BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2.1 Rumusan Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2.1 Rumusan Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan keilmuan geologi berkembang semakin pesat seiring dengan berkembangnya zaman dan peradaban manusia. Hal ini ditunjang dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dalam bidang geologi misalnya penggunaan software, peralatan digital portable, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam cabang ilmu Petrologi yang membahas mengenai proses terbentukknya batuan. Penggunaan teknologi dirasa seperti dua sisi mata uang, dapat membantu atau bahkan menurunkan kepekaan kita sebagai geologiawan. Batuan tersusun atas berbagai mineral pembentuk yang perlu untuk diketahui sifat, karakteristik, dan kenampakan khusus baik secara megaskopis maupun mikroskopis agar kita mampu menentukan jenis batuan dan pemanfaatannya. Penentuan mineralogy pembentuk batuan secara manual baik pengamatan hand specimen maupun mikroskopis dirasa perlu dilakukan agar kita mengetahui karakteristik dari masing-masing mineral secara utuh. Apabila kita terlena menggunakan teknologi tanpa kita mengetahui sifat-sifat khas dari mineral tersebut, maka akan sangat fatal sebagai seorang geologiawan melakukan hal tersebut. Oleh karena itu penulis membuat makalah ini untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari mineral pembentuk batuan terutama Muskovit. 2.1 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, muncul persoalan yaitu, 1. Apakah karakteristik mineral Muskovit baik secara makroskopis maupun mikroskopis? 2. Bagaimanakah proses genesa mineral Muskovit? 3. Bagaimanakah pemanfaatan mineral Muskovit dalam kehidupan manusia? 1

2 3.1 Ruang Lingkup Kajian Kajian yang akan dibahas untuk menjawab rumusan masalah pada makalah ini melingkupi penjelasan mengenai pengamatan muskovit secara mikroskopis maupun makroskopis untuk menentukan karakteristik dan sifat mineral Muskovit sebagai mineral pembentuk batuan. 4.1 Tujuan Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini antara lain : 1. Mengetahui karakteristik mineral Muskovit secara makroskopis maupun mikroskopis 2. Mengetahui proses genesa mineral Muskovit 3. Mengetahui pemanfaatan mineral Muskovit dalam kehidupan manusia. 5.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menyusun makalah ini adalah metode studi literatur dan penelitian. Metode studi literatur, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber tertulis yang diperoleh dari internet, jurnal geologi, dan buku-buku geologi yang saling menunjang satu sama lainnya. Sedangkan metode penelitian, yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui pengamatan di laboratorium untuk mengamati mineral secara makroskopis (hand specimen) dan mikroskopis dengan menggunakan mikroskop polarisasi. Sehingga penulisan makalah ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan empiris dan rasional. 6.1 Sistematika Penulisan Penulisan makalah ini terbagi menjadi empat bab dengan pembahasan seperti berikut : BAB I Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup kajian, tujuan, metode pengumpulan data, dan sistematika pembahasan. BAB II Bab ini memaparkan dasar teori mengenai genesa mineral, identifikasi minera secara makroskopis dan identifikasi mineral secara mikroskopis. BAB III Bab ini menjelaskan pengamatan makroskopis muskovit, pengamatan mikroskopis muskovit, keterdapatan muskovit, paragenesa muskovit pada batuan beku, dan pemanfaatan muskovit 2

3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Genesa Mineral Secara umum genesa mineral atau tempat pembentukan mineral menentukan karakteristik dari suatu mineral yaitu bentuk, sifat, dan kimia dari kristal mineral itu sendiri. Secara umum terdapat tiga macam lingkungan genesa mineral yaitu lingkungan magmatik, lingkungan sedimen dan lingkungan metamorfik. A. Lingkungan Magmatik Lingkungan magmatik adalah lingkungan tempat mineral terbentuk yang berhubungan dengan aktivitas magma yang memiliki suhu dan teknan cukup tinggi. Batuan hasil pembekuan magma disebut dengan batuan beku yang menempati hampir 95% dari kerak bumi namun sering tak terlihat karena tertutup oleh batuan sedimen dan metamorf. B. Lingkungan Sedimen Proses-proses sedimentasi mampu menghasilkan endapan-endapan mineral seperti mangan, besi, tembaga, batubara, karbonat, tanah lempung, belerang. Selain itu proses sedimentasi mampu mengendapkan mineral yang terjadi akibat penguapan (evaporasi). Proses ini terjadi secara maksimum pada daerah yang beriklim panas dan kering. Contoh dari mineral pada daerah evaporasi adalah halit yang berasal dari penguapan air laut. Sedangkan penguapan daerah lagun atau rawa-rawa meenghasilkan mineral anhidrit atau gypsum. C. Lingkungan Metamorfik Lingkungan metamorf mampu mengubah batuan yang telah ada sebelumnya yang memiliki lingkungan pembentukan awal sama sekali berbeda. Mineral-mineral meiliki batas-batas kestabilan baik itu secara struktur, tekstur, dan komposisi. Apabila mineral-mineral dalam batuan tersebut berada pada daerah dengan tekanan dan temperatut yang lebih tinggi daripada permukaan, batas kestabilan mineral dapat terlampaui, terjadilah penyesuaian mekanis dan kimiawi dan terjadilah pembentukan mineral-mineral baru yang stabil.

