Pengantar Psikodiagnostik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengantar Psikodiagnostik"

Transkripsi

1 MODUL PERKULIAHAN Pengantar Psikodiagnostik Etika dan Isu dalam Tes Psikologi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 13 MK Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog Abstract Modul berisi mengenai pemahaman akan dasar-dasar etika dan isu dalam tes psikologi Kompetensi Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan dasar-dasar etika dan isu dalam tes psikologi

2 Etika dan Isu Dalam Tes Psikologi Baik dalam penelitian maupun dalam aplikasi praktis prosedur-prosedur mereka, para psikolog sudah lama prihatin dengan pernyataan tentang etika professional. Sebuah contoh konkret dari keprihatinan ini adalah program empiris sistematik yang diikuti pada awal 1950-an untuk mengembangkan kode etik formal pertama bagi profesi ini. Usaha yang ekstensif ini menghasilkan persiapan seperangkat standar yang secara resmi diterima oleh American Psychological Association (APA) dan pertama diterbitkan pada tahun Standar ini menjalani tinjauan dan penyempurnaan terus menerus yang menghasilkan publikasi periodic dari edisi-edisi yang direvisi seperti, Ethical Principles of Psychologists and Code of Conduct (APA,1992), yang terdiri dari satu preambul dan enem prinsip umum yang dirancang untuk membimbing para psikolog menuju ideal tertinggi dari profesi ini dengan standar etis dan aturan yang dapat diterapkan diberbagai konteks. Ethics Code (kode etik) diimplementasikan oleh komisi etis APA, yang menyelidiki dan bertindak sebagai hakim untuk memutuskan pengaduan terhadap anggota-anggota asosiasi. Komisi APA untuk Tes dan Penaksiran Psikologis (CPTA : Committee on Psychological Tes and Assessment) secara khusus mengabdikan diri untuk mempertimbangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan praktik penaksiran dan pengetesan yang baik, dan memberikan saran teknis sehubungan dengan praktik-praktik itu pada kelompok APA lainnya. Isu Etis dalam Pengetesan dan Pemeriksaan Psikologi Dalam area pengetesan, analisis yang hati-hati dan provokatif tentang peran nilai dan dasar pemikiran etis yang melandasi berbagai praktik, telah disajikan oleh Eyde dan Quaintance (1988) dan Messick (1980b, 1989, 1995). Kode APA memuat banyak hal yang bisa diterapkan pada tes psikologis. Salah satu standarnya itu adalah Evaluasi, Penaksiran atau Intervensi, yaitu secara langsung berkaitan dengan pengembangan dan penggunaan teknik-teknik penaksiran psikologis. Standar yang lainnya, aktifitas forensic memuat bagian yang ditujukan secara khusus pada diagnostik dalam konteks legal. Di samping itu, standar etis tenang hak pribadi dan kerahasiaan, meskipun lingkupnya lebih luas juga amat relevan untuk tes-tes psikologi. Sebagaimana halnya kebanyakan prinsip umum lain dan berbagai standar etis. Di samping APA, kelompok dan asosiasi professional di tiap-tiap negaa juga telah mengembangkan kode etik dan garis pedoman mereka sendiri, seperti halnya Indonesia yang telah memiliki kode etik profesi psikologi sendiri yang secara garis besar mengacu pada kode etik yang telah disusun oleh APA. 2

3 Kualifikasi Pengguna Prinsip kode etik dalam hal kompetensi menyatakan bahwa para psikolog memberikan jasa dan menggunakan hanya teknik yang mereka kuasai melalui pendidikan, pelatihan, atau pemahaman (APA, 1992 hlm.1599). Dalam kaitan dengan tes, pernyataan bahwa tes-tes itu digunakan hanya oleh penguji-penguji yang memiliki kualifikasi tepat adalah satu langkah untuk melindungi peserta tes terhadap penggunaan tes yang tidak selayaknya. Kualifikasi yang diperlukan berbeda menurut jenis tes, dengan demikian periode pelatihan intensif yang relative panjang dan pengalaman yang disupervisi diperlukan demi penggunaan yang sepantasnya atas tes intelegensi individu dan kebanyakan tes kepribadian, sedangkan pelatihan psikologis yang kurang begitu spesifik diperlukan untuk tes-tes prestasi pendidikan atau kemahiran pekerjaan. Hendaknya diperhatikan bahwa siswa-siswa yang mengikuti tes dalam kelas untuk maksud pengajaran, biasanya tidak dilengkapi untuk melaksanakan tes yang lain atau untuk menginterpretasikan skor-skor secara tepat. Sehingga ada pengkategorian tes menjadi kualifikasi A yang hanya terbatas untuk dipergunakan oleh psikolog yang memiliki ketrampilan khusus dan dengan jam terbang tinggi, salah satu tes dengan kategori ini adalah tes Rorschach. Tes dengan kualifikasi B juga diperuntukan bagi pengguna psikolog, contoh tes dengan kategori ini adalah DAT (Differential attitude test), WIAT (Wechsler individual achievement test). Sementara tes dengan kualifikasi C diperuntukan bagi pengguna masyarakat umum yang membutuhkan, seperti tes Neo-five factor inventori (NEO-FFI). Para penguji yang benar terlatih memilih tes yang sesuai, baik dengan maksud tertentu menjadi tujuan pengetesan maupun dengan orang yang diuji. Mereka juga sadar tentang kepustakaan riset yang ada pada tes yang dipilih dan mampu melakukan evaluasi atas segi-segi teknik dalam kaitan dengan cirri-ciri misalnya, norma, reliabilitas dan validitas. Siapakah psikolog yang memenuhi syarat? Jelas, mengingat diversifikasi disiplin ini dan spesialisasi akibat pelatihan, tak satu psikolog pun sama kualifikasinya di dalam semua bidang, bahkan dalam bidang pengetesan dan penaksiran psikologis yang lebih sempit sekalipun. Dengan mengakui fakta ini, kode etik meminta para psikolog untuk menerima batas-batas kompetensi khusus mereka dan keterbatasan keahlian mereka. Sebuah langkah penting yang mempengaruhi standar professional dalam membantu masyarakat untuk mengidentifikasi psikolog yang memenuhi syarat adalah pemberlakuan lisesnsi dari institusi atau yang sering disebut Surat Ijin Praktek (SIP). Di Indonesia surat ijin praktek baru bisa diperoleh oleh sarjana psikologi dengan kurikulum lama bergelar Drs/Dra, 3

4 sarjana psikologi kurikulum baru S.Psi yang telah mengambil program profesi dengan gelar psikolog atau untuk saat ini magister profesi psikologi dengan gelar M.Psi. Kode etik atau aturan sertifikasi atau surat ijin praktek adalah semata-mata untuk melindungi masyarakat pengguna jasa psikologi dari mal praktek yang mungkin dilakukan oleh profesi psikologi. Tanggung Jawab Penerbit Tes Tanggung jawab profesi berhubungan dengan pemasaran tes-tes psikologis oleh pengaran dan penerbit. Tes-tes yang seharusnya tidak dilepaskan secara premature untuk penggunaan umum, juga tidak seharusnya dilakukan klaim apapun menyangkut segi positif tes itu jika tidak ada bukti objektif yang memadai. Pembelian alat tes secara umum dibatasi pada orang yang memenuhi persyaratan minimal tertentu. Catalog para penerbit tes utama menentukan secara spesifik persyaratan yang harus dipenuhi oleh pembeli tes, salah satu persyaratan umumnya yaitu pada individu yang memiliki gelar master dalam psikologi. Sebagian penerbit mengklasifikasikan tes-tesnya kedalam tingkat-tingkat dengan rujukan pada kualifikasi pengguna, tes-tes tersebut terdiri dari testes prestasi pendidikan dan kemahiran kerja sampai tes-tes intelegensi kelompok, sertam inventori minat hingga instrument klinis seperti intelegensi individual dan kebanyakan tes kepribadian. Alat tes juga harus dibuat secara berbeda, alat tes untuk pembeli individual dan pembeli kelembagaan yang memiliki otoritas atas tes-tes yang tepat. Untuk pembeli individual, seperti mahasiswa pascasarjana yang membutuhkan tes tertentu dalam memenuhi kebutuhan penugasan kelas atau penelitian harus membawa pesanan pembelian yang telah ditandatangani oleh dosen psikologi mereka, yang dapat bertanggung jawab terhadap penggunaan tes tersebut secara tepat. Usaha untuk membatasi distribusi tes memilki dua tujuan: Keamanan materi tes dan pencegahan penyalah gunaan. Dalam beberapa kasus, tidaklah mungkin menyelidiki dan membuktikan benar tidaknya kualifikasi yang dinyatakan oleh pembeli tes. Dapat terlihat bahwa persyaratan formal hanya menyediakan sarana penyaringan yang kasar. Jelas misalnya, bahwa seseorang yang memiliki gelar master dalam psiklogi-atau bahkan Ph.D., lisensi Negara bagian,dan diploma ABPP-tidak dengan sendirinya menunjukan bahwa individu itu memenuhi syarat untuk menggunakan tes tertentu atau bahwa latihannya relevan bagi interpretasi yang tepat atas hasil-hasil yang diperoleh dari tes itu. Tanggung jawab yang utama untuk penggunaan tes pada akhirnya ada pada diri pengguna individual atau lembaga yang bersangkutan. 4

5 Tanggung jawab professional lainnya berhubungan dengan pemasaran tes-tes psikologis oleh pengarang dan penerbit. Panduan tes seharusnya menyediakan data yang memadai untuk memungkinkan evaluasi atas tes itu sendiri dan juga informasi lengkap menyangkut penyelenggaraan, scoring, dan norma-norma. Panduan itu seharusnya juga merupakan eksposisi factual dari apa yang dikenal tentang tes itu dan bukan merupakan sarana penjualan yang dirancang untuk membuat tes itu tampak menarik. Pengarang dan penerbit tes bertanggung jawab dalam merevisi tes dan norma, hal tersebut harus sering dilakukan guna mencegah tes itu menjadi kadaluwarsa. Cepat atau lambatnya tes menjadi kadaluwarsa berbeda-beda tergantung dengan sifat tes tersebut. Tes-tes yang perlu diamankan karena digunakan dalam keputusan seleksi, keputusan penempatan atau keputusan diagnostik, seharusnya tidak dipublikasikan dalam media sosial, publisitas tes pada media sosial bisa mengarah pada evaluasi diri yang secara psikologis merugikan anggota masyarakat umum. Praktik lain yang hampir pasti bersifat tidak professional adalah pengetesan melalui surat. Selain tidak memiliki control atas kondisi pengetesan, prosedur ini umumnya juga melibatkan interpretasi atas skor-skor tes itu tanpa adanya informasi yang relevan tentang individu yang bersangkutan. Dengan sedikit pengecualian yang mungkin, misalnya penggunaan inventori minat atau inventori nilai pada individu yang agak kompleks dan termotivasi baik, hasil tes yang dilakukan dalam kondisi-kondisi ini bisa lebih buruk daripada tidak berguna. Sejak tahun 1980-an para penerbit tes mulai mengambil langkah untuk memastikan bahwa tes yang mereka terbitkan dan distribusikan digunakan secara tepat dan skorskornya diinterpretasikan dengan benar. Dalam melakukan tujuan tersebut mereka melakukan upaya untuk mengembangkan dan memperbaiki komunikasi dengan klienklien tentang tes-tes yang spesifik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat atas pengetesan pada umumnya. Perlindungan atas Lingkup Pribadi Dalam sebuah laporan yang berjudul Privacy and Behavioral Research (1967), hak atas lingkup pribadi itu didefinisikan sebagai hak unntuk memutuskan sendiri seberapa banyak orang hendak berbagi pikiran, perasaan, dan fakta tentang kehidupan pribadinya dengan orang lain. Hal tersebut dirincikan sebagai hal yang hakiki dalam menjamin kebebasan dan penentuan diri sendiri. Demi efektivitas tes, mungkin perlu untu tetap membuat peserta tes tidak mengetahui cara-cara spesifik yang digunakan untuk menginterpretasi respon pada tes apapun. Yang terpenting ialah kewajiban untuk memberikan pemahaman yang jelas kepada peserta tes menyangkut penggunaan atas hasil tes. Fakta bahwa tes-tes psikologis kerap dipilih dalam diskusi tentang pelanggaran atas 5

6 lingkup hidup pribadi yang mencerminkan miskonsepsi yang umum tentang tes dan jug penyalah gunaan yang sering sebagai satu-satunya basis bagi keputusan tentang individu. Perlu diperhatikan bahwa semua peneliti perilaku, baik penggunaan tes maupun observasi lainnya, menyajikan kemungkinan pelanggaran atas lingkup hidup pribadi. Namun, sebagai ilmuan, para psikolog memiliki komitmen pada sasaran peningkatan pengetahuan tentang perilaku manusia. Salah satu faktor yang relevan adalah maksud pengetesan diselenggarakan bisa untuk konseling individual, keputusan kelembagaan menyangkut seleksi dan klasifikasi. Apapun maksud pengetesan, perlindungan atas lingkup hidup pribadi meliputi dua konsep : relevansi dan izin berdasarkan informasi yang cukup. Informasi yang diminta pada individu untuk diungkapkan harus relevan dengan maksud pengetesan yang dinyatakan. Konsep hak untuk mendapatkan informasi yang cukup (informed consent) juga menuntut penjelasan dan aplikasinya pada kasus-kasus individual meminta pelaksanaan penilaian yang hati-hati (AERA, APA, NCME, 1985). Meskipun kode etik dewasa membuat standar eksplisit yang membutuhkan izin berdasarkan informasi yang cukup hanya untuk terapi dan bukan untuk penaksiran, persyaratan semacam ini ada secara implicit dalam standar lain yang menyangkut evaluasi dan diagnosis dalam konteks professional, serta dalam bagian-bagian lain kode etik itu. Perundangan dewan psikologi Negara bagian, hukum kasus, aturan-aturan kelembagaan, atau standar praktik yang berlaku umumnya menuntut izin berdasarkan informasi yang cukup dalam konteks penaksiran dan intervensi (Canter et al., 1994). Kerahasian Masalah kerahasiaan data tes bersifat multidimensi, diantaranya adalah keamanan isi tes, bahaya dari kesalahan memahami skor-skor tes, dan keinginan berbagai macam orang untuk mengetahui hasil tes. Hasil-hasil tes seharusnya disajikan dalam suatu bentuk yang mudah dipahami, bebas dari istilah atau label teknis dan berorientasi pada sasaran pengetesan langsung. Perlindungan yang memadai harus dilaksanakan untuk mencegah penyalahgunaan dan misinterpretasi temuan-temuan tes. Pembahasan tentang kerahasiaan catatan tes biasanya berhadapan dengan aksesibilitas ke orang ketiga, yang berbeda dari orang yang dites (orang tua anak) dan penguji. Prinsip yang mendasarinya adalah bahwa catatan-catatan seperti ituseharusnya tidak dilepaskan tanpa pengetahuan dan izin dari peserta tes kecuali jika pelepasan semacam itu dimandatkan oleh hukum atau diizinkan oleh hukum untuk maksud-maksud yang sah. Bila tes diadakan dalam suatu konteks kelembagaan, sebagaimana dalam system sekolah, pengadilan, atau ruang lingkup pekerjaan, individu seharusnya diberi informasi 6

7 pada waktu pengetesan tentang maksud tes, bagaimana hasil-hasil tes akan digunakan dan ketersediaan hasil-hasil tes itu bagi tugas lembaga yang memiliki kebutuhansah akan hasil itu. Jika catatan-catatan dipertahankan selama bertahun-tahun, ada bahaya bahwa catatancatatan itu bias digunakan untuk maksud-maksud yang oleh peserta tes (orang tua peserta tes) tidak pernah diantisipasi dan tidak pernah akan disetujui. Untuk mencegah penyalahgunaan semacam ini, bila catatan dipertahankan entah untuk penggunaan longitudinal yang sah dalam kepentingan individu entah untuk maksud-maksud riset yang dapat diterima, akses pada catatan-catatan itu seharusnya tunduk pada kendali yang amat keras. Setiap jenis lembaga seharusnya merumuskan kebijakan yang eksplisit menyangkut penghancuran, penahanan, aksesbilitas atas catatan-catatan pribadi. Mengomunikasikan Hasil Tes Dalam tahun belakangan ini para psikolog mulai memikirkan komunikasi hasil-hasil tes dalam bentuk yang bermakna dan berguna bagi penerimanya. Dalam semua komunikasi yang berhubungan dengan tes, hendaknya diperhatikan ciri-ciri orang yang harus menerima informasi ini. Hal ini berlaku tidak hanya pada pendidikan umum orang tersebut dan pengetahuannya tentang psikologi serta pengetesan, tapi juga pada respons emosional yang bias diantisipasi terhadap informasi yang diberikan. Dalam kasus orang tua atau guru misalnya, keterlibatan emosional pribadi dengan anak bias memengaruhi penerimaan yang tenang dan rasional atas informasi factual. Dalam hal ini, Testing Standard menekankan perlunya orang-orang yang menggunakan tes dalam aplikasi klinis dan konseling, memberikan penjelasan yang tepat dan dapat dimengerti atas hasil-hasil tes dan rekomendasi yang muncul dari interpretasi itu kepada peserta tes. Psikolog konseling amat memperhatikan perkembangan cara-cara yang efektif untuk menyampaikan informasi tes pada klien mereka. Terdapat 2 garis pedoman : Pertama, laporan tes harus dipandang sebagai bagian integral dari proses konseling dan dimasukan dalam hubungan total konselor dan klien. Kedua, sejauh mungkin konselor perlu melibatkan klien dan menginterpretasikan hasil-hasil tes dilihat dari pertanyaan tertentu yang ditimbulkan oleh hasil-hasil tes itu. Situasi konseling adalah sedemikian rupa sehingga jika individu menolak informasi apa pun, karena alas an apa pun, maka informasi itu mungkin akan menjadi sia-sia sama sekali. 7

8 Mengetes Populasi yang Beraneka Ragam Beberapa dasawarsa sejak tahun 1950, telah disaksikan keprihatinan masyarakat yang makin besar akan hak minoritas etnik, wanita dan individu penyandang cacat serta kelompok-kelompok minoritas lainnya. Keprihatinan ini tercermin dalam perlakuan perundangan hak-hak warga negara, baik pada tingkat federal maupun negara bagian. Dalam kaitan dengan mekanisme perbaikan kesempatan pendidikan serta pekerjaan bagi individu-individu dari berbagai kelompok, tes psikologis merupakan fokus perhatian utama (Gifford, 1989a, 1989b). Kepustakaan psikologi memuat banyak pembahasan tentang topik ini, yang dampaknya merentang dari penjernihan sampai pengaburan. Diantara sumbangan yang paling membantu penjernihan, adalah berbagai makalah serta garis pedoman oleh asosiasi-asosiasi profesional. Di samping itu panduan atas praktik penaksiran yang memadai pada populasi yang beraneka ragam semakin banyak tersedia. Laporan-laporan yang dipersiapkan dibawah pengawasan National Research Council, Office of Technology Assesment, dan kelompok-kelompok seperti itu lainnya, yang dikutip dalam bagian awal bab ini, telah menguji kontroversi tentang tes dalam konteks sosial sekarang ini serta menyajikan pandangan yang seimbang tentang fungsi pengetesan. Banyak keprihatinan berpusat pada penurunan skor-skor tes oleh kondisi-kondisi kultural yang bisa mempengaruhi pengembangan kemampuan, minat, motivasi, sikap dan karakteristik psikologis lain dari anggota kelompok minoritas. Beberapa penyelesaian yang diusulkan pada masalah ini, mencerminkan kesalah pahaman tentang sifat dan fungsi dari tes-tes psikologis. Perbedaan-perbedaan dalam latar belakang pengalaman kelompok atau individu mau tak mau terwujud dalam kinerja tes. Setiap tes psikologis mengukur sampel perilaku. Sejauh budaya mempengaruhi perilaku, pengaruhnya akan dan seharusnya dideteksi oleh tes. Jika kita bisa menyingkirkan semua perbedaan kultural dari tes, dengan begitu mungkin kita bisa menurunkan validitas nya sebagai ukuran domain perilaku yang hendak diukur. Dalam kasus itu tes ini akan gagal memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengoreksi kondisi-kondisi yang mengganggu kinerja. Peraturan Legal, Sejak tahun 1960, ada perkembangan yang pesat sehubungan dengan tes pendidikan dan pekerjaan kelompok minoritas. Perkembangan ini mencakup tindakan legislatif, perintah eksekutif, dan keputusan pengadilan. Dalam bidang pekerjaan, makin lama pengadilan semakin memainkan peranan penting dalam menaksirkan serta 8

9 menerapkan hokum-hukum hak sipil. Implikasi kasus-kasus pengadilan yang terkenal telah dibicarakan secara luas dalam kepustakaan personalia dan pengetesan oleh orangorang yang terlatih dalam psikologi, hukum, atau keduanya. Secara historis, persyaratan untuk validasi tes yang dapat diterima telah ditetapkan melalui Testing Standards, Principles for the Validation and Use of Personnel Selection Procedures (SIOP, 1987) dan dokumen-dokumen lain dari profesi bersangkutan. Akan tetapi, dalam dua dasawarsa terakhir, ada berbagai kasus dimana pertimbangan hukum luar telah memasuki praktik-praktik psikometris, terutama dalam kaitan dengan hak-hak sipil. Salah satu kasus ini adalah kesepakatan yang dikenal sebagai Golden Rule. Kesepakatan ini menyelesaikan pertikaian antara Golden Rule Insurance Company dan Educational Testing Service (ETS), menyangkut ujian yang disediakan oleh ETS bagi pemberian lisensi agen-agen asuransi. Penyelesaian ini mengarahkan agar prioritas diberikan bagi penggunaan butir-butir soal tes dengan perbedaan paling kecil antar kelompok bila ada perbedaan angka jawaban yang tepat pada kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Meskipun dimaksudkan untuk meningkatkan keadilan dan memperkecil dampak yang merugikan, penyelesaian Golden Rule telah mengakibatkan perdebatan yang panas mengenai asumsinya tentang sifat bias butir soal dan menyangkut sejauh mana bukti empiris membenarkan prosedur yang diusulkan oleh penyelesaian itu. Dalam pembahasan tentang tindakan afirmatif, Uniform Guidelines 1978 menunjukan bahwa bahkan bila prosedur seleksi telah divalidasi secara memuaskan jika angka penolakan yang tidak proporsional muncul bagi kelompok minoritas, langkah-langkah sebaiknya diambil untuk mengurangi kesenjangan ini sebesar mungkin. Tindakan afirmatif menyiratkan agar sebuah organisasi melakukan lebih dari sekedar menghindari praktik-praktik diskriminatif. Secara psikologis, program tindakan afirmatif yang semakin mendapat serangan dalam arena politik dalam beberapa tahun terakhir ini, bisa dipandang sebagai upaya untuk memberikan kompensasi bagi efek residu ketimpangan sosial masa lampau. Praktik penormaan subkelompok, yang diimplementasikan pada GATB pada tahun 1990-an dalam rangka menhasilkan angka rujukan pekerjaan yang dapat dibandingkan antara pelamar kulit putih, kulit hitam, dan hispanik, meskipun ada kesenjangan besar dalam skor tes kemampuan mereka, merupakan contoh tindakan afirmatif yang dimaksudkan untuk mengurangi dampak merugikan sebuah tes prapekerjaan. Akan tetapi praktik ini menimbulkan kontroversi yang mengarah pada Civil Rights Act of 1991 (P.L ), yang secara eksplisit melarang bentuk penyesuaian skor apapun yang didasrkan pada ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, atau asal usul kenegaraan. Dalam bidang tes psikologis, diakui bahwa percabangan Act ini jauh lebih 9

10 luas daripada yang dibayangkan oleh Congress, dan sama sekali bisa mengendalikan penggunaan tes kepribadian dan tes kemampuan jasmani ang menggunakan norma berbeda untuk pria dan wanita. Memang sejumlah penulis tes dan penerbit tes telah mengambil langkah-langkah untuk memberikan prosedur penskoran alternative yang menghapuskan pemisahan norma menurut jenis kelamin. Usaha bermaksud baik lainnya, untuk menyingkirkan hambatan-hambatan bagi kesempatan terbuka bagi semua yang telah menciptakan keprihatinan pada pihak majikan dan pihak-pihak lain yang tertarik pada praktik tes prapekerjaan yang tepat adalah Americans with Disabilities Act (ADA) of 1990 (P.L ). Persyaratan pekerjaan ADA mencegah pemberi kerja untuk menggunakan tes-tes kesehatan atau menyelidiki penyalahgunaan zat tertentu atau kondisi psikiatris masa lampau sebelum pekerjaan itu ditawarkan. Panduan dan perundang-undangan EEOC tentang penyelidikan yang berkaitan dengan cacat prapekerjaan serta pemeriksaan medis (1994, 1995) sejauh ini membiarkan terbuka pertanyaan tes psikologis dan kepribadian mana yang diperbolehkan dalam lingkungan atau situasi prapekerjaan. Inkonsistensi antara keputusan professional, legal, dan etis mungkin akan tetap muncul di masa depan. Tak diragukan lagi bahwa hal-hal itu akan mempersulit penerapan tes pada pengambilan keputusan di dalam apa yang disebut bidang-bidang pekerjaan dan pendidikan taruhan tinggi. Faktor-Faktor yang Terkait Dengan Tes Dalam melakukan tes atas berbagai orang, penting untuk membedakanantara factorfaktor yang mempengaruhi, baik tes maupun perilaku criteria serta fakror-faktor yang pengaruhnya terbatas pada tes. Isi tes khusus juga bisa mempengaruhi skor-skor tes melalui cara-cara yang tidak terkait dengan kemampuan yang memang hendak diukur oleh tes tersebut. Dalam tes penalaran aritmatika, misalnya penggunaan nama atau gambar objek yang tidak akrab dengan ligkungan budaya tertentu merupakan kekurangan yang membatasi tes, dimana isi tes tertentu bisa mempengaruhi kinerja adalah melalui respon emosional dan attitudinal (sikap) para peserta tes. Pengujian orang-orang dengan latar belakang budaya serta riwayat pengalaman yang berbeda-beda dan juga para penyandang cacat adalah keprihatinan yang luas dalam Testing Standards. Faktor yang mencakup pengalaman sebelumnya dalam mengikuti tes, motivasi dalam melakukan tes agar berhasil, hubungan dengan penguji, penekanan berlebihan pada kecepatan dan variable-variabel lainya yang dapat mengurangi validitas. Dalam testing standart dapat memengaruhi ketidak variabelan dalam tes karena testee 10

11 memiliki latar belakang, budaya serta pengalaman yang berbeda-beda juga pada penyandang cacat. Maka diperlukan upaya-upaya khusus untuk mengurangi factor-faktor yang terkait diatas. Penaksiran dan Penggunaan Skor Tes Penggunaan skor tes dapat merubah penaksiran dalam menilai hasil tes di berbagai lingkungan seperti minoritas yang mendapat nilai yang lebih rendah yang dikarenakan oleh factor-faktor tertentu seperti latar belakangnya, motivasi serta lingkungan yang berkaitan. Maka dari itu kita perlu meneliti factor-faktor tersebut. Karena tes dirancang untuk menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh seorang individu pada waktu tertentu. Tendensi untuk mengelompokkan serta member nama, sebagai jalan pintas yang menggantikan pemahaman, yang masih banyak terjadi. Kategori diagnostic psikiatri klasik, dimana pasien diberi label seperti paranoid schizophrenic atau manicdepressive adalah contoh yang amat dikenal dari tendensi tersebut. Berbeda dari label diagnostik, deskripsi kepribadian ini berfokus pada asal muasal dan signifikansi individual perilaku yang menyimpang dan menyediakan basis yang lebih efektif untuk terapi. Objektifitas Tes Tes merupakan usaha untuk berjaga-jaga terhadap favoritism dan keputusan yang sifatnya sewenang-wenang dan tidak terduga. Tes tidak dapat dilihat dari apakah seorang anak muda berpakaian tidak sopan dan tes-tes tidak bisa mendengarkan aksen dari perkampungan kumuh. Tes-tes terbakukan diperkenalkan sebagai satu sarana mengompensasi ketidakadilan, subjekvitas dan bisa potensial dari prosedur tradisional tersebut. Objektifitas Tes dilatar belakangi oleh ketelitian dalam membedakan konsekuensi penggunaan tes yang tepat serta memisahkan konsekuensi langsung pengetesan dari konsekuensi yang diperantai oleh faktor-faktor luar pada pengetesan. Serangan terhadap pengetesan kerap gagal membeda-membedakan antara sumbangan yang positif dari pengetesan terhadap keadilan (kejujuran) dalam pengambilan keputusan serta penyalahgunaan tes sebagia jalan pintas untuk keputusan yang dipertimbangkan secara cermat. Memandang tes dalam konteks sosialnya, Committee on Ability Testing (Wigdor & Garner, 1982) mendesak agar tes dipandang bukan sebagai obat mujarab atau sebagai kambing hitam bagi masalah-masalah masyarakat dan agar sasaransasaran masyarakat untuk meningkatkan kesempatan bagi anggota kelompok minoritas yang bersangkutan seharusnya tidak dicampuradukkan dengan vliditas proses pengetesan. Dalam pernyataan penting, komisi menyatakan usaha untuk mencari masyarakat yang lebih pantas telah menempatkan kemampuan pengetesan pada pusan 11

12 kontrovensi dan memberi reputasi yang berlebihan untuk yang buruk dan yang baik. Dalam tes tentu saja bisa disalah gunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, namun jika tes digunakan dengan tepat maka tes bisa menjalankan fungsi penting dalam pencegahan diskriminasi yang tidak relevan dan tidak adil. Dalam menentukan konsekuensi pengetesan, kita harus teliti membedakan konsekuensi penggunaan tes yang tepat dari konsekuensi yang diperantarai oleh factor luar terhadap pengetesan (Tenopyr,1995).. Daftar Pustaka Anastasia, A. dan Susana Urbina Tes Psikologi. Jakarta: Penerbit Indeks.. 12

Pengantar Psikodiagnostik

Pengantar Psikodiagnostik Modul ke: Pengantar Psikodiagnostik Etika dan Isu Dalam Tes Psikologi Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Etika Dan Isu Tes Psikologi Ethics

Lebih terperinci

Pengantar Psikodiagnostik

Pengantar Psikodiagnostik Modul ke: Pengantar Psikodiagnostik Aplikasi Penggunaa Tes Psikologi (Pendidikan & Pekerjaan) Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Aplikasi

Lebih terperinci

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Kode Etik Global Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Takeda Pharmaceutical Company Limited Pasien Kepercayaan Reputasi Bisnis KODE ETIK GLOBAL TAKEDA Sebagai karyawan Takeda, kami membuat keputusan

Lebih terperinci

Ita Juwitaningrum, S.Psi

Ita Juwitaningrum, S.Psi Siti Wuryan Indrawati, M.Pd, Psi Ita Juwitaningrum, S.Psi Hani Yulindrasari, S.Psi, M.StatGend Diah Z Wyandini, M.Si Seorang diagnostikus tidak bebas dalam menyelenggarakan pemeriksaan psikologi banyak

Lebih terperinci

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA -Tahun 2005- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Pengurus Pusat PPNI, Sekretariat: Jl.Mandala Raya No.15 Patra Kuningan Jakarta Tlp: 62-21-8315069 Fax: 62-21-8315070

Lebih terperinci

SEKSI 100 A. PRINSIP-PRINSIP DASAR ETIKA PROFESI

SEKSI 100 A. PRINSIP-PRINSIP DASAR ETIKA PROFESI SEKSI 100 A. PRINSIP-PRINSIP DASAR ETIKA PROFESI Salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi kepentingan publik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Giya Afdila, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Giya Afdila, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan pendidikan merupakan kompleksitas daripada segenap para kontributor pendidikan, dalam hal ini guru. Pembangunan melalui pendidikan dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Profesi perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Perawat adalah tenaga profesional yang memiliki body of

Lebih terperinci

ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI

ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI DEFINISI Keperawatan merupakan salah satu profesi yang bergerak pada bidang kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun

Lebih terperinci

Pengantar Psikodiagnostik

Pengantar Psikodiagnostik Modul ke: Pengantar Psikodiagnostik Dasar-Dasar Interpretasi Tes Psikologi Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tes Psikologis menginterprestasikan

Lebih terperinci

ETHICS, MULTICULTURAL COMPETENCE, AND WELLNESS LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

ETHICS, MULTICULTURAL COMPETENCE, AND WELLNESS LIA AULIA FACHRIAL, M.SI ETHICS, MULTICULTURAL COMPETENCE, AND WELLNESS LIA AULIA FACHRIAL, M.SI Observe and follow professional standards, and practice ethically. 1. Client trust and understanding of the interviewing process

Lebih terperinci

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA 0 Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA Paket 00.indb //0 :: AM STANDAR AUDIT 0 penggunaan PEKERJAAN PAKAR AUDITOR (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada

Lebih terperinci

Etika Profesional Komputer

Etika Profesional Komputer Kode Etik Profesional Komputer Dua Asosiasi besar komputer telah merumuskan kode etik bagi para profesional bidangnya IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) dan ACM (Association for Computing

Lebih terperinci

CIRI & PENGGUNAAN TES. N o v i a S i n t a R, M. P s i.

CIRI & PENGGUNAAN TES. N o v i a S i n t a R, M. P s i. CIRI & PENGGUNAAN TES N o v i a S i n t a R, M. P s i. PENGGUNAAN TES Dari Bayi s/d Usia Lanjut Ketika bayi lahir akan segera dilakukan tes Apgar - asesmen : detak jantung, pernafasan, otot, refleks dan

Lebih terperinci

BAB INI MEMBAHAS TENTANG: MERUMUSKAN PROFESI KONSELING REHABILITASI SEJARAH, PARAMETER, DAN TEMPAT PRAKTEK PERAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP PRAKTEK

BAB INI MEMBAHAS TENTANG: MERUMUSKAN PROFESI KONSELING REHABILITASI SEJARAH, PARAMETER, DAN TEMPAT PRAKTEK PERAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP PRAKTEK OLEH: SRI WIDATI BAB INI MEMBAHAS TENTANG: MERUMUSKAN PROFESI KONSELING REHABILITASI SEJARAH, PARAMETER, DAN TEMPAT PRAKTEK PERAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP PRAKTEK PENDIDIKAN PRA-LAYANAN ASOSIASI PROFESIONAL

Lebih terperinci

Pengantar Psikodiagnostik

Pengantar Psikodiagnostik MODUL PERKULIAHAN Pengantar Psikodiagnostik Sejarah, Pengertian, dan Kegunaan Psikodiagnostik Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 01 B41616AA Mutiara Pertiwi, M.Psi

Lebih terperinci

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 2 R-188 Rekomendasi Agen Penempatan kerja Swasta, 1997 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas

Lebih terperinci

Kode Etik Insinyur (Etika Profesi)

Kode Etik Insinyur (Etika Profesi) Kode Etik Insinyur (Etika Profesi) Dewan Akreditasi Rekayasa dan Teknologi (ABET) Kode Etik Insinyur ATAS DASAR PRINSIP Insinyur menegakkan dan memajukan integritas, kehormatan dan martabat profesi engineering

Lebih terperinci

KODE ETIK PSIKOLOGI. Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

KODE ETIK PSIKOLOGI. Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI. Modul ke: KODE ETIK PSIKOLOGI Fakultas PSIKOLOGI Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id BAB I. PEDOMAN UMUM Pasal 1. Pengertian Kode Etik Psikologi: seperangkat

Lebih terperinci

Proses Assesment. By: Sami an

Proses Assesment. By: Sami an Proses Assesment By: Sami an Kegiatan diagnostik memiliki sejumlah proses. Ada aktivitas awal, fase elaborasi, dan juga akhir dari diagnostik. Awal proses diagnosa adalah ditandai dengan pertanyaan, masalah,

Lebih terperinci

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS Kode Etik Global Performance Optics adalah rangkuman harapan kami terkait dengan perilaku di tempat kerja. Kode Etik Global ini mencakup beragam jenis praktik bisnis;

Lebih terperinci

Standar Audit SA 220. Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 220. Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan SA 0 Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 :0: AM STANDAR AUDIT 0 Pengendalian mutu untuk audit atas laporan keuangan (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memadai saja yang dapat tumbuh dan bertahan. Setiap profesi dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. memadai saja yang dapat tumbuh dan bertahan. Setiap profesi dituntut untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, persaingan menjadi semakin ketat dan hanya mereka yang siap dan mempunyai bekal serta sikap profesionalisme yang memadai saja yang

Lebih terperinci

MODUL BAHAN AJAR TUGAS [ETIKA PROFESI] Modul 2. Dosen: Elyas Palantei, ST., M.Eng., Ph.D

MODUL BAHAN AJAR TUGAS [ETIKA PROFESI] Modul 2. Dosen: Elyas Palantei, ST., M.Eng., Ph.D MODUL BAHAN AJAR TUGAS [ETIKA PROFESI] Modul 2 Dosen: Elyas Palantei, ST., M.Eng., Ph.D PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 1 2

Lebih terperinci

DOKUMEN : PROSEDUR OPERASIONAL BAKU JUDUL : PELAYANAN LPU (LAYANAN PSIKOLOGI UNMUL)

DOKUMEN : PROSEDUR OPERASIONAL BAKU JUDUL : PELAYANAN LPU (LAYANAN PSIKOLOGI UNMUL) PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR DOKUMEN : PROSEDUR OPERASIONAL BAKU JUDUL : PELAYANAN LPU (LAYANAN PSIKOLOGI UNMUL) KODE

Lebih terperinci

BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ

BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ SEAMEO SEAMOLEC Jakarta - INDONESIA 2012 Pendahuluan Dalam topik ini akan diuraikan evaluasi hasil belajar

Lebih terperinci

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc.

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc. VESUVIUS plc Kebijakan Anti-Suap dan Korupsi PERILAKU BISNIS UNTUK MENCEGAH SUAP DAN KORUPSI Kebijakan: Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Tanggung Jawab Perusahaan Penasihat Umum Versi: 2.1 Terakhir diperbarui:

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

Tes Inventori. Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh 07

Tes Inventori. Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh 07 MODUL PERKULIAHAN Tes Inventori Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 07 A61616BB Riblita Damayanti S.Psi., M.Psi Abstract

Lebih terperinci

KODE ETIK GLOBAL TAKEDA

KODE ETIK GLOBAL TAKEDA KODE ETIK GLOBAL TAKEDA Pendahuluan Prinsip-prinsip Dasar dan Penerapannya Sudah merupakan komitmen kuat Takeda Pharmaceutical Company Limited dan semua perusahaan yang terafiliasi (secara bersama-sama,

Lebih terperinci

KODE ETIK PSIKOLOGI. Bab V. Kerahasiaan Rekam dan Hasil Pemeriksaan Psikologi (Pasal 23-27) Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog.

KODE ETIK PSIKOLOGI. Bab V. Kerahasiaan Rekam dan Hasil Pemeriksaan Psikologi (Pasal 23-27) Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog. Modul ke: KODE ETIK PSIKOLOGI Bab V. Kerahasiaan Rekam dan Hasil Pemeriksaan Psikologi (Pasal 23-27) Fakultas PSIKOLOGI Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

KEPUTUSAN ASOSIASI PENYELENGGARA PENDIDIKAN TINGGI PSIKOLOGI INDONESIA (AP2TPI) NOMOR: 01/Kep/AP2TPI/2015 TENTANG

KEPUTUSAN ASOSIASI PENYELENGGARA PENDIDIKAN TINGGI PSIKOLOGI INDONESIA (AP2TPI) NOMOR: 01/Kep/AP2TPI/2015 TENTANG KEPUTUSAN ASOSIASI PENYELENGGARA PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA (AP2TPI) NOMOR: 01/Kep/AP2TPI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT KEPUTUSAN ASOSIASI PENYELENGGARA PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA (AP2TPI) NOMOR

Lebih terperinci

PERTEMUAN 10 ETIKA PENELITIAN

PERTEMUAN 10 ETIKA PENELITIAN PERTEMUAN 10 ETIKA PENELITIAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenai etika penelitian. Melalui ekspositori, Anda harus mampu: 10.1.Menjelaskan etika penelitian. 10.2.Menjelaskan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2016 KEUANGAN BPK. Kode Etik. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5904) PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KODE ETIK PSIKOLOGI. Bab IV. Hubungan Antar Manusia (Pasal 13-22) Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

KODE ETIK PSIKOLOGI. Bab IV. Hubungan Antar Manusia (Pasal 13-22) Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: KODE ETIK PSIKOLOGI Bab IV. Hubungan Antar Manusia (Pasal 13-22) Fakultas PSIKOLOGI Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id BAB IV. HUBUNGAN ANTAR MANUSIA

Lebih terperinci

Sejarah dan Aliran Psikologi

Sejarah dan Aliran Psikologi Modul ke: 15 Rizka Fakultas PSIKOLOGI Sejarah dan Aliran Psikologi Organisasi Profesional Psikologi Putri Utami, M.Psi Program Studi PSIKOLOGI http://mercubuana.ac.id Organisasi Psikologi di Asia Cina

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN Staf medis merupakan tenaga yang mandiri, karena setiap dokter dan dokter gigi memiliki kebebasan profesi dalam mengambil keputusan klinis

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Ketrampilan Wawancara. Tazkia Edelia Sumedi M.Psi. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Psikologi Konseling. Ketrampilan Wawancara. Tazkia Edelia Sumedi M.Psi. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Psikologi Konseling Ketrampilan Wawancara Fakultas Psikologi Tazkia Edelia Sumedi M.Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Pengantar bahwa kondisi saling percaya dan saling menghormati

Lebih terperinci

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk PT Astra International Tbk Agustus 2016 PIAGAM AUDIT INTERNAL I. Visi & Misi Visi Misi Visi 2020 Menjadi Kebanggaan Bangsa Grup Astra diakui memiliki standar kelas dunia dalam hal tata kelola perusahaan,

Lebih terperinci

Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP)

Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP) Standar Guru Penjas Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP) 1. Kompetensi Pedagogik 2. Kompetensi Kepribadian 3. Kompetensi Sosial 4. Kompetensi Profesional Kompetensi Pedagogik Menguasai karakteristik

Lebih terperinci

IKATAN KELUARGA ALUMNI STAR BPKP PERATURAN KETUA IKA STAR BPKP NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK IKA STAR BPKP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IKATAN KELUARGA ALUMNI STAR BPKP PERATURAN KETUA IKA STAR BPKP NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK IKA STAR BPKP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA IKATAN KELUARGA ALUMNI STAR BPKP PERATURAN KETUA IKA STAR BPKP NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK IKA STAR BPKP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA IKA STAR BPKP, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

Contoh Formulir Lamaran Kerja

Contoh Formulir Lamaran Kerja Contoh Formulir Lamaran Kerja HARAP GUNAKAN HURUF LAMARAN KERJA PELAMAR MUNGKIN HARUS MENJALANI TES UNTUK PEMAKAIAN OBAT TERLARANG SILAKAN MENGISI HALAMAN 1-5. TANGGAL Nama Belakang Depan Tengah Kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh faktor diantaranya praktik-praktik profesi yang

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh faktor diantaranya praktik-praktik profesi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Banyak masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang ada saat ini melibatkan profesi akuntan. Sorotan yang diberikan kepada profesi ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

PANDUAN PENERIMAAN KARYAWAN

PANDUAN PENERIMAAN KARYAWAN PANDUAN PENERIMAAN KARYAWAN RS Imanuel Sumba Jl. Nangka no. 4 PANDUAN PENERIMAAN KARYAWAN RS Imanuel Sumba PENDAHULUAN Karyawan merupakan salah satu produksi yang terpenting dalam pengelolaan rumah sakit,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA

KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA Kebijakan Pengungkap Fakta KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA Pernyataan Etika Perusahaan (Statement of Corporate Ethics) Amcor Limited menetapkan kebijakannya terhadap pengungkapan fakta dan komitmennya untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini disajikan kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian. Kesimpulan merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian, sedangkan rekomendasi berkenaan

Lebih terperinci

2. Rencana pengembangan Insan IMC selalu didasari atas bakat dan kinerja.

2. Rencana pengembangan Insan IMC selalu didasari atas bakat dan kinerja. KODE ETIK PT INTERMEDIA CAPITAL TBK ( Perusahaan ) I. PENDAHULUAN A. Maksud dan Tujuan Kode Etik ini disusun dalam rangka meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan

Lebih terperinci

HIMPSI. Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. 2014

HIMPSI. Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. 2014 HIMPSI Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. 2014 SEJARAH Awalnya bernama Ikatan Sarjana Psikologi (ISPsi) yang didirikan pada tanggal 11 Juli 1959 Tahun 1998 di Jakarta, berubah nama menjadi Himpunan Psikologi

Lebih terperinci

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original Tata Tertib Semua unit Misi KONE adalah untuk meningkatkan arus pergerakan kehidupan perkotaan. Visi kita adalah untuk Memberikan pengalaman terbaik arus pergerakan manusia, menyediakan kemudahan, efektivitas

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI & OBJEKTIVITAS DALAM PEMERIKSAAN PSIKOLOGI

KUANTIFIKASI & OBJEKTIVITAS DALAM PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KUANTIFIKASI & OBJEKTIVITAS DALAM PEMERIKSAAN PSIKOLOGI Ursa Majorsy 1. T E S P S I K O L O G I Istilah tes atau psikotes digunakan bidang psikologi kurang tepat dalam TES = berasal dari kata Testum (mangkuk

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 19 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN PBB terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mencapai salah

Lebih terperinci

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) SEMESTER II EKSEKUTIF KELAS PROMOSI KESEHATAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) MATA KULIAH ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) SEMESTER II EKSEKUTIF KELAS PROMOSI KESEHATAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) MATA KULIAH ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) SEMESTER II EKSEKUTIF KELAS PROMOSI KESEHATAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) MATA KULIAH ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN 1. Jelaskan menurut saudara, sejauh mana pentingnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PENGURUS BESAR ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (PB ABKIN) Nomor: 010 Tahun 2006 Tentang

KEPUTUSAN PENGURUS BESAR ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (PB ABKIN) Nomor: 010 Tahun 2006 Tentang KEPUTUSAN PENGURUS BESAR ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (PB ABKIN) Nomor: 010 Tahun 2006 Tentang PENETAPAN KODE ETIK PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA

Lebih terperinci

Manajemen Asuhan Keperawatan. RAHMAD GURUSINGA, Ns., M.Kep.-

Manajemen Asuhan Keperawatan. RAHMAD GURUSINGA, Ns., M.Kep.- Manajemen Asuhan Keperawatan RAHMAD GURUSINGA, Ns., M.Kep.- Manajemen pada proses keperawatan Pengkajian Diagnosis Perencanaan Implementasi evaluasi langkah awal dalam proses keperawatan PENGKAJIAN proses

Lebih terperinci

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017 Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017 Kode etik bisnis Kode etik bisnis ini berlaku pada semua bisnis dan karyawan Smiths Group di seluruh dunia. Kepatuhan kepada Kode ini membantu menjaga dan meningkatkan

Lebih terperinci

NORMA, KODE ETIK, TATA TERTIB, DAN LARANGAN DALAM PELAKSANAAN AKREDITASI

NORMA, KODE ETIK, TATA TERTIB, DAN LARANGAN DALAM PELAKSANAAN AKREDITASI NORMA, KODE ETIK, TATA TERTIB, DAN LARANGAN DALAM PELAKSANAAN AKREDITASI A. Norma Pelaksanaan Akreditasi Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah harus berpedoman kepada normanorma yang sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

STANDAR PRAKTIK DAN KODE ETIK PERUSAHAAN ASURANSI JIWA

STANDAR PRAKTIK DAN KODE ETIK PERUSAHAAN ASURANSI JIWA STANDAR PRAKTIK DAN KODE ETIK PERUSAHAAN ASURANSI JIWA LATAR BELAKANG AAJI berkomitmen penuh untuk selalu menjaga standar etika dan profesionalitas yang baik dan benar dari setiap Perusahaan Asuransi Jiwa

Lebih terperinci

Overview : Pengantar Psikodiagnostik. Kuliah 1 Pengantar Psikodiagnostik

Overview : Pengantar Psikodiagnostik. Kuliah 1 Pengantar Psikodiagnostik Overview : Pengantar Psikodiagnostik Kuliah 1 Pengantar Psikodiagnostik Aturan dalam Kelas 1. Keterlambatan : 15 menit, setelah 15 menit tidak absen 2. HP dimatikan/ SILENT 3. Mengumpulkan tugas tepat

Lebih terperinci

MASALAH RISET A. Identifikasi, Penentuan, dan Perumusan masalah 1. Identifikasi Masalah

MASALAH RISET A. Identifikasi, Penentuan, dan Perumusan masalah 1. Identifikasi Masalah MASALAH RISET Indikator yang ingin dicapai setelah mempelajari modul ini adalah, mahasiswa mampu: 1. Menyebutkan minimal enam sumber yang dapat digunakan untuk menentukan permasalahan dalam penelitian.

Lebih terperinci

Dewan Akreditasi Rekayasa dan Teknologi (Abet)

Dewan Akreditasi Rekayasa dan Teknologi (Abet) Dewan Akreditasi Rekayasa dan Teknologi (Abet) Kode Etik Insinyur ATAS DASAR PRINSIP Insinyur menegakkan dan memajukan integritas, kehormatan dan martabat profesi engineering dengan: I. Menggunakan pengetahuan

Lebih terperinci

KODE ETIK PSIKOLOGI MUKADIMAH

KODE ETIK PSIKOLOGI MUKADIMAH KODE ETIK PSIKOLOGI MUKADIMAH Berdasarkan kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menghormati harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya

Lebih terperinci

BE ETHICAL AT WORK. Part 9

BE ETHICAL AT WORK. Part 9 BE ETHICAL AT WORK Part 9 POKOK BAHASAN An ethics framework Making ethical decisions Social responsibility An ethics framework Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI Kebijakan Kepatuhan Global Maret 2017 Freeport-McMoRan Inc. PENDAHULUAN Tujuan Tujuan dari Kebijakan Antikorupsi ini ("Kebijakan") adalah untuk membantu memastikan kepatuhan oleh Freeport-McMoRan Inc ("FCX")

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA SISTEMATIKA (JUMLAH BAB: 13 JUMLAH PASAL: 89 ) BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN Bagian

Lebih terperinci

Kebijakan Pedoman Perilaku dan Etika Perusahaan

Kebijakan Pedoman Perilaku dan Etika Perusahaan Kebijakan Pedoman Perilaku dan Etika Perusahaan KEBIJAKAN PEDOMAN PERILAKU DAN ETIKA PERUSAHAAN 1. Pendahuluan Amcor mengakui tanggung jawabnya sebagai produsen global dalam bidang layanan dan materi pengemasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan biaya pelayanan tidak jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan biaya pelayanan tidak jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Praktek penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia dewasa ini masih penuh dengan ketidakpastian biaya, waktu dan cara pelayanan. Waktu dan biaya pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis. Indonesia menyadarkan masyarakat untuk mengutamakan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis. Indonesia menyadarkan masyarakat untuk mengutamakan perilaku 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika profesi menjadi topik pembicaraan yang sangat penting dalam masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis multidimensi di Indonesia menyadarkan masyarakat

Lebih terperinci

Pembahasan. 1. Pengertian Profesi 2. Etika Profesi 3. Etika Komputer 4. Profesional & Profesionalisme. seorang Profesional

Pembahasan. 1. Pengertian Profesi 2. Etika Profesi 3. Etika Komputer 4. Profesional & Profesionalisme. seorang Profesional Pertemuan 2 Pembahasan 1. Pengertian Profesi 2. Etika Profesi 3. Etika Komputer 4. Profesional & Profesionalisme 5. Prinsip-prinsip yang menjadi tanggung jawab seorang Profesional I. Pengertian Profesi

Lebih terperinci

TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL SURAT KEPUTUSAN Nomor : W13-A/0200/HM.00/ SK/I/2009 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA KETUA PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Penelitian 1. Variabel tergantung: Komitmen Organisasi 2. Variabel bebas: Komunikasi Interpersonal B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Komitmen organisasi

Lebih terperinci

BAB IV TATA TERTIB KELUARGA BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB IV TATA TERTIB KELUARGA BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV TATA TERTIB KELUARGA BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA A. KETENTUAN UMUM Keluarga besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya adalah civitas akademika Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di

BAB I PENDAHULUAN Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Ilmu Psikologi mulai diselenggarakan di Indonesia pada tahun 1953. Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di perguruan tinggi

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK Bagian Organisasi - 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

Lebih terperinci

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) SEMESTER II EKSEKUTIF. KELAS Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan (KMPK)

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) SEMESTER II EKSEKUTIF. KELAS Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan (KMPK) SEMESTER II EKSEKUTIF KELAS Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan (KMPK) SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) MATA KULIAH ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN 1. Jelaskan menurut saudara, sejauh mana pentingnya

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

ETIKA PROFESI DAN KODE ETIK KONSULTAN PAJAK INDONESIA. Oleh Bambang Kesit PROGRAM MAKSI-PPAK FE-UII YOGYAKARTA 2010

ETIKA PROFESI DAN KODE ETIK KONSULTAN PAJAK INDONESIA. Oleh Bambang Kesit PROGRAM MAKSI-PPAK FE-UII YOGYAKARTA 2010 ETIKA PROFESI DAN KODE ETIK KONSULTAN PAJAK INDONESIA Oleh Bambang Kesit PROGRAM MAKSI-PPAK FE-UII YOGYAKARTA 2010 Bahasan 1. Pengantar 2. Pengertian Etika 3. Pengertian Profesi 4. Kode Etik Profesi Pengantar

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 1 KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 A. Kewajiban untuk melaksanakan Kovenan dalam tatanan hukum dalam negeri 1. Dalam Komentar Umum No.3 (1990) Komite menanggapi persoalan-persoalan

Lebih terperinci

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Tujuan Peraturan ini dibuat dengan tujuan menjalankan fungsi pengendalian internal terhadap kegiatan perusahaan dengan sasaran utama keandalan

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL Latar Belakang Unit Audit Internal unit kerja dalam struktur organisasi Perseroan yang dibentuk untuk memberikan keyakinan yang memadai dan konsultasi yang bersifat independen dan

Lebih terperinci

BAB I. UMUM 1.1 DEFINISI

BAB I. UMUM 1.1 DEFINISI BAB I. UMUM 1.1 DEFINISI 1. Audit Mutu Akademik Internal Universitas Bung Hatta adalah suatu kegiatan penjaminan mutu dan konsultasi yang bersifat independen dan objektif yang disebut dengan AMI. 2. Auditor

Lebih terperinci

Pertemuan 2 ETIKA PROFESI

Pertemuan 2 ETIKA PROFESI Pertemuan 2 ETIKA PROFESI Pembahasan 1. Pengertian Profesi 2. Etika Profesi 3. Etika Komputer 4. Profesional & Profesionalisme 5. Prinsip-prinsip yang menjadi tanggung jawab seorang Profesional I. Pengertian

Lebih terperinci

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2 ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors 1 N/A Perencanaan Visi, Misi, Nilai 2 1.d.2 Daftar pemegang kepentingan, deskripsi organisasi induk, situasi industri tenaga kerja, dokumen hasil evaluasi visi

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENGAMBILAN KEPUTUSAN, WEWENANG, MALPRAKTIK DAN KELALAIAN DALAM PELAKSANAAN TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG

MANAJEMEN PENGAMBILAN KEPUTUSAN, WEWENANG, MALPRAKTIK DAN KELALAIAN DALAM PELAKSANAAN TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG MANAJEMEN PENGAMBILAN KEPUTUSAN, WEWENANG, MALPRAKTIK DAN KELALAIAN DALAM PELAKSANAAN TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG OLEH KELOMPOK II.B 1. ANDI BATAVIA 2. SILVIA SUKMA DEWI 3. SARI ANGRENI 4. REZKI RAHAYU

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Umum... 3 1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan... 3 1.2.1 Visi Fungsi Audit Internal...

Lebih terperinci

SPR Reviu atas Informasi Keuangan Interim yang Dilaksanakan oleh Auditor Independen Entitas

SPR Reviu atas Informasi Keuangan Interim yang Dilaksanakan oleh Auditor Independen Entitas SPR 0 Reviu atas Informasi Keuangan Interim yang Dilaksanakan oleh Auditor Independen Entitas SA Paket 000.indb //0 0:: AM STANDAR PERIKATAN REVIU 0 REVIU ATAS INFORMASI KEUANGAN INTERIM YANG DILAKSANAKAN

Lebih terperinci

Modul ke: Tes Inventori. Sejarah Tes Inventori, Arti Kepribadian dan Pengukurannya. Fakultas Psikologi. Irma H. Aliyyah, M.Psi.

Modul ke: Tes Inventori. Sejarah Tes Inventori, Arti Kepribadian dan Pengukurannya. Fakultas Psikologi. Irma H. Aliyyah, M.Psi. Modul ke: 01 Oleh: Fakultas Psikologi Tes Inventori Sejarah Tes Inventori, Arti Kepribadian dan Pengukurannya Irma H. Aliyyah, M.Psi. Program Studi Psikologi Kontrak Belajar, Definisi Tes Inventori, Kegunaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhadapakan pada berbagai persaingan yang sangat ketat, khususnya pada bidang bisnis UKDW

BAB I PENDAHULUAN. diperhadapakan pada berbagai persaingan yang sangat ketat, khususnya pada bidang bisnis UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti ini dimana seluruh dunia, khususnya di Indonesia sedang diperhadapakan pada berbagai persaingan yang sangat ketat, khususnya pada bidang

Lebih terperinci

KODE ETIK MAHASISWA STIKOM DINAMIKA BANGSA

KODE ETIK MAHASISWA STIKOM DINAMIKA BANGSA KODE ETIK MAHASISWA STIKOM DINAMIKA BANGSA STIKOM DINAMIKA BANGSA MUKADIMAH Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Dinamika Bangsa didirikan untuk ikut berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

P E M E R I N T A H K O T A M A D I U N

P E M E R I N T A H K O T A M A D I U N P E M E R I N T A H K O T A M A D I U N INSPEKTORAT Jl. Letjend Panjaitan No.17 Madiun, Kode Pos 63137 Jawa Timur Telepon ( 0351 ) 458322 Faximili (0351) 458322 e-mail: inspektorat@madiunkota.go.id KEPUTUSAN

Lebih terperinci

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II REGULER KELAS KMPK

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II REGULER KELAS KMPK SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II REGULER KELAS KMPK SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) MATA KULIAH ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN 1. Jelaskan menurut saudara, sejauh mana pentingnya dalam sebuah etika dan yang kurang

Lebih terperinci

KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG. BAB I Ketentuan Umum

KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG. BAB I Ketentuan Umum KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 1. Karyawan adalah setiap pegawai IKIP Veteran Semarang baik sebagai tenaga administrasi maupun tenaga penunjang.

Lebih terperinci

MENJAJAKI KODE ETIK PENELITIAN SOSIOLOGI

MENJAJAKI KODE ETIK PENELITIAN SOSIOLOGI MENJAJAKI KODE ETIK PENELITIAN SOSIOLOGI Maria E. Pandu ABSTRAK Ketika ilmu ilmu sosial yang objek/subjeknya adalah masyarakat, dimana masyarakat terdiri atas individu manusia (human being) maka perlu

Lebih terperinci

Empati di mahasiswa kedokteran yang terkait dengan kinerja akademik, kompetensi klinis dan jenis kelamin

Empati di mahasiswa kedokteran yang terkait dengan kinerja akademik, kompetensi klinis dan jenis kelamin Empati di mahasiswa kedokteran yang terkait dengan kinerja akademik, kompetensi klinis dan jenis kelamin Konteks Empati adalah komponen utama dari hubungan dokter-pasien yang memuaskan dan budidaya empati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis multidimensi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis multidimensi di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika profesi menjadi topik pembicaraan yang sangat penting dalam masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis multidimensi di Indonesia menyadarkan masyarakat

Lebih terperinci

TEORI DAN PRAKTIK PEMAHAMAN INDIVIDU TEKNIK TESTING. Drs. Susilo Rahardjo, M.Pd., Kons. & Edris Zamroni, S.Pd., M.Pd.

TEORI DAN PRAKTIK PEMAHAMAN INDIVIDU TEKNIK TESTING. Drs. Susilo Rahardjo, M.Pd., Kons. & Edris Zamroni, S.Pd., M.Pd. TEORI DAN PRAKTIK PEMAHAMAN INDIVIDU TEKNIK TESTING Drs. Susilo Rahardjo, M.Pd., Kons. & Edris Zamroni, S.Pd., M.Pd. PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Universitas

Lebih terperinci

ETIKA PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

ETIKA PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 Hak cipta Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018 ETIKA PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Catharina Tri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PERENCANA PEMERINTAH INDONESIA. Nomor 002/Munas-I/APPI/08/2006 Tentang

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PERENCANA PEMERINTAH INDONESIA. Nomor 002/Munas-I/APPI/08/2006 Tentang KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PERENCANA PEMERINTAH INDONESIA Nomor 002/Munas-I/APPI/08/2006 Tentang KODE ETIK PERENCANA PEMERINTAH INDONESIA Menimbang : a. bahwa profesi adalah pekerjaan yang

Lebih terperinci