STUDI INDEKS MITOSIS MERISTEM UJUNG AKAR TANAMAN BAWANG UNTUK PEMBUATAN PREPARAT MITOSIS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATERI PEMBELAHAN SEL SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI INDEKS MITOSIS MERISTEM UJUNG AKAR TANAMAN BAWANG UNTUK PEMBUATAN PREPARAT MITOSIS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATERI PEMBELAHAN SEL SKRIPSI"

Transkripsi

1 STUDI INDEKS MITOSIS MERISTEM UJUNG AKAR TANAMAN BAWANG UNTUK PEMBUATAN PREPARAT MITOSIS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATERI PEMBELAHAN SEL SKRIPSI Oleh ACHMAD ZAINAL ABIDIN NIM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI 2014

2 STUDI INDEKS MITOSIS MERISTEM UJUNG AKAR TANAMAN BAWANG UNTUK PEMBUATAN PREPARAT MITOSIS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATERI PEMBELAHAN SEL SKRIPSI Diajukan kepada Universitas Negeri Surabaya untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana Pendidikan Biologi Oleh ACHMAD ZAINAL ABIDIN NIM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI 2014 i

3 LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi oleh : Achmad Zainal Abidin NIM : Judul : Studi Indeks Mitosis Meristem Ujung Akar Tanaman Bawang untuk Pembuatan Preparat Mitosis sebagai Media Pembelajaran pada Materi Pembelahan Sel ini telah disetujui dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi. Surabaya, 21 Juli 2014 Pembimbing I Drs. Johanes Djoko Budiono, M.Si NIP Pembimbing II Dra. Isnawati, M.Si. NIP ii

4 LEMBAR PENGESAHAN Skripsi oleh : Achmad Zainal Abidin NIM : Judul : Studi Indeks Mitosis Meristem Ujung Akar Tanaman Bawang untuk Pembuatan Preparat Mitosis sebagai Media Pembelajaran pada Materi Pembelahan Sel ini telah dipertahankan di hadapan dewan penguji pada tanggal 23 Juli Dewan Penguji Tanda Tanggal Tangan Selesai Revisi 1. Drs. Johanes Djoko Budiono, M.Si NIP Dra. Yuliani, M.Si NIP Muji Sri Prastiwi, S.Pd., M.Pd NIP Mengesahkan, Dekan Fakultas MIPA Mengetahui, Ketua Jurusan Biologi Prof. Dr. Suyono, M.Pd. NIP Dr. Raharjo, M.Si. NIP iii

5 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI Alamat : Jalan Ketintang Gedung C3 Lt. 2 Kampus Ketintang, Telp , Faks SURAT PERNYATAAN KEORISINILAN SKRIPSI Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Achmad Zainal Abidin Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 3 Maret 1990 NIM : Program studi/angkatan : Pendidikan Biologi 2008 Alamat : Perum Taloon Permai Blok J/15, RT.6 RW.7 Desa Kamal, Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan menyatakan dengan sesungguhnya bahwa: (1) skripsi yang diujikan ini benar-benar hasil karya saya sendiri (tidak didasarkan pada data palsu dan/atau hasil plagiasi/jiplakan atau autoplagisi) (2) apabila pada kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya tidak benar, saya akan menanggung resiko dan siap diperkarakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Demikianlah surat pernyataan yang saya buat dengan sebenarbenarnya. Surabaya, 23 Juli 2014 Yang Menyatakan, iv Achmad Zainal Abidin NIM

6 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-nya sehingga skripsi yang berjudul Studi Indeks Mitosis Meristem Ujung Akar Tanaman Bawang Untuk Pembuatan Preparat Mitosis Sebagai Media Pembelajaran Pada Materi Pembelahan Sel telah dapat terselesaikan dengan baik. Skrispi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Dalam skripsi ini penulis meneliti indeks mitosis meristem ujung akar tanaman bawang untuk digunakan sebagia waktu acu potong pada pembuatan preparat mitosis bawang. Penulis juga mengembangkan pemanfaatan pewarna alami filtrat Syzygium cumini sebagai bahan alternatif dalam pembuatan preparat mitosis sehingga diharapkan dapat membantu siapapun menekan biaya dalam pembuatan preparat mitosis sehingga dimanfaatkan dalam proses pembelajaran di kelas. Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Drs. Johanes Djoko Budiono, M.Si. dan Dra. Isnawati, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu membimbing, memberi masukan, kritikan, dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. 2. Dra. Yuliani, M.Si.; Muji Sri Prastiwi, S.Pd., M.Pd. dan Rinie Pratiwi P., M.Si. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini. v

7 3. Dr. Hj.Yuni Sri Rahayu M.Si. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah sabar dalam memberikan bimbingan dan motivasi dalam penulisan skripsi. 4. Dr. Raharjo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi Universitas Negeri Surabaya. 5. Prof. Dr. Suyono, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya. 6. Seluruh Dosen Pengajar di lingkungan Jurusan Biologi FMIPA Unesa yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 7. RR. Herlin Wahyu Indriati, S.Pd., selaku guru Biologi SMA Negeri 1 Kamal sekaligus penelaah yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. 8. Bapak (Zaini), Ibu (Siti Amina), Kakak (Achmad Zainal Arifin & Nurul Arifah) dan Adik (Siti Sufiya) serta keluarga yang senantiasa memberikan dukungan materiil, semangat, motivasi, dan do a dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Rekan-rekan Pendidikan Biologi 2008 dan Nizar Hanafi Hamdan (Alm.) yang turut memberikan saran, kritik, dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini, amin. Harapan peneliti dengan tersusunnya skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Surabaya, 23 Juli 2014 vi Achmad Zainal Abidin NIM

8 ABSTRAK STUDI INDEKS MITOSIS MERISTEM UJUNG AKAR TANAMAN BAWANG UNTUK PEMBUATAN PREPARAT MITOSIS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATERI PEMBELAHAN SEL Nama : Achmad Zainal Abidin NIM : Program studi : S-1 Jurusan : Pendidikan Biologi, Biologi Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Nama Lembaga : Universitas Negeri Surabaya Pembimbing : 1. Drs. Johanes Djoko Budiono, M.Si. 2. Dra. Isnawati, M.Si Waktu pemotongan ujung akar tanaman sangat penting dalam membuat preparat mitosis dengan fase lengkap. Waktu pemotongan ujung akar terkait dengan indeks mitosis (IM) tanaman. Setiap tanaman memiliki waktu yang berbeda-beda dimana terjadi IM tertinggi. Terbatasnya referensi IM tanaman menjadi kendala utama dalam pembuatan preparat mitosis sehingga diperlukan studi IM tanaman. Kendala lain dalam pembuatan preparat mitosis adalah pewarna baku yang harganya cukup mahal. Penggunaan pewarna alternatif sebagai pengganti zat warna baku inti sel / kromosom dapat menekan biaya pembuatan mitosis squash. Tujuan penelitian ini adalah 1) Menemukan tanaman alternatif yang dapat digunakan sebagai utama pembuatan preparat squash untuk pengamatan mitosis 2) Menemukan acuan waktu pemotongan ujung akar tanaman bawang untuk pembuatan preparat mitosis yang didasarkan pada nilai indeks mitosis tertinggi tanaman bawang 3) Mengembangkan pewarna alternatif dari filtrat kulit buah Syzygium cumini untuk pemulasan kromosom dalam pembuatan preparat mitosis 4) Mendeskripsikan kelayakan media preparat mitosis tentang vii

9 indeks mitosis yang menggunakan pewarna filtrat kulit buah S. cumini sebagai media pembelajaran. Metode penelitian ini adalah penelitian pengembangan dengan mengacu pada metode Research and Development (R&D) yang hanya dilakukan sampai tahap telaah desain produk. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi dan telaah. Teknik observasi digunakan untuk memperoleh data kuantitatif tentang nilai IM Allium, sedangkan teknik telaah digunakan untuk memperoleh data kualitatif tentang kelayakan media preparat mitosis menggunakan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini. Hasil penelitian ini adalah 1) Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum dapat dijadikan sebagai bahan utama alternatif pembuatan preparat mitosis squash. 2) Waktu pemotongan ujung akar tanaman bawang untuk digunakan sebagai acuan dalam pembuatan preparat mitosis ditemukan dalam waktu yang berbeda-beda berdasarkan pada waktu ditemukannya nilai Indeks Mitosis (IM) tertinggi. IM A. sativum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; IM A. cepa tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; sedangkan IM A. fistulosum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %. 3) Filtrat kulit buah Syzygium cumini dapat digunakan sebagai pewarna alternatif untuk mewarnai inti sel / kromosom. 4) Kelayakan media preparat mitosis squash meristem ujung akar Allium tentang indeks mitosis yang menggunakan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini memperoleh nilai bervariasi antara 81%-100% dengan kategori sangat layak sehingga dapat digunakan sebagai media preparat untuk pengamatan pembelahan mitosis sel. Kata kunci : Indeks mitosis, ujung akar, tanaman bawang, media preparat mitosis, media pembelajaran, pembelahan sel. viii

10 ABSTRACT MITOSIS INDEX STUDY OF ONION PLANT ROOT TIP TO MAKE MITOSIS SLIDES AS LEARNING MEDIA FOR MITOSIS CELL SUBJECT Name : Achmad Zainal Abidin Number : Study Program : S-1 Department : Pendidikan Biologi, Biologi Faculty : Mathematic and Natural Sciences Name of Institution : The States University of Surabaya Lecturer : 1. Drs. Johanes Djoko Budiono, M.Si. 2. Dra. Isnawati, M.Si The time of cutting root tip plant is an important thing when making mitosis slides with complete phase of mitosis. The Time of Cutting Root Plant has concerned by Mitosis Index (MI). Each of plant has a different time for makes the highest MI. The limited reference for plant MI becomes the main problem for making the mitosis slides so it needs a literature study for plant MI. The other problem in making the mitosis slides is the standard stain that spend a high cost. The use of alternative stain as a substitution of standard nucleus (chromosome stain) to decrease the cost of making mitosis squash. The objectives of this research are 1) finding alternative plants that can be use as main material for makes slides squash for mitosis observation. 2) finding the reference of onion root tip cutting time to make mitosis squash slides based on the highest value of onion IM. 3) developing alternative stain from skin filtrate of Syzygium cumini as chromosomes staining for mitosis squash slides. 4) Describing feasibility of mitosis slides media about MI with skin filtrate of S. cumini as a learning media. This Research uses development research method that focus on Research and Development Method (R&D) and the steps are conducted only by stage of product design study. The data are ix

11 collected by using observation and study thecnique. Obeservation technique is used to get the quantitative value of Allium MI and study technique used to get the qualitative value about feasibility of mitosis slides media that use filtrate of Syzgium cumini s skin fruit as a stain. Result of this research are 1) Allium sativum, A. cepa and A. fistolusum can be use as an alternative main material to make mitosis squash slides. 2) The time of the root tip cutting of the onion plants to be used as a reference in making mitosis slides squash found within different based on the time of the discovery of the value of the highest MI. The Highest MI for A. sativum was observed at WIT (11,410%); for A. cepa at WIT (11,326%) and for A. fistulosum at WIT (12,617%). 3) Filtrate of fruit skin Syzygium cumini can be use as alternative stain for staining the nucleus (chromosomes). 4) Feasibility of Allium root tip meristem as a mitosis squash slides media with MI that use filtrate of fruit skin S. cumini as stain have various value between 81%-100% with a viable category so that it can be used as a as a slides media for observation of mitosis cell divison. Key Words: Mitosis index, root tip, onion plant, mitosis slides media, learning media, cell division x

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii SURAT PERNYATAAN KEORISINILAN SKRIPSI... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR...xvii DAFTAR GRAFIK...xix DAFTAR LAMPIRAN... xx BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 7 C. Tujuan Penelitian... 7 D. Manfaat Penelitian... 8 E. Batasan Penelitian... 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran B. Media Preparat Sebagai Media Pembelajaran C. Zat Warna D. Pulasan (Pewarnaan) Kromosom dengan Hematoksilin dan Filtrat Syzygium cumini Linn Hematoksilin Syzygium cumini Linn E. Mempelajari dan Memahami Mitosis Melalui Preparat Mitosis F. Durasi Mitosis dan Indeks Mitosis G. Siklus Sel Interfase a. Fase G1 (Gap 1) b. Fase S (Sintesis DNA) xi

13 c. Fase G2 (Gap 2) Mitosis a. Profase b. Metafase c. Anafase d. Telofase Sitokinesis H. Penelitian yang Relevan I. Kerangka Berpikir BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Sasaran Penelitian D. Definisi Operasional E. Prosedur Penelitian Tahap Potensi dan Masalah a. Analisis Potensi b. Analisis Masalah Tahap Pengumpulan Informasi a. Durasi Mitosis dan Indeks Mitosis b. Preparat Squash Mitosis c. Pewarna Alami Kromosom dari Hematoksilin dan Syzygium cumini Tahap Desain Produk a. Tahap Koleksi dan Penentuan Tanaman b. Tahap Menemukan Indeks Mitosis c. Tahap Pembuatan Pewarna Alternatif Filtrat Syzygium cumini dan Pengaplikasiannya pada Media Preparat Squash Mitosis Tahap Telaah Desain Produk Tahap Perbaikan Desain Tahap Uji Coba Produk Tahap Revisi Produk Tahap Uji Coba Pemakaian Tahap Revisi Produk xii

14 10. Tahap Produksi Masal F. Metode Pengumpulan Data Metode Observasi Metode Telaah G. Instrumen Penelitian Lembar Data Pengamatan Indeks Mitosis Lembar Telaah Preparat Mitosis H. Teknik Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Koleksi dan Pemilihan Bahan Utama Preparat Mitosis Pengamatan Nilai Indeks Mitosis Genus Allium Pembuatan Pewarna Alternatif Filtrat Syzygium cumini dan Pengaplikasiannya pada Media Preparat Squash Mitosis Telaah Media Preparat a. Mitosis Squash Meristem Ujung Akar Allium sativum dengan Pewarna Hematoksilin dan Pewarna Syzygium cumini (Preparat 1-3 dan Preparat 10-12) b. Mitosis Squash Meristem Ujung Akar Allium cepa dengan Pewarna Hematoksilin dan Pewarna Syzygium cumini (Preparat 4-6 dan Preparat 13-15) c. Mitosis Squash Meristem Ujung Akar Allium fistulosum dengan Pewarna Hematoksilin dan Pewarna Syzygium cumini Preparat 7-9 dan Preparat 16-18) B. PEMBAHASAN Koleksi dan Pemilihan Bahan Utama Preparat Mitosis xiii

15 2. Pengamatan Nilai Indeks Mitosis Genus Allium Pembuatan Pewarna Alternatif Filtrat Syzygium cumini dan Pengaplikasiannya pada Media Preparat Squash Mitosis Telaah Media Preparat a. Telaah pewarnaan hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini pada preparat mitosis squash meristem ujung akar Allium b. Telaah kelayakan preparat mitosis meristem ujung akar Allium dengan pewarna hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

16 DAFTAR TABEL Nomor Tabel 2.1 Kesalahan yang Banyak Terjadi dalam Pengamatan Mitosis Sel dan Penyebabnya Kriteria interpretasi skor berdasarkan skala likert Daftar tanaman koleksi, media tanam dan referensi Hasil pengamatan tanaman koleksi Rata-rata Indeks Mitosis (IM) meristem ujung akar genus Allium setiap jam selama 24 jam berturut-turut Hasil uji normalitas data Indeks Mitosis Allium Hasil uji homogenitas data Indeks Mitosis Allium Hasil perhitungan Anava untuk indeks mitosis meristem ujung akar Allium sativum setiap jam berturut-turut selama 24 jam Hasil perhitungan Anava untuk indeks mitosis meristem ujung akar Allium cepa setiap jam berturutturut selama 24 jam Hasil perhitungan Anava untuk indeks mitosis meristem ujung akar Allium fistulosum setiap jam berturut-turut selama 24 jam Daftar media preparat mitosis squash yang telah dibuat menggunakan pewarna hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini yang dinilai kelayakannya Perbandingan hasil pewarnaan sel Allium menggunakan pewarna hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumin Hasil telaah penyerapan warna dan kejelasan waran Hematoksilin (Preparat 1-3) dan filtrat kulit buah xv

17 Syzygium cumini (Preparat 10-12) pada sel meristem ujung akar Allium sativum Hasil telaah kelayakan preparat mitosis meristem ujung akar Allium sativum dengan pewarna Hematoksilin (Preparat 1-3) dan filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 10-12) Hasil telaah penyerapan warna dan kejelasan waran Hematoksilin (Preparat 4-6) dan filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 13-15) pada sel meristem ujung akar Allium cepa Hasil telaah kelayakan preparat mitosis meristem ujung akar Allium cepa dengan pewarna Hematoksilin (Preparat 4-6) dan filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 13-15) Hasil telaah penyerapan warna dan kejelasan waran Hematoksilin (Preparat 7-9) dan filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 16-18) pada sel meristem ujung akar Allium fistulosum Hasil telaah kelayakan preparat mitosis meristem ujung akar Allium fistulosum dengan pewarna Hematoksilin (Preparat 7-9) dan filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 16-18) xvi

18 DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 2.1 Kerucut pengalaman Edgar dale yang dikaitkan Dengan tahap pengalaman dari Bruner Struktur kimia gugus chromophore dan auxochromo pada molekul sianidin (A) dan hematein (B) Struktur kimia molekul hematoksilin, hematein hematein anion Kompleks hematein-mordant iron (HmFe) Mekanisme reaksi antara pewarna hematein (HmFe) Syzygium cumini: (a) daun, (b) bunga, (c) tanaman muda belum berbunga, (d) buah S. cumini muda yang berwarna merah sampai ungu, (e) buah S. cumini matang, (f) tanaman S. cumini dewasa Struktur kimia molekul antosianidin dalam Syzygium cumini dalam bentuk sianidin kation Mitosis dan interfase inti pada Allium cepa (2n = 16) Profase Metafase Anafase Telofase dan sitokinesis Diagram kerangka berpikir Skema pengembangan media preparat squash mitosis Allium dengan pewarna alternatif Syzygium cumini Posisi perhitungan sampel Diagram alur pemerolehan indeks mitosis meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum Diagram alur pemerolehan indeks mitosis meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum dengan menggunakan pewrana alternatif filtrat Syzygium cumini A. Filtrat Syzygium cumini yang berwarna merah, B. Penambahan mordan iron alum, C. Filtrat S. cumini xvii

19 beberapa saat setelah ditambahkan dengan iron alum berwarna ungu tua yang siap digunakan untuk pewarnaan kromosom Tampilan fisik media preparat mitosis squash Foto obyek preparat mitosis squash meristem ujung akar Allium sativum dengan pewarna hematoksilin (preparat 1-3) maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 10-12) perbesaran 640 X Foto obyek preparat mitosis squash meristem ujung akar Allium cepa dengan pewarna hematoksilin (preparat 4-6) maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 13-15) perbesaran 640 X Foto obyek preparat mitosis squash meristem ujung akar Allium fistulosum dengan pewarna hematoksilin (preparat 7-9) maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 16-18) perbesaran 640 X Struktur kimia molekul antosianidin dalam Syzygium cumini, sianidin, sianidin anion Mekanisme reaksi antara pewarna cyanidin (CyFe) 2+ dengan fosfat anion xviii

20 DAFTAR GRAFIK Nomor Grafik 4.1 Grafik rata-rata indeks mitosis meristem ujung akar Allium sativum setiap jam selama 24 jam berturutturut Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium sativum setiap jam selama 24 jam berturutturut Grafik rata-rata indeks mitosis meristem ujung akar Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut-turut Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut-turut Grafik rata-rata indeks mitosis meristem ujung akar Allium fistulosum setiap jam selama 24 jam berturutturut Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium fistulosum setiap jam selama 24 jam berturutturut xix

21 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran Lampiran 1 1 Gambar Tanaman yang Digunakan sebagai Bahan Utama Preparat Mitosis Lampiran 2 2A Prosedur Pembuatan Preparat Mitosis Squash Willey B Tahapan Pembuatan Preparat Squash Willey Lampiran 3 3A Hasil Pra-Lab Pewranaan Sel Meristem Ujung Akar Menggunakan Berbagai Tanaman B Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman C Foto Hasil Uji Penerapan Filtrat Tanaman Menggunakan Pewarna Alami Lampiran 4 4A Prosedur Pembuatan Preparat Mitosis Squash Menggunakan Pewarna Filtrat Syzygium cumini B Tahapan Pembuatan Filtrat Syzygium cumini C Tahapan Pembuatan Preparat Mitosis Squash Menggunakan Pewarna Filtrat Syzygium cumini Lampiran 5 5 Intrumen A Lembar Data Pengamatan Indeks Mitosis Sel Ujung Akar Allium Lampiran 6 6A Intrumen B Lembar Telaah Penyerapan Warna Hematoksilin B Intrumen C Lembar Telaah Tampilan Umum Media Preparat Semi Permanen Mitosis Allium Menggunakan Pewarna Hematoksilin xx

22 6C Intrumen D Lembar Telaah Manfaat Media Preparat Semi Permanen Mitosis Allium Menggunakan Pewarna Hematoksilin Lampiran 7 7A Intrumen B Lembar Telaah Penyerapan Warna Hematoksilin B Intrumen C Lembar Telaah Tampilan Umum Media Preparat Semi Permanen Mitosis Allium Menggunakan Pewarna Hematoksilin C Intrumen D Lembar Telaah Manfaat Media Preparat Semi Permanen Mitosis Allium Menggunakan Pewarna Hematoksilin Lampiran 8 8A Data pengamatan indeks mitosis sel ujung akar Allium sativum B Analisis statistik data indeks mitosis Allium sativum Lampiran 9 9A Data pengamatan indeks mitosis sel ujung akar Allium cepa B Analisis statistik data indeks mitosis Allium cepa Lampiran 10 10A Data pengamatan indeks mitosis sel ujung akar Allium fistulosum B Analisis statistik data indeks mitosis Allium fistulosum Lampiran 11 11A Hasil Telaah Penelaah 1 : Telaah Penyerapan Warna Hematoksilin Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium B Hasil Telaah Penelaah 1 : Telaah Tampilan Umum Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Hematoksilin xxi

23 11C Hasil Telaah Penelaah 1 : Telaah Tampilan Manfaat Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Hematoksilin D Hasil Telaah Penelaah 1 : Telaah Penyerapan Warna Filtrat Syzygium cumini Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium E Hasil Telaah Penelaah 1 : Telaah Tampilan Umum Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Filtrat Syzygium cumini F Hasil Telaah Penelaah 1 : Telaah Tampilan Manfaat Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Filtrat Syzygium cumini Lampiran 12 12A Hasil Telaah Penelaah 2 : Telaah Penyerapan Warna Hematoksilin Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium B Hasil Telaah Penelaah 2 : Telaah Tampilan Umum Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Hematoksilin C Hasil Telaah Penelaah 2 : Telaah Tampilan Manfaat Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Hematoksilin D Hasil Telaah Penelaah 2 : Telaah Penyerapan Warna Filtrat Syzygium cumini Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium E Hasil Telaah Penelaah 2 : Telaah Tampilan Umum Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Filtrat Syzygium cumini F Hasil Telaah Penelaah 2 : Telaah Tampilan Manfaat Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Filtrat Syzygium cumini xxii

24 Lampiran 13 13A Hasil Telaah Penelaah 3 : Telaah Penyerapan Warna Hematoksilin Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium B Hasil Telaah Penelaah 3 : Telaah Tampilan Umum Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Hematoksilin C Hasil Telaah Penelaah 3 : Telaah Tampilan Manfaat Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Hematoksilin D Hasil Telaah Penelaah 3 : Telaah Penyerapan Warna Filtrat Syzygium cumini Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium E Hasil Telaah Penelaah 3 : Telaah Tampilan Umum Pada Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Filtrat Syzygium cumini F Hasil Telaah Penelaah 3 : Telaah Tampilan Manfaat Preparat Semi Permanen Mitosis Squash Allium Menggunakan Pewarna Filtrat Syzygium cumini xxiii

25 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu materi pelajaran biologi adalah proses pembelahan mitosis sel. Materi tersebut mengacu pada Kompetensi Inti (KI) 3 yaitu Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah dan Kompetensi Dasar (KD) 3.8 yaitu Mendeskripsikan keterkaitan antara proses pembelahan mitosis dan meiosis dengan pewarisan sifat (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013). KI dan 3 dan KD 3.8 merujuk pada materi pembelajaran pembelahan mitosis sel. Pada pembahasan materi ini menuntut peserta siswa untuk dapat memahami serta membedakan tahapan-tahapan pembelahan mitosis sel. Materi pembelajaran pembelahan mitosis sel merupakan kumpulan konsep konkret yang dapat dipahami siswa dengan cara melakukan kegiatan pengamatan pembelahan mitosis sel secara langsung melalui media preparat mitosis akar tanaman. Kegiatan pengamatan sel-sel yang bermitosis secara langsung melalui media preparat mitosis dapat memotivasi belajar siswa, melatih keterampilan proses siswa serta meningkatkan pemahaman terhadap materi pembelahan mitosis sel (Agustin, 2009). 1

26 2 Wilson (1962) menjelaskan, pada pengamatan preparat mitosis yang diamati adalah pola kromosom di dalam inti saat proses pembelahan sel. Kromosom merupakan materi genetik yang berperan dalam pewarisan sifat suatu individu. Kualitas preparat yang digunakan selama kegiatan pengamatan memengaruhi pemahaman siswa dalam mempelajari pembelahan mitosis sel (Jones dan Rickards, 1991). Fakta di lapangan menunjukkan penggunaan preparat kualitas rendah dapat menyebabkan siswa sulit memahami konsep pembelahan mitosis sel. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan dua guru biologi di dua Sekolah Menengah Atas (SMA) diantaranya SMA Negeri 8 Surabaya dan SMA Negeri 1 Kamal, preparat mitosis di laboratorium sekolah yang digunakan sebagai bahan praktikum pengamatan mitosis memiliki kelemahan yaitu sebagian besar fase-fase pembelahan sel pada preparat tidak dapat dilihat dengan jelas. Kelemahan preparat menyebabkan guru tidak dapat menjelaskan secara konkret fase pembelahan sel dan bentuk sebenarnya kromosom kepada siswa. Pada dasarnya preparat mitosis dapat dibuat sendiri oleh guru dengan menggunakan bahan dan metode yang sederhana. Metode yang umum digunakan dalam membuat preparat mitosis yaitu dengan squash. Metode squash yaitu suatu metode untuk mendapatkan suatu preparat dengan cara meremas suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan, sehingga didapatkan suatu sediaan yang tipis yang dapat diamati di bawah mikroskop (Suntoro, 1983). Secara umum tahapan dalam pembuatan preparat mitosis dengan metode squash yaitu diawali dengan pemilihan bahan, kemudian memfiksasi, hidrolisis, pemulasan, dan yang terakhir pembuatan preparat dengan meremas (squashing) (Jones dan Rickards, 1990).

27 Bahan utama pembuatan preparat mitosis adalah sel yang melakukan pembelahan mitosis. Sel-sel yang sedang melakukan mitosis ditemukan pada bagian tanaman yang aktif mengalami pertumbuhan (meristematis), paling mudah ditemukan pada bagian ujung akar (Loveless, 1983). Akar mudah tumbuh dan seragam,sel akar tidak berklorofil serta mudah dipulas oleh pewarna (Fukui,1996). Ujung akar beberapa spesies dari genus Allium diantaranya adalah bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa) dan bawang prei (A. fistulosum) merupakan bahan yang baik untuk diproses menjadi preparat mitosis karena kromosom ketiga spesies tersebut termasuk bertipe besar serta memiliki jumlah autosom sedikit yaitu 16 kromosom sehingga kromosom mudah diamati (Fukui, 1996). Selain itu, tanaman tersebut mudah didapat dan murah. Jones (1990) menjelaskan, preparat mitosis yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah harus memiliki fase-fase lengkap pembelahan mitosis dan tampak jelas. Untuk membuat preparat dengan fase-fase lengkap mitosis di dalamnya, maka yang sangat perlu diperhatikan pada saat proses awal pembuatan adalah waktu pemotongan akar. Hal ini merupakan faktor kritis dalam menentukan hasil akhir preparat. Waktu pembelahan sel tiap tanaman berbeda-beda dan tidak konstan sepanjang hari. Waktu pemotongan ini terkait dengan durasi mitosis dan indeks mitosis. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007). Beberapa spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan waktu potong yang tepat diperlukan pengamatan yang berulang-ulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999). 3

28 4 Pemulasan kromosom pada pembuatan mitosis umumnya menggunakan pewarna basa. Kromosom terdiri dari benang-benang kromatin, tersusun dari untaian basa nukleotida yang membentuk untaian DNA. Pada fase pembelahan sel bagian kromatin yang bersifat asam akan terkondensasi, menebal akan dapat terpulas dengan hematoksilin sebagai pewarna basa (Suntoro, 1983). Pemulasan akan mengontraskan kromosom dari organel sel yang lain sehingga dapat diamati serta dikenali dengan bantuan mikroskop. Hematoksilin merupakan pewarna alami hasil ekstrak batang tanaman Haematoxylum campechianum. Hematoksilin sendiri sebenarnya bukanlah zat warna, karena tidak dapat memberikan warna (Kiernan, 2010). Untuk dapat berfungsi sebagai pewarna, hematoksilin harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi hematein melalui proses ripening yang membutuhkan waktu selama berbulan-bulan. Pada penggunaannya, hematein harus dilarutkan dengan larutan tertentu dan bila disimpan dalam waktu lama akan rusak. Harga hematein yang relatif mahal yaitu Rp7,798,000/25 gram ( juga menjadi keluhan sekolah dalam memperoleh pewarna hematein. Untuk mengatasi keterbatasan sekolah dalam memperoleh hematein dan kelemahan lain maka dibutuhkan pewarna alternatif yang memiliki fungsi sama sebagai pemulas kromosom yaitu menggunakan filtrat kulit buah tanaman Syzygium cumini. Tanaman Syzygium cumini mudah ditemui di wilayah Indonesia yang beriklim tropis, tumbuh di dataran rendah, banyak ditanam di pinggir jalan, di pematang sawah dan pagar rumah. Berbunga sekitar bulan April-Oktober (Steenis, et al., 2008). Buah yang matang berwana merah tua keunguan akan dipanen dan biasa dikonsunsumsi segar. Buah yang

29 terlampau matang dan tidak dipanen akan jatuh ke tanah tidak dimanfaatkan penduduk hanya dibiarkan begitu saja menjadi sampah. Selama ini, pemanfaatan tanaman S.cumini umumnya hanya sebatas sebagai bahan obat (Ayyanar dan Babu, 2012). Pemanfaatan buah S. cumini sebagai pewarna alternatif alami dalam pembuatan preparat mitosis dapat menekan biaya pembuatan preparat serta mempertinggi nilai manfaat buah S. cumini. Warna merah tua keunguan buah S. Cumini merupakan ekspresi dari pigmen sianidin yang terkandung didalam kulit buah (Sah dan Verma, 2011). Sianidin adalah glukosida dari antosianidin yang tergolong senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid merupakan contoh senyawa metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tanaman (Manitto, 1992; Harborne, 2006). Penelitian penggunaan preparat mitosis sebagai media pembelajaran telah pernah dilakukan oleh Agustin (2009). Pada proses pembuatan preparat mitosis, Agustin (2009) melakukan pemotongan ujung akar pada tiga spesies dari genus Allium yaitu Allium ascalonicum, A. sativum dan A. cepa pada waktu yang sama yaitu pukul WIB. Hasil peparat yang layak dan terpilih adalah preparat mitosis ujung akar spesies A. ascalonicum karena memiliki fase-fase mitosis lengkap. Sedangkan pada preparat mitosis ujung akar A. sativum didapatkan empat fase mitosis dan pada preparat mitosis ujung akar A. cepa hanya ditemukan satu fase saja yaitu interfase. Ketidaklengkapan fase-fase mitosis disebabkan karena waktu pemotongan akar yang sama sedangkan setiap spesies memiliki jam biologi yang mengatur waktu optimum pembelahan mitosis berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor endogen dari setiap spesies dan juga faktor eksogen (lingkungan). Kelengkapan fase 5

30 6 mitosis pada preparat memengaruhi penilaian kelayakan preparat dalam kaitan keakuratan materi. Agustin (2009) juga melakukan uji coba penggunaan preparat mitosis A. ascalonicum sebagai media pembelajaran untuk membantu siswa mengamati pembelahan mitosis secara langsung. Uji coba ini mendapat respon positif sebesar 60% dari siswa dengan persentase ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 60%. Penelitian lain tentang pemanfaatan media preparat dalam pembelajaran juga pernah dilakukan oleh Kusumawati (2008). Pemanfaatan media preparat stomata dan foto stomata daun sebagai media pembelajaran menunjukkan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 78,01 dengan ketuntasan klasikal 92,5%; rata-rata aktivitas siswa yang positif sebesar 78,23%; rata-rata persentase tanggapan siswa terhadap media pembelajaran sebesar 82,38% sehingga awetan stomata dan foto stomata daun efektif digunakan dalam kegiatan pembelajaran konsep struktur dan fungsi organ tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Zaini (2011) yaitu mengembangkan media kromosom untuk membantu siswa dalam memahami konsep kromosom mendapat respon positif siswa sebesar 95%. Peneliti-peneliti di atas membuat media preparat dengan metode baku dan menggunakan bahan pewarna yang sudah umum digunakan. Harga pewarna umum yang relatif mahal dapat diatasi dengan mengganti pewarna alami yang memiliki fungsi sama sehingga dapat menekan biaya pembuatan preparat. Beberapa pewarna alami banyak tersedia di alam dan dapat digunakan dalam pewarnaan preparat diantaranya ekstrak Breynia sp., Curcuma domestica, daun Tectona grandis, daun Annacardium occidentale, Morus nigra untuk pewarna inti sel (Dewi, 2010; Wahyuni, 2010; Shikara, et al., 2009); ekstrak Bixa orellana, Curcuma domestica,

31 Lonchocarpus cyanescens, Pterocarpus osun untuk pewarna jaringan tanaman (Akinloye, et al., 2010); ekstrak Lawsonia inermis, Hibiscus sabdariffa untuk pewarna jaringan hewan (Wiam, et al., 2006); filtrat Punica Granatum untuk pewarna atrosit dan neuron (Gharravi, et al., 2006). Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka penulis berniat untuk melakukan penelitian dengan judul Studi Indeks Mitosis Meristem Ujung Akar Tanaman Bawang untuk Pembuatan Preparat Mitosis sebagai Media Pembelajaran pada Materi Pembelahan Sel. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat dirumuskan permasalahan: 1. Apa saja tanaman alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan utama pembuatan preparat squash untuk pengamatan mitosis? 2. Bagaimana waktu pemotongan ujung akar tanaman bawang untuk digunakan sebagai acuan dalam pembuatan preparat mitosis? 3. Bagaimana kelayakan pemanfaatan filtrat Syzygium cumini sebagai pewarna alternatif untuk pembuatan preparat mitosis squash? 4. Bagaimana kelayakan media preparat mitosis tentang indeks mitosis yang menggunakan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: 1. Menemukan tanaman alternatif yang dapat digunakan sebagai utama pembuatan preparat squash untuk pengamatan mitosis. 7

32 8 2. Menemukan acuan waktu pemotongan ujung akar tanaman bawang untuk pembuatan preparat mitosis yang didasarkan pada nilai indeks mitosis tertinggi tanaman bawang. 3. Mengembangkan pewarna alternatif dari filtrat kulit buah Syzygium cumini untuk pemulasan kromosom dalam pembuatan preparat mitosis. 4. Mendeskripsikan kelayakan media preparat mitosis tentang indeks mitosis yang menggunakan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat diantaranya: 1. Memberikan informasi bagi guru dan peneliti lain tentang waktu potong ujung akar yang tepat dalam membuat preparat mitosis, alternatif pemilihan bahan utama serta penggunaan pewarna alternatif filtrat Syzygium cumini untuk menekan biaya pembuatan preparat mitosis. 2. Menyediakan media preparat mitosis sebagai sumber belajar bagi siswa untuk mendukung kegiatan praktikum. 3. Memberikan pengalaman bagi peneliti dalam membuat preparat mitosis yang berguna sebagai bekal dalam mengajarkan konsep-konsep pembelahan sel. E. Batasan Penelitian Supaya penelitian ini mengenai sasaran dan tidak meluas, maka diberi batasan-batasan masalah sebagai berikut: 1. Media pembelajaran berupa preparat mitosis berasal dari meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum karena murah, mudah didapat, sama-sama memiliki autosom 16 dengan kromosom bertipe besar dan dapat diproses dengan metode squash.