4 2.2 Identifikasi Mineral Secara Makroskopis Setiap mineral memiliki sifat-sifat fisik yang dapat digunakan untuk menentukan jenis mineral. Sifat-sifat fisik yang umum diamati antara lain adalah warna, transparansi, kilap, gores, perawakan, kekerasan, belahan, densitas, sifat kemagnetan dan hantara listrik. 1. Transparansi, adalah kemampuan suatu sinar untuk dapat melalui atau menembus kristal. Transparansi terbagi menjadi tiga yaitu transparan, translucent, dan opak Gambar 2.1 Transparansi pada mineral ( Pellant, 1922) 2. Warna,adalah kenampakan yang disebabkan karena adanya absorbs atau refraksi sinar pada panjang gelombang tertentu. Keberagaman warna pada suatu mineral juga bergantung dari adanya komponen atau atom asing pada mineral tersebut. 3. Kilap, adalah kenampakan umum pada permukaan mineral pada sinar pantul. Kilap tebagi menjadi kilap logam dan kilap non logam. Pada umumnya mineral berkilap nonlogam berwarna lebih terang, tembus, cahaya (pada sayatan tipis). Sedangkan mineral berkilap logam biasanya menunjukan kenampakan opak, bahkan pada sayatan tipis. Gambar 2.1 Kilap pada mineral ( Pellant, 1922)

5 4. Gores, adalah warna dari serbuk mineral ketika digores denga menggunakan permukaan porselen. Gores dari suatu mineral relative lebih konsisten disbanding dengan warnanya. Gambar 2.1 Gores pada mineral ( Pellant, 1922) 5. Perawakan (habbit), adalah penggambaran bentuk kristal (prismatik, granular, tabular, dll). Selain itu perawakan kristal berkaitan dengan kristal tunggal atau kumpulan kristal. Gambar 2.1 Sistem Kristal pada mineral ( Pellant, 1922) Gambar 2.1 Perawakan pada mineral ( Pellant, 1922)

6 6. Kekerasan, adalah ketahanan permukaan kristal terhadap goresan atau kikisan. Kekerasan suatu mineral berkaitan dengan komposisi kimia dari mineral tersebut. Kekerasan suatu mineral dinyatakan secara relative dengan skala Mohs (1-10). Gambar 2.1 Skala Kekerasan Mohs pada mineral ( Pellant, 1922) 7. Belahan, adalah kemampuan suatu mineral untuk membelah melalui bidang datar. Belahan terletak pada bagian mineral dengan struktur ikatan atom penyusun yang terlemah Bidang belah biasanya dinyatakan dengan sempurna, tidak sempurna, halus, distinct, ataupun tidak sempurna. 8. Pecahan, beberapa mineral akan membelah selain pada bidang belahnya. Kenampakan ini dikenal dengan pecahan. Contoh dari pecahan adalah choncoidal dan blocky. 9. Specific Gravity, ditentukan dari komposisi mineral. Specific gravity diukur dengan membandingkan masa dari mineral dengan keseluruhan volume dari air. Gambar 2.1 Contoh Specific Gravity pada mineral ( Pellant, 1922)

7 2.2 Identifikasi Mineral Secara Mikroskopis Pengamatan secara makroskopis kadang memerlukan identifikasi lebih lanjut untuk mengetahui sifat-sifat optis dari suatu mineral dalam sayatan tipis. Pengamatan mineral dalam sayatan tipis dilakukan melalui dua pengamatan yaitu secara ortosopi dan konoskopi. Pengamatan ortoskopi adalah pengamatan seolah-olah kita mengamati mineral pada bidang datar sedangkan pengamatan konoskopi adalah pengamatan seolah-olah kita mengamati bagian dalam dari mineral. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai pengamatan sayatan tipis secara ortoskopi. Gambar 2.10 Pengamatan Ortoskopik dan Konoskopik tipis ( Modul Praktikum Mineral Optik dan Petrografi ITB, 2014) Pengamatan ortoskipik nikol sejajar A. Bentuk dan Belahan Mineral Bentuk mineral dalam sayatan tipis adalah tergantung dari sumbu manakah kita menyayatnya. Bentuk-bentuk mineral antara lain adalah prismatik panjang, prismatikpendek, heksagonal, granular, menjarum, berserabut, ataupun radial. Kesempurnaan bentuk kristal dapat dibedakan menjadi euhedral, subhedral, dan anhedral. Euhedral apabila dibatasi oleh bidang-bidang kristal iru sendiri. Subhedral bila sebagian dibatasi oleh bidang-bidang kristal itu sendiri, dan Anhedral bila kristal tidak dibatasi oleh bidang-bidangnya.

8 Belahan dikontrol oleh struktur atom yang menunjukkan kecenderungan mineral untuk membelah pada arah tertentu. Dalam sayatan tipis belahan dinyatakan dengan belahan 1 arah, 2 arah, dst. Gambar 2.10 Penggambaran Euhedral, Subhedral, dan Anhedral dalam sayatan tipis ( Modul Praktikum Mineral Optik dan Petrografi ITB, 2014) B. Warna Hampir sama seperti pengamatan makroskopis warna menunjukan absorbs yang melintasi kristal pada panjang gelombang tertentu. Yang membedakan adalah warna yang kita lihat pada handspesimen belum tentu menunjukan warna yang sama pada sayatan tipis. Gambar 2.10 Kenampakan Warna Olivin dalam nikol sejajar dan nikol bersilang ( MacKenzie, 1988) C. Pleokroisme Pleokroisme adalah gejala pada mineral yang menunjukan perubahan warna ketika meja preparat diputar akibat adanya perbedaan daya absorbs dari sumbusumbu kristal. D. Indeks bias Indeks bias merupakan suatu angka yang menunjukan perbandingan antara sinus sudut dating dengan sinus sudut pantul. Metode yang biasa digunakan adalah penentuan indeks bias relative dengan menggunakan metode Garis Becke. Apabila

9 jarak lensa objektif dan objek dijauhkan (diturunkan) maka Garis Becke akan bergerak menuju media yang indeks biasnya lebih besar Gambar 2.10 Metode penentuan indeks bias relative menggunakan Garis Becke ( Modul Praktikum Mineral Optik dan Petrografi ITB, 2014) E. Relief Relief adalah kenampakan pada mineral yang timbul akibat adanya perbedaan indeks bias mineral dengan sekitarnya. Makin besar perbedaan indeks bias, maka relief akan semakin terlihat jelas (tinggi) Pengamatan ortoskipik nikol bersilang A. Bias Rangkap (Birefringence) Bias rangkap adalah perbedaan indeks bias maksimum antara sinar ordiner dan sinar ekstra ordiner. Bias rangkap kadang sukar untuk dijadikan penciri mineral dikarenakan beberapa factor yang mempengaruhi suatu mineral, misalnya arah potongan dari sayatan kita (memotong sumbu berbeda menghasilkan indeks bias berbeda), ketebalan sayatan, dan jenis sinar yang masuk. Oleh karena itu, mineral yang sama bisa sajamemiliki bias rangkap yang berbeda tergantung factor-faktor tersebut. Cara penentuan bias rangkap adalah meletakkan mineral dalam keadaan terang maksimum, amati warna, lalu gunakan chart Michel-Levy untuk menentukan besarnya indeks bias dan ordenya. B. Orientasi Orientasi dalam suatu pengamatan bertujuan untuk mengamati arah indikatriks dalam suatu mineral. Pengamatan orientasi harus dilakukan dengan menggunakan komparator, biasanya untuk pengamatan digunakan komparator gypsum 530nm.

10 Orientasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu Length Fast Orientation dan Length Slow Orientation. Lengh Fast berarti sumbu panjang indikatriks hampir tegak lurus atau tegak lurus dengan sumbu panjang indikatiks (ᵧ). Sedanhkan length slow artinya sumbu panjang indikatriks sejajajr dengan sumbu panjang mineral (sumbu c). Gambar 2.10 Kenampakan Length Slow dan Length Fast ( Modul Praktikum Mineral Optik dan Petrografi ITB, 2014) C. Pemadaman Pemadaman terjadi apabila sumbu-sumbu indikatriks mineral sejajar atau tegak lurus terhadap arah getar dari polarisator atau analisator. Pemadaman terbagi menjadi tiga jenis yaitu pemadaman pararal, pemadaman miring, dan pemadaman simetri. Pemadaman pararel terjadi ketika sumbu panjang mineral (sumbu c) sejajar dengan analisator atau polarisator. Pemadaman miring terjadi apabila sumbu panjang mineral membentuk sudut terhadap analisator atau polarisator. Sedangkan pemadaman simetri terjadi pada kristal rhombik dimana bentuk diagonal rhobik sejajar polarisator atau analisator. Gambar 2.10 Tabel interferensi warna menurut Michel-Levy

11 BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengamatan Makroskopis Muskovit Pengamatan secara makroskopis dilakukan dengan mengamati sampel batuan yang telah ada melalui pengamatan secara kasat mata sifat-sifat fisik yang ada pada mineral. Pengamatan dilakukan di Laboratorium Petrografi Reservoir, Program Studi Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung. Sampel batuan dengan kode sampel 5 adalah batuan Pegmatit yang kaya akan komposisi lithium. Plagioklas Kuarsa K-Feldspar Muskovit Gambar 3.1 Pegmatit kaya lithium Nomer sampel : 5 Nama batuan : Pegmatit Deskripsi Makroskopis: Batuan pegmatite memiliki tekstur holokristalin, fanerik, porfiritik-inequigranular terdiri atas mineral kuarsa (45%), plagioklas (20%), K-Feldspar (20%), dan muskovit (15%). Mineralogi: Kuarsa (45%) tidak berwarna dan ungu, kekerasan >5,5 ; prismatik, transparan-translusent, kilap kaca, ukuran Plagioklas (20%) putih buram, kekerasan>5,5 ; prismatic, kilap kaca, translusen K-Feldspar (20%) warna merah muda, kekerasan >5,5, prismatik, kilap kaca, translusen Muskovit (15%) warna putih, kekerasan 2,5<H<5,5 ; berlembar, kilap mutiara, transparan

12 Pengamatan kedua dilakukan di Laboratorium Petrologi, Program Studi Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung. Sampel mineral teramati terdiri dari mineral muskovit tunggal yang nantinya akan dianalisis sifat fisiknya. Sampel muskovit pertama memiliki warna putih kekuningan, kilap mutiara, translusent, kekerasan 2,5, bentuk berlembar gores putih, dan dimensi 6cm x 3cm x 3cm. sedangkan sampel kedua merupakan kenampakan muskovit yang nampak berlembar, dengan warna putih kecoklatan, kilap kaca, transparan, dan lentur. Gambar 3.2 Sampel muskovit pertama Gambar 3.3 Sampel muskovit kedua Dari pengamatan makroskopis dapat terlihat bahwa mineral pada hand specimen pertama berupa batuan pegmatite memiliki komposisi mineral muskovit yang memiliki sifat fisik yang serupa dengan muskovit pada umumnya. Komposisi muskovit yang cukup banyak mengindikasikan bahwa muskovit merupakan salah satu mineral utama yang menyusun batuan beku felsik (granit) yang berasosiasi dengan mineral kuarsa, k-feldspar, dan plagioklas. Hal ini menunjukkan bahwa muskovit terbentuk dari kristalisasi magma dalam jumlah yang banyak sehingga mempengaruhi nama, sifat, dan jenis dari suatu batuan.

13 3.2 Pengamatan Mikroskopis Muskovit Pada pengamatan nikol sejajar muskovit menunjukkan bentuk prismatik memanjang, subhedral, dan belahan 1 arah. Tidak memiliki warna dan relief yang rendah. Pada pengamatan relief terlihat kenampakan relief bergelombang. Dengan menggunakan metode relative Garis Becke diketahui n min > n epoxy. Pengamatan nikol bersilang menghasilkan bias rangkap tinggi dengan warna merah muda biru pada muskovit yaitu Bf (0,40) atau berada pada orde 3 dalam tabel Michel-Levy. Pada pengamatan menggunakan keeping gypsum, terlihat orientasi mineral length slow. Pemadaman muskovit merupakan pemadaman pararel dengan struktur mata burung yang khas pada muskovit dengan sumbu c // dengan ᵧ. Gambar 3.4 Kenampakan nikol pararel dan nikol bersilng dari mineral muskovit 3.3 Keterdapatan Muskovit Muskovit terdapat hampir disemua jenis batuan mulai dari bauan beku, batuan sedimen, sampai dengan metamorf. Pada batuan beku, keberadaan muskovit banyak ditemukan dalam batuan beku felsik terutama pada batuan granit atau granit pegmatite. Pada batuan sedimen keberadaan muskovit hanya sebagai material detritus dan keberadaannya tidak melimpah, muskovit ditemukan pada batupasir arkose. Muskovit melimpah kehadirannya dalam batuan metamorf terutama dalam gneiss, sekis, dan filit.

14 Batupasir Arkose Filit Granit Pegmatit Gambar 3.5 Keterdapatan muskovit dalam batuan metamorf, beku, dan sedimen ( sumber : ) Pada batuan beku granit pegmatite seperti pada percontoh yang diberikan di laboratorium, umumnya mika yang tumbuh adalah muskovit atau biotit. Pertumbuhan mika dalam pegmatite dikontrol oleh struktur misalnya adanya rekahan. Distribusi mika dalam granit sendiri dipengaruhi oleh tektonik dan umumnya posisi mika berdekatan dengan country rock (batuan samping). 3.4 Paragenesa Muskovit pada Batuan Beku Muskovit memiliki rumus kimia KAl2(Si3Al)O10(OH,F)2 dan memiliki struktur kristal filosilikat (phyllosillicate) dan system kristal monoklin, kelas prisma, SI (2/m). Struktur dasar dari phyllosilicates didasarkan pada ikatan antara enam cincin anggota SiO4-4. Tiga dari 4 oksigen dari setiap tetrahedra dibagi dengan tetrahedra lain. Hal ini menyebabkan unit struktural dasar Si2O5-2. Muskovit sendiri merupakan perselingan antara ion yang mengandung tetrahedral-oktahedral dengan unsur potassium (K) berada di tengahnya. Muskovit dapat dengan mudah dibedakan dengan mineral lain karena sifanya yang elastis dan berwarna lebih

15 terang disbanding mika yang lain. Kelompok mineral mika terbagi menjadi dua olongan yaitu brittle mika dan fleksibel mika. Muskovit masuk kedalam fleksibel mika. Gambar 3.7 Struktur Filosilikat pada muskovit Pembentuka muskovit terbagi menjadi tiga jenis menurut Monier, 1984 yaitu pembentuka pada fasa magmatik, magmatik akhir-setelah magmatik, dan melalui proses hidrotermal. Pada fasa magmatik dapat dicirikan dengan komposisi Ti yang tinggi disbanding kedua jenis lainnya. Sedangkan untuk kedua proses lainnya memiliki komposisi Ti yang lebih rendah, namun pada fasa magmatik akhir-setelah magmatik memiliki komposisi Fe yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembentukan pada proses hidrotermal. Dari ketiga jenis proses, pembentukan muskovit dapat pula dibedakan melalui perbandingan kandungan natrium dengan natrium ditambah dengan pottasium (Na/Na+K). Pada proses akibat magmatik perbandingan (Na/Na+K) antara , magmatik akhir antara , dan pada proses hidrotermal (Na/Na+K) lebih kecil dari Gambar 3.6 Grafik yang menunjukkan terbentuknya muskovit pada batuan beku (Bailey S.W, 1984)

16 Menurut percobaan kestabilan termal muskovit menurun seiring dengan pergantian potassium (K) oleh Natrium (Na). (Chatterjee, 1972 dalam Bailey, 1984). Selain itu tekanan 3.5Kb atau 0.35Gpa adalah tekanan minimal untuk pembentukan kristal muskovit dalam suatu magma. Parameter berikutnya adalah temperature untuk pembentukan muskovit adalah 650ºC- 700ºC. Namun hal ini tidak selamanya paten atau tetap, menurut Miller, 1981, pembentukan muskovit terutama pada granit dapat terbentuk pada tekanan 1Kb dan tempertatur 125ºC. Pengaruh ion-ion seperti boron, besi, dan magnesium yang membuat kestabilan termal pembentukan muskovit berubah. Pada Fe,Mg pengeruhnya relative lebih kecil dibanding dengan boron. Gambar 3.7 Grafik yang menunjukan kestabilan temperature dan tekanan pembentukan muskovit (Chatterjee, 1970) 3.5 Pemanfaatan Muskovit Muskovit merupakan salah satu dari keluarga mika yang bersifat elastis dan banyak dimanfaatkan dalam kegiatan industri. Muskovit memiliki sifat dielektrik yang berarti mampu menyimpan muatan atau energy elektrostatik dan penahan medan listrik yang baikhal ini diakibatkan kestabilan kimia muskovit yang baik. Oleh karena itu muskovit digunakan secara luas sebagai isolator pada alat-alat listrik. Roket, rudal, dan jet juga tak lepas dari material yang berasal dari muskovit.

17 Muskovit dikenal sebagai material tahan panas, salah satu contoh kegunaanya adalah kaca refraktori pada oven suhu tinggi. Selain sebagai bahan dielektrik dan material tahan panas, muskovit dalam keadaan bubuk dapat digunakan sebagai campuran pelumas.

18 BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Muskovit dapat dibedakan dengan mineral lain dari ciri fisiknya yaitu warna putih, memiliki kekerasan 2.5<H<5.5, berlembar, kilap mutiara-kaca, transparan. dan sifat mikroskopisnya antara lain perawakan prismatic dengan belahan 1 arah, relief bergelombang, bias rangkap n min > n epoxy. Pada pengamatan nikol bersilang dapat diamati bahwa muskovit memiliki bias rangkap orde 2 (Bf ), orientasi length slow, pemadaman pararel dengan struktur mata burung. Muskovit memiliki struktur filosilikat, termasuk kedalam true mica dengan system monoklin prisma(2/m). Muskovit hadir pada semua jenis batuan baik itu batuan beku, sedimen, maupun metamorf. Pembentukan muskovit pada batuan beku dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu pembentukan pada fasa magmatik, late to post-magmatic, dan melalui fasa hidrotermal. Melalui percobaan diketahui kesetimbangan pembentukan kristal muskovit pada suhu 650ºC-700ºC dan tekanan minimum adalah 3.5 Kbar. Kegunaan muskovit adalah sebagai bahan isolator atau material dielektrik serta material tahan panas akibat kestabilan kimianya. Selain itu muskovit dalam bentuk bubuk dapat digunakan sebagai bahan campuran pellumas.

19 DAFTAR PUSTAKA Bailey, S.W, Reviews in Mineralogy Volume 13, MICAS. Chelsea, Michigan. Book Crafter, Inc, copyright Mineralogical Society of America. Deer, Howie, dan Zuzman Rock-Forming Minerals, MICAS second edition. Oxford, UK. Alden Press. Louis, Ronald and Bonewitz Rocks and Minerals, the Definitive Visual Guide. London. Dorling Kindersley Limited Pellant, Chris Rocks and Minerals. London, UK. Dorling Kindersley. Priadi, Bambang Slide Kuliah Kristalografi Mineralogi : Aspek Kimia Mineral. Geologi-ITB Suparka, Emmy Slide Kuliah Petrologi : Batuan Metamorf. Geologi-ITB Susanto, Arif Modul Praktikum Mineral Optik dan Petrografi. Bandung. Geologi- ITB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat-Sifat Optik Mineral Sifat-sifat optik pada suatu mineral terbagi menjadi dua, yakni sifat optik yang dapat diamati pada saat nikol sejajar dan sifat yang dapat diamati

Lebih terperinci

ACARA II MINERALOGI OPTIK SIFAT-SIFAT OPTIS MINERAL DALAM PENGAMATAN PLANE POLARIZED LIGHT

ACARA II MINERALOGI OPTIK SIFAT-SIFAT OPTIS MINERAL DALAM PENGAMATAN PLANE POLARIZED LIGHT ACARA II MINERALOGI OPTIK SIFAT-SIFAT OPTIS MINERAL DALAM PENGAMATAN PLANE POLARIZED LIGHT I. Pengamatan Plane Polarized Light Pengamatan PPL (plane polarized light) merupakan pengamatan yang hanya mengunakan

Lebih terperinci

Pengenalan Mineral Optik & Petrografi. Fahri Adrian Teknik Geologi dan Geofisika Universitas Syah Kuala

Pengenalan Mineral Optik & Petrografi. Fahri Adrian Teknik Geologi dan Geofisika Universitas Syah Kuala Pengenalan Mineral Optik & Petrografi Fahri Adrian Teknik Geologi dan Geofisika Universitas Syah Kuala Nama : Fahri Adrian B.Sc., M.Sc. Pendidikan: S1, Geologi (Petroleum) Universiti Kebangsaan Malaysia

Lebih terperinci

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU Warna : Hitam bintik-bintik putih / hijau gelap dll (warna yang representatif) Struktur : Masif/vesikuler/amigdaloidal/kekar akibat pendinginan, dll. Tekstur Granulitas/Besar

Lebih terperinci

Berdasarkan susunan kimianya, mineral dibagi menjadi 11 golongan antara lain :

Berdasarkan susunan kimianya, mineral dibagi menjadi 11 golongan antara lain : MINERAL Dan KRISTAL Mineral didefinisikan sebagai suatu benda padat homogen yang terdapat di alam, terbentuk secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan memiliki atom-atom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan 1.3 Waktu Pelaksanaan Praktikum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan 1.3 Waktu Pelaksanaan Praktikum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.1.1 Mengetahui sifat-sifat optik mineral. 1.1.2 Mengetahui perbedaan pengamatan sifat optik mineral melalui nikol sejajar dan nikol bersilang. 1.1.3 Mengetahui nama mineral

Lebih terperinci

DESKRIPSI OPTIS MINERAL DENGAN PENGAMATAN NIKOL SEJAJAR & NIKOL SILANG

DESKRIPSI OPTIS MINERAL DENGAN PENGAMATAN NIKOL SEJAJAR & NIKOL SILANG DESKRIPSI OPTIS MINERAL DENGAN PENGAMATAN NIKOL SEJAJAR & NIKOL SILANG MONTICELLITE (CaMgSiO4) Orthorhombic 2V = 750-800 Tidak berwarna. Granular agregate dari kristal anhedral subhedral, kristal prismatik

Lebih terperinci

Mineral Seri Reaksi Bowen

Mineral Seri Reaksi Bowen Mineral Seri Reaksi Bowen No Deret Diskontinu Deskripsi Megaskopis 1 Olivin Warna : Hijau Tua, Kehitaman Belahan : Konkoida Pecahan : Gelas Kiilap : Putih Berat Jenis : 3,27-3,37 Kekerasan : 6,5-7 2 Piroksen

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

ACARA I MINERALOGI OPTIK PENGENALAN MIKROSKOP DAN PREPARASI SAYATAN

ACARA I MINERALOGI OPTIK PENGENALAN MIKROSKOP DAN PREPARASI SAYATAN ACARA I MINERALOGI OPTIK I. Bagian-Bagian Mikroskop Mikroskop polarisasi adalah mikroskop yang menggunakan cahaya terpolarisasi untuk mengamati objek yang salah satunya merupakan sayatan tipis (thin section)

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MINERAL PADA POSISI NIKOL SILANG PERTEMUAN III

IDENTIFIKASI MINERAL PADA POSISI NIKOL SILANG PERTEMUAN III IDENTIFIKASI MINERAL PADA POSISI NIKOL SILANG PERTEMUAN III DEFINISI NIKOL SILANG Mineral diamati secara terpolarisasi Metode pengamatan: Memasang analizer hingga menghalangi sinar yang dikirim ke okuler

Lebih terperinci

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI Disusun oleh: REHAN 101101012 ILARIO MUDA 101101001 ISIDORO J.I.S.SINAI 101101041 DEDY INDRA DARMAWAN 101101056 M. RASYID 101101000 BATUAN BEKU Batuan beku

Lebih terperinci

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,

Lebih terperinci

DESKRIPSI MINERAL BERDASARKAN SKALA MOHS

DESKRIPSI MINERAL BERDASARKAN SKALA MOHS DESKRIPSI MINERAL BERDASARKAN SKALA MOHS Oktober 21, 2011 flutecast09 Geologi Fisik, Pengenalan Mineral Tinggalkan Komentar TALK Kategori: Mineral Silikat Rumus Kimia: Mg 3Si 4O 10(OH) 2 Komposisi: Hydrated

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan praktikum mineral optik hanya mendeskripsikan mineralnya saja.

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan praktikum mineral optik hanya mendeskripsikan mineralnya saja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi. Petrografi ini juga merupakan tingkat lanjutan dari mata kuliah sebelumnya yaitu mineral optik. Dalam prakteknya,

Lebih terperinci

Untuk terang ke 3 maka Maka diperoleh : adalah

Untuk terang ke 3 maka Maka diperoleh : adalah JAWABAN LATIHAN UAS 1. INTERFERENSI CELAH GANDA YOUNG Dua buah celah terpisah sejauh 0,08 mm. Sebuah berkas cahaya datang tegak lurus padanya dan membentuk pola gelap terang pada layar yang berjarak 120

Lebih terperinci

DESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS)

DESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS) DESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS) QUARTZ Rumus kimia : SiO 2 : bening atau putih : kaca (viteorus luster) : tidak ada 7 2,65 heksagonal mineral kuarsa dialam ditemukan didalam batuan beku dan

Lebih terperinci

ACARA IV MINERALOGI OPTIK PENGAMATAN MINERAL SECARA KONOSKOPIK

ACARA IV MINERALOGI OPTIK PENGAMATAN MINERAL SECARA KONOSKOPIK ACARA IV MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Pengamatan secara konoskopik dilakukan sebagai langkah pengamatan lanjut apabila ada mineral-mineral yang tidak dapat/sulit dibedakan dengan menggunakan nikol sejajar

Lebih terperinci

Geologi Teknik. Ilmu Geologi, Teknik Geologi,

Geologi Teknik. Ilmu Geologi, Teknik Geologi, Geologi Teknik Mineral, Batuan Norma Puspita, ST. MT. Ilmu Geologi, Teknik Geologi, Geologi Teknik Ilmu Geologi Ilmu yang mempelajari tentang sejarah pembentukan bumi dan batuan, sifat sifat fisik dan

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X.

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. EKO NURSULISTIYO Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. Struktur gambar tersebut disebut alur Laue (Laue

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

Lampiran 1.1 Analisis Petrografi

Lampiran 1.1 Analisis Petrografi Lampiran. Analisis Petrografi No.Conto : GE- Satuan : Tbr (Masadasar) Lokasi : Kendeng Nama Batuan : Andesit Piroksen \\ A B mm E F X A B mm E F Sayatan tipis andesit piroksen, hipokristalin, alotriomorfik

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER MATA KULIAH KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER MATA KULIAH KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER MATA KULIAH KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI A. LATAR BELAKANG Dalam geologi, pemahaman dasar mengenai kristal dan mineral merupakan dasar yang harus dikuasai

Lebih terperinci

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 1 KODE SAYATAN : Y1 LINTASAN : TERMINAL MS 3 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2 mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed

DAFTAR PUSTAKA. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed DAFTAR PUSTAKA Bemmelen, R.W., van, 949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed Office, The Hague, 7 p. Duda, W. H, 976, Cement Data Book, ed- Mc. Donald dan Evans, London, 60 hal. Dunham, R.J.,

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHSAN. 1. Lensa Okuler berfungsi untuk melihat objek yang akan di teliti.

BAB III HASIL DAN PEMBAHSAN. 1. Lensa Okuler berfungsi untuk melihat objek yang akan di teliti. BAB III HASIL DAN PEMBAHSAN Bagian Bagian Mikroskop Polarisasi serta fungsinya A.Tubus Atas A.1. Tubus Atas Bagian Atas 1. Lensa Okuler berfungsi untuk melihat objek yang akan di teliti. 2. Eye Peace berfungsi

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN METAMORF

STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN METAMORF A. Struktur Batuan Metamorf STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN METAMORF Adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular batuan tersebut. (Jacson, 1997). Secara umum struktur

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lapangan panas bumi Wayang-Windu terletak di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Secara geografis lapangan ini terletak pada koordinat 107 o 35 00-107 o 40 00 BT dan 7 o

Lebih terperinci

Petrogenesa Batuan Beku

Petrogenesa Batuan Beku Petrogenesa Batuan Beku A. Terminologi Batuan beku adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan daripada magma. Magma adalah bahan cair pijar di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi

Lebih terperinci

CHAPTER 15 Metamorphism, Metamorphic Rocks, and Hydrothermal Rocks

CHAPTER 15 Metamorphism, Metamorphic Rocks, and Hydrothermal Rocks CHAPTER 15 Metamorphism, Metamorphic Rocks, and Hydrothermal Rocks Nama Kelompok : NORBAYAH A1A513227 YOGA PURWANINGTIYAS A1A513210 SAFARIAH A1A513223 DOSEN PEMBIMBING: Drs. H. SIDHARTA ADYATMA, Msi. Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1 Tinjauan Umum Menurut kamus The Penguin Dictionary of Geology (1974 dalam Rusman dan Zulkifli, 1998), mineralisasi adalah proses introduksi (penetrasi atau akumulasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Konoskop Pengamatan mokroskop dengan konoskopik merupakan pengamatan yang dilakukan bukan terhadap mineral, melainkan lebih terhadap sifat-sifat yang ditimbulkan oleh kelakuan

Lebih terperinci

PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR

PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR 10 Jurnal Neutrino Vol. 3, No. 1, Oktober 2010 PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR Emmilia Agustina Abstrak: Kayu

Lebih terperinci

Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung

Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung Eka Dwi Ramadhan 1), Johanes Hutabarat 2), Agung Mulyo 3) 1) Mahasiswa S1 Prodi Teknik

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Nama : Kelas/No : / Elektromagnet - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK Interferensi Pada

Lebih terperinci

Proses metamorfosis meliputi : - Rekristalisasi. - Reorientasi - pembentukan mineral baru dari unsur yang telah ada sebelumnya.

Proses metamorfosis meliputi : - Rekristalisasi. - Reorientasi - pembentukan mineral baru dari unsur yang telah ada sebelumnya. 4. Batuan Metamorfik 4.1 Kejadian Batuan Metamorf Batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk dari batuan asalnya, berlangsung dalam keadaan padat, akibat pengaruh peningkatan suhu (T) dan tekanan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM Oleh: Hill. Gendoet Hartono Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta E-mail: hilghartono@yahoo.co.id Disampaikan pada : FGD Pusat Survei Geologi,

Lebih terperinci

STAG3012 Petrologi batuan endapan

STAG3012 Petrologi batuan endapan STAG3012 Petrologi batuan endapan Kuliah 2 Batuan Punca KOMPONAN BATUAN KLASTIK Batuan klastik boleh dibahagikan kepada tiga komponen: Butiran kerangka merupakan butiran utama yang membina struktur batuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun KATA PENGANTAR Puji syukur tim panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya tim bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Optika Fisis ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi

Lebih terperinci

LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK Bidang : Kebumian. Tes 1. Bahan : Geologi -1

LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK Bidang : Kebumian. Tes 1. Bahan : Geologi -1 Bidang Studi Kode Berkas : Kebumian : KEB-T01 (soal) LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK 2018 Bidang : Kebumian Tes 1 Bahan : Geologi -1 (Tektonik Lempeng, Kristalografi, Mineralogi, Petrologi,

Lebih terperinci

Makalah Mineralogi. Genesa Mineral. Disusun oleh : Vina Oktaviany Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Makalah Mineralogi. Genesa Mineral. Disusun oleh : Vina Oktaviany Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Makalah Mineralogi Genesa Mineral Disusun oleh : Vina Oktaviany 270110120173 Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran 2013 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 Bab I Bab II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Semua proses kegiatan penelitian mulai dari pengambilan conto batuan, metode penelitian sampai pembuatan laporan disederhanakan dalam bentuk diagram alir (gambar 3.1). 3.1

Lebih terperinci

LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK Bidang : Kebumian. Solusi. Latihan 1. Bahan : Geologi -1

LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK Bidang : Kebumian. Solusi. Latihan 1. Bahan : Geologi -1 Bidang Studi Kode Berkas : Kebumian : KEB-L01 (solusi) LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK 2018 Bidang : Kebumian Solusi Latihan 1 Bahan : Geologi -1 (Tektonik Lempeng, Kristalografi, Mineralogi,

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

Kumpulan Soal Fisika Dasar II.

Kumpulan Soal Fisika Dasar II. Kumpulan Soal Fisika Dasar II http://personal.fmipa.itb.ac.id/agussuroso http://agussuroso102.wordpress.com Topik Gelombang Elektromagnetik Interferensi Difraksi 22-04-2017 Soal-soal FiDas[Agus Suroso]

Lebih terperinci

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf Definisi Batuan Batuan adaiah kompleks/kumpulan dari mineral sejenis atau tak sejenis yang terikat secara gembur ataupun padat. Bedanya dengan mineral, batuan tidak memiliki susunan kimiawi yang tetap,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF MARMER

ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF MARMER ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF Sayatan Tipis MARMER Deskripsi : Sampel ini adalah granular batuan metamorf menengah - grained didominasi oleh forsterit ( < 5 % vol ), serpentine ( 15 % ), kalsit ( 40

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA IV: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN SILISIKLASTIK Asisten Acara: 1. 2. 3.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.

Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB. 1 Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.: 1153 1155/2013 No. : 01 No.Lab. : 1153/2013 Kode contoh : BA-II Jenis

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Siklus batuan, tanda panah hitam merupakan siklus lengkap, tanda panah putih merupakan siklus yang dapat terputus.

Gambar 2.1 Siklus batuan, tanda panah hitam merupakan siklus lengkap, tanda panah putih merupakan siklus yang dapat terputus. 2. Batuan Beku 2.1 Batuan Batuan adalah kumpulan dari satu atau lebih mineral, yang merupakan bagian dari kerak bumi. Terdapat tiga jenis batuan yang utama yaitu : batuan beku (igneous rock), terbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sejarahnya (termasuk perkembangan kehidupan), serta proses-proses yang telah

BAB I PENDAHULUAN. dan sejarahnya (termasuk perkembangan kehidupan), serta proses-proses yang telah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang penelitian Geologi adalah ilmu pengetahuan bumi mengenai asal, struktur, komposisi, dan sejarahnya (termasuk perkembangan kehidupan), serta proses-proses yang telah

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Sifat gelombang elektromagnetik Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Pantulan (Refleksi) Pemantulan gelombang terjadi ketika gelombang

Lebih terperinci

DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA

DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah mineralogi Dosen pengampu : Dra. Sri Wardhani Disusun oleh Vanisa Syahra 115090700111001

Lebih terperinci

Petrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL , Grasberg, Papua-Indonesia

Petrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL , Grasberg, Papua-Indonesia Petrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL98-10-22, Grasberg, Papua-Indonesia Zimmy Permana 1), Mega Fatimah Rosana 1), Euis Tintin Yuningsih 1), Benny Bensaman 2), Reza Al Furqan 2) 1 Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

KRISTAL DAN KRISTALOGRAFI I

KRISTAL DAN KRISTALOGRAFI I KRISTAL DAN KRISTALOGRAFI I A. Definisi Kristal Kristal merupakan zat padat yang memiliki atom atau senyawa yang mempunyai susunan secara teratur dan berulang hingga membentuk bidang bidang kristal. Kristal

Lebih terperinci

SOAL SOAL TERPILIH 1 SOAL SOAL TERPILIH 2

SOAL SOAL TERPILIH 1 SOAL SOAL TERPILIH 2 SOAL SOAL TERPILIH 1 1. Sebuah prisma mempunyai indeks bias 1,5 dan sudut pembiasnya 60 0. Apabila pada prisma itu dijatuhkan seberkas cahaya monokromatik pada salah satu sisi prisma dengan sudut datang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi IV. BATUAN METAMRF Faktor lingkungan yang mempengaruhi Batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan dari bentuk asalnya dari batuan yang sudah ada, baik batuan beku, sedimen maupun sebagian

Lebih terperinci

Studi Mikroskopis Batuan dari Sungai Aranio Kalimantan Selatan dengan Metode Petrografi

Studi Mikroskopis Batuan dari Sungai Aranio Kalimantan Selatan dengan Metode Petrografi Studi Mikroskopis Batuan dari Sungai Aranio Kalimantan Selatan dengan Metode Petrografi Raihul Janah 1), Totok Wianto 2) dan Sudarningsih 2) Abstract: Done observation petrography to detect colour, structure,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya panas bumi. Potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia mencapai 40% dari total potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal Xpedia Fisika Optika Fisis - Soal Doc. Name: XPFIS0802 Version: 2016-05 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) muatan listrik yang diam (2) muatan listrik yang bergerak lurus

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI KUARSA. Desi Trisnawati Barmawi Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI KUARSA. Desi Trisnawati Barmawi Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI KUARSA Desi Trisnawati Barmawi Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRACT Crystallography the quartz is characterized by crystal system trigonal and

Lebih terperinci

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA Sasaran Pembelajaran Mampu menjelaskan pengertian dan proses terjadinya diferensiasi dan asimilasi magma, serta hubungannya dengan pembentukan mineral-mineral

Lebih terperinci

Mineralogi. By : Asri Oktaviani

Mineralogi. By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.com Lembaga Pelatihan Olimpiade Sains Mineralogi By : Asri Oktaviani Batuan Beku-Sedimen-Metamorf Mineral sebagai komponen batuan Contoh pada Batuan Beku: Granit Foto: Thompson & Turk,

Lebih terperinci

Sifat-sifat gelombang elektromagnetik

Sifat-sifat gelombang elektromagnetik GELOMBANG II 1 MATERI Gelombang elektromagnetik (Optik) Refleksi, Refraksi, Interferensi gelombang optik Pembentukan bayangan cermin dan lensa Alat-alat yang menggunakan prinsip optik 1 Sifat-sifat gelombang

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik) 2. Batuan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 PEMBENTUKAN TANAH 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik)

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM OKSIDA MENGGUNAKAN METODE XRF (X-RAY FLOURESCENCE) SARI BACAAN

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM OKSIDA MENGGUNAKAN METODE XRF (X-RAY FLOURESCENCE) SARI BACAAN ANALISIS KANDUNGAN LOGAM OKSIDA MENGGUNAKAN METODE XRF (X-RAY FLOURESCENCE) Jamaluddin 1,Muh.Altin Massinai 1, Dahlang Tahir 2 1 Program StudiGeofisika 2 Program Studi Fisika Fakultas MatematikadanIlmuPengetahuan

Lebih terperinci

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( ) KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 3 ) R I N I T H E R E S I A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 2 ) Menetukan Sistem Periodik Sifat-Sifat Periodik Unsur Sifat periodik

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter Nuraniza 1], Boni Pahlanop Lapanporo 1], Yudha Arman 1] 1]Program Studi Fisika, FMIPA,

Lebih terperinci

UNlVERSITI SAINS MALAYSIA. Peperiksaan Semester Kedua. Sidang Akademik 1997/98. Februari 1998 EBS 202/3 -MINERALOGI OPTIK DAN BERANALISIS

UNlVERSITI SAINS MALAYSIA. Peperiksaan Semester Kedua. Sidang Akademik 1997/98. Februari 1998 EBS 202/3 -MINERALOGI OPTIK DAN BERANALISIS UNlVERSITI SAINS MALAYSIA Peperiksaan Semester Kedua Sidang Akademik 1997/98 Februari 1998 EBS 202/3 -MINERALOGI OPTIK AN BERANALISIS Masa: [3 jam] Arahan Kepada Calon : Sila pastikan kertas peperiksaan

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK PELAPUKAN ANDESIT

BAB III KARAKTERISTIK PELAPUKAN ANDESIT BAB III KARAKTERISTIK PELAPUKAN ANDESIT 3.1 Geologi Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian secara umum terdiri dari perbukitan dan dataran yang terbentuk oleh hasil volkanisme masa lampau. Kemiringan

Lebih terperinci

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU 4.1 Pendahuluan Kata provenan berasal dari bahasa Perancis, provenir yang berarti asal muasal (Pettijohn et al., 1987 dalam Boggs, 1992). Dalam geologi, istilah

Lebih terperinci

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL Alterasi adalah suatu proses yang di dalamnya terjadi perubahan kimia, mineral, dan tekstur karena berinteraksi dengan fluida cair panas (hidrotermal) yang dikontrol

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah pengamatan dan pengambilan sampel pada lubang bor DCT 05 dan DCT 11A urat Cibitung. Kemudian mengolah dan menganalisis data-data

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

BAB 24. CAHAYA : OPTIK GEOMETRIK

BAB 24. CAHAYA : OPTIK GEOMETRIK DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 24. CAHAYA : OPTIK GEOMETRIK...2 24.1 Prinsip Huygen dan Difraksi...2 24.2 Hukum-Hukum Pembiasan...2 24.3 Interferensi Cahaya...3 24.4 Dispersi...5 24.5 Spektrometer...5 24.6

Lebih terperinci

PENGUKURAN DI LABORATORIUM (POLARIMETRI)

PENGUKURAN DI LABORATORIUM (POLARIMETRI) PENGUKURAN DI LABORATORIUM (POLARIMETRI) Abstrak Percobaan yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan sudut putar jenis larutan optis aktif, dengan alat yang digunakan yaitu polarimeter. Dimana Sinar

Lebih terperinci

Oleh. Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Preparasi Conto Mineragrafi

Oleh. Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Preparasi Conto Mineragrafi Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Preparasi Conto Mineragrafi Oleh Tatik Handayani Sub Bidang Laboratorium, Pusat Sumber Daya Geologi Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Preparasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya mineral merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pencarian lokasi sumber mineral baru. Setelah adanya

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume

Lebih terperinci

Siklus Batuan. Bowen s Reaction Series

Siklus Batuan. Bowen s Reaction Series Siklus Batuan Magma di dalam bumi dan magma yang mencapai permukaan bumi mengalami penurunan temperatur (crystallization) dan memadat membentuk batuan beku. Batuan beku mengalami pelapukan akibat hujan,

Lebih terperinci

REKAMAN DATA LAPANGAN

REKAMAN DATA LAPANGAN REKAMAN DATA LAPANGAN Lokasi 01 : M-01 Morfologi : Granit : Bongkah granit warna putih, berukuran 80 cm, bentuk menyudut, faneritik kasar (2 6 mm), bentuk butir subhedral, penyebaran merata, masif, komposisi

Lebih terperinci

Sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral.

Sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral. B. BATUAN BATUAN : Sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral. Berdasarkan kejadiannya (genesa), tekstur dan komposisi mineralnya, batuan terbagi menjadi 3,

Lebih terperinci