BAB III ALTERASI HIDROTERMAL
|
|
- Doddy Budiaman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan hidrotermal. Larutan hidrotermal adalah suatu cairan panas yang berasal dari kulit bumi yang bergerak ke atas dengan membawa komponenkomponen pembentuk mineral bijih (Bateman dan Jensen, 1981). Larutan hidrotermal pada suatu sistem dapat berasal dari air magmatik, air meteorik, connate atau air yang berisi mineral yang dihasilkan selama proses metamorfisme yang menjadi panas di dalam bumi dan menjadi larutan hidrotermal. Ketika terjadi kontak batuan dengan larutan hidrotermal, maka terjadi perubahan mineralogi dan perubahan kimia antara batuan dan larutan, di luar kesetimbangan kimia dan kemudian larutan akan mencoba kembali membentuk kesetimbangan. Menurut Browne (1991), perubahan terjadi akibat lingkungan baru. Perubahan-perubahan yang terjadi pada batuan tergantung pada beberapa hal, yaitu: temperatur, sifat kimia larutan hidrotermal, konsentrasi larutan hidrotermal, komposisi batuan samping, durasi aktivitas hidrotermal, permeabilitas. Reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu tergantung dari temperatur dan ph fluida dan disebut sebagai himpunan mineral (Guilbert dan Park, 1986), sehingga dengan munculnya mineral alterasi tertentu akan menunjukkan komposisi ph larutan dan temperatur fluida (Reyes, 1990 dalam Corbett dan Leach, 1996). Kingston Morrison (1995) menjabarkan mineral-mineral hidrotermal yang menjadi penunjuk temperatur Meilani Magdalena/
2 pembentukan mineral yang terbentuk dari alterasi batuan pada kondisi ph asamnetral (Tabel 3.1). Tabel 3.1. Mineral alterasi penunjuk temperatur (Kingston Morrison, 1995). Mineral-mineral alterasi yang dihasilkan dari proses ubahan hidrotermal terjadi melalui empat cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan membentuk urat; penggantian pada mineral primer batuan guna mencapai kesetimbangan pada kondisi dan lingkungan yang baru; pelarutan dari mineral primer batuan; dan pelamparan akibat arus turbulen dari zona didih (Browne, 1991) Suatu daerah yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral alterasi disebut sebagai zona alterasi (Guilbert dan Park, 1986). Tabel 3.2 memperlihatkan zona alterasi yang ditunjukkan oleh himpunan mineral tertentu dan tipe mineralisasinya berdasarkan hubungan antara temperatur dan ph larutan yang dibuat oleh Corbett dan Leach (1996). Meilani Magdalena/
3 Tabel 3.2. Himpunan mineral alterasi dalam sistem hidrotermal berdasarkan temperatur dan ph larutan hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996). Lowell dan Guilbert (1970) membagi zona alterasi menjadi 5 bagian (Gambar 3.1) berdasarkan keterdapatan mineral alterasi akibat pengaruh, penurunan temperatur, variasi ph larutan hidortermal, dan pengaruh air meteorik. Zona alterasi tersebut yaitu: Meilani Magdalena/
4 1. Potasik : zona ini dicirikan dengan kehadiran biotit sekunder dan k-feldspar sekunder, serta magnetit, serisit, anhidrit, dan sedikit mineral sulfida (kalkopirit, bornit, pirit, dan molibdenit) yang berada di dalam veinlets dan tersebar dalam zona K-silikat. Zona potasik terbentuk pada saat awal terbentuk tubuh intrusi porfiri. 2. Filik : zona ini dicirikan dengan rangkaian mineral serisit, kuarsa, dan pirit. Mineral bijih yang dijumpai terdiri dari kalkopirit, molibdenit, kasiterit, native gold (Au). Zona ini mengandung banyak pirit paling banyak, sehingga sering disebut zona pirit. Zona ini terbentuk akibat hadirnya influks air yang memiliki temperatur yang lebih rendah dan ph yang lebih asam. 3. Argilik : zona ini terdiri atas mineral lempung argilik seperti kaolinit dan monmorilonit. Kehadiran zona ini diakibatkan karena makin intensifnya influks air meteorik yang memiliki temperatur yang lebih rendah dan nilai ph yang lebih rendah. 4. Propilitik : zona ini memiliki penyebaran yang luas dan sangat sedikit yang berhubungan langsung dengan mineralisasi, dicirikan dengan kehadiran klorit, kalsit, epidot, dan pirit. Pada zona propilitik ini penurunan temperatur memegang peranan dominan dalam kondisi ph netral sampai alkali. Gambar 3.1. Model alterasi endapan porfiri tembaga (Lowell dan Guilbert, 1970). Meilani Magdalena/
