IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN KUESIONER 1. Uji Validitas Hasil uji validitas 58 variabel kuesioner dengan menggunakan korelasi Rank Spearman dapat dilihat pada Tabel 7. Uji validitas dilakukan dengan program SPSS 16 for Windows. Variabel yang valid merupakan variabel yang memiliki koefisien korelasi (r s) lebih besar dari koefisien korelasi pada tabel kritis korelasi Spearman pada taraf signifikansi 5%, yaitu sebesar (n=30; db=28). Hasil uji validitas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 7. Nilai koefisien korelasi (r s) Rank Spearman variabel uji No Variabel uji Koefisien Koefisien No Variabel uji korelasi korelasi 1 B1_Keamanan D18_Sensori B1_Gizi D19_Keamanan B1_Sensori D19_Keamanan B1_Nilai D19_Keamanan B1_Proses D19_Keamanan B1_Sertifikasi 0.251* 35 D20_Nilai B1_Kemasan D20_Nilai B1_Harga D20_Nilai B1_Produsen 0.140* 38 D20_Nilai B1_Promosi D21_Kemasan B8_Asal D21_Kemasan B8_Bioteknologi D21_Kemasan B8_Organik D21_Kemasan B8_Penanganan D22_Harga B9_BPOM D22_Harga B9_Halal D22_Harga B9_HACCP D22_Harga B9_GMP D23_Merek B9_Reputasi D23_Merek C15_Pokok D23_Merek C15_Pengganti D23_Merek C15_Selingan D24_Iklan D17_Gizi D24_Iklan D17_Gizi D24_Iklan D17_Gizi D24_Iklan D17_Gizi D25_Distribusi D18_Sensori D25_Distribusi D18_Sensori D25_Distribusi D18_Sensori D25_Distribusi Keterangan: *. Tidak berkorelasi signifikan pada taraf α 5%

2 Berdasarkan hasil uji validitas, 56 variabel kuesioner dinyatakan valid karena memiliki nilai koefisien korelasi lebih besar dari Sementara itu, terdapat dua variabel yang tidak valid, yaitu variabel tingkat kepentingan atribut sertifikasi dan produsen. Variabel tersebut memiliki nilai koefisien korelasi kurang dari Kedua variabel tersebut termasuk dalam pertanyaan tingkat kepentingan atribut mutu umum yang dapat dilihat pada Lampiran 1 pertanyaan B2. Ketidakvalidan kedua variabel tersebut diduga disebabkan karena jawaban tingkat kepentingan atribut mutu yang bervariasi pada tahap uji coba kuesioner terhadap 30 responden. Jawaban responden terhadap tingkat kepentingan atribut sertifikasi dan produsen dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Respon terhadap pertimbangan mutu utama dan tingkat kepentingan sertifikasi dan produsen No Pertimbangan utama Tingkat kepentingan Pertimbangan Tingkat kepentingan No Sertifikasi Produsen utama Sertifikasi Produsen 1 Nilai Gizi Keamanan Produsen Sertifikasi Pengemasan Promosi Produsen Sertifikasi Keamanan Keamanan Keamanan Sensori Keamanan Sensori Sensori Gizi Keamanan Harga Harga Keamanan Keamanan Produsen Harga Sensori Harga Sensori Harga Sensori Sertifikasi 5 3 Keterangan: 1 Sangat kurang penting 4 Penting 2 Kurang penting 5 Sangat penting 3 Cukup penting Secara umum responden memberikan penilaian skala Likert terhadap dua variabel tersebut dengan skala 3 (cukup penting) sampai skala 5 (sangat penting). Namun, beberapa responden ada yang menilai atribut tersebut dengan skala 2 (kurang penting), sehingga pada hasil uji validitasnya memperoleh nilai koefisien korelasi yang rendah. Hal ini menunjukkan responden memiliki persepsi yang beragam terhadap atribut tingkat kepentingan sertifikasi dan produsen. Perbedaan persepsi responden diduga disebabkan karena adanya keterangan tambahan (penjelasan) terhadap atribut. Pada atribut sertifikasi ditambahkan keterangan sertifikasi BPOM, Depkes, Halal, dan lain-lain, sedangkan pada atribut produsen ditambahkan keterangan merek, reputasi, dan lain-lain. Keterangan tersebut diduga memberikan pemahaman yang berbeda antar responden. Sebagai contoh pada atribut sertifikasi, responden hanya menilai dari sudut pandang sertifikasi halalnya saja, bukan sertifikasi secara keseluruhan. Faktor kedua yang menyebabkan perbedaan persepsi adalah pengambilan sampel untuk pengujian kuesioner yang belum merata. Daerah pengambilan sampel untuk penelitian meliputi 13 wilayah di Jabodetabek. Namun, pengambilan data secara online untuk pengujian kuesioner belum mencapai seluruh wilayah tersebut. Perbedaan daerah pengambilan sampel dapat menyebabkan perbedaan persepsi. Hal ini disebabkan karena tiap daerah memiliki karakter ekonomi dan sosio demografi yang berbeda, sehingga menyebabkan perbedaan persepsi. Sementara itu, pengambilan data 29

3 untuk pengujian kuesioner didasarkan atas urutan data yang masuk dalam database. Oleh karena itu, data yang digunakan sebagai pengujian kuesioner belum mencakup seluruh wilayah sampling. Tabel 8 juga menunjukkan pola penilaian responden terhadap atribut mutu yang menjadi pertimbangan utama dan tingkat kepentingan atribut sertifikasi dan produsen. Ketika responden memilih atribut sertifikasi maupun atribut produsen, responden juga memberikan jawaban tingkat kepentingan yang tertinggi (penting dan sangat penting) terhadap atribut tersebut. Sementara itu, responden memberikan jawaban tingkat kepentingan yang lebih rendah apabila atribut sertifikasi atau produsen bukan menjadi pertimbangan utama dalam memilih produk pangan kemasan. Penilaian terhadap tingkat kepentingan kedua atribut mutu tersebut dipengaruhi oleh apakah atribut mutu tersebut menjadi pertimbangan utama ataukah tidak. Oleh karena itu, meskipun atribut tingkat kepentingan sertfikasi dan produsen memiliki nilai validitas yang rendah, responden cukup konsisten dalam menilai kedua atribut tersebut. Perbaikan untuk meningkatkan kualitas kuesioner (terutama meningkatkan nilai koefisien korelasi atribut sertifikasi dan produsen) tidak dilakukan. Hal ini disebabkan karena data lain untuk kelompok pertanyaan B2 dinilai sudah cukup baik. Di samping itu, data yang masuk (yang seharusnya digunakan untuk pengujian kuesioner) setelah proses pengujian kuesioner sudah cukup banyak, walaupun yang digunakan hanya 30 responden. Pengiriman kembali sebagai pemberitahuan untuk pengisian ulang kuesioner tidak dilakukan karena dapat menyebabkan meningkatnya nonrespon sehingga jumlah data yang diperoleh untuk pengisian kuesioner yang sebenarnya menjadi lebih sedikit. 2. Uji Reliabilitas Tabel 9 menunjukkan hasil uji reliabilitas internal α-cronbach terhadap 58 variabel kuesioner dengan menggunakan program SPSS 16 for Windows. Berdasarkan hasil pengujian, nilai α-cronbach yang diperoleh sebesar Pengujian ini dilakukan secara keseluruhan variabel kuesioner (58 variabel). Nilai tersebut lebih besar dari nilai kritis tabel Rho Sperman pada taraf signifikansi 5%, yaitu sebesar (N=30; db=28). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang diajukan memiliki reliabilitas yang cukup tinggi. Tabel 9. Output SPSS hasil uji reliabilitas kuesioner B. PROFIL RESPONDEN Deskripsi profil responden dalam penelitian ini meliputi wilayah domisili, jenis kelamin, rentang usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan rata-rata per bulan. Responden survei merupakan pengguna jaringan internet yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan sekitarnya (Jabodetabek). Profil responden secara lengkap dapat dilihat pada penjelasan selanjutnya. 30

4 1. Wilayah Domisili Jumlah responden yang mengikuti survei sebesar 203 orang yang mencakup 13 wilayah di wilayah Jabodetabek. Distribusi responden berdasarkan wilayah domilisi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan wilayah domisili No Wilayah Domisili Jumlah Persentase (%) 1 Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Barat Kota Bogor Kabupaten Bogor Kota Depok Kota Tangerang Kabupaten Tangerang Tangerang Selatan Kota Bekasi Kabupaten Bekasi Total Berdasarkan data distribusi wilayah, responden yang berasal dari wilayah Kota Bogor memiliki persentase respon yang paling tinggi, yaitu sebesar 14.8%. Respon yang tinggi (lebih dari 10%) selanjutnya adalah Kabupaten Bogor (12.3%), Jakarta Selatan (10.8%), dan Jakarta Timur (10.3%). Karena menggunakan media internet, jumlah responden yang diperoleh tidak sama untuk setiap wilayah. Pengisian kuesioner dipengaruhi oleh minat dan ketersediaan waktu yang dimiliki oleh responden. Di samping itu, responden pada sebuah mail group memiliki distribusi wilayah anggota yang tidak merata meskipun telah dilakukan rekruitmen calon responden berdasarkan wilayah atau regional tertentu di wilayah Jabodetabek. 2. Jenis Kelamin Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan jenis kelamin responden yang mengikuti survei, 59.1% responden (120 orang) adalah pria, sedangkan 40.9% responden (83 orang) adalah wanita. Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) 1 Pria Wanita Total

