BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KARET ALAM DAN VULKANISASI Karet Alam adalah polimer hidrokarbon yang berasal dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai lateks) pohon karet, Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Ini dilakukan dengan cara melukai kulit pohon karet sehingga menghasilkan lateks karet alam. Melalui serangkaian proses lateks karet alam diubah menjadi karet kering (dry rubber) yang kenyal. Bahan baku karet kering ini kurang memiliki manfaat mekanis karena sifatnya yang lembut (plastis), lemah, dan lain sebagainya. Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang sulfur (sulfur-crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga dikenal dengan proses pematangan (curing/cure), dan molekul karet yang sudah tersambung silang (crosslinked rubber) dirujuk sebagai vulkanisat karet (rubber vulcanizate) [11]. Vulkanisat karet tidak lagi bersifat lengket (tacky), tidak melarut tetapi hanya mengembang di dalam pelarut organik tertentu. Gambar 2.1 Reaksi Vulkanisasi dan Ikatan Sambung Silang

2 Tidak seperti awal ditemukannya oleh Charles Goodyear di tahun 1939, dimana reaksi sambung silang oleh sulfur ini memerlukan waktu yang relatif sangat lama. Dewasa ini dengan ditambahkannya bahan pencepat (accelerator agent) ke dalam ramuan karet maka proses vulkanisasi hanya memerlukan waktu dalam hitungan menit saja. Sistem vulkanisasi yang terakhir ini dikenal sebagai sistem vulkanisasi sulfur terakselerasi. Secara umum sistem ini diklassifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu pemvulkanisasian konvensional, semi-efisien, dan efisien. Sistem vulanisasi efisien adalah sistem vulkanisasi dimana jumlah sulfur yang rendah dan jumlah bahan pemercepat yang tinggi atau pematangan tanpa sulfur digunakan pada vulkanisat yang mana dibutuhkan tahanan panas dan tahanan kembali yang sangat tinggi. Pada sistem pematangan konvensional, jumlah sulfur tinggi dan bahan pemercepat sedikit. Sistem vulkanisasi konvensional memberikan kelenturan dan sifat-sifat dinamis yang lebih baik tetapi tahanan panas dan tahanan kembali yang buruk. Untuk tingkat yang optimum dari sifat-sifat mekanik dan dinamis vulkanisat dengan panas, pengembalian, kelenturan, dan sifat-sifat dinamis tingkat menengah, disebut vulkanisasi semi efisien dengan tingkat menengah bahan pemercepat dan sulfur digunakan. Untuk tujuan pembedaan, ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan perbandingan antara jumlah sulfur dan jumlah bahan pencepat yang ditambahkan ke ramuan karet. Sebagai contoh sistem konvensional mengandung lebih banyak sulfur dibandingkan bahan pencepat. Sistem efisien mengandung bahan pencepat lebih banyak, sedangkan sistem semi-efisien jumlah sulfur dan bahan pencepat adalah sama banyak atau hampir sama banyak. Formulasi bagi ketiga sistem tersebut ditunjukkan oleh tabel 2.1. berikut ini : Tabel 2.1. Pengklasifikasian Sistem Vulkanisasi Sulfur Terakselerasi [4]. Sisitim Komposisi sulfur Komposisi bahan Nilai E Vulkanisasi (bsk)* pencepat (bsk)* Konvensional Semi-efisien Efisien 2,0 3,5 1,0 1,7 0,4 0,8 1,2 0,4 2,5 1,2 5,0 2, ,5-4 *) bsk = bagian per-seratus bagian karet.

3 Pada sistem vulkanisasi konvensional akan menghasilkan ikatan silang jenis polisulfida yang fleksibel, sehingga ketahanan letih (fatique) dan ketahanan retak lenturnya baik serta kekuatan tarik (tensile strength) yang tinggi. Tetapi ketahanan usang pada suhu tinggi (heat ageing) sangat rendah karena ikatan polisulfida tidak mantap pada suhu tinggi. Pada sistem vulkanisasi efisien karena jumlah belerangnya lebih kecil daripada jumlah bahan pencepat maka setiap ikatan silang mengandung sedikit mungkin jumlah atom belerang. Hampir 80 persen ikatan silang yang terbentuk yaitu jenis monosulfida yang mempunyai sifat tahan suhu tinggi namun ketahanan letih dan retak lenturnya rendah. Ikatan monosulfida tahan panas tetapi tidak fleksibel dan sekali ikatan tersebut putus tidak ada yang menggantikannya. Sistem vulkanisasi semi efisien disusun untuk memperbaiki kelemahan kedua sistem vulkanisasi di atas. Sistem vulkanisasi semi efisien menghasilkan ketahanan retak lentur dan letih serta ketahanan usang yang baik. Selain itu, sistem ini memiliki ketahanan reversi yang tinggi pada karet alam dan memberikan pampatan tetap yang rendah, sehingga cocok untuk pembuatan barang karet berukuran besar dan tebal yang menghendaki sifat kelenturan yang baik [5]. Untuk tujuan pembedaan antara sistem efisien dengan yang tidak efisien (sistem konvensional), digunakan faktor efisiensi sambung silang (E). Faktor ini diartikan sebagai jumlah bilangan atom sulfur per satu sambung silang yang terbentuk. Nilai E yang lebih rendah berarti penggunaan sulfur sebagai bahan penyambung silang adalah lebih efisien [7]. Perbandingan ketiga jenis sistem vulkanisasi tersebut, dari segi struktur vulkanisat karet dan beberapa sifat akhir ditunjukkan pada tabel 2.2. Disebabkan sistem efisien menggunakan sulfur paling sedikit, maka sistem ini cenderung membentuk mayoritas struktur ikatan monosulfida serta menghasilkan tingkat reaksi kimia rantai utama yang rendah. Sistem ini juga meminimisasi ataupun meniadakan reversi (penurunan sifat-sifat elastisitas dan kekuatan sebagai akibat oksidasi karena panas dan penuaan (aging) dari vulkanisat karet), kecuali untuk suhu vulkanisasi yang terlalu tinggi.

