BAB 1: CATATAN RIWAYAT PENYAKIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1: CATATAN RIWAYAT PENYAKIT"

Transkripsi

1 BAB 1: CATATAN RIWAYAT PENYAKIT IDENTITAS PENDERITA: Nama : Tn. S Tanggal lahir : 25 April 1993 Jenis kelamin : Laki-laki Berat badan : 61 kg Tinggi badan : 162 cm Agama : Islam Alamat : Makassar Tanggal pemeriksaan : 18 Oktober 2014 I. SUBJEKTIF ANAMNESIS KELUHAN UTAMA : Bengkak-bengkak ANAMNESIS TERPIMPIN: Pasien masuk dengan keluhan utama bengkak-bengkak pada kaki, perut dan wajah yang dialami sejak kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Penderita awalnya mengeluh bengkak pada kedua kelopak mata, lalu bengkak ke kaki dan perut. Bengkak pada kemaluan tidak ada. Riwayat bengkak pada kemaluan ada beberapa bulan yang lalu. Bengkak tidak disertai nyeri. Keluhan bengkak-bengkak yang sama seperti sekarang pernah dialami pada bulan Juni tahun Tidak ada mual dan muntah. Demam tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Batuk tidak ada. Sesak ada. Nyeri dada kadang ada. Buang air kecil warna kuning pekat dan volumenya dirasakan berkurang sejak tiga hari terakhir ini. Buang air besar biasa warna kuning kecoklatan. Nafsu makan baik. 1

2 Pasien pernah dirawat inap di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, (RSWS) beberapa bulan yang lalu dengan keluhan yang sama dan telah didiagnosa dengan sindrom nefrotik dan setelah keluar dari rumah sakit, pasien rutin kontrol di poliklinik. Pasien mendapat terapi empat macam obat yaitu furosemide 40 mg (1 tablet 2 kali sehari), captopril 25 mg (1 tablet 3 kali sehari), simvastatin 10 mg (1 tablet sekali sehari), dan methylprednisolone 16 mg (3 tablet sekali sehari). Namun akhir-akhir ini pasien tidak rutin kontrol di poliklinik dan tidak konsumsi obat. Selama pengobatannya pasien belum pernah dibiopsi. Riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus, kanker, lupus disangkal. Riwayat sakit kuning disangkal. Riwayat penyakit infeksi lain seperti malaria, tuberkulosis dan lain-lain juga disangkal. II. OBJEKTIF Status Present 1. Keadaan umum : Sakit sedang Gizi : Cukup Kesadaran : Kompos mentis, GCS 15 (E4 M6 V5) Berat badan : 61 kg Tinggi badan : 162 cm Berat badan ideal (BBI) : ( ) x 90 % = 55,8 kg 2. Tanda vital : Tensi : 150/100 mmhg Nadi : 88 kali/menit Pernapasan : 24 kali/menit Tipe: Vesikuler Suhu : 36,6 o C Kepala : Ekspresi: Normal, tidak nyeri 2

3 Deformitas: Tidak ada Simetris muka: Simetris kiri sama dengan kanan Rambut: Hitam, tebal, sukar dicabut Mata : Eksoptalmus/Enoptalmus : Tidak ada Gerakan bola mata: Dalam batas normal Tekanan bola mata: Dalam batas normal Kelopak mata: Edema palpebra ada Konjungtiva : Tidak pucat Sklera : Tidak ikterik Kornea : Normal, jernih Pupil : Diameter: 2,5 mm/2,5 mm Simetris: isokor, normal Reflek cahaya : +/+ Telinga : Tophi tidak ada Pendengaran dalam batas normal Nyeri tekan di prosesus mastoideus tidak ada Sekret tidak ada Hidung : Bentuk: simetris Perdarahan : tidak ada Sekret : tidak ada Mulut : Bibir: Mukosa bibir basah, sianosis tidak ada 3

4 Gigi geligi : Gusi: Tidak mudah berdarah, pembengkakan tidak ada Lidah : Bentuk normal, warna kemerahan, hiperemis tidak ada, kotor tidak ada, kandidiasis tidak ada, tremor tidak ada Leher : Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada Pembesaran kelenjar gondok: tidak ada DVS : R-2 cm H 2 0 Pembuluh darah : Pulsasi arteri karotis tidak terlihat Kaku kuduk : Tidak ada Tumor : Tidak ada 1. Dada : a. Dinding dada : Inspeksi : Sesak ada, frekuensi pernapasan 24 kali per menit, simetris kiri dan kanan, permukaan dada tidak ada kelainan, petechi tidak ada, retraksi dan penggunaan otot bantu pernapasan tidak ada, iga dan sela iga tidak ada kelainan, fossa jugularis, intra dan supra clavicularis intak tidak ada kelainan, pernapasan thorakal. Bentuk : Normothorax Pembuluh darah : Tidak tampak Buah dada : Simetris kiri dan kanan, gynecomasti tidak ada Sela iga : Tidak ada kelainan Lain-lain : Tidak ada b. Paru : 4

5 Palpasi : Fremitus raba/vokal menurun di basal paru kiri dan kanan, nyeri tekan tidak ada. Perkusi : Paru kiri : Pekak setinggi ICS IX-X Paru kanan : Pekak setinggi ICS IX-X Batas paru hepar : Batas paru hepar ICS VI kanan Batas paru belakang kanan : Setinggi vertebra thorakal IX Batas paru belakang kiri : Setinggi vertebra thorakal IX Auskultasi : Bunyi pernapasan : Vesikuler, menurun di basal dextra et sinistra Bunyi tambahan : Tidak ada. Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) c. Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, massa tidak ada, nyeri tekan tidak ada Perkusi : Pekak relatif ada, batas jantung kanan relatif pada linea sternalis kanan, batas jantung kanan absolut pada linea sternalis kiri, batas jantung kiri relatif pada sela iga 5 linea medioclavicularis kiri. Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bunyi tambahan/murmur tidak ada, gallop tidak ada. Frekuensi jantung 88 x/menit. d. Abdomen Inspeksi : Bentuk cembung, stria tidak ada, ascites ada Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada Hati : Tidak teraba Limpa : Tidak teraba Ginjal : Tidak teraba Lain-lain : Tidak ada Perkusi : Pekak, shifting dullness ada (Volume ~500cc) 5

6 Auskultasi : Peristatik ada kesan normal e. Alat kelamin Edema skrotum tidak ada. Riwayat edema skrotum ada beberapa bulan yang lalu. f. Anus dan rectum Tidak ada kelainan g. Punggung Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tidak ada Nyeri ketok : Tidak ada Lain-lain : Tidak ada h. Ekstremitas Akral hangat, sianosis tidak ada, pitting edema ada pada tungkai III. bawah (pretibial dan dorsum pedis) bilateral. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA 1. Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 17 Oktober 2014 Pemeriksaan 17/10/2014 Nilai Rujukan / Satuan RBC ⁵/mm³ HGB 17.2 L: g/dl HCT % MCV µm³ MCH pg MCHC g/dl PLT ³/mm³ WBC 14.8* L: ³/mm³ Kesan: Leukositosis 2. Pemeriksaan Kimia Darah tanggal 17 Oktober 2014 Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Protein total 2,7 g/dl* 6,7-8,7 g/dl 6

7 Albumin 1,0 g/dl* 3,5-5 g/dl Ureum 74 mg/dl* mg/dl Kreatinin 1,20 mg/dl <1,30 mg/dl SGOT 27 U/L <38 U/L SGPT 19 U/L <41 U/L Elektrolit Natrium Kalium Klorida 128 mmol/l* 4.2 mmol/l 102 mmol/l mmol/l mmol/l mmol/l Trigliserida 697mg/dl* 200 mg/dl Kolesterol total 597 mg/dl* <200 mg/dl Kolesterol HDL 27 mg/dl* >45 mg/dl Kolesterol LDL 461 mg/dl* <130 mg/dl Kesan: Hipoalbuminemia, hiponatremia, hiperlipidemia 3. Pemeriksaan Urin (Urinalisa) PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN Warna Kuning keruh Kuning muda ph Berat jenis 1.030* Protein +++/300* Negatif Glukosa Negatif Negatif Bilirubin Negatif Negatif Urobilinogen Normal Normal Nitrit Negatif Negatif Blood ++/80* Negatif Lekosit Negatif Negatif Vit. C Negatif Negatif Sedimen lekosit 4 <5 Sedimen eritrosis 6* <5 Sedimen torak Negatif Negatif Sedimen Kristal Amorf urat (++) 7

