MONITORING PERUBAHAN MUTU SUSU BUBUK TIPE A DAN B SELAMA MASA SIMPAN DAN KORELASI ANTAR PARAMETER UJI ANGGUN SURIWIJAYANTI PUTRI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MONITORING PERUBAHAN MUTU SUSU BUBUK TIPE A DAN B SELAMA MASA SIMPAN DAN KORELASI ANTAR PARAMETER UJI ANGGUN SURIWIJAYANTI PUTRI F"

Transkripsi

1 MONITORING PERUBAHAN MUTU SUSU BUBUK TIPE A DAN B SELAMA MASA SIMPAN DAN KORELASI ANTAR PARAMETER UJI ANGGUN SURIWIJAYANTI PUTRI F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Monitoring Perubahan Mutu Susu Bubuk Tipe A dan B Selama Masa Simpan dan Korelasi antar Parameter Uji adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor dan PT Frisian Flag Indonesia. Bogor, Agustus 2014 Yang membuat pernyataan, Anggun Suriwijayanti Putri NIM F

4 ABSTRAK ANGGUN S PUTRI. Monitoring Perubahan Mutu Susu Bubuk Tipe A dan B Selama Masa Simpan dan Korelasi antar Parameter Uji. Dibimbing oleh HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM dan NINI DWI YULIANSIH Susu bubuk merupakan produk pangan yang dapat mengalami perubahan mutu selama penyimpanan. Monitoring perubahan mutu susu bubuk selama masa simpan dilakukan untuk mengetahui kestabilan mutu produk hingga tanggal kadaluarsa yang ditetapkan. Produk susu bubuk disimpan pada suhu 30 C selama 18 bulan, 40 C selama 6 bulan, dan 50 C selama 3 bulan. Parameter uji yang digunakan diantaranya nilai rasa secara organoleptik, kadar penyerapan oksigen, wettability (keterbasahan), peroxide oxygen value (bilangan peroksida), dan free fatty acid (asam lemak bebas). Pengujian dilakukan menggunakan 2 produk susu bubuk, produk A memiliki kandungan lemak dan protein yang lebih rendah dibandingkan dengan produk B, namun memiliki kandungan gula yang lebih tinggi. Hasil uji menunjukkan bahwa selama masa penyimpanan produk susu bubuk tipe A dan B pada suhu 30 C selama 18 bulan, 40 C selama 6 bulan, dan 50 C selama 3 bulan, parameter uji nilai rasa, kadar penyerapan oksigen, wettability, POV, dan FFA masih di dalam standar yang ditetapkan. Pengujian dengan korelasi Spearman/Pearson terhadap parameter nilai rasa, wettability, POV, FFA menggunakan SPSS 19.0 menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara waktu penyimpanan dengan parameter uji, serta adanya korelasi antara nilai rasa dengan POV dan FFA pada taraf nyata 0,05. Hasil uji juga menunjukkan bahwa penyimpanan produk susu bubuk tipe A dan B selama 3 bulan pada suhu 30 C ekuivalen dengan penyimpanan selama 1 bulan pada suhu 40 C atau selama 2 minggu pada suhu 50 C. Kata kunci : asam lemak bebas, bilangan peroksida, keterbasahan, pengujian mutu susu bubuk ABSTRACT ANGGUN S PUTRI. Monitoring of Quality Deterioration of Milk Powder Type A and B During Storage and Correlation between Test Parameters. Supervised by HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM and NINI DWI YULIANSIH Milk powder is a product that undergoes change in quality during storage. Monitoring shelf life product was conducted to determine the stability of product until the expiration date. Milk powder was stored at 30 C for 18 months, 40 C for 6 months, and 50 C for 3 months. Organoleptic taste value, levels of oxygen absorption, wettability, peroxide oxygen value, and free fatty acid were examined. This analysis is done by using 2 type of milk powder. Milk powder type A has a lower fat and protein content than milk powder type B, but it has a higher sugar content. Results showed that during storage at 30 C, 40 C, and 50 C, organoleptic taste value, level of oxygen absorption, wettability, POV, and FFA in milk powder type A and B are below the standard set. Spearman/Pearson correlation test for parameter organoleptic taste value, wettability, POV, and

5 FFA shows that there are strong correlation between the storage time and parameters test, as well as the correlation between the organoleptic taste value with POV and FFA at 0,05 significance level. The result also showed that the quality after storage of milk powder type A and B for 3 months at 30 C equivalent with the storage for 1 month at 40 C or 2 weeks at 50 C. Keyword : free fatty acid, peroxide oxygen value, quality test milk powder, wettability

6

7 MONITORING PERUBAHAN MUTU SUSU BUBUK TIPE A DAN B SELAMA MASA SIMPAN DAN KORELASI ANTAR PARAMETER UJI ANGGUN SURIWIJAYANTI PUTRI F Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi : Monitoring Perubahan Mutu Susu Bubuk Tipe A dan B Selama Masa Simpan dan Korelasi antar Parameter Uji Nama : Anggun Suriwijayanti Putri NIM : F Disetujui oleh Dr Ir Harsi Dewantari K. Pembimbing I Nini Dwi Yuliansih Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Feri Kusnandar, M.Sc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah Swt. atas berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang telah dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 hingga Mei 2014 ini dapat terselesaikan dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum selaku dosen pembimbing akademik, atas bimbingan, ajaran, serta bantuan yang telah diberikan selama kuliah hingga penyelesaian tugas akhir. 2. Nini Dwi Yuliansih selaku dosen pembimbing lapang dari PT Frisian Flag Indonesia divisi Research and Development, atas masukan dan arahan yang diberikan selama magang hingga penyelesaian tugas akhir. 3. Dr Ir Budi Nurtama, M.Agr selaku dosen penguji yang telah bersedia menyempatkan waktu serta memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini. 4. Ayah, Mama, dan Dimas atas dukungan, perhatian, dan doa yang diberikan pada penulis selama menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih pula kepada keluarga besar penulis atas dukungan dan doanya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. 5. PT Frisian Flag Indonesia yang telah memberikan kesempatan magang kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir. Pak Aryo, Mba Velia, Mba Astri, Mas Ade, Mba Agata, dan Mas Adi atas bantuannya selama menjalani magang di divisi Research and Development. Termakasih pula kepada pihak Quality Control yang selalu membatu dalam berbagai analisis uji. 6. Teman-teman magang di PT Frisian Flag Indonesia, Fitri, Aci, Tri, Dian, Husnul, Elita, Ade atas kerjasamanya selama pelaksanaan magang. 7. Teman-teman ITP 47, atas dukungan dan bantuan kepada penulis selama bersama-sama mengenyam pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Terima kasih kepada Alfia, Dewi, Desi atas dukungan, perhatian, dan persahabatan yang erat mulai dari Tingkat Persiapan Bersama hingga penulis menyelesaikan tugas akhir. 8. Leni Yustie, Rike Dwi Jayanti, Devi Ardelia atas bantuan dan perhatiannya. 9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna dan masih memerlukan masukan serta saran. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan. Bogor, Juli 2014 Penulis

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA... 2 METODOLOGI... 6 Waktu dan Tempat Penelitian... 6 Alat dan Bahan... 6 Metode Penelitian... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN... 8 Nilai Rasa... 9 Kadar Penyerapan Oksigen Wettability (Keterbasahan) Peroxide Oxygen Value (POV) Free Fatty Acid (Asam lemak Bebas) SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL 1. Komposisi (%w/w) susu bubuk Syarat Mutu Susu Bubuk SNI Koefisien korelasi antara waktu dan nilai rasa Koefisien korelasi antara waktu dan kadar penyerapan oksigen Koefisien korelasi antara waktu dan wettability Koefisien korelasi antara waktu dan peroxide oxygen value Koefisien korelasi antara nilai rasa dan peroxide oxygen value Hasil korelasi Pearson uji Free fatty acid Koefisien korelasi antara nilai rasa dan FFA... 23

12 DAFTAR GAMBAR 1. Nilai rasa selama masa simpan produk susu bubuk tipe A pada suhu 30 C, 40 C, 50 C Nilai rasa selama masa simpan produk susu bubuk tipe B pada suhu 30 C, 40 C, 50 C Kadar O 2 selama masa simpan produk susu bubuk tipe A pada suhu 30 C, 40 C, 50 C Kadar O 2 selama masa simpan produk susu bubuk tipe-b pada suhu 30 C, 40 C, 50 C Wettability selama masa simpan produk susu bubuk tipe-a pada suhu 30 C, 40 C, 50 C Wettability selama masa simpan produk susu bubuk tipe-b pada suhu 30 C, 40 C, 50 C POV selama masa simpan produk susu bubuk tipe-a pada suhu 30 C, 40 C, 50 C POV selama masa simpan produk susu bubuk tipe-b pada suhu 30 C, 40 C, 50 C FFA selama masa simpan produk susu bubuk tipe-a pada suhu 30 C, 40 C, 50 C FFA selama masa simpan produk susu bubuk tipe-b pada suhu 30 C, 40 C, 50 C DAFTAR LAMPIRAN 1. Diagram uji peroxide oxygen value Kefisien korelasi produk susu bubuk tipe-a suhu penyimpanan 30 C Korelasi pearson produk susu bubuk tipe-b suhu penyimpanan 30 C Koefisien korelasi produk susu bubuk tipe-a suhu penyimpanan 40 C Koefisien korelasi produk susu bubuk tipe-b suhu penyimpanan 40 C Koefisien korelasi produk susu bubuk tipe-a suhu penyimpanan 50 C Koefisien korelasi produk susu bubuk tipe-b suhu penyimpanan 50 C Form IDF Alat O 2 PB Dansesor Alat Wettability Alat Spektrofotometer DR

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber gizi yang baik bagi manusia karena mengandung energi, protein, karbohidrat, lemak, minessasral, vitamin, serta air sebagai bahan penyusun utama. Jika dipandang dari segi gizi, susu merupakan pangan yang hampir sempurna kandungan gizinya sehingga banyak dikonsumsi mulai dari bayi hingga lansia untuk memenuhi kebutuhan akan gizi (Miskiyah 2011). Susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak 12.6% (Chandan 1997). Susu segar cair sering diproses menjadi bubuk untuk menghasilkan produk susu yang stabil dengan kandungan solid tinggi. Selain dikonsumsi dengan cara direkonstitusi menjadi susu cair, susu bubuk juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan dalam industri pengolahan pangan. Hal ini karena komponen dalam susu bubuk mudah berinteraksi dengan komponen lain ketika diformulasikan dan diproses menjadi suatu produk pangan (Augustin dan Clarke 2008). Susu bubuk merupakan produk olahan dari susu sapi segar yang telah mengalami proses pengeringan menggunakan alat spray dryer dengan suhu tinggi. Kemudian ditambahkan bahan lain seperti vitamin, mineral, dan asam lemak untuk meningkatkan nilai gizinya. Prinsip pembuatan susu bubuk adalah mengurangi kadar air yang terdapat dalam susu hingga kurang dari lima persen. Hal tersebut dilakukan untuk menghambat aktivitas kimia atau mikroba dalam susu sehingga daya simpan susu bisa lebih lama. Namun, susu bubuk memiliki sifat rentan atau mudah rusak terutama oleh kondisi lingkungan dan lamanya penyimpanan, dengan demikian perlu diperhatikan kondisi penyimpanan yang baik, karena suhu dan lamanya penyimpanan dapat mempengaruhi kualitas susu bubuk (Spreer dan Mixa 1998; Parodi 2004). Produk susu bubuk memiliki masa simpan yang berbeda karena daya simpan dari produk dipengaruhi oleh kualitas bahan baku susu (raw milk), kondisi lingkungan penyimpanan, dan jenis kemasan yang digunakan (Budiyono 2009). Tingkat penurunan mutu dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan kecepatan penurunan mutu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan, seperti suhu, intensitas cahaya, konsentrasi O 2 dan CO 2, kelembapan relatif, dan tekanan (Arpah 2001). Metode yang umum digunakan dalam pengujian umur simpan susu bubuk ialah metode ASLT (Accelerated shelf life testing) atau metode penyimpanan yang dipercepat. Metode ini umum digunakan untuk produk yang memiliki masa simpan lebih dari 3 bulan. Monitoring perubahan mutu susu bubuk selama masa simpan dilakukan untuk memastikan bahwa selama susu disimpan hingga tanggal kadaluarsa masih memiliki mutu gizi dan organoleptik yang sesuai dengan standar. Umumnya, monitoring dilakukan pada produk baru atau produk yang sudah ada namun mengalami reformulasi. Parameter uji yang digunakan dalam monitoring perubahan mutu susu bubuk selama masa penyimpanan di PT Frisian Flag Indonesia adalah parameter kimia peroxide oxygen value (POV), free fatty acid (FFA), kadar penyerapan O 2,

14 2 dan wettability (keterbasahan), parameter fisik (warna, fleck, dan lump sebelum dan setelah dilarutkan), dan parameter sensori (uji organoleptik dengan International Dairy Federation test). Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perubahan mutu susu bubuk selama masa simpan pada suhu dan waktu tertentu, serta mengetahui korelasi antar parameter uji selama masa simpan. Kegiatan analisis yang dilakukan merujuk pada metode yang telah memenuhi standar dan diakui secara nasional/ internasional. TINJAUAN PUSTAKA Susu Bubuk Susu segar umumnya mengandung 87,4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak 12,6% (Chandan 1997). Susu segar cair sering diproses menjadi bentuk bubuk untuk menghasilkan produk susu yang stabil dengan kandungan solid tinggi. Kandungan air yang tinggi pada susu segar menyebabkan susu segar harus dilakukan pemekatan terlebih dahulu untuk menghasilkan susu dengan kadar air yang lebih rendah. Proses pemekatan awal ini melibatkan evaporasi sehingga kadar air berkurang hingga 50% kemudian susu hasil evaporasi dikeringkan dengan pengering semprot sehingga menghasilan produk susu berbentuk bubuk dengan kadar air kurang dari 3% (Widodo 2003). Pengeringan semprot merupakan proses pengeringan yang umum digunakan oleh industri susu bubuk dimana terjadi atomisasi susu dengan menggunakan udara panas yakni ( ⁰C). Pengeringan susu dengan pengering semprot akan menghasilkan susu bubuk dengan kelarutan, flavor, dan warna yang baik (Setyo 2010). Komposisi susu bubuk dan syarat mutu susu bubuk berdasarkan SNI dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Komposisi (%w/w) susu bubuk Komponen Kandungan (%) Kadar air 3 Kadar lemak 27,5 Kadar protein 26,4 Kadar laktosa 37,2 Kadar mineral 5,9 Sumber: (Chandan 1997) Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan memperpanjang umur simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk (warna, cita rasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi,

15 meningkatkan nilai ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu terutama mutu gizi, daya cerna, dan ketersediaan gizi. Pengeringan susu cair menjadi susu bubuk dapat memperpanjang umur simpannya, umumnya hingga 2 tahun apabila disimpan pada suhu ruang (25-30 C) dengan penanganan yang baik (Immaningsih 2013). Tabel 2. Syarat Mutu Susu Bubuk SNI Kriteria uji Satuan Persyaratan Bau - Normal Rasa - Normal Kadar air %b/b Maks. 5 Lemak %b/b Min. 26 Protein (N x 6,38) %b/b Min. 23 Cemaran logam ** Tembaga (cu) mg/kg Maks. 20,0 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40/250 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Cemaran Arsen (As)** mg/kg Maks 0,1 Cemaran Mikroba Angka lempeng total Koloni/g Maks. 5 x 10 4 Bakteri coliform APM/g Maks. 10 Eschericia coli APM/g <3 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks. 1 x 10 2 Salmonella Koloni/100g Negatif Proses pembuatan susu bubuk pada beberapa industri umumnya menggunakan teknik pencampuran kering atau dry mixing. Susu skim bubuk, lemak nabati, konsetrat protein susu, pengemulsi, antioksidan, dan ekstrak krim dimasukkan ke dalam tangki pencampuran yang berisi air hangat (±50 C). Seluruh bahan di dalam tangki pencampuran diaduk hingga larut sempurna. Kemudian susu disaring untuk memisahkan kotoran dari susu. Susu yang telah disaring selanjutnya dipanaskan hingga mencapai suhu C. Susu pasteurisasi kemudian dihomogenisasi untuk menyeragamkan butiran lemak hingga berukuran 2µ. Setelah susu dihomogenisasi, kemudian susu dikeringkan menggunakan alat pengering semprot (spray dryer) dan penambahan lesitin pada akhir proses pengeringan. Penambahan lesitin bertujuan untuk meningkatkan kemampuan lemak susu untuk terlarut dalam air. Susu rekombinasi kemudian dicampur secara kering dengan sukrosa, maltodextrin, perisa, DHA, AA, vitamin, dan mineral. Setelah diaduk hingga homogen, susu bubuk disimpan sementara di dalam tottebin sebelum susu dikemas lebih lanjut. Uji Umur Simpan Susu Bubuk Uji umur simpan (shelf life) adalah suatu pengujian untuk mengetahui kondisi dari suatu produk susu tiap periode waktu. Institut of Food Technologist mendefinisikan umur simpan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga 3

16 4 saat konsumsi dimana produk masih berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi (Robertson 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan suatu produk menurut Robertson (2009), diantaranya adalah 1) Karakteristik produk, termasuk formulasi dan parameter proses (faktor intrinsik); 2) Lingkungan, selama proses penyimpanan dan distribusi (faktor ekstrinsik); 3) Sifat dari bahan pengemas. Floros dan Ganasekharan (1993) menyatakan terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, diantaranya kadar oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipid, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan, perubahan organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun. Menurut Floros dan Gnanasekharan (1993), penurunan mutu pada produk susu bubuk adalah akibat penyerapan uap air dan oksidasi. Untuk produk susu bubuk dengan kadar lemak tinggi, kedua faktor tersebut merupakan paramater yang sangat penting, karena akan menentukan umur simpan dan mutu dari produk susu yang dihasilkan. Peran kemasan juga sangat penting untuk melindungi susu bubuk. Kemasan dengan permeabilitas uap air yang rendah dapat menekan pengaruh kadar air dalam penurunan mutu susu bubuk sehingga faktor kritis yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah oksidasi. Oksidasi akan menurunkan mutu susu bubuk baik secara fisikokimia maupun organoleptik karena akan menghasilkan aroma tengik yang dapat menurunkan penerimaan konsumen. Kemasan yang digunakan sebagai wadah untuk penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni dapat mempertahankan mutu produk agar tetap bersih serta mampu memberi perlindungan terhadap produk dari kotoran, pencemaran, dan kerusakan fisik, serta dapat menahan perpindahan gas dan uap air. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan masa simpan susu bubuk ialah Accelerated Shelf-life Testing (ASLT). Metode ini dilakukan dengan cara menyimpan produk pangan pada kondisi lingkungan bersuhu tinggi sehingga proses penurunan mutu produk pangan dapat terjadi lebih cepat. Menurut Syarief dan Halid (1993), parameter yang digunakan untuk menganalisis penurunan mutu produk pangan harus mencerminkan keadaan mutu produk yang diperiksa. Parameter tersebut dapat berupa hasil analisis kimia, fisik atau mikrobiologis dan organoleptik seperti daya serap oksigen, kadar peroksida, kelarutan, skor uji organoleptik, tekstur, warna, total mikroba dan sebagainya. Monitoring Perubahan Mutu Susu Bubuk Selama Masa Simpan Kadar Penyerapan O 2 Awal dari proses ketengikan ditandai dengan meningkatnya jumlah O 2 didalam kemasan selama penyimpanan. Oksigen didalam kemasan dimodifikasi hingga kurang 3% untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi pada lemak susu. Salah satu cara untuk menghilangkan kandungan oksigen yang terdapat di kemasan susu yaitu dengan mengalirkan gas yang bersifat inert, yaitu Nitrogen (N 2 ). Umumnya penyerapan oksigen akan meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan dan suhu ruang penyimpanan. Oksigen berpengaruh terhadap reaksi kimia dari lemak yang menyebabkan ketengikan. Reaksi ini terutama akan terjadi

17 pada lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh, dan susu bubuk umumnya ditambahkan asam lemak tak jenuh seperti omega 3 dan 6 untuk meningkatkan nilai gizinya (Immaningsih 2013). Wettability (Keterbasahan) Wettability adalah waktu yang dibutuhkan susu untuk bercampur dengan air. Pengujian dilakukan pada saat sampel susu bubuk tenggelam seluruhnya di dalam air. Residu yang tidak terlarut dapat disebabkan oleh protein yang terdenaturasi, partikel yang hangus atau lengket (brunt and sticky particles), partikel sukar larut dan bahan campuran (impuritas). Faktor-faktor yang mempengaruhi solubiti adalah ukuran partikel, suhu udara pengeringan, tekanan udara pengering, dan suhu udara keluar (Negri dkk, 2004; Stapelfeldt dkk 2004; Romeo-nadal dkk 2007; Wright and Drake 2007 dalam Immaningsih 2013) Peroxide Oxygen Value (POV) Bilangan peroxida menunjukkan adanya reaksi oksidasi yang terjadi pada minyak atau lemak yang dipanaskan dan adanya kontak minyak dengan udara disekitarnya. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan oksigen pada ikatan rangkapya sehingga membentuk peroksida. Peroksida merupakan suatu tanda adanya pemecahan atau kerusakan pada minyak atau lemak karena terjadi oksidasi (kontak dengan udara) yang menyebabkan bau dan aroma tengik. Semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin tinggi pula tingkat ketengikan suatu minyak atau lemak. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaki oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida lebih rendah bisa disebabkan oleh laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain. Kecepatan proses oksidasi tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Meningkatnya suhu akan mempercepat oksidasi lemak. Bilangan peroksida biasanya disajikan dalam bentuk miliequivalen oksigen per kilogram (meq/kg). Teknik pengukuran peroksida didasarkan pada kemampuan peroksida membebaskan iodin dari kalium iodia (iodometri) ROOH + 2KI ROH + I 2 +K 2 O atau mengoksidasi ion besi (II) menjadi besi (III) (metode tiosianat): ROOH + Fe 2+ ROH + HO - + Fe 3+ 5 (Arifin 2010) Free Fatty Acid (FFA) Free fatty acid atau asam lemak bebas (ALB) adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis enzim (Ketaren 1996). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.

18 6 Organoleptik Uji organoleptik atau sering disebut dengan uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penentuan mutu suatu produk, karena dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya. Pengujian organoleptik dapat meliputi uji penampakan (bentuk, ukuran, warna), cita rasa (asam, asin, manis, pahit), flavor (bau dan rasa), dan tekstur (keras, alot, renyah, lunak) (Afrianti 2008). METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan magang dilakukan mulai Januari-Mei 2014 yang dilaksanakan di Departemen Research and Development PT Frisian Flag Indonesia Plant Pasar Rebo, beralamat di Jalan Raya Bogor Km.5, Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan ialah alat pengukur kadar penyerapan O 2 (PBI Dansensor), Spektrofotometer DR 2800, kuvet kaca, erlenmeyer asah 100 ml, erlenmeyer bohlam 250 ml, tutup erlenmeyer, micro pipet digital, gelas piala 100 ml, gelas piala 250 ml, gelas piala 400 ml, corong, neraca analitik, sudip, gunting, stopwatch, hot plate, desikator, gegep, cawan alumunium, oven, kertas saring, gelas ukur, kaca arloji, alat pengocok, gelas plastik kecil, form IDF dan sendok kecil. Bahan-bahan yang digunakan ialah sampel susu bubuk tipe-a dan B, standar susu bubuk tipe-a dan B, klorobutan metanol, besi (II) klorida (FeCl 2 ), amonium tiosianat (NH 4 SCN), petroleum eter, alkohol anhydrous, air destilata, dan air hangat. Metode Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama adalah pengujian sampel untuk mengetahui perubahan mutu produk susu bubuk selama masa simpan. Pengujian dilakukan secara organoleptik terhdap rasa dan secara kimia dengan analisis kadar penyerapan O 2, wettability (keterbasahan), peroxide oxygen value (bilangan peroksida), dan kadar free fatty acid (asam lemak bebas). Tahap kedua adalah pengolahan dengan menggunakan software Ms.Excel untuk mengetahui pola perubahan mutu dan hubungan antar berbagai perlakuan suhu penyimpanan, serta analisis statistik menggunakan korelasi Pearson/Spearman.

19 7 Pengujian Perubahan Mutu Susu Bubuk Pengujian Rasa (Organoleptik) (IDF 99-2:2009) Prosedur pengujian rasa ini yaitu susu bubuk dilarutkan dalam air sesuai dengan takaran sajinya (35 gram susu bubuk dalam 180 gram air hangat untuk susu bubuk plain dan rasa vanila, serta 40 gram susu bubuk dalam 180 gram air hangat untuk susu bubuk rasa coklat). Pengujian rasa dilakukan dengan menggunakan panelis excellent yang berasal dari pihak Research and Development, sebanyak 9 panelis dengan teknik IDF test (International Dairy Federation Test). Pengujian rasa dilakukan dengan membandingkan rasa yang dimiliki oleh sampel susu dengan current yang disimpan pada suhu 5 o C kemudian diberi penilaian dengan skala 1-5. Semakin besar nilainya maka rasa sampel semakin sama dengan current yang diberikan, dan sebaliknya. Hasil tes yang diperoleh kemudian dirata-ratakan untuk dijadikan skor rasa pada suhu dan waktu penyimpanan tertentu. Skor terendah yang dapat diterima agar produk masih layak untuk dikonsumsi ialah 3 dari 5 skala. Pengujian Wettability (IDF, 1979) Uji wettability merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan susu untuk tercampur dengan pelarutnya (air). Kemampuan wettability dapat dilakukan dengan mencatat waktu yang dibutuhkan oleh 10 gram susu bubuk hingga terendam seluruhnya dalam 250 ml air (T=30 C). Pengukuran waktu dilakukan dengan menggunakan stopwatch. Standar yang ditetatapkan untuk uji wettability tidak boleh lebih dari 120 detik. Jika waktu yang dibutuhkan lebih dari 120 detik maka kualitas susu telah menurun, namun tidak menjadi parameter reject. Pengujian Kadar O2 Pengujian kadar O 2 dalam kemasan dilakukan menggunakan alat O 2 meter. Cara pengukurannya dilakukan dengan menusukkan jarum syingre ke dalam kemasan susu bubuk tetapi tidak boleh sampai mengenai susu di dalam kemasan tersebut. Kadar O 2 yang rendah menunjukkan kualitas susu masih baik. Pengemasan susu bubuk harus dilakukan dalam keadaan kedap udara, yaitu dengan pengusiran O 2 menggunakan N 2. Berdasarkan standar yang telah ditetapkan, kadar pengukuran O2 yang didapatkan tidak boleh lebih dari 3%. Pengujian Peroxide Oxygen Value (IDF, 2002) Pengukuran kadar peroksida di dalam sampel susu bubuk dilakukan dengan menimbang sebanyak 1,25g sampel susu bubuk dalam erlenmeyer asah 100mL kemudian direaksikan dengan campuran klorobutan : metanol (7:3) sebanyak 25mL dan diekstraksi menggunakan hot plate pada suhu 55 o C selama 5 menit. Setelah itu larutan didinginkan pada suhu ruang dan disaring. Filtrat diambil sebanyak 3mL untuk direaksikan dengan pereaksi FeCl 2 : NH 4 SCN (1:1) atau besi (II) amonium tiosianat sebanyak 0,1mL dan 7ml campuran klorobutan : methanol (7:3). Blanko yang digunakan ialah campuran klorobutan : metanol (7:3) sebanyak 10mL dan 0,1mL pereaksi FeCl 2 : NH 4 SCN (1:1). Larutan sampel dan blanko di panaskan pada suhu 50 o C selama 2 menit dan didinginkan pada suhu ruang. Kemudian sampel dan blanko diukur intensitas warnanya dengan menggunakan

20 8 spektrofotometer DR 2800 pada panjang gelombang 490 nm. Bilangan peroksida disajikan dalam bentuk miliequivalen oksigen per kilogram(meq/kg). Berdasarkan standar yang telah ditetapkan, kadar peroksida yang terkandung pada susu tidak boleh melebihi 1%. Pengujian Free Fatty Acid (ISO, 2008) Penentuan kadar free fatty acid pada susu bubuk selama penyimpanan dilakukan dengan terlebih dahulu memanaskan cawan alumunium kosong selama 10 menit dengan oven dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang menggunakan neraca analitik. Sampel ditimbang sebanyak ±2g di dalam erlenmeyer bohlam, kemudian di tambahkan 100mL petroleum eter. Erlenmeyer bohlam ditutup dan sampel dikocok selama 1 menit dengan alat shaker. Kemudian hasil ekstraksi disaring ke dalam cawan kering namun sisakan 20mL. Sisa larutan dalam erlenmeyer ditambahkan lagi dengan 20mL petroleum eter, hal ini bertujuan agar ekstraksi asam lemak bebas dalam susu bubuk sempurna. Sampel dikocok kembali menggunakan alat shaker selama 1 menit, kemudian disaring seluruhnya kedalam cawan alumunium kosong yang sama. Filtrat larutan yang diperoleh dipanaskan menggunakan hot plate hingga menguap seluruhnya. Setelah itu, cawan dimasukkan ke dalam oven vakum selama 10 menit dan didinginkan menggunakan desikator ±15 menit. Setelah cawan dingin, kemudian ditimbang. Penentuan kadar free fatty acid dilakukan dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut : Kadar FFA (%) = dengan maksimum kadar free fatty acid sebesar 3%. Pengolahan Data Parameter uji untuk mengukur perubahan mutu susu bubuk selama masa simpan, yakni kadar penyerapan O 2, wettability, POV, dan FFA akan dikorelasikan dengan waktu penyimpanan menggunakan korelasi Pearson, sementara parameter nilai rasa akan dikorelasikan menggunakan korelasi Spearman pada software SPSS Parameter uji juga diolah menggunakan software Ms.Excel untuk menentukan pola perubahan mutu yang paling mewakili keseluruhan data. Selanjutnya, persamaan regresi yang diperoleh dari masingmasing parameter uji digunakan untuk membandingkan perubahan mutu selama masa simpan produk susu bubuk tipe A dan B pada suhu 30 o C, 40 o C, dan 50 o C. HASIL DAN PEMBAHASAN Monitoring perubahan mutu produk susu bubuk selama masa simpan dilakukan selama 1,5 tahun. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan mutu susu bubuk selama penyimpanan. Suhu penyimpanan yang digunakan dalam monitoring produk selama masa simpan ialah suhu 30 o C, 40 o C, dan 50 o C. Selama penyimpanan, produk susu bubuk mungkin akan mengalami perubahan mutu

21 namun diharapkan masih dalam standar yang ditentukan. Perbedaan penyimpanan dimaksudkan untuk mengetahui seberapa cepat kerusakan atau penurunan mutu yang terjadi apabila sampel susu bubuk disimpan pada suhu 30 o C, 40 o C dan 50 o C. Sampel dikemas menggunakan teknik modifikasi atmosfer dengan mengalirkan gas Nitrogen (N 2 ) untuk mengusir oksigen di dalam kemasan. Pengusiran gas O 2 pada kemasan bertujuan untuk mengurangi jumlah kemungkinan mikroba yang terdapat pada produk untuk tumbuh dan berkembang. Berdasarkan studi yang dilakukan terhadap parameter uji nilai rasa, kadar penyerapan oksigen, wettability, frre fatty acid, dan peroxide oxygen value, diketahui bahwa produk susu bubuk dapat bertahan selama 18 bulan pada suhu penyimpanan 30 o C, 6 bulan pada suhu penyimpanan 40 o C, dan 3 bulan pada suhu penyimpanan 50 o C. Oleh karena itu, waktu penyimpanan untuk uji monitoring produk susu bubuk tipe A dan B akan mengikuti waktu penyimpanan dari studi yang telah dilakukan sebelumnya. Studi tersebut juga menyimpulkan bahwa penyimpanan produk selama 3 bulan pada suhu 30 o C ekuivalen dengan penyimpanan produk pada suhu 40 o C selama 1 bulan atau selama 2 minggu pada suhu 50 o C. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil produk susu bubuk tipe A dan B yang telah dikemas yang berasal dari tottebin yang sama. Sebelum produk susu bubuk disimpan pada masing-masing suhu yang ditentukan, produk dianalisis masing-masing kandungan fisikokimianya. Berdasarkan hasil fisikokimia, produk A memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk B yakni 18,85% untuk produk A dan 7,93% untuk produk B, namun kandungan gula produk B lebih tinggi dibandingkan dengan produk A, yakni 14,33% untuk produk A dan 46,99% untuk produk B. Kandungan lemak yang tinggi terutama kandungan asam lemak tak jenuh dapat mempercepat pembentukkan peroksida yang dapat mempercepat ketengikan, namun proses ketengikan tersebut dapat dihambat dengan penambahan antioksidan saat proses pengolahan serta penghilangan O 2 pada saat pengemasan. Parameter yang digunakan untuk memonitoring perubahan mutu susu bubuk tipe A dan B selama masa simpan, yaitu pengujian organoleptik, kadar penyerapan O 2, wettability (keterbasahan), peroxide oxygen value (POV) dan kadar asam lemak bebas (FFA). Nilai Rasa Analisis laboratorium baik secara kimia maupun secara fisik dapat dilaksanakan untuk menilai mutu dari suatu jenis produk, tetapi sulit diinterpretasikan tanpa melibatkan analisis organoleptik atau uji sensori. Pengujian organoleptik dianggap peka dan sering digunakan untuk menilai mutu produk selama masa simpannya. Pengujian secara organoleptik pada produk susu bubuk tipe A dan B dilakukan sebelum sampel dilarutkan dan setelah sampel dilarutkan. Berdasarkan hasil uji terhadap rasa terlihat bahwa produk susu bubuk tipe A mengalami perubahan rasa jika dibandingkan dengan standar pada umur simpan 9 bulan pada suhu 30 C, 5 bulan pada suhu penyimpanan 40 C, dan 2,5 bulan pada suhu penyimpanan 50 C. Sementara produk susu bubuk tipe B mengalami perubahan rasa pada umur simpan 9 bulan pada suhu 30 C, 3 bulan pada suhu 9

22 10 40 C, dan 2,5 bulan pada suhu 50 C. Perubahan rasa pada produk susu bubuk diikuti pula dengan perubahan warna yang dapat diamati secara fisik pada produk. Produk susu berwarna lebih kecoklatan yang diakibatkan oleh reaksi pencoklatan non enzimatik, terutama pada produk yang disimpan diatas suhu ruang, yakni suhu 40 C dan 50 C. Reaksi pencoklatan non enzimatik atau reaksi Maillard dapat terjadi pada produk pangan yang mengandung gula pereduksi dan protein dengan kondisi penyimpanan tertentu, salah satunya penyimpanan pada suhu tinggi dengan waktu yang cukup lama (Farkye et al 2001). Pada tahap awal terjadinya reaksi antara asam amino dengan gula pereduksi, perubahan cita rasa pada produk tidak terlalu nyata karena kompleks gula-protein akan terurai menghasilkan senyawa kimia yang kompleks (Afriani 2008). Seiring dengan lamanya waktu penyimpanan pada suhu tertentu, reaksi akan terus berlangsung dan berpolimerisasi sehingga senyawa yang terbentuk meningkat hingga dapat terdeteksi oleh indera baik cita rasa maupun warna. Penurunan rasa dari produk susu bubuk dapat pula dipengaruhi oleh kadar penyerapan O 2 dan formulasi bahan baku produk susu bubuk. Susu bubuk tipe A dan B memiliki formulasi yang berbeda, sehingga penurunan nilai rasa selama penyimpanan dapat berbeda tergantung kandungan lemak, protein, dan gula yang terdapat pada produk. Prekursor utama penyebab off flavor pada produk susu bubuk ialah komponen asam lemak linoleat, linolenat, oleat, dan arakhidonat (Shiratsuchi et al 1994; Barrefors et al, 1995: Przybylski and Eskin 1995). Asam lemak tersebut diketahui ada secara alami pada susu bubuk maupun ditambahkan secara langsung untuk meningkatkan nilai gizi produk. Sementara kadar O 2 yang tinggi dalam kemasan dapat mengoksidasi asam lemak tak jenuh membentuk hidroperoksida yang kemudian membentuk keton atau aldehid sehingga menimbulkan cita rasa tengik. Suhu penyimpanan produk susu bubuk dapat mempercepat penurunan nilai rasa. Terlihat pada penyimpanan susu bubuk pada suhu 30 C dapat mempertahankan cita rasa hingga 9 bulan penyimpan, sementara pada pada suhu 40 C dan 50 C hanya dapat mempertahankan cita rasa hingga 5 bulan dan 2,5 bulan. Pengujian nilai rasa selama penyimpanan produk susu bubuk tipe A dan B dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. 5,5 nilai rasa 5 4,5 4 3, waktu penyimpanan nilai rasa A 30C nilai rasa A 40C nilai rasa A 50C Poly. (nilai rasa A 30C) Poly. (nilai rasa A 40C) Poly. (nilai rasa A 50C) Gambar 1. Nilai rasa selama masa simpan produk susu bubuk tipe A pada suhu 30 C, 40 C, 50 C.

23 11 5,5 nilai rasa 5 4,5 4 3, waktu penyimpanan nilai rasa B 30C nilai rasa B 40C nilai rasa B 50C Poly. (nilai rasa B 30C) Poly. (nilai rasa B 40C) Poly. (nilai rasa B 50C) Gambar 2. Nilai rasa selama masa simpan produk susu bubuk tipe B pada suhu 30 C, 40 C, 50 C. Keterangan gambar: Waktu penyimpanan 1 = 3 bulan pada suhu 30 C, 1 bulan pada suhu 40 C, dan 2 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 2 = 6 bulan pada suhu 30 C, 2 bulan pada suhu 40 C, dan 4 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 3 = 9 bulan pada suhu 30 C, 3 bulan pada suhu 40 C, dan 6 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 4 = 12 bulan pada suhu 30 C, 4 bulan pada suhu 40 C, dan 8 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 5 = 15 bulan pada suhu 30 C, 5 bulan pada suhu 40 C, dan 10 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 6 = 18 bulan pada suhu 30 C, 6 bulan pada suhu 40 C, dan 12 minggu pada suhu 50 C. Grafik menunjukkan penurunan mutu organoleptik pada produk susu bubuk tipe A dan B berbeda. Pada suhu 40 C, penurunan nilai rasa produk B lebih cepat dibandingkan dengan produk A. Hal ini dapat disebabkan oleh lebih tingginya kandungan protein dan lemak yang terkandung pada produk B, sehingga dapat mempercepat terjadinya pembentukan reaksi maillard dan ketengikan bila disimpan pada suhu yang cukup tinggi. Lebih tingginya kandungan lemak pada produk B dapat mempercepat pembentukkan peroksida yang menimbulkan cita rassa tengik. Namun, penurunan rasa pada produk susu bubuk tipe-a dan B selama masa simpan tidak melebihi standar yang telah ditetapkan. Penurunan mutu rasa selama masa simpan produk susu bubuk mengikuti model polynomial. Hal ini didapatkan dari nilai R 2 yang lebih besar dibandingkan dengan model penurunan orde nol dan orde satu. Nilai R 2 yang semakin besar menyatakan bahwa model regresi yang digunakan semakin tepat. Dalam regresi, R 2 dijadikan sebagai pengukuran seberapa baik garis regresi mendekati nilai data asli yang dibuat model. (Sugiarto dan Siagian 2000). Penurunan nilai rasa dengan model polynomial memiliki nilai R 2 =0,9152; 0,9359; 0,8333 untuk produk A pada suhu penyimpanan 30 C, 40 C dan 50 C dan R 2 = 0,9192; 0,7778; 0,8333 untuk produk B pada suhu penyimpanan 30 C, 40 C dan 50 C. Persamaan regresi yang diperoleh produk A yakni y = -0,0002x 2-0,0021x + 5,0262 pada suhu penyimpanan 30 C; y = -0,0037x 2 + 0,0536x + 4,9167 pada suhu penyimpanan 40 C; dan y = -0,0074x 2 + 0,0446x + 4,9762 pada suhu penyimpanan 50 C. Persamaan regresi yang diperoleh produk B yakni y = - 5E-05x 2-0,0048x + 5,0429 pada suhu penyimpanan 30 C; y = 0,0007x 2 -

24 12 0,0446x + 5,0952 pada suhu penyimpanan 40 C; dan y = -0,0074x 2 + 0,0446x + 4,9762 pada suhu penyimpanan 50 C. Persamaan regresi yang diperoleh, digunakan untuk melihat hubungan antar perlakuan suhu penyimpanan, yakni suhu penyimpanan 30 C, 40 C, dan 50 C. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh produk A, hasil menunjukkan nilai rasa pada penyimpanan 3 bulan dengan suhu 30 C sebesar 4,97; pada penyimpanan 1 bulan dengan suhu 40 C sebesar 5,00; dan pada penyimpanan 2 minggu dengan suhu 50 C sebesar 5,00. Produk B menunjukkan nilai rasa pada penyimpanan 3 bulan dengan suhu 30 C sebesar 4,98; pada penyimpanan 1 bulan dengan suhu 40 C sebesar 4,93; dan pada penyimpanan 2 minggu dengan suhu 50 C sebesar 5,00. Hasil dari produk susu bubuk tipe A dan B dapat menunjukkan bahwa penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30 C memiliki nilai rasa yang cenderung sama dengan nilai rasa pada penyimpanan 1 bulan pada suhu 40 C dan 2 minggu pada suhu 50 C. Nilai rasa selama masa simpan dikatakan cenderung sama karena data yang digunakan ialah data rata rata dari perlakuan. Tabel 3. Koefisien korelasi antara waktu dan nilai rasa Suhu ( C) nilai-r produk A nilai-r produk B 30-0,954-0, ,802-0, ,791-0,791 Keterangan : korelasi pada α = 0,05 Hasil uji korelasi spearman pada produk susu bubuk tipe A dan B menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara waktu penyimpanan dengan perubahan nilai rasa produk susu bubuk yang disimpan pada suhu 30 C, 40 C, dan 50 C pada taraf nyata 0,05 (Tabel 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama produk disimpan, maka cita rasa yang diperoleh akan menurun atau berkorelasi negatif. Kadar Penyerapan Oksigen Pengukuran kadar penyerapan oksigen dalam kemasan produk susu bubuk harus dilakukan, karena awal mula proses ketengikan dapat ditandai dengan meningkatnya penyerapan oksigen. Berdasarkan grafik, kadar oksigen produk A pada kondisi fresh sebesar 0,3% meningkat menjadi 1,5% pada masa penyimpanan 18 bulan suhu 30 C; 1,1% pada masa penyimpanan 6 bulan pada suhu 40 C; dan 0,4% pada masa penyimpanan 3 bulan pada suhu 50 C. Sementara kadar oksigen produk B, pada kondisi fresh sebesar 0,1% meningkat menjadi 0,2% pada suhu penyimpanan 30 C, 40 C, dan 50 C. Kadar oksigen dalam kemasan yang tergolong stabil pada produk B menandakan bahwa permeabilitas kemasan terhadap suhu dan udara baik disertai dengan sealing yang rapat. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat terlihat bahwa suhu penyimpanan tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat penyerapan oksigen dalam kemasan, karena tingkat penyerapan oksigen pada produk yang disimpan pada

25 suhu 30 C cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang disimpan pada suhu 40 C. Pada suatu jurnal disebutkan bahwa kadar oksigen dalam kemasan utuh dapat meningkat hingga 5 kali dari kondisi fresh pada suhu penyimpanan 30 C dan meningkat hingga 18 kali dari kondisi fresh pada suhu penyimpanan 40 C selama 1 bulan (Immaningsih 2013). Salah satu dari tiga faktor penyebab oksidasi lipid ialah headspace oxygen. Apabila headspace oxgen saat pengemasan produk terpenuhi maka kemungkinan terjadinya oksidasi lipid selama masa simpan dapat dicegah. Penghilangan oksigen menjadi kurang dari 1% dengan mengalirkan gas inert N 2 ke dalam kemasan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan mecegah terjadinya oksdiasi lemak pada produk. Peningkatan kadar oksigen dalam kemasan dapat dipengaruhi oleh kemasan yang digunakan, seperti kebocoran pada kemasan, ataupun sealing yang tidak rapat. Kerapatan sealing pada kemasan dapat dipengaruhi oleh suhu dari mesin sealer yang digunakan. Apabila suhu yang digunakan pada mesin sealer tepat, maka sealing pada kemasan akan sempurna. Kadar oksigen maksimum yang ditetapkan oleh PT Frisian Flag Indonesia ialah sebesar 3%. Peningkatan kadar penyerapan oksigen yang tinggi hingga melebihi 3% mengindikasikan terjadinya kebocoran pada kemasan. Pengujian kadar penyerapan O 2 selama penyimpanan produk susu bubuk tipe A dan B dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. %O2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0, waktu penyimpanan % O2 A 30C % O2 A 40C % O2 A 50C Linear (% O2 A 30C) Linear (% O2 A 40C) Linear (% O2 A 50C) Gambar 3. Kadar O 2 selama masa simpan produk susu bubuk tipe A pada suhu 30 C, 40 C, 50 C. 13

26 14 %O2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0, waktu penyimpanan O2 B 30C O2 B 40C O2 B 50C Linear (O2 B 30C) Linear (O2 B 40C) Linear (O2 B 50C) Gambar 4. Kadar O 2 selama masa simpan produk susu bubuk tipe-b pada suhu 30 C, 40 C, 50 C. Keterangan gambar : Waktu penyimpanan 1 = 3 bulan pada suhu 30 C, 1 bulan pada suhu 40 C, dan 2 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 2 = 6 bulan pada suhu 30 C, 2 bulan pada suhu 40 C, dan 4 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 3 = 9 bulan pada suhu 30 C, 3 bulan pada suhu 40 C, dan 6 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 4 = 12 bulan pada suhu 30 C, 4 bulan pada suhu 40 C, dan 8 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 5 = 15 bulan pada suhu 30 C, 5 bulan pada suhu 40 C, dan 10 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 6 = 18 bulan pada suhu 30 C, 6 bulan pada suhu 40 C, dan 12 minggu pada suhu 50 C. Nilai R 2 yang diperoleh produk A ialah 0,7396; 0,2259; 0,1116 pada suhu penyimpanan 30 C, 40 C dan 50 C. Sementara produk B memiliki nilai R 2 = 0,3333; 0,4000; 0,6250 pada suhu penyimpanan 30 C, 40 C dan 50 C. Persamaan regresi yang diperoleh produk A yakni y = 0,0167x + 0,5714 pada suhu penyimpanan 30 C; y = 0,0188x + 0,1179 pada suhu penyimpanan 40 C; dan y = 0,0089x + 0,2464 pada suhu penyimpanan 50 C. Persamaan regresi yang diperoleh produk B yakni y = 0,0012x + 0,1 pada suhu penyimpanan 30 C; y = 0,0036x + 0,0857 pada suhu penyimpanan 40 C; dan y = 0,0089x + 0,075 pada suhu penyimpanan 50 C. Persamaan regresi yang diperoleh digunakan untuk melihat hubungan antar perlakuan suhu penyimpanan, yakni suhu penyimpanan 30 C, 40 C, dan 50 C. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh produk A, hasil menunjukkan kadar oksigen pada penyimpanan 3 bulan dengan suhu 30 C sebesar 0,77; pada penyimpanan 1 bulan dengan suhu 40 C sebesar 0,19; dan pada penyimpanan 2 minggu dengan suhu 50 C sebesar 0,26. Produk B menunjukkan kadar oksigen pada penyimpanan 3 bulan dengan suhu 30 C sebesar 0,11; pada penyimpanan 1 bulan dengan suhu 40 C sebesar 0,10; dan pada penyimpanan 2 minggu dengan suhu 50 C sebesar 0,09. Hasil dari produk A menunjukkan bahwa penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30 C memiliki kadar penyerapan oksigen yang berbeda dengan penyimpanan 1 bulan pada suhu 40 C dan 2 minggu pada suhu 50 C. Sementara produk B menunjukkan penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30 C memiliki kadar penyerapan oksigen yang cenderung sama dengan penyimpanan 1 bulan pada suhu 40 C dan 2 minggu pada suhu 50 C. Kadar penyerapan oksigen

27 selama masa simpan dikatakan cenderung sama karena data yang digunakan ialah data rata-rata dari perlakuan. Tabel 4. Koefisien korelasi antara waktu dan kadar penyerapan oksigen Suhu ( C) nilai-r produk A nilai-r produk B 30 0,860 0, ,475 0, ,334 0,791 Keterangan : korelasi pada α = 0,05 Berdasarkan hasil korelasi yang diperoleh, produk susu bubuk tipe A dan B memiliki korelasi positif antara waktu penyimpanan dengan kadar oksigen dalam kemasan. Semakin lama waktu penyimpanan, kadar oksigen dalam kemasan semakin tinggi (Tabel 4). Namun, peningkatan oksigen di dalam kemasan tidak melebihi standar yang telah ditetapkan (3%). Wettability (Keterbasahan) Uji wettability selama masa simpan dilakukan untuk mengetahui kemampuan susu bubuk untuk terbasahi dengan air. Formulasi, bentuk dan ukuran partikel atau keberadaan asam lemak bebas pada permukaan dapat mempengaruhi keterbasahan produk susu bubuk. Susu bubuk yang dapat terbasahi dalam waktu kurang dari 15 detik disebut dengan susu bubuk instan. Waktu maksimum untuk uji wettability yang ditetapkan oleh PT Frisian Flag Indonesia ialah 2 menit. Apabila selama masa simpan produk susu bubuk tidak terbasahi dalam waktu 2 menit, maka kualitas produk susu bubuk dinilai telah menurun, namun tidak menjadi parameter reject. Berdasarkan hasil pengujian, produk susu bubuk tipe A memiliki waktu keterbasahan 2 detik saat kondisi fresh, kemudian meningkat menjadi 9 detik pada masa penyimpanan 18 bulan dengan suhu 30 C, 6 detik pada masa penyimpanan 6 bulan dengan suhu 40 C, dan 7 detik pada masa penyimpanan 3 bulan dengan suhu 50 C. Produk susu bubuk tipe B memiliki waktu keterbasahan 10 detik saat kondisi fresh. Namun, waktu keterbasahan susu bubuk meningkat hingga melebihi 2 menit pada masa penyimpanan 18 bulan pada suhu 30 C, 6 bulan dengan suhu 40 C, dan 3 bulan pada suhu 50 C. Hal ini menunjukkan bahwa produk B mengalami penurunan nilai mutu pada akhir masa simpannya. Wettability selama masa simpan produk susu bubuk tipe A dan B dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. 15

28 16 Ln waktu keterbasahan (s) 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0, waktu penyimpanan Ln waktu keterbasahan A 30C Ln waktu keterbasahan A 40C Ln waktu keterbasahan A 50C Linear (Ln waktu keterbasahan A 30C) Linear (Ln waktu keterbasahan A 40C) Linear (Ln waktu keterbasahan A 50C) Gambar 5. Wettability selama masa simpan produk susu bubuk tipe-a pada suhu 30 C, 40 C, 50 C. Ln waktu keterbasahan (s) 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0, waktu penyimpanan Ln waktu keterbasahan B 30C Ln waktu keterbasahan B 40C Ln waktu keterbasahan B 50C Linear (Ln waktu keterbasahan B 30C) Linear (Ln waktu keterbasahan B 40C) Linear (Ln waktu keterbasahan B 50C) Gambar 6. Wettability selama masa simpan produk susu bubuk tipe-b pada suhu 30 C, 40 C, 50 C. Keterangan gambar : Waktu penyimpanan 1 = 3 bulan pada suhu 30 C, 1 bulan pada suhu 40 C, dan 2 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 2 = 6 bulan pada suhu 30 C, 2 bulan pada suhu 40 C, dan 4 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 3 = 9 bulan pada suhu 30 C, 3 bulan pada suhu 40 C, dan 6 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 4 = 12 bulan pada suhu 30 C, 4 bulan pada suhu 40 C, dan 8 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 5 = 15 bulan pada suhu 30 C, 5 bulan pada suhu 40 C, dan 10 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 6 = 18 bulan pada suhu 30 C, 6 bulan pada suhu 40 C, dan 12 minggu pada suhu 50 C. Grafik menunjukkan bahwa semakin lama periode penyimpanan maka kemampuan susu bubuk untuk terbasahi akan semakin lama. Selain itu, suhu penyimpanan yang lebih tinggi akan mempercepat kerusakan partikel susu sehingga lebih sukar larut yang menyebabkan daya keterbasahan menurun. Berdasarkan hasil yang diperoleh, peningkatan waktu keterbasahan selama masa

29 simpan susu bubuk tipe B lebih cepat dibandingkan dengan susu bubuk tipe A. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan lemak yang lebih tinggi pada susu bubuk tipe B. Asam lemak apabila mengalami proses hidrolisis menjadi asam lemak bebas akan memperlambat proses kelarutan dari partikel susu bubuk. Laju penurunan keterbasahan pada produk susu bubuk tipe A dan B mengikuti laju penurunan mutu orde satu, dengan R 2 = 0,8869; 0,8286; 0,7285 untuk produk A dan R 2 = 0,9109; 0,9014; 0,9375 untuk produk B berturut-turut pada suhu penyimpanan 30 C, 40 C, dan 50 C. Persamaan regresi yang diperoleh dari produk A yakni y = 0,0184x + 0,9576 untuk suhu penyimpanan 30 C; y = 0,0418x + 0,8193 untuk suhu penyimpanan 40 C; dan y = 0,0867x + 0,7815 untuk suhu penyimpanan 50 C. Produk B memiliki persamaan regresi y = 0,0318x + 2,4106 untuk suhu penyimpanan 30 C; y = 0,0997x + 2,4133 untuk suhu penyimpanan 40 C dan y = 0,4582x + 1,573 untuk suhu penyimpanan 50 C. Persamaan regresi digunakan untuk melihat hubungan antar perlakuan penyimpanan, yakni penyimpanan suhu 30 C, 40 C, dan 50 C. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh produk A, hasil menunjukkan waktu keterbasahan selama penyimpanan 3 bulan dengan suhu 30 C yakni selama 3,25 detik; sementara pada penyimpanan 1 bulan dengan suhu 40 C selama 2,68 detik; dan pada penyimpanan 2 minggu dengan suhu 50 C selama 2,60 detik. Pada produk B, hasil penggunaan persamaan regresi menunjukkan penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30 C memiliki waktu keterbasahan 16,31 detik, penyimpanan selama 1 bulan pada suhu 40 C memiliki waktu keterbasahan 16,64 detik, dan penyimpanan selama 2 minggu pada suhu 50 C memiliki waktu keterbasahan selama 12,06 detik. Produk susu bubuk tipe A menunjukkan bahwa penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30 C mengalami penurunan keterbasahan yang cenderung sama dengan penyimpanan 1 bulan pada suhu 40 C dan 2 minggu pada suhu 50 C. Sementara produk susu bubuk tipe B menunjukkan bahwa penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30 C memiliki waktu keterbasahan yang cenderung sama dengan penyimpanan selama 1 bulan pada suhu 40 C, namun memiliki waktu keterbasahan yang cukup berbeda dengan penyimpanan selama 2 minggu pada suhu 50 C. Waktu keterbasahan selama masa simpan dikatakan cenderung sama karena data yang digunakan ialah data rata rata dari perlakuan. Tabel 5. Koefisien korelasi antara waktu dan wettability Suhu ( C) nilai-r produk A nilai-r produk B 30 0,976 0, ,909 0, ,845 0,933 Keterangan : korelasi pada α = 0,05 Hasil korelasi menunjukkan hasil korelasi positif, yakni semakin lama masa penyimpanan maka waktu yang dibutuhkan susu bubuk untuk terbasahi akan semakin lama. Produk susu bubuk tipe A dan B pada berbagai suhu penyimpanan memiliki hasil korelasi positif yang kuat pada taraf nyata 0,05 (Tabel 5). Peningkatan waktu keterbasahan selama masa simpan dapat disebabkan oleh kemampuan absorpsi pada partikel susu bubuk menurun karena protein yang 17

30 18 terdenaturasi, meningkatnya pembentukan asam lemak bebas, partikel yang hangus atau lengket, atau terbentuknya partikel yang sukar larut seperti gumpalan. Peroxide Oxygen Value (POV) Senyawa peroksida dapat terbentuk akibat oksidasi lemak tak jenuh yang terdapat pada produk susu bubuk. Bilangan peroksida dapat diukur dengan banyaknya ion Fe(II) yang dapat teroksidasi menjadi ion Fe(III) oleh senyawa peroksida yang terdapat di dalam sampel. Ion Fe(III) akan berikatan dengan ion tiosianat membentuk kompleks feri tiosianat (Fe(SCN) 3 ) yang berwarna merah. Semakin tinggi intensitas warna merah menunjukkan semakin banyak peroksida yang terdapat pada sampel (Andarwulan et al. 2011). Semakin lama proses penyimpanan, lemak dapat teroksidasi menjadi senyawa aldehid, keton, dan asam lemak bebas. Berdasarkan hasil uji yang diperoleh, bilangan peroksida pada produk susu bubuk tipe-a meningkat dari 0,22 meq/kg saat kondisi fresh menjadi 0,47; 0,54; dan 0,37 meq/kg pada masa simpan 18 bulan pada suhu 30 C, 6 bulan pada suhu 40 C, dan 3 bulan pada suhu 50 C. Sementara pada produk B, bilangan peroksida meningkat dari 0,23 meq/kg saat kondisi fresh menjadi 0,42; 0,38; dan 0,37 meq/kg pada umur simpan 18 bulan pada suhu 30 C, 6 bulan pada suhu 40 C, dan 3 bulan pada suhu 50 C. POV produk susu bubuk tipe A dan B selama masa simpan dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Ln POV (meq/kg) 0,0-0,2-0,4-0,6-0,8-1,0-1,2-1,4-1,6-1,8-2, waktu penyimpanan ln POV A 30C ln POV A 40C ln POV A 50C Linear (ln POV A 30C) Linear (ln POV A 40C) Linear (ln POV A 50C) Gambar 7. POV selama masa simpan produk susu bubuk tipe-a pada suhu 30 C, 40 C, 50 C.

31 19 Ln POV (meq/kg) 0,0-0,2-0,4-0,6-0,8-1,0-1,2-1,4-1,6-1,8-2, waktu penyimpanan Ln POV B 30C Ln POV B 40C Ln POV B 50C Linear (Ln POV B 30C) Linear (Ln POV B 40C) Linear (Ln POV B 50C) Gambar 8. POV selama masa simpan produk susu bubuk tipe-b pada suhu 30 C, 40 C, 50 C. Keterangan gambar : Waktu penyimpanan 1 = 3 bulan pada suhu 30 C, 1 bulan pada suhu 40 C, dan 2 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 2 = 6 bulan pada suhu 30 C, 2 bulan pada suhu 40 C, dan 4 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 3 = 9 bulan pada suhu 30 C, 3 bulan pada suhu 40 C, dan 6 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 4 = 12 bulan pada suhu 30 C, 4 bulan pada suhu 40 C, dan 8 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 5 = 15 bulan pada suhu 30 C, 5 bulan pada suhu 40 C, dan 10 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 6 = 18 bulan pada suhu 30 C, 6 bulan pada suhu 40 C, dan 12 minggu pada suhu 50 C. Bilangan peroksida yang diperoleh memiliki nilai yang fluktuatif. Bilangan peroksida yang fluktuatif dapat disebabkan oleh laju dekomposisi (teruarinya) senyawa peroksida menjadi senyawa lain lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukannya. Oleh karena itu, terkadang bilangan peroksida tidak menunjukkan tingkat oksidasi lemak yang sebenarnya, namun metode pengukuran bilangan peroksida untuk mengetahui mutu produk susu bubuk selama penyimpanan diketahui akurat (Li et al. 1999, van der Merwe et al. 2003). Secara umum, pembentukkan peroksida pada susu bubuk tipe A dan B tidak jauh berbeda, meskipun susu bubuk tipe B memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan susu bubuk tipe A. Hal ini dapat dipengaruhi oleh antioksidan yang ditambahkan pada saat pengolahan dan rendahnya kontak susu bubuk dengan oksigen, hal ini dapat dilihat dari kadar penyerapan oksigen pada produk B lebih rendah dibandingkan dengan produk A. Laju pembentukan peroksida produk susu bubuk tipe A dan B mengikuti laju penurunan mutu orde 1. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa ketengikan pada minyak atau lemak dan off flavor merupakan tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti ordo reaksi satu (Labuza 1982). Nilai R 2 yang diperoleh produk A ialah 0,9026; 0,8308; 0,7880 dan nilai R 2 yang diperoleh produk B ialah 0,7442; 0,7268; 0,5405 berturut-turut untuk suhu penyimpanan 30 C, 40 C, dan 50 C. Persamaan regresi yang diperoleh produk susu bubuk tipe A ialah y = 0,0106x - 1,4789 untuk suhu penyimpanan 30 C; y = 0,0349x - 1,6266 untuk suhu penyimpanan 40 C; dan y = 0,065x - 1,7315 untuk suhu penyimpanan 50 C. Produk susu bubuk tipe B memiliki persamaan regresi y = 0,0068x - 1,3963 untuk suhu penyimpanan 30 C; y = 0,0195x - 1,5348 untuk suhu penyimpanan 40 C; dan y = 0,0276x - 1,4504 untuk suhu penyimpanan 50 C.

32 20 Persamaan regresi yang diperoleh digunakan untuk mengetahui hubungan antara penyimpanan suhu 30 C, 40 C, dan 50 C. Dari persamaan regresi yang diperoleh, produk A memiliki bilangan peroksida sebesar 0,26 meq/kg selama 3 bulan penyimpanan pada suhu 30 C; 0,23 meq/kg selama 1 bulan penyimpanan pada suhu 40 C; dan 0,20 meq/kg selama 2 minggu penyimpanan pada suhu 50 C. Sementara produk B memiliki bilangan peroksida sebesar 0,27 meq/kg selama 3 bulan penyimpanan pada suhu 30 C, 0,23 meq/kg selama 1 bulan penyimpanan pada suhu 40 C, dan 0,25 meq/kg selama 2 minggu penyimpanan pada suhu 50 C. Hasil dari produk susu bubuk tipe A dan B menunjukkan bahwa penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 30 C memiliki bilangan peroksida yang cenderung sama dengan penyimpanan 1 bulan pada suhu 40 C dan 2 minggu pada suhu 50 C. Hasil yang diperoleh dikatakan cenderung sama karena data yang digunakan ialah data rata rata dari perlakuan. Tabel 6. Koefisien korelasi antara waktu dan peroxide oxygen value Suhu ( C) nilai-r produk A nilai-r produk B 30 0,942 0, ,878 0, ,904 0,724 Keterangan : korelasi pada α = 0,05 Tabel 7. Koefisien korelasi antara nilai rasa dan peroxide oxygen value Suhu ( C) nilai-r produk A nilai-r produk B 30-0,879-0, ,802-0, ,791-0,638 Keterangan : korelasi pada α = 0,05 Pembentukan bilangan peroksida mengalami kenaikan seiring dengan lamanya masa simpan. Hubungan antara waktu dan POV pada produk susu bubuk tipe A dan B menunjukkan korelasi positif yang kuat pada taraf nyata 0,05 (Tabel 6). Peningkatan bilangan peroksida selama masa penyimpanan dapat disebabkan oleh adanya oksigen yang terperangkap dalam kemasan. Oksigen tersebut akan bereaksi dengan radikal bebas yang terbentuk pada saat pengolahan menghasilkan hidroperoksida yang dapat menyebabkan ketengikan. Hal ini dibuktikan dengan adanya korelasi negatif yang kuat antara bilangan peroksida dengan nilai rasa pada taraf nyata 0,05(Tabel 7). Semakin tinggi bilangan peroksida, maka nilai rasa secara organoleptik semakin menurun. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa peroksida dapat membentuk senyawa yang bersifat tengik dan tidak disukai manusia. Free Fatty Acid (Asam lemak Bebas) Kerusakan produk pangan dapat disebabkan oleh ketengikan akibat hidrolisis komponen bahan pangan. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15%, belum menghasilkan flavor yang tidak disenangi. Lemak bebas yang

33 terkandung dalam susu bubuk mengacu pada lemak yang terdapat pada permukaan partikel susu bubuk tanpa lemak disekelilingnya (Welstra et al. 1999). Berdasarkan hasil uji FFA pada produk susu bubuk tipe A dan B terlihat adanya peningkatan asam lemak bebas selama masa penyimpanan pada suhu 30 C, 40 C, dan 50 C. Produk A mengalami kenaikan asam lemak bebas dari kondisi fresh 0,73% menjadi 1,69% pada suhu penyimpanan 30 C selama 18 bulan; 1,56%, pada suhu penyimpanan 40 C selama 6 bulan dan 1,61% pada suhu penyimpanan 50 C selama 3 bulan. Sementara pada produk B, asam lemak bebas naik dari 1,33% pada kondisi fresh menjadi 1,57% pada suhu penyimpanan 30 C selama 18 bulan; 1,49% pada suhu penyimpanan 40 C selama 6 bulan, dan 1,56% pada suhu penyimpanan 50 C selama 3 bulan. Kadar asam lemak bebas produk A pada kondisi fresh lebih rendah dibandingkan dengan produk B. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan lemak bebas awal pada bahan baku produk B lebih tinggi karena lebih tingginya kandungan lemak pada susu bubuk tipe B. Namun, selama waktu penyimpanan, pembentukan kadar lemak bebas pada produk A lebih cepat dibandingkan dengan produk B sehingga pada akhir masa simpan produk A dan B memiliki kadar lemak bebas yang tidak jauh berbeda. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kandungan antioksidan pada produk B yang ditambahkan dalam bahan baku lemak nabati yang digunakan sehingga menghambat pembentukan asam lemak bebas. Pembentukan FFA selama masa penyimpanan produk A dan B dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. % FFA 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0, waktu penyimpanan FFA A 30C FFA A 40C FFA C 50C Linear (FFA A 30C) Linear (FFA A 40C) Linear (FFA C 50C) Gambar 9. FFA selama masa simpan produk susu bubuk tipe-a pada suhu 30 C, 40 C, 50 C 21

34 22 % FFA 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0, waktu penyimpanan FFA B 30C FFA B 40C FFA B 50C Linear (FFA B 30C) Linear (FFA B 50C) Linear (FFA B 50C) Gambar 10. FFA selama masa simpan produk susu bubuk tipe-b pada suhu 30 C, 40 C, 50 C Keterangan gambar: Waktu penyimpanan 1 = 3 bulan pada suhu 30 C, 1 bulan pada suhu 40 C, dan 2 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 2 = 6 bulan pada suhu 30 C, 2 bulan pada suhu 40 C, dan 4 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 3 = 9 bulan pada suhu 30 C, 3 bulan pada suhu 40 C, dan 6 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 4 = 12 bulan pada suhu 30 C, 4 bulan pada suhu 40 C, dan 8 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 5 = 15 bulan pada suhu 30 C, 5 bulan pada suhu 40 C, dan 10 minggu pada suhu 50 C; Waktu penyimpanan 6 = 18 bulan pada suhu 30 C, 6 bulan pada suhu 40 C, dan 12 minggu pada suhu 50 C. Laju pembentukan asam lemak bebas mengikuti laju penurunan mutu orde nol dengan R 2 = 0,8920; 0,9139; 0,7095 untuk produk susu bubuk tipe A dan R 2 = 0,0816; 0,7539; 0,4400 untuk produk susu bubuk tipe B dengan suhu penyimpanan 30 C, 40 C, 50 C. Nilai R 2 yang diperoleh pada produk B tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh pembentukan asam lemak bebas yang fluktuatif, terutama pada penyimpanan suhu 30 C. Hal ini menandakan bahwa pembentukan asam lemak bebas pada produk yang disimpan pada suhu ruang berjalan lambat. Persamaan regresi yang diperoleh produk susu bubuk tipe A ialah y = 0,0115x + 0,7836 untuk suhu penyimpanan 30 C; y = 0,033x + 0,7736 untuk suhu penyimpanan 40 C; dan y = 0,0664x + 0,6714 untuk suhu penyimpanan 50 C. Produk susu bubuk tipe B memiliki persamaan regresi y = 0,0015x + 1,3364 untuk suhu penyimpanan 30 C; y = 0,0069x + 1,2989 untuk suhu penyimpanan 40 C; dan y = 0,0143x + 1,2971 untuk suhu penyimpanan 50 C. Persamaan regresi yang diperoleh digunakan untuk mengetahui hubungan antara penyimpanan suhu 30 C, 40 C, dan 50 C. Dari persamaan regresi yang digunakan, produk-a menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 30 C selama 3 bulan memiliki bilangan peroksida sebesar 0,92%; penyimpanan pada suhu 40 C selama 1 bulan memiliki bilangan peroksida sebesar 0,90%; dan penyimpanan pada suhu 50 C selama 2 minggu memiliki bilangan peroksida sebesar 0,80%. Sementara produk B menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 30 C selama 3 bulan memiliki bilangan peroksida sebesar 1,35%; penyimpanan pada suhu 40 C selama 1 bulan memiliki bilangan peroksida sebesar 1,33%; dan penyimpanan pada suhu 50 C selama 2 minggu memiliki

35 bilangan peroksida 1,32%. Hasil dari produk A menunjukkan bahwa peningkatan FFA selama masa simpan pada suhu 30 C selama 3 bulan cenderung sama dengan penyimpanan pada suhu 40 C selama 1 bulan, namun berbeda pada penyimpanan suhu 50 C slama 1 bulan. Sementara pada produk B, peningkatan asam lemak bebas cenderung sama selama penyimpanan pada suhu 30 C selama 3 bulan, 40 C selama 1 bulan, dan 50 C selama 2 minggu. Hasil yang diperoleh dikatakan cenderung sama karena data yang digunakan ialah data rata rata dari perlakuan. Tabel 8. Koefisien korelasi antara waktu dan free fatty acid Suhu ( C) nilai-r produk A nilai-r produk B 30 0,944 0, ,956 0, ,842 0,663 Keterangan : korelasi pada α = 0,05 Tabel 9. Koefisien korelasi antara nilai rasa dan FFA Suhu ( C) nilai-r produk A nilai-r produk B 30-0,954-0, ,802-0, ,791-0,632 Keterangan : korelasi pada α = 0,05 Hubungan antara waktu dan pembentukkan FFA memiliki korelasi positif yang menandakan bahwa kadar FFA akan meningkat dengan semakin lama waktu penyimpanan. Produk A memiliki korelasi kuat pada suhu penyimpanan 30 C, 40 C, dan 50 C (Tabel 8). Sementara produk B memiliki korelasi kuat hanya pada suhu penyimpanan 40 C. Hal ini dapat dikarenakan oleh data yang fluktuatif. Terjadinya fluktuasi data dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi kondisi internal susu bubuk, maupun faktor eksternal ketika analisis. Hasil korelasi antara nilai rasa dan FFA memiliki korelasi negative (Tabel 9). Semakin banyak asam lemak bebas yang terbentuk selama penyimpanan menunjukkan bahwa semakin banyaknya lemak yang tidak terikat dalam bentuk trigliserida. Asam lemak yang tidak terikat kemudian akan terhidrolisis menjadi alkanal atau keton yang dapat menyebabkan ketengikan. 23 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Monitoring perubahan mutu susu bubuk selama masa simpan dilakukan menggunakan tiga suhu yang berbeda, yaitu 30 C, 40 C, dan 50 C. Parameter yang digunakan untuk monitoring perubahan mutu selama masa simpan ialah uji nilai rasa, kadar penyerapan oksigen, wettability (keterbasahan), peroxide oxygen value (bilangan peroksida), dan free fatty acid. Hasil uji yang diperoleh menunjukkan bahwa selama masa penyimpanan pada suhu 30 C, 40 C, dan 50 C,

36 24 parameter uji nilai rasa, kadar penyerapan oksigen, wettability, POV, dan FFA di dalam produk susu bubuk masih dalam standar yang ditetapkan. Pengujian dengan korelasi Spearman terhadap parameter nilai rasa dan korelasi Pearson terhadap parameter wettability, POV, dan FFA menggunakan SPSS 19.0 menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara waktu penyimpanan dengan parameter uji serta adanya korelasi antara nilai rasa dengan POV dan FFA pada taraf nyata 0,05. Hasil uji juga menunjukkan penyimpanan produk susu bubuk tipe A dan B selama 3 bulan pada suhu 30 C ekuivalen dengan penyimpanan selama 1 bulan pada suhu 40 C atau selama 2 minggu pada suhu 50 C. Saran Sebaiknya data pengujian yang digunakan bukanlah data rata-rata dari hasil perlakuan, sehingga data perhitungan yang dihasilkan dapat lebih valid. DAFTAR PUSTAKA Afrianti LH Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung: Alfabeta Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat Arifin B Kimia Pangan Jilid I. Bogor; Departemen Kimia Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian Bogor Arpah M Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Makanan. Program Pasca Sarjana Ilmu Pangan IPB, Bogor Augustin MA, Clarke PT Dry Milk Products. In: Rameshh CC, Kilara A, Shah NP. (eds.). Dairy Processing and Quality Assurance. Wiley Blackwell, lowa USA Barrefors P, Granelli K, Appelqvist LA, Bjoerck L Chemical characterization of raw milk samples with and without oxidative off-flavor. J. Dairy Sci. 78: Budiyono H Analisis daya simpan produk susu pasteurisasi berdasarkan kualitas bahan baku mutu susu. Jurnal Paradigma. Vol X: Chandan R Dairy-Based Ingredients. St.Paul: Eagen press Farkye N, Smith K, Schonrock FK An overview of changes in the characteristics and nutritional value of skim milk powder (SMP) during storage. U.S Dairy Export Council Floros JD, Gnanasekharan V Shelf Life Prediction of Packaged Foods: Chemical, Biological, Physical, and Nutritional Aspects. Chlaralambous G (ed.). Eslevier Publ., London IDF Wettability method in milk powder. Buletin International Dairy Federation, Brussels IDF Determination of peroxide value in milk and milk products. Buletin International Dairy Federation, Brussels IDF. 99-2:2009. Milk and milk product sensory analysis : Recommended methods for sensory evaluation

37 Immaningsih N Pengaruh suhu ruang penyimpanan terhadap kualitas susu bubuk. Agrointek jurnal: volume 7, no.1 ISO Dried mik and dried milk products : determination of fat content (gravimetric method). International Organization of Standardization, Geneva Ketaraen S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press) Labuza TP Shelf-Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press., Inc., Westport, Connecticut Li, CT, Wick M, Marriott NG Evaluation of lipid oxidation in animal fat. Ohio State university, Colombus, Ohio Miskiyah Kajian standar nasional Indonesia susu cair di Indonesia. Jurnal standarisasi. Vol.13: 1-7 Parodi PW Milk fat in human nutrition. Aust. J. Dairy Tech. 59:3-59 Przybylski R, Eskin NAM Methods to measure volatile compounds and the flavor significance of volatile compounds. Pages in Methods to Assess Quality and Stability of Oils and Fat-Containing Foods. K. Warner and N. A. M. Eskin, ed. AOCS Press, Champaign, IL. Robertson GL Food Packaging and Shelf Life : A practical Guide. CRC Press Setyo E Penentuan laju penurunan mutu produk susu bubuk tipe-x pada berbagai suhu di PT Frisian Flag Indonesia [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Shiratsuchi H, Shimoda m, Imayoshi K, Noda K, Osajima Y Volatile flavor compounds in spray-dried skim milk powder. J. Agric. Food Chem. 42: Spreer E, Mixa A Milk and Dairy Product Technology. New York: CRC Press Standar Nasional Indonesia SNI tentang Susu Bubuk. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta Sugiarto, Siagian D Metode Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Syarief R, Halid H Teknologi Penyimpanan Pangan. Pusat Studi Antar Universitas IPB, Bogor. van der Merwe GH, du Plessis LM, Taylor JRN Changes in chemical quality indices during long-term storage of palm-olein under heated storage and transport-type condition. J. Sci. Food Agriculture. 84: Widodo Teknologi Proses Susu Bubuk. Lacticia Press, Yogyakarta 25

38 26 LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram uji peroxide oxygen value 1,25 gram sampel Masukkan ke dalam erlenmeyer Tambahkan 25mL klorobutane methanol Panaskan pada suhu 80 o C hingga mendidih Dinginkan pada suhu ruang Saring Ambil filtrat 3mL Tambahkan 0,1mL pereaksi FeCl 2 : NH 4 SCN (1:1), dan 7ml campuran klorobutan : methanol (7:3) Panaskan pada suhu 55 o C salama 2 menit Dinginkan pada suhu ruang Ukur dengan spektrofotometer DR 2800 pada λ= 490 nm

39 27 Lampiran 2. Kefisien korelasi produk susu bubuk tipe-a suhu penyimpanan 30 C waktu_30 nilai_rasa_a_30 Spearman's rho waktu_30 Correlation Coefficient 1,000 -,954 ** Sig. (2-tailed).,001 N 7 7 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). waktu_30 POV_A_30 FFA_A_30 waktu_30 Pearson Correlation 1,942 **,944 ** Sig. (2-tailed),001,001 N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). waktu_30 wettability_a_30 waktu_30 Pearson Correlation 1,976 ** Sig. (2-tailed),000 N 7 7 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). waktu_30 Oksigen_A_30 waktu_30 Pearson Correlation 1,860 * Sig. (2-tailed),013 N 7 7 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). nilai_rasa_a_3 0 POV_A_30 FFA_A_30 Spearman's rho nilai_rasa_a_30 Correlation Coefficient 1,000 -,879 ** -,954 ** Sig. (2-tailed).,009,001 N 7 7 7

40 28 nilai_rasa_a_3 0 POV_A_30 FFA_A_30 Spearman's rho nilai_rasa_a_30 Correlation Coefficient 1,000 -,879 ** -,954 ** Sig. (2-tailed).,009,001 N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Lampiran 3. Korelasi pearson produk susu bubuk tipe-b suhu penyimpanan 30 C Nilai_Rasa_B_3 waktu_30 0 Spearman's rho waktu_30 Correlation Coefficient 1,000 -,954 ** Sig. (2-tailed).,001 N 7 7 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). waktu_30 POV_B_30 FFA_B_30 waktu_30 Pearson Correlation 1,859 *,286 Sig. (2-tailed),013,535 N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). waktu_30 Wettability_B_30 waktu_30 Pearson Correlation 1,901 ** Sig. (2-tailed),006 N 7 7 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). waktu_30 oksigen_b_30 waktu_30 Pearson Correlation 1,577 Sig. (2-tailed),175 N 7 7

41 29 Nilai_Rasa_B_3 0 POV_B_30 FFA_B_30 Spearman's rho Nilai_Rasa_B_30 Correlation Coefficient 1,000 -,711 -,225 Sig. (2-tailed).,073,628 N Lampiran 4.Koefisien korelasi produk susu bubuk tipe-a suhu penyimpanan 40 C waktu_40 nilai_rasa_a_40 Spearman's rho waktu_40 Correlation Coefficient 1,000 -,802 * Sig. (2-tailed).,030 N 7 7 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). waktu_40 POV_A_40 FFA_A_40 waktu_40 Pearson Correlation 1,878 **,956 ** Sig. (2-tailed),009,001 N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). waktu_40 Wettability_A_40 waktu_40 Pearson Correlation 1,909 ** Sig. (2-tailed),005 N 7 7 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). waktu_40 oksigen_a_40 waktu_40 Pearson Correlation 1,475 Sig. (2-tailed),281 N 7 7

42 30 nilai_rasa_a_4 0 POV_A_40 FFA_A_40 Spearman's rho nilai_rasa_a_40 Correlation Coefficient 1,000 -,802 * -,802 * Sig. (2-tailed).,030,030 N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Lampiran 5. Koefisien korelasi produk susu bubuk tipe-b suhu penyimpanan 40 C Nilai_Rasa_B_4 waktu_40 0 Spearman's rho waktu_40 Correlation Coefficient 1,000 -,866 * Sig. (2-tailed).,012 N 7 7 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). waktu_40 POV_B_40 FFA_B_40 waktu_40 Pearson Correlation 1,856 *,868 * Sig. (2-tailed),014,011 N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). waktu_40 Wettability_B_40 waktu_40 Pearson Correlation 1,932 ** Sig. (2-tailed),002 N 7 7 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

43 31 waktu_40 oksigen_b_40 waktu_40 Pearson Correlation 1,632 Sig. (2-tailed),127 N 7 7 Nilai_Rasa_B_4 0 POV_B_40 FFA_B_40 Spearman's rho Nilai_Rasa_B_40 Correlation Coefficient 1,000 -,866 * -,655 Sig. (2-tailed).,012,110 N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Lampiran 6. Koefisien korelasi produk susu bubuk tipe-a suhu penyimpanan 50 C waktu_50 nilai_rasa_a_50 Spearman's rho waktu_50 Correlation Coefficient 1,000 -,791 * Sig. (2-tailed).,034 N 7 7 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). waktu_50 POV_A_50 FFA_A_50 waktu_50 Pearson Correlation 1,904 **,842 * Sig. (2-tailed),005,017 N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). waktu_50 Wettability_A_50 waktu_50 Pearson Correlation 1,845 * Sig. (2-tailed),017 N 7 7 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

44 32 waktu_50 oksigen_a_50 waktu_50 Pearson Correlation 1,334 Sig. (2-tailed),464 N 7 7 nilai_rasa_a_5 0 POV_A_50 FFA_A_50 Spearman's rho nilai_rasa_a_50 Correlation Coefficient 1,000 -,791 * -,791 * Sig. (2-tailed).,034,034 N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Lampiran 7. Koefisien korelasi produk susu bubuk tipe-b suhu penyimpanan 50 C Nilai_Rasa_B_5 waktu_50 0 Spearman's rho waktu_50 Correlation Coefficient 1,000 -,791 * Sig. (2-tailed).,034 N 7 7 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). waktu_50 POV_B_50 FFA_B_50 waktu_50 Pearson Correlation 1,724,663 Sig. (2-tailed),066,104 N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Wettability_B_5 waktu_50 0 waktu_50 Pearson Correlation 1,933 ** Sig. (2-tailed),002 N 7 7 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

45 33 waktu_50 oksigen_b_50 waktu_50 Pearson Correlation 1,791 * Sig. (2-tailed),034 N 7 7 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Nilai_Rasa_B_5 0 POV_B_50 FFA_B_50 Spearman's rho Nilai_Rasa_B_50 Correlation Coefficient 1,000 -,638 -,632 Sig. (2-tailed).,123,127 N 7 7 7

46 34 Lampiran 8. Form IDF Lampiran 10. Alat Wettability Lampiran 9. Alat O 2 PB Dansesor Lampiran 11. Alat Spektrofotometer DR 2800

47 35 RIWAYAT HIDUP Anggun Suriwijayanti Putri dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 1992 dari ayah Priyambodo, S.H dan ibu Jasteti. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2010, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bekasi. Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB pada tahun 2010 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (Himitepa IPB) pada periode Beberapa kepanitiaan yang pernah penulis ikuti adalah GENUS 2011, HACCP PLASMA 2012, LCTIP XX, Baur 2012, dan Techno-F Selain itu penulis juga aktif mengikuti seminar yang diselenggarakan di IPB.

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilakukan di divisi Research and Development PT Frisian Flag Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 5, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun,

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian pembuatan es krim dengan penambahan ekstrak kulit buah naga super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, resistensi pelelehan, total

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim adalah produk pangan beku yang dibuat melalui kombinasi proses pembekuan dan agitasi pada bahan-bahan yang terdiri dari susu dan produk susu, pemanis, penstabil,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus cabe

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus cabe Standar Nasional Indonesia Saus cabe ICS 67.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Syarat

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK

SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK PENGOLAHAN SUSU SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK Materi 11 TATAP MUKA KE-11 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PARAMETER MUTU KRITIS Parameter mutu kritis awal merupakan parameter yang paling mempengaruhi penurunan mutu susu bubuk selama penyimpanan. Penentuan parameter mutu

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan adalah kaleng (simulasi tumbler), Digital Sieve Shaker Retch AS 200 (simulasi siever), saringan 20 mesh; 50 mesh; 100 mesh; 140 mesh;

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-9

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-9 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-9 Produk Susu Evaporasi dan Konsentrasi (Lanjutan) Sweetened Condenced Mttk (Susu kental Manis) Sweeted condenced milk adalah pengurangan air

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI Shelf Life Estimation of Instant Noodle from Sago Starch Using Accelerared Method Dewi Kurniati (0806113945) Usman Pato and

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN Kopi instan dibuat dari kopi bubuk yang diekstrak dengan menggunakan air (Clarke, 1988). Di dalam Encyclopedia Britanica (1983), disebutkan bahwa pada pembuatan kopi

Lebih terperinci

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan memicu banyaknya produk pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

SHELF LIFE OF Spirulina BISCUIT WITH DIFFERENT PACKAGING By: ABSTRACT

SHELF LIFE OF Spirulina BISCUIT WITH DIFFERENT PACKAGING By:   ABSTRACT PENDUGAAN UMUR SIMPAN BISKUIT Spirulina DENGAN MENGGUNAKAN JENIS KEMASAN YANG BERBEDA Oleh: Moulitya Dila Astari (1), Dewita (2), Suparmi (2) Email: moulitya@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Minuman sari buah SNI

Minuman sari buah SNI Standar Nasional Indonesia Minuman sari buah ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Pendahuluan...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Definisi... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Cara pengambilan contoh...

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober Januari 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober Januari 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober Januari 2013. Pelaksanaan proses pengeringan dilakukan di Desa Titidu, Kecamatan Kwandang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Pengujian yang

Lebih terperinci

bulan Februari 2017, sedangkan penelitian utama dilaksanakan bulan April hingga

bulan Februari 2017, sedangkan penelitian utama dilaksanakan bulan April hingga IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pendahuluan dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2017, sedangkan penelitian utama dilaksanakan bulan April

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Handout PENENTUAN KADALUWARSA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan satu faktor (Single Faktor Eksperimen) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yaitu penambahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain rimpang temulawak, sorbitol cair dengan kadar air 25%, maltodekstrin dan karagenan. Selain itu digunakan

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Penelitian Pendahuluan 4.1.1 Pengaruh Pasteurisasi dan Maltodekstrin Hasil untuk sampel dengan maltodekstrin 3% yang dipasteurisasi, rendemen dari berat jambu awal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU RUANG PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SUSU BUBUK

PENGARUH SUHU RUANG PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SUSU BUBUK AGROINTEK Volume 7, No.1 Maret 213 1 PENGARUH SUHU RUANG PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SUSU BUBUK Nelis Imanningsih Badan Litbang Kesehatan Kementrian Kesehatan Indonesia ABSTRAK Milk powder is a perishable

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras varietas Cisadane dan daun mindi, serta bahan-bahan kimia seperti air suling/aquades, n-heksana

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobial terhadap produk kopi instan formula. Analisis proksimat yang dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu. - Alat-alat gelas pyrex. - Pipet volume pyrex. - Hot Plate Fisons

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu. - Alat-alat gelas pyrex. - Pipet volume pyrex. - Hot Plate Fisons BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat-alat - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu - Alat-alat gelas pyrex - Pipet volume pyrex - Hot Plate Fisons - Oven Fisher - Botol akuades - Corong - Spatula

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Kecap kedelai. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Kecap kedelai. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Kecap kedelai ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Pendahuluan...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1 4 Klasifikasi... 1 5 Syarat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Keju Lunak Rendah Lemak Karakterisasi keju lunak rendah lemak dilakukan sesuai dengan parameter atribut mutu yang diamati selama masa penyimpanan. Untuk satu produk,

Lebih terperinci

Jahe untuk bahan baku obat

Jahe untuk bahan baku obat Standar Nasional Indonesia Jahe untuk bahan baku obat ICS 11.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL. Oleh

PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL. Oleh PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL Oleh Elita Suryani Gultom 1), Dahlia 2), Suparmi 2) Abstract The research was to estimate the shelf

Lebih terperinci