BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan praktikum mineral optik hanya mendeskripsikan mineralnya saja.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan praktikum mineral optik hanya mendeskripsikan mineralnya saja."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi. Petrografi ini juga merupakan tingkat lanjutan dari mata kuliah sebelumnya yaitu mineral optik. Dalam prakteknya, petrografi mengamati sayatan tipis batuan menggunakan mikroskop polarisasi. Jadi, pada dasarnya praktikum petrografi hampir sama dengan mineral optik, yang membedakan yaitu pada praktikum petrografi, mengamati keseluruhan mineral pada batuan yang nantinya dapat menentukan nama batuan tersebut. Sedangkan praktikum mineral optik hanya mendeskripsikan mineralnya saja. Pada praktikum petrografi kali ini, merupakan tahap lanjutan dari praktikum sebelumnya, dimana pada praktikum ini akan lebih spesifik membahas mengenai cara mengetahui nama batuan beku basa dan batuan beku ultrabasa berdasarkan analisis petrografinya. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Maksud dilakukan praktikum ini yaitu sebagai salah satu metode atau cara untuk membantu praktikan dalam menentukan nama batuan beku basa dan ultrabasa Tujuan Tujuan dilakukan praktikum ini yaitu : 1. Praktikan dapat mengetahui cara menentukan nama batuan beku basa dan ultrabasa berdasarkan analisis petrografi. 2. Praktikan dapat menentukan presentase mineral pada suatu sayatan tipis batuan.

2 3. Praktikan dapat mengetahui tekstur batuan beku. 1.3 Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu 1. Mikroskop polarisasi 2. Lap kasar 3. Lap halus 4. Penggaris 5. Penghapus 6. Pulpen 7. Pensil 8. Kertas A4 9. Buku penuntun praktikum 10. Buku Rocks and Mineral 11. Pensil warna, dan 12. LKP (Lembar Kerja Praktikum) Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu 1. Sampel sayatan tipis BB 05, BB 15, dan BB Prosedur Kerja Tahapan tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan praktikum ini yaitu sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Melengkapi alat dan bahan yang akan digunakan pada praktikum kemudian menyiapkan alat alatnya yang akan digunakan dalam praktikum. 2. Tahap Praktikum Meletakkan sayatan tipis pada meja preparat kemudian menggunakan nikol sejajar dan nikol silang. Kemudian menentukan mineral mineral yang

3 terdapat pada sayatan tipis batuan. Kemudian menentukan presentase mineral mineral yang terkandung pada sayatan tipis batuan tersebut. 3. Tahap Pengerjaan Laporan Membuat laporan setelah kegiatan praktikum selesai. Laporan pertama diasistensikan di laboratorium petrografi kemudian asistensi selanjutnya kepada asisten masing masing kelompok. 2.1 Bowen Reaction Series BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bowen menentukan bahwa mineral spesifik dari temperatur tertentu hasil pendinginan magma. Pada temperatur tinggi akan berasosiasi dengan magma mafik dan intermediet, secara umum kemajuan ini dibagi menjadi dua cabang. Cabang pertama Continuous menjelaskan mengenai evolusi plagioklas feldspar mulai dari yang kaya calsium (Ca) dan kaya sodium (Na).

4 Cabang berikutnya discontinuous mendeskripsikan formasi atau bentuk mineral mafik seperti olivine, pyroxene, amphibole dan bitotit mika. Hal aneh yang ditemukan pada Bowen adalah mengenai bagian discontinuous. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen s Reaction Series. Bowen s Reaction Series merupakan urut-urutan pendinginan batuan beku. Sedangkan batuan beku atau igneous rock itu sendiri adalah batuan yang terbentuk dari proses pembekuan magma di bawah permukaan bumi atau hasil pembekuan lava di permukaan bumi. Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara ºC dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku. Pada saat magma mengalami penurunan

5 suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL. Temperatur tertentu magma dapat menghasilkan olivine, tetapi jika magma yang sama mengalami pendinginan lebih lanjut, olivine akan bereaksi dengan magma yang terbentuk terakhir, dan mengubah mineral selanjutnya pada seri tersebut dalam hal ini (pyroxene). Pendinginan lebih lanjut dan pyroxene berubah ke amphibole dan kemudian ke biotit. Dari diagram di atas, sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, dan yang pertama kali terbentuk adalah olivin pada temperatur yang sangat tinggi (1.200ºC) dengan proporsi besi-magnesium dan silikon adalah 2:1 dan membentuk komposisi (Fe 2 Mg) 2 SiO 4. Tetapi jika magma jenuh oleh SiO 2, maka piroksen yang terbentuk pertama kali, dengan perbandingan antara besi-magnesium dengan silikon adalah 1:1 membentuk komposisi (MgFe)SiO 3 pada temperatur yang lebih rendah. Olivin dan piroksen merupakan pasangan Incongruent Melting, di mana setelah pembentukan, olivin akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk piroksen. Temperatur menurun terus dan pembentukan mineral berjalan sesuai dengan temperaturnya. Mineral yang terakhir terbentuk adalah biotit. Karena terjadi demikian maka reaksi ini disebut dengan reaksi diskontinyu atau reaksi tidak menerus. Seri berikutnya yang ada di sebelah kanan mewakili kelompok plagioklas karena didominasi atau hanya terdapat mineral plagioklas. Pada temperatur yang sangat tinggi (1.200ºC) yang mengkristal adalah plagioklas-ca, di mana komposisinya didominasi oleh kalsium dan sebagian kecil silikon dan aluminium.

6 Pengkristalan selanjutnya yang berlangsung secara menerus, komposisi Ca akan semakin berkurang dan kandungan Na (sodium) akan semakin meningkat, sehingga pengkristalan terakhir adalah plagioklas-na. Reaksi pada seri ini disebut seri kontinyu karena berlangsung secara terus menerus. Mineral mafik dan plagioklas bertemu pada mineral potasium feldspar dan menerus ke mineral yang stabil, yang tidak mudah terubah menjadi mineral lain pada temperatur sekitar 600ºC. 2.2 Batuan Beku Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plugtonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari prosesproses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi. 2.3 Batuan Beku Basa Kenampakan dari batuan ini memperlihatkan warna terang atau keputihan, kadang merah keabu-abuan atau abu-abu terang. Ukuran butir halus-kasar, bahkan dapat menunjukkan butiran yang sangat halus mnyerupai kaca seperti obsidian, akibat pembekuan yang sangat cepat. Selain itu juga dapat ditemukan ukuran yang sangat kasar seperti pegmatit. Batuan beku asam dapat ditemukan dalam bentuk Batholith, Laccolith, Lapolith dan intrusi besar lainnya.

7 Batuan beku asam cenderung membentuk suatu tubuh intrusi yang besar karena sifat kekentalan magmanya yang tinggi, sehingga tidak bisa melalui celahcelah yang sempit dalam bentuk dyke atau sill. Ciri khas dari batuan beku asam adalah kelimpahan dari potash feldspar dibanding jenis plagioklas. Temperatur pembekuan batuan beku asam sekitar 800 o C. Kondisi ini kebanyakan tidak mampu melarutkan batuan sampingnya, sehingga tingkat proses asimilasi yang terjadi kecil. Sebaliknya banyak ditemukan xenolith-xenolith terutama pada tepi tubuh batuan beku luarnya. Yang termasuk batuan beku asam yaitu : Granit, Aplit, Pegmatit, Riolit, Obsidian, Pumis, Sienit Dan Trakit. 2.4 Batuan Beku Intermediet Batuan beku Intermediet berwarna agak lebih gelap dari pada batuan beku asam yaitu abu-abu hingga abu-abu kehitaman. Mempunyai ukuran butir halus sampai kasar. Bentuk intrusi dari batuan beku inrtermedit ini kebanyakan termasuk Laccolith, Lapolith, Dtyke dan Sill. Bentuk-bentuk intrusi ini dikontrol oleh kekentalan magmanya yang menengah. Sebagian dapat melalui celah-celah yang agak sempit dalam bentuk dyke atau sill. Komposisi jenis-jenis feldspar sudah mulai adanya perimbangan antara potash feldspar dan plagioklas. Temperatur pembekuan sekitar 900 o C, proses asimilasi mulai nampak dan dapat ditemukan xenolith-xenolith sifatnya basa pada tepi tubuh intrusi atau pada batuan beku luarnya. Berdasarkan perbandingan jenis-jenis feldsparnya, maka batuan beku Intermediet dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan yaitu :

8 Batuan dengan komposisi potash feldspar dan plagioklas hampir sama; terdiri dari granodiorit andamellit monzonit dan latit dasit. Batuan dengan komposisi plagioklas lebih dominan dari pada potash feldspar, terdiri dari : diorit tonalit dan andesit dasit. Batuan beku Intermediet paling banyak memperlihatkan pelapukan spheroidal, karena banyak mengandung mineral feldspar. Lebih lagi apabila batuan ini telah mengalami kenaikan tekanan dan temperatur. Mineral-mineral felsdpar yang telah mengalami pelapukan tersebut dapat menjadi mineral-mineral kaolin. Baik gejala spheroidal maupun kaolinisasi dapat ditemukan pada batuan beku Intermediet yang telah megalami pensesaran. 3.1 Sampel 1 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Nomor Peraga : BB 08 Nama : Dian Dwi P Acara : Batuan Beku Basa dan Ultrabasa NIM : D Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Beku Tipe Stuktur (Type of Structure) : Massif Klasifikasi (Classification) : IUGS, 1967 Mikroskopis (Microscopic) : Tidak berwarna - orange, bentuk mineral euhedral-subhedral, ukuran mineral 0,16 mm 2,5 mm, warna interferensi berwarna orange, tekstur ofitik dengan mineral terdiri dari piroksin, plagioklas, kuarsa, olivin dan ortoklas. Komposisi Mineral Compotition of Mineral Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description) Jumlah Amount (%) Keterangan Optik mineral Description of Optical Mineralogy

9 Piroksin 28,33 Plagioklas 41,67 Olivin 18,33 Kuarsa 6,67 Ortoklas 5 Berwarna transparan, pleokrisme monokroik, intensitas kuat, relief sedang, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 1,6 mm, warna interferensi orange, sudut gelapan 30 o, jenis gelapan miring. Berwarna transparan, tidak ada pleokrisme, intensitas kuat, relief tinggi, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 1,24 mm, warna interferensi kecokelatan, sudut gelapan 45 o, jenis gelapan simetris. Berwarna cokelat, tidak ada pleokrisme, intensitas sedang, relief sedang, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 0,8 mm, warna interferensi kehijauan, sudut gelapan 45 o, jenis gelapan simetris. Berwarna kuning, tidak ada pleokroisme, intensitas sedang, relief sedang, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 0,3 mm, warna interferensi kecokelatan, sudut gelapan 22,5 o, jenis gelapan miring. Tidak berwarna, tidak mempunyai pleokroisme, intensitas kuat, relief tinggi, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 0,26 mm, warna interferensi coklat tua, sudut gelapan 45 o, jenis gelapan simetris Berdasarkan pengamatan mineral pada sampel II diketahui bahwa komposisi mineral yang terdapat pada sampel batuan ini antara lain piroksin, plagioklas, olivin, ortoklas, dan kuarsa dengan persentase mineral sebagai berikut: Rata-Rata Mineral I (%) II (%) III (%) (%) Piroksin ,33 Plagioklas ,67 Olivin ,33 Kuarsa ,67 Ortoklas

10 Berdasarkan komposisi mineral yang ada, maka nama batuannya adalah Porfiri Gabro (Travis, 1955). Batuan ini termasuk dalam jenis batuan beku, karena terbentuk melalui proses pembekuan magma yang di awali oleh pergerakan magma menuju ke permukaan bumi oleh karena adanya tekanan dari dalam bumi. Seiring dengan perjalanannya, magma mengalami penurunan temperatur yang menyebabkan pembentukan mineral mineral penyusun batuan ini. Mineral yang pertama kali terbentuk yaitu plagioklas dengan suhu sekitar o C, menurut Bowen Reaction Series, kemudian magma mengalami penurunan temperatur sehingga terbentuk mineral piroksin dengan suhu sekitar 1000 o 1100 o C, Hornblende dengan suhu 800 o o C,. Hadirnya massa dasar ( Glass ) dapat diakibatkan oleh proses pendinginan magma yang cepat.

11 3.2 Sampel 2 Nomor Peraga : BB 15 Nama : Dian Dwi P Acara : Batuan Beku Basa dan Ultrabasa NIM : D Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Beku Tipe Stuktur (Type of Structure) : Massif Klasifikasi (Classification) : R.B.Travis, 1955 Mikroskopis (Microscopic) : Berwarna kuning kecokelatan, bentuk mineral euhedral-subhedral, ukuran mineral 0,12 mm 2 mm, warna interferensi berwarna merah kecokelatan, tekstur poikilitik dengan mineral terdiri dari piroksin, plagioklas, olivin dan kuarsa. Komposisi Mineral Compotition of Mineral Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description) Jumlah Amount (%) Piroksin 34 Plagioklas Olivin Kuarsa 6 Keterangan Optik mineral Description of Optical Mineralogy Berwarna transparan, pleokrisme monokroik, intensitas kuat, relief sedang, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 0,8 mm, warna interferensi orange - hijau, sudut gelapan 35 o, jenis gelapan miring. Berwarna transparan, tidak ada pleokrisme, intensitas sedang, relief sedang, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 0,3 mm, warna interferensi kuning, sudut gelapan 22,5 o, jenis gelapan miring. Kebaran kalsbad Berwarna cokelat, tidak ada pleokrisme, intensitas sedang, relief sedang, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 4,1 mm, warna interferensi kehijauan, sudut gelapan 45 o, jenis gelapan simetris. Berwarna kuning - orange, pleokrisme monokroik, intensitas sedang, relief sedang, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 0,5 mm, warna interferensi biru - ungu, sudut gelapan 42,5 o, jenis gelapan miring. Berdasarkan pengamatan mineral pada sampel I diketahui bahwa komposisi mineral yang terdapat pada sampel batuan ini antara lain piroksin, plagioklas, olivin dan kuarsa dengan persentase mineral sebagai berikut:

12 Rata-Rata Mineral I (%) II (%) III (%) (%) Piroksin Plagioklas ,67 Olivin ,33 Kuarsa Berdasarkan komposisi mineral yang ada, maka nama batuannya adalah Porfiri Gabro (Travis, 1955). Batuan ini termasuk dalam jenis batuan beku, karena terbentuk melalui proses pembekuan magma yang di awali oleh pergerakan magma menuju ke permukaan bumi oleh karena adanya tekanan dari dalam bumi. Seiring dengan perjalanannya, magma mengalami penurunan temperatur yang menyebabkan pembentukan mineral mineral penyusun batuan ini. Mineral yang pertama kali terbentuk yaitu plagioklas dengan suhu sekitar o C, menurut Bowen Reaction Series, kemudian magma mengalami penurunan temperatur sehingga terbentuk mineral piroksin dengan suhu sekitar 1000 o 1100 o C, Hornblende dengan suhu 800 o o C,.

13 Hadirnya massa dasar ( Glass ) dapat diakibatkan oleh proses pendinginan magma yang cepat. 3.3 Sampel 3 Nomor Peraga : BB 05 Nama : Sandri Hidayat Acara : Batuan Beku Basa dan Ultrabasa NIM : D Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Beku Tipe Stuktur (Type of Structure) : Massif Klasifikasi (Classification) : R.B.Travis, 1955 Mikroskopis (Microscopic) : Berwarna kuning kehijauan, bentuk mineral euhedral-subhedral, ukuran mineral 0,16 mm 1,7 mm, warna interferensi berwarna hijau kecokelatan, tekstur ofitik dengan mineral terdiri dari piroksin, plagioklas, biotit, olivin dan massa dasar. Komposisi Mineral Compotition of Mineral Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description) Jumlah Amount (%) Piroksin 25 Plagioklas 8,33 Olivin 50 Biotit 3,33 Massa Dasar 13,34 Keterangan Optik mineral Description of Optical Mineralogy Berwarna transparan, pleokrisme monokroik, intensitas kuat, relief sedang, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 1,2 mm, warna interferensi orange, sudut gelapan 41,5 o, jenis gelapan miring. Berwarna transparan, tidak ada pleokrisme, intensitas sedang, relief sedang, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 0,4 mm, warna interferensi putih kecokelatan, sudut gelapan 40 o, jenis gelapan miring. Berwarna cokelat, tidak ada pleokrisme, intensitas sedang, relief sedang, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 1,4 mm, warna interferensi kehijauan, sudut gelapan 43,5 o, jenis gelapan simetris. Berwarna kuning kecokelatan, pleokrisme monokroik, intensitas sedang, relief sedang, indeks bias n min>n cb, ukuran mineral 0,6 mm, warna interferensi hijau kecokelatan, sudut gelapan 50 o, jenis gelapan miring. Transparan pada nikol sejajar dan putih keabu-abuan pada nikol silang.

14 Berdasarkan pengamatan mineral pada sampel II diketahui bahwa komposisi mineral yang terdapat pada sampel batuan ini antara lain piroksin, plagioklas, olivin dan biotit dengan persentase mineral sebagai berikut: Mineral I (%) II (%) III (%) Rata-Rata (%) Olivin Piroksin Biotit ,33 Plagioklas ,33 Massa Dasar ,34 Berdasarkan komposisi mineral yang ada, maka nama batuannya adalah Porfiri Peridotit (Travis, 1955). Batuan ini adalah batuan beku yaitu batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan atau kristalisasi magma. Batuan ini termasuk batuan beku dalam/intrusif ultrabasa yang terbentuk di bawah permukaan bumi yaitu pada bagian kerak samudera dan berasal dari magma yang bersifat ultrabasa sampai basa. Peridotit biasanya dalam bentuk tubuh batuan beku dike atau sill, yang pendinginannya secara umum sangat lambat sehingga memungkinkan tumbuhnya kristal-kristal yang besar dan sempurna bentuknya namun ketika sudah mendekati permukaan secara perlahan suhu magma pun berkurang sehingga pendinginan terjadi relatif lebih cepat dari sebelumnya dan membentuk kristal-kristal yang kecil dan bentuknya tidak lagi sempurna dan batuan ini berstruktur pejal atau masif disebabkan

15 karena tidak mengalami gaya endogen yang mengakibatkan adanya retakan. Berdasakan pada tekstur batuan ini, maka dapat diketahui bahwa proses pembentukan batuan ini berlangsung lama. Batuan ini biasa berasosiasi dengan Dunite, Harzburgite, Lherzolite dan Pyroxenite. Batuan ini merupakan batuan induk pembawa Nikel. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan mengubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peridotit 4.1 Kesimpulan BAB IV PENUTUP Berdasarkan prakktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan pengamatan sayatan tipis batuan, dapat diketahui sampel BB. 15 dan BB. 08 merupakan batuan porfiri gabro dan sampel BB. 05 merupakan batuan porfiri peridotit. Penentuan nama batuan beku ini menggunakan klasifikasi travis, Persentase mineral pada sampel BB 15 yaitu piroksin 34%, plagioklas 36,67%, olivin 23,33 %, dan kuarsa 6%, Persentase mineral pada sampel BB 08 yaitu piroksin 28,33 %, plagioklas, 41,67%, Olivin 18,33%, kuarsa 6,67% dan ortoklas 5%, dan Persentase mineral pada BB 05 yaitu piroksin 25%, olivine 50%, biotit 3,33%, plagioklas 8,33, dan massa dasar 13,34% 3. Tekstur yang ditemukan pada sampel sayatan tipis kali ini yaitu tekstur ofitik, dan tekstur poikilitik

16 4.2 Saran Saran Untuk Laboratorium Peralatan yang kurang memadai sebaiknya diganti dan yang masih bisa digunakan sebaiknya dijaga dan dipelihara dengan baik Saran Untuk Asisten Semoga asisten dapat lebih sabar dalam menghadapi praktikan DAFTAR PUSTAKA Geografi Bowen Reaction Series. / 02/bowens-reaction-series.html Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 pada pukul Wita Graha, Doddy S Batuan dan Mineral. Bandung: Penerbit Nova. Jusri Batuan Beku. beku-merupakan-batuan.html Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 pada pukul Wita Rizqi Batuan Beku. html. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 pada pukul Wita

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI Disusun oleh: REHAN 101101012 ILARIO MUDA 101101001 ISIDORO J.I.S.SINAI 101101041 DEDY INDRA DARMAWAN 101101056 M. RASYID 101101000 BATUAN BEKU Batuan beku

Lebih terperinci

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA Sasaran Pembelajaran Mampu menjelaskan pengertian dan proses terjadinya diferensiasi dan asimilasi magma, serta hubungannya dengan pembentukan mineral-mineral

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA I: PETROGRAFI BATUAN BEKU Asisten Acara: 1. 2. 3. 4. Nama Praktikan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Siklus batuan, tanda panah hitam merupakan siklus lengkap, tanda panah putih merupakan siklus yang dapat terputus.

Gambar 2.1 Siklus batuan, tanda panah hitam merupakan siklus lengkap, tanda panah putih merupakan siklus yang dapat terputus. 2. Batuan Beku 2.1 Batuan Batuan adalah kumpulan dari satu atau lebih mineral, yang merupakan bagian dari kerak bumi. Terdapat tiga jenis batuan yang utama yaitu : batuan beku (igneous rock), terbentuk

Lebih terperinci

Siklus Batuan. Bowen s Reaction Series

Siklus Batuan. Bowen s Reaction Series Siklus Batuan Magma di dalam bumi dan magma yang mencapai permukaan bumi mengalami penurunan temperatur (crystallization) dan memadat membentuk batuan beku. Batuan beku mengalami pelapukan akibat hujan,

Lebih terperinci

DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA

DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah mineralogi Dosen pengampu : Dra. Sri Wardhani Disusun oleh Vanisa Syahra 115090700111001

Lebih terperinci

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36 PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan

Lebih terperinci

What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral

What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral Batuan(rocks) merupakan materi yang menyusun kulit bumi, yaitu suatu agregat padat ataupun urai yang terbentuk di

Lebih terperinci

A. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK)

A. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK) A. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK) Batuan Beku Ultrabasa (Ultramafik) adalah batuan beku dan meta -batuan beku dengan sangat rendah kandungan silika konten (kurang dari 45%), umumnya > 18% Mg O, tinggi

Lebih terperinci

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, api) adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan

Lebih terperinci

Petrogenesa Batuan Beku

Petrogenesa Batuan Beku Petrogenesa Batuan Beku A. Terminologi Batuan beku adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan daripada magma. Magma adalah bahan cair pijar di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi

Lebih terperinci

REKAMAN DATA LAPANGAN

REKAMAN DATA LAPANGAN REKAMAN DATA LAPANGAN Lokasi 01 : M-01 Morfologi : Granit : Bongkah granit warna putih, berukuran 80 cm, bentuk menyudut, faneritik kasar (2 6 mm), bentuk butir subhedral, penyebaran merata, masif, komposisi

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat-Sifat Optik Mineral Sifat-sifat optik pada suatu mineral terbagi menjadi dua, yakni sifat optik yang dapat diamati pada saat nikol sejajar dan sifat yang dapat diamati

Lebih terperinci

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf Definisi Batuan Batuan adaiah kompleks/kumpulan dari mineral sejenis atau tak sejenis yang terikat secara gembur ataupun padat. Bedanya dengan mineral, batuan tidak memiliki susunan kimiawi yang tetap,

Lebih terperinci

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Penulis Rizki Puji Diterbitkan 23:27 TAGS GEOGRAFI Kali ini kita membahas tentang batuan pembentuk litosfer yaitu batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf serta

Lebih terperinci

RORO RASI PUTRA REDHO KURNIAWAN FAJAR INAQTYO ZALLAF AHMAD ABDILLAH DOLI ALI FITRI KIKI GUSMANINGSIH BENTI JUL SOSANTRI ALFI RAHMAN

RORO RASI PUTRA REDHO KURNIAWAN FAJAR INAQTYO ZALLAF AHMAD ABDILLAH DOLI ALI FITRI KIKI GUSMANINGSIH BENTI JUL SOSANTRI ALFI RAHMAN Genesha Mineral Pada Lingkup Magmatik RORO RASI PUTRA REDHO KURNIAWAN FAJAR INAQTYO ZALLAF AHMAD ABDILLAH DOLI ALI FITRI KIKI GUSMANINGSIH BENTI JUL SOSANTRI ALFI RAHMAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG Lingkup/Lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT Karakteristik batuan beku andesitik & breksi vulkanik, dan kemungkinan penggunaan sebagai bahan bangunan KARAKTERISTIK BATUAN BEKU ANDESIT & BREKSI VULKANIK, DAN KEMUNGKINAN PENGGUNAAN SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

Magma dalam kerak bumi

Magma dalam kerak bumi MAGMA Pengertian Magma : adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah bersifat mobil, suhu antara 900-1200 derajat Celcius atau lebih yang berasal dari kerak bumi bagian bawah.

Lebih terperinci

DESKRIPSI OPTIS MINERAL DENGAN PENGAMATAN NIKOL SEJAJAR & NIKOL SILANG

DESKRIPSI OPTIS MINERAL DENGAN PENGAMATAN NIKOL SEJAJAR & NIKOL SILANG DESKRIPSI OPTIS MINERAL DENGAN PENGAMATAN NIKOL SEJAJAR & NIKOL SILANG MONTICELLITE (CaMgSiO4) Orthorhombic 2V = 750-800 Tidak berwarna. Granular agregate dari kristal anhedral subhedral, kristal prismatik

Lebih terperinci

ACARA II MINERALOGI OPTIK SIFAT-SIFAT OPTIS MINERAL DALAM PENGAMATAN PLANE POLARIZED LIGHT

ACARA II MINERALOGI OPTIK SIFAT-SIFAT OPTIS MINERAL DALAM PENGAMATAN PLANE POLARIZED LIGHT ACARA II MINERALOGI OPTIK SIFAT-SIFAT OPTIS MINERAL DALAM PENGAMATAN PLANE POLARIZED LIGHT I. Pengamatan Plane Polarized Light Pengamatan PPL (plane polarized light) merupakan pengamatan yang hanya mengunakan

Lebih terperinci

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK Batuan beku adalah batuan yang berasal dari pendinginan magma. Pendinginan tersebut dapat terjadi baik secara Ekstrusif dan Intrusif. Batuan beku yang berasal

Lebih terperinci

hiasan rumah). Batuan beku korok

hiasan rumah). Batuan beku korok Granit kebanyakan besar, keras dan kuat, Kepadatan rata-rata granit adalah 2,75 gr/cm³ dengan jangkauan antara 1,74 dan 2,80. Kata granit berasal dari bahasa Latingranum. (yang sering dijadikan Granit

Lebih terperinci

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU Warna : Hitam bintik-bintik putih / hijau gelap dll (warna yang representatif) Struktur : Masif/vesikuler/amigdaloidal/kekar akibat pendinginan, dll. Tekstur Granulitas/Besar

Lebih terperinci

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi IV. BATUAN METAMRF Faktor lingkungan yang mempengaruhi Batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan dari bentuk asalnya dari batuan yang sudah ada, baik batuan beku, sedimen maupun sebagian

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BATUAN BEKU

KLASIFIKASI BATUAN BEKU KLASIFIKASI BATUAN BEKU Pembagian batuan beku berdasarkan : Lingkungan pembekuan magma Plutonik Hypabisal Volkanik Tekstur Faneritik Porfiritik Afanitik Warna Leucocratic (mafic mineral < 30%) Mesocratic

Lebih terperinci

Studi Mikroskopis Batuan dari Sungai Aranio Kalimantan Selatan dengan Metode Petrografi

Studi Mikroskopis Batuan dari Sungai Aranio Kalimantan Selatan dengan Metode Petrografi Studi Mikroskopis Batuan dari Sungai Aranio Kalimantan Selatan dengan Metode Petrografi Raihul Janah 1), Totok Wianto 2) dan Sudarningsih 2) Abstract: Done observation petrography to detect colour, structure,

Lebih terperinci

Geologi Teknik. Ilmu Geologi, Teknik Geologi,

Geologi Teknik. Ilmu Geologi, Teknik Geologi, Geologi Teknik Mineral, Batuan Norma Puspita, ST. MT. Ilmu Geologi, Teknik Geologi, Geologi Teknik Ilmu Geologi Ilmu yang mempelajari tentang sejarah pembentukan bumi dan batuan, sifat sifat fisik dan

Lebih terperinci

Berdasarkan susunan kimianya, mineral dibagi menjadi 11 golongan antara lain :

Berdasarkan susunan kimianya, mineral dibagi menjadi 11 golongan antara lain : MINERAL Dan KRISTAL Mineral didefinisikan sebagai suatu benda padat homogen yang terdapat di alam, terbentuk secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan memiliki atom-atom

Lebih terperinci

BATUAN BEKU IGNEOUS ROCKS

BATUAN BEKU IGNEOUS ROCKS BATUAN BEKU IGNEOUS ROCKS TEGUH YUWONO, S.T ILMU BATUAN SMK N 1 PADAHERANG DEFINISI merupakan batuan yang berasal dari hasil proses pembekuan magma dan merupakan kumpulan interlocking agregat mineral-mineral

Lebih terperinci

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working

Lebih terperinci

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G No. Sample : BJL- Nama batuan : Andesit Piroksen Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat :. mt,.00.0 mu Sayatan batuan beku, berwarna abu-abu, kondisi segar, bertekstur porfiritik, terdiri

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed

DAFTAR PUSTAKA. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed DAFTAR PUSTAKA Bemmelen, R.W., van, 949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed Office, The Hague, 7 p. Duda, W. H, 976, Cement Data Book, ed- Mc. Donald dan Evans, London, 60 hal. Dunham, R.J.,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI BATUAN BEKU FRAGMENTAL Disusun oleh: Donovan Asriel 21100114140093 LABORATORIUM MINERALOGI, PETROLOGI DAN PETROGRAFI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM

ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM Adi Prabowo Jurusan Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta MENDALA METALOGENIK (Metallogenic Province) suatu area yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik) 2. Batuan

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 PEMBENTUKAN TANAH 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik)

Lebih terperinci

Lampiran 1.1 Analisis Petrografi

Lampiran 1.1 Analisis Petrografi Lampiran. Analisis Petrografi No.Conto : GE- Satuan : Tbr (Masadasar) Lokasi : Kendeng Nama Batuan : Andesit Piroksen \\ A B mm E F X A B mm E F Sayatan tipis andesit piroksen, hipokristalin, alotriomorfik

Lebih terperinci

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH Proses Pembentukan Tanah. Tanah merupakan lapisan paling atas pada permukaan bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan memerlukan tanah untuk tempat hidup. Tumbuh-tumbuhan tidak

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada. ` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi

Lebih terperinci

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama berupa plagioklas, kuarsa (C6-C7) dan k-feldspar (D3-F3).

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK Bidang : Kebumian. Tes 1. Bahan : Geologi -1

LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK Bidang : Kebumian. Tes 1. Bahan : Geologi -1 Bidang Studi Kode Berkas : Kebumian : KEB-T01 (soal) LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK 2018 Bidang : Kebumian Tes 1 Bahan : Geologi -1 (Tektonik Lempeng, Kristalografi, Mineralogi, Petrologi,

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM BATUAN KALIUM DI KECAMATAN BARRU DAN TANETE RILAU KABUPATEN BARRU, PROVINSI SULAWESI SELATAN

EKSPLORASI UMUM BATUAN KALIUM DI KECAMATAN BARRU DAN TANETE RILAU KABUPATEN BARRU, PROVINSI SULAWESI SELATAN EKSPLORASI UMUM BATUAN KALIUM DI KECAMATAN BARRU DAN TANETE RILAU KABUPATEN BARRU, PROVINSI SULAWESI SELATAN Irwan Muksin, Kusdarto, Reza Marza D Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Menggunakan Software K-Ware Magma

Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Menggunakan Software K-Ware Magma JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 6 NOMOR 2 AGUSTUS 2010 Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Menggunakan Software K-Ware Magma Jahidin Program Studi Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM Oleh: Hill. Gendoet Hartono Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta E-mail: hilghartono@yahoo.co.id Disampaikan pada : FGD Pusat Survei Geologi,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

MINERALOGI, PETROLOGI DAN TERAPANNYA

MINERALOGI, PETROLOGI DAN TERAPANNYA MATERI KURSUS GEOLOGY FOR NON-GEOLOGIST MINERALOGI, PETROLOGI DAN TERAPANNYA OLEH : DR. HILL. GENDOET HARTONO, ST., MT. DR.RER.NAT. ARIFUDIN IDRUS IKATAN AHLI GEOLOGI INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batuan

TINJAUAN PUSTAKA. Batuan TINJAUAN PUSTAKA Batuan Batuan yang terdapat di permukaan bumi sangat bervariasi jenis dan kepadatannya. Batuan beku merupakan penyusun utama kerak bumi, tetapi batuan sedimen merupakan penyusun permukaan

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

Citra LANDSAT Semarang

Citra LANDSAT Semarang Batuan/Mineral Citra LANDSAT Semarang Indonesia 5 s/d 7 km 163 m + 2 km QUARRY BARAT LAUT Tidak ditambang (untuk green belt) muka airtanah 163 m batas bawah penambangan (10 m dpl) 75-100 m dpl Keterangan

Lebih terperinci

LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK Bidang : Kebumian. Solusi. Latihan 1. Bahan : Geologi -1

LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK Bidang : Kebumian. Solusi. Latihan 1. Bahan : Geologi -1 Bidang Studi Kode Berkas : Kebumian : KEB-L01 (solusi) LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK 2018 Bidang : Kebumian Solusi Latihan 1 Bahan : Geologi -1 (Tektonik Lempeng, Kristalografi, Mineralogi,

Lebih terperinci

BATUAN BEKU. Disusun Oleh :

BATUAN BEKU. Disusun Oleh : BATUAN BEKU Disusun Oleh : Revki Septiansyah B (03021281419080) Achmad Yansen (03021381419134) Darma Raharja H (03021381419127) Ravisi Gustama (03021381419148) A. Syaftian Febri (03021381419117) M. Andri

Lebih terperinci

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,

Lebih terperinci

PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN

PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN Oleh : Sjafra Dwipa, Irianto, Arif Munandar, Edi Suhanto (Dit. Vulkanologi) SARI Intrusi andesit di bukit

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan 1.3 Waktu Pelaksanaan Praktikum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan 1.3 Waktu Pelaksanaan Praktikum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.1.1 Mengetahui sifat-sifat optik mineral. 1.1.2 Mengetahui perbedaan pengamatan sifat optik mineral melalui nikol sejajar dan nikol bersilang. 1.1.3 Mengetahui nama mineral

Lebih terperinci

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1 Tinjauan Umum Menurut kamus The Penguin Dictionary of Geology (1974 dalam Rusman dan Zulkifli, 1998), mineralisasi adalah proses introduksi (penetrasi atau akumulasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ph dan Komposisi Kimia Pelarut serta Ukuran Butir Batuan Reaksi batuan dengan penambahan pelarut air hujan (kontrol), asam humat gambut (AHG) dan asam humat lignit (AHL) menunjukkan

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA IV: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN SILISIKLASTIK Asisten Acara: 1. 2. 3.

Lebih terperinci

BAB I. Pengenalan Mikroskup Polarisasi

BAB I. Pengenalan Mikroskup Polarisasi BAB I. Pengenalan Mikroskup Polarisasi I.1. Pendahuluan Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut

Lebih terperinci

1.1 Hasil Analisis Petrografi 1.2. Lampiran 1

1.1 Hasil Analisis Petrografi 1.2. Lampiran 1 1.1 Hasil Analisis Petrografi 1.2 Lampiran 1 Lampiran 1a. Hasil Analisis Sayatan Tipis Batuan, Daerah Danau Ranau, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung No. Urut : 1 No. Sampel : DR-80 Lokasi : ; X=

Lebih terperinci

MAKALAH BATUAN BEKU BAB I PENDAHULUAN

MAKALAH BATUAN BEKU BAB I PENDAHULUAN MAKALAH BATUAN BEKU BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagian lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi daratan adalah bagian

Lebih terperinci

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi Gunung Ungaran Survei geologi di daerah Ungaran telah dilakukan pada hari minggu 15 Desember 2013. Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral.

Sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral. B. BATUAN BATUAN : Sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral. Berdasarkan kejadiannya (genesa), tekstur dan komposisi mineralnya, batuan terbagi menjadi 3,

Lebih terperinci

Pengenalan Mineral Optik & Petrografi. Fahri Adrian Teknik Geologi dan Geofisika Universitas Syah Kuala

Pengenalan Mineral Optik & Petrografi. Fahri Adrian Teknik Geologi dan Geofisika Universitas Syah Kuala Pengenalan Mineral Optik & Petrografi Fahri Adrian Teknik Geologi dan Geofisika Universitas Syah Kuala Nama : Fahri Adrian B.Sc., M.Sc. Pendidikan: S1, Geologi (Petroleum) Universiti Kebangsaan Malaysia

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA

PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA Beta Kurniawahidayati 1 *, Mega F. Rosana 1, Heryadi Rachmat 2 1. Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik Geologi 2. Museum Geologi Bandung

Lebih terperinci

BAB II PETROLOGI BATUAN BEKU EKSTRUSI A. PENGERTIAN BATUAN BEKU EKSTRUSIF

BAB II PETROLOGI BATUAN BEKU EKSTRUSI A. PENGERTIAN BATUAN BEKU EKSTRUSIF BAB II PETROLOGI BATUAN BEKU EKSTRUSI A. PENGERTIAN BATUAN BEKU EKSTRUSIF Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung

Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung Eka Dwi Ramadhan 1), Johanes Hutabarat 2), Agung Mulyo 3) 1) Mahasiswa S1 Prodi Teknik

Lebih terperinci

Proses metamorfosis meliputi : - Rekristalisasi. - Reorientasi - pembentukan mineral baru dari unsur yang telah ada sebelumnya.

Proses metamorfosis meliputi : - Rekristalisasi. - Reorientasi - pembentukan mineral baru dari unsur yang telah ada sebelumnya. 4. Batuan Metamorfik 4.1 Kejadian Batuan Metamorf Batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk dari batuan asalnya, berlangsung dalam keadaan padat, akibat pengaruh peningkatan suhu (T) dan tekanan

Lebih terperinci

Mineral Seri Reaksi Bowen

Mineral Seri Reaksi Bowen Mineral Seri Reaksi Bowen No Deret Diskontinu Deskripsi Megaskopis 1 Olivin Warna : Hijau Tua, Kehitaman Belahan : Konkoida Pecahan : Gelas Kiilap : Putih Berat Jenis : 3,27-3,37 Kekerasan : 6,5-7 2 Piroksen

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.

Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB. 1 Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.: 1153 1155/2013 No. : 01 No.Lab. : 1153/2013 Kode contoh : BA-II Jenis

Lebih terperinci

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung

Lebih terperinci

PERHITUNGAN CADANGAN BATU ANDESIT PT. DUTA ALAM BAHAGIA DESA MAGUAN KECAMATAN SAMBIT KABUPATEN PONOROGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERHITUNGAN CADANGAN BATU ANDESIT PT. DUTA ALAM BAHAGIA DESA MAGUAN KECAMATAN SAMBIT KABUPATEN PONOROGO PROVINSI JAWA TIMUR PERHITUNGAN CADANGAN BATU ANDESIT PT. DUTA ALAM BAHAGIA DESA MAGUAN KECAMATAN SAMBIT KABUPATEN PONOROGO PROVINSI JAWA TIMUR M Romi Syahrial 1, 1, Handoko Teguh Wibowo, 2 Jurusan Teknik Geologi, e-mail:

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

Semakin ke arah dacite, kandungan silikanya semakin besar.

Semakin ke arah dacite, kandungan silikanya semakin besar. Afinitas magma merupakan perubahan komposisi komposisi kimia yang terkandung didalam magma yang disebabkan oleh oleh adanya factor factor tertentu. Aktifitas aktifitas magma ini bisa berbeda satu sama

Lebih terperinci

CHAPTER 15 Metamorphism, Metamorphic Rocks, and Hydrothermal Rocks

CHAPTER 15 Metamorphism, Metamorphic Rocks, and Hydrothermal Rocks CHAPTER 15 Metamorphism, Metamorphic Rocks, and Hydrothermal Rocks Nama Kelompok : NORBAYAH A1A513227 YOGA PURWANINGTIYAS A1A513210 SAFARIAH A1A513223 DOSEN PEMBIMBING: Drs. H. SIDHARTA ADYATMA, Msi. Dr.

Lebih terperinci

Bab IV Sistem Panas Bumi

Bab IV Sistem Panas Bumi Bab IV Sistem Panas Bumi IV.1 Dasar Teori Berdasarkan fluida yang mengisi reservoir, sistem panas bumi dibedakan menjadi 2, yaitu sistem panas bumi dominasi air dan sistem panasbumi dominasi uap. 1. Sistem

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) dan Pardiyanto (1979) (gambar 2.1), daerah penelitian termasuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Berdasarkan pembagian Fisiografis Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) (gambar 2.1) dan menurut Pardiyanto (1970), daerah penelitian termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB III TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Tambang Zeolit di Desa Cikancra Tasikmalaya Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Maluku sampai Sulawesi.

Lebih terperinci

Karakteristik Batu Penyusun Candi Borobudur

Karakteristik Batu Penyusun Candi Borobudur Karakteristik Batu Penyusun Candi Borobudur Leliek Agung Haldoko, Rony Muhammad, dan Al. Widyo Purwoko Balai Konservasi Borobudur leliek_agung@yahoo.co.id Abstrak : Candi Borobudur merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

PAPER FELDSPAR DI SUSUN OLEH: DESAN DESITNA ARUNG 41202A0045 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

PAPER FELDSPAR DI SUSUN OLEH: DESAN DESITNA ARUNG 41202A0045 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM 1i PAPER FELDSPAR DI SUSUN OLEH: DESAN DESITNA ARUNG 41202A0045 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM 2014 2ii DAFTAR ISI Halaman judul... i Daftar isi... ii

Lebih terperinci