KEBIJAKAN PROGRAM SWASEMBADA DAGING 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN PROGRAM SWASEMBADA DAGING 2010"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN PROGRAM SWASEMBADA DAGING 2010 (The Policy of Meat Self-Suffiency Program in 2010) MATHUR RIADY Direktur Jenderal Peternakan Departemen Pertanian ABSTRACT Meat self-sufficiency program in 2010 has politically received a support from the President of RI on April 6 th, To achieve this program, problems and difficulties are found in the field. Therefore several strategies are needed to overcome these problems, i.e. (1) The establishment of Breeding Center, (2) Revitalization of institution, (3) Improvement of supportive infrastructure, (4) Realistic financial support, and (5) The policy of area development. Operational plans are made and consist of 7 main activities and 5 supportive activities both strategy and operational steps are discussed in this paper. To achieve meat selfsufficiency program in 2010, a strong commitment and an appropriate financial support are required. Key Words: Meat Self-Sufficiency, Strategy, Operational Step ABSTRAK Program swasembada daging 2010, secara politik telah mendapat dukungan dari Presiden RI pada tanggal 6 April Dalam program swasembada ini, dijumpai beberapa permasalahan dan kendala di lapang. Oleh sebab itu, diperlukan beberapa strategi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, antara lain: (1) pembentukan Pusat Perbibitan; (2) Revitalisasi kelembagaan; (3) Perbaikan dan pengadaan infrastruktur penunjang; (4) Dukungan finansial yang realistis; serta (5) Kebijakan pengembangan wilayah. Juga telah dibuat langkah-langkah operasional yang terdiri dari 7 kegiatan pokok dan 5 kegiatan penunjang/pendukung. Baik strategi dan langkah operasional tersebut diuraikan dalam makalah ini. Untuk pencapaian program swasembada daging 2010 diperlukan komitmen yang kuat dan dukungan finansial yang memadai. Kata Kunci: Swasembada Daging, Strategi, Langkah Operasional PENDAHULUAN Kebijakan pembangunan peternakan merupakan bagian dari kebijakan pembangunan pertanian yang memiliki nilai penting dalam ketahanan pangan dan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Fungsi protein hewani adalah fungsi yang sangat menetukan dalam mencerdaskan manusia karena kandungan asam aminonya tidak dapat tergantikan (irreversible) oleh bahan makanan lainnya. Pertumbuhan produksi daging saat ini dalam memenuhi kebutuhan konsumsi daging nasional, diperoleh dari daging sapi/kerbau, kambing/domba, babi, unggas dan ternak lainnya. Khusus untuk daging sapi/kerbau dengan kontribusi terhadap kebutuhan daging nasional sebesar 23% dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk, perbaikan ekonomi masyarakat dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani. Mencermati kondisi tersebut di atas, Direktorat Jenderal Peternakan telah mencanangkan Program Swasembada Daging Sapi 2010, dalam prediksi 90 95% kebutuhan dipasok dari dalam negeri dan 5 10% impor dari luar negeri. Program Swasembada Daging 2010, secara politik telah mendapat dukungan dari Presiden Republik Indonesia yang disampaikan dalam beberapa kesempatan antara lain di Dompu pada tanggal 6 April 2006 dalam pidatonya di depan para peternak Doro Ncanga Kabupaten Dompu, NTB. Untuk itu perlu ada upaya serius dan terobosan yang efektif serta dukungan yang memadai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, swasta, masyarakat dan stake holder lainnya. 3

2 Tujuan Tujuan yang diinginkan dalam Program Swasembada Daging 2010 adalah: (1) Meningkatkan ketersediaan daging sapi untuk memenuhi permintaan konsumsi masyarakat Indonesia. (2) Mengurangi ketergantungan impor daging dan ternak ruminansia. (3) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha budidaya ternak ruminansia. Sasaran yang ingin dicapai (1) Meningkatnya produksi daging sapi (red meat) dari 72% menjadi 90 95% dan mengurangi impor dari 28 29% menjadi 5 10%. (2) Meningkatnya pendapatan peternak melebihi upah minimum regional. (3) Meningkatnya angka kebuntingan (CR) dari 50 55% menjadi 65 70%. (4) Menurunnya angka kematian dari 3 5% menjadi dibawah 3%. (5) Mengurangi pemotongan ternak betina produktif. PROYEKSI PROGRAM SWASEMBADA DAGING 2010 Pada tahun 2006, populasi sapi potong di Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,22% atau sebanyak 10,8 juta ekor. Kondisi ini masih belum mencukupi kebutuhan dengan tingkat defisit sebesar 1,6 juta ekor (14,5%) dari populasi ideal 12,4 juta ekor. Tabel 1. Proyeksi produksi daging sapi dengan program strategis Uraian Populasi sapi riel ,50 1.,809, , , , ,00 Pertumbuhan (%) 0,30 1,22 5,22 7,03 7,39 7,39 Betina produktif 3.726, , , , , ,82 Impor betina produktif , Tunda potong betina ,00 25,00 25,00 25,00 Peningkatan akseptor IB , , , ,00 Kelahiran 65% 2.317, , , , , ,22 Replacement 320,39 132,06 800,00 900,00 966, ,98 Pemotongan IB/KA 1.827, , , , , ,24 Produksi daging (000 ton) 263,90 290,56 327,46 384,18 443,12 481,23 Penduduk (juta orang) 220,33 223,63 226,99 230,39 233,85 237,35 Total Konsumsi (000 ton) 384,81 410,94 438,85 468,65 500,48 534,47 Neraca kebutuhan (000 ton) (120,83) (120,38) (111,39) (84,47) (57,36) (53,24) Setara sapi hidup (975,16) (971,49) (898,94) (681,74) (462,91) (429,68) Populasi ideal , , , , , ,02 4

3 Kemampuan produksi daging sapi dari populasi yang tersedia pada tahun 2006, hanya mencapai 290,56 ribu ton, sementara kebutuhan daging sapi mencapai 410,9 ribu ton dengan tingkat konsumsi sebesar 1,84 kg/kapita/tahun atau mengalami defisit sebesar 29,3%. Untuk menuju pencapaian swasembada daging 2010 dengan tingkat ketersediaan sebesar 90 95%, dibutuhkan populasi sebanyak 14,04 juta ekor dan produksi daging sebanyak 481 ribu ton. PERMASALAHAN DAN KENDALA 1. Populasi yang rendah sebagai akibat dari terbatasnya jumlah induk yang produktif. Hal ini mengakibatkan penambahan/ peningkatan populasi dari angka kelahiran tidak signifikan. 2. Peningkatan permintaan (1,45% pertambahan penduduk) tidak dapat diimbangi dengan kelahiran ternak sapi hanya sekitar 20% per tahun. 3. Tingginya pemotongan betina produktif dan bahkan betina bunting. Angka statistik menunjukkan setiap tahun sekitar ekor betina yang dipotong, jika 50% bunting maka kehilangan: induk, calon induk dan bakalan ekor per tahun. 4. Masih adanya gangguan penyakit reproduksi ternak. 5. Keterbatasan modal (dalam/luar negeri), akibatnya sulit membantu peternak agar berusaha dalam skala usaha yang ekonomis agar dapat memberikan pendapatan yang layak dan kesejahteraan bagi keluarganya. 6. Kondisi peternak - Belum mengetahui dan menguasai teknologi pakan dengan baik sehingga banyak sumber pakan yang tidak dimanfaatkan. - Pemeliharaan belum dapat memperpendek jarak antar kelahiran. - Belum mampu mengakses sumber permodalan. Disamping permasalahan tersebut, banyak kendala yang membutuhkan penanganan secara lintas sektoral antara lain: 1. Kebijakan keuangan 2. Penanganan infrastruktur 3. Perdagangan ternak dan hasil ternak 4. Kebijakan pengembangan lahan/tanah STRATEGI PENCAPAIAN PROGRAM SWASEMBADA DAGING 2010 Upaya peningkatan produksi dan produktivitas ternak sapi dalam pencapaian program swasembada daging 2010, akan ditempuh melalui strategi pendekatan sebagai berikut: Pembuatan pusat pembibitan dan bakalan berbasis pastura dan integrasi dengan tanaman Pusat pembibitan dan bakalan yang dimaksud merupakan kegiatan usaha yang dikelola menggunakan prinsip korporasi, yang kegiatan utamanya menghasilkan bibit dan bakalan. Teknologi reproduksi yang digunakan untuk pembibitan ini disarankan menggunakan IB atau kawin alam dengan pejantan unggul. Revitalisasi kelembagaan dan SDM fungsional di lapang Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, banyak lembaga dan SDM yang bertanggung jawab dalam pengembangan peternakan di daerah tidak berfungsi. Komitmen pimpinan daerah sangat berperan penting dalam menunjang kinerja lembaga dan SDM fungsional peternakan. Untuk itu pengaktifan kembali Pos IB dan keswan, serta peralatan dan infrastruktur yang diperlukan untuk IB dan pengontrolan kesehatan harus dipenuhi kembali. Perbaikan dan pengadaan infrastruktur penunjang Untuk mensukseskan rencana percepatan swasembada daging, diperlukan infrastruktur produksi berupa yang berada pada kawasan produksi seperti lahan padang penggembalaan dan sarananya, alat angkutan ternak dan pakan, pabrik pakan, RPH, pos kesehatan hewan dan pos IB, sarana pengairan, pelabuhan untuk 5

4 transportasi ternak, jalan lingkungan dan jalan raya serta infrastruktur lain yang diperlukan untuk produksi. Dukungan finansial yang realistis Dukungan finansial merupakan aspek penting dalam pelaksanaan percepatan swasembada pangan. Kebutuhan dana untuk program ini sangat besar dan perlu didukung oleh berbagai pihak yang berwenang, selain pemerintah baik pusat maupun daerah serta DPR/DPRD. Kebijakan pengembangan wilayah Pengembangan pewilayahan sapi potong untuk mendukung program kecukupan daging 2010 akan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) wilayah pengembangan (Tabel 2). Tabel 2. Sentra produksi sapi potong di Indonesia Sentra produksi Utama Pengembangan Pendukung Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat, Bali, NTT, Sumatra Selatan, NTB, Lampung, Sulawesi Tenggara dan NAD Sumatra Utara, Kalimantan Selatan, Bengkulu, Jambi, Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Kalimantan Tengah Propinsi lainnya LANGKAH-LANGKAH OPERASIONAL Pencapaian program swasembada daging 2010, dilakukan melalui beberapa langkahlangkah operasional, yaitu sebagai berikut: Kegiatan pokok Penambahan induk/bibit Penambahan populasi melalui budidaya ternak betina produktif eks impor yaitu 400 ribu ekor dan atau impor bibit 400 ribu ekor. Penyelamatan dan penjaringan ternak sapi betina produktif Upaya penyelamatan pemotongan ternak betina produktif diperkirakan sebanyak 200 ribu ekor. Dalam pengendalian pemotongan ternak betina produktif tersebut, dilakukan melalui penetapan peraturan perundangundangan pelarangan pemotongan ternak betina produktif yang tertuang dalam Staatblad No. 614 pasal 2 tahun 1936 dan Instruksi Bersama antar Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian No. 18 Tahun 1979 dan No. 05/Ins/Um/3/1979 tanggal 5 Juli Pemotongan ternak khususnya sapi dan kerbau yang berhasil dipantau, menunjukkan bahwa 40% dari jumlah ternak yang dipotong adalah ternak betina dan dari jumlah tersebut 25% diantaranya adalah betina produktif. Mengingat pemotongan ternak betina produktif setiap tahunnya meningkat, maka diperlukan prioritas kegiatan jangka pendek yang dapat menanggulangi pemotongan ternak betina produktif. Penanganan gangguan reproduksi Tingkat kegagalan kebuntingan ternak pada pelaksanaan IB yang cukup tinggi, ditunjukkan oleh adanya pengulangan inseminasi sampai 3 kali atau lebih. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan alat reproduksi ternak. Dari hasil survei di Sumatra Barat, gangguan reproduksi ternak didapatkan bahwa 60% disebabkan oleh kasus endometritis dan 40% lainnya dikarenakan oleh kelainan akibat hormonal dan kelainan alat reproduksi. Setelah dilakukan penanganan kasus endometritis, diperoleh tingkat keberhasilan 70% dan ternak terbebas dari gangguan reproduksi dan dapat mengalami kebuntingan kembali. Sedangkan penanganan pada kasus gangguan hormonal diperoleh tingkat keberhasilan sebesar 50%. Intensifikasi pelaksanaan inseminasi buatan Upaya-upaya peningkatan produksi dan produktifitas ternak sapi telah lama dilakukan melalui teknologi Inseminasi Buatan (IB), karena teknologi tersebut merupakan teknologi tepat guna dalam rangka peningkatan produksi, mutu genetik ternak dan meningkatkan populasi. 6

5 Hasil evaluasi IB Nasional 2005 (Kerjasama Teknis Ditjen peternakan dengan Yayasan Pemberdayaan Masyarakat tertinggal Indonesia) menunjukkan bahwa pelaksanaan IB secara teknis yang ditunjukkan dengan ratarata S/C = 1,44 dan CR = 72,8% serta angka kelahiran sebanyak ekor. Hal ini menunujukkan bahwa pelaksanaan IB telah berhasil dengan baik dan manfaatnya semakin dirasakan oleh para peternak. Upaya peningkatan produksi dan produktivitas ternak dengan IB dalam mendukung program swasembada daging 2010, dapat dilakukan dengan metode kawin silang (cross breeding) atau pengembangan jenis ternak sapi tertentu seperti Branguisasi di NTB atau Simentalisasi di Sumatra Barat. Ternak hasil IB tersebut, perlu didorong untuk menambah berat badan melalui usaha pengemukan, sehingga dapat diperoleh berat badan kg berat hidup setelah digemukkan 1 2 tahun. Kontribusi dari ternak sapi hasil IB terhadap penyediaan daging dalam negeri, cukup signifikan dari tahun ke tahun. Untuk itu revitalisasi pelaksanaan IB ke depan, khususnya dalam upaya pencapaian program swasembada daging 2010 merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan. Untuk itu langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan intensifikasi IB adalah: (a) Peningkatan jumlah akseptor IB Pada tahun 2007 direncanakan adanya gerakan IB Nasional dengan meningkatkan jumlah akseptor sebanyak 1,5 juta ekor dengan perkiraan kelahiran sebesar ekor. Upaya peningkatan jumlah akseptor akan terus dilakukan tahun-tahun berikutnya, sehingga pada tahun 2010 jumlah akseptor sebanyak 2 juta ekor dengan perkiraan kelahiran sebanyak 1,4 juta ekor. (b) Penetapan lokasi IB Penetapan lokasi IB didasarkan pada potensi wilayah/jumlah akseptor yang terkonsentrasi dan siap untuk di Inseminasi dengan sistem pemeliharaan yang sudah intensif atau semi intensif. Konsentrasi pelaksanaan IB masih terpusat di pulau Jawa dan Bali dan beberapa daerah di luar pulau Jawa seperti Lampung, Sumsel, Sumbar, Sumut, NTB dan Sulsel. Sedangkan untuk daerah-daerah lain masih merupakan daerah introduksi dan pengembangan. (c) Kelembagaan dan SDM IB Direktorat Jenderal Peternakan telah membuat buku pedoman pelayanan IB, lengkap dengan struktur organisasinya. Namun dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah di mana pelayanan lebih terdesentralisasi di propinsi/kabupaten, maka struktur organisasi IB dapat dimodifikasi dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan daerah, agar lebih efisien dan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, khususnya para peternak. Untuk itu peran satuan pelayanan IB, Pos IB, Pos Keswan serta peralatan dan infrastruktur yang diperlukan untuk IB dan pengontrolan kesehatan harus dipenuhi dan ditingkatkan. Teknisi IB yang meliputi Inseminator, PKB, ATR, dan Supervisor IB, perlu ditata kembali tentang jumlah dan kebutuhannya untuk masing masing daerah. Hal ini perlu dilakukan agar kelembagaan dan SDM yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan IB dapat berjalan sebagaimana mestinya. (d) Dukungan saran operasional IB Keberhasilan pelaksanaan IB juga sangat ditentukan dengan ketersediaan peralatan, bahan dan sarana pendukung lainnya (insemination kit, kontainer, N2 Cair, semen dll.) Ketersediaan dari saran tersebut harus tepat jumlah, tepat jenis, tepat waktu, tepat sasaran dan biaya. Intensifikasi kawin alam (distribusi pejantan unggul) Selain intensifikasi IB, juga kegiatan kawin alam dengan penyebaran pejantan unggul ditingkatkan. Dalam upaya peningkatan kawin alam ini, meliputi juga pencegahan pemotongan pejantan unggul pada lokasi-lokasi yang sulit dijangkau oleh pelaksanaan IB. Untuk itu diperlukan upaya pengamanan yaitu dengan membeli ternak pejantan unggul petani yang akan dipotong dan kemudian disebarkan kembali kepada kelompok tani sebagai pemacek. 7

6 Upaya peningkatan populasi ternak sapi potong baik melalui intensifikasi IB dan Kawin alam, dalam beberapa tahun terakhir telah dilakukan kegiatan pengembangan usaha kelompok tani ternak melalui fasilitasi dana BPLM/PMUK. Berdasarkan hasil evaluasi dan monitoring perkembangan ternak sapi potong pada 523 kelompok BPLM, telah terjadi kenaikan populasi rata-rata 64,4% atau dari ekor ternak awal, meningkat menjadi ekor. Dari hasil evaluasi dan monitoring perkembangan ternak tersebut di atas, memperlihatkan hasil yang baik, maka diharapkan agar program tersebut dapat dilanjutkan dan menyebar ke wilayah-wilayah sentra produksi sapi potong. Khususnya untuk daerah-daerah pengembangan sapi potong yang tidak dapat dijangkau oleh pelayanan IB, maka upaya pengadaan dan penyebaran pejantan unggul perlu dilakukan. Pengembangan pakan ternak Peningkatan dan pengembangan pakan diarahkan kepada: (a) Menciptakan adanya suatu sistem pakan khusus ruminansia dalam upaya mencukupi kebutuhan pakan baik kuantitas dan kualitas, terutama dilokasi pengembangan dan potensial ternak. (b) Mengembangkan dan membina balai dan unit-unit pakan ternak, baik pusat dan daerah dalam kaitan penyediaan dan distribusi pakan khususnya hijauan serta mengaktifkan lagi prasarana yang telah lama dimiliki seperti padang pangonan dan lain-lain. (c) Meningkatkan pemanfaatan bahan baku pakan lokal dalam antisipasi meningkatnya ketergantungan impor bahan baku pakan dimasa mendatang. (d) Mengembangkan pemanfaatan hasil samping produk pertanian dan pemanfaatan lahan-lahan kritis serta lahan-lahan yang potensial dikembangkan dilokasi-lokasi perkebunan maupun kehutanan. Kelembagaan peternak Pengembangan kelembagaan peternak diarahkan kepada: (a) Terbentuknya usaha-usaha kelompok/usaha bersama kelompok/koperasi atau bentuk lain berdasarkan komoditas dan kepentingannya. (b) Peningkatan skala usaha yang ekonomis baik pada tingkat individu, kelompok, maupun usaha bersama kelompok (KUBA), maupun dalam bentuk koperasi dan badan usaha yang lain. (c) Dengan memiliki skala ekonomis diharapkan lebih mudah untuk memberikan pelayanan-pelayanan minimal bagi pemerintah. (d) Memberikan peluang yang lebih mudah untuk melakukan kerja sama agribisnis, sekaligus telah memiliki posisi tawar yang lebih baik. Kegiatan penunjang/pendukung Pengembangan kawasan usaha peternakan (a) Penumbuhan kawasan Penumbuhan kawasan diperlukan untuk memudahkan dalam pengembangan dan pemilihan kawasan sapi potong, khususnya di daerah-daerah potensial. Kawasan peternakan tersebut meliputi kawasan khusus yaitu kawasan yang memiliki kegiatan utama usaha peternakan seperti lahan penggembalaan umum, ranch dan kawasan khusus peternakan (KUNAK) maupun kawasan industri peternakan (KINAK). Penumbuhan kawasan tersebut dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, sehingga mengarah kepada kawasan peternakan yang berkembang, mandiri dan berorientasi agribisnis. (b) Pengembangan Integrasi Ternak dengan Usahatani lainnya (PITU) Pengembangan integrasi ternak dengan tanaman, dapat memanfaatkan limbah yang tersedia dari kegiatan di subsektor lainnya 8

7 seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, maupun kehutanan dan perikanan sebagai pakan ternak. Usaha kelompok tani yang terintegrasi antara ternak sapi potong dengan tanaman (Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan), sampai dengan saat ini sebanyak 462 kelompok dan target pertumbuhan kelompok sampai dengan tahun 2010 sebanyak kelompok. Pelayanan kesehatan hewan Dalam rangka mendukung pencapaian program swasembada daging sapi 2010, perlu dilakukan upaya peningkatan pelayanan kesehatan hewan sbb: (a) Menurunkan angka kematian serta meningkatnya kelahiran dan produktivitas (b) Peningkatan partisipasi masyarakat terhadap pentingnya kesehatan hewan dan biosekuriti (c) Peningkatan jumlah wilayah yang bebas penyakit hewan menular (d) Peningkatan kemampuan untuk mencegah masuknya penyakit eksotik (e) Peningkatan kemampuan merespon wabah penyakit hewan menular dan eksotik (f) Peningkatan ketersediaan obat hewan yang aman, bermutu dan bermanfaat (g) Peningkatan jumlah unit pelayanan keswan yang terakreditasi. Pelayanan kesehatan masyarakat veteriner Upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka mendukung program pencapaian Swasembada daging 2010 melalui peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat veteriner dengan langkah-langkah sbb: (a) Memantapkan dan meningkatkan peran Kesmavet dalam sistem pengawasan keamanan mutu produk asal hewan secara nasional (b) Meningkatkan sistem pengawasan keamanan pangan asal hewan melalui pengembangan sistem jaminan keamanan, jaringan kerja pengawasan, standarisasi dan meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat (c) Meningkatkan pengamanan pangan asal hewan dan produk hewan non pangan melalui penerapan kebijakan maksimum bimbingan dan koordinasi pengawasan peredaran PAH, meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat pada pencegahan zoonosis/foodborne disease (d) Pengendalian residu dan cemaran mikroba pada produk asal hewan melalui monitoring dan surveliens residu dan cemaran mikroba, pembinanaan Lab. Kesmavet, pengembangan National Sampling Plan, serta mengkaji profil keamanan PAH yang beredar. Penumbuhan kemitraan/swasta Usaha Peternakan sapi potong di Indonesia sebagian besar masih merupakan usaha peternakan rakyat dengan skala usaha yang belum ekonomis yaitu 2 4 ekor. Hal ini disebabkan antara lain karena masih lemahnya permodalan dan kurangnya pengetahuan dan wawasan peternak untuk akses permodalan. Untuk mendorong berkembangnya dunia usaha peternakan di Indonesia, pemerintah perlu menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan memberikan kesempatan kepada perusahaan swasta untuk melakukan investasi pada usaha peternakan. Perusahaan/swasta skala besar, perlu dikembangkan dalam konsep kemitraan agribisnis dengan skala menengah dan kecil serta skala rumah tangga sehingga diharapkan terbentuk win-win partnership. Oleh karena itu, maka usaha agribisnis on farm yang umumnya masih lemah, diperlukan pembinaan penyertaan kelompok agar mampu bekerjasama dengan cara kemitraan usaha. Fasilitas permodalan usaha Modal merupakan salah satu sumber daya yang penting dalam pengembangan usaha, apalagi untuk investasi seperti mempercepat pengembangan bibit bermutu, bakalan dan budidaya serta pengembangan kawasan sapi potong yang melibatkan banyak keluarga. Berbagai fasilitas dalam rangka dukungan permodalan seperti: 9

8 (a) Bantuan pemerintah Bantuan pemerintah dalam upaya pemberdayaan usaha ekonomi produktif berupa bantuan permodalan kepada kelompok peternak diberikan dalam bentuk bantuan dana bergulir dengan sistem Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) dengan penyaluran hubungan langsung bank dengan kelompok peternak kecil. Hal ini merupakan langkah pertama bagi kelompok untuk mengenal bank. Bantuan tersebut dapat bersumber dari APBN, APBD dan Bantuan Luar Negeri. Bantuan pemerintah melalui subsidi bunga disalurkan melalui kredit ketahanan pangan (KKP) usaha peternakan dengan bunga 12%. (b) Perbankan/lembaga keuangan lainnya Terdapat berbagai jenis, jumlah dan layanan lembaga keuangan mikro di pedesaan dalam hal pelayanan kredit dan keuangan antara lain Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Desa Simpanan Pedesaan atau SIMPEDES, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) non Bank Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana Keuangan Pedesaan (LDKP), Badan Kredit Desa (BKD), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP), Pegadaian, Koperasi Simpan Pinjam, Credit Union, Kios Saprodi serta Koperasi Swadaya Masyarakat (KSM)/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). (c) Modal masyarakat Pemerintah memberdayakan dengan pembinaan teknis, pembinaan usaha, teknologi, pasar dan informasi. PENUTUP Upaya pencapaian program swasembada daging 2010 sangat ditentukan oleh komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder yang terkait serta dukungan finansial yang memadai. 10

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMODITAS SAPI POTONG (TERNAK RUMINANSIA) DI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN KOMODITAS SAPI POTONG (TERNAK RUMINANSIA) DI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN KOMODITAS SAPI POTONG (TERNAK RUMINANSIA) DI KALIMANTAN TIMUR 1 Sebagai tindak lanjut RPPK 11 JUNI 2005 Deptan telah menetapkan 17 komoditas prioritas,al: unggas, sapi (termasuk kerbau),kambing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 59/Permentan/HK.060/8/2007 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 59/Permentan/HK.060/8/2007 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 59/Permentan/HK.060/8/2007 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007 MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada : Acara Seminar Nasional HPS Bogor, 21 Nopember 2007 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016 - 679 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016 TENTANG UPAYA KHUSUS PERCEPATAN PENINGKATAN POPULASI SAPI DAN KERBAU BUNTING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan

Lebih terperinci

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh No. Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Aceh Target Indikator Lainnya Target Renstra ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015

LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT REALISASI RUPIAH MURNI REALISASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa Kelayakan Usaha BAB V KELAYAKAN USAHA Proses pengambilan keputusan dalam menentukan layak tidaknya suatu usaha sapi potong dapat dilakukan melalui analisis input-output. Usaha pemeliharaan sapi potong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK SAPI DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SJAMSUL BAHRI Direkorat Perbibitan, Di jen Peternakan - Departemen Pertanian JI. Harsono RM No. 3 Gedung C Lantai VIII - Kanpus

Lebih terperinci

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5. NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ARAH KEBIJAKAN ( KEMENTAN RI ) PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN 2015-2019 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERUBAHAN PROGRAM WAKTU PROGRAM 2010-2014 2015-2019 DALAM RANGKA

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU AGUS SOFYAN Direktorat Perluasan Areal Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Pertanian Jl. Margasatwa No 3, Ragunan Pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

Revisi ke 05 Tanggal : 27 Desember 2017

Revisi ke 05 Tanggal : 27 Desember 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2015-2019 Musrenbang Regional Kalimantan Jakarta, 24 Februari 2015 AGENDA 7 NAWACITA : Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2)

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2) Pendahuluan KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI 2010 1) Oleh : Teguh Boediyana 2) 1. Meskipun daging sapi bukan merupakan bahan makanan yang pokok dan strategis seperti

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat selama periode tahun

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Peningkatan produksi ternak

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014 CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014 1 Peningkatan Produksi Ternak Dengan Pendayagunaan Sumber Daya Lokal a. Pengembangan Kawasan Sapi Potong (Kelompok) 378 335 88,62 b. Pengembangan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

ICASEPS WORKING PAPER No. 98

ICASEPS WORKING PAPER No. 98 ICASEPS WORKING PAPER No. 98 PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN SWASEMBADA DAGING DI NUSA TENGGARA BARAT Bambang Winarso Maret 2009 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BERBASIS TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BERBASIS TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013 PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BERBASIS TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENELITI UTAMA: I PUTU CAKRA PUTRA A. SP., MMA. BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR 0 KATA PENGANTAR Kondisi usaha pembibitan sapi yang dilakukan oleh peternak masih berjalan lambat dan usaha pembibitan sapi belum banyak dilakukan oleh pelaku usaha, maka diperlukan peran pemerintah untuk

Lebih terperinci

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : WORKSHOP PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA RABIES DINAS PETERNAKAN KAB/KOTA SE PROVINSI ACEH - DI

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENDAHULUAN Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia yang kemudian melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997, ternyata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tujuan umum pembangunan peternakan, sebagaimana tertulis dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2010-2014, adalah meningkatkan penyediaan

Lebih terperinci

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA Medan, Desember 2014 PENDAHULUAN Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Suamtera Utara sebagai salah

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF I. UMUM Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai wilayah gudang ternak sapi

Lebih terperinci

Revisi ke 01 Tanggal : 18 April 2017

Revisi ke 01 Tanggal : 18 April 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU Ternak mempunyai arti yang cukup penting dalam aspek pangan dan ekonomi masyarakat Indonesia. Dalam aspek pangan, daging sapi dan kerbau ditujukan terutama untuk

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil,

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan.

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan. 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan. Peternakan memiliki peran yang strategis terutama dalam penyediaan sumber pangan. Salah satu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyediaan dan Peredaran Susu. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMENTAN/PK.450/7/2017 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEREDARAN SUSU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI Oleh: Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Sri Hastuti Suhartini Ikin Sadikin Bambang Winarso Chaerul Muslim PUSAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

L E M B A R A N D A E R A H PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN TERNAK DAERAH

L E M B A R A N D A E R A H PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN TERNAK DAERAH L E M B A R A N D A E R A H PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN TERNAK DAERAH Menimbang : a. b. c. bahwa dalam rangka menunjang keberhasilan pembangunan peternakan,

Lebih terperinci

ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU Kegiatan Pokok

ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU Kegiatan Pokok 33 Propinsi ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU 2014 5 Kegiatan Pokok Target Pencapaian Swasembada Daging Sapi Kerbau Tahun 2014 20 Propinsi Prioritas Kelompok I Daerah prioritas IB yaitu

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING (Prospect of Beef Cattle Development to Support Competitiveness Agrivusiness in Bengkulu) GUNAWAN 1 dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah berhasil dalam swasembada daging ayam dan telur, namun data statistika peternakan mengungkapkan bahwa Indonesia belum dapat memenuhi

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 38 BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur A. Visi Visi merupakan suatu gambaran tentang keadaan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 KERANGKA PIKIR

CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 KERANGKA PIKIR CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 KERANGKA PIKIR Swasembada daging sapi sebagai program pemerintah merupakan kemampuan pemerintah sebagai regulator menyediakan 90 persen dari total

Lebih terperinci