8 Sedimen epitel sel 4 Sedimen lain-lain Negatif Negatif 4. Tes Protein Esbach: >12 gr/dl / volume 500cc IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN USG abdomen atas+bawah (whole abdomen) tanggal : Kesan: - Tanda-tanda glomerulonefritis kronik dextra - Ascites - Efusi pleura bilateral V. RESUME Pasien masuk dengan keluhan utama bengkak-bengkak pada kaki, perut dan wajah yang dialami sejak kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Penderita awalnya mengeluh bengkak pada kedua kelopak mata, lalu bengkak ke kaki dan perut. Bengkak pada kemaluan tidak ada. Riwayat bengkak pada kemaluan ada beberapa bulan yang lalu. Bengkak tidak disertai nyeri. Keluhan bengkak-bengkak yang sama seperti sekarang pernah dialami pada bulan Juni tahun Demam tidak ada, riwayat demam sebelumnya tidak ada. Batuk tidak ada. Sesak ada. Nyeri dada kadang ada. Buang air kecil warna kuning pekat dan volumenya dirasakan berkurang sejak tiga hari terakhir ini. Pasien pernah dirawat inap di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, (RSWS) beberapa bulan yang lalu dengan keluhan yang sama dan telah didiagnosa dengan sindrom nefrotik dan setelah keluar dari rumah sakit, pasien rutin kontrol di poliklinik. Pasien mendapat terapi empat macam obat yaitu 8

9 furosemide 40 mg (1 tablet 2 kali sehari), captopril 25 mg (1 tablet 3 kali sehari), simvastatin 10 mg (1 tablet sekali sehari), dan methylprednisolone 16 mg (3 tablet sekali sehari). Namun akhir-akhir ini pasien tidak rutin kontrol di poliklinik dan tidak konsumsi obat. Selama pengobatannya pasien belum pernah dibiopsi. Riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus, kanker, lupus disangkal. Riwayat sakit kuning disangkal. Riwayat penyakit infeksi lain seperti malaria, tuberkulosis dan lain-lain juga disangkal. Keadaan umum : Sakit sedang/gizi cukup Kesadaran : Kompos mentis GCS : E4-M6-V5 Tensi : 150/100 mmhg Denyut Nadi : 88 kali/menit Pernafasan : 24 kali/menit, tipe vesikuler Suhu : 36,6 C Mata : Edema periorbital ada Thorak/paru : Suara nafas vesikuler, menurun di basal sinistra et. Dextra yaitu setinggi ICS IX-X, ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Jantung : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler Abdomen : Cembung, asites (+), shifting dullnesss ada, hati dan limfa tidak teraba, bising usus (+) normal Ekstremitas : Pitting edema ada pada tungkai bawah (pretibial dan dorsum pedis) bilateral Genitalia : Edema skrotum tidak ada. Riwayat edema skrotum ada beberapa bulan yang lalu. VI. ASSESMENT a. Sindrom Nefrotik et causa idiopatik kasus relaps b. Hipertensi grade I c. Hiponatremia 9

10 d. Dislipidemia VII. PENATALAKSANAAN Bedrest Diet rendah garam 2 gram/hari, rendah lemak, asupan protein dibatasi 0,8-1,0 gr/kgbb/hari. Terapi diuretik (loop diuretic): Furosemid 40 mg/24 jam/oral (pagi) dengan evaluasi elektrolit secara rutin. Terapi kortikosteroid: methylprednisolone 16 mg (3 tablet sekali sehari) Anti proteinurik dan anti hipertensi (ACE inhibitor): Captopril 25 mg/8 jam/oral. Anti dislipidemia: Simvastatin 10 mg/24 jam/oral (malam) Koreksi hipoalbuminemia: Transfusi albumin 25% 1 botol/hari selama 4 hari VIII. USULAN PEMERIKSAAN Balance cairan dan ukur berat badan setiap hari Foto thoraks posterior anterior (PA) IX. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam 10

11 X. FOLLOW UP Tanggal Follow up 18/10/14 S: Bengkak-bengkak pada kaki, perut dan wajah O: Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis Bp: 160/120mmHg, HR: 78x/menit, RR: 24x/menit, Temp: 37 C Mata: Anemis tidak ada, ikterus tidak ada Leher: DVS R+2 cm H20 Thorax: Sesak ada. RR: 24x/menit. Bunyi pernapasan vesikuler menurun di basal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen: Peristaltik ada kesan normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas: Pitting edema (pretibial dan dorsum pedis) bilateral Lab: RBC: 5.700, WBC: , HGB: 17.2, HCT: 47.8, MCV/MCH: 84/30.2, MCHC: 36.0, PLT: Protein total: 2.7, Albumin: 1.0, Ur/Cr: 74/1.20, SGOT/GPT: 27/19, Na/K/Cl: 128/4.2/102, Trigliserida: 697, Kolesterol total: 597, HDL: 27, LDL: 461 A: Sindrom nefrotik et causa idiopatik kasus relaps Hipertensi grade I Hipoalbuminemia Hiponatremia Dislipidemia Suspek efusi pleura bilateral et causa sindrom nefrotik P: R/ Bedrest 11

12 Diet rendah garam, asupan protein dibatasi 0,8-1,0 g/kgbb/hari 1x/hari) Atasi edema dan ascites dengan loop diuretic : - Furosemide 40mg/24jam/oral (pagi) Atasi proteinuria dan hipertensi : - Captopril 25mg/8jam/oral Atasi sindrom nefrotik et causa idiopatik : - Methylprednisolone (16 mg) 48mg/24jam/oral (3 tablet Atasi dislipidemia : - Simvastatin 10 mg/24jam/oral Koreksi hipoalbuminemia : - Transfusi albumin 25% 1 botol/hari Urinalisa, protein Esbach USG abdomen, Foto thorax PA Biopsi ginjal 19/10/14 S: Pasien mengeluh nyeri dada dan merasa agak sesak. O: Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis Bp: 150/100mmHg, HR: 88x/menit, RR: 28x/menit, Temp: 36,6 C Mata: Anemis tidak ada, ikterus tidak ada Leher: DVS R+2 cm H20 Thorax: Sesak ada. RR: 28x/menit. Bunyi pernapasan vesikuler menurun di basal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen: Peristaltik ada kesan normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas: Pitting edema (pretibial dan dorsum pedis) bilateral Lab: Urinalisa: Protein +++/300, blood ++/80 12

13 Protein Esbach: >12gr/dL/500cc urin A: Sindrom nefrotik et causa idiopatik kasus relaps Hipertensi grade I Hipoalbuminemia Hiponatremia Dislipidemia Suspek efusi pleura bilateral et causa sindrom nefrotik P: R/ Bedrest Diet rendah garam, asupan protein dibatasi 0,8-1,0 g/kgbb/hari 1x/hari) Atasi edema dan ascites dengan loop diuretic : - Furosemide 40mg/24jam/oral (pagi) Atasi proteinuria dan hipertensi : - Captopril 25mg/8jam/oral Atasi sindrom nefrotik et causa idiopatik : - Methylprednisolone (16 mg) 48mg/24jam/oral (3 tablet Atasi dislipidemia : - Simvastatin 10 mg/24jam/oral Koreksi hipoalbuminemia : - Transfusi albumin 25% 1 botol/hari USG abdomen, Foto thorax PA Biopsi ginjal 20/10/14 S: Nyeri dada dan sesak. O: Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis Bp: 140/100mmHg, HR: 92x/menit, RR: 28x/menit, Temp: 36,9 C Mata: Anemis tidak ada, ikterus tidak ada Leher: DVS R+2 cm H20 13

14 Thorax: Sesak ada. RR: 28x/menit. Bunyi pernapasan vesikuler, menurun di basal dextra et sinistra, rhonkhi tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen: Peristaltik ada kesan normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas: Pitting edema (pretibial dan dorsum pedis) bilateral Radiologi: USG abdomen atas+bawah (whole abdomen) Kesan: i. Tanda-tanda glomerulonefritis kronik dextra ii. Ascites iii. Efusi pleura bilateral A: Sindrom nefrotik et causa idiopatik kasus relaps Hipertensi grade I Hipoalbuminemia Hiponatremia Dislipidemia Efusi pleura bilateral et causa sindrom nefrotik P: R/ Bedrest Diet rendah garam, asupan protein dibatasi 0,8-1,0 g/kgbb/hari Atasi edema dan ascites dengan loop diuretic : - Furosemide 40mg/24jam/oral (pagi) Atasi proteinuria dan hipertensi : - Captopril 25mg/8jam/oral Atasi sindrom nefrotik et causa idiopatik : - Methylprednisolone (16 mg) 48mg/24jam/oral (3 tablet 1x/hari) 14