5 3. Rentang Usia Distribusi responden berdasarkan rentang usia dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan rentang usia responden, 54.2% responden berusia tahun, 27.1% responden berusia tahun, 11.3% responden berusia tahun, dan 7.4% responden berusia lebih dari 45 tahun. Dari data tersebut terlihat bahwa semakin tinggi rentang usia responden, semakin rendah keikutsertaan dalam survei online. Hal ini dapat disebabkan karena minat responden maupun frekuensi pemakaian komputer maupun internet yang dilakukan oleh responden pada rentang usia tertentu. Menurut Hoesin dan Saleh (2009), mayoritas pengguna komputer dengan intensitas penggunaan 1-5 jam per hari relatif didominasi oleh kalangan usia muda dibandingkan dengan usia yang lebih tua. Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan rentang usia No Usia Responden Jumlah Persentase (%) tahun tahun tahun Lebih dari 45 tahun Total Tingkat Pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan responden saat ini (bagi yang masih dalam proses studi) maupun tingkat pendidikan responden yang terakhir (bagi yang sudah tidak melanjutkan studi), 12.8% responden memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK, 12.3% responden memiliki tingkat pendidikan diploma, 66.0% responden memiliki tingkat pendidikan sarjana, dan 8.9% responden memiliki tingkat pendidikan pasca sarjana. Tidak ada responden yang memiliki tingkat pendidikan SMP. Responden dengan tingkat pendidikan sarjana memiliki persentase paling tinggi dibandingkan tingkat pendidikan yang lain. Hal ini disebabkan karena frekuensi penggunaan internet yang tinggi di kalangan mahasiswa maupun pegawai yang memiliki latar pendidikan sarjana. Pengguna internet terbanyak adalah adalah para mahasiswa dan pekerja kantor yang memanfaatkan internet untuk tugas kuliah dan pekerjaan kantor (Hoesin dan Saleh 2009). Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan No Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1 SMP SMA/ SMK Diploma Sarjana Pasca sarjana Total

6 5. Jenis Pekerjaan Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan jenis pekerjaan responden, 6.4% responden bekerja sebagai pegawai negeri, 36.5% responden bekerja sebagai pegawai swasta, 13.8% responden berkerja sebagai wirausaha, 33.5% responden merupakan mahasiswa atau pelajar, 3.9% responden belum bekerja, dan 5.9% responden memiliki pekerjaan selain yang telah disebutkan. Pegawai swasta dan mahasiswa atau pelajar mendominasi keikutsertaan dalam survei online. Pegawai swasta dan mahasiswa cenderung memiliki akses terhadap jaringan internet yang lebih mudah. Menurut Kusumaardhiati (2011), sebesar 57% mahasiswa mengakses jaringan internet lebih dari empat kali per minggu dan sebesar 60.0% responden memiliki durasi penggunaan 1-2 jam per akses. Tabel 14. Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan No Pekerjaan Jumlah Persentase (%) 1 Pegawai negeri Pegawai swasta Wirausaha Mahasiswa/ pelajar Belum bekerja Lainnya Total Pendapatan Rata-rata per Bulan Distribusi responden berdasarkan jumlah pendapatan rata-rata per bulan dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan jumlah pendapatan rata-rata per bulan, 27.6% responden memiliki jumlah pendapatan kurang dari Rupiah, 31.5% responden memiliki jumlah pendapatan Rupiah, 24.1% responden memiliki jumlah pendapatan Rupiah, dan 16.7% responden memiliki jumlah pendapatan lebih dari Rupiah per bulan. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan internet maupun keikutsertaan responden dalan survei online cukup merata pada semua tingkat pendapatan. Tabel 15. Distribusi responden berdasarkan jumlah pendapatan No Pendapatan per bulan (Rp) Jumlah Persentase (%) 1 Kurang dari Lebih dari Total

7 C. ATRIBUT MUTU UTAMA PADA PRODUK PANGAN KEMASAN 1. Pertimbangan Responden terhadap Atribut Mutu Umum Gambar 12 menunjukkan persentase jumlah responden dalam memilih atribut mutu umum yang menjadi pertimbangan utama dalam memilih produk pangan kemasan. Data ini menunjukkan kecenderungan responden dalam memilih atribut mutu ketika disajikan sepuluh jenis atribut mutu umum (Pertanyaan B2 pada Lampiran 1). Berdasarkan besarnya persentase, terdapat tiga kelas atribut mutu umum. Pertama, atribut mutu yang memiliki persentase di atas 15%, yaitu atribut sertifikasi dan keamanan pangan. Kedua, atribut mutu yang memiliki persentase antara 5-15%, yaitu atribut produsen, sensori, gizi, dan harga. Ketiga, atribut mutu yang memiliki persentase kurang dari 5% yaitu nilai, iklan, pengemasan, dan proses. Dari persentase tersebut, atribut sertifikasi dan keamanan pangan menjadi atribut mutu dominan yang menjadi pertimbangan utama responden dalam memilih produk pangan kemasan. Analisis lebih lanjut tentang profil konsumen dalam menentukan pertimbangan atribut mutu utama pada produk pangan kemasan (terutama untuk atribut sertifikasi dan kemanan pangan sebagai atribut mutu yang dominan) dapat dilakukan dengan menggunakan crosstab. Profil ini merupakan faktor ekonomi dan sosio demografi yang melatarbelakangi responden dalam memilih atribut mutu yang menjadi pertimbangan utama sebelum membeli produk pangan kemasan. Faktor ekonomi dan sosio demografi yang dianalisis mencakup jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Besarnya persentase yang digunakan merupakan persentase dari jumlah total responden berdasarkan kelompok tertentu pada suatu faktor, sehingga diperoleh atribut mutu yang dominan pada kelompok tersebut. Sertifikasi Keamanan pangan Produsen Sensori Gizi Harga Nilai Iklan Pengemasan Proses Persentase (%) Gambar 12. Pertimbangan utama responden terhadap atribut mutu umum Faktor yang pertama adalah jenis kelamin responden. Gambar 13 menunjukkan diagram crosstab antara jenis kelamin responden dengan pertimbangan utama dalam memilih atribut mutu umum. Berdasarkan diagram tersebut, responden wanita memiliki persentase yang lebih besar dari pada responden pria dalam pemilihan atribut sertifikasi sebagai pertimbangan utama dalam memilih produk pangan kemasan. Responden wanita memiliki persentase pemilihan atribut sertifikasi sebesar 34

8 33.7%, sedangkan responden pria memiliki persentase sebesar 20.0%. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan responden wanita mempertimbangkan adanya jaminan mutu pada produk pangan kemasan yang akan dibelinya. Sementara itu, baik responden pria maupun wanita memiliki persentase pemilihan atribut keamanan pangan yang relatif sama, masing-masing sebesar 18.1% dan 20.0%. Wanita 18.1% 33.7% Pria 20.0% 20.0% Persentase Harga Gizi Keamanan pangan Nilai Pengemasan Produsen Iklan Proses Sensori Sertifikasi Gambar 13. Diagram crosstab hubungan antara jenis kelamin terhadap pemilihan atribut mutu umum Faktor yang kedua adalah rentang usia responden. Gambar 14 menunjukkan diagram crosstab antara usia responden dengan pertimbangan utama dalam memilih atribut mutu umum. Berdasarkan data pada diagram tersebut, pemilihan atribut sertifikasi lebih banyak didominasi oleh responden yang berusia tahun yaitu sebesar 36.4%. Namun, terjadi penurunan persentase pemilihan atribut sertifikasi pada responden yang berusia lebih dari 35 tahun. Peningkatan usia responden cenderung meningkatkan perhatian responden terhadap atribut mutu gizi. Hal ini disebabkan karena pemilihan produk yang didasarkan pada peningkatan kualitas hidup dan pemeliharaan kesehatan. Pada atribut keamanan pangan, terjadi peningkatan persentase pemilihan pada usia responden lebih dari 25 tahun. Persentase pemilihan atribut mutu keamanan pangan tertinggi terdapat pada responden yang berusia lebih dari 45 tahun yaitu sebesar 26.7%. Lebih dari 45 tahun 26.7% 13.3% tahun 26.1% 21.7% tahun 12.7% 23.6% 9.1% 36.4% tahun 20.0% 10.0% 18.2% 22.7% Persentase Harga Kandungan gizi Keamanan pangan Nilai tambah Pengemasan Produsen Iklan Proses Sensori Sertifikasi Gambar 14. Diagram crosstab hubungan antara usia terhadap pemilihan atribut mutu umum Gambar 14 juga menunjukkan adanya transisi dalam pemilihan atribut mutu sertifikasi dan keamanan pangan pada rentang usia tahun ke rentang usia Pada rentang usia tersebut, terjadi kenaikan pemilihan atribut mutu sertifikasi dan penurunan pemilihan atribut mutu keamanan pangan. Hal ini berbeda dengan hasil pembahasan sebelumnya (peningkatan usia menyebabkan penurunan persentase atribut sertifikasi dan kenaikan persentase atribut keamanan pangan). Pada 35

9 rentang usia tahun, pemilihan produk pangan kemasan tidak hanya ditujukan untuk individu, tetapi juga untuk kelompok tertentu (keluarga). Responden akan memilih produk pangan kemasan yang memiliki jaminan mutu (sertifikasi) yang baik, termasuk juga aspek keamanannya. Perubahan pemilihan atribut yang signifikan pada rentang usia tahun ke usia tahun juga terjadi pada atribut sensori dan produsen. Pada atribut sensori terjadi penurunan persentase pemilihan, sedangkan pada atribut produsen terjadi kenaikan persentase pemilihan. Kedua hal tersebut dapat terjadi pada responden yang memiliki keluarga. Karena pemilihan produk pangan kemasan berdasarkan kebutuhan keluarga, atribut mutu sensori tiap individu kurang diperhatikan. Di samping itu, dalam keluarga juga memiliki mindset tertentu terhadap suatu produsen atau merek tertentu yang akan menjadi acuan dalam pembelian produk pangan kemasan. Faktor ketiga adalah tingkat pendidikan responden. Gambar 15 menunjukkan diagram crosstab antara tingkat pendidikan dengan pertimbangan utama dalam pemilihan atribut mutu umum. Dari diagram tersebut, pemilihan atribut sertifikasi tertinggi terdapat pada responden yang memiliki pendidikan SMA/ SMK. Hal ini menunjukkan pada tingkat pendidikan tersebut, sertifikasi menjadi indikator mutu yang mudah dan dipercaya untuk menjamin mutu produk pangan kemasan. Sementara itu, semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin tinggi persentase responden yang memilih atribut keamanan pangan sebagai pertimbangan utama dalam memilih produk pangan kemasan. Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen menyebabkan kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan meningkat. Konsumen semakin memahami kriteria keamanan pangan pada produk pangan yang dikonsumsinya. Pasca sarjana 38.9% 22.2% Sarjana 18.7% 23.9% Diploma 16.0% 24.0% SMA/ SMK 11.5% 38.5% Persentase Harga Gizi Keamanan pangan Nilai Pengemasan Produsen Iklan Proses Sensori Sertifikasi Gambar 15. Diagram crosstab hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pemilihan atribut mutu umum Faktor keempat adalah jenis pekerjaan responden. Pemilihan atribut sertifikasi sebagai atribut mutu utama banyak didominasi oleh responden yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta, yaitu masing-masing sebesar 38.5% dan 32.4%. Sementara itu untuk atribut keamanan pangan, responden dari semua jenis pekerjaan (pegawai negeri, pegawai swasta, wirausaha, dan mahasiswa) memiliki persentase yang relatif sama. Responden yang memiliki pekerjaan selain yang sudah disebutkan, memiliki persentase pemilihan atribut sertifikasi dan keamanan pangan masing-masing sebesar 41.7%. Hal ini menunjukkan bahwa atribut sertifikasi dan keamanan pangan menjadi atribut mutu yang dominan. Diagram crosstab antara faktor jenis pekerjaan dengan pertimbangan utama dalam pemilihan atribut mutu umum dapat dilihat pada Gambar