5 3.2 Sistem Porfiri Cu-Au Sistem porfiri adalah sistem endapan hipotermal yang terjadi dalam bentuk stockwork atau tersebar acak, dan secara dekat berhubungan dengan intrusi porfiri dan mineralisasinya berhubungan dengan alterasi potasik yang seringkali mengalami overprinted (Corbett and Leach, 1996). Silitoe (1972, dalam Sulutov, 1974) menjabarkan genesa Cu-Au porfiri dihubungkan dengan model tektonik lempeng. Dikatakan bahwa endapan Cu-Au adalah hasil dari aktivitas penunjaman antara lempeng samudera dengan lempeng samudera membentuk busur kepulauan. Magma bersifat kalk-alkalin atau alkalin. Sistem porfiri Cu-Au di Batu Hijau termasuk dalam late oceanic arc (Gambar 3.2), hal ini ditunjukkan dengan batuan volkanik yang terbentuk pada Tersier Awal, bersifat low-k, dan berasosiasi dengan intrusi intermediet yang bersifat kalk-alkalin (Meldrum, dkk., 1994 dalam Ali 1997). Gambar 3.2. Skema tatanan tektonik pada batuan potassik (CAP : Continental Arc, PAP : Post Collisional Arc, WIP : Within Plate Setting, MORB : Mid Oceanic Ridge Basalt, OIB : Oceanic Island Basalt) (Mitchell dan Garson, 1981). Meilani Magdalena/
6 3.3 Alterasi Hidrotermal Daerah Penelitian Metode Pengamatan Dalam mengetahui jenis mineral alterasi yang hadir, tekstur, serta hubungan antara mineral-mineral tersebut, penulis menggunakan 2 metode pengamatan, yaitu pengamatan secara megaskopis dan pengamatan secara petrografis. Kedua metode ini saling mendukung dalam menentukan zonasi alterasi di daerah penelitian Pengamatan Megaskopis Pengamatan megaskopis merupakan hal pertama yang dilakukan dalam mengidentifikasi batuan. Dalam studi alterasi, dengan melakukan pengamatan megaskopis dapat mengidentifikasi perubahan fisik yang terjadi pada batuan, tekstur batuan asal, dan kehadiran mineral penciri alterasi. Pengamatan megaskopis dilakukan terhadap conto cutting, conto inti bor, dan conto batuan permukaan secara detail dan kemudian dilanjutkan dengan pengamatan petrografis. Secara megaskopis, batuan yang telah mengalami alterasi dapat dikenali dari perubahan warna batuan, tekstur batuan, dan kehadiran mineral alterasi. Mineral-mineral alterasi biasanya dibedakan dari warna dan teksturnya. Namun, dalam pengamatan secara megaskopis ini perlu dilakukan secara hati-hati karena terdapat beberapa mineral yang sulit diidentifikasi, seperti serisit karena bentuknya yang sangat halus berupa agregat. Mineral magnetit dapat dikenali dengan menggunakan magnet Pengamatan Petrografis Dalam studi alterasi, analisis petrografi pada prinsipnya dilakukan untuk mengidentifikasi kehadiran mineral alterasi pada batuan berdasarkan sifat optik dari mineral tersebut. Analisis petrografi selain dilakukan untuk mengenali keberadaan mineral alterasi, juga dilakukan untuk mengamati tekstur-tekstur alterasi tertentu, seperti tekstur penggantian (replacement) atau tekstur pengisian (vug filling). Informasi tekstur khas dalam alterasi tersebut Meilani Magdalena/