33 2. Faktor endogen dan eksogen tidak termasuk dalam penelitian ini. 3. Indeks mitosis tertinggi setiap spesies dijadikan sebagai waktu potong acuan dalam pembuatan preparat. 4. Kriteria buah Syzygium cumini yang digunakan sebagai pewarna alternatif yaitu buah berwarna ungu tua dan telah jatuh dari pohon 5. Materi biologi yang akan dibahas adalah pembelahan mitosis sel. 6. Pengembangan hanya sampai pada tahap telaah, tidak pada keterpakaian oleh guru dan siswa. 9

34 10 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

35 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran Media adalah salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Media pembelajaran merupakan sarana atau alat yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau megandung pengajaran untuk mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru (komunikator) dan siswa (komunikan) dalam proses pembelajaran sehingga mendorong terjadinya proses belajar pada siswa yang dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai informasi yang disampaikan sehingga dapat meningkatkan efektivitas (tepat guna) dan efisiensi (daya guna) pencapaian tujuan pembelajaran. Media pembelajaran merupakan bagian integral dari proses pembelajaran dan bertumpu pada tujuan, materi, pendekatan, metode, dan evaluasi pembelajaran termasuk juga ke dalam kriteria ini yaitu tingkat perkembangan intelektual siswa (Arsyad, 2011). Penggunaan media pembelajaran memegang peranan penting dalam proses pembelajaran IPA untuk mengembangkan keterampilan proses sains siswa diantaranya keterampilan melakukan observasi, mengukur, mengelompokkan, menafsirkan, memprediksi dan membuat kesimpulan. Penggunaan media pembelajaran dapat mempertinggi proses hasil belajar berkenaan dengan taraf berfikir siswa. Taraf berfikir siswa mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berfikir konkret menuju berfikir abstrak, dimulai dari berfikir sederhana menuju ke berfikir kompleks. Penggunaan 11

36 12 media pembelajaran sangat berkaitan erat dengan tahapan berfikir tersebut sebab melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan. Sebagaimana yang diungkapkan Arsyad (2011) bahwa penggunaan media akan membuat pembelajaran lebih menarik perhatian siswa dan memperjelas makna materi pembelajaran yang diberikan sehingga lebih mudah dipahami oleh siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. Gambar 2.1 Kerucut pengalaman Edgar Dale yang dikaitkan dengan tahap pengalaman dari Bruner (Arsyad 2011). Dale s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale) pada gambar 2.1 menjelaskan siswa sebagai partisipan dalam mendapatkan pengalaman sesungguhnya yaitu pengalaman

37 langsung (konkret), menuju siswa sebagai pengamat atas suatu kejadian tidak langsung (melalui beberapa medium), dan akhirnya siswa mengamati simbol-simbol yang mewakili kejadian itu. Kerucut Pengalaman Dale merupakan elaborasi dari konsep tiga tingkatan yang dikemukakan oleh Bruner, yaitu symbolic experience, ionic experience dan enactive experience. Pengalaman belajar konkret yang secara langsung dialami siswa terletak di bagian bawah kerucut. Arsyad (2011) mengemukakan tiga ciri media: 1. Ciri Fiksatif (Fixative Property), media mampu merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek sehingga memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu. 2. Ciri manipulatif (Manipulative Property), media mampu menransformasi suatu objek atau kejadian sehingga konsistensi informasi objek atau kejadian terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya. 3. Ciri distributif (Distributive Property), media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Arsyad (2011) mengemukakan beberapa jenis media pembelajaran diantaranya: 1. Media cetak/teks, meliputi: buku, brosur, leaflet dan handout. Bahan grafis juga tergolong media cetak yang memuat informasi dan pengetahuan spesifik misalnya: gambar, diagram, chart, grafik, poster, dan kartun; 2. Media pameran/display, variasian media meliputi: realia (benda asli), model, diorama, dan kit; 13

38 14 3. Media audio, misalnya kaset, compact disk (CD); 4. Gambar bergerak/motion pictures, media yang mampu memperlihatkan gambar bergerak yag diintegrasikan dengan unsur suara; 5. Multimedia, media ini dapat menampilkan pesan dan pengetahuan dalam bentuk gabungan antara beberapa unsur seperti: teks, audio, grafis, video, dan animasi; 6. Media berbasis web atau internet. Adapun untuk memilih jenis media yang tepat saat akan digunakan pada proses pembelajaran, maka Arsyad (2011) menjelaskan beberapa kriteria pemilihan media diantaranya: 1. Sesuai dengan tujuan yang dicapai media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan dan mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotor; 2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi; 3. Praktis, luwes, dan bertahan lama; 4. Keterampilan guru untuk menggunakannya artinya apapun jenis media yang diperlukan maka guru harus dapat menggunakannya dalam proses pengajaran. Nilai dan manfaat bukan pada medianya tetapi dampak penggunaannya oleh guru pada saat terjadinya interaksi belajar siswa dengan lingkunganya; 5. Pengelompokan sasaran, kesesuaian dengan sarana belajar yaitu karakteristik atau kondisi anak dan tujuan pembelajaran; 6. Mutu teknis yaitu kesesuaian antara situasi dan kondisi anak. Arsyad (2011) menyebutkan manfaat penggunaan media pembelajaran:

39 1. Memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat meningkatkan proses dan hasil belajar serta kegiatan pembelajaran menarik; 2. Meningkatkan dan mengarahkan perhatian siswa sehingga menimbulkan motivasi belajar siswa, membantu siswa berinteraksi dengan lingkungannya; 3. Mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu; 4. Memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa. B. Media Preparat Sebagai Media Pembelajaran Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan sesuatu menjadi tersedia, spesimen patologi maupun anatomi yang siap dan diawetkan untuk penelitian dan pemeriksaan (Dorland, 2010). Preparat terdiri atas berbagai contoh hewan dan tanaman, potongan struktur anatomis maupun histologis hewan, tanaman dan lain-lain. Karakteristik, bentuk maupun ukuran dari preparat tersebut sangat beragam. Dari segi ukuran ada preparat yang berukuran sangat besar tetapi ada juga preparat yang berukuran sangat kecil (mikroskopis) yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang. Salah satu contohnya adalah pada kegiatan laboratorium pengamatan pembelahan sel (mitosis). Untuk preparat yang berukuran besar mungkin tidak terlalu sulit untuk diamati, tetapi untuk preparat yang berukuran sangat kecil (mikroskopis) selain harus menggunakan alat khusus seperti mikroskop juga dalam pembuatannya diperlukan teknik maupun langkah-langkah pembuatan yang prosedural, sehingga dapat dihasilkan preparat yang berkualitas dan dapat digunakan dalam tempo yang lebih lama (awet). Disamping itu dibutuhkan alat-alat khusus seperti mikrotom yang diperlukan untuk mengiris objek setipis mungkin sehingga diperoleh preparat yang lebih jelas bila diamati di bawah mikroskop (Kardi dan Budipramana, 1992). 15

40 16 Penyajian preparat sebagai media pembelajaran biologi merupakan salah satu media dalam komunikasi edukatif yang dapat mengembangkan keterampilan proses siswa sehingga tidak dapat dipisahkan dari suatu proses belajar mengajar. Budiono (1992) menjelaskan manfaat penggunaan preparat sebagai media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar antara lain: 1. Mengatasi perbedaan pengalaman siswa, preparat membantu guru dalam menjelaskan bentukan sebenarnya dari objek mikroskopis melalui pengamatan dengan bantuan mikroskop membuat siswa mendapatkan pengalaman dan persepsi yang sama mengenai objek yang mereka amati; 2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, preparat mikroskopis dapat mengatasi objek yang sangat kecil untuk dilihat dengan mata telanjang melalui pengamatan menggunakan mikroskop; 3. Menimbulkan interaksi siswa dengan lingkungan, dalam kegiatan praktikum menggunakan bahan preparat mikroskopis akan terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, guru ataupun dengan preparat sebagai objek nyata; 4. Menanamkan konsep dasar yang benar dan konkrit, preparat mikroskopis menyajikan objek yang nyata kepada siswa; 5. Membangkitkan minat dan keinginan siswa dalam belajar, preparat mikroskopis menampilkan sel-sel maupun jaringan yang tak tampak oleh mata telanjang maka dengan bantuan mikroskop siswa dapat mengamati selsel maupun jaringan membuat minat dan keinginan siswa dalam ingin tahu hal-hal yang baru akan selalu timbul; 6. Mempertinggi retensi dan efektivitas belajar, melalui kegiatan belajar secara visual melalui kegiatan pengamatan preparat mikroskopis akan menjadikan pembelajaran lebih efektif;

41 7. Memfokuskan pengajaran dan meningkatkan kualitas pengajaran, tampilan sel-sel maupun jaringan pada preparat mikroskopis dapat memfokuskan pandangan dan mengarahkan perhatian para siswa kepada objek yang mereka amati. Hal ini berdampak positif dalam pengaruh terhadap penguasaan materi pelajaran yang lebih baik oleh siswa. C. Zat Warna Zat warna merupakan suatu senyawa kompleks yang memiliki warna dan kemampuan afinitas yang selektif dengan materi yang diwarnainya. Suatu zat warna memiliki gugus chromophore yaitu gugus senyawa radikal yang terdiri dari ikatan rangkap terkonjugasi yang mengandung elektron terdelokalisasi dan auxochrome (Suntoro, 1983). Gugus chromophore biasanya meliputi gugus nitro (-NO 2 atau =NO- OH), karbonil (-C=O-), karbon (-C=C-), azo (-N=N-), karbonnitrogen (-CH=N-), nitroso (-O=N-O-), dan sulfur (C=S). Struktur senyawa yang mengandung chromophore disebut sebagai kromogen. Kromogen umumnya ditemukan dalam senyawa aromatis cincin benzena, naftalena, atau antrasena yang didalamnya terdapat gugus auxochrome. Gugus chromophore berfungsi menyerap radiasi elektromagnetik di daerah panjang gelombang ultraviolet. Adanya gugus auxochrome di dalam gugus chromophore akan memengaruhi pergeseran batokromik - pergeseran panjang gelombang yang lebih panjang (λ max) sehingga memberikan peningkatan absorpsi dan kekuatan ikatan pada suatu senyawa. Beberapa gugus auxochrome adalah NH 2, -NH-, -OH, -O- (Mehta dan Mehta, 2005). Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan zat warna sintetik. Suntoro (1983) menggolongkan zat warna berdasarkan cara 17

42 18 pemakaiannya. Zat warna yang langsung dapat mewarnai jaringan disebut zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai jaringan disebut zat warna ajektif. Kemudian penggolongan zat warna berdasarkan pada sistem chromophore yang berbeda diantaranya golongan zat warna triphenil methane, golongan zat warna xanthene, golongan zat warna thiazine, golongan zat warna azine, golongan zat warna azo, dan golongan zat warna nitro. D. Pulasan (Pewarnaan) Kromosom dengan Hematoksilin dan Filtrat Syzygium cumini Linn Pulasan (pewarnaan) adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati serta dikenali dengan bantuan mikroskop. Zat warna yang umum digunakan untuk pulasan dalam pemeriksaan histologi bersifat seperti senyawa asam atau basa yang mempunyai kecenderungan untuk membentuk ikatan elektrostatik dengan gugus-gugus jaringan yang dapat berionisasi. Komponen jaringan yang lebih mudah diwarnai dengan zat warna basa disebut basofilik sedangkan yang menpunyai afinitas terhadap zat warna asam disebut asidofilik (Suntoro, 1983). Pada pengamatan mitosis yang diamati adalah pola kromosom di dalam nukleus. Subtansi penyusun kromosom yang begitu mudah terpulas adalah asam nukleat. Suntoro (1983) menjelaskan, asam nukleat terdiri dari equimolekuler: pentose, phosphoric acid dan basa nitrogen. Bila gugusan OH dan pentose diganti dengan H, maka asam nukleat yang mengandung gula disebut Deoxyribo Nucleic Acid (DNA). Kromatin merupakan benang-benang yang tersusun atas DNA dan protein yang membentuk nukleo protein yang secara keseluruhan bersifat asam. Sifat keasaman dari nukleo protein akan memberikan reaksi yang kuat terhadap zat warna basa.

43 19 Pada pewarnaan inti sel / kromosom diperlukan suatu ion logam sebagai pengikat antara zat warna dengan jaringan kromosom. Zat warna dan jaringan terdiri dari ligan yang akan mengikat ion logam sehingga terbentuk senyawa kompleks. Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam pusat dalam formasi kelat. Ligan adalah suatu ion atau molekul yang memiliki sepasang elektron atau lebih yang dapat disumbangkan. Ligan akan bertindak sebagai agen kelating terhadap ion logam sehingga terbentuk kelat. Ligan merupakan basa lewis yang dapat terkoordinasi pada ion logam atau sebagai asam lewis membentuk senyawa kompleks. Jika suatu logam transisi berikatan secara kovalen koordinasi dengan satu atau lebih ligan maka akan membentuk suatu senyawa kompleks, dimana logam transisi tersebut berfungsi sebagai atom pusat (Day dan Underwood, 1998). Ion logam yang biasa digunakan dalam pewarnaan disebut mordant. Mordant yang umum digunakan dalam pewarnaan histologi berupa garam elektrolit dari potassium alum, ammonium alum, iron alum, dan chrome alum. Zat warna yang banyak tersedia di alam adalah golongan senyawa flavonoid. Kerangka dasar flavonoid terdiri dari beberapa rantai atom karbon yang berikatan rangkap (-C=C-) dan tunggal (=C-C=) berselang-seling (terkonjugasi) yang dihubungkan oleh rantai alifatik tak jenuh tiga karbon (Robinson, 1991). Sistem konjugasi membentuk chromophore yang dapat menyerap radiasi elektromagnetik di daerah panjang gelombang ultraviolet. Semakin panjang ikatan rangkap terkonjugasi maka warna yang tampak akan semakin jelas sehingga menyebabkan senyawa flavonoid

44 20 menjadi berwarna. Selain itu, struktur fenolik atau polifenolik pada golongan senyawa flavonoid berfungsi sebagai pengkelat logam karena adanya satu gugus karboksil dan satu gugus fenolik atau dua gugus hidroksil yang berdekatan dapat bereaksi dengan ion logam membentuk suatu komplek yang stabil (Day dan Underwood, 1998). Struktur fenolik juga berfungsi sebagai auxchrome yaitu ikatan OH pada gugus katekol. Senyawa flavonoid yang dapat digunakan sebagai pewarna adalah hematoksilin dan sianidin. Struktur kimia gugus chromophore dan auxchrome pada molekul sianidin (A) dan hematein (B) (Gambar 2.2) A Auxochrome Chromophore B Gambar 2.2 Struktur kimia gugus chromophore dan auxchrome pada molekul sianidin (A) dan hematein (B) (Sumber: Robinson, 1991)

45 21 1. Hematoksilin Hematoksilin adalah senyawa falvonoid rumit hasil ekstraksi dari pohon Haematoxylum campechianum yang merupakan contoh pewarnaan alami. Baker (1958) dan Kiernan (2010) menjelaskan hematoksilin sendiri sebenarnya bukanlah zat warna, karena tidak dapat memberikan warna. Struktur hematoksilin (C 16H 14O 6) seperti pada gambar terdiri atas dua gugus ortohidrokuinon (katekol) yang dihubungkan oleh rantai alifatik tak jenuh empat karbon. Molekul hematoksilin harus dioksidasi menjadi hematein dengan melepas dua atom hidrogen sehingga berubah menjadi hematein (C 16 H 12 O 6 ) seperti pada gambar Proses oksidasi senyawa hematoksilin dikenal sebagai ripening yang membutuhkan waktu berbulan-bulan dan dapat dipercepat prosesnya dengan menambahkan senyawaan yang bertindak sebagai oksidator seperti merkuri oksida, hidrogen peroksida, potassium permanganat dan sodium iodat. Hematein merupakan pewarna merah kekuningan (reddish yellow) dalam bentuk terlarut. Struktur hematein memiliki ikatan katekol dan 1-hidro-2-oksi-quinon. Pada larutan asam, gugus katekol melepaskan satu atom H dalam bentuk ion H +, sehingga menyebabkan oksigen bermuatan negatif disebut hematein anion (Gambar 2.3.3). Hematein anion merupakan pewarna keunguan (violet) yang bermuatan negatif dalam bentuk terlarut. Hematein anion memulas inti sel ataupun jaringan secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawaan lainnya sebagai mordant. Penambahan mordant yang berfungsi sebagai pengikat pewarna akan membuat pulasan menjadi lebih efektif (Kiernan, 2010).

46 22 Gambar Molekul Hematoksilin (C 16H 14O 6) dalam bentuk serbuk berwarna kuning (berwarna putih bila tanpa oksigen) Gambar Molekul Hematein (C 16H 12O 6) dalam bentuk terlarut berwarna merah kekuningan pada ph 5 (λ max = 445 nm) Gambar Molekul Hematein Anion dalam bentuk terlarut berwarna keunguan (violet) pada ph <7 (λ max = 556 nm) Gambar 2.3 Struktur kimia molekul hematoksilin, hematein, hematein anion (Sumber: Kiernan, 2010) Hematein yang dilarutkan dengan menambahkan mordant iron alum [Fe(NH 4)(SO 4) 2 12H 2O], akan membentuk iron hematein yaitu ikatan antara hematein dengan iron. Campuran pewarna dan mordant membentuk ikatan kompleks yang terbentuk oleh pewarna hematein dan ion logam iron. Campuran ini disebut lake (Baker, 1958) Gambar (HmFe) 2+ Gambar (HmFe 2 ) 2+ Gambar 2.4 Kompleks hematein-mordant iron (HmFe) (Sumber: Kiernan, 2010)

47 23 Iron alum yang larut akan membebaskan kation besi (III) (Fe 3+ ). Hematein anion akan mengikat Fe 3+ menjadi senyawa kompleks melalui proses pengkelatan sesuai reaksi asam-basa lewis. Ikatan terjadi diawali dengan terdelokalisasinya kation H + pada 1-hidro-2-oksi-quinon akibat ion Fe 3+ yang terikat menggantikan posisi H +. Delokalisasi H + menyebabkan orto-hidrokuinon bermuatan negatif berubah menjadi orto-hidroquinon (katekol). Kompleks yang terbentuk adalah hematein dan satu logam iron ((HmFe) 2+ ) dengan dua elektron bebas pada atom Fe (Gambar 2.4.1). Iron hematein (HmFe) 2+ memiliki isomer yang sama-sama menghasilkan warna merah pada bentuk larutan. Elektron yang tidak dipakai bersama pada ikatan rangkap atom O akan didonorkan pada Fe 3+ dan Fe 3+ juga mendonorkan satu elektron pada ikatan tunggal atom O, karena itu membentuk cincin beranggota lima. Dua ion Fe 3+ yang bebas bertindak sebagai elektron donor kepada atom O pada ikatan anion fosfat seperti pada gambar (Kiernan, 2010). Banyaknya ion Fe 3+ bebas dalam bentuk larutan dapat bereaksi dengan gugus orto-hidrokuinon (katekol) pada kompleks (HmFe 2+ ) sehingga membentuk (HmFe 2) 2+. Perubahan kompleks (HmFe) 2+ menjadi (HmFe 2 ) 2+ (Gambar 2.4.2) diawali dengan tereduksinya ion Fe 3+ yang menempel menjadi ion Fe 2+ oleh gugus ortohidrokuinon (katekol) dan pada saat bersamaan dua atom H yang bersifat asam pada gugus hidroksil (OH) akan tergantikan oleh ion Fe 2+ (membentuk ikatan tunggal O dan Fe). Dua atom H menjadi bentuk ion 2H + yang bebas dalam larutan. Ikatan yang terjadi antara logam Fe 2+ dengan pewarna pada 1,2-dioksi-benzena adalah ikatan ionik. Dua elektron dari Fe 2+ masing-masing mengikat dengan masing-masing ikatan tunggal atom O pada 1,2- dioksi-benzena yang kemudian dipakai bersama-sama (ikatan kovalen nonpolar), karena itu membentuk cincin

48 24 beranggota lima. Satu ion Fe 2+ yang bebas bertindak sebagai elektron donor kepada atom O pada ikatan anion fosfat (Kiernan, 2010). Pembentukan sebuah kompleks disebut sebagai reaksi asam-basa disebut sebagai reaksi asam-basa Lewis. Asam Lewis adalah penerima pasangan elektron sedangkan basa Lewis adalah penyumbang elektron pasangan (donor) (Day dan Underwood, 2001). Dalam proses pemulasan kromosom, kompleks (HmFe) 2+ ataupun (HmFe 2) + bertindak sebagai penyumbang elektron dengan adanya elektron bebas dari atom Fe akan menyumbangkan satu ion Fe 3+ (bertindak sebagai basa Lewis) pada fosfat anion (bertindak sebagai asam Lewis). Kompleks pewarna hematein yang mengikat mordant Fe ini disebut ligan, Fe 3+ akan bertindak sebagai pengkelat pada senyawa kelat (ikatan kompleks pewarna hematein, mordant dan fosfat anion pada polinukleotida). Kiernan (2010) menjelaskan suasana asam, mencegah terjadinya ikatan antara logam dengan jaringan tapi dapat memperkuat ikatan di dalam nukleus daripada lainnya. Gugus fosfat (berbentuk ionik pada ph asam) lebih bersifat asam daripada gugus protein pada sitoplasma dan ikatan pada jaringan. Saat proses pemulasan kompleks (HmFe) 2+ ataupun (HmFe 2 ) 2+ akan terikat pada fosfat anion DNA. Satu elektron pada ion Fe 3+ pada pewarna ((HmFe) + ataupun (HmFe 2) + ) akan berikatan dengan atom-atom O pada fosfat anion membentuk ikatan kovalen. Ikatan yang terjadi antara ikatan tunggal atom O anion pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan ionik, sedangkan ikatan rangkap dua atom O pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan kovalen koordinasi dengan atom O sebagai penyumbang elektron (bertindak sebagai basa Lewis) seperti pada gambar 2.5. Ikatan yang terjadi seperti ini disebut kelat (Baker, 1958).

49 25 Gambar 2.5 Mekanisme reaksi antara pewarna hematein (HmFe) 2+ dengan fosfat anion (Sumber: Kiernan, 2010) 2. Syzygium cumini Linn Syzygium cumini seperti tampak pada gambar 2.5, merupakan pohon dengan tinggi m ini berbatang tebal, tumbuhan bengkok dan bercabang banyak. tergolong tumbuhan buah-buahan yang berasal dari Asia dan Australis tropis. Biasa ditanam di pekarangan atau tumbuhan liar. Tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 300 mdpl. Daun tunggal, tebal, tangkai daun 1-3,5 cm. Helai daun lebar berbentuk baji, tetapi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas mengkilap, panjang 7-16 cm, lebar 5-9 cm, warnanya hijau. Bunga majemuk bentuk malai dengan cabang yang berjatuhan, bunga duduk, tumbuh di ketiak daun dan di ujung percabangan, kelopak bentuk lonceng berwarna hijau muda, mahkota bentuk bulat telur, benang sari banyak, berwarna putih, dan baunya harum. Buahnya buah buni,

50 26 lonjong, panjang 2-3 cm, buah berwarna hijau saat masih mudah, setelah masak warnanya merah keunguan. Biasanya buah jamblang yang masak dimakan segar. Rasanya agak asam sepat. Nama lain dari tanaman ini antara lain juwet (Jawa), jamblang (Sumatera), dhuwak (Madura) (Steenis, et al., 2008). Gambar 2.6 Syzygium cumini: (a) daun, (b) bunga, (c) tanaman muda belum berbunga, (d) buah S. cumini muda yang berwarna merah sampai ungu, (e) buah S. cumini matang, (f) tanaman S. cumini dewasa (Sumber: Sah dan Verma, 2011) Warna merah tua keunguan buah S. cumini merupakan ekspresi dari pigmen sianidin yang terkandung didalam kulit buah (Sah dan Verma, 2011). Sianidin adalah glukosida dari antosianidin yang tergolong senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid merupakan contoh senyawa metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tanaman. Sebagai kelompok antosianin maka stabilitas sianidin dipengaruhi oleh ph, temperatur, cahaya, oksigen serta faktor lainnya seperti ion logam. Ion logam yang sering ditemukan mengubah warna ialah magnesium dan aluminium.

51 27 Sianidin (C 15H 10O 6) seperti pada gambar memiliki struktur dua gugus benzena tersubtitusi yaitu orto-hidrokuinon (katekol) dan meta-hidrokuinon (resorkinol) yang dihubungkan oleh rantai alifatik tak jenuh tiga karbon (Robinson, 1991). Pada keadaan terlarut dalam larutan alkali gugus katekol akan melepas ion H + yaitu 1-hidro-2-oksi-quinon (gambar 2.7.2) dan berwarna berwarna merah lembayung. Gambar Molekul Sianidin Kation (C 15H 11O 6) berwarna merah pada ph <3 Gambar Molekul Sianidin (C 15 H 10 O 6 ) dalam bentuk terlarut berwarna merah lembayung,ph 7-8 Resorkinol Katekol 1-hidro-2-oksi-quinon Gambar 2.7 Struktur kimia molekul antosianidin dalam Syzygium cumini dalam bentuk sianidin kation (Sumber: Minghui, et al., 2009) Senyawa sianidin memiliki dua gugus katekol (orto hidrokuinon). Pada setiap gugus katekol terdapat gugus hidroksil berdekatan yang dapat bereaksi dengan ion logam membentuk ikatan kompleks yang stabil (Day dan Underwood, 1998). Pada pewarnaan dengan penambahan mordan iron alum, atom O pada gugus fosfat DNA dan atom O pada gugus -OH katekol akan berfungsi agen pengkelat (ligan) ion Fe 3+. Ikatan pewarna dan mordant membentuk ikatan kompleks disebut lake (Baker, 1958). Lake kemudian akan terikat dengan jaringan kromosom.

52 28 E. Mempelajari dan Memahami Mitosis Melalui Preparat Mitosis Jones dan Rickards (1991) menjelaskan untuk membuat siswa bisa memahami dan mempelajari mitosis dalam kegiatan laboratorium, bergantung pada kualitas preparat mitosis yang diamati dan juga alat yang digunakan dalam pengamatan. Ketika mengamati preparat mitosis maka yang dilihat sebenarnya adalah siklus sel, pola dasar dari kelakuan kromosom seperti pada gambar 2.8 (Wilson dan Loomis, 1962). Berbagai variasi ukuran nukelus dalam tahap interfase bisa ditunjukkan dan dibahas dalam kaitannya dengan sintesis DNA dan replikasi kromosom. Selain itu, bisa juga digunakan untuk menghitung jumlah kromosom pada saat sel dalam tahap metafase atau anafase, atau juga digunakan untuk mempelajari morfologi kromosom. Sangat penting menekankan kepada siswa secara konkret bentuk nyata dari setiap fase untuk kemudian meminta siswa menggambarnya daripada hanya sekedar mengetahui nama-nama fase dari mitosis. Karena itulah, penting untuk memperhatikan kualitas dan kelayakan preparat mitosis yang akan diamati. Gambar 2.8 Mitosis dan interfase inti pada Allium cepa (2n = 16) (Sumber: Jones dan Rickards, 1991)

53 29 Jones dan Rickards (1991) dan Jurcak (1999) menjelaskan, di dalam sebuah preparat mitosis yang layak secara mikroteknik dan digunakan dalam pembelajaran di sekolah harus memiliki fase-fase lengkap pembelahan mitosis dan tampak jelas. Untuk membuat preparat dengan fase-fase lengkap mitosis, maka yang sangat perlu diperhatikan pada saat proses awal pembuatan adalah waktu pemotongan akar yang merupakan faktor kritis dalam menentukan hasil akhir preparat. Waktu pembelahan sel tiap tanaman berbeda-beda dan tidak konstan sepanjang hari, sebagai contoh waktu pemotongan dan fiksasi ujung akar yang baik untuk bawang bombay adalah pada pagi hari. Beberapa spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan waktu yang tepat diperlukan pengamatan yang berulang-ulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999). Waktu pemotongan ini terkait dengan durasi mitosis dan indeks mitosis. Suryo (1995) menyatakan bahwa kromosom belum tampak dengan menggunakan mikroskop cahaya. Kualitas mikroskop cahaya identik dengan kecilnya nilai daya pisah, yaitu jarak minimum antara dua titik yang masih dapat dibedakan dengan jelas. Nilai daya pisah sebanding dengan nilai panjang gelombang sumber cahaya. Sehingga untuk meningkatkan daya pisah digunakan filter yang meloloskan cahaya dengan panjang gelombang rendah, yaitu biru (λ= ) dan hijau (λ= ). Filter juga berguna untuk mempertinggi detail dan mengurangi kesilauan. Daya pisah berbandingterbalik dengan indek bias sehingga untuk memperkecil daya pisah, digunakan minyak emersi yang indek biasnya lebih besar dari pada udara. Nilai daya pisah juga berbanding terbalik dengan nilai Numerical Aperture (NA), sehingga digunakan lensa objek dengan NA tinggi (Setyawan dan Sutikno, 2000).

54 30 Agustin (2009) menyatakan dengan menggunakan mikroskop cahaya telah dapat melihat fase-fase mitosis asalkan kualitas lensa yang dipakai baik. Mikroskop elektrik dan mikroskop manual yang sumber cahaya dari cahaya matahari merupakan contoh mikroskop cahaya, namun mikroskop elektrik memiliki kualitas lensa yang lebih baik daripada mikroskop cahaya. Dengan menggunakan mikroskop elektrik perbesaran 10x40 sudah dapat dilihat jelas fase-fase mitosis (Jones dan Rickards, 1991). Hasil penemuan aktivitas kromosom pada spesimen difoto dan kemudian diamati dengan software pada komputer sehingga memudahkan penghitungan jumlah kromosom. Beberapa kasus yang perlu diperhatikan di dalam melakukan pengamatan analisis kromosom yang dicantumkan pada tabel 2.1 (Jurcak, 1999). Tabel 2.1 Kesalahan yang Banyak Terjadi dalam Pengamatan Mitosis Sel dan Penyebabnya (Jurcak 1999). Kesalahan Inti terwarnai dengan jelas, tetapi tahapan mitosis tidak terlihat. Kromosom tidak jelas. Beberapa sel menumpuk satu sama lain. Penyebab Pemotongan material tanaman tidak pada waktu yang tepat. 1.Waktu fiksasi terlalu pendek. 2.Konsentrasi pewarna terlalu rendah. 3.Pewarna yang digunakan sudah rusak atau terlalu lama disimpan. 4.Suhu selama pewarnaan terlalu rendah. 5.Waktu pewarnaan terlalu pendek. 1.Waktu melunakan jaringan terlalu pendek. 2.Pembuatan larutan untuk maserasi tidak tepat. 3.Kurang tenaga ketika menekan gelas objek.

55 31 Sel meristem pecah, tahapan mitosis atau kromosom tidak dapat dilihat. Lensa mikroskop tergores atau pecah 1.Gelas penutup bergeser jauh ketika ditekan. 2.Gelas penutup ditekan terlalu keras atau berulang-ulang. Permukaan penyangga tidak rata. F. Durasi Mitosis dan Indeks Mitosis Setyawan dan Sutikno (2000), menjelaskan setiap tanaman memiliki jam biologi yang mengatur waktu optimum pembelahan mitosis. Umumnya tanaman melakukan pembelahan sel pada pagi hari. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007). Setiap sel pada setiap spesies memiliki kandungan DNA yang berbeda, semakin besar kandungan DNA maka semakin lama durasi mitosis. Keploidian tidak memengaruhi durasi waktu tersebut. Tanaman dikotil pada umumnya memiliki waktu yang lebih lama dalam satu siklus sel dibandingkan pada tanaman monokotil. Namun, secara umum fase interfase memerlukan waktu yang paling lama daripada fase profase (Singh, 2003). Naithani dan Sarbhoy (1973) menuturkan bahwa suhu memengaruhi mitosis. Suhu optimum dalam pembelahan sel tanaman adalah 24 o Celcius, namun suhu yang berbeda tidak memengaruhi Nilai Index Mitosis (IM) dan Fase Index Mitosis (PI) (Cistue dan Lasa, 1979). Dane (2006) menjelaskan beberapa kandungan makromolekul dan mikromolekul yang ada di lingkungan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penumbuhan akar Allium cepa

56 32 dalam medium air yang mengandung lebih banyak makromolekul (Fe) dan mikromolekul (Mn dan Co), memperlihatkan aktifitas pemanjangan dan mitosis indeks yang tinggi. ph memengaruhi perpanjangan dan indeks mitosis akar A. cepa, akar A. cepa yang ditumbuhan pada media dengan ph yang lebih tinggi memiliki nilai perpanjangan dan indeks mitosis lebih tinggi dibandingkan akar A. cepa yang ditumbuhkan pada media dengan ph yang lebih rendah. Bracale (1997) menjelaskan cekaman air mengakibatkan penurunan tingkat mitosis meristem ujung akar kacang tanah dengan cepat, hal ini berhubungan dengan enzim dehidrin yang menyebabkan siklus dari sel-sel terhenti pada fase G2. Sacks (1997) menyimpulkan pada ujung meristem akar jagung yang berada dalam cekaman air setelah dilakukan pengukuran berdasarkan tingkat produksi sel, terjadi penurunan tingkat pembelahan sel pada sel kortikal akar primer. Penurunan aktivitas siklus mitosis sel di bawah pengaruh cekaman air berhubungan dengan penurunan ekspresi dari cyclin dependent kinase (Cdk) (Schuppler, 1998). Pertumbuhan jaringan ditentukan oleh keseimbangan antara pembelahan sel atau mitosis dan kematian sel yang terdiri dari apoptosis dan nekrosis (Unsal, 2005). Interaksi antara pembelahan sel dan kematian sel bersifat dinamis. Aktivitas sel yang sedang berproliferasi dalam suatu populasi sel dapat diukur dengan menghitung nilai indeks mitosisnya. Indeks mitosis adalah perbandingan jumlah sel-sel yang mengalami mitosis yaitu baik pada fase profase, metafase, anafase maupun telofase dengan jumlah keseluruhan sel dalam suatu populasi sel (Moreiras, 2001). Moreiras (2001), menjelaskan penghitungan indeks mitosis digunakan rumus:

57 33 IM = Nm x 100% Keterangan: N IM = Indeks Mitosis Nm = jumlah sel yang bermitosis N = jumlah seluruh sel Hasil penelitian Matias dan Fontanilla (2011) nilai indeks mitosis ujung akar tanaman dalam interval 1 jam selama 24 jam tidak selalu sama disebabkan adanya durasi dan jam biologi yang mengatur waktu pembelahan mitosis. Data periodisitias dan ritmisitas indeks mitosis diperoleh dengan mengetahui nilai indeks mitosis setiap jam. Berdasarkan data tersebut diketahui waktu potong yang terbaik yaitu waktu dimana terjadi indeks mitosis tertinggi. Waktu potong yang tepat digunakan sebagai acuan pembuatan preparat (Jurcak, 1999). G. Siklus Sel Siklus sel merupakan proses vital dan terjadi secara kontinu dalam kehidupan suatu organisme. Secara normal, siklus sel menghasilkan pembelahan sel. Pembelahan sel terdiri dari 2 proses utama, yaitu tahap persiapan (interfase) dan tahap pembelahan (Subowo, 2007). Pembelahan sel terbagi menjadi dua kategori yaitu mitosis dan meiosis. Keduanya merupakan bentuk proses pembelahan inti dan terjadi pada sel eukariot. Singh (2003) menjelaskan bahwa siklus sel terdiri dari beberapa fase yaitu fase G1 (Gap 1) S (Sintesis DNA) G2 (Gap 2). M (mitosis atau meiosis) C (sitokinesis). Mitosis terjadi pada sel somatik sedangkan meiosis terjadi pada sel kelamin. Mitosis akan menghasilkan dua sel anak dengan jumlah kromosom yang identik baik secara kualitatif dan kuantitatif. Kromosom merupakan pembawa sifat yang diturunkan. Pembelahan sel sangat berperan penting dalam mewariskan sifat (genetik) yang ada

58 34 pada sel yang sedang membelah tersebut kepada sel-sel turunannya. Suryo (2007) menjelaskan seluruh urutan kejadian mulai dari membelahnya nukelus sampai membelahnya nukelus berikutnya disebut siklus mitotik dari sel. Durasi siklus ini tidak sama antara satu spesies dengan spesies yang lain berkisar antara jam. Namun, secara umum fase interfase memerlukan waktu yang paling lama dibandingkan fase lainnya (Singh, 2003). Pertumbuhan sel atau siklus sel digambarkan sebagai jam, yang diatur oleh sinyal-sinyal (reseptor) yang memengaruhi yaitu sinyal internal berupa pesan-pesan dari kinetokor dan juga sinyal eksternal yang berasal dari faktor-faktor pertumbuhan (Campbell, 1987). Sel tidak selamanya membelah dan berhenti pada saat tertentu. Ada sel yang berhenti membelah (sel yang sudah berdiferensiasi) sehingga tidak lagi memiliki kemampuan untuk membelah. Semua faktor-faktor tersebut yang menentukan apakah sel dalam fase G0 (sel tidak membelah) atau akan membelah. Masuk dan berkembangnya sel dalam proses siklus sel dikendalikan oleh pengontrol siklus sel yang berupa suatu kelompok protein yang disebut siklin. Pada tahapan tertentu siklus sel, kadar berbagai siklin meningkat setelah didegradasi dengan cepat saat sel bergerak melalui siklus tersebut. Siklin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan kompleks dengan (sehingga akan mengaktivasi) protein yang disintesis secara konstitutif yang disebut kinase bergantung siklin (Cdk, cyclin dependent kinase). Kombinasi yang berbeda dari siklin dan Cdk berkaitan dengan setiap transisi penting dalam siklus sel, dan kombinasi ini bekerja dengan memfosforilasi sekelompok substrat protein tertentu (Subowo, 2007).

59 35 1. Interfase Singh (2003) menjelaskan interfase disebut juga fase metabolik merupakan tahap yang paling penting pada siklus sel karena pada tahap ini secara metabolisme biokimia sel berada dalam keadaan sangat aktif untuk menyiapkan komponen-komponen untuk pembelahan sel. Pada fase interfase terjadi replikasi DNA dan transkripsi, menuju pada replikasi kromosom dan sintesis protein. Interfase dibagi dalam 3 fase yaitu: G1 (Gap 1) S (Sintesis DNA) G2 (Gap 2). a. Fase G1 (Gap 1) Fase G1 menghabiskan waktu 30-50% dari seluruh interfase. Selama fase ini nukleus membesar dan volume sitoplasma meningkat dengan cepat sehingga disebut fase sintesis, protein yang dapat memacu pembelahan sel, tubulin dan protein yang akan membentuk spindel (Suryo, 2007). Pada fase G1 sel akan memantau keadaan lingkungannya dan ukurannya sendiri, ini diperlukan untuk mengetahui sel sudah matang untuk melakukan pembelahan sel atau tidak. Jika sel tidak melakukan pembelahan sel, maka sel akan masuk dalam kondisi istirahat (fase G0) yang dapat membutuhkan waktu selama bermingguminggu atau bertahun-tahun. Perbedaan variasi durasi siklus pembelahan berbagai jenis sel secara umum bergantung dari proses selama fase G1 (Subowo, 2001). b. Fase S (Sintesis DNA) Fase S menghabiskan waktu 35-45% dari seluruh interfase. Semua komponen sel diperbanyak pada fase S, termasuk juga sintesis protein. Pada fase-s ini dibentuk untai DNA baru melalui proses replikasi.

60 36 Replikasi DNA terjadi dengan bantuan enzim DNApolimerase sehingga rantai tunggal DNA menjadi rantai ganda menyebabkan jumlah DNA dalam inti meningkat dua kali semula, dengan ini pembelahan sel akan dipersiapkan (Subowo, 2007). Suryo (2007) menyebutkan bahwa pada akhir fase ini terbentuk dua kromatid. c. Fase G2 (Gap 2) Fase G2 menghabiskan waktu 10-20% dari seluruh interfase. Pada fase ini DNA cepat sekali bertambah kompleks dengan protein kromosom, juga dibentuk RNA serta protein lainnya (Suryo, 2007). Pada akhir fase G2 terjadi aktivasi enzim kinase untuk katalisator fosforilasi (Subowo, 2007). Selama proses pada fase-fase interfase, terdapat checkpoint-checkpoint tertentu yang mengontrol siklus sel sebagai suatu sistem pengontrol. Salah satu yang dikontrol adalah proses replikasi DNA. Sistem pengontrolan ini terdapat pada semua fase interfase. Kontrol siklus sel ini dilakukan oleh protein 53 (p53). Apabila terjadi kerusakan DNA maka fosforilasi oleh p53 merangsang produksi enzim yang terlibat dalam perbaikan DNA. Jika perbaikan DNA tidak berhasil dan replikasi tidak sempurna, maka proses kegiatan sel selanjutnya menuju fase M diblok dengan cara p53 mengaktifkan protein 21 (p21) yang kemudian menghambat beberapa Cdk berbeda sehingga proses terhenti pada fase G2. Protein 53 juga dapat mengaktifkan sekelompok gen yang mengkode protein yang terlibat dalam memicu kematian sel dengan apoptosis (Becker, 2009).

61 37 2. Mitosis a. Profase Profase merupakan transisi dari fase G2 ke fase pembelahan inti atau mitosis (M) dari siklus sel. Pada fase awal profase, kromatin yang menyebar selama interfase secara perlahan-lahan terkondensasi menjadi kromosom. Kromosom akan memendek dan menebal dengan bentuk memanjang. Pada saat interfase dan profase, inti, kinetokor (sentromer), terletak pada satu kutub (tidak terletak acak), sementara telomeretelomer berhadapan sebaliknya dengan kinetokor dan melekat pada membran inti. Dua sister kromatid dari tiap kromosom letaknya berdekatan dan dihubungkan oleh sentromer. Selama profase, nukleolus dan membran nukleus menghilang. Mendekati akhir profase, terbentuk spindle kemudian kromosom-kromosom akan menempatkan diri di bidang ekuator dari sel seperti pada gambar 2.9 (Singh, 2003; Suryo, 2007). Gambar 2.9 Profase (Sumber: Stern, Jank dan Bidlack, 2008) b. Metafase Pada fase metafase, sentromer melekat pada gelendong mitotik. Kinetokor dari tiap kromosom akan berpindah, terletak di bidang ekuator dari sel walaupun lengan-lengan kromosom menuju ke arah lain. Kromosom yang menyusut dengan panjang minimum. Nukleolus dan membran nukleus menghilang seperti pada gambar 2.10 (Singh, 2003; Suryo, 2007).

62 38 Gambar 2.10 Metafase (Sumber: Stern, Jank dan Bidlack, 2008) c. Anafase Pada fase anafase, diawali oleh membelahnya kinetokor menjadi dua bagian yang masing-masing fungsional, sehingga kedua kromatid kakak beradik dari metafase memisahkan diri dan bergerak ke masing-masing kutub pembelahan. Pada fase akhir profase gelendong mitotik menghilang dan dihasilkan dua kelompok kromosom kompak dengan jumlah kromosom dan bahan genetik secara kuantitaif sama dalam masing-masing sel anakan seperti pada gambar 2.11 (Singh, 2003; Suryo, 2007). Gambar 2.11 Anafase (Sumber: Stern, Jank dan Bidlack, 2008) d. Telofase Pada fase telofase kromosom berkontraksi dan membentuk bola kromatid yang memadat. Kromosom dari dua sel anakan mengatur diri pada masing-masing kutub pembelahan, dimana setiap kutub memiliki jumlah kromosom dan informasi genetik yang sama. Nukleolus, membran inti, dan sentromer mulai terbentuk, dan kromosom membuka diri untuk membentuk benang kromatin yang kusut kembali seperti pada gambar 2.12 (Singh, 2003; Suryo, 2007).

63 39 3. Sitokinesis Pembagian sitoplasma dan organel-organel antara sel anak disebut sitokinesis, yang dimulai selama tahap telofase akhir sehingga akan terbentuk dua sel anakan yang identik. Sitokinesis pada tanaman berbeda dari pada hewan. Pada tanaman ditandai dengan terbentuknya pelat sel (dinding pemisah) di daerah ekuator sel sedangkan pada hewan ditandai dengan proses pelekukan sel ke dalam seperti pada gambar 2.12 (Singh, 2003; Suryo, 2007). Gambar 2.12 Telofase dan sitokinesis (Sumber: Stern, Jank dan Bidlack, 2008) H. Penelitian yang Relevan Pembelajaran dengan menggunakan media preparat sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Dari beberapa hasil penelitian tersebut sebagan besar menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan media preparat dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian tersebut antara lain: 1. Kusumawati (2008) menyatakan dengan memanfaatkan media preparat stomata dan foto stomata daun sebagai media pembelajaran di kelas VIII SMP Negeri 4 Gringsing pada konsep struktur dan fungsi organ tanaman menunjukkan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 78,01 dengan ketuntasan klasikal 92,5%; rata-rata aktivitas siswa yang positif sebesar 78,23%; rata-rata persentase tanggapan siswa terhadap media pembelajaran sebesar 82,38% sehingga awetan stomata dan foto stomata daun efektif digunakan dalam kegiatan pembelajaran konsep struktur dan fungsi organ tanaman.

64 40 2. Mutaqin (2008) menyatakan dengan memanfaatkan preparat awetan sebagai media pembelajaran pada materi sistem ekskresi kepada 39 siswa menunjukkan rata-rata hasil belajar 73,58% dan persentase kelulusan klasikal 79,62%. Skor hasil analisis angket tanggapan siswa terhadap penggunaan media pembelajaran sebesar 81% dan skor hasil analisis angket tanggapan ahli terhadap kelayakan media pembelajaran sebesar 77%. Disimpulkan bahwa preparat awetan layak dimanfaatkan sebagai media pembelajaran pada materi sistem ekskresi. 3. Agustin (2009) menyatakan hasil telaah preparat mitosis ialah 80,5% dari 8 aspek kriteria penilaian dengan kategori sangat baik dan dapat dikatakan layak untuk diujicobakan. Persentase langkah kegiatan RPP yang terlaksana pada pertemuan pertama sebesar 80,76% dan pada pertemuan kedua terlaksana sebesar 97,222%. Sebanyak 57% siswa menganggap konsep dapat dipahami dengan menggunakan media preparat mitosis. 4. Zaini (2011) menyatakan dengan menggunakan media preparat kromosom Drosophila sp. dan student worksheet dapat membantu siswa dalam memahami konsep kromosom. Sebanyak 95% siswa merespon positif pembelajaran dengan menggunakan media preparat kromosom Drosophila sp. dan student worksheet dapat membantu siswa dalam memahami konsep kromosom. Beberapa temuan lain dari penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini, akan diuraikan antara lain: 1. Setyawan dan Sutikno (2000) menyatakan bahwa tahap prometafase (c-metafase) merupakan tahap paling sesuai untuk pengamatan sitologi (jumlah, bentuk dan ukuran kromosom) dan pembuatan kariotip. Rumus kariotip Allium sativum 2n = 16 : 16m, sedangkan Pisum sativum

65 41 2n = 14 : 14m. Ukuran kromosom kedua spesies relatif besar dan terpencar-pencar sehingga sangat cocok untuk studi eksperimental mitosis. 2. Anggarwulan (1999) menyatakan jumlah kromosom diploid dari beberapa spesies pada genus Allium yaitu Allium sativum, A. porrum, A. sp., A. ascalonicum, A. cepa dan A. fistulosum adalah sama, yaitu 16 buah kromosom, dengan hampir semua berbentuk metasentris sehingga memiliki rumus kariotip 2n = 16m, kecuali Allium sp. Dimana rumus kariotipnya 2n = 14m + 2sm, karena pasangan kromosom pertama berbentuk submetasentris. Secara berturut-turut Allium sativum, A. porrum, A. sp., A. ascalonicum, A. cepa dan A. fistulosum memiliki panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL) adalah: 196,34; 137,27; 132,69; 124,71; 116,80 dan 113,60; indeks asimetri relatif (AsI%) adalah: 55,45; 54,88; 56,26; 57,30; 53,79 dan 57,70; sedang perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (R) adalah: 1,70; 2,67; 2,71; 1,60; 2,25 dan 2,28. A.ascalonicum berkerabat dengan A.fistulosum pada indek similaritas 80. A.cepa berkerabat dekat dengan Allium sp. pada indeks similaritas 75. Keempat spesies tersebut berkerabat dekat dengan A.porrum pada indek similaritas 65. Dan akhirnya kelima spesies tersebut berkerabat dekat dengan A.sativum pada indeks similaritas Matias dan Fontanilla (2011) mengamati ritmisitas dan periodisitas mitosis dengan cara menghitung nilai indeks mitosis akar Allium cepa L. var. aggregatum (Sibuyas Tagalog) selama 24 jam yang pertumbuhan akarnya dipaparkan pada kondisi lingkungan dengan intensitas pemberian cahaya yang berbeda-beda yaitu gelap-terang, terang kontinu dan gelap kontinu. Hasil penelitian

66 42 menunjukkan bahwa faktor cahaya tidak memengaruhi aktifitas mitosis, periodisitas dan ritmisitas tetap terjadi selama eksperimen. Besar intensitas cahaya yang diberikan sebesar ,5 Fcandle tidak memengaruhi aktifitas mitosis. Akan tetapi, pada intensitas terang dan gelap terjadi secara periodik sedangkan pada cahaya terang-gelap terjadi secara ritmis. Penyebab adanya pola ini masih belum jelas tapi diperkirakan bahwa hal ini dikontrol oleh siklin dan protein kinase tergantung siklin (Cdk) yang dikenal sebagai hormon sitokinin. Tidak ada perbedaan nilai indeks mitosis yang berarti pada pemberian tiga intensitas cahaya yang berbeda-beda. Pemotongan akar disarankan dilakukan pada pukul antara WIB sampai WIB. Karena pada saat itulah indeks mitosis besar. 4. Shikara dan Al-Khafagi (2009) memanfaatkan pewarna alami dari ekstrak buah mulberry hitam (Morus nigra) sebagai pewarna alternatif pengganti Azur II Eosin, Giemsa dan Methylene blue untuk memulas kromosom sehingga dapat menekan biaya penelitian. 5. Dewi dan Wahyuni (2010) memanfaatkan pewarna alami dari ekstrak Breynia sp., Curcuma domestica, daun Tectona grandis, daun Annacardium sebagai pewarna alternatif pengganti safranin untuk pewarna inti sel sehingga dapat menekan biaya penelitian. I. Kerangka Berpikir Salah satu Kompetensi Inti (KI) pembelajaran biologi di Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan

67 43 kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Kompetensi Dasar (KD) yang dikembangkan dari KI tersebut salah satunya menjelaskan mendeskripsikan keterkaitan antara proses pembelahan mitosis dan meiosis dengan pewarisan sifat. Sub materi pelajaran biologi yang dibahas dalam KD tersebut adalah proses pembelahan mitosis sel. Materi pembelajaran pembelahan mitosis sel merupakan kumpulan konsep konkret yang dapat dipahami siswa dengan cara melakukan kegiatan pengamatan pembelahan mitosis sel secara langsung melalui media preparat mitosis akar tanaman. Preparat mitosis yang disediakan sekolah memiliki kelemahan yaitu sebagian besar fase-fase pembelahan sel pada preparat tidak dapat dilihat dengan jelas sehingga guru tidak dapat menjelaskan secara konkret fase pembelahan sel dan bentuk sebenarnya kromosom kepada siswa. Untuk membuat preparat mitosis dengan fase lengkap perlu diperhatikan pada saat proses awal pembuatan adalah waktu pemotongan akar. Waktu pemotongan akar terkait dengan indeks mitosis tanaman. Setiap tanaman memiliki waktu tertentu dimana terjadi indeks mitosis tertinggi. Terbatasnya referensi indeks mitosis menjadi kendala utama dalam pembuatan preparat mitosis. Penelitian mengenai indeks mitosis sangat diperlukan untuk menambah referensi. Kendala lain dalam pembuatan preparat mitosis adalah pewarna baku yang harganya relatif mahal. Pewarna baku yang digunakan merupakan pewarna basa yang dapat berafinitas dengan kromosom di dalam nukleus yang bersifat asam sehingga kromosom terpulas dan dapat diamati melalui

68 44 mikroskop. Untuk menekan biaya maka diperlukan pewarna alternatif yang memiliki fungsi yang sama dengan pewarna baku. Pewarna alternatif dapat diperoleh dari filtrat kulit buah Syzygium cumini yang sudah matang dan berwarna ungu tua. Filtrat kulit buah Syzygium cumini mengandung sianidin yaitu aglikon antosianidin yang dapat digunakan untuk mewarnai kromosom. Sianidin mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi (inti benzen) yang merupakan gugus chromophore (-C=O-). Sianidin juga mempunyai subtituen hidroksi (-OH) yang merupakan gugus auxochrome. Chromophore dapat mengabsorbsi radiasi pada daerah ultraviolet dan daerah sinar tampak, adanya gugus auxochrome di dalam gugus chromophore akan memengaruhi pergeseran batokromik-pergeseran panjang gelombang yang lebih panjang sehingga dapat mengintensifkan warna. Pada penelitian ini keluaran yang diharapkan adalah dihasilkan media preparat semi permanen squash mitosis ujung akar bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum) dengan pewarna alternatif Syzygium cumini yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan konsep pembelahan mitosis sel sehingga memudahkan siswa mempelajari konsep pembelahan mitosis serta meningkatkan motivasi belajar siswa.

69 45 Latar Belakang 1. Materi pembelahan sel mengacu pada standar isi SMA pada KI 3 dan KD 3.8 yaitu Mendeskripsikan keterkaitan antara proses pembelahan mitosis dan meiosis dengan pewarisan sifat, konsep pembelahan sel secara mitosis merupakan konsep konkret yang membutuhkan langkah khusus untuk dapat memahaminya. 2. Siswa akan mudah memahami konsep pembelahan mitosis sel dengan cara melakukan pengamatan melalui media preparat mitosis Masalah 1. Preparat mitosis yang disediakan sekolah memiliki kelemahan yaitu sebagian besar fase-fase pembelahan sel pada preparat tidak dapat dilihat dengan jelas hal ini menyebabkan guru tidak dapat menjelaskan secara konkret fase pembelahan sel dan bentuk sebenarnya kromosom kepada siswa. 2. Pembuatan preparat mitosis di sekolah terhambat keterbatasan pewarna baku. 3. Kurangnya referensi mengenai indeks mitosis tanaman terkait waktu potong ujung akar dalam pembuatan preparat mitosis. Solusi 1. Mencari nilai indeks mitosis tertinggi tanaman bawang untuk digunakan sebagai acuan waktu potong dalam pembuatan preparat mitosis. 2. Pembuatan zat warna alami dari filtrat kulit buah Syzygium cumini sebagai pewarna alternatif dalam pembuatan preparat squash mitosis. Harapan 1. Menemukan informasi waktu potong ujung akar yang tepat yaitu waktu saat terjadinya indeks mitosis tertinggi. 2. Menciptakan pewarna alternatif untuk pemulasan kromosom dalam pembuatan preparat mitosis. 3. Terdapat media yang membantu guru menyampaikan pembelajaran biologi pada materi pembelahan sel secara mitosis sehingga memudahkan siswa untuk mempelajari konsep pembelahan mitosis sel. 4. Meningkatan motivasi siswa selama KBM biologi. Gambar 2.13 Diagram kerangka berpikir

70 46 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

71 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan dengan mengacu pada metode Research and Development (R&D) yang terbagi dalam sepuluh tahap, yaitu: potensi dan masalah, pengumpulan informasi, desain produk, telaah desain produk, revisi desain produk, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk, dan produksi masal (Sugiyono, 2010). Penelitian eksperimen dilaksanakan untuk menemukan indeks mitosis tanaman bawang genus Allium; Familia Amaryllidaceae sehingga dihasilkan media pembelajaran berupa preparat mitosis. Media preparat mitosis yang dibuat menggunakan ujung akar bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum) dengan metode Squash Willey dan dipilih preparat mitosis yang memiliki indeks mitosis tertinggi. Pewarna alternatif filtrat Syzygium cumini digunakan sebagai pewarna preparat untuk menghemat biaya pembuatan preparat. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dibuat untuk mendukung siswa dalam penggunaan media preparat. B. Tempat dan Waktu Penelitian Pengembangan media preparat pada tahap potensi dan masalah dilaksanakan di 3 SMA Negeri di Surabaya pada bulan Maret Tahap pengumpulan informasi, desain produk dan telaah desain produk dilaksanakan di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya pada bulan Maret 2013 sampai dengan bulan Juni

72 48 C. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian ini adalah media preparat mitosis ujung akar dari beberapa spesies tanaman bawang. Preparat yang dibuat menggunakan dua pewarna berbeda yaitu pewarna hematoksilin dan pewarna alternatif dari filtrat Syzygium cumini. D. Definisi Operasional Definisi operasional digunakan untuk menghindari perbedaan pemahaman konsep. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Media preparat mitosis ujung akar bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum) adalah media pembelajaran berupa preparat semi permanen mitosis yang dibuat dari ujung akar tanaman bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum). 2. Indeks mitosis ialah angka yang menunjukkan persentase dari perbandingan jumlah sel-sel yang mengalami mitosis yaitu baik pada fase profase, metafase, anafase maupun telofase dengan jumlah keseluruhan sel dalam suatu populasi sel. Moreiras (2001), menjelaskan penghitungan indeks mitosis digunakan rumus: IM = Nm x 100% N Keterangan: IM = Indeks Mitosis Nm = jumlah sel yang bermitosis N = jumlah seluruh sel 3. Waktu potong akar yang tepat ialah waktu potong yang didapat dari preparat yang memiliki indeks mitosis tertinggi. 4. Pewarna alami filtrat Syzygium cumini ialah bahan pewarna alami yang terbuat dari filtrat buah S. cumini

73 matang (berwarna hitam) yang digunakan untuk mewarna kromosom pada proses pembuatan preparat mitosis. 5. Kelayakan preparat adalah kualitas media preparat yang ditentukan dari hasil telaah preparat. Telaah digunakan untuk mengukur aspek keintensifan penyerapan warna pada kromosom zat warna hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini dan aspek kelayakan prpeparat. Pada aspek kelayakan, preparat dinyatakan layak apabila persentase kelayakan sebesar 61%. E. Prosedur Penelitian Media preparat mitosis ini dikembangkan dengan mengacu pada metode R&D yang terbagi dalam sepuluh tahap, yaitu: potensi dan masalah, pengumpulan informasi, desain produk, telaah desain produk, revisi desain produk, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk, dan produksi masal. Tahap revisi desain produk, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk, dan produksi masal tidak dilaksanakan karena tahap tersebut membutuhkan penelitian yang lebih khusus dan mendalam sehingga dibutuhkan waktu yang lebih banyak, biaya yang sangat besar, untuk melakukan uji coba dibutuhkan perijinan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pemerintah setempat, sasaran penyebaran pemakaian produk lebih luas, hasil produksi dalam jumlah yang sangat besar. Tahapan metode R&D dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini. Adapun dari tahap-tahap pengembangan media preparat mitosis seperti pada Gambar 3.1 tersebut yang termasuk dalam fase Research yaitu tahap potensi dan masalah, pengumpulan informasi, dan desain produk. Tahap-tahap tersebut dapat diuraikan lebih rinci sebagai berikut. 49

74 50 Potensi Masalah Pengumpulan Informasi Desain produk dihasilkan Desain Preparat Squash Mitosis Allium dengan Pewarna Alternatif syzygium cumini Telaah Desain Produk Revisi Desain Produk Uji Coba Produk Revisi Produk Uji Coba Pemakaian Revisi produk Produksi Masal Gambar 3.1 Skema Pengembangan Media Preparat Squash Mitosis Allium dengan Pewarna Alternatif Syzygium cumini Sumber: Diadaptasi dari Sugiyono (2010)

75 51 1. Tahap Potensi dan Masalah Tahap ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan masalah yang berkaitan dalam penelitian ini. Analisis potensi dan masalah dapat diuraikan sebagai berikut. a. Analisis Potensi Potensi yang terkait dengan penelitian ini adalah tumbuhan sebagai sumber daya alam hayati dan kemampuan siswa menjadi seorang fasilitator. Potensi pertama yakni tumbuh-tumbuhan merupakan sumber daya alam hayati yang dapat dijadikan sebagai objek dalam pembelajaran biologi. Pada pembelajaran biologi tumbuh-tumbuhan dapat dijadikan sebagai media pembelajaran asli untuk penunjang pembelajaran. Media pembelajaran asli yang dapat dibuat dari tumbuhan adalah media preparat mitosis tanaman. Bahan utama untuk membuat preparat mitosis mudah didapat adalah bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum). Bahan lain yang digunakan adalah kulit buah Syzygium cumini untuk pewarna alami sehingga dapat menekan biaya pembuatan preparat. Potensi kedua yakni kemampuan siswa menjadi seorang fasilitator. Siswa dapat memfasilitasi, memimpin, dan memandu dalam berkerja kelompok. b. Analisis Masalah Materi pembelahan mitosis sel mengacu pada Kompetensi Inti (KI) 3 yaitu Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan

76 52 humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Kompetensi Dasar (KD) yang dikembangkan dari KI tersebut salah satunya menjelaskan mendeskripsikan keterkaitan antara proses pembelahan mitosis dan meiosis dengan pewarisan sifat. Sub materi pelajaran biologi yang dibahas dalam KD tersebut adalah proses pembelahan mitosis sel. Materi pembelajaran pembelahan mitosis sel merupakan kumpulan konsep konkret yang dapat dipahami siswa dengan cara melakukan kegiatan pengamatan pembelahan mitosis sel secara langsung melalui media preparat mitosis akar tanaman. Berdasarkan hasil wawancara, masalah yang muncul adalah preparat mitosis yang didapat dari bantuan pemerintah memiliki kelemahan yaitu fasefase mitosis tidak nampak sehingga guru tidak bisa menjelaskan secara konkret fase pembelahan dan bentuk sebenarnya kromosom kepada siswa. Kelemahan preparat tersebut membuat guru lebih memilih menunjukkan secara langsung fase-fase mitosis sel pada buku paket yang digunakan dalam proses pembelajaran. Penggunaan metode pembelajaran seperti ini tidak melatihkan keterampilan proses siswa untuk memahami konsepkonsep pembelahan mitosis.

77 53 2. Tahap Pengumpulan Informasi Tahap ini bertujuan untuk mengumpulkan berbagai informasi sebagai bahan untuk persiapan perancangan desain produk. Informasi yang diperlukan sebagai berikut. a. Durasi Mitosis dan Indeks Mitosis Indeks mitosis yaitu perbandingan jumlah sel-sel yang mengalami mitosis yaitu baik pada fase profase, metafase, anafase maupun telofase dengan jumlah keseluruhan sel dalam suatu populasi sel (Moreiras, 2001). Nilai indeks mitosis menunjukkan kecepatan proliferasi sel. Proliferasi sel dalam suatu jaringan yang normal bersifat dinamis dan seimbang antara pembelahan sel atau mitosis dan kematian sel yang terdiri dari apoptosis dan nekrosis (Unsal, 2005). Moreiras (2001), menjelaskan penghitungan indeks mitosis digunakan rumus: IM = Nm x 100% N Keterangan: IM = Indeks Mitosis Nm = jumlah sel yang bermitosis N = jumlah seluruh sel Durasi mitosis yaitu waktu yang dibutuhkan sel untuk bermitosis. Setiap sel pada setiap spesies memiliki kandungan DNA yang berbeda, semakin besar kandungan DNA maka semakin lama durasi mitosis. Keploidian tidak memengaruhi durasi waktu tersebut. Namun, secara umum fase interfase memerlukan waktu yang paling lama (Singh, 2003). Setiap spesies tanaman memiliki jam biologi yang mengatur waktu optimum pembelahan mitosis sel. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur

78 54 dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007). Beberapa spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda sehingga untuk menemukan indeks mitosis tertinggi diperlukan pengamatan yang berulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999). b. Preparat Squash Mitosis Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan sesuatu menjadi tersedia, spesimen patologi maupun anatomi yang siap dan diawetkan untuk penelitian dan pemeriksaan (Dorland, 2010). Preparat terdiri atas berbagai contoh hewan dan tanaman, potongan struktur anatomis maupun histologis hewan, tanaman dan lain-lain. Dari segi ukuran ada preparat yang berukuran sangat besar tetapi ada juga preparat yang berukuran sangat kecil (mikroskopis) yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang. Salah satu contoh preparat mikroskopis adalah preparat squash mitosis. Preparat squash mitosis dibuat dengan metode squash yaitu jaringan yang telah dimaserasi dengan jalan hidrolisis dan dipulas, kemudian di remas dengan hati-hati hingga terbentuk lapisan tipis dan sel-sel merata. Jones dan Rickards (1991) menjelaskan, secara umum tahapan dalam pembuatan preparat mitosis dengan metode squash yaitu: 1) Bahan Utama Pembuatan Preparat Mitosis a) Jaringan yang banyak ditemui sel bermitosis bisa ditemui pada daerah meristem ujung akar dan pada bagian pucuk-pucuk seperti ujung batang, primordia daun, petala muda, ovulum muda, sel tersuspensi dan kalus

79 55 (Fukui, 1996; Jones dan Rickards, 1991). Ujung akar paling umum digunakan karena selain mudah tumbuh dan seragam, akar tidak berklorofil serta mudah dilakukan pulasan. b) Segi penting yang diamati pada pembelahan mitosis adalah pola dasar dari kelakuan kromosom di dalam nukleus maka agar pengamatan lebih mudah dilakukan, bahan utama yang digunakan harus memerhatikan ukuran kromosom dan juga ukuran sel (Wilson dan Loomis, 1962). Fukui (1996) menyatakan berdasarkan ukuran rata-rata panjang kromosom, kromosom dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu kromosom tipe besar (large type atau L-type) dengan rata-rata panjang kromosom antara 8-10 µm dan tipe kecil (small type atau S-type) dengan rata-rata panjang kromosom antara 2-3 µm atau lebih kecil lagi. c) Pembuatan preparat pada tanaman yang memiliki kromosom tipe kecil dilakukan dengan metode maserasi secara enzimatik dengan didahului pra perlakuan induksi kolkisin (Singh, 2003). Metode squash lebih baik dilakukan pada tanaman yang memiliki kromosom tipe besar. d) Beberapa tanaman monokotil merupakan karena bahan ideal yang paling banyak digunakan karena memiliki kromosom bertipe besar, dengan jumlah autosom sedikit dan mudah untuk diproses sesuai pembuatan preparat mitosis (Jones dan Rickards, 1991).

80 56 e) Waktu pemotongan akar merupakan faktor kritis yang sangat menentukan keberhasilan preparat yang dihasilkan. Waktu pemotongan ini terkait dengan durasi mitosis dan indeks mitosis. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007). Beberapa spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan waktu yang tepat diperlukan pengamatan yang berulangulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999). 2) Fiksasi Suntoro (1983) menjelaskan fiksasi yaitu suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran. Media fiksasi yang umum digunakan dalam botani adalah FAA yang memiliki komposisi terdiri dari etil alkohol 70%, asam asetat glasial, formaldehid (37-40%) dan air (Sass, 1958). Fiksasi dengan formalin dan alkohol dapat mengerutkan jaringan dan penetrasi ke dalam jaringan berlangsung lambat, dengan menambahkan asam cuka glacial memungkingkan penetrasi dalam jaringan meresap dengan cepat dan menggembungkan sel atau jaringan (Baker 1958; Suntoro, 1983; Kardi dan Budipramana, 1992)

81 57 Lama waktu fiksasi selama jam atau bergantung pada ukuran jaringan yang difiksasi. Perlakuan fiksasi yang terlalu pendek dapat menyebabkan tidak terfiksasinya sel-sel atau jaringan bagian dalam, sedangkan terlalu lama fiksasi akan menyebabkan jaringan mengeras bahkan rusak. Jaringan yang telah difiksasi dipindahkan dalam larutan alkohol 70% untuk penyimpanan yang lama (Berlyn dan Miksche, 1976; Jones dan Rickards, 1991) 3) Hidrolisis Dasar pemikiran metode squash adalah melarutkan lamela tengah sel-sel meristematis yang belum kuat perlekatannya sehingga sel dapat dipisah-pisahkan hingga ketebalannya tinggal selapis saja. Hidrolisis dapat menggunakan asam atau enzim hidrolase. Salah satu asam yang biasa digunakan adalah asam klorida. Hidrolisis yang terlalu lama dapat mengurangi afinitas pewarna terhadap kromosom dan menyebabkan kromosom terurai karena denaturasi protein dan asam nukleat. Asam klorida memiliki kemampuan sangat tinggi untuk melarutkan lamela tengah. Asam klorida dengan konsentrasi rendah daya kerjanya kurang, sehingga harus direndam lebih lama. Sedang pada konsentrasi lebih tinggi dapat menguraikan nukleus beserta kromosom di dalamnya, sehingga bentuk inti memanjang dan kromosom tidak dapat diamati dengan sempurna. Kecepatan reaksi asam klorida meningkat sejalan dengan naiknya suhu. (Setyawan dan Sutikno, 2000).

82 58 4) Pulasan (Pewarnaan) Pulasan (pewarnaan) adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati serta dikenali dengan bantuan mikroskop. Zat warna yang umum digunakan untuk pulasan dalam pemeriksaan histologi bersifat seperti senyawa asam atau basa dan mempunyai kecenderungan untuk membentuk ikatan elektrostatik (garam) dengan gugus-gugus jaringan yang dapat berionisasi. Ikatan antar molekul ini menimbulkan warna pada jaringan. Komponen jaringan yang lebih mudah diwarnai dengan zat warna basa disebut basofilik sedangkan yang menpunyai afinitas terhadap zat warna asam disebut asidofilik. Sinar dengan panjang gelombang tertentu yang terdapat dalam sinar yang berasal dari cahaya matahari atau lampu mikroskop yang dipaparkan pada jaringan yang telah diwarnai akan diabsorpsi (diserap). Zat warna yang terikat pada jaringan akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu sehingga jaringan tersebut akan tampak berwarna. Pada pengamatan mitosis yang diamati adalah pola kromosom di dalam nukleus. Subtansi penyusun kromosom yang begitu mudah terpulas adalah asam nukleat. Suntoro (1983) menjelaskan, asam nukleat terdiri dari equimolekuler: pentose, phosphoric acid dan basa nitrogen. Bila gugusan OH dan pentose diganti dengan H, maka asam nukleat yang mengandung

83 59 gula disebut Deoxyribo Nucleic Acid (DNA). Kromatin merupakan benang-benang yang tersusun atas Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) dan protein yang membentuk nukleoprotein yang secara keseluruhan bersifat asam. Sifat keasaman dari nukleoprotein akan memberikan reaksi yang kuat terhadap zat warna basa. Zat warna yang paling banyak dipakai pada pengamatan inti sel adalah hematoksilin, carmin dan beberapa zat aniline sintesis. Hematoksilin adalah zat warna alam hasil ekstraksi dari pohon Haematoxylum campechianum yang merupakan contoh pewarnaan alami (Baker, 1958). 5) Pembuatan Preparat dengan Meremas (Squash) Pembuatan preparat dengan meremas sediaan yang telah diproses bertujuan mengoptimalkan kromosom sehingga mudah dilihat di bawah mikroskop. Sel yang telah dimaserasi dengan jalan hidrolisis dan telah dipulas kemudian diletakkan diatas gelas benda yang telah ditetesi dengan mountant kemudian ditutup dengan gelas penutup. Memegang salah satu sudut gelas penutup agar tidak bergeser dan secara cepat memejet gelas penutup dengan ibu jari atau benda tumpul lainnya, sehingga ujung akar teremas (squash) hancur dan sel-sel tersebar. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak boleh menggerakkan cover glass karena akan merusak sel. Hasil preparat mitosis dibersihkan dari mountant setelah mountant mengering. Kemudian dilakukan pengamatan dengan mikroskop (Suntoro, 1983).