10 Pegawai negeri 15.4% 38.5% Pegawai swasta 17.6% 32.4% Wirausaha Mahasiswa/ pelajar 17.9% 17.6% 14.3% 20.6% Belum bekerja Lainnya 41.7% 25.0% 41.7% Persentase Harga Kandungan gizi Keamanan pangan Nilai tambah Pengemasan Produsen Iklan Proses Sensori Sertifikasi Gambar 16. Diagram crosstab hubungan antara jenis pekerjaan terhadap pemilihan atribut mutu umum Faktor yang terakhir adalah tingkat pendapatan responden. Persentase pemilihan atribut sertifikasi tertinggi terdapat pada responden yang memiliki pendapatan per bulan sebesar juta rupiah. Atribut sertifikasi lebih digunakan untuk menduga mutu oleh responden yang memiliki pendapatan menengah (1 juta 2.5 juta rupiah). Sertifikasi dianggap cukup menggantikan atribut mutu lainnya, terutama yang berkaitan dengan keamanan pangan. Sementara itu, persentase pemilihan atribut keamanan pangan tertinggi terdapat pada responden yang memiliki pendapatan per bulan lebih dari lima juta rupiah. Responden dengan pendapatan yang tinggi memiliki kemampuan untuk membeli produk pangan kemasan yang dianggap memiliki keamanan pangan yang baik walaupun memiliki harga yang jauh lebih tinggi. Diagram crosstab antara faktor tingkat pendapatan dengan pertimbangan utama dalam pemilihan atribut mutu umum dapat dilihat pada Gambar 17. > 5 juta 5.9% 11.8% 35.3% 8.8% 5.9% 26.5% juta 8.2% 14.3% 24.5% 14.3% 24.5% juta 14.1% 7.8% 18.8% 6.3% 10.9% 32.8% < 1 juta 8.9% 12.5% 14.3% 12.5% 17.9% 17.9% Persentase Harga Kandungan gizi Keamanan pangan Nilai tambah Pengemasan Produsen Iklan Proses Sensori Sertifikasi Gambar 17. Diagram crosstab hubungan antara tingkat pendapatan terhadap pemilihan atribut mutu umum Penjelasan di atas menunjukkan persepsi konsumen yang beragam dalam menilai atribut mutu yang paling dipertimbangkan pada saat memilih produk pangan kemasan. Namun secara umum, sertifikasi dan keamanan pangan merupakan atribut mutu yang paling dipertimbangkan oleh responden walaupun ada beberapa dominasi pada kelompok responden tertentu. Apabila ditinjau dari 37

11 segi tingkat kepentingannya, atribut keamanan pangan, gizi, dan sertifikasi dinilai responden sebagai atribut yang sangat penting. Namun, apabila dilihat dari selisih antar tingkat kepentingan, atribut gizi termasuk dalam kategori penting dan sangat penting. Hal ini karena atribut gizi memiliki selisih persentase yang tidak terlalu jauh apabila dibandingkan selisih persentase pada atribut sertifikasi dan keamanan pangan. Peresentase tingkat kepentingan atribut mutu umum dapat dilihat pada Tabel 16, sedangkan pertanyaan di kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1 pertanyaan B2. Tabel 16. Tingkat kepentingan atribut mutu umum Tingkat Kepentingan No Atribut Mutu Umum Sangat Cukup Kurang Sangat Kurang Penting Penting Penting Penting Penting 1 Keamanan Pangan (%) Gizi (%) Sensori (%) Nilai (%) Proses (%) Sertifikasi (%) Pengemasan (%) Harga (%) Produsen (%) Iklan (%) Sertifikasi dan Keamanan Pangan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, atribut sertifikasi dan keamanan pangan merupakan atribut mutu yang dominan pada produk pangan kemasan. Atribut ini menjadi pertimbangan utama bagi responden dalam memilih produk pangan kemasan. Hal ini menunjukkan konsumen sangat memperhatikan aspek keamanan pangan dan juga jaminan mutu dalam bertuk sertifikasi, termasuk di dalamnya jaminan aspek keamanan pangan. Apabila dijumlahkan, kedua atribut ini memiliki jumlah persentase pemilihan sebesar 44.8%. Artinya, hampir separuh dari jumlah total responden fokus terhadap kedua atribut ini. Dalam penelitian ini, atribut sertifikasi dimasukkan ke dalam kelompok atribut mutu manajemen perusahaan. Atribut mutu manajemen perusahaan merupakan faktor yang berasal dari produsen yang menunjang peningkatan mutu dan menjamin mutu produk pangan kemasan. Atribut ini mencakup aspek sertifikasi (BPOM dan halal), standar produksi (HACCP dan GMP), dan reputasi yang dimiliki oleh produsen. Sertifikasi BPOM menunjukkan bahwa produk pangan kemasan yang beredar di masyarakat bersifat legal (memiliki izin) dan terjamin mutunya. Sertifikasi halal menjamin produk pangan diolah secara halal. HACCP dan GMP lebih diutamakan agar proses produksi dapat berjalan dengan benar dan mencegah hal yang dapat menurunkan mutu produk. Reputasi perusahaan merupakan suatu persepsi konsumen (baik positif maupun negatif) yang ditujukan kepada perusahaan terhadap produk yang dihasilkan. Jenis sertifikasi yang penting dapat ditentukan dengan melihat tingkat kepentingan atribut mutu tersebut berdasarkan penilaian yang diberikan oleh konsumen. Persentase responden dalam memberikan tanggapan mengenai tingkat kepentingan atribut manajemen perusahaan dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan persentase terbesar dari data survei, responden menilai sertifikasi BPOM, 38

12 sertifikasi halal, HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), dan GMP (Good Manufacturing Practice) sebagai faktor yang sangat penting. Apabila dilihat dari besarnya persentase tingkat kepentingan, sertifikasi BPOM dan halal memiliki persentase yang sangat tinggi yaitu sebesar 70%, sehingga dapat diartikan bahwa kedua atribut tersebut benar-benar dinilai sangat penting oleh responden. Di samping itu, sertifikasi BPOM dan halal mudah diamati oleh konsumen dalam bentuk pencantuman nomor registrasi maupun logo pada label kemasan. Evaluasi terhadap kedua atribut tersebut dapat dilakukan secara langsung oleh konsumen. Berbeda dengan evaluasi terhadap HACCP dan GMP, konsumen tidak dapat menilai secara langsung. Tabel 17. Tingkat kepentingan atribut mutu manajemen perusahaan No Atribut Manajemen Sangat Penting Penting Cukup Penting Kurang Penting Sangat Kurang Penting (5) (4) (3) (2) (1) 1 Sertifikasi BPOM (%) Sertifikasi halal (%) HACCP (%) GMP (%) Reputasi perusahaan (%) Saat ini, sertifikasi BPOM dan halal menjadi atribut yang esensial bagi produk pangan kemasan. Pencantuman label sertifikasi BPOM dan halal menjadi elemen penting pada kemasan pangan. Sertifikasi BPOM menunjukkan produk pangan kemasan memiliki jaminan mutu dan keamanan pangan. Sementara itu, sertifikasi halal memegang peranan penting dalam meyakinkan konsumen bahwa produk pangan kemasan yang dihasilkan dalam kondisi halal mengingat proses pengolahan pangan yang komplek dan rentan terhadap pencemaran yang dapat mengakibatkan produk menjadi tidak halal. Saat ini, aspek halal tidak hanya menyangkut permasalahan agama. Aspek halal menjadi begitu penting bagi bisnis dan perdagangan, serta menjadi simbol global untuk jaminan mutu dan gaya hidup (Hanzaee dan Ramezani 2011). Lebih lanjut, keamanan pangan dan aspek halal dapat menjadi satu manajemen mutu yang saling terkait. Keamanan dan jaminan mutu pangan memastikan bahwa produk-produk halal diolah dengan baik dan bersih, disimpan dan disajikan dengan cara yang tepat, serta bernilai mutu bagi semua orang (Talib et al. 2008). Atribut keamanan pangan sendiri merupakan bagian dari aspek sertifikasi (jaminan mutu) yang diberikan oleh produsen. Berbagai pertimbangan aspek keamanan pangan dilakukan oleh konsumen, terutama terhadap produk pangan kemasan karena memiliki proses produksi yang lebih kompleks dan konsumen tidak melihat secara langsung proses pembuatannya. Penilaian responden dalam menentukan atribut keamanan pangan yang penting dalam produk pangan kemasan dapat dilihat pada Gambar 18. Berdasarkan data survei, 50.7% responden mempertimbangkan aspek bahan tambahan pangan (BTP). Saat ini konsumen cenderung sangat berhati-hati pada kandungan bahan tambahan pangan yang ada di dalam produk pangan kemasan. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi konsumen tentang segi positif dan negatif dari penggunaan bahan tambahan pangan. Penelitian Shim et al. (2011) menunjukkan konsumen sangat khawatir dengan bahan pengawet, pewarna, dan pemanis buatan dalam makanan, serta lebih dari dua per tiga konsumen memiliki tingkat pengetahuan yang rendah tentang bahan tambahan pangan. 39