4 Tabel 2.2. Struktur dan Sifat-Sifat Vulkanisat Karet (Ismail & Hashim, 1998). Sistem Pemvulkanisasian Konvensional Semi-efisien Efisien Struktur dan Sifat vulkanisat Sambung silang di-, polisulfida, % Sambung silang monosulfida, % Konsentrasi siklis sulfida Tahanan koyak Ketahanan degradasi karena panas Ketahanan reversi Set mampatan, % (22 jam / 70 o C) 95 5 Tinggi Tinggi Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Tinggi Tinggi 10 Karet alam (Natural Rubber) dapat divulkanisasi dengan memakai salah satu dari sistem sulfur terakselerasi diatas, tetapi ramuan sistem semi-efisien ataupun sistem efisien lebih disarankan [4] karena menghasilkan vulkanisat karet alam dengan sifat ketahanan penuaan yang lebih baik. NATURAL RUBBER Gambar 2.2. Mekanisme Reaksi Vulkanisasi

5 2.2 KOMPON KARET (RUBBER COMPOUNDING) Sebelum mengalami proses vulkanisasi, karet dan sejumlah bahan ramuan terlebih dahulu mengalami proses pencampuran (mixing), sehingga membentuk suatu persenyawaan/kompon karet (a rubber compound). Pencampuran dilakukan dengan menggunakan alat pencampur penggulung-dua (two-roll mill), dimana pada alat tersebut karet terlebih dahulu diubah menjadi bahan yang plastis (lembut), sehingga bahan-bahan ramuan dapat tersebar secara merata dalam phasa karet. Pelembutan karet ini dirujuk sebagai proses mastikasi. Selain karet yang merupakan bahan dasar, bahan ramuan yang terlibat pencampuran adalah : bahan penyambung silang, seperti sulfur. pengaktif pencepat (accelerator activator), seperti ZnO dan asam stearat. pencepat reaksi sambung silang (accelerator), seperti merkaptobenzotiazolil disuldida (MBTS), N-Sikloheksil-2-benzol tiazolsulfenamida (CBS). penahan degradasi sifat-sifat karet (antidegradant), seperti N-isopropil-N fenil-p-fenilin diamina (IPPD). Setelah proses pencampuran selesai maka diperoleh kompon karet yang siap untuk divulkanisasi pada suhu o C, selama waktu vulkanisasi optimum. Penentuan waktu vulkanisasi yang optimum dilakukan dengan menggunakan alat Rheometer atau Curemeter. Sejumlah tertentu dari sampel kompon karet (lebih kurang lima gram) dimasukkan kedalam cakram (disc) dari rheometer lalu dimatangkan/divulkanisasi pada suhu setting 150 o C dan waktu setting 30 menit. Keluaran (output) dari alat rheometer ini adalah berupa rheograf yang memuat informasi-informasi karaktersitik pematangan (cure characteristics) yang diperlukan untuk pemrosesan kompon karet seperti, Torque (tork) maksimum dan minimum, waktu skorj (scorch time), dan t 90. T 90 adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 0.90 (Tork maksimum Tork minimum), dan t 90 dirujuk sebagai waktu pematangan (vulkanisasi) yang optimum, yaitu waktu pematangan atau derajat pematangan yang akan menghasilkan vulkanisat karet dengan sifat-sifat karet yang optimum [7].

6 2.3 PENGUATAN KARET (RUBBER REINFORCEMENT) Setelah informasi mengenai waktu pematangan optimum diketahui, maka untuk tahap selanjutnya kompon karet divulkanisasi pada suhu setting 150 o C selama t 90 (menit). Melalui reaksi vulkanisasi akan diperoleh suatu vulkanisat karet yang kaku (stiff), kuat dan elastis. Kekakuan, kekuatan dan keelastisan dari vulkanisat karet, yang diindikasikan oleh sifat-sifat uji tarik (tensile properties) nya, masih dapat ditingkatkan lagi dengan menambahkan pengisi penguat (reinforcing filler) ke dalam kompon karet. Sebagai contoh vulkanisat karet sintetik SBR tak berpengisi (gum vulcanizate) memiliki kekuatan tarik (tensile strength) yang tidak akan melebihi 22 kgf/cm 2, tetapi dengan menambahkan carbon black (salah satu pengisi penguat) sebesar 50,0 bagian per-seratus bagian karet SBR tersebut maka kekuatan tariknya akan menjadi 250 kgf/cm 2 [2]. Penambahan pengisi-pengisi penguat untuk tujuan penguatan karet (rubber reinforcement) dilakukan pada saat komponding/pencampuran. Penguatan (reinforcement) disebabkan oleh daya interaksi antara karet dengan pengisi penguat. Daya ini berupa daya Van der Waals yang lemah sampai kepada ikatanikatan kimia yang kuat. Semakin kuat daya interaksi antara karet dengan pengisi penguat maka semakin tinggi pula derajad penguatan (degree of reinforcement) yang dihasilkan oleh pengisi penguat tersebut. Peningkatan daya interaksi antara karet dengan pengisi penguat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti jenis dan ukuran partikel pengisi penguat, sifat-sifat kimia dan fisika dari karet dan pengisi penguat, dan sifat geometri (porositas dan struktur) dari pengisi penguat. Dengan pertimbangan harganya yang murah, maka dalam industri karet penggunaan Kaolin hanya bertujuan untuk memurahkan ongkos produk saja, bukan untuk menguatkan karet. Setiap jenis pengisi memberikan sifat-sifat tertentu kepada karet sebagai akibat dari permukaan kimianya yang spesifik. Akibat kehadiran gugus silanol pada permukaannya, maka partikel pengisi Kaolin adalah lebih polar (berkutub) dibanding carbon black, sehingga interaksi nya dengan karet hidrokarbon akan menjadi lemah. Sebaliknya, partikel-partikel Kaolin cenderung untuk berinteraksi sesamanya, dan membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar (aggregate). Selama interaksi Kaolin dengan molekul karet adalah lebih lemah dari interaksi Kaolin dengan Kaolin, maka yang terjadi

7 adalah pembentukan aggregat Kaolin yang besar (agglomerate), penyebaran (dispersi) partikel Kaolin didalam phasa karet yang tidak merata, dan ini berakibat kepada effek penguatan (reinforcing effect) dari Kaolin menjadi rendah. 2.4 PENGISI-PENGISI SELAIN KARBON BLACK Dalam sains dan teknologi karet, pengisi dapat dikelompokkan sebagai pengisi hitam dan pengisi putih. Pengisi hitam adalah carbon black, sedangkan pengisi putih adalah kalsium karbonat, Kaolin, silika, talc, wollastonite, mika, dan diatomit. Dari kesemuanya, pengisi putih yang paling luas digunakan secara jumlah dan kegunaan adalah kalsium karbonat, Kaolin dan silika. Kaolin merupakan persenyawaan aluminosilikat. Kristal-kristal Kaolin diikat melalui ikatan hidrogen dari lapisan oktahedral yang menghadap gugus oksigen dari lapisan yang berdekatan. Kaolin diklasifikasikan sebagai salah satu keras atau lembut sehubungan kepada ukuran-ukuran partikel mereka dan pengerasan pada karet. Kaolin yang keras akan mempunyai ukuran partikel ratarata sekitar nm, dan akan memberikan modulus yang tinggi, kekuatan tarik yang tinggi, kekakuan, dan tahan abrasi yang baik terhadap kompon-kompon karet. Kaolin yang lembut mempunyai ukuran partikel rata-rata sekitar nm dan digunakan dimana pengisi yang tinggi (untuk ekonomi) dan kecepatan ekstrusi lebih cepat lebih penting dibanding kekuatan. 2.5 KAOLIN SEBAGAI PENGISI PENGUAT Kaolin merupakan pengisi putih yang paling banyak digunakan, karena memiliki beberapa kelebihan, terutama karena harganya yang murah. Kaolin, yang mempunyai rumus molekul Al 2 O 3.SiO 2.2H 2 O, merupakan bahan mineral yang disediakan dengan empat cara berbeda (Dubois, 1987; Barlow, 1988), yaitu pengapungan udara (air-floated), pembasuhan air (water-washed), kalsinasi (calcined), dan modifikasi kimia. Kaolin jenis pengapungan udara yang paling banyak digunakan bagi pengomponan karet. Kaolin yang disediakan secara pengapungan udara dapat dibagi menjadi dua, yaitu Kaolin keras dan Kaolin lembut. Kaolin keras dalam pengomponan karet menghasilkan kekakuan yang lebih tinggi, sedangkan Kaolin lembut lebih

8 sering digunakan untuk operasi ekstrusi. Kaolin hasil kalsinasi jarang digunakan dalam industri karet, kecuali dalam pembuatan kabel, sedangkan Kaolin hasil modifikasi kimia menghasilkan viskositas Mooney, dan set mampatan yang rendah [6]. Sama seperti pengisi-pengisi putih lainnya, mineral Kaolin bersifat polar, sehingga kurang serasi dengan karet yang berifat non polar. Effek kepolaran ini akan membuat interaksi antara pengisi Kaolin menjadi kurang kuat, dan pendispersian yang kurang merata bagi Kaolin di dalam molekul karet. 2.6 ALKANOLAMIDA SEBAGAI BAHAN PENYERASI Agar efisiensi penguatan dari Kaolin menjadi lebih baik, maka perlu penambahan bahan yang dapat mengurangi kepolaran dari Kaolin. Untuk itu Alkanolamida akan ditambahkan ke dalam kompon karet alam berpengisi Kaolin pada saat komponding dengan memakai two-roll mill. Alkanolamida adalah senyawa-senyawa amida tersier yang dapat diperoleh melalui proses sintesa yang disebut dengan amidasi, yaitu mereaksikan senyawa-senyawa turunan minyak sawit dengan dietanolamida menggunakan katalis CH 3 ONa. Amida minyak sawit hasil sintesa tersebut memiliki sifat gabungan antara rantai hidrokarbon yang panjang (CnHm) yang bersifat non polar dan gugus amida {(- CON(C 2 H 4 OH) 2 } yang polar, seperti diilustrasikan pada gambar 2.3. berikut : Gambar 2.3. Struktur Alkanolamida Keunikan dari sifat gabungan yang dimiliki oleh amida-amida asam lemak tersebut memungkinkan bahan-bahan tersebut untuk digunakan sebagai bahan-bahan penyerasi pada proses penguatan karet alam dengan Kaolin.

9 Gambar 2.4. Reaksi Pembentukan Alkanolamida Diharapkan dengan ditambahkannya alkanolamida ke dalam kompon karet berpengisi Kaolin, maka interaksi antara Kaolin dengan karet alam menjadi lebih kuat, dengan asumsi rantai karbon panjang yang non polar akan berinteraksi dengan molekul karet alam yang non polar, sedangkan gugus amida yang polar akan berinteraksi dengan Kaolin yang juga polar, sehingga akan terbentuk ikatan/interaksi karet alam (alkanolamida) Kaolin, seperti pada gambar 2.5. berikut : Gambar 2.5. Struktur Karet Alam - Alkanolamida Kaolin 2.7 ANALISA BIAYA Tabel 2.3 Perhitungan Ekonomi No Nama Bahan Harga Keterangan 1 Diethanolamin P.A Rp botol/larutan 1 L 2 Natrium Metoksida Rp botol/padatan 250 gr 3 Natrium klorida P.A Rp botol/padatan 1 Kg 4 Natrium Sulfat Anhidrous Rp botol/padatan 1 Kg 5 Dietil eter Rp botol/larutan 5 L 6 Metanol teknis Rp botol/larutan 1 L 7 RBDPS RP padatan 1 Kg Diketahui : BM RBDPS = 835,922 gr/mol