84 60 Preparat yang telah selesai dibuat lalu diberi label di sebelah kiri objek preparat, dituliskan: nama spesies, nama organ/jaringan, potongan melintang/ membujur, pewarnaan yang digunakan, tanggal pembuatan. Lebih baik lagi jika dituliskan metode dan fiksasi yang digunakan (Suntoro, 1983). c. Pewarna Alami Kromosom dari Hematoksilin dan Syzygium cumini Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan maupun hewan (Suntoro, 1983). Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan histologi merupakan golongan senyawa asam atau basa dan mempunyai kecenderungan untuk membentuk ikatan elektrostatik dengan gugusgugus jaringan yang dapat berionisasi. Komponen jaringan yang lebih mudah diwarnai dengan zat warna basa disebut basofilik; yang mempunyai afinitas terhadap zat warna asam disebut asidofilik. Komponen inti sel berupa nukleoprotein secara keseluruhan bersifat asam. Sifat keasaman dari nukleoprotein akan memberikan afinitas yang kuat terhadap zat warna basa. Contoh pewarna basa yang dapat berafinitas dengan nukleoprotein dalam nukleus adalah hematoksilin dan sianidin. Senyawaan hematoksilin (C 16H 14O 6) yang dipakai dalam pewarnaan merupakan bentuk oksidasinya yaitu hematein (C 16H 12O 6). Proses oksidasi senyawaan hematoksilin dikenal sebagai ripening yang membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Proses ripening dapat dipercepat dengan menambahkan senyawaan yang bertindak

85 61 sebagai oksidator seperti merkuri oksida, hidrogen peroksida, potassium permanganat dan sodium iodat (Baker, 1958). Hematein harus ditambahkan mordan sebagai pengikat pewarna dengan jaringan agar pulasan menjadi lebih efektif (Kiernan, 2010). Mordan yang umumnya digunakan adalah alumunium (Al), besi (Fe), krom (Cr), tembaga (Cu). Hematein yang dilarutkan dalam larutan asam dengan menambahkan Iron alum/ besi sulfat [Fe(NH 4 )(SO 4 ) 2 12H 2 O] akan membentuk kompleks membentuk hematein iron ((HmFe) 2+ ataupun (HmFe 2 ) 2+ ). Kiernan (2010) menjelaskan suasana asam, mencegah terjadinya ikatan antara logam dengan jaringan tapi dapat memperkuat ikatan di dalam nukleus daripada lainnya. Gugus fosfat (berbentuk ionik pada ph asam) lebih bersifat asam daripada gugus protein pada sitoplasma dan ikatan pada jaringan. Saat proses pemulasan kompleks (HmFe) 2+ akan terikat pada fosfat anion DNA. Satu elektron pada ion Fe 3+ pada pewarna ((HmFe) + ataupun (HmFe 2 ) + ) akan berikatan dengan atom-atom O pada fosfat anion membentuk ikatan kovalen. Ikatan yang terjadi antara ikatan tunggal atom O anion pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan ionik, sedangkan ikatan rangkap dua atom O pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan kovalen koordinasi dengan atom O sebagai penyumbang elektron seperti pada. Ikatan yang terjadi seperti ini disebut kelat (Baker, 1958). Syzygium cumini dapat dijadikan sebagai pewarna alami karena mengandung pigmen antosainin. Antosianin termasuk golongan senyawa flavonoid. Pigmen ini berperan terhadap timbulnya warna

86 62 merah hingga biru pada beberapa bunga, buah dan daun. Antosianin berfungsi sebagai agen fitoproteksi yang melindungi tanaman, menarik perhatian serangga atau hewan untuk penyerbukan, antimikroba, antivirus, dan antiinsektisida (Kristanti, dkk., 2008). Antosianin adalah senyawa flavonoid dan merupakan glikosida dari antosianidin yang terdiri dari 2-phenyl benzopirilium (flavium) tersubstitusi, memiliki sejumlah gugus hidroksil bebas dan gugus hidroksil termetilasi yang berada pada posisi atom karbon yang berbeda. Pada setiap inti flavilium terdapat sejumlah molekul yang berperan sebagai gugus pengganti menghasilkan aglikon antosianidin. Aglikon antosianidin yang banyak dijumpai di alam antara lain pelargonidin, peonidin, delfinidin, petunidin, malvidin dan sianidin. Sebagai kelompok antosianin maka stabilitas sianidin juga dipengaruhi oleh ph, temperatur, cahaya, oksigen serta faktor lainnya seperti ion. Ion logam yang sering ditemukan mengubah warna ialah magnesium dan aluminium (Manitto, 1981). Sianidin dapat diperoleh dari kulit buah Syzygium cumini yang telah matang dan berwarna merah tua keunguan (Sah dan Verma, 2011). Untuk mengisolasi pigmen flavonoid dapat dilakukan dengan cara mengekstrak bahan dengan menggunakan pelarut yang sesuai kepolarannya dengan zat yang akan diekstrak. Ekstraksi senyawa golongan flavonoid dianjurkan dilakukan pada suasana asam karena asam berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel, serta mencegah oksidasi

87 63 flavonoid (Robinson, 1995 dan Harborn, 1973). Beberapa pelarut yang bersifat polar yang digunakan dalam mengekstraksi flavonoid diantaranya etanol, air, dan etil asetat. Pada proses pemulasan, sianidin dilarutkan dengan menambahkan mordan iron alum sehingga terbentuk iron sianidin ((CyFe) 2+ ). Dalam proses pemulasan kromosom, kompleks (CyFe) 2+. Suasana asam, mencegah terjadinya ikatan antara logam dengan jaringan tapi dapat memperkuat ikatan di dalam nukleus daripada lainnya. Gugus fosfat pada kromosom lebih bersifat asam daripada gugus protein pada sitoplasma dan jaringan. Saat proses pemulasan kompleks (CyFe) 2+ akan terikat pada fosfat anion DNA (Kiernan, 2010). Satu elektron pada ion Fe 3+ pada pewarna (CyFe) 2+ akan berikatan dengan atomatom O pada fosfat anion membentuk ikatan kovalen. Ikatan yang terjadi antara ikatan tunggal atom O anion pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan ionik, sedangkan ikatan rangkap dua atom O pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan kovalen koordinasi dengan atom O sebagai penyumbang elektron. Ikatan yang terjadi seperti ini disebut kelat (Baker, 1958). 3. Tahap Desain Produk Tahap ini bertujuan untuk merancang desain awal produk media pembelajaran berupa preparat semi permanen mitosis yang dibuat dari ujung akar tanaman bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum) yang dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut. a. Tahap Koleksi dan Penentuan Tanaman

88 64 Peneliti melakukan kaji literature tentang tanaman yang baik digunakan sebagai media preparat mitosis untuk pembelajaran di sekolah. Langkah ini adalah bagian dari tahap pemilihan bahan dalam membuat preparat mitosis. Tanaman yang dipilih berdasarkan kriteria berikut: 1) Tanaman mudah didapat dan harganya relatif murah. 2) Secara genetis, tanaman yang akan dipilih memiliki jumlah autosom sedikit dan memiliki ukuran rata-rata panjang kromosom saat metafase 8 µm (tergolong bertipe besar) (Jones dan Rickards, 1991). 3) Merupakan kelas Liliopsida (monokotil) yang memiliki sistem perakaran serabut (Jones dan Rickards, 1991). 4) Bagian organ tanaman yang digunakan adalah akar pada bagian ujung akar karena selain mudah tumbuh dan seragam, akar tidak berklorofil serta mudah dilakukan pulasan. Secara fisik, akar mudah dipotong dan tidak keras sehingga mudah dilakukan squash (Fukui, 1996). Peneliti melakukan koleksi terhadap tanaman dengan cara mengumpulkan dan memilih beberapa spesies tanaman berdasarkan kriteria, kemudian membuat sampel preparat mitosis squash (Prosedur pembuatan preparat mitosis squash Willey pada Lampiran 2A dan 2B, halaman 142 dan 146) yang selanjutnya menentukan tipe ukuran kromosom melalui pengamatan di bawah mikroskop dan kaji literature. Diperoleh tiga spesies tanaman genus Allium yaitu bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum). b. Tahap Menemukan Indeks Mitosis

89 65 Masing-masing spesies tanaman yang terpilih digunakan sebagai bahan utama untuk membuat media preparat mitosis. Jones dan Rickards (1991) menjelaskan, di dalam sebuah preparat mitosis yang layak secara mikroteknik dan digunakan dalam pembelajaran di sekolah harus memiliki fase-fase lengkap pembelahan mitosis dan tampak jelas. Untuk membuat preparat dengan fase-fase lengkap mitosis maka perlu diperhatikan pada saat proses awal pembuatan preparat mitosis adalah waktu pemotongan akar yang merupakan faktor kritis dalam menentukan hasil akhir preparat. Waktu pembelahan sel tiap tanaman berbeda-beda dan tidak konstan sepanjang hari. Beberapa spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan waktu yang tepat diperlukan pengamatan yang berulang-ulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999). Waktu pemotongan terkait dengan durasi mitosis dan indeks mitosis. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007). Langkah mencari waktu potong yang tepat: 1) Tahapan awal adalah menentukan variabel (Var.) penelitian, yaitu: a) Var. Manipulasi: waktu potong ujung akar setiap satu jam selama 24 jam bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum) b) Var. Kontrol : spesies yang digunakan, media tanam setiap spesies, ph, suhu.

90 66 c) Var. Respon: nilai indeks mitosis meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa, dan A. fistulosum. 2) Menanam bulbus bawang putih, bawang bombay, dan bawang prei dalam media tanam yang sesuai hingga tumbuh akar. Setiap spesies diwakili oleh 24 individu. 3) Memotong ujung akar setiap individu spesies secara acak dengan interval 1 jam selama 24 jam. Ujung akar setiap individu tiap spesies diambil 3 buah dan dipotong sepanjang 1 cm dari ujung akar kemudian membuat preparat semi permanen mitosis dengan metode squash Willey pada Lampiran 2A dan 2B (halaman 142 dan 146). Setiap jam diwakili oleh 3 unit preparat, sehingga keseluruhan untuk setiap spesies terdapat 72 unit preparat mitosis (Moreiras, 2001; Matias dan Fontanilla, 2011). 4) Melakukan pengambilan data indeks mitosis setiap jam selama 24 jam untuk setiap spesies. Data yang diperoleh ditulis dalam Instrumen A terdapat pada Lampiran 5 (Halaman 161). Setiap unit preparat mitosis ditentukan 5 lapang pandang dengan sistem koordinat yang diamati dengan mikroskop perbesaran 40 kali lensa objektif kemudian menghitung sel-sel dalam setiap unit preparat pada setiap spesies. Gambar 3.2 Posisi perhitungan sampel Bagian yang berwarna hitam ialah bagian yang diamati

91 67 Perhitungan untuk menentukan jumlah sel dalam satu lapang pandang dibuat suatu ketentuan, bila sel-sel pada ruang perhitungan terdiri dari setengah bagian atau lebih dari setengah bagian sel, sel tersebut ikut dihitung. Apabila sel-sel dalam ruang perhitungan kurang dari setengah bagian sel, sel tersebut tidak ikut dihitung. 5) Indeks mitosis didapat dari menghitung jumlah total secara keseluruhan sel dalam tiga unit preparat untuk setiap jam, fase-fase yang kontras (profase, metafase, anafase dan telofase) digunakan untuk memudahkan perhitungan (Moreiras, 2001; Matias dan Fontanilla, 2011). Selanjutnya dihitung jumlah seluruh sel pada satu lapang pandang. Hasil perhitungan dari 3 x 5 lapang pandang dijumlah menjadi satu. Moreiras (2001), menjelaskan penghitungan indeks mitosis digunakan rumus: IM = Nmx 100% Keterangan: N IM = Indeks Mitosis Nm = jumlah sel yang bermitosis N = jumlah seluruh sel 6) Data hasil perhitungan indeks mitosis ujung akar bawang putih, bawang bombay, dan bawang prei dianalisis menggunakan analisis statistik. Langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan melakukan uji prasyarat yang meliputi dua uji yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Pada uji normalitas digunakan uji Kolmogorov Smirnov, sedangkan uji homogenitas menggunakan uji Lavene. Setelah data homogen dan normal, maka dilakukan uji ANAVA satu arah taraf uji 5 %,

92 68 Umbi Lapis Allium sativum Umbi Lapis Allium cepa Umbi Lapis Allium fistulosum Tanah + Pupuk Gambar 3.3 Diagram alur pemerolehan indeks mitosis meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum (Diadaptasi dan dikembangkan dari: Mitotic Index. Dalam Reigosa, Manuel J. (Ed.). Handbook of Plant Ecophysiology Techniques (Moreiras, 2001)

93 69 karena hanya satu variabel yang digunakan yaitu waktu potong akar. Jika signifikan maka dilanjutkan dengan uji beda nyata dengan uji Duncan pada taraf signifikan 5%. Analisis data diolah menggunakan software SPSS Statistics ) Hasil akhir berupa nilai indeks mitosis kemudian ditentukan nilai indeks mitosis tertinggi sebagai acuan waktu potong dalam pembuatan preparat mitosis (Jurcak, 1999) c. Tahap Pembuatan Pewarna Alternatif Filtrat Syzygium cumini dan Pengaplikasiannya pada Media Preparat Squash Mitosis Pembuatan pewarna alternatif dilakukan dengan cara membuat filtrat Syzygium cumini menggunakan pelarut asam asetat glasial. Asam asetat glasial dipilih karena dapat mengekstraksi pigmen warna antosianidin (Harborne, 1973). Prosedur lengkap pembuatan pewarna filtrat S. cumini terdapat pada Lampiran 4A (Halaman 155). Pembuatan media pembelajaran preparat mitosis mengikuti waktu acu yang telah ditemukan. Bahan utama preparat mitosis yang digunakan ialah meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa, dan A. fistulosum. Setiap spesies diwakili oleh 3 preparat. Kromosom dipulas dengan dua pewarna berbeda yaitu Hematoksilin Whittman menggunakan metode squash Willey pada Lampiran 2A dan 2B (halaman 142 dan 146) dan pewarna alternatif filtrat Syzygium cumini menggunakan prosedur pada Lampiran 4A, 4B dan 4C (halaman 155, 159 dan 160).

94 70 Umbi Lapis Allium sativum Umbi Lapis Allium cepa Umbi Lapis Allium fistulosum Umbi Lapis Allium sativum Umbi Lapis Allium cepa Umbi Lapis Allium fistulosum Gambar 3.4 Diagram alur pembuatan preparat mitosis meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum dengan menggunakan pewarna alternatif filtrat Syzygium cumini

95 71 4. Tahap Telaah Desain Produk Tahap ini bertujuan untuk menilai desain produk yaitu media preparat yang telah dihasilkan. Media preparat yang telah dibuat dan dipilih akan ditelaah oleh tiga orang penelaah yang terdiri atas dua orang dosen biologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya (dosen mikroteknik dan dosen bidang genetika) dan seorang guru biologi SMA. Kriteria telaah terdiri dari dua aspek utama yang meliputi aspek keintensifan penyerapan zat warna hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini pada kromosom, dan aspek kelayakan preparat yang dinilai dari aspek tampilan secara umum dan aspek manfaat. Aspek-aspek tersebut terdiri dari kriteria yang mengacu pada Instrumen B, C dan D terdapat pada Lampiran 6A, 6B, 6C untuk preparat dengan pewarna hematoksilin dan Lampiran 7A, 7B, 7C untuk preparat dengan pewarna filtrat Syzygium cumini (Halaman 162, 164, 168 dan halaman 173, 175, 179). 5. Tahap Perbaikan Desain Tahap ini dilakukan setelah dilakukan telaah oleh penelaahn sehingga dapat diketahui kelemahan produk yang telah dihasilkan. Kelemahan tersebut selanjutnya diperbaiki oleh peneliti dengan cara memperbaiki desain yang telah ada. Tahap ini tidak dilaksanakan karena membutuhkan penelitian yang lebih khusus mengenai pewarnaan kromosom serta keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti. 6. Tahap Uji Coba Produk Tahap ini dilakukan uji coba penggunaan produk preparat yang telah dihasilkan kepada siswa. Uji coba dilakukan secara terbatas. Pada pengaplikasiannya preparat dilengkapi dengan Lembar Kegiatan Siswa untuk mendukung kegiatan praktikum siswa. Tahap ini

96 72 tidak dilaksanakan karena membutuhkan waktu yang tidak sedikit serta biaya yang besar. 7. Tahap Revisi Produk Tahap ini berisi perbaikan produk yakni perbaikan preparat mitosis yang berupa saran. Tahap revisi dilakukan secara kontinyu dari telaah produk sampai uji coba produk hingga menghasilkan produk preparat yang lebih baik dari sebelumnya. Tahapan ini tidak dilaksanakan karena penelitian ini hanya dilaksanakan sampai tahap telaah desain. 8. Tahap Uji Coba Pemakaian Tahap uji coba pemakaian merupakan tahap yang dilakukan setelah uji coba terhadap produk berhasil. Pemakaian produk dilakukan dalam lingkup lembaga pendidikan yang luas, namun dalam penelitian ini tahap uji coba pemakaian tidak dilaksanakan karena membutuhkan jangkauan sasaran penyebaran pemakaian yang lebih luas serta adanya perijinan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pemerintah setempat. 9. Tahap Revisi Produk Tahap revisi produk dilakukan apabila masih didapatkan kekurangan dan kelemahan setelah dilakukan uji coba pemakaian produk. Tahap ini berisi evaluasi untuk kemudian dilakukan penyempurnaan dan pembuatan produk baru lagi, namun tahap ini tidak dilaksanakan karena penelitian ini hanya dilaksanakan sampai tahap telaah desain. 10. Tahap Produksi Masal Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan apabila produk yang telah diujicobakan dinyatakan efektif dan layak untuk diproduksi masal, namun dalam penelitin ini tahap produksi masal tidak dilaksanakan karena jumlah produk yang dihasilkan sangat besar serta biaya yang dibutuhkan juga sangat besar.

97 F. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Metode Observasi Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data hasil penghitungan jumlah sel dalam tiap fase-fase mitosis berbeda, profase dan interfase pada masingmasing preparat dengan waktu-waktu berbeda untuk kemudian dilakukan penghitungan indeks mitosis. Data indeks mitosis setiap jam diwakili oleh tiga preparat yang dilakukan selama 24 jam sehingga ada 72 preparat yang diobservasi. 2. Metode Telaah Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode telaah preparat. Metode telaah digunakan untuk menilai tingkat kelayakan media pembelajaran preparat mitosis yang sesuai dengan aspek yang ditentukan yaitu meliputi aspek keintensifan penyerapan warna pada kromosom dan aspek kelayakan preparat yang dinilai dari aspek tampilan secara umum dan aspek manfaat. Penelaah terdiri dari tiga orang penelaah yang terdiri atas dua orang dosen biologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya (dosen mikroteknik dan dosen bidang genetika) dan seorang guru biologi SMA. G. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk melakukan penelitian dan mengumpulkan data. Beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini antara lain: 1. Lembar Data Pengamatan Indeks Mitosis Lembar ini digunakan peneliti untuk menuliskan hasil pengamatan indeks mitosis sel ujung akar untuk 73

98 74 setiap spesies genus Allium. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah sel dalam tiap fase-fase mitosis berbeda, profase dan interfase pada setiap preparat untuk kemudian dilakukan penghitungan. Hal yang diamati mengacu pada Instrumen A terdapat pada Lampiran 5 (Halaman 161). 2. Lembar Telaah Preparat Mitosis Lembar telaah ini digunakan oleh dua Dosen Biologi dan seorang guru biologi SMA untuk menilai. Telaah terdiri dari dua aspek utama yang meliputi aspek keintensifan penyerapan warna hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini pada kromosom dan aspek kelayakan preparat yang dinilai dari aspek tampilan umum dan aspek manfaat preparat. Pada aspek penyerapan warna mengacu pada instrumen B pada Lampiran 6A dan Lampiran 7A (Halaman 162 dan halaman 173). Aspek yang dinilai pada instrumen B yaitu meliputi aspek keintensifan dan tingkat kekuatan pemulasan zat warna hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini pada protoplasma sel yaitu inti sel (kromosom pada interfase dan mitosis), membran plasma, sitoplasma (organel dan sitosol); paraplasma sel yaitu dinding sel dan bahan inklusi/bahan ergastik; serta kekontrasan kromosom dengan plasma sel maupun bagian sel lain (organela sel). Penelaah diminta menuliskan jawaban ya atau tidak dari setiap pernyataan angket yang diberikan sesuai dengan keintensifan pemulasan pada bagian-bagian sel, bila menuliskan ya maka selanjutnya diberikan pilihan penilaian (+/-) tentang tingkat kekuatan penyerapan warna. Selain itu, penelaah juga diminta menuliskan komentar pada tempat komentar dan saran di bagian

99 bawah tabel pernyataan angket. Pada aspek tampilan umum mengacu pada instrumen C pada Lampiran 6B dan 7B (Halaman 164 dan halaman 175). Kriteria yang dinilai pada instrumen C yaitu meliputi tampilan media preparat, keakuratan materi dan penilaian secara mikroteknik. Kriteria penilaian tersebut diberi rentang skor 1 sampai 4 dengan kriteria interpretasi penilaian mulai dari kurang, cukup, baik sampai sangat baik. Selain itu, penelaah juga diminta menuliskan komentar pada tempat komentar dan saran di bagian bawah tabel pernyataan angket. Pada aspek manfaat media preparat pada instrumen D pada Lampiran 6C dan 7C (Halaman 168 dan halaman 179). Kriteria yang dinilai pada instrumen D yaitu meliputi tentang manfaat media preparat dalam mengatasi perbedaan pengalaman siswa dan manfaat media preparat dalam mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. Kriterai penilaian tersebut diberi rentang skor 1 sampai 4 dengan kriteria interpretasi penilaian mulai dari kurang, cukup, baik sampai sangat baik. Selain itu, penelaah juga diminta menuliskan komentar pada tempat komentar dan saran di bagian bawah tabel pernyataan angket. H. Teknik Analisis Data 1. Analisis indeks mitosis (MI) akar akar bawang putih (Allium sativum); bawang bombay (A. cepa); dan bawang prei (A. fistulosum), data dari setiap spesies dianalisis menggunakan analisis statistik. Langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan melakukan uji prasyarat yang meliputi dua uji yaitu uji normalitas (Kolmogorov Smirnov) dan uji homogenitas (Levene). Setelah data homogen dan normal, maka dilakukan uji ANAVA satu arah taraf uji 5%, karena hanya satu variabel yang 75

100 76 digunakan yaitu waktu potong akar. Jika signifikan maka dilanjutkan dengan uji beda nyata dengan uji Duncan pada taraf signifikan 5%. Analisis data diolah menggunakan software SPSS Statistics Analisis penyerapan warna dianalisis berdasarkan aspek keintensifan pemulasan zat warna hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini pada kromosom dalam fase-fase berbeda. 3. Analisis kelayakan tampilan media preparat secara umum dan manfaat media pembelajaran preparat mitosis secara dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan rumus: Persentase kelayakan = Dengan standar penilaian sebagai berikut: Tabel 3.1 Kriteria Interpretasi Skor Berdasarkan Skala Likert (Riduwan, 2012) Skor 1 % - 20 % 21 % - 40 % 41 % - 60 % 61 % - 80 % 81% % Kriteria Interpretasi Tidak Layak Kurang Layak Cukup Layak Layak Sangat Layak Standar yang digunakan oleh peneliti terkait penilaian aspek kelayakan media preparat mitosis ialah media preparat dinyatakan layak apabila rata-rata persentase 61%.

101 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian studi indeks mitosis meristem ujung akar tanaman bawang untuk pembuatan preparat mitosis sebagai media pembelajaran pada materi pembelahan sel yang dilakukan di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya, diperoleh data berupa hasil pengamatan tanaman koleksi; nilai indeks mitosis setiap jam selama 24 jam berturut-turut dari tiga spesies tanaman genus Allium yaitu Allium sativum (bawang putih), A. cepa (bawang bombay) dan A. fistulosum (bawang daun); data hasil telaah penyerapan warna (deskripsi keintensifan pemulasan zat warna) hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini pada kromosom dalam fase-fase berbeda dan data hasil telaah kelayakan preparat berdasarkan tampilan umum dan manfaat preparat sebagai media pembelajaran. 1. Koleksi dan Pemilihan Bahan Utama Preparat Mitosis Tahap ini merupakan mengumpulkan dan memilih beberapa spesies tanaman yang cocok digunakan untuk pembuatan media preparat mitosis. Pemilihan tanaman didasarkan oleh beberapa kriteria, yaitu a. Tanaman merupakan kelas monokotil. b. Sistem perakaran tanaman adalah serabut. Akar tanaman mudah ditumbuhkan dan membutuhkan waktu relatif singkat untuk menumbuhkan akar. Secara fisik, akar tanaman mudah dipotong dan tidak keras sehingga mudah diproses dengan metode squash mitosis. 77

102 78 c. Tanaman mudah ditemukan di daerah geografis Indonesia dan di sekitar sekolah kalaupun harus membeli maka harganya harus relatif murah. d. Secara genetis, tanaman yang akan dipilih memiliki jumlah autosom sedikit dan memiliki ukuran rata-rata panjang kromosom saat metafase 8 µm (tergolong bertipe besar) Beberapa tanaman hasil koleksi, ditanam pada media tanam yang berbeda hingga tumbuh akar. Tanaman yang dikumpulkan antara lain: Tabel 4.1 Daftar tanaman koleksi, media tanam dan referensi No Spesies Tanaman Media Tanam Referensi 1. Allium ascalonicum (2n=16) Air Wahab, A. cepa (2n=16) Air Wahab, A. sativum (2n=16) Air Wahab, A. fistulosum (2n = 14) Tanah+pupuk Wahab, Habranthus robustus (2n = 12) Air Felix, et al., Zephyrahes candida (2n = 38) Air Felix, et al., Z. Rosea (2n = 24) Air Felix, et al., Hymenocallis litthoralis (2n = 46) Air Jee dan Vijayalli, Aloe barbadensis (2n = 14) Tanah+pupuk Roy dan Gunjan, Tulbhagia violacea (2n = 12) Tanah+pupuk Vosa, 2000 Keterangan : 2n = Jumlah kromosom diploid Akar tanaman koleksi kemudian diproses dengan squash mitosis (Prosedur pembuatan preparat mitosis squash Willey pada Lampiran 2A dan 2B (halaman 143 dan 146) yang selanjutnya diamati di bawah mikroskop. Informasi genetis diperoleh dengan cara mengkaji literature. Berikut ini disajikan hasil pengamatan dan gambar tanaman koleksi:

103 79

104 80 Berdasarkan tabel 4.2 Hasil pengamatan tanaman koleksi diketahui bahwa Allium ascalonicum, A. cepa, A. sativum, A. fistulosum, Habranthus robustus, Zephyranthes candida, Z. Rosea, Hymenocallis litthoralis, Aloe barbadensis, Tulbhagia violacea, merupakan tanaman monokotil dengan sistem perakaran serabut, tanaman mudah didapatkan dengan cara membeli dengan harga relatif murah. Waktu yang dibutuhkan untuk menumbuhkan akar pada tanaman koleksi berbeda-beda, Allium ascalonicum, A. cepa, A. sativum, A. fistulosum, membutuhkan waktu yang relatif cepat antara 2-5 hari, sedangkan Habranthus robustus, Zephyranthes candida, Z. Rosea, Hymenocallis litthoralis, Aloe barbadensis, Tulbhagia violacea membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu 7-8 hari. Secara genetis, jumlah autosom (2n) Allium ascalonicum, A. cepa, A. sativum, A. fistulosum, Habranthus robustus, Aloe barbadensis, dan Tulbhagia violacea, relatif sedikit, secara berturut-turut yaitu 16, 16, 16, 16, 12, 14, dan 12, sedangkan Zephyranthes candida, Z. Rosea dan Hymenocallis litthoralis, memiliki jumlah autosom (2n) yang relatif banyak, secara berturut-turut yaitu 38, 24 dan 46. Tipe kromosom dari tanaman koleksi berbeda-beda, kelompok pertama adalah tanaman yang tergolong kromosom bertipe besar atau Large type (L-type) yaitu ukuran rata-rata panjang kromosom saat metafase 8 µm diantaranya Allium ascalonicum (13 µm); Allium cepa (12,89 µm); A. sativum (13,38 µm); A. fistulosum (10,22 µm); Habranthus robustus (11,08 µm); Aloe barbadensis (10,42 µm); kelompok kedua adalah tanaman yang tergolong kromosom bertipe sedang atau Medium type (M-type) yaitu ukuran rata-rata panjang kromosom saat metafase

105 81 3,1 µm 7,9 µm diantaranya Zephyranthes candida (4,31 µm); Z. Rosea (4,73 µm); Hymenocallis litthoralis (7,08 µm); Tulbhagia violacea (5,6 µm). Akar Allium sativum, A. cepa, A. fistulosum, dan Tulbhagia violacea mudah diproses menjadi preparat mitosis dengan metode squash mitosis sedangkan Habranthus robustus, Zephyranthes candida, Z. Rosea, Hymenocallis litthoralis, Aloe barbadensis tidak bisa disebabkan akar tanaman tersebut tergolong keras. Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan maka tanaman yang terpilih sebagai bahan utama pembuatan preparat mitosis squash adalah Allium sativum, A. cepa, A. fistulosum. 2. Pengamatan Nilai Indeks Mitosis Genus Allium Hasil pengamatan nilai Indeks Mitosis (IM) spesies tanaman dari genus Allium dapat dilihat pada tabel 4.3: Tabel 4.3 Rata-rata Indeks Mitosis (IM) meristem ujung akar genus Allium setiap jam selama 24 jam berturut-turut No. Jam Potong Akar A. sativum A. cepa A. fistulosum WIB ± ABCDE ± D ± ABC WIB ± ABCD ± ABCD ± ABC WIB ± ABCDE ± ABC ± ABC WIB ± E ± AB ± ABC WIB ± ABCDE ± ABCD ± ABC WIB ± ABCDE ± CD ± D** WIB ± ABCDE ± ABCD ± CD WIB ± DE ± BCD ± BC WIB ± F** ± ABCD ± ABC WIB ± CDE ± ABCD ± ABC WIB ± ABCDE ± BCD ± ABC WIB ± CDE ± E** ± ABC WIB ± ABCDE ± CD ± ABC WIB ± ABCDE ± ABCD ± ABC

106 WIB ± ABCDE ± ABCD ± ABC WIB ± ABCDE ± BCD ± AB WIB ± ABCDE ± ABCD ± ABC WIB ± ABC ± AB ± AB WIB ± A ± AB ± A WIB ± ABCDE ± ABCD ± AB WIB ± ABCDE ± A ± AB WIB ± AB ± AB ± AB WIB ± ABCDE ± AB ± ABC WIB ± ABCDE ± ABCD ± ABC Keterangan: ** = Waktu potong dengan nilai indeks mitosis tertinggi. * Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama dalam tiap perlakuan dan interaksi tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 menurut Uji Duncan Tabel 4.3 menyajikan nilai IM tiga spesies tanaman yang berbeda pada setiap jam selama 24 jam berturutturut. IM tertinggi meristem ujung akar dari tiga spesies tanaman muncul pada waktu yang berbeda-beda meskipun dalam satu genus. Nilai IM Allium sativum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; IM A. cepa tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; sedangkan IM A. fistulosum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %. Berdasarkan data pada tabel 4.3, dilakukan uji normalitas dan homogenitas data IM meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum. Pada uji normalitas digunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S), sedangkan uji homogenitas menggunakan uji Levene. Setelah data homogen dan normal, maka dilakukan uji ANAVA satu arah, karena hanya satu variabel yang digunakan yaitu waktu potong akar. Analisis data diolah menggunakan software SPSS 17.0 for windows.

107 83 Uji normalitas data untuk mengukur normalitas distribusi populasi data nilai IM Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum. Tabel 4.4 berikut menunjukkan rangkuman hasil uji normalitas distribusi data nilai IM populasi A. sativum, A. cepa dan A. fistulosum dengan metode K-S menggunakan program SPSS 17.0 for windows. Tabel 4.4 Hasil uji normalitas data Indeks Mitosis Genus Allium Kelompok Nilai Kolmogorov- Asymp. Keputusan Keterangan Data Smirnov (K-S) Sig. (A.S.) A. sativum 0,650 0,792 K-S < A.S. Normal A. cepa 0,650 0,792 K-S < A.S. Normal A.fistulosum 0,650 0,792 K-S < A.S. Normal Berdasarkan tabel 4.4, kelompok data nilai IM Allium sativum, A. cepa dan A. fisatulosum sama-sama memiliki nilai K-S 0,650 dan A.S. 0,792. Karena nilai K-S (0,650) < A.S. (0,792) sehingga H 1 ditolak dan H 0 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketiga kelompok data nilai indeks mitosis meristem ujung akar Genus Allium dari 24 variansi populasi adalah berdistribusi normal. Uji homogenitas data untuk menentukan kehomogenan data nilai IM populasi Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum. Tabel 4.5 berikut menunjukkan rangkuman hasil uji homogenitas data nilai IM populasi A. sativum, A. cepa dan A. fistulosum dengan metode Levene menggunakan program SPSS 17.0 for windows. Tabel 4.5 Hasil uji homogenitas data Indeks Mitosis Genus Allium Kelompok Levene df1 df2 Sig. Keputusan Keterangan Data Statistik A. sativum 1, ,246 Sig. > 0,05 Homogen A. cepa 1, ,258 Sig. > 0,05 Homogen A. fistulosum 1, ,229 Sig. > 0,05 Homogen

108 84 Berdasarkan tabel 4.5, kelompok data nilai IM Allium sativum (0,246), A. cepa (0,258) dan A. fisatulosum (0,229) sama-sama memiliki nilai probabilitas > 0,05 sehingga H 1 ditolak dan H 0 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketiga kelompok data nilai indeks mitosis meristem ujung akar Genus Allium dari 24 variansi populasi adalah homogen. a. Pengamatan Nilai Indeks Mitosis Allium sativum Tabel 4.4 dan tabel 4.5 menunjukkan bahwa kelompok data IM meristem ujung akar Allium sativum berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji Anava Satu Arah, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil perhitungan Anava untuk indeks mitosis meristem ujung akar Allium sativum setiap jam berturut-turut selama 24 jam Sumber F Db Jk Rk Variasi Hitung (F 0) Tabel 0,05 (F5%) Perlakuan 140, ,088 Eror 99, ,079 2,928* 1,757 Total 239, Keterangan: * = Signifikan Berdasarkan pengujian Anava Satu Arah menunjukkan bahwa waktu pemotongan ujung berpengaruh signifikan terhadap munculnya nilai indeks mitosis, hal ini dapat diketahui dari nilai F hitung (2,928) > F tabel (1,757) sehingga disimpulkan perbedaan waktu pemotongan ujung akar Allium sativum menghasilkan nilai IM meristem ujung akar A. sativum yang berbeda-beda pada setiap jamnya berturut-turut selama 24 jam (Lampiran 8B Halaman 189). Uji duncan menunjukkan bahwa nilai indeks mitosis dengan waktu pemotongan ujung akar pada jam WIB berbeda nyata dengan semua waktu pemotongan ujung akar.

109 85 Grafik rata-rata IM meristem ujung akar Allium sativum setiap jam selama 24 jam berturut-turut dapat dilihat pada Grafik 4.1 : Grafik 4.1 Grafik rata-rata indeks mitosis meristem ujung akar Allium sativum setiap jam selama 24 jam berturut-turut Grafik 4.1 menunjukkan bahwa indeks mitosis Allium sativum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai IM ± 0.695% dan terendah terjadi pada jam 19.00WIB dengan nilai indeks IM ± 0.989%. Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium sativum setiap jam selama 24 jam berturutturut dapat dilihat pada Grafik 4.2 :

110 86 Grafik 4.2 Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium sativum setiap jam selama 24 jam berturut-turut Grafik 4.2 menunjukkan bahwa pada IM tertinggi Allium sativum, persentase profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu 15%, %, % dan 25%. Persentase metafase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan sel paling aktif melakukan pembelahan saat dimulai metafase. IM terendah Allium sativum, persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, % dan %. Persentase profase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan aktifitas pembelahan sel menurun saat profase.

111 87 b. Pengamatan Nilai Indeks Mitosis Allium cepa Tabel 4.4 dan tabel 4.5 menunjukkan bahwa kelompok data IM meristem ujung akar Allium cepa berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji Anava Satu Arah, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil perhitungan Anava untuk indeks mitosis meristem ujung akar Allium cepa setiap jam berturut-turut selama 24 jam Sumber F Db Jk Rk Variasi Hitung (F 0) Tabel 0,05 (F5%) Perlakuan 133, ,798 Eror 76, ,585 3,659* 1,757 Total 209, Keterangan: * = Signifikan Berdasarkan pengujian Anava Satu Arah menunjukkan bahwa waktu pemotongan ujung berpengaruh signifikan terhadap munculnya nilai indeks mitosis, hal ini dapat diketahui dari nilai F hitung (3,659) > F tabel (1,757), sehingga disimpulkan perbedaan waktu pemotongan ujung akar Allium cepa menghasilkan nilai IM meristem ujung akar A. cepa yang berbeda-beda pada setiap jamnya berturut-turut selama 24 jam (Lampiran 9B Halaman 199). Uji duncan menunjukkan bahwa nilai IM dengan waktu pemotongan ujung akar pada jam WIB berbeda nyata dengan semua waktu pemotongan ujung akar. Grafik rata-rata IM meristem ujung akar Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut-turut dapat dilihat pada Grafik 4.3 :

112 88 Grafik 4.3 Grafik rata-rata indeks mitosis meristem ujung akar Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut-turut Grafik 4.3 menunjukkan bahwa indeks mitosis Allium cepa tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai IM ± 1.607% dan terendah terjadi pada jam 21.00WIB dengan nilai indeks IM ± 1.074%. Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturutturut dapat dilihat pada Grafik 4.4 :

113 89 Grafik 4.4 Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut-turut Grafik 4.4 menunjukkan bahwa pada IM tertinggi Allium cepa, persentase profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, % dan %. Persentase metafase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan sel paling aktif melakukan pembelahan saat dimulai metafase. IM terendah Allium cepa, persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, %, dan %. Persentase profase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan aktifitas pembelahan sel menurun saat profase.

114 90 c. Pengamatan Nilai Indeks Mitosis Allium fistulosum Tabel 4.4 dan tabel 4.5 menunjukkan bahwa kelompok data IM meristem ujung akar Allium fistulosum berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji Anava Satu Arah, hasilnya dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Hasil perhitungan Anava untuk indeks mitosis meristem ujung akar Allium fistulosum setiap jam berturut-turut selama 24 jam Sumber F Db Jk Rk Variasi Hitung (F 0) Tabel 0,05 (F5%) Perlakuan 175, ,614 Eror 157, ,273 2,326* 1,757 Total 332, Keterangan: * = Signifikan Berdasarkan pengujian Anava Satu Arah menunjukkan bahwa waktu pemotongan ujung berpengaruh signifikan terhadap munculnya nilai indeks mitosis, hal ini dapat diketahui dari nilai F hitung (2,326) > F tabel (1,757), sehingga disimpulkan perbedaan waktu pemotongan ujung akar Allium fistulosum menghasilkan nilai IM meristem ujung akar A. fistulosum yang berbeda-beda pada setiap jamnya berturut-turut selama 24 jam (Lampiran 10B Halaman 209). Uji duncan menunjukkan bahwa nilai indeks mitosis dengan waktu pemotongan ujung akar pada jam WIB WIB tidak berbeda nyata dengan waktu pemotongan ujung akar pada jam WIB tetapi berbeda nyata dengan semua waktu pemotongan ujung akar. Grafik rata-rata IM meristem ujung akar Allium fistulosum setiap jam selama 24 jam berturut-turut dapat dilihat pada Grafik 4.5 :

115 91 Grafik 4.5 Grafik rata-rata indeks mitois meristem ujung akar Allium fistulosum setiap jam selama 24 jam berturut-turut Grafik 4.5 menunjukkan bahwa indeks mitosis Allium cepa tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai IM ± 1.931% dan terendah terjadi pada jam 19.00WIB dengan nilai indeks IM ± 1.274%. Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturutturut dapat dilihat pada Grafik 4.6 :

116 92 Grafik 4.6 Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut-turut Grafik 4.4 menunjukkan bahwa pada IM tertinggi Allium fistulosum, persentase profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, % dan %. Persentase metafase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan sel paling aktif melakukan pembelahan saat dimulai metafase. IM terendah Allium sativum, persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, %, dan %. Persentase profase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan aktifitas pembelahan sel menurun saat profase.

117 93 3. Pembuatan Pewarna Alternatif Filtrat Syzygium cumini dan Pengaplikasiannya pada Media Preparat Squash Mitosis Pada tahap ini, peneliti melakukan kaji literatur mengenai tanaman yang berpotensi sebagai pewarna alam. Pewarna alam tersebut merupakan hasil dari metabolisme sekunder tanaman. Sebanyak 40 tanaman diujicobakan untuk mewarnai sel (Lampiran 3A halaman 147). Bagian organ tanaman koleksi yang digunakan sebagai pewarna didasarkan pada organ penghasil sumber pewarna diantaranya petal, folium, pericarpium, caulix, dan radix. Bagian organ tanaman dihancurkan kemudian diambil filtratnya dengan atau tanpa menggunakan pelarut asam asetat glasial (CH3COOH) 95% dan dengan atau tanpa penambahan iron alum [Fe(NH 4) (SO 4) 2 12 H 2O]. Empat macam filtrat yang digunakan untuk mewarnai, yaitu: 1) Filtrat tanpa penambahan pelarut 2) Filtrat tanpa pelarut + iron alum 3) Filtrat + pelarut CH3COOH 4) Filtrat + pelarut CH3COOH + iron alum Organ akar kemudian diwarna dengan cara merendalam dalam masing-masing filtrat. Lama minimal pewarnaan selama 10 menit. Kriteria tanaman terpilih yang digunakan sebagai pewarna inti sel ialah tanaman yang memiliki fungsi sama dengan pewarna baku Hematoksilin. Filtrat tanaman yang terpilih dapat mewarnai inti sel / kromosom dengan jelas tanpa mewarnai sitoplasma sel. Berdasarkan uji coba yang dilakukan, terpilih tanaman Syzygium cumini sebagai pewarna alternatif pengganti Hematoksilin. Penggunaan filtrat S. cumini

118 94 membuat kromosom tampak berwarna ungu tua sedangkan sitoplasma tidak tampak bewarna sehingga fase-fase pembelahan sel tampak jelas di bawah mikroskop. Berdasarkan hasil kaji literatur diperoleh informasi bahwa pigmen warna yang dihasilkan oleh S. cumini adalah sianidin. Sianidin merupakan glukosida dari antosianidin yang tergolong senyawa flavonoid. Asam asetat glasial dipilih sebagai pelarut untuk pembuatan filtrat karena dapat mengekstraksi pigmen warna antosianidin (Harborne, 1973). Bahan utama pembuatan pewarna alternatif yaitu kulit buah Syzygium cumini yang sudah berwarna merah tua keunguan dan jatuh dari pohon. Kulit buah digerus kemudian ditambahkan asam asetat glasial (CH3COOH) 95% sebagai pelarut. Hasil campuran kemudian disaring menggunakan kertas saring setelah itu ditambah dengan iron alum [Fe(NH 4 ) (SO 4 ) 2 12 H 2 O], diaduk hingga homogen dan berubah warna menjadi ungu tua (gambar 4.1). Prosedur lengkap pembuatan pewarna filtrat S. cumini terdapat pada Lampiran 4A (Halaman 155). Hasil dari tahap ini adalah tersedianya pewarna alternatif yang akan digunakan untuk pewarna inti sel. A B C Gambar 4.1 A. Filtrat Syzygium cumini yang berwarna merah, B. Penambahan mordan iron alum, C. Filtrat S. cumini beberapa saat setelah ditambahkan dengan iron alum berwarna ungu tua yang siap digunakan untuk pewarnaan kromosom Bahan utama pembuatan media preparat mitosis yaitu meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum yang diproses dengan menggunakan metode

119 95 squash. Metode ini dilakukan dengan cara meremas sediaan yang telah diproses sampai sediaan hancur dan sel-sel tersebar. Peremasan bertujuan mengoptimalkan kromosom sehingga mudah dilihat di bawah mikroskop. Pewarna yang digunakan dalam pembuatan preparat mitosis adalah filtrat kulit buah Syzygium cumini, sebagai pembanding juga dibuat preparat mitosis dengan pewarna pewarna hematoksilin. Prosedur pembuatan media preparat mitosis squash dengan menggunakan pewarna hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah S. cumini terdapat di Lampiran 2A, 2B dan 4A, 4B, 4C (Halaman 142, 146 dan halaman 155, 159 dan 160). Gambar 4.2 Tampilan fisik media preparat mitosis squash Tabel 4.9 Daftar media preparat mitosis squash yang telah dibuat menggunakan pewarna hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini yang dinilai kelayakannya No. Bahan Kode Jumlah Pewarna Utama Preparat (unit) 1. A. sativum Hematoksilin 1, 2, 3 3 Filtrat Syzygium cumini 10, 11, A. cepa Hematoksilin 4, 5, 6 3 Filtrat Syzygium cumini 13, 14, A.fistulosum Hematoksilin 7, 8, 9 3 Filtrat Syzygium cumini 16, 17, 18 3 Total jumlah preparat (unit) 18

120 96 Tabel 4.10 Perbandingan hasil pewarnaan sel Allium menggunakan pewarna hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumin

121 97 4. Telaah Media Preparat Media preparat yang telah dibuat ditelaah oleh dua orang dosen biologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya (dosen pengampu mikroteknik dan dosen pengampu genetika) dan seorang guru biologi SMA Negeri 1 Kamal. Telaah terdiri dari dua aspek utama yang meliputi aspek keintensifan penyerapan warna hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini pada kromosom, aspek kelayakan preparat. Media preparat dinyatakan layak apabila rata-rata persentase 61%. a. Mitosis Squash Meristem Ujung Akar Allium sativum dengan Pewarna Hematoksilin dan Pewarna Syzygium cumini (Preparat 1-3 dan Preparat 10-12) Preparat 1 Preparat 2 Preparat 3 Preparat 10 Preparat 11 Preparat 12 Keterangan: Interfase Profase Metafas Anafas Telofase Gambar 4.3 Foto obyek preparat mitosis squash meristem ujung akar Allium sativum dengan pewarna hematoksilin (preparat 1-3) maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 10-12) perbesaran 640 X. (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)

122 98 Tabel 4.11 Hasil telaah keintensifan dan tingkat kekuatan pemulasan pewarna hematoksilin pada kromosom sel meristem ujung akar Allium sativum (Preparat 1-3)

123 99 Tabel 4.11 merupakan data telaah penyerapan pewarna hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini pada kromosom sel meristem ujung akar Allium sativum (preparat 1-3 dan preparat 10-12). Berdasarkan Tabel 4.11 Hasil telaah pewarnaan sel meristem ujung akar Allium sativum dengan pewarna hematoksilin (Preparat 1-3) dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 10-12), penelaah 1, 2 dan 3 secara umum berpendapat bahwa kromosom sel meristem ujung akar A. sativum pada interfase maupun fase mitosis terpulas oleh kedua zat warna. Penggunaan hematoksilin sebagai pewarna membuat kromosom tampak jelas berwarna biru kehitaman sedangkan pewarnaan menggunakan filtrat kulit buah Syzygium cumin membuat kromosom tampak jelas berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Membran plasma, sitoplasma (organel dan sitosol), paraplasma sel (dinding sel dan bahan ergastik / inklusi) tidak terpulas oleh hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini sehingga tampak transparan/tidak terlihat. Kekontrasan antara kromosom dengan bagian sel lainnya memudahkan pengamat untuk mengamati kromosom sel A. sativum di bawah mikroskop. Hasil telaah tingkat kejelasan warna kromosom pada berbagai fase preparat 1, 2, 3, 10, 11, dan 12 antara penelaah 1, 2 dan 3 berbeda-beda. Secara umum penelaah 1, 2 dan 3 memberikan skor tiga tanda plus (+++) yang artinya pewarna terpulas kuat pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom dapat terlihat dengan jelas. Namun, beberapa preparat ada yang mendapatkan skor dua

124 100 tanda plus (++) yang artinya pewarna terpulas lemah pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom terlihat kurang jelas. Berdasarkan data hasil telaah penyerapan warna dan kejelasan warna Hematoksilin dan Syzygium cumini pada jaringan sel Allium sativum pada tabel 4.11 dapat disimpulkan bahwa hasil pewarnaan inti sel / kromosom dengan menggunakan filtrat kulit buah S. cumini memperlihatkan hasil pewarnaan yang sama dengan pewarna baku hematoksilin sehingga filtrat kulit buah S. cumini dapat digunakan sebagai pewarna alternatif untuk pewarna inti sel / kromosom.

125 Tabel 4.13 Hasil telaah kelayakan prepar mitosis meristem ujung aka Allium sativum dengan pewar hematoksilin (Preparat 1-3) 101

126 102 Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa keenam preparat mitosis meristem ujung akar Allium sativum dengan pewarna hematoksilin (preparat 1-3) maupun dengan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 10-12) dapat dinyatakan layak. Hal ini berdasarkan data persentase kelayakan media preparat berturut-turut dari preparat 1, 2, 3, 10, 11, dan 12 yaitu sebesar 100%, 100%, 100%, 100%, 100% dan 98,61% sehingga termasuk dalam kriteria media preparat yang sangat layak.

127 103 b. Mitosis Squash Meristem Ujung Akar Allium cepa dengan Pewarna Hematoksilin dan Pewarna Syzygium cumini (Preparat 4-6 dan Preparat 13-15) Preparat 4 Preparat 5 Preparat 6 Preparat 13 Preparat 14 Preparat 15 Keterangan: Interfase Profase Metafase Anafase Telofase Gambar 4.4 Foto obyek preparat mitosis squash meristem ujung akar Allium cepa dengan pewarna hematoksilin (preparat 4-6) maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 13-15) perbesaran 640 X (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014) Data telaah penyerapan pewarna hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini pada kromosom sel meristem ujung akar Allium cepa (preparat 4-6 dan preparat 13-15) disajikan dalam tabel 4.13:

128 104 Tabel 4.16 Hasil telaah keintensifan dan tingkat kekuatan pemulasan pewarna hematoksilin pada kromosom sel meristem ujung akar Allium cepa (Preparat 4-6)

129 105 Berdasarkan Tabel 4.13 Hasil telaah pewarnaan sel meristem ujung akar Allium cepa dengan pewarna hematoksilin (Preparat 4-6) dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 13-15), penelaah 1, 2 dan 3 secara umum berpendapat bahwa kromosom sel meristem ujung akar A. cepa pada interfase maupun fase mitosis terpulas oleh kedua zat warna. Penggunaan hematoksilin sebagai pewarna membuat kromosom tampak jelas berwarna biru kehitaman sedangkan pewarnaan menggunakan filtrat kulit buah Syzygium cumin membuat kromosom tampak jelas berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Membran plasma, sitoplasma (organel dan sitosol), paraplasma sel (dinding sel dan bahan ergastik / inklusi) tidak terpulas oleh hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini sehingga tampak transparan/tidak terlihat. Kekontrasan antara kromosom dengan bagian sel lainnya memudahkan pengamat untuk mengamati kromosom sel A. cepa di bawah mikroskop. Hasil telaah tingkat kejelasan warna kromosom pada berbagai fase preparat preparat 4, 5, 6, 13, 14, dan 15 oleh penelaah 1, 2 dan 3 semuanya mendapatkan skor tiga tanda plus (+++) yang artinya pewarna terpulas kuat pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom dapat terlihat dengan jelas. Berdasarkan data hasil telaah penyerapan warna dan kejelasan warna Hematoksilin dan Syzygium cumini pada jaringan sel Allium cepa pada tabel 4.14 dapat disimpulkan bahwa hasil pewarnaan inti sel / kromosom dengan menggunakan filtrat kulit buah S. cumini memperlihatkan hasil pewarnaan yang sama dengan pewarna baku hematoksilin sehingga filtrat kulit buah S. cumini dapat digunakan sebagai pewarna alternatif untuk pewarna inti sel / kromosom.

130 106 Tabel 4.18 Hasil telaah kelayakan preparat mitosis meristem ujung akar Allium ce dengan pewarna hematoksil (Preparat 4-6)

131 107 Berdasarkan Tabel 4.14 diketahui bahwa keenam preparat mitosis meristem ujung akar Allium cepa dengan pewarna hematoksilin (preparat 4-6) maupun dengan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 13-15) dapat dinyatakan layak. Hal ini berdasarkan data persentase kelayakan media preparat berturut-turut dari preparat 4, 5, 6, 13, 14, dan 15 yaitu sebesar 97,22%, 98,61%, 100%, 100%, 98,61%, dan 97,92% sehingga termasuk dalam kriteria media preparat yang sangat layak.

132 108 c. Mitosis Squash Meristem Ujung Akar Allium fistulosum dengan Pewarna Hematoksilin dan Pewarna Syzygium cumini Preparat 7-9 dan Preparat 16-18) Preparat 7 Preparat 8 Preparat 9 Preparat 16 Preparat 17 Preparat 18 Keterangan: Interfase Profase Metafase Anafase Telofase Gambar 4.5 Foto obyek preparat mitosis squash meristem ujung akar Allium fistulosum dengan pewarna hematoksilin (preparat 7-9) maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 16-18) perbesaran 640 X (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014) Data telaah penyerapan pewarna hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini pada kromosom sel meristem ujung akar Allium fistulosum (preparat 7-9 dan preparat 16-18) disajikan dalam tabel 4.15:

133 Tabel 4.21 Hasil telaah keintensifan dan tingkat kekuatan pemulasan pewarna hematoksilin pada kromosom sel meristem ujung akar Allium fistulosum (Preparat 7-9) 109

134 110 Berdasarkan Tabel 4.15 Hasil telaah pewarnaan sel meristem ujung akar Allium cepa dengan pewarna hematoksilin (Preparat 7-9) dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 16-18), penelaah 1, 2 dan 3 secara umum berpendapat bahwa kromosom sel meristem ujung akar A. fistulosum pada interfase maupun fase mitosis terpulas oleh kedua zat warna. Penggunaan hematoksilin sebagai pewarna membuat kromosom tampak jelas berwarna biru kehitaman sedangkan pewarnaan menggunakan filtrat kulit buah Syzygium cumin membuat kromosom tampak jelas berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Membran plasma, sitoplasma (organel dan sitosol), paraplasma sel (dinding sel dan bahan ergastik / inklusi) tidak terpulas oleh hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini sehingga tampak transparan/tidak terlihat. Kekontrasan antara kromosom dengan bagian sel lainnya memudahkan pengamat untuk mengamati kromosom sel A. cepa di bawah mikroskop. Hasil telaah tingkat kejelasan warna kromosom pada berbagai fase preparat 7, 8, 9, 16, 17, dan 18 oleh penelaah 1, 2 dan 3 secara umum mendapatkan skor tiga tanda plus (+++) yang artinya pewarna terpulas kuat pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom dapat terlihat dengan jelas. Namun, pada preparat 17 dan 18 ada yang mendapatkan skor dua tanda plus (++) yang artinya pewarna terpulas lemah pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom terlihat kurang jelas.

135 111 Berdasarkan data hasil telaah penyerapan warna dan kejelasan warna Hematoksilin dan Syzygium cumini pada jaringan sel Allium fistulosum pada tabel 4.17 dapat disimpulkan bahwa hasil pewarnaan inti sel / kromosom dengan menggunakan filtrat kulit buah S. cumini memperlihatkan hasil pewarnaan yang sama dengan pewarna baku hematoksilin sehingga filtrat kulit buah S. cumini dapat digunakan sebagai pewarna alternatif untuk pewarna inti sel / kromosom.

136 112 bel 4.23 Hasil telaah kelayaka eparat mitosis meristem ujun akar Allium fistulosum engan pewarna hematoksilin (Preparat 7-9)

137 113 Berdasarkan Tabel 4.16 diketahui bahwa keenam preparat mitosis meristem ujung akar Allium fistulosum dengan pewarna hematoksilin (preparat 7-9) maupun dengan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 15-18) dapat dinyatakan layak. Hal ini berdasarkan data persentase kelayakan media preparat berturut-turut dari preparat 7, 8, 9 16, 17, dan 18 yaitu sebesar 100%, 99,31%, 100%, 97,92%, 98,61%, dan 98,61% sehingga termasuk dalam kriteria media preparat yang sangat layak. Berdasarkan hasil telaah media preparat pada aspek penyerapan warna dan kejelasan warna hematoksilin dan filtrat kulit buah Syzygium cumini pada sel Allium sativum (Tabel 4.11); A. sativum (Tabel 4.14); A. fistulosum (Tabel 4.17) dan aspek kelayakan media preparat mitosis meristem ujung akar sel Allium sativum (Tabel 4.12); A. sativum (Tabel 4.15); A. fistulosum (Tabel 4.18) dengan perwarna hematoksilin dan filtrat kulit buah Syzygium cumini dapat disimpulkan bahwa dari ketiga spesies Allium yang paling baik untuk pembuatan media preparat mitosis squash adalah A. cepa, karena pewarnaan inti sel / kromosom pada semua preparat mitosis squash A. cepa dengan pewarna hematoksilin (preparat 4, 5, 6) maupun pewarna filtrat kulit buah S. cumini (preparat 13, 14, 15) mendapatkan skor tiga tanda plus (+++) yang artinya pewarna terpulas kuat pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom dapat terlihat dengan jelas dan sitoplasma tidak terwarnai (mendapatkan tanda minus (-)) sedangkan pada aspek kelayakan media preparat berturut-turut dari preparat 4, 5, 6, 13, 14, dan 15 mendapatkan persentase kelayakan yaitu sebesar 97,22%, 98,61%, 100%, 100%, 98,61%, dan 97,92% sehingga termasuk dalam kriteria media preparat

138 114 yang sangat layak. Beberapa catatan dari penelaah 1, 2 dan 3 secara umum untuk preparat squash meristem ujung akar A. cepa dengan pewarna hematoksilin (preparat 4-6) adalah pewarnaan bagus, fase mitosis tidak berimbang, didominasi oleh interfase dan profase sedangkan preparat mitosis dengan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 13-15) adalah pewarnaan bagus dan jelas, didominasi fase profase, metafase dan anafase. B. PEMBAHASAN 1. Koleksi dan Pemilihan Bahan Utama Preparat Mitosis Penelitian diawali dengan melakukan koleksi dan penentuan tanaman yang akan digunakan dalam tahap selanjutnya. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data dan memilih beberapa jenis tanaman yang cocok digunakan untuk membuat media preparat mitosis squash. Tujuan dari penelitian ini adalah didapatkan tanaman yang dapat diguankan sebagai media preparat mitosis squash dengan kriteria pemilihan tanaman. Beberapa tanaman yang dikumpulkan yaitu Allium ascalonicum, A. cepa, A. sativum, A. fistulosum, Habranthus robustus, Zephyranthes candida, Z. Rosea, Hymenocallis litthoralis, Aloe barbadensis, dan Tulbhagia violacea. Pada tahap koleksi dan penentuan tanaman ditemui beberapa kendala. Kendala dalam tahap ini adalah sedikitnya informasi literature yang membahas mengenai morfologi sitogenetik tanaman Indonesia, sehingga peneliti berinisiatif melakukan pengamatan mandiri tentang morfologi sitogenetik terkait ukuran kromosom tanaman koleksi. Keterbatasan peralatan yang dimiliki peneliti yaitu tidak ada mikrometer okuler maupun bjektif untuk menentukan ukuran absolut kromosom tanaman yang diamati menyebabkan peneliti mengamati

139 115 kromosom mulai dari perbesaran kecil, jika dengan perbesaran 100 X dan 160 X kromosom dalam berbagai fase terlihat sangat jelas, maka tanaman tersebut masuk dalam tanaman koleksi. Setelah dilakukan pengumpulan dan pemilihan tanaman yang sesuai dengan kriteria pemilihan tanaman pada tabel 4.2, didapatkan 3 tanaman dari genus Allium yaitu Allium sativum (2n=16), A. cepa (2n=16) dan A. fistulosum (2n=14). Beberapa alasan yang menjadikan tanaman-tanaman ini terpilih diantaranya ialah secara sitogenetik ketiga tanaman ini memiliki jumlah autosom sedikit dengan kromosom bertipe besar, secara berturutturut rata-rata panjang kromosom pada tiga tanaman yaitu 12,89 µm; 13,38 µm dan 10,22 µm. Wilson dan Loomis (1962) menjelaskan pada kegiatan pengamatan pembelahan mitosis yang diamati adalah pola dasar dari bentuk-bentuk kromosom di dalam nukleus saat pada setiap fase pembelahan sehingga sangat perlu memerhatikan ukuran kromosom, ukuran sel dan jumlah autosom. Sel Allium yang memiliki jumlah autosom sedikit dengan kromosom bertipe besar memudahkan pengamatan meskipun dengan perbesaran yang kecil. Secara morfologi, ketiga tanaman ini merupakan tanaman monokotil dengan sistem perakaran serabut yang membutuhkan waktu tidak lama untuk menumbuhkan akarnya, berkisar antara 2-5 hari. Bagian organ tanaman yang akan diproses menjadi preparat mitosis adalah meristem ujung akar, secara fisik organ akar ketiga tanaman mudah dipotong dan tidak keras sehingga mudah diproses dengan metode squash mitosis (Fukui, 1996). Allium sativum dan A. cepa, A. fistulosum dapat di dapatkan dengan cara membeli dengan harga yang terjangkau.

140 Pengamatan Nilai Indeks Mitosis Genus Allium Jones dan Rickards (1991) menjelaskan, di dalam sebuah preparat mitosis yang layak secara mikroteknik dan digunakan dalam pembelajaran di sekolah harus memiliki fase-fase lengkap pembelahan mitosis dan tampak jelas. Untuk membuat preparat dengan fase-fase lengkap mitosis maka perlu diperhatikan pada saat proses awal pembuatan preparat mitosis adalah waktu pemotongan akar yang merupakan faktor kritis dalam menentukan hasil akhir preparat. Waktu pembelahan sel tiap tanaman berbeda-beda dan tidak konstan sepanjang hari. Beberapa spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan waktu yang tepat diperlukan pengamatan yang berulang-ulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999). Waktu pemotongan terkait dengan durasi mitosis dan indeks mitosis. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007). Pengujian Anava Satu Arah menunjukkan ada perbedaan nilai IM meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum yang berbeda-beda pada setiap jamnya berturut-turut selama 24 jam. Waktu pemotongan ujung akar Allium menunjukkan nilai IM yang berbedabeda. Tabel 4.3, menyajikan nilai IM tiga spesies tanaman yang berbeda pada setiap jam selama 24 jam berturutturut. IM tertinggi meristem ujung akar dari tiga spesies tanaman muncul pada waktu yang berbeda-beda meskipun dalam satu genus. Berdasarkan uji lanjutan duncan, waktu potong terbaik untuk A. sativum, A. cepa dan A. fistulosumsecara berturut-turut adalah jam WIB, WIB dan WIB.

141 117 Nilai IM Allium sativum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; IM A. cepa tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; sedangkan IM A. fistulosum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %. Modus kemunculan fasefase mitosis berbeda-beda, pada IM tertinggi Allium sativum, persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu 15%, %, % dan 25%. Pada IM A. cepa tertinggi persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, % dan %. Pada IM A. fistulosum tertinggi persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, % dan %. Ketigas spesies Allium menunjukkan persentase metafase yang tinggi daripada fase yang lain. Hal ini menunjukkan sel paling aktif melakukan pembelahan saat dimulai metafase. Nilai IM Allium sativum terendah terjadi pada jam WIB dengan nilai 4.503%; IM A. cepa terendah terjadi pada jam WIB dengan nilai 5.138%; sedangkan IM A. fistulosum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai 5.658%. Modus kemunculan fasefase mitosis berbeda-beda, pada IM terendah Allium sativum, persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, % dan %. Pada IM A. cepa terendah persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, %, dan %. Pada IM A. fistulosum terendah persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, %, dan %. Ketiga spesies Allium menunjukkan persentase profase yang tinggi daripada fase yang lain. Hal ini menunjukkan aktifitas pembelahan sel menurun saat profase.

142 118 Berdasarkan persentase modus kemunculan fase-fase mitosis Allium menunjukkan bahwa indeks mitosis meningkat saat jumlah sel dalam profase menurun dan metafase meningkat, hal ini sesuai dengan penelitian Osuji dan Owei (2010) yang meneliti tentang IM pada Treculia africana dan penelitian Adesoye dan Nnadi (2011) yang meneliti tentang IM pada Sphenostylis stenocarpha (Hochst. Ex. A. Rich.) Harm. yang sama-sama menyimpulkan bahwa IM tertinggi terjadi ditunjukkan oleh persentase metafase sel yang tinggi. Perbedaan modus fase-fase mitosis disebabkan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu setiap fase pembelahan berbeda-beda, namun secara umum fase interfase memerlukan waktu yang paling lama diantara fase lainnya. Seluruh urutan kejadian mulai dari membelahnya nukelus sampai membelahnya nukleus berikutnya disebut siklus mitotik dari sel. Perbedaan durasi siklus ini terkait dengan volume kandungan DNA sel pada setiap spesies yang berbeda-beda. semakin besar kandungan DNA maka semakin lama durasi mitosis. Keploidian tidak memengaruhi durasi waktu tersebut (Singh, 2003). Temperatur dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis. Perbedaan durasi siklus ini menyebabkan setiap spesies memiliki waktu mitosis yang berbeda (Suryo, 2007). Umumnya tanaman melakukan pembelahan sel pada pagi hari. Namun, pada penelitian ketiga spesies, aktifitas mitosis yang paling aktif terjadi pada waktu yang bervariasi, Allium sativum dan A. fistulosum terjadi pada pagi hari yaitu pada jam WIB dan WIB sedangkan A. cepa pada siang hari jam WIB. Proses siklus sel dikendalikan oleh pengontrol siklus sel yang berupa suatu kelompok protein yang disebut siklin. Siklin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan kompleks dengan mengaktivasi protein kinase

143 119 bergantung siklin (Cdk, cyclin dependent kinase). Cdk berperan dalam melepaskan transkripsi gen pada tahap replikasi DNA. Siklin dan Cdk diatur oleh jam biologi. Selanjutnya siklin dan Cdk akan diinduksi oleh sitokinin untuk mengatur siklus sel di kedua fase yaitu G1/S dan G2/M. Konsentrasi sitokinin juga akan berbeda-beda pada tingkat intensitas cahaya yang berbeda. Sehingga peran siklin, Cdk dan sitokinin sangat mempengaruhi tingkat pembelahan sel (Matias dan Fontanilla, 2011). 3. Pembuatan Pewarna Alternatif Filtrat Syzygium cumini dan Pengaplikasiannya pada Media Preparat Squash Mitosis Tanaman Syzygium cumini mudah ditemui di wilayah Indonesia yang beriklim tropis, tumbuh di dataran rendah, banyak ditanam di pinggir jalan, di pematang sawah dan pagar rumah. Berbunga sekitar bulan April- Oktober (Steenis, et al., 2008). Buah yang matang berwana merah tua keunguan akan dipanen dan biasa dikonsunsumsi segar. Buah yang terlampau matang dan tidak dipanen akan jatuh ke tanah tidak dimanfaatkan penduduk hanya dibiarkan begitu saja menjadi sampah. Selama ini, pemanfaatan tanaman S. cumini umumnya hanya sebatas sebagai bahan obat (Ayyanar dan Babu, 2012). Pemanfaatan buah S. cumini sebagai pewarna alternatif alami dalam pembuatan preparat mitosis dapat menekan biaya pembuatan preparat serta mempertinggi nilai manfaat buah S. cumini. Bagian buah Syzygium cumini yang digunakan sebagai bahan utama pewarna alami adalah kulit buah. Kulit buah S. cumini banyak mengandung sianidin (Sah dan Verma, 2011). Kulit buah digerus kemudian ditambahkan asam asetat glasial (CH3COOH) 95% sebagai pelarut. Hasil campuran kemudian disaring menggunakan kertas saring setelah itu ditambah dengan iron alum [Fe(NH 4) (SO 4) 2 12 H 2O], diaduk hingga homogen dan berubah

144 120 warna menjadi ungu tua (gambar 4.7). Hasil dari tahap ini adalah tersedianya pewarna alternatif yang akan digunakan untuk pewarna inti sel / kromosom. Struktur molekul sianidin (C 15 H 10 O 6 ) cenderung tidak stabil terhadap perubahan ph. Ketidakstabilan struktur sianidin menyebabkan warna sianidin dapat berubahubah pada ph larutan yang berbeda-beda. Pada keadaan terlarut dengan ph 7-8, sianidin tampak berwarna merah lembayung, gugus orto-hidrokuinon molekul sianidin membebaskan ion H + menjadi 1-hidro-2-oksi-quinon seperti pada gambar Quinon merupakan senyawa berwarna yang mempunyai gugus chromophore (-C=O-) dan auxochrome (-OH). Gugus chromophore berfungsi menyerap radiasi elektromagnetik di daerah panjang gelombang ultraviolet sedangkan gugus auxochrome akan memengaruhi pergeseran batokromik ke panjang gelombang yang lebih panjang (λ max) sehingga akan mengintensifkan warna (Mehta dan Mehta, 2005; Watson, 2005; Cairns, 2004). Gambar Molekul Sianidin Kation (C 15H 11O 6) berwarna merah pada ph < 3 Gambar Molekul Sianidin (C 15H 10O 6) dalam bentuk terlarut berwarna merah lembayung pada ph 7-8 Gambar Molekul Sianidin Anion (C 15H 9O 6) dalam bentuk terlarut berwarna biru pada ph >11 Gambar 4.6 Struktur kimia molekul antosianidin dalam Syzygium cumini, sianidin, sianidin anion (Sumber: Minghui, et al., 2009)

145 121 Penambahan asam asetat glasial (CH3COOH) 95% (ph larutan < 3) membuat molekul sianidin dalam keadaan stabil dengan menangkap ion H + sehingga terbentuk struktur sianidin kation yang tampak berwarna merah. Sianidin yang dilarutkan dengan menambahkan mordan iron alum, akan membentuk kompleks iron sianidin ((CyFe) 2+ ). Iron alum [Fe(NH 4)(SO 4) 2 12H 2O] yang dilarutkan dalam air akan membebaskan kation besi (III) (Fe 3+ ). Ikatan terjadi diawali dengan tereduksinya kation H + pada 1-hidro-2-oksi-quinon oleh ion Fe 3+ sehingga terbentuk komplek sianidin ((CyFe) 2+ ) dengan dua elektron bebas pada atom Fe (Gambar 4.10). Elektron yang tidak dipakai bersama pada ikatan rangkap atom O akan didonorkan pada Fe 3+ dan Fe 3+ juga mendonorkan satu elektron pada ikatan tunggal atom O, sehingga membentuk cincin beranggota lima (Minghui, et al., 2010). Dua ion Fe 3+ yang bebas bertindak sebagai elektron donor kepada atom O pada ikatan anion fosfat seperti pada gambar 4.10 (Kiernan, 2010). Dalam proses pemulasan kromosom, kompleks (CyFe) 2+ bertindak sebagai penyumbang elektron dengan adanya elektron bebas dari atom Fe akan menyumbangkan satu ion Fe 3+ (bertindak sebagai basa Lewis) pada fosfat anion (bertindak sebagai asam Lewis). Kompleks pewarna sianidin yang mengikat mordan Fe ini disebut ligan, Fe 3+ akan bertindak sebagai pengkelat pada senyawa kelat (ikatan kompleks pewarna sianidin, mordan iron alum dan fosfat anion pada polinukleotida). Suasana asam, mencegah terjadinya ikatan antara logam dengan jaringan tapi dapat memperkuat ikatan di dalam nukleus daripada lainnya. Gugus fosfat pada

146 122 kromosom lebih bersifat asam daripada gugus protein pada sitoplasma dan jaringan. Saat proses pemulasan kompleks (CyFe) 2+ akan terikat pada fosfat anion DNA (Kiernan, 2010). Satu elektron pada ion Fe 3+ pada pewarna (CyFe) 2+ akan berikatan dengan atom-atom O pada fosfat anion membentuk ikatan kovalen. Ikatan yang terjadi antara ikatan tunggal atom O anion pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan ionik, sedangkan ikatan rangkap dua atom O pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan kovalen koordinasi dengan atom O sebagai penyumbang elektron. Ikatan yang terjadi seperti ini disebut kelat seperti pada gambar 4.7. (Baker, 1958). Gambar 4.7 Mekanisme reaksi antara pewarna cyanidin (CyFe) 2+ dengan fosfat anion (Sumber: Minghui, et al. (2009) dan Kiernan (2010)) Pada tahap pembuatan pewarna alternatif filtrat Syzygium cumini dan pengaplikasiannya pada media preparat squash mitosis ditemui kendala. Kendala dalam tahap ini adalah Syzygium cumini yang tidak dapat setiap saat ditemukan sehingga pewarna alami ini hanya dapat

147 123 dibuat pada bulan-bulan tertentu saat tanaman S. cumini berbuah yaitu sekitar bulan April-Oktober (Steenis, et al., 2008). Selain itu, pada proses tahap akhir pembuatan preparat yaitu memejet organ dengan cover glass hingga teremas (squash) dibutuhkan keterampilan, seringkali cover glass pecah saat melakukan remasan disebabkan penekanan pada cover glass yang terlalu kuat dalam hal ini. 4. Telaah Media Preparat Media preparat yang telah dibuat ditelaah berdasarkan aspek keintensifan penyerapan warna hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini pada kromosom dan aspek kelayakan preparat. Pada penelitian ini dilakukan hingga tahap telaah preparat karena salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui filtrat kulit buah Syzygium cumini sebagai pewarna alterrnatif pewarna baku (hematoksilin) sebagai pewarna inti sel / kromosom sehingga tidak ada tahap perbaikan preparat. Preparat mitosis yang menggunakan pewarna hematoksilin digunakan sebagai pembanding. a. Telaah pewarnaan hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini pada preparat mitosis squash meristem ujung akar Allium Berdasarkan tabel 4.11; 4.13; dan 4.15 secara umum hasil penyerapan zat warna seluruh preparat mitosis meristem ujung akar 3 spesies Allium dengan pewarna hematoksilin (Preparat 1-9) maupun dengan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 10-18) menampakkan inti sel / kromosom sel Allium yang terlihat jelas dalam satu lapang pandang maupun secara menyeluruh.

148 124 Hasil pewarnaan inti sel / kromosom dengan menggunakan filtrat kulit buah Syzygium cumini memperlihatkan hasil pewarnaan yang sama dengan pewarna baku inti sel / kromosom yang umum digunakan pada histoteknik. Pewarna hematoksilin maupun filtrat kulit buah Syzygium cumin memulas kromosom sel Allium dengan kuat sehingga kromosom tampak terlihat jelas. Penggunaan hematoksilin sebagai pewarna membuat kromosom tampak berwarna biru kehitaman sedangkan pewarnaan menggunakan filtrat kulit buah Syzygium cumin membuat kromosom tampak berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Sitoplasma yang tidak terwarnai dalam satu lapang pandang membuat warna kromosom tampak kontras sehingga kromosom sangat mudah untuk diamati. Proses pewarnaan pada hakikatnya adalah proses pembentukan senyawa kompleks melalui ikatan kovalen koordinasi antara logam dengan satu atau lebih ligan pada senyawa pewarna dan jaringan yang sangat berhubungan dengan asam dan basa lewis dimana asam lewis adalah senyawa yang bertindak sebagai penerima pasangan bebas sedangkan basa lewis adalah senyawa yang bertindak sebagai penyumbang pasangan elektron (Day dan Underwood, 1998). Senyawa sianidin memiliki dua gugus katekol (orto hidrokuinon). Gugus katekol memiliki gugus hidroksil berdekatan yang dapat bereaksi dengan ion logam membentuk ikatan kompleks yang stabil (Day dan Underwood, 1998). Pada pewarnaan dengan

149 125 penambahan mordan iron alum (Fe), atom O pada gugus fosfat DNA dan atom O pada gugus -OH katekol akan berfungsi agen pengkelat (ligan) ion Fe 3+. Ikatan pewarna dan mordant membentuk ikatan kompleks disebut lake (Baker, 1958). Lake yang terbentuk adalah senyawa kompleks (CyFe) 2+. Lake kemudian akan membentuk ikatan dengan jaringan kromosom. Kompleks (CyFe) 2+ bertindak sebagai penyumbang elektron dengan adanya elektron bebas dari atom Fe akan menyumbangkan satu ion Fe 3+ (bertindak sebagai basa Lewis) pada fosfat anion (bertindak sebagai asam Lewis). Atom O pada ikatan fosfat akan bertindak sebagai agen pengkelat (ligan) pada senyawa kelat (ikatan kompleks pewarna sianidin, mordan iron alum dan fosfat anion pada polinukleotida). Satu elektron pada ion Fe 3+ pada pewarna (CyFe) 2+ akan berikatan dengan atom-atom O pada fosfat anion membentuk ikatan kovalen. Ikatan yang terjadi antara ikatan tunggal atom O anion pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan ionik, sedangkan ikatan rangkap dua atom O pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan kovalen koordinasi dengan atom O sebagai penyumbang elektron. Penilaian tingkat kekuatan penyerapan warna hematoksilin (Preparat1 1-9) maupun filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 10-18) pada inti sel / kromosom sel meristem ujung akar 3 spesies Allium oleh penelaah 1, 2 dan 3 secara umum mendapatkan skor tiga tanda plus (+++) yang artinya pewarna

150 126 terpulas kuat pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom dapat terlihat dengan jelas. Namun, beberapa preparat ada yang mendapatkan skor dua tanda plus (++) yang artinya pewarna terpulas lemah pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom terlihat kurang jelas. Perbedaan kekuatan pewarnaan ini dapat disebabkan oleh terlalu lamanya waktu saat tahap hidrolisis sehingga mengurangi afinitas pewarna terhadap kromosom (Setyawan dan Sutikno, 2000). Berdasarkan beberapa pendapat penelaah, ada beberapa preparat mitosis dengan pewarna hematoksilin maupun dengan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini yang warnanya tampak kurang jelas. Perbedaan ini dapat disebabkan terdegradasinya warna dari pigmen hematoksilin maupun sianidin. Hematoksilin dan sianidin merupakan senyawa flavonoid, stabilitas warna senyawa flavonoid utamanya antosianin cenderung tidak stabil disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ph, temperatur, cahaya dan oksigen (Robinson, 1991). Pada pengamatan terhadap warna, adanya sinar matahari menyebabkan degradasi pigmen yang ditunjukkan penurunan absorbansi dimana secara visual warna tampak semakin memudar dibandingkan pada saat awal pembuatan preparat. b. Telaah kelayakan preparat mitosis meristem ujung akar Allium dengan pewarna hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini Berdasarkan tabel 4.12; 4.14; dan 4.16, secara umum hasil tampilan seluruh preparat mitosis meristem ujung akar 3 spesies Allium dengan

151 127 pewarna hematoksilin (Preparat1 1-9) maupun dengan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 10-18) menunjukkan kategori sangat layak. Aspek kelayakan preparat dinilai dari hasil telaah aspek tampilan secara umum dan aspek manfaat. Kriteria yang dinilai pada aspek tampilan umum meliputi kriteria tampilan media preparat, keakuratan materi dan penilaian secara mikroteknik. Pada aspek manfaat media preparat kriteria yang dinilai yaitu meliputi kriteria manfaat media preparat dalam mengatasi perbedaan pengalaman siswa dan manfaat media preparat dalam mengatasi keterbatasan ruang. Pada aspek tampilan umum, sub aspek tampilan media preparat pada kriteria identitas, semua preparat menunjukkan skor 4 yang berarti semua preparat memiliki identitas preparat. Identitas preparat diperlukan untuk mengetahui informasi yang terdapat dalam preparat mikroskopis, umumnya informasi di dalam identitas preparat yaitu jenis preparat, nama objek preparat, jenis pewarna, nama pembuat dan waktu pembuatan. Pada subkriteria gelembung udara memiliki variasi skor 3 dan 4. Skor 3 diperoleh oleh preparat 14, 15, 8, 16, 17, dan 18 sedangkan preparat lainnya mendapatkan skor 4. Adanya gelembung udara pada preparat dapat menghalangi pandangan saat melakukan pengamatan. Gelembung udara dapat disebabkan oleh adanya gelembung udara pada mountant maupun pada saat pemberian mountant. Teknik squashing yang kurang baik juga dapat menyebabkan terdapatnya gelembung udara.

152 128 Pada sub aspek keakuratan materi pada kriteria kelengkapan fase dalam satu unit preparat, semua preparat menunjukkan skor 4 yang berarti pada semua preparat terdapat interfase dan fase mitosis lengkap. Secara umum preparat mendapatkan skor 4 pada kriteria kelengkapan fase mitosis dalam satu lapang pandang dan kemudahan menemukan fase kecuali pada preparat 4 dan 5 yang mendapatkan skor 3. Preparat dibuat dengan mengacu pada waktu acu pemotongan dimana ditemukan indeks mitosis (IM) terbesar pada setiap spesies tanaman. Nilai IM tertinggi Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum secara berturut-turut terjadi pada jam WIB, WIB dan WIB. Pada saat IM tertinggi banyak sel-sel meristem yang aktif bermitosis, sehingga secara keseluruhan lapang pandang pengamatan pada semua preparat ditemukan fase interfase dan fase lengkap mitosis. Ketidaklengkapan fase pada pengamatan dalam satu lapang pandang disebabkan sel-sel mitosis tersebar secara acak dan tidak merata saat melakukan squashing, namun pengamatan secara cermat pada beberapa titik lapang pandang dalam satu preparat akan didapatkan fase interfase dan fase lengkap mitosis. Persebaran sel-sel mitosis yang tidak merata menyebabkan pengamatan membutuhkan waktu yang lebih lama. Squashing juga dipengaruhi oleh proses hidrolisis. Tujuan hidrolisis yaitu untuk melarutkan lamela tengah sel-sel meristematis yang belum kuat perlekatannya sehingga sel dapat dipisahpisahkan hingga ketebalannya tinggal selapis saja (Setyawan dan Sutikno, 2000). Perlakuan hidrolisis

153 129 yang terlalu lama menyebabkan sel-sel mudah lepas satu sama lain, sehingga pemejetan cover glass yang terlalu kuat menyebabkan jarak antar sel jauh. Penilaian kriteria-kriteria pada sub aspek mikroteknik semua preparat menunjukkan skor 4 yang menunjukkan kategori sangat baik. Pewarna hematoksilin maupun filtrat kulit buah Syzygium cumin memulas kromosom sel Allium dengan kuat sehingga kromosom tampak terlihat jelas dalam satu lapang pandang. Penggunaan hematoksilin sebagai pewarna membuat kromosom tampak berwarna biru kehitaman sedangkan pewarnaan menggunakan filtrat kulit buah Syzygium cumin membuat kromosom tampak berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Sitoplasma yang tidak terwarnai dalam satu lapang pandang membuat warna kromosom tampak kontras sehingga kromosom sangat mudah untuk diamati. Penyebaran sel-sel dalam satu lapang pandang pada semua preparat tampak merata satu per satu dan tidak menumpuk sehingga sel-sel meristem yang sedang dalam tahapan interfase maupun mitosis tampak dengan jelas. Pada kriteria perbesaran mikroskop, sel yang sedang mengalami fase interfase maupun fase-fase mitosis pada semua preparat sudah dapat diamati pada perbesaran kali, ini karena ukuran kromosom sel Allium yang memiliki kromosom bertipe besar, sehingga dengan perbesaran kali sudah dapat diamati dengan jelas. Pada aspek manfaat media preparat, semua preparat telah memenuhi kriteria sebagai syarat manfaat media preparat yang baik yaitu mengatasi

154 130 perbedaan pengalaman siswa dan mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. Preparat mitosis meristem ujung akar Allium menyajikan secara konkret bentuk sel tumbuhan, bentuk kromosom dan keadaan kromosom interfase maupun keadaan selama pembelahan mitosis sel akar Allium. Kegiatan pengamatan pembelahan mitosis sel melalui media preparat mitosis meristem ujung akar Allium akan dapat menyamakan persepsi siswa bentuk kromosom, interfase dan fase-fase mitosis sehingga menyamakan dan mengatasi perbedaan pengalaman yang diperoleh siswa selama pengajaran (Budiono, 1992). Guru maupun siswa dapat membuat preparat mitosis dengan metode yang mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Bahan utama untuk membuat preparat mitosis Allium mudah ditemukan dan harganya relatif terjangkau. Media preparat yang dihasilkan dapat memvisualkan morfologi dan fase mitosis sel secara konkret. Preparat mitosis Allium dapat mengatasi keterbatasan daya indera penglihat untuk mengamati objek berupa morfologi dan fase mitosis sel yang berukuran sangat kecil melalui mikroskop sehingga preparat mitosis Allium dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera (Budiono, 1992).

155 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tanaman alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan utama pembuatan preparat mitosis squash untuk pengamatan mitosis adalah spesies tanaman dari genus Allium yaitu Allium sativum (2n=16), A. cepa (2n=16) dan A. fistulosum (2n=14). 2. Waktu pemotongan ujung akar tanaman bawang untuk digunakan sebagai acuan dalam pembuatan preparat mitosis ditemukan dalam waktu yang berbeda-beda berdasarkan pada waktu ditemukannya nilai Indeks Mitosis (IM) tertinggi. Nilai IM tertinggi masing-masing tanaman Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum yang muncul pada waktu yang berbeda-beda sekalipun dalam satu genus. Nilai IM A. sativum tertinggi sebesar % yang ditemukan pada jam WIB; IM A. cepa tertinggi sebesar % yang ditemukan pada jam WIB; sedangkan IM A. fistulosum tertinggi sebesar % yang ditemukan pada jam WIB. 3. Kelayakan filtrat kulit buah Syzygium cumini sebagai pewarna alternatif untuk pembuatan preparat mitosis squash dapat diketahui dari hasil telaah preparat mitosis squash Allium sativum, A. cepa, A. fistulosum yang memperlihatkan hasil pewarnaan yang sama dengan hematoksilin sebagai pewarna baku inti sel / kromosom yang umum digunakan pada histoteknik sehingga dapat digunakan sebagai pewarna alternatif untuk mewarnai inti sel inti sel / kromosom. 131

156 Kelayakan media preparat mitosis tentang indeks mitosis yang menggunakan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini dapat diketahui dari hasil telaah seluruh preparat mitosis squash Allium sativum, A. cepa, A. fistulosum (Preparat 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan 16) memperoleh nilai bervariasi antara 81% - 100% dengan kategori sangat layak sehingga dapat digunakan sebagai media preparat untuk pengamatan pembelahan mitosis sel. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan: 5. Lebih memerhatikan teknik squashing agar tidak berdampak dengan hancurnya sel-sel dan kromosom sel. 6. Adanya penelitian lanjutan mengenai stabilitas pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini dalam penggunaannya untuk mewarnai inti sel / kromosom. 7. Adanya penelitian lanjutan mengenai penggunaan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini dalam pewarna inti sel / kromosom hewan dan jaringan hewan. 8. Adanya penelitian lebih lanjut yang serupa dengan penelitian ini dengan memanfaatkan pewarna alternatif lain selain dari filtrat kulit buah Syzygium cumini. 9. Adanya penelitian lebih lanjut dari penelitian ini sampai ke tahap keterpakaian oleh guru dan siswa.

157 DAFTAR PUSTAKA Adesoye, A. I. dan Nnadi, N.C Mitotic chromosome studies of some accessions of African yam bean Sphenostylis stenocarpa (Hochst. Ex. A. Rich.) Harm. African Journal of plant Science, (Online), Vol 5, No 14, ( academicjournals.org/ajps), diakses 17 September 2013). Agustin, Wiji Pengembangan Media Preparat Mitosis untuk Mendukung Pembelajaran Biologi Berbahasa Inggris Pada konsep Pembelahan Sel. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya. Akinloye, A.J., Illoh, H.C., dan Olagoke A.O Screening of some Indigenous Herbal Dyes for Use in Plant Histologicalstaining. Journal of Forestry research, (Online), Vol. 21, No. 1,( Screening_of_some_indigenous_herbal_dyes_for_use_in_p lant_histological_staining, diakses 17 September 2013). Anggarwulan, E., Etikawati, N., Setyawan, A. D Karyotip Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae). Journal BioSMART, Vol. 1, No. 2, ( rt/article/download/52/25.pdf, diakses 17 September 2013). Arsyad, Azhar Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Ayyanar, Muniappan dan Babu, Pandurangan Syzygium cumini (L.) Skeels: A Review of Its Phytochemical Constituents and Traditional Uses. Journal of Asian Pacific Journal of Tropicak Biomedicine, (Online), Vol. -, No. 15, ( diakses 13 Desember 2013). 133

158 134 Baker, John R Principles of Biological Microtechnique a Study of Fixation and Dyeing. Great Britain: Richard Clay and Company Ltd. Bechtold, Thomas Natural Colorants in Hair Dyeing. Dalam Bechtold, Thomas, Mussak, Rita (Eds.) Handbook of Natural Colorants. United Kingdom: John Willey & Sons Ltd. Becker, W. M., Kleinsmith, L. J., Hardin, J., Bertoni, G. P The World of the Cell Seventh Edition. United States: Pearson Benjamin Cummings. Bracale, Marcella, dkk Water Deficit in Pea Root Tips: Effects on the Cell Cycle and on the Production of Dehydrin-Like Proteins. Journal of Annals of Botany, (Online), Vol. 79, No. 6,( journals.org/ content/79/6/593.full.pdf, diakses 13 Desember 2013). BSNP, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Budiono, J. Djoko Pembuatan Preparat Mikroskopis (Teori dan Praktek). Surabaya: University Press IKIP Surabaya. Butkhup, Luchai and Samappito, Supachai Changes in Physico-Chemical Properties, Polyphenol Compounds and Antiradical Activity During Development and Ripening of Maoluang (Antidesma bunius L. Spreng) Fruits. Journal of Fruit and Ornamental Plant Research(Online), Vol. 19, No. 1, ( full8%202011_1_.pdf, diakses 25 Juli 2014). Cairns, Donald Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Terjemahan oleh Rini Maya Puspita Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Campbell, N. A., Reece, J. B. dan Mitchell L Biologi Jilid 1 Edisi ke Lima. Terjemahan oleh Rahayu Lestari Jakarta: Erlangga.

159 135 Chuanguang Qin, Yang Li, Weining Niu, Yan Ding, Ruijie Zhang dan Xiaoya Shang Analysis and Characterisation of Anthocyanins in Mulberry Fruit. Journal of Food Science, (Online), Vol. 28, No. 2, ( cz/publicfiles/18881.pdf, diakses 25 Juli 2014). Chwan-Fwu Lin, yu-ling Huang, Lee-Ying Cheng, Shuenn-Jyi Sheu dan Chien-Chih Chen Bioactive Flavonoids from Ruellia tuberosa. Journal of Chinese Medicine, (Online), Vol. 17, No. 3, ( diakses 25 Juli 2014). Cistue, L. dan Lasa, J. M Partial Mitotis Index and Phase Indexes in Sugar Beet (Beta vulgaris L.). Journal of Anales, Vol. 14, No. Tanpa Nomor ( /10261/20953/1/ANALES%20VOL.%2014%20N%C2%AA 3-4Cistu%C3%A9,Lasa.pdf, diakses 13 Desember 2013) Dane, Feruzan dan Aktas, Yildis Kalebasi The Effect of Waste Water on Root Growth and Mitosis in Onion (Alium cepa) Root Apical Meristem. Asian Journal of Plan Science, (Online), Vol. 5, No. 2, ( ansinet/ajps/2006/ pdf, diakses 13 Desember 2013). Day, R.A. dan Underwood, A.L Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Terjemahan oleh Iis Sopyan Jakarta: Erlangga. Dewi, Rahayu Kurnia Pengamatan Inti Sel Ujung Akar Allium Cepa sperasan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica). Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dorland, W.A Newman Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Terjemahan oleh Tim Penerjemah EGC Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Fukui, Kiichi Plant Chromosomes at Mitosis. Dalam Fukui, Kiichi dan Nakayama, Shigeki (Eds) Plant Chromosomes Laboratory Methods. United States of America: CRC Press, Inc.

160 136 Gharravi, Anneh Mogammad, Golalipour, Mohammad Jafar, Ghorbani, Rostam, Khazaei, Mozaffar Natural Dye For Staining Atrocytes and Neurons. Journal of Neurological Sciences, (Online), Vol. 23, No. 3, ( org/text.php3?id=110, diakses 17 September 2013). Harborne, J.B Metode Fitokimia. Terjemahan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro Bandung: Ganesha. Henry, B. S Natural Food Colours. Dalam Hendry, G. A. F. Dan Houghton, J. D. (Eds) Natural Food Colorants.Cornwall: Hartnolls. Jones, Robert Neil dan Rickards, Geoffrey Keith Practical Genetics. England: Open University Press. Jurcak, Jaroslav A Modification to the Acetocarmine Method of Chromosomes Colouring in the School Practice. Journal of Biologica, (Online), Vol. 37, No. 2, (publib.upol.cz/~obd/fulltext/biolog37 /biolog37-01.pdf, diakses 17 September 2013). Kardi, Soeparman dan Budipramana, Lukas S Mikroteknik dan Pembuatan Peraga Biologi. Surabaya: University Press IKIP Surabaya. Kiernan, John A General Oversight Stains for Histology and Histopathology. Dalam Kumar, George L. dan Kiernan, John A. (Eds) Education Guide: Special Stains and H&E. California: Dako. Kristanti, Alfinda Novi, Aminah, Nanik Siti, Tanjung, Mulyadi, dan Kurniadi, Bambang Buku Ajar: Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press. Kusumawati, Retno Pemanfaatan Preparat Stomata sebagai Media Pembelajaran Konsep Struktur dan Fungsi Organ tumbuhan pada SMP Kelas VIII. Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang.

161 137 Loveless, A. R Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Terjemahan oleh Kartawinata, K., Danimiharja, S., Soetisna, U Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Manitto, Paolo Biosintesis Produk Alami. Terjemahan oleh Koensoemardiyah Semarang: IKIP Semarang Press. Matias, Ambrocio Melvin A. dan Fontanilla, Ian Kendrich C Optimizing the Utility of Allium cepa L. var. aggregatum (sibuyas Tagalog) for the Allium Test by Elucidating its Mitotic Periodicity and Rhythmicity Under Varying Light Conditions. Journal of Science Diliman, (Online), Vol 23, No 1, ( c/articles/ /optimizing-utility-allium-cepa-l-varaggregatum-sibuyas-tagalog-allium-test-by-elucidatingmitotic-periodicity-rhythmicity-under-varying-lightconditions, diakses 17 September 2013). Mehta, Bhupinder dan Mehta, Manju Organic Chemistry. New Delhi: Prentice-Hall of India Pvt.Ltd. Minghui, Zhang, Baozhan Zheng, Hongyan Yuan dan Dan Xiao A Spectrofluorimetric Sensor Based on Grape Skin Tissue for Deternination of Iron (III). Journal of Bulletin of the Chemical Society of Ethiopia, (Online), Vol 1, No. 24, ( / 41557, diakses 17 Desember 2013). Moreiras, Adela Sánchez Mitotic Index. Dalam Reigosa, Manuel J. (Ed.). Handbook of Plant Ecophysiology Techniques. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Mutaqin, Zaenal Pemanfaatan Preparat Awetan sebagai Media Pembelajaran pada Materi Sistem Ekskresi. Skripsi tidak dipublikasikan. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang. Naithani, S. P. dan Sarbhoy, R. K Cytological Studies in Lens esculenta Moench. Journal of Cytologia, (Online), Vol 38, No. Tanpa Nomor, ( / cytologia 1929 /38/2/ 38 _ 2 _ 195/ _ pdf, diakses 17 September 2013).

162 138 Osuji, Julian O. dan Owei, Sweet D. Jnr Mitotic index studies on Treculia africana Decne. in Nigeria. Australian Journal of Agricultural Enginering, (Online), Vol 1 No 1, (http: // / osujo _ 1 _ 1 _ 2010 _ 25 _ 28.pdf), diakses 17 September 2013). Robinson, Trevor Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan oleh Kokasih Padmawinata. Bandung : FMIPA ITB. Sacks, Mollie M., Silk, Wendy K. dan Burman, Prabir Effect of Water Stress on Cortical Cell Division Rates within the Apical Meristem of Primary Roots of Maize. Journal of Plant Physiology, (Online), Vol. 114, No. 2, ( physiol.org/content/114/2/519. full.pdf, diakses 13 Desember 2013). Sah, Abhisek Kumar dan Verma, Vinod K Syzygium cumini: An Overview. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, (Online), Vol. 3, No. 3, ( iss3-2011/jcpr pdf, diakses 13 Desember 2013). Schuppler, U., He, Ping-Hua, John, Peter C. L., Munns, R Effect of Water Stress on Cell Division and Cell- DivisionCycle2-Like Cell-Cycle Kinase Activity in Wheat Leaves. Journal of Plant Physiology, (Online), Vol. 117, No. 2, ( /117/2/667.full.pdf, diakses 13 Desember 2013). Setyawan, Ahmad Dwi dan Sutikno Karyotip Kromosom pada Allium sativum L. (Bawang Putih) dan Pisum sativum L. (Kacang Kapri). Jurnal BioSMART: Journal of Biological Science, Volume 2, No. 1, ( index.php/biosmart/article/download/59/33.pdf, diakses 17 September 2013)

163 139 Shikara, Mukaram, Al-Khafagi, Hiba Muneer, dan Mohammed Wasnaa hatif Extraction and Characterization of A Chromosomal Stain From Black Mulberry (Morus Nigra). Journal of English and Technology, (Online), Vol. 28, No. 7, ( =27222.pdf, diakses 17 September 2013). Singh, Ram J Plant Cytogenetics Second Edition. United States of America: CRC Press LLC. Southon, I. W Phytochemical Dictionary of the Leguminosae, Volume 1. United Kingdom: Chapman and Hall. Srivastava, Vankar Canna indica flower: New source of anthocyanins. Journal of Plant Physiol Biochem, (Online), Vol. 48, No. 12, ( / , diakses 25 Juli 2014). Steenis, C.G.G.J. Van Flora. Terjemahan oleh Moeso Surjowinoto, et.al Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya. Stern, K. R., Bidlack, J. E., Jansky, S. H Introductory plant Biology Eleventh Edition. New York: The McGraw-Hill Publishing Compan, Inc. Subowo, Biologi Sel. Bandung: CV Angkasa. Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suntoro, S. Handari Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Suryo Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Unsal, Narcin Palavan, Buyuktuncer, E. D. dan Tufekci, M. A Programmed Cell Death in Plants. Journal of Cell and Molecular Biology, (Online), Vol. 4, No. 2, ( halic.edu.tr/pdf/4-1/programmed.pdf, diakses 13 Desember 2013).

164 140 Wahyuni, Siwi Ika Pengamatan Inti Sel Ujung Akar Allium Cepa Menggunakan Pewarna Alternatif Daun Jati Muda (Tectona grandis) Dan Daun Jambu Monyet (Annacardium occidentale L.). Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Muhammadiyah Surakarta. Watson, David G Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi Edisi 2. Terjemahan oleh Winny R. Syarief Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Wiam, I.M., Sonfada, M.L., Oke, B.O., Kwari, H.D., Onyeyili, P.A Lawsonia Inermis and Hibiscus sabdariffa: Possible Histological Stains. Journal of Tropical Veterinarian, (Online), Vol. 24, No. 1 dan 2, ( /tv/article/view/4579, diakses 17 September 2013). Wilson, Louis Carl dan Loomis, Walter E Botany Fourth Edition. United States of America: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Yadav, P. R A Textbook of Genetics. New Delhi: Campus Book International. Zaini, Miftahul Pengembangan Media Preparat Kromosom Drosophila sp. Untuk Mendukung Pembelajaran Biologi Berbahasa Inggris pada Konsep Struktur Kromosom. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya.

165 BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi Vol.3 No.3 Agustus 2014 ISSN: STUDI INDEKS MITOSIS BAWANG UNTUK PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN PREPARAT MITOSIS MITOSIS INDEX STUDY OF ONION TO MAKE MITOSIS SLIDE AS LEARNING MEDIA Achmad Zainal Abidin Program Studi S1 Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya Gedung C3 Lt. 2 jalan Ketintang, Surabaya alahzab_33@yahoo.com J. Djoko Budiono dan Isnawati Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Penegtahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya, Gedung C3 Lt. 2 jalan Ketintang, Surabaya Abstrak Terbatasnya referensi tentang Indeks Mitosis (IM) tanaman menjadi kendala utama dalam pembuatan media pembelajaran preparat mitosis sehingga diperlukan studi IM. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan kelayakan media preparat mitosis tentang IM Allium sebagai media pembelajaran. Metode penelitian ini adalah penelitian pengembangan dengan mengacu pada metode Research and Development (R&D) yang hanya dilakukan sampai tahap telaah. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi dan telaah. Hasil penelitian yaitu IM tertinggi A. sativum, A. cepa dan A. fistulosum berturut-turut terjadi pada jam WIB, WIB dan WIB. Media preparat mitosis tentang IM Allium layak digunakan sebagai media pengamatan pembelahan mitosis sel. Kata Kunci: Indeks mitosis bawang, media pembelajaran, preparat mitosis. Abstract The limited reference of the plant Mitotic Index (MI) becomes the main problem for making the mitosis slides as learning media so we need a study for plant MI. The objective of this research is to describe the feasibility of the mitosis slide media about MI as the learning media. This research uses the developing research method that refers to Research and Development (R&D) method and the steps are conducted until the stage of product design study only. The data are collected using observation and study technique. The result is the highest MI of A. sativum, A. cepa, A. fistulosum successively occurred at WIT, WIT and WIT. The slide media of mitosis about Allium MI is feasible to be a slide for the observation of cell mitosis. Keywords: Onion mitosis index, learning media, mitosis slide. PENDAHULUAN Salah Salah satu Kompetensi Inti (KI) pembelajaran biologi di Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Kompetensi Dasar (KD) yang dikembangkan dari KI tersebut salah satunya menjelaskan mendeskripsikan keterkaitan antara proses pembelahan mitosis dan meiosis dengan pewarisan sifat. Sub materi pelajaran biologi yang dibahas dalam KD tersebut adalah proses pembelahan mitosis sel. Materi pembelajaran pembelahan mitosis sel merupakan kumpulan konsep konkret yang dapat dipahami siswa dengan cara melakukan kegiatan pengamatan pembelahan mitosis sel secara langsung melalui media preparat mitosis akar tanaman. Kegiatan pengamatan sel-sel yang bermitosis secara langsung melalui media preparat mitosis dapat memotivasi belajar siswa, melatih keterampilan proses siswa serta meningkatkan pemahaman terhadap materi pembelahan mitosis sel (Agustin, 2009). Wilson (1962 : 47) menjelaskan, pada pengamatan preparat mitosis yang diamati adalah pola kromosom di dalam inti saat proses pembelahan sel. Kromosom merupakan materi genetik yang berperan dalam pewarisan sifat suatu individu. Kualitas preparat yang digunakan selama kegiatan pengamatan memengaruhi pemahaman siswa dalam mempelajari pembelahan mitosis sel (Jones dan Rickards, 1991 : 5). Fakta di lapangan menunjukkan preparat mitosis yang disediakan Achmad Zainal Abidin, dkk: Studi Indeks Mitosis Bawang Untuk Pembuatan Media Pembelajaran 571

166 BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi Vol.3 No.3 Agustus 2014 ISSN: sekolah memiliki kelemahan yaitu sebagian besar fasefase pembelahan sel pada preparat tidak dapat dilihat dengan jelas sehingga guru tidak dapat menjelaskan secara konkret fase pembelahan sel dan bentuk sebenarnya kromosom kepada siswa. Pada dasarnya preparat mitosis dapat dibuat sendiri oleh guru dengan menggunakan bahan dan metode yang sederhana. Metode yang umum digunakan dalam membuat preparat mitosis yaitu dengan squash. Metode squash yaitu suatu metode untuk mendapatkan suatu preparat dengan cara meremas suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan, sehingga didapatkan suatu sediaan yang tipis yang dapat diamati di bawah mikroskop (Suntoro, 1983 : 14). Secara umum tahapan dalam pembuatan preparat mitosis dengan metode squash yaitu diawali dengan pemilihan bahan, kemudian memfiksasi, hidrolisis, pemulasan, dan yang terakhir pembuatan preparat dengan meremas (Squash) (Jones dan Rickards, 1990 : 4). Bahan utama pembuatan preparat mitosis adalah sel yang melakukan pembelahan mitosis. Sel-sel yang sedang melakukan mitosis ditemukan pada bagian tanaman yang aktif mengalami pertumbuhan (meristematis), paling mudah ditemukan pada bagian ujung akar (Loveless, 1983 : 91). Akar mudah tumbuh dan seragam,sel akar tidak berklorofil serta mudah dipulas oleh pewarna (Fukui,1996 : 4). Ujung akar beberapa spesies dari genus Allium diantaranya adalah bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa) dan bawang prei (A. fistulosum) merupakan bahan yang baik untuk diproses menjadi preparat mitosis karena kromosom ketiga spesies tersebut termasuk bertipe besar serta memiliki jumlah autosom sedikit yaitu 16 kromosom sehingga kromosom mudah diamati (Fukui, 1996 : 4). Selain itu, tanaman tersebut mudah didapat dan murah. Jones (1990 : 8) menjelaskan, preparat mitosis yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah harus memiliki fase-fase lengkap pembelahan mitosis dan tampak jelas. Untuk membuat preparat dengan fase-fase lengkap mitosis di dalamnya, maka yang sangat perlu diperhatikan pada saat proses awal pembuatan adalah waktu pemotongan akar. Hal ini merupakan faktor kritis dalam menentukan hasil akhir preparat. Waktu pembelahan sel tiap tanaman berbeda-beda dan tidak konstan sepanjang hari. Waktu pemotongan ini terkait dengan durasi mitosis dan indeks mitosis. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007 : 58). Beberapa spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan waktu potong yang tepat diperlukan pengamatan yang berulang-ulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999 : 7). Terbatasnya referensi indeks mitosis menjadi kendala utama dalam pembuatan preparat mitosis. Penelitian mengenai indeks mitosis sangat diperlukan untuk menambah referensi. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan studi indeks mitosis meristem ujung akar tanaman bawang untuk pembuatan preparat mitosis sebagai media pembelajaran pada materi pembelahan sel. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kelayakan media preparat mitosis tentang Indeks Mitosis (IM) Allium sebagai media pembelajaran untuk pengamatan pembelahan sel. Faktor yang mempengaruhi aktifitas mitosis tanaman seperti hormon dan temperatur tidak termasuk dalam pembahasan penelitian ini. METODE Penelitian ini termasuk penelitian termasuk penelitian pengembangan dengan mengacu pada metode Research and Development (R&D) yang terbagi dalam sepuluh tahap, yaitu: potensi dan masalah, pengumpulan informasi, desain produk, telaah desain produk, revisi desain produk, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk, dan produksi masal (Sugiyono, 2010 : 407). Namun, pada penelitian ini hanya dilakukan sampai tahap telaah desain produk. Pada tahap potensi masalah bertujuan untuk menganalisis potensi dan masalah yang berkaitan dalam penelitian ini. Tahap pengumpulan informasi bertujuan mengumpulkan berbagai informasi sebagai bahan untuk persiapan perancangan desain produk media preparat mitosis. Tahap desain produk bertujuan untuk merancang desain awal produk media pembelajaran berupa preparat semi permanen mitosis yang dibuat dari ujung akar tanaman bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum). Tahap telaah desain produk bertujuan untuk menilai desain produk yang telah dihasilkan yaitu berupa media preparat mitosis squash Allium. Media preparat yang telah dibuat dan dipilih akan ditelaah oleh penelaah yang terdiri dari ahli bidang mikroteknik, ahli bidang genetika dan guru biologi SMA. Desain produk melalui beberapa tahapan sebagai berikut: Umbi lapis Allium yang diperoleh ditumbuhkan akarnya pada media tumbuh yang telah ditentukan dan dibiarkan pada ruang terbuka. Allium sativum dan A. cepa pada media air sedangkan A. fistulosum pada media tanah+pupuk. Setiap bulbus Allium diwakili oleh 24 individu. Akar setiap individu masing-masing spesies yang telah tumbuh kemudian diambil 3 buah dan dipotong sepanjang 1 cm dari ujung akar. Pemotongan akar dilakukan dengan interval 1 jam selama 24 jam kemudian dimasukkan ke dalam larutan FAA untuk Achmad Zainal Abidin, dkk: Studi Indeks Mitosis Bawang Untuk Pembuatan Media Pembelajaran 572

167 BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi Vol.3 No.3 Agustus 2014 ISSN: dilakukan fiksasi. Ujung akar yang telah difiksasi lantas diproses menjadi preparat semi permanen mitosis dengan metode squash Willey. Akar dihidrolisis dalam larutan HCl-alkohol 96% selama 30 menit kemudian dibilas dengan alkohol 96% sebanyak 4 kali masing-masing 15 menit. Kemudian akar direndam dalam pewarna Hematoksilin Wittman selama 20 menit. Akar yang telah diwarnai dicuci dengan acetic acid hingga dampak negatif Hematoksilin hilang. Selanjutnya men-squash akar diatas object glass hingga hancur dan sel-sel akar menyebar. Preparat yang telah dibuat, diamati di bawah mikroskop dan dihitung persentase mitosis. Penghitungan persentase mitosis dilakukan dengan menghitung sel-sel dalam 3 sampel preparat minimal buah sel dengan perbesaran mikroskop 400 kali. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan telaah. Metode observasi dilakukan dengan cara menghitung jumlah sel dalam tiap fase-fase mitosis berbeda, profase dan interfase pada setiap preparat untuk kemudian dilakukan penghitungan. Metode telaah dilakukan dengan cara menelaah preparat yang dihasilkan. Telaah preparat dilakukan dengan telaah oleh dosen bidang mikroteknik, dosen bidang genetika dan guru Biologi SMA. Telaah kelayakan preparat dinilai dari aspek tampilan umum dan aspek manfaat preparat. Data hasil pengamatan mitosis dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan rumus di bawah ini. IM = Nm x 100% N Keterangan: IM = Indeks Mitosis Nm = jumlah sel yang bermitosis dari profase sampai telofase pada satu preparat mitosis N = jumlah seluruh sel Hasil perhitungan IM kemudian diuji ANAVA satu arah taraf uji 5%, karena hanya satu variabel yang digunakan yaitu waktu potong akar. Jika signifikan maka dilanjutkan dengan uji beda nyata dengan uji Duncan pada taraf signifikan 5%. Analisis data diolah menggunakan software SPSS Statistics 17.0 for Windows. Telaah kelayakan untuk aspek tampilan umum yaitu meliputi tampilan media preparat (identitas dan gelembung udara), keakuratan materi (kelengkapan fase dalam satu unit preparat, kelengkapan fase mitosis dalam satu lapang pandang, kemudahan menemukan fase mitosis) dan penilaian secara mikroteknik (kromosom terpulas dalam satu lapang pandang, sitoplasma jernih dalam satu lapang pandang, penampakan sel meristem dan tahapan mitosis/kromosom, sel menyebar rata/ tidak menumpuk dalam satu lapang pandang, perbesaran mikroskop) sedangkan aspek manfaat media preparat meliputi tentang manfaat media preparat dalam mengatasi perbedaan pengalaman siswa dan manfaat media preparat dalam mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. Hasil telaah kelayakan media preparat berbeda dianalisis secara deskriptif kualitatif. Rentang skor yang digunakan yaitu 1-4. Preparat dinyatakan layak apabila persentase kelayakan 61%. Data hasil telaah kelayakan preparat dihitung menggunakan rumus: % kelayakan = HASIL DAN PEMBAHASAN Grafik 1. Indeks mitosis Allium pada setiap jam berturut-turut selama 24 jam Achmad Zainal Abidin, dkk: Studi Indeks Mitosis Bawang Untuk Pembuatan Media Pembelajaran 573

168 BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi Vol.3 No.3 Agustus 2014 ISSN: Tabel 1. Rata-rata Indeks Mitosis (IM) meristem ujung akar genus Allium setiap jam selama 24 jam berturut-turut No. Jam Potong Akar A. sativum A. cepa A. fistulosum WIB ± ABCDE ± D ± ABC WIB ± ABCD ± ABCD ± ABC WIB ± ABCDE ± ABC ± ABC WIB ± E ± AB ± ABC WIB ± ABCDE ± ABCD ± ABC WIB ± ABCDE ± CD ± D** WIB ± ABCDE ± ABCD ± CD WIB ± DE ± BCD ± BC WIB ± F** ± ABCD ± ABC WIB ± CDE ± ABCD ± ABC WIB ± ABCDE ± BCD ± ABC WIB ± CDE ± E** ± ABC WIB ± ABCDE ± CD ± ABC WIB ± ABCDE ± ABCD ± ABC WIB ± ABCDE ± ABCD ± ABC WIB ± ABCDE ± BCD ± AB WIB ± ABCDE ± ABCD ± ABC WIB ± ABC ± AB ± AB WIB ± A ± AB ± A WIB ± ABCDE ± ABCD ± AB WIB ± ABCDE ± A ± AB WIB ± AB ± AB ± AB WIB ± ABCDE ± AB ± ABC WIB ± ABCDE ± ABCD ± ABC Keterangan: ** = Waktu potong dengan nilai indeks mitosis tertinggi. * Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama dalam tiap perlakuan dan interaksi tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 menurut Uji Duncan Berdasarkan grafik 1, diketahui nilai indeks mitosis (IM) tertinggi meristem ujung akar dari tiga spesies tanaman muncul pada waktu yang berbeda-beda meskipun dalam satu genus. IM Allium sativum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; IM A. cepa tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; sedangkan IM A. fistulosum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %. Berdasarkan hasil uji duncan pada tabel 1 menunjukkan bahwa nilai indeks mitosis Allium sativum, A. cepa, A. fistulosum dengan waktu pemotongan pemotongan ujung akar A. sativum pada jam WIB, A. cepa WIB, pada jam, A. fistulosum pada jam WIB berbeda nyata dengan semua waktu pemotongan ujung akar lainnya pada masing-masing spesies. Umumnya tanaman melakukan pembelahan sel pada pagi hari. Namun, pada penelitian ketiga spesies, aktifitas mitosis yang paling aktif terjadi pada waktu yang bervariasi, Allium sativum dan A. fistulosum terjadi pada pagi hari yaitu pada jam WIB dan WIB sedangkan A. cepa pada siang hari jam WIB. Proses siklus sel dikendalikan oleh pengontrol siklus sel yang berupa suatu kelompok protein yang disebut siklin. Siklin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan kompleks dengan mengaktivasi protein kinase bergantung siklin (Cdk, cyclin dependent kinase). Cdk berperan dalam melepaskan transkripsi gen pada tahap replikasi DNA. Siklin dan Cdk diatur oleh jam biologi. Selanjutnya protein ini akan diinduksi oleh sitokinin untuk mengatur siklus sel diantara dua fase yaitu G1/S dan G2/M. Konsentrasi sitokinin juga akan berbeda-beda pada tingkat intensitas cahaya yang berbeda. Sehingga peran siklin, Cdk dan sitokinin sangat mempengaruhi tingkat pembelahan sel (Matias dan Fontanilla, 2011 : 43). Achmad Zainal Abidin, dkk: Studi Indeks Mitosis Bawang Untuk Pembuatan Media Pembelajaran 574

169 BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi Vol.3 No.3 Agustus 2014 ISSN: Tabel 2. Persentase Indeks Tiap fase Mitosis Tanaman Allium Persentase Indeks Fase-fase Persentase Indeks Fase-fase Persentase Indeks Fase-fase Waktu Mitosis Allium sativum Mitosis Allium cepa Mitosis Allium fistulosum (WIB) P M A T P M A T P M A T Keterangan: P = Profase; M = Metafase; A = Anafase; T = Telofase Berdasarkan tabel 2, Nilai IM Allium sativum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; IM A. cepa tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; sedangkan IM A. fistulosum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %. Modus kemunculan fase-fase mitosis berbedabeda, pada IM tertinggi Allium sativum, persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu 15%, %, % dan 25%. Pada IM A. cepa tertinggi persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, % dan %. Pada IM A. fistulosum tertinggi persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, % dan %. Ketigas spesies Allium menunjukkan persentase metafase yang tinggi daripada fase yang lain. Hal ini menunjukkan sel paling aktif melakukan pembelahan mitosis saat ditunjukkan dengan jumlah metafase yang tinggi. Nilai IM Allium sativum terendah terjadi pada jam WIB dengan nilai 4.503%; IM A. cepa terendah terjadi pada jam WIB dengan nilai 5.138%; sedangkan IM A. fistulosum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai 5.658%. Modus kemunculan fase-fase mitosis berbeda-beda, pada IM terendah Allium sativum, persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, % dan %. Pada IM A. cepa terendah persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, %, dan %. Pada IM A. fistulosum terendah persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu %, %, %, dan %. Ketiga spesies Allium menunjukkan persentase profase yang tinggi daripada fase yang lain. Hal ini menunjukkan aktifitas pembelahan mitosis sel menurun ditunjukkan dengan jumlah sel-sel dalam tahap profase menurun. Berdasarkan persentase modus kemunculan fase-fase mitosis Allium menunjukkan bahwa indeks mitosis meningkat saat jumlah sel dalam profase menurun dan metafase meningkat, hal ini sesuai dengan penelitian Osuji dan Owei (2010) yang meneliti tentang IM pada Treculia africana dan penelitian Adesoye dan Nnadi (2011) yang meneliti tentang IM pada Sphenostylis stenocarpha (Hochst. Ex. A. Rich.) Harm. yang samasama menyimpulkan bahwa IM tertinggi terjadi ditunjukkan oleh persentase metafase sel yang tinggi. Achmad Zainal Abidin, dkk: Studi Indeks Mitosis Bawang Untuk Pembuatan Media Pembelajaran 575

170 BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi Vol.3 No.3 Agustus 2014 ISSN: Preparat mitosis squash Allium menggunakan bahan utama Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum dengan pewarna hematoksilin. Preparat dibuat dengan mengacu pada waktu potong acuan dimana indeks mitosis tertinggi ditemukan. Masing-masing spesies dibuat 3 unit preparat sehingga ada 9 unit preparat (Perincian ada pada tabel 3). Pada tahap pembuatan preparat, dibuat preparat mitosis squash Allium menggunakan bahan utama Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum dengan mengacu waktu potong acuan. Waktu acuan pemotongan akar mengikuti waktu saat ditemukan Indeks Mitosis terbesar pada setiap spesies. Tabel 3. Tabulasi hasil pembuatan media preparat mitosis squash menggunakan pewarna hematoksilin No. Bahan Utama Label Preparat Unit 1. A. sativum 1,2, A. cepa 4,5, A.fistulosum 7,8,9 3 Total jumlah preparat (unit) 9 Pada aspek tampilan umum, sub aspek tampilan media preparat pada kriteria identitas, semua preparat menunjukkan skor 4 yang berarti semua preparat memiliki identitas preparat. Identitas preparat diperlukan untuk mengetahui informasi yang terdapat dalam preparat mikroskopis, umumnya informasi di dalam identitas preparat yaitu jenis preparat, nama objek preparat, jenis pewarna, nama pembuat dan waktu pembuatan. Pada subkriteria gelembung udara memiliki variasi skor 3 dan 4. Skor 3 diperoleh oleh preparat 8 sedangkan preparat lainnya mendapatkan skor 4. Adanya gelembung udara pada preparat dapat menghalangi pandangan saat melakukan pengamatan. Gelembung udara dapat disebabkan oleh adanya gelembung udara pada mountant maupun pada saat pemberian mountant maupun teknik squashing yang kurang baik. Tabel 4. Rekapitulasi persentase kelayakan media preparat mitosis squash dengan pewarna hematoksilin No Persentase Nomor Rata-rata Kelayakan (%) Label Kategori (%) Preparat P1 P2 P3 Preparat Sangat Layak Preparat Sangat Layak Preparat Sangat Layak Preparat 4 95,83 95, ,22 Sangat Layak Preparat , ,61 Sangat Layak Preparat Sangat Layak Preparat Sangat Layak Preparat ,91 99,3 Sangat Layak Preparat Sangat Layak Keterangan: P1 : Penelaah 1; P2 : Penelaah 2; P3 : Penelaah 3 Berdasarkan tabel 4, secara umum hasil tampilan seluruh preparat menunjukkan kategori sangat layak. Bahan yang paling baik untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan preparat berdasarkan penilaian kelayakan preparat adalah Allium sativum karena berdasarkan tabel 3, preparat 1-3 dengan bahan utama A. sativum mendapatkan rata-rata nilai 100% dengan kategori sangat layak. Aspek kelayakan preparat dinilai dari hasil telaah aspek tampilan secara umum dan aspek manfaat. Kriteria yang dinilai pada aspek tampilan umum meliputi kriteria tampilan media preparat, keakuratan materi dan penilaian secara mikroteknik. Pada aspek manfaat media preparat kriteria yang dinilai yaitu meliputi kriteria manfaat media preparat dalam mengatasi perbedaan pengalaman siswa dan manfaat media preparat dalam mengatasi keterbatasan ruang. Gambar 1. Foto kromosom Allium pada berbagai fase pembelahan (perbesaran 640 X) Interfase Profase Metafase Anafase Telofase Gambar 2. Foto obyek preparat mitosis squash meristem ujung akar (A) Allium sativum, (B) A. cepa, (C) A. fistulosum (perbesaran 640 X). Achmad Zainal Abidin, dkk: Studi Indeks Mitosis Bawang Untuk Pembuatan Media Pembelajaran 576

171 BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi Vol.3 No.3 Agustus 2014 ISSN: Pada sub aspek keakuratan materi pada kriteria kelengkapan fase dalam satu unit preparat maupun kelengkapan fase mitosis dalam satu lapang pandang dan kemudahan menemukan fase, semua preparat menunjukkan skor 4 yang berarti pada semua preparat terdapat interfase dan fase mitosis lengkap. Pada saat IM tertinggi banyak sel-sel meristem yang aktif bermitosis, sehingga secara keseluruhan lapang pandang pengamatan pada semua preparat ditemukan fase interfase dan fase lengkap mitosis. Ketidaklengkapan fase pada pengamatan dalam satu lapang pandang disebabkan sel-sel mitosis tersebar secara acak dan tidak merata saat melakukan squashing, namun pengamatan secara cermat pada beberapa titik lapang pandang dalam satu preparat akan didapatkan fase interfase dan fase lengkap mitosis. Persebaran sel-sel mitosis yang tidak merata menyebabkan pengamatan membutuhkan waktu yang lebih lama. Squashing juga dipengaruhi oleh proses hidrolisis. Tujuan hidrolisis yaitu untuk melarutkan lamela tengah sel-sel meristematis yang belum kuat perlekatannya sehingga sel dapat dipisah-pisahkan hingga ketebalannya tinggal selapis saja. Perlakuan hidrolisis yang terlalu lama menyebabkan sel-sel mudah lepas satu sama lain, sehingga pemejetan cover glass yang terlalu kuat menyebabkan jarak antar sel jauh. Penilaian kriteria-kriteria pada sub aspek mikroteknik semua preparat menunjukkan skor 4 yang menunjukkan kategori sangat baik. Pewarna hematoksilin memulas kromosom sel Allium dengan kuat sehingga kromosom tampak terlihat jelas dalam satu lapang pandang. Penggunaan hematoksilin sebagai pewarna membuat kromosom tampak berwarna biru kehitaman di bawah mikroskop. Sitoplasma yang tidak terwarnai dalam satu lapang pandang membuat warna kromosom tampak kontras sehingga kromosom sangat mudah untuk diamati. Penyebaran sel-sel dalam satu lapang pandang pada semua preparat tampak merata satu per satu dan tidak menumpuk sehingga sel-sel meristem yang sedang dalam tahapan interfase maupun mitosis tampak dengan jelas. Pada kriteria perbesaran mikroskop, sel yang sedang mengalami fase interfase maupun fase-fase mitosis pada semua preparat sudah dapat diamati pada perbesaran kali, ini karena ukuran kromosom sel Allium yang memiliki kromosom bertipe besar, sehingga dengan perbesaran kali sudah dapat diamati dengan jelas. Pada aspek manfaat media preparat, semua preparat telah memenuhi kriteria sebagai syarat manfaat media preparat yang baik yaitu mengatasi perbedaan pengalaman siswa dan mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. Preparat mitosis meristem ujung akar Allium menyajikan secara konkret bentuk sel tumbuhan, bentuk kromosom dan keadaan kromosom interfase maupun keadaan selama pembelahan mitosis sel akar Allium. Kegiatan pengamatan pembelahan mitosis sel melalui media preparat mitosis meristem ujung akar Allium akan dapat menyamakan persepsi siswa bentuk kromosom, interfase dan fase-fase mitosis sehingga menyamakan dan mengatasi perbedaan pengalaman yang diperoleh siswa selama pengajaran. Guru maupun siswa dapat membuat preparat mitosis dengan metode yang mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Bahan utama untuk membuat preparat mitosis Allium mudah ditemukan dan harganya relatif terjangkau. Media preparat yang dihasilkan dapat memvisualkan morfologi dan fase mitosis sel secara konkret. Preparat mitosis Allium dapat mengatasi keterbatasan daya indera penglihat untuk mengamati objek berupa morfologi dan fase mitosis sel yang berukuran sangat kecil melalui mikroskop sehingga preparat mitosis Allium dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. PENUTUP Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa IM A. sativum, A. cepa dan A. fistulosum berbedabeda sekalipun dalam satu genus. IM A. sativum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; IM A. cepa tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %; sedangkan IM A. fistulosum tertinggi terjadi pada jam WIB dengan nilai %. Media preparat mitosis squash tentang indeks mitosis meristem ujung akar Allium dengan pewarna hematoksilin, layak digunakan sebagai media pembelajaran untuk pengamatan pembelahan mitosis sel. Saran Berdasarkan penelitian ini, disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk lebih memerhatikan teknik squashing pada proses pembuatan agar tidak berdampak dengan hancurnya sel-sel dan kromosom sel. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut dari penelitian ini sampai ke tahap keterpakaian oleh guru dan siswa. Ucapan Terima Kasih Kami mengucapkan terimakasih kepada Dra. Isnawati, M.Si, Dra. Rinie P., M.Si dan RR. Herlin Wahyu I., S.Pd yang telah berkenan menjadi penelaah media preparat mitosis squash Allium dengan pewarna hematoksilin. DAFTAR PUSTAKA Adesoye, A. I. dan Nnadi, N.C Mitotic chromosome studies of some accessions of African yam bean Sphenostylis stenocarpa (Hochst. Ex. A. Rich.) Harm. African Journal of plant Science, (Online), Vol 5, No 14, ( Achmad Zainal Abidin, dkk: Studi Indeks Mitosis Bawang Untuk Pembuatan Media Pembelajaran 577

172 BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi Vol.3 No.3 Agustus 2014 ISSN: academicjournals.org/ajps), diakses 17 September 2013). Agustin, Wiji Pengembangan Media Preparat Mitosis untuk Mendukung Pembelajaran Biologi Berbahasa Inggris Pada konsep Pembelahan Sel. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya. Cairns, Donald Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Terjemahan oleh Rini Maya Puspita Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Fukui, Kiichi Plant Chromosomes at Mitosis. Dalam Fukui, Kiichi dan Nakayama, Shigeki (Eds) Plant Chromosomes Laboratory Methods. United States of America: CRC Press, Inc. Jones, Robert Neil dan Rickards, Geoffrey Keith Practical Genetics. England: Open University Press. Jurcak, Jaroslav A Modification to the Acetocarmine Method of Chromosomes Colouring in the School Practice. Journal of Biologica, (Online), Vol. 37, No. 2, (publib.upol.cz/~obd/fulltext/biolog37 /biolog37-01.pdf, diakses 17 September 2013). Kiernan, John A General Oversight Stains for Histology and Histopathology. Dalam Kumar, George L. dan Kiernan, John A. (Eds) Education Guide: Special Stains and H&E. California: Dako. Loveless, A. R Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Terjemahan oleh Kartawinata, K., Danimiharja, S., Soetisna, U Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Matias, Ambrocio Melvin A. dan Fontanilla, Ian Kendrich C Optimizing the Utility of Allium cepa L. var. aggregatum (sibuyas Tagalog) for the Allium Test by Elucidating its Mitosis Periodicity and Rhythmicity Under Varying Light Conditions. Journal of Science Diliman, (Online), Vol 23, No 1, ( optimizing-utility-allium-cepa-l-var-aggregatumsibuyas-tagalog-allium-test-by-elucidating-mitosisperio dicity-rhythmicity-under-varying-light-conditio ns, diakses 17 September 2013). Mehta, Bhupinder dan Mehta, Manju Organic Chemistry. New Delhi: Prentice-Hall of India Pvt.Ltd. Osuji, Julian O. dan Owei, Sweet D. Jnr Mitotic index studies on Treculia africana Decne. in Nigeria. Australian Journal of Agricultural Enginering, (Online), Vol 1 No 1, ( osujo_1_1_2010_25_28.pdf), diakses 17 September 2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suntoro, S. Handari Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Watson, David G Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi Edisi 2. Terjemahan oleh Winny R. Syarief Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Wilson, Louis Carl dan Loomis, Walter E Botany Fourth Edition. United States of America: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Yadav, P. R A Textbook of Genetics. New Delhi: Campus Book International. Achmad Zainal Abidin, dkk: Studi Indeks Mitosis Bawang Untuk Pembuatan Media Pembelajaran 578

173 PEMANFAATAN FILTRAT KULIT BUAH Syzygium cumini SEBAGAI PEWARNA ALTERNATIF PREPARAT MITOSIS Achmad Zainal Abidin*, J. Djoko Budiono, Isnawati Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Penegtahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya, * Abstrak Kendala pada pembuatan preparat mitosis ialah harga pewarna baku yang relatif mahal. Penggunaan pewarna alternatif sebagai pengganti zat warna baku inti sel / kromosom dapat menekan biaya pembuatan preparat. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kelayakan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini sebagai pewarna alternatif pada preparat mitosis squash Allium. Bahan pewarna alternatif dibuat dengan bahan pendukung iron alum [Fe(NH4)(SO4)2 12H2O] sebagai mordant. Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan dengan mengacu pada metode Research and Development (R&D) yang hanya dilakukan sampai tahap telaah. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik telaah. Hasil penelitian yaitu penggunaan pewarna filtrat kulit buah S. cumini sebagai pewarna alternatif pada preparat mitosis squash Allium memperlihatkan hasil pewarnaan yang sama dengan hematoksilin sebagai pewarna baku inti sel / kromosom yang umum digunakan pada histoteknik. Hasil telaah seluruh preparat menunjukkan penggunaan pewarna hematoksilin sebagai pewarna membuat kromosom tampak berwarna biru kehitaman sedangkan pewarnaan menggunakan filtrat kulit buah S. cumini membuat kromosom tampak berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Sitoplasma yang tidak terwarnai dalam satu lapang pandang membuat warna kromosom tampak kontras sehingga kromosom sangat mudah untuk diamati. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa filtrat kulit buah S. cumini dapat digunakan sebagai pewarna alternatif untuk mewarnai inti sel / kromosom pada preparat mitosis squash Allium. Kata Kunci: Pewarna alternatif, filtrat kulit buah Syzygium cumini, preparat mitosis Makalah disajikan pada SEMINAR NASIONAL dan WOKRSHOP BIOLOGI 2014 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, Oktober 2014 PEMANFAATAN FILTRAT KULIT BUAH Syzygium cumini SEBAGAI PEWARNA ALTERNATIF PREPARAT MITOSIS 1

174 PENDAHULUAN Pada pembelajaran biologi kelas XII Sekolah Menengah Atas (SMA) terdapat Kompetensi Inti (KI) 3 yang kemudian dikembangkan menjadi Kompetensi Dasar KD 3.8 mendeskripsikan keterkaitan antara proses pembelahan mitosis dan meiosis dengan pewarisan sifat. Salah satu sub materi pelajaran biologi yang dibahas dalam KD tersebut adalah proses pembelahan mitosis sel. Materi pembelajaran pembelahan mitosis sel merupakan kumpulan konsep konkret yang dapat dipahami siswa dengan cara melakukan kegiatan pengamatan pembelahan mitosis sel secara langsung melalui media preparat mitosis akar tanaman. Hal yang diamati pada pada pengamatan preparat mitosis adalah pola kromosom di dalam inti saat proses pembelahan sel. Kromosom merupakan materi genetik yang berperan dalam pewarisan sifat suatu individu. Pemahaman siswa dalam mempelajari pembelahan mitosis sel dipengarui oleh kualitas preparat yang digunakan selama kegiatan pengamatan (Jones dan Rickards, 1991 : 5). Fakta di lapangan menunjukkan preparat mitosis yang disediakan sekolah memiliki kelemahan yaitu inti sel / kromosom pada preparat tidak dapat dilihat dengan jelas disebabkan pewarnaan yang kurang bagus maupun warna yang memudar sehingga guru tidak dapat menjelaskan secara konkret fase pembelahan sel dan bentuk sebenarnya kromosom kepada siswa. Preparat mitosis dapat dibuat sendiri oleh guru dengan menggunakan bahan dan metode squash. Metode squash yaitu suatu metode untuk mendapatkan suatu preparat dengan cara meremas suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan, sehingga didapatkan suatu sediaan yang tipis yang dapat diamati di bawah mikroskop (Suntoro, 1983 : 14). Tahapan metode squash dalam membuat preparat mitosis yaitu diawali dengan pemilihan bahan, kemudian memfiksasi, hidrolisis, pemulasan, dan yang terakhir pembuatan preparat dengan meremas (squashing) (Jones dan Rickards, 1990 : 4). Bahan utama yang umum digunakan untuk membuat preparat mitosis tanaman adalah sel yang aktif mengalami pertumbuhan (meristematis) dengan cara melakukan pembelahan mitosis. Sel-sel ini mudah ditemukan pada bagian ujung akar (Loveless, 1983 : 91). Akar mudah tumbuh dan seragam,sel akar tidak berklorofil serta mudah dipulas oleh pewarna (Fukui,1996 : 4). PEMANFAATAN FILTRAT KULIT BUAH Syzygium cumini SEBAGAI PEWARNA ALTERNATIF PREPARAT MITOSIS 2

175 Ujung akar tanaman bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa) dan bawang prei (A. fistulosum) merupakan bahan yang baik untuk diproses menjadi preparat mitosis karena kromosom ketiga spesies dari genus Allium tersebut termasuk bertipe besar serta memiliki jumlah autosom sedikit (2n=16) sehingga kromosom mudah diamati (Fukui, 1996 : 4). Selain itu, tanaman tersebut mudah didapat dan murah. Zat warna yang umum digunakan dalam pemulasan inti sel / kromosom pada preparat mitosis yaitu hematein yang harganya relatif mahal sekitar Rp 7,798,000 / 25 gram ( Pewarna baku yang digunakan merupakan pewarna basa yang dapat berafinitas dengan kromosom di dalam nukleus yang bersifat asam sehingga kromosom terpulas dan dapat diamati melalui mikroskop. Untuk menekan biaya maka diperlukan pewarna alternatif yang memiliki fungsi yang sama dengan pewarna baku. Pewarna alternatif dapat diperoleh dari filtrat kulit buah Syzygium cumini yang sudah matang dan berwarna ungu tua. Filtrat kulit buah Syzygium cumini mengandung sianidin yaitu aglikon antosianidin yang dapat digunakan untuk mewarnai kromosom. Sianidin mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi (inti benzen) yang merupakan gugus chromophore (-C=O-). Sianidin juga mempunyai subtituen hidroksi (-OH) yang merupakan gugus auxochrome. Chromophore dapat mengabsorbsi radiasi pada daerah ultraviolet dan daerah sinar tampak, adanya gugus auxochrome di dalam gugus chromophore akan memengaruhi pergeseran batokromik-pergeseran panjang gelombang yang lebih panjang sehingga dapat mengintensifkan warna (Watson, 2005 : 108). Sianidin adalah glukosida dari antosianidin yang tergolong senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid merupakan contoh senyawa metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tanaman. Sebagai kelompok antosianin maka stabilitas sianidin dipengaruhi oleh ph, temperatur, cahaya, oksigen serta faktor lainnya seperti ion logam. Ion logam yang sering ditemukan mengubah warna ialah ferri, magnesium dan aluminium (Manitto, 1981). Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian penggunaan filtrat kulit buah Syzygium cumini sebagai pewarna alternatif pada pembuatan preparat mitosis squash Allium. PEMANFAATAN FILTRAT KULIT BUAH Syzygium cumini SEBAGAI PEWARNA ALTERNATIF PREPARAT MITOSIS 3

176 METODE Penelitian ini termasuk penelitian termasuk penelitian pengembangan dengan mengacu pada metode Research and Development (R&D) yang terbagi dalam sepuluh tahap, yaitu: potensi dan masalah, pengumpulan informasi, desain produk, telaah desain produk, revisi desain produk, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk, dan produksi masal (Sugiyono, 2010 : 407). Namun, pada penelitian ini hanya dilakukan sampai tahap telaah desain produk. Pada tahap potensi masalah bertujuan untuk menganalisis potensi dan masalah yang berkaitan dalam penelitian ini. Tahap pengumpulan informasi bertujuan mengumpulkan berbagai informasi sebagai bahan untuk persiapan perancangan desain produk media preparat mitosis. Tahap desain produk bertujuan untuk merancang desain awal produk media pembelajaran berupa preparat semi permanen mitosis squash yang dibuat dari ujung akar tanaman bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum) dengan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini dan hematoksilin. Tahap telaah desain produk bertujuan untuk menilai desain produk yang telah dihasilkan yaitu berupa media preparat mitosis squash Allium. Media preparat yang telah dibuat dan dipilih akan ditelaah. Tahapan Desain Produk Sebagai Berikut: Penentuan Waktu Optimum Pembelahan Mitosis Studi pendahuluan penentuan waktu optimum pembelahan mitosis Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum. Pemotongan akar dilakukan setiap 1 jam berturut-turut selama 24 jam dan dibuat preparat semi permanen, diperoleh waktu pembelahan optimum mitosis ujung akar A. sativum, A. cepa dan A. fistulosum yaitu jam WIB, jam WIB dan WIB. Pembuatan Pewarna Alternatif Filtrat Syzygium cumini dan Preparat Mitosis Preparat dibuat dengan menggunakan metode squash. Preparat mitosis dengan pewarna hematoksilin yang dibuat sesuai dengan metode squash Willey dijadikan sebagai pembanding. Pembuatan preparat dengan metode squash Willey mengikuti langkah sebagai berikut: akar yang telah difiksasi lantas dihidrolisis dalam larutan HCl-alkohol 96% selama 1 jam kemudian dibilas dengan alkohol PEMANFAATAN FILTRAT KULIT BUAH Syzygium cumini SEBAGAI PEWARNA ALTERNATIF PREPARAT MITOSIS 4

177 96% sebanyak 4 kali masing-masing 15 menit. Kemudian akar direndam dalam pewarna Hematoksilin Wittman selama 20 menit. Akar yang telah diwarnai kemudian dicuci dengan Glacial Acetic Acid (GAA) (CH3COOH) hingga dampak negatif hematoksilin hilang. Selanjutnya men-squash akar diatas object glass hingga hancur dan sel-sel akar menyebar. Bahan utama pembuatan pewarna alternatif yaitu kulit buah Syzygium cumini yang sudah berwarna merah tua keunguan dan jatuh dari pohon. Kulit buah digerus kemudian ditambahkan GAA 95% sebagai pelarut. Hasil campuran kemudian disaring menggunakan kertas saring setelah itu ditambah dengan iron alum [Fe(NH4) (SO4)2 12 H2O] dengan perbandingan Filtrat: iron alum (3:1), diaduk hingga homogen dan berubah warna menjadi ungu tua. Preparat mitosis yang dibuat dengan pewarna filtrat kulit buah S. cumini dibuat sesuai dengan metode squash mengikuti langkah sebagai berikut: Akar yang telah difiksasi lantas dihidrolisis dalam larutan HCl-alkohol 70% selama 1 jam kemudian dibilas dengan alkohol 70%, alkohol 70% : GAA 95% (3:1), alkohol 70% : GAA 95% (1:1) masing-masing selama 1 jam yang terakhir dibilas dengan GAA 95% : aquades (4:5) selama 5 menit. Kemudian akar direndam dalam pewarna filtrat kulit buah S. cumini selama 12 jam. Akar yang telah diwarnai kemudian dicuci dengan GAA hingga dampak negatif pewarna filtrat kulit buah S. cumini hilang. Selanjutnya men-squash akar diatas object glass hingga hancur dan sel-sel akar menyebar. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah telaah. Metode telaah dilakukan dengan cara menelaah preparat yang dihasilkan. Telaah preparat dilakukan dengan telaah oleh dosen bidang mikroteknik, dosen bidang genetika dan guru biologi SMA. Telaah preparat dilakukan dengan menilai aspek penyerapan warna hematoksilin maupun filtrat kulit buah Syzygium cumini pada protoplasma sel yaitu inti sel (kromosom pada interfase dan mitosis), membran plasma, sitoplasma (organel dan sitosol); paraplasma sel yaitu dinding sel dan bahan inklusi/bahan ergastik; serta kekontrasan kromosom dengan plasma sel maupun bagian sel lain (organela sel). Hasil telaah kelayakan media preparat dianalisis secara deskriptif kualitatif. PEMANFAATAN FILTRAT KULIT BUAH Syzygium cumini SEBAGAI PEWARNA ALTERNATIF PREPARAT MITOSIS 5

178 HASIL DAN PEMBAHASAN A B C Gambar 1. A. Filtrat Syzygium cumini yang berwarna merah, B. Penambahan mordan iron alum, C. Filtrat S. cumini beberapa saat setelah ditambahkan dengan iron alum berwarna ungu tua yang siap digunakan untuk pewarnaan kromosom Pada tahap pembuatan preparat, dibuat preparat mitosis squash Allium menggunakan bahan utama Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum. pewarna hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini (Tabel1). Preparat dengan pewarna hematoksilin digunakan sebagai pembanding dalam melihat hasil dari pewarnaan preparat dengan pewarna filtrat kulit buah S. cumini. Waktu acuan pemotongan akar mengikuti waktu saat ditemukan Indeks Mitosis terbesar pada setiap spesies. Tabel 1. Tabulasi hasil pembuatan media preparat mitosis squash menggunakan pewarna hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini No. Bahan Utama Pewarna Label Unit 1. Allium sativum Hematoksilin 1,2,3 3 Filtrat Syzygium cumini 10,11, Allium cepa Hematoksilin 4,5,6 3 Filtrat Syzygium cumini 13,14, Allium fistulosum Hematoksilin 7,8,9 3 Filtrat Syzygium cumini 16,17,18 3 Total jumlah preparat (unit) 18 Interfase Profase Metafase Anafase Telofase Gambar 2. Foto obyek preparat mitosis squash meristem ujung akar Allium sativum dengan pewarna hematoksilin (A) maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (B) perbesaran 640 X. PEMANFAATAN FILTRAT KULIT BUAH Syzygium cumini SEBAGAI PEWARNA ALTERNATIF PREPARAT MITOSIS 6

179 Gambar 3. Foto kromosom hasil pewarnaan hematoksilin maupun filtrat kulit buah Syzygium cumini menggunakan mikroskop perbesaran 640 X. Beradasarkan hasil telaah penyerapan warna dan gambar (Gambar 2 dan 3) tampak pewarna hematoksilin maupun filtrat kulit buah Syzygium cumini memulas kromosom sel Allium dengan kuat sehingga kromosom tampak terlihat jelas dalam satu lapang pandang. Penggunaan hematoksilin sebagai pewarna membuat kromosom tampak berwarna biru kehitaman sedangkan pewarnaan menggunakan filtrat kulit buah S. cumini membuat kromosom tampak berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Sitoplasma, membran plasma, dinding sel dan bahan inklusi yang tidak terwarnai dalam satu lapang pandang membuat warna kromosom tampak kontras sehingga kromosom sangat mudah untuk diamati. Proses pewarnaan pada hakikatnya adalah proses pembentukan senyawa kompleks melalui ikatan kovalen koordinasi antara logam dengan satu atau lebih ligan pada senyawa pewarna dan jaringan yang sangat berhubungan dengan asam PEMANFAATAN FILTRAT KULIT BUAH Syzygium cumini SEBAGAI PEWARNA ALTERNATIF PREPARAT MITOSIS 7

BAB I PENDAHULUAN. ada didalam sel, pembelahan dan penduplikasian merupakan konsep terpenting

BAB I PENDAHULUAN. ada didalam sel, pembelahan dan penduplikasian merupakan konsep terpenting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap sel berasal dari sel hidup lainnya. Siklus sel merupakan tahapan dimana terjadinya proses pembelahan dan penduplikasian berbagai materi yang ada didalam sel,

Lebih terperinci

PEWARNA ALTERNATIF DAUN JATI MUDA (Tectona grandis) DAN DAUN JAMBU MONYET (Annacardium occidentale L.)

PEWARNA ALTERNATIF DAUN JATI MUDA (Tectona grandis) DAN DAUN JAMBU MONYET (Annacardium occidentale L.) PENGAMATAN INTI SEL UJUNG AKAR Allium cepa MENGGUNAKAN PEWARNA ALTERNATIF DAUN JATI MUDA (Tectona grandis) DAN DAUN JAMBU MONYET (Annacardium occidentale L.) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana 1 Program Studi Pendidikan B iologi. Disusun Oleh: RAHAYU KURNIA DEWI

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana 1 Program Studi Pendidikan B iologi. Disusun Oleh: RAHAYU KURNIA DEWI PENGAMATAN INTI SEL UJUNG AKAR Allium cepa MENGGUNAKAN PEWARNA ALTERNATIF BUAH GENDULA GENDULU (Breynia sp) DAN PERASAN RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica) Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi

BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi STUDI INDEKS MITOSIS BAWANG UNTUK PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN PREPARAT MITOSIS MITOSIS INDEX STUDY OF ONION TO MAKE MITOSIS SLIDE AS LEARNING MEDIA Achmad Zainal Abidin Program Studi S1 Pendidikan Biologi,

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI MITOSIS AKAR BAWANG MERAH MEDIA PEMBELAJARAN

STUDI IDENTIFIKASI MITOSIS AKAR BAWANG MERAH MEDIA PEMBELAJARAN STUDI IDENTIFIKASI MITOSIS AKAR BAWANG MERAH (Allium cepa) MENGGUNAKAN METODE SQUASH SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN Moh. Imam Bahrul Ulum Program Studi Pendidikan Biologi FKIP- Universitas Muhammadiyah Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan preparat dalam pengamatan sel dan jaringan tumbuhan atau

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan preparat dalam pengamatan sel dan jaringan tumbuhan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembuatan preparat dalam pengamatan sel dan jaringan tumbuhan atau hewan sangat membutuhkan pewarnaan. Pewarnaan bertujuan agar dapat mempertajam atau memperjelas berbagai

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN EKSTRAK BUAH Breynia sp DAN. KUNCUP DAUN JATI (Tectona grandis) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI LUGOL PADA KEGIATAN PRAKTIKUM

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN EKSTRAK BUAH Breynia sp DAN. KUNCUP DAUN JATI (Tectona grandis) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI LUGOL PADA KEGIATAN PRAKTIKUM EFEKTIVITAS PENGGUNAAN EKSTRAK BUAH Breynia sp DAN KUNCUP DAUN JATI (Tectona grandis) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI LUGOL PADA KEGIATAN PRAKTIKUM PENGAMATAN MIKROSKOPIS PROTOZOA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

(Studi Pembelajaran Mikrobiologi pada Materi Pemeriksaan Kualitas Air dan Makanan Kelas XI SMK Negeri 3 Madiun Tahun Pelajaran 2013/2014) TESIS

(Studi Pembelajaran Mikrobiologi pada Materi Pemeriksaan Kualitas Air dan Makanan Kelas XI SMK Negeri 3 Madiun Tahun Pelajaran 2013/2014) TESIS KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL), GENERATIF LEARNING (GL) DAN INTEGRASINYA TERHADAP HASIL BELAJAR DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENGANALISIS DAN KREATIVITAS SISWA (Studi Pembelajaran Mikrobiologi

Lebih terperinci

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa)

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) LAPORAN PRAKTIKUM UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Genetika 1 yang dibimbing oleh Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, S.Si,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA BIOLOGI BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA BIOLOGI BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA BIOLOGI BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN VIDEO PEMBELAJARAN PADA POKOK BAHASAN BAHAN KIMIA DALAM KEHIDUPAN UNTUK SMP KELAS VIII SKRIPSI Oleh: RESTU MULYAWATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Biologi tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk dalam rumpun mata pelajaran IPA dan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

Oleh: LISWIJAYA

Oleh: LISWIJAYA PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN KIMIA BERBANTUAN KOMPUTER PADA MATERI REAKSI REDUKSI OKSIDASI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK SMA/MA KELAS X Oleh: LISWIJAYA 10708251040 Tesis

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN ENDED DENGAN PENDEKATAN ACTIVE LEARNING PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI. Oleh

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN ENDED DENGAN PENDEKATAN ACTIVE LEARNING PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI. Oleh PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN ENDED DENGAN PENDEKATAN ACTIVE LEARNING PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE CO-OP CO-OP DISERTAI METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI. Oleh:

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE CO-OP CO-OP DISERTAI METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI. Oleh: PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE CO-OP CO-OP DISERTAI METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Skripsi. Oleh: Gilang Ramadhan K

Skripsi. Oleh: Gilang Ramadhan K PEMBELAJARAN FISIKA GASING MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI DAN DISKUSI PADA MATA PELAJARAN FISIKA SMA KELAS X MATERI GERAK LURUS DITINJAU DARI MINAT SISWA Skripsi Oleh: Gilang Ramadhan K 2310046 FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA MODUL

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA MODUL PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA MODUL KONTEKSTUAL INTERAKTIF BERBASIS WEBSITE OFFLINE DENGAN PENGGUNAAN PROGRAM EXE LEARNING V-1.04.0 UNTUK SMA KELAS XI POKOK MATERI FLUIDA Skripsi Oleh : Utik Rahayu

Lebih terperinci

MODUL IV REPRODUKSI SEL

MODUL IV REPRODUKSI SEL 24 MODUL IV REPRODUKSI SEL TUJUAN mitosis. Memahami terjadinya proses dan fase-fase pembelahan sel, terutama secara TEORI Terdapat dua tipe sel yaitu prokariota dan eukariota.sel prokariota umumnya berukuran

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR INTERAKTIF BERBASIS IT POKOK BAHASAN GETARAN DAN GELOMBANG PADA PEMBELAJARAN IPA DI SMP SKRIPSI

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR INTERAKTIF BERBASIS IT POKOK BAHASAN GETARAN DAN GELOMBANG PADA PEMBELAJARAN IPA DI SMP SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR INTERAKTIF BERBASIS IT POKOK BAHASAN GETARAN DAN GELOMBANG PADA PEMBELAJARAN IPA DI SMP SKRIPSI Oleh: Sri Kurniawati NIM 090210102048 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN IPA TERPADU BERBASIS KOMPUTER UNTUK SISWA SMP KELAS VII DENGAN TEMA HUJAN ASAM SKRIPSI

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN IPA TERPADU BERBASIS KOMPUTER UNTUK SISWA SMP KELAS VII DENGAN TEMA HUJAN ASAM SKRIPSI PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN IPA TERPADU BERBASIS KOMPUTER UNTUK SISWA SMP KELAS VII DENGAN TEMA HUJAN ASAM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matermatika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

UMMU MUSLIHAH K

UMMU MUSLIHAH K PENGGUNAAN MODUL FISIKA BERBASIS SCIENTIFIC APPROACH MATERI ELASTISITAS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X MIA 6 SMA MTA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015

Lebih terperinci

berperan dalam menunjang keberhasilan proses belajar mengajar (Arbian, 2006 :1). Di dalam kegiatan praktikum sarana dan prasarana penunjang menjadi

berperan dalam menunjang keberhasilan proses belajar mengajar (Arbian, 2006 :1). Di dalam kegiatan praktikum sarana dan prasarana penunjang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biologi merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam yang mempelajari seluk beluk makhluk hidup (Rifai, 2004:60). Dalam pembelajaran biologi perlu diterapkan

Lebih terperinci

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK ASAM BASA KELAS XI MIA SMAN 2 MAGETAN IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Abd. Latif NIM

SKRIPSI. Oleh Abd. Latif NIM PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR FISIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASISS AUTHENTIC ASSESSMENT PADA SISWA KELAS VII G SMP NEGERI 1 JENGGAWAH SKRIPSI Oleh Abd. Latif

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODUL MULTIMEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI TERBIMBING MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI SMA/MA TESIS

PENGEMBANGAN MODUL MULTIMEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI TERBIMBING MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI SMA/MA TESIS PENGEMBANGAN MODUL MULTIMEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI TERBIMBING MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI SMA/MA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: WAHYU DWIANA SAFITRI X

SKRIPSI. Oleh: WAHYU DWIANA SAFITRI X PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN AUDIO VISUAL PADA SISWA LAMBAN BELAJAR KELAS IV SD PURBA ADHI SUTA PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

EKSPERIMEN MODEL BLENDED LEARNING DAN JOYFULL LEARNING SUB TEMA EKOSISTEM AIR TAWAR DITINJAU DARI AKTIVITAS SISWA KELAS VII SMPN 9 SURAKARTA

EKSPERIMEN MODEL BLENDED LEARNING DAN JOYFULL LEARNING SUB TEMA EKOSISTEM AIR TAWAR DITINJAU DARI AKTIVITAS SISWA KELAS VII SMPN 9 SURAKARTA EKSPERIMEN MODEL BLENDED LEARNING DAN JOYFULL LEARNING SUB TEMA EKOSISTEM AIR TAWAR DITINJAU DARI AKTIVITAS SISWA KELAS VII SMPN 9 SURAKARTA Skripsi Oleh : Anantyas Kusuma D K2311006 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERNYATAAN.. KATA PENGANTAR. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI PERNYATAAN.. KATA PENGANTAR. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI PERNYATAAN.. ABSTRAK KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vii viii x BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang.. 1 B. Rumusan Masalah. 5 C. Batasan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOGNITIF SISWA KELAS X SMAN 1 NGEMPLAK DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOGNITIF SISWA KELAS X SMAN 1 NGEMPLAK DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOGNITIF SISWA KELAS X SMAN 1 NGEMPLAK DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI SUHU DAN KALOR SKRIPSI OLEH : FRISKA AMBARWATI K2311029 FAKULTAS

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DISERTAI HANDOUT

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DISERTAI HANDOUT PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DISERTAI HANDOUT UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI, KEAKTIFAN, DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN

Lebih terperinci

PENERAPAN MEDIA PICTORIAL RIDDLE

PENERAPAN MEDIA PICTORIAL RIDDLE PENERAPAN MEDIA PICTORIAL RIDDLE PADA PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMA NEGERI 1 PONOROGO KELAS X-8 PADA MATERI OPTIKA TAHUN

Lebih terperinci

METODE PRAKTIKUM DI DALAM PEMBELAJARAN PENGANTAR FISIKA SMA : STUDI KONSEP BESARAN DAN SATUAN TAHUN AJARAN SKRIPSI

METODE PRAKTIKUM DI DALAM PEMBELAJARAN PENGANTAR FISIKA SMA : STUDI KONSEP BESARAN DAN SATUAN TAHUN AJARAN SKRIPSI METODE PRAKTIKUM DI DALAM PEMBELAJARAN PENGANTAR FISIKA SMA : STUDI KONSEP BESARAN DAN SATUAN TAHUN AJARAN 2012-2013 SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan mulai dari SMP (Sekolah Menengah Pertama) hingga SMA

1 BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan mulai dari SMP (Sekolah Menengah Pertama) hingga SMA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dewasa ini telah membelajarkan mitosis/meiosis diberbagai jenjang pendidikan mulai dari SMP (Sekolah Menengah Pertama) hingga SMA (Sekolah Menengah

Lebih terperinci

Skripsi. Oleh : Nur Oktavia K

Skripsi. Oleh : Nur Oktavia K UPAYA PENINGKATAN KERJASAMA SISWA KELAS X SMA ISLAM 1 SURAKARTA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE Skripsi Oleh : Nur Oktavia K2312052 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Ilmu Pendidikan Biologi. Oleh: MELLA PRATIWI NIM.

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Ilmu Pendidikan Biologi. Oleh: MELLA PRATIWI NIM. PENGARUH KEAKTIFAN SISWA PESERTA EKSTRAKURIKULER PALANG MERAH REMAJA (PMR) TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI KELAS XI IPA DI SMA N 1 KALIWUNGU TAHUN AJARAN 2015/2016 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata media pengajaran digantikan oleh istilah seperti alat pandang-dengar, bahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata media pengajaran digantikan oleh istilah seperti alat pandang-dengar, bahan BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini dibahas : (a) media pendidikan, dan (b) minat belajar. Adapun penjelasannya sebagai berikut : A. Media Pendidikan Menurut Arsyad (2003), dalam kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEPSI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO-VISUAL

PENGARUH PERSEPSI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO-VISUAL PENGARUH PERSEPSI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO-VISUAL DAN METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP PRESTASI BELAJAR SEJARAH SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI GONDANGREJO TAHUN AJARAN 2012/2013 SKRIPSI OLEH : AMY TRISNA RAHMAWATI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN REAKSI REDOKS DAN ELEKTROKIMIA UNTUK PESERTA DIDIK SMA/MA KELAS XII IPA SKRIPSI

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN REAKSI REDOKS DAN ELEKTROKIMIA UNTUK PESERTA DIDIK SMA/MA KELAS XII IPA SKRIPSI PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN REAKSI REDOKS DAN ELEKTROKIMIA UNTUK PESERTA DIDIK SMA/MA KELAS XII IPA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXPERIENTAL LEARNING BERBASIS PENGEMBANGAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPA FISIKA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 2 BALUNG

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXPERIENTAL LEARNING BERBASIS PENGEMBANGAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPA FISIKA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 2 BALUNG PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXPERIENTAL LEARNING BERBASIS PENGEMBANGAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPA FISIKA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 2 BALUNG SKRIPSI Oleh : Rully Agustina NIM. 070210192039 PROGRAM

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN BIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2012 TATA TERTIB PRAKTIKUM BIOLOGI 1. Saat praktikum berlangsung

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PBL MELALUI METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA SUHU DAN KALOR KELAS X-5 SMAN GONDANGREJO

PENERAPAN MODEL PBL MELALUI METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA SUHU DAN KALOR KELAS X-5 SMAN GONDANGREJO PENERAPAN MODEL PBL MELALUI METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA SUHU DAN KALOR KELAS X-5 SMAN GONDANGREJO SKRIPSI Oleh : NIKEN TRI WIDAYATI K 2312049 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br S 4411412016 Kelompok

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: Rian Ari Utomo K

SKRIPSI. Oleh: Rian Ari Utomo K Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Menggunakan Prezi Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Kognitif Siswa Kelas X 3 SMA Negeri 1 Cawas Klaten Tahun Pelajaran 2014/2015 SKRIPSI Oleh: Rian Ari

Lebih terperinci

Oleh: NURUL NA MATUL MUFIDA A

Oleh: NURUL NA MATUL MUFIDA A EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) DAN DIRECT INSTRUCTION (DI) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI TINGKAT MOTIVASI SISWA KELAS VIII SMP

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: Amy Mukaromatun L K

SKRIPSI. Oleh: Amy Mukaromatun L K PENERAPAN MODEL KREATIF-PRODUKTIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MATERI SUHU, KALOR DAN PERPINDAHAN KALOR UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA KELAS X MIA 2 SMA NEGERI 2 SURAKARTA TAHUN 2015/2016 SKRIPSI Oleh:

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: July Trianita Widya Rahayu K

SKRIPSI. Oleh: July Trianita Widya Rahayu K EKSPERIMEN BLENDED LEARNING TIPE KELAS MURNI DAN APLIKASI PRAKTIS SUB TEMA BIOMASSA ENERGI TERBARUKAN DITINJAU DARI MINAT SISWA KELAS VIII SMP N 7 SURAKARTA SKRIPSI Oleh: July Trianita Widya Rahayu K2311039

Lebih terperinci

REMEDIASI DENGAN METODE PEER TUTORING

REMEDIASI DENGAN METODE PEER TUTORING REMEDIASI DENGAN METODE PEER TUTORING BERBANTUAN MIND MAPPING UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR SISWA PADA ASPEK KOGNITIF MATERI SUHU DAN KALOR KELAS X SMA NEGERI 3 SURAKARTA SKRIPSI Oleh: Maida Khoirina

Lebih terperinci

Oleh. Yuliana Sandra Dewi NIM

Oleh. Yuliana Sandra Dewi NIM MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) DISERTAI METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X-E MAN 1 JEMBER TAHUN AJARAN 2012/2013

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LABORATORIUM VIRTUAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI

PEMANFAATAN LABORATORIUM VIRTUAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI PEMANFAATAN LABORATORIUM VIRTUAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI Oleh MEINDIAR DWIRUKMANTO NIM 070210102085 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG Disusun oleh: Kelompok 1: Bayu Purnomo (1110016100031) Ditya Ambarwati (1110016100024) Ria Rista Agustina (1110016100003) Ayu Nofitasari

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI DENGAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI DENGAN MEDIA ANIMASI POWTOON UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN SISWA KELAS XI AK 2 SMK NEGERI I SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING TOGETHER

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING TOGETHER PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING TOGETHER (LT) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATERI POKOK LEMBAGA SOSIAL KELAS XII IPS 2 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

Lebih terperinci

Skripsi Oleh : Ahmad Hidayat Fauzi K

Skripsi Oleh : Ahmad Hidayat Fauzi K PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KOGNITIF FISIKA SISWA KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 3 BOYOLALI TAHUN AJARAN 2015/2016 Skripsi Oleh : Ahmad Hidayat Fauzi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh. Jenny Oka Puspitasari NIM

SKRIPSI. Oleh. Jenny Oka Puspitasari NIM UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR DENGAN STRATEGI CONCEPT MAPPING DISERTAI METODE PEMBERIAN TUGAS ATAU RESITASI PADA SISWA KELAS VIIG SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2012/2013 SMPN 4 JEMBER

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR (MP PKB) DISERTAI METODE EKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR (MP PKB) DISERTAI METODE EKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR (MP PKB) DISERTAI METODE EKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI Oleh Shaufan Habibi NIM 080210102031 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Siti Fatimah NIM

SKRIPSI. Oleh Siti Fatimah NIM PENGGUNAAN MEDIA KOMIK DISERTAI PERTANYAAN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP (STUDI HASIL BELAJAR FISIKA SISWA PADA MATERI POKOK KALOR KELAS VII SMP NEGERI 5 TANGGUL SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2010/2011)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pewarna merupakan senyawa organik yang digunakan untuk memberi warna pada suatu objek. Pewarna dapat dibedakan menjadi 2 yaitu pewarna alami dan buatan. Menurut Gresbi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TANAMAN BUNGA DI PASAR BUNGA DONGKELAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUK PENYUSUNAN MODUL MATERI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI SMA

IDENTIFIKASI TANAMAN BUNGA DI PASAR BUNGA DONGKELAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUK PENYUSUNAN MODUL MATERI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI SMA IDENTIFIKASI TANAMAN BUNGA DI PASAR BUNGA DONGKELAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUK PENYUSUNAN MODUL MATERI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI SMA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) DISERTAI METODE EKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN FISIKA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 2 BANGOREJO, BANYUWANGI (Tahun Ajaran 2012-2013)

Lebih terperinci

ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK KELAS XI IPA MAN 1 PATI MELALUI PENDEKATAN POGIL

ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK KELAS XI IPA MAN 1 PATI MELALUI PENDEKATAN POGIL ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK KELAS XI IPA MAN 1 PATI MELALUI PENDEKATAN POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning) PADA MATERI ASAM BASA DAN LARUTAN PENYANGGA SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TRANSFORMATIF

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TRANSFORMATIF PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TRANSFORMATIF MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA MATERI GERAK HARMONIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI SMA N 1 BOYOLALI Skripsi

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PENGENALAN LAMBANG BILANGAN MELALUI FINGER PAINTING PADA ANAK KELOMPOK A TKIT NUR HIDAYAH SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/ 2015

UPAYA PENINGKATAN PENGENALAN LAMBANG BILANGAN MELALUI FINGER PAINTING PADA ANAK KELOMPOK A TKIT NUR HIDAYAH SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/ 2015 UPAYA PENINGKATAN PENGENALAN LAMBANG BILANGAN MELALUI FINGER PAINTING PADA ANAK KELOMPOK A TKIT NUR HIDAYAH SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/ 2015 SKRIPSI Oleh: NURIDA YUSRIANI K8111057 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Skripsi. Oleh : Rendy Nichoyosep Rusade K

Skripsi. Oleh : Rendy Nichoyosep Rusade K IMPLEMENTASI MEDIA PEMBELAJARAN BERUPA ALAT PERAGA MURAH BERBASIS TEKNOLOGI SEDERHANA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA Skripsi Oleh : Rendy Nichoyosep

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Hamdani (2011:218) mengemukakan beberapa pengertian tentang bahan ajar, yaitu sebagai berikut: a. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODUL ELEKTRONIK FISIKA SEBAGAI MEDIA INSTRUKSIONAL POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI.

PENGEMBANGAN MODUL ELEKTRONIK FISIKA SEBAGAI MEDIA INSTRUKSIONAL POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI. PENGEMBANGAN MODUL ELEKTRONIK FISIKA SEBAGAI MEDIA INSTRUKSIONAL POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI Oleh: Rizky Prima Elisa Galuh Salsabila NIM 080210102030 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER DISERTAI TEKNIK CONCEPT MAPPING (PETA KONSEP) PADA SISWA KELAS VIIC SMP NEGERI 2 WULUHAN JEMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui proses kerja praktikum di laboratorium untuk menghasilkan sikap

I. PENDAHULUAN. melalui proses kerja praktikum di laboratorium untuk menghasilkan sikap 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan praktikum di laboratorium merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya mata pelajaran kimia. Kimia

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA POKOK MATERI DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN MELALUI STRATEGI PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA SISWA KELAS XI TKJ 1 SMK NEGERI 1 BANYUDONO BOYOLALI TAHUN AJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X MIA 5 SMA BATIK 1 SURAKARTA PADA MATERI EKOSISTEM MELALUI PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X MIA 5 SMA BATIK 1 SURAKARTA PADA MATERI EKOSISTEM MELALUI PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X MIA 5 SMA BATIK 1 SURAKARTA PADA MATERI EKOSISTEM MELALUI PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING SKRIPSI OLEH : ANISA ZAHRA HERMAYANI K4311010 FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MEDIA SMART WITH CHEMISTRY (SwC) BERBASIS WEB SEBAGAI SUMBER BELAJAR MANDIRI SISWA SMA/MA KELAS XI SKRIPSI

PENGEMBANGAN MEDIA SMART WITH CHEMISTRY (SwC) BERBASIS WEB SEBAGAI SUMBER BELAJAR MANDIRI SISWA SMA/MA KELAS XI SKRIPSI PENGEMBANGAN MEDIA SMART WITH CHEMISTRY (SwC) BERBASIS WEB SEBAGAI SUMBER BELAJAR MANDIRI SISWA SMA/MA KELAS XI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : RIYANDA OKTA DEWI HARIYADI

SKRIPSI. Oleh : RIYANDA OKTA DEWI HARIYADI PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA POKOK BAHASAN PERUBAHAN WUJUD BENDA MELALUI METODE EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS IV SDN LEMBENGAN 01 JEMBER TAHUN AJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : RIYANDA OKTA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MENGGUNAKAN ADOBE FLASH CS3 PADA MATA PELAJARAN IPS MATERI KEADAAN ALAM DI INDONESIA KELAS VII

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MENGGUNAKAN ADOBE FLASH CS3 PADA MATA PELAJARAN IPS MATERI KEADAAN ALAM DI INDONESIA KELAS VII PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MENGGUNAKAN ADOBE FLASH CS3 PADA MATA PELAJARAN IPS MATERI KEADAAN ALAM DI INDONESIA KELAS VII Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada

Lebih terperinci

PENERAPAN PROJECT BASED LEARNING

PENERAPAN PROJECT BASED LEARNING PENERAPAN PROJECT BASED LEARNING (PjBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PSIKOMOTOR DAN KOGNITIF FISIKA SISWA PADA MATERI FLUIDA DINAMIK KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 1 PRACIMANTORO Skripsi Oleh: Dwi Waryanti

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN TTW (THINK, TALK, WRITE) PADA MATERI OPTIK UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA KELAS XI MB SMK NEGERI 2 KARANGANYAR Skripsi Oleh: Uly Azmi

Lebih terperinci

SKRIPSI. ANALISIS KROMOSOM PADA ANGGREK ALAM JAWA TIMUR (Paphiopedilum glaucophyllum, Coelogyne speciosa dan Dendrobium crumenatum)

SKRIPSI. ANALISIS KROMOSOM PADA ANGGREK ALAM JAWA TIMUR (Paphiopedilum glaucophyllum, Coelogyne speciosa dan Dendrobium crumenatum) SKRIPSI ANALISIS KROMOSOM PADA ANGGREK ALAM JAWA TIMUR (Paphiopedilum glaucophyllum, Coelogyne speciosa dan Dendrobium crumenatum) Oleh : INDAH DEWI M.J H 0709056 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN FISIKA DENG

PEMBELAJARAN FISIKA DENG PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL CTL MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI ILMIAH SISWA PADA MATERI FLUIDA KELAS XI SMA NEGERI KEBAKKRAMAT Skripsi Oleh : Emilia Nur

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh. Doni Bastiantoro NIM

SKRIPSI. Oleh. Doni Bastiantoro NIM PENGGUNAAN MEDIA CD INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi Kasus Pada Siswa Kelas X.5 SMA Negeri 1 Pakusari Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012 Pada Mata Pelajaran Ekonomi

Lebih terperinci

BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi

BioEdu Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi Vol. No.3 PENGEMBANGAN LKS MATERI ALGA DENGAN MEMANFAATKAN MEDIA PREPARAT WHOLE MOUNT MIKROALGA THE DEVELOPMENT OF STUDENT WORKSHEETS USING SLIDES MEDIA OF MICROALGAE WHOLE MOUNT Errien Ravikah Devi Program

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: Wardah Rahmawati

SKRIPSI. Oleh: Wardah Rahmawati PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SPICS (STUDENT CENTERED, PROBLEM BASED, INTEREST, CONFIDENT AND SATISFACTION) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA (KELAS X D SMA NEGERI 2 TANGGUL JEMBER) SKRIPSI

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING BERORIENTASI MULTIREPRESENTASI PADA PEMBELAJARAN FISIKA KELAS X SEMESTER GENAP DI SMA BONDOWOSO

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING BERORIENTASI MULTIREPRESENTASI PADA PEMBELAJARAN FISIKA KELAS X SEMESTER GENAP DI SMA BONDOWOSO PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING BERORIENTASI MULTIREPRESENTASI PADA PEMBELAJARAN FISIKA KELAS X SEMESTER GENAP DI SMA BONDOWOSO SKRIPSI Oleh: Rifa Aghina Arif NIM 080210192009 PROGRAM

Lebih terperinci

MODEL QUANTUM LEARNING DENGAN METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI KELAS VIII SMPN 7 JEMBER

MODEL QUANTUM LEARNING DENGAN METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI KELAS VIII SMPN 7 JEMBER MODEL QUANTUM LEARNING DENGAN METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI KELAS VIII SMPN 7 JEMBER SKRIPSI Oleh : Yova Agustian Prahara Ema Putra ( 080210102037 ) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE EXPLICIT INTSRUCTION DENGAN VIDEO PEMBELAJARAN PADA MATA PELAJARAN PKK SISWA KELAS XI TKK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE EXPLICIT INTSRUCTION DENGAN VIDEO PEMBELAJARAN PADA MATA PELAJARAN PKK SISWA KELAS XI TKK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE EXPLICIT INTSRUCTION DENGAN VIDEO PEMBELAJARAN PADA MATA PELAJARAN PKK SISWA KELAS XI TKK SMK N 5 SURAKARTA 2014/2015 SKRIPSI Oleh: ERLITHA OKTAVIE K1511012

Lebih terperinci

Skripsi. Oleh : Dita Ajeng Hikmaningsih K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA September 2015

Skripsi. Oleh : Dita Ajeng Hikmaningsih K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA September 2015 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF TINGKAT TINGGI PADA MATERI SUHU DAN KALOR MENGGUNAKAN PROJECT BASED LEARNING DI KELAS X MIA SMA NEGERI 2 SURAKARTA Skripsi Oleh : Dita Ajeng Hikmaningsih K2311020

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN APTITUDE TREATMENT INTERACTION

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN APTITUDE TREATMENT INTERACTION PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN APTITUDE TREATMENT INTERACTION (ATI) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN FAKTORISASI SUKU ALJABAR KELAS VIII A SEMESTER GASAL SMP NEGERI 2 GLENMORE

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA UNTUK SMA/MA KELAS XI IPA SEMESTER 1 SKRIPSI

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA UNTUK SMA/MA KELAS XI IPA SEMESTER 1 SKRIPSI PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA UNTUK SMA/MA KELAS XI IPA SEMESTER 1 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh. Naelal Ngiza NIM

SKRIPSI. Oleh. Naelal Ngiza NIM PENINGKATAN SIKAP ILMIAH DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR FISIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN ACCELERATED LEARNING MELALUI METODE EKSPERIMEN DI KELAS VII E SMP NEGERI 3 SILO TAHUN AJARAN 2012/2013 SKRIPSI Oleh Naelal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu dilihat dari beberapa bentuk dan karakteristik jenis tanamanya.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu dilihat dari beberapa bentuk dan karakteristik jenis tanamanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mawar adalah salah satu tanaman bunga yang memiliki ciri khusus yaitu dilihat dari beberapa bentuk dan karakteristik jenis tanamanya. Tanaman bunga Mawar merupakan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN JIGSAW DAN STAD TERHADAP TINGKAT AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN JIGSAW DAN STAD TERHADAP TINGKAT AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN JIGSAW DAN STAD TERHADAP TINGKAT AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK (Studi Quasi Eksperimen KD Sebaran Flora Dan Fauna Kelas XI IPS SMA N 1 Karanganyar Tahun Ajaran

Lebih terperinci

(Pembelajaran Biologi Materi Sistem Pernapasan Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tawangsari Tahun Pelajaran 2012/2013) TESIS

(Pembelajaran Biologi Materi Sistem Pernapasan Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tawangsari Tahun Pelajaran 2012/2013) TESIS PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DISERTAI TEKNIK FISHBONE DIAGRAM DAN CONCEPT MAPPING DITINJAU DARI KREATIVITAS DAN GAYA BELAJAR SISWA (Pembelajaran Biologi Materi Sistem Pernapasan

Lebih terperinci

Oleh. Devi Anggraeni NIM

Oleh. Devi Anggraeni NIM PENGGUNAAN MODEL INKUIRI TERBIMBING DISERTAI MEDIA PEMBELAJARAN BERBANTUAN MACROMEDIA FLASH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X 4 SMA NEGERI 2 PROBOLINGGO SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian tentang sensor molekular (chemosensor) untuk anion telah berkembang pesat dan mendapat perhatian besar para peneliti untuk mendeteksi anion tertentu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah media cetak (diktat, modul, hand out, buku teks, majalah, surat kabar, dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah media cetak (diktat, modul, hand out, buku teks, majalah, surat kabar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran perlu diciptakan kondisi belajar yang menyenangkan agar proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Proses pembelajaran selama ini

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan dalam Ilmu Kimia. Oleh: NADIPAH NIM:

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan dalam Ilmu Kimia. Oleh: NADIPAH NIM: ANALISIS KEMAMPUAN MEMBERIKAN PENJELASAN LEBIH LANJUT PESERTA DIDIK KELAS XI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI HIDROLISIS DI MA AL ASROR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA INTERAKTIF DALAM PEMBELAJARAN IPA TERHADAP MINAT BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA TENTANG STRUKTUR BUMI DI KELAS V SEKOLAH DASAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan dalam Ilmu Pendidikan Matematika

SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan dalam Ilmu Pendidikan Matematika STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN CONTEXTUAL LEARNING DENGAN QUANTUM LEARNING BERBASIS MEDIA LINGKUNGAN DALAM MATERI GARIS SINGGUNG LINGKARAN KELAS VIII DI SMP NEGERI 16 SEMARANG

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DI SEKOLAH PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DI SEKOLAH Makalah ini disampaikan dihadapan peserta pelatihan Media Pembelajaran kerjasama antara Dinkes DIY dengan FIP UNY O L E H Drs. Mulyo Prabowo, M.Pd NIP. 131656350

Lebih terperinci

Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan sebagai berikut, yaitu siswa mampu:

Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan sebagai berikut, yaitu siswa mampu: No. Dokumen : F/751/WKS1/P/6 No. Revisi : 1 Tanggal Berlaku : 1 Juli 2016 KOMPETENSI INTI DAN KOMPTENSI DASAR KIMIA SMA/MA KELAS: XI Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN POE (PREDICTION, OBSERVATION, EXPLANATION) BERBASIS KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN POE (PREDICTION, OBSERVATION, EXPLANATION) BERBASIS KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN POE (PREDICTION, OBSERVATION, EXPLANATION) BERBASIS KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI Oleh Gilang Ajeng Pratiwi NIM 080210102019 PROGRAM

Lebih terperinci

: MELATI FITRIANI K

: MELATI FITRIANI K PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MELALUI PENERAPAN MODEL GUIDED INQUIRY LABORATORY PADA PESERTA DIDIK KELAS X MIA 1 SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Oleh : MELATI FITRIANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan

Lebih terperinci