7 sangat diperlukan untuk melakukan paragenesa mineral alterasi dan indikasi terjadinya overprinting Zonasi Alterasi Daerah Penelitian Alterasi hidrotermal di daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi 3 zona alterasi hidrotermal dengan mengacu pada klasifikasi Corbett dan Leach (1996), yaitu: Zona Biotit-Magnetit-Kuarsa, Zona Klorit Epidot Aktinolit, dan Zona Kuarsa Serisit Klorit Kalsit. Dari himpunan mineral tersebut dilakukan perkiraan temperatur untuk mengetahui indikasi temperatur pembentuk dari tiaptiap zona. Indikasi temperatur dari perkiraan ini dipertimbangkan juga dengan pengamatan tekstur untuk mengetahui adanya proses overprinting atau tidak Zona Biotit-Magnetit Kuarsa Secara umum alterasi ini berkembang pada batuan tonalit tua dan batuan dinding yang terintrusi oleh batuan tonalit tua. Zona ini ditandai oleh kehadiran mineral biotit sekunder yang dominan, disertai oleh kehadiran kuarsa sekunder dan magnetit (Gambar 3.3). Dalam sayatan tipis, biotit sekunder hadir berwarna coklat dengan ukuran 0,25-1,5 mm, berserabut dan anhedral. Mineral biotit sekunder ini hadir menggantikan sebagian atau seluruhnya dari mineral hornblenda dan plagioklas. Magnetit hadir berasosiasi dengan biotit sekunder. Dalam sayatan tipis, magnetit hadir berupa mineral opak. Identifikasi mineral magnetit dilakukan secara megaskopis dengan menggunakan magnet dan secara minegrafis. Secara megaskopis, magnetit hadir berwarna abu-abu gelap dengan kilap metalik dan sangat bersifat magnetis, sedangkan secara mineragrafis magnetit memiliki warna abu-abu kecoklatan. Mineral kuarsa sekunder hadir sebagai mineral ubahan sebagian pada tubuh mineral plagioklas dan k-felspar dengan persentase <10%. Batuan yang mengalami alterasi pada zona ini memiliki intensitas alterasi yang bervariasi. Pada batuan tonalit tua, intensitas alterasi untuk zona ini sedangkuat, sedangkan pada batuan tonalit muda, intensitas alterasi untuk zona ini umumnya lemah-sedang. Meilani Magdalena/
8 Berdasarkan kisaran temperatur zona alterasi hidrotermal (Kingston Morrison, 1995), Zona Biotit-Magnetit-Kuarsa ini berada dalam kisaran temperatur C (Tabel 3.3), pada kisaran ph 7-8, dan disebandingkan dengan Zona Potasik (Corbett dan Leach, 1996). Tabel 3.3. Kisaran temperatur mineral alterasi pada Zona Biotit-Magnetit- Kuarsa (Kingston Morrison, 1995). a b c d Gambar 3.3. (a) Pengamatan megaskopis pada batuan tonalit tua (conto COG.5) yang telah mengalami alterasi Zona Biotit-Magnetit-Kuarsa. (b) Magnetit pada pengamatan mineragrafi (conto M45). (c) dan (d) pengamatan petrografi yang memperlihatkan biotit sekunder hadir sebagai mineral ubahan dari hornblenda (conto COG.5). (qz : kuarsa, plg : plagioklas, bio 2nd : biotit sekunder, mt : magnetit). Meilani Magdalena/
9 Zona Klorit Epidot Aktinolit Zona alterasi ini berkembang baik pada area yang yang jauh dari intrusi tonalit. Zona alterasi ini dicirikan oleh hadirnya mineral klorit, epidot, dan aktinolit (Gambar 3.4). Klorit hadir berserabut dan sebagai agregat halus, berukuran 0,5-1,5 mm, serta hadir sebagai mineral ubahan dari hornblenda dan plagioklas. Epidot secara megaskopis dijumpai berwarna hijau kekuningan, sedangkan pada sayatan tipis, epidot umumnya hadir sebagai mineral ubahan dari piroksen dan berasosiasi dengan mineral bijih. Aktinolit merupakan mineral dengan temperatur paling tinggi pada zona alterasi ini. Aktinolit hadir mengubah mineral plagioklas dan dijumpai umumnya berbentuk menjarum ataupun prismatik, dengan ukuran 0,1-1 mm. Berdasarkan kisaran temperatur zona alterasi hidrotermal (Kingston Morrison, 1995), Zona Klorit-Epidot-Aktinolit ini berada dalam kisaran temperatur C (Tabel 3.4), pada kisaran ph 5-6, dan disebandingkan dengan Zona Propilitik (Corbett dan Leach, 1996). Tabel 3.4. Kisaran temperatur mineral alterasi pada Zona Klorit-Epidot-Aktinolit (Kingston Morrison, 1995). Meilani Magdalena/
10 a d b e c f Gambar 3.4. (a) dan (d) pengamatan megaskopis pada batuan yang menunjukan alterasi propilitik. (b) Epidot hadir sebagai mineral ubahan dari piroksen. (c) Aktinolit berbentuk menjarum dan hadir sebagai mineral ubahan dari plagioklas. (e) dan (f) klorit hadir sebagai mineral ubahan dari plagioklas dan hornblenda, epidot umumnya hadir berasosiasi dengan mineral bijih. (plg : plagioklas, ch : klorit, ep : epidot, act : aktinolit). Meilani Magdalena/
11 Zona Kuarsa-Serisit-Klorit Kalsit Zona alterasi ini berkembang pada area luar dari intrusi tonalit, terutama pada daerah tepi dari tonalit. Zona alterasi ini ditandai oleh kehadiran mineral serisit dan klorit yang dominan disertai oleh kehadiran kuarsa sekunder dan kalsit (Gambar 3.5). Pada zona ini serisit hadit berbentuk agregat dengan sifat optik mirip dengan muskovit (Corbett dan Leach, 1996). Serisit ini umumnya hadir menggantikan plagioklas. Klorit hadir sebagai mineral ubahan dari plagioklas dan mineral mafik (biotit, piroksen, hornblenda) maupun ubahan dari mineral sekunder hasil alterasi sebelumnya yaitu mineral biotit sekunder. Hal ini ditandai oleh adanya overprinting mineral yang teramati pada pengamatan mikroskopis. Sama halnya dengan klorit, kalsit dan kuarsa sekunder hadir dominan menggantikan mineral plagioklas. Berdasarkan kisaran temperatur (Kingston Morrison, 1995), didapat bahwa zona ini terbentuk pada kisaran temperatur C (Tabel 3.5) dan pada kisaran ph 4-6 serta disebandingkan dengan Zona Filik (Corbett dan Leach, 1996). Tabel 3.5. Kisaran temperatur mineral alterasi pada Zona Kuarsa-Serisit-Klorit- Kalsit (Kingston Morrison, 1995). Meilani Magdalena/
12 a b c d Gambar 3.5. (a) Pengamatan megaskopis pada batuan tonalit tua yang mempelihatkan alterasi pada Zona Kuarsa-Serisit-Klorit-Kalsit. (b) Serisit berupa agregat halus dan hadir menggantikan hampir seluruh mineral plagioklas. (c) Klorit hadir berserabut sebagai mineral ubahan dari plagioklas. (d) Kalsit hadir menggantikan sebagian dari mineral plagioklas. (plg : plagioklas, ch : klorit, qz : kuarsa, ser : serisit, cal : kalsit) Tahapan Alterasi 3 zona alterasi pada daerah penelitian yakni: Zona Biotit-Magnetit-Kuarsa (disebandingkan dengan Zona Potasik), Zona Klorit-Epidot-Aktinolit (disebandingkan dengan Zona Propilitik), dan Zona Kuarsa-Serisit-Klorit-Kalsit (disebandingkan dengan Zona Filik) menunjukkan adanya perubahan kondisi temperatur dan ph dari larutan hidrotermal. Berdasarkan pengelompokan mineral alterasi hidrotermal menurut Corbett dan Leach (1996) dapat diketahui perkiraan tahapan zona alterasi. Tahapan zona alterasi pada daerah penelitian diawali dengan terbentuknya Zona Biotit-Magnetit-Kuarsa yang terbentuk pada Meilani Magdalena/
13 temperatur tinggi sekitar C, dan pada ph 7-8. Tahapan ini kemudian diikuti oleh pembentukan Zona Klorit-Epidot-Aktinolit pada bagian luar dari Zona Potasik, pada kisaran temperatur C dan pada ph 5-6, yang menandakan adanya proses pendinginan sistem yang progresif. Tahap selanjutnya yaitu pembentukan Zona Kuarsa-Serisit-Klorit-Kalsit yang terbentuk pada kisaran temperatur C dan pada ph 4-6. Ke-3 zona alterasi ini menunjukan adanya perubahan secara mineralogi akibat perubahan temperatur dan ph larutan hidrotermal (Tabel 3.6). Tabel 3.6. Tahapan alterasi hidrotermal di daerah penelitian. Meilani Magdalena/
BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL
BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan
Lebih terperinciBAB IV ALTERASI HIDROTERMAL
BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal
Lebih terperinci(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.
` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut
Lebih terperinciBab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal
Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk
Lebih terperinciSTUDI UBAHAN HIDROTERMAL
BAB IV STUDI UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal
Lebih terperinciBAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL
4.1 TEORI DASAR BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL Alterasi adalah suatu proses yang di dalamnya terjadi perubahan kimia, mineral, dan tekstur karena berinteraksi dengan fluida cair panas (hidrotermal) yang dikontrol
Lebih terperinciBAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar
BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. Teori Dasar Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk
Lebih terperinciBAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1 Tinjauan Umum Menurut kamus The Penguin Dictionary of Geology (1974 dalam Rusman dan Zulkifli, 1998), mineralisasi adalah proses introduksi (penetrasi atau akumulasi
Lebih terperinciBAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46
BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,
Lebih terperinciBAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN
BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN 4.1 Tinjauan Umum Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan
Lebih terperinciBAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI
BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI 6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder,
Lebih terperinciBAB II TATANAN GEOLOGI
BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa
Lebih terperinciBAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN
BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN 4.1 Alterasi Hidrotermal Daerah Penelitian 4.1.1 Pengamatan Megaskopis Pengamatan alterasi hidrotermal dilakukan terhadap beberapa conto batuan
Lebih terperinciIII.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon
III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon Kuarsa sekunder adalah mineral silika yang memiliki temperatur pembentukan relatif panjang, berkisar 180 0 C hingga lebih dari 300 0 C (Reyes, 1990). Kehadiran kuarsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi tembaga dan emas yang melimpah. Sebagian besar endapan tembaga dan emas ini terakumulasi pada daerah busur magmatik.
Lebih terperinciLABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA
PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA: PETROGRAFI BATUAN ALTERASI Asisten Acara: 1... 2.... 3.... 4.... Nama Praktikan :... NIM :... Borang ini ditujukan kepada praktikan guna mempermudah pemahaman
Lebih terperinciBAB III ALTERASI HIDROTHERMAL
BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL 3.1. Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal
Lebih terperinciBAB II TATANAN GEOLOGI
BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Endapan mineral Batu Hijau yang terletak di Pulau Sumbawa bagian baratdaya merupakan endapan porfiri Cu-Au. Pulau Sumbawa
Lebih terperinciBAB V PENGOLAHAN DATA
BAB V PENGOLAHAN DATA Data yang didapatkan dari pengamatan detail inti bor meliputi pengamatan megakopis inti bor sepanjang 451 m, pengamatan petrografi (32 buah conto batuan), pengamatan mineragrafi (enam
Lebih terperinciBAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN
BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang
Lebih terperinciSTUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR
STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR ABSTRAK Sapto Heru Yuwanto (1), Lia Solichah (2) Jurusan Teknik Geologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik
Lebih terperinciGambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).
Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keterdapatan mineralisasi emas di Indonesia terdapat salah satu nya berada di Selogiri,
Lebih terperinciBab IV Sistem Panas Bumi
Bab IV Sistem Panas Bumi IV.1 Dasar Teori Berdasarkan fluida yang mengisi reservoir, sistem panas bumi dibedakan menjadi 2, yaitu sistem panas bumi dominasi air dan sistem panasbumi dominasi uap. 1. Sistem
Lebih terperinciBAB III ALTERASI HIDROTHERMAL
. Foto 3.8. a) dan b) Foto inti bor pada sumur BCAN 4 dan sampel breksi tuf (sampel WID-3, sumur bor BCAN-1A) yang telah mengalami ubahan zona kaolinit montmorilonit siderit. c) Mineral lempung hadir mengubah
Lebih terperinciBAB II TATANAN GEOLOGI
BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Pulau Sumbawa Pulau Sumbawa merupakan salah satu dari gugusan Kepulauan Nusa Tenggara yang terletak pada Busur Kepulauan Banda
Lebih terperinciI. ALTERASI HIDROTERMAL
I. ALTERASI HIDROTERMAL I.1 Pengertian Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100 500 o C) sisa pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya dan membentuk mineral-mineral
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi, dan disebut sistem porfiri karena tekstur porfiritik dari intrusi yang
Lebih terperinciMetamorfisme dan Lingkungan Pengendapan
3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras
Lebih terperinciBAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah
BAB V MINERALISASI 5.1. Mineralisasi di daerah Sontang Tengah Studi mineralisasi pada penelitian ini dibatasi hanya pada mineralisasi Sulfida masif dengan komposisi mineral galena, sfalerit, pirit, Ag
Lebih terperinciA B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm
No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI
BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI IV.1 Pendahuluan Energi panasbumi merupakan sumber panasbumi alami di dalam bumi yang terperangkap pada kedalaman tertentu dan dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Energi
Lebih terperinciBAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS
BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS 4.1 Tinjauan Umum Hidrotermal berasal dari kata hidro artinya air dan termal artinya panas. Adapun hidrotermal itu sendiri didefinisikan sebagai larutan panas (50
Lebih terperinciBateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan
Idarwati Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan dapat diambil secara ekonomis. mineral bijih dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan potensi sumber daya mineral ekonomis yang sangat melimpah. Contoh sumberdaya mineral yang menjadi komoditas utama dalam industri mineral
Lebih terperinciINVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI
INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yang bergerak satu sama lain. Berdasarkan teori tektonik lempeng, wilayah Indonesia
Lebih terperinciALTERASI DAN MINERALISASI PADA BATUAN PORFIRI ANDESIT DAN PORFIRI GRANODIORIT DI DAERAH CIGABER DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN
ALTERASI DAN MINERALISASI PADA BATUAN PORFIRI ANDESIT DAN PORFIRI GRANODIORIT DI DAERAH CIGABER DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Jodi Prakoso B. 1, Aton Patonah 2, Faisal Helmi 2 1 Laboratorium
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... x ABSTRAK... xv ABSTRACT... xvi BAB I - PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang...
Lebih terperinci3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...
Lebih terperinciGEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT
GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Mohammad Tommy Agus Binsar*, Yoga Aribowo*, Dian Agus Widiarso*
Lebih terperinciSTUDI ALTERASI DAN MINERALISASI TEMBAGA PADA AREA PENAMBANGAN TERBUKA BATU HIJAU, SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT
STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI TEMBAGA PADA AREA PENAMBANGAN TERBUKA BATU HIJAU, SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana strata satu di Program Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alterasi hidrotermal adalah suatu proses kompleks yang meliputi perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia yang terjadi akibat interaksi larutan hidrotermal
Lebih terperinciI.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4
Daftar Isi v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... i
Lebih terperinciSTUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program
Lebih terperinciBAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1. Mineralisasi Urat Arinem Carlile dan Mitchell (1994) menyatakan bahwa endapan urat epitermal dan stockwork di Indonesia umumnya terkonsentrasi pada busur kepulauan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya mineral merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pencarian lokasi sumber mineral baru. Setelah adanya
Lebih terperinciCiri Litologi
Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem porfiri merupakan suatu endapan hipotermal yang dicirikan oleh stockwork yang tersebar (disseminated) dalam massa batuan yang besar yang berhubungan
Lebih terperinciALTERASI-MINERALISASI DAN GEOKIMIA ENDAPAN TEMBAGA DI KALI BOKI DESA KUBUNGKECAMATAN BACAN SELATAN KABUPATEN HALMAHERASELATAN PROVINSI MALUKU UTARA
ALTERASI-MINERALISASI DAN GEOKIMIA ENDAPAN TEMBAGA DI KALI BOKI DESA KUBUNGKECAMATAN BACAN SELATAN KABUPATEN HALMAHERASELATAN PROVINSI MALUKU UTARA ALTERATION-MINERALIZATION AND GEOCHEMISTRY OF COPPER
Lebih terperinciLintong Mandala Putra Siregar 1, Fauzu Nuriman 2
ANALISIS PERBANDINGAN MINERAL SULFIDA DENGAN METODE BLASTHOLE MAPPING UNTUK MENGETAHUI ESTIMASI KADAR TEMBAGA (Cu) PADA LINE X DAERAH BATU HIJAU, NEWMONT NUSA TENGGARA Lintong Mandala Putra Siregar 1,
Lebih terperinci3.8 Tipe Urat pada Endapan Porfiri... 25
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv SARI... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1
Lebih terperinciBAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN
BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN 4.1. KONSEP DASAR EKSPLORASI Konsep eksplorasi adalah alur pemikiran yang sistimatis, dimana kita menentukan objek dari pencaharian itu atau jenis dan
Lebih terperinciSTUDI PETROLOGI DAN PETROGRAFI PADA ALTERASI BUKIT BERJO, GODEAN, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENELITIAN AWAL MENGENAI ALTERASI DI BUKIT BERJO
STUDI PETROLOGI DAN PETROGRAFI PADA ALTERASI BUKIT BERJO, GODEAN, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENELITIAN AWAL MENGENAI ALTERASI DI BUKIT BERJO Adnan Hendrawan 1* Gabriela N.R. Bunga Naen 1 Eka Dhamayanti
Lebih terperinciGEOLOGI DAN STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH BATU HIJAU, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT
GEOLOGI DAN STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH BATU HIJAU, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi tahap sarjana strata satu (S1) Program Studi
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak
Lebih terperinciPROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014
PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 Wahyu Widodo, Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam S A R I Prospeksi mineral logam di Kabupaten
Lebih terperinciGENESA DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
GENESA DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI HAKEKAT DAN KLASIFIKASI TEMBAGA Tembaga adalah salah satu unsur transisi periode keempat dan anggota golongan IB dalam sistem periodik. Sebagaimana unsur transisi lainnya,
Lebih terperinciESTIMASI TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KEHADIRAN
ESTIMASI TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KEHADIRAN MINERAL ALTERASI PADA SUMUR X LAPANGAN PANAS BUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT SUBSURFACE TEMPERATURE ESTIMATION
Lebih terperinciPetrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL , Grasberg, Papua-Indonesia
Petrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL98-10-22, Grasberg, Papua-Indonesia Zimmy Permana 1), Mega Fatimah Rosana 1), Euis Tintin Yuningsih 1), Benny Bensaman 2), Reza Al Furqan 2) 1 Fakultas
Lebih terperinciBAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN
BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN 5.1 Data AAS (Atomic Absorption Spectrometry) AAS (Atomic Absorption Spectrometry) atau dikenal juga sebagai Spektrometri Serapan Atom merupakan suatu metode kimia yang
Lebih terperinciSeminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 IST AKPRIND Yogyakarta
MINERALISASI BIJIH DAN GEOKIMIA BATUAN SAMPING VULKANIKLASTIK ANDESITIK YANG BERASOSIASI DENGAN ENDAPAN TEMBAGA-EMAS PORFIRI ELANG, PULAU SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT Arifudin Idrus dan Evaristus Bayu
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lapangan panas bumi Wayang-Windu terletak di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Secara geografis lapangan ini terletak pada koordinat 107 o 35 00-107 o 40 00 BT dan 7 o
Lebih terperinciPROVINSI SULAWESI UTARA
INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SITARO PROVINSI SULAWESI UTARA Oleh: Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SARI Wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro terdiri dari gabungan 3 pulau
Lebih terperinciSTRUKTUR DAN TEKSTUR ENDAPAN MINERAL
STRUKTUR DAN TEKSTUR ENDAPAN MINERAL 1.1. Bentuk Endapan Bijih Terkait dengan waktu pembentukan bijih dihubungkan dengan host rock-nya, dikenal istilah singenetik dan epigenetic. Singenetik diartikan bahwa
Lebih terperinciENDAPAN MINERAL. Panduan Kuliah dan Praktikum. Sutarto Hartosuwarno Laboratorium Petrologi dan Bahan Galian Teknik Geologi
Panduan Kuliah dan Praktikum ENDAPAN MINERAL Sutarto Hartosuwarno Laboratorium Petrologi dan Bahan Galian Teknik Geologi 31 Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran YOGYAKARTA
Lebih terperinciPARAGENESA MINERAL BIJIH SULFIDA DAERAH CINANGSI, KECAMATAN PEUNDEUY KABUPATEN GARUT JAWA BARAT
PARAGENESA MINERAL BIJIH SULFIDA DAERAH CINANGSI, KECAMATAN PEUNDEUY KABUPATEN GARUT JAWA BARAT Sudarsono 1 dan Iwan Setiawan 1 1 Puslit Geoteknologi LIPI. Jln Sangkuriang, Bandung 40135 Phone +62 (22)
Lebih terperinciFORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM
FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM No. Record : Judul Laporan : DATA UMUM Instansi Pelapor : Penyelidik : Penulis Laporan : Tahun Laporan : Sumber Data : Digital Hardcopy Provinsi : Kabupaten
Lebih terperinciEKEPLORASI UMUM BESI PRIMER DI KECAMATAN RAO, KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015
EKEPLORASI UMUM BESI PRIMER DI KECAMATAN RAO, KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 Bambang Nugroho Widi, Rudi Gunradi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam, Pusat Sumber Daya Geologi SARI
Lebih terperinciLokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G
No. Sample : BJL- Nama batuan : Andesit Piroksen Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat :. mt,.00.0 mu Sayatan batuan beku, berwarna abu-abu, kondisi segar, bertekstur porfiritik, terdiri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tatanan Geologi 2.1.1 Geologi Regional Secara regional endapan emas Cibaliung berada pada kompleks Honje yang terletak di baratdaya dari pulau Jawa. Kompleks Honje berada sekitar
Lebih terperinciALTERASI HIDROTERMAL PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH GUNUNG RINGGIT, PROVINSI SUMATERA SELATAN
ALTERASI HIDROTERMAL PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH GUNUNG RINGGIT, PROVINSI SUMATERA SELATAN Fitriany Amalia Wardhani 1 1 UPT Balai Informasi Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI Email: fitr025@lipi.go.id
Lebih terperinciACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN
ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana
Lebih terperinciII.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25
v DAFTAR ISI Hal. JUDUL LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... ii LEMBAR PERNYATAAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv SARI... xv ABSTRACT... xvii
Lebih terperinciDAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LEMBAR PETA... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penelitian...
Lebih terperinciZona Alterasi Berdasarkan Data Bor Daerah Arinem, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat
Zona Alterasi Berdasarkan Data Bor Daerah Arinem, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat Artikel Ilmiah: STUDI PETROLOGI oleh : Ingrid Amanda Samosir 270110090020 FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo, bagian timur dari zona jajaran punggungan oblong domes / ridges, di sebelah barat perbatasan Propinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan sumber daya energi dan mineral semakin banyak. Salah satu yang paling banyak diminati oleh penduduk di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1
BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang lalui oleh 3 lempeng benua dan samudra yang masih aktif sampai saat ini. Pergerakan ketiga lempeng tersebut mengakibatkan
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Timah merupakan salah satu mineral ekonomis yang sangat penting dan potensial di dunia karena mempunyai manfaat yang sangat melimpah. Timah banyak digunakan di bidang
Lebih terperinciALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF MARMER
ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF Sayatan Tipis MARMER Deskripsi : Sampel ini adalah granular batuan metamorf menengah - grained didominasi oleh forsterit ( < 5 % vol ), serpentine ( 15 % ), kalsit ( 40
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK...
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... UCAPAN TERIMA KASIH... i ii iii iv v ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL...
Lebih terperinciFoto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama
Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama berupa plagioklas, kuarsa (C6-C7) dan k-feldspar (D3-F3).
Lebih terperinciALTERASI LAPANGAN SARIDI, KABUPATEN DOMPU
ALTERASI LAPANGAN SARIDI, KABUPATEN DOMPU Ge Fitri Perdani 1), Mega Fatimah Rosana 2), Cecep Yandri Sunarie 2) 1) Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, 2) Laboratorium Petrologi dan Mineralogi
Lebih terperinciMineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten. (Hasil Penelitian yang didanai oleh HIBAH BERSAING DIKTI )
Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten Rosana, M.F., Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363 rosanamf@yahoo.com;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Eksplorasi di daerah tambang, khususnya tambang emas memerlukan pengetahuan dan konsep geologi yang memadai serta data geospasial yang akurat dan aktual. Oleh karena
Lebih terperinciBAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum
BAB V KIMIA AIR 5.1 Tinjauan Umum Analisa kimia air dapat dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter baik untuk eksplorasi ataupun pengembangan di lapangan panas bumi. Parameter-parameter tersebut adalah:
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA Browne, P.R.L, 1989, Corbett, G.J., Leach, T.M., 1997, Fisher, R.V. dan Schmincke, H.U., 1984
DAFTAR PUSTAKA Browne, P.R.L, 1989, Hydrothermal Alteration and Geothermal System, Lecture Handout, The University of Auckland, 1 74. Corbett, G.J., Leach, T.M., 1997, Southwest Pacific Rim Gold-Copper
Lebih terperinciDIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU
DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU Warna : Hitam bintik-bintik putih / hijau gelap dll (warna yang representatif) Struktur : Masif/vesikuler/amigdaloidal/kekar akibat pendinginan, dll. Tekstur Granulitas/Besar
Lebih terperinciDESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS)
DESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS) QUARTZ Rumus kimia : SiO 2 : bening atau putih : kaca (viteorus luster) : tidak ada 7 2,65 heksagonal mineral kuarsa dialam ditemukan didalam batuan beku dan
Lebih terperinciRORO RASI PUTRA REDHO KURNIAWAN FAJAR INAQTYO ZALLAF AHMAD ABDILLAH DOLI ALI FITRI KIKI GUSMANINGSIH BENTI JUL SOSANTRI ALFI RAHMAN
Genesha Mineral Pada Lingkup Magmatik RORO RASI PUTRA REDHO KURNIAWAN FAJAR INAQTYO ZALLAF AHMAD ABDILLAH DOLI ALI FITRI KIKI GUSMANINGSIH BENTI JUL SOSANTRI ALFI RAHMAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG Lingkup/Lingkungan
Lebih terperinciPENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1
Lebih terperinciSURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT
SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Kisman dan Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Gunung Senyang
Lebih terperinciFoto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)
Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah
Lebih terperincibatuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.
DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.
Lebih terperinciGEOLOGI DAN STUDI ASPEK PANASBUMI SUMUR KMJ-X AREA PANASBUMI KAMOJANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWABARAT
GEOLOGI DAN STUDI ASPEK PANASBUMI SUMUR KMJ-X AREA PANASBUMI KAMOJANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWABARAT SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Lebih terperinci