ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H"

Transkripsi

1 ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

2

3 ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NURLAELA WIJAYANTI. Analisis Input-Output Peranan Industri Minyak Goreng Dalam Perekonomian Indonesia dibawah bimbingan ARIEF DARYANTO. Suatu negara yang mengalami proses pembangunan ekonomi secara jangka panjang akan membawa perubahan yang mendasar dalam struktur ekonomi negara itu sendiri. Salah satu indikator dari perubahan tersebut adalah bergesernya struktur ekonomi tradisional yang menitikberatkan pada sektor pertanian ke arah struktur ekonomi modern yang lebih didominasi oleh sektor industri sebagai roda penggerak dari pertumbuhan ekonomi. Begitu juga yang terjadi dalam struktur ekonomi Indonesia, peranan sektor industri semakin besar dan mengalami pertumbuhan yang paling cepat jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Sektor industri, khususnya industri pengolahan mampu berperan sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto. Industri minyak goreng Indonesia dari tahun ke tahun semakin pesat perkembangannya. Hal ini diperlihatkan dengan meningkatnya angka produksi minyak goreng tiap tahunnya. Kebutuhan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang pesat sejalan dengan peningkatan konsumsi per kapita. Selain penggunannya oleh rumah tangga, minyak goreng juga diperlukan sebagai input antara dalam industri pangan. Sebagai input antara, ketersediaan minyak goreng dalam jumlah yang cukup dan dengan harga yang bersaing sangatlah perlu untuk mendorong peningkatan input-input industri terkait. Di samping itu, pada proses produksi minyak goreng dibutuhkan berbagai sarana dan prasarana produksi. Sarana dan prasarana produksi ini sebagian berasal dari industri minyak goreng itu sendiri dan sebagian besar lainnya dihasilkan oleh industri lain. Dengan demikian peningkatan produksi minyak goreng akan dapat meningkatkan produk industri-industri yang menggunakan minyak goreng sebagai input dalam proses produksinya. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji peranan industri minyak goreng di Indonesia dalam pembentukan output, permintaan antara dan permintaan akhir, menganalisis keterkaitan industri minyak goreng dengan sektor lainnya, menganalisis pengaruh industri minyak goreng terhadap sektor lainnya berdasarkan indeks penyebaran ke depan dan ke belakang, menganalisis dampak industri minyak goreng terhadap perekonomian Indonesia berdasarkan efek multiplier output, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan Industri minyak goreng merupakan salah satu industri yang mempunyai keterkaitan yang besar terhadap sektor-sektor lain dalam penyediaan input. Hal ini terlihat dari dominasi input antara dalam struktur input industri minyak goreng. Dalam hal output, kontribusi industri minyak goreng dalam perekonomian baik secara keseluruhan maupun dalam sektor industri masih kurang. Dari analisis keterkaitan baik langsung maupun langsung, industri minyak goreng memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan keterkaitan ke depannya. Hal ini disebabkan industri minyak goreng mempunyai keterkaitan yang kuat dengan sektor perdagangan dan kelapa sawit. Nilai keterkaitan yang rendah tersebut diakibatkan oleh penggunaan output dari industri minyak goreng yang lebih banyak dikonsumsi langsung oleh rumah tangga daripada digunakan sebagai input antara oleh sektor produksi lainnya. Dari hasil analisis koefisien penyebaran dapat disimpulkan bahwa industri minyak goreng adalah industri yang memiliki kemampuan yang kuat dalam mendorong pertumbuhan industri hulunya. Hasil analisis kepekaan

4 penyebaran, industri minyak goreng merupakan industri yang mempunyai kemampuan yang kurang dalam menarik pertumbuhan sektor hilirnya. Hal ini sesuai dengan analisis keterkaitan, dimana nilai keterkaitan ke belakang lebih besar daripada keterkaitan ke depannya. Namun dari ke dua analisis tersebut industri minyak goreng merupakan industri yang layak untuk dikembangkan. Jika dilihat dari analisis multiplier, industri minyak goreng merupakan industri yang memiliki nilai multiplier yang cukup tinggi baik dilihat dari segi output, pendapatan dan tenaga kerja. Hal tersebut berarti bahwa industri minyak goreng merupakan industri penting yang mampu meningkatkan output, pendapatan dan lapangan kerja di sektor-sektor lainnya. Hasil simulasi dari dampak penerapan kebijakan pengurangan volume ekspor CPO yang mengakibatkan kenaikan pasokan minyak goreng domestik, dialami juga dampaknya oleh sektor-sektor dalam perekonomian dimana output akan bertambah sebesar Rp 4,029 miliar. Sedangkan dari sisi pendapatan penambahan pasokan minyak goreng akan meningkatkan pendapatan total sektor perekonomian sebesar Rp 0,661 miliar. Dan untuk tenaga kerja akan mengalami pertambahan sebesar 98,73 ribu orang. Dampak kenaikan pasokan minyak goreng terhadap perubahan output sektoral, industri minyak goreng merupakan industri yang menerima dampak paling besar. Nilai perubahan output yang disebabkan adanya kenaikan pasokan minyak goreng sebesar Rp 2,025 miliar akan meningkatkan output industri minyak goreng sebesar lebih dari Rp 2,840 miliar atau sekitar 70,50 persen dari total output perekonomian. Perubahan dalam pembentukan pendapatan rumah tangga yang disebabkan oleh kenaikan pasokan minyak goreng terbesar terdapat pada sektor industri minyak goreng sebesar Rp 0,472 miliar atau 71,46 persen dari total pendapatan rumah tangga seluruh perekonomian. Pertambahan pasokan minyak goreng juga memberikan pengaruh dalam penyerapan jumlah tenaga kerja. Sektor yang paling besar responnya jika diberlakukan kebijakan tersebut adalah sektor kelapa sawit, dimana akibat kebijakan tersebut menyebabkan pertambahan jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor kelapa sawit sebesar 29,387 ribu orang atau sebesar 29,765 persen dari penyerapan total seluruh sektor perekonomian. ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Oleh: NURLAELA WIJAYANTI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 KATA PENGANTAR Alhamdulillah. Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA. Minyak goreng merupakan salah satu komponen dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Sehingga dalam pengendalian harga dan pasokannya perlu campur tangan pemerintah. Perkembangan industri minyak goreng juga relatif pesat dari tahun ke tahun. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Bapak Dr.Ir. Arief Daryanto, M.Ec yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Bapak Ir. Idqan Fahmi, M.Ec yang bersedia untuk menguji karya ilmiah ini.

5 Semua kritik dan saran beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tanti Novianti, S.P, M.Si selaku wakil dari komisi pendidikan, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya tanggung jawab penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak (alm) dan Ibu tercinta serta saudara-saudara penulis. Do a, pengertian dan dukungan mereka begitu berarti dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga untuk Ciwaluya 22 crew, ALIANTIC crew, teman-teman Ekbang 38 dan terakhir untuk seseorang yang selalu menjadi sahabat dalam kehidupan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pihak yang membutuhkan pada umumnya. Bogor, Juni 2006 Nurlaela Wijayanti H INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Nurlaela Wijayanti Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Input-Output Peranan Industri Minyak Goreng Dalam Perekonomian Indonesia dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr.Ir. Arief Daryanto, M.Ec NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dr.Ir. Rina Oktaviani, MS NIP Tanggal Kelulusan: PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI

6 SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA APAPUN Bogor, Juni 2006 Nurlaela Wijayanti H RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1983 di Indramayu, sebuah kota kecil di Jawa Barat dengan nama Nurlaela Wijayanti. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Tapsir (alm) dan Wurjaningsih. Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah Persatuan Umat Islam (PUI) Sindang Indramayu, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Sindang Indramayu dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri I Sindang Indramayu dan berhasil menyelesaikannya pada tahun Pada tahun 2001 juga, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dalam melanjutkan pendidikannya. Melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... i DAFTAR TABEL... ii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Ruang Lingkup Manfaat Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Definisi dan Klasifikasi Minyak Goreng Gambaran Umum Industri Minyak Goreng Indonesia Kerangka Teori Model Input- Output Asumsi dan Keterbatasan Tabel Input- Output Struktur Tabel Input-Output Analisis Input-Output Analisis Keterkaitan Analisis Dampak Penyebaran Analisis Multiplier Penelitian-Penelitian Terdahulu Studi Pustaka Minyak Goreng Studi Pustaka Input- Output Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian III. METODE PENELITIAN Waktu dan Wilayah

7 Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Input- Ouput Koefisien Input Analsis Keterkaitan Analisis Dampak Penyebaran Analisis Multiplier Definisi Operasional Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Industri Minyak Goreng Dalam Perekonomian Indonesia Analisis Keterkaitan Keterkaitan Langsung Beberapa Sektor Perekonomian Keterkaitan Langsung Dan Tidak Langsung Beberapa Sektor Perekonomian Indonesia Keterkaitan Ke Depan Industri Minyak Goreng Terhadap Beberapa Sektor Perekonomian Indonesia Keterkaitan Ke Belakang Industri Minyak Goreng Terhadap Beberapa Sektor Perekonomian Indonesia Analisis Dampak Penyebaran Analisis Multiplier Multiplier Output Sektor Perekonomian Indonesia Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian Indonesia Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Indonesia Multiplier Output Sub Sektor Industri Minyak Goreng Multiplier Pendapatan Sub Sektor Industri Minyak Goreng Multiplier Tenaga Kerja Sub Sektor Industri Minyak Goreng Analisis Multiplier Menurut Dampaknya Dampak Kenaikan Pasokan Minyak Goreng Terhadap Perekonomian Indonesia Implikasi Kebijakan Pengembangan Industri Minyak Goreng Indonesia V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1. Grafik Perkembangan Produksi Minyak Goreng Indonesia Grafik Konsumsi Per Kapita Minyak Goreng Indonesia Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian... 31

8 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Neraca Perdagangan Luar Negeri Minyak Goreng Periode Klasifikasi Minyak Goreng Nabati Menurut Klasifikasi Komoditi Indonesia Produsen Minyak Goreng Menurut Status Operasional Market Size dan Market Value Minyak Goreng Menurut Merek, Tahun Bentuk Umum Tabel Transaksi Input-Output Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Komposisi Besaran Input Industri Minyak Goreng Kontribusi Industri Minyak Goreng Dalam Perekonomian Indonesia Nilai Keterkaitan Berbagai Sektor Perekonomian Indonesia Keterkaitan Ke Depan Industri Minyak Goreng Terhadap Berbagai Sektor Perekonomian Indonesia Keterkaitan Ke Belakang Industri Minyak Goreng Terhadap Berbagai Sektor Perekonomian Indonesia Dampak Penyebaran Berbagai Sektor Perekonomian Indonesia Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Masing-Masing Sektor Perekonomian Indonesia Total Peringkat Multiplier Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Kontribusi Terbesar Industri Minyak Goreng Terhadap Pembentukan Output Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Kontribusi Terbesar Industri Minyak Goreng Terhadap Peningkatan Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Kontribusi Terbesar Industri Minyak Goreng Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Simulasi Dampak kenaikan Pasokan Minyak Goreng Terhadap Perubahan Jumlah Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun Tabel Input-Output Transaksi Domestik 26 x 26 Sektor Tabel Koefisien Teknis Transaksi Domestik 26 x 26 Sektor Tabel Matriks Kebalikan Leontief Terbuka Transaksi Domestik 26 x 26 Sektor

9 Tabel Matriks Kebalikan Leontief Tertutup Transaksi Domestik 26 x 26 Sektor Tabel Multiplier Output Transaksi Domestik Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun Tabel Multiplier Output Transaksi Domestik Sub Sektor Industri Minyak Goreng Indonesia Tahun Tabel Multiplier Pendapatan Transaksi Domestik Sektor -Sektor Perekonomian Indonesia Tahun Tabel Multiplier Pendapatan Transaksi Domestik SubSektor Industri Minyak Goreng Indonesia Tahun Tabel Multiplier Tenaga Kerja Transaksi Domestik Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun Tabel Multiplier Tenaga Kerja Transaksi Domestik SubSektor Industri Minyak Goreng Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang mengalami proses pembangunan ekonomi secara jangka panjang akan membawa perubahan yang mendasar dalam struktur ekonomi negara itu sendiri. Salah satu indikator dari perubahan tersebut adalah bergesernya struktur ekonomi tradisional yang menitikberatkan pada sektor pertanian ke arah struktur ekonomi modern yang lebih didominasi oleh sektor industri sebagai roda penggerak dari pertumbuhan ekonomi. Begitu juga yang terjadi dalam struktur ekonomi Indonesia, peranan sektor industri semakin besar dan mengalami pertumbuhan yang paling cepat jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Yang Berlaku (dalam milliar rupiah) No Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian

10 Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan , , , , , , , , , , , , , , , , , ,3

11 89.298, , , , ,6 Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa Lainnya , , , , , , , , , , , , , , , , ,6

12 , , , , ,8 PDB Sumber: Bank Indonesia (2005) 2 Sektor industri, khususnya industri pengolahan mampu berperan sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto. Rata-rata nilai kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto indonesia sebesar 44,27 peresen. Dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 164,27 persen. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2003 (Tabel 1.1). Industri minyak goreng merupakan salah satu komponen dari sistem industri pengolahan pertanian yang sangat luas, mulai dari usaha pertanian kelapa dan kelapa sawit sebagai bahan baku dari minyak goreng hingga industri yang menggunakan minyak goreng sebagai salah satu dari faktor produksinya maupun pedagang yang memasarkan minyak goreng untuk konsumsi rumah tangga. Selain itu, industri pengolahan pertanian di Indonesia merupakan satu dari beberapa sektor yang mampu bertahan dalam menghadapi goncangan ekonomi, seperti yang terjadi saat krisis ekonomi tahun Hal tersebut dikarenakan bahan baku dalam industri pengolahan pertanian merupakan produk-produk pertanian yang tidak perlu diimpor. Bahkan dengan mengekspor produk-produk tersebut dapat meningkatkan nilai tambah akibat selisih nilai dolar terhadap rupiah. Selisih nilai mata uang tersebut yang menyebabkan produk industri pengolahan pertanian mampu bersaing di pasar luar negeri karena secara relatif harganya akan lebih murah. Industri minyak goreng Indonesia dari tahun ke tahun semakin pesat perkembangannya. Hal ini diperlihatkan dengan meningkatnya angka produksi minyak goreng tiap tahunnya. Berdasarkan informasi yang terdapat pada Gambar 1.1, selama periode peningkatan produksi minyak goreng sebesar 3 14,15 persen per tahunnya. Pada tahun 1998 total produksi minyak goreng Indonesia mencapai angka 2,18 juta ton dan untuk tahun selanjutnya produksi minyak goreng relatif meningkat hingga

13 mencapai 6,43 juta ton pada tahun Peningkatan tersebut disebabkan oleh semakin bertambahnya permintaan akan minyak goreng itu sendiri baik di tingkat domestik maupun luar negeri ( 2006). 6,43 5,76 5,17 4,11 4,43 3,73 2,5 2, Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Produksi Minyak Goreng Indonesia (juta ton) Sumber: Berdasarkan Tabel 1.2, dapat dilihat bahwa pada periode neraca perdagangan luar negeri minyak goreng Indonesia relatif meningkat. Pada periode tersebut, peningkatan rata-rata volume ekspor minyak goreng mencapai 11,1 persen per tahun. Nilai rata-rata ekspor meningkat 11,6 persenn pada tahun 1996 sebesar dari 736,0 ribu ton (US$ 565,6 juta) menjadi 1,3 juta ton (US $565,6 juta) pada Jika dilihat dari nilai dan volume impor, selama periode meningkat rata-rata 565,7 persen dan 23,9 persen per tahun. Volume impor pada tahun 1996 sebesar 3,3 ribu ton (US $3,7 juta) meningkat 4 menjadi 14,9 ribu ton (US $8,5 juta) pada tahun Peningkatan tersebut akibat adanya kenaikan kapasitas ekspor dari Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku yang lebih sering dipakai dalam proses produksi pabrik minyak goreng, sehingga kekurangan tersebut ditutup dengan membuka kran impor minyak goreng (CIC, 2003). Tabel 1.2 Neraca Perdagangan Luar Negeri Minyak Goreng Tahun Ekspor Impor Volume (Ton)

14 Trend (%) Nilai (US $ ribu) Trend (%) Volume (Ton) Trend (%) Nilai (US $ ribu) Trend (%) , , (29,7) (15,6) , , , ,1 1999

15 , (18,32) (9,5) (20,4) (15,12) (26,46) , , , (6,32) , ,8

16 , , , ,3 Ratarata ,29 11, ,71 11, , , Sumber: Corinthian Infopharma Corpora (2003) Minyak goreng dikonsumsi hampir seluruh masyarakat, baik itu di tingkat rumah tangga maupun industri makanan. Fungsi minyak goreng di kedua tingkat konsumen pada umumnya bukan sebagai bahan baku namun hanya sebagai bahan pembantu. Fungsi minyak goreng sangat penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan dan dalam beberapa hal juga dapat sebagai alat peningkat gizi. Kebutuhan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang pesat sejalan dengan peningkatan konsumsi perkapita.