13 Gambar 18. Persentase pemilihan atribut mutu keamanan pangan Kewaspadaan konsumen terhadap bahan tambahan pangan dapat disebabkan karena dua faktor, yaitu informasi yang kurang tepat tentang bahan tambahan pangan dan efek pelanggaran penggunaan bahan lain yang ditambahkan ke dalam pangan. Untuk faktor yang pertama, pengetahuan konsumen yang kurang memadai tentang bahan tambahan pangan menyebabkan konsumen sensitif terhadap pemberitaan di media mengenai bahaya bahan tambahan pangan. Konsumen menganggap negatif adanya kandungan bahan tambahan pangan pada produk pangan kemasan, tanpa mengetahui dengan jelas mengenai bahan tambahan pangan yang digunakan dan aturan penggunaannya. Padahal, bahan tambahan pangan hampir selalu digunakan pada industri pengolahan pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan ini ditujukan untuk menjaga atau meningkatkan kualitas produk dan juga untuk membantu dalam proses pengolahan. Adapun untuk faktor kedua, pelanggaran terhadap bahan yang ditambahkan pada pangan kemasan dapat mempengaruhi persepsi konsumen. Adanya bahan berbahaya yang ditambahkan ke dalam pangan menyebabkan konsumen semakin waspada terhadap bahan tambahan pangan. Padahal bahan tersebut bukan merupakan bahan tambahan pangan (BTP) dan penggunaannya telah dilarang pemerintah melalui Permenkes Nomor 116/Menkes/Per/X/1999. Atribut keamanan pangan yang paling penting kedua adalah bahaya atau kerusakan fisik. Sebesar 30.5% responden mempertimbangkan aspek kerusakan atau bahaya fisik yang terlihat. Kerusakan atau bahaya fisik yang terlihat merupakan indikator yang paling mudah dalam menentukan mutu pangan. Konsumen dapat langsung menolak pangan yang terlihat cacat atau rusak. Isyarat mutu intrinsik yang bersifat visual dianggap sangat penting pada beberapa konsumen dan memiliki peran yang serupa dengan sertifikasi mutu (Lazarova 2010). Pada produk pangan kemasan, umumnya kerusakan kemasan menjadi indikator adanya kerusakan pada produk pangan di dalamnya. Kondisi seal kemasan yang kurang baik atau adanya penggembungan kaleng merupakan salah satu indikator adanya kerusakan produk pangan kemasan dan produsen biasanya telah memberi peringatan kepada konsumen melalui label kemasan. Atribut keamanan pangan yang lain memiliki persentase pemilihan di bawah 10%. Kandungan pestisida, logam berat, dan mikroba cenderung kurang diperhatikan karena termasuk dalam credence nature. Atribut yang bersifat credence nature tidak dapat dinilai konsumen, meskipun setelah dikonsumsi (Caswell 2000). Konsumen hanya dapat mengetahui mutu yang berupa sertifikasi tertentu yang menjamin produk tersebut aman dari segi biologi, fisik, maupun kimia. Sementara itu, pangan irradiasi belum begitu berkembang di Indonesia sehingga konsumen cenderung kurang memperhatikan atribut irradiasi pangan. 40

14 D. ATRIBUT MUTU LAIN PADA PRODUK PANGAN KEMASAN Selain kedua atribut mutu dominan (sertifikasi dan keamanan pangan) yang telah dijelaskan sebelumnya, pada produk pangan kemasan juga terdapat kelompok atribut mutu lain seperti gizi, sensori, nilai atau manfaat, proses, dan informasi (indikator mutu). Berdasarkan pertimbangan utama responden terhadap atribut mutu, atribut tersebut memiliki persentase kurang dari 15%. Walaupun memiliki persentase pemilihan yang lebih rendah dibandingkan dengan atribut sertifikasi dan keamanan pangan, kadangkala atribut-atribut mutu tersebut dipertimbangkan oleh kelompok konsumen tertentu. Di samping itu, penjelasan mengenai atribut mutu diperlukan untuk mengetahui atribut mutu yang penting pada setiap kelompok atribut mutu. 1. Atribut Mutu Gizi Atribut mutu gizi yang diberikan dalam survei mencakup atribut gizi makro (karbohidrat, lemak, dan protein) dan mikro (vitamin dan mineral). Mineral natrium (garam dapur) dipisahkan klasifikasinya dari atribut vitamin dan mineral untuk melihat perbandingan dengan jenis mineral lainnya. Di samping itu juga ditambahkan atribut sifat fungsional (memiliki manfaat kesehatan), untuk dibandingkan dengan atribut gizi secara umum. Diagram pai persentase responden dalam memilih atribut mutu gizi yang utama dapat dilihat pada Gambar 19. Berdasarkan data survei, tiga atribut yang memiliki persentase terbesar adalah atribut pangan fungsional (37.9%), kandungan kalori atau karbohidrat (20.2%), dan kandungan lemak dan kolesterol (15.8%). Apabila diakumulasi, ketiga atribut tersebut memiliki persentase 73.9%. Gambar 19. Persentase pemilihan atribut mutu gizi Persentase pemilihan aspek pangan fungsional menunjukkan kesadaran konsumen tentang makanan sehat tidak hanya mencakup keamanan pangannya dan nilai gizinya saja, tetapi juga berkaitan dengan fungsi makanan yang dapat mendukung kesehatan. Perkembangan pangan fungsional di Indonesia mulai memperhatikan atribut sensori yang bisa diterima oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini terlihat dari perkembangan pangan fungsional yang memperhatikan rasa produk. Penerimaan makanan fungsional telah menjadi lebih kondisional, terutama yang berkaitan dengan rasa, dan pengawasan rasa muncul sebagai faktor yang sangat penting bagi perkembangan pangan fungsional (Verbeke 2006). Atribut mutu gizi pada produk pangan kemasan juga dilihat dari kandungan komponen tertentu yang dianggap merugikan bagi konsumen. Berdasarkan sudut pandang konsumen, aspek kesehatan dibagi menjadi dua dimensi, yaitu konsumsi makanan yang sehat dan menjauhi makanan yang tidak 41

15 sehat (Brunsø et al. 2002). Kesadaran akan bahaya obesitas dan diabetes menyebabkan konsumen memperhatikan kandungan lemak dan kalori (karbohidrat) pada produk pangan kemasan. Hackleman (1981), dalam penelitiannya menunjukkan informasi tentang kalori dinilai sangat berguna oleh lebih dari 80% responden. Di samping itu, Borra (2006) dalam penelitiannya menunjukkan pertimbangan konsumen sebelum pembelian mencakup jumlah kalori (58%), total lemak (56%), sodium (45%), gula (42%), kolesterol (39%), dan karbohidrat (34%). 2. Atribut Mutu Sensori Persentase jumlah responden dalam pemilihan atribut mutu sensori yang utama dapat dilihat pada Gambar 20. Berdasarkan data survei, 58.6% responden memilih atribut rasa dan tekstur, sedangkan 30.5% responden memilih atribut penampakan dan kesegaran. Atribut rasa merupakan karakter sensori yang penting dalam produk pangan. Atribut rasa juga menjadi experience quality yang cukup penting untuk mendukung pembelian kembali produk pangan kemasan. Karakter sensori seperti rasa memiliki efek yang spesifik pada pemilihan makanan oleh konsumen (Clark 1998). Sementara itu, penampakan dan kesegaran pada produk pangan merupakan atribut yang mudah diamati. Kerusakan fisik yang menyebabkan perubahan penampakan dapat menurunkan penerimaan sensori konsumen terhadap produk pangan kemasan. Kerusakan ini juga berkaitan dengan kerusakan kemasan pangan yang telah dijelaskan sebelumnya. Gambar 20. Persentase pemilihan atribut mutu sensori 3. Atribut Mutu Nilai atau Manfaat Atribut mutu nilai atau manfaat mencerminkan nilai tambah yang diberikan oleh produk pangan kemasan. Gambar 21 menunjukkan persentase responden dalam memilih atribut yang berkaitan dengan nilai atau manfaat pada produk pangan kemasan. Sebanyak 53.7% responden memilih atribut kelengkapan gizi (integritas komposisi) sebagai nilai tambah pada produk pangan kemasan. Hal ini mengindikasikan responden mengharapkan kandungan gizi yang cukup pada produk pangan kemasan. Persentase atribut tersebut jauh lebih tinggi dari nilai atau manfaat yang menjadi tujuan utama produk pangan kemasan, yaitu kemasan, daya tahan, dan kemudahan penyajian. Olson dan Jacoby menemukan bahwa merek dagang dan komposisi produk merupakan faktor terpenting untuk mengetahui mutu produk (Caswell et al. 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lakni dan Mudalige (2009), 62.2% responden menginginkan adanya integritas komposisi. 42

16 Gambar 21. Persentase pemilihan atribut mutu nilai atau manfaat Kelengkapan gizi (integritas komposisi) dapat diperoleh dengan formulasi bahan baku produk pangan kemasan maupun dengan adanya fortifikasi. Banyak senyawa selain vitamin, mineral, dan asam amino yang ditambahkan pada produk pangan, dan tidak terbatas pada zat-zat gizi, tetapi juga senyawa-senyawa non-gizi seperti antosianin, polifenol, antioksidan, dan lain-lain. Penambahan gizi ini dimaksudkan untuk menggantikan gizi yang hilang selama proses pengolahan pangan maupun untuk meningkatkan nilai gizi produk pangan. Fungsi produk pangan kemasan sebagai bahan makanan utama yang dikonsumsi sehari-hari mendorong produsen untuk meningkatkan kelengkapan gizi pada produknya. 4. Atribut Mutu Proses Atribut proses mencakup aspek-aspek yang berhubungan dengan proses pengolahan produk pangan kemasan seperti bahan baku (asal-usul bahan baku dan produk organik) dan penggunaan teknologi (bioteknologi). Di samping itu, juga berkaitan dengan penanganan selama proses pengolahan berlangsung, seperti keselamatan kerja dan kesejahteraan hewan. Persentase responden dalam memberikan tanggapan tentang tingkat kepentingan atribut proses dapat dilihat pada Tabel 18. Berdasarkan persentase terbesar dari data survei, responden menilai asal-usul bahan baku, aspek organik, dan aspek penanganan selama proses pengolahan sebagai faktor yang sangat penting. Sementara itu, aspek penggunaan bioteknologi dinilai sebagai faktor yang penting. Tabel 18. Tingkat kepentingan atribut mutu proses No Atribut Proses Sangat Penting Penting Cukup Penting Kurang Penting Sangat Kurang Penting (5) (4) (3) (2) (1) 1 Asal-usul bahan (%) Bioteknologi (%) Organik (%) Penanganan (%)

17 Asal-usul bahan pada produk pangan menjadi penting karena merupakan jaminan mutu pangan. Asal-usul produk pangan dapat menyangkut aspek keamanan pangan. Untuk bahan baku yang berasal dari hewan, asal-usul bahan tidak hanya menyangkut keamanan pangan tetapi juga menyangkut aspek kehalalannya. Sementara itu, meningkatnya kesadaran konsumen terhadap aspek kesehatan menyebabkan minat konsumen untuk mengkonsumsi produk organik semakin meningkat. Minat terhadap pangan organik juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti gaya hidup. Menurut Winter dan Davis (2006), pembelian produk organik dapat disebabkan oleh beberapa alasan, termasuk manfaat bagi lingkungan, kesejahteraan hewan, keamanan pekerja, dan persepsi bahwa makanan organik lebih aman dan bergizi. 5. Atribut Informasi atau Indikator Mutu Atribut informasi merupakan bagian dari atribut mutu ekstrinsik. Atribut informasi digunakan oleh konsumen untuk memperoleh informasi tentang mutu produk pangan kemasan yang akan dipilih. Atribut ini berguna bagi konsumen untuk menduga mutu produk pangan kemasan sebelum pembelian. Sebelum dilakukan konsumsi, konsumen belum bisa mengevaluasi mutu intrinsik produk secara keseluruhan yang bersifat search quality, misalnya rasa, aroma, tekstur, nilai, dan lain-lain. Hal serupa juga terjadi pada atribut mutu yang bersifat credence nature. Indikator ekstrinsik dapat mengubah atribut intrinsik credence menjadi indikator atau isyarat ekstrinsik search, yang dapat memfasilitasi evaluasi mutu yang dilakukan oleh pembeli maupun penjual (Caswell 2000). Persentase jumlah responden dalam memilih atribut informasi dapat dilihat pada Gambar 22. Berdasarkan data tersebut, terlihat konsumen sangat bervariasi dalam menentukan indikator mutu produk. Atribut label kemasan memiliki persentase yang tertinggi yaitu sebesar 26.6%. Persentase pemilihan label kemasan yang tinggi menunjukkan konsumen menggunakan desain dan informasi pada label kemasan produk untuk mengevaluasi atribut-atribut mutu yang ada pada produk. Informasi pada label merupakan bentuk dari atribut mutu ekstrinsik yang membantu konsumen untuk menduga mutu dan kinerja produk yang bersifat credence quality, serta mutu produk yang dapat dirasakan oleh konsumen. Kualitas pelabelan juga merupakan sarana untuk meningkatkan nilai jual pada produk pangan kemasan. Peran lain dari label makanan antara lain mempengaruhi desain produk, media iklan, meningkatkan keyakinan konsumen pada mutu pangan, dan edukasi konsumen tentang diet serta aspek kesehatan (Caswell dan Padberg 1992). Gambar 22. Persentase pemilihan atribut informasi atau indikator mutu 44

18 Atribut mutu yang memiliki persentase tertinggi selanjutnya adalah nama produsen dan merek dagang, yaitu masing-masing sebesar 17.7% dan 17.2%. Kedua atribut tersebut memiliki keterkaitan terhadap suatu perusahaan produk pangan. Konsumen masih memiliki mindset terhadap jaminan mutu produk pangan yang diproduksi oleh suatu produsen tertentu. Konsumen menilai terhadap suatu jenis produk pangan kemasan yang dihasilkan oleh suatu produsen memiliki mutu lebih tinggi dari produsen lain. Hal ini dapat disebabkan karena experience quality dari produk yang dihasilkan oleh produsen tersebut sudah dikenal konsumen. Di samping itu juga terdapat faktor lain yang termasuk dalam faktor ekstrinsik yang dapat meningkatkan citra perusahaan dan nilai jual produknya. Atribut informasi lain yang memiliki persentase lebih dari 15% adalah reputasi produk sejenis dan harga produk. Reputasi produk tergolong dalam kelompok expected quality, yaitu memiliki karakter mutu yang diharapkan konsumen. Setelah pembelian, mutu yang diharapkan (expected quality) akan berubah menjadi pengalaman mutu (experience quality), yang akan menentukan pembelian di masa yang akan datang (Lazarova 2010). Reputasi produk juga nantinya dapat mempengaruhi konsumen dalam memilih merek produk pangan kemasan. Sementara itu, harga merupakan faktor klasik dan sampai saat ini masih memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam pendugaan mutu pada produk pangan kemasan. Pada awalnya, penelitian dan model yang berkembang menduga bahwa harga merupakan faktor penting dalam persepsi mutu (Caswell et al. 2002). 6. Atribut Mutu Intrinsik dan Ekstrinsik Persentase kecenderungan responden dalam memilih mutu intrinsik atau ekstrinsik sebagai atribut mutu yang paling penting dalam produk pangan kemasan dapat dilihat pada Gambar 23. Berdasarkan data survei, 86.7% responden memilih mutu intrinsik sebagai mutu yang paling penting pada produk pangan kemasan, sedangkan 13.3% responden memilih mutu ekstrinsik sebagai mutu yang paling penting pada produk pangan kemasan. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa mutu intrinsik memiliki peran yang lebih penting dalam membentuk mutu keseluruhan pada produk pangan kemasan. Gambar 23. Persentase pemilihan mutu intrinsik dan ekstrinsik Meskipun berdasarkan pertimbangan utama responden, atribut mutu ekstrinsik (sertifikasi) memiliki persentase yang lebih besar, tetapi kombinasi atribut mutu intrinsik yang baik lebih berperan dalam membentuk mutu produk pangan kemasan. Menurut Olson dan Jacoby (1972), atribut mutu intrinsik lebih banyak digunakan dan memiliki efek pada persepsi mutu yang lebih besar daripada atribut mutu ekstrinsik. Atribut mutu intrinsik memiliki hubungan yang sangat kuat dengan tujuan dan harapan konsumen dalam mengkonsumsi produk pangan kemasan. 45

19 Sebelum pembelian produk, atribut mutu ekstrinsik memiliki peranan yang lebih kuat. Hal ini disebabkan karena mutu ekstrinsik lebih dominan dalam menawarkan atribut mutu produk. Konsumen akan lebih mempertimbangkan atribut mutu ekstrinsik ketika mereka belum memiliki informasi yang cukup mengenai atribut mutu intrinsik. Menurut Caswell (2000), indikator ekstrinsik dapat mengubah atribut intrinsik credence menjadi indikator atau isyarat ekstrinsik search, yang dapat memfasilitasi evaluasi mutu yang dilakukan oleh pembeli maupun penjual. Setelah melewati tahap konsumsi, konsumen dapat menilai dan merasakan lebih banyak atribut mutu yang terdapat pada produk pangan. Pada kerangka kerja yang disusun Caswell (Gambar 3), mutu yang dapat dirasakan konsumen merupakan atribut mutu yang bersifat intrinsic experience dan intrinsic credence. Kedua atribut ini nantinya akan menjadi tolok ukur dalam membeli produk pangan sejenis di masa yang akan datang. E. HUBUNGAN ANTARA FAKTOR EKONOMI DAN SOSIO DEMOGRAFI TERHADAP ATRIBUT MUTU Faktor ekonomi dan sosio demografi dapat mempengaruhi konsumen dalam memilih atribut mutu yang penting dalam produk pangan kemasan. Faktor tersebut dapat juga mempengaruhi bagaimana tingkat kepentingan suatu atribut mutu pada produk pangan. Hal ini berkaitan dengan sumber daya yang digunakan oleh konsumen dalam memahami dan mengevaluasi tingkat kepentingan atribut mutu pada produk pangan kemasan. Di samping itu juga berkaitan dengan pola berpikir konsumen dan faktor lain yang berasal dari lingkungan yang dapat mempengaruhi pemikiran konsumen tersebut. Oleh karena itu, analisis korelasi diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara faktor ekonomi dan sosio demografi terhadap atribut mutu produk pangan kemasan. Faktor ekonomi dan sosio demografi yang digunakan (independent) meliputi tingkat usia, pendidikan, dan pendapatan. Sementara itu faktor yang diamati (dependent) meliputi data tingkat kepentingan atribut mutu umum. Data ini dapat dilihat pada kuesioner soal B2 pada Lampiran 1. Hasil analisis korelasi antara tiga faktor independent (ekonomi dan sosio demografi) terhadap 10 dependent (tingkat kepentingan atribut mutu umum) menghasilkan 30 korelasi. Hasil korelasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6, 7, dan 8. Berdasarkan besar nilai signifikansinya, terdapat tujuh korelasi yang signifikan yaitu korelasi yang memiliki nilai signifikansi kurang dari Korelasi juga dilihat dari nilai koefisien korelasinya. Korelasi yang dihasilkan akan semakin kuat apabila nilai koefisien korelasinya mendekati satu. Hasil korelasi yang signifikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 19. Hasil korelasi yang signifikan terdiri dari tiga korelasi yang berhubungan dengan atribut mutu intrinsik dan empat korelasi yang berhubungan dengan atribut mutu ekstrinsik. Tabel 19. Korelasi antara faktor ekonomi dan sosio demografi terhadap tingkat kepentingan atribut mutu umum No Faktor Atribut Mutu Nilai Nilai Koefisien Signifikansi Korelasi 1 Usia Sensori Intrinsik Tingkat pendidikan Keamanan pangan Tingkat pendapatan Keamanan pangan Tingkat pendidikan Produsen Tingkat pendapatan Harga Ekstrinsik 6 Usia Harga Tingkat pendapatan Produsen

20 Korelasi yang pertama adalah faktor usia responden terhadap tingkat kepentingan atribut mutu sensori. Korelasi tersebut memiliki nilai koefisien korelasi Karena koefisiennya bernilai negatif maka pertambahan usia responden cenderung menyebabkan atribut sensori dinilai kurang penting oleh responden. Pada usia responden yang lebih tinggi, penilaian mutu pada produk pangan tidak mutlak terfokus pada atribut sensori. Responden akan lebih selektif dalam memilih produk pangan yang akan dikonsumsi. Pertambahan usia juga dapat menyebabkan penurunan fungsi sensori individu. Hal ini menyebabkan pemilihan produk pangan menjadi lebih didasarkan pada peningkatan kualitas hidup dan pemeliharaan kesehatan. Korelasi yang kedua adalah faktor tingkat pendapatan responden terhadap tingkat kepentingan atribut mutu keamanan pangan. Korelasi tersebut memiliki nilai koefisien korelasi Koefisien korelasi yang bernilai positif menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka responden akan menilai semakin penting atribut keamanan pangan. Tingkat pendidikan responden memegang peranan penting dalam meningkatkan pemahaman responden terhadap pentingnya faktor keamanan pada produk pangan kemasan. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden menyebabkan kesadaran responden terhadap keamanan pangan meningkat. Di samping itu, responden semakin memahami kriteria keamanan pangan pada produk pangan yang dikonsumsinya. Korelasi yang ketiga adalah faktor tingkat pendapatan responden terhadap tingkat kepentingan atribut mutu keamanan pangan. Korelasi ini memiliki nilai koefisien korelasi Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat pendapatan responden, maka atribut keamanan pangan dinilai menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan responden memiliki cukup sumber daya untuk memilih mutu produk yang memiliki atribut mutu keamanan pangan yang dinilai lebih terjamin. Responden akan tetap memilih suatu produk pangan kemasan tertentu yang dinilai lebih aman, walaupun memiliki harga yang lebih mahal. Korelasi yang keempat adalah faktor tingkat pendidikan responden terhadap tingkat kepentingan atribut produsen. Korelasi tersebut memiliki nilai koefisien korelasi sebesar Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikannya, responden cenderung menilai atribut produsen menjadi lebih penting. Atribut produsen merupakan atribut kompleks yang terdiri dari atribut ekstrinsik seperti merek, iklan, reputasi, harga, sertifikasi, dan lain-lain. Setelah dilakukan konsumsi, atribut-atribut mutu tersebut akan menjadi pengalaman mutu (experience quality) dan konsumen akan mengacu pada pembelian selanjutnya (Lazarova 2010). Apabila suatu produsen dinilai memiliki pengalaman mutu yang baik, maka konsumen akan menjadikan produsen tersebut sebagai acuan pembelian produk pangan kemasan di masa yang akan datang. Konsumen dengan tingkat pendidikan yang tinggi (memiliki pengalaman mutu yang lebih banyak) lebih banyak memiliki pertimbangan apabila akan berpindah ke produsen lain. Korelasi yang kelima adalah faktor tingkat pendapatan terhadap tingkat kepentingan atribut harga. Korelasi tersebut memiliki nilai koefisien korelasi Nilai koefisien korelasi yang bernilai negatif menunjukkan semakin tinggi tingkat pendapatannya, responden akan menilai atribut harga menjadi kurang penting. Responden dengan pendapatan yang tinggi memiliki sumber daya yang cukup dan mampu membeli produk pangan kemasan yang dianggap memiliki mutu yang lebih baik, walaupun memiliki harga yang relatif lebih mahal. Korelasi yang keenam adalah faktor usia responden terhadap tingkat kepentingan atribut harga. Korelasi tersebut memiliki nilai koefisien korelasi sebesar Nilai koefisien yang bernilai negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi usia responden maka atribut harga dinilai kurang penting atau kurang diperhatikan. Peningkatan usia responden yang diimbangi dengan meningkatnya taraf hidup menyebabkan harga dianggap menjadi kurang penting. Di samping itu, peningkatan usia responden 47

21 cenderung meningkatkan taraf pendidikan sehingga responden memilih produk pangan kemasan yang dinilai memiliki mutu lebih baik, walaupun memiliki harga yang lebih mahal. Korelasi yang ketujuh adalah faktor tingkat pendapatan terhadap tingkat kepentingan atribut produsen. Korelasi tersebut memiliki nilai koefisien korelasi sebesar Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan responden, maka responden akan menilai atribut produsen menjadi semakin penting. Atribut produsen memiliki segmen tersendiri dalam pemasaran. Konsumen dengan pendapatan yang lebih tinggi juga akan mempertahankan konsumsi produk (merek atau produsen) karena mereka telah memiliki kepercayaan terhadap produsen produk pangan kemasan tertentu dan mampu mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk mendapatkan mutu produk yang sama. Penilaian terhadap atribut mutu produk pangan memiliki cakupan faktor yang sangat beragam. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai koefisien korelasi yang diperoleh berkisar antara Nilai ini masih jauh dari tingkat korelasi yang kuat yaitu nilai koefisien yang mendekati angka satu. Hal ini dapat disebabkan karena persepsi konsumen yang tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja. Namun, lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Di samping itu, terdapat faktor lain yang berasal dari lingkungan yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen dalam menilai atribut mutu produk pangan kemasan. Faktor tersebut dapat mempengaruhi konsumen dalam menentukan isyarat mutu maupun atribut mutu yang akan diterima. F. ANALISIS FAKTOR ATRIBUT MUTU Konsumen memiliki persepsi yang berbeda dalam menilai atribut mutu pada produk pangan kemasan, terutama mengenai tingkat kepentingan atribut mutu umum. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena faktor eksternal konsumen seperti faktor ekonomi dan sosio demografi. Pola yang terbentuk dari hasil penilaian responden dapat digunakan untuk mengetahui posisi atau peran tiap atribut mutu. Di samping itu juga untuk mengetahui bagaimana hubungan antar atribut mutu sehingga diperoleh pengelompokan atribut mutu yang baru. Kelompok atribut mutu baru yang terbentuk dapat menunjukkan persepsi mutu pada kelompok konsumen tertentu. Dalam penelitian ini menunjukkan persepsi konsumen yang berada di wilayah Jabodetabek. Analisis faktor pada sepuluh atribut mutu umum menghasilkan tiga faktor (kelompok) atribut mutu yang baru. Kelompok atribut mutu yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 20, sedangkan component plot ketiga faktor dapat dilihat pada Gambar 24. Pengelompokan tiap atribut ke salah satu faktor didasarkan atas nilai factor loadings tertinggi di antara ketiga faktor. Faktor yang terbentuk menunjukkan adanya korelasi antar atribut mutu yang tergolong di dalamnya. Factor loadings dapat digunakan untuk mengetahui peranan masing-masing variabel yang dalam suatu faktor (Suliyanto 2005). Semakin besar factor loading-nya, maka semakin besar pengaruh variabel (atribut mutu) yang ada dalam suatu faktor. Sementara itu, penamaan faktor yang terbentuk berdasarkan peran atribut mutu sebagai faktor intrinsik, ekstrinsik, serta dimensi lingkungan informasi (search nature, experience nature, dan credence nature). 48

22 Tabel 20. Hasil analisis faktor pada atribut mutu umum produk pangan kemasan Atribut Factor Loadings Gizi 0.728* Proses 0.690* Sertifikasi 0.659* Keamanan 0.640* Sensori ** Nilai ** Harga ** Produsen *** Iklan *** Kemasan *** Keterangan: *. Faktor 1 **. Faktor 2 ***. Faktor 3 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 1 Gambar 24. Component plot atribut mutu umum produk pangan kemasan Faktor yang pertama terdiri dari atribut mutu gizi, proses, sertifikasi, dan keamanan pangan. Ketiga atribut (gizi, proses, dan keamanan pangan) termasuk dalam atribut mutu intrinsik. Sementara itu, sertifikasi merupakan atribut ekstrinsik. Atribut sertifikasi dapat berhubungan dengan ketiga atribut yang lain. Hal ini disebabkan karena adanya sertifikasi dapat menjamin mutu dalam aspek gizi, proses, dan keamanan pangan. Oleh karena itu, faktor ini dapat digeneralisasikan menjadi faktor intrinsik credence. Artinya, atribut dalam faktor ini tidak dapat dievaluasi secara langsung oleh konsumen, tetapi konsumen mendapatkan jaminan dari produsen dalam bentuk sertifikasi. Faktor kedua terdiri dari atribut sensori, nilai, dan harga. Seperti pada faktor pertama, faktor ini juga terdiri dari atribut mutu intrinsik dan ekstrinsik. Harga termasuk dalam atribut mutu ekstrinsik. Namun, harga dapat menjadi variabel dependent ketika atribut sensori dan nilai diubah. Atribut sensori dan nilai yang lebih baik cenderung meningkatkan harga produk. Faktor kedua dapat digeneralisasi menjadi atribut intrinsik search. Dalam hal ini, search diartikan sebagai atribut intrinsik 49

23 yang dapat diduga mutunya sebelum pembelian produk. Evaluasi terhadap ketiga atribut tersebut secara langsung oleh konsumen dilakukan setelah produk dikonsumsi. Faktor yang ketiga terdiri dari atribut produsen, iklan, dan kemasan. Ketiga atribut tersebut termasuk dalam atribut mutu ekstrinsik. Atribut produsen memiliki pengaruh yang lebih kuat dibandingkan atribut lain dalam faktor ini. Produsen berpengaruh dalam menentukan atribut mutu yang lain, terutama atribut mutu yang bersifat ekstrinsik. Atribut produsen, iklan, dan kemasan cenderung pada menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan nilai jual produk pangan kemasan. Karena ketiga atribut dalam faktor ini termasuk dalam atribut ekstrinsik, maka faktor ini dapat langsung digeneralisasikan sebagi atribut ekstrinsik. Ketiga kelompok atribut mutu yang terbentuk dari analisis faktor ini dapat digunakan untuk membuat model penerimaan mutu konsumen di wilayah Jabotetabek. Bagan model penerimaan mutu konsumen dapat dilihat pada Gambar 25. Bagan mutu tersebut menunjukkan kelompok atribut mutu yang terbentuk pada konsumen di wilayah Jabodetabek berdasarkan hasil penilaian responden survei. Di samping itu juga menjelaskan pengaruh ketiga kelompok atribut mutu terhadap persepsi dan preferensi konsumen terhadap atribut mutu produk pangan kemasan. Gambar 25. Bagan model penerimaan mutu konsumen Konsumen menerima informasi tentang produk pangan kemasan yang berupa atribut intrinsik credence, atribut intrinsik search, dan atribut ekstrinsik. Atribut mutu intrinsik merupakan atribut mutu yang berhubungan dengan tujuan konsumsi yang dilakukan konsumen. Di sisi lain, atribut mutu ekstrinsik mempengaruhi konsumen dalam hal daya tarik produk. Atribut mutu ekstrinsik dapat digunakan sebagai faktor untuk meningkatkan mutu produk secara keseluruhan ketika atribut mutu intrinsik tidak dapat ditingkatkan lagi. Konsumen menggabungkan atribut mutu yang telah dipilih, dievalusi, dan dirasakan menjadi persepsi mutu. Setelah pembelian, konsumen dapat menilai antara mutu produk yang ditawarkan (aktual) dengan mutu produk yang diharapkan (expected quality). Kemudian mutu yang diharapkan (expected quality) akan berubah menjadi pengalaman mutu (experience quality), yang akan menentukan pembelian di masa yang akan datang. 50

24 G. PROFIL KONSUMSI PRODUK MI INSTAN 1. Konsumsi Mi Instan Dari 203 responden yang mengikuti survei, sebanyak 202 responden (99.5%) pernah mengkonsumsi produk mi instan. Dapat diartikan bahwa produk mi instan merupakan salah satu produk pangan kemasan yang dikonsumsi secara luas oleh masyarakat di wilayah Jabodetabek. Frekuensi konsumsi produk mi instan per minggu dapat dilihat pada Gambar 26. Berdasarkan data tersebut, frekuensi konsumsi paling banyak adalah antara 0-4 kali per minggu. Sebesar 56.4% responden mengkonsumsi mi instan 1-2 kali per minggu dan sebesar 20.8% responden mengkonsumsi mi instan sebanyak 3-4 kali per minggu. Di samping itu, 20.8% responden jarang mengkonsumsi mi instan, artinya dalam satu minggu belum tentu mengkonsumsi mi instan. Gambar 26. Frekuensi konsumsi produk mi instan Frekuensi konsumsi mi instan dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan sosio demografi. Tabel 21 menunjukkan hasil korelasi antara faktor ekonomi dan sosio demografi terhadap frekuensi konsumsi produk mi instan. Faktor usia dan tingkat pendapatan berkorelasi negatif terhadap frekuensi konsumsi produk mi instan. Semakin tinggi usia atau tingkat pendapatan responden, maka semakin rendah konsumsi produk mi instan. Pertambahan usia dan tingkat pendapatan menyebabkan konsumen lebih selektif dalam memilih jenis makanan dan cenderung menghindari makanan yang bersifat instan. Tabel 21. Korelasi antara faktor ekonomi dan sosio demografi terhadap frekuensi konsumsi produk mi instan No Faktor Signifikansi Koefisien korelasi 1 Usia Pendidikan Pendapatan Waktu Konsumsi Mi Instan Waktu konsumsi mi instan bervariasi di antara responden. Gambar 27 menunjukkan persentase waktu konsumsi mi instan yang dilakukan oleh responden. Responden paling banyak mengkonsumsi mi instan pada waktu malam hari, yaitu sebesar 66.3%. Frekuensi konsumsi terbanyak kedua adalah pagi hari (32.2%). Berdasarkan data tersebut, responden cenderung mengkonsumsi produk mi instan 51

25 pada waktu pagi dan malam hari. Nilai convenience atau kemudahan penyajian menjadi faktor penting yang mendukung konsumsi produk mi instan pada kedua waktu tersebut. Gambar 27. Waktu konsumsi produk mi instan 3. Jenis Mi Instan yang Dikonsumsi Gambar 28 menunjukkan diagram batang persentase jenis mi instan yang pernah dikonsumsi oleh responden. Dari hasil data tersebut terlihat produk mi instan kuah biasa merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi (95.0%). Konsumsi mi instan gelas dan cup noodle memiliki persentase yang hampir sama, yaitu masing-masing sebesar 40.6% dan 44.1%. Sementara itu, mi instan jenis bowl noodle paling jarang dikonsumsi oleh responden. Preferensi konsumen terhadap jenis mi instan dapat disebabkan karena minat konsumen terhadap jenis produk mi instan tertentu dan juga ketersediaan produk mi instan yang ada di pasaran. Di samping itu juga dapat disebabkan karena faktor lain yang berkaitan dengan atribut mutu yang terdapat pada mi instan. Penjelasan mengenai atribut mutu pada keempat jenis mi instan dapat dilihat pada bab atribut mutu pada mi instan. Gambar 28. Persentase konsumsi empat jenis mi instan 52

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TAHAPAN PENELITIAN Penelitian dibagi menjadi lima tahap, yaitu (1) penyusunan kuesioner, (2) pembuatan kuesioner online, (3) uji coba kuesioner, (4) pengumpulan data, dan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK 00.05.52.0685 TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI,

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian dan pengukuran yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label PENDAHULUAN Latar Belakang Label merupakan salah satu alat komunikasi untuk menyampaikan sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label yang disusun secara baik akan memudahkan konsumen

Lebih terperinci

lingkup perkantoran pemerintah Kota Depok. Adapun kegiatan tersebut dilakukan 1 hari dalam seminggu yaitu pada hari Selasa. Seluruh pegawai negeri sip

lingkup perkantoran pemerintah Kota Depok. Adapun kegiatan tersebut dilakukan 1 hari dalam seminggu yaitu pada hari Selasa. Seluruh pegawai negeri sip PERANCANGAN PROSES PRODUKSI BUBUR KENTANG SIAP SAJI DENGAN MEMPERHATIKAN KEINGINAN KONSUMEN Grace Elizabeth Grace Elizabeth (grace_miong@yahoo.com) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP MEREK DAN LEAFLET

BAB VI PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP MEREK DAN LEAFLET BAB VI PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP MEREK DAN LEAFLET 6.1. Persepsi Responden Terhadap Merek Pada penelitian ini responden diminta untuk mengisi kuesioner terkait dengan penilaian mereka terhadap desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat. bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat. bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud adalah

Lebih terperinci

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal

Lebih terperinci

VI. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK MINUMAN SARI BUAH MINUTE MAID PULPY ORANGE DI KOTA BOGOR

VI. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK MINUMAN SARI BUAH MINUTE MAID PULPY ORANGE DI KOTA BOGOR VI. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK MINUMAN SARI BUAH MINUTE MAID PULPY ORANGE DI KOTA BOGOR 6.1. Karakteristik Konsumen Minute Maid Pulpy Orange Karakteristik konsumen pada penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Obyek Penelitian Penelitian ini mengambil obyek yaitu produk minuman susu sereal UHT produksi sebuah perusahaan makanan dan minuman yang berada di Cakung. Bahan baku yang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. PT. Heinz ABC Indonesia (Heinz ABC) adalah salah satu anak perusahaan dari H.J. Heinz

PEMBAHASAN. PT. Heinz ABC Indonesia (Heinz ABC) adalah salah satu anak perusahaan dari H.J. Heinz IV. PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan PT. Heinz ABC Indonesia (Heinz ABC) adalah salah satu anak perusahaan dari H.J. Heinz Company Limited, sebuah perusahaan multinasional berbasis di Amerika Serikat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 39 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gaya hidup sehat dan masuknya trend mengkonsumsi frozen yoghurt sejak tahun 2008 di Indonesia

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.792, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Label Gizi. Acuan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN A. Orientasi Kancah Penelitian Subyek yang diteliti pada penelitian ini adalah istri (wanita) pada pasangan suami istri yang terikat dalam perkawinan. Istri

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.710, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Minuman. Khusus. Ibu Hamil. Menyusui. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Karakteristik Responden Penulis telah menyebarluaskan kuesioner guna mendapatkan data mengenai karakteristik responden dalam penelitian ini. Berikut adalah hasil

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Latar Belakang... 1

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Latar Belakang... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 4 1.3

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber pangan yang diharapkan masyarakat yaitu memiliki nilai gizi tinggi serta menyehatkan. Salah satu sumber gizi yang tinggi terdapat pada bahan pangan kedelai, yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. responden yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. responden yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Diskripsi responden digunakan untuk mengidentifikasi karakteristikkarakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan lama

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENGARUH HARGA, MEREK, DAN NEGARA ASAL TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PRODUK SUSU FORMULA BALITA DI PURWOREJO

PENGARUH HARGA, MEREK, DAN NEGARA ASAL TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PRODUK SUSU FORMULA BALITA DI PURWOREJO PENGARUH HARGA, MEREK, DAN NEGARA ASAL TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PRODUK SUSU FORMULA BALITA DI PURWOREJO Puput Arim Nurjanah Email:arumpuput@yahoo.com ABSTRAK Evaluasi alternatif merupakan aktivitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Untuk mengetahui keinginan konsumen akan minuman kesehatan, kepuasan konsumen merupakan salah satu faktor terpenting yang harus diperhatikan oleh perusahaan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN TERPAAN PROGRAM PENDIDIKAN DEMOKRASI PEMILOS TVKU, INTENSITAS KETERLIBATAN PEMILIH DAN SOSIALISASI KPU KOTA SEMARANG TERHADAP

BAB III HASIL PENELITIAN TERPAAN PROGRAM PENDIDIKAN DEMOKRASI PEMILOS TVKU, INTENSITAS KETERLIBATAN PEMILIH DAN SOSIALISASI KPU KOTA SEMARANG TERHADAP BAB III HASIL PENELITIAN TERPAAN PROGRAM PENDIDIKAN DEMOKRASI PEMILOS TVKU, INTENSITAS KETERLIBATAN PEMILIH DAN SOSIALISASI KPU KOTA SEMARANG TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH PEMULA 3.1 Validitas dan Reliabilitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv vii xiv xx BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian 1. Objek Penelitian Menurut Sugiyono (2015) objek penelitian merupakan suatu atribut atau penilaian orang, subjek atau kegiatan yang mempunyai variasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak menghasilkan variasi pangan yang dapat di konsumsi. Dengan banyak

BAB I PENDAHULUAN. banyak menghasilkan variasi pangan yang dapat di konsumsi. Dengan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman yang modern ini, pembangunan dan perkembangan perekonomian terkhususnya di bidang industri dan perdagangan nasional telah banyak menghasilkan variasi pangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.708, 2013 BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

ANALISIS ATRIBUT MUTU PADA PRODUK PANGAN KEMASAN DAN MI INSTAN MENGGUNAKAN KLASIFIKASI CASWELL SKRIPSI MUHAMMAD MAQFURI F

ANALISIS ATRIBUT MUTU PADA PRODUK PANGAN KEMASAN DAN MI INSTAN MENGGUNAKAN KLASIFIKASI CASWELL SKRIPSI MUHAMMAD MAQFURI F ANALISIS ATRIBUT MUTU PADA PRODUK PANGAN KEMASAN DAN MI INSTAN MENGGUNAKAN KLASIFIKASI CASWELL SKRIPSI MUHAMMAD MAQFURI F24070009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ANALYSIS

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA KONSUMEN SARI ROTI (STUDY KASUS MAHASISWA DAN MAHASISWI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA)

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA KONSUMEN SARI ROTI (STUDY KASUS MAHASISWA DAN MAHASISWI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA) PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA KONSUMEN SARI ROTI (STUDY KASUS MAHASISWA DAN MAHASISWI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA) Nama : Bianda Tristantiana NPM : 11212450 Jurusan : Manajemen (S1) Pembimbing

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian berlokasi di lingkungan Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin, Makassar dan obyek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kebutuhan konsumen akan selalu mengalami perubahan dalam hidupnya sejalan dengan perubahan keadaan sosial ekonomi dan budaya yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetap konsisten dipasar, oleh karenanya dituntut untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. tetap konsisten dipasar, oleh karenanya dituntut untuk dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era persaingan, semua pelaku bisnis yang ingin tetap konsisten dipasar, oleh karenanya dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Tuntutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesediaan Membayar ( Willingness to Pay )

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesediaan Membayar ( Willingness to Pay ) II. TINJAUAN PUSTAKA Kajian mengenai kesediaan membayar beras analog belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun ada beberapa kajian yang terkait dengan topik Willingness to Pay khususnya dalam menilai manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, which are part of human diet. Artinya adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Responden Penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Responden Penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner 48 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 34 responden, yang merupakan pengguna produk

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENCANTUMAN INFORMASI TANPA BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat penelitian berlangsung. Terdapat 3 karakteristik responden yang. Tabel 5.1

BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat penelitian berlangsung. Terdapat 3 karakteristik responden yang. Tabel 5.1 1 BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakterisitik Responden Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar sebanyak 100 orang yang penulis temui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Uraian berikut berisi hasil dari pengujian (try-out) dari kuesioner dalam penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Uraian berikut berisi hasil dari pengujian (try-out) dari kuesioner dalam penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Pengujian Kuesioner Penelitian Uraian berikut berisi hasil dari pengujian (try-out) dari kuesioner dalam penelitian ini. Pengujian ini meliputi analisis

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN PELABELAN DAN IKLAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan Pengertian (1) Label

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 54 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Validitas Untuk mengetahui tingkat validitas dari setiap pernyataan dalam kuisioner, digunakan rumus korelasi product

Lebih terperinci

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2005 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. obyek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau

METODE PENELITIAN. obyek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI BERAS ORGANIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI BERAS ORGANIK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI BERAS ORGANIK (Studi Kasus : JaPPSA, Brastagi Supermarket dan Carrefour Plaza Medan Fair) Nurul Ildrakasih 1), Diana Chalil 2), dan Sri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 28 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Responden Adapun deskripsi karakteristik responden dari penelitian ini meliputi jenis kelamin dan usia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. bantu SPSS. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah pernyataan pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. bantu SPSS. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah pernyataan pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji itas dan Reabilitas 4.1.1 Uji itas Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan analisis faktor menggunakan alat bantu SPSS. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. No.81, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Toserba Yogya Plaza Indah Bogor di Jalan KH.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Toserba Yogya Plaza Indah Bogor di Jalan KH. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Toserba Yogya Plaza Indah Bogor di Jalan KH. Sholeh Iskandar Kota Bogor. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnis karena kebutuhan dan keinginan konsumen yang pada

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnis karena kebutuhan dan keinginan konsumen yang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan jaman yang semakin maju dan modern, ketatnya persaingan dalam dunia industri menuntut setiap perusahaan untuk peka dalam mengantisipasi segala kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan kimia yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Menurut Syamsir (2011), salah satu industri pengolahan minuman yang memiliki prospek yang semakin baik adalah industri yoghurt. Hal ini terkait nilai tambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PEMANFAATAN TELEVISI UNTUK MENINGKATKAN PORTFOLIO AGROINDUSTRI: KASUS IKLAN-TV PRODUK MINUTE MAID PULPY ORANGE

EFEKTIFITAS PEMANFAATAN TELEVISI UNTUK MENINGKATKAN PORTFOLIO AGROINDUSTRI: KASUS IKLAN-TV PRODUK MINUTE MAID PULPY ORANGE EFEKTIFITAS PEMANFAATAN TELEVISI UNTUK MENINGKATKAN PORTFOLIO AGROINDUSTRI: KASUS IKLAN-TV PRODUK MINUTE MAID PULPY ORANGE Febby A. Kemalasari, Tatiek K. Andajani, Soekartawi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%) Perempuan Laki-Laki

Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%) Perempuan Laki-Laki BAB V KARAKTERISTIK, TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN RESPONDEN, DAN EKUITAS MEREK 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga berhubungan dengan tingkat pengetahuan,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN ABSTRAK...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR BAGAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek dan Subyek Penelitian 1. Gambaran Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah smartphone Samsung. Samsung merupakan salah satu produk smartphone

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 61 BAB IV ANALISIS DATA Dalam Bab IV ini, hasil dari perhitungan statistik dianalisis dan dibahas. Perhitungan statistik dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 17.00. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR MUTU GIZI, PELABELAN, DAN PERIKLANAN SUSU FORMULA PERTUMBUHAN DAN FORMULA PERTUMBUHAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Produk Sayur Organik Untuk mensuplai kebutuhan sayur, pihak Super Indo menjalin kerjasama dengan petani setempat. Sebut saja Kelompok Tani Tranggulasi Magelang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan tidak boleh menganggap hal ini menjadi ketakutan, tetapi akan lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan tidak boleh menganggap hal ini menjadi ketakutan, tetapi akan lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan merupakan suatu hal yang biasa terjadi di dalam dunia bisnis. Perusahaan tidak boleh menganggap hal ini menjadi ketakutan, tetapi akan lebih baik

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) 62 LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampiran 2. Checklist Kesesuaian Pencantuman Label I II N O JENIS PRODUK 1 2 3 4 5 6 7 8

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dapat memberikan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dapat memberikan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Karakteristik identitas responden adalah profil terhadap obyek penelitian yang dapat memberikan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Persaingan yang semakin ketat, membuat setiap perusahaan harus memiliki suatu keunggulan bersaing agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SUBYEK PENELITIAN DAN ANALISA DATA. subyek penelitian. Subyek penelitian ini adalah konsumen yang pernah

BAB IV GAMBARAN SUBYEK PENELITIAN DAN ANALISA DATA. subyek penelitian. Subyek penelitian ini adalah konsumen yang pernah BAB IV GAMBARAN SUBYEK PENELITIAN DAN ANALISA DATA 4.1 Gambaran Subyek Penelitian Pembahasan dalam uraian ini adalah tentang gambaran subyek penelitian, dimana subyek penelitian ini menggambarkan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pangan yang bergizi tinggi, sehat dan aman dapat dihasilkan bukan hanya dari bahan baku yang pada dasarnya bermutu baik, namun juga dari proses pengolahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupannya, makhluk hidup membutuhkan makanan, karena dari makanan manusia mendapatkan berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat bekerja dengan optimal.

Lebih terperinci

Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data

Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data 47 Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data Bab ini berisi pengumpulan data dan hasil pengolahan data yang dilakukan berdasarkan metodologi yang telah disusun pada Bab 3. 4.1. Data Umum Perusahaan Data yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu dilakukan di Kotamadya Bogor. Hal ini disebabkan Kota Bogor adalah salah

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Bab ini akan menyajikan data data yang telah peneliti dapatkan dari para responden. Data tersebut kemudian diolah dengan bantuan program SPSS 15.0 for Windows. Hasil

Lebih terperinci

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT \ PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 1 TAHUN 2014 T... TENTANG PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. itu telah disebarkan kuesioner kepada 50 orang responden. Oleh karena itu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. itu telah disebarkan kuesioner kepada 50 orang responden. Oleh karena itu BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan bauran promosi di perusahaan snack Ribut di Purwokerto, minat beli konsumen snack Ribut, dan pengaruh pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mencakup latar belakang budaya yang berbeda, perekonomian yang berbeda, dll,

BAB III METODE PENELITIAN. mencakup latar belakang budaya yang berbeda, perekonomian yang berbeda, dll, BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian ini dipilih mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana. Pemilihan lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan, antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food. Menurut hasil penelitian Health Education Authority 2012, usia 15-34 tahun adalah konsumen terbanyak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di 6 sekolah yang terdiri dari SMA dan SMK negeri dan swasta di Kota Bogor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Responden. Berdasarkan karakteristik responden pada Tabel 1, kelompok usia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Responden. Berdasarkan karakteristik responden pada Tabel 1, kelompok usia HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Karakteristik profil responden pada penelitian ini dapat diketahui dari distribusi responden berdasarkan umur, jenis kelamin, jenjang studi, tempat tinggal,

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR3 TAHUN2017 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETENSI KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 34 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kampus IPB Dramaga. Waktu penelitian pada bulan September-Oktober 2009. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh direct marketing terhadap

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh direct marketing terhadap 43 III. METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh direct marketing terhadap pengambilan keputusan pembelian produk XAMthone plus dari PT. UFO BKB Syariah. Objek

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUESIONER Kuesioner sebagai alat ukur dalam rangka mengumpulkan data harus mampu menghasilkan data yang valid dan reliabel. Untuk itu dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Teori Penelitian Terdahulu Analisis Pendapat Responden menggunakan Multi Atribut Fishbein Atribut-atribut Produk Yang Dipertimbangkan Responden Sikap Responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik yang tinggal di

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA 1 TUJUAN PEMBELAJARAN MAHASISWA MEMAHAMI LATAR BELAKANG KONSEP MUTU MAHASISWA MEMAHAMI MASALAH YANG TERJADI DI MASYARAKAT MAHASISWA MEMAHAMI PENGERTIAN MUTU

Lebih terperinci