15 Atasi dislipidemia : - Simvastatin 10 mg/24jam/oral Koreksi hipoalbuminemia : - Transfusi albumin 25% 1 botol/hari Foto thorax PA Biopsi ginjal 21/10/14 S: Bengkak-bengkak pada kaki, perut dan wajah. Sesak dan nyeri dada berkurang. O: Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis Bp: 140/90mmHg, HR: 86x/menit, RR: 22x/menit, Temp: 36,8 C Mata: Anemis tidak ada, ikterus tidak ada Leher: DVS R+2 cm H20 Thorax: Sesak berkurang. RR: 22x/menit. Bunyi pernapasan vesikuler, menurun di basal dextra et sinistra, rhonkhi tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen: Peristaltik ada kesan normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas: Pitting edema (pretibial dan dorsum pedis) bilateral A: Sindrom nefrotik et causa idiopatik kasus relaps Hipertensi grade I Hipoalbuminemia Hiponatremia Dislipidemia Efusi pleura bilateral et causa sindrom nefrotik P: R/ Bedrest Diet rendah garam, asupan protein dibatasi 0,8-1,0 g/kgbb/hari Atasi edema dan ascites dengan loop diuretic : 15

16 1x/hari) - Furosemide 40mg/24jam/oral (pagi) Atasi proteinuria dan hipertensi : - Captopril 25mg/8jam/oral Atasi sindrom nefrotik et causa idiopatik : - Methylprednisolone (16 mg) 48mg/24jam/oral (3 tablet Atasi dislipidemia : - Simvastatin 10 mg/24jam/oral Koreksi hipoalbuminemia : - Transfusi albumin 25% 1 botol/hari Foto thorax PA Biopsi ginjal Kontrol albumin, elektrolit 22/10/14 S: Bengkak-bengkak pada kaki, perut dan wajah berkurang O: Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis Bp: 140/90mmHg, HR: 88x/menit, RR: 22x/menit, Temp: 36,6 C Mata: Anemis tidak ada, ikterus tidak ada Leher: DVS R+2 cm H20 Thorax: Sesak berkurang. RR: 22x/menit. Bunyi pernapasan vesikuler, menurun di basal dextra et sinistra, rhonkhi tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen: Peristaltik ada kesan normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas: Pitting edema (pretibial dan dorsum pedis) bilateral A: Sindrom nefrotik et causa idiopatik kasus relaps Hipertensi grade I Hipoalbuminemia Hiponatremia 16

17 Dislipidemia Efusi pleura bilateral et causa sindrom nefrotik P: R/ Bedrest Diet rendah garam, asupan protein dibatasi 0,8-1,0 g/kgbb/hari Atasi edema dan ascites dengan loop diuretic : - Furosemide 40mg/24jam/oral (pagi) Atasi proteinuria dan hipertensi : - Captopril 25mg/8jam/oral Atasi sindrom nefrotik et causa idiopatik : - Methylprednisolone (16 mg) 48mg/24jam/oral (3 tablet 1x/hari) Atasi dislipidemia : - Simvastatin 10 mg/24jam/oral 17

18 XI. DISKUSI KASUS Berdasarkan gejala-gejala klinis dan hasil pemeriksaaan laboratorium, pasien ini didiagnosa dengan sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik adalah kelainan glomerulus dengan karakteristik proteinuria (kehilangan protein melalui urin 3,5g/hari), hipoproteinemia (hipoalbuminemia), edema dan hiperlipidemia. Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam rongga tubuh sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik sistem kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta berpindahnya air dari intravaskular ke interstitium. Hal ini sesuai dengan kondisi pasien yang masuk dengan keluhan utama bengkakbengkak pada kaki, perut dan wajah yang dialami sejak kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Penderita awalnya mengeluh bengkak pada kedua kelopak mata, lalu bengkak ke kaki dan perut. Bengkak/edema yang dialami pasien adalah karena perpindahan cairan intravaskular ke interstitium akibat dari penurunan tekanan osmotik yang berhubungan dengan kehilangan protein melalui urin. Hal ini terbukti berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium urinalisis didapatkan protein di dalam urin yaitu 1,030g/dl serta tes protein Esbach >12g/dl dalam 500cc urin. Proteinuria yang terjadi pada pasien sindrom nefrotik adalah disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membrane basal glomerulus 18

19 (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada sindrom nefrotik kedua mekanisem penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menetukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif bila molekul yang keluar terdieri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan nonselektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin. Selektifitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan MBG. Pada sindrom yang disebabkan glomerulonefritis lesi minimal (GNLM) ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi foot processus sel epitel visceral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparan sulfat proteoglikan pada GNLM menyebabkan muatan negatif pada MBG menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin. Pada glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS), peningkatan permeabilitas MBG disebabkan suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada glomerulonefritis membrano nefropati (GNMN) kerusakan struktur MBG terjadi akibat endapan komplek imun di sub-epitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk pada GNMN akann meningkatkan permeabilitas MBG, walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui. Edema pada sindrom nefrotik dapat dikaitkan dengan dua mekanisme yaitu mekanisme underfilling dan overfilling. Pada mekanisme underfilling terjadinya edema disebabkan rendahnya kadar albumin serum yang mengakibatkan rendahnya tekanan osmotik plasma, kemudian akan diikuti 19

20 peningkatan transudasi cairan dari kapiler ke ruang interstitial sesuai dengan hukum Starling, akibatnya volume darah yang beredar akan berkurang (underfilling) yang selanjutnya mengakibatkan peransangan sekunder sistem renin-angiotensin-aldosteron yang meretensi natrium dan air pada tubulus distalis. Hipotesis underfilling menempatkan albumin dan volume plasma berperan penting pada aproses terjadinya edema sesuai dengan kondisi pasien karena berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya hipoalbuminemia yaitu albumin 1,0g/dl sedangkan nilai rujukan normal albumin adalah 3,5-5,0g/dl. Hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada sindrom nefrotik. Hipoalbuminemia terjadi akibat dari lolosnya protein terutama albumin melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan oskotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadilah hipovolemia yaitu volume plasma berkurang (underfilling), maka ginjal melakukan konmpensasi dengan mengaktivasi sistem renin angiotensin yang mengakibatkan terjadinya retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. Mekanisme kedua adalah mekanisme overfilling yang menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Terdapat kelainan yang bersifat primer yang mengganggu eksresi natrium pada tubulus distalis, sebagai akibat terjadinya peningkatan volume darah (overfilling), penekanan sistem renin-angiotensin dan vasopresin. Kondisi volume darah yang meningkat (overfilling) yang disertai dengan rendahnya tekanan osmosis plasma mengakibatkan transudasi cairan dari kapiler ke interstitial sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut underfill 20

21 dan overfill ditemukan secara bersama pada sindrom nefrotik. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan. Selain edema, pasien juga mengeluh nyeri dada dan sesak. Hal ini karena terjadi efusi pleura yang ditegakkan dari hasil pemeriksaan radiologi USG whole abdomen yang mendapatkan adanya efusi pleura bilateral. Efusi pleura pada sindrom nefrotik dikenal sebagai efusi pleura transudat yang terjadi apabila hubungan normal antara tekanan hidrostatik kapiler dan koloid osmotik terganggu sehingga terbentuk cairan pleura yang melebihi reabsorbsi pleura. Efusi pleura pada sindrom nefrotik umumnya bersifat bilateral dengan konsentrasi protein yang rendah. Penyebab terbentuknya efusi pleura pada sindrom nefrotik adalah karena penurunan kadar albumin plasma yang mengakibatkan penurun an tekanan onkotik plasma. Tekanan hidrostatik pada sindrom nefrotik umumnya meningkat akibat daripada hipervolumia karena adanya retensi garam (natrium) yang memperberat efusi. Hipoalbuminemia (albumin <3,5g/dl) pada sindrom nefrotik disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan eksresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi karena peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal. 21

22 Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai sindrom nefrotik. Pada pasien ini dari pemeriksaan profil lipid didapatkan peningkatan pada komponen lipid trigliserida: 697 mg/dl, kolesterol total: 597 mg/dl, dan, LDL: 461 mg/dl manakala nilai HDL adalah rendah yaitu 27 mg/dl. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL (very low density lipoprotein). Selain itu ditemukan pula peningkatan IDL (intermediate density lipoprotein) dan lipoprotein (Lp)a sedangkan HDL (high density lipoprotein) cenderung normal atau rendah. Mekanisme hiperlipidemia pada sindrom nefrotik dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Semula diduga hiperlipidemia merupakan hasil stimulasi non-spesifik terhadap sintesis protein oleh hati. Namun karena sintesis protein tidak berkorelasi dengan hiperlipidemia disimpulkan bahwa hiperlipidemia tidak langsung diakibatkan oleh hipoalbuminemia. Hiperlipidemia dapat juga ditemukan pada pasien dengan kadar albumin mendekati normal dan sebaliknya pada pasien hipoalbuminemia kadar kolesterol dapat normal. Tingginya kadar LDL pada sindrom nefrotik disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada sindrom nefrotik. Menurunnya aktivitas enzim LPL (lipoprotein lipase) diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada sindrom nefrotik. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Penurunan kadar HDL pada sindrom nefrotik diduga karena berkurangnya aktivitas enzim LCAT (lecithin cholesterol acyltransferase) yang berfungsi katalisasi pembentukan HDL. Enzim tersebut juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. 22

23 Penurunan aktivitas enzim tersebut diduga terkait hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik. BAB 2: PEMBAHASAN TEORI SINDROM NEFROTIK I. PENDAHULUAN Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinis dari glomerulonefritis (GN) yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif 3,5 g/hari, hipoalbuminemia <2,5mg/dl, hiperkolesterolemia, dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumim serum rendah eksresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respons yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebahagian yang lain berkembang menjadi kronik. II. ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI 23

24 Sidrom nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer atau sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik. Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab SN yang paling sering. Dalam kelompok GN primer, GN lesi minimal (GNLM), glomerulosklerosis fokalsegmental (GSFS), GN membranosa, dan GN membranoproliferatif merupakan kelainan histopatologik yang sering ditemukan. Pada anak-anak usia 1-7 tahun paling sering ditemukan glomerulonefritis akibat lesi primer yaitu glomerulonefritis lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada perempuan. Pada orang dewasa, kasus glomerulonefritis paling banyak didapat akibat manifestasi ginjal karena penyakit sistemik, umur rata-rata tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/ anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/ /tahun. Kelainan histopatologik GN yang paling sering didapat pada lesi glomerular primer adalah GN lesi minimal dan glomerulosklerosis fokal segmental. GN lesi minimal paling banyak didapat pada anak-anak dengan persantase 65%, manakala glomerulosklerosis fokal segmental biasanya ditemukan pada orang dewasa. 24

25 Tabel 1. Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik Glomerulonefritis primer: i. GN lesi minimal ii. Glomerulosklerosi fokal segmental iii. GN membranosa iv. Glomerulonefritis membranoproliferatif v. GN proliferative lain Glomerulonefritis sekunder akibat: a. Infeksi vi. Hepatis virus (B dan C), HIV vii. viii. Sifilis, malaria, skistosoma Tuberkulosis, lepra b. Keganasan ix. Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, mieloma multipel, dan karsinoma ginjal c. Penyakit jaringan penghubung x. Lupus ertematosus sistemik, artritis reumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease) d. Efek obat dan toksin xi. Obat anti inflamasi non-steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin e. Lain-lain xii. Diabetes melitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter, atau sengatan lebah 25

26 III. PATOFISIOLOGI Reaksi antigen antibodi adalah mekanisme utama yang menyebabkan kerusakan glomerulus terutama menerusi jalur mediasi komplimen dan mediasi leukosit. Selain itu, antibodi juga dapat langsung menjadi sitotoksik terhadap sel di dalam glomerulus. Kesemua reaksi imuno-mediasi ini mengakibatkan permeabilitas membrane basalis glomerulus meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom nefrotik lain seperti edema, hiperlipidemia dan lipiduria. Mekanisme reaksi imuno-mediasi sel pada cedera glomerulus: Deposisi atau penompokan kompleks antigen-antibodi yang larut dalam sistem sirkulasi di dalam glomerulus Antibodi yang bereaksi secara in-situ di dalam glomerulus terhadap antigen tetap yang tidak larut (intrisik) atau terhadap molekul-molekul yang tetanam dalam glomerulus Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik : 1. Proteinuria (albuminuria) Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. 26

27 Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Terdapat peningkatan permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler glomeruli, disertai peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria(albuminuria). Beberapa faktor yang turut menentukan derajat proteinuria(albuminuria) sangat komplek: - Konsentrasi plasma protein - Berat molekul protein - Electrical charge protein - Integritas barier membrane basalis - Electrical charge pada barier filtrasi - Reabsorpsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus - Degradasi intratubular dan urin 2. Hipoalbuminemia Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati ruangan ekstra vaskular(ev). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat molekul Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah protein, baik renal maupun non-renal. Mekanisme kompensasi dari hepar untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam ruangan ekstra vaskular(ev) dan intra vaskular(iv): NORMAL SINDROM NEFROTIK Sintesis albumin dalam hepar normal sintesis albumin meningkat 27

28 IV EV IV EV Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat hipoalbuminemia pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini mungkin disebabkan beberapa faktor : - kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus (protein losing enteropathy) - Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makan menurun dan mual-mual - Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin menurun, keadaan menjadi hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi oligouric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium Na+ dari glomerulus (glomerular sodium filtration) tetapi keadaan hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk mencegah resorpsi natrium Na+ kedalam kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium Na+ secara pasif sepanjang Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara aktif sebagai akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air, H2O yang berhubungan dengan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi bila sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran tinggi diuretik yang mengandung antagonis aldosteron. 28

29 3. Edema Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapilerkapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial yang mengakibatkan edema. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan air. (lihat skema) Proteinuria masif menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi edema. Mekanisme edema dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut : i. Jalur langsung/direk Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan edema. ii. Jalur tidak langsung/indirek Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan penurunan volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut: Aktivasi system renin angiotensin aldosteron Kenaikan plasma renin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan kelenjar adrenal untuk sekresi hormon aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormon aldosteron akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium menurun. Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines. Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin, menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat diperberat oleh kenaikan plasma renin dan angiotensin. 29

30 IV. GEJALA KLINIS Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerahdaerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah yaitu daerah dengan jaringan ikat longgar (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM. Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik. 30

31 Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 3,0 g/dl. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat edema dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. Ultrasonografi, USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal. Reaksi Ag-ab Peradangan glomerulus Permeabilitas membran basalis meningkat Proteinuria Hipoalbuminemia Tekanan osmotik Kapiler menurun Lipid serum meningkat 31

32 Transudasi ke Dalam interstisium hipovolemia ADH meningkat aldesteron meningkat GFR menurun Retensi Na+ & H2O V. PENEGAKAN DIAGNOSIS Edema Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan. Pemeriksaan fisis Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi. Pemeriksaan penunjang Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik (albumin menurun, globulin meningkat). Kadar ureum dan kreatinin 32

33 umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/lpb) dicurigai adanya lesi glomerular (mis-sclerosis focal glomerulus). IV. PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN Pengobatan SN tediri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema, dan mengobati komplikasi. Diuretik disertai diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu mengontrol edema. Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi dengan tiazid, metalazon, dan atau asetazolamid. Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi risiko komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 g/kg berat badan/hari dapat mengurangi proteinuria. Obat penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II receptor antagonist) dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai efek dalam menurunkan proteinuria. Risiko tromboemboli pada SN meningkat dan perlu mendapat penanganan. Walaupun pemberian antikoagulan jangka panjang masih kontroversial tetapi pada suatu studi terbukti memberikan keuntungan. Dislipidemia pada SN belum secara meyakinkan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, tetapi bukti klinik dalam populasi menyokong pendapat perlunya mengontrol keadaan ini. Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin, dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserid, dan meningkatkan kolesterol HDL. IV.I PENATALAKSANAAN KHAS GLOMERULONEFRITIS PRIMER 33

34 Glomerulonefritis primer adalah suatu kelainan glomerulus yang disebabkan oleh terdapatnya proses inflamasi yang dimediasi oleh kompleks antigen antibodi. Kelainan pada glomerulus dapat terjadi pada sel epitel, sel mesangial, dan sel endotel (1). Proses inflamasi pada sel epitel memberikan gambaran klinis Lesi Minimal (LM), Glomerulosklerosis Fokal dan Segmental, dan Nefropati Membranosa. Proses pada sel mesangial memberikan gambaran klinis berupa Nefropati IgA. Sedangkan kelainan pada sel endotel memberikan gambaran klinis Glomerulonefritis Post Streptokokkus, Glomerulonefritis Membranoproliferatif dan Penyakit Anti Membran Basalis Glomerulus (Sindrom Goodpasture). Sebagian dari Glomerulonefritis (GN) primer ini terdapat dalam bentuk yang ringan sehingga tidak memberikan gejala klinis yang nyata dan hanya diketahui pada saat dilakukan tes kesehatan. Sebagian lain akan memberikan gejala gejala klinik yang khas seperti edema anasarka, yang menyebabkan pasien akan mendatangi dokter untuk tujuan pengobatan. Glomerulonefritis adalah salah satu penyebab tersering Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang pada akhirnya akan berkembang menjadi penyakit ginjal terminal disertai peningkatan risiko terjadinya penyakitpenyakit kardiovaskuler. Karena itu penting sekali untuk memulai pengobatan pada pasien GN primer. Tujuan pengobatan adalah untuk mencapai remisi komplit atau paling tidak untuk menekan progresifitas penyakit ginjal (menekan laju penurunan fungsi ginjal). Pengobatan mencakup evaluasi klinis secara teratur, mengontrol tekanan darah, restriksi asupan protein dalam makanan, mengontrol hiperlipidemia, penggunaan preparat ACE I (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) dan ARB (Angiotensin Receptor Blocker), serta pemberian preparat kortikosteroid dan immunosupresan lainnya. Dibawah ini akan diuraikan secara lebih rinci penatalaksanaan pada berbagai bentuk GN primer: 34

35 1. Lesi Minimal (LM) Steroid merupakan terapi pilihan untuk LM dan menghasilkan remisi komplit dari proteinuria pada 80 90% kasus. Lesi minimal merupakan 90% dari penyebab sindrom nefrotik idiopatik pada anak anak. Oleh sebab itu pada anak anak dengan sindrom nefrotik dapat langsung diberikan pengobatan dengan steroid tanpa dilakukan biopsi ginjal. Biopsi ginjal dikerjakan bila hasil pengobatan dengan steroid tidak memberikan hasil yang memuaskan (resisten terhadap steroid). Pada orang dewasa, LM didapatkan hanya pada 10 25% kasus sindrom nefrotik sehingga pengobatan dengan steroid diberikan setelah hasil biopsi ginjal menunjukkan adanya LM. Sebelum membahas pengobatan pada LM, perlu lebih dahulu dikemukakan beberapa istilah yang berhubungan dengan respon terhadap pengobatan, yang akan menjadi acuan apakah pengobatan cukup dengan steroid saja atau diperlukan obat imunosupresan lainnya. Respon terhadap pengobatan berdasarkan penurunan relatif dari proteinuri sebagai berikut: Remisi komplit: berkurangnya proteinuri menjadi 300 mg/hari Remisi parsial: berkurangnya proteinuri sebesar 50% dengan jumlah absolut antara 300 mg 3500 mg/hari. Relaps: timbulnya kembali proteinuri > 3500 mg/hari pada pasien yang sebelumnya sudah terjadi remisi komplit atau parsial. Disebut sering relaps bila pada pasien didapatkan paling sedikit 3x relaps dalam setahun Dependen steroid: diperlukan pengobatan steroid yang berkelanjutan untuk mempertahankan remisi Resisten steroid: tidak terdapat atau sangat sedikit penurunan proteinuri setelah pemberian steroid yang adekuat selama 16 minggu, atau berkurangnya proteinuria tapi tidak pernah mencapai kriteria remisi parsial setelah pemberian steroid > 16 minggu. Pengobatan pada LM sebagai berikut: 35

36 A. Terapi imnuno-supresan Prednison dengan dosis 1 mg/kg/hari, dengan dosis maksimum 80 mg/hari Biasanya diberikan dalam dosis tunggal dan dianjurkan diminum antara pukul 7 9 pagi dengan tujuan untuk meminimalisasi supresi kelenjar adrenal. Prednison dilanjutkan sampai minimal 8 minggu meskipun pada sebagian pasien remisi komplit sudah terjadi sebelum 8 minggu. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengurangi angka relaps. Pada pasien dengan respon yang lebih lambat dari 8 minggu, penurunan bertahap prednisone dilakukan 1 2 minggu setelah didapatkan remisi komplit. Umumnya pada pasien dengan LM, remisi komplit mulai terjadi pada minggu ke 8, terutama pada pasien dewasa muda seperti terlihat pada gambar 1. GAMBAR 1 Setelah tercapai remisi komplit, dosis prednison diturunkan perlahan lahan sebanyak 5 mg/hari setiap 3 4 hari. Bila dosis prednison yang diberikan mencapai mg, 36

37 prednisone dapat diberikan selang sehari (alternate dose), selanjutnya dosis selang sehari ini diturunkan 5 mg setiap 1 2 minggu. Penurunan bertahap secara lambat bertujuan untuk mempertahankan remisi dan untuk menghindari supresi kelenjar adrenal. Selain itu penurunan bertahap yang cepat setelah remisi dihubungkan dengan peningkatan risiko relaps. Imunosupresan lain yang dapat dipakai untuk terapi inisial pada LM adalah siklofosfamid atau siklosporin, sendiri sendiri, atau dikombinasikan dengan pulse metilprednisolon. Regimen ini diberikan biasanya pada pasien LM yang sering relaps atau dependen steroid. B. Terapi Non Imunosupresan ACE I atau ARB dapat digunakan untuk menambah efek penurunan proteinuri. C. Pengobatan untuk relaps Kira kira 50 75% pasien yang responsif terhadap steroid akan mengalami satu kali relaps. Sedangkan pada 10 25% pasien LM akan mengalami sering relaps. Sangat penting untuk mengetahui relaps sedini mungkin, sehingga terapi dapat dimulai kembali. Untuk deteksi relaps disarankan pemeriksaan proteinuri dengan tes celup urin (dipstick), setiap 2 minggu setelah remisi. Bila didapatkan tes celup urin yang positif pada 2 hari yang berbeda dengan selang waktu 1 2 hari, pasien dianjurkan untuk datang kembali ke dokter. Pasien yang mengalami relaps, diberikan prednison dengan dosis 1 mg/kg/hari (dosis maksimal mg/hari), untuk sedikitnya 4 minggu. Setelah tercapai remisi dilakukan tapering prednison sebesar 5 mg setiap 3 5 hari. 37

38 D. Pengobatan LM yang sering relaps atau dependen steroid Prednison dosis rendah (10 15 mg/hari) untuk jangka waktu lama dapat mempertahankan remisi pada pasien LM yang respon terhadap steroid tapi sering mengalami relaps. Obat obat lain yang dapat dipakai untuk pasien sering relaps, atau pasien dependensteroid, atau mempunyai efek samping steroid adalah: Siklofosfamid, diberikan 2 mg/kg/hari selama 12 minggu Siklosporin, diberikan dengan dosis 4 5 mg/kg/hari dan dibagi dalam 2 dosis per hari (siklosporin dalam bentuk mikroemulsi diberikan dengan dosis 3 mg/kg/hari). Konsenstrasi siklosporin dimonitor secara berkala dan dipertahankan antara ng/ml. Dosis ini dipertahankan selama 18 bulan untuk meminimalisasi risiko relaps, kemudian dosis siklosporin diturunkan bertahap menjadi 2,5 3 mg/kg/hari (preparat non mikroemulsi) atau 2 2,5 mg/kg/hari (preparat mikroemulsi) selama bulan. Bila dalam 4 6 bulan pertama tidak tercapai remisi, maka pemberian siklosporin dihentikan dan diganti dengan preparat lain. Mikofenolat mofetil, diberikan dengan dosis mg, 2 kali sehari, diberikan dalam waktu 6 26 bulan. Hasil penelitian dengan mikofenolat mofetil pada LM belum banyak dilaporkan. Azatioprin, hasil penelitian juga masih terbatas, diberikan selama 4 tahun. Rituximab, penelitian masih terbatas dan belum direkomendasikan. E. Pengobatan LM yang resisten steroid 5 10% pasien LM termasuk yang resisten steroid. Obat obat yang dapat dipakai pada keadaan ini: Siklofosfamid, diberikan dengan dosis 5 mg/kg/hari selama 6 bulan, kemudian diturunkan bertahap 25% setiap 2 bulan sampai dihentikan. Siklosporin, diberikan dengan dosis 5 mg/kg/hari yang terbagi dalam 2 dosis, dengan atau tanpa prednison (10 15 mg/hari) (3). Pada 66% pasien 38

39 didapatkan remisi komplit atau parsial, terutama pada grup yang dikombinasi prednison. Tapi proteinuri akan kembali meningkat bila siklosporin ditapering. Azatioprin, data yang terbatas menunjukkan bahwa azatioprin efektif pada pasien resisten steroid. Pengobatan diberikan selama 4 tahun. ACE I dan ARB, obat golongan ini terutama diberikan pada pasien LM yang resisten terhadap steroid, siklofosfamid, siklosporin, dan azatioprin. 2. Glomerulosklerosis Fokal dan Segmental (GSFS) Pemberian steroid atau imunosupresan lainnya dapat menginduksi remisi pada GSFS, meskipun responnya lebih rendah dibandingkan hasil pada LM. Umumnya diperlukan waktu yang lebih lama pemberian steroid untuk menginduksi remisi. Pemberian steroid atau imunosupresan hanya diberikan pada GSFS primer, dan tidak diindikasikan pada GSFS sekunder. Umumnya terapi imunosupresif tidak diberikan pada pasien GSFS primer bila: a. Fungsi ginjal normal dan proteinuria non nefrotik. Golongan ini umumnya perjalanan kliniknya ringan dan sebagian akan mengalami remisi spontan atau proteinurinya tetap stabil (non nefrotik). b. Fungsi ginjal sudah menurun dan proteinuria non nefrotik. Golongan pasien ini mungkin mempunyai proteinuria masif (nefrotik) sebelumnya tapi tidak mendapat pengobatan. Pengobatan pada GSFS sebagai berikut: Prednison dengan dosis 1 mg/kg/hari, diberikan minggu. Peneliti lain menganjurkan pemberian prednison 1 mg/kg/hari selama 6 bulan sebelum memutuskan terdapatnya resisten steroid. Pemberian prednison selanjutnya bergantung hasil monitoring. - Bila remisi komplit dicapai dalam 12 minggu dosis penuh (inisial) tetap diberikan selama 1 2 minggu lagi. Setelah itu prednison diturunkan bertahap dalam waktu 2 3 bulan. 39

40 - Bila remisi parsial dicapai dalam 12 minggu, dosis prednison ditapering ⅓ dosis setiap 6 minggu. Jika proteinuria kembali meningkat saat penurunan bertahap prednison, penurunan bertahap prednison dihentikan. Dosis terakhir prednison dipertahankan dan ditambahkan siklosporin dengan dosis 3 4 mg/kg/hari (dalam 2 dosis). Siklosporin diteruskan sampai 1 tahun tapi dengan dosis terendah untuk mempertahankan remisi (dosis 2 2,5 mg/kg/hari). Selain dengan siklosporin, prednison dapat pula diberikan bersama mikofenolat mofetil dengan dosis mg, 2 kali sehari selama 6 bulan. Pengobatan pada GSFS yang dependen steroid dan resisten steroid: Siklosporin dengan dosis 3 4 mg/kg/hari (dibagi dalam 2 dosis sehari). Siklosporin diberikan sampai 6 bulan bila terjadi remisi komplit dan selama 2 tahun bila terjadi remisi parsial. Dalam waktu tersebut dosis siklosporin diturunkan sampai dosis yang dapat mempertahankan remisi (biasanya 2 2,5 mg/kg/hari) Bersama siklosporin diberikan pula prednison dengan dosis 0,15 mg/kg/hari (maksimal 15 mg/hari). Setelah 6 bulan prednison diturunkan bertahap menjadi 5 atau 7,5 mg/hari (10 15 mg bila diberikan selang sehari) dan tetap dipertahankan 6 12 kemudian untuk mempertahankan remisi. *Catatan: Pemberian siklosporin dihindari bila pada hasil biopsi ginjal didapatkan gangguan vaskuler atau interstitial atau bila GFR<40 ml/mnt (karena sifat nefrotoksisitas dari siklosporin) Takrolimus: Pengalaman pemakaian takrolimus pada GSFS yang steroiddependen atau steroidresisten masih terbatas (10). Satu penelitian pada 25 orang pasien GSFS yang resisten atau dependen terhadap steroid, diberikan takrolimus dan prednison selama 6 bulan. Takrolimus diberikan dengan dosis 40

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK Reaksi antara antigen-antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus meningkat dan diiukti kebocoran protein, khususnya akbumin. Akibatnya tubuh kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN, Nephrotic Syndrome) merupakan salah satu penyakit ginjal terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi sindrom nefrotik (SN) berdasarkan respon terhadap terapi kortikosteroid. Disebut penderita SNRS

Lebih terperinci

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u m a h S a k i t I s l a m J a k a r t a, P o n d o k

Lebih terperinci

2. Primer/idiopatik: SN yang berhubungan dengan penyakit glomerular, tidak diketahui sebabnya, tidak menyertai penyakit sistemik

2. Primer/idiopatik: SN yang berhubungan dengan penyakit glomerular, tidak diketahui sebabnya, tidak menyertai penyakit sistemik Sindrom NEFROTIK SN : suatu sindrom klinik yang ditandai dg 1. proteinuria masif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau ratio protein kreatinin pada urin sewaktu > 2mg/ml atau dipstik 2+ 2. Hipoalbuminemia 2,5 gr/dl

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR Diajukan guna melengkapi tugas Komuda Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

IDENTITAS PASIEN. Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah

IDENTITAS PASIEN. Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah ACS STEMI IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.T Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 46 tahun Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah Agama : Islam Pekerjaan : Pengendara sepeda Alamat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison

BAB I PENDAHULUAN. nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) merupakan jenis sindrom nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose)

Lebih terperinci

Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Mahasiswa : Hila hila desa ekatiro kab. Bulukumba

Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Mahasiswa : Hila hila desa ekatiro kab. Bulukumba LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. FA Umur : 21 thn Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Mahasiswa Alamat : Hila hila desa ekatiro kab. Bulukumba Agama : Islam No. RM : 64 11 33 Tanggal masuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom nefrotik 2.1.1. Definisi sindrom nefrotik Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh kelainan glomerular dengan gejala edema, proteinuria masif

Lebih terperinci

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF Pasien Tn.D, 22 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri sejak 3 hari yang lalu, mual dan muntah sebanyak 3 kali sejak 2 malam yang lalu. Selain itu os juga mengeluhkan

Lebih terperinci

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp. BED SITE TEACHING Dani Dania D - 12100113044 Siti Fatimah - 12100113045 Lisa Valentin S - 12100113001 Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.PD SMF ILMU PENYAKIT DALAM P3D FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA RS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

17/02/2016. Rabu, 17 Februari

17/02/2016. Rabu, 17 Februari Rabu, 17 Februari 2016 1 A. Pengertian Sindrom nefrotik adalah penyakit dgn gjl edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi

Lebih terperinci

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab : Seorang laki laki 54 tahun datang ke RS dengan keluhan kaki dan seluruh tubuh lemas. Penderita juga merasa berdebar-debar, keluar keringat dingin (+) di seluruh tubuh dan sulit diajak berkomunikasi. Sesak

Lebih terperinci

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK Anatomi & Fisiologi Ginjal pada bayi dan anak Ginjal terletak retroperitoneal (vert T12/L1-L4) Neonatus aterm

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Negeri asal Suku Agama Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : A : 6 tahun : Jambi : Minang : Islam : Laki-laki : Pelajar : Sungai Penuh, Jambi Seorang pasien anak laki-laki,

Lebih terperinci

Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sbg hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara masif.

Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sbg hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara masif. Sindroma Nefrotik Definisi : Dikenal dg istilah nephrosis, yakni suatu kondisi yg ditandai adanya proteinuria dgn nilai dlm kisaran nefrotik, hiperlipidemia & hipoalbuminuria. Pada orang dewasa, proteinuria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 14 tahun. Kasus SN lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. dari 14 tahun. Kasus SN lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Nefrotik (SN) masih menjadi masalah utama di bagian nefrologi anak..1, 2 Angka kejadian SN pada anak di Eropa dan Amerika Serikat dilaporkan 2-3 kasus per 100.000

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN S IDENTITAS PASIEN S NAMA: MUH FARRAZ BAHARY S TANGGAL LAHIR: 07-03-2010 S UMUR: 4 TAHUN 2 BULAN ANAMNESIS Keluhan utama :tidak

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 2. Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara lain 1 :

BAB 2. Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara lain 1 : Latar Belakang Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria masif ( 40 mg/m 2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu > 2mg/mg atau dipstick 2+ ), hipoalbuminemia

Lebih terperinci

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum: Syifa Ramadhani (2013730182) 4. Jelaskan mekanisme dan etiologi terjadinya bengkak? Mekanisme terjadinya bengkak Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik (gaya yg mendorong cairan keluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN) merupakan suatu kumpulan gejala yang terdiri atas proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada anak), hipoalbuminemia

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez. Author : Liza Novita, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.tk GLOMERULONEFRITIS AKUT DEFINISI Glomerulonefritis Akut (Glomerulonefritis

Lebih terperinci

LAPORAN JAGA 24 Maret 2013

LAPORAN JAGA 24 Maret 2013 LAPORAN JAGA 24 Maret 2013 Kepaniteraan Klinik Pediatri Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2013

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

Yayan Akhyar Israr, S. Ked

Yayan Akhyar Israr, S. Ked Authors : Yayan Akhyar Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2008 0 Belibis A-17.(http://www.Belibis17.blogspot.com Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk PENDAHULUAN Sindroma

Lebih terperinci

M/ WITA/ P4A0

M/ WITA/ P4A0 RESUME 1.Ny. E/35 tahun/mrs 7 Juni 2015 jam 05.15 WITA/ G 3 P 2 A 0 Aterm Inpartu Kala I Fase Aktif, PER 2.Ny. M/17 tahun/mrs 6 Juni 2015 jam 15.30 WITA/ G 1 P 0 A 0 gravid 40 minggu, janin tunggal hidup,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun

Lebih terperinci

3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus) dan Buta Warna. Pemeriksaan HBs Ag Malaria (untuk daerah endemis malaria)

3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus) dan Buta Warna. Pemeriksaan HBs Ag Malaria (untuk daerah endemis malaria) Lampiran : Surat No. 224/DL.004/V/AMG-2012 Tanggal 15 Mei 2012 Hal : Pemeriksaan Kesehatan MACAM DAN JENIS PEMERIKSAAN KESEHATAN 1. Riwayat Penyakit (Anamnesis) 2. Pemeriksaan Fisik (Physical Test) 3.

Lebih terperinci

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan Sari Pediatri, Sari Pediatri, Vol. 4, Vol. No. 4, 1, No. Juni 1, 2002: Juni 20022-6 Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan Partini P Trihono, Eva Miranda Marwali,

Lebih terperinci

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns Pendahuluan Ginjal mempertahankan komposisi dan volume cairan supaya tetap konstan Ginjal terletak retroperitoneal Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

Profil pasien MRS : 24/02/20014 Nama : Ny. Dartik Umur : 40 tahun Keluhan utama : Sesak nafas Riwayat penyakit sekarang : - batuk sejak 1 bulan

Profil pasien MRS : 24/02/20014 Nama : Ny. Dartik Umur : 40 tahun Keluhan utama : Sesak nafas Riwayat penyakit sekarang : - batuk sejak 1 bulan Profil pasien MRS : 24/02/20014 Nama : Ny. Dartik Umur : 40 tahun Keluhan utama : Sesak nafas Riwayat penyakit sekarang : - batuk sejak 1 bulan terakir, memberat 2 minggu terakir - disertai diare kurang

Lebih terperinci

HIPERTENSI OLEH : ANITA AMIR C RIZKI AMALIAH RIFAI C PEMBIMBING : Dr. SRI ASRIYANI, Sp. Rad

HIPERTENSI OLEH : ANITA AMIR C RIZKI AMALIAH RIFAI C PEMBIMBING : Dr. SRI ASRIYANI, Sp. Rad KEDOKTERAN KELUARGA SISTEM ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN HIPERTENSI LAPORAN KASUS FEBRUARI 2008 OLEH : ANITA AMIR C111 03 172 RIZKI AMALIAH RIFAI C111 03 210 PEMBIMBING

Lebih terperinci

BAB III RESUME KEPERAWATAN

BAB III RESUME KEPERAWATAN BAB III RESUME KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Identitas pasien Pengkajian dilakukan pada hari/ tanggal Selasa, 23 Juli 2012 pukul: 10.00 WIB dan Tempat : Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong. Pengkaji

Lebih terperinci

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009 BAB V KOLESTEROL TINGGI Kolesterol selalu menjadi topik perbincangan hangat mengingat jumlah penderitanya semakin tinggi di Indonesia. Kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari berperan penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI Data Diri DokterMuda NamaPasien Alamsyah JenisKelamin Laki-laki 59 tahun No. CM 1-07-96-69 Soal 1 ReferensiLiteratur Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kanan. Nyeri dada dirasakan sekitar

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) F6. Upaya Pengobatan Dasar HIPERTENSI STAGE II. Disusun Oleh: dr. Deanita Puspitasari

Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) F6. Upaya Pengobatan Dasar HIPERTENSI STAGE II. Disusun Oleh: dr. Deanita Puspitasari Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) F6. Upaya Pengobatan Dasar HIPERTENSI STAGE II Disusun Oleh: dr. Deanita Puspitasari PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA JAWA TENGAH 2014 A. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Mata: sklera ikterik -/- konjungtiva anemis -/- cor: BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-) Pulmo: suara napas vesikuler +/+ ronki -/- wheezing -/-

Mata: sklera ikterik -/- konjungtiva anemis -/- cor: BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-) Pulmo: suara napas vesikuler +/+ ronki -/- wheezing -/- PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: baik Kesadaran: compos mentis Tanda vital: TD: 120/80 mmhg Nadi: 84 x/menit Pernapasan: 20 x/menit Suhu: 36,5 0 C Tinggi Badan: 175 cm Berat Badan: 72 kg Status Generalis:

Lebih terperinci

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat sakit serupa sebelumnya, batuk lama, dan asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat TB paru dan Asma

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat sakit serupa sebelumnya, batuk lama, dan asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat TB paru dan Asma Identitas Pasien Nama: An. J Usia: 5 tahun Alamat: Cikulak, Kab Cirebon Jenis Kelamin: Perempuan Nama Ayah: Tn. T Nama Ibu: Ny. F No RM: 768718 Tanggal Masuk: 12-Mei-2015 Tanggal Periksa: 15-Mei-2015 Anamnesis

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,

Lebih terperinci

STATUS PASIEN. Alamat : Jl. Sungai ngirih, Selakau. Status Perkawinan : Menikah Masuk RS tanggal : Senin, 21 Desember 2015 pukul

STATUS PASIEN. Alamat : Jl. Sungai ngirih, Selakau. Status Perkawinan : Menikah Masuk RS tanggal : Senin, 21 Desember 2015 pukul STATUS PASIEN A. Identitas Nama : Tn. E Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 59 tahun Agama : Islam Alamat : Jl. Sungai ngirih, Selakau Pekerjaan : Buruh Status Perkawinan : Menikah Masuk RS tanggal : Senin,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam 14.30 1. Identitas klien Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama : An. R : 10 th : Perempuan : Jl. Menoreh I Sampangan

Lebih terperinci

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu masalah kesehatan yang serius di dunia. Hal ini dikarena penyakit ginjal dapat menyebabkan kematian, kecacatan serta penurunan kualitas hidup

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS ACUTE CORONARY SYNDROME. PEMBIMBING: dr. H. Syahrir Nurdin, Sp.JP. DISUSUN OLEH: Bellinda Paterasari

LAPORAN KASUS ACUTE CORONARY SYNDROME. PEMBIMBING: dr. H. Syahrir Nurdin, Sp.JP. DISUSUN OLEH: Bellinda Paterasari LAPORAN KASUS ACUTE CORONARY SYNDROME PEMBIMBING: dr. H. Syahrir Nurdin, Sp.JP DISUSUN OLEH: Bellinda Paterasari 030.09.046 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II RESUME KEPERAWATAN WIB, pasien dirawat dengan Fraktur Femur pada hari ke empat:

BAB II RESUME KEPERAWATAN WIB, pasien dirawat dengan Fraktur Femur pada hari ke empat: 11 BAB II RESUME KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada hari Senin tanggal 22 Januari 20007 jam 07.30 WIB, pasien dirawat dengan Fraktur Femur pada hari ke empat: 1. Biodata. a. Identitas

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 Identitas Pasien Nama : Tn.MS Umur : 80 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Tidak bekerja Agama : Hindu

Lebih terperinci

STATUS COASS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

STATUS COASS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN STATUS COASS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN Identitas a. Nama : Ny T b. Umur : 37 tahun c. Tanggal lahir : 12/09/2014 d. No. MR : 01213903 e. Alamat : Jl. A RT 01 RW 08 f. Telefon : - g. Nama suami : S h. Umur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang korelasi antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI Data Diri DokterMuda Nama Dokter Muda Diana Liza Merisa NIM / Email / HP 1407101030086 / dianaliza1712@gmail.com / 081360775453 TanggalStase 1 Februari 06 Maret 2016 Data Diri Pasien Nama Pasien Syairazi

Lebih terperinci

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB)

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB) PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB) ANTENATAL CARE (ANC) IBU HAMIL DI POLIKLINIK KIA PUSKESMAS KALITIDU

Lebih terperinci

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman : Revisi Halaman Kepala 1. Pengertian Malaria adalah suatu infeksi penyakit akut maupun kronik yang disebakan oleh parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. BIODATA 1. Identitas Pasien. Nama Umur Jenis kelamin Suku/Bangsa Agama : An. F : 3 tahun : Perempuan : Jawa / Indonesia : Islam Status pernikahan : - Pekerjaan : - Alamat : Kedung

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011 di Ruang Lukman Rumah Sakit Roemani Semarang. Jam 08.00 WIB 1. Biodata a. Identitas pasien Nama : An. S Umur : 9

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSYIAH/RSUDZA DARUSSALAM BANDA ACEH

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSYIAH/RSUDZA DARUSSALAM BANDA ACEH -inistras Stase di Bagian Penyakit Dalam Wanita Tanggal Stase 9 Maret 2014-17 Maret 2014 Pertanyaan Pilihan jawaban Seorang wanita berusia 30 tahun, sejak 6 bulan yang lalu mengeluh nyeri dan bengkak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorpsi natrium

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL A. Pengertian Terapi murottal adalah rekaman suara Al-Qur an yang dilagukan oleh seorang qori (pembaca Al-Qur an), lantunan Al-Qur an secara fisik mengandung

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

KASUS GIZI BURUK. 1. Identitas. a. Identitas Balita. : Yuni Rastiani. Umur : 40 bln ( ) Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya,

KASUS GIZI BURUK. 1. Identitas. a. Identitas Balita. : Yuni Rastiani. Umur : 40 bln ( ) Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya, KASUS GIZI BURUK 1. Identitas a. Identitas Balita Nama : Yuni Rastiani Umur : 40 bln (29-06-2009) Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 29-06-2009 Alamat Agama Suku : Bojong Kaum

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS No. Rekam Medis : 55-13-XX Diagnosa Medis : Congestive Heart Failure

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

SOAL SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL ILMU PENYAKIT DALAM FK UNILA, SEMESTER GANJIL. MATA KULIAH : HIPERTENSI, GAGAL GINJAL DAN GERIATRI.

SOAL SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL ILMU PENYAKIT DALAM FK UNILA, SEMESTER GANJIL. MATA KULIAH : HIPERTENSI, GAGAL GINJAL DAN GERIATRI. SOAL SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL ILMU PENYAKIT DALAM FK UNILA, SEMESTER GANJIL. MATA KULIAH : HIPERTENSI, GAGAL GINJAL DAN GERIATRI. Pilihlah satu jawaban yang benar : 1. Seorang wanita dengan umur 70 tahun,

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan

Lebih terperinci

PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG TERJADI PADA PASIEN DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI

PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG TERJADI PADA PASIEN DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG TERJADI PADA PASIEN DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI Purwanto D 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ABSTRAK Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik adalah

Lebih terperinci

Ns. Sunardi, M.Kep.,Sp.KMB

Ns. Sunardi, M.Kep.,Sp.KMB Ns. Sunardi, M.Kep.,Sp.KMB 1 Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu keadaan klinik yang disebabkan oleh berbagai kausa, yang ditandai oleh meningkatnya permeabilitas membran glomerulus sehingga terjadi proteinuria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang cukup sering dijumpai. Angka kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat : Tn.R : Laki-laki : 26 tahun : Islam : SMK : Wiraswasta : Jl.Panca

Lebih terperinci

Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak

Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak Haryson Tondy Winoto, dr,msi.med. Sp.A Bag. IKA UWK ANATOMI & FISIOLOGI GINJAL pada bayi dan anak Nefrogenesis : s/d 35 mg fetal stop Nefron : unit fungsional terkecil

Lebih terperinci

BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN An. H DENGAN GASTROENTERITIS DI RUANG LUKMAN RUMAH SAKIT MUHAMMADYAH SEMARANG

BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN An. H DENGAN GASTROENTERITIS DI RUANG LUKMAN RUMAH SAKIT MUHAMMADYAH SEMARANG BAB III ASUHAN KEPERAWATAN An. H DENGAN GASTROENTERITIS DI RUANG LUKMAN RUMAH SAKIT MUHAMMADYAH SEMARANG A. PENGKAJIAN Tanggal 20 juni 2011, jam 10. 00 WIB 1. a) Biodata pasien Nama Usia Jenis kelamin

Lebih terperinci

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis? Gagal Ginjal Kronis Banyak penyakit ginjal yang tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda gangguan pada kesehatan. Gagal ginjal mengganggu fungsi normal dari organ-organ tubuh lainnya. Penyakit ini bisa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran I PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama :Tn. G Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 25 tahun Status Perkawinan : Belum menikah Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan

Lebih terperinci

Nama Pendamping : dr. Meldayeni Busra dan dr. Dwi Sepfourteen. Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Nama Pendamping : dr. Meldayeni Busra dan dr. Dwi Sepfourteen. Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Nama Peserta : dr. Frystka Hamelia Sari Nama Wahana : RSUD Sijunjung Topik : Gout Artritis Tanggal (Kasus) : 2015 Nama Pasien : Tn. Tanggal Presentasi : No. RM Nama Pendamping : dr. Meldayeni Busra dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK SEORANG LAKI-LAKI 17 TAHUN DENGAN FRAKTUR SEGMENTAL MANDIBULA DEXTRA TERTUTUP NON KOMPLIKATA Pembimbing dr. Benny Issakh, Sp.B, SpB.Onk Disusun Oleh Hj Mutiara DPR 22010111200152

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

TUTORIAL SKENARIO B BLOK X 1.1 Data Tutorial : dr. Nia Ayu Saraswati

TUTORIAL SKENARIO B BLOK X 1.1 Data Tutorial : dr. Nia Ayu Saraswati TUTORIAL SKENARIO B BLOK X 1.1 Data Tutorial Tutor : dr. Nia Ayu Saraswati Moderator : M. Apriliandy Sharif Sekretaris meja : Utin Karmila Sekretaris papan : Anisa Penidaria Hari, Tanggal : Senin, 07 Januari

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu. Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu. Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak dengan mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi menurut kriteria JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Blood Pressure), 2003, didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

riwayat personal-sosial

riwayat personal-sosial KASUS OSCE PEDIATRIK 1. (Gizi Buruk) Seorang ibu membawa anaknya laki-laki berusia 9 bulan ke puskesmas karena kha2atir berat badannya tidak bisa naik. Ibu pasien juga khawatir karena anaknya belum bisa

Lebih terperinci

Buku Pegangan Mahasiswa MODUL KAKI BENGKAK. Diberikan pada Mahasiswa Semester Kedua Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Buku Pegangan Mahasiswa MODUL KAKI BENGKAK. Diberikan pada Mahasiswa Semester Kedua Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Buku Pegangan Mahasiswa MODUL KAKI BENGKAK Diberikan pada Mahasiswa Semester Kedua Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin SISTEM MEKANISME DASAR PENYAKIT 2013 MODUL KAKI BENGKAK PENDAHULUAN Modul kaki

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING Pasaribu AS 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ABSTRAK Latar Belakang. Kejang adalah peristiwa yang

Lebih terperinci

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI Skrining nutrisi adalah alat yang penting untuk mengevaluasi status nutrisi seseorang secara cepat dan singkat. - Penilaian nutrisi merupakan langkah yang peting untuk memastikan

Lebih terperinci

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Pendahuluan Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid merupakan lipid utama di tubuh Trigliserida didistribusikan ke dalam otot sebagai sumber energi,

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS. Disusun oleh: Puspita Sari Dokter Pembimbing: dr. Arief Suseno, Sp.PD

LAPORAN KASUS. Disusun oleh: Puspita Sari Dokter Pembimbing: dr. Arief Suseno, Sp.PD LAPORAN KASUS Disusun oleh: Puspita Sari 102011101050 Dokter Pembimbing: dr. Arief Suseno, Sp.PD Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSUD dr.soebandi Jember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi mempunyai kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Hipertensi 1. Definisi Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi 140/90 mmhg pada pemeriksaan

Lebih terperinci