17 Kecenderungan meningkatnya rata-rata konsumsi per kapita tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, perubahan 5 pola konsumsi penduduk, pendapatan dan sedikit banyak dipengaruhi pula oleh perkembangan dalam budaya masak memasak. Menurut hasil riset Warta Ekonomi (2006) yang dijelaskan dalam Gambar 1.2, selama periode konsumsi minyak goreng per kapita masyarakat Indonesia relatif meningkat dari tahun ke tahunnya. Peningkatan paling besar terjadi pada tahun Konsumsi perkapita pada tahun tersebut sebesar 14,2 kg, sedangkan tahun 1999 sebesar 12,1 kg dan konsumsi rata-rata sebesar 12,5 kg. 14,2 14, , , ,1 10, Gambar 1.2. Grafik Konsumsi Per Kapita Minyak Goreng Indonesia (kg) Sumber: (2006) Minyak goreng juga merupakan salah satu dari komponen sembilan bahan pokok yang dikonsumsi

18 oleh masyarakat Indonesia. Hampir semua masyarakat Indonesia mengkonsumsinya. Minyak goreng digunakan untuk keperluan rumah tangga. Selain itu industri juga memerlukannya sebagai salah satu bahan pendukung dalam proses produksinya. Industri yang memerlukan minyak goreng tersebut yaitu industri pangan baik itu industri yang skalanya kecil maupun besar 6 seperti industri fast food, snack food dan biskuit. Selain itu dilihat dari bahan bakunya, industri minyak goreng merupakan industri yang memegang peranan penting sebagai pengguna output industri hulunya. Industri hulu yang dimaksud yaitu industri minyak kelapa sawit, industri minyak kelapa dan industri lainnya yang dari produknya dapat dihasilkan produk turunan sebagai bahan baku minyak goreng. Indonesia merupakan salah satu penghasil minyak kelapa dan minyak kelapa sawit terbesar di dunia setelah Malaysia. Hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat membantu dalam mengembangkan industri minyak goreng nasional. 1.2 Perumusan Masalah Minyak goreng adalah salah satu komoditas yang cukup strategis. Minyak goreng dapat berpengaruh baik dari segi sosial, politik maupun ekonomi, sehingga sangat diperlukan sekali intervensi pemerintah dalam pemantauan kestabilan harga dan ketersediaan pasokannya di pasar (Amang, 1996). Alasan utama pemantauan dan pengelolaan harga dan pasokan minyak goreng yaitu untuk menjaga agar inflasi tetap pada tingkat yang diharapkan dan konsumen dalam hal ini masyarakat luas dapat membayar dengan harga yang wajar. Diharapkan dengan pengendalian terhadap laju inflasi tersebut dapat mengurangi beban masyarakat akibat kenaikan harga komoditas lainnya. Selain penggunannya oleh rumah tangga, minyak goreng juga diperlukan sebagai input antara dalam industri pangan. Sebagai input antara, ketersediaan minyak goreng dalam jumlah yang cukup dan dengan harga yang bersaing 7 sangatlah perlu untuk mendorong peningkatan input-input industri terkait. Di samping itu, pada proses produksi minyak goreng dibutuhkan berbagai sarana dan prasarana produksi. Sarana dan prasarana produksi ini sebagian berasal dari industri minyak goreng itu sendiri dan sebagian besar lainnya dihasilkan oleh industri lain. Dengan demikian peningkatan produksi minyak goreng akan dapat meningkatkan produk industri-industri yang menggunakan minyak goreng sebagai input dalam proses produksinya. Seperti halnya sub sektor agroindustri atau industri hasil pertanian lainnya, produk minyak goreng mempunyai sifat keterkaitan industrial ke depan dan ke belakang yang cukup tinggi. Industri hilir minyak goreng yang cukup strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak adalah industri pengolahan makanan dan minuman, sehingga pemerintah perlu menaruh perhatian yang tinggi terhadap struktur pasar

19 domestik minyak goreng. Tetapi serangkaian kebijakan pemerintah tersebut masih terlalu memfokuskan pada CPO dan melupakan seperangkat permasalahan pada struktur industri minyak goreng. Setelah memperhatikan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka permasalahan yang akan dikemukakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Berapa besar peranan sektor industri minyak goreng dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir di Indonesia? 8 2. Berapa besar keterkaitan antara sektor industri minyak goreng dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia baik keterkaitan dari sisi output maupun dari sisi input? 3. Berapa besar dampak penyebaran sektor industri minyak goreng dan bagaimana pengaruhnya? 4. Berapa besar dampak yang ditimbulkan oleh sektor industri minyak goreng dilihat berdasarkan efek multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja? 1.3 Tujuan Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji peranan industri minyak goreng di Indonesia dalam pembentukan output, permintaan antar dan permintaan akhir. 2. Menganalisis keterkaitan industri minyak goreng dengan sektor lainnya. 3. Menganalisis pengaruh industri minyak goreng terhadap sektor lainnya berdasarkan indeks penyebaran kedepan dan kebelakang. 4. Menganalisis dampak industri minyak goreng terhadap perekonomian Indonesia berdasarkan efek multiplier output, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja. 1.4 Ruang Lingkup Pada dasarnya kebijaksaan pengelolaan dan pengembangan industri minyak goreng haruslah dipandang sebagai salah satu dari sekian bentuk 9 kebijaksaan pembangunan secara umum. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pengambil kebijakan baik dalam hal pengelolaan maupun pengembangan industri minyak goreng harus memperhatikan apakah pengembangan industri tersebut sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam konteks upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional secara keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi peranan industri minyak goreng dalam perekonomian nasional. Beberapa peranan penting industri minyak goreng yaitu (1) pengeluaran konsumsi dan pemenuhan gizi rumah tangga; (2) stabillitas perekonomian; (3) produksi nasional dan penciptaan nilai tambah; (4) penyedia lapangan kerja; serta (5) penopang dan pendorong industri nasional. Penulis membatasi ruang lingkup penelitian terbatas hanya pada

20 peranan industri minyak goreng dalam hal produksi nasional dan penciptaan nilai tambah, penyediaan lapangan pekerjaan serta penopang dan pendorong industri nasional. 1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian pada sub bab sebelumnya, penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan kebijakan pembangunan khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan industri minyak goreng, serta dalam hal implementasi kebijakan industri pada umumnya dengan menciptakan koordinasi yang baik antar sektor khususnya sektor industri sehingga tercapai kesejatheraan rakyat dengan jalan pembangunan yang adil dan merata. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Definisi dan Klasifikasi Minyak Goreng CIC (2003) menyatakan bahwa minyak goreng atau cooking oil didefiniskan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara memurnikan minyak nabati. Pemurnian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan logam, bau, asam bebas dan zatzat warna. Berdasarkan Amang (1996), minyak goreng dapat dikelompokkan menurut bahan bakunya menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah minyak yang dihasilkan dari hewan yang secara awam sering diistilahkan sebagai lemak (fat). Penggunaan minyak hewani untuk konsumsi langsung rumah tangga sebagai bahan pangan relatif terbatas. Biasanya minyak hewani sebagai bahan pangan lebih bersifat tidak langsung yakni ikutan dari konsumsi daging. Pengggunaan minyak goreng hewani masih terbatas hanya pada kalangan masyarakat tertentu saja. Hal ini dikarenakan kandungan lemak pada minyak goreng jenis ini sangat tinggi, sehingga dapat membahayakan kesehatan. Kelompok kedua adalah minyak nabati, yakni minyak yang dihasilkan dari ekstrak kandungan asam lemak dari tumbuh-tumbuhan. Minyak nabati yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah hasil olahan dari ekstrak minyak yang berasal dari sawit, kelapa, kacang tanah, kedelai, jagung, bunga matahari dan lobak. Di Indonesia, lebih dari 95 persen minyak goreng berasal dari minyak nabati adalah berasal dari sawit dan kelapa. Murahnya harga bahan baku dan 11 ketersediaan yang relatif stabil merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut. Menurut Klasifikasi Komoditi Indonesia (1999), minyak goreng nabati diklasifikasikan dalam tiga kelompok. Pertama adalah kelompok Industri minyak goreng dari kelapa dengan kode KKI Kelompok selanjutnya, kode untuk minyak goreng dari kelapa sawit dan yang terakhir minyak goreng nabati lainnya dari bahan nabati dengan kode (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Klasifikasi Minyak Goreng Nabati Menurut Klasifiskasi Komoditi Indonesia No KKI Keterangan 1

21 xx xx Industri Minyak goreng dari minyak Kelapa Minyak Goreng Kelapa Industri Minyak Goreng dari Minyak kelapa sawit Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak Goreng Inti Kelapa sawit Comodity Description Other Copra Oil Other Palm Oil Other Palm Kernel Oil Minyak Goreng lainnya dari bahan nabati Minyak Bekatul Minyak Goreng Jagung Minyak Goreng Kacang Kedelai Dinetralkan dan Dikelantang Lain-lain Minyak Goreng Kacang Tanah Minyak Goreng Matahari Minyak Goreng Biji Kapas

22 Minyak Goreng wijen Minyak Goreng Biji Kapuk Minyak Goreng Lainnya dari nabati Other Fixed Vegetable Fats Other Maize Oil Other Soya Bean Oil Neutralized and Bleached Oil Other Other Ground Nut Oil Other Sunflower Oil or Sunflower Seed Oil Other Cotton Seed Oil Sesame Oil and Its Fraction Refined of Kapok Seed Oil Other Fixed Vegetable fats and Oil No. HS xx Sumber: Biro Pusat Statistik (1999) Biji Bunga Gambaran Umum Industri Minyak Goreng Indonesia Industri minyak goreng di Indonesia umumnya menggunakan bahan baku minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. Minyak goreng kelapa dahulu lebih banyak dipakai tapi sekarang kedudukannya telah digeser oleh minyak kelapa sawit, karena diperkirakan sebagai penyebab penyakit jantung koroner. Selain itu, minyak kelapa sawit mempunyai keunggulan dibandingkan minyak kelapa. Harga minyak kelapa relatif lebih murah, juga lebih jernih warnanya sehingga lebih aman bagi kesehatan. Bagi masyarakat yang sudah paham pentingnya kesehatan mereka lebih memilih minyak goreng yang berbahan baku minyak kelapa sawit. Pada awal masa perkembangannya, industri minyak goreng Indonesia dimulai dari skala rumah tangga dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari minyak kelapa. Sistem perdagangan minyak goreng

23 saat itu dilakukan dalam bentuk minyak goreng curah, dan selanjutnya mulailah bermunculan minyak goreng bermerek seperti Barco dan Vetco yang merupakan pelopor minyak goreng kemasan bermerek. Sejalan dengan diperkenalkannya tanaman kelapa sawit sebagai salah satu tanaman perkebunan di Indonesia, minyak kelapa mulai tergeser posisinya sebagai bahan baku minyak goreng oleh minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit mendominasi penggunannya sebagai bahan baku industri minyak goreng nasional. Pergeseran posisi tersebut dikarenakan minyak sawit mentah yang berasal dari pohon kelapa sawit lebih mudah dibudidayakan. Budidaya kelapa sawit tidak tergantung musim tertentu, lebih tahan hama dan dapat diusahakan dalam skala besar sehingga dapat mencapai skala ekonomi tertentu. 13 Pangsa pasar produk minyak goreng saat ini diperebutkan oleh sekitar 120 produsen lokal yang masih aktif berproduksi (in production) dengan kapasitas produksi sebesar 8,5 juta ton. Sementara 119 produsen lainnya tidak dapat dikonfirmasikan atau Utl (Unable to located) dengan kapasitas sekitar 580,8 ribu ton, 16 produsen (822,0 ribu ton) yang telah menghentikan operasi produksi minyak gorengnya (Stop Operation) serta 5 produsen (612,0 ribu ton) yang berinvestasi dalam industri minyak goreng (Tabel 2.2). Tabel 2.2. Produsen Minyak Goreng Menurut Status Operasional, 2002 Total Status Operasional Produksi Utl (Unable to Located) Rencana (Planed) Tidak Produksi (Stop Operation) Investasi baru Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak Goreng Kelapa Minyak Goreng Nabati Lainnya Jumlah Kapasitas (ribu ton) Jumlah Kapasitas (ribu ton) Jumlah Kapasitas (ribu ton) Jumlah Kapasitas (ribu ton)

24

25 0 0 Sumber: Corinthian Infopharma Corpora (2003) Seperti yang telah disebutkan pada uraian sebelumnya, minyak kelapa sawit lebih banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses produksi minyak goreng, maka banyak konglomerat yang terjun dalam bisnis perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, diantaranya sepert Salim grup, Sinar Mas grup, Astra grup, Bakrie grup, Musim Mas grup, Hasil Karsa grup, Bukit Kapur grup dan Raja Garuda Mas. Kelompok di atas memiliki industri terpadu mulai dari perkebunan sawit, pengolahan CPO dan pabrik minyak goreng. Sebagian produsen dalam industri minyak goreng berafiliasi dengan grup perkebunan 14 kelapa sawit, seperti Grup salim (produsen Bimoli), Grup Sinarmas (produsen Filma). Saat ini produsen telah banyak memenuhi pasar minyak goreng kemasan bermerek. Beberapa diantaranya merupakan pemain lama dan sudah dikenal oleh masyarakat, seperti Bimoli, yang memiliki market size paling tinggi diantara yang lainnya ( ton). Disusul ditempat kedua oleh Filma dengan market size sebesar ton. Untuk share dari market size dan market value minyak goreng tidak bermerek (curah) cukup besar yaitu masing-masing sebesar 43,1 persen dan 31,5 persen (Tabel 2.3). Hal ini berarti minyak goreng curah masih menjadi pilihan dalam mengkonsumsi minyak goreng. Tabel 2.3. Market Size dan Market Value Minyak Goreng Menurut Merek, Tahun 2002 No Merek Bimoli Filma Sania Tropical Kunci Mas Avena 999 Sunrise Vetco Mas Cap Sendok Delima Camar Tawon Palma Damai Spesial Marunda Ratu Masak Tani Fortune Merek Lainnya Tidak Bermerek Total Market Size (Ton) Sumber: Corinthian Infopharma Corpora (2003) Share (%) 11,6 6,8 5,2 4,5 3,7 3,3 2,8 2,8 2,5 2,0 1,8 1,3 0,9 0,8 0,7 0,6 0,6 0,6 0,5 3,8 43,1 100 Market Value (Rp Juta) Share (%) 15,3 8,6 6,6 5,7 4,7 3,6 2,7 3,8 3,4 2,5 2,0 1,1 0,9 1,0 0,6 0,6 0,5 0,5 0,4 3,1 31, Kerangka Teori Model Input-Output Input-Output merupakan suatu teknik perencanaan yang diperkenalkan oleh Prof. Wassily W. Leontief pada tahun 1930-an. Teknik ini dipergunakan untuk menelaah hubungan antar industri dalam rangka memahami saling ketergantungan dan

26 kompleksitas perekonomian serta kondisi untuk mempertahankan keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Tehnik ini juga dikenal sebagai "analisis antar industri" (Nasution, 2002). Input-Output menunjukan bahwa di dalam perekonomian secara keseluruhan terjadi interaksi saling berhubungan dan saling ketergantungan industrial. Input suatu industri merupakan output industri lainnya, dan sebaliknya, sehingga hubungan tersebut membawa kearah ekuilibrium antara penawaran dan permintaan di dalam perekonomian secara keseluruhan. Sebagian besar kegiatan ekonomi memproduksi barang-barang antara (input) untuk digunakan lebih lanjut dalam pembuatan barang-barang akhir (output). Pada hakikatnya, analisis inputoutput mengandung arti bahwa dalam keadaan ekuilibrium, jumlah output agregat dari keseluruhan perekonomian harus sama dengan jumlah input antar industri dan jumlah output antar industri (Nasution, 2002). Pengaruh timbal balik yang terjadi antar satu industri dengan industri lain dapat dikelompokkan menjadi: 1. Hubungan langsung, yaitu pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh sektor yang menggunakan masukan dari keluaran sektor yang bersangkutan. Contohnya jika industri makanan menaikkan produksinya sebesar dua kali 16 lipatnya, maka permintaan akan minyak goreng, tepung dan gula juga akan naik lebih kurang dua kali lipat. 2. Hubungan tak langsung, yaitu pengaruh terhadap industri yang outputnya tidak digunakan sebagai input bagi output industri yang bersangkutan. Contohnya, pengaruh industri minyak goreng terhadap pengangkutan. 3. Hubungan sampingan, yaitu pengaruh tak langsung yang lebih panjang lagi jangkauannya daripada pengaruh langsung tersebut diatas. Contoh peningkatan produksi pada sektor industri terjadilah peningkatan pendapatan buruh industri, atau peningkatan jumlah buruh yang berarti pula peningkatan pendapatan sejumlah buruh tersebut. Peningkatan pendapatan ini dapat meningkatkan permintaan atas kebutuhan beras. Menurut BPS (2000), pengertian Tabel Input-Output adalah tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matriks. Isian sepanjang baris Tabel I-O menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral, sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masingmasing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Sebagai metode kuantitatif, tabel ini memberikan gambaran menyeluruh tentang: 1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor. 2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektorsektor produksi.

27 17 3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut. 4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor. Beberapa tahun belakangan ini, model I-O telah dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan analisis IO menurut BPS (2000), antara lain: 1. Memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja diberbagai sektor produksi. 2. Melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. 3. Mengetahui sektor-sektor yang berpengaruh paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian. 4. Menganalisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output. 5. Menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah Asumsi dan Keterbatasan Tabel Input-Output Data yang disajikan dalam tabel I-O merupakan informasi rinci tentang input dan output sektoral yang mampu menggambarkan keterkaitan antar sektor dalam kegiatan perekonomian. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan dalam 18 proses penyusunannya, model input ouput bersifat statis dan terbuka. Dalam BPS (2000), asumsi dasar dalam penyusunan tabel I-O adalah: 1. Keseragaman (Homogenity) Masing-masing sektor memproduksi suatu input melalui satu cara dengan struktur input tertentu serta tidak ada substitusi diantara masing-masing input atau output tersebut. 2. Kesebandingan (Proporsionality) Input antara bagi suatu sektor merupakan fungsi linear terhadap tingkat output yang bersangkutan. Dengan kata lain, jumlah input yang digunakan oleh suatu sektor akan meningkat atau berkurang secara proporsional linear terhadap kenaikan atau penurunan output sektor yang bersangkutan. 3. Penjumlahan (Additivity) Asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek masing-masing kegiatan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka tabel I-O sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan, yaitu koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) selama periode analisis atau proyeksi. Karena koefisien teknis dianggap konstan, maka teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksipun dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. Begitu juga dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyusunan tabel I-O dengan metode survey serta semakin banyak agregasi 19 terhadap sektor-sektor yang ada maka semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap dalam analisanya Struktur Tabel Input-Output Format dari tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran n x n dimensi yang terbagi menjadi empat kuadran yang tiap kuadran menggambarkan transaksi antar komponen-komponen suatu perekonomian pada satu titik tertentu.(nazara, 1997) Tabel 2.4. Bentuk Umum Tabel Transaksi Input-Output Susunan Input

28 Alokasi Output Sektor p r o d u k s i Input a n t a r a n Jumlah Input Primer Jumlah input 1 x11 x xn1 V1 X1 Permintaan Antara Sektor Produksi 2.. x12. x22 Permintaan Total Akhir Output n x1n x2n xn2. xnn V2 X2.. Vn Xn F1 F Fn X1 X2 Xn Sumber: Biro Pusat Statistik (2000) Pada Tabel 2.4, isian angka-angka pada seluruh baris menunjukkan pengalokasian output suatu sektor, baik itu untuk memenuhi permintaan antara (intermediate demand) maupun untuk memenuhi permintaan akhir (final demand). Isian sepanjang kolom menggambarkan penggunaan input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor lain untuk kegiatan produksi suatu sektor. Tabel 2.4 dapat digambarkan dalam persamaan aljabar sebagai berikut: 20 x11 + x x1n + F1 = X1 x21 + x x2n + F2 = X2 : : : :

29 :..... xn1 + xn2 + + xnn + Fn = Xn (Persamaan 1) Secara matematis persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: n x j =1 ij + Fi = X i ; untuk i = 1, 2,..., n dimana: Xi : Total output sektor i xij : Besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j Fi : Permintaan akhir sektor ke-i Sektor dalam kolom menunjukkan penggunaan input yang disediakan oleh sektor lain untuk aktivitas produksi, maka persamaan aljabar menurut kolom dapat dituliskan menjadi: x11 + x x1n + V1 = X1 x21 + x x2n + V2 = X2 : : : : :..... xn1 + xn2 + + xnn + Vn = Xn dan secara ringkas dituliskan dalam persamaan: n x i =1

30 ij + V j = X j ; untuk j = 1,2...,n (Persamaan 2) 21 Dimana: X j : Total input sektor j xij : Besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j Vj : Input primer sektor ke-j Secara umum matriks dalam Tabel I-O di bagi menjadi 4 kuadran, yaitu: a. Kuadran 1 (Intermediate Quadrant) Setiap sel pada Kuadran 1 merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisa I- O, kuadran ini memiliki peranan yang sangat penting karena kuadran inilah yang menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya. b. Kuadran 2 (Final Demand Quadrant) Menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektorsektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor. c. Kuadran 3 (Primary Input Quadrant) Menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah / gaji), pajak tak langsung, surplus usaha, penyusutan serta 22 impor. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan Produk Domestik Bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. d. Kuadran 4 (Primary Input-Final Demand Quadrant) Merupakan kudran input primer permintaan akhir yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input-primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara Analisis Input-Output Analisis Keterkaitan Nazara (1999) mengungkapkan bahwa konsep keterkaitan biasa digunakan dalam perumusan kebijakan pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antara sektor dalam suatu perekonomian. Konsep keterkaitan tersebut antara lain meliputi keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang mendeskripsikan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan dalam proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward

31 linkage) yang menunjukkan penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Berdasarkan konsep ini dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulir pertumbuhan sektor lainnya melalui proses induksi. Keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsungnya ditunjukkan oleh Matriks Kebalikan Leontief. Matriks Kebalikan Leontief (alfa) disebut sebagai koefisien keterkaitan, karena matriks ini 23 mengandung informasi yang penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menggunakan tingkat keterkaitan antar sektor Analisis Dampak Penyebaran Analisis dampak penyebaran sebenarnya merupakan pengembangan dari analisis keterkaitan terutama keterkaitan langsung dan tidak langsung karena analisis ini membandingkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung yang telah dikalikan dengan jumlah sektor yang ada dengan total nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung di semua sektor. Analisis ini terdapat dua macam yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Kepekaan penyebaran digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan suatu sektor dalam mendorong peretumbuhan sektor hulunya. Sedangkan kepekaan penyebaran digunakan dalam untuk mengetahui seberapa besar keamampuan suatu sektor dapat dalam mendorong pertumbuhan sektor sektor hilirnya. Adapun dalam penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat mengetahui besarnya kemampuan industri minyak goreng dalam mendorong sektor-sektor hulu maupun hilir Analisis Multiplier Analisis multiplier digunakan dalam menghitung dampak yang ditimbulkan akibat peningkatan suatu sektor terhadap sektor lainnya. Pada kasus multiplier input-output, pendorong perubahan ekonomi pada umumnya diasumsikan sebagai peningkatan penjualan sebesar satu satuan mata uang kepada permintaan akhir suatu sektor. Pendorong ekonomi yang sering dimaksud adalah dapat berupa pendapatan atau

32 kesempatan kerja Multiplier Output Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu peningkatan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Semua komponen dari matriks kebalikan Leontif (matriks invers) α menunjukkan total pembelian input baik tidak langsung maupun langsung dari sektor i yang disebabkan adanya peningkatan penjualan dari sektor i sebesar satu satuan unit moneter ke permintaan akhir. 2. Multiplier Pendapatan Peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian diukur dengan multiplier pendapatan. Pendapatan disini hanya mencakup penerimaan rumah tangga yang berasal dari gaji dan upah, tidak termasuk penerimaan yang berasal dari bunga bank dan deviden atas saham yang dimiliki. Multiplier pendapatan menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu unit akan mengakibatkan kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar multiplier totalnya. Dalam multiplier pendapatan tipe I, kenaikan pendapatan tenaga kerja yang bekerja di sektor yang bersangkutan sebesar Rp 1,00 akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di semua sektor perekonomian sebesar nilai multiplier tipe 1, baik secara langsung maupun tak langsung dengan rumah tangga sebagai eksogenus model. Untuk multiplier pendapatan tipe 2, pada intinya sama dengan mutiplier tipe 1, tetapi dalam multiplier tipe 2 ini efek induksi konsumsi rumah tangga juga diperhitungkan Multiplier Tenaga Kerja Multiplier tenaga kerja menunjukkan bagaimana perubahan output akan mempengaruhi perubahan tenaga kerja. Pada tabel I-O, terdapat komponen tenaga kerja, sehingga untuk memperoleh nilai multiplier tenaga kerja harus ditambahkan terlebih dahulu pada baris terbawah informasi berapa besar jumlah tenaga kerja pada tiap sektor yang ada dalam perekonomian negara tersebut. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja (ei). Koefisien tenaga kerja didapatkan dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor dengan jumlah total ouput dari masing-masing sektor tersebut. Besarnya lapangan kerja yang tercipta jika output suatu sektor meningkat sebesar satu satuan, dapat diketahui dengan menggunakan multiplier tenga kerja tipe I. Multiplier tenaga kerja tipe 2 digunakan untuk mengetahui dampak dari penyerapan tenaga kerja di suatu sektor sebesar satu unit terhadap peningkatan lapangan kerja di seluruh sektor perekonomian. 4. Multiplier Tipe I dan II Multiplier Tipe I dan II digunakan dalam pengukuran dampak yang ditimbulkan dari output, pendapatan dan tenaga kerja pada masing-masing sektor perekonomian akibat adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja yang ada dalam suatu wilayah. Klasifikasi efek dari multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja adalah sebagai berikut:

33 26 a. Dampak Awal (Initial Impact) Dampak awal merupakan pendorong perekonomian dengan diasumsikan sebagai perubahan penjualan atau pembelian dalam satu unit satuan moneter. Dari sisi output, dampak awal merupakan peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan dan tenaga kerja. Dampak awal dari sis pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi). Sedangkan dampak awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei) b. Efek Putaran Pertama (First Round Effect) Efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter ditunjukkan oleh efek putaran pertama. Dari sudut output, efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung (Koefisien Input / aij). Efek putaran pertama dari sudut pendapatan ( iaij hj) menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi ouput. Efek putaran pertama dari sudut tenaga kerja ( iaij ei ) menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. c. Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect) Efek dukungan industri dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja 27 putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output. d. Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect) Efek induksi dari sisi output menujukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masingmasing dengan mengalikan efek induksi ouput dengan koefisien pendapatan rumah tanggga dan koefisien tenaga kerja. e. Efek Lanjutan (Flow-On- Effect) Efek lanjutan merupakan efek (dari output, pendapatan dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan langsung dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal. Hubungan antara efek awal dan efek lanjutan baik dilihat dari sisi ouput, pendapatan dan tenaga kerja digunakan multiplier tipe I dan tipe II. Perbedaan antara kedua jenis multiplier tersebut terletak pada adanya tidaknya pengaruh dari induksi konsumsi rumah tangga. Jika dalam multiplier tipe I tidak memasukkan unsur induksi konsumsi rumah tangga, sebaliknya dalam multiplier tipe II memasukkan pengaruh dari induksi konsumsi rumah tangga. 2.3 Penelitian-Penelitian Terdahulu Studi Pustaka Minyak Goreng Simatupang dan Syafaat (1996) mengkaji keterkaitan sektor industri minyak goreng dengan sektor lainnya. Analisis data menggunakan tabel input- 28 output. Hasil analisis mengemukakan bahwa keterkaitan terhadap input yang dimiliki oleh sektor industri minyak goreng sangat besar. Dan nilai tersebut hanya terkonsentrasi pada 3 industri. Untuk nilai koefisien keterkaitan terhadap output industri minyak goreng sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai keterkaitan terhadap inputnya. Chairunnisa (2002) dalam penelitiannya tentang analisis strategi perilaku konsumen minyak goreng sawit bermerek di kotamadya Jakarta Selatan. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa faktor yang menjadi pertimbangan awal pada sebagian besar konsumen adalah kualitas dari minyak goreng yang baik jika digunakan untuk menggoreng. Komponen produk, pengaruh lingkungan, pengaruh situasi, bauran pemasaran, pemakaian dan komponen utama lainnya merupakan faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli minyak goreng sawit bermerek. Analisis pengolahan data yang digunakan dalam

34 penelitian ini adalah Analisis Komponen Utama (AKU). Puri (2003) neneliti tentang analisis srtategi promosi minyak goreng cap sendok pada PT Astra Agro Lestari (AAL) Tbk Divisi Refinery. Data diolah dengan menggunakan software Expert Choice version 90. berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa PT.AAL dalam menjalankan kegiatan promosinya menerapkan seluruh bauran promosi. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan kesimpulan bahwa tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam melakukan kegiatan promosi adalah memperluas pangsa pasar. Strategi 29 yang ditempuh adalah dengan menitikberatkan pada promosi penjualan kepada distributor. Ardana (2004) menganalisis kemampuan industri minyak goreng sawit dalam menyikapi berbagai perubahan pada saat terjadi krisis ekonomi lebih besar daripada industri minyak goreng kelapa. Sehingga peranan minyak goreng sawit semakin besar dibandingkan dengan minyak goreng kelapa. Alat analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan model ekonometri industri minyak goreng sawit Indonesia dan pendugaan parameterdilakukan dengan menggunakan model 2 sls Studi Pustaka Metode Input-Output Suryadi (2000) menjelaskan hasil penelitiannya tentang analisis peranan ekonomi industri pariwisata terhadap perekonomian propinsi Bali. Tujuan dilakukannya penelitian tersebut yaitu menganalisis (1) peranan industri pariwisata dalam pembentukan nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir di propinsi Bali (2) keterkaitan industri pariwisata dengan sektor-sektor yang menggunakan output dari industri pariwisata; (3) dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh industri pariwisata berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja (4) koefisien dan kepekaan penyebaran industri pariwisata Bali. Data diolah menggunakan software Grimp 7.2 dan Microsoft Excell. Berdasarkan analisis struktur perekonomian Propinsi Bali terlihat bahwa sektor industri pariwisata memiliki peranan ekonomi yang besar bagi propinsi Bali. Hal tersebut dapat terlihat dari peranannya terhadap permintaan antara, permintaan akhir dan nilai tambah bruto. Dari hasil analisis 30 keterkaitan industri pariwisata Bali dengan sektor pertanian, baik keterkaitan ke depan maupun ke belakang, secara umum nilai keterkaitan ke belakang lebih besar dibandingkan dengan dengan keterkaitan ke depannya. Hal tersebut dikarenakan industri pariwisata banyak menggunakan output dari sektor pertanian teriuutama sektor hotel bintang dan restoran. Diantara 22 sektor industri pariwisata ada tiga sektor yang perlu mendapat prioritas, yaitu sektor travel biro, angkutan carter darat dan money changer. Penetapan ketiga sektor tersebut didasarkan pada tingginya nilai hasil analisis multiplier output pendapatan dan pendapatan. Friyaningsih (2003) mengemukakan hasil penelitiannya mengenai analisis struktur perekonomian Indonesia sebelum dan sesudah krisis ekonomi. Penelitian bertujuan untuk menganalisis struktur perekonomian Indonesia baik dilihat dari peranan masing-masing sektor, keterkaitan, daya penyebaran maupun multiplier. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Tabel Input-Output tahun 1990, 1995, 1998 dan 2000 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat statistik (BPS). Berdasarkan hasil analisis Tabel I-O yang diolah dengan menggunakan software Grimp 7.2 dan Microsoft Excell, selama tahun 1990 sampai tahun 2000 maka sektor agroindustri merupakan sektor utama penggerak perekonomian Indonesia. Penyerapan tenaga kerja terbesar tahun 1990 hingga 1995 adalah sektor tanaman bahan makanan. Pada tahun 1998 hingga 2000 sektor perdagangan menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbesar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka sektor agroindustri dan sektor pertambangan sebaiknya dijadikan prioritas utama

35 dalam perencanaan pembangunan nasional Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Dalam penelitian ini akan mengkaji bagaimana peranan industri minyak goreng dalam perekonomian Indonesia dengan menggunakan pendekatan model input-output. Kerangka pemikiran konseptual disajikan dalam Gambar 2.1. Identifikasi Masalah: 1. Berapa besar peranan industri minyak goreng dalam pembentukan output, nilai tambah, permintaan antara dan permintaan akhir di Indonesia? 2. Bagaimana keterkaitan sektor industri minyak goreng yang ada di Indonesia dengan sektor lainnya? 3. Berapa besar dampak penyebaran sektor industri minyak goreng dan Gambarpengaruhnya? 2.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian bagaimana 4. Berapa besar dampak yang ditimbulkan oleh sektor industri minyak goreng dilihat berdasarkan efek multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja? Tabel Input Output Indonesia Tahun 2000 Analisis Deskriptif Analisis Keterkaitan Analisis Multiplier Peranan Industri Minyak Goreng Implikasi Kebijakan Pembangunan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Wilayah Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai bulan Oktober tahun Dalam penelitian ini wilayah Indonesia dijadikan wilayah penelitian karena untuk melihat sampai sejauh mana industri minyak goreng Indonesia dapat berkontribusi pada sektorsektor perekonomian di Indonesia. Hal ini dengan melihat kebutuhan konsumsi minyak goreng di Indonesia yang cenderung meningkat tiap tahunnya. Penelitian ini juga melihat dampak dan kontribusi minyak goreng di Indonesia sehingga dapat membandingkan keterkaitan antar minyak goreng terhadap sektor-sektor perekonomian di Indonesia Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun Tabel yang menjadi analisis utama dalam penelitian ini adalah Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen. Penggunaan tabel tersebut dikarenakan dianggap cukup stabil, yaitu tidak dipengaruhi lagi oleh marjin perdagangan dan pengangkutan serta impor. Data berasal dari Badan Pusat Statistik Indonesia dengan klasifiksi 175 sektor. Data kemudian diagregasikan menjadi

36 26 sektor dengan mempertimbangkan sektor yang sejenis dan sektor yang akan diteliti lebih lanjut, khususnya yang memiliki keterkaitan dengan industri minyak goreng. Data kemudian diolah dengan menggunakan software GRIMP 7.2 dan Microsoft Excel Metode Analisis Model Input-Output Alat analisis yang digunakan untuk meneliti peranan industri minyak goreng terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Indonesia adalah model Input-Output. Dari Tabel Input-Output ini peranan industri minyak goreng dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan akhir dapat diketahui secara langsung karena sudah tersaji dalam tabel. Untuk mengetahui peranan industri minyak goreng sebagai sektor penyedia input maupun sektor pemakai input serta dampak yang ditimbulkan sektor industri minyak goreng terhadap perekonomian wilayah dapat dikaji berdasarkan analisis multiplier dan keterkaitan Koefisien Input Pada tabel Input-Output koefisien input atau koefisien teknologi merupakan perbandingan antara output sektor i yang digunakan dalam sektor j atau (Xij) dengan input total sektor j (Xj). Jika koefisien input dilambangkan dengan aij, maka: ai j = X ij Xj ; untuk i dan j = 1,2,...,n Sesuai dengan perumusan koefisien input di atas, maka dapat disusun matriks sebagai berikut: a11 X 1 + a12 X 2 + Λ + a1nxn + F 1 a 21 X 1 + a 22 X 2 + Λ + a 2 nxn + F 2 Μ : an1 X 1 + an 2 X 2 + Λ + Μ : annxn X1 X2 Μ= : Xn Fn ( Persamaan 3 ) 34 atau, a11 a12 Λ a1n X1

37 a 21 a 22 Λ Μ Μ : : a 2n Μ : X2 F2 Μ+ Μ = : : X2 Μ : an1 an 2 Λ ann Xn Xn A F1 X1 Fn X + F = X AX + F = X atau F = (I-A) X (Persamaan 4) X = (I-A)-1F (Persamaan 5) Maka, Dimana: I : Matriks identitas F : Permintaan akhir X : Jumlah Output (I-A)-1 : Matriks kebalikan Leontif, bentuk matriks Leontif selengkapnya adalah sebagai berikut:

38 (I-A) = (1 a11) Λ Μ an1 Λ a1n Μ (1 ann) Matriks kebalikan merupakan alat yang sangat penting dalam melakukan analisis ekonomi karena saling berkaitan dengan tingkat permintaan akhir maupun tingkat produksi. Hasil dari analisis tersebut yaitu, (1) keterkaitan langsung baik ke depan maupun ke belakang; (2) keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun kebelakang; (3) pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja; serta (4) koefisien dan kepekaan penyebaran Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan ini digunakan dalam menentukan prioritas-prioritas sektor perekonomian dalam rangka mencapai pembangunan. Beberapa jenis koefisien keterkaitan yang sering digunakan adalah sebagai berikut: a. Keterkaitan Langsung Ke Depan Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung ke depan dapat dirumuskan sebagai berikut: n KDi = a j =1 ij ; untuk j = 1,2,.,n dimana: KDi : Keterkaitan Langsung ke depan aij : Unsur matriks koefisien teknis b. Keterkaitan Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk menganalisis digunakan rumus: n KBj = a i =1 ij ; untuk i = 1,2,,n dimana: KBi

39 : Keterkaitan langsung ke belakang aij : Unsur matriks koefisien teknis 36 c. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan Menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukurnya, digunakan rumus: n KDLTi = α j =1 ij ; untuk i = 1,2,...,n dimana: KDLTi : Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan αij : Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka d. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Keterkaitan ini menyebabkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukurnya, digunakan rumus: n KBLTj = α i =1 ij ; untuk i = 1,2,...,n dimana: KBLTj : Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan αij : Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka Analisis Dampak Penyebaran a. Koefisien penyebaran Koefisien penyebaran digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektorsektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Dengan kata lain, koefisien penyebaran

40 dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi apabila Pdj mempunyai nilai lebih besar dari satu, begitu juga sebaliknya jika nilai Pdj lebih kecil dari satu. Secara matematik dirumuskan sebagai berikut: n n α ij Pdj = n i =1 n α i 1 j =1 ; untuk i dan j = 1,2,.,n ij dimana: Pdj : Koefisien penyebaran sektor j αij : Unsur matriks kebalikan Leontief Nilai koefisien penyebaran dari satu sektor menunjukkan bahwa kenaikan satu unit output sektor tersebut akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menyediakan input bagi sektor itu sendiri sebesar nilai koefisien penyebarannya. b. Kepekaan Penyebaran Konsep ini berguna dalam menghitung tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Dengan kata lain, 38 kepekaan penyebaran merupakan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai sektor ini. Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor seluruh koefisien matriks kebalikan Leontif. Secara matematik dirumuskan sebagai berikut: n n α ij Sdi = j =1 n n α ij

41 ; untuk i dan j = 1,2,,n i =1 j =1 dimana: Sdi : Koefisien penyebaran sektor j αij : Unsur matriks kebalikan Leontief Nilai kepekaan penyebaran suatu sektor menunjukkan bahwa kenaikan satu unit output dari suatu sektor akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menggunakan output dari sektor tersebut, termasuk sektor itu sendiri sebesar nilai kepekaan penyebarannya. Apabila nilai kepekaan penyebaran (Sdi) lebih dari 1 maka sektor i tersebut mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi. Sebaliknya jika nilai Sdi kecil maka sektor i tersebut mempunyai tingkat penyebaran yang rendah. Perbandingan antara nilai kepekaan dan koefisien penyebaran dapat menunjukkan kemampuan menarik atau mendorong suatu sektor. Apabila suatu sektor memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari nilai kepekaan penyebarannya maka sektor tersebut mempunyai kemampuan menarik yang lebih 39 besar terhadap pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. (Suryadi 2000) Analisis Multiplier Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka (αij) maupun untuk model tertutup (α*ij) dapat ditentukan nilai-nilai multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja berdasarkan rumus yang tercantum pada tabel berikut: Tabel 3.1 Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Multiplier Nilai Output Pendapatan Tenaga Kerja (Rp) (Rp) (Rp) 1 hj ej

42 Efek Awal iaij iaij hi iaij ei iαij 1- iaij iαij hi h j - iaij hi iαij eij - ej - iaij ei iα*ij iαij iα*ij hi - iαij hi iα*ij ei - iαij ei Efek Total iα*ij iα*ij hi iα*ij ei Efek Lanjutan iα*ij -1 iα*ij hi hi iα*ij ei-ei Efek Putaran Pertama Efek Dukungan Industri Efek Induksi Konsumsi Sumber: Daryanto, 1990 dalam Sahara, Dimana: aij : Koefisien output hi : Koefisien pendapatan rumah tangga; jumlah upah dan gaji sektor j (wj) dibagi total input sektor j (Xj) 40

43 ei : Koefisien tenaga kerja; Jumlah tenaga kerja di sektor j (Ij) dibagi total input sektor j (Xj) αij : Matriks kebalikan Leontief model terbuka α*ij : Matriks kebalikan Leontief model tertutup Untuk melihat adanya hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja dihitung berdasarkan rumus multiplier tipe I dan tipe II seperti dibawah ini: Tipe I = Efek Awal + Efek Putaran Pertama + Efek Dukungan Industri Efek Awal Tipe II = Efek Awal + Efek Put.Pertama + Efek Duk.Industri + Efek Duk.Konsumsi Efek Awal 3.4 Definisi Operasional Data 1. Industri Pengolahan Industri pengolahan adalah suatu industri dimana proses produksinya mengolah bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi. Dalam proses produksinya dapat dilakukan baik secara kimia, mesin ataupun secara manual. 2. Output Pada tabel input output, output diartikan sebagai output domestik yaitu jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di dalam negeri (domestik), dengan menyamakan asal pelaku produksinya. Nilai keluaran dari suatu unit usaha yang berupa barang, output dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kuantitas produksi barang tersebut dengan harga produsen per 41 unit barang tersebut. Sedang bagi unit usaha yang bergerak di bidang jasa, nilai output merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan ke pihak lain. 3. Transaksi Antara Terjadinya suatu transaksi antar sektor yang berperan sebagai produsen (sektor produsen) dengan sektor yang berperan sebagai konsumen (sektor konsumen). Pada tabel I-O, sektor produksi ditujukan pada tiap barisnya, sedangkan sektor konsumen ditunjukkan oleh sektor pada masing-masing kolom. Transaksi antara hanya mencakup transaksi barang dan jasa yang ada hubungannya dengan proses produksi. Dengan kata lain, transaksi antara pada isian sepanjang barisnya menunjukkan alokasi output suatu sektor untuk memenuhi kebutuhan input sektor lain dalam proses produksi dan inilah yang disebut sebagai permintaan antara. Isian sepanjang kolomnya menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut sebagai input antara. 4. Permintaan Akhir dan Impor Permintaan akhir adalah permintaan terhadap barang dan jasa yang digunakan untuk kegiatan konsumsi bukan digunakan dalam proses produksi. Komponen dari permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. Barang dan jasa yang dikosumsi tersebut dapat berasal dari hasil produksi dalam negeri maupun impor. 42

44 a. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa mencakup barang tahan lama dan barang yang tidak tahan lama kecuali pembelian tempat tinggal. Pengeluaran konsumsi rumah tangga juga mencakup pengeluaran yang dilakukan oleh lembaga swasta yang tidak mencari untung, seperti lembaga sosial. b. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Komponen dari pengeluaran konsumsi pemerintah adalah semua pengeluaran barang dan jasa untuk kegiatan administrasi pemerintah dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Contoh dari pengeluaran pemerintah adalah belanja pegawai negeri, belanja barang bukan modal dan penyusutan. c. Pembentukan Modal Tetap Pembentukan modal tetap terdiri dari pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dalam negeri maupun impor, termasuk barang bekas dari luar negeri. Pembentukan modal tetap ini hanya mencakup pembelian barang modal sektor ekonomi di dalam negeri. Pada tabel I-O, komponen pembentukan barang modal hanya menggambarkan komposisi barang modal yang dihasilkan oleh sektor produksi. d. Perubahan Stok Selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok pada awal tahun diebut sebagai perubahan stok. Perubahan stok dapat digolongkan 43 menjadi, (1) perubahan stok barang jadi dan barang setengah jadi yang disimpan oleh produsen; (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen serta (3) perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang dagangan yang belum terjual. e. Ekspor dan Impor Komponen ekspor dan impor terdiri dari transaksi barang dan jasa, baik yang dilakukan antar penduduk dalam suatu negara maupun antar penduduk negara lain. Transaksi ekspor juga mencakup pembelian langsung di dalam negeri oleh penduduk negara lain. Sedangkan transaksi impor merupakan pembelian langsung diluar negeri oleh penduduk suatu negara. 5. Input Primer Input primer merupakan balas jasa atas penggunaan faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer merupakan selisih antara output dengan input antara. Komponen input primer terdiri dari: (a) upah dan gaji, (b) surpus usaha, (c) penyusutan barang modal dan (d) pajak tak langsung neto a. Upah dan Gaji Semua balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi, biak berupa uang maupun barang dan jasa merupakan komponen dari upah dan gaji. b. Surplus Usaha Surplus usaha merupakan balas jasa atas kepemilikan modal. Komponen dari surplus usaha antara lain keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, 44 bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Surplus usaha merupakan selisih dari nilai tambah bruto dengan upah, penyusutan dan pajak tak langsung neto. c. Penyusutan Penyusutan merupakan penyusutan barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Dengan kata lain, penyusutan adalah nilai dari penurunan nilai barang modal tetap yang dipakai dalam proses produksi. d. Pajak Tak Langsung Neto Pajak tak langsung adalah selisih dari pajak tak langsung dengan subsidi. Komponen dari pajak tak langsung terdiri dari pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Peranan Industri Minyak Goreng Dalam Perekonomian Indonesia Dilihat dari perkembangannya, industri minyak goreng merupakan salah satu industri yang cukup potensial dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan industri minyak goreng mempunyai dua posisi penting dalam proses produksi. Selain dapat berperan sebagai input antara dalam penyediaan bahan baku

45 proses produksi industri hilirnya, industri minyak goreng juga dalam proses produksinya memerlukan bahan baku dari sektor industri hulunya. Proses tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga terjadi suatu ketergantungan. Berdasarkan tabel Input-Output Indonesia tahun 2000, diketahui bahwa total input industri minyak goreng sebesar Rp miliar yang terdiri dari Rp miliar input antara dan Rp miliar input primer. Hal tersebut dapat disimpulkan industri minyak goreng mempunyai keterkaitan lebih tinggi terhadap sektor-sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. Besaran prosentase masing-masing input antara dan input primer industri minyak goreng masingmasing sebesar 57,65 persen untuk input antara dan 42,35 persen untuk input primer. Nilai input primer untuk surplus usaha serta upah dan gaji mendominasi, masing-masing 48,33 persen dan 39,29 persen. Besarnya nilai surplus usaha dibandingkan dengan upah dan gaji menunjukkan bahwa nilai tambah dari industri minyak goreng lebih banyak dinikmati oleh para pemilik modal dibandingkan dengan pekerja. Sedangkan nilai impor hanya sebesar 6,3 persen, penyusutan 3,04 persen dan pajak tak langsung 2,99 persen (Tabel 4.1) 46 Tabel 4.1. Komposisi Besaran Input Industri Minyak Goreng Komponen Input Antara Input Primer Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Impor Jumlah Nilai (Juta Rp) Persentase 57,65 42,35 39,29 48,33 3,04 2,99 6,30 100,00 Sumber: Tabel Input-Output Indonesia, 2000 (diolah) Tabel 4.2 memperlihatkan peranan industri minyak goreng dalam perekonomian Indonesia, baik itu ditinjau dari sisi perekonomian Indonesia maupun ditinjau dari sisi industri yang ada dalam perekonomian. Dalam tabel tersebut, kontribusi industri minyak goreng dalam wilayah dan sektor industri masing-masing 1,54 persen dan 4,49 persen. Hal ini menunjukkan kontribusi output yang dihasilkan industri minyak goreng lebih besar dalam lingkup industri dibandingkan dengan lingkup perekonomian. Tabel 4.2 Kontribusi Industri Minyak Goreng Dalam Perekonomian Indonesia Uraian Output Input Primer - Upah dan Gaji - Surplus Usaha - Penyusutan - Pajak Tak Langsung Permintaan Akhir - Konsumsi Rumah Tangga - Perubahan stok Ekspor Impor Nilai (juta Rp) Sumber: Tabel Input-Output Indonesia, 2000 (diolah) Kontribusi Industri Minyak Goreng (%) Wilayah Sektor Industri 1,54 4,49 2,82 12,41 7,44 1,97 4,90 1,27 1,54 0,56 1,77 0,88 3,99 1,60 4,92 2,12 1,34 0,76 2,49 3,43 0,29 0,76 47 Pada Tabel 4.2 juga digambarkan besaran permintaan akhir minyak goreng untuk konsumsi rumah

46 tangga sebesar Rp miliar atau 32,83 persen dari total output yang dihasilkan oleh industri minyak goreng. Hal tersebut mengindikasikan bahwa permintaan akhir minyak goreng lebih banyak berasal dari sektor rumah tangga. Angka impor yang dicapai industri minyak goreng sebesar Rp miliar atau 0,29 persen dari total impor perekonomian Indonesia. Umumnya. impor tersebut dilakukan dalam rangka menambah kapasitas produksi guna memenuhi konsumsi minyak goreng yang meningkat dari tahun ke tahun. 4.2 Analisis Keterkaitan Analisis Keterkaitan pada dasarnya digunakan untuk melihat adanya dampak ouput antar sektor. dengan mengasumsikan sektor-sektor tersebut mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi dalam perekonomian. Dalam analisis keterkaitan terdapat dua kategori, pertama yaitu keterkaitan ke depan (forward linkages) yang menggambarkan keterkaitan antar sektor dalam distribusi output yang dihasilkannya. Kedua yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkages) yang menjelaskan adanya hubungan antar sektor dalam pembelian input yang digunakan dalam proses produksinya. Pengkategorian analisis seperti yang dipaparkan di atas, dapat dibagi lagi pada masing-masing analisis tersebut. Kategori pertama didapat melalui matriks koefisien teknis yang kemudian disebut sebagai keterkaitan langsung dan kedua keterkaitan langsung dan tidak langsung yang didapat dari matriks kebalikan leontief terbuka Keterkaitan Langsung Beberapa Sektor Perekonomian Indonesia. Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa sektor perdagangan mempunyai nilai keterkaitan langsung kedepan yang paling tinggi yaitu sebesar 2,649. Selanjutnya posisi kedua ditempati oleh sektor pertanian dengan nilai keterkaitan sebesar 2,131, kemudian berturut-turut sektor industri makanan lainnya dengan nilai keterkaitan 1,129, sektor kelapa sebesar 0,693 dan sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 0,690. Tingginya nilai keterkaitan pada sektor perdagangan dikarenakan sektor tersebut merupakan salah satu sektor yang mempunyai hubungan yang cukup erat dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian, khususnya dalam hal pendistribusian output masingmasing sektor. Sektor industri kopra merupakan sektor yang memiliki nilai tertinggi sebesar 0,743 dalam keterkaitan langsung ke belakang. Hal ini disebabkan industri kopra merupakan salah satu input inti dalam industri minyak kelapa. Posisi selanjutnya ditempati oleh sektor industri makanan lainnya dengan nilai keterkaitan 0,722, sektor industri pengolahan susu sebesar 0,654 diposisi ketiga. posisi keempat dengan nilai keterkaitan 0,639 ditempati oleh sektor industri pengolahan ikan dan daging dan sektor industri mie, makaroni dan sejenisnya menempati urutan kelima dengan nilai keterkaitan sebesar 0, Tabel 4.3 Nilai Keterkaitan Berbagai Sektor Perekonomian di Indonesia Menurut Transaksi Domestik Sektor Pertanian Kacang-kacangan Kelapa Kelapa Sawit Peternakan Pertambangan dan Galian Pengolahan Ikan dan daging Pengolahan Susu Pengolahan Sayur dan Buah Kopra Minyak Goreng Roti. Biskuit dan Sejenisnya Mie. Makaroni dan sejenisnya Biji-bijian Kupasan Coklat dan Kembang Gula Teh dan Kopi Olahan Pengolahan Kedelai Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Pengolahan Lainnya Listrik. Gas. Air dan Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Transportasi dan Telekomunikasi Lembaga Keuangan Pemerintah dan Jasa-jasa Langsung Ke Depan Ke Belakang

47 Langsung Dan Tidak Langsung Ke Depan Ke Belakang 2,4026 (2) 0,2639 (13) 0,6971 (9) 0,1137 (19) 0,1394 (17) 0,5435 (10) 0,2025 0,1324 0,1549 0,2893 0,2688 0,1188 (23) (25) (24) (19) (21) (6) 4,4087 (2) 1,3076 (11) 1,7778 (7) 1,1802 (15) 1,1966 (13) 1,5724 (9) 1,3342 1,1824 1,2383 1,4413 1,4808 1,1585 (23) (25) (24) (20) (19) (26) 0,2232 (14) 0,6394 (4) 1,2438 (12) 1,9322 (7) 0,0679 (21) 0,0114 (26) 0,6539 0,5263 (3) 1,0573 (22) (11) 1,0035 (26) 2,0698 1,7469 (1) (11) 0,0462 0,5296 (22) (11) 0,7425 0,5765 (1) 1,0602 (6) 1,7212 (21) (8) 1,9557 1,9897

48 (5) (4) 0,0146 (25) 0,5439 (9) 1,0081 (24) 1,9369 (6) 0,0181 (24) 0,1255 (18) 0,5828 0,4420 (5) 1,0060 (14) 1,1396 (25) (18) 2,0646 1,6434 (2) (16) 0,1433 (16) 0,4714 (12) 1,1618 (17) 1,7382 (12) 0,1434 (15) 0,1032 (20) 0,5673 0,4544 (7) 1,1454 (16) (13) 1,1033 (20) 1,8299 1,6768 (9) (14)

49 1,2404 (4) 0,0287 (23) 0,7222 0,3691 (2) 2,4857 (17) 1,0231 (4) (23) 2,0310 1,5874 (3) (17) 2,3159 (3) 0,4283 (15) 3,0066 (3) 1,6332 (15) 1,0392 (7) 2,8701 (1) 0,4777 (12) 1,0917 (6) 0,5079 0,2841 0,5606 0,4255 (10) 1,5458 (10) (20) 4,4355 (1) (8) 1,1804 (14) (16) 2,2919 (5) 1,7524 (10) 1,4406 (21) 1,8964 (8) 1,6890 (13) 0,7776 (8) 0,2400 (22) 2,1814 (6) 1,3693 (22) 1,3010 (5)

50 0,3389 (18) 1,1285 (19) 1,5535 (18) Sumber: Tabel Input-Output Indonesia, 2000 (diolah) Keterangan: angka ( ) menunjukkan peringkat Untuk industri minyak goreng sendiri, dalam nilai keterkaitan langsung kedepan menempati urutan 11 dengan nilai 0,5296. Hal ini berarti setiap kenaikan 50 permintaan akhir sebesar satu juta rupiah, maka output industri minyak goreng secara langsung akan meningkat sebesar Rp. 0,5296 juta. Nilai keterkaitan langsung ke belakang industri minyak goreng sebesar 0,5765 dengan urutan keenam. Nilai keterkaitan sebesar 0,5765 mengindikasikan bahwa jika terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah. maka sektor industri minyak goreng akan meningkatkan permintaan inputnya secara langsung sebesar Rp. 0,5765 juta. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Simatupang dan Syafaat (1990), nilai keterkaitan langsung ke belakang dan ke depan industri minyak goreng mengalami peningkatan. Dalam penelitian tersebut didapatkan nilai keterkaitan langsung ke depan dan ke belakang masingmasing sebesar 0,25295 dan 0, Peningkatan tersebut disebabkan adanya pertambahan jumlah populasi penduduk Indonesia setiap tahunnya Keterkaitan Langsung Dan Tidak Langsung Beberapa Sektor Perekonomian Indonesia. Berdasarkan Tabel 4.3, sektor yang mempunyai nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung tertinggi ke depan dimiliki oleh sektor perdagangan yaitu dengan nilai sebesar 4,435. Kemudian di posisi selanjutnya berturut-turut ditempati oleh sektor pertanian sebesar 4,408, sektor industri pengolahan lainnya dengan nilai keterkaitan 3,006 kemudian sektor industri makanan lainnya sebesar 2,485 dan urutan ke-5 dengan nilai keterkaitan 2,291 ditempati oleh sektor transportasi dan telekomunikasi. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dalam sektor perekonomian Indonesia. sektor industri pengolahan susu memiliki nilai 51 keterkaitan paling tinggi diantara sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 2,069. Peringkat kedua ditempati oleh sektor kelapa dengan nilai keterkaitan sebesar 2,064. Selanjutnya berturut-turut sektor industri makanan lainnya yang memiliki nilai keterkaitan 2,031, sektor industri minyak goreng sebesar 1,989 dan posisi kelima ditempati oleh sektor yang memiliki nilai keterkaitan 1,955 yaitu sektor kopra. Dari hasil analisis, industri minyak goreng memiliki nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sebesar 1,7212 dengan peringkat ke-18 dari seluruh sektor yang ada dalam perekonomian Indonesia (Tabel 4.3). Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp. 1juta output yang dihasilkan industri minyak goreng secara langsung maupun tidak langsung akan dialokasikan kepada sektor-sektor lain dan industri minyak goreng itu sendiri sebesar Rp. 1,7212 juta. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang industri

51 minyak goreng menempati peringkat 4 dengan nilai keterkaitan sebesar 1,9897. Nilai tersebut berarti, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp. 1juta pada industri minyak goreng maka permintaan input dari industri minyak goreng maupun sektor perekonomian lainnya secara langsung dan tidak langsung akan meningkat sebesar Rp. 1,9897 juta. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Simatupang dan Syafa at (1990), diperoleh nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang industri minyak goreng sebesar Hal ini berarti bahwa pangsa nilai input antara yang digunakan oleh industri minyak goreng sebesar 56 persen dari besar outputnya (Amang, 1996). Jika dibandingkan, nilai keterkaitan langsung dan tidak 52 langsung kebelakang industri minyak goreng pada penelitian tahun 1990 lebih kecil dari nilai keterkaitan pada penelitian ini. Terjadinya peningkatan nilai tersebut, dapat disebabkan karena adanya pertumbuhan populasi penduduk Indonesia yang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pertumbuhan populasi dapat mendorong peningkatan angka konsumsi minyak goreng baik itu di tingkat rumah tangga maupun industri. Industri minyak goreng sebagai penyedia input, memiliki hubungan saling ketergantungan antar sektor terkait. Sektor-sektor tersebut antar lain. sektor industri pengolahan susu, industri pengolahan ikan dan daging, industri mie dan makaroni dan lainlain. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan dapat disimpulkan bahwa sektor agroindustri rata-rata memiliki nilai keterkaitan ke belakang yang besar jika dibandingkan dengan keterkaitan ke depannya. Hal ini disebabkan output sektor agroindustri lebih banyak digunakan langsung untuk konsumsi rumah tangga langsung. Berdasarkan nilai keterkaitan yang tertera dalam Tabel 4.3, dapat disimpulkan bahwa sektor industri pengolahan susu, industri kopra dan industri mie dan makaroni merupakan sektor agroindustri yang harus diprioritaskan pemerintah dalam perumusan kebijakan pembangunan, khususnya pembangunan industri. Hal itu dikarenakan mempunyai ketiga sektor tersebut merupakan sektor yang keterkaitan yang besar dengan sektor hulunya. Sehingga jika ditetapkan suatu kebijakan terhadap sektor-sektor tersebut dapat berpengaruh kuat pada sektor hulunya Keterkaitan Ke Depan Industri Minyak Goreng Terhadap Berbagai Sektor Perekonomian Di Indonesia Berdasarkan Tabel 4.4, diperoleh gambaran bahwa yang memiliki keterkaitan tertinggi dengan industri minyak goreng adalah industri pengolahan susu, industri mie, makaroni dan sejenisnya, industri makanan lainnya, sektor restoran dan hotel dan industri roti, biskuit dan sejenisnya. Sedangkan industri pengolahan kedelai, sektor hasil ternak, industri pengolahan lainnya, industri pengolahan daging dan ikan, industri biji-bijian kupasan memiliki nilai keterkaitan yang rendah. Hal tersebut. dikarenakan dalam proses produksinya industri tersebut menggunakan minyak goreng hanya dalam jumlah yang kecil. Tabel 4.4 Keterkaitan Ke Depan Industri Minyak Goreng Terhadap Berbagai Sektor Perekonomian di Indonesia Sektor Koefisien Peringkat Hasil Ternak 0, Pengolahan daging dan ikan 0, Pengolahan susu 0, Roti. biskuit dan sejenisnya 0, Mie. makaroni dan sejenisnya 0, Biji-bijian kupasan 0, Pengolahan Kedelai 0, Industri makanan lainnya 0, Industri pengolahan lainnya 0, Restoran dan hotel 0, Sumber: Tabel Input-Output, 2000 (diolah) Nilai keterkaitan ke depan industri minyak goreng dalam berbagai sektor perekonomian Indonesia, ditempat tertinggi dimiliki sektor industri pengolahan susu. Hal ini disebabkan minyak goreng,

52 dalam hal ini minyak goreng baik nabati maupun hewani merupakan salah satu bahan yang terkandung dalam jumlah besar pada output industri pengolahan susu Keterkaitan Ke Belakang Industri Minyak Goreng Terhadap Beberapa Sektor Perekonomian Indonesia Dalam proses produksi suatu sektor. sangat diperlukan input dari sektor itu sendiri maupun sektor lain. Begitu juga yang terjadi pada industri minyak goreng. Dalam proses produksinya, industri minyak goreng memerlukan input dari sektor itu sendiri maupun sektor perekonomian lainnya. Gambaran hubungan inilah yang diistilahkan sebagai keterkaitan ke belakang. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan langsung ke belakang yang diperlihatkan pada Tabel 4.5, sektor perdagangan memiliki nilai keterkaitan tertinggi terhadap industri minyak goreng diantara semua sektor perekonomian. Nilai keterkaitan tersebut berarti bahwa jika terjadi peningkatan sebesar Rp. 1juta terhadap permintaan akhir industri minyak goreng maka secara langsung akan meningkatkan input sektor perdagangan sebesar Rp. 0,0975 juta.nilai keterkaitan yang tinggi tersebut mengindikasikan bahwa jika ingin mengembangkan sektor perdagangan, maka pengembangan industri minyak goreng merupakan salah satu instrumen kebijakan yang efektif. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Simatupang dan Syafa at pada tahun Industri minyak goreng, menurut penelitian tersebut memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap industri minyak goreng itu sendiri, sektor kelapa dan sektor kelapa sawit. 55 Tabel 4.5. Keterkaitan Ke Belakang Industri Minyak Goreng Terhadap Berbagai Sektor Perekonomian di Indonesia Sektor Koefisien Pertanian 0,0170 Tanaman kacang-kacangan 0,0014 Kelapa 0,0482 Kelapa sawit 0,0854 Kopra 0,0171 Industri pengolahan lainnya 0,0081 Perdagangan 0,0975 Transportasi dan telekomunikasi 0,0115 Lembaga Keuangan 0,0022 Listrik gas dan air 0,0006 Peringkat Sumber: Tabel Input-Output, 2000 (diolah) 4.3 Analisis Dampak Penyebaran Dalam penentuan sektor kunci yang ada dalam suatu perekonomian, penggunaan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung saja tidak cukup memadai. Karena nilai dari keterkaitan tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektornya yang disebabkan nilai permintaan akhir antar sektor berbeda. Untuk itu dipergunakanlah analisis dampak penyebaran. Dalam analisis ini, nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung dinormalkan terlebih dahulu dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Dalam analisis ini terbagi dua yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Koefisien penyebaran merupakan kemampuan suatu sektor dalam mendorong perkembangan sektor hulunya. Kepekaan penyebaran adalah penjabaran bagaimana suatu sektor tersebut dalam menstimulir perkembangan sektor hilirnya. Jika indeks koefisien penyebaran lebih dari satu, berarti sektor tersebut memiliki kemampuan yang kuat dalam menarik perkembangan sektor hulunya. Untuk indeks kepekaan penyebaran lebih dari satu. maka sektor tersebut 56 mempunyai kemampuan yang kuat dalam mendorong perkembangan sektor hilirnya. Berdasarkan

53 analisis dampak penyebaran pada tabel 4.6, beberapa sektor yang mempunyai indeks koefisien penyebaran yang tinggi antara lain industri pengolahan susu, industri mie, makroni dan sejenisnya, industri makanan lainnya, industri minyak goreng dan industri kopra. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki kemampuan untuk menarik perkembangan sektor hulunya. Jika dilihat dari indeks kepekaan penyebaran, sektor perdagangan merupakan sektor yang memiliki indeks kepekaan penyebaran paling tinggi sebesar 2,6589. Dapat diartikan bahwa jika permintaan akhir setiap sektor perekonomian meningkat sebesar Rp. 1 juta, maka dari total produksi seluruh sektor perekonomian ditumbuhkan oleh kenaikan akhir sektor perdagangan sebesar Rp 2,6589 juta. Hal ini dikarenakan sektor perdagangan merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Dapat dikatakan sektor perdagangan sebagai salah satu penopang dari kegiatan perekonomian di Indonesia. Kemudian di tempat kedua, sektor pertanian sebesar 2, Sektor industri pengolahan lainnya dengan indeks kepekaan penyebaran sebesar 1,80234 dan sektor industri makanan lainnya sebesar 1, Melihat indeks kepekaan penyebaran dari sektor-sektor perekonomian yang memiliki nilai dari satu, berarti sektor tersebut memiliki kemampuan yang tinggi dalam mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Analisis dampak penyebaran merupakan salah satu konsep dalam penentuan sektor kunci dalam suatu perekonomian. Dari hasil analisis dampak 57 penyebaran didapatkan bahwa yang menjadi sektor kunci dalam perekonomian adalah industri pengolahan susu berdasarkan indeks koefisien penyebaran dan sektor perdagangan berdasarkan indeks kepekaan penyebaran. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah memberi perhatian yang lebih kepada sektor tersebut. Hal ini dikarenakan sektor tersebut mempunyai kemampuan yang kuat dalam mendorong sektor hulu dan hilirnya. Tabel 4.6. Dampak Penyebaran Berbagai Sektor Perekonomian di Indonesia Sektor Koefisien Penyebaran 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,01249 Pertanian Kacang-kacangan Kelapa Kelapa sawit Peternakan Pertambangan dan galian Pengolahan Ikan dan daging Pengolahan Susu Pengolahan Sayur dan Buah Kopra Minyak Goreng Roti. biskuit. dan sejenisnya Mie. makaroni dan sejenisnya Biji-bijian kupasan Coklat dan kembang gula Teh dan kopi olahan Industri Pengolahan kedelai Industri makanan lainnya Industri minuman Industri pengolahan lainnya Listrik. gas. air dan bangunan Perdagangan Restoran dan hotel Transportasi dan telekomunikasi Lembaga keuangan 0,82086 Pemerintahan dan jasa-jasa 0,93128 Sumber: Tabel Input-Ouput, 2000 (diolah) Kepekaan Penyebaran 2, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,67648 Peringkat

54 Peringkat Sektor kunci diantara sektor yang termasuk ke dalam agroindustri yaitu sektor industri pengolahan susu jika dilihat berdasarkan indeks koefisien 58 penyebaran dan industri miyak goreng berdasarkan indeks kepekaan penyebaran. Sehingga dalam menetapkan kebijakan pengembangan agroindustri. hendaknya pemerintah memberikan prioritas kepada kedua sektor tersebut jika dipertimbangkan dari dampak penyebarannya. 4.4 Analisis Multiplier Analisis multiplier digunakan untuk melihat dampak efek pengganda suatu sektor terhadap perekonomian suatu wilayah. Dalam analisis ini terdiri dari tiga komponen, yaitu multiplier output, multiplier pendapatan. dan multiplier tenaga kerja Multplier Output Pada tabel 4.7, tertera nilai multiplier output beberapa sektor perekonomian yang ada di Indonesia. Sektor-sektor yang memiliki nilai multiplier output tipe I tertinggi diantaranya yaitu. sektor industri mie, makaroni dan sejenisnya, industri pengolahan susu. industri makanan lainnya dan industri minyak goreng. Sedang untuk multiplier output tipe II posisi tertinggi ditempati oleh sektor industri minyak goreng, industri mie, makaroni dan sejenisnya. industri pengolahan susu, industri roti, biskuit dan sejenisnya dan industri pengolahan teh dan kopi. Nilai multiplier output seluruh sektor yang ada dalam perekonomian, baik tipe I maupun tipe II bernilai lebih dari satu. Artinya sektorsektor tersebut layak untuk diusahakan ditinjau dari sisi multiplier outputnya. Untuk industri minyak goreng sendiri, berdasarkan tabel 4.7 nilai multiplier output tipe I dan tipe II masing-masing bernilai 1,9897 dan 2,5946. Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar Rp. 1 juta di sektor industri minyak goreng maka akan meningkatkan output di 59 seluruh perekonomian sebesar Rp. 1,9897 juta. Dan jika terjadi peningkatan pengeluaran rumah tangga yang bekerja di sektor industri minyak goreng sebesar satu juta rupiah maka output di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp. 2,5946 juta. Tabel 4.7 Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Masing-Masing Perekonomian Indonesia Tahun 2000 Sektor Pertanian Kacang-kacangan Kelapa Kelapa sawit Peternakan Pertambangan dan galian Industri Pengolahan ikan dan daging Industri Pengolahan susu Industri Pengolahan buah dan sayuran

55 Industri kopra Industri minyak goreng Industri Roti. biskuit dan sejenisnya Industri Mie. makaroni dan sejenisnya Industri Biji-bijian kupasan Industri Coklat dan kembang gula Industri pengolahan teh dan kopi Industri pengolahan kedelai Industri makanan lainnya Industri minuman Industri pengolahan lainnya Listrik. gas. air dan bangunan Perdagangan Restoran dan perhotelan Transportasi dan telekomunikasi Lembaga keuangan Pemerintahan dan jasa-jasa Output Tipe I Tipe II 1,3342 1,7519 1,1824 1,4214 1,2383 1,5960 1,4413 1,9664 1,4808 1,9150 1,1585 1,4379 Pendapatan Tipe I Tipe II 1,2410 1,5872 1,2162 1,5555 1,2114 1,5494 1,2894 1,6491 1,3320 1,7036 1,1604 1,4841 Tenaga kerja Tipe I Tipe II 1,1445 1,2767 1,0762 1,1106 1,1141 1,2716 1,2099 1,4131 1,7919 2,2991 1,4960 4,5884 1,9322 2,0698 2,3416 2,5155 2,7801 2,6729 3,5558 3,4186 7,8198 6,5105 9,7465 8,3629 1,7469 1,9557 1,9897 2,2965 2,3787 2,5946 1,6092 2,7735 1,9630 2,0582 3,5472 2,5107 3, , ,6617 4, , ,3833 1,9369 2,4464 1,7451 2,2319 3,8138 5,0232

56 2,0646 1,6434 2,5264 1,9982 2,0801 1,9745 2,6604 2,5253 5,3442 6,4184 6,9598 7,9521 1,7382 2,1368 1,8789 2,4031 4,6231 6,0825 1,8299 1,6768 2,0311 1,5874 1,6332 1,7524 1,4407 1,8964 2,3735 2,0725 2,4316 2,0283 1,9732 2,2126 1,8252 2,3960 1,7950 1,6646 3,9167 1,5255 1,8051 1,6290 1,4153 1,8458 2,2958 2,1290 5,0094 1,9511 2,3088 2,0835 1,8101 2,3607 4,7012 5,8454 7,3260 3,0266 2,6264 2,0546 1,1479 3,2098 6,0955 7,1384 8,4620 4,4159 4,0554 3,3072 1,4352 4,1947 1,6890 1,3694 1,5535 2,1058 1,7204 2,5870 1,6621 1,4326 1,1634 2,1258 1,8323 1,4880 1,7222 1,9238 1,2798 2,5388 3,7408 1,9936 Sumber:Tabel Input-Ouput, 2000 (diolah) 60

57 4.4.2 Multplier Pendapatan Multiplier pendapatan digunakan untuk menggambarkan pengaruh yang ditimbulkan akibat terjadinya perubahan permintaan akhir sebesar satu satuan terhadap peningkatan pendapatan di suatu wilayah. Unsur yang termasuk dalam pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. Sedangkan pendapatan lain diluar upah dan gaji seperti deviden atau bunga bank tidak termasuk didalamnya. Berdasarkan tabel 4.7, sektor yang memiliki nilai multiplier pendapatan tertinggi baik tipe I maupun tipe II ditempati oleh sektor industri makanan lainnya dengan nilai multiplier sebesar 3,9167 (tipe I) dan 5,0094 (tipe II). Urutan selanjutnya diraih oleh sektor industri pengolahan ikan dan daging, industri kopra dan industri pengolahan susu. Industri minyak goreng memiliki nilai multiplier pendapatan tipe I dan tipe II. masing-masing sebesar 1,9630 dan 2,5107. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan pendapatan tenaga kerja yang bekerja di sektor industri minyak goreng karena peningkatan permintaan akhir di sektor tersebut sebesar satu juta rupiah, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di semua sektor perekonomian sebesar Rp. 1,9630 juta. Dan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir di semua sektor industri minyak goreng maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di sektor industri minyak goreng yang dibelanjakan ke semua sektor perekonomian sebesar Rp. 2,5107 juta Multiplier Tenaga Kerja Multiplier tenaga kerja digunakan untuk melihat berapa peningkatan penyerapan tenaga kerja peningkatan permintaan pada suatu sektor di suatu wilayah jika terjadi akhir. Multiplier tenaga kerja tipe I dapat menggambarkan besarnya lapangan kerja yang tercipta jika output suatu sektor meningkat satu rupiah. Sedangkan multiplier tenaga kerja tipe II menunjukkan dampak dari penyerpan tenaga kerja di suatu sektor sebesar satu unit terhadap peningkatan lapangan kerja di seluruh sektor perekonomian. Dilihat pada tabel 4.7, industri kopra memiliki nilai multiplier tenaga kerja tertinggi untuk tipe I sebesar 39,52150 dan untuk tipe II sebesar 49,0179. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sektor industri kopra akan menciptakan lapangan kerja untuk 39 orang tenaga kerja di semua sektor perekonomian jika output sektor tersebut meningkat sebesar satu juta rupiah. Dan apabila terjadi penyerapan tenaga kerja di sektor industri kopra sebesar satu orang tenaga kerja maka akan mempunyai dampak terhadap peningkatan lapangan kerja sebesar 49 orang tenaga kerja di seluruh perekonomian. Sektor-sektor lain yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja terbesar antara lain

58 industri minyak goreng, industri pengolahan ikan dan daging, industri makanan lainnya. dan industri pengolahan susu. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang memiliki multiplier tenaga kerja didominasi oleh industri makanan yang berbasis pertanian. Hal itu menggambarkan bahwa industri makanan merupakan industri yang dapat meningkatkan penciptaan lapangan kerja baik di sektor itu sendiri maupun di sektor-sektor hulunya. 62 Tabel Total Peringkat Multiplier Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia No Sektor Pertanian Kacang-kacangan Kelapa Kelapa sawit Peternakan Pertambangan dan Galian 7 Industri Pengolahan Ikan dan Daging 8 Industri Pengolahan Susu 9 Industri Pengolahan Sayur dan Buah 10 Industri Kopra 11 Indsutri Minyak goreng 12 Industri roti. biskuti dan sejenisnya 13 Industri mie. makaroni dan sejenisnya 14 Industri biji-bijian kupasan 15 Industri coklat dan kembang gula 16 Industri pengolahan teh dan kopi 17 Industri pengolahan kedelai 18 Industri makanan lainnya 19 Industri minuman 20 Industri pengolahan lainnya 21 Listrik. gas air dan bangunan 22 Perdagangan 23 Restoran dan hotel 24 Transportasi dan telekomunikasi 25 Lembaga Keuangan 26 Pemerintahan dan Jasajasa Sumber: Tabel I-O, 2000 (diolah) Output Peringkat Multiplier Pendapatan Tenaga Kerja Jumlah Total Peringkat ,5 15,

59 , ,5

60 , , ,

61 ,5 9, ,5 17 Berdasarkan tabel 4.8, total peringkat multiplier tertinggi dimiliki oleh industri makanan lainnya. Hal ini dapat dijadikan salah satu acuan dalam penentuan kebijakan dalam pembangunan. Misal jika ada pemberlakuan suatu 63 kebijakan, sektor industi makanan lainnya dapat dijadikan sektor inti dari kebijakan tersebut sehingga efek yang dihasilkan akan besar pengaruhnya dalam perekonomian Multiplier Output Sub Sektor Industri Minyak Goreng Tabel 4.8 menunjukkan kontribusi peningkatan output di sektor lain apabila industri minyak goreng mengalami peningkatan output akibat adanya peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan. Sektor perdagangan merupakan sektor yang cukup vital bagi industri minyak goreng. Pendistribusian output indsutri minyak goreng dipegang oleh sektor perdagangan. Sehingga sektor perdagangan memiliki nilai multiplier output sub sektor industri minyak goreng paling tinggi sesudah industri minyak goreng itu sendiri. Tabel 4.9. Kontribusi terbesar Industri Minyak Goreng Terhadap Pembentukan Ouput Sektor-Sektor Perekonomian di Indonesia Multiplier Output Sektor Tipe I (%) Tipe II (%) Industri Minyak goreng 70,50 54,60 Perdagangan 7,67 8,23 Kelapa sawit 6,08 4,72 Kelapa 4,16 3,29 Industri Pengolahan lainnya 2,42 6,22 Sumber: Tabel Input-Output Indonesia, 2000 (diolah) Sektor perdagangan akan menerima output sebesar 7,67 persen pada tipe I dan 8,23 persen pada tipe II, apabila terjadi kenaikan permintaan akhir dan peningkatan pengeluaran rumah tangga pada industri minyak goreng sebesar satu juta rupiah. Sektor-sektor lainnya yang menerima peningkatan output akibat peningkatan output industri minyak goreng adalah sektor kelapa sawit. kelapa dan Industri pengolahan lainnya 64

62 4.4.5 Multiplier Pendapatan Sub Sektor Industri Minyak Goreng Kontribusi peningkatan pendapatan di sektor lain jika terjadi peningkatan pendapatan terhadap industri minyak goreng yang diakibatkan oleh peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan diperlihatkan dalam tabel Pada tabel tersebut industri minyak goreng akan menerima peningkatan output sebesar 71,46 persen dari nilai multiplier pendapatan tipe I industri minyak goreng (1,9630) apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan dan akan menerima peningktan pendapatan sebesar 56,42 persen dari nilai multiplier pendapatan tipe II (2,5107) apabila terjadi peningkatan pengeluaran rumah tangga pada industri minyak goreng sebesar satu satuan. Tabel Kontribusi Terbesar Industri Minyak Goreng Terhadap Peningkatan Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian di Indonesia Multiplier Pendapatan Sektor Tipe I (%) Tipe II (%) Industri Minyak Goreng 71,46 56,42 Kelapa sawit 8,14 6,44 Perdagangan 6,85 7,50 Kelapa 4,04 3,26 Pertanian 2,63 6,36 Sumber: Tabel Input-Output Indonesia, 2000 (diolah) Multiplier Tenaga Kerja Sub Sektor Industri Minyak Goreng Tabel 4.11 menunjukkan kontribusi industri minyak goreng dalam meningkatkan lapangan kerja di sektor-sektor lain. Dari tabel tersebut dapat dilihat kelapa sawit mendominasi persentase peningkatan lapangan kerja sampai 29,77 persen (tipe I) dan 19,10 persen (tipe II). Hal ini menunjukkan bahwa sektor kelapa sawit akan menyerap tenaga kerja sebesar 29,77 persen dari 39 orang tenaga kerja (nilai multiplier tipe I) apabila terjadi peningkatan output di industri minyak goreng sebesar satu satuan dan akan menyerap tenaga kerja 65 sebesar 19,10 persen dari 49 orang tenaga kerja (nilai multiplier tipe II) apabila terjadi penyerapan tenaga kerja pada indsutri minyak goreng sebanyak satu orang tenaga kerja. Tabel Kontribusi Terbesar Industri Minyak Goreng Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian di Indonesia Multiplier Pendapatan Sektor Tipe I (%) Tipe II (%) Kelapa sawit 29,77 19,10 Perdagangan 19,46 17,28 Kelapa 17,93 11,73 Pertanian 14,23 27,89 Industri minyak goreng 12,03 7,71 Sumber: Tabel Input-Output Indonesia, 2000 (diolah) 4.5. Analisis Multiplier Menurut Dampaknya Analisis keterkaitan yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya belum dapat memperlihatkan rangkaian pengaruh suatu sektor terhadap sektor lainnya dalam perekonomian. Oleh karena itu analisis dampak multiplier perlu diperkenalkan untuk menganalisis rentetan pengaruh suatu sektor, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap sektor lainnya dalam perekonomian secara keseluruhan. Menurut West dan Jensen (1980) dan West dkk (1989) dalam Muchdie (1995), analisis dampak multiplier dibedakan menjadi: 1. Dampak Awal (Initial Impact) Dampak awal mengacu kepada nilai permintaan akhir yang meningkat. Ini merupakan perangsang terjadinya suatu dampak. Untuk dampak awal sisi output nilainya sama dengan satu (lampiran 6). Sedangkan untuk sisi pendapatan, dampak awal merupakan nilai dari koefisien pendapatan rumah tangga. Dalam lampiran 8, sektor pemerintahan memiliki dampak awal terbesar dari sisi 66 pendapatan yaitu sebesar 0,4798. Untuk dampak awal dari sisi tenaga kerja merupakan nilai dari koefisien tenaga kerja. Koefisien tenaga kerja merupakan perbandingan tenaga kerja dengan output yang dalam hal ini dinyatakan dalam satuan tenaga kerja per Rp 1 juta output. Sektor tanaman kacang-kacangan merupakan sektor yang memiliki nilai dampak awal tertinggi (lampiran 10). 2. Dampak Putaran Pertama (First Round Effect) Dampak pembelian putaran pertama mengacu pada pembelian putaran pertama oleh sektor yang mengalami peningkatan permintaan. Untuk dampak multiplier output ditunjukkan oleh nilai sel pada matriks koefisien langsung. Pada lampiran 6 kolom

63 fisrt, ditunjukkan dampak dari pembelian putaran pertama secara total akibat dari meningkatnya permintaan akhir seluruh sektor dalam perekonomian sebesar Rp 1juta pada masing-masing sektor yang ada dalam perekonomian tersebut. Sedangkan pada lampiran 7, ditunjukkan dampak putaran pertama akibat dari peningkatan permintaan akhir sektor industri minyak goreng. Jika permintaan akhir sektor industri minyak goreng meningkat sebesar Rp 1juta secara langsung akan meningkatkan output seluruh sektor perekonomian sebesar Rp. 0,5765 juta. dimana 49,8 persen karena meningkatnya permintaan sektor industri minyak goreng itu sendiri. Dampak putaran pertama dari multiplier pendapatan merupakan hasil dari perkalian koefisen langsung dengan koefisien pendapatan. Pada lampiran 8, merupakan dampak dari adanya pembelian putaran pertama dari multiplier pendapatan secara total yang diakibatkan adanya peningkatan permintaan akhir secara total sebesar Rp 1 juta. Sedangkan untuk dampak dari pembelian putaran 67 pertama akibat adanya peningkatan permintaan akhir sektor industri minyak goreng yang diakibatkan adanya dampak putaran pertama dari sisi output sebesar Rp 1 juta akan meningkatkan pendapatan seluruh perekonomian sebesar Rp. 0,0961 juta dimana 49,74 persen dikarenakan meningkatnya pendapatan di sektor industri minyak goreng itu sendiri (lampiran 9). Untuk multiplier tenaga kerja, dampak putaran pertama diperoleh dari pengalian koefisien langsung dengan koefisien tenaga kerja. Dampak dari adanya pembelian putaran pertama pada multiplier tenaga kerja, diperlihatkan pada lampiran 10, kolom fisrt. Dampak pembelian putaran pertama yang terjadi akibat peningkatan permintaan akhir sektor industri minyak goreng sebesar Rp 1 juta yang disebabkan adanya dampak putaran pertama dari sisi output akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh perekonomian sebesar orang. Sektor kelapa sawit merupakan penyumbang terbesar terjadinya peningkatan tersebut (39,2 %). Sedangkan untuk sektor industri minyak goreng itu sendiri hanya memiliki kontribusi sebesar 4,6 persen. 3. Dampak Dukungan Industri (Industrial Support Effect) Dukungan industri mendasarkan pada pengaruh putaran kedua dan seterusnya sebagai gelombang lanjutan peningkatan output dalam suatu perekonomian untuk penyediaan dukungan produksi sebagai reaksi dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor. Dalam hal ini peningkatan output tidak termasuk peningkatan permintaan yang disebabkan oleh peningkatan konsumsi rumah tangga. 68 Lampiran 6 dan lampiran 7 (kolom indust) menunjukkan bahwa pengaruh pembelian putaran kedua dan seterusnya dari meningkatnya permintaan akhir output sektor industri minyak goreng sebesar Rp 1 juta adalah meningkatnya output seluruh perekonomian sebesar Rp. 0,4132 juta dimana 28,03 persen berasal dari peningkatan permintaan akhir dari sektor industri minyak goreng itu sendiri. Untuk dampak dukungan industri dari sisi pendapatan dijelaskan dalam lampiran 8 dan lampiran 9 (kolom indust). Pengaruh dukungan industri yang disebabkan adanya dampak pembelian putaran kedua dan seterusnya dalam sektor industri minyak goreng sebesar Rp. 1 juta mengakibatkan pendapatan meningkat sebesar Rp. 0,0642 juta. Penyumbang terbesar dari peningkatan tersebut berasal dari sektor industri minyak goreng yaitu sebesar 30,06 persen dari total

64 persentase peningkatan. Pengaruh dukungan industri pada multiplier tenaga kerja tertera dalam lampiran 10 dan lampiran 11 (kolom indust). Dari lampiran tersebut dapat disimpulkan bahwa jika terjadi peningkatan output akibat adanya dampak pembelian putaran kedua dari sisi output sebesar 1 juta orang akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian sebesar 0,0186 juta orang. Sektor industri minyak goreng itu sendiri berperan hanya 2,6 persen dalam peningkatan tersebut. 4. Dampak Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect) Dampak induksi konsumsi merupakan imbasan peningkatan konsumsi rumah tangga karena meningkatnya pendapatan rumah tangga. Hal ini 69 dikarenakan adanya asumsi bahwa rumah tangga merupakan faktor endogen dalam perekonomian. Pada lampiran 6 (kolom consum) terlihat bahwa dampak induksi konsumsi dari sisi output terbesar dimiliki oleh sektor pemerintahan dan jasa-jasa. yaitu sebesar 1,0034. Hal ini berarti bahwa jika pendapatan rumah tangga dari sektor tersebut meningkat sebesar Rp 1 juta maka peningkatan konsumsi rumah tangga yang terjadi dalam perekonomian adalah sebesar Rp 1,0034 juta. Sedangkan jika dilihat per subsektor industri minyak goreng. dapat disimpulkan bahwa jika pendapatan sektor industri minyak goreng meningkat sebesar Rp 1 juta maka akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sektor industri minyak goreng itu sendiri sebesar Rp 0,0138 juta (lampiran 7). Sedangkan dampak induksi konsumsi dari sisi pendapatan merupakan hasil pengalian antara dampak induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan. Sektor yang memiliki dampak induksi konsumsi dari sisi pendapatan terbesar yaitu sektor industri minyak goreng. dimana dampak induksi yang terjadi sebesar 0,0911 (lampiran 8). Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan pendapatan pada sektor industri minyak goreng sebesar Rp 1 juta, akan mengakibatkan peningkatan dalam hal konsumsi rumah tangga dalam perekonomian sebesar Rp 0,0911 juta. Dampak induksi konsumsi terbesar per subsektor industri minyak goreng dimiliki oleh sektor pertanian. yaitu sebesar 0,0180 (lampiran 9). Jika terjadi peningkatan pendapatan sektor industri minyak goreng meningkat sebesar Rp 1 juta maka konsumsi rumah tangga sektor pertanian meningkat sebesar Rp. 0,0018 juta 70 Jika dilihat dari sisi tenaga kerja, dampak induksi konsumsi merupakan hasil dari perkalian efek induksi konsumsi dari sisi output dengan koefisien tenaga kerja. Dalam lampiran 10 (kolom cons m). sektor pemerintahan dan jasa merupakan sektor yang memiliki nilai terbesar dari dampak induksi konsumsi. yaitu sebesar 0,0480. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor tersebut sebesar 1 juta orang maka akan konsumsi rumah tangga dalam perekonomian akan meningkat sebesar sebesar Rp. 0,0048 juta. Sedangkan dalam lampiran 11 (kolom consu m), nilai terbesar dimiliki oleh sektor pertanian sebesar 0,0145. Jika terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja dari sektor industri minyak goreng sebesar 1 juta orang akan meningkatkan konsumsi rumah tangga dari sektor pertanian sebesar Rp. 0,0145 juta Dampak Kenaikan Pasokan Minyak Goreng Terhadap Perekonomian Indonesia Sebagai salah satu komponen dari barang publik. minyak goreng sangat besar pengaruhnya dalam pemicuan gejolak ekonomi. Peningkatan dan penurunan harga maupun ketersediaanya di pasaran berpengaruh terhadap inflasi. Sehingga peran pemerintah sangat diperlukan dalam menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pasokan minyak goreng di pasaran. Pemerintah dalam hal ini Badan Urusan Logistik (Bulog) melakukan intervensi dengan menghimpun stok CPO dari perkebunan swasta dan perkebunan negara yang kemudian diolah menjadi minyak goreng curah, terutama menjelang hari raya. Bulog kemudian melakukan operasi pasar (OP) langsung untuk menstabilkan harga minyak

65 goreng. Selain itu pemerintah juga memberlakukan 71 kebijakan pengurangan ekspor CPO guna memenuhi kebutuhan minyak sawit sebagai bahan baku inti dalam industri minyak goreng. Seperti yang terjadi pada bulan Oktober 2004, pemerintah mengurangi volume ekspor CPO sebesar 20 persen dari total volume ekspor CPO antara 600 ribu sampai 650 ribu ton per bulan. Pengurangan ekspor tersebut untuk memenuhi kebutuhan industri minyak di dalam negeri menjelang sejumlah hari raya pada akhir Adanya penetapan kebijakan pengurangan ekspor CPO tentu saja berpengaruh besar terhadap jumlah kenaikan pasokan minyak goreng dalam negeri mengingat CPO merupakan bahan baku inti dalam industri minyak goreng Indonesia. Dalam simulasi ini. mengasumsikan harga CPO saat itu sebesar Rp. 4,05 juta per ton. Juga dalam penurunan volume ekspor CPO yang sebesar 20 persen tersebut secara otomatis menaikkan jumlah pasokan minyak goreng dalam negeri sebesar 20 persen. Bedasarkan tabel 4.12, pengenaan kebijakan pengurangan volume ekspor CPO yang mengakibatkan kenaikan pasokan minyak goreng domestik dialami juga dampaknya oleh sektor-sektor dalam perekonomian dimana output akan bertambah sebesar Rp. 4,029 miliar. Sedangkan dari sisi pendapatan penambahan pasokan minyak goreng akan meningkatkan pendapatan total sektor perekonomian sebesar Rp. 0,661 miliar. Dan untuk tenaga kerja akan mengalami pertambahan sebesar 98,73 ribu orang. Dampak kenaikan pasokan minyak goreng terhadap perubahan output sektoral, industri minyak goreng merupakan industri yang menerima dampak paling besar. Dari tabel 4.12 nilai perubahan output yang disebabkan adanya kenaikan pasokan minyak goreng sebesar Rp. 2,025 miliar akan meningkatkan 72 output industri minyak goreng sebesar lebih dari Rp. 2,840 miliar atau sekitar 70,50 persen dari total output perekonomian. Tabel Simulasi Dampak Kenaikan Pasokan Minyak Goreng Terhadap Perubahan Jumlah Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja No Sektor

66 Pertanian Kacang-kacangan Kelapa Kelapa sawit Peternakan Pertambangan dan galian Industi pengolahan ikan dan daging Industri pengolahan susu Industri pengolahan sayur dan buah Industri kopra Industri minyak goreng Industri roti, biskuit dan sejenisnya Industri mie, makroni dan sejenisnya Indsutri biji-bijian kupasan Industri coklat dan kembang gula Industri teh dan kopi olahan Industri pengolahan kedelai Industri makanan lainnya Industri minuman Industri pengolahan lainnya Listrik, gas, air dan bangunan Perdagangan 2,3755 0,1082 4,1622 6,0779 0,0363 0,3455 0,0539 Pendapatan Nilai (juta Rp) 17,3977 0, , ,8588 0,2575 1,8100 0,1728 0,0225 0,0065 0,0006 0,0002 0,0020 0,0012 0,0003 0,0002 0,0003 0,0001 0,0003 0, , ,7195 0,0896 1, ,5044 0,0022 3, ,7700 0,0141 0, ,4616 0,0021 0, ,8763 0,0018 0, ,0293 0,0018 0,0583 0,0014 0,0070 0,0011 0,0008 0,0008 0,2670 0,0066

67 0,0259 0,0039 0,0029 0,0029 0,0434 0,0011 0,0050 0,0008 0,0006 0,0006 0,1294 0,0032 0,0212 0,0032 0,0023 0,0024 0,1294 0,0032 0,0166 0,0025 0,0018 0,0019 7,9712 0, ,3901 0,1978 0,0053 2,4171 0,4403 0,0330 9,9068 0,0666 0,0050 1,4975

68 0,1306 0,0031 1,0765 0,1323 0,0032 1, ,4578 0,8304 5,1048 0,7716 0,5711 0, ,9624 7, ,3411 6, , , Restoran dan hotel 7,6733 0,1904 1,1217 0,1695 0,1808 0,1832 Transportasi dan telekomunikasi 25 Lembaga keuangan 26 Pemerintahan dan jasajasa Total Sumber: Tabel I-O, 2000 (diolah) 85,6649 2,1261

69 11,6009 1,7535 2,0310 2, ,2949 4,3484 1,5709 0,1079 8,3761 2,0862 1,2661 0,3153 0,5680 0,2925 0,5753 0, , , , , , , Output Nilai (juta Rp) 95,7113 4, , ,8851 1, ,9201 2,1729 Persen Persen 2,6298 0,0699 4,0428 8,1410 0,0389 0,2736 0,0261 Tenaga Kerja Nilai ( ribu Orang ) 14,0460 1, , ,3869 0,0582 0,0584 0,0214 Persen 14,2268 1, , ,7653 0,0589 0,0592 0,

70 Perubahan dalam pembentukan pendapatan rumah tangga yang disebabkan oleh kenaikan pasokan minyak goreng terbesar terdapat pada sektor industri minyak goreng sebesar Rp. 0,472 miliar atau 71,46 persen dari total pendapatan rumah tangga seluruh perekonomian (tabel 4.12). Hal tersebut berarti bahwa jika terdapat pertambahan pasokan minyak goreng domestik sebesar Rp. 2,025 miliar akan meningkatkan pendapatan rumah tangga pada sektor industri minyak goreng sebesar Rp. 0,472 miliar. Pertambahan pasokan minyak goreng tidak hanya memberikan dampak terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga, tetapi juga memberikan pengaruh dalam penyerapan jumlah tenaga kerja. Sektor yang paling besar responnya jika diberlakukan kebijakan peningkatan pasokan minyak goreng domestik adalah sektor kelapa sawit. Pada tabel 4.12 dijelaskan bahwa perubahan akibat kebijakan tersebut menyebabkan pertambahan jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor kelapa sawit sebesar 29,387 ribu orang atau sebesar 29,765 persen dari penyerapan total seluruh sektor perekonomian. Hal yang dapat dijadikan alasan mengapa sektor kelapa sawit merupakan sektor yang paling besar responnya terhadap pemberlakuan kebijakan pertambahan pasokan minyak goreng adalah kelapa sawit sendiri adalah bahan baku inti dalam industri CPO. Selain itu lebih dari 90 persen minyak goreng domestik adalah minyak goreng berbahan baku CPO Implikasi Kebijakan Pengembangan Industri Minyak Goreng Indonesia Salah satu pokok pikiran utama dalam metode analisis input-output adalah proses produksi suatu industri, hanya terjadi jika ada permintaan akhir produk 74 industri tersebut atau permintaan akhir produk industri yang terkait. Atau dengan kata lain, output industri ada karena dipicu oleh permintaan akhir (Simatupang dan Syafa at, 1996). Berdasarkan pokok pemikiran tersebut, maka pada sub bab ini diuraikan faktor-faktor pemicu produksi minyak goreng yang dirinci menurut sektor dan komponen permintaan akhir masing-masing. Selanjutnya, dapat diketahui komponen permintaan mana dan untuk sektor apa yang paling besar peranannya dalam memicu produksi minyak goreng. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa pemicu utama produksi minyak goreng adalah permintaan akhir dari industri minyak goreng itu sendiri, sekitar 70,5 persen dari produksi minyak goreng dipicu oleh permintaan akhirnya sendiri. Pemicu kedua terbesar adalah permintaan akhir sektor perdagangan. Apabila dilihat menurut komponen permintaan akhir maka tampak bahwa produksi minyak goreng hanya dipicu oleh ekspor dan konsumsi rumah tangga dengan masing-masing sumbangan 54,78 persen dan 44,83 persen. Dari angkaangka tersebut terlihat bahwa pemicu utama produksi minyak goreng adalah konsumsi domestik. Singkatnya, pemicu utama produksi minyak goreng adalah konsumsi industri minyak goreng domestik, ekspor minyak goreng dan sektor perdagangan. Dengan kata lain, ketiga sektor tersebut yang perlu didorong dalam rangka memacu pertumbuhan produksi industri minyak goreng dalam negeri. Selain itu efektivitas industri minyak goreng dalam menciptakan lapangan kerja dapat diukur berdasarkan besaran multiplier tenaga kerjanya. Dalam sub bab sebelumnya dapat dilihat bahwa nilai multiplier tenaga kerja industri minyak 75 goreng cukup besar. Hal ini dapat dikatakan bahwa industri minyak goreng cukup memegang peranan penting dalam hal penyediaan lapangan kerja. Industri minyak goreng sangat tergantung pada permintaan akhir industri minyak goreng itu sendiri dan sektor perdagangan. Permintaan terhadap minyak goreng berasal dari kebuthan konsumsi penduduk dalam negeri secara langsung. Dengan memperhatikan jumlah penduduk dan pendapatan perkapita masyarakat Indonesia yang terus meningkat tiap tahunnya, maka permintaan minyak goreng di dalam negeri akan terus meningkat pula. Oleh karena itu, ditinjau dari ketersediaan permintaan, prospek pertumbuhan industri minyak goreng di masa mendatang cukup baik. Kebijakan yang dapat diambil adalah bahwa setiap intervensi pemerintah dalam rangka mengembangkan industri minyak goreng, perlu diikuti

71 oleh campur tangan pemerintah pada pengembangan sektor perdagangan. Terutama dalam hal kesiagaan jumlah pasokan bahan baku serta produk minyak goreng itu sendiri. Oleh karena besarnya peranan minyak goreng dalam perekonomian nasional terutama dalam rangka stabilitas harga, baik bagi produsen maupun konsumen, maka berbagai kebijakan yang telah terkait dengan stabilitas harga minyak goreng telah diambil oleh pemerintah. Kebijakan tersebut antara lain melalui pengaturan pasokan minyak goreng dan bahan bakunya, yakni CPO dan kopra. Pada komoditas ini intervensi pemerintah sangat tinggi dan menyeluruh. Mengingat kapasitas produksi dan besarnya peranan industri minyak goreng dalam perekonomian. Maka sejalan dengan program nasional pengembangan agribisnis, maka perlu dilakukan perubahan dalam penetapan 76 orientasi kebijakan komoditas minyak goreng. Arah kebijakan tersebut adalah dengan menempatkan industri minyak goreng sebagai komoditas ekspor andalan. Hal tersebut didasarkan pada nilai keterkaitan, daya penyebaran serta nilai multiplier yang dimiliki industri minyak goreng tersebut relatif tinggi. Untuk itu kapasitas produksi industri minyak goreng perlu ditingkatkan mendekati kapasitas terpasang, agar proses produksi minyak goreng dapat berlangsung secara efisien. Selain itu, produsen minyak goreng juga perlu didorong untuk melakukan pengembangan produk bagi pemenuhan permintaan pasar domestik. Selain itu, perlu diberlakukan kebijakan pengembangan industri minyak goreng dengan mendorong tumbuhnya industri pembuatan minyak goreng kelapa skala kecil. Hal ini bertujuan untuk mengisi pasar minyak goreng kelas menengah ke bawah dan untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak goreng sawit. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: 1. Industri minyak goreng merupakan salah satu industri yang mempunyai keterkaitan yang besar terhadap sektor-sektor lain dalam penyediaan input. Hal ini terlihat dari dominasi input antar dalam struktur input industri minyak goreng. Dalam hal output, kontribusi industri minyak goreng dalam perekonomian baik secara keseluruhan maupun dalam sektor industri masih kurang. 2. Dari analisis keterkaitan baik langsung maupun langsung, industri minyak goreng memiliki

72 keterkaitan ke belakang yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan keterkaitan ke depannya. Hal ini disebabkan industri minyak goreng mempunyai keterkaitan yang kuat dengan sektor perdagangan dan kelapa sawit. Sedangkan keterkaitan ke depan yang rendah diakibatkan oleh penggunaan output dari industri minyak goreng yang lebih banyak dikonsumsi langsung oleh rumah tangga daripada digunakan sebagai input antara oleh sektor produksi lainnya. 3. Dari hasil analisis koefisien penyebaran dapat disimpulkan bahwa industri minyak goreng adalah industri yang memiliki kemampuan yang kuat dalam mendorong pertumbuhan industri hulunya. Sedangkan dari analisis kepekaan penyebaran, industri minyak goreng merupakan industri yang 78 mempunyai kemampuan yang kurang dalam menarik pertumbuhan sektor hilirnya. Hal ini sesuai dengan analisis keterkaitan, dimana nilai keterkaitan ke belakang lebih besar daripada keterkaitan ke depannya. Namun dari ke dua analisis tersebut industri minyak goreng merupakan industri yang layak untuk dikembangkan. 4. Jika dilihat dari analisis multiplier, industri minyak goreng merupakan industri yang memiliki nilai multiplier yang cukup tinggi baik dilihat dari segi output, pendapatan dan tenaga kerja. Hal tersebut berarti bahwa industri minyak goreng merupakan industri penting yang mampu meningkatkan output, pendapatan dan lapangan kerja di sektor-sektor lainnya. 5.2 Saran Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah: 1. Dilihat dari nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang serta nilai multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja yang cukup tinggi maka pemerintah perlu untuk terus mengembangkan kelangsungan industri minyak goreng. Hal ini, dikarenakan industri minyak goreng memiliki potensi yang besar dalam peningkatan output, pendapatan dan tenaga kerja bagi sektor-sektor lainnya termasuk industri minyak goreng itu sendiri. 2. Industri minyak goreng sangat penting bagi kelangsungan dan pertumbuhan sektor perdagangan dan kelapa sawit. Oleh karena itu, 79 pemacuan industri dan permintaan minyak goreng perlu digalakkan dalam rangka mendukung pertumbuhan sektor perdagangan dan kelapa sawit. 3. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk mengikutsertakan tabel Input-Output transaksi total sehingga dapat diperbandingkan pengaruh industri minyak goreng yang mengandung unsur impor dan tanpa impor.

