JST Kesehatan, Oktober 2017, Vol. 7 No. 4 : ISSN
|
|
- Widyawati Halim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 JST Kesehatan, Oktober 2017, Vol. 7 No. 4 : ISSN PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN HIPERTONIK SALIN SOLUTION 3% DAN MANITOL 20% PADA PASIEN TRAUMA KEPALA SEDANG Comparison of Giving Hipertonic Saline Solution 3% and Manitol 20% on Conservative Moderate Head Injury Patients 1 Ismail Jaya, 2 Djoko Widodo, 3 Idham Jaya Ganda 1 Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar ( ismailjayabedah@gmail.com) 2 Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar ( djokwid@yahoo.com) 3 Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar ( dhamjaya-spa@yahoo.co.id) ABSTRAK Terjadinya cedera kepala dapat menyebabkan gangguan autoregulasi tekanan perfusi otak. Penelitian ini bertujuan untuk menilai dan membandingkan efek hipertonik salin solution 3 % dengan manitol 20% terhadap derajat kesadaran, tekanan arteri rerata, kadar gula darah, kadar elektrolit, diuresis, kadar laktat darah dan Outcome pasien cedera otak sedang. Penelitian ini menggunakan metode uji klinis observational studi kohort. Pasien TCS konservatif terbagi dalam kelompok manitol dan HSS. Dilakukan penilaian GCS, MAP, GDS, elektrolit, laktat, diuresis dan outcome pasien. Data diolah dengan analisis statistik uji-t independent tidak berpasangan. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 42 sampel yang memenuhi kriteria, tidak terdapat perbedaan bermakna dinamika GCS dan outcome setelah pemberian manitol dan HSS. Dinamika MAP HSS lebih stabil dibanding manitol. Dinamika GDS manitol cenderung stabil dibanding HSS. Natrium dan chlorida meningkat pada HSS dibandingkan manitol. Kalium cenderung lebih rendah pada manitol dibanding HSS. Laktat darah lebih rendah pada HSS dibanding manitol. Efek diuresis manitol lebih tinggi dibanding HSS. Kata kunci: TCS konservatif, Manitol, HSS ABSTRACT The occurrence of head injury may cause autoregulatory disturbance of brain perfusion pressure. This research object to comparing the effect of giving hypertonic saline solution 3% with manitol 20% solution and then evaluate consciousness, mean arterial pressure, blood sugar level, electrolyte level, lactate level, diuresis, and outcome in patients with moderate brain injury. This Research Method to study was an observational clinical trial of cohort studies. Conservative Moderate Head Injury (MHI) patients are divided into groups of manitol and HSS. Performed assessment of GCS, MAP, blood Glucose Level, electrolytes, lactate, diuresis and patient outcome. The data were processed by statistical analysis of independent t-test unpaired. Result of research finded From 42 samples, there was no significant difference in GCS dynamics and outcomes after administration of manitol and HSS. The dynamics of MAP in HSS group are more stable than manitol. The dynamics of blood glucose level inmanitol groupare more stable compared to HSS. Sodium and chloride increased in HSS compared to manitol. Potassium is lower in manitol than HSS. Lactate blood level is lower in HSS than manitol. Manitol diuresis effect is higher than HSS. Keywords: Conservative MHI, Manitol, HSS 374
2 Ismail Jaya ISSN PENDAHULUAN Cedera otak atau Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan penyebab mortalitas dan kecacatan yang tinggi pada kelompok Usia produktif yaitu usia tahun. Insidensi TBI di Inggris dilaporkan sebesar 400 : individu per tahun atau sekitar 1,4 juta pasien per tahun, dan di Amerika Serikat sebesar 1,6 juta pasien per tahun. Dari jumlah ini, diantaranya meninggal dunia dan menderita kecacatan permanen per tahunnya (Lingsma et al., 2010). Glasgow Coma Score (GCS) mengklasifikasikan TBI menjadi TBI ringan (GCS 13-15), sedang (GCS 9-12), dan berat (GCS 3-8). Pasien dengan TBI ringan memiliki prognosis ad vitam yang baik, walaupun 50% pasien menderita kecacatan sedang atau berat sehingga tidak dapat kembali kepada fungsi normalnya. Pasien dengan TBI berat memiliki prognosis yang buruk, dimana mortalitas pasien dengan GCS < 13 adalah sekitar 30% dan dengan GCS < 8 adalah sekitar 50% (Tenenbein et al., 2008). Terjadinya cedera kepala dapat menyebabkan gangguan autoregulasi tekanan perfusi otak dan menyebabkan otak tidak terlindungi dari perubahan hemodinamika tubuh. Terganggunya autoregulasi berpotensi meninggikan tekananintrakranial (Catala et al., 2007). Pada cedera otak traumatik pada umumnya terjadi iskemia serebral akibat kerusakan vaskuler maupun parenkim otak. Iskemia serebral pada gilirannya Akan menyebabkan edema cerebri sitotoksik akibat kurangnya ATP sehingga menyebabkan gangguan fungsi pada Na-K pump. Selain itu, kerusakan pada pembuluh darah otak juga menyebabkan edema vasogenik. Edema otak dapat meningkatkan tekanan intrakranial, karena sesuai dengan doktrin Monroe-Kellie, rongga kranium merupakan rongga yang tertutup sehingga peningkatan volume salah satu komponen intrakranial Akan dikompensasi dengan pengurangan volume komponen lainnya dan bila peningkatan tersebut tidak dapat dikompensasi, maka akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial (Raslan & Bhrdwaj, 2007). Tujuan utama penanganan intensif cedera kepala adalah untuk mencegah dan mengobati cedera kepala sekunder seperti iskemik serebral menggunakan berbagai strategi neuroprotektif untuk mempertahankan perfusi serebral untuk memenuhi kebutuhan metabolisme otak berupa oksigen dan glukosa. Karena otak terletak di dalam tengkorak, peningkatan TIK Akan mengganggu aliran darah ke otak dan mengakibatkan iskemik serebral. Peningkatan TIK adalah penyebab penting terjadinya cedera kepala sekunder, dimana derajat dan lamanya berkaitan dengan outcome setelah cedera kepala. Dengan dasar-dasar cerebral protection, cerebral resuscitation, hemodinamik stabil, dan relaksasi otak yang baik secara objektif Akan menjaga adekuatnya perfusi ke otak sehingga hasil yang diharapkan menjadi baik. Manitol 20% merupakan terapi yang paling sering dipakai sebagai osmoterapi. Mannitol 20% dinyatakan aman dan efektif oleh Brain Trauma Foundation dan The European Brain Injury Consortium. Walaupun demikian, mannitol memiliki beberapa keterbatasan, antara lain menyebabkan hiperosmolaritas yang dapat menimbulkan gagal ginjal dan hipotensi karena efek diuresisnya, terutama pada pasien-pasien dengan hipovolemia. Selain itu, pada kondisi sawar darah-otak yang tidak intak, manitol justru dapat semakin meningkatkan tekanan intrakranial karena manitol menembus masuk sawar darahotak dan menarik cairan ke intrakranial. Karenanya, saat ini telah dikembangkan cairan lain sebagai alternatif untuk penggunaan manitol, di antaranya adalah larutan salin (nat rium) hipertonik dan larutan laktat hipertonik (Sorani & Manley, 2008). Penelitian sebelumnya oleh Marko (2012), menemukan bahwa hipertonik salin yang mesti dipertimbangkan sebagai gold standar terapi hipertensi intrakranial. Manitol dianggap standar baku penanganan hipertensi intrakranial karena sejarahnya. Hipertonik Salin lebih berkhasiat dan efek samping lebih sedikit dibanding manitol. Pada tikus percobaan dengan cedera otak akut didapatkan hipertonik salin berhasil menangani peningkatan intrakranial dibanding manitol. Pada hewan maupun manusia hipertonik salin dan manitol dapat menurunkan tekanan intrakranial melalui redistribusi volume, ekspansi plasma, modifikasi reologik, dan efek anti inflamasi. Penanganan bervariasi karena belum ada protokol standart dan kurangnya penelitian mengenai terapi awal, dosis dan monitoring terapi. Manfaat 375
3 TCS konservatif, Manitol, HSS ISSN hipertonik salin dengan efek diuresis osmotik yang kurang mempertahankan sistemik dan cerebral hemodinamik pada pasien kritis secara neurologis, bukan hanya menurunkan ICP dan mempertahankan CPP, juga meningkatkan perfusi oksigen di jaringan (Gisela & Claudio, 2015). Glukosa darah yang tinggi dapat memperberat cedera otak sekunder pada keadaan iskemia. Pada pasien cedera otak berat, glukosa darah pascabedah > 200 mg/dl berhubungan dengan kecacatan neurologis yang lebih berat. Hipertonik salin pada penanganan pasien kritis efektif mengatasi hipotensi dan meningkatkan tekanan intrakranial jika dikombinasi dengan koloid (Strandvik, 2009). Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menilai dan membandingkan efek hipertonik salin solution 3 % dengan manitol 20% terhadap derajat kesadaran, tekanan arteri rerata, kadar gula darah, kadar elektrolit, diuresis, kadar laktat darah dan Outcome pasien cedera otak sedang. BAHAN DAN METODE Desain dan Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan desain prospektif uji klinis. Variabel penelitian terdiri atas: variabel bebas (Manitol 20%, Hipertonik Salin Solution 3 %), variabel tergantung (GCS, MAP, diuresis, Kadar elektrolit, kadar glukosa darah, kadar laktat darah, Outcome pasien), variabel antara (mekanisme kerja HSS 3 % dan Manitol 20 %), variabel kendali ( pasien cedera otak traumatik sedang), dan variabel random (umur, jenis kelamin). Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar sampai jumlah sampel terpenuhi. Penelitian dilakukan mulai bulan September 2016 sampai dengan Mei Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian adalah pasien cedera otak sedangdengan waktu kejadian 8 jam sebelum masuk rumah sakit dengan GCS 9-12 di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar selama masa penelitian. Sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan setuju untuk ikut dalam penelitian. Pemilihan sampel dilakukan secara acak konsekutif dari semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Metode Pengumpulan Data Identitas pasien dicatat dan dilakukan anamnesis riwayat penyakit terdahulu. Penderita yang memenuhi kriteria penelitian secara acak sederhana, mempertimbangkan kesamaan GCS dan gambaran hasil CT Scan kepala, pasien dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok HSS yang menerima hipertonik Salin Solution 3 % dosis 3,21 ml/kgbb dan kelompok M yang menerima manitol 20% 3 ml/kgbb, diberikan melalui infus dalam 15 menit sebagai loading dose. Pemeriksaan dan pencatatan derajat kesadaran (GCS), produksi urine, gula darah dan Kadar elektrolit serum dilakukan setelah 24 jam pemberian terapi osmosis. Pemeriksaan Kadar asam laktat darah dilakukan setelah 72 jam dan 120 jam dari awal pasien masuk IGD. Penilaian outcome pasien dengan kriteria hidup dan meninggal. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS 21.0 dan Microsoft Excel for windows. Hasil pengolahan data ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi. Analisis statistik yang digunakan adalah uji-t independen tidak berpasangan dibandingkan dengan perbedaan rata-ratanya untuk variabel numerik parametrik. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 5%, artinya bila p<0,05 maka perbedaan tersebut dinyatakan bermakna secara statistik, dengan interval kepercayaan 95%. HASIL PENELITIAN Telah dilakukan penelitian prospektif uji klinis untuk menilai dan membandingkan efek hipertonik salin solution 3 % dengan manitol 20% terhadap derajat kesadaran, tekanan arteri rerata, kadar gula darah, kadar elektrolit, diuresis, kadar laktat darah dan Outcome pasien cedera otak sedang. Penelitian dilakukan sejak bulan September 2016 sampai dengan Mei 2017 dan diperoleh 42 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok Manitol 20% dan kelompok HSS 3%. Setiap kelompok terdiri dari 21 sampel penelitian. Selama penelitian ada 4 orang pasien yang meninggal sebelum penilaian hari ke-5, masing- 376
4 Ismail Jaya ISSN masing 2 orang dari kelompok manitol dan 2 orang dari kelompok HSS 3%. Perbandingan GCS dengan pemberian Manitol 20% dan HSS 3% pada Cedera Kepala Sedang menunjukkan bahwa dari penilaian 0 (awal masuk) sampai penilaian V (120 jam) pada pemberian Manitol 20% dan HSS 3% keduanya meningkatkan nilai GCS pada pasien cedera kepala sedang. Pada kelompok Manitol 20% GCS rerata pasien sebelum yaitu 11,24 dan sesudah (Penilain V) yaitu 13,72. Pada kelompok HSS 3% GCS rerata pasien sebelum yaitu 11,29 dan sesudah (Penilain V) yaitu 13,53 (lampiran, Gambar 1). Gambar 2. Perbandingan Mean Arterial Pressure pada Cedera Kepala Sedang Perbandingan kadar Glukosa darah pada Cedera Kepala Sedang menunjukkan bahwa dari penilaian sampai penilaian V (120 jam) pada pemberian Manitol 20% relatif terjadi peningkatan nilai GDS setelah penilaian II sedangkan HSS 3% relatif menurun pada pasien cedera kepala sedang. Pada pemberian Manitol 20% GDS rerata pasien pemberian awal yaitu 121,43 mg/dl dan akhir yaitu 130,93 mg/dl. Pada pemberian HSS 3% GDS rerata pasien pada pemberian awal yaitu 120,90 mg/dl dan akhir yaitu 105,69 mg/dl. Rata-rata 5 penilaian pada pemberian Manitol 20% dan HSS 3% masingmasing yaitu sebesar 138,05 dan 110,89 mg/dl (lampiran, Gambar 3). Gambar 1. Perbandingan GCS dengan pemberian Manitol 20% dan HSS 3% pada Cedera Kepala Sedang Perbandingan Mean Arterial Pressure pada Cedera Kepala Sedang menunjukkan bahwa dari penilaian 0 sampai penilaian V (120 jam) pada pemberian Manitol 20% relatif menurun dan tidak stabil, sedangkan HSS 3% cenderung sedikit meningkat dan stabil sampai penilain V pada pasien cedera kepala sedang. Pada pemberian Manitol 20% MAP rerata pasien pemberian awal yaitu 82,95 mmhg dan akhir yaitu 72,17 mmhg. Pada pemberian HSS 3% MAP rerata pasien pada pemberian awal yaitu 84,43 mmhg dan akhir yaitu 86,11 mmhg. Rata-rata dari 5 penilaian pada pemberian Manitol 20% dan HSS 3% masing-masing yaitu sebesar 73,90 dan 89,01 mmhg (lampiran, Gambar 2). Gambar 3. Perbandingan kadar Glukosa darah pada Cedera Kepala Sedang Perbandingan Kadar Asam Laktat darah pada Cedera Kepala Sedang menunjukkan bahwa dari penilaian I (24 jam) sampai penilaian V (120 jam) pada pemberian Manitol 20% dan HSS 3% nilai Asam Laktat Darah relatif turun menuju normal pada pasien cedera kepala sedang. Pada pemberian Manitol 20% Asam Laktat Darah rerata pasien pemberian awal yaitu 3,77 mmol/l dan akhir yaitu 2,55 mmol/l. Pada pemberian HSS 3% Asam Laktat Darah rerata pasien pada pemberian awal yaitu 3,62 mmol/l dan akhir yaitu 2,41 mmol/l. Rata-rata 5 penilaian pada pemberian Manitol 20% dan HSS 3% masingmasing yaitu sebesar 3,23 dan 3,03 mmol/l (lampiran, Gambar 4). 377
5 TCS konservatif, Manitol, HSS ISSN Gambar 4. Perbandingan Kadar Asam Laktat darah dengan pemberian Manitol 20% dan HSS 3% pada Cedera Kepala Sedang Perbandingan Diuresis dengan pemberian Manitol 20% dan HSS 3% pada Cedera Kepala Sedang menunjukkan bahwa dari penilaian I (24 jam) sampai penilaian V (120 jam) pada pemberian Manitol 20% dan HSS 3% nilai diuresis relatif turun menuju normal dengan efek diuresis lebih kuat dari semua penilaian pada pemberian Manitol 20% pada pasien cedera kepala sedang. Pada pemberian Manitol 20% diuresis rerata pasien pemberian awal yaitu 1,62 ml/kgbb/jam dan akhir yaitu 1,21 ml/kgbb/jam. Pada pemberian HSS 3% diuresis rerata pasien pada pemberian awal yaitu 1,47 ml/kgbb/jam dan akhir yaitu 1,04 ml/kgbb/jam. Rata-rata 5 penilaian pada pemberian Manitol 20% dan HSS 3% masing-masing yaitu sebesar 1,41 dan 1,24 ml/kgbb/jam (lampiran, Gambar 5). Gambar 5. Perbandingan Diuresis dengan pemberian Manitol 20% dan HSS 3% pada Cedera Kepala Sedang PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 42 sampel yang memenuhi kriteria, tidak terdapat perbedaan bermakna dinamika GCS dan outcome setelah pemberian manitol dan HSS. Dinamika MAP HSS lebih stabil dibanding manitol. Dinamika GDS manitol cenderung stabil dibanding HSS. Natrium dan chlorida meningkat pada HSS dibandingkan manitol. Kalium cenderung lebih rendah pada manitol dibanding HSS. Laktat darah lebih rendah pada HSS dibanding manitol. Efek diuresis manitol lebih tinggi dibanding HSS. Pada hasil penelitian ini tidak tampak perbedaan bermakna GCS pada pasien dengan pemberian Manitol 20 % dan Hipertonik Salin Solution 3 %. Dinamika GCS pada awal dan akhir evaluasi pada kedua kelompok memperlihatkan perbaikan derajat kesadaran. Kuantitas GCS sangat ditentukan oleh lokasi dan besarnya kerusakan pembuluh darah, sel, sitoskleton, akson setelah trauma mekanik. Respon imunologi berupa aktifasi komplemen, pelepasan mediator inflamasi memicu apoptosis dan nekrosis. Reaksi kimiawi berupa kegagalan nutritife, gangguan ion, stress oksidatif, eksitotoksitas menentukan keluaran pasien setelah trauma kepala. Pada hasil penelitian ini tampak kecenderungan MAP lebih tinggi pada pemberian Hipertonik Salin Solution 3 %. Dinamika MAP pada pemberian HSS 3 % tampak nilai MAP cenderung stabil dengan nilai rata-rata 90 mmhg. Dinamika MAP pada pemberian manitol 20% tampak nilai MAP labil dan memiliki kecenderungan menurun. Kandungan HSS 3 % memicu peningkatan sistemik blood pressure. Keadaan ini akan memperbaiki cerebral blood flow dan perfusi jaringan otak. Autoregulasi dibutuhkan untuk memberikan pasokan yang tetap stabil dari oksigen dan nutrisi ke jaringan otak dan membuang sampah metabolik. Konstriksi dan dilatasi dari arteriol yang terjadi dengan cepat merupakan respon dari adanya perubahan tekanan. Dilatasi pembuluh darah cerebral terjadi saat tekanan darah arteri menurun atau saat metabolisme otak meningkat. Tetapi, jika respon normal ini terganggu, maka aliran darah ke otak secara langsung akan berhubungan dengan tekanan darah sistemik (Guyton & Hall, 2012). Jika tekanan rata-rata arteri sangat menurun atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial, maka selanjutnya tekanan perfusi cerebral menjadi sangat rendah untuk dapat dikoreksi oleh mekanisme autoregulasi, sehingga hal ini dapat menimbulkan iskemi cerebral. Tidak ditemukan rebound peningkatan TIK setelah beberapa hari pemberian Manitol 20 %. 378
6 Ismail Jaya ISSN Hipertonik salin dan manitol dapat menurunkan tekanan intrakranial melalui redistribusi volume, ekspansi plasma, modifikasi reologik, dan efek anti inflamasi. Penanganan bervariasi karena belum ada protokol standart dan kurangnya penelitian mengenai terapi awal, dosis dan monitoring terapi. Didapatkan Cairan salin hipertonis (HSS) telah memperlihatkan penurunan TIK dan memperbaiki CPP, memperbaiki vasoregulasi, imunomodulator yang memberikan efek neuroprotektor, efek antiinflamasi, dan efek neurokemis pada jaringan otak yang cedera. Pada penelitian ini pemberian hipertonik salin solution 3 % memiliki kecenderungan Kadar glukosa darah lebih tinggi dibanding pemberian manitol 20 %. Perbedaan ini secara statistik dikatakan tidak bermakna. Dinamika Kadar glukosa darah pada pemberian manitol 20% pada penelitian ini cenderung stabil dengan nilai ratarata GDS 120 mg/dl. Dinamika Kadar glukosa darah pada pemberian HSS 3 % cenderung stabil dengan nilai rata-rata 115 mg/dl. Glukosa darah yang tinggi dapat memperberat cedera otak sekunder pada keadaan iskemia. Kadar glukosa darah dipertahankan pada nilai mg/dl, jika lebih dapat dilakukan intervensi insulin. Otak sangat rentan terhadap perubahan Kadar glukosa yang ekstrim. Hal ini menunjukkan bahwa krisis energi bahkan dapat terjadi pada Kadar glukosa darah dalam kisaran normal. Pada penelitian ini tampak kecenderungan kadar asam laktat lebih tinggi pada pemberian manitol 20 % dibanding pemberian hipertonik salin solution 3 %. Dinamika nilai Kadar asam laktat dengan pemberian hipertonik salin solution 3 % lebih stabil dibandingkan manitol 20 %. Kondisi hipoksia yang berpotensi terjadinya iskemik lebih terkontrol dengan pemberian HSS 3 %. Sirkulasi sistemik dengan nilai tekanan arteri rata-rata yang stabil memungkinkan dinamika sirkulasi oksigen yang baik. Tidak ditemukan asidosis metabolik pada kedua kelompok. Peranan laktat sebagai prediktor luaran cedera otak tertutup mengungkapkan dinamika gula darah, laktat, dan glial fibrillary acidic protein (GFAP) serum menggambarkan perubahan dinamis pada metabolisme otak, berkurangnya laju metabolisme dan timbulnya krisis energi. Analisis peneliti berdasarkan penelitian ini adalah bahwa pada setiap penderita yang mengalami cedera otak traumatika, Akan mengalami gangguan metabolisme energi otak yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar laktat darah. Peningkatan ini dapat terjadi oleh karena pengaruh cedera primer akibat kerusakan jaringan otak karena efek langsung dari trauma (sifat/jenis lesi), dan atau sekunder oleh rangkaian perubahan patofisiologis yang lebih kompleks misalnya peningkatan tekanan intra kranial, gangguan perfusi, gangguan metabolisme, proses inflamasi, pelepasan neurotransmiter eksitasi, gangguan keseimbangan ionik, yang pada akhirnya akan memperburuk metabolisme energi otak. Dari sisi metabolisme energi otak keadaan ini Akan ditunjukkan dengan peningkatan produksi laktat otak, yang kemudian keluar ke sirkulasi sehingga terjadi hiperlaktatemia. Penelitian yang menghubungkan antara kadar laktat dengan level GCS menyatakan bahwa inisial laktat darah dapat memprediksi luaran pasien trauma kepala dibandingkan 24 jam laktat klirens dan semakin berat cedera kepala, kadar laktat darah akan semakin meningkat. Demikian pula hasil CT scan kepala memperlihatkan semakin berat kerusakan parenkim otak, semakin tinggi Kadar laktat darah. Zoremba et al (2007), pada studi eksperimental menggunakan binatang dengan teknik mikrodialisis mendapatkan bahwa makin besar kerusakan neuronal, maka Kadar laktat ekstraseluler otak makin tinggi, sementara bila kerusakan neuronalnya lebih kecil kadar laktat ektraselulernya makin rendah. Laktat makin tinggi bila CPP > 30 mmhg dan CPP <40. Bahkan didapatkan pula dengan stimulasi fisiologis saja, Kadar laktat otak didapatkan meningkat. Pada penelitian ini tampak kecenderungan Manitol 20 % memiliki efek diuresis yang lebih tinggi. Dinamika diuresis mengikuti frekuensi pemberian manitol 20 %. Manitol difiltrasi secara bebas di glomerolus (osmotik diuresis), hampir tidak direabsorbsi oleh tubulus ginjal dan tidak disekresikan oleh tubulus ginjal. Tidak ditemukan gejala dehidrasi dan imbalance elektrolit, hipovolemia, hipotensi, bermakna setelah pemberian Manitol 20 % pada penelitian ini. Dinamika diuresis setelah pemberian HSS 3 % distimulasi oleh autoregulasi sistem hormonal. Manfaat hipertonik salin dengan efek diuresis osmotik yang kurang, mempertahankan sistemik dan cerebral hemodinamik pada pasien kritis 379
7 TCS konservatif, Manitol, HSS ISSN secara neurologis, bukan hanya menurunkan ICP dan mempertahankan CPP, juga meningkatkan perfusi oksigen dijaringan (Gisela & Claudio, 2015). KESIMPULAN DAN SARAN Peneliti menyimpulkan bahwa tidak tampak perbedaan bermakna GCS pasien yang diberikan Hipertonik Salin Solution 3 % dan Manitol 20 % pada trauma kepala sedang. Mean Arterial Pressure memiliki kecenderungan lebih tinggi dengan pemberian Hipertonik Salin Solution 3 %. Kadar elektrolit Natrium dan Chlorida memiliki kecenderungan meningkat dengan pemberian Hipertonik Salin Solution 3 %. Efek diuresis memiliki kecenderungan lebih tinggi dengan pemberian Manitol 20 %. Kadar asam laktat pasien yang diberikan Hipertonik Salin Solution 3 % lebih rendah dibanding Manitol 20 % pada trauma kepala sedang. Peneliti menyarankan agar Hipertonik Salin Solution 3 % direkomendasikan untuk mempertahankan MAP, hipovolemia, hipoksia pada pasien trauma kepala saat efek diuresis dan hipotensi Manitol 20 % menjadi pertimbangan pemberian pada pasien MAP rendah. Manitol 20 % direkomendasikan pada pasien dengan hipernatremia dan riwayat diabetes. Faktor-faktor perancu hasil penelitian sebaiknya dimasukkan sebagai kriteria eksklusi. Sebaiknya digunakan alat ukur dengan akurasi yang baik pada penelitian ini. Mengukur Kadar glukosa darah dengan Hb A1c, kadar asam laktat dengan menilai analisa gas darah. Marko F.N. (2012). Hipertonic Saline, Not Mannitol, Should be Considered Gold- Standard Medical Therapy for Intracranial Hypertension. Cancer Institute. Cambridge UK. Raslan A & Bhrdwaj A. (2007). Medical Management of Cerebral Edema. Neurosurg Focus. 22(5):E12. Sorani M.D & Manley G.T. (2008). Dose- Response Relationship of Mannitol and Intracranial Pressure: a Metaanalysis. J Neurosurg. 108: Strandvik G.F. (2009). Review article; Hypertonic Salin in Critical Care; a review literature and Guidelines for Use in hipotensive states and Raised Intracraial Pressure. Association of Anaesthesia of Great Britain and Ireland. Tenenbein P et al. (2008). Head Trauma- Anesthetic Considerations and Management. Available from: Zoremba N et al. (2007). Brain Metabolism during a Decrease in Cerebral Perfusion Pressure Caused by an Elevated Intracranial Pressure in the Porcine Neocortex. Anesth Analg. 105(3): DAFTAR PUSTAKA Catala T.A et al. (2007). Intracranial Pressure and Cerebral Perfusion as Risk Factors in Children with Traumatic Brain Injuries. JNeurosurg. 106(6): Gisela L & Claudio M. (2015). Mannitol versus Hypertonic Saline Solution in Neuroanastesia. Colombia: Santo Domingo. Guyton A.C & Hall J.E. (2012). The Body Fluids and Kidney. In: Textbook of Medical Physiology. 9 th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. Lingsma H.F et al. (2010). Early Prognosis in Traumatic Brain Injury: from Prophecies to Predictions. Lancet Neurol. 9(5):
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. fungsi psikososial, dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Traumatik brain injury (cedera otak traumatik/cot) yang umumnya didefinisikan dengan adanya kelainan non degeneratif dan non congenital yang terjadi pada otak, sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Diperkirakan insidensinya lebih dari 500 per 100.000 populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas. Di Inggris misalnya, setiap tahun sekitar 100.000 kunjungan pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis crania serta organ didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab
16 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab paling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di kalangan anak muda di seluruh dunia, prediksi hasil saat masuk RS sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode neonatus merupakan waktu yang paling rawan untuk kelangsungan hidup anak. Pada tahun 2015, 2,7 juta neonatus meninggal, merepresentasikan 45% dari kematian anak
Lebih terperinciPerbandingan Efektivitas Natrium Laktat dengan Manitol untuk Menurunkan Tekanan Intrakranial Penderita Cedera Kepala Berat
Perbandingan Efektivitas Natrium Laktat dengan Manitol untuk Menurunkan Tekanan Intrakranial Penderita Cedera Kepala Berat Muhammad Zafrullah Arifin, Ajid Risdianto Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita
Lebih terperinciTekanan Tinggi Intra Kranial (TTIK) dr. Syarif Indra, Sp.S Bagian Neurologi FK UNAND RS Dr. M. Djamil Padang
4 Tekanan Tinggi Intra Kranial (TTIK) dr. Syarif Indra, Sp.S Bagian Neurologi FK UNAND RS Dr. M. Djamil Padang OBJEKTIF Memahami tekanan tinggi intrakranial (TTIK) dan berbagai penyebabnya Memahami bahaya
Lebih terperinciRESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang
RESUSITASI CAIRAN Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang SYOK Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciTRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C
TRAUMA KEPALA Doni Aprialdi C11050165 Lusi Sandra H C11050171 Cynthia Dyliza C11050173 PENDAHULUAN Insidensi trauma kepala di USA sekitar 180-220 kasus/100.000 populasi (600.000/tahunnya) 10 % dari kasus-kasus
Lebih terperinciPemberian Terapi Mannitol terhadap Peningkatan. Glascow Coma Scale (GCS) pada Pasien. Cedera Otak Sedang. Penelitian untuk Karya Akhir
Pemberian Terapi Mannitol terhadap Peningkatan Glascow Coma Scale (GCS) pada Pasien Cedera Otak Sedang Penelitian untuk Karya Akhir Dalam Bidang Ilmu Bedah Oleh: Satrio Teguh Krisyuantoro NIM S5608004
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Cedera Kepala Akibat Trauma Cedera kepala umumnya diklasifikasikan atas satu dari tiga sistem utama, yaitu: keparahan klinis, tipe patoanatomi dan mekanisme fisik.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya
Lebih terperinciMEAN ARTERIAL PRESSURE (MAP) BERHUBUNGAN DENGAN
123 MEAN ARTERIAL PRESSURE (MAP) BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MORTALITAS PADA PASIEN STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL Sri Haryuni Program Studi Ners FIK Universitas Kadiri e-mail: sisri_83@yahoo.co.id ABSTRACT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap tahunnya dan orang membutuhkan rawat inap untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala mengenai hampir 1,5 juta orang di Amerika Serikat setiap tahunnya dan 240.000 orang membutuhkan rawat inap untuk pengobatan trauma mereka (Frey et al.,
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN LARUTAN LAKTAT HIPERTONIK 0,5 M 2,5 ML/KGBB TERHADAP KADAR C REACTIVE PROTEIN (CRP)
PENGARUH PEMBERIAN LARUTAN LAKTAT HIPERTONIK 0,5 M 2,5 ML/KGBB TERHADAP KADAR C REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN CEDERA OTAK TRAUMATIK YANG MENJALANI PROSEDUR KRANIEKTOMI SOLUTION EFFECT OF LACTIC HYPERTONIC
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh: ADE SOFIYAN J500050044 Kepada : FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur dibawah 45 tahun di negara maju dan di negara berkembang. Kepala juga merupakan bagian yang paling sering
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. produktif (Japardi, 2004). Secara global insiden cedera kepala meningkat dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cedera kepala merupakan kasus yang sering ditemui di Instalasi Rawat Darurat. Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian utama dikisaran usia produktif (Japardi,
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus
BAB VI PEMBAHASAN Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus yang lahir dan dirawat di bangsal NICU dan PBRT RSUP Dr Kariadi yang memenuhi kriteria penelitian dan telah dilakukan
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat
46 BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Desain penelitian Penelitian ini merupakan study prognostik dengan desain kohort. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat yang dirawat
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan
Lebih terperinciTerapi Hiperosmolar pada Cedera Otak Traumatika
Iwan Abdul Rachman *), Sri Rahardjo **), Siti Chasnak Saleh ***) *) Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung, **) Departemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan
Lebih terperinciABSTRAK KORELASI ANTARA SATURASI OKSIGEN BULBUS JUGULARIS DENGAN FOUR SCORE PADA KASUS CEDERA KEPALA BERAT DI RSUP SANGLAH DENPASAR
ABSTRAK KORELASI ANTARA SATURASI OKSIGEN BULBUS JUGULARIS DENGAN FOUR SCORE PADA KASUS CEDERA KEPALA BERAT DI RSUP SANGLAH DENPASAR Made Wiryana, Ketut Sinardja, Tjokorda Gde Agung Senopati, Ketut Wibawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke memiliki serangan akut yang dapat dengan cepat menyebabkan kematian. Penderita stroke mengalami defisit neurologis fokal mendadak dan terjadi melebihi dari 24
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otak, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Menurut World Health Organization (WHO), stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan/atau global
Lebih terperinciKORELASI ANTARA KADAR OXYGEN DELIVERY DENGAN LENGTH OF STAY PADA PASIEN CEDERA KEPALA SEDANG. Dr. M. Z. Arifin, SpBS
KORELASI ANTARA KADAR OXYGEN DELIVERY DENGAN LENGTH OF STAY PADA PASIEN CEDERA KEPALA SEDANG Dr. M. Z. Arifin, SpBS Program Pendidikan Bedah Dasar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes. Faustino dan Apkon (2005)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dikarenakan adanya infeksi. 1 Sepsis merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya
Lebih terperinciKETOASIDOSIS DIABETIK
KETOASIDOSIS DIABETIK Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA DIVISI ENDOKRINOLOGI FK USU/ RS.H. ADAM MALIK MEDAN DEFINISI KAD : SUATU KEDARURATAN MEDIK AKIBAT GANGGUAN METABOLISME
Lebih terperinciKETOASIDOSIS DIABETIK
KETOASIDOSIS DIABETIK Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA DIVISI ENDOKRINOLOGI FK USU/ RS.H. ADAM MALIK MEDAN DEFINISI KAD : SUATU KEDARURATAN MEDIK AKIBAT GANGGUAN METABOLISME
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke masih menjadi pusat perhatian dalam bidang kesehatan dan kedokteran oleh karena kejadian stroke yang semakin meningkat dengan berbagai penyebab yang semakin
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita
Lebih terperinciSyok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi
Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi terutama dalam bidang transportasi mengakibatkan meningkatnya jumlah dan jenis kendaraan bermotor dan hal ini berdampak pada meningkatnya kasus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15 juta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian disebabkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden 4.1.1 Jumlah Responden Data penelitian ini merupakan data sekunder yaitu medical record pasien yang diambil dari bulan januari 2014 sampai desember
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah penyakit jantung pada
Lebih terperinciPERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN
PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN TERAPI CUCI HIDUNG CAIRAN ISOTONIK NACL 0,9% DIBANDINGKAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Peningkatan pelayanan di sektor kesehatan akan menyebabkan usia harapan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pelayanan di sektor kesehatan akan menyebabkan usia harapan hidup semakin meningkat dan sebagai konsekuensinya maka masalah kesehatan berupa penyakit
Lebih terperinciPendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan
HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. besar. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke berpengaruh pada berbagai aspek
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan masalah medis yang serius karena dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat, kecacatan dan biaya yang dikeluarkan sangat besar. Kecacatan
Lebih terperinciAsuhan Keprawatan Cedera Kepala Agus K Anam,M.Kep
Asuhan Keprawatan Cedera Kepala Agus K Anam,M.Kep TERJADI TIAP 15 DETIK MATI TIAP 12 MENIT CEDERA KEPALA 50 % KEMATIAN PADA TRAUMA 60 % KEMATIAN AKIBAT KLL TATALAKSANA P R I M A R Y S U R V E Y A AIRWAY
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala traumatik merupakan masalah utama kesehatan dan sosial ekonomi di seluruh dunia (Ghajar, 2000; Cole, 2004). Secara global cedera kepala traumatik merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerebrovaskular accident atau yang sering di sebut dengan istilah stroke adalah gangguan peredaran darah di otak yang mengakibatkan terganggunya fungsi otak yang berkembang
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tekanan Intra Abdomen Rongga abdomen dapat dianggap sebagai kotak tertutup dengan dinding yang keras (iga, tulang belakang, dan pelvis) serta dinding yang fleksibel (dinding
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang tidak hanya di hadapi negara maju, tapi juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab kematian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai dengan hilangnya sirkulasi darah ke otak secara tiba-tiba, sehingga dapat mengakibatkan terganggunya
Lebih terperinciperkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM
BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu masalah kesehatan yang serius di dunia. Hal ini dikarena penyakit ginjal dapat menyebabkan kematian, kecacatan serta penurunan kualitas hidup
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini melingkupi bidang Anestesiologi. Penelitian ini dimulai sejak tanggal 28 Mei 2014 hingga 28 Juni 2014.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini melingkupi bidang Anestesiologi. 4.2 Waktu dan tempat penelitian Tempat melaksanakan: Bagian rekam medis RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke masih menjadi perhatian dunia karena angka kematiannya yang tinggi dan kecacatan fisik yang ditimbulkannya. Berdasarkan data WHO, Stroke menjadi pembunuh nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Kejadian mengancam nyawa sering disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kejadian mengancam nyawa sering disebabkan oleh perdarahan. 1,2,3 Menurut data di Inggris (2010) sebanyak 80% kematian diakibatkan perdarahan yang menyebabkan syok
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan penyebab kematian ketiga didunia, dengan angka mortalitas tertinggi di negara dengan pendapatan rendah sampai menengah. Dari data WHO,
Lebih terperinciMAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI
MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI OLEH: Vita Wahyuningtias 07.70.0279 Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan...1 Bab 2 Tujuan...2 Bab 3 Pembahasan...3 1. Pengertian...3 2. Etiologi...4 3. Patofisiologi...4 4. Gejala dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada makhluk hidup multiseluler. Zatzat yang tidak digunakan oleh tubuh akan dikeluarkan dalam bentuk urin oleh ginjal. Pada seorang
Lebih terperinciDAMPAK GLASSGOW COMA SCALE DAN MEAN ARTERIAL PRESSURE TERHADAP LAMA HARI RAWAT PADA PASIEN CIDERA KEPALA DI RSUD BANYUMAS
DAMPAK GLASSGOW COMA SCALE DAN MEAN ARTERIAL PRESSURE TERHADAP LAMA HARI RAWAT PADA PASIEN CIDERA KEPALA DI RSUD BANYUMAS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana Oleh :
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang sering dilakukan adalah sectio caesaria. Sectio caesaria
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien yang mengalami pembedahan semakin meningkat. Salah satu pembedahan yang sering dilakukan adalah sectio caesaria. Sectio caesaria (caesarean delivery) didefinisikan
Lebih terperinciABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS Albert Yap, 2013, Pembimbing I: Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing
Lebih terperinciKebutuhan cairan rumatan tidak hanya
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2, September 2004: 91-96 Penelitian Kendali Acak Terbuka Terhadap Efektifitas dan Keamanan Cairan Elektrolit Rumatan pada Neonatus dan Anak (KAEN 4B vs N/4D5) M. Juffrie Cairan
Lebih terperinciAdvanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview
Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview 1 Motto : Save our brain and nerve!! Time is brain!! 2 Latar belakang Sebagian besar kasus neurologi merupakan kasus emergensi. Morbiditas dan mortalitas
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok
BAB III PEMBAHASAN Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok karena trauma tidak dikatakan sebagai syok hipovolemik, selain itu juga dalam penatalaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu akan tetapi beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam urat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. operasi bedah sesar dengan status fisik ASA (American Society of Anesthesiologist)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian ringet laktat sebagai cairan resusitasi pada pasien bedah sesar, sering dikaitkan dengan kejadian asidosis. 1,2 Keadaan asidosis akan menyebabkan vasodilatasi
Lebih terperinci162 Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2011
162 Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2011 Perbedaan Pengaruh Air Beroksigen Tinggi dengan Air Mineral terhadap Saturasi Oksigen dan ph Urin Studi Eksperimental terhadap Sukarelawan Setelah Berolahraga The
Lebih terperinciHubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta
LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lima belas juta orang di dunia setiap tahunnya terkena serangan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lima belas juta orang di dunia setiap tahunnya terkena serangan stroke, dimana didapatkan data 6 juta orang meninggal dunia, dan 5 juta lainnya mengalami cacat permanen.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengidap diabetes. Baik pria maupun wanita, tua maupun muda, tinggal di kota
14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengidap diabetes di Indonesia menurut data WHO pada tahun 2009 mencapai 8 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat menjadi lebih dari 21 juta jiwa
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015
ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan,
Lebih terperinciMANAJEMEN KEJANG PASCA TRAUMA
Dipresentasikan pada: Pengembangan Profesi Bedah Berkelanjutan (P2B2) XIII-2016 Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia (PABI) Lampung MANAJEMEN KEJANG PASCA TRAUMA DR.Dr.M.Z. Arifin,Sp.BS Department
Lebih terperinciABSTRAK PERBANDINGAN EFEK GULA PUTIH, ASPARTAM, BROWN SUGAR, GULA AREN, DAN STEVIA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH
ABSTRAK PERBANDINGAN EFEK GULA PUTIH, ASPARTAM, BROWN SUGAR, GULA AREN, DAN STEVIA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH Dinar Sarayini Utami P., 2016, Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Lusiana Darsono dr., M.Kes. :
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang terjadi akibat penyakit kardiovaskular. Kelainan terjadi pada pembuluh darah di otak dan bersifat fokal. Stroke merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akibat kecelakaan lalulintas.(mansjoer, 2002) orang (39,9%), tahun 2004 terdapat orang dengan jumlah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cidera kepala berat merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalulintas.(mansjoer,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau CKD (Chronic Kidney Disease) merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel (Wilson, 2005) yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran darah otak. Terdapat dua macam stroke yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik dapat terjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg). Total air tubuh dibagi menjadi dua kompartemen cairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi saat ini telah menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron ginjal, mengakibatkan
Lebih terperinciUKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang kurang dari 60 ml. Penyakit ginjal kronik
Lebih terperinciASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN
ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN Niken Andalasari PENGERTIAN Hipoglikemia merupakan keadaan dimana didapatkan penuruan glukosa darah yang lebih rendah dari 50 mg/dl disertai gejala autonomic dan gejala neurologic.
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.
BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa
Lebih terperinciDIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen
DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Renny Anggraeni, 2011 Pembimbing I : Adrian Suhendra, dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto,dr.,M.H. Asam urat telah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ginjal adalah salah satu penyebab paling penting dari kematian dan cacat tubuh di banyak negara di seluruh dunia (Guyton & Hall, 1997). Sedangkan menurut
Lebih terperinciBAB II STROKE HEMORAGIK
BAB II STROKE HEMORAGIK 2.1 Definisi Stroke (Penyakit Serebrovaskuler) adalah kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Stroke bisa berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian
Lebih terperinciHubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik
Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir
Lebih terperinci