10 BM Diethanolamin = 105 gr/mol BM Alkanolamida = 352,973 gr/mol Massa RBDPS yang digunakan = 91,6 gr Massa Diethanolamin = 42,16 gr Mol RBDPS = 91,6 / 835,922 = 0,109 mol Mol Diethanolamin = 42,16 / 105 = 0,401 mol RBDPS + 3 Diethanolamin 3 Alkanolamida + Gliserol Awal 0,109 0, Reaksi 0,109 0,327 0,327 0,109 Sisa 0 0,074 0,327 0,109 Massa Alkanolamida yang dihasilkan = 0,327 mol x 352,973 gr/mol = 116 gr Basis : Produksi 116 gram alkanolamida Biaya produksi antara lain : I. Biaya Bahan Baku II. Biaya Maintenance Peralatan III. Biaya Tenaga Kerja I. Biaya Bahan Baku - RBDPS RBDPS yang digunakan adalah sebanyak 91,6 gr. Maka biaya produksinya adalah : 91,6 gr x Rp 5000/1000 gr = Rp Diethanolamin Diethanolamin yang digunakan adalah sebanyak 42,16 gr. Maka biaya produksinya adalah : 42,16 gr x 1 1,097 gr/ml x Rp /1000 ml = Rp Natrium Metoksida Natrium Metoksida yang digunkan adalah sebanyak 10 gr. Maka biaya produksinya adalah : 10 gr x Rp /250 gr = Rp Metanol

11 Methanol yang digunakan adalah sebanyak 40 ml. Maka biaya produksinya adalah : 40 ml x Rp /1000 ml = Rp Dietil eter Dietil eter yang digunakan adalah sebanyak 200 ml. Maka biaya produksinya adalah: 200 ml x Rp /5000 ml = Rp Natrium Sulfat Anhidrous Natrium Sulfat Anhidrous yang digunakan adalah sebanyak 20 gr. Maka biaya produksinya adalah : 20 gr x Rp /1000 gr = Rp NaCl NaCl yang digunakan adalah sebanyak 50 ml. Maka biaya produksinya adalah : 50 ml x 2,16 gr/ml x Rp /1000 gr = Rp Maka, total biaya bahan baku adalah = Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp = Rp II. Biaya Maintenance Peralatan Asumsi biaya maintenance peralatan sebesar 10% dari total biaya bahan baku, maka: Biaya maintenance peralatan = 0,1 x Rp = Rp III. Biaya Tenaga Kerja Asumsi biaya tenaga kerja sebesar 100% dari total biaya bahan baku, maka : Biaya tenaga kerja = 100% x Rp = Rp Maka, total biaya produksi ; Rp Rp Rp = Rp Biaya produksi per alkanolamida yang dihasilkan = Rp / 116 gr = Rp 3.938/gr Target keuntungan = 15%, maka keuntungan = 0,15 x Rp = Rp 590/gr Jadi, harga jual produk adalah = Rp Rp 590 = Rp 4.528/gr

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di : Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia F-MIPA USU (pembuatan alkanolamida). Laboratorium pabrik industri karet Deli

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMATANGAN DAN KEKERASAN VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI KAOLIN

PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMATANGAN DAN KEKERASAN VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI KAOLIN PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMATANGAN DAN KEKERASAN VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI KAOLIN Indah M.S. Sitorus, Yudha Widyanata, Indra Surya Departemen Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TURUNAN MINYAK KELAPA SAWIT TERHADAP SIFAT-SIFAT UJI TARIK VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI SILIKA

PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TURUNAN MINYAK KELAPA SAWIT TERHADAP SIFAT-SIFAT UJI TARIK VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI SILIKA PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TURUNAN MINYAK KELAPA SAWIT TERHADAP SIFAT-SIFAT UJI TARIK VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI SILIKA Darwis Syarifuddin Hutapea, Harry Laksana Tampubolon, Indra Surya Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, pembuatan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi organik maupun anorganik telah menyita banyak perhatian peneliti karena menunjukkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam yang dikenal dalam perdagangan saat ini adalah lateks kebun yang diperoleh dengan cara menyadap pohon karet. Karet alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Produksi karet alam Indonesia sekitar ton di tahun 2011 dan

BAB I. PENDAHULUAN. Produksi karet alam Indonesia sekitar ton di tahun 2011 dan BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Produksi karet alam Indonesia sekitar 3.088.000 ton di tahun 2011 dan diekspor ke luar negeri dengan berbagai tipe dan grade adalah sekitar 2.555.739 ton atau lebih

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian pada hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian pada hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Dari uraian pada hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Proses mastikasi dan penggilingan karet mempengaruhi dispersi carbon black,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET

PENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET Nuyah Penggunaan Arang Cangkang Kelapa Sawit PENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET THE USE OF PALM SHELL CHARCOAL AS FILLER FOR COMPOUND OF RUBBER

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN SBR DAN NR TERHADAP SIFAT FISIKA KOMPON KARET PACKING CAP RADIATOR

PENGARUH PENGGUNAAN SBR DAN NR TERHADAP SIFAT FISIKA KOMPON KARET PACKING CAP RADIATOR Nuyah Pengaruh Penggunaan SBR dan NR PENGARUH PENGGUNAAN SBR DAN NR TERHADAP SIFAT FISIKA KOMPON KARET PACKING CAP RADIATOR THE EFFECT OF STYRENE BUTADIENE RUBBER AND NATURAL RUBBER UTILIZATION ON PHYSICAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sandang sehari-hari, keperluan industri dan kegiatan lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. sandang sehari-hari, keperluan industri dan kegiatan lainnya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan karet dan industri karet dewasa ini sangat pesat dan dibutuhkan. Semua lapisan masyarakat pada masa sekarang ini sangat membutuhkan karet karena kesehariannya

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT UJI TARIK VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI KAOLIN

PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT UJI TARIK VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI KAOLIN Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 4 (2013) PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT UJI TARIK VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI KAOLIN Yudha Widyanata, Indah M.S. Sitorus, Indra Surya Departemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam (Hevea Brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Karet alam pada dasarnya tidak

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN FORMULA COMPOUND RUBBER DALAM PEMBUATAN SOL SEPATU

PENGEMBANGAN FORMULA COMPOUND RUBBER DALAM PEMBUATAN SOL SEPATU 1 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, No. 1, Februari 2017 PENGEMBANGAN FORMULA COMPOUND RUBBER DALAM PEMBUATAN SOL SEPATU Suliknyo Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT UJI TARIK VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI KAOLIN SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT UJI TARIK VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI KAOLIN SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT UJI TARIK VULKANISAT KARET ALAM BERPENGISI KAOLIN SKRIPSI Oleh YudhaWidyanata 070405037 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lateks pekat sebagai bahan utama pada penelitian ini tetap berada dalam bentuk emulsi sebelum diolah menjadi bahan baku pada industri. Biasanya lateks pekat banyak

Lebih terperinci

12. Elastomers (Rubbers: Karet)

12. Elastomers (Rubbers: Karet) 12. Elastomers (Rubbers: Karet) 1 Karet adalah material polimer yang dimensinya dapat berubah besar saat mengalami tegangan, dan kembali (hampir kembali) ke dimensi awalnya setelah tegangannya dihilangkan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pada bagian ini menjelaskan mengenai landasan teori yang akan dijadikan panduan dalam pembuatan compound rubber. 2.2 PROSES VULKANISASI Proses vulkanisasi kompon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks alam adalah subtansi yang diperoleh dari getah karet (Hevea Brasilliensis). Lateks alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan

Lebih terperinci

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20

Lebih terperinci

BAB I. Penggunaan plastik pada umumnya berdampak negatif. sampah plastik, Sebagaimana yang diketahui bahan plastik yang mulai

BAB I. Penggunaan plastik pada umumnya berdampak negatif. sampah plastik, Sebagaimana yang diketahui bahan plastik yang mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan plastik pada umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah plastik, Sebagaimana yang diketahui bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Dimana Indonesia memiliki perkebunan karet terluas di dunia. Dengan kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama getah karet adalah pohon karet Para Hevea Brasiliensis. (Euphorbiaceae). Saat ini Asia menjadi sumber karet alami.

BAB I PENDAHULUAN. utama getah karet adalah pohon karet Para Hevea Brasiliensis. (Euphorbiaceae). Saat ini Asia menjadi sumber karet alami. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan tentang keuntungan dan kekurangan karet sangat membantu dalam pemilihan karet termurah dan cocok dengan spesifikasi penggunaannya. Pada dasarnya karet bisa

Lebih terperinci

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Saat ini Asia menjadi sumber

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH CARBON BLACK

PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH CARBON BLACK PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH CARBON BLACK DAN KALSIUM KARBONAT SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP KEKERASAN (HARDNESS) PADA RUBBER COUPLING DENGAN BAHAN BAKU SIR 3L DI PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MINYAK KERNEL KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PELUNAK DALAM PEMBUATAN KOMPON KARET UNTUK BAN DALAM SEPEDA

PEMANFAATAN MINYAK KERNEL KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PELUNAK DALAM PEMBUATAN KOMPON KARET UNTUK BAN DALAM SEPEDA Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik Ke-5 ISSN : 2477-3298 PEMANFAATAN MINYAK KERNEL KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PELUNAK DALAM PEMBUATAN KOMPON KARET UNTUK BAN DALAM SEPEDA Bambang Sugiyono

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LATEKS KARET ALAM Lateks Karet alam yang dikenal dalam perdagangan saat ini adalah lateks kebun yang diperoleh dengan cara menyadap pohon karet. Lateks karet alam tersusun dari

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN NR DAN EPDM TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPON KARET PEREDAM BENTURAN PADA PINTU KENDARAAN RODA EMPAT

PENGARUH PENGGUNAAN NR DAN EPDM TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPON KARET PEREDAM BENTURAN PADA PINTU KENDARAAN RODA EMPAT Nuyah Eli Yulita Pengaruh Penggunaan NR dan PENGARUH PENGGUNAAN NR DAN EPDM TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPON KARET PEREDAM BENTURAN PADA PINTU KENDARAAN RODA EMPAT THE EFFECT OF NATURAL RUBBER (RSSI) AND

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polimer adalah makromolekul (molekul raksasa) yang tersusun dari satuan-satuan kimia sederhana yang disebut monomer, Misalnya etilena, propilena, isobutilena dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan produk lateks yang berasal dari pohon Hevea brasiliensis, yang mengandung 93-95% dari cis-1-4-poliisopren dengan ikatan rangkap pada karet alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi pada zaman modern ini, komposit polimer juga semakin berkembang,komposit polimer bersaing dengan komposit matriks logam maupun keramik.

Lebih terperinci

Pembuatan seal tabung gas karet alam dengan filler pasir kuarsa sebagai pengganti karbon hitam

Pembuatan seal tabung gas karet alam dengan filler pasir kuarsa sebagai pengganti karbon hitam Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 33(1), 35-42, 2017 Author(s), https://doi.org/10.20543/mkkp.v33i1.2123 Pembuatan seal tabung gas karet alam dengan filler pasir kuarsa sebagai pengganti karbon hitam

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN PENGISI NANOKOMPOSIT SILIKA KARBIDA PADA PEMBUATAN KOMPON BAN DALAM KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA

PENGGUNAAN BAHAN PENGISI NANOKOMPOSIT SILIKA KARBIDA PADA PEMBUATAN KOMPON BAN DALAM KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA Popy Marlina Rahmaniar Penggunaan Bahan Pengisi Nanokomposit PENGGUNAAN BAHAN PENGISI NANOKOMPOSIT SILIKA KARBIDA PADA PEMBUATAN KOMPON BAN DALAM KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA THE UTILZATION SILICA CARBIDA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Natural Rubber Natural rubber (karet alam) berasal dari getah pohon karet atau yang biasa dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet mentah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat di pasaran dunia. Sifat-sifat, spesial karakteristik dan harga

BAB I PENDAHULUAN. terdapat di pasaran dunia. Sifat-sifat, spesial karakteristik dan harga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet sintetik berkembang pesat sejak berakhirnya perang dunia kedua tahun 1945. Saat ini lebih dari 20 jenis karet sintetik terdapat di pasaran dunia. Sifat-sifat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penggunaan polimer dan komposit dewasa ini semakin meningkat di segala bidang. Komposit berpenguat serat banyak diaplikasikan pada alat-alat yang membutuhkan material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ban adalah bagian terpenting dari sebuah kendaraan, karena ban satu-satunya yang mempunyai kontak langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ban adalah bagian terpenting dari sebuah kendaraan, karena ban satu-satunya yang mempunyai kontak langsung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ban adalah bagian terpenting dari sebuah kendaraan, karena ban satu-satunya yang mempunyai kontak langsung dengan permukaan jalan. Seiring berkembangnya jenis-jenis

Lebih terperinci

PEMBUATAN KARET EBONIT PADA BERBAGAI VARIASI KARET ALAM, KARET RIKLIM, DAN SULFUR UNTUK ISOLATOR PANAS

PEMBUATAN KARET EBONIT PADA BERBAGAI VARIASI KARET ALAM, KARET RIKLIM, DAN SULFUR UNTUK ISOLATOR PANAS JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 PEMBUATAN KARET EBONIT PADA BERBAGAI VARIASI KARET ALAM, KARET RIKLIM, DAN SULFUR UNTUK ISOLATOR PANAS SUPRAPTININGSIH, HERMINIWATI, ARUM YUNIARI,

Lebih terperinci

Febrina Delvitasari 1*, Maryanti 1, dan Winarto 1

Febrina Delvitasari 1*, Maryanti 1, dan Winarto 1 Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 07 September 2017 ISBN 978-602-70530-6-9 halaman 127-133 Pengaruh Jumlah Bahan Pengisi Terhadap Kekerasan Kompon Footstep

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

PENGARUH FILLER CAMPURAN SILIKA DAN KULIT KERANG DARAH TERHADAP SIFAT MEKANIS KOMPON SOL SEPATU DARI KARET ALAM

PENGARUH FILLER CAMPURAN SILIKA DAN KULIT KERANG DARAH TERHADAP SIFAT MEKANIS KOMPON SOL SEPATU DARI KARET ALAM PENGARUH FILLER CAMPURAN SILIKA DAN KULIT KERANG DARAH TERHADAP SIFAT MEKANIS KOMPON SOL SEPATU DARI KARET ALAM A. Rasyidi Fachry*, Tuti Indah Sari*, Sthevanie, Susi Susanti *Jurusan Teknik Kimia Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan dan Karakteristik Bahan Baku 1. Lateks Pekat Jenis lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan yang telah ditambahkan amonia.

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN TABEL DATA HASIL PENELITIAN Tabel 1. Perbandingan Persentase Perolehan Rendemen Lipid dari Proses Ekstraksi Metode Soxhlet dan Maserasi Metode Ekstraksi Rendemen Minyak (%) Soxhletasi

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TUGAS AKHIR PENGARUH KANDUNGAN SULFUR PADA KOMPON KARET ALAM TERHADAP KETAHANAN AUS ROL KARET PENGUPAS PADI Disusun ARIF EKO PRASETYO NIM : D 200 030 103 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zaki, Aboe. 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zaki, Aboe. 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar LOGO Stoikiometri Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar Konsep Mol Satuan jumlah zat dalam ilmu kimia disebut mol. 1 mol zat mengandung jumlah partikel yang sama dengan jumlah partikel dalam 12 gram C 12,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup berat. Pelemahan pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri

BAB I PENDAHULUAN. cukup berat. Pelemahan pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Gambaran Kondisi Terfluidisasi...... 12 Gambar 2.2. Gambaran Mekanisme Mercaptosilane...... 17 Gambar 2.3. Gambar Ilustrasi Silane Coupling Agents...... 17 Gambar 3.1. Rangakaian

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter Sulistyani, M.Si sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Senyawa Organik Senyawa organik adalah senyawa yang sumber utamanya berasal dari tumbuhan, hewan, atau sisa-sisa organisme

Lebih terperinci

PENGARUH KARET ALAM HIDROGENASI TERHADAP KETAHANAN OKDISASI DAN OZON BARANG JADI KARET

PENGARUH KARET ALAM HIDROGENASI TERHADAP KETAHANAN OKDISASI DAN OZON BARANG JADI KARET Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 23 No. 2 Tahun 2012 Hal. 116 123 PENGARUH KARET ALAM HIDROGENASI TERHADAP KETAHANAN OKDISASI DAN OZON BARANG JADI KARET THE EFFECT OF HIDROGENATED NATURAL RUBBER

Lebih terperinci

PENGARUH STEARIC ACID PADA KARET ANGKATAN SEPEDA MOTOR TERHADAP KEKERASAN DAN PENGUJIAN TARIK DENGAN KOMPOSISI 3Phr,4 Phr,6Phr

PENGARUH STEARIC ACID PADA KARET ANGKATAN SEPEDA MOTOR TERHADAP KEKERASAN DAN PENGUJIAN TARIK DENGAN KOMPOSISI 3Phr,4 Phr,6Phr PENGARUH STEARIC ACID PADA KARET ANGKATAN SEPEDA MOTOR TERHADAP KEKERASAN DAN PENGUJIAN TARIK DENGAN KOMPOSISI 3Phr,4 Phr,6Phr Disusun Sebagai Syarat Menyeleaikan Program Studi Strata Satu Pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOMPON BAN DALAM KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DENGAN BAHAN PENGISI KARBON AMPAS TEBU

KARAKTERISTIK KOMPON BAN DALAM KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DENGAN BAHAN PENGISI KARBON AMPAS TEBU Karakteristik Kompon Ban... (Hari Adi Prasetya) KARAKTERISTIK KOMPON BAN DALAM KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DENGAN BAHAN PENGISI KARBON AMPAS TEBU ABSTRAK CHARACTERISTICS OF RUBBER COMPOUND OF INNER TIRE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

THE INFLUENCE PARTICLE SIZE RICE HUSKS ASH AND ANTIOXIDANT TO VULCANIZATION CHARACTERISTIC OF COMPOUND GRIP HANDLE MOTOR VEHICLE

THE INFLUENCE PARTICLE SIZE RICE HUSKS ASH AND ANTIOXIDANT TO VULCANIZATION CHARACTERISTIC OF COMPOUND GRIP HANDLE MOTOR VEHICLE THE INFLUENCE PARTICLE SIZE RICE HUSKS ASH AND ANTIOXIDANT TO VULCANIZATION CHARACTERISTIC OF COMPOUND GRIP HANDLE MOTOR VEHICLE Hari Adi Prasetya Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang Badan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT SINGKONG Singkong merupakan salah satu komoditi yang murah dan banyak dijumpai di daerah pedesaan, bagian tanaman yang sering digunakan sebagai bahan pangan manusia adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Lindi hitam (black liquor) merupakan larutan sisa pemasak yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Lindi hitam (black liquor) merupakan larutan sisa pemasak yang PENDAHULUAN Latar Belakang Lindi hitam (black liquor) merupakan larutan sisa pemasak yang berasal dari pabrik pulp dengan proses kimia. Larutan ini sebagian besar mengandung lignin, dan sisanya terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Indonesia merupakan produsen karet nomor dua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (2,97 juta ton).

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL ARANG AMPAS TEBU TERHADAP KARAKTERISTIK VULKANISASI KOMPON BAN LUAR KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA

PENGARUH UKURAN PARTIKEL ARANG AMPAS TEBU TERHADAP KARAKTERISTIK VULKANISASI KOMPON BAN LUAR KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA Hari Adi Prasetya Pengaruh Ukuran Partikel Arang PENGARUH UKURAN PARTIKEL ARANG AMPAS TEBU TERHADAP KARAKTERISTIK VULKANISASI KOMPON BAN LUAR KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA THE EFFECT PARTICLE SIZE OF BAGASSE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BRUSHING RUBBER DAN SILIKA DARI SABUT KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON GENTENG KARET

PEMANFAATAN BRUSHING RUBBER DAN SILIKA DARI SABUT KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON GENTENG KARET Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No.2 Tahun 2014 Hal. 133-140 PEMANFAATAN BRUSHING RUBBER DAN SILIKA DARI SABUT KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON GENTENG KARET UTILIZATION

Lebih terperinci

KOMPOSIT BATU APUNG DAN CLAY SEBAGAI BAHAN PENGISI PADA PEMBUATAN KOMPON LIS KACA MOBIL

KOMPOSIT BATU APUNG DAN CLAY SEBAGAI BAHAN PENGISI PADA PEMBUATAN KOMPON LIS KACA MOBIL KOMPOSIT BATU APUNG DAN CLAY SEBAGAI BAHAN PENGISI PADA PEMBUATAN MOBIL THE COMPOSITE OF PUMICE AND CLAY AS THE FILLER IN THE CAR GLASS FRAME COMPOUND PRODUCTION Syamsul Bahri dan Balai Riset dan Standardisasi

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN LARUTAN

KIMIA TERAPAN LARUTAN KIMIA TERAPAN LARUTAN Pokok Bahasan A. Konsentrasi Larutan B. Masalah Konsentrasi C. Sifat Elektrolit Larutan D. Sifat Koligatif Larutan E. Larutan Ideal Pengantar Larutan adalah campuran homogen atau

Lebih terperinci

PENENTUAN FORMULASI KARET PEGANGAN SETANG (GRIP HANDLE) DENGAN MENGGUNAKAN KARET ALAM DAN KARET SINTETIS BERDASARKAN SNI

PENENTUAN FORMULASI KARET PEGANGAN SETANG (GRIP HANDLE) DENGAN MENGGUNAKAN KARET ALAM DAN KARET SINTETIS BERDASARKAN SNI PENENTUAN FORMULASI KARET PEGANGAN SETANG (GRIP HANDLE) DENGAN MENGGUNAKAN KARET ALAM DAN KARET SINTETIS BERDASARKAN SNI 6 731 24 Nuyah Peneliti pada Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang nuyah.baristand.industri@gmail.com

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml) LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

PENGGUNAAN FAKTIS MINYAK BIJI JARAK EPOKSI (CASTOR JATRPHA OIL) UNTUK PEMBUATAN KOMPON RUBBER WASHER

PENGGUNAAN FAKTIS MINYAK BIJI JARAK EPOKSI (CASTOR JATRPHA OIL) UNTUK PEMBUATAN KOMPON RUBBER WASHER 28 PENGGUNAAN FAKTIS MINYAK BIJI JARAK EPOKSI (CASTOR JATRPHA OIL) UNTUK PEMBUATAN KOMPON RUBBER WASHER USE OF FACTICE EPOXIDIZE JATROPHA OIL FOR RUBBER WASHER COMPOUND Rahmaniar (1) dan (2) Balai Riset

Lebih terperinci

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al. Kamu tentunya pernah menyaksikan berita tentang penyalah gunaan formalin. Formalin merupakan salah satu contoh senyawa aldehid. Melalui topik ini, kamu tidak hanya akan mempelajari kegunaan aldehid yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ACCELELATOR TERHADAP WAKTU VULKANISASI DENGAN. VARIASI (2Phr dan 3Phr) PADA RUBBER BUSHING

PENGARUH PENAMBAHAN ACCELELATOR TERHADAP WAKTU VULKANISASI DENGAN. VARIASI (2Phr dan 3Phr) PADA RUBBER BUSHING NASKAH PUBLIKASI ILMIAH PENGARUH PENAMBAHAN ACCELELATOR TERHADAP WAKTU VULKANISASI DENGAN VARIASI (2Phr dan 3Phr) PADA RUBBER BUSHING Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

MINYAK BIJI KETAPANG (Terminalia catappa L) SEBAGAI BAHAN PELUNAK DALAM PEMBUATAN KOMPON KARET

MINYAK BIJI KETAPANG (Terminalia catappa L) SEBAGAI BAHAN PELUNAK DALAM PEMBUATAN KOMPON KARET Rahmaniar Minyak Biji Ketapang (Terminalia catappa L) MINYAK BIJI KETAPANG (Terminalia catappa L) SEBAGAI BAHAN PELUNAK DALAM PEMBUATAN KOMPON KARET KETAPANG (Terminalia catappa L) OIL SEED AS A PLASTICIZER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK OLEH NAMA : ISMAYANI NIM : F1F1 10 074 KELOMPOK : III ASISTEN : SYAWAL ABDURRAHMAN, S.Si. LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

STUDI KINETIKA VULKANISASI BELERANG PADA KOMPON KARET ALAM TANPA BAHAN PENGISI

STUDI KINETIKA VULKANISASI BELERANG PADA KOMPON KARET ALAM TANPA BAHAN PENGISI Jurnal Penelitian Karet, 213, 31 (2) : 159-167 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 213, 31 (2) : 159-167 STUDI KINETIKA VULKANISASI BELERANG PADA KMPN KARET ALAM TANPA BAHAN PENGISI Kinetics Study of Sulfur

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspal adalah material perekat berwarna coklat kehitam hitaman sampai hitam dengan unsur utama bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak Charles Goodyear menemukan karet yang tervulkanisasi dengan menggunakan sulfur, sudah timbul keinginan peneliti untuk proses ban karet bekas agar dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sabun mandi padat sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar masyarakat menggunakan sabun mandi padat untuk membersihkan badan. Hal ini karena sabun mandi

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS BAHAN PENGISI KARBON PADA LATEKS TERHADAP SIFAT FISIK SWELLING INDEKS

EFEKTIFITAS BAHAN PENGISI KARBON PADA LATEKS TERHADAP SIFAT FISIK SWELLING INDEKS EFEKTIFITAS BAHAN PENGISI KARBON PADA LATEKS TERHADAP SIFAT FISIK SWELLING INDEKS 1 Yuniati, 2 Irwin Syahri Cebro Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda Aceh-Meda km 280 buketrata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan isoprene yang berikatan dengan konfigurasi cis 1,4. Isoprene tersusun

BAB I PENDAHULUAN. kandungan isoprene yang berikatan dengan konfigurasi cis 1,4. Isoprene tersusun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam Hevea brasiliensis merupakan suatu polimer alam yang memiliki kandungan isoprene yang berikatan dengan konfigurasi cis 1,4. Isoprene tersusun oleh banyak

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU LEMAK AYAM HASIL ANALISA GCMS Komposisi asam lemak dari lemak ayam diperlihatkan pada tabel LA.1. Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak Bahan Baku

Lebih terperinci

Materi Pokok Bahasan :

Materi Pokok Bahasan : STOIKIOMETRI Kompetensi : Memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan serta menerapkan dalam perhitungan kimia. Memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dan terbiasa menggunakan

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 Soal 1 ( 13 poin ) KOEFISIEN REAKSI DAN LARUTAN ELEKTROLIT Koefisien reaksi merupakan langkah penting untuk mengamati proses berlangsungnya reaksi. Lengkapi koefisien reaksi-reaksi

Lebih terperinci

D. Ag 2 S, Ksp = 1,6 x E. Ag 2 CrO 4, Ksp = 3,2 x 10-11

D. Ag 2 S, Ksp = 1,6 x E. Ag 2 CrO 4, Ksp = 3,2 x 10-11 1. Garam dengan kelarutan paling besar adalah... A. AgCl, Ksp = 10-10 B. AgI, Ksp = 10-16 C. Ag 2 CrO 4, Ksp = 3,2 x 10-12 D. Ag 2 S, Ksp = 1,6 x 10-49 E. Ag 2 CrO 4, Ksp = 3,2 x 10-11 Jadi garam dengan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN KOMPOSISI BENTONITE CLAY YANG DIMODIFIKASI DENGAN ALKANOLAMIDA DARI BAHAN BAKU RBDPKO PADA PRODUK LATEKS KARET ALAM

PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN KOMPOSISI BENTONITE CLAY YANG DIMODIFIKASI DENGAN ALKANOLAMIDA DARI BAHAN BAKU RBDPKO PADA PRODUK LATEKS KARET ALAM PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN KOMPOSISI BENTONITE CLAY YANG DIMODIFIKASI DENGAN ALKANOLAMIDA DARI BAHAN BAKU RBDPKO PADA PRODUK LATEKS KARET ALAM Friska Erdiana Tambunan, Hamidah Harahap Departemen Teknik

Lebih terperinci