73 DAFTAR PUSTAKA Ardana, I.K Struktur Produksi dan Peranan Minyak Goreng Dalam Perekonomian Indonesia. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Sekolah Pascasarjana. Arianto, M Peranan Industri Gula Dalam Perekonomian Indonesia Dengan Pendekatan Input-Output. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian. Bogor. Amang, B Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia. IPB Press. Bogor. BPS Tabel Input-Output Indonesia Jilid 1. BPS. Jakarta Tabel Input- Output Indonesia Jilid 2. BPS. Jakarta Tabel Input-Output Indonesia Jilid 3. BPS. Jakarta. Chairunnisa Analisis Strategi Promosi Minyak Goreng Cap Sendok Pada PT Astra Agro Lestari Tbk Divisi Refinery. [skripsi]. Insitut Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian. Bogor. CIC Consulting Group Studi Tentang Indonesia dan Pemasaran Minyak Goreng (Kelapa Sawit, Kelapa dan Nabati lainnya) di Indonesia. PT Corinthian Infopharma. Jakarta. Indonesia. Friyaningsih Analisis Struktur Perekonomian Indonesia Sebelum Krisis Ekonomi dan Masa Krisis Ekonomi (Analisis Input-Output). [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian. Bogor. Kamadibrata, S Tabel Input-Output dan Analisis. UI Press. Jakarta. [Anonim] Industri Minyak Goreng Tambah Pasokan ke Pasar. [Kompas Online]. [7 November 2003] Miller, RE & PD, Blair Input-Output Analysis: Foundation And Extensions. Prentice-Hall. New Jersey. USA Muchdie Aplikasi Model Input-Output Dalam Analisis Perekonomian Wilayah.Pusat Pengkajian Teknik Pengembangan Wilayah. Jakarta. Nasution, T. Analisis & Penggunaan Model Input-Output dalam Perencanaan. [21 Juli 2002] Nazara, S Analisis Input-Output. LPFE, Universitas Indonesia. Jakarta. 81 Nitimiharja, A Kebijakan Yang Hambat Industri Ditinjau Ulang. [Suara Karya Online]. [25 November 2004] Pajak Pengenaan PE Tekan Daya Saing. [Pajak Online]. [2 Juni 2004] Puri, E.A.C Analisa Strategi Promosi Minyak Goreng Cap Sendok Pada PT. Astra Agro Lestari, Tbk Divisi Refinery. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian. Bogor. Pusat Data Bussiness Indonesia Food Industry Indonesia. 3 4: Sahara. rd Edition Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian DKI Jakarta. [skripsi]. Insitut Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian. Bogor. Suryadi Analisis Peranan Ekonomi Industri Pariwisata Terhadap Perekonomian Propinsi Bali. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian. Bogor. Susanto, R.D Analisis Penawaran dan Permintaan Minyak Sawit Indonesia: Dampaknya terhadap Industri Minyak Goreng Indonesia. [16 Mei 2004] [Anonim] Industri Minyak Goreng: Persaingannya Kian Seru. [warta ekonomi online ]. 18cid=25&x+minyak%goreng.htm.[7 April 2006 ] West, G. R Input-Output Analysis For Practitioners. University of Queensland, Queensland. Widaningsih, D.M Persepsi Konsumen Atas Harga, Merek dan Kualitas Minyak Goreng Tropical di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. [skripsi]. Insitut Pertanian Bogor.

74 Fakultas Pertanian. Bogor. 78 KLASIFIKASI SEKTOR TABEL INPUT OUTPUT INDONESIA TAHUN 2000 Kode I-O Klasifikasi 175 Sektor KBLI Judul 2000 Padi Jagung Ketela Pohon Ubi Jalar Umbi-Umbian Lainnya Sayur-Sayuran Buah-Buahan Padi-Padian Dan Bahan Makanan Lainnya Karet Tebu Hasil Tanaman Serat Tembakau Kopi Teh Cengkeh Kakao Jambu Mete Hasil Perkebunan Lainnya Hasil Pertanian Lainnya Susu Segar Unggas Dan Hasil-Hasilnya Hasil Pemeliharaan Hewan Lainnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut Dan Hasil Laut Lainnya Ikan Darat Dan Hasil Perairan Darat Udang Jasa Pertanian Kacang Tanah Kedele Kacang-kacangan Lainnya Kelapa Kelapa Sawit Ternak Dan Hasil- Hasilnya Kecuali Susu Segar Batubara Minyak Bumi Gas Bumi Dan Panas Bumi Bijih Timah Bijih Nikel Klasifikasi 25 Sektor Kode I-O KBLI 2000 Judul Pertanian 002 Tanaman Kacangkacangan Kelapa Kelapa Sawit Ternak Dan HasilHasilnya Kecuali Susu Segar Pertambangan dan Penggalian Bijih Bauksit Bijih Tembaga Bijih Emas Bijih Perak Bijih Dan Pasir Besi Barang Tambang Logam Lainnya Barang Tambang Mineral Bukan Logam Garam Kasar Barang Galian Segala Jenis Daging, Jeroan Dan Sejenisnya Daging Olahan Dan Awetan Ikan Kering Dan Ikan Asin Ikan Olahan Dan Awetan Makanan Dan Minuman Terbuat Dari Susu

75 Pengolahan dan Pengawetan Ikan dan Daging 008 Makanan Dan Minuman Terbuat Dari Susu Buah-Buahan Dan Sayur-Sayuran Olahan Dan Awetan Kopra Minyak Hewani Dan Minyak Nabati Roti, Biskuit Dan Sejenisnya Mie, Makaroni Dan Sejenisnya Biji-Bijian Kupasan Coklat Dan Kembang Gula Teh dan kopi olahan Buah-Buahan Dan SayurSayuran Olahan Dan Awetan 009 Kopra Minyak Hewani Dan Minyak Nabati Roti, Biskuit Dan Sejenisnya Mie, Makaroni Dan Sejenisnya Biji-Bijian Kupasan Coklat Dan Kembang Gula Kopi Giling Dan Kupasan Teh Olahan Hasil Pengolahan Kedele Beras Tepung Terigu Tepung Lainnya Gula Makanan Lainnya Pakan Ternak Minuman Beralkohol Minuman Tak Beralkohol Tembakau Olahan Rokok Kapuk Bersih Benang Tekstil Tekstil Jadi Kecuali Pakaian Barang-Barang Rajutan Hasil Pengolahan Kedele Industri Makanan Lainnya 019

76 Industri Minuman 020 Industri Pengolahan Lainnya Pakaian Jadi Permadani, Tali Dan Tekstil Lainnya Kulit Samakan Dan Olahan Barang-Barang Dari Kulit Alas Kaki Kayu Gergajian Dan Awetan Kayu Lapis Dan Sejenisnya Bahan Bangunan Dari Kayu Perabot Rumah Tangga Terbuat Dari Kayu, Bambu Dan Rotan Barang-2 Lainnya Terbuat Dari Kayu, Gabus, Bambu Dan Rotan Barang Anyaman Kecuali Terbuat Dari Plastik Bubur Kertas Kertas Dan Karton Barang-Barang Dari Kertas Dan Karton Barang Cetakan Kimia Dasar Kecuali Pupuk Pupuk Pestisida Damar Sintetis, Bahan Plastik Dan Serat Sintetis Cat, Vernis Dan Lak Obat-Obatan Jamu Sabun Dan Bahan Pembersih Barang-Barang Kosmetik Barang-Barang Kimia Lainnya Barang- Barang Hasil Kilang Minyak Gas Alam Cair (Lng) Karet Remah Dan Karet Asap B A N Barang-Barang Lainnya Dari Karet Barang-Barang Plastik Keramik Dan Barang-Barang Dari Tanah Liat Kaca Dan Barang-Barang Dari Kaca Bahan Bangunan Keramik Dan Dari Tanah Liat Semen Barang-Barang Lainnya Dari Bahan Bukan Logam Besi Dan Baja Dasar Barang-Barang Dari Besi Dan Baja Dasar Logam Dasar Bukan Besi Barang-Barang Dari Logam Dasar Bukan Besi Alat-Alat Dapur, Pertukangan Dan Pertanian Dari Logam Perabot Rumah Tangga Dan Kantor Dari Logam Bahan Bangunan Dari Logam Barang-Barang Logam Lainnya Mesin Penggerak Mula Mesin Dan Perlengkapannya Mesin Pembangkit Dan Motor Listrik Mesin Listrik Dan Perlengkapannya Barang-Barang Elektronika, Komunikasi Dan Perlengkapannya Alat Listrik Untuk Rumah Tangga Perlengkapan Listrik Lainnya Baterai Dan Aki Kapal Dan Jasa Perbaikannya Kereta Api Dan Jasa Perbaikannya Kendaraan Bermotor Kecuali Sepeda Motor Sepeda Motor Alat Pengangkutan Lainnya Pesawat Terbang Dan Jasa Perbaikannya Alat Ukur,Fotografi, Optik Dan Jam Barang-Barang Perhiasan Alat-Alat Musik Alat-Alat Olahraga Barang-Barang Industri Lainnya Listrik Dan Gas Air Bersih Bangunan Tempat Tinggal Dan Bukan Tempat Tinggal Prasarana Pertanian Jalan, Jembatan Dan Pelabuhan Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum Dan Komunikasi Bangunan Lainnya 021 Listrik, Gas, Air dan Bangunan

77 Jasa Perdagangan Jasa Restoran Jasa Perhotelan Jasa Perbengkelan Jasa Angkutan Kereta Api Jasa Angkutan Jalan Raya Jasa Angkutan Laut Jasa Angkutan Sungai Dan Danau Jasa Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Jasa Komunikasi Bank Lembaga Keuangan Lainnya Asuransi Dan Dana Pensiun Sewa Bangunan Dan Sewa Tanah Real Estate Yang Dimiliki Sendiri Atau Disewa Jasa Perusahaan Jasa Pemerintahan Umum Jasa Pendidikan Pemerintah Jasa Kesehatan Pemerintah Jasa Pemerintahan Lainnya Jasa Pendidikan Swasta Jasa Kesehatan Swasta Jasa Kemasyarakatan Swasta Lainnya Film Dan Jasa Distribusi Swasta Jasa Hiburan, Rekreasi & Kebudayaan Swasta Jasa Perorangan Dan Rumah Tangga Barang Dan Jasa Yang Tidak Termasuk Di Manapun Jumlah Permintaan Antara Jumlah Input Antara Impor Upah Dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Subsidi Nilai Tambah Bruto Jumlah Input Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Perdagangan Restoran dan Perhotelan Angkutan, Telekomunikasi dan Jasa Penunjangnya 025 Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan 026 Pemerintahan Umum, jasa sosial kemasyarakatan serta kegiatan yang tak jelas batasannya 180 Jumlah Permintaan Antara Jumlah Input Antara Impor Upah Dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Subsidi Nilai Tambah Bruto Jumlah Input Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi 83

78 Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor Barang Dagangan Ekspor Jasa Jumlah Permintaan Akhir Jumlah Permintaan Impor Barang Dagangan Pajak Penjualan Bea Masuk Impor Jasa Jumlah Impor Margin Perdagangan Besar Margin Perdagangan Eceran Biaya Pengangkutan Jumlah Margin Perdagangan Dan Biaya Pengangkutan Jumlah Output Jumlah Penyediaan Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor Barang Dagangan Ekspor Jasa Jumlah Permintaan Akhir Jumlah Permintaan Impor Barang Dagangan Pajak Penjualan Bea Masuk Impor Jasa Jumlah Impor Margin Perdagangan Besar Margin Perdagangan Eceran Biaya Pengangkutan Jumlah Margin Perdagangan Dan Biaya Pengangkutan Jumlah Output Jumlah Penyediaan

79 Lampiran 2. Tabel Input-Output Transaksi Domestik 26 x 26 sektor (juta rupiah) Sektor Lampiran 2. Tabel Input-Output Transaksi Domestik 26 x 26 sektor (lanjutan) Sektor

80 Lampiran 2. Tabel Input-Output Transaksi Domestik 26 x 26 sektor (lanjutan) Sektor ( ) ( ) (30.100)

81 ( ) Lampiran 2. Tabel Input-Output Transaksi Domestik 26 x 26 sektor (lanjutan) Sektor (14.017) (2.103) ( ) (1.335) (23.688) (13.935) (29.869) (6.775)

82 Lampiran 3. Tabel Koefisien Teknis Transaksi Domestik 26 x 26 sektor SEKTOR TOTAL HH1 P2 P3 P4 P5 P6 TOTAL Employ 1 2 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,02289

83 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00207 Lampiran 3. Tabel Koefisien Teknis Transaksi Domestik 26 x 26 sektor (lanjutan) SEKTOR TOTAL HH1 P2 P3 P4 P5 P6 TOTAL Employ , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,01638

84 20 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,01105 Lampiran 3. Tabel Koefisien Teknis Transaksi Domestik 26 x 26 sektor (lanjutan) SEKTOR TOTAL HH1 P2 P3 P4 P5 P6 TOTAL Employ , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00897 TOTAL 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,06726 HH1 2, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,12331

85 F2 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00000 Lampiran 3. Tabel Koefisien Teknis Transaksi Domestik 26 x 26 sektor (lanjutan) SECTOR TOTAL HH1 P2 P3 P4 P5 P6 TOTAL Employ F3 F4 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00000 F5 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00000 F6 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00000 TOTAL 2, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,12331 Lampiran 4. Tabel Matriks Kebalikan Leontif Terbuka Transaksi Domestik 26 x 26 sektor SEKTOR TOTAL 1 1, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,18242

86 3 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,93689 Lampiran 4. Tabel Matriks Kebalikan Leontif Terbuka Transaksi Domestik 26 x 26 sektor (lanjutan) SEKTOR TOTAL 13 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,64339

87 15 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,68902 Lampiran 4. Tabel Matriks Kebalikan Leontif Terbuka Transaksi Domestik 26 x 26 sektor (lanjutan) SEKTOR TOTAL 25 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,55355

88 TOTAL 4, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,37291 Lampiran 5. Tabel Matriks Kebalikan Leontif Tertutup Transaksi Domestik 26 x 26 sektor SEKTOR TOTAL HH1 TOTAL 1 2 1, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,67085 Lampiran 5. Tabel Matriks Kebalikan Leontif Tertutup Transaksi Domestik 26 x 26 sektor (Lanjutan) SEKTOR TOTAL HH1 TOTAL

89 , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,20809 Lampiran 5. Tabel Matriks Kebalikan Leontif Tertutup Transaksi Domestik 26 x 26 sektor (Lanjutan) SEKTOR TOTAL HH1 TOTAL , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,53052

90 23 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,30082 TOTAL HH1 TOTAL 6, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,24550 Lampiran 6. Tabel Multiplier Output Transaksi Domestik Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia tahun 2000 SECTOR INITIAL FIRST INDUST CONS'M TOTAL ELAST TYPE I TYPE II

91 Lampiran 7. Tabel Multiplier Output Transaksi Domestik Sub Sektor Industri Minyak Goreng Indonesia, Tahun 2000 SECTOR INITIAL FIRST INDUST TOTAL (%) CONS'M TOTAL (%) TOTAL MULTIPLIER Lampiran 8. Tabel Multiplier Pendapatan Transaksi Domestik Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia tahun 2000 SECTOR INITIAL FIRST INDUST CONS'M TOTAL ELAST TYPE I TYPE II

92 Lampiran 9. Tabel Multiplier Pendapatan Transaksi Domestik Sub Sektor Industri Minyak Goreng Indonesia, Tahun 2000 SECTOR INITIAL FIRST INDUST TOTAL (%) CONS'M TOTAL (%) TOTAL MULTIPLIER Lampiran 10. Tabel Multiplier Tenaga Kerja Transaksi Domestik Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia tahun 2000 SECTOR INITIAL FIRST INDUST CONS'M TOTAL ELAST TYPE I TYPE II Lampiran 11. Tabel Multiplier Tenaga Kerja Transaksi Domestik Sub Sektor Industri Minyak Goreng Indonesia, Tahun 2000

93 SECTOR INITIAL FIRST INDUST TOTAL (%) CONS'M TOTAL (%) TOTAL MULTIPLIER

94

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian Dalam penelitian ini, sektor-sektor perekonomian diklasifikasikan ke dalam 9 sektor perekonomian. Sembilan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN OLEH HASNI H14102023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Investasi Pendapatan nasional membagi PDB menjadi empat kelompok, antara lain konsumsi (C), investasi (I), pembelian pemerintah (G), dan ekspor netto

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH TRIYANTO WIBOWO H14053207 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H14102072 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FITRI RAHAYU.

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH TAHUN 2000 DAN TAHUN 2004 (ANALISIS INPUT OUTPUT)

ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH TAHUN 2000 DAN TAHUN 2004 (ANALISIS INPUT OUTPUT) Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 2, Desember 2008, hal. 137-155 ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH TAHUN 2000 DAN TAHUN 2004 (ANALISIS INPUT OUTPUT) Didit Purnomo

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok

I. PENDAHULUAN. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Dalam bahan pangan, minyak goreng berfungsi sebagai media penghantar panas, menambah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup perekonomian nasional dengan obyek yang diteliti adalah peranan sektor kehutanan dalam perekonomian nasional dan perubahan struktur

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN 1980-2007 Oleh HARIYANTO H14084006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Industri Negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi masalah-masalah perekonomian, dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA

ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH APSARI DIANING BAWONO H14103060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output.

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output. DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN JOMBANG Junaedi Fakultas Ekonomi Universitas Darul Ulum Jombang Email : Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian yang digunakan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitatif, yaitu penelitian yang sifatnya memberikan gambaran secara umum bahasan yang diteliti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

INDONESIA OLEH H

INDONESIA OLEH H ANALISIS DAMPAK INVESTASI PADAA SEKTOR PERDAGANGAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA (ANALISISS INPUT-OUTPUT) OLEH LISA PERMATASARI H14070043 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H14103070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN RINA MARYANI. Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT OLEH: Abdul Kohar Mudzakir Dosen Lab Sosek Perikanan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI EKSPOR KELAPA SAWIT (CPO) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL OLEH DWITA MEGA SARI H14104083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki 25 kabupaten/kota. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Tinjauan Teoritis yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku studi pustaka, internet serta penelitian-penelitian terdahulu. Tinjauan teoritis berisi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H14104109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya kelautan merupakan salah satu aset yang penting dan memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara fisik Indonesia

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sektor tanaman bahan makanan merupakan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng, SII. Sumber : Departemen Perindustrian. dalam SII tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator.

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng, SII. Sumber : Departemen Perindustrian. dalam SII tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator. 1.1. Latar belakang Minyak goreng merupakan salah satu komoditi strategis Indonesia karena minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan kebutuhan pokok masyarakat. Oleh karena itu pengadaannya selalu

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG OLEH TEUKU FAJAR AKBAR H

ANALISIS PERANAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG OLEH TEUKU FAJAR AKBAR H ANALISIS PERANAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG OLEH TEUKU FAJAR AKBAR H14103035 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci