MASYARAKAT RESTI TARYANIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MASYARAKAT RESTI TARYANIA"

Transkripsi

1 ANALISIS MODAL SOSIAL DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT RESTI TARYANIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DEPARTEMEN DAN PENGEMBANGA SAINS AN MASYARAKAT KOMUNIKA FAKULTAS ASI DAN PENGEMBANGAN EKOLOGI MANUSIA MASYARAKAT FAKULTAS INSTITUT PERTANIAN EKOLOGI MANUSIA BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 ii

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengembangan Masyarakat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Resti Taryania NIM I

4 iv ABSTRAK RESTI TARYANIA. Analisis Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengembangan Masyarakat. Dibimbing oleh IVANOVICH AGUSTA. Pendekatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia selama ini telah banyak diupayakan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral maupun regional. Akan tetapi berbagai kegiatan itu masih dianggap kurang efektif dan dilaksanakan secara parsial dan tidak berkelanjutan sehingga digulirkanlah program pengembangan masyarakat dimana masyarakat menjadi pelaku utama dari program tersebut, strategi ini digunakan bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya membuat suatu program yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Modal sosial sebagai salah satu aspek penting yang menunjang keberhasilan dan keberlanjutan suatu program pengembangan masyarakat. Di antara urgensi tersebut adalah melalui peranan modal sosial dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Di daerah pedesaan, modal sosial yang terbangun lebih erat (tinggi) terkait dengan budaya masyarakat pedesaan. Modal sosial akan cenderung lebih terlihat ketika di pedesaan tersebut terdapat suatu program pengembangan masyarakat yang mampu mewadahi aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh modal sosial terhadap partisipasi masyarakat dalam program pengembangan masyarakat yang ada di Kampung Cangkurawok, Desa Babakan. Kata kunci: modal sosial, partisipasi, program pengembangan masyarakat ABSTRACT RESTI TARYANIA. Analysis Capital Social and Participation in Development Community Program. Supervised by IVANOVICH AGUSTA. Approach to development and community development in Indonesia has been widely pursued through a variety of sectoral and regional development activities. However, various activities were still considered to be less effective and partially implemented and unsustainable, so established community development program where the community is the main actor of the program, the strategy used aimed to increase community participation in efforts to create a sustainable program for the welfare of the community. Social capital as an important aspect to the success and sustainability of a community development program. Among the urgency is over the role of social capital in community participation. In rural areas, social capital is believed to be more tightly woke up (high) associated with the culture of rural communities. This social capital is likely to be more noticeable when in the countryside there is a community development program that is able to accommodate the aspirations and needs of the community. This study was conducted to see the effect of social capital on community participation in community development programs in Kampung Cangkurawok, Babakan village. Key words: capital social, participation, development community program

5 ANALISIS MODAL SOSIAL DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT RESTI TARYANIA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6 vi

7 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM Analisis Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengembangan Masyarakat Resti Taryania Disetujui oleh Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi. Pembimbing Diketahui oleh o Adiwibowo MS Ketua Departemen Q 4 s~ ; 2013 Tanggal Lulus:

8 Judul Skripsi : Analisis Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengembangan Masyarakat Nama Mahasiswa : Resti Taryania NIM : I Disetujui oleh Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi. Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS. Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9 viii PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT Tuhan yang Maha Esa yang kebenaran dan keberadaan-nya tidak dapat diragukan oleh siapapun. Berkat rahmat nikmat dan karunia-nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengembangan Masyarakat sebagai syarat perolehan gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr Ivanovich Agusta, SP, Msi selaku pembimbing skripsi penulis yang senantiasa memberikan semangat dan saran kepada penulis selama proses penulisan hingga penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu memberi nasihat dan materi, juga kepada orang terkasih yang senantiasa memberi semangat dan juga membantu dalam proses penulisan. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Bogor, September 2013 Resti Taryania

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Kegunaan Penelitian 3 PENDEKATAN TEORITIS 5 Tinjauan Pustaka 5 Konsep Modal Sosial 5 Konsep Partisipasi Masyarakat 6 Konsep Pengembangan Masyarakat 10 Kerangka Pemikiran 11 Hipotesis 12 Definisi Operasional 12 METODE PENELITIAN 17 Lokasi dan Waktu 17 Teknik Sampling 17 Pengumpulan Data 17 Pengolahan dan Analisis Data 18 GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 19 Letak dan Keadaan Fisik 19 Profil Lembaga Posdaya Geulis Bageur 20 Profil Progam-Program Posdaya Geulis Bageur 20 Program Lingkungan 20 Program Pendidikan 21 Program Kesehatan 21 Program Ekonomi 21 KONDISI SOSIAL EKONOMI PESERTA PROGRAM POSDAYA 23 GEULIS BAGEUR Usia 23 Status Pernikahan 24 Tingkat Pendidikan 24 Pekerjaan 25 Tingkat Pendapatan 26 Ikhtisar 27 TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM POSDAYA 29 GEULIS BAGEUR Perencanaan 29 Pelaksanaan 30 Pemanfaatan Hasil 31 Evaluasi 32 Ikhtisar 33 TINGKAT KEPERCAYAAN TERHADAP PARTISIPASI PESERTA 35

11 x PROGRAM POSDAYA GEULIS BAGEUR Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Perencanaan 36 Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Pelaksanaan 37 Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil 37 Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Evaluasi 38 TINGKAT NORMA TERHADAP PARTISIPASI PESERTA 41 PROGRAM POSDAYA GEULIS BAGEUR Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Perencanaan 41 Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Pelaksanaan 42 Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil 43 Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Evaluasi 43 TINGKAT JARINGAN TERHADAP PARTISIPASI PESERTA 45 PROGRAM POSDAYA GEULIS BAGEUR Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Perencanaan 45 Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Pelaksanaan 46 Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil 47 Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Evaluasi 47 SIMPULAN DAN SARAN 49 Simpulan 49 Saran 49 DAFTAR PUSTAKA 51 LAMPIRAN 53 RIWAYAT HIDUP 61

12 DAFTAR TABEL Tabel 1 Indikator Pengukuran Tingkat partisipasi Arnstein (1969) 13 melalui tahapan partisipasi Uphoff (1979) Tabel 2 Kombinasi tahapan partisipasi Uphoff (1979) dengan tingkat 15 partisipasi Arnstein (1969) Tabel 3 Jumlah Penduduk Desa Babakan Berdasarkan Jenis Kelamin 19 Tabel 4 Jumlah dan Persentase Pemeluk Agama Berdasarkan Jenis 20 Kelamin Penduduk Desa Babakan Tabel 5 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan 23 Usia dan Jenis Kelamin Tabel 6 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status 24 Pernikahan dan Jenis Kelamin Tabel 7 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 25 Pendidikan dan Jenis Kelamin Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan dan 26 Jenis Kelamin Tabel 9 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 26 Pendapatan dan Jenis Kelamin Tabel 10 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 29 Partisipasi dalam Perencanaan Tabel 11 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 30 Partisipasi dalam Pelaksanaan Tabel 12 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 31 Partisipasi dalam Perencanaan Hasil Tabel 13 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 32 Partisipasi dalam Evaluasi Tabel 14 Jumlah dan Persentase Tingkat Kepercayaan Peserta Program 35 Posdaya Geulis Bageur Tabel 15 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 36 Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Perencanaan Tabel 16 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 37 Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Pelaksanaan Tabel 17 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 38 Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Pemanfaatan Hasil Tabel 18 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 38 Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Evaluasi Tabel 19 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 41 Norma Peserta Posdaya Geulis Bageur Tabel 20 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 42 Norma dan Tingkat Partisipasi pada Perencanaan Tabel 21 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 42 Norma dan Tingkat Partisipasi pada Pelaksanaan Tabel 22 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 43 Norma dan Tingkat Partisipasi pada Pemanfaatan Hasil Tabel 23 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Norma dan Tingkat Partisipasi pada Evaluasi 44 Tabel 24 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat 45

13 xii Tabel 25 Tabel 26 Tabel 27 Tabel 28 Jaringan Peserta Program Posdaya Geulis Bageur Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Perencanaan Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Pelaksanaan Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Pemanfaatan Hasil Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Evaluasi DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Delapan Tingkatan dalam Tangga Partisipasi Masyarakat 9 Gambar 2 Kerangka Pemikiran Analisis Modal Sosial dan Partisipasi 12 Masyarakat dalam Program Pengembangan Masyarakat DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Sketsa Kampung Cangkurawok, Desa Babakan, 53 Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Lampiran 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun Lampiran 3 Kerangka Sampling 55 Lampiran 4 Data Responden Peserta Program Posdaya Geulis Bageur 56 Lampiran 6 Contoh Hasil Pengolahan Data 57

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan kualitas manusia sebagai sumber daya pembangunan merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. Tujuan utama pembangunan millenium (MDGs) di Indonesia dengan prioritas pengentasan kemiskinan ditargetkan bahwa proporsi penduduk miskin pada tahun 2015 turun menjadi 8,2% dari jumlah penduduk. Keputusan itu merupakan tekad dan kebijaksanaan pemerintah yang perlu didukung semua instansi dan institusi pembangunan. Agar upaya itu berhasil dengan baik perlu diikuti pengembangan gerakan pemberdayaan keluarga yang dilaksanakan secara intensif. Pembangunan ekonomi yang akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi perlu melibatkan partisipasi masyarakat agar pembangunan yang dilakukan seimbang dan mencapai sasaran (Muljono 2010). Pembangunan ekonomi harus diimbangi dengan peningkatan partisipasi sosial. Sosial advokasi juga perlu dilakukan agar komitmen pembangunan lebih kuat Mengacu pada kondisi bahwa berbagai program pengentasan kemiskinan yang dijalankan pada saat yang lalu kurang dapat menjalankan fungsi sesuai dengan yang diharapkan, maka salah satu potensi dan peluang untuk melakukan program pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan saat ini adalah melalui model pos pemberdayaan keluarga (Posdaya). Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) merupakan suatu Forum Silaturahmi, advokasi, komunikasi, informasi, edukasi, dan sekaligus bisa dikembangkan menjadi wadah koordinasi kegiatan penguatan fungsi-fungsi kekeluargaan secara terpadu. Penguatan fungsi-fungsi utama tersebut diharapkan memungkinkan setiap keluarga makin mampu membangun dirinya menjadi keluarga sejahtera, keluarga yang mandiri dan keluarga yang sanggup menghadapi tantangan masa depan dengan lebih baik. Dapat dikatakan bahwa Posdaya merupakan wahana pemberdayaan 8 fungsi keluarga secara terpadu, utamanya fungsi agama, atau ketuhanan yang maha esa, fungsi budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi dan kesehatan, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi atau wirausaha dan fungsi lingkungan. Posdaya merupakan gagasan baru guna menyambut anjuran pemerintah untuk membangun sumberdaya manusia melalui partisipasi keluarga secara aktif. Proses pemberdayaan itu diprioritaskan pada peningkatan kemampuan keluarga untuk bekerja keras mengentaskan kebodohan, kemalasan dan kemiskinan dalam arti yang luas. Sasaran kegiatan yang dituju adalah terselenggarakannya upaya bersama agar setiap keluarga mempunyai kemampuan melaksanakan delapan fungsi keluarga. Dalam rangka pelaksanaan Millenium Development Goals (MDGs), pengembangan fungsi keluarga tersebut diarahkan kepada lima prioritas sasaran utama, yaitu (1) komitmen pada pimpinan dan sesepuh tingkat desa dan pedukuhan, kecamatan dan kabupaten, (2) pengembangan fungsi keagamaan, fungsi KB dan kesehatan, (3) fungsi pendidikan, (4) fungsi kewirausahaan dan (5) fungsi lingkungan hidup yang memberi makna terhadap kehidupan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Usman (2003) membahas mengenai pentingnya pemberdayaan terhadap masyarakat, dengan menganalogikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat itu

15 2 seperti sakit, baik yang berupa sakit dalam pengertian jasmani maupun sakit dalam pengertian sakit sebagai akibat terganggunya hubungan antara individu (penderita sakit) dengan lingkungan fisik atau lingkungan sosialnya, karena itu segala bentuk pengobatan yang diberikan ditujukan untuk menormalkan kembali permasalahan yang dihadapi. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan upaya meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat tidak hanya berfokus pada upaya membuat individu yang belum berdaya hanya mampu berdaya dalam memenuhi kebutuhan perut saja, akan tetapi mampu membuat individu tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Oleh karena itu posdaya diharapkan mampu membangun modal sosial yang kuat ditataran pelaksana program sehingga dapat mempengaruhi tingginya tingkat partisipasi dan tingkat kepercayaan masyarakat, dengan keberdayaan masyarakat sebagai hasil akhir yang diharapkan dari program-program yang dijalankan sehingga menjadi penting untuk menganalisa mengenai modal sosial ekonomi rumah tangga dan modal sosial pada berbagai tingkat partisipasi peserta program Posdaya. Perumusan Masalah Keberhasilan suatu program Posdaya memiliki hubungan dengan partisipasi dari peserta program Posdaya itu sendiri. Partisipasi peserta program memiliki hubungan dengan modal sosial yang dimiliki oleh peserta program tersebut. Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut mengenai: 1. Sejauhmana tingkat partisipasi peserta program pengembangan masyarakat? 2. Sejauhmana hubungan tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan masyarakat? 3. Sejauhmana hubungan norma terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan masyarakat? 4. Sejauhmana hubungan jaringan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan masyarakat? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penulisan proposal penelitian ditetapkan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi tingkat partisipasi peserta program pengembangan masyarakat. 2. Menganalisis pengaruh tingkat kepercayaan dengan tingkat partisipasi peserta dalam program pengembangan masyarakat. 3. Menganalisis pengaruh norma dengan tingkat partisipasi peserta dalam program pengembangan masyarakat. 4. Menganalisis pengaruh jaringan dengan tingkat partisipasi peserta dalam program pengembangan masyarakat.

16 3 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan sebagai pengenalan lebih lanjut mengenai kondisi modal sosial masyarakat dan pengaruh terhadap tingkat partisipasi masyaraka dalam suatu program pengembangan masyarakat. Melalui penelitian ini, terdapat juga beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu: 1. Akademisi, dimana penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji lebih lanjut mengenai modal sosial dan pengaruhnya terhadap tingkat partisipasi suatu program. 2. Masyarakat, dimana penelitian ini diharapkan dapat memberi dampak positif bagi masyarakat, khususnya untuk menambah pengetahuan tentang kondisi modal sosial masyarakat sekitar. 3. Pemerintah, dimana penelitian ini dihaparkan dapat memberikan masukan atau dijadikan bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan (pemerintah) dalam perencanaan, mengambil keputusan dan membuat kebijakan mengenai suatu program pengembangan masyarakat.

17 4

18 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Modal Sosial Menurut Bourdieu (1986), modal sosial merupakan wujud nyata (sumberdaya) dari suatu interaksi kelompok. Modal sosial merupakan jaringan kerja yang bersifat dinamis dan bukan alamiah. Modal sosial merupakan investasi strategis baik secara individu maupun kelompok. Sadar ataupun tidak sadar bahwa modal sosial dapat menghasilkan hubungan sosial secara langsung dan tidak langsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Merujuk pada Ridell (1997), terdapat tiga parameter kapital sosial yang meliputi kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks). Kepercayaan Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Cox (1995) menyebutkan bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif, hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Adanya kapital sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh. Kapital sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam 1995). Rasa percaya diri (trust) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubunganhubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya. Norma Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standarstandar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerja sama. Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial. Jaringan Infrastruktur dinamis dari kapital sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Komponen-komponen modal sosial dalam Uphoff (1979), dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama, kategori struktural yang dihubungkan dengan berbagai bentuk asosiasi sosial. Kedua, kategori kognitif yang dihubungkan dengan proses-proses mental dan ide-ide yang berbasis pada ideologi dan budaya. Komponen-komponen kapital sosial tersebut diantaranya adalah:

19 6 1. Hubungan sosial (jaringan); yang merupakan pola-pola hubungan pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non materi. Hubungan ini memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan dan berbasis pada kebutuhan atau hubungan biasa. Komponen ini termasuk ke dalam kategori struktural, 2. Norma; merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang aturan yang diyakini dan disetujui bersama. Komponen ini termasuk ke dalam kategori kognitif, 3. Kepercayaan; komponen ini menunjukkan norma tentang hubungan timbal balik, nlai-nilai untuk menjadi orang yang layak dipercaya. Komponen ini termasuk ke dalam kategori kognitif, 4. Solidaritas; terdapat norma untuk menolong orang lain, kebersamaan, sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok serta keyakinan bahwa anggota lain juga akan melaksanakan hal yang serupa. Komponen ini termasuk ke dalam kategori struktural, 5. Kerjasama; terdapat norma untuk bekerja sama, sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif serta menerima tugas untuk kepentingan bersama. Komponen ini termasuk ke dalam kategori kognitif. Dimensi kapital sosial menggambarkan segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan, serta di dalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi (Dasgupta dan Serageldin 1999). Dimensi modal sosial inheren dalam struktur relasi sosial dan jaringan sosial di dalam suatu masyarakat yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan iklim saling percaya, membawa saluran informasi, dan menetapkan norma-norma, serta sanksi-sanksi sosial bagi para anggota masyarakat tersebut (Coleman 1990). Namun demikian Fukuyama (1995) dengan tegas menyatakan, belum tentu norma-norma dan nilainilai bersama yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah laku itu otomatis menjadi modal sosial. Akan tetapi hanyalah norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dibangkitkan oleh kepercayaan (trust). Dimana trust ini merupakan harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Norma-norma tersebut bisa berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar pada nilai-nilai luhur (kebajikan) dan keadilan. Konsep Partisipasi Masyarakat dan Pengembangan Masyarakat Uphoff et al. (1979) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya. Keterlibatan masyarakat dalam keterlibatan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui sumbangan sumber daya atau bekerja sama dalam suatu organisasi. Keterlibatan masyarakat menikmati hasil dari pembangunan, serta dalam evaluasi pada pelaksanaan program.partisipasi tersebut dibagi ke dalam beberapa jenis tahapan, yaitu:

20 7 1) Tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang merencanakan program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya. 2) Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek. 3) Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. 4) Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Dalam makalahnya yang berjudul A Ladder of Citizen Participation dalam Journal of The American Planning Association (1969), Arnsterin mengemukakan delapan tangga atau tingkatan partisipasi. Delapan tingkat tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Manipulation (Manipulasi) Dengan mengatasnanmakan partisipasi, masyarakat diikutkan sebagai stempel karet dalam badan penasihat. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa. 2. Therapy (Terapi) Pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdaayan sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya. 3. Informing (Menginformasikan) Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program. Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitahuan, pamflet dan poster. 4. Consultation (Konsultasi) Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena

21 8 tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyrakat, maka kegiatan tersebut hanyalah partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi mereka diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat. 5. Placation (Menenangkan) Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali. 6. Partnership (Kemitraan) Pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Kemitraan dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpin bertanggung jawab, masyarakat mampu membayar honor yang cukup bagi pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat. dengan demikian masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan. 7. Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan) Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam memntukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan tetapi dengan mengadakan proses tawar menawar. 8. Citizen Control (Kontrol warga negara) Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga. Manipulasi dan Terapi termasuk kedalam level non-partisipasi, inisiatif pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat akan tetapi

22 9 membuat pemegangg kekuasaan untuk menyembuhkan atau mendidik komunitas. Informasi, Konsultasi termasuk dalam level Tokenisme, komunitas bisa mendapatkan informasi dan menyuarakan pendapat akan tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation sebagai level tertinggi dalam tokenisme, komunitas bisa memberikan saran kepada pemegang kekuasaan, tetapi penentuan tetap berada pada pemegang kekuasaan. Kemitraan, membuat komunitas dapat bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian Kewenangan dan Kontrol, komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan. Tiga level terakhir termasuk kedalam level Kekuatan Warga Negara (Citizen Power). Tingkatan partisipasi ini dapat dilihat secara lebih jelas pada gambar di bawah ini: Sumber: Arnstein (1969) Gambar 1 Delapan Tingkatan dalam Tangga Partisipasi Masyarakat Menurut Mubyarto (1985), partisipasi sebagai kesadaran untuk membatu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Apabila dikaitkan dengann pembangunan, menurut Slamet (1992) dalam Sumardjo dan Saharudin (2003), untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga syarat utama yaitu: (1) adanya kemampuan, (2) adanya kesempatan, (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi. Partisipasi sangat penting dalam pembangunan, karena pembangunan merupakan kegiatan yang berkesinambungan. Dalam pembangunan seperti itu sangat dibutuhkan pelibatan orang sebanyak mungkin.sehingga tanpa partisipasi dari seluruh masyarakat pembangunan sukar dapat berjalan dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi adanya tiga faktor utama yang mendukungnya, yaitu (1) kemauan, (2) kemampuan, dan (3) kesempatan bagi

23 10 masyarakat untuk berpartisipasi (Slamet 1992 dalam Sumardjo dan Saharudin 2003). Ketiga faktor tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor di seputar kehidupan manusia yang saling berinteraksi satu dengan lainnya, seperti psikologis individu (needs, harapan, motif, reward), pendidikan, adanya informasi, keterampilan, teknologi, kelembagaan yang mendukung, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal serta peraturan dan pelayanan pemerintah. Menurut Oppenheim (1973) dalam Sumardjo dan Saharudin (2003), ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu pada diri seseorang (Person inner determinations) dan terdapat iklim atau lingkungan (Enviromental factors) yang memungkinkan terjadinya perilaku utama. Menurut Sahidu (1998) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemauan masyarakat untuk berpartisipasi adalah motif, harapan, needs, rewards dan penguasaan informasi. Faktor yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan, sarana dan prasarana. Sedangkan faktor yang mendorong adalah pendidikan, modal dan pengalaman yang dimiliki. Konsep Pengembangan Masyarakat Menurut Budimanta (2008), pengembangan masyarakat adalah kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya. Dalam kaitan dengan karakteristik pengembangan masyarakat. Ruang lingkup program-program pengembangan masyarakat (community development) dapat dibagi berdasarkan tiga kategori yang secara keseluruhan akan bergerak secara bersama-sama yang terdiri dari: 1. Community Relation; yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program cenderung mengarah pada bentuk-bentuk kedermawanan (charity) perusahaan. Dari hubungan ini, maka dapat dirancang pengembangan hubungan yang lebih mendalam dan terkait dengan bagaimana mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah yang ada di komunitas lokal sehingga perusahaan dapat menerapkan program selanjutnya. 2. Community Services; merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan komunitas ataupun kepentingan umum. Dalam kategori ini, program-program dilakukan dengan adanya pembangunan secara fisik sektor kesehatan, keagamaan, pendidikan, transportasi, dan sebagainya yang berupa puskesmas, sekolah, rumah ibadah, jalan raya, sumber air minum, dan sebagainya. Inti dari kategori ini adalah kebutuhan yang ada di komunitas dan pemecahan tentang masalah yang ada di komunitas dilakukan oleh komunitas sendiri dan perusahaan hanya sebagai fasilitator dari pemecahan masalah yang ada di komunitas. Kebutuhan-kebutuhan yang ada di komunitas dianalisis oleh para community development officer. 3. Community Empowering; merupakan program-program yang berkaitan dengan pemberian akses yang lebih luas kepada komunitas untuk menunjang kemandiriannya, misalnya pembentukan koperasi. Pada

24 11 dasarnya, kategori ini melalui kategori tahapan-tahapan lain seperti melakukan community relation pada awalnya, yang kemudian berkembang pada community sevice dengan segala metodologi panggilan data dan kemudian diperdalam melalui ketersediaan pranata sosial yang sudah lahir dan muncul di komunitas melalui program kategori ini. Abbott (1996) menguraikan 5 karakteristik dari pengembangan masyarakat (community development), yaitu: 1. Berdasarkan pada kondisi di mana pemerintah menjadi terbuka kepada upaya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, tingkat keterlibatan masyarakat yang menggambarkan tingkat keterbukaan secara efektif diatur oleh pemerintah. 2. Aktivitas pengembangan masyarakat dibangun terutama sekitar masalahmasalah sosial, di mana orang dalam masyarakat berhubungan secara mudah. Di lain pihak, melalui manajemen masyarakat terdapat suatu komponen ekonomi dan atau teknik yang kuat. Meskipun demikian, proyek manajemen masyarakat tetap melaksanakan usaha-usaha yang dapat diidentifikasi secara jelas dalam suatu dasar homogenitas yang terbuka. 3. Bercirikan masyarakat lokal yang memiliki keutamaan atau kekuasaan, dapat diidentifikasikan secara jelas dan mengandung muatan diri. 4. Proses pengembangan masyarakat diarahkan kepada kepuasan terhadap kebutuhan masyarakat. 5. Berpusat pada kegiatan pelatihan yang netral secara politik dan terpisah dari berbagai pertikaian atau debat politik. Di dalam penjelasan yang lain, Ife (1995) menyatakan bahwa kegiatan pengembangan masyarakat ini harus mendasarkan pada perspektif ecological dengan prinsip holism (menyeluruh dari segala aspek lingkungan), sustainability (kelestarian kegiatan), diversity (keanekaragaman), dan equilibrium (keseimbangan). Menurut Ife (1995), konsekuensi dari perspektif ecological ini adalah melukiskan bahwa prinsip holistic akan mengarahkan pada pemikiran untuk memusatkan pada filosofi lingkungan, menghormati hidup dan alam, menolak solusi yang linier, dan perubahan yang terus menerus. Prinsip sustainability akan membawa pada konsekuensi untuk memperhatikan konservasi, mengurangi konsumsi, tidak mementingkan pertumbuhan ekonomi, pengendalian perkembangan teknologi dan anti kapitalis.prinsip diversity membawa konsekuensi pada penilaian terhadap perbedaan, jawaban atau alternative yang tidak tunggal, desentralisasi, jaringan kerja dan komunikasi lateral serta penggunaan teknologi tepat guna. Sementara prinsip equilibrium akan membawa pada penggunaan isu-isu global atau lokal, gender, hak dan pertanggungjawaban, kedamaian dan kooperatif. Kerangka Pemikiran Modal sosial menurut Ridell (1997) berupa kepercayaan, norma dan jaringan. Tingkat kepercayaan, tingkat norma, dan tingkat jaringan memiliki hubungan yang menentukan derajat atau tingkat partisipasi masyarakat dalam

25 12 suatu program pengembangan masyarakat dimana partisipasi dibagi ke dalam empat tingkatan Uphoff (1979) yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil yang telah digabungkan dengan delapan derajat partisipasi Arnstein (1969) yaitu manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, menenangkan, kemitraan, delegasi kewenangan, dan kontrol warga. Penggabungan antaraa tingkat partisipasi Uphoff dan Arnstein adalah dimana setiap tahapan Uphoff diukur derajatnya menggunakan tingkatan partisipasi Arnstein. Modal sosial dikaitkan dengan partisipasi yaitu dimana tingkat kepercayaan, tingkat norma, dan tingkat jaringan dihubungkan dengan tingkat partisipasi hasil dari penggabungan antara partisipasi Uphoff dan Arnstein. Tingkat Kepercayaan Tingkat Norma Tahapan Partisipasi Uphoff (1979) dan Tingkat Partisipasi Arnsteinn (1969) Tingkat Jaringan Keterangan: Gambar 2 : Pengaruh Kerangka Pemikiran Analisis Modal Sosial dan Masyarakat dalam Program Pengembangan Masyarakat Partisipasi Hipotesis Penelitian Dari kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: 1. Terdapat hubungann antara kepercayaan masyarakat dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan masyarakat 2. Terdapat hubungann antara norma masyarakat dengan tingkat partisipasi masyarakat terhadap program pengembangan masyarakat 3. Terdapat hubungan antara jaringan masyarakat dengan partisipasi masyarakat terhadap program pengembangan masyarakat Definisi Operasional 1. Modal Sosial adalah merupakan bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Besarnya modal sosial dalam penelitian ini, diukur melalui 3 indikator, yaitu kepercayaan, jaringan dan norma.

26 a. Tingkat Kepercayaan (trust) adalah perasaan tanpa saling curiga, baik dengan pelaksana program maupun sesama anggota kelompok, cenderung saling ingin memajukan diantara anggota kelompok. Pengukurannya didasarkan pada: 1) Pernyataan percaya terhadap sesama warga. Terdiri dari 3 pernyataan dengan nilai 4= tidak percaya, 3= kurang percaya, 2= percaya, dan 1= sangat percaya. Skor untuk pernyataan ini maksimal 12 dan minimal 3. 2) Pernyataan percaya terhadap pihak-pihak terkait. Terdiri dari 9 pernyataan. Skor untuk pernyataan ini maksimal 36 dan minimal 9. Pengukuran Tingkat Kepercayaan individu dikategorikan menjadi 3, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penilaian dari masing-masing kategori berdasarkan rumus selang baku dimana skor minimum untuk tingkat kepercayaan kelompok adalah 3+9 = 12 dan skor maksimumnya adalah = 48. Setelah skor minimum dan skor maksimum diketahui, maka jarak intervalnya adalah (48-12)/3 = 12 Dengan demikian dapat diketahui derajat modal sosial untuk tingkat kepercayaan anggota kelompok adalah: Skor: 3-15 = Rendah 15,1-27 = Sedang 27,1-36 = Tinggi b. Kuat Jaringan (networking)adalah interaksi dan relasi individu (anggota kelompok) dengan individu lain dalam kelompok atau dengan individu di luar komunitas (pasar, pemodal, pelaksana program). Pengukurannya didasarkan pada: 1) Pernyataan tentang mengikuti organisasi yang sedang diikuti selain Posdaya. 2) Pernyataan tentang mengenal orang-orang yang menjadi pelaksana/pengurus program posdaya, dan pihak yang terkait. Pengukuran Kuat Jaringan individu dikategorikan menjadi 3, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penilaian dari masing-masing kategori berdasarkan rumus selang baku, dimana maka skor minimum untuk kuat jaringan adalah 9x1 =9 dan skor maksimumnya adalah 9x4 = 36. Setelah skor minimum dan skor maksimum diketahui, maka jarak intervalnya adalah (36-9)/3 = 9. Dengan demikian dapat diketahui derajat modal sosial untuk kuat jaringan anggota kelompok posdaya adalah: Skor: 9-18 = lemah 18,1-27 = Sedang 27,1-36 = Kuat c. Norma Sosial (Social Norm) adalah kesepakatan-kesepakatan dalam kelompok yang dijadikan sebagai panduan dalam bertingkah laku. Pengukurannya didasarkan pada: 1) Pernyataan tentang kepedulian terhadap lingkungan masyarakat dan Posdaya. Terdiri dari 3 pernyataan dengan nilai 1= Tidak Penting, 2= Kurang Penting, 3= Penting, 4= Sangat Penting. Skor untuk pernyataan ini minimal 12 dan minimal 3. 2) Pernyataan tentang kegiatan yang paling penting untuk berkumpul dengan rumahtangga lain di desa ini. Pernyataan ini terdiri dari 9 pernyataan dengan nilai 1= Tidak Penting, 2= Kurang Penting, 3= Penting, 4= Sangat Penting. Skor untuk pernyataan ini minimal 36 dan minimal 9. Pengukuran Kuat-lemah Norma individu dikategorikan menjadi 3, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penilaian dari masing-masing kategori berdasarkan rumus selang baku, dimana skor minimum untuk norma 13

27 14 sosial adalah 3+9 = 12 dan skor maksimumnya adalah = 48. Setelah skor minimum dan skor maksimum diketahui, maka jarak intervalnya adalah (48-12)/3 = 12. Dengan demikian dapat diketahui derajat modal sosial untuk norma sosial anggota kelompok posdaya adalah: Skor: 3-15 = lemah 15,1-27 = Sedang 27,1-36 = kuat 2. Tingkat Partisipasi adalah keikutsertaan yang tinggi (keterlibatan langsung semua anggota kelompok program posdaya), memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan maupaun evaluasi, yang dicapai masyarakat dalam tangga partisipasi Arnstein (1996), dalam pendampingan program posdaya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Indikator Pengukuran Tingkat partisipasi Arnstein (1969) melalui tahapan partisipasi Uphoff (1979) Tahapan Definisi Operasional Pengukuran Perencanaan keikutsertaan Tidak hadir (manipulation) responden dalam Hadir hanya untuk memenuhi undangan mengikuti rapat (therapy). penyusunan rencana Hadir hanya untuk memperoleh informasi tanpa suatu kegiatan. Pada menyampaikan pendapat (informing). tahap perencanaan, Hadir untuk memperoleh informasi dan yang dinilai adalah menyampaikan pendapat, namun pendapat tidak kehadiran responden diperhitungkan (Consultation). dalam perencanaan Hadir dan memberikan pendapat, namun ada program dan keaktifan pembatasan pendapat yang diperhitungkan dalam rapat tersebut (Placation). Hadir dan memiliki kedudukan yang setara dalam pengambilan keputusan (Patnership). Hadir dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari lembaga dalam membuat keputusan (Delegation Power). Hadir dan memiliki hak penuh dalam pengambilan keputusan (Citizen Control) Pelaksanaan keikutsertaan dan keaktifan dalam pelaksanaan kegiatan program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh Masyarakat Mandiri. Partisipasi diukur berdasarkan banyaknya kegiatan yang diikuti responden serta Tidak terlibat (manipulation). Terlibat hanya ikut-ikutan (therapy). Terlibat tanpa mendapat kesempatan menyampaikan ide-ide (information). Terlibat dan berkesempatan menyampaikan ide, namun tidak diperhitungkan (consultation). Terlibat, namun ada pembatasan ide yang diperhitungkan (placation). Terlibat dan memiliki kedudukan yang setara dalam pengambilan keputusan pelaksanaan ide (patnership). Terlibat dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dalam melaksanakan ide (delegation

28 15 Pemanfaatan Hasil Evaluasi kehadiran/keaktifan dalam tiap-tiap kegiatan tersebut. yaitu tingkat keterlibatan anggota kelompok (partisipan) dalam memanfaatkan sarana dan prasarana program pendampingan serta hasil yang diperoleh dari kegiatan kelompok. keikutsertaan responden dalam memantau kegiatan, yaitu responden menyampai-kan secara langsung tantang kendalakendala yang dihadapi selama kegiatan program ataupun responden membuat laporan mingguan, bulanan, tri wulan, semester atau tahunan tentang kegiatannya yang kemudian akan di evaluasi oleh tenaga pelaksana program di lapang. power). Terlibat dan mampu membuat keputusan (citizen power). Tidak terlibat (manipulation). Terlibat dan merasakan manfaat program (therapy). Terlibat merasakan manfaat sebagai mitra dampingan (information). Terlibat dan berkesempatan memanfaatkan sarana dan prasarana hasil program Klaster Mandiri (consultation). Terlibat, namun ada pembatasan pemanfaatan sarana program (placation) Terlibat dan memiliki kedudukan yang setara dalam memanfaatan yang disediakan untuk program (patnership). Terlibat dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dalam memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia untuk program (delegation power). Terlibat dan mampu membuat keputusan dalam mengelola sarana dan prasarana program (citizen power). Tidak terlibat (manipulation). Terlibat atas kemauan sendiri (therapy). Terlibat tanpa membuat kesempatan menyampaikan penilaian (information). Hadir dan berkesempatan menyampaikan penilaian, namun tidak diperhitungkan (consultation). Hadir, namun ada pembatasan penilaian yang diperhitungkan (placation). Hadir dan memiliki hak yang setara dalam melaksanakan penilaian (patnership). Hadir dan memiliki hak tertinggi dalam melaksanakan penilaian (delegation power). Hadir dan memiliki hak penuh dalam membuat keputusan (citizen power). Delapan tangga Partisipasi Arstein tersebut diberi skor masing-masing berkisar 1-8, sehingga skor minimum bagi setiap individu adalah 4 x 1 = 4. Adapun skor maksimum bagi setiap individu adalah 4 x 8 = 32. Setelah skor minimum dan skor maksimum diketahui, maka jarak interval untuk tingkat

29 16 partisipasi individu (anggota kelompok) adalah (32-4)/8 = 3,5. Dengan demikian dapat diketahui tingkat partisipasi individu adalah: 1. Manipulation (4-7,5) 2. Therapy (7,6-11) 3. Informing (11,1-14,5) 4. Consultation (14,6-18) 5. Placation (18,1-21,5) 6. Patnership (21,6-25) 7. Delegation Power (25,1-28,5) 8. Citizen Power (28,6-32) Tangga partisipasi Arnstein (1969) disederhanakan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) Non-partisipasi (tangga 1 dan 2); (2) tokenisme (tangga 3-5); dan (3) Citizen Power (kontrol masyarakat) (tangga 6-8). Dari kedelapan tangga partisipasi Arstein tersebut, sebelumnya dipersempit menjadi tiga kategori yaitu non-partisipasi (tangga 1 dan 2), tokenisme (tangga 3 5) dan Citizen Power (kontrol masyarakat) (tangga 6 8). Pengukuran tangga partisipasi secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tingkatan Partisipasi Uphoff (1979) Evaluasi Pemanfaatan Hasil Pelaksanaan Perencanaan Tabel 2 Kombinasi Tahapan Partisipasi Uphoff (1979) dan Tingkat Partisipasi Arnstein (1969) Tingkatan Partisipasi Arnstein (1969) Non-partisipasi Tokenisme Citizen Power Manipulasi Terapi Informasi Konsultasi Menenangkan Kemitraan Delegasi Kewenangan Kontrol Warga

30 17 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian analisis modal sosial dan partisipasi masyarakat dalam program pengembangan masyarakat dilaksanakan di Kampung Cangkurawok, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Pertimbangan lokasi penelitian Kampung Cangkurawok, Desa Babakan termasuk kedalam kawasan pelaksanaan Program Pengembangan Masyarakat Posdaya. Penelitian ini dilaksanakan di Bulan Maret sampai dengan September Pencarian data primer di lapang dilaksanakan dalam waktu 6 minggu. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Teknik Sampling Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh warga peserta program Posdaya Geulis Bageur Kampung Cangkurawok, Desa Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor sebanyak 100 orang (Lampiran 2). Unit analisanya adalah individu. Responden adalah individu yang menjadi peserta program Posdaya Geulis Bageur. Dalam pendekatan kuantitatif, responden dipilih untuk nantinya menjadi target survei. Pemilihan sampel dilakukan melalui teknik pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Sebanyak 100 orang peserta program kemudian diambil secara acak sebanyak 35 responden (Lampiran 3). Pendekatan kualitatif diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam kepada informan. Informan dipilih secara purposive atau sengaja. Informan adalah orang dari pihak lembaga/perusahaan yang andil dalam program pengembangan masyarakat dan juga dari unsur masyarakat. Terdapat sebanyak 3 informan yaitu SUP (Ketua Posdaya Geulis Bageur), AMD (Tokoh Masyarakat), dan SUH (Ketua Program Ekonomi Posdaya Geulis Bageur). Pengumpulan Data Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui wawancara dengan kuesioner kepada responden yang sebelumnya telah dipilih secara acak melalui teknik pengambilan sampel acak sederhana. Sementara untuk pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui observasi, serta wawancara mendalam dengan informan yang dipilih. Wawancara mendalam diarahkan dengan panduan pertanyaan wawancara mendalam. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari wawancara kuesioner, wawancara mendalam, serta observasi langsung. Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui studi literatur

31 18 berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kebijakan, program serta kegiatan pengembangan masyarakat, data demografi penduduk, juga data-data lain yang diperlukan terkait dengan topik penelitian. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman untuk melihat hubungan antara variabel dengan data ordinal, yaitu mengukur tingkat kepercayaan dan tingkat jaringan serta hubungannya dengan tingkat partisipasi, serta hubungan antara tingkat partisipasi dengan manfaat yang diperoleh masyarakat. Klasifikasi keeratan hubungan dijelaskan oleh Guilford (Rakhmat, 1997) sebagai berikut: <0.200 : hubungan sangat lemah/sangat rendah : hubungan lemah/rendah : hubungan yang sedang/cukup berarti : hubungan yang tinggi/kuat >0.900 : hubungan sangat tinggi/sangat kuat, dapat diandalkan Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5 persen atau pada taraf nyata α 0.05, yang berarti memiliki tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai probabilitas (P) yang diperoleh dari hasil pengujian dibandingkan dengan taraf nyata untuk menentukan hubungan apakah hubungan antara variabel nyata atau tidak. Bila nilai P lebih kecil dari taraf nyata α 0.05 maka hipotesis diterima, terdapat hubungan nyata, dan nilai koefisien korelasi γs digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara dua variabel. Sebaliknya bila nilai P lebih besar dari taraf nyata α 0.05 maka hipotesis tidak diterima, yang berarti tidak terdapat hubungan nyata dan nilai koefisien korelasi γs diabaikan. Pengolahan data ini juga menggunakan program komputer SPSS 19.0 for Windows dan Microsoft Excel 2010 untuk mempermudah dalam proses pengolahan data. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan perlakuan yang berbeda sesuai dengan jenis data yang diperoleh. Data kualitatif akan diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

32 19 GAMBARAN UMUM LOKASI Letak dan Keadaan Fisik Lokasi penelitian ini berada di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Desa Babakan merupakan salah satu wilayah lingkar kampus IPB Dramaga Bogor. Desa Babakan secara administratif berbatasan dengan Desa Cikarawang di sebelah utara, Desa Balumbang Jaya di sebelah selatan, Desa Darmaga di sebelah timur, dan Desa Cibanteng di sebelah barat. Daerah Desa Babakan terdiri dari Kampung Leuwi Kopo, Babakan Raya Darmaga (Radar), Babakan Tengah (Bateng), Babakan Lebak, dan Kampung Cangkurawok. Luas wilayah Desa Babakan sekitar ha. Desa Babakan berada pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata milimeter pertahun dan suhu rata-rata C. Desa Babakan merupakan desa yang cukup padat penduduk dengan jumlah mencapai orang dengan kepala keluarga kepadatan penduduk Desa Babakan mencapai 100 per Km. Mayoritas penduduk di Desa Babakan adalah perempuan, namun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Perincian penduduk Desa Babakan dapat dilihat dalam Tabel 3. Tabel 3 Jumlah Penduduk Desa Babakan Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Jenis Kelamin Sumber: Data dan Profil Desa Jumlah Orang Orang Orang Desa Babakan memiliki beberapa etnis. Etnis yang terdapat di Desa Babakan adalah Sunda, Jawa, Betawi, Minang, dan Makasar. Namun, mayoritas etnis di Desa Babakan adalah etnis Sunda. Kebanyakan etnis selain Sunda adalah pendatang dari daerah lain. Mayoritas penduduk Desa Babakan adalah pemeluk agama Islam.Selain dari pada itu, ada pula pemeluk agama Kristen, Khatolik, Hindu, dan Budha. Perincian pemeluk agama dapat dilihat dalam Tabel 4.

33 20 Tabel 4 Jumlah dan Persentase Pemeluk Agama Berdasarkan Jenis Kelamin Penduduk Desa Babakan Jenis Kelamin Agama Laki-Laki Perempuan f (%) f (%) Islam , ,13 Kristen 75 1, ,38 Khatolik 80 1, ,96 Hindu 26 0, ,35 Budha 17 0, ,18 Total , ,00 Sumber: Data dan Profil Desa Profil Lembaga Pelaksanaan Program Konsep Bottom-Up Planning adalah konsep pembangunan yang mengedepankan masyarakat sebagai pemeran utama dalam proses pembangunan tercangkup di dalamnya proses perencanaan, pelaksanaan dan juga evaluasi pembangunan. Posdaya adalah wadah kegotongroyongan di masyarakat dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat dengan misi meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan fokus utama keluarga-keluarga miskin. Titik sentral kegiatan Posdaya adalah pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan. Metode pengembangan Posdaya adalah Bottom up Planning dengan mengutamakan kemandirian dan keswadayaan (Muljono et al. 2010). Posdaya bertujuan untuk: 1. Menyegarkan modal sosial seperti hidup gotong royong dalam masyarakat untuk membantu pemberdayaan keluarga secara terpadu dan membangun keluarga bahagia dan sejahtera. 2. Ikut memelihara lembaga sosial kemasyarakatan yang terkecil, yaitu keluarga, yang dapat menjadi perekat masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang rukun, damai, dan memiliki dinamika tinggi. 3. Memberi kesempatan kepada setiap keluarga untuk memberi atau menerima pembaharuan yang dapat dipergunakan dalam proses pembangunan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Podsaya Geulis Bageur mulai bergerak pada tahun 2009 dengan program mengubah sampah menjadi uang. Pembentukan Posdaya Geulis Bageur adalah lanjutan dari program lingkungan KS Beriman dan Geulis Plus yang sudah lama berjalan di Desa Babakan.Posdaya Geulis Bageur tidak hanya memiliki program lingkungan, tetapi juga dilengkapi dengan program pendidikan, program kesehatan, dan program ekonomi. Posdaya Geulis Bageur diketuai oleh Bapak Supriyadi, dibantu oleh Bapak Yusuf sebagai seksi pendidikan, Bapak Iskandar sebagai seksi lingkungan, Ibu Julia sebagai seksi kesehatan dan Bapak Suharto sebagai seksi ekonomi.

34 21 Profil Program-Program Posdaya Posdaya Geulis Bageur yang dibentuk dari program lingkungan KS Beriman dan Geulis Plus ini memiliki program-program diantaranya program lingkungan, pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Seperti layaknya posdaya lain, setiap program memiliki kegiatan masing-masing untuk meningkatkan kinerja dari Posdaya Geulis Bageur tersebut. Beberapa kegiatan dapat dilihat dalam profil program di bawah ini. Program Lingkungan Program lingkungan merupakan program pertama yang dibentuk dari Posdaya Geulis Bageur hasil lanjutan dari KS Beriman dan Geulis Bageur. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam program lingkungan diantaranya adalah penanggulangan sampah, penggalangan kerja bakti, menggali potensi kerajinan lokal, dan pemilahan sampah.penanggulangan sampah bertujuan untuk menjaga kesehatan lingkungan daerah sekitar terutama wilayah Desa Babakan. Penanggulangan sampah dilakukan dengan pengayaan tempat pembuangan akhir dan pemilahan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik biasanya dapat dijadikan pupuk untuk keperluan pertanian sedangkan sampah anorganik dipilah kembali mana yang dapat didaur ulang, dan mana yang tidak dapat didaur ulang. Menggali potensi kerajinan lokal bertujuan untuk meningkatkan ciri khas lingkungan wilayah Desa Babakan. Layaknya daerahdaerah lain seperti Tasikmalaya yang terkenal dengan bordir dan anyaman bambu, pada program menggali potensi kerajinan di wilayah Desa Babakan membuat kerajinan berbagai macam tas dari sampah yang didaur ulang. Program Pendidikan Program pendidikan merupakan program yang bergerak dalam memajukan pendidikan bagi masyarakat wilayah Desa Babakan. Pendidikan tentu merupakan hal yang penting dalam kehidupan baik sejak dini hingga masa tua. Pada program pendidikan dalam Posdaya Geulis Bageur memiliki kegiatan diantaranya adalah penggalangan kerjasama dengan lembaga pendidikan yang ada di wilayah atau lingkungan dan mengadakan pelatihan atau pembelajaran. Program Kesehatan Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan, karena dengan sehat kita dapat melakukan segala aktivitas. Untuk itu, Posdaya Geulis Bageur juga memiliki program kesehatan untuk menunjang kesehatan masyarakat di wilayah Desa Babakan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam program kesehatan diantaranya adalah melaksanakan posyandu, penimbangan ibu dan anak, penimbangan ibu hamil, penimbangan lansia (Posbindu), proses pengadaan alat tensi darah, penyuluhan kesehatan dan kerjasama dengan puskesmas, dan penanggulangan gizi buruk.

35 22 Program Ekonomi Program ekonomi bertujuan untuk meningkatkan peluang mendapatkan pendapatan terutama bagi peserta program Posdaya Geulis Bageur. Kegiatankegiatan yang dilakukan dalam program ekonomi antara lain adalah mencari peluang pasar, memasarkan hasil kerajinan, dan menjalin kerjasama. Program ekonomi saling berhubungan dengan program lingkungan karena pada program lingkungan diadakan pemilihan sampah dan penggalian potensi kerajinan lokal, sedangkan pada program ekonomi bekerja untuk mencari peluang pasar dari hasil produksi kerajinan dari daur ulang sampah tersebut.

36 23 KONDISI SOSIAL EKONOMI PESERTA PROGRAM POSDAYA GEULIS BAGEUR Usia Usia responden dalam penelitian ini dibagi kedalam kategori usia menurut Havighurst dalam Mugniesyah (2009). Rentang usia tersebut dibagi tiga, antara lain usia masa mula/ dewasa awal (18-30), usia pertengahan (31-55), dan masa tua (55 tahun ke atas). Jumlah responden dari setiap golongan usia dibagi ke dalam dua jenis kelamin antara lain perempuan dan laki-laki beserta presentase dari masing-masing jumlah. Golongan usia penerima program Posdaya Geulis Bageur dapat dilihat dalam Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan Usia dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Golongan Total Perempuan Laki-laki Usia f (%) f (%) f (%) , , , , , ,02 > ,53 1 5, ,54 Total , , ,00 Jumlah perempuan dan laki-laki yang menjadi responden dalam penelitian ini hampir sama yaitu perempuan 17 responden dan laki-laki 18 responden. Hasil penelitian menunjukkan hanya 2 responden perempuan dan 2 responden laki-laki dalam masa usia dewasa awal, 11 responden perempuan dan 15 responden lakilaki pada masa usia pertengahan, dan 4 responden perempuan dan 1 responden laki-laki pada masa usia tua atau di atas 55 tahun. Hasil penelitian dalam tabel menunjukkan bahwa usia tua atau lebih dari 55 tahun pada perempuan lebih banyak yang ikut berpartisipasi dalam program dibandingkan usia muda atau antara 18 hingga 30 tahun. Perempuan pada usia tua yang telah janda umumnya ikut berpartisipasi dalam program Posdaya mencari pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Berkaitan dengan memenuhi kebutuhan keluarga, secara tidak langsung dengan adanya program Posdaya Geulis Bageur ikut membantu mensejahterakan masyarakatnya. Responden dalam penelitian ini memiliki usia rata-rata dalam masa pertengahan yaitu antara usia tahun. Dapat dilihat dalam tabel, usia masa pertengahan sebanyak 26 responden dari total 35 responden. Presentase masa usia pertengahan sebanyak 74,02 persen. Dapat dikatakan rata-rata usia peserta program Posdaya Geulis Bageur berada pada masa usia pertengahan.

37 24 Status Pernikahan Status pernikahan responden dibagi dalam tiga kategori yaitu menikah, belum menikah, dan cerai (janda/duda). Status pernikahan peserta program Posdaya Geulis Bageur dapat dilihat dalam Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Pernikahan dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Status Pernikahan Perempuan Laki-laki Total f (%) f (%) f (%) Menikah 15 88, , ,34 Belum Menikah 0 0,00 1 5,56 1 2,78 Cerai (Duda/Janda) 2 11,76 0 0,00 2 5,88 Total , , ,00 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 15 responden perempuan dan 17 responden laki-laki sudah menikah. Hanya 1 responden laki-laki yang belum menikah dan 2 reponden perempuan telah menjadi janda. Responden peserta program 91,34 persen memiliki status menikah, maka mayoritas peserta program Posdaya Geulis Bageur telah menikah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 11,76 persen perempuan sudah menjadi janda dan 5,56 persen laki-laki yang belum menikah ikut berpartisipasi dalam program Posdaya Geulis Bageur. Hal ini diketahui bahwa perempuan yang telah menjadi janda ikut berpartisipasi dalam program Posdaya untuk mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan laki-laki yang belum menikah tertarik untuk mengikuti program Posdaya karena dengan mengikuti program Posdaya, mereka dapat memiliki penghasilan tambahan untuk persiapan menikah kelak. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang dijalani oleh setiap responden. Tingkat pendidikan formal yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Akhir (SMA) atau sederajat, dan Perguruan Tinggi (PT).Tingkat pendidikan responden peserta program dapat dilihat dalam Tabel 7.

38 25 Tabel 7 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Tingkat Total Perempuan Laki-laki Pendidikan f (%) f (%) f (%) SD 3 17, , ,49 SMP 7 41, , ,48 SMA/Sederajat 7 41, , ,70 Perguruan Tinggi 0 0, ,67 3 8,33 Total , , ,00 Hasil penelitian menunjukkan responden peserta program Posdaya Geulis Bageur yang memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak 3 responden perempuan dan 6 responden laki-laki, tingkat pendidikan SMP sebanyak 7 responden perempuan dan 5 responden laki-laki, tingkat pendidikan SMA atau sederajat sebanyak 7 responden perempuan dan 4 responden laki-laki, dan tingkat pendidikan PT sebanyak 3 responden laki-laki. Dapat dikatakan seluruh responden pernah mengenyam pendidikan formal. Tabel 7 memperlihatkan bahwa mayoritas responden peserta program memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP sebanyak 12 dari 35 responden atau sebanyak 34,48 persen. Berbeda sedikit dengan responden yang mengenyam pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 11 dari 35 responden atau 31,70 persen. Hal ini memberikan gambaran bahwa peserta program telah cukup sadar akan pentingnya pendidikan walaupun masih banyak responden yang hanya tamatan SD. Adapun yang menjadi faktor mengapa laki-laki lebih banyak tamatan SD dibanding perempuan, adalah karena setelah tamat SD mereka telah bekerja sebagai petani juga laki-laki cenderung lebih cepat ingin mandiri dan memiliki pendapatan. Pekerjaan Jenis pekerjaan dalam penelitian ini adalah pekerjaan yang dilakukan oleh responden peserta program Posdaya Geulis Bageur diluar program Posdaya Geulis Bageur. Jenis pekerjaan antara lain adalah sebagai petani, pedagang, karyawan, juga wiraswasta. Jenis-jenis pekerjaan peserta program Posdaya Geulis Bageur dapat dilihat dalam Tabel 8.

39 26 Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Pekerjaan Perempuan Laki-laki Total f (%) f (%) f (%) Petani 3 17, , ,49 Pedagang 2 11, , ,55 Karyawan 0 0, ,11 2 5,56 Wiraswasta/Lainnya 12 70, , ,41 Total , , ,00 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 3 responden perempuan dan 6 responden laki-laki memiliki pekerjaan sebagai petani, sebanyak 2 responden perempuan dan 6 responden laki-laki memiliki pekerjaan sebagai pedagang, sebanyak 2 responden laki-laki memiliki pekerjaan sebagai karyawan, dan sebanyak 12 responden perempuan dan 4 responden laki-laki memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta atau lainnya. Mayoritas peserta program memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta atau lainnya. Faktor yang melatarbelakangi hal tersebut yaitu pendidikan peserta program yang mayoritas SMP, tempat tinggal yang dekat dengan kampus menyebabkan memberi peluang yang lebih untuk berwirausaha, lahan pertanian yang mulai berkurang akibat dibangunnya pemukiman, hasil dari pertanian kurang mencukupi. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan adalah hasil pendapatan responden yang diperoleh setiap bulannya.responden memiliki pendapatan yang cukup beragam, maka pendapatan dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pendapatan rendah jika pendapatan seseorang Rp ,- s.d Rp ,-, pendapatan sedang jika pendapatan seseorang Rp ,- s.d ,- dan pendapatan tinggi jika pendapatan seseorang lebih dari Rp ,-. Tingkatan pendapatan responden peserta program Geulis Bageur dapat dilihat dalam Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Tingkat Total Perempuan Laki-laki Pendapatan f (%) f (%) f (%) Rendah 3 17, , ,71 Sedang 10 58, , ,19 Tinggi 4 23, , ,10 Total , , ,00

40 27 Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 3 responden perempuan dan 5 responden laki-laki memiliki pendapatan rendah, sebanyak 10 responden perempuan dan 10 responden laki-laki memiliki pendapatan sedang, dan sebanyak 4 responden perempuan dan 3 responden laki-laki memiliki pendapatan yang tinggi. Baik laki-laki maupun perempuan mayoritas memiliki pendapatan sedang dilihat dari tabel yang menunjukkan 58,82 persen responden perempuan dan 55,56 persen laki-laki berpendapatan sedang. Hasil penelitian dalam tabel menunjukkan bahwa perempuan memiliki penghasilan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini diketahui karena jenis pekerjaan yang dilakukan perempuan lebih banyak di bidang wiraswasta atau lainnya (usaha makanan). Penghasilan peserta program perempuan yang bekerja di bidang wiraswasta atau lainnya tersebut dapat diperoleh sekitar sebulan sekali, seminggu sekali, bahkan harian. Sedangkan laki-laki lebih banyak yang memilih pekerjaan sebagai petani yang penghasilannya didapatkan setiap musim panen atau beberapa bulan sekali. Ikhtisar Peserta perempuan program Posdaya Geulis Bageur memiliki karakteristik, yaitu: 1) berusia masa usia pertengahan (31-55 tahun), 2) berstatus pernikahan mayoritas telah menikah, 3) berpendidikan mayoritas SMP dan SMA, 4) mayoritas pekerjaan wiraswasta/lainnya, 5) mayoritas memiliki pendapatan sedang (diantara Rp ,- s.d. Rp ,-). Peserta laki-laki program Posdaya Geulis Bageur memiliki karakteristik, yaitu: 1) berusia masa usia pertengahan, 2) berstatus pernikahan telah menikah, 3) berpendidikan mayoritas SMP, 4) mayoritas pekerjaan petani dan pedagang, 5) mayoritas memiliki pendapatan sedang (diantara Rp ,- s.d. Rp ,-).

41 28

42 29 TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM POSDAYA GEULIS BAGEUR Perencanaan Tingkat perencanaan dalam penelitian ini adalah tingkat partisipasi dalam tahap perencanaan. Tahap perencanaan merupakan tahap pertama dalam partisipasi menurut Uphoff (1979) yang dalam penelitian ini digabungkan dengan partisipasi menurut Arnstein (1969) sehingga hasil dari partisipasi dalam perencanaan tersebut adalah hasil partisipasi dari delapan tingkatan partisipasi Arnstein (1969). Partisipasi Arnstein dibagi ke dalam tiga tingkat antara lain rendah (non-partisipasi), sedang (tokenisme), dan tinggi (citizen power). Pertanyaan diberikan dalam bentuk kuesioner yang dibacakan kepada responden.tingkat partisipasi dalam perencanaan dapat dilihat dalam Tabel 10. Tabel 10 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi dalam Perencanaan Tingkat Perencanaan Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 4 11,43 Sedang 13 37,14 Tinggi 18 51,43 Total ,00 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 4 atau 11,43 persen peserta program memiliki tingkat partisipasi dalam perencanaan yang rendah, sebanyak 13 atau 37,14 persen peserta program memiliki tingkat partisipasi dalam perencanaan yang sedang, dan sebanyak 18 atau 51,43 persen peserta program memiliki tingkat partisipasi dalam perencaaan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta program memiliki tingkat partisipasi dalam perencanaan yang tinggi. Adapun hasil wawancara mendalam terhadap peserta, berikut penuturan dari salah satu peserta program yang menjadi responden: Kalau awal-awal pembentukan program biasanya peserta banyak yang datang. Kan biar pada tau program yang mau dibikin apa, dari situ juga direncanakan bagaimana pendanaannya, hal-hal seperti itu pasti peserta banyak yang mau mengutarakan pendapat, makanya banyak yang hadir. (Bapak AMD, 30 tahun) Hasil penelitian dalam tabel menunjukkan bahwa tingkat partisipasi dalam tahap perencanaan tinggi. Hal ini diketahui karena peserta memiliki harapan yang lebih dalam mengikuti program posdaya yang dilaksanakan. Adapun beberapa alasan yang diketahui adalah peserta program mengharapkan mendapatkan dana bantuan dalam melaksanakan usaha yang dijalankan, peserta ingin mengetahui lebih jelas bagaimana program yang akan dijalankan, juga peserta mengikuti

43 30 program atas anjuran dari tokoh atau orang yang disegani. Pada peserta program yang tingkat partisipasi dalam perencanaan yang rendah disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kesibukan dari peserta program sehingga tidak dapat hadir pada saat dilaksanakan kumpul bersama untuk merencanakan program, minat dari peserta yang kurang untuk berpartisipasi karena kekecewaan yang dialami pada program pengembangan masyarakat sejenis yang pernah dilaksanakan sebelumnya. Pelaksanaan Tingkat pelaksanaan dalam penelitian ini adalah tingkat partisipasi dalam tahap pelaksanaan. Tahap pelaksanaan merupakan tahap kedua dalam partisipasi menurut Uphoff (1979) yang mana dalam penelitian ini digabungkan dengan partisipasi menurut Arnstein (1969) sehingga hasil dari partisipasi dalam perencanaan tersebut adalah hasil partisipasi dari delapan tingkatan partisipasi Arnstein (1969). Partisipasi Arnstein dibagi ke dalam tiga tingkat antara lain rendah (non-partisipasi), sedang (tokenisme), dan tinggi (citizen power). Pertanyaan diberikan dalam bentuk kuesioner yang dibacakan kepada responden. Tingkat partisipasi dalam pelaksanaan dapat dilihat dalam Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi dalam Pelaksanaan Tingkat Pelaksanaan Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 1 2,86 Sedang 23 65,71 Tinggi 11 31,43 Total ,00 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 1 atau 2,86 persen peserta program memiliki tingkat partisipasi dalam tahap pelaksanaan yang rendah, sebanyak 23 atau 65,71 persen peserta program memiliki tingkat partisipasi dalam tahap pelaksanaan yang sedang, dan sebanyak 11 atau 31,43 persen memiliki tingkat partisipasi dalam tahap pelaksanaan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta program memiliki tingkat partisipasi dalam tahap pelaksanaan yang sedang. Hasil penelitian dalam tabel menunjukkan bahwa tingkat partisipasi dalam tahap pelaksanaan yang sedang. Hal ini diketahui karena pada saat pelaksanaan program berlangsung, peserta terkadang memiliki aktivitas lain karena seperti diketahui bahwa peserta program memiliki pekerjaan diluar kegiatan program. Hal ini terkadang membuat peserta sulit mengikuti program ketika peserta tersebut harus bekerja di tempat lain. Berikut penuturan dari salah satu peserta program yang menjadi responden:

44 31 Sebenarnya banyak orang tertarik sama programnya, tapi pas pelaksanaan ada yang bsa ada yang enggak. Kita juga kan punya kerjaan lain, kadang-kadang memang tidak bisa ditinggalkan yang pada akhirnya hadir pada pelaksanaan program. Biasanya seperti itu. (Bapak SUP, 42 tahun) Adapun penuturan dari peserta program lain yang menjadi responden: Saya kadang bisa ikut kadang enggak. Kan saya punya anak juga masih kecil gak bisa ditinggal-tinggal terus. Kalo kayak pembuatan kerajinan yang bias dikerjain dirumah saya lebih suka. Selain anak saya bisa keurus, saya juga bisa menghasilkan sesuatu. (Ibu ASH, 24 tahun) Faktor lainnya yang menyebabkan tingkat partisipasi peserta program dalam pelaksanaan sedang adalah pada saat pelaksanaan program tidak semuanya dilibatkan, contohnya pada saat ada kunjungan dari luar atau lembaga yang ingin melihat secara langsung kegiatan yang dilaksanakan Posdaya Geulis Bageur, pelaksana program hanya melibatkan melibatkan sebagian peserta program sebagai sample, terutama peserta program yang berhasil dalam program. Pemanfaatan Hasil Tingkat pemanfaatan hasil dalam penelitian ini adalah tingkat partisipasi dalam tahap pemanfaatan hasil. Tahap pemanfaatan hasil merupakan tahap ketiga dalam partisipasi menurut Uphoff (1979) yang mana dalam penelitian ini digabungkan dengan partisipasi menurut Arnstein (1969) sehingga hasil dari partisipasi dalam perencanaan tersebut adalah hasil partisipasi dari delapan tingkatan partisipasi Arnstein (1969). Partisipasi Arnstein dibagi ke dalam tiga tingkat antara lain rendah (non-partisipasi), sedang (tokenisme), dan tinggi (citizen power). Pertanyaan diberikan dalam bentuk kuesioner yang dibacakan kepada responden.tingkat partisipasi dalam pelaksanaan dapat dilihat dalam Tabel 12. Tabel 12 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi dalam Perencanaan Hasil Tingkat Pemanfaatan Hasil Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 1 2,86 Sedang 22 62,86 Tinggi 12 34,29 Total ,00 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 1 atau 2,86 persen peserta program memiliki tingkat pemanfaatan hasil yang rendah, sebanyak 22 atau 62,86

45 32 persen peserta program memiliki tingkat pemanfaatan hasil yang sedang, dan sebanyak 12 atau 43,29 persen peserta program memiliki tingkat pemanfaatan hasil yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta program memiliki tingkat pemanfaatan hasil yang sedang. Hasil penelitian dalam tabel menunjukkan tingkat pemanfaatan hasil yang sedang. Hal ini diketahui karena berkaitan dengan sumber daya yang dimiliki peserta program untuk menjalankan program, tingkat partisipasi peserta program secara keseluruhan terhadap pelaksanaan program, kesesuaian atau ketaatan peserta program dalam menjalankan program seperti apa yang telah diarahkan oleh peserta program, juga jaringan yang dimiliki untuk memasarkan dan menjual hasil dari program. Evaluasi Tingkat evaluasi dalam penelitian ini adalah tingkat partisipasi dalam tahap evaluasi. Tahap evaluasi merupakan tahap keempat dalam partisipasi menurut Uphoff (1979) yang mana dalam penelitian ini digabungkan dengan partisipasi menurut Arnstein (1969) sehingga hasil dari partisipasi dalam perencanaan tersebut adalah hasil partisipasi dari delapan tingkatan partisipasi Arnstein (1969). Partisipasi Arnstein dibagi ke dalam tiga tingkat antara lain rendah (non-partisipasi), sedang (tokenisme), dan tinggi (citizen power). Pertanyaan diberikan dalam bentuk kuesioner yang dibacakan kepada responden.tingkat partisipasi dalam evaluasi dapat dilihat dalam Tabel 13. Tabel 13 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi dalam Evaluasi Tingkat Evaluasi Jumlah (n) Persentasi (%) Rendah 3 8,57 Sedang 15 42,86 Tinggi 17 48,57 Total ,00 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 3 atau 8,57 persen peserta program memiliki partisipasi dalam tahapan evaluasi yang rendah, sebanyak 15 atau 42,86 persen peserta program memiliki tingkat partisipasi dalam tahap evaluasi yang sedang, dan sebanyak 17 atau 48,57 persen peserta program memiliki tingkat partisipasi dalam evaluasi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta program memiliki tingkat partisipasi dalam tahap evaluasi yang tinggi. Hasil penelitian dalam tabel menunjukkan bahwa tingkat partisipasi dalam tahap evaluasi tinggi. Hal ini diketahui karena harapan peserta ketika mengikuti evaluasi ketika diadakan program lanjutan, mereka dapat mengikuti kembali. Ada pula motivasi karena peserta merasakan manfaat dari program yang dijalankan sehingga mereka bersedia untuk ikut kembali pada program kedepannya. Pada tahap evaluasi juga peserta mendapatkan kesempatan untuk memberikan kritik

46 33 dan saran untuk program yang akan datang sehingga peserta merasa perlu untuk menghadiri evaluasi tersebut. Berikut penuturan dari salah satu peserta program yang menjadi responden: Saya sering hadir saat kumpul untuk evaluasi karena saya ingin tahu seberapa berhasil dari program, bagaimana baik buruknya, saya juga bisa ikut berpendapat dari pengalaman saya sendiri waktu menjalankan program. (Bapak EMN, 43 tahun) Ikhtisar Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi dalam program Posdaya Geulis Bageur sudah cukup kuat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi yang tinggi sebanyak 51,43 persen atau lebih dari setengah peserta yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki partisipasi dalam perencanaan yang tinggi. Tingkat partisipasi dalam pelaksanaan menunjukkan sedang atau sebanyak 65,71 persen peserta program yang menjadi responden memiliki tingkat partisipasi dalam pelaksanaan sedang. Walaupun demikian, sebanyak 31,43 persen peserta program yang menjadi responden memiliki partisipasi yang tinggi dalam pelaksanaan. Hal ini menunjukkan walaupun dalam tingkat sedang, telah banyak peserta yang memililiki tingkat partisipasi ke arah tinggi. Tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil menunjukkan sedang, atau sebanyak 62,86 persen peserta program yang menjadi responden memiliki tingkat partisipasi yang sedang dan 34,29 persen peserta program yang menjadi responden memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Pada tingkat partisipasi dalam evaluasi menunjukkan tinggi, atau sebanyak 48,57 peserta program memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam evaluasi. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peserta program Posdaya Geulis Bageur memiliki tingkat partisipasi yang cukup baik. Partisipasi yang baik pada peserta program dapat menunjang keberhasilan program dalam Posdaya Geulis Bageur.

47 34

48 35 TINGKAT KEPERCAYAAN TERHADAP PARTISIPASI PESERTA PROGRAM POSDAYA GEULIS BAGEUR Tingkat kepercayaan dalam penelitian ini merupakan tinggi rendahnya kepercayaan yang terjalin antara peserta program posdaya dan pengurus program posdaya. Perolehan tingkat kepercayaan dalam penelitian ini hanya diambil dari sisi peserta program saja. Tingkat kepercayaan diukur menggunakan kuesioner dengan pertanyaan yang berhubungan dengan tanggung jawab, keadilan dalam pengambilan keputusan, keyakinan terhadap sesama peserta, pelaksana program, serta kerjasama. Pertanyaan yang diajukan diberikan pilihan jawaban dengan skala ordinal dengan jawaban tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Setiap jawaban memiliki bobot nilai yang berbeda sehingga dapat dikategorikan rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat kepercayaan responden peserta program Posdaya Geulis Bageur dapat dilihat dalam Tabel 14. Tabel 14 Jumlah dan Persentase Tingkat Kepercayaan Peserta Program Posdaya Geulis Bageur Tingkat Kepercayaan Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 3 8,57 Sedang 11 31,43 Tinggi 21 60,00 Total ,00 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 3 atau 8,57 persen responden memiliki tingkat kepercayaan rendah, sebanyak 11 atau 31,43 persen responden memiliki tingkat kepercayaan sedang, dan sebanyak 21 atau 60,00 persen responden memiliki tingkat kepercayaan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peserta program Posdaya Geulis Bageur memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pengurus posdaya. Tingkat kepercayaan yang tinggi dapat menjadi modal yang baik bagi keberlangsungan Posdaya Geulis Bageur. Hasil tabel menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi diketahui karena pihak pelaksana program adalah orang-orang yang dapat dipercaya dan menjadi panutan atau dihormati di daerahnya. Peserta program percaya kepada pihak pelaksana program karena selain menjadi panutan dalam program posdaya, juga dalam kehidupan sehari-hari orang-orang yang menjadi pihak pelaksana memiliki tabiat yang baik, sehingga peserta dapat memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pelaksana program. Berikut penuturan dari salah satu peserta program yang menjadi responden: Saya percaya sama orang-orang dari pelaksana program, toh saya kenal juga gimana orangnya, terutama memang orangorang yang jadi pelaksana itu ya memang sudah menjadi panutan disini. (Bapak MMT, 44 tahun)

49 36 Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Perencanaan Hubungan yang akan diuji pada bagian ini adalah pengaruh kepercayaan terhadap partisipasi peserta program Posdaya Geulis Bageur. Partisipasi pada bagian ini adalah partisipasi dalam perencanaan. Uji pengaruh dilakukan dengan mengolah data kuantitatif dari hasil jawaban responden melalui kuesioner. Pengolahan data ini menggunakan program komputer SPSS 19.0 for Windows dan Microsoft Excel 2010 untuk mempermudah dalam proses pengolahan data. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman untuk melihat hubungan antara variabel yang berbentuk data ordinal. Hasil dari uji korelasi Rank Spearman tersebut akan menghasilkan angka koefisien korelasi spearman pada taraf nyata (α) = 0.05 dan taraf sangat nyata (α) = Tanda bintang (*) yang terdapat pada nilai koefisien korelasi juga menunjukkan signifikansi atau adanya hubungan antar variabel (contoh pengolahan data dapat dilihat pada lampiran 6). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hubungan antara tingkat kepercayaan dan partisipasi dalam perencanaan. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan dan tingkat partisipasi dalam perencanaan memiliki hubungan yang nyata nilai koefisien 0,448 dengan klasifikasi keeratan hubungan yang sedang atau cukup berarti. Berikut tabulasi silang antara tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi pada tahap perencanaan. Tabel 15 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Perencanaan Tingkat Kepercayaan Perencanaan Total Rendah Sedang Tinggi f % f % f % f % Rendah 2 66, ,33 0 0, Sedang 1 9, , , Tinggi 1 4, , , Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat kepercayaan dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam perencanaan. Hasil dari penelitian adalah mayoritas sebanyak 66,67 persen responden yang memiliki tingkat kepercayaan rendah, memiliki tingkat partisipasi dalam perencanaan yang rendah. Mayoritas sebanyak 54,55 persen responden pada tingkat kepercayaan sedang memiliki tingkat partisipasi dalam perencanaan yang sedang. Pada tingkat kepercayaan yang tinggi, mayoritas sebanyak 66,67 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam perencanaan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin peserta program memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pelaksana program, semakin ingin pula berpartisipasi dalam program tersebut. Pada tabel terdapat responden dengan tingkat kepercayaan yang rendah namun ia memiliki tingkat partisipasi yang sedang. Hal ini dikarenakan responden yang walaupun kurang percaya terhadap pelaksana, namun masih ingin

50 37 mengetahui mengenai program yang akan dijalankan. Terdapat pula responden dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, namun memiliki tingkat partisipasi dalam perncanaan yang rendah. Hal ini dikarenakan pada saat perencanaan ia tidak dapat menghadiri dan mempercayakan hal tersebut kepada pelaksana program itu sendiri. Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Pelaksanaan Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan dan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan memiliki hubungan yang nyata nilai koefisien 0,479 dengan klasifikasi keeratan hubungan yang sedang atau cukup berarti (0,401-0,700). Berikut tabulasi silang antara tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Tabel 16 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Pelaksanaan Tingkat Kepercayaan Pelaksanaan Total Rendah Sedang Tinggi f % f % f % f % Rendah 1 33, ,67 0 0, Sedang 0 0, ,91 1 9, Tinggi 0 0, , , Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat kepercayaan dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan yang rendah mayoritas sebanyak 66,67 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam pelaksanaan yang sedang. Pada tingkat kepercayaan yang sedang mayoritas sebanyak 90,91 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan yang sedang. Pada tingkat kepercayaan yang tinggi mayoritas sebanyak 52,38 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan sedang. Hal ini menunjukkan semakin tinggi kepercayaan peserta program terhadap pelaksana program, semakin tinggi pula peserta yang mau ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program. Namun dalam tabel menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan sedang, responden berbeda tipis lebih banyak yang tingkat partisipasinya sedang dibandingkan yang tinggi. Hal ini dikarenakan pada saat pelaksanaan peserta program masih banyak yang harus membagi waktunya untuk pekerjaan yang lain. Waktu pelaksanaan program terkadang tidak pas dengan waktu luang peserta. Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan dan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil memiliki hubungan yang nyata nilai koefisien 0,482 dengan klasifikasi keeratan hubungan yang sedang atau cukup berarti (0,401-0,700). Berikut tabulasi silang antara tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil.

51 38 Tabel 17 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Pemanfaatan Hasil Pemanfaatan Hasil Tingkat Total Rendah Sedang Tinggi Kepercayaan f % f % f % f % Rendah 0 0, ,00 0 0, Sedang 1 9, ,82 1 9, Tinggi 0 0, , , Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat kepercayaan tertentu dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan yang rendah terdapat sebanyak 100 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang sedang. Pada tingkat kepercayaan yang sedang mayoritas sebanyak 81,82 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang sedang. Pada tingkat kepercayaan yang tinggi mayoritas sebanyak 52,38 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya tingkat kepercayaan peserta program memungkinkan peserta program semakin mengikuti partisipasi sehingga kemungkinan untuk pemanfaatan hasil atau memiliki hasil dari program juga tinggi. Maka dapat dikatakan semakin tinggi tingkat kepercayaan, maka semakin tinggi pula partisipasi dalam pemanfaatan hasil. Tingkat Kepercayaan dan Partisipasi dalam Evaluasi Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan dan tingkat partisipasi dalam evaluasi memiliki hubungan yang nyata nilai koefisien 0,472 dengan klasifikasi keeratan hubungan yang sedang atau cukup berarti (0,401-0,700). Berikut tabulasi silang antara tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi pada tahap evaluasi. Tabel 18 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi pada Evaluasi Evaluasi Tingkat Total Rendah Sedang Tinggi Kepercayaan f % f % f % f % Rendah ,00 0 0, Sedang 0 0, , , Tinggi 0 0, , , Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat kepercayaan tertentu dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan yang

52 rendah terdapat sebanyak 100 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam evaluasi yang rendah. Pada tingkat kepercayaan yang sedang mayoritas sebanyak 63,64 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam evaluasi yang sedang. Pada tingkat kepercayaan yang tinggi mayoritas sebanyak 61,90 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam evaluasi yang tinggi. Hasil tabel di atas menunjukkan semakin tinggi tingkat kepercayaan maka semakin tinggi pula partisipasi dalam evaluasi. Hal ini disebabkan karena peserta yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi memiliki kemungkinan yang besar untuk mau mengikuti program selanjutnya sehingga keinginan untuk mengikuti evaluasi pun tinggi. 39

53 40

54 41 TINGKAT NORMA TERHADAP PARTISIPASI PESERTA PROGRAM POSDAYA GEULIS BAGEUR Tingkat norma dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan responden terhadap norma-norma yang berlaku dalam lingkungan sosial Posdaya Geulis Bageur. Tingkat norma diketahui melalui wawancara kuesioner. Pertanyaan yang diajukan diberikan pilihan jawaban dengan skala ordinal dengan jawaban tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Setiap jawaban memiliki bobot nilai yang berbeda sehingga dapat dikategorikan rendah, sedang, dan tinggi. Tabel 19 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Norma Peserta Posdaya Geulis Bageur Tingkat Norma Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 5 14,29 Sedang 20 57,14 Tinggi 10 28,57 Total ,00 Hasil penelitian menujukkan bahwa sebanyak 5 atau 14,29 persen responden memiliki tingkat norma rendah, sebanyak 20 atau 57,14 persen responden memiliki tingkat norma sedang, dan sebanyak 10 atau 28,57 persen responden memiliki tingkat norma yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta program memiliki tingkat norma yang sedang. Mayoritas peserta program memiliki tingkat norma yang sedang. Hal ini disebabkan karena memudarnya nilai-nilai tradisional yang dimiliki masyarakat, contohnya kerja bakti. Masuknya pendatang ke dalam lingkungan masyarakat dengan membawa nilai dan norma dari daerahnya masing-masing dimana nilai tersebut sedikit banyak mempengaruhi nilai dan norma masyarakat asli. Terjadinya pembangunan yang semakin meningkat menyebabkan masuknya kapitalisasi hingga ke desa. Hal ini merubah masyarakat dari segi norma yang dimiliki. Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Perencanaan Hasil uji korelasi menunkukkan bahwa tingkat norma tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi dalam perencanaan. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 20.

55 42 Tabel 20 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Norma dan Tingkat Partisipasi pada Perencanaan Perencanaan Tingkat Norma Rendah Sedang Tinggi Total f % f % f % f % Rendah Sedang Tinggi Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat norma dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam perencanaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat norma yang rendah mayoritas sebanyak 80 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam perencanaan yang tinggi. Pada tingkat norma yang sedang mayoritas sebanyak 50 persen responden pada tingkat partisipasi dalam perencanaan yang sedang. Pada tingkat norma yang tinggi mayoritas sebanyak 50 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam perencanaan yang tinggi. Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Pelaksanaan Hasil uji korelasi menunkukkan bahwa tingkat norma tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Norma dan Tingkat Partisipasi pada Pelaksanaan Pelaksanaan Tingkat Norma Rendah Sedang Tinggi Total f % f % f % f % Rendah Sedang Tinggi Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat norma dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat norma yang rendah mayoritas sebanyak 60 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam pelaksanaan yang tinggi. Pada tingkat norma yang sedang mayoritas sebanyak 85 persen responden pada tingkat partisipasi dalam pelaksanaan yang sedang. Pada tingkat norma yang tinggi mayoritas sebanyak 50 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan yang tinggi.

56 43 Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat norma dan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil memiliki hubungan yang nyata nilai koefisien 0,367 dengan klasifikasi keeratan hubungan yang lemah (0,201-0,400). Berikut tabulasi silang antara tingkat norma terhadap tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil. Tabel 22 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Norma dan Tingkat Partisipasi pada Pemanfaatan Hasil Pemanfaatan Hasil Tingkat Norma Rendah Sedang Tinggi Total f % f % f % f % Rendah Sedang Tinggi Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat norma tertentu dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat norma yang rendah terdapat sebanyak 20 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam perencanaan yang rendah, sebanyak 60 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang sedang, dan sebanyak 20 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang tinggi. Pada tingkat norma yang sedang terdapat sebanyak 75 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang sedang, dan sebanyak 25 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang tinggi. Pada tingkat norma yang tinggi terdapat sebanyak 40 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang sedang, dan sebanyak 60 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang tinggi. Hasil dari tabel menunjukkan bahwa tingkat norma dan partisipasi dalam pemanfaatan hasil saling berkaitan. Contohnya sebelum menjalankan program, pelaksana program akan membuat aturan-aturan yang berkaitan dengan program, tinggi rendahnya pemanfaatan hasil yang diterima oleh peserta program memiliki hubungan sejauhmana peserta program taat terhadap aturan-aturan yang dibuat dan menjalankannya sesuai dengan apa yang disepakati di awal pelaksanaan program. Tingkat Norma dan Partisipasi dalam Evaluasi Hasil uji korelasi menunkukkan bahwa tingkat norma tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi dalam evaluasi. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 23.

57 44 Tabel 23 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Norma dan Tingkat Partisipasi pada Evaluasi Evaluasi Tingkat Norma Rendah Sedang Tinggi Total f % f % f % f % Rendah Sedang Tinggi Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat norma dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat norma yang rendah mayoritas sebanyak 60 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam evaluasi yang sedang. Pada tingkat norma yang sedang mayoritas sebanyak 50 persen responden pada tingkat partisipasi dalam evaluasi yang sedang. Pada tingkat norma yang tinggi mayoritas sebanyak 60 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam evaluasi yang tinggi.

58 45 TINGKAT JARINGAN SOSIAL TERHADAP PARTISIPASI PESERTA PROGRAM POSDAYA GEULIS BAGEUR Tingkat jaringan dalam penelitian ini adalah hubungan timbal balik yang terjalin antara sesama peserta program, dan peserta program dengan pengurus program Posdaya Geulis Bageur. Hubungan timbal balik ini menunjukkan kedekatan antara peserta program juga antara peserta dan pengurus program yang diukur kuesioner. Pertanyaan yang diajukan diberikan pilihan jawaban dengan skala ordinal dengan jawaban tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Setiap jawaban memiliki bobot nilai yang berbeda sehingga dapat dikategorikan rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat jaringan peserta program Posdaya Geulis Bageur dapat dilihat dalam Tabel 24. Tabel 24 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Jaringan Peserta Program Posdaya Geulis Bageur Tingkat Jaringan Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 6 17,14 Sedang 22 62,86 Tinggi 7 20,00 Total ,00 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 6 atau 17,14 persen responden memiliki tingkat jaringan yang rendah, sebanyak 22 atau 62,86 persen responden memiliki tingkat jaringan sedang, dan sebanyak 7 atau 20,00 persen responden memiliki tingkat jaringan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta program Posdaya Geulis Bageur memiliki tingkat jaringan yang sedang. Tingkat jaringan yang dimiliki peserta program mayoritas berada pada tingkat sedang.hal ini berkaitan dengan bagaimana individu dari masing-masing peserta. Contohnya peserta program yang memiliki tingkat jaringan tinggi adalah peserta program yang mudah bergaul, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, menjadi tokoh masyarakat, dan memiliki sumberdaya ekonomi yang tinggi. Peserta program yang memiliki tingkat jaringan rendah adalah peserta yang susah bergaul, pendidikannya kurang tinggi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki terbatas atau rendah. Peserta program yang memiliki tingkat jaringan sedang merupakan masyarakat biasa atau bukan tokoh masyarakat, memiliki pendidikan rata-rata sedang. Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Perencanaan Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat jaringan dan tingkat partisipasi dalam perencanaan memiliki hubungan yang nyata nilai koefisien 0,575 dengan klasifikasi keeratan hubungan yang sedang atau cukup berarti (0,401-0,700). Berikut tabulasi silang antara tingkat jaringan terhadap tingkat partisipasi pada tahap perencanaan.

59 46 Tabel 25 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Perencanaan Perencanaan Tingkat Total Rendah Sedang Tinggi Jaringan f % f % f % f % Rendah , , Sedang 1 4, , , Tinggi 0 0,00 0 0, , Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat jaringan tertentu dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam perencanaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat jaringan yang rendah mayoritas sebanyak 50 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam perencanaan yang rendah. Pada tingkat jaringan yang sedang mayoritas sebanyak 50 persen responden pada tingkat partisipasi dalam perencanaan yang sedang. Pada tingkat jaringan yang tinggi terdapat sebanyak 100 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam perencanaan yang tinggi. Mayoritas peserta program yang memiliki tingkat partisipasi dalam perencanaan tinggi adalah peserta program yang memiliki tingkat jaringan yang sedang. Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Pelaksanaan Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat jaringan dan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan memiliki hubungan yang nyata nilai koefisien 0,520 dengan klasifikasi keeratan hubungan yang sedang atau cukup berarti (0,401-0,700). Berikut tabulasi silang antara tingkat jaringan terhadap tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Tabel 26 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Pelaksanaan Pelaksanaan Tingkat Jaringan Rendah Sedang Tinggi Total f % f % f % f % Rendah 1 16, , , Sedang 0 0, , , Tinggi 0 0, , , Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat jaringan tertentu dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat jaringan yang rendah mayoritas sebanyak 66,66 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam pelaksanaan yang sedang. Pada tingkat jaringan yang sedang mayoritas sebanyak 81,82 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan yang sedang. Pada tingkat jaringan yang tinggi mayoritas sebanyak 85,71 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan yang tinggi.

60 47 Hasil tabel di atas menunjukkan semakin tinggi tingkat jaringan maka semakin tinggi pula partisipasi dalam pelaksanaan. Hal ini disebabkan peserta program yang memiliki tingkat jaringan yang tinggi akan semakin mudah mengikuti program dan tingkat keberhasilan dalam menjalankan program lebih besar. Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat jaringan dan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil memiliki hubungan yang nyata nilai koefisien 0,374 dengan klasifikasi keeratan hubungan yang lemah (0,200-0,400). Berikut tabulasi silang antara tingkat jaringan terhadap tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil. Tabel 27 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Pemanfaatan Hasil Tingkat Jaringan Pemanfaatan Hasil Total Rendah Sedang Tinggi f % f % f % f % Rendah 0 0, ,00 0 0, Sedang 0 0, , , Tinggi 1 14, , , Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat jaringan tertentu dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat jaringan yang rendah terdapat sebanyak 100 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang sedang. Pada tingkat jaringan yang sedang mayoritas sebanyak 68,18 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang sedang. Pada tingkat jaringan yang tinggi mayoritas sebanyak 71,23 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil yang tinggi. Hasil tabel di atas menunjukkan semakin tinggi tingkat jaringan maka semakin tinggi pula partisipasi dalam pemanfaatan hasil. Hal ini disebabkan karena peserta program yang memiliki tingkat jaringan yang tinggi akan lebih mudah memasarkan produk dari hasil program dari tingginya tingkat jaringan yang ia miliki. Tingkat Jaringan dan Partisipasi dalam Evaluasi Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat jaringan dan tingkat partisipasi dalam tahap evaluasi tidak memiliki hubungan. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 28.

61 48 Tabel 28 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Jaringan dan Tingkat Partisipasi pada Evaluasi Evaluasi Tingkat Total Rendah Sedang Tinggi Jaringan f % f % f % f % Rendah 1 16, , , Sedang 2 9, , , Tinggi 0 0, , , Tabel di atas menunjukkan banyaknya jumlah peserta yang memiliki tingkat jaringan dihubungkan dengan tingkat partisipasi dalam evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat jaringan yang rendah mayoritas sebanyak 50 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam evaluasi yang sedang. Pada tingkat jaringan yang sedang mayoritas sebanyak 54,55 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam evaluasi yang tinggi. Pada tingkat jaringan yang tinggi mayoritas sebanyak 57,14 persen responden dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan yang sedang. Hasil penelitian tersebut tidak menunjukkan adanya hubungan antara tingkat jaringan dan tingkat partisipasi karena tinggi rendahnya jaringan dalam hal ini tidak ada hubungan dengan tinggi rendahnya partisipasi dalam evaluasi.

62 49 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tingkat partisipasi dalam program Posdaya Geulis Bageur dikategorikan cukup tinggi. Tingkat partisipasi peserta program dalam perencanaan termasuk ke dalam tingkat partisipasi yang tinggi. Tingkat partisipasi peserta program dalam pelaksanaan termasuk ke dalam tingkat partisipasi sedang. Tingkat partisipasi peserta program dalam pemanfaatan hasil termasuk ke dalam tingkat partisipasi sedang. Tingkat partisipasi peserta program dalam evaluasi termasuk ke dalam tingkat partisipasi tinggi. Tingkat kepercayaan peserta dalam program posdaya Geulis Bageur adalah berada pada mayoritas tinggi. Tingkat kepercayaan ini memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil, dan evaluasi. Hasil dari keempat nilai koefisien tersebut berada pada klasifikasi keeratan hubungan sedang atau cukup berarti. Tingkat norma peserta dalam program Posdaya Geulis Bageur adalah berada pada mayoritas sedang. Tingkat norma ini memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil. Hasil dari nilai koefisien tersebut berada pada klasifikasi keeratan hubungan lemah. Tingkat jaringan peserta program dalam program Posdaya Geulis Bageur adalah berada pada mayoritas sedang. Tingkat jaringan ini memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil. Hasil dari nilai koefisien pada perencanaan dan pelaksanaan berada pada klasifikasi keeratan hubungan sedang atau cukup berarti. Hasil nilai koefisien pada pemanfaatan hasil berada pada klasifikasi keeratan hubungan yang lemah. Saran Hasil dari suatu program pengembangan masyarakat tentu diharapkannya sebuah perubahan yang positif. Diantaranya adalah membangun kesejahteraan masyarakat, membentuk masyarakat yang mandiri, dan membuka akses untuk berdaya dan berkelanjutan. Untuk itu diharapkan pada penelitian selanjutnya mengenai partisipasi disertakan perubahan yang terjadi pada masyarakat. Seperti adanya tambahan mengenai pendapatan sebelum dan sesudah mengikuti program, dan dampak-dampak yang terjadi setelah mengikuti program-program tersebut. Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah sebaiknya dalam pelaksanaan program, sebelumnya harus dipastikan bahwa peserta memiliki jadwal yang luang saat pelaksanaan program, sehingga peserta dapat sepenuhnya berpartisipasi dalam program.

63 50

64 51 DAFTAR PUSTAKA Abbott J Sharing The City: Community Participation in Urban Management. Eartscan Publication, Ltd. London. Arnstein S [Juli]. A Ladder of Citizen Participation. JAIP [35-4]: halaman Budimanta A Corporate Social Responsibility; Alternatif Bagi Pembangunan Indonesia. Jakarta: ICSD. Bourdieu P The Forms of Capital in J. C. Richards (ed.). New York: Greenwood Press. Coleman J Foundations of Social Theory. Cambridge: Harvard University Press. Cox E Truly Civil Society. Sydney: ABC Books. Dasgupta and Serageldin Social Capital A Multifaceted Perspective. Washington DC: World Bank. Fukuyama F The Great Discruption: Human Nature and the Reconstitution of Social Order. A Touchstone Book; Published by Simon & Schuster. Newyork, London, Toronto, Sydney, Singapore. Fukuyama F Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity. New York: Free Press. Ife J Community Development, Creating Community Alternatives Vision, Analysis and Practice. Longmarn Australia Pty, Ltd. Melbourne. Mubyarto Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. BPEE. Yogyakarta. Mugniesyah SS Modul Kuliah Pendidikan Orang Dewasa. Tidak diterbitkan. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Muljono P, Burhanuddin, Bachtiar Y Profil 50 Posdaya Binaan IPB. Bogor (ID): IPB Pr. Putnam R Bowling Alone: America s Declining Social Capital. Rakhmat J Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Sahidu A Partisipasi Masyarakat Tani Pengguna Lahan Sawah dalam Pembangunan Pertanian di Daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Disertasi. Pascasarjana. IPB. Suharto E Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Cetakan Ke- 1. Jakarta [ID]: Refika Aditama. Suharto E Modal Sosial dan Kebijakan Publik. [pdf]. [Internet]. [Diunduh 3 Maret 2013]. Tersedia pada: EBIJAKAN _SOSIAL.pdf Sumardjo dan Saharudin Metode-Metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat. IPB. Bogor. Uphoff NT, John MC, Goldsmith AA Feasibility and Application of Rural Development Participation: A State of the Art Paper. Ithaca [US]: Cornell University. Usman S Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta [ID]: Pustaka Pelajar

65 52

66 53 LAMPIRAN Lampiran 1 Sketsa Kampung Cangkurawok, Desa Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN 50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan dua hal yang amat penting, pertama adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas manusia sebagai sumberdaya pembangunan merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. Indonesia pada September tahun

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Studi Kasus pada Campaka Kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pemberdayaan mulai mengemuka pada periode tahun 1970 hingga tahun 1980-an. Pada masa itu Indonesia merupakan Negara acuan dunia di bidang pembangunan terutama

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DESA CIHERANG PONDOK DAN DESA CIDERUM DALAM PROGRAM CSR TIRTA INVESTAMA IPA SADA HANAMI PURBA

PARTISIPASI MASYARAKAT DESA CIHERANG PONDOK DAN DESA CIDERUM DALAM PROGRAM CSR TIRTA INVESTAMA IPA SADA HANAMI PURBA PARTISIPASI MASYARAKAT DESA CIHERANG PONDOK DAN DESA CIDERUM DALAM PROGRAM CSR TIRTA INVESTAMA IPA SADA HANAMI PURBA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar)

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) Oleh: Aip Rusdiana 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3

Lebih terperinci

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN (STUDI KASUS : KECAMATAN RUNGKUT) Disusun Oleh: Jeffrey Arrahman Prilaksono 3608 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH 45 TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH Bentuk Partisipasi Stakeholder Pada tahap awal kegiatan, bentuk partisipasi yang paling banyak dipilih oleh para stakeholder yaitu

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

Komitmen itu diperbaharui

Komitmen itu diperbaharui POS PEM8CRDAYAAH KELUARCA (POSDAYA) bangsa-bangsa lain di dunia. Rendahnya mutu penduduk itu juga disebabkan karena upaya melaksanakan wajib belajar sembilan tahun belum dapat dituntaskan. Buta aksara

Lebih terperinci

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2000 BPHN PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA *33776 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 21 TAHUN 1994 (21/1994) Tanggal: 1 JUNI

Lebih terperinci

Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis

Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis Reka Lingkungan Teknik Lingkungan Itenas No.1 Vol. 6 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2018 Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT (Kasus: Program PHT Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon) LUKI SANDI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Setelah beberapa dekade pembangunan pertanian di Indonesia, ternyata pembangunan belum mampu meningkatkan harkat, martabat dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini menjadi penyebabnya

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEMANDIRIAN MASYARAKAT PESERTA POSDAYA SAUYUNAN DESA CIHERANG TRI NURYANTI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEMANDIRIAN MASYARAKAT PESERTA POSDAYA SAUYUNAN DESA CIHERANG TRI NURYANTI i HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEMANDIRIAN MASYARAKAT PESERTA POSDAYA SAUYUNAN DESA CIHERANG TRI NURYANTI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI

BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI 5.1. Penggolongan dan Non- LKMS Kartini Komunitas perdesaan dalam konteks penelitian ini tidak hanya dipahami sebagai sekumpulan orang, namun juga sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN BERBASIS PEMBERDAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. mengkaji program-program yang berbasis masyarakat untuk meningkatkan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. mengkaji program-program yang berbasis masyarakat untuk meningkatkan BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pemberdayaan Pendapat mengenai makna pemberdayaan sudah banyak dikemukakan oleh para ahli, baik dari akademisi maupun pihak lainnya. Konsep

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran yang penting

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Keputusan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (PAMSIMAS) DI DESA SENGON, KLATEN

ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (PAMSIMAS) DI DESA SENGON, KLATEN ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (PAMSIMAS) DI DESA SENGON, KLATEN Rudy Cahyadi 1) dan Bambang Syairudin 2) Manajemen Proyek, Magister

Lebih terperinci

KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN MODAL SOSIAL PADA BERBAGAI TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM POS PEMBERDAYAAN KELUARGA SUHAERI MUKTI

KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN MODAL SOSIAL PADA BERBAGAI TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM POS PEMBERDAYAAN KELUARGA SUHAERI MUKTI i KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN MODAL SOSIAL PADA BERBAGAI TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM POS PEMBERDAYAAN KELUARGA SUHAERI MUKTI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Burung Hantu (Tyto alba) dan Pemanfaatannya Burung hantu (Tyto alba) pertama kali dideskripsikan oleh Giovani Scopoli tahun 1769. Nama alba berkaitan dengan warnanya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

kebijakan yang menyebutkan pengembangan masyarakat dan desa dalam kerangka desentralisasi pembangunan. Namun kenyataannya, masyarakat, desa dan

kebijakan yang menyebutkan pengembangan masyarakat dan desa dalam kerangka desentralisasi pembangunan. Namun kenyataannya, masyarakat, desa dan LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI DAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN TERPADU ANTAR DESA (PPTAD) DALAM RANGKA PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT (PKPBM) TAHUN 2012 KEGIATAN Fasilitasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pada bagian ini disajikan tinjauan literatur yang berkaitan dengan beberapa konsep yang digunakan pada penelitian ini. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu melihat

Lebih terperinci

POSDAYA BERSERI DUSUN I

POSDAYA BERSERI DUSUN I CONTOH ANGGARAN DASAR POSDAYA BERSERI DUSUN I DESA BAJONG, KEC. BUKATEJA, KAB. PURBALINGGA Logo Perguruan Tinggi Logo Pemerintah Daerah MUKADIMAH Keluarga sebagai bagian integral dari Masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK TERHADAP MASYARAKAT LOKAL (Studi kasus di Desa Nambo, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan peningkatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dari penelitian ini didapati kesimpulan dan temuan-temuan sebagai berikut: 1. Karakteristik fisik permukiman kampung

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN 1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan dilahirkan dari bahasa Inggris, yakni empowerment, yang mempunyai makna dasar pemberdayaan di mana daya bermakna kekuatan (power). Pemberdayaan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L No. 1449, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPORA. Sentra Pemberdayaan Pemuda. PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SENTRA PEMBERDAYAAN PEMUDA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan 2.1 Definisi Partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Mubyarto dalam Ndraha (1990), partisipasi adalah kesediaan

Lebih terperinci

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ABSTRAK Dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, disebutkan bahwa tugas dosen berkaitan dengan pelaksanaan tiga hal utama yaitu pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Karenanya kinerja dosen dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Literatur. Survei Lokasi. Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Literatur. Survei Lokasi. Pengumpulan Data BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Tahapan dalam penelitian ini dimulai dari studi literatur hingga penyusunan Laporan Tugas Akhir, dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini: Studi Literatur

Lebih terperinci

desentralisasi pembangunan. Namun kenyataannya, masyarakat, desa dan perdesaan belum juga berkembang secara optimal. Padahal, perdesaan sebagai

desentralisasi pembangunan. Namun kenyataannya, masyarakat, desa dan perdesaan belum juga berkembang secara optimal. Padahal, perdesaan sebagai LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI DAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN TERPADU ANTAR DESA (PPTAD) DALAM RANGKA PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT (PKPBM) TAHUN 2012 KEGIATAN Fasilitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu target MDGS adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak memiliki akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar. Sehubungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan dari pasal 66 Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

SIDANG TESIS MAHASISWA: ARIF WAHYU KRISTIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Ir. SRI AMIRANTI SASTRO HUTOMO, MS

SIDANG TESIS MAHASISWA: ARIF WAHYU KRISTIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Ir. SRI AMIRANTI SASTRO HUTOMO, MS SIDANG TESIS PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN (Studi Kasus Pelaksanaan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci