai kelayakan rencana investasi pada bidang infrastruktur ditinjau melalui dampak lingkungan, pemantauan lingkungan, serta pengelolaan lingkungan, baik yang berupa dampak fisik ataupun dampak sosial. BAB VI : KEUANGAN DAN RENCANA PENINGKATAN PENDAPATAN Pada bab ini menguraikan kondisi kemampuan daerah dalam hal pendanaan serta pendapatan asli daerah untuk dapat diketahui seberapa besar kemampuan daerah dalam melakukan pembiayaan pembangunan khususnya pada bidang infrastruktur. BAB VII : KELEMBAGAAN DAERAH DAN RENCANA PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN Pada Bab ini diuraikan tentang kondisi struktur kelembagaan daerah Kota Lhokseumawe serta rencana peningkatan kapasitas kelembagaan, sehingga dapat mewujudkan sistem kelembagaan yang baik, efisien dan efektif yang mampu mendorong peningkatan kinerja antar instansi terkait terhadap pembangunan. BAB VIII : RENCANA KESEPAKATAN (MEMORANDUM) PROGRAM INVESTASI KOTA LHOKSEUMAWE Berisikan tentang rencana kesepakatan (memorandum) program investasi bidang PU/Cipta Karya Kota Lhokseumawe serta uraian matrik program serta pembiayaan jangka menengah mulai tahun 2013 hingga tahun I-8

11 I-9

12 Bappeda Kota Lhokseumawe

13 BAB GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE 2.1. Kondisi Umum Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di Provinsi Aceh yang berada persis di tengah-tengah jalur timur Sumatera, di antara Banda Aceh dan Medan, sehingga kota ini merupakan jalur distribusi dan perdagangan yang sangat penting bagi Aceh. Lhokseumawe ditetapkan statusnya menjadi pemerintah kota berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun Sejarah Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai. Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur Van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe tunduk di bawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga Wedana serta Asisten Residen atau Bupati. Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh, salah satu pulau kecil luas sekitar 11 km² yang dipisahkan Sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer dan Perhubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa Kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi dan Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk jiwa II-1

14 secara jamak disebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan. Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintahan Negara Republik Indonesia belum terbentuk sistemik sampai kecamatan ini. Pada mulanya Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder Van Cunda. Penduduk didaratan ini makin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara, Matangkuli, Blang Jruen, Lhoksukon, Nisam, Cunda serta Pidie. Pada tahun 1956 dengan Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, terbentuk daerah-daerah otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkup daerah Provinsi Sumatera Utara, di mana salah satu kabupaten diantaranya adalah Aceh Utara dengan ibukotanya Lhokseumawe. Kemudian Pada Tahun 1964 dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Aceh Nomor 34/G.A/1964 tanggal 30 November 1964, ditetapkan bahwa kemukiman Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua, dijadikan Kecamatan tersendiri dengan nama Kecamatan Banda Sakti. Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, berpeluang meningkatkan status Lhokseumawe menjadi Kota Administratif, pada tanggal 14 Agustus 1986 dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 1986 Pembentukan Kota Administratif Lhokseumawe ditandatangani oleh Presiden Soeharto, yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus Dengan adanya hal tersebut maka secara dejure dan de facto Lhokseumawe telah menjadi Kota Administratif dengan luas wilayah 253,87 km² yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di lima kecamatan yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu dan Kecamatan Blang Mangat. Sejak tahun 1988 gagasan peningkatan status Kotif Lhokseumawe menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian lahir UU Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001 yang ditandatangani Presiden RI Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup II-2

15 tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua dan Kecamatan Blang Mangat Profil Geografi Secara Geografis Kota Lhokseumawe berada pada posisi Lintang Utara dan Bujur Timur, dengan batas-batas sebagai berikut: - Sebelah Utara dengan Selat Malaka. - Sebelah Barat dengan Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. - Sebelah Selatan dengan Kecamatan Kuta Makmur Kabupaten Aceh Utara. - Sebelah Timur dengan Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara. Kota Lhokseumawe memiliki luas wilayah 181,10 km², yang secara Administratif Kota Lhokseumawe terbagi kedalam 4 Kecamatan dan 68 Gampong. Kecamatan-kecamatan di Kota Lhokseumawe: 1. Kecamatan Banda Sakti 2. Kecamatan Muara Dua 3. Kecamatan Blang Mangat 4. Kecamatan Muara Satu Profil Demografi Kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan. Dalam nilai universal penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam kaitan peran penduduk tersebut, kualitas mereka perlu ditingkatkan dan pertumbuhan serta mobilitasnya harus dikendalikan. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan memanfaatkan jumlah penduduk yang besar sebagai kekuatan pembangunan bangsa, maka perlu ditingkatkan upaya pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan potensi sumber daya manusia serta upaya meningkatkan aktivitas ekonomi di berbagai sektor yang mendorong perluasan lapangan kerja. Dengan usaha-usaha tersebut diharapkan dapat tercipta manusia-manusia pembangunan yang tangguh, II-3

16 berbudi luhur, terampil, percaya diri dan bersemangat membangun dalam berbagai lapangan kerja produktif Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Struktur Umur Jumlah total penduduk pada wilayah Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 berjumlah jiwa, terjadi kenaikan sebesar 7% bila dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2010 yaitu berjumlah jiwa. Penyebaran penduduk pada tiap kecamatan belum merata, di mana jumlah penduduk tertinggi berada pada Kecamatan Banda Sakti yaitu pada tahun 2009 berjumlah jiwa dan pada tahun 2010 berjumlah jiwa, sedangkan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Blang Mangat yaitu pada tahun 2009 berjumlah jiwa dan pada tahun 2010 berjumlah jiwa. Struktur penduduk menurut jenis kelamin di wilayah Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan dan untuk tahun 2010 terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun Tahun No Kecamatan Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total 1 Blang Mangat 9,426 9,443 18,869 10,836 10,853 21,689 2 Muara Dua 18,466 18,666 37,132 21,929 22,280 44,209 3 Muara Satu 15,677 15,812 31,489 15,815 15,908 31,723 4 Banda Sakti 35,685 36,064 71,749 36,856 36,686 73,542 Total 79,254 79, ,239 85,436 85, ,163 Sumber : Lhokseumawe dalam Angka Selanjutnya struktur penduduk menurut kelompok umur di wilayah Kota Lhokseumawe pada tahun 2010, di mana usia 0-4 tahun merupakan jumlah penduduk terbanyak, yakni terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan dan usia penduduk yang paling sedikit adalah usia di atas 75 tahun yakni sebesar 419 jiwa laki-laki dan 799 jiwa perempuan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut: II-4

17 Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Lhokseumawe Tahun 2010 Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah Total Sumber: Lhokseumawe Dalam Angka, Laju Pertumbuhan Penduduk Laju pertumbuhan selama 5 (lima) tahun terakhir yakni dari tahun sebesar 2,11 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Muara Dua adalah yang tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota Lhokseumawe yakni sebesar 4,52%. Sedangkan yang terendah di Kecamatan Muara Satu yakni sebesar 0,63 persen. Laju pertumbuhan Kecamatan Blang Mangat sebesar 3,54 persen dan Kecamatan Banda Sakti sebesar 1,03 persen. Sementara konsentrasi penduduk lebih banyak berada di Kecamatan Banda Sakti sebagai pusat Pemerintahan Kota Lhokseumawe dan sekaligus masih merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Utara. Penduduk di Kecamatan ini mencapai jiwa (42,96 %) dari total penduduk Lhokseumawe, disusul oleh Kecamatan Muara Dua, penduduknya adalah jiwa (25,82%) dan Kecamatan Muara Satu Jumlah penduduk jiwa II-5

18 (18,53%). Sementara penduduk yang paling sedikit adalah di Kecamatan Blang Mangat, yaitu hanya jiwa (12,67 %) Struktur Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Struktur penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kota Lhokseumawe untuk tingkat pendidikan SD/MI dan SMP/MTs, terlihat bahwa Kecamatan Banda Sakti yang memiliki Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang tinggi, yakni sebesar 121,08 untuk tingkat SD/MI dan 154,25 untuk tingkat SMP/MTs. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun 2011/2012 Kota Lhokseumawe SD/MI SMP/MTs No Kecamatan Jlh Murid Usia 7-12 Tahun Jlh Pdd Usia 7-12 Tahun APS Jlh Murid Usia Tahun Jlh Pdd Usia Tahun APS 1 Banda Sakti 9,484 8, ,600 4, ,25 2 Muara Dua 4,121 5, ,799 2, ,33 3 Blang Mangat 2,308 2, ,144 1, ,83 4 Muara Satu 3,726 4, ,842 2, ,98 Sumber: Disdikpora Kota Lhokseumawe, Profil Ekonomi Kota Lhokseumawe selain sebagai pusat pemerintahan, pendidikan dan perekonomian juga termasuk pusat perdagangan. Banyak perusahaan barang dan jasa yang melakukan aktifitas kegiatannya di Kota Lhokseumawe. Selain perusahaan besar, pedagang usaha menengah dan kecil yang berskala mikro tampak mewarnai kehidupan perekonomian di sektor perdagangan yang marak berkembang disebagian besar masyarakat Kota Lhokseumawe. Secara kuantitas mungkin perkembangan tersebut tidak merupakan masalah, tetapi dari segi kualitas masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan melalui penciptaan usaha yang kondusif dalam memanfaatkan setiap peluang yang ada bagi para pengusaha untuk mampu bersaing dan meningkatkan II-6

19 produksinya dengan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi sumber daya yang tersedia, terutama sumber daya lokal Struktur Ekonomi A. Dengan Minyak dan Gas Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe jika memasukkan komponen minyak bumi dan gas pada tahun 2010 paling besar didominasi oleh kelompok sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih, serta sektor konstruksi. Kelompok ini menyumbang sebesar 57,76 persen dari total PDRB Kota Lhokseumawe. Besarnya sumbangan sektor sekunder disebabkan oleh sektor industri pengolahan yang memberikan sumbangan mencapai 49,92 persen pada tahun Besarnya sumbangan sektor tersebut terutama disumbangkan oleh industri pengolahan gas alam, meskipun dalam kurun waktu sektor ini cenderung menurun yang diakibatkan semakin berkurangnya produksi gas alam cair. Kelompok tersier yang terdiri dari empat sektor merupakan penyumbang kedua terbesar komponen PDRB Kota Lhokseumawe. Kelompok ini menyumbangkan 37,33 persen dari total PDRB Kota Lhokseumawe. Nilai ini terus mengalami peningkatan selama kurun waktu Sektor yang paling dominan dalam kelompok tersier yaitu dari sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai angka sebesar 26,77 persen. Sementara itu, sektor-sektor pada kelompok primer yang terdiri dari sektor pertanian dan pertambangan penggalian pada tahun 2010 hanya memberikan kontribusi sebesar 4,91 persen yang sebesar 4,74 persen berasal dari pertanian dan sisanya 0,17 persen berasal dari sektor pertambangan dan penggalian. Secara umum struktur ekonomi Kota Lhokseumawe dengan memasukkan unsur migas masih di dominasi oleh sektor-sektor pada kelompok sekunder selama periode , walaupun mempunyai kecenderungan menurun setiap tahunnya pada periode II-7

20 Dari tabel 2.4 terlihat bahwa sejak tahun 2007 ada kecenderungan sumbangan kegiatan tersier terhadap PDRB terus meningkat sehingga menempati urutan kedua setelah sumbangan sektor sekunder yang cenderung terus menurun. Untuk lebih jelasnya tentang struktur perekonomian dengan minyak dan gas tahun dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.4 Struktur Perekonomian dengan Minyak & Gas Tahun (persen) Sektor * 2010** Primer 4,67 4,57 4,77 4,91 1. Pertanian 4,52 4,43 4,61 4,74 2. Pertambangan & Penggalian 0,15 0,15 0,16 0,17 Sekunder 71,28 67,14 62,48 57,76 3. Industri Pengolahan 67, ,84 49,92 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,05 0,06 0,07 0,09 5. Konstruksi 3,9 5,08 6,58 7,75 Tersier 24,05 28,29 32, Perdagangan, Hotel & Restoran 16,79 20,3 23,45 26,77 7. Pengangkutan & Komunikasi 3,76 4,27 5,09 6,09 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 0,81 0,98 1,26 1,48 9. Jasa-jasa 2,69 2,74 2,95 2,98 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 *Angka Diperbaiki **Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011 B. Tanpa Minyak dan Gas Peranan sektor minyak dan gas semakin menurun setiap tahunnya sebagaimana penjelasan sebelumnya. Tetapi, hal ini disertai dengan peningkatan peran sektor pada kelompok tersier seperti yang dapat kita lihat pada Tabel 2.5 Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe dengan tidak memasukkan unsur minyak dan gas pada perhitungan PDRB tahun 2010 didominasi oleh kelompok tersier sebesar 72,50 persen dan 52,00 persen disumbangkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. II-8

21 Tabel 2.5 Struktur Perekonomian Tanpa Minyak dan Gas Tahun (persen) Sektor * 2010** Primer 13,80 11,69 10,52 9,53 1. Pertanian 13,37 11,32 10,17 9,20 2. Pertambangan & Penggalian 0,43 0,37 0,34 0,33 Sekunder 15,12 16,01 17,27 17,97 3. Industri Pengolahan 3,45 2,88 2,61 2,74 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,14 0,14 0,15 0,17 5. Konstruksi 11,53 12,98 14,51 15,06 Tersier 71,08 72,30 72,21 72,50 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 49,62 51,88 51,71 52,00 7. Pengangkutan & Komunikasi 11,11 10,92 11,23 11,84 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 2,39 2,51 2,78 2,88 9. Jasa-jasa 7,96 6,99 6,50 5,79 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 *Angka Diperbaiki **Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011 Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar dari total PDRB tanpa migas. Sektor ini terus meningkat dari tahun ke tahun, sama halnya dengan sektor jasa-jasa dan sektor pengangkutan & komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang juga semakin meningkat dalam kurun waktu Kelompok primer berada pada posisi kedua terbesar peranannya dalam pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe. Pada tahun 2010 kelompok primer ini memberikan kontribusi sebesar 9,53 persen. Namun, kontribusi yang diberikan cenderung menurun setiap tahunnya. Misalnya saja pada tahun 2007 kontribusi kelompok ini mencapai angka 13,80 persen. Sektor yang dominan pada kelompok primer adalah sektor pertanian dimana pada tahun 2010 memberikan kontribusi sebesar 9,20 persen. Sementara itu sumbangsih sektor pertambangan dan penggalian tidak menyumbang lebih dari setengah persen sejak periode II-9

22 Yang berada di posisi ketiga adalah kelompok sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih serta sektor konstruksi. Kelompok sekunder ini lebih didominasi oleh sektor konstruksi yang memberikan kontribusi sebesar 15,06 persen pada tahun Sektor konstruksi juga menunjukkan kecenderungan meningkat peranannya setiap tahun. Sementara itu sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 2,74 persen pada tahun Sedangkan sektor listrik dan air bersih kontribusinya masih sangat kecil baru mencapai 0,17 persen terhadap pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe tahun Sektor ini juga merupakan sektor yang paling kecil kontribusinya. Untuk lebih jelas tentang peranan sektoral PDRB dengan Migas dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut. Grafik 2.1 Peranan Sektoral PDRB dengan Migas Tahun 2010 (persen) Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011 II-10

23 Sementara ini peranan sektoral PDRB tanpa Migas dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut Grafik 2.2 Peranan Sektoral PDRB tanpa Migas Tahun 2010 (persen) Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor industri, terutama industri minyak dan gas. Selama kurun waktu 2007 hingga 2010, pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecenderungan yang menurun seiring dengan menurunnya pertumbuhan sektor industri pengolahan di Kota Lhokseumawe yang didominasi industri gas alam cair oleh PT. Arun N.G.L. Untuk lebih jelasnya tentang laju pertumbuhan sektor ekonomi Kota Lhokseumawe tahun dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut ini: II-11

24 Tabel 2.6 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahun (persen) Lapangan Usaha * Pertanian (2,39) Pertambangan & Penggalian 4, a. Industri Pengolahan (16,37) (12.56) (15.08) (17.19) 3. b. Industri Pengolahan (Tanpa Migas) 2, Listrik, Gas & Air Bersih 38,20 7,13 10,76 12,26 5. Konstruksi 7,31 6,64 4,29 4,41 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 21,28 9,41 7,94 8,07 7. Pengangkutan & Komunikasi 13,03 3,96 4,58 5,02 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 17,03 5,43 5,51 8,75 9. Jasa-jasa 3,01 3,05 3,51 2,85 PDRB dengan Migas (7,81) (5,69) (6,57) (6,45) PDRB tanpa Migas 12,11 6,38 5,66 5,93 *Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2010 Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe tahun 2010 sebesar 5,93 persen yang ditunjukkan oleh PDRB atas dasar harga konstan Pertumbuhan PDRB tersebut tanpa memasukkan unsur minyak dan gas. Sedangkan dengan memasukkan unsur minyak dan gas, pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe masih minus yaitu minus 6,45 persen. Tanpa penghitungan dengan minyak dan gas, secara sektoral di tahun 2010 seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif dan pertumbuhan tertinggi secara berturut-turut dialami oleh sektor listrik dan air bersih sebesar 12,26 persen; sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sebesar 8,75 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran 8,07 persen; pertambangan dan penggalian 5,26 persen; pengangkutan dan komunikasi 5,02 persen; konstruksi 4,41 persen; jasa-jasa 2,85 persen; industri pengolahan 2,29 persen; serta sektor pertanian tumbuh terkecil yaitu sekitar 2,22 persen. Sedangkan pertumbuhan industri pengolahan dengan memperhitungkan minyak dan gas pada tahun 2010 minus 17,19 persen. II-12

25 Jika dilihat, pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe periode , pertumbuhan dengan minyak dan gas mengalami pertumbuhan negatif setiap tahunnya. Sementara itu pertumbuhan tanpa memasukkan komponen minyak dan gas, setiap tahun mengalami pertumbuhan yang positif. Grafik 2.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Sektor Tahun 2010 (persen) 15,00 10,00 5,00 e n rs - e P (5,00) 12,26 8,07 8,75 5,26 4,41 5,02 2,22 2,29 2, a 03b (10,00) (15,00) (20,00) (17,19) Growth without oil and gas = 5.93% Growth with oil and gas = -6,45 % Keterangan: 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian 3a. Sektor Industri Pengolahan (dengan minyak dan gas) 3b. SektorIndustriPengolahan (tanpa minyak dan gas) 4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum 5. Sektor Bangunan/Konstruksi 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-jasa II-13

26 Pendapatan Per Kapita A. Dengan Minyak dan Gas Pendapatan per kapita Kota Lhokseumawe yang diperoleh dari PDRB dengan minyak dan gas mempunyai nilai yang cukup besar, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Pada tahun 2010 tercatat pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku sebesar 58,78 juta rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 22,43 juta rupiah. Grafik 2.4 Pendapatan Regional Perkapita dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah). s n ilio M 60,00 56,29 50,00 40,00 58,94 58,01 58,78 30,00 20,00 10,00 0,00 28,85 26,66 24,41 22, Pendapatan Regional Per Kapita Harga Berlaku Pendapatan Regional Per Kapita Harga Konstan 2000 Pendapatan per kapita senilai tersebut di atas bukanlah langsung berarti pendapatan perkapita riil masyarakat Kota Lhokseumawe setiap tahunnya, melainkan hanya jumlah PDRB Kota Lhokseumawe dibagi dengan jumlah penduduk setiap tahunnya. B. Tanpa Minyak dan Gas Pendapatan per kapita Kota Lhokseumawe yang diperoleh dari PDRB tanpa minyak dan gas mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. II-14

27 Berdasarkan harga berlaku pendapatan perkapita tahun 2007 tercatat sebesar 19,05 juta rupiah, kemudian meningkat menjadi 23,06 juta rupiah pada tahun Tahun 2009 meningkat menjadi 26,3 juta rupiah dan pada tahun 2010 naik lagi menjadi 30,26 juta rupiah. Secara rata-rata terjadi laju pertumbuhan pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku sebesar 16,7 persen setiap tahunnya pada periode Sedangkan pendapatan per kapita atas dasar harga konstan 2000 juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,94 persen pada periode Pada tahun 2007 pendapatan perkapita atas dasar harga konstan 2000 tercatat sebesar 10,85 juta rupiah, kemudian meningkat menjadi 11,32 juta pada 2008, kembali meningkatmencapai nilai 11,7 juta rupiah tahun 2009, dan naik menjadi 12,2 pada Tren pendapatan perkapita dari PDRB tanpa minyak dan gas dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut. Grafik 2.5 Pendapatan Regional Perkapita Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah). n s ilio M 35,00 30,00 25,00 30,26 26,31 23,06 20,00 19, ,00 10,00 5,00 10,85 11,32 11,72 12, Pendapatan Regional Per Kapita Harga Berlaku Pendapatan Regional Per Kapita Harga Konstan 2000 II-15

28 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dihitung untuk mengetahui total produksi barang dan jasa suatu daerah pada periode tertentu. Yang dimaksud dengan produksi adalah aktivitas ekonomi menggunakan sumber daya yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa. PDRB merupakan neraca makro ekonomi yang dihitung secara konsisten dan terintegrasi dengan berdasar pada konsep, definisi, klasifikasi dan cara perhitungan yang telah disepakati secara internasional. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu. Perubahan PDRB dari waktu ke waktu terjadi karena dua hal, yaitu terjadinya perubahan harga barang dan jasa atau karena terjadinya perubahan volume. Penggunaan harga yang berlaku pada periode yang telah lalu menghasilkan PDRB atas harga konstan. PDRB atas harga konstan disebut sebagai PDRB volume atau PDRB real. Dalam publikasi ini selain disajikan PDRB atas harga berlaku yang bisa menggambarkan pergeseran struktur ekonomi, juga disajikan PDRB dengan menggunakan tahun dasar 2000 yang bisa menggambarkan pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam perhitungan PDRB, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Pendekatan produksi menghitung nilai tambah sumbangan tiap sektor produksi terhadap total output dengan cara mengurangkan output dengan barang dan jasa yang dibeli dari unit produksi lain dan habis digunakan untuk menghasilkan output tersebut (dinamakan konsumsi antara). Hasil penghitungan tersebut adalah nilai tambah. Nilai tambah dapat dinyatakan dalam nilai bruto dan netto tergantung apakah sudah dikurangi dengan penyusutan barang modal. Sektor produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu: 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri Pengolahan, 4. Listrik, Gas dan Air Bersih, II-16

29 5. Bangunan/Kontruksi, 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran, 7. Pengangkutan dan Komunikasi, 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, 9. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah. Pendekatan pengeluaran menghitung PDRB dengan menjumlahkan seluruh permintaan akhir yang terdiri dari konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, konsumsi pemerintah, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), perubahan stok dan ekspor neto. Pendekatan pendapatan menghitung PDRB sebagai penjumlahan dari balas jasa faktor produksi (kompensasi pekerja, sewa, penyusutan, bunga dan keuntungan) dalam wilayah. Hal ini menunjukkan dua hal dalam perekonomian suatu daerah. Pertama, menunjukkan pembagian PDRB menurut berbagai pendapatan seperti balas jasa tenaga kerja, keuntungan serta balas jasa barang modal lainnya, dan pajak produksi setalah dikurangi subsidi. Kedua, membantu menjelaskan perbedaan antara PDRB dengan pendapatan yang dapat digunakan. PDRB mencakup: 1. Semua barang dan jasa yang penghasilannya mendapatkan kompensasi. 2. Produksi yang ilegal dan tersembunyi. 3. Produksi barang untuk dikonsumsi sendiri. 4. Jasa yang dihasilkan oleh pemerintah dan lembaga nirlaba. 5. Jasa sewa rumah yang dihuni oleh unit rumah tangga sendiri. 6. Jasa rumah tangga dan perseorangan untuk konsumsi sendiri oleh pekerja rumah tangga yang dibayar. PDRB tidak mencakup: 1. Produksi jasa perseorangan dan rumah tangga untuk digunakan sendiri yang dihasilkan oleh anggota rumah tangga yang tidak dibayar. 2. Aktivitas sosial, budaya serta sukarela dari lembaga nirlaba atau pemerintah yang tidak dibayar. 3. Dekorasi, perbaikan besar dan kecil barang tahan lama dan rumah yang dilakukan sendiri oleh rumah tangga. II-17

30 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional Beberapa manfaat statistik pendapatan untuk level regional adalah: 1. PDRB nominal (harga berlaku) menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi suatu wilayah. Semakin besar nilai PDRB menunjukkan semakin besar kekuatan ekonomi wilayah tersebut; 2. Distribusi PDRB nominal (harga berlaku) menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian dan menunjukkan peranan masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah. Semakin besar peranan suatu sektor menunjukkan basis perekonomian dalam wilayah tersebut; 3. PDRB riil (harga konstan) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi atau sektor ekonomi dari periode ke periode; 4. PDRB harga berlaku menurut penggunaan menunjukkan penggunaan produk barang dan jasa menurut konsumsi, investasi, dan perdagangan luar wilayah; 5. Distribusi PDRB menurut penggunaan menunjukkan besarnya peranan kelembagaan dalam menggunakan hasil produksi barang dan jasa. PDRB penggunaan atas harga konstan menunjukkan laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan regional Profil Sosial dan Budaya Upaya penanggulangan kemiskinan difokuskan pada: Pertama, perluasan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar dan kesempatan memperoleh pekerjaan dan berusaha. Kedua, upaya penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang bersifat pemberdayaan. Upaya pemberdayaan masyarakat miskin menjadi penting karena akan menempatkan mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek berbagai upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan posisi tawar masyarakat miskin, diperlukan berbagai upaya pemberdayaan agar masyarakat miskin lebih berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Selain itu diperlukan upaya pemberdayaan agar masyarakat miskin dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi sehingga mengubah pandangan terhadap masyarakat miskin dari beban (liabilities) menjadi potensi (assets). Berbagai II-18

31 proses pemenuhan kebutuhan dasar dan pemberdayaan tersebut di atas perlu didukung oleh perbaikan sistem bantuan dan jaminan sosial serta kebijakan ekonomi yang pro-poor termasuk tata kelola pemerintahan yang baik. Beberapa masalah pokok yang dihadapi oleh masyarakat miskin antara lain sebagai berikut: Pertama, rendahnya kemampuan daya beli dan kesadaran masyarakat akan pangan dengan gizi yang layak yang merupakan persoalan utama bagi masyarakat miskin. Kedua, terbatasnya akses atas kebutuhan dasar terutama pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Selama ini kelompok masyarakat miskin dihadapkan pada masalah tingginya biaya pendidikan, oleh karena itu telah menyebabkan tingginya angka putus sekolah. Hal ini masih terjadi terutama pada jenjang pendidikan menengah, karena alasan anak harus membantu orang tua mencari nafkah. Kelompok masyarakat miskin juga dihadapkan pada mahalnya biaya pengobatan dan perawatan, jauhnya tempat pelayanan kesehatan, dan rendahnya jaminan kesehatan. Ketiga, masih minimnya penanganan dibidang kesejahteraan sosial, baik ditingkat perorangan, keluarga maupun kelompok masyarakat. Perlindungan sosial bagi masyarakat miskin, khususnya fakir miskin dan PMKS, diperlukan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri dan dapat mengakses sistem pelayanan sosial dasar, penyandang cacat, anak terlantar, anak korban penyalahgunaan NAPZA, gelandangan dan wanita rawan sosial ekonomi. Kelima, belum adanya rasa aman terhadap masyarakat yang tertimpa bencana, serta terjaminnya ketersediaan bantuan dan relokasi korban dalam situasi darurat sehingga dapat mengurangi penderitaan masyarakat yang terkena bencana. Fenomena ini merupakan realitas yang harus mendapat perhatian serius dalam program pembangunan tahun Pembangunan diselenggarakan secara holistik yang memiliki keterkaitan (linkages) dengan kegiatan sektoral melalui pendekatan multiplayer effect dengan membuat skala prioritas dari kegiatan yang dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi kemasyarakatan. Penduduk miskin yang umumnya berpendidikan rendah harus bekerja apa saja untuk mempertahankan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan lemahnya II-19

32 posisi tawar masyarakat dan tingginya kerentanan terhadap perlakuan yang merugikan disamping itu juga harus menerima pekerjaan dengan imbalan yang sangat rendah, tanpa sistem kontrak atau tidak adanya kepastian perlindungan hukum terhadap pekerja informal tersebut. Kantong-kantong kemiskinan pada umumnya terdapat pada zona pesisir dan desa-desa terpencil dengan sumber mata pencaharian sebagai nelayan dan petani tradisional dengan upah dan pendapatan yang relatif kecil. Oleh karena itu perlu paradigma baru dalam memanfaatkan sumberdaya lokal sebagai potensi yang dapat dikembangkan dalam proses percepatan pembangunan serta mengurangi ketimpangan pembangunan. Potensi tersebut adalah pemanfaatan pengembangan kawasan-kawasan secara optimal sebagai pusat-pusat pertumbuhan (growth center) melalui pembentukan pengelompokan pemukiman baru sebagai daerah pertumbuhan ekonomi dan pengembangan perluasan kesempatan berusaha Penduduk Miskin Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kemiskinan itu sendiri dapat didefinisikan di antaranya, kemiskinan absolut adalah situasi di mana penduduk tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan relatif adalah situasi ataupun kondisi dimana penduduk miskin terjadi karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan, dan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai atau didalihkan disebabkan dari kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan karena tatanan itu tak hanya menerbitkan akan tetapi (lebih lanjut dari itu) juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat. (Suyanto, 1995:59). II-20

33 Kemiskinan merupakan suatu persoalan yang pelik dan multidimensional. Ianya merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan dan mekanisme ekonomi, sosial dan politik yang berlaku. Setiap upaya penanggulangan masalah kemiskinan secara tuntas menuntut peninjauan sampai ke akar masalah, tak ada jalan pintas untuk menanggulangi masalah kemiskinan ini. Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan, pemerintah sangat memerlukan data jumlah penduduk terutama jumlah rumah tangga miskin yang akan digunakan sebagai tolok ukur penyusunan kebijakan sampai pada tingkat yang paling kecil. Dengan berpedoman pada data jumlah penduduk miskin, pemerintah akan berusaha mengatasi dan mengurangi ketertinggalan yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya. Dalam rangka mengurangi angka kemiskinan di Kota Lhokseumawe Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) telah menetapkan tujuh Misi Pembangunan Jangka Menengah, salah satunya adalah mendorong pengembangan sektor-sektor ekonomi kerakyatan meliputi perdagangan, jasa, dan industri guna memperluas kesempatan kerja dan peningkatan daya beli masyarakat. Untuk mencapai misi tersebut kebijakan umum yang ditempuh di antaranya yaitu dengan meningkatkan kemandirian petani dalam berusaha dan peningkatan kapasitas kelembagaan petani, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengurangi angka kemiskinan. Di Kota Lhokseumawe jumlah penduduk miskin pada tahun 2009 berjumlah jiwa, terjadi penurunan sebesar 3,3% bila dibandingkan pada tahun 2010 berjumlah jiwa. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 sebesar 14,00 % dan persentase jumlah penduduk miskin terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 sebesar 12,00 %, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut: II-21

34 Tabel 2.7 Jumlah Penduduk Miskin Kota Lhokseumawe Tahun No Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) Persentase (%) ,238 22,530 14,00 % ,163 21,770 12,00 % Sumber : BPS Kota Lhokseumawe Jumlah Tenaga kerja Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia, karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Oleh karenanya, setiap upaya pembangunan selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan lapangan usaha, dengan harapan penduduk dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Tenaga kerja di Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 berjumlah jiwa mengalami kenaikan sebesar 8.7% dibandingkan tenaga kerja tahun 2010 yang berjumlah jiwa. Namun bila dilihat dari persentase jumlah tenaga kerja terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2009 sebesar 33,8% dan persentase jumlah tenaga kerja terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 34,0 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut: Tabel 2.8 Jumlah Tenaga Kerja Kota Lhokseumawe Tahun No Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Tenaga Kerja (jiwa) Persentase (%) ,238 53, % ,163 58,478 34,0% Sumber : BPS Kota Lhokseumawe II-22

35 Jumlah Pengangguran Masalah pengangguran umumnya lebih banyak dicirikan oleh daerah perkotaan sebagai efek dari industrialisasi. Pengangguran terjadi sebagai akibat dari tidak sempurnanya pasar tenaga kerja, atau tidak mampunya pasar tenaga kerja dalam menyerap tenaga kerja yang ada. Akibatnya timbul sejumlah pekerja yang tidak diperdayakan dalam kegiatan perekonomian. Ini merupakan akibat tidak langsung dari penawaran (supply) tenaga kerja di pasar tenaga kerja melebihi permintaan (demand) untuk mengisi kesempatan kerja yang tercipta. Di Kota Lhokseumawe tingkat pengangguran pada tahun 2009 berjumlah jiwa mengalami penurunan sebesar 4.6% dibandingkan tahun 2010 yaitu berjumlah jiwa. Sedangkan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk Kota Lhokseumawe terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 sebesar 5,2% dan pada tahun 2010 persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah total penduduk sebesar 4,0 %. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut: Tabel 2.9 Jumlah Pengangguran Kota Lhokseumawe Tahun No Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Pengangguran (jiwa) Persentase (%) ,2% ,0 % Sumber : BPS Kota Lhokseumawe 2.2. Kondisi Prasaran Bidang PU/Cipta Karya Sub Bidang Air Minum Sistem penyediaan air minum di Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara dikelola oleh operator yang sama yaitu PDAM Tirta Mon Pase dengan sistem IPA lengkap. Pada sistem IPA lengkap terdapat sumber air baku, sistem transmisi, pengolahan lengkap, dan distribusi yang sebagian besar sudah dibuat dengan system zona pada pelayanannya. Sumber air baku yang II-23

36 digunakan berasal dari air permukaan yaitu sungai Krueng Pase dengan kapasitas debit 100 lt/detik, Kreung Mane kapasitas debit lt/detik, dan Krueng Keureutau kapasitas debit lt/detik. Total produksi air minum yang dikelola PDAM Tirta Mon Pase pada saat ini adalah sebesar 305 lt/detik yang berasal dari 8 IPA dan 1 sumur bor yang masih beroperasi. IPA Krueng Pase dengan konstruksi beton yang dibangun tahun 2003 memiliki kapasitas terpasang 100 lt/detik dan total produksi 95 lt/detik yang beroperasi selama 18 jam sehari. Pendistribusian dari IPA Krueng Pase melayani kota Lhokseumawe. Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2010 sekitar jiwa, sedangkan jumlah pelanggan PDAM Tirta Mon Pase untuk tahun 2010 sejumlah pelanggan. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kota Lhokseumawe dan jumlah penduduk yang mengakses air bersih pada PDAM, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air bersih yang didistribusikan ke Kota Lhokseumawe sangat kecil, belum lagi tingginya angka kebocoran air seluruhnya diperkirakan mencapai 45 %. Selain IPA Krueng Pase, PDAM Tirta Mon Pase juga menyediakan air bersih di Kota Lhokseumawe dengan sumur bor di Simpang Keramat dengan kapasitas terpasang 65 lt/detik dan total produksi 30 lt/detik yang beroperasi selama 22 jam sehari. Air permukaan (sungai) dapat dimanfaatkan sebagai air baku melalui pengolahan. Mengenai jenis dan tingkat pengolahannya dibutuhkan masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Sementara itu sumber air tanah yang berasal dari air tanah umum terdapat secara merata di seluruh penjuru kota. Namun perlu diingat bahwa air tanah ini kurang baik dijadikan sebagai sumber air baku, karena sebagian sumbersumber air tanah yang ada telah terintrusi air laut dan berwarna kekuningkuningan. Berdasarkan standar air bersih dan target kebutuhan tersebut dapat diketahui rencana kebutuhan air bersih di Kota Lhokseumawe tahun 2011 yaitu sebesar liter/hari atau 460,68 liter/detik, dengan jumlah sambungan sebanyak sambungan. Pelayanan sambungan ini terdiri dari kebutuhan II-24

37 domestik dan non domestik yang meliputi kebutuahan untuk rumah tangga, kebutuhan sosial, kebutuahan komersial, institusi dan lain-lain. Sementara itu kebutuhan untuk saluran umum (kran umum) 10 % dari kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar 46,07 liter/detik, kebutuhan fasilitas (perkantoran, komersial, umum dan sosial) sebesar 20 % dari kebutuhan rumah tangga yaitu sebasar 92,14 liter/detik, dan kebutuhan industri 20 % dari kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar 92,14 liter/detik. Tingkat kebocoran keseluruhannya diasumsikan sekitar 20% dari total pemakai yakni 20 % x (460, , , ,14 liter/detik) dengan jumlah 138,21 liter/detik. Total kebutuhan air bersih keseluruhannya adalah 829,24 lt/dt. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut ini. Table 2.10 Jumlah Pelanggan PDAM Tirta Mon Pase di Kota Lhokseumawe Tahun 2010 No Kategori Pelanggan Jumlah Pelanggan 1 Rumah Tangga Badan Sosial/Rumah Sakit 36 3 Fasilitas Umum 9 4 Toko, Industri dan Perusahaan Instansi Pemerintah 76 JUMLAH Sumber: Lhokseumawe Dalam Angka, 2010 Sementara banyaknya air minum yang disalurkan ke pelanggan setiap bulan di Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut: II-25

38 Table 2.11 Banyaknya Air Minum yang Disalurkan ke Pelanggan Setiap Bulan di Kota Lhokseumawe 2010 No Bulan Operasi Air Minum yang Disalurkan (M3) 1 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Sumber : Lhokseumawe Dalam Angka, 2010 JUMLAH Untuk mengantisipasi perkembangan penduduk dimasa yang akan datang, perlu ditingkatakan ruang lingkup atau jangkauan pelayanannya yaitu berupa penambahan langganan dan jaringan di wilayah yang belum terjangkau oleh sistem distribusi. Rencana program sistem penyediaan air bersih Kota Lhokseumawe diuraikan sebagai berikut: a. Pengoperasian dan pengoptimalan kapasitas instalasi pengolahan air bersih, guna didistribusikan ke wilayah perkotaan dengan target awal 40% penduduk dilayani. b. Pembangunan reservoir distribusi. c. Pengadaan dan pemasangan jaringan pipa distribusi. d. Pendistribusian pelayanan berupa sambungan rumah maupun kran umum. e. Pembuatan sarana kran umum bagi kawasan pemukiman yang padat dan berpenghasilan rendah. f. Peyuluhan pada masyarakat, mengenai arti pentingnya air bersih berkaitan dengan sistem yang mungkin diterapkan. II-26

39 g. Penelitian lebih lanjut tentang keberadaan sumber-sumber air potensial bagi air baku. h. Peningkatan pelayanan ke penduduk hingga melebihi 80%, dengan menekan angka bocoran sampai dibawah 20%. i. Perlindungan secara ketat daerah resapan air bagi kelestarian kontinuitas air tanah. Sementara mulai tahun 2011 Kota Lhokseumawe telah memiliki PDAM sendiri yang bernama Ie Beusare Rata, namun sampai saat ini belum lagi beroperasi, karena masih dalam tahap pembicaraan atau negosiasi mengenai asset dengan PDAM Tirta Mon Pase Kabupaten Aceh Utara Sub Bidang Sampah Sampah yang dihasilkan di Kota Lhokseumawe terdiri dari sampah yang berasal dari domestik dan non domestik. Sampah yang berasal dari domestik ditampung ditempat penampungan sementara yang berupa bak-bak sampah yang selanjutunya diangkut oleh truk sampah (dump truck) menuju ke tempat pembuangan akhir yang berada di Alue Lim dengan sistem open dumping. Dengan standar besaran jumlah sampah yang ditimbulkan oleh rumah tangga (domestik) sebesar 1,5 liter/hari, maka dapat diperoleh jumlah produksi sampah domestik Kota Lhokseumawe hingga akhir tahun 2026 yaitu sebesar liter/hari. Jumlah sampah non-domestik adalah 40% dari sampah domestik, yaitu sebesar liter/hari. Total produksi sampah ini keluruhannya adalah sebesar liter/hari. Saat ini sarana persampahan yang terdapat di Kota Lhokseumawe masih jauh dari cukup untuk melayani produksi sampah Kota Lhokseumawe. Kondisi pelayanan sarana persampahan yang ada hampir sepenuhnya digunakan untuk melayani produksi sampah di kawasan pusat kota saja. Untuk lebih jelasnya mengenai sarana persampahan dapat dilihat pada tabel 2.12 berikut: II-27

40 Tabel 2.12 Sarana dan Prasarana Sampah di Kota Lhokseumawe No Kecamatan Sarana dan Prasarana Vol / Unit Banda Sakti Muara Satu Muara Dua Blang Mangat Jumlah TPS/Drum Jumlah TPS/Bak 29 Jumlah TPS/Gerobak Sampah 8 Jumlah TPS/Container 13 Mobil Kijang Pick Up 5 Truck 8 Jumlah TPS/Drum 950 Jumlah TPS/Bak 11 Jumlah TPS/Gerobak Sampah 2 Jumlah TPS/Container 1 Truck 3 Jumlah TPS/Drum 250 Jumlah TPS/Bak 5 Jumlah TPS/Gerobak Sampah 2 Jumlah TPS/Container 1 Truck 3 Jumlah TPS/Drum 250 Jumlah TPS/Bak 4 Jumlah TPS/Gerobak Sampah 2 Jumlah TPS/Container 1 Truck 3 Sumber : BLHK Kota Lhokseumawe, 2010 Selanjutnya berbagai sarana lainnya dalam persampahan dapat dilihat pada tabel 2.13 berikut ini. Tabel 2.13 Sarana Lainnya Dalam Persampahan No Sarana dan Prasarana Ket 1 Tempat Pengolahan Akhir - Lokasi Desa Alue Lim - Sistem yang digunakan Open dumping - Jarak Dari Kota, Luas dan Status TPA Jarak 20 Km dari Pusat Kota, Luas 8 ha, dan Status Milik Pemerintah Kota Lhokseumawe yang dikelola oleh BLHK Kota Lhokseumawe - Volume sampah yang masuk ke TPA 202 m3/hari 2 Unit (Beco dan Buldozer) - Alat Berat Dalam Kondisi Baik 2 Fasilitas Pendukung - Ketersediaan instalasi pengolahan air 1 Unit lindi (leachate) - Sumur Pantau 3 Unit Sumber : BLHK Kota Lhokseumawe, 2010 II-28

41 Permasalahan dibidang sampah antara lain adalah minimnya sistem perencanaan persampahan termasuk database persampahan. Database ini tentunya sangat berguna bagi pemerintah dalam upaya melakukan forecasting terhadap permasalahan sampah. Kemudian sarana dan prasarana sampah belum mampu menjawab kebutuhan akan pelayanan persampahan yang baik. Lokasi TPA misalnya, bila masih menggunakan model pengelolaan sampah hanya dengan menggunakan metode open dumping saja, maka dalam waktu yang tidak begitu lama, pemerintah harus mencari lokasi baru atau melakukan perluasan lokasi TPA. Artinya life time penggoperasian TPA tidak begitu lama. Permasalahan selanjutnya terdapat beberapa wilayah di Kota Lhokseumawe yang belum terjangkau oleh layanan persampahan. Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada semua anggota masyarakat membuat masalah persampahan menjadi tidak tuntas ditangani. Artinya pelayanan ini masih bersifat parsial. Kemudian permasalahan juga dikarenakan masih terbatas pada pemanfaatan sampah yang masih dapat dijual kembali bukan secara langsung mendaur ulang sampah tersebut. Kelompok masyarakat yang berhubungan dengan kegiatan persampahan umumnya Sub Bidang Air Limbah Pembangunan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan di perkotaan dan perdesaan Kota Lhokseumawe belum begitu mendapatkan perhatian dan prioritas. Penanganan masalah limbah masih terbatas pada tahap konsep penanganan dan belum diwujudkan ke dalam pembangunan fisik. Selain itu, pengelolaan limbah manusia secara sistematik belum dilakukan. Penanganan limbah pada tingkat rumah tangga dilayani melalui jamban dengan tangki septik, sedangkan masyarakat yang tidak memiliki jamban menggunakan tempat pembuangan limbah tradisionil seperti sungai, saluran drainase kota, dan lainlain. Perkembangan jumlah penduduk berakibat meningkatnya kebutuhan permukiman baru sehingga mendorong adanya penciptaan permukimanpermukiman baru maupun bertambah padatnya permukiman yang sudah ada. II-29

42 Hal yang tidak bisa dihindari adanya peningkatan jumlah limbah cair yang dihasilkan pada lingkungan permukiman tersebut. Limbah cair rumah tangga pada permukiman apabila tidak ditangani dengan cukup baik, akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan diantaranya penurunan kualitas air badan air dan air tanah, penurunan tingkat kesuburan tanah, maupun penurunan tingkat estetika suatu wilayah. Ketika jumlah penduduk masih sedikit, maka daya dukung lingkungan masih mampu melalukan pembersihan sendiri (self purification), namun dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan debit limbah cair yang dihasilkan maka diperlukan metode pengelolaan sehingga yang terbuang pada lingkungan diharapkan sudah memenuhi syarat. Instansi Pemerintah Kota Lhokseumawe yang menangani masalah Limbah Cair adalah, Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Kota Lhokseumawe dan Dinas Pekerjaan Umum. Sesuai dengan hasil survei kesehatan lingkungan maka di wilayah Kota Lhokseumawe dapat kita ketahui bahwa ada jamban dengan berbagai jenis jamban dan juga terdapat unit SPAL. Secara umum semua fasilitas jamban dan SPAL dibangun secara swadaya oleh masyarakat sendiri. Pemerintah Kota telah melakukan pengadaan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pengelolaan limbah ini. Dari data Badan Kebersihan dan Lingkungan Hidup bahwa Kota Lhokseumawe telah memiliki Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) sebanyak 1 unit. Pemerintah pun telah memiliki 2 unit mobil penyedot dan pengangkut tinja. Volume lumpur tinja yang dibuang ke ILPT ini berkisar 8 m 3 /hari. Masyarakat mempunyai perannya masing-masing sesuai dengan tingkat kesadaran akan kesehatan lingkungan dan kemampuan finansialnya masingmasing. Masyarakat yang telah mampu, umumnya telah memiliki fasilitas penanganan limbah cair dengan baik. Namun masyarakat yang belum memiliki kemampuan finansial, penyediaan sarana ini menjadi sulit bagi mereka. Sehingga dapat kita katakan dengan kondisi masyarakat dengan berbagai latar belakang yang dimilikinya, penanganan limbah ini belum maksimal. Hal ini II-30

43 terlihat dari data kesehatan lingkungan bahwa rumah yang disurvei, hanya rumah yang memiliki SPAL. Bahkan dari total SPAL tersebut, 53,84 % SPAL berada dalam kondisi memadai, sedangkan sisanya sebesar 46,16 % berada dalam kondisi tidak memadai. Untuk penangganan air limbah ini ada beberapa permasalahan yang dijumpai, diantaranya adalah masih ada pandangan dari masyarakat yang beranggapan bahwa pengelolaan limbah ini tidak begitu mendesak atau tidak menjadi fokus utama bagi mereka. Masyarakat masih menggunakan cara yang tidak sehat yaitu dengan memanfaatkan badan sungai atau saluran drainase untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana pengelolaan limbah cair ini. Kemudian untuk wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan juga ketersediaan lahan yang tidak begitu luas bagi penyediaan SPAL, tentunya sistem SPAL berskala rumah tangga lebih sulit diterapkan karena keterbatasan lahan yang dimiliki. Target pengelolaan air limbah diarahkan melalui upaya-upaya intensif baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kondisi sanitasi lingkungan yang baik, dalam hal ini perlu dilanjutkan terus dengan memperhatikan kegiatan penyuluhan secara intensif serta menggunakan cara yang sesuai dengan lingkungan setempat. Untuk lebih jelasnya tentang Rencana Pelayanan Air limbah di Kota Lhokseumawe dapat di lihat pada tabel 2.15 berikut : Tabel 2.14 Rencana Pelayanan Air Limbah Kota Lhokseumawe No Kecamatan Target Pelayanan Air Limbah (m 3 ) Blang Mangat Banda Sakti Muara Dua Muara Satu TOTAL Sumber: Hasil Analisis (RPIJM Kota Lhokseumawe ) II-31

44 2.2.4 Sub Bidang Drainase Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya seperti gorong-gorong, jembatan air (aquaduct), pintu-pintu air, kolam tando, dan stasiun pompa. Dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan peningkatan taraf hidup masyarakat di Kota Lhokseumawe, penanganan drainase merupakan salah satu prioritas yang perlu mendapatkan penanganan. Karena gangguan dan kerugian akan masalah banjir dan genangan telah mengakibatkan dampak penurunan kondisi sosial ekonomi masyarakat, kerusakan lingkungan pemukiman dan sektor-sektor ekonomi yang potensial. Pembangunan rencana sistem drainase saat ini antara lain belum memadainya jaringan drainase baik dalam jumlah maupun kapasitas. Sistem drainase eksisting baru mencakup sebagian kecil dari daerah pelayanan dan sebagian besar berada di daerah pusat-pusat kegiatan saja. Dapat dikatakan banyak terdapat fungsi saluran drainase yang masih digunakan bersama-sama dengan sistem penyaluran air limbah baik domestik maupun industri (sistem tercampur) sehingga terjadi penurunan kapasitas aliran pada saat musim hujan. Rencana pengembangan prasarana drainase disesuaikan dengan tingkat perkembangan kawasan terbangun dan prasarana jalannya serta terintegrasi dengan pengendalian banjir dan program perbaikan jalan. Perencanaan sistem drainase di Kota Lhokseumawe meliputi pembuatan sistem saluran primer, sekunder, dan tersier (kawasan permukiman), rehabilitasi saluran yang kondisinya buruk, pemasangan pompa dan pemasangan pintupintu air. Saluran drainase primer mengikuti jalan utama (arteri primer, arteri sekunder dan kolektor primer), sedangkan saluran drainase sekunder mengikuti II-32

45 jalan kolektor sekunder dan jalan lokal, sementara saluran drainase tersier mengikuti jalan lingkungan permukiman penduduk. Sementara itu, untuk kondisi drainase di Kota Lhokseumawe saat ini khususnya di Kecamatan Banda Sakti yang merupakan pusat perkantoran dan perdagangan hampir semua drainase rampung dikerjakan pada tahun Sub Bidang Tata Bangunan Lingkungan Penataan bangunan dan lingkungan adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan atau melestarikan bangunan dan lingkungan/kawasan tertentu sesuai dengan prinsip pemanfaatan ruang dan pengendalian bangunan gedung dan lingkungan secara optimal, yang terdiri atas proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung dan lingkungan. Lahan terbangun di Kota Lhokseumawe untuk permukiman seluas ha, perdagangan dan jasa 49,36 ha, industri besar 923,76 ha, pendidikan 0,60 ha dan perkantoran 14,35 ha. Bangunan di Kota Lhokseumawe meliputi permukiman dan perumahan, sarana kesehatan, pendidikan umum, pendidikan agama, dan peribadatan. Untuk sarana kesehatan yang tersedia di Kota Lhokseumawe terdiri dari 5 Puskesmas, 12 Puskesmas Pembantu, 32 Polindes, 85 praktik dokter, 9 praktik dokter gigi dan 77 toko obat. Sarana pendidikan umum yang ada di Kota Lhokseumawe sampai dengan tahun 2007, terdiri dari Taman Kanak-kanak 25 unit (swasta 24 unit), Sekolah Dasar sebanyak 59 unit, SLTP 15 unit serta SMU/SMK sebanyak 13 unit, Akademi/Perguruan Tinggi 10 unit. Sarana pendidikan agama yang ada 8 unit Madrasah Ibtidaiyah (5 negeri dan 3 swasta), 6 unit Madrasah Aliyah (1 negeri dan 5 swasta). Di Kota Lhokseumawe memiliki 26 unit Pondok Pasantren dan 189 unit Balai Pengajian. Sarana peribadatan yang dimiliki Kota Lhokseumawe adalah 180 unit, yang terdiri 42 unit mesjid, 70 unit meunasah, 70 unit mushalla, 2 unit gereja dan 1 unit vihara. Secara umum II-33

46 kondisi bangunan fasilitas umum Kota Lhokseumawe dalam keadaan baik dan terawat. Kawasan permukiman di Kota Lhokseumawe tersebar diseluruh kecamatan dengan persebaran kepadatan penduduk berbeda-beda untuk setiap kecamatan. Tingkat kepadatan persebaran dan persebaran rumah tangga penduduk mempengaruhi tingkat kepadatan permukiman penduduk. Berdasarkan jumlah penduduk Kota Lhokseumawe termasuk dalam klasifikasi kawasan perkotaan sedang dengan jumlah penduduk tahun 2010 adalah jiwa. Pengembangan perumahan diarahkan ke pinggiran kota yaitu wilayahwilayah yang masih memiliki banyak lahan kosong dan merupakan lahan tidak produktif. Di pusat kota tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan kawasan perumahan dikarenakan sudah terbatasnya lahan karena memiliki kepadatan penduduk tinggi dan permukiman padat serta daerah pusat kota sudah banyak digunakan untuk untuk pembangunan fasilitas pelayanan umum dan pusat pemerintahan Kota Lhokseumawe. Untuk menjaga kelestarian lingkungan di Kota Lhokseumawe adanya kawasan perlindungan setempat yang kebanyakan berupa kawasan penyangga dalam bentuk sempadan pantai seluas 24,90 ha. Selain sempadan pantai juga terdapat sempadan sungai dengan luas 109,79 ha dan kawasan sekitar danau/waduk dengan luas 26,59 ha Sub Bidang Pengembangan Permukiman Luas wilayah Lhokseumawe ha telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan atau kebutuhan oleh 171,163 jiwa penduduk. Dilihat dari tata guna pemanfaatan lahan (wilayah) yang ada, peruntukan untuk kebutuhan pemukiman sangat menonjol, yaitu sekitar ha atau sekitar 60,12 % dari luas wilayah seluruhnya, berarti terjadi peningkatan dari tahun 2004 dimana lahan yang digunakan untuk pemukiman hanya Ha (47 %). Untuk lebih jelasnya tentang luas wilayah dan tingkat kepadatan penduduk menurut Kecamatan di Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada tabel 2.16 berikut. II-34

47 Tabel 2.15 Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Kota Lhokseumawe No. Kecamatan Penduduk Luas Wilayah (Km2) Kepadatan 1. Banda Sakti , Muara Satu , Muara Dua , Blang Mangat , Jumlah 171, , Sumber : Lhokseumawe Dalam Angka, Tahun 2010 Dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi untuk pemukiman menimbulkan permasalahan menjadi begitu kompleks. Permasalahan yang timbul antara lain adalah, persampahan, genangan banjir, kurangnya luasan ruang terbuka hijau, termasuk penanganan masalah kebakaran, telah mencuat sebagai hal yang sangat memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh. Lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang Kota Lhokseumawe, telah menciptakan wajah kota yang semakin semberaut. Perlu adanya peningkatan kinerja dari Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) sehingga terjadinya sinkronisasi terhadap pelaksanaaan dan pengawasan pelaksanaan tata ruang yang ada. Catatan terakhir di empat Kecamatan menunjukkan unit rumah warga mengalami kerusakan, dimana sekitar 603 unit rumah yang rusak total dan 380 unit yang rusak berat, disamping rumah yang rusak ringan sebanyak unit. Kewenangan pemukiman dan perumahan diarahkan kepada peningkatan sarana air bersih, penataan kawasan pemukiman yang indah dan nyaman, perkembangan perumahan bagi keluarga yang kurang mampu dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap keserasian pemukiman. II-35

48 Bappeda Kota Lhokseumawe

49 BAB RENCANA PEMBANGUNAN KOTA 3.1. Strategi Pengembangan Kota Lhokseumawe Fungsi dan Peran Kota Lhokseumawe Berdasarkan Rencana Penataan Tata Ruang (RTRW) Sistem Perkotaan Struktur Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe dibentuk oleh: Sistem perkotaan, yang terdiri dari pusat kota dan sub-sub pusat dengan fungsinya masing-masing dalam lingkup pengembangan wilayah. Sistem jaringan prasarana wilayah yang mengaitkan secara fungsional dan spasial antar kota-kota yang akan dikembangkan. Pengembangan sistem perkotaan di Kota Lhokseumawe didasarkan pada kriteria: Meningkatkan pemerataan kawasan terbangun di wilayah Kota Lhokseumawe; Pengurangan beban pusat kota dengan mendistribusikan fungsi kegiatan di Kecamatan Banda Sakti ke wilayah lainnya; Meningkatkan akses antar wilayah dengan penyediaan sarana dan prasarana transportasi; Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor, terutama sektor ekonomi dalam rangka merubah orientasi sektor basis dari industri pengolahan migas menjadi industri pengolahan hasil pertanian; Meningkatkan penyediaan infrastruktur penunjang kegiatan perekonomian; Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat; III-1

50 Secara teknis aman dari bahaya bencana alam dan memiliki akses yang berorientasi dalam skala pelayanan regional dan lokal; Mengoptimalkan eksplorasi potensi sumberdaya alam. Secara konseptual struktur ruang wilayah Kota Lhokseumawe pada awalnya merupakan pola konsentrik, dimana terjadi pemusatan kegiatan pada satu titik (wilayah Banda Sakti), sehingga pada masa yang akan datang sistem perkotaan yang akan dikembangkan di Kota Lhokseumawe adalah pola multi pusat (multiple nuclei) yang dilakukan dengan mempertimbangkan: 1. Kebijaksanaan tata ruang yang telah ada, baik dalam lingkup nasional (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) dan Provinsi (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Aceh); 2. Kecenderungan pemusatan yang terjadi di wilayah Kecamatan Banda Sakti baik yang menyangkut kegiatan ekonomi, maupun fisik tata ruang dalam dekade terakhir serta sebaran penduduk perkotaan dan gampong-gampong yang mempunyai sifat perkotaan (desa urban); 3. Rencana pengembangan kegiatan fungsional perkotaan dan kawasan terbangun yang dapat menarik minat investasi di sektor non migas; 4. Fungsi kota sebagai pusat pelayanan jasa dan produksi yang didukung oleh tingkat ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang memadai serta memberikan manfaat meningkatkan ketersediaan untuk pengembangan wilayahnya, meningkatkan perkembangan lintas sektor, terutama sektor ekonomi, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat; 5. Daya dukung lahan terkait dengan kawasan rawan bencana disekitar pusatpusat pemukiman yang ada; 6. Kemudahan akses yang berorientasi pada skala pelayanan regional dan lokal. Berdasarkan pertimbangan tersebut, kemudian ditentukan hirarki dari masing-masing kota di wilayah Kota Lhokseumawe seperti terlihat pada tabel 3.1 berikut. III-2

51 Tabel 3.1 Sistem Perkotaan di Kota Lhokseumawe Hirarki I (Pusat) Pusat Kota (Banda Sakti ) Sumber: Hasil Analisis, 2012 Hirarki II (Sub Pusat 1) Banda Sakti Muara Satu (Batuphat Timu) Muara Dua (Blang Poroh) Blang Mangat (Keude Punteut) Hirarki III (Sub Pusat 2) Pusong Baru Ujung Blang Cot Trieng Blang Panyang Alue Awe Meunasah Uteunkot Meunasah Panggoi Alue Lim Blang Peunteut Pengembangan wilayah Kota Lhokseumawe tidak hanya diarahkan pada kawasan perkotaan melainkan mencakup pula kawasan bukan perkotaan. Sistem perkotaan merupakan arahan untuk menetapkan sistem perwilayahan dengan hirarki pusat-pusat pelayanan jasa dan produksi sesuai dengan fungsi, kecenderungan perkembangan dan orientasi perkembangannya. Sistem perkotaan dilakukan melalui pengembangan pusat-pusat permukiman sebagai pusat pelayanan jasa ekonomi, jasa pemerintahan dan jasa sosial lainnya, bagi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, maupun dalam hubungan interaksi antar pusat-pusat permukiman dengan wilayah-wilayah yang dilayaninya secara hirarkis. Dengan demikian, pusat-pusat permukiman sebagaimana dimaksud diatas meliputi pusat-pusat permukiman perkotaan dan perdesaan. Berdasarkan penentuan sistem perkotaan di atas, homogenitas kawasan, serta interaksi antar wilayah, maka sistem kota disusun dalam Bagian Wilayah Kota. Wilayah pengembangan di Kota Lhokseumawe dibagi atas 4 (empat) Bagian Wilayah Kota (BWK), yang masing-masing meliputi beberapa Sub Bagian Wilayah Kota (Sub BWK). III-3

52 1. Pusat Kota Bagian Wilayah Kota Pusat Kota ini mencakup seluruh wilayah administrasi Kecamatan Banda Sakti. Bagian ini merupakan kawasan pusat kota yang menjadi pusat kegiatan regional (primer) maupun lokal (sekunder). Pusat kota ini didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa (komersial), perkantoran, pariwisata, dan permukiman. Pusat dari Bagian Wilayah Kota ini terdapat pada kawasan perdagangan dan jasa di Kelurahan Kampung Jawa Lama. Bagian wilayah kota ini meliputi Sub Bagian Wilayah Kota PK1 di bagian selatan dan Sub Bagian Wilayah Kota PK2 di bagian utara. 2. Barat Kota Bagian wilayah kota yang terletak di sebelah barat Kota Lhokseumawe ini didominasi oleh fungsi kegiatan industri dan pertanian/perkebunan serta didukung oleh fungsi kawasan permukiman. Pusat dari bagian wilayah kota ini terletak pada daerah yang terpadat yaitu di Gampong Batuphat Timu, dan terdiri dari tiga sub bagian wilayah kota yang berpusat di Gampong Cot Trieng (B1) dan Gampong Blang Panyang (B2). 3. Selatan Kota Bagian wilayah kota Selatan mencakup seluruh wilayah administrasi Kecamatan Blang Mangat yang fungsi utama kotanya adalah kegiatan pendidikan, pertanian/perkebunan dan hutan. Pusat dari bagian Selatan Kota terletak pada Gampong Keude Punteut, sedangkan pusat dari sub bagian wilayah kotanya adalah Gampong Blang Punteut untuk sub bagian wilayah kota S1 dan Gampong Alue Lim untuk sub bagian wilayah kota S2. 4. Tenggara Kota Bagian wilayah kota ini meliputi seluruh wilayah administrasi Kecamatan Muara Dua. Bagian wilayah kota ini direncanakan untuk menampung fungsi kegiatan pusat pemerintahan, permukiman, pertanian/perkebunan dan hutan. Pusat dari bagian wilayah kota ini terletak pada daerah yang direncanakan sebagai daerah relokasi kawasan pemerintahan. Bagian wilayah kota ini terbagi menjadi 3 sub bagian wilayah kota dengan pusat sub III-4

53 bagian wilayah kotanya terletak di Gampong Cot Panggol (B1), Gampong Meunasah Utenkot (B2) dan Gampong Alu Awe (B3). Untuk mewujudkan struktur ruang dan arah pengembangan di tiap kota maupun tiap bagian wilayah kota maka perlu adanya fungsi pengembangan yang harus ditetapkan agar ada ketegasan dalam kebijaksanaan pengembangan di masa mendatang. Penetapan fungsi didasarkan pada pertimbangan: Hiraki kota/kawasan perkotaan; Jangkauan pelayanan perkotaan tersebut terhadap wilayah belakangnya; Basis ekonomi kota/kawasan perkotaan dalam wilayah yang lebih luas; Kedudukan perkotaan tersebut dalam skala regional; Berdasarkan pertimbangan di atas, rencana struktur kegiatan fungsional kota di Kota Lhokseumawe meliputi: 1. Komplek Pemerintahan Kota Lhokseumawe; 2. Kawasan Perkantoran Komersial dan perdagangan eceran di Kecamatan Banda Sakti; 3. Kawasan Pendidikan Tinggi di Bukit Rata; 4. Kawasan Industri di Batuphat Timur; 5. Kawasan Militer di Muara Dua. Arahan fungsi kota untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut. Tabel 3.2 Arahan Fungsi Kawasan Pusat-pusat Pertumbuhan di Kota Lhokseumawe No Bagian Wilayah Kota Pusat Pertumbuhan 1 BWK Pusat Kota Ujung Blang (Banda Sakti) Pusong Baru 2 BWK Barat Kota (Muara Satu) Batuphat Timu Blang Panyang Cot Trieng Fungsi Utama Kawasan Hirarki I Perdagangan dan Jasa Perikanan Permukiman Pariwisata Industri Perdagangan dan Jasa Permukiman Pertanian Perkebunan III-5

54 No Bagian Wilayah Kota Pusat Pertumbuhan 3 BWK Tenggara Kota Meunasah (Muara Dua) Panggol Meunasah Utenkot Alu Awe 4 BWK Selatan Kota (Blang Mangat) Sumber: Hasil Analisis, 2012 Blang Peunteut Alue Lim Bukit Rata Fungsi Utama Kawasan Hirarki I Pemerintahan Pertahanan & Keamanan Permukiman Pertanian Perkebunan Hutan Pendidikan Permukiman Pertanian Perkebunan Hutan Pariwisata Visi dan Misi Pembangunan Kota Lhokseumawe Apabila dilihat dari capaian pembangunan tahap pertama, ada beberapa permasalahan yang masih dihadapi Kota Lhokseumawe kedepan, antara lain: 1. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan. Permasalahan Pembangunan Daerah dalam kaitannya dengan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, perluasan kesempatan kerja dan penanggulangan Kemiskinan merupakan isu strategis dan mendesak yang menjadi agenda untuk diprioritaskan penanganan pada tahun , karena berkaitan langsung dengan aktifitas perekonomian dan kehidupan social masyarakat, diantaranya yang terpenting adalah Pertama, masih rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan masih sangat tergantung kepada belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat. Kedua, masih rendahnya peran sector swasta termasuk Sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terhadap perkonomian daerah. Ketiga tingginya tingkat kemiskinan dan sebaran penduduk miskin lebih dominan di gampong-gampong. Keempat, tingginya tingkat pengagguran dan rendahnya persentase tenaga kerja formal; 2. Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber Daya Energi Pendukung Investasi. Permasalahan pembangunan dan pemeliharaan III-6

55 infrastruktur dan sumber daya energy pendukung investasi yang perlu menjadi perhatian dan penanganan mendesak, anatara lain: Pertama, masih banyaknya jumlah rumah yang tidak layak huni. Kedua, masih adanya kawasan pemukiman kumuh (Pusong). Ketiga, belum optimalnya penyediaan air bersih, penanganan air limbah, pengelolaan persampahan dan drainase kota. Keempat, masih adanya keterbatasan kewenangan dan regulasi. Kelima, Alih fungsi lahan eksistin jalur kereta api. Keenam, Terbatasnya perluasan dan pemerataan jangkauan masyarakat akan informasi dan komunikasi. 3. Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan Belajar. Pembangunan bidang Pendidikan di Kota Lhokseumawe masih diharapkan pada empat kelompok permasalahan yang perlu menjadi perhatian dan penanganan mendesak sebagai berikut: Pertama, pemerataan kesempatan belajar belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Kedua masih rendahnya kualitas, relevansi dan daya saing lulusan lembaga pendidikan. Ketiga, masih lemahnya manajemen pelayanan pendidikan yang ditandai dengan tata kelola dan tingkat akuntabilitas yang belum optimal. Keempat, implementasi pendidikan yang bernuansa islami belum berjalan sesuai dengan harapan; 4. Pelaksanaan Nilai-nilai Dinul Islam di Kota Lhokseumawe yang belum maksimal, terutama disebabkan karena masih kurangnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama dikalangan masayrakat. Berbagai prilaku masyarakat masih banyak yang bertentangan dengan moralitas dan etika agama. Pemahaman dan pengamalan agama dikalangan peserta didik (sekolah umun dan agama) juga belum memuaskan disebabkan antara lain: masih kurangnya materi dan jam pelajaran agama dibandingkan dengan pelajaran umum. Disisi lain, derasnya arus globalisasi yang umumnya tidak sejalan bahkan bertentangan dengan tuntutan moral Islam, telah mempengaruhi dan mendorong perilaku masyarakat kearah yang negatif; 5. Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah dalam bidang Kesehatan yang perlu menjadi perhatian dan penanganan mendesak adalah pelayanan III-7

56 kesehatan dan disparitas status kesehatan. Dimana dalam hal ini mempunyai beberapa permasalahan seperti kinerja pelayanan kesehatan yang masih rendah dan akses pelayanan kesehatan masih terbatas; 6. Penciptaan Pemerintah yang Bersih serta penyehatan Birokrasi Pemerintah. Sejalan dengan dinamika pembangunan, dalam penyelenggaraan Pemerintahan terdapat berbagai hambatan antara lain: Pertama, masih rendahnya kesadaran dan disiplin aparatur daerah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Kedua, belum proporsionalnya tugas SKPK sesuai dengan pelaksanaan tugas dan fungsinya dan Ketiga, penempatan pegawai aparatur daerah belum professional sesuai bidang keahliannya; 7. Keterlibatan Peran Swasta dalam Pembangunan Aceh Masih Rendah. Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe masih didominasi oleh konsumsi pemerintah. Partisipasi pihak swasta belum menunjukkan pengaruh yang besar terhadap pembangunan Kota Lhokseumawe. Pihak swasta masih sangat tergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Disisi lain, pemerintah daerah sangat mengharapkan investasi swasta, baik yang bersumber dari pengusaha lokal yang ada di daerah, atau pengusaha daerah yang berada di luar daerah, ataupun kemampuan pengusaha daerah untuk menarik pengusaha luar daerah bahkan dari luar negeri untuk berinvestasi. Sinkronisasi investasi pembangunan menjadi imperative agar terjadi sinergi yang optimal anatara berbagai pelaku ekonomi melalui pembentukan kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat. Kemitraan tersebut ditujukan untuk mensinergikan aktivitas yang dilakukan oleh dunia usaha dengan program pembangunan daerah. Implementasi dari hubungan kemitraan dilaksanakan melalui pola-pola kemitraan yang sesuai dengan sifat, kondisi budaya dan kearifan lokal. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi agenda utama pembangunan Kota Lhokseumawe akan dituangkan dalam Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Lhokseumawe Tahun III-8

57 Visi Dalam menentukan arah pandang ke depan yang menggambarkan tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan pembangunan, penataan kelolaan pemerintah daerah, pengutan struktur ekonomi, pengefektifan peyelenggaraan Dinul Islam dan pemberdayaan masyarakat, serta guna menyatukan persepsi, interprestasi serta komitmen seluruh komponen masyarakat dalam penyeleggaraan pembangunan daerah, maka perlu ditetapkan Visi Pemerintah Kota Lhokseumawe Memperhatikan berbagai indikator serta kondisi dan karakteristik lokal Aceh dengan berbagai permasalahan yang ada di Pemerintah Kota Lhokseumawe saat ini, maka dapatlah dilakukan analisis berbagai hambatan dan tantangan serta upaya solutif dalam mengatasinya serta meningkatkan potensi pembangunan daerah secara komprehensif. Berdasarkan potensi yang dimiliki, baik potensi sumberdaya alam maupun potensi sumberdaya manusia termasuk potensi sosial budaya dan sinergitas diantara berbagai sumberdaya tersebut serta didukung oleh kuatnya partisipasi aktif dan seluruh stakeholder pembangunan di Kota Lhokseumawe, maka dengan mengucapkan Bismillahirrahmanir-rahim dengan mengharap Ridha Allah SWT, kami menetapkan Visi Pemerintah Kota Lhokseumawe Periode Tahun adalah: KOTA LHOKSEUMAWE YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN DAN MANDIRI BERLANDASKAN UUPA SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI. Kata-kata yang tergabung di dalam kalimat membentuk visi tersebut, bermakna; Bermartabat, dapat diwujudkan dengan berpedoman melalui peraturanperaturan hasil turunan UUPA dan peraturan perundangan lainnya, pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, bebas dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta penegakan supremasi hukum dan HAM, mengangkat kembali budaya Aceh, khususnya Kota Lhokseumawe yang islami III-9

58 dan pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Sejahtera, adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat Kota Lhokseumawe melalui pembangunan ekonomi berazaskan pada potensi unggulan lokal dan budaya saing, pengoptimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan geopolitik, peningkatan indeks pembangunan manusia dan mengembangkan kemampuan menguasai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkeadilan, adalah terwujudnya pembangunan yang adil dan merata yang dilakkukan secara partisipatif, proporsional dan berkelanjutan berdasarkan prinsip kebutuhan dan azas manfaat bagi masyarakat Kota Lhokseumawe. Mandiri, adalah Kota Lhokseumawe mampu memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah dan keunggulan geostrategis melalui penguatan kapasitas sumberdaya manusia, efesiensi dan efektifitas anggaran, serta penguasaan teknologi informasi, sehingga bermanfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat Kota Lhokseumawe. Berdasarkan UUPA sebagai wujud MoU Helsinki, adalah mewujudkan pelaksanaan Pemerintahan Kota Lhokseumawe yang efektif dan efesien sebagaimana yang telah dituangkan dalam Undang-Undang tersebut guna tercapainya masyarakat Kota Lhokseumawe yang mandiri, makmur dan sejahtera Misi Dalam mewujudkan visi Kota Lhokseumawe tersebut ditempuh melalui 6 (enam) misi pembangunan Kota Lhokseumawe sebagai berikut: Misi Pertama, Menjalankan tata kelola Pemerintahan Kota Lhokseumawe yang amanah dengan mengimplementasikan UUPA. Ini bermaksud mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan amanah melalui implementasi peraturan-peraturan turunan UUPA. Selanjutnya, peningkatan profesionalisme III-10

59 dan pengelolaan sumber daya aparatur, peningkatan kualitas pelayanan publik, membangun transparansi dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah. Menjadikan UUPA dan turunan peraturannya sebagai acuan pelaksanaan dan percepatan pembangunan Kota Lhokseumawe secara menyeluruh serta mewujudkan perdamaian abadi; Misi Kedua, Menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam di semua sektor kehidupan masyarakat adalah membangun masyarakat Kota Lhokseumawe yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, beretika dan berkarakter, dengan mengangkat kembali budaya Aceh yang bernafaskan Islami dalam upaya pengembalian harkat dan martabat masyarakat Aceh. mengimplementasikan budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam dalam tatanan pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat secara efektif dan tepat; Misi Ketiga, Memperkuat struktur ekonomi dan kualitas sumber daya manusia adalah mengembangkan kerangka ekonomi kerakyatan melalui peningkatan potensi sektor unggulan daerah dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat secara optimal; menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran, memperluas kesempatan kerja melalui pembangunan infrastruktur ekonomi sektor riil dan pemihakan kepada UKM dan koperasi. Pembangunan ekonomi yang di fokuskan kepada sektor pertanian yang berbasis potensi lokal masingmasing kecamatan; Misi Keempat, Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat Kota Lhokseumawe adalah mewujudkan pemerataan kualitas pelayanan pendidikan, mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui meningkatnya angka harapan hidup, menurunkan angka kematian bayi, menurunkan angka prevalensi gizi buruk serta efektifitas penanganan penyakit menular; Misi Kelima, Melaksakan pembangunan Kota Lhokseumawe yang proporsional, terintegrasi dan berkelanjutan adalah terwujudnya pembangunan daerah yang berbasis kebutuhan dan kemanfaatan melalui perencanaan yang tepat, fokus dan III-11

60 tuntas. Terwujudnya penanganan tata ruang terpadu dalam pelaksanaan pembangunan daerah melalui pembangunan berbasis lingkungan, pengelolaan dan pengendalian bencana, perbaikan sistem dan jaringan sarana dan prasarana transportasi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata; Misi Keenam, Mewujudkan peningkatan nilai tambah produksi masyarakat dan optimalisasi pemanfaatan SDA adalah terwujudnya masyarakat Kota Lhokseumawe yang mampu memanfaatkan potensi-potensi sumberdaya alam yang berdayaguna dan berhasil guna secara optimal dengan mendorong masyarakat yang lebih produktif, kreatif dan inovatif. Sasaran dan Kebijakan Pembangunan Kota Lhokseumawe merupakan perwujudan visi dan misi Kepala Daerah yang akan dilaksanakan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Untuk menerjemahkan visi dan misi yang telah kami susun diatas maka perlu kami rumuskan dan dijabarkan lebih operasional ke dalam sejumlah dan sasaran dan kebijakan, sehingga lebih mudah di implementasikan dana diukur tingkat keberhasilannya. Misi Pertama, Menjalankan tata kelola Pemerintahan Kota Lhokseumawe yang amanah dengan mengimplementasikan UUPA, dengan sasaran sebagai berikut: 1. Terwujudnya implementasi UUPA secara cepat dan akurat melalui implementasi berbagai turunan UUPA yang mengikat dalam upaya pencapaian keutuhan, perdamaian abadi dan percepatan pembangunan yang berkelanjutan; 2. Terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang bermartabat, baik bersih dan amanah serta bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme, dengan mengedepankan kualitas kerja dan profesionalisme; 3. Terwujudnya birokrasi yang kuat melalui mengoptimalkan pelayanan publik, menjaga kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan serta tersedianya ruang dialog publik yang bebas dan bertanggung jawab serta peningkatan III-12

61 peran serta dan partisipasi masyarakat sipil dalam kehidupan politik dan kegiatan pembangunan; 4. Terciptanya tata kelola yang tertib sesuai dengan peraturan perundangundangan dengan penguatan sistem kelembagaan yang memiliki nilai-nilai demokrasi yang diitik-beratkan kepada prinsip-prinsip trnsparansi, akuntabilitas, non-diskriminasi dan kemitraan. Kebijakan 1. Melaksanakan UUPA secara sungguh-sungguh dan menyeluruh sebagai konsekwensi logis dari hasil MoU Helsinki; 2. Membangunn transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan melalui peningkatan kualitas sumber daya aparatur sesuai dengan potensi dan profesionalisme bidang tugasnya; 3. Memperkuat birokrasi pemerintahan dengan penguatan sistem penataan kelembagaan satuan kerja dan semangat demokrasi untuk meningkatkan peran serta masyarakat dan seluruh stakeholder dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan; 4. Fasilitasi penguatan pengawasan keuangan daerah dan pembinaan administrasi anggaran daerah secara transparan dan akuntabel. Misi Kedua, Menerapkan budaya-budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam disemua sektor kehidupan dengan sasaran sebagai berikut: 1. Membangkitkan kembali pemahaman dan penghayatan masyarakat terhadap sejarah Aceh sebagai nilai budaya dalam tatanan kehidupan; 2. Terwujudnya masyarakat Aceh berkualitas, memiliki karakter islami yang dicirikan dengan sehat jasmani, rohani dan sosial, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki moral dan etika yang baik, rajin, tangguh, cerdas dan memiliki kompetensi dan daya saing, toleransi tinggi, berbudi luhur, peduli lingkungan, patuh kepada hukum, serta mencintai perdamaian; III-13

62 3. Meningkatnya pemahaman, penghayatan, pengamalan dan ketaatan masyarakat serta aparatur pemerintah terhadap pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam; 4. Meningkatnya peran ulama terhadap penetapan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan untuk pengefektifan penerapan nilai-nilai Dinul Islam dan mengangkat kembali budaya-budaya Aceh yang Islami. }} Kebijakan 1. Membangun kembali pengetahuan dan wawasan sejarah dan nilai-nilai budaya Aceh dalam kehidupan masyarakat; 2. Melaksanakan secara baik dan bersih serta di dalam kehidupan pemerintahan secara baik dan bersih serta di dalam kehidupan masyarakat secara komprehensif dengan mengedepankan kearifan lokal; 3. Mensosialisasikan qanun dan aturan yang berkenaan dengan pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam; 4. Meningkatkan kapasitas aparatur pelaksana nilai-nilai Dinul Islam dan peran serta ulama dalam penyelenggaran pemerintahan yang berfungsi menegakkan amar makruf nahi mungkar; 5. Meningkatkan kerjasama antar lembaga terutama dengan lembaga pendidikan dalam upaya membangun pemahaman dan pengetahuan tentang nilai-nilai Dinul Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan; 6. Menjamin hak-hak kerukunan beragama dalam upaya peninkatan toleransi dan kedamaian. Misi Ketiga, Memperkuat Struktur Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia dengan sasaran sebagai berikut: 1. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif serta terwujudnya sektor pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata menjadi basis aktivitas ekonomi yang dikelola secara efisien sehingga menghasilkan komoditas unggulan yang berkualitas; III-14

63 2. Menurunnya angka kemiskinan absolut dengan perbaikan pendapatan dan pemberdayaan kemandirian melalui perluasan lapangan usaha; 3. Meningkatnya luasan areal baru lahan pertanian dan produktivitas lahan pertanian dengan penyediaan prasarana dan pengendalian dalam mendukung peningkatan produki pertanian; 4. Meningkatnya keberdayaan dan kemandirian masyarakat dengan penyediaan fasilitas usaha mikro dan kawasan pesisir; 5. Meningkatnya pemulihan dan pertumbuhan sosial ekonomi daerah terpencil dan pesisir melalui pengolahan hasil pertanian dan perikanan budidaya yang berkelanjutan dengan penguatan peran dan fungsi lembaga otoritas investasi dalam mengembangkan usaha penjamin hasil produksi pertanian dan perikanan; 6. Pengembangan sektor pertanian berbasis komoditi unggulan sesuai dengan sumberdaya alam dan agro ekosistem wilayah; 7. Terwujudnya pendidikan yang berkualitas pada pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan dayah dan pendidikan tingi dalam menjawab tantangan global dan kebutuhan ketenagakerjaan; 8. Tersalurnya pemberian bantuan subsidi dan beasiswa bagi keluarga miskin dan penerapan pendidikan dasar dan menengah gratis; 9. Terwujudnya layanan kesehatan yang berkualitas melalui pemenuhan kebutuhan fasilitas dan infrastruktur kesehatan. Kebijakan 1. Menumbuhkembangkan komoditas unggulan daerah yang sesuai dengan agro ekosistem wilayah dalam upaya menciptakan mata pencaharian tetap kepada masyarakat dengan skala usaha menguntungkan; 2. Pengembangan industri dan pariwisata berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, menurunkan pengangguran dan mendorong pertumbuhan ekonomi; 3. Perluasan areal pertanian serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar; III-15

64 4. Pembangunan dan pemeliharaan pengairan dan sistem irigasi yang melayani daerah-daerah serta produki pertanian demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi; 5. Pengembangan investasi swasta, baik yang bersumber dari pengusaha lokal yang ada di daerah, atau pengusaha yang berada di luar daerah, ataupun kemampuan pengusaha daerah untuk menarik pengusaha luar daerah bahkan luar negeri untuk berinvestasi melalui pembentukan kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat; 6. Tercapainya perluasan dan pemerataan akses pendidikan pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan dayah yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas secara merata dan proporsional antar lembaga pendidikan; 7. Peningkatan kualitas layanan pendidikan daerah melalui penyediaan yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis muatan lokal (IPTEK dan IMTAQ); 8. Peningkatan pelayanan pendidikan melalui pemberian bantuan beasiswa dan penerapan pendidikan dasar dan menengah gratis; 9. Peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui pemenuhan kebutuhan fasilitas dan infrastruktur kesehatan. Misi Keempat, Melaksanakan Pembangunan Kota Lhokseumawe yang proporsional, terintegrasi dan berkelanjutan, dengan sasaran sebagai berikut: 1. Terciptanya pembangunan terintegrasi dengan berbagai sektor pembangunan secara berkelanjutan melalui berbagai komitmen terhadap pemanfaatan tata ruang dan dokumen perencanaan yang telah ditetapkan; 2. Terwujudnya pembangunan infrastruktur daerah yang seimbang, merata dan proporsional sesuai dengan kebutuhan dan kemanfaatan masyarakat. III-16

65 Kebijakan 1. Menciptakan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan pembangunan daerah; 2. Pengembangan seluruh potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup secara seimbang dan berdaya guna. Misi Kelima, Mewujudkan Peningkatan Nilai Tambah Produksi Masyarakat dan Optimalisasi pemanfaatan SDA, dengan sasaran sebagai berikut: 1. Terwujudnya ketahanan pangan daerah melalui pemanfaatan SDA secara berkelanjutan dengan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai tambah dan daya saing daerah; 2. Terwujudnya produktivitas dan nilai tambah pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan serta hasil pertambangan yang dapat berfungsi sebagai lumbung energi daerah dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem; 3. Terwujudnya pusat pertumbuhan (growth pole and growth centre) sebagai daya saing wilayah dengan menciptakan produk unggulan lokal yang kreatif, inovatif, serta memiliki nilai kekhasan yang kuat tanpa merusak lingkungan. Kebijakan 1. Meningkatkan inovasi dan kreativitas yang memberikan nilai tambah pada produksi masyarakat dengan pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan berdasarkan keseimbangan wilayah; 2. Menumbuhkembangkan konsep agribisnis dan agroindustri dengan memanfaatkan investasi untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan menyerap tenaga kerja; 3. Mengembangkan kawasan potensi perikanan tangkap untuk menjadi kawasan minapolitan dengan memanfaatkan investasi usaha perikanan dalam upaya membuka lapangan kerja dan nilai tambah masyarakat; III-17

66 4. Meningkatkan dukungan inovasi teknologi untuk menciptakan pemanfaatan sumber daya alam terbarukan melalui pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan nilai tambah dari produktivitas; 5. Membangun sistem pengolahan dan pemanfaatan hasil pertambangan sebagai kawasan industri dengan memperhatikan dampak lingkungan dan risiko bencana; 6. Mengembangkan kawasan industri wisata melalui pemanfaatan sumber daya alam dengan membangun prinsip ekonomi kreatif berdasarkan komoditi unggulan daerah; 7. Melakukan pembinaan dan penguatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk mengembangkan hasil pemanfaatan sumber daya alam yang berdaya saing Arahan Pengembangan Struktur Kota Lhokseumawe Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antar sektor dan antar pemangku kepentingan. Untuk itu pelaksanaan penyesuaian Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe akan dilakukan didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategis kawasan. Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintah daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif. Secara administratif wilayah Kota Lhokseumawe, merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas wilayah nasional, III-18

67 wilayah provinsi, wilayah kabupaten dan wilayah kota, yang setiap wilayah tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan administratif. Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan, dan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang apabila tidak ditata dengan baik dapat mendorong ke arah adanya ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta ketidaksinambungan pemanfaatan ruang. Pengembangan Kota Lhokseumawe kedepan merupakan pengembangan lanjutan dari keadaan yang ada saat sekarang ini, dengan kata lain bukanlah pengembangan kota baru. Pola pemanfaatan ruang yang ada akan lebih banyak mempengaruhi struktur ruang kota daripada sebaliknya. Skenario pengembangan untuk mewadahi atau memberi bingkai bagi strategi pengembangan tata ruang wilayah Kota Lhokseumawe adalah skenario pengembangan yang berorientasi ke luar dengan sistem outlet hirarkis fungsional dan dengan memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan. Pengembangan tata ruang yang berorientasi keluar berarti melihat Kota Lhokseumawe sebagai wilayah terbuka yang berinteraksi dengan wilayah lain di luar Kota Lhokseumawe, baik secara regional maupun nasional. Untuk itu perekonomian Kota Lhokseumawe harus didorong untuk memanfaatkan peluang-peluang eksternal dan mengoptimalkan potensi-potensi internal yang dimiliki, sehingga potensi yang dimiliki oleh Kota Lhokseumawe semakin besar dan semakin berperan secara regional dan nasional. Dengan skenario ini, diharapkan pembangunan Kota Lhokseumawe dapat menjawab tantangan regional, nasional bahkan secara global. Dalam berhubungan dengan dunia luar, Kota Lhokseumawe akan memiliki pintu-pintu yang secara fungsional berhirarki, artinya akan ada beberapa terminal, dermaga pedalaman dan peningkatan kapasitas bandara Malikussaleh Aceh Utara, yang saling berintegrasi dan memiliki saling jalinan simpul. Hirarki ini dimaksudkan untuk efisiensi pergerakan barang dan orang, serta menghemat pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur. Untuk menyeimbangkan III-19

68 pertumbuhan dan pemerataan, maka di dalam wilayah Kota Lhokseumawe harus diupayakan terjadi interaksi antara pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah belakangnya. Secara konseptual, hubungan ini merupakan jabaran dari konsep pengembangan pusat-pusat pertumbuhan (growthpoles). Prasarana transportasi selain akan berfungsi sebagai media berlangsungnya spread effect, juga berperan untuk melayani (peran pasif) sekaligus membangkitkan (peran aktif) kegiatan sosial ekonomi pada pusat-pusat pertumbuhan wilayah. Kondisi wilayah-wilayah yang masih relatif belum maju dan tertinggal sangat membutuhkan intervensi kebijakan pembangunan dari pemerintah, sehingga diharapkan dapat mempercepat pembangunan di wilayah-wilayah ini yang pada akhirnya dapat meningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Sasaran dari pengurangan ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah: 1. Terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis serta wilayah tertinggal dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis; 2. Terwujudnya keseimbangan pertumbuhan pembangunan antara kota dengan wilayah pedesaan kecil secara hirarkis dalam suatu sistem pembangunan perkotaan; 3. Terwujudnya percepatan pembangunan wilayah kota dengan wilayah pedesaan, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai motor penggerak pembangunan di wilayah-wilayah pengaruhnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi, termasuk dalam melayani kebutuhan masyarakat warga kotanya; 4. Terkendalinya pertumbuhan kota-kota dalam suatu sistem wilayah pembangunan kota yang compact, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan; 5. Terwujudnya keterkaitan kegiatan ekonomi antar wilayah perkotaan dan perdesaan dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang saling menguntungkan; III-20

69 6. Terwujudnya keserasian pemanfaatan dan pengendalian ruang dalam suatu sistem wilayah pembangunan yang berkelanjutan; 7. Terwujudnya sistem pengelolaan tanah yang efisien, efektif, serta terlaksananya penegakan hukum terhadap hak atas tanah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi dan demokrasi Rencana Sistem Jaringan Prasarana Rencana Sistem Jaringan Transportasi Pengembangan sistem transportasi diarahkan untuk mencapai sistem transportasi yang efisien dan efektif, terselenggaranya pelayanan angkutan yang aman, tertib, nyaman, teratur, lancar dan efisien serta sesuai dengan perkembangan teknologi transportasi Transportasi Darat Jaringan Jalan Rencana Pengembangan sistem prasarana jaringan jalan meliputi penataan fungsi dan hirarki jaringan jalan, pembangunan terminal dan lainnya. Rencana pengembangan jaringan jalan di Kota Lhokseumawe mengikuti pola yang sudah ada baik berdasarkan kondisi saat ini yang membentuk pola linier dan radial atau bersifat radial simetris. Dasar pembentukan pola jaringan jalan ini adalah bentuk dan morfologi lahannya, efisiensi pemanfaatan lahan, kemudahan dalam sistem utilitas dan aksebilitas yang ditimbulkannya lebih baik. Arahan pengembangan jaringan jalan adalah sebagai berikut: 1. Penambahan jaringan jalan, terutama jalan kolektor yang menghubungkan pusat bagian wilayah kota dengan pusat sub bagian wilayah kota yang baru. 2. Peningkatan fungsi jalan, yaitu menyesuaikan fungsi jalan dengan sistem perkotaan yang baru. 3. Perbaikan kualitas jalan negara, provinsi dan kabupaten/kota yang rusak berat, sedang dan ringan. III-21

70 4. Pengembangan jalan alternatif, dimaksudkan untuk mengurangi beban lalu lintas jalan raya utama (jalan negara) yang selama ini menghubungkan Banda Aceh - Medan. Pengembangan sistem jaringan transportasi di Kota Lhokseumawe berperan penting untuk: Memudahkan interaksi dan proses koleksi distribusi antar wilayah/subwilayah, sehingga diperoleh manfaat sosial ekonomi dan tata ruang perwilayahan seperti peningkatan mobilitas penduduk, pengembangan sektor-sektor produktif. Membuka isolasi sub-sub wilayah yang terbelakang, sehingga wilayah secara keseluruhan akan berkembang Terminal Terminal merupakan prasarana transportasi tempat naik dan/atau turunnya penumpang. Prasarana terminal yang ada di Kota Lhokseumawe meliputi; terminal transit angkutan regional, terminal angkutan dalam kota dan sub terminal angkutan kota. Sistem terminal di Kota Lhokseumawe dibedakan dalam dua bagian yaitu terminal angkutan regional (primer) dan terminal angkutan dalam kota. Pemisahan ini bertujuan untuk memisahkan lalu lintas angkutan yang mempunyai jangkauan regional dan angkutan yang hanya melayani dalam kota saja. Rencana pengembangan dan penetapan lokasi terminal adalah sebagai berikut: 1. Terminal Transit Angkutan Regional Terminal ini direncanakan di kawasan Alue Awe dan berlokasi pada jalur jalan regional dan jalan elak. Terminal ini akan berfungsi sebagai terminal angkutan penumpang dan barang yang bersifat regional. Fasilitas pendukung yang akan dibutuhkan untuk pengambangan terminal ini adalah sebagai berikut: III-22

71 a. Terminal Angkutan Penumpang: Bangunan terminal dan ruang tunggu penumpang Tempat parkir kendaraan (bus dan mobil) Kantor Fasilitas umum b. Terminal Angkutan Barang: Terminal bongkar muat barang Gudang Tempat parkir kendaraan (truk dan mobil) Kantor Fasilitas umum Sarana Transportasi Pengembangan sarana transportasi dimaksudkan untuk memberikan pelayanan pergerakan barang dan manusia didalam lingkup lokal maupun regional. Penyediaan jumlah sarana ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan masyarakat dan kegiatan sosial ekonomi, sehingga mampu meningkatkan kegiatan perekonomian kota. Jenis sarana transportasi darat yang akan dikembangkan dibedakan berdasarkan skala pelayanannya, yaitu: Untuk pelayanan regional, jenis angkutan orang/penumpang dengan skala pelayanan regional direncanakan sarana ukuran besar ( 30 penumpang). Sedangkan untuk jenis angkutan barang diperlukan truk ukuran minimum 3 ton. Untuk pelayanan lokal/kota, dapat digunakan jenis kendaraan roda empat yang mampu mengangkut minimal 12 penumpang dan kendaraan bermotor roda dua. III-23

72 Rencana Pengembangan Jaringan Utilitas Kota Air Bersih Pelayanan jaringan air bersih yang disediakan PDAM di wilayah Kota Lhokseumawe baru menjangkau sebagian kecil kebutuhan penduduk. Untuk pemenuhan kebutuhan air bersih, sebagain besar penduduk masih memanfaatkan sumur galian, pompa dan sungai. Sistem pelayanan air bersih yang di Kota Lhokseumawe dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum Mon Pase yang bergabung pengelolaannya dengan Kabupaten Aceh Utara. Namun saat ini Kota Lhokseumawe sudah memiliki PDAM sendiri yaitu PDAM Ie Beusare Rata, namun belum beroperasi maksimal karena masih dalam proses pengalihan aset dengan PDAM Mon Pase. Sumber air PDAM berasal dari sungai atau air permukaan dan air tanah, sedangkan air permukaan berasal dari luar kota yaitu dari daerah Krueng Mane, Krueng Peusangan dan Krueng Pase. Untuk melayani kebutuhan konsumsi air bersih yang masih sangat kurang untuk kebutuhan kota terutama daerah pusat Kota Banda Sakti, maka rencana pendistribusian air bersih dimasa yang akan datang akan dilakukan dengan sistem bercabang dengan menambah langgaan dan jaringan terutama pada wilayah yang belum terjangkau oleh sistem distribusi. Target pelayanan air bersih sampai dengan tahun 2027 dapat dilihat pada tabel berikut: No. Tabel 3.3 Rencana Pelayanan Air Bersih Kota Lhokseumawe Target Pelayanan Air Bersih (l/hari) Kecamatan Blang Mangat Banda Sakti III-24

73 3 Muara Dua Muara Satu Total Rumah Tinggal Fasilitas Sosial/Pemerintahan Total Kebutuhan Kebocoran Jumlah Total Debit yang dibutuhkan (l/dtk) Sumber: Hasil Analisa, 2012 lain: Rencana program pengembangan sistem penyediaan air bersih antara 1. Pengoptimalan kapasitas instalasi pengolahan air bersih 2. Pembangunan jaringan pipa distribusi 3. Penyuluhan sadar air bersih 4. Eksplorasi sumber-sumber air potensial serta perlindungan daerah sumber air 5. Peningkatan kualitas pelayanan Jaringan dan Kapasitas Listrik Kapasitas listrik untuk Kota Lhokseumawe saat ini masih belum memadai, sehingga untuk kebutuhan dimasa yang akan datang perlu adanya penambahan pemasangan daya listrik ini. Sumber listrik bagi Kota Lhokseumawe saat ini berasal dari PLN jaringan Sumatera Utara-Aceh. Rencana kebutuhan listrik dimasa mendatangnya adalah sebesar watt atau ,88 Kilo Watt (KWH). Angka ini diperoleh dari rata- III-25

74 rata kebutuhan penduduk yaitu sekitar 900 sampai Watt/KK, yang disesuaikan dengan kondisi kota (baik jumlah penduduk dan bangunan, serta kondisi perekonomiannya). Perhitungan kebutuhan ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap KK pada akhir tahun perencanaan terdiri 5 jiwa. Sementara itu juga ditunjang oleh kebutuhan listrik untuk fasilitas sosial diasumsikan sebesar 30 % dari kebutuhan listrik rumah tangga, sedangkan untuk industri dan penerangan jalan diasumsikan menyerap masing-masing 10 % dari kebutuhan rumah tangga. Faktor keserempakan adalah 80 % dari jumlah kebutuhan keseluruhan. Untuk menunjang realisasi di atas, maka sistem penerangan listrik ditekankan pada faktor-faktor : a. Rehabilitasi sistem yang ada, yakni : - Jumlah pemadaman per tahun yang sekecil mungkin. - Waktu pemadaman per gangguan yang sependek mungkin. b. Kualitas tegangan yang baik, tegangan yang stabil pada titik beban. c. Efisiensi sistem yang baik, dengan memperkecil kerugian di saluran tegangan tinggi, menengah dan rendah. d. Fleksibilitas sistem yang baik, mampu menampung penambahan beban yang diakibatkan oleh peningkatan penduduk dan aktivitasnya. e. Ekonomis, dalam arti sistem yang direncanakan secara ekonomis, dan sejauh mungkin memanfaatkan sistem yang telah ada. Untuk memenuhi kebutuhan listrik sebagaimana tertera dalam tabel diatas, perlu diupayakan penambahan dari sumber tenaga yang baru. Sistem jaringan listrik disalurkan dari gardu pembangkit kepada gardu bagi (travo feeder). Kapasitas dari travo feeder tergantung dari kebutuhan pelayanan tiaptiap travo. Dari travo bagi ini disalurkan kepada setiap pelanggan Jaringan Telepon Sarana telekomunikasi pada saat ini sangat penting untuk menunjang hampir seluruh aspek kehidupan, terutama untuk menunjang kegiatan ekonomi. Saat ini di wilayah Kota Lhokseumawe, selain sistem telepon sistem kabel, juga III-26

75 telah tersedia fasilitas telepon bergerak (handphone) yang dilayani oleh operator Telkomsel, Excelcomindo, Indosat dan Telkomflexi. Dari aspek jangkauan, maka kedepan yang diperlukan adalah memperluas jaringan dan jangkauan cakupan area yang mampu tercover layanan telepon selular, dengan menambah jumlah jaringan BTS sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah Kota Lhokseumawe Strategi Pengembangan Infrastruktur Kota A. Infrastruktur Pengelolaan Air Limbah Kota Setiap hari manusia menghasilkan air limbah rumah tangga (domestic waste water). Air limbah tersebut ada yang berasal dari kakus atau yang disebut black water. Ada pula yang berasal dari kamar mandi, tempat mencuci pakaian, tempat mencuci piring dan peralatan dapur yang disebut juga grey water. Secara umum ada dua tipe sistem pengolahan air limbah. Pertama, sistem pembuangan setempat (On Site Sanitation). Pada setiap pembuangan setempat ini, air limbah dialirkan ke tempat pembuangan atau pengolahan yang terletak di sekitar pekarangan rumah atau bangunan. Istilah lain dari sistem setempat ini disebut juga sebagai sistem individual. Adapun jenis sarana yang termasuk tipe ini, misalnya cubluk, septic tank, dan lain-lain. Kedua, sistem pembuangan terpusat (Off Site Sanitation). Pada sistem pembuangan terpusat ini, air limbah disalurkan ke saluran air limbah kota yang mengalir menuju pengolahan air limbah kolektif di Gampong Mon Geudong. Sistem ini juga dikenal dengan istilah sistem komunal. Jelasnya, pada sistem komunal air limbah dialirkan dari sumbernya menuju ke tempat pengolahan terpusat dengan mempergunakan pipa riol. Adapun riol yang dipakai untuk mengalirkan air limbah tersebut dinamakan dengan Sewerage System. III-27

76 Perencanaan sistem jaringan air limbah dilakukan dengan cara sebagai berikut :Sistem tertutup pada tempat-tempat tertentu (misalnya permukiman, perkantoran, dll) atau pada kawasan pusat kota Sistem terpisah yang dilengkapi dengan kolam penampungan/pengolahan di daerah yang karakteristik air buangannya buruk (misalnya kawasan industri, pasar, dll) Membuat saluran berdasarkan hirarki sehingga dapat mengalirkan seluruh air buangan Mengatur dan membangun lokasi penampungan Sistem saluran air limbah disesuaikan dengan keadaan topografinya, yang dalam penanganannya memanfaatkan gaya gravitasi Pembuangan air limbah dapat menimbulkan dampak, yaitu dapat merugikan makhluk hidup (manusia, tumbuhan dan binatang) yang berada dalam badan penerima air limbah. Berdasarkan asal buangannya air limbah terbagi atas 2 kategori, yaitu : 1. Air limbah domestik, yang berasal dari kegiatan rumah tangga 2. Air limbah non domestik, yang berasal dari selain kegiatan rumah tangga, seperti kawasan komersil, industri dan sebagainya Air limbah domestik umumnya mengandung zat organik dan BOD yang cukup tinggi. Sedangkan air limbah industri mengandung zat kimia yang beragam dan terkadang berwarna, tergantung jenis industrinya, bahkan ada yang mengandung bahan B3 (Buangan Beracun dan Berbahaya). Penanganan air limbah di Kota Lhokseumawe dilakukan dengan cara sebagai berkut : Penanganan limbah yang berasal dari industri, rumah sakit, hotel, dan lainlain dilakukan dengan cara Instalasi Pengolahan Air Limbah. Setelah melalui beberapa tahap proses pengolahan di instalasi tersebut air limbah yang sudah bebas dari zat beracun dapat dialirkan melalui badan sungai yang terdekat sehingga badan sungai tersebut bebas dari pencemaran lingkungan. Penanganan limbah manusia dilakukan melalui 2 cara, yaitu untuk limbah padat dapat menggunakan septik tank terpusat melalui saluran riol induk yang dikelola oleh instansi pengelola dan limbah cairnya dialirkan ke saluran III-28

77 air buangan. Cara kedua adalah dengan membuat beberapa septik tank pada setiap rumah tangga dengan pengolahan sendiri sehingga hasil dari tahap penjernihan dapat dibuang melalui saluran-saluran drainase pada setiap rumah atau lingkungan permukiman. Untuk pengelolaan limbah cair, targetnya diarahkan melalui upayaupaya intensif baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kondisi sanitasi lingkungan yang baik, dalam hal ini perlu dilanjutkan terus dengan memperhatikan kegiatan penyuluhan secara intensif serta menggunakan cara yang sesuai dengan lingkungan setempat. Sistem penanganan air limbah di Kota Lhokseumawe menggunakan sistem pembuangan on site, sehingga dianjurkan menggunakan metode septic tank atau cubluk (tunggal atau kembar). Penanganan pembuangan sistem on site memerlukan transportasi lumpur tinja untuk pengosongan tanki dengan menggunakan truk berkapasitas 2-4 atau 6 meter kubik atau menggunakan trailer untuk melayani penyedotan daerah padat dengan jalan relatif sempit. No Tabel 3.4 Rencana Pelayanan Air Limbah Kota Lhoseumawe Kecamatan Target Pelayanan Air Limbah (m 3 ) Blang Mangat Banda Sakti Muara Dua Muara Satu TOTAL Sumber : Hasil Analisis, 2012 Pada tahun 2007 menunjukkan bahwa Kecamatan Banda Sakti merupakan kecamatan yang membutuhkan pelayanan air buangan terbesar yaitu m 3. Sedangkan Blang Mangat merupakan kecamatan terendah yang membutuhkan pelayanan air limbah yaitu sebesar m 3. Selanjutnya tahun III-29

78 2012 hingga tahun 2027 menunjukkan bahwa kebutuhan pelayanan air limbah terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Strategi peningkatan pengelolaan air limbah di Lhokseumawe juga ikut mengacu pada target-target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yaitu : 1) Target Nasional Target/sasaran pambangunan masalah air limbah diarahkan untuk dapat dilaksanakan melalui beberapa cara : yaitu dengan pengelolaan pembuangan limbah sistem setempat (on site sanitation disposal system) a. Sistem Individual Sistem pembuangan setempat, yang dilakukan masyarakat dengan jamban/kakus cubluk atau dengan tangki septic perlu didukung dengan usaha penyuluhan dan perbaikan serta pemeliharaan kondisi dari fasilitas tersebut. Fasilitas pengurasan tangki septic dan pengadaan tempat pembuangan lumpur tinja harus disediakan untuk melayani masyarakat pemakai. b. Sistem Komunal Sistem pembuangan limbah setempat secara komunal yang sudah dikenal berupa fasilitas MCK disamping memberikan manfaat yang nyata juga menimbulkan dampak negatif yang umumnya disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dalam hal kebersihan dan kesehatan lingkungan. Program penyediaan fasilitas MCK perlu disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat dan didukung oleh program penyuluhan kesehatan yang intensif. Fasilitas MCK terutama diarahkan untuk daerah-daerah dengan tingkat ekonomi rendah. 2) Kebijaksanaan dan Strategi Penanganan Air Limbah Domestik a) Peningkatan pembangunan, pengelolaan prasarana dan sarana sanitasi, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan menjaga kelestarian lingkungan III-30

79 b) Penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi yang terjangkau oleh masyarakat luas sampai kepada yang berpenghasilan rendah. c) Pengembangan rekayasa teknis untuk mendapatkan teknologi tepat guna yang sederhana. d) Penyelenggaraan pembangunan yang berwawasan Iingkungan dan berkelanjutan. e) Penetapan dan penerapan pemberlakuan harus memenuhi baku mutu lingkungan di kawasan perumahan dan pemukiman. f) Peningkatan peran serta swasta dan masyarakat. g) Pemantapan kelembagaan. h) Peningkatan pemanfaatan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana yang telah dibangun. i) Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penyediaan dan penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana. 3) Strategi Teknis a) Menentukan spesifikasi teknis minimum prasarana dan sarana dasar sanitasi. b) Menentukan standar baku mutu lingkungan permukiman yang sehat. c) Mendorong terlaksananya operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana dasar sanitasi. d) Menyiapkan rencana pengelolaan secara terpadu sebelum pelaksanaan. 4) Strategi Finansial/Pendanaan Perlu menciptakan iklim pendanaan yang memungkinkan dan menarik dunia usaha maupun dana lain yang tidak mengikat untuk ikut serta membiayai penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana dasar. III-31

80 Peta 3.1 Jaringan Air Limbah Kota Lhokseumawe B. Infrastruktur Persampahan Kota Penanganan akhir sampah di Kota Lhokseumawe menggunakan sistem open dumping. Tempat Pembangunan Akhir (TPA) terletak di Alue Lim. Dalam proses pengumpulan sampah, di rencanakan pengembangan TPS di setiap pusat sub kota. Luas TPA 8 ha dengan volume sampah yang masuk ke TPA 202 m 3 /hari, jarak TPA dari pusat kota 20 Km. Pengelolaan persampahan Kota Lhokseumawe dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan. Mekanisme Sistem pengelolaan sampah di Kota Lhokseumawe dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: 1. Pewadahan Pola pewadahan yang direncanakan berupa pola pewadahan individual yang diletakkan dekat rumah untuk permukiman dan diletakkan di belakang untuk pertokoan serta pola pewadahan komunal yang diletakkan sedekat mungkin dengan sumber sampah di tepi jalan besar. III-32

81 2. Pengumpulan Sampah Pengumpulan sampah sama dengan pola pewadahan, rencana sistem pengumpulan sampah mengunakan dua sistem yaitu pengumpulan individual yang dilakukan dengan sistem pelayanan door to door (dengan truk kecil dikumpulkan ke depo atau langsung diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir) dan sistem pelayanan door to door (dengan gerobak dan dikumpulkan di depo atau Tempat Pembuangan Sementara yang akan disediakan pada setiap pusat sub kota). Cara lain dengan sistem individual adalah dengan mengumpulkan sekaligus memusnahkan sampah sendiri. Sistem pengumpulan komunal adalah masyarakat mengantarkan sampah ke tempat yang telah ditentukan. 3. Pengangkutan Sampah Pengangkutan dilakukan dengan dump truk, arm rool truk dan mobil patrol dari Tempat Pembuangan Sementara ke Tempat Pembuangan Akhir. 4. Tempat Pembuangan Akhir Tempat pembuangan akhir berlokasi di Gampong Alue Lim dengan sistem open dumping, lokasi ini dianggap cukup representatif karena jauh dari permukiman penduduk dan memiliki areal yang cukup luas. Pengolahan sampah menjadi pupuk kompos sudah dilakukan sebagai upaya pengelolaan persampahan. Lokasi komposting terdapat di lokasi TPA Alue Lim. Komposting persampahan masih dalam skala kecil, pembuatan dilakukan hanya apabila ada pemesanan dari konsumen. Pupuk kompos yang diolah belum ada jaminan kualitas, sistem pengolahan yang digunakan masih sederhana. Dalam rangka pengelolaan persampahan di Kota Lhokseumawe juga sudah diselenggarakan bank sampah dibeberapa sekolah dasar, hal ini juga sebagai upaya pemahaman untuk mengelola sampah dan mencintai lingkungan sejak dini kepada para siswa-siswi di sekolah. Sampah dikumpulkan dibeberapa titik tertentu guna memudahkan pengangkutan ke lokasi TPA. Bin kontainer diletakkan di beberapa tempat yaitu bin container misbahul yang berlokasi di Cot Panggoi Kecamatan Muara Dua. Bin Kontainer Pasar Cunda di Kecamatan Banda Sakti, Bin Kontainer Dayah III-33

82 Ulumuddin di Uteuen Kot Kecamatan Muara Dua. Bin kontainer ini berfungsi untuk penampungan sampah sementara sebelum diangkut ke TPA. Jalur pengangkutan sampah dilakukan melalui titik-titik penampungan persampahan, dikumpulkan kemudian diangkut ke TPA dengan angkutan truck yang sudah disediakan oleh pihak pengelolaan persampahan. Tabel 3.5 Jumlah Sanana Eksisting Dibandingkan Dengan Standar Ketersediaan Sarana No Kecamatan Jumlah KK Sarana Jumlah Standar Jumlah sarana Kekurangan Persampahan yang harus ada Sarana Eksisting I Banda Sakti 16,893 Kontainer 13 1 m³/200 kk Gerobak 8 1 m³/200 kk Truk 8 8m³/1000 kk II Muara Satu 16,838 Kontainer 1 1 m³/200 kk Gerobak 2 1 m³/200 kk Truk 3 8m³/1000 kk III Muara Dua 21,507 Kontainer 1 1 m³/200 kk Gerobak 2 1 m³/200 kk Truk 3 8m³/1000 kk IV Blang Mangat 4,830 kontainer 1 1 m³/200 kk Gerobak 2 1 m³/200 kk Sumber: Hasil Analisis, 2012 Truk 3 8m³/1000 kk Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sarana persampahan dibandingkan dengan standar ketersediaan sarana eksisting di Kota Lhokseumawe yautu III-34

83 kontainer, gerobak, truk masih mengalami kekurangan sarana yang menunjang pengelolaan persampahan Kota Lhokseumawe. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) tersedia 1 (satu) TPA untuk penduduk, di Kota Lhokseumawe dengan jumlah penduduk Tahun memiliki 1 unit TPA. Kedepan pengelalaan TPA direncanakan dari open dumping akan menggunakan sistem controlled lanfild menuju sanitary landfild. C. Sistem Infrastruktur Drainase Kota Pengembangan sistem jaringan drainase erat kaitannya dengan badan air penerima. Untuk wilayah perencanaan badan air penerima yang sesuai bagi air buangan adalah sungai, tapi untuk kasus Kota Lhokseumawe menggunakan reservoir yang berada di Teluk Pusong. berikut : Perencanaan sistem jaringan drainase dilakukan dengan cara sebagai Membuat saluran berdasarkan hirarki sehingga dapat mengalirkan seluruh air buangan Sistem saluran drainase disesuaikan dengan keadaan topografinya, yang dalam penanganannya memanfaatkan gaya gravitasi Pengembangan saluran drainase dilakukan secara bertahap, yaitu pengembangan saluran air limbah bagi permukiman baru dan perbaikan saluran-saluran, terutama yang terdapat di pusat kegiatan. Pengembangan di wilayah perencanaan diatur sebagai berikut : Saluran induk yang berfungsi sebagai pengumpul untuk dialirkan ke badan air penerima ditempatkan disepanjang jalan arteri sekunder. Saluran sekunder yang berfungsi sebagai perantara saluran tersier dengan riol induk ditempatkan di jalan kolektor. Saluran tersier yang berfungsi sebagai penyalur langsung air buangan dari catchment area ditempatkan di jalan lokal. III-35

84 RPIJM PKD Sistem jaringan drainase merupakan suatu sistem saluran yang berfungsi untuk memindahkan air hujan secepat mungkin dari suatu daerah tangkapan air (catchment area) ke badan air penerima tanpa menimbulkan erosi. Sistem jaringan drainase ini bertujuan untuk mencegah terjadinya banjir dan genangan yang akan memberikan dampak negatif pada segala aspek kehidupan, seperti: longsor, berkembangnya wabah penyakit, rusaknya jalan dan sarana penting lainnya. Perencanaan sistem drainase suatu wilayah selalu berkaitan dengan sistem drainase sekitarnya. Keterpaduan jaringan tersebut merupakan bagian dari suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Dimana dalam satu Daerah Aliran Sungai, pengaliran air dari hulu sampai hilir beserta anak sungainya ditinjau sebagai satu kesatuan, sebab buangan air daerah-daerah yang dilewati dari hulu sampai hilir akan saling mempengaruhi. Sistem drainase di Kota Lhokseumawe diarahkan dengan menggunakan pola sebagai berikut: Air limpasan mengalir secara gravitasi dari catchment area ke saluran tersier, saluran sekunder dan bertemu disaluran primer dan berakhir di reservoir raksasa yang berukuran 60 ha. Sistem ini dapat digunakan untuk daerah yang berada cukup jauh dari badan penerima air, misalnya daerah permukiman, perkantoran, perdagangan dan lain-lain. Untuk daerah sekitar sungai, air limpasan dapat mengalir secara langsung ke badan penerima air (sungai). Aceh and Nias Sea Defence, Flood Protection, Refuges and Early Warning Project 10/29/ III-36

85 RPIJM PKD Berdasarkan fungsi pelayanan, sistem drainase perkotaan dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut : Sistem drainase lokal, adalah sistem saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu, seperti komplek permukiman, areal pasar, perkantoran areal industri dan komersial. Sistem ini melayani area < dari 10 ha. Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi lainnya. Sistem drainase utama, adalah saluran drainase primer, sekunder beserta bangunan kelengkapannya yang melayani sebagian besar kawasan perkotaan. Pengelolaan sistem drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota. a. Dimensi Saluran Drainase yang Tidak Memadai Drainase Kota terutama di Kecamatan Banda Sakti yang ada masih belum mampu berfungsi sebagaimana mestinya dan perlu dilakukan penyempurnaan untuk menghindari banjir musiman yang disebabkan karena Kota Lhokseumawe berada dibawah permukaan laut. Dengan semakin banyaknya kawasan-kawasan yang menjadi daerah banjir maka akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, sanitasi lingkungan dan tentunya terhadap kenyamanan serta keindahan Kota Lhokseumawe. III-37

86 Dimensi saluran drainase di sebagian area sudah memadai, tetapi masih sangat banyak dimensi saluran yang tidak sesuai dengan besarnya debit air yang harus ditampung. Kondisi ini disebabkan karena dimensi saluran penerima lebih kecil dibandingkan saluran penyalur dan kemiringan saluran pada saluran penerima lebih datar daripada saluran penyalur. Hal ini dapat menyebabkan berbaliknya arah aliran atau terjadi over flow, yang menyebabkan aliran sulit mencapai saluran pembuang utama dan terjadi genangan yang relatif lama pada daerah hulu. Selain itu dengan pesatnya pembangunan fisik kota mengakibatkan semakin berkurangnya area terbuka dan area resapan kota (catchment area), bahkan apabila diperhatikan dengan lebih seksama, Kota Lhokseumawe memiliki sangat sedikit area terbuka hijau. Pembangunan fisik yang semakin pesat menyebabkan semakin bertambahnya luasan area yang ditutupi oleh perkerasan baik itu berupa bangunan maupun jalan. Dengan demikian air hujan yang meresap ke dalam tanah semakin sedikit dan beban saluran drainase menjadi semakin besar dengan semakin banyaknya air limpasan. Apabila kondisi ini tidak didukung oleh saluran yang memadai tentu dapat menimbulkan overflow air yang dapat menimbulkan genangan dan banjir. III-38

87 RPIJM PKD Daerah Genanggan Daerah Genanggan Daerah Genanggan D. Penyediaan Infrastruktur Jaringan Pejalan Kaki Prasarana dan sarana pejalan kaki adalah berupa trotoar di sisi jaringan jalan. Fungsi trotoar adalah agar pejalan kaki merasa nyaman dari arus lalu lintas kendaraan bermotor. Rencana penyediaan jalur pejalan kaki di Kota Lhokseumawe diarahkan dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Keamanan, kenyamanan dan segi estetika melalui pengendalian pemanfaatan trotoar dari pemanfaatan yang tidak pada tempatnya seperti pedagang kaki lima dan kendaraan bermotor yang parkir 2. Dilengkapi dengan vegetasi sebagi peneduh 3. Hirarki jalan sekitarnya 4. Penyediaan Jalur Pedestrian diarahkan pada kawasan pusat kegiatan kota dan pusat kegiatan kemasyarakatan. Sarana yang lain untuk pejalan kaki adalah pengadaan zebra cross untuk menyeberang jalan pada jalur jalan dan persimpangan yang padat arus lalu lintasnya dilengkapi rambu lalu lintas dan traffic light. III-39

88 Bappeda Kota Lhokseumawe

89 BAB IV RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR 4.1 Rencana Pengembangan Permukiman Kawasan perkotaan dan perkembangannya adalah sesuatu yang tidak terpisahkan. Kawasan perkotaan dengan kompleksitas kegiatannya akan berkembang seiring waktu dan meliputi semua bidang pembangunan. Adanya perkembangan pembangunan fasilitas diperkotaan akan menimbulkan daya tarik masyarakat untuk tinggal di kota. Hal ini akan menimbulkan arus migrasi dan urbanisasi yang menambah beban kawasan perkotaan dari segi keruangan maupun intensitas kegiatan urban Petunjuk Umum Dalam membuat sebuah perencanaan perumahan yang dapat menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat, perlu dipertimbangkan secara menyeluruh aspek-aspek dalam perencanaannya. Peran pemerintah diperlukan sebagai pembangun perumahan atau paling tidak memfasilitasi pembangunan perumahan, serta sebagai pengendali pembangunan perumahan. Arahan pembangunan tersebut tidak hanya berhenti sampai membangun perumahan saja, tetapi juga ditujukan pada pembangunan permukiman Profil Pembangunan Permukiman Profil Pembangunan Kota Lhokseumawe baik dengan kondisi eksistingnya maupun rencana pengembangannya akan dijabarkan dalam subbab berikut ini: IV-1

90 Kondisi Umum Secara umum kondisi perumahan yang ada selama ini akan dibagi dalam deskripsi secara umum, prasarana dan sarana permukiman yang telah tersedia, parameter teknis wilayah, aspek pendanaan hingga aspek kelembagaannya yang mengelola perumahan selama ini Gambaran Umum Dengan mengacu pada angka pertumbuhan penduduk selama periode dan diasumsikan tidak mengalami dinamika penduduk yang cukup luar biasa, maka proyeksi jumlah penduduk Kota Lhokseumawe hingga tahun 2030 mencapai jiwa. Oleh karena itu, diperkirakan konsentrasi penduduk akan semakin lebih besar terutama di Kecamatan Banda Sakti, kondisi ini berlaku apabila tidak diikuti oleh pengembangan permukiman dan pengembangan aktifitas-aktifitas ekonomi ke wilayah-wilayah luar Kecamatan Banda Sakti. Tabel 4.1 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Lhokseumawe Tahun Proyeksi jumlah Penduduk (jiwa) , , , , , , ,343 Sumber: RTRW Kota Lhokseumawe, 2010 Konsentrasi penduduk lebih banyak berada di Kecamatan Banda Sakti sebagai pusat Pemerintahan Kota Lhokseumawe dan sekaligus masih merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Utara. Data mengenai luas wilayah dibandingkan dengan jumlah penduduk, kepadatan penduduk rata-rata dan prosentasi persebaran penduduk tiap kecamatan dapat dilihat kembali pada Tabel Berdasarkan data kependudukan dari dokumen RTRW Kota Lhokseumawe 2010, terdapat rumah tangga miskin di Kota Lhokseumawe. Pada IV-2

91 tahun 2008 mencapai Rumah Tangga (RT) miskin yang mencakup jiwa. Jumlah ini mencapai 39,03 % dari jumlah rumah tangga yang ada. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Kategori Miskin menurut Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2008 Jumlah Kategori Miskin Kecamatan % Desa RT Jiwa RT Jiwa RTM Blang Mangat 22 4,103 18,744 2,491 9, Muara Dua 17 7,559 36,881 3,336 13, Muara Satu 11 7,486 31,249 2,769 11, Banda Sakti 18 14,847 71,295 4,673 18, Jumlah 68 33, ,169 13,269 51, Sumber: RTRW Kota Lhokseumawe, 2010 Penggunaan lahan terbesar di Kota Lhokseumawe adalah untuk pemukiman seluas ha atau sekitar 60,07% dari luas yang ada. Kebutuhan lahan yang menonjol adalah untuk usaha persawahan ha atau sekitar 20,69%, industri 894 ha (4,94%), semak dan hutan belukar 778 ha (4,29%), perkebunan rakyat 749 ha (4,14%), perairan darat 626 ha (3,46%), Data selengkapnya penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.3 Penggunaan Lahan di Kota Lhokseumawe No Jenis Penggunaan Luas (ha) % Prosentasi 1 Pemukiman ,07 2 Industri 894 4,94 3 Persawahan ,69 4 Pertanian semusim 308 1,70 5 Perkebunan Rakyat 749 4,14 6 Semak & Hutan Belukar 778 4,29 7 Perairan Darat 626 3,46 8 Lain-lain 127 0,70 Jumlah ,00 Sumber : BPS, Kota Lhokseumawe Dalam Angka, 2010 IV-3

92 Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman a. Sarana Air Bersih Permasalahan air bersih di Kota Lhokseumawe dapat kita lihat dari bagaimana pola masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersihnya. Masyarakat menggunakan berbagai macam cara dalam memenuhi kebutuhan airnya. Dari data profil kesehatan lingkungan terlihat bahwa sebanyak atau 82,91 % rumah menggunakan sumur gali (pada kategori memenuhi syarat). Sedangkan ada juga rumah yang menggunakan sumur gali yang tidak memenuhi syarat sebanyak atau 17,09% rumah. Metode lain yang digunakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersihnya adalah dengan mengandalkan sumur pompa. Masyarakat yang menggunakan sumur jenis sebanyak 264 rumah atau 98,51% yang berada dalam kondisi memenuhi syarat. Namun ada juga masyarakat yang menggunakan sumur ini pada kategori tidak memenuhi syarat sebanyak 1,49% atau 4 rumah. Sumber air bersih lainnya yang digunakan oleh masyarakat adalah PAH (Penampungan Air Hujan). Menurut hasil survei, wilayah yang banyak menggunakan fasilitas ini adalah masyarakat di wilayah Kecamatan Muara Dua dengan jumlah rumah adalah 532 rumah dengan kondisi memenuhi syarat. Seluruh wilayah Kota Lhokseumawe diprioritaskan untuk pengembangan jaringan air minum ini karena Kota Lhokseumawe tidak memiliki sumber air permukaan dan sumur dangkal yang kualitas airnya memenuhi syarat kesehatan untuk dikonsumsi. b. Pengelolaan Sampah Masih belum meratanya pengelolaan sampah di Kota Lhokseumawe merupakan permasalahan yang besar dalam penyediaan sarana dan prasarana permukiman yang ada. Kecamatan Banda Sakti menyumbang timbulan sampah tertinggi di Kota Lhokseumawe dengan tingkat timbulan sampah mencapai 5,69 kg/hari/rumah. Hal ini didukung dengan jumlah kepadatan penduduk yang tinggi di kecamatan tersebut. Kecamatan Muara Satu menyumbang timbulan sampah kedua terbesar yaitu 2,37 kg/hari/rumah. Dua kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Muara Dua dan Kecamatan Blang Mangat masing-masing IV-4

93 menyumbang timbulan sampah sebesar 2,16 kg/hari/rumah dan 2,02 kg/hari/rumah. Sampah pasar adalah sampah yang paling banyak menimbulkan timbulan sampah di Kota Lhokseumawe. Sampah yang berasal dari pasar menghasilkan timbulan sampah sampai kg/hari. Pada rangking kedua, sampah sarana pendidikan menyumbangkan timbulan sampah mencapai 2.447,25 kg/hari. Secara berturut-turut terlihat bahwa sampah perhotelan, sampah rumah sakit, sampah perbengkelan dan sampah perkantoran menyumbangkan timbulan sampah dengan nilai 1.412,50 Kg/hari, 885,06 Kg/hari, 332,76 Kg/hari, dan 325,66 Kg/hari. c. Drainase Sistem drainase yang direncanakan adalah sistem saluran terbuka dan tertutup. Untuk mengatasi masalah banjir dan genangan di kawasan pusat kota dan permukiman disekitarnya, telah dibuat reservoir di Teluk Pusong yang digunakan sebagai kolam penampungan air sebelum dialirkan ke laut. Reservoir ini dibuat dengan kedalaman 1 meter di bawah permukaan air laut sehingga air limpasan dari kota dapat mengalir ke reservoir. Saluran primer akan langsung terhubung dengan reservoir Teluk Pusong. Untuk saluran sekunder perlu direncanakan ulang secara keseluruhan agar dapat terkoneksi dengan saluran primer yang telah dibuat. Tahun 2008 curah hujan tertinggi sebesar 402,1 mm yang terjadi pada bulan November dan yang terendah pada bulan Juni sebesar 3,1 mm dengan rata-rata sebesar 102,4 mm, dan dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan peningkatan taraf hidup masyarakat di Kota Lhokseumawe, penanganan drainase merupakan salah satu prioritas yang perlu mendapatkan penanganan. Karena gangguan dan kerugian akan masalah banjir dan genangan telah mengakibatkan dampak penurunan kondisi sosial ekonomi masyarakat, kerusakan lingkungan pemukiman dan sektor-sektor ekonomi yang potensial. Setelah reservoir selesai, masih ditemukan genanggan banjir pada Gampong Lancang Garam Kecamatan Banda Sakti. Sementara pada Kecamatan Blang Mangat daerah genangan terdapat pada Alue Raya dimana terjadi IV-5

94 penyempitan saluran (bottle neck) yang berbentuk leher botol. Dan pada Kecamatan Muara Satu terdapat pada Gampong Ujong Pacu dan Cot Trieng. d. Sarana dan Prasarana Transportasi Sarana dan prasarana transportasi yang ada di Kota Lhokseumawe adalah transportasi darat, laut dan transportasi udara. Transportasi darat atau angkutan umum yang tersedia terutama melayani jalur antar kota dalam provinsi, maupun antar provinsi. Jenis aarmada yang dipergunakan meliputi kendaraan bus, mini bus dan untuk jarak pendek berupa angkutan kota (angkot). Angkutan darat lain yang tengah dipersiapkan adalah jalur kereta api yang rencananya akan menghubungkan kota Banda Aceh, Medan hingga Lampung di Sumatera Selatan. Pelabuhan udara yang ada di Kota Lhokseumawe merupakan pelabuhan udara domestik yang melayani penumpang dalam negeri dengan operator penerbangan yang masih terbatas, walau pun direncanakan adanya penambahan operator penerbang dalam waktu dekat ini. Pelabuhan udara Malikussaleh ini awalnya hanya memenuhi kebutuhan transportasi yang terkait dengan adanya perusahaan gas alam cair PT. Arun NGL, namun dengan tingginya animo masyarakat untuk menggunakan pesawat udara dalam berpergian, maka Bandara Malikussaleh ini secara rutin juga melayani masyarakat umum. Sedangkan untuk transportasi laut yang terletak di Krueng Geukuh, selain sebagai pelabuhan yang melayani pergerakan barang dan penumpang dari dan ke Lhokseumawe, pelabuhan ini juga berfungsi sebagai pelabuhan TNI Angkatan Laut Parameter Teknis Wilayah Menciptakan lingkungan perkotaan berkelanjutan sangat krusial karena aktivitas perkotaan berkontribusi terhadap permasalahan lingkungan dan memegang peranan penting dalam perbaikan kesejahteraan manusia dengan memfasilitasi pembangunan sosial, kultural dan ekonomi (Urban and Regional Development Institute, URDI, 2002). Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan perpaduan antara aspek teknis, ekonomis, IV-6

95 sosial dan ekologis yang dituangkan dalam perumusan kebijakan nasional (Arsyad, 2005). Pendekatan kemitraan terhadap semua permasalahan (Timmer dan Kate, 2006). Pembangunan berkelanjutan sektor perumahan diartikan sebagai pembangunan perumahan termasuk di dalamnya pembangunan kota berkelanjutan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas lingkungan tempat hidup dan bekerja semua orang. Inti pembangunan perumahan berkelanjutan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan (Kirmanto, 2005). Pembangunan berkelanjutan sektor perumahan dan permukiman akan mendominasi penggunaan lahan dan pemanfaatan ruang. Untuk itu, perlu dipertimbangkan empat hal utama, yaitu: 1. Pembangunan yang secara sosial dan kultural bisa diterima dan dipertanggung-jawabkan (socially and culturally suitable and accountable); 2. Pembangunan yang secara politis dapat diterima (politically acceptable); 3. Pembangunan yang layak secara ekonomis (economically feasible), dan 4. Pembangunan yang bisa dipertanggung-jawabkan dari segi lingkungan (environmentally sound and sustainable). Hanya dengan jalan mengintegrasikan hal tersebut secara konsisten dan konsekuen, pembangunan perumahan dan permukiman bisa berjalan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, baik sosial maupun ekonomi (Soenarno, 2004). Untuk mencapai keberlanjutan perkotaan perlu melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan perkotaan. Pemerintah kota tidak dapat lagi memecahkan permasalahannya sendiri. Peran pemerintah kota semakin lama akan semakin bergeser ke peran sebagai fasilitator. Intinya, sistem pelaku majemuk akan menggantikan sistem pelaku-tunggal yang selama ini didominasi pihak pemerintah. Di masa depan, akan terdapat titik majemuk kewenangan dan pengaruh, dan tantangannya adalah bagaimana memberdayakan mereka agar dapat bekerja sama. Manfaatnya adalah adanya kepercayaan dan koneksi sosial ( modal sosial ) yang terus terakumulasi, yang pada gilirannya akan mencapai tiga sasaran yaitu : menjaga agar pemerintah semakin memiliki akuntabilitas dan tidak korup; menurunkan sumber konflik, dan memberdayakan para pelaku non-pemerintah (Alexander et al., 2006). IV-7

96 Aspek Pendanaan Dalam usaha pembangunan Kota Lhokseumawe, diperlukan adanya modal untuk menunjang pelaksanaan dari kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan. Dalam pembangunan ini, sumber dana didapat dari: - Pemerintah, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Aceh, maupun Pemerintah Kota Lhokseumawe yang berasal dari anggaran pembangunan. - Penerimaan sendiri yang berasal dari partisipasi masyarakat untuk menunjang kegiatan, serta modal dari pihak swasta yang membantu pembangunan di Kota Lhokseumawe. - Pinjaman luar negeri bagi fasilitas tertentu. Sumber pembiayaan dari pemerintah serta dari penerimaan sendiri akan membiayai pembangunan dari kegiatan-kegiatan tertentu. Hal itu disesuaikan dengan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini sumber pembiayaan dari pemerintah akan menunjang kegiatan yang bersifat eksternal yaitu untuk kepentingan pembangunan kota secara umum, proyek yang tidak dapat langsung mengembalikan modal yang dikeluarkan, serta kegiatan yang tidak mungkin atau tidak mampu dilaksanakan dengan pembiayaan dari masyarakat. Sedangkan sumber pembiayaan dari penerimaan sendiri untuk menunjang kegiatan yang bersifat internal, yaitu kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu dan langsung melibatkan masyarakat. Dalam pelaksanaan program-program yang direncanakan, diprioritas-kan pada program-program yang tidak membutuhkan biaya besar serta pertimbangan pada program prioritas. Hal ini agar pembangunan Kota Lhokseumawe dapat mencapai daya guna serta hasil guna yang diharapkan Aspek Kelembagaan Agar sebuah rencana dapat dilaksanakan dalam waktu yang telah ditentukan, maka peran pemerintah selaku pengelola pembangunan sangat menentukan. Untuk itu diperlukan pengorganisasian aparatur/lembaga pelaksana pembangunan dengan baik. IV-8

97 Organisasi otonom adalah aparat pemerintah daerah yang bertanggung jawab langsung kepada daerah, sedangkan organisasi vertikal adalah organisasi yang diperbantukan oleh pemerintah pusat untuk ikut mengelola pembangunan di daerah. Ditetapkan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999, bahwa Walikota adalah satu-satunya Kepala Daerah yang bertanggungjawab atas jalannya pembangunan di kota. Oleh karena itu, di Kota Lhokseumawe pengelolaan administrasi dan organisasi pembangunan langsung ditangani dan di bawah koordinasi Walikota, sehingga semua aparat pelaksana daerah adalah di bawah koordinasinya. Dalam pengorganisasian pembangunan, yang perlu diperhatikan adalah: 1. Azas desentralisasi, yaitu pelaksanaan pembangunan yang menjadi wewenang penuh daerah. Jadi permasalahan dan program harus dapat diselesaikan dan dilaksanakan oleh aparat daerah; 2. Rencana-rencana tata ruang yang telah disusun pada daerah yang bersangkutan, sehingga arah pembangunan sesuai dengan yang dikehendaki; 3. Pembagian tugas yang sesuai dengan volume pekerjaan, yaitu program- program yang hendak dilaksanakan; 4. Ketiga hal diatas dapat memberikan bentuk organisasi yang berlainan, namun tetap perlu dijaga keserasian hubungan lintas sektoral dan wilayah dengan daerah atau pemerintahan atasan (lingkup provinsi dan nasional) Sasaran Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan program pengembangan permukiman ini adalah peningkatan kualitas dan derajat kesehatan masyarakat serta menciptakan kehidupan yang lebih manuasiawi serta menjaga prinsip-prinsip dasar bagi perlindungan dan pemenuhan hak rakyat atas perumahan. Prinsip-prinsip utama dalam pemenenuhan hak rakyat atas perumahan, seperti: a. Prinsip aksesibilitas (accessibility). Prinsip ini bermakna bahwa perumahan mesti dapat dimiliki setiap orang. Dalam prinsip ini dikenal dengan pemenuhan perumahan berdasarkan prioritas, seperti akses perumahan IV-9

98 untuk komunitas atau golongan yang tak beruntung (disadvantaged groups) dan komunitas yang rentan seperti individu lanjut usia (lansia), anak-anak, orang cacat, dan individu yang menderita penyakit kronis; b. Prinsip keterjangkauan/afordabilitas (affordability). Prinsip ini secara singkat bermakna bahwa setiap orang dalam praktik dapat memiliki rumah. Harga rumah harus dapat terjangkau bagi setiap orang; c. Prinsip habitabilitas (habitability). Prinsip ini juga merupakan prasyarat sebuah rumah dapat dikatakan memadai. Prinsip ini bermakna bahwa rumah yang didiami mesti memiliki luas yang cukup dan juga dapat melindungi penghuninya dari cuaca, seperti hujan, panas dan ancaman kesehatan bagi para penghuninya Permasalahan Pembangunan Permukiman Meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas aktivitas pada kawasan perkotaan perlu disikapi dan diantisipasi oleh pemerintah kota secara dini. Fenomena tersebut akan banyak menimbulkan masalah terutama berkait dengan ketersediaan dukungan permukiman dan infrastruktur perkotaan. Akibat yang jelas terlihat adalah kesenjangan penyediaan pelayanan infrastruktur kota, lingkungan permukiman yang tidak layak, perkembangan permukiman yang tidak terkendali dan munculnya permukiman kumuh kota Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi Keberadaan kawasan perkotaan yang tumbuh tanpa perencanaan akan menyebabkan timbulnya daerah-daerah kumuh. Daerah-daerah kumuh dalam banyak kawasan perkotaan sering memberikan sumbangan negatif terhadap kawasan perkotaan yang lebih besar seperti: 1. Tempat berdiamnya pelaku kriminal, hal ini menjadi ancaman keamanan bagi kawasan perkotaan; 2. Tempat endemi penyakit karena tidak baiknya sanitasi dan persampahan; 3. Memberikan citra kota yang buruk karena tumbuh tanpa perencanaan sehingga tidak didukung oleh infrastruktur yang baik; IV-10

99 4. Berubahnya tataguna lahan disebabkan terpakainya kawasan peruntukan bukan untuk hunian menjadi kawasan hunian/kawasan kumuh; 5. Kurang tersedianya fasilitas pendidikan di kawasan ini akan melahirkan sumber daya manusia yang rendah. Selain adanya kawasan-kawasan kumuh, kawasan-kawasan perkotaan lainnya juga perlu direncanakan perkembangan dan pertumbuhannya. Bahwa penduduk kota yang ada, selain dari faktor urbanisasi, juga berkembang mengikuti perkembangan jumlah penduduk dan kebutuhan hidupnya. Meningkatnya kebutuhan hidup menuntut meningkatnya fasilitas penunjang kehidupan, yang hal ini berarti bertambahnya kebutuhan akan lahan-lahan baru, bangunan-bangunan baru dengan berbagai fungsinya. Kawasan-kawasan kota yang semula diidentifikasi sebagai kota yang terencana (planed) terus berkembang tetapi tidak mempunyai perencanaan jangka panjang, maka akan terjadi perubahan yang nyata, kawasan-kawasan kota yang terencana (planed) menjadi kawasan yang tidak terencana (unplaned). Kondisi permukiman di kawasan prioritas ini yaitu permukiman sepanjang kawasan pantai Pusong Lama dan Pusong Baru sampai ke Ujung Blang diwarnai oleh kondisi susunan rumah kumuh (slum area) dan rumah liar (squatter area). Kondisi kumuh demikian terutama pada wilayah tepian pantai selebar 500 meter di pinggir tepian arus pasang naik hingga ke daerah periphery. Daerah periphery ini menampilkan kondisi transformasi fisik perumahan antara rumah kayu papan ke arah perumahan batu bata. Kondisi infrastruktur dasar (jalan setapak, saluran air kotor) menunjukan adanya kesenjangan antara permukiman tepi pantai dengan permukiman kota. Kondisi sosial-ekonomi masyarakat kawasan prioritas ini menunjukan kondisi kemiskinan dan keragaman mata pencaharian yang sebagian besar sudah tidak lagi menggantungkan hidup sebagai nelayan (beberapa keluarga beralih profesi sebagai pedagang atau buruh bangunan). Telah terjadi perubahan pola mata pencaharian para penduduk di kawasan prioritas ini. Arus urbanisasi masyarakat yang masuk ke wilayah kota Lhokseumawe sebagian besar juga turut andil dalam pembentukan kekumuhan kawasan ini. IV-11

100 Tata ruang pemukiman kawasan prioritas ini menunjukkan indikasi urban sprawl (yang lazim disebut sebagai ketidak teraturan tatanan urban). Tidak adanya regulasi yang rinci dan guide lines bangunan (panduan pembangunan permukiman kota) menjadikan kawasan ini sebagai kawasan padat dan tidak mempunyai orientasi tatanan permukiman yang jelas. Diluar kondisi fisik kawasan permukiman yang memprihatinkan tersebut kawasan prioritas ini merupakan kawasan budi daya yang cukup potensial dengan beberapa keunggulan antara lain: - Merupakan kawasan dengan potensi daratan dan kelautan yang menyediakan sumber daya alam khas menunjang keragaman jenis usaha perekonomian; - Kawasan pantai yang indah sebagai potensi pariwisata bahari; - Adanya komitmen pembangunan permukiman kota oleh Pemerintah Kota mengatasi bertambahnya kawasan pemukiman kumuh di sepanjang pesisir kota Lhokseumawe; - Adanya daya dukung lahan yang cukup bagi pengembangan pemukiman yang layak huni; - Ditetapkannya pembangunan infrastruktur jalan lingkar melintas pantai sebagai sarana transportasi utama kawasan ini; - Adanya perencanaan tata ruang kawasan berbasis mitigasi bencana Usulan Pembangunan Permukiman Dengan kepadatan Kota Lhokseumawe yang tidak merata dan hanya terpusat pada Kecamatan Banda Sakti saja, maka diharapkan adanya prioritas pembangunan yang lebih diarahkan pada tiga kecamatan yang lain, yaitu Kecamatan Blang Mangat, Muara Dua dan Muara Satu. Untuk Kecamatan Muara Dua lebih diprioritaskan pada Kawasan Gampong Blang Crum yang merupakan kawasan permukiman baru. Hal ini didukung dengan telah adanya perumahan masyarakat korban tsunami yang telah dibangun oleh BRR dan save the childrent paska Aceh diguncang gempa hebat dan terpaan tsunami 2005 silam. Sarana dan prasarana umum seperti jalan dan saluran masih sangat buruk, sehingga perua adanya keseriusan pemerintah daerah dan pihak lainnya untuk IV-12

101 lebih memfokuskan diri dalam meningkatkan derajat dan kualitas kehidupan masyarakat Sistem Infrastruktur Permukiman yang Diusulkan Sistem dari infrastruktur permukiman yang ingin diusulkan diantaranya adalah sistem infrastruktur yang terkoneksitas dengan rencana pengembangan infrastruktur yang ada baik dari kebijakan provinsi maupun dengan kebijakan nasional dengan tetap memperhatikan lingkungan dan geografis dan ketersediaan lahan dan daya dukung kawasan yang ada. Pembangunan infrastruktur permukiman yang tak lepas dari sistem infrastruktur perkotaan, juga masih menyisakan jaringan jalan yang mendekatkan antara daerah produksi dengan wilayah pasar yang ada, dimana konsep jaring laba-laba yang belum semuanya terselesaikan. Demikian juga dengan pembangunan jalan lingkar/lhokseumawe Outer Ring Road (LORR) serta jembatan Pusong-Kandang (Lhokseumawe golden way) Usulan dan Prioritas Program Pembangunan Permukiman Muncul oleh adanya keterkaitan antara fasilitas ruang-ruang umum kota dengan seluruh kegiatan yang menyangkut penggunaan ruang kota yang menunjang akan keberadaan ruang-ruang umum kota. Kegiatan-kegiatan dan ruang-ruang umum bersifat saling mengisi dan melengkapi. Pada dasarnya support activity adalah: a. Aktifitas yang mengarahkan pada kepentingan pergerakan (importance of movement). b. Aktivitas kehidupan kota dan kegembiraan (excitement). Keberadaan aktifitas pendukung tidak lepas dari tumbuhnya fungsifungsi kegiatan publik yang mendominasi penggunaan ruang-ruang umum kota, semakin dekat dengan pusat kota makin tinggi intensitas dan keberagamannya. Bentuk support activity adalah kegiatan penunjang yang menghubungkan dua atau lebih pusat kegiatan umum yang ada di kota, misalnya open space (taman kota, taman rekreasi, plaza, taman budaya, kawasan PKL, pedestrian IV-13

102 ways dan sebagainya) dan juga bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman Pembangunan Infrastruktur Kawasan Permukiman akan meliputi pembahasan strategi yang berkaitan dengan pembangunan air bersih, air limbah/sanitasi lingkungan, drainase, persampahan dan jalan lingkungan. Strategi-strategi tersebut akan memperoleh pembahasan dalam konteks aspek fisik, pembiayaan, kelembagaan, pelibatan masyarakat, sosial dan legislasi untuk kemudian dirangkaikan dengan kontribusi masing-masing stakeholder dalam mengambil peran dalam kegiatan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan Kota Lhoseumawe ini. A. Pembangunan Infrastruktur Air Bersih Pembangunan infrastruktur Air Bersih meliputi adanya: penataan jaringan air bersih untuk peningkatan layanan; penyusunan identifikasi air baku alternative selain air baku dari Aceh Utara; penyusunan perencanaan pemerintah kota Lhokseumawe meminimalkan ketergantungan air bersih dari PDAM Aceh Utara; pelaksanaan pendataan dan perbaikan pipa air bersih yang bocor; adanya kajian penambahan koneksi sumber air baru dengan PIM dan PT Arun; regulasi pencegahan pencemaran air bersih lingkungan. B. Pembangunan Infrastruktur Air Limbah/Sanitasi Pembangunan infrastruktur Air Limbah/sanitasi untuk meliputi adanya: peningkatan pembangunan fisik sanitasi; pembangunan sarana dan prasarana sanitasi dengan design sesuai kondisi geografi; peningkatan IPLT Alue Liem. C. Pembangunan Infrastruktur drainase Pembangunan infrastruktur drainase meliputi adanya: IV-14

103 pemerataan pembangunan fasilitas jaringan drainase; penetapan hirarki jaringan primer, sekunder dan tertier dengan melakukan revitaslisasi sistem jaringan; peningkatan peran aktif dinas terkait dalam melakukan pengawasan, serta monitoring evaluasi; pelaksanaan rekondisi bagi jaringan-jaringan drainase eksisting yang rusak; penyusunan master design Sistem jaringan dengan konsep eko drain yang menyeluruh dan terintegritas. D. Pembangunan Infrastruktur Persampahan Pembangunan infrastruktur persampahan untuk meliputi adanya: pemanfaatan dan pengolahan sampah sebagai salah satu sumber daya (energi dan ekonomi); pembentukan desain pengelolaan bank sampah; pemanfaatan dana CSR Arun dalam pengolahan sampah kota; pemanfaatan penyusunan kajian (FS, DED, Amdal) dari UNDP untuk TPA Regional; peningkatan PAD dari retribusi sampah; peningkatan ekonomi dari upaya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola daur ulang sampah (TPA Alue Liem); pembangunan dan pengembangan TPA Regional terpadu Aceh Utara- Lhokseumawe; peningkatan pola, perilaku, disiplin, budaya masyarakat dalam membuang sampah secara tertib, bersih dan tidak sembarangan; pemanfaatan teknologi pengelolaan sampah (komposting) dan konsep 3R di TPA; penguatan dukungan dana daerah (APBK); peningkatan pelayanan sampah wilayah yang masih kurang (persampahan baru terlayani 60 % dari total wilayah Kota Lhokseumawe dan 70 % dari total penduduk Kota Lhokseumawe); IV-15

104 pembangunan sarana dan prasarana pendukung tentang persampahan yang kurang memadai serta strategi penambahan armada pada BLHK. E. Pembangunan Infrastruktur Jalan Pembangunan infrastruktur jalan meliputi adanya: Strategi penyusunan peta jaringan jalan yang terarah dan berkesinambungan menjangkau pelosok wilayah dan kota Lhokseumawe. Strategi penyusunan kebijakan transportasi dalam penanganan lalu lintas mengantisipasi tingginya laju pertumbuhan kendaraan bermotor dibandingkan dengan pertumbuhan pembangunan prasarana jalan Kerangka Dasar Pengembangan Permukiman Yang menjadi kerangka dasar dari sebuah pengembangan permukiman di Kota Lhokseumawe adalah: Legal security of tenure Problem legal security of tenure masih menjadi problem utama dalam isu hak rakyat atas perumahan. Di Indonesia, satu aturan domestik mengenai hak atas penguasaan tanah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UU No. 5/1960). Banyak sekali aturan domestik yang mengelobarasi maupun merujuk UU ini sebagai konsiderannya. Hak atas tanah, baik berupa hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai diakui keberadaannya sebagai hak hukum. Lebih dari itu, dalam aturan agraria, mekanisme adverse possession juga diakui di Indonesia. Apabila individu menempati dan mengolah tanah selama 20 tahun, maka dia dapat mengajukan hak milik atas tanah. Data statistik perumahan dan permukiman Perlu adanya data yang akurat terhadap kebutuhan utama akan perumahan ini, karena tanpa adanya data yang memiliki tingkat falidasi yang rendah akan mempengaruhi para stakeholder dalam menetukan skala prioritas dan penentuan anggaran yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan perumahan yang ada saat ini. Pendataan ini juga mampu menentukan, seberapa parahnya tingkat kronis permasalahan perumahan itu sendiri, IV-16

105 dengan data ini pula akan mampu memberikan solusi akurat apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. 4.2 Rencana Investasi Penataan Bangunan Lingkungan Suatu kota yang baik harus merupakan satu kesatuan sistem organisasi yang mampu mengakomodasi kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi, budaya, memiliki citra fisik maupun non fisik yang kuat, keindahan visual serta terencana dan terancang secara terpadu. Untuk meningkatkan pemanfaatan ruang kota yang terkendali, suatu produk tata ruang kota harus dilengkapi dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungannya. Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan terhadap Persyaratan Tata Bangunan seperti tersirat dalam Undang Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) diperlukan sebagai perangkat pengendali pertumbuhan serta memberi panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan dan RTBL disusun setelah suatu produk perencanaan tata ruang kota disahkan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagai qanun Petunjuk Umum Penyusunan kebijakan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan bertujuan untuk: ini 1. Menghindari pertumbuhan kawasan yang tidak terarah dan tidak terkendali; serta mendorong ke arah keseragaman wajah/rupa kota; 2. Mempertahankan keunggulan spesifik suatu kawasan sebagai kawasan yang berjati diri; 3. Merespon berbagai konflik kepentingan dalam penataan: antar bangunan; bangunan dengan lingkungannya; bangunan dengan prasarana kota; lingkungan dengan konteks regional/kota; bangunan dan lingkungan dengan aktivitas publik; serta lingkungan dengan pemangku kepentingan; 4. Merespon kebutuhan tindak lanjut atas rencana tata ruang yang ada sekaligus manifestasi atas pemanfaatan ruang; IV-17

106 5. Merespon kebutuhan untuk merealisasikan, melengkapi, dan mengintegrasikan berbagai peraturan yang ada pada suatu kawasan, ataupun persyaratan teknis lain yang berlaku; 6. Merespon kebutuhan alternatif perangkat pengendali yang mampu dilaksanakan langsung di lapangan Penataan Bangunan Penyusunan dokumen RTBL dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau berdasarkan kemitraan pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan/atau dengan dukungan fasilitasi penyusunannya oleh Pemerintah sesuai dengan tingkat permasalahan pada lingkungan/kawasan yang bersangkutan. Penyusunan Dokumen RTBL juga dilakukan dengan mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan mempertimbangkan pendapat publik, selanjutnya Dokumen ini ditetapkan dengan Peraturan Walikota Permasalahan Penataan Bangunan Penyusunan dokumen RTBL dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau berdasarkan kemitraan pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan/atau dengan dukungan fasilitasi penyusunannya oleh Pemerintah sesuai dengan tingkat permasalahan pada lingkungan/kawasan yang bersangkutan. Penyusunan Dokumen RTBL juga dilakukan dengan mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan mempertimbangkan pendapat publik, selanjutnya Dokumen ini ditetapkan dengan Peraturan Walikota Landasan Hukum Adapun yang menjadi landasan hukum dari kegiatan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman; IV-18

107 2. Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup; 3. Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan gedung; 4. Undang-undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 5. Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan; 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang; 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelengaraan Penataan Ruang; 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Penataan Lingkungan Penataan Lingkungan merupakan rencana pendayagunaan pemanfaatan ruang untuk membentuk jati diri kota yang produktif dan efisien. Rencana ini dilakukan pada kawasan-kawasan kota guna meningkatkan kemampuan kawasan sesuai dengan potensi yang dimiliki kawasan tersebut, sehingga memberikan manfaat tidak saja kepada penduduk setempat tetapi juga kepada calon-calon pengusaha, warga masyarakat dan pemerintah kota, serta pembangunan perkotaan. Peningkatan fungsi kawasan kota melalui Penataan Lingkungan dapat diprioritaskan pada kawasan andalan yang terpilih sesuai dengan rencana tata ruang kota. Peningkatan kawasan potensial ini dilaksanakan melalui penyusunan tata lingkungan yang berskala ekonomi sebagai wujud dari rencana tata ruang kota. IV-19

108 Penataan Lingkungan ini juga akan berperan penting pada kawasan spesifik yang memiliki nilai nilai kultural, historis serta secara visual estetis memiliki karakter sebagai memori kota agar dapat dilakukan penanganan lebih lanjut dari sekedar perencanaan kota (urban planning). Perlu dilakukan upaya dan strategi, arahan pengembangan kawasan agar lebih terkendali, terpadu dan berkelanjutan. Pemanfaatan kawasan spesifik yang berkembang cepat juga harus diikuti pengaturan, pengendalian bangunan baik mengenai tata lingkungan sebagai bagian kesatuan manajemen pembangunan perkotaan. Diharapkan kawasan yang dikembangkan secara ekonomi akan bermanfaat pula secara psikologis, visual estetis, ekologis dalam kesatuan arsitektur kota dinamis Pencapaian Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Sering kali pengaturan bangunan (tinggi, Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Luas Bangunan, Sempadan, dll) diterapkan hanya berdasar pada produk-produk rencana tata ruang seperti RTRK dan RDTRK. Dengan sifat perencanaan dua dimensinya, maka beberapa aspek teknis yang terkait dengan analisis tiga dimensi bangunan praktis diabaikan. RTBL sebagai manifestasi perancangan kota (urban desain) merupakan jembatan antara perencanaan tata ruang kota (urban planning) dengan arsitektur bangunan (architecture). Dengan basis perancangan tiga dimensi yang dimilikinya serta penekanan pada potensi dan kendala lokal, menjadikan produk RTBL dinilai lebih tepat untuk pengaturan bangunan Kebijakan, Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Kota Lhokseumawe Dalam tahapan pembangunan kota, perancangan kota (urban design) merupakan proses kelanjutan dari perencanaan kota (urban planning). Urban design lebih mengacu pada penjabaran wujud fisik tiga dimensi kota sebagai kelanjutan dari perencanaan dua dimensi yang dihasilkan dalam produk-produk rencana kota. Perancangan kota merupakan dasar yang seharusnya menjadi panduan (guidenlines) bagi perancang bangunan (architec). IV-20

109 Dalam suatu proses perencanaan (planning) bila data kondisi lokasi (input) sama kemudian dilakukan dengan model atau alat analisis yang sama maka akan diperoleh hasil perencanaan yang relatif sama. Pada produk perancangan (design) meskipun input sama dan dianalisis dengan alat dan model yang sama belum tentu memiliki out put yang sama dan bahkan cenderung selalu berbeda. Hal ini karena adanya beberapa pertimbangan persepsi dan kognisi pengamat/pengguna seperti aspek sosial budaya, perilaku, art/estetika dan lain-lain. Dengan kemungkinan beragamnya bentuk hasil perancangan kota, maka permasalahan yang muncul adalah produk perencanaan mana yang benar. Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, maka kita harus mengkaitkan dengan pelaku dan pemakai wilayah perancangan, suatu produk design yang baik adalah yang dapat diterima secara lebih tepat sesuai kondisi masyarakatnya. Selain itu, produk perencanaan harus sesuai dengan karakteristik wilayah yang mampu memanfaatkan potensi dan meminimalisasi kendala wilayah. Untuk dapat mencapai hal tersebut mutlak diperlukan pendekatan pada aspek aspek sosial masyarakatnya. Pada tataran inilah peran urban design diharapkan lebih dapat mengakomodasikan berbagai tututan masyarakat penggunanya. Dalam pembangunan kota, kepentingan dari urban design terletak di antara dua skala, yaitu skala arsitektur yang berkepentingan dengan wujud fisik dari bangunan secara individu yang bersifat private, serta skala perencanaan kota yang berkepentingan dengan pengembangan kawasan atau kota yang berorientasi pada kepentingan umum dan makro ekonomis pada konteks kota yang lebih luas. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa urban design berkepentingan dengan kualitas fisik dan kualitas spesial dari lingkungan binaan kota. Kebijakan pemerintah daerah dalam jangka menengah adalah penangganan kawasan strategis dan cepat tumbuh yang berada dalam kawasan Kota Lhokseumawe. Kawasan yang terpilih dalam untuk kegiatan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) meliputi: IV-21

110 1. Penataan kawasan Ujong Blang sebagai kawasan permukiman nelayan, pengembangan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), industri pengolahan Perikanan serta pengembangan pariwisata bahari Kecamatan Banda Sakti; 2. Revitalsasi kawasan permukiman nelayan pada kawasan Pusong dan pusat pengembangan kawasan minapolitan berskala Kota Lhokseumawe dengan telah dibangunnya cold storage, SPBU, doking kapal dan dermaga Pelabuhan Pendaratan ikan (PPI) Kecamatan Banda Sakti; 3. Penataan kawasan pariwisata bahari Pulo Seumadu Kecamatan Muara Satu; 4. Penataan kawasan permukiman Blang Crum (eks. Relokasi permukiman BRR dan Save the Children) Kecamatan Muara Dua. Kawasan ini merupakan kawasan permukiman baru yang dibangun pasca terjadinya bencana gempa dan tsunami yang memporak-porandakan Aceh; 5. Penataan kawasan Bukit Rata dan Alue Awe Kecamatan Muara Dua yang merupakan kawasan campuran yang terdiri dari Perguruan Tinggi, Perkantoran, bisnis dan permukiman Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Pada profil rinci penataan bangunan Gedung dan lingkungan akan digambarkan Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan serta Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di daerah ini secara lengkap Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Secara umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di daerah ini masih belum menunjukkan adanya penangganan yang serius dari pemerintah. Selain dokumen dan payung hukum yang belum jelas tersusun secara baik juga rendahnya pengendalian dari pemanfaatan ruang yang ada. Di Kota Lhokseumawe Bangunan Gedung terdiri atas bangunan gedung milik Pemerintah Kota Lhokseumawe dan Bangunan Gedung milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Kota Lhokseumawe sebagai kota pemekaran telah menimbulkan permasalahan aset dari sejak pemekaran tahun Perkantoran pemerintah Kota Lhokseumawe terpusat pada Kawasan kecamatan Banda Sakti. Pada kawasan tersebut terdiri dari kantor pelayanan IV-22

111 kesehatan, pendidikan, pelayanan administrasi penduduk dan militer. Sebagian gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) masih menggunakan ruko dan menyewa, sehingga mengurangi tingkat kenyamanan kerja, hal ini disebabkan oleh lingkungan pasar atau permukiman yang ada disekitar ruko yang disewa tersebut. Tata letak ruang ruko tersebutpun sangat sulit untuk di setting representatif dan terkesan berdesak-desakan. Adapun tabel kepemilikan bangunan gedung miliki Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada tabel dibawah ini. No Tabel 4.4 Kepemilikan Bangunan Gedung Miliki Pemerintah Kota Lhokseumawe Kantor/SKPD Status Otonomi Kondisi Gedung/Kantor Usulan Tahun Status Tahun Gedung Pembangunan RB RS RR Jenis Luas (m2) Estimasi Biaya Sekretariat DPRK Milik Pemda % Bertingkat sesuai 2 Sekretariat Daerah Milik Pemda % Bertingkat sesuai 3 Dinas Pekerjaan Umum Milik Pemda % sesuai 4 Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kontrak/Sewa 2010 Bertingkat Dinas Kesehatan Milik Pemda 2007 Bertingkat sesuai 6 Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Hak Pakai 2003 Bertingkat Dinas Syariat Islam Sewa 2009 Bertingkat Dinas sosial dan Tenaga Kerja Sewa 2009 Bertingkat Badan Pem. Perempuan, Perlind. Anak dan Kel. Sejahtera Sewa 2009 Bertingkat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Milik Pemda 2008 Bertingkat sesuai 11 Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian Sewa Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Sewa 2009 Bertingkat Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Milik Pemda 2008 Bertingkat sesuai 14 Kantor Pelayan, Perizinan Terpadu Sewa 2008 Bertingkat Inspektorat Sewa Satuan Polisi PP dan WH Sewa Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Milik Pemda % sesuai 18 Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Sewa Badan Pemberdayaan Masyarakat Hak Pakai % Kantor Kesatuan bangsa, politik dan Perlindungan Masyarakat Sewa 2009 Bertingkat Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Sewa Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sewa Kantor Camat Banda Sakti Milik Pemda % 420 sesuai 24 Kantor Camat Blang Mangat Milik Pemda sesuai 25 Kantor Camat Muara Satu Milik Pemda sesuai 26 Kantor Camat Muara Dua Milik Pemda % 380 sesuai Tata Ruang Jumlah Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Kondisi penataan Bangunan Gedung dan lingkungan terhadap keselamatan, keamanan dan kenyamanaan bangunan gedung termasuk pada daerah rawan. Pusat perkantoran Kota Lhokseumawe yang terletak di Kecamatan Banda Sakti tidak terlepas akan bahaya banjir, baik yang disebabkan oleh hujan maupun oleh pasang purnama. Untuk penanggulan banjir, pihak Pemerintah dan MDF telah melaksanakan pembangunan reservoir dan maindrain pada tahun 2010, yang IV-23

112 mampu menampung banjir yang terjadi akibat debit puncak. Sedangkan untuk pasang purnama juga telah dibangun break water atau tanggul laut yang mampu menghadang hantaman gelombang, sehingga untuk tahun-tahun kedepan masalah banjir ini telah tertangani secara baik. Gambar 4.1 Peta Rawan Bencana dan Jalur Evakuasi Peta di atas menunjukkan peta rawan bencana dan jalur evakuasi. Sedangkan untuk sarana dan prasarana belum tersedia hidran yang memadai, tapi hal ini disiasati dengan menyediakan racun api secara memadai pada setiap sudut bangunan gedung sehingga mampu mencegah sumber api yang berasal dari bangunan gedung yang ada. Pelaksanaan perizinan telah dilaksanakan secara terpadu pada Kantor perizinan terpadu Satu Pintu dengan tetap dibawah pengawasan teknis oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Lhokseumawe. Sedang alur diagramnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. IV-24

113 RPIJM PKD Permasalahan yang Dihadapi Permasalahan yang ada selama ini mengenai penataan bangunan gedung dan lingkungan diataranya adalah: - Kurang nya sosialisasi mengenai kebijakan pemerintah mengenai masalah ini, sehingga dalam pemanfaatan penataan bangunan gedung dan lingkungan adanya penyimpangan. - Adanya oknum aparatur yang mengeluarkan izin dengan tidak mengikuti aturan yang sesuai dengan pemanfaatan yang direncanakan Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Sasaran dari penyusunan RTBL sebagai suatu produk kajian, maka keberhasilan pengaturan bangunan melalui RTBL sangat tergantung pada kemampuan perencana, kesungguhan pelaksana serta peran serta masyarakat dan investor. Tanpa dikuti sinergi semua stakeholder maka produk RTBL hanya akan menjadi dokumen rapi yang tersimpan di dinas/instansi Pemerintah Daerah atau Kota Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan penyederhanaan sebuah permasalahan yang ada yang bertujuan menemukan solusi dan alternatif penangganan yang cepat dan jitu. Untuk mendapatkan hal tersebut, perlu adanya data yang bersifat kuantitatif dan kualitas yang bersifat primer maupun sekunder. IV-25

BAB II PROFIL KOTA LHOKSEUMAWE. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Lhokseumawe, mata pencaharian

BAB II PROFIL KOTA LHOKSEUMAWE. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Lhokseumawe, mata pencaharian BAB II PROFIL KOTA LHOKSEUMAWE Bab dua berisi penjelasan secara umum mengenai profil Kota Lhokseumawe, Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Lhokseumawe, mata pencaharian dan jumlah DPRD Laki-laki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA NANGGROE ACEH DARUSSALAM KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Lhokseumawe telah menjadi sebuah kota otonom, yang berarti Kota Lhokseumawe telah siap untuk berdiri sendiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu kabupaten yang sedang tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir barat-selatan Provinsi Aceh. Kabupaten yang terbentuk secara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1 1.1. Latar Belakang RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati Mandailing Natal yang akan dilaksanakan dan diwujudkan dalam suatu periode masa jabatan. RPJMD Kabupaten Mandailing Natal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 38/08/61/Th. XIII, 5 Agustus 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II TAHUN 2010 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan II-2010 menurun

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 30/08/31/Th.IX, 15 AGUSTUS 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2013-2018 1.1. Latar Belakang Lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Standar Pelayanan Minimal

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 24/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun 2014, yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, mengalami

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 34/08/34/Th. XIII, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2011 SEBESAR -3,89 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 4.1 Peta Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), D.I.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 38/08/14/Th.XIV, 2 Agustus 2013 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas Triwulan II Tahun 2013 mencapai 2,68 persen Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan II tahun 2013, yang diukur dari

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 23/05/61/Th. XIII, 10 Mei 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I TAHUN 2010 Kinerja perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan I-2010 dibandingkan triwulan IV-2009,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2005-2008 Nomor Katalog BPS : 9205.11.18 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vii + 64 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR No. 01/10/3172/Th.VII, 1 Oktober 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 TUMBUH 5,98 PERSEN Release PDRB tahun 2014 dan selanjutnya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pembangunan salah satu indikator keberhasilan pembangunan Negara berkembang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang disertai terjadinya perubahan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 01/08/1205/Th. VIII, 16 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i DAFTAR TABEL...... iii DAFTAR GAMBAR...... viii BAB I PENDAHULUAN... 2 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... 5 1.3 Hubungann antara Dokumen RPJMD dengan Dokumen

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA LHOKSEUMAWE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA LHOKSEUMAWE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA LHOKSEUMAWE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan perkembangan dan kemajuan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013 No. 37/08/91/Th. VII, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013 Besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II-2013 mencapai Rp 11.972,60 miliar, sedangkan menurut harga

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 1/8/124/Th. XIII, 25 Agustus 214 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 213 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 213 sebesar 6,85 persen mengalami

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 64/11/61/Th. XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2014 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2014 TUMBUH 4,45 PERSEN Besaran Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 01/07/1204/Th. XII, 5 Juli 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2012 sebesar 6,35 persen mengalami

Lebih terperinci

NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kota

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci