EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN KONSERVASI PADA MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN KONSERVASI PADA MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO"

Transkripsi

1 EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN KONSERVASI PADA MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) DWI MEYLINDA SARI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 RINGKASAN DWI MEYLINDA SARI. Evaluasi Program Pendidikan Konservasi pada masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Di bimbing oleh E. K. S. Harini Muntasib dan Resti Meilani Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan kawasan pelestarian alam yang pada tahun 2003 mengalami perluasan kawasan dari ha menjadi ha, yang mencakup kawasan yang sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani. Perubahan status lahan Perhutani menjadi kawasan Taman Nasional membuat masyarakat tidak lagi diperbolehkan menggarap lahan tersebut. Namun, masih ada masyarakat Desa yang memanfaatkan lahan tersebut setelah menjadi kawasan TNGGP, antara lain masyarakat Desa Ciputri. Pengelola TNGGP melaksanakan dan mengembangkan program pendidikan konservasi sebagai upaya untuk menangani masalah tersebut. Program pendidikan konservasi adopsi pohon telah dilaksanakan sejak tahun 2008, namun belum dilakukan evaluasi untuk mengidentifikasi capaian program tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk 1) mengidentifikasi pelaksanaan program pendidikan konservasi pada masyarakat Desa Ciputri, 2) mengevaluasi program pendidikan konservasi pada masyarakat Desa Ciputri. Penelitian ini dilakukan di Desa Ciputri, daerah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Agustus 2012 September Data dikumpulkan melalui distribusi kuesioner, wawancara dengan menggunakan panduan wawancara, serta pengamatan langsung. Statistik deskriptif, uji Mann-Whitney, dan penguraian secara deskriptif digunakan untuk analisis. Responden dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu responden yang mengikuti dan tidak ikut Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Responden yang mengikuti program pendidikan konservasi sejak awal diikut sertakan karena kelompok responden tersebut masih memanfaatkan lahan kawasan TNGGP sebagai kebun sayur, sedangkan responden yang tidak mengikuti program pendidikan konservasi sejak awal tidak diikut sertakan dalam program oleh pengelola karena dianggap sudah memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik dengan tidak memanfaatkan lahan kawasan TNGGP sebagai kebun sayuran. Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon sudah dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat yang mengikuti program sehingga dapat menyamai pengetahuan masyarakat yang tidak ikut program. Sikap masyarakat yang mengikuti program pun sudah tergolong dalam kategori tinggi, namun belum dapat menyamai sikap masyarakat yang tidak mengikuti program. Masyarakat yang mengikuti program pendidikan konservasi sudah mendapatkan ternak kelinci dan domba sebagai mata pencaharian pengganti, namun sebagian besar masyarakat belum dapat mengembangkan ternak dan belum bisa memenuhi kebutuhan keluarganya dari mata pencaharian pengganti tersebut, sehingga menyebabkan masyarakat belum dapat merubah perilakunya dengan tidak memanfaatkan kawasan taman nasional sebagai kebun. Pihak taman nasional

3 sebaiknya terlebih dahulu mengetahui permasalahan yang ada di Desa Ciputri, mengembangkan program pendidikan konservasi yang sesuai, dan memberikan mata pencaharian pengganti yang sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat. Kata kunci: adopsi pohon, Desa Ciputri, evaluasi, pendidikan konservasi, TNGGP.

4 SUMMARY DWI MEYLINDA SARI. Evaluation of Conservation Education Programs in Communities Surrounding Gunung Gede Pangrango National Park (A Case Study of Ciputri Village, Pacet Sub-district, Cianjur District, West Java). Under supervision of E. K. S. HARINI MUNTASIB and RESTI MEILANI Gunung Gede Pangrango National Park (GGPNP) is a nature conservation area that experienced area expansion in 2003, covering area which was previously managed by Perum Perhutani. The change of status and management, from production forest managed by Perum Perhutani to conservation area managed by National Park Office, had brought the change of regulation prevailed on the area. The surrounding community, whom previously were allowed to work on the land and use it to plant vegetables, are not allowed to do it anymore. However, there were people who still use the land to plant vegetables as their source of income, among them were the people of Ciputri Village, which was located on the buffer area of GGPNP. The management of GGPNP had developed and implemented Conservation Education (CE) Program entitled Tree Adoption since 2008 to solve the problem. However, there had not been any evaluation carried out toward the program. Therefore, this research was conducted with two objectives: (1) to identify the implementation of Conservation Education for the community of Ciputri Village, (2) to evaluate Conservation Education Program for the community of Ciputri Village. The research was carried out on August to September Data was collected through questionnaire distribution, interview, and direct observation, and analyzed using descriptive Statistic and Mann-Whitney test, as well as descriptive illustration of qualitative data. There were two groups of respondent taken in this research, i.e. group of CE participants, and group of CE non participants. CE participants were involved in the program because they were still using GGPNP area to cultivate vegetables. Non participants of CE were not involved in the program because the national park management considered them as having adequate knowledge, attitude, and behavior, since they did not use national park s area to plant vegetables. CE Program had increased the knowledge of program participants comparable to non-participants. The program had also increased the participants score of attitude, even though their score was still lower than those of the nonparticipant respondents. CE participants had obtained rabbits and goat as the alternative livelihood provided by the program. However, most of them had not been able to develop the cattle that they could not fulfill their family s need from the alternative livelihood, and made them unable to change their behavior in using GGPNP area as vegetable cultivation. National park management should first identify the existing problems in Ciputri village, develop appropriate CE programs, and provide livelihood substitution for the people that suitable with their knowledge and skill. Keywords: Ciputri Village, conservation education, evaluation, Gunung Gede Pangrango National Park, tree adoption,.

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Program Pendidikan Konservasi Pada Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum digunakan sebagai karya ilmiah pada instansi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantukan dalam daftar pustaka di akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2013 Dwi Meylinda Sari NIM. E

6 EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN KONSERVASI PADA MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) DWI MEYLINDA SARI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

7 Judul Skripsi Nama NIM : Evaluasi Program Pendidikan Konservasi Pada Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) : Dwi Meylinda Sari : E Menyetujui : Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib, MS. Resti Meilani, S.Hut., M,Si. NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP Tanggal Lulus :

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Program Pendidikan Konservasi Pada Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada mayor Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib, MS. dan Resti Meilani, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing atas segala bimbingannya. Bogor, Februari 2013 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara dari pasangan A Kissno dan Neneng Kartini yang lahir pada tanggal 7 Mei 1991 di Jakarta. Penulis telah menempuh pendidikan di SDN Perumnas 5, Tangerang dan lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 77 Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun 2005 penulis melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 27 Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanan Bogor (USMI) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Praktik dan kegiatan lapang yang pernah diikuti penulis yaitu Eksplorasi Flora, Fauna, dan Ekowisata (RAFFLESIA) di Cagar Alam (CA) Burangrang, Jawa Barat pada tahun 2010; Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Pangandaran dan Cagar Alam Gunung Sawal, Garut Jawa Barat pada tahun 2010, kemudian Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan KPH Cianjur pada tahun 2011, serta Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional (TN) Kayan Mentarang Kalimatan Timur tahun Pada tahun 2012 penulis menyusun skripsi dengan judul Evaluasi Program Pendidikan Konservasi Pada Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) dengan bimbingan Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib, MS dan Resti Meilani, S.Hut, M.Si sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana.

10 UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, dukungan, bantuan dan doa yang selalu penulis kenang dan syukuri. Sebagai bentuk rasa syukur penulis kepada Allah SWT penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS sebagai pembimbing pertama dan Resti Meilani, S.Hut, M.Si sebagai pembimbing ke-dua yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta waktu kepada penulis selama penyusunan skripsi. Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si sebagai dosen penguji dan Dr.Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc sebagai ketua sidang yang telah memberikan masukan dan penyempurnaan skripsi. Semua dosen yang telah memberikan ilmu, serta staf yang selalu siap membantu pengurusan administrasi selama perkuliahan. 2. Ayahanda A Kissno, Ibunda Neneng Kartini, Tante Nur, dan Tante Anna yang selalu memberikan dukungan moril maupun materi dan curahan kasih sayang kepada penulis serta adikku tersayang Rizky dan Achmad yang selalu memberikan motivasi dan semangat. 3. Balai Besar Taman Nasional, Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Cianjur, dan Kepala Resort Sarongge Kabupaten Cianjur atas izin penelitian dan bantuan data yang diberikan kepada penulis. 4. Ibu kepala Desa Ciputri, Pak Dudu, keluarga Pak Karyo, Pak Syarif serta masyarakat Desa Ciputri atas izin dan bantuan dalam pengambilan data. 5. Keluarga besar KSHE 45 EDELWEISS yang selalu memberikan dukungan dan kebersamaannya. 6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Konservasi Evaluasi Pendidikan Konservasi... 5 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Alat dan Bahan Metode Pengumpulan Data Analisis Data BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kondisi Fisik Desa Ciputri Pendidikan Konservasi di Desa Ciputri BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Program Adopsi Pohon Sebagai Bentuk Pendidikan Konservasi Desa Ciputri Evaluasi Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon di Desa Ciputri... 36

12 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL No. Halaman 1 Jenis data dan metode pengumpulan data Kategori pengetahuan dan sikap Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan pekerjaan Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan usia Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan lama tinggal Persentase dan skor rata-rata pengetahuan antara masyarakat mengikuti program pendidikan konservasi dan masyarakat tidak mengikuti program pendidikan konservasi Persentase dan skor rata-rata sikap antara masyarakat mengikuti program pendidikan konservasi dan masyarakat tidak mengikuti program pendidikan konservasi Perilaku masyarakat Desa Ciputri... 43

14 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1 Tahapan evaluasi pendidikan lingkungan hidup Penanaman pohon di antara tanaman sayur Media pelaksanaan pendidikan konservasi. (a) melalui media komunikasi (Radio), (b) melalui perkumpulan ibu PKK, (c) melalui perpustakaan, (d) melalui pengajian, (e) melaui perkumpulan petani Komposisi responden yang ikut dan tidak ikut program pendidikan konservasi berdasarkan jenis kelamin Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan tingkat pendidikan Perilaku masyarakat Desa Ciputri. (a) perilaku masyarakat yang masih memanfaatkan kawasan Taman Nasional, (b) perilaku masayarakat yang sudah tidak memanfaatkan kawasan Taman Nasional Kondisi sebagian kawasan, (a) sebelum ada program pendidikan konservasi tahun 2008, (b) setelah ada program pendidikan konservasi Mei

15 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1 Perhitungan pengambilan sampel Perhitungan pengelompokan kategori skor Uji validitas dan reabilitas Uji Mann-Whitney Perjanjian kerjasama antara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan Masyarakat Desa Ciputri... 63

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan kawasan pelestarian alam yang berada di tiga kabupaten yaitu Bogor, Sukabumi, dan Cianjur. Pada tahun 1982 TNGGP memiliki kawasan seluas ha. Berdasarkan SK Menhut No.174/Kpts-II/VI/03 Tanggal 10 Juni 2003 kawasan diperluas menjadi ha. Lahan perluasan tersebut awalnya dikelola oleh Perum Perhutani. Pada masa pengelolaan Perum Perhutani masyarakat diperbolehkan memanfaatkan lahan dengan pola tumpang sari (Sudiono 1994). Perubahan status lahan Perhutani menjadi kawasan taman nasional membuat masyarakat tidak lagi diperbolehkan menggarap lahan tersebut. Namun, masih ada masyarakat Desa yang memanfaatkan lahan tersebut setelah menjadi kawasan TNGGP, antara lain masyarakat Desa Ciputri. Sebanyak 200 Kepala Keluarga (KK) anggota masyarakat Desa Ciputri memanfaatkan lahan di kawasan TNGGP sebagai kebun sayur mayur yang merupakan sumber mata pencaharian mereka. Pemanfaatan lahan kawasan TNGGP sebagai kebun sayur mayur dapat menurunkan kualitas sumberdaya alam dan merusak ekosistem, karena adanya penebangan hutan yang dijadikan kebun sayur mayur dan penggunaan pupuk kimia dalam pemeliharaan tanaman di kebun. Hal ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh TNGGP. Pengelola TNGGP sudah mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan konservasi sebagai upaya untuk menangani masalah tersebut. pendidikan konservasi merupakan proses untuk merubah cara berfikir, sikap, dan tingkah laku manusia dalam pengelolaan sumberdaya alam dan ekosistemnya (Setiono 2011). Tujuan pendidikan konservasi untuk meningkatkan pengetahuan dan peran serta masyarakat di bidang konservasi sumber daya hutan dan ekosistemnya (Dephut 2007). Pendidikan konservasi yang dikembangkan oleh TNGGP ditujukan kepada 200 KK yang masih memanfaatkan lahan kawasan Taman Nasional, sehingga pendidikan konservasi dapat membebaskan 200 KK tersebut dari ketergantungan

17 2 pada lahan di kawasan TNGGP. Program pendidikan konservasi di Desa Ciputri sudah berjalan sejak tahun Pihak TNGGP bekerja sama dengan Green Radio dalam pendanaan dan pengelolaan program pendidikan konservasi. Seiring berkembangnya program pendidikan konservasi perlu diadakan evaluasi program pendidikan konservasi. Evaluasi program bermanfaat untuk menetapkan apakah program akan dihentikan, diperbaiki, diperluas, atau ditingkatkan (Sudjana 2008). 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program pendidikan konservasi pada masyarakat Desa Ciputri Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang secara rinci dilakukan melalui tahapan: 1. Mengidentifikasi pelaksanaan program pendidikan konservasi pada masyarakat Desa Ciputri sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2. Mengevaluasi program pendidikan konservasi pada masyarakat Desa Ciputri sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Desa Ciputri, dan pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan program pendidikan konservasi sebagai bahan masukan dalam pengembangan program pendidikan konservasi pada masa yang akan datang.

18 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Konservasi Pengertian Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sehingga usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya menyatakan konservasi sumberdaya hayati dan pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaan dengan memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Pendidikan konservasi adalah suatu cara atau proses kegiatan dalam memberikan informasi dan penyadaran masyarakat terhadap konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya kepada masyarakat (Dephut 2007). Pendidikan konservasi adalah suatu proses yang ditujukan kepada penduduk dunia supaya sadar dan memperhatikan lingkungan serta masalah-masalah interaksi di dalamnya sehingga mempunyai pengetahuan, sikap, motivasi, komitmen, dan keahlian yang dapat menanggulangi masalah-masalah konservasi (Muntasib 1998). Pendidikan konservasi harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat menanggulangi masalah yang berkaitan dengan alam, antara lain sampah dan kerusakan sumberdaya alam (Berkmuller 1984). Setiono (2011) menyatakan bahwa pendidikan konservasi bukan hanya memberikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat tentang lingkungan hidupnya, tetapi lebih dari itu menunjukkan kepada mereka tempat sebenarnya mereka tinggal dan hubungan dengan sekelilingnya sehingga mereka mengetahui cara berpikir, bersikap, dan berperilaku dengan baik dan benar, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan ekosistemnya.

19 4 Jadi dapat didefinisikan bahwa pendidikan konservasi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik dapat memelihara, meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati, dan dapat mengendalikan diri dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan ekosistemnya. Pendidikan konservasi dapat dilaksanakan dengan jalur formal dan non formal (Dephut 2007). UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (2003) mendefinisikan pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Lebih lanjut UU No. 20 Tahun 2003 menjelaskan pendidikan non formal sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Tilaar (1999) menyatakan bahwa pendidikan non formal dikenal sebagai pendidikan luar sekolah dan di masyarakat dikenal dengan kursus-kursus. Pendidikan konservasi non formal harus memperhatikan key informant, kondisi sosial, ekonomi, budaya setempat, dan pengelompokan sasarannya (sosial, ekonomi, budaya setempat). Key informant yang dimaksud adalah tokoh-tokoh yang berpengaruh di daerah-daerah tempat dilakukannya kegiatan, baik formal (camat, lurah) maupun non formal (kepala adat, ulama, tokoh, pemuda) sehingga sebaran kegiatan pendidikan konservasi lebih merata ke berbagai lapisan masyarakat (Muntasib 1998) Tujuan dan sasaran Tujuan pendidikan konservasi adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan peran serta masyarakat di bidang konservasi sumber daya hutan dan ekosistemnya (Dephut 2007). Sasaran pendidikan konservasi sebagaimana dinyatakan oleh Wood dan Wood (1985) yaitu: 1. Membantu orang agar menyadari dan menghargai nilai sumber daya alam dan proses ekologinya. 2. Membantu orang untuk mengetahui dan memahami apa saja yang dapat mengancam kerusakan sumber daya alam, bagaimana cara mengelola sumber daya alam, serta bagaimana mereka berkontribusi dalam mengkonservasi sumber daya alam.

20 5 3. Memberikan motivasi kepada mereka dalam melakukan apa saja untuk meningkatkan kualitas sumber daya alam Pendidikan konservasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Pendidikan konservasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dilaksanakan di tiga Bidang Pengelolaan, yaitu Bidang Pengelolaan TN Wilayah I (Cianjur), Bidang Pengelolaan TN Wilayah II (Sukabumi), dan Bidang Pengelolaan TN Wilayah III (Bogor). Program yang telah dilaksanakan adalah Go To Campus, pemberdayaan masyarakat, pendidikan konservasi ke sekolahsekolah, pendidikan konservasi non formal (Adopsi Pohon) (BBTNGGP 2012). Salah satu Desa yang telah diberikan program pendidikan konservasi adalah Desa Ciputri, karena Desa ini merupakan desa percontohan dan memiliki sebanyak 200 Kepala Keluarga (KK) yang masih memanfaatkan kawasan taman nasional (BBTNGGP 2008). 2.2 Evaluasi Pendidikan Konservasi Pengertian Evaluasi adalah penilaian secara sistematis dari suatu program yang memberikan kontribusi untuk perbaikan program (Weiss 1998). Evaluasi dalam proses pembelajaran merupakan aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan kinerja (performance) peserta didik, sehingga hasil evaluasi dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan dari suatu proses pembelajaran dan juga dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran (Widodo 2010). Evaluasi program adalah metode sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai program (Wirawan 2011). Tujuan dari evaluasi program adalah mengukur pengaruh program terhadap masyarakat dan menilai apakah program dilaksanakan sesuai dengan rencana (Wirawan 2011). Evaluasi pengajaran pendidikan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan dapat diarahkan sesuai tujuan yang ingin dicapai, yaitu mengukur tingkat pengetahuan, sikap kesadaran,

21 6 dan kecenderungan berperilaku sesuai dengan usaha konservasi alam (Wahjoedi 1990). Evaluasi pendidikan lingkungan sangat penting dilakukan karena dapat meningkatkan kualitas pendidikan lingkungan dan proses pengembangan pendidikan lingkungan (Gordon 2009). Demikian pula evaluasi terhadap pendidikan konservasi Model evaluasi Ada dua model evaluasi yang banyak digunakan, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (Wirawan 2011). Lebih lanjut Wirawan (2011) menguraikan bahwa Evaluasi formatif yang dikutip dari buku The Program Evaluation Standards (1994) yaitu evaluasi yang didesain dan dipakai untuk memperbaiki objek, terutama ketika objek tersebut sedang dikembangkan, dengan tujuan: 1) mengukur hasil pelaksanaan program secara periodik, 2) mengukur apakah partisipan bergerak kearah tujuan yang direncanakan, 3) mengukur apakah sumber-sumber telah dipergunakan sesuai dengan rencana, 4) menentukan koreksi apa yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan, 5) memberikan perbaikan. Evaluasi sumatif dilaksanakan di akhir pelaksanaan program. Evaluasi ini mengukur kinerja akhir objek yang dievaluasi. Evaluasi sumatif berupaya untuk mengukur indikator-indikator sebagai berikut: 1) hasil dan pengaruh program, 2) mengukur persepsi masyarakat/kinerja mengenai intervensi program, 3) menentukan cost effectiveness, cost efficiency, dan cost benefit, 4) menentukan sukses keseluruhan pelaksanaan program, 5) menentukan apakah tujuan program telah tercapai, 6) menentukan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari program, 7) menentukan komponen yang mana yang paling efektif dalam program, 8) menentukan keluaran yang tidak diantisipasi dari program, 9) menentukan cost dan benefit program, 10) mengkomunikasikan temuan evaluasi kepada para pemangku kepentingan, 11) mengambil keputusan apakah program harus dihentikan, dikembangkan, atau dilakukan ditempat lain (Wirawan 2011). Pokja PKSDHL (1999) menjelaskan model evaluasi terbagi menjadi dua, yaitu:

22 7 1. Evaluasi edukatif adalah evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan responden dalam mengikuti pendidikan konservasi, baik mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku. 2. Evaluasi penyelenggaraan ditekankan pada evaluasi terhadap keterlaksanaan penyelenggaraan pendidikan, antara lain melihat langsung pelaksanaan pendidikan konservasi, ketersediaan program pendidikan konservasi di sekolah, penampilan sekolah yang berbudaya pelestarian hutan, dan berbudaya lingkungan Tahapan evaluasi Tahapan evaluasi hasil pembelajaran dilakukan dengan 6 langkah yaitu, menentukan tujuan, menentukan rencana evaluasi, penyusunan instrumen evaluasi, pengumpulan data dan informasi, analisis dan interpretasi, serta penentuan lanjutan pembelajaran (Widodo 2010). Menurut Stokking et al (1999) tahapan evaluasi pendidikan lingkungan hidup dapat dilakukan dengan 13 langkah yaitu, (1) menentukan alasan dan tujuan evaluasi, (2) menentukan objek evaluasi, (3) menjelaskan tujuan dari evaluasi, (4) menentukan sasaran evaluasi, (5) menentukan metode yang dipakai dalam pengumpulan data evaluasi, (6) mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat untuk pencapaian tujuan evaluasi, (7) memilih satu atau lebih instrumen, (8) menentukan siapa yang akan memberikan informasi, (9) pengumpulan data, (10) pengolahan dan analisis data, (11) mendeskripsikan hasil evaluasi yang diperoleh dan mendapatkan kesimpulan dari evaluasi, (12) menuliskan laporan mengenai hasil evaluasi dan kesimpulan yang didapatkan, (13) tahap terakhir mendapatkan manfaat dari kegiatan evaluasi tersebut (Gambar 1). Tahapan ini juga dapat dilakukan pada evaluasi pendidikan konservasi.

23 8 (1) menentukan alasan dan tujuan evaluasi (3) menjelaskan tujuan dari evaluasi (2) menentukan objek evaluasi (6) mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat untuk pencapaian tujuan evaluasi pendidikan konservasi (4) menentukan sasaran evaluasi (5) menentukan metode yang dipakai dalam pengumpulan data evaluasi (7) memilih satu atau lebih instrumen (8) menentukan siapa saja yang akan memberikan informasi (9) pengumpulan data (10) pengolahan dan analisis data (11) mendeskripsikan hasil evaluasi yang diperoleh dan mendapatkan kesimpulan (12) menuliskan laporan mengenai hasil evaluasi dan kesimpulan yang didapatkan (13) tahap terakhir mendapatkan manfaat dari kegiatan evaluasi tersebut Gambar 1 Tahapan evaluasi pendidikan lingkungan hidup (Stokking et al 1999).

24 Instrumen evaluasi Pada dasarnya instrumen yang digunakan dalam riset dasar atau riset terapan dapat juga digunakan dalam evaluasi (Wirawan 2011). Instrumen yang sering digunakan dalam mengumpulkan data evaluasi pendidikan lingkungan hidup adalah kuesioner tertulis, laporan pelajar, uji pengetahuan, uji keterampilan, buku catatan, wawancara, dan pengamatan (Stokking et al. 1999). Instrumen penelitian yang paling banyak dipergunakan dalam evaluasi program adalah kuesioner (Sudjana 2008). Lebih lanjut Sudjana (2008) menjelaskan bahwa ada beberapa instrumen yang dapat digunakan dalam evaluasi. 1. Kuesioner Kuesioner adalah alat pengumpulan data secara tertulis yang berisi daftar pertanyaan atau pernyataan yang disusun secara khusus dan diunakan secara untuk menggali dan menghimpun keterangan atau informasi sebagimana dibutuhkan dan cocok untuk dianalisis (Sudjana 2008). Ada dua jenis kuesioner, yaitu (1) kuesioner yaitu kuesioner yang tidak menyediakan jawaban dan responden menjawab pertanyaan sesuai dengan kehendak mereka secara bebas dan (2) kuesioner tertutup adalah kuesioner yang menyediakan jawaban dan responden menjawab pertanyaan sesuai dengan jawaban yang telah disediakan Wirawan (2012). 2. Wawancara Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara pihak penanya (interviewer) dengan pihak yang ditanya atau penjawab (interviewee) (Sudjana 2008). Lebih lanjut Sudjana (2008) Wawancara dilakukan oleh penanya dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) dan pihak yang ditanya harus lebih dahulu diketahui. Key informant adalah seseorang atau kelompok orang yang mempunyai keterampilan unik atau latar belakang profesional yang berhubungan dengan program yang sedang dievaluasi, mempunyai pengetahuan mengenai partisipan program, dan mempunyai akses kepada informasi yang menjadi perhatian evaluator (Wirawan 2011).

25 10 3. Observasi (Pengamatan) Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Data yang dijaring observer meliputi data primer mengenai berbagai proses berkaitan dengan sesuatu yang sedang terjadi atau perilaku atau interaksi sosial yang sedang terjadi di awal sampai akhir secara holistik dan mendalam. Observasi ada dua jenis, yaitu observasi partisipasi dan observasi nonpartisipasi. Observasi partisipasi merupakan metode kualitatif yang berakar pada penelitian etnografik yang bertujuan membantu peneliti mempelajari perspektif yang ada pada populasi yang distudi. Observasi partisipasi, observer merupakan salah satu aktor dalam aktivitas program yang diobservasi sekaligus ia berfungsi sebagai instrumen yang menjaring data atau informasi yang diperlukan dalam evaluasi. Observasi nonpartisipasi, observer berada diluar bahkan sering disembunyikan dari aktivitas agar tidak mempengaruhi fenomena yang akan dievaluasi (Wirawan 2011). 4. Tes (Uji Pembelajaran) Evaluasi sering menggunakan instrumen tes. Tes merupakan instrumen evaluasi untuk mengumpulkan informasi mengenai status pengetahuan atau perubahan status pengetahuan untuk waktu tertentu (Wirawan 2011). Misalnya, tes digunakan untuk mengukur hasil belajar para siswa setelah mengikuti pelajaran mata pelajaran tertentu dengan menggunakan metode pembelajaran tertentu. Tes juga dipergunakan untuk mengukur perkembangan pengetahuan dan keterampilan (Wirawan 2011). Pada prinsipnya ada kesamaan antara pengembangan kuesioner dan pengembangan tes. Pengembangan tes dimulai dengan penelusuran teori mengenai variabel, pengembangan dimensi, dan indikator variabel yang akan dijaring melalui tes (Wirawan 2011) Pengukuran pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil Tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,

26 11 penciuman, rasa, dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo 2007). Pengetahuan dapat diukur menggunakan tes (Wirawan 2011). Tes merupakan serentetan pertanyaan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau sekelompok individu (Arikunto 2007). Tes terbagi menjadi dua, yaitu 1) Tes formal adalah tes formal berupa tes tertulis dapat berbentuk essay, pilihan ganda, dua pilihan (benar-salah, ya-tidak), menjodohkan, dan sebab akibat (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 2006) dan 2) tes informal adalah tes yang berupa membaca yang diberikan orang tua (Wirawan 2011). Wirawan lebih lanjut menjelaskan bahwa untuk memperoleh data tentang tingkat pengetahuan responden maka perlu dievaluasi berupa tes formal. Tes formal diberikan dalam bentuk dua pilihan (Benar-Salah) (Wirawan 2011). Margono (2004) menjelaskan pemberian skor untuk jawaban benar diberi skor 1, sedangkan untuk jawaban salah diberi skor 0. Skor hasil penilaian pengetahuan diperoleh dan digabung menjadi satu kesatuan nilai penguasaan materi yang diajarkan. Skor akhir yang diperoleh responden merupakan deskripsi tentang tingkat atau persentase penguasaan kompetensi dasar materi yang diajarkan (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 2006). Singarimbun dan Sofian (2011) menjelaskan semakin tinggi skor maka semakin tinggi tingkat variabel, sehingga semakin tinggi skor maka semakin tinggi tingkat pengetahuan Pengukuran sikap Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya (Allport 1954). Sikap belum merupakan suatu tindakan dan masih tertutup dari seseorang terhadap suatu objek (Notoatmojo 2007). Sikap umumnya mempunyai 3 komponen yaitu komponen afektif (perasaan responden mengenai objek), komponen kognitif (kepercayaan atau pengetahuan responden mengenai objek), komponen perilaku (kecenderungan responden untuk bertindak tertentu bila menghadapi obyek tertentu) (Wirawan 2011).

27 12 Para teoritisi skala telah mengembangkan sejumlah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap seorang responden terhadap objek sikap orang, kelompok tertentu, lembaga, dan lain-lain (Wirawan 2011). Skala yang paling banyak digunakan dalam penelitian untuk mengukur sikap adalah Skala Likert yang dikembangkan oleh Rensis Likert pada tahun 1932, karena sederhana dan mudah mengembangkannya (Wirawan 2011). Lebih lanjut Wirawan (2011) menjelaskan bahwa proses penyusunan Skala Likert dilakukan secara sistematis agar setiap butir kuesioner mengukur indikator variabel yang akan diukur. Cara pengukurannya adalah dengan menghadapkan seseorang responden dengan sebuah pertanyaan dan kemudian diminta untuk memberikan jawaban: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, sangat setuju, dan selanjutnya jawaban tersebut diberi skala 1 sampai 5 (Wirawan 2011). Singarimbun dan Sofian (2011) menjelaskan urutan skor pada Skala Likert, sebagai berikut: 1) urutan skor untuk pernyataan positif (jawaban sangat setuju skor 5, jawaban setuju skor 4, jawaban netral skor 3, jawaban tidak setuju skor 2, dan jawaban sangat tidak setuju skor 1); 2) urutan skor untuk pernyataan negatif (jawaban sangat setuju skor 1, jawaban setuju skor 2, jawaban netral skor 3, jawaban tidak setuju skor 4, dan jawaban sangat tidak setuju 5). Pada Skala Likert untuk kriteria jawaban dapat disederhanakan pilihannya yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan responden yang akan dijadikan sampel (Arikunto 2007). Pada penelitian ini sasaran responden adalah masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, maka pilihan jawaban dari pernyataan yang diajukan akan disederhanakan hanya tiga pilihan jawaban, yaitu Setuju, Netral, dan Tidak Setuju. Skor akhir merupakan gabungan skor tiap item, yang menggambarkan sikap responden yang diperoleh responden merupakan deskripsi tentang sikap responden (Singarimbun & Sofian 2011). Lebih lanjut Singarimbun dan Sofian (2011) menjelaskan semakin tinggi skor maka semakin tinggi tingkat variabel, sehingga semakin tinggi skor maka semakin tinggi sikap responden.

28 Pengukuran perilaku Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung (perilaku terbuka), maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar atau dikenal sebagai perilaku tertutup (Notoatmodjo 2007). Perilaku terbuka (overt behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka, respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo 2007). Perilaku tertutup (covert behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert), respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain (Notoatmodjo 2007).

29 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Ciputri, daerah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 September Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis, kamera dan komputer. Bahan penelitian yang digunakan yaitu dokumen-dokumen kegiatan dari Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon, panduan wawancara, kuesioner, dan software Statistical Program for Social Science (SPSS) Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam mengukur pengetahuan, sikap dan perilaku (evaluasi edukatif) dan evaluasi penyelenggaraan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon adalah metode penelitian sosial. Metode penelitian sosial yang luas penggunaannya adalah survei (Singarimbun dan Sofian 2011). Metode pengumpulan data meliputi studi pustaka, kuesioner, wawancara terstruktur dan pengamatan langsung di lapangan (Tabel 1). Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data. No Jenis Data Metode Pengumpulan Data 1 Karakteristik responden (umur, Kuesioner, Studi pustaka pendidikan dan mata pencaharian) 2 Demografi Desa Ciputri Studi pustaka 3 Pengetahuan dan sikap responden Kuesioner 4 Perilaku responden Observasi 5 Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon (materi, metode penyampaian, kendala, kelebihan dan kekurangan, keterlibatan masyarakat, serta keberlanjutan program). Wawancara menggunakan panduan wawancara, studi pustaka

30 Studi pustaka Cara ini dilakukan terhadap data-data, teori-teori, dan referensi lain yang berkaitan dengan kajian yang diteliti dan didapatkan secara tertulis, yaitu hasilhasil mengenai pendidikan konservasi serta teori-teori tentang evaluasi program pendidikan konservasi. Pustaka yang digunakan berupa: buku, laporan penelitian, monografi desa, dan dokumen-dokumen Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon di Desa Ciputri. Data-data yang dikumpulkan antara lain: 1. Karakteristik masyarakat sasaran, meliputi: karakteristik pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat berkaitan dengan kawasan konservasi TNGGP. 2. Data demografi masyarakat Desa Ciputri: jumlah dan kepadatan penduduk, kondisi sosial, pendidikan dan mata pencaharian. 3. Kegiatan-kegiatan atau Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon yang telah dilaksanakan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Desa Ciputri Kuesioner Pada penelitian ini digunakan kuesioner tertutup yang bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat Desa Ciputri terhadap konservasi sumberdaya hutan dan ekosistemnya. Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan menggunakan 20 pernyataan yang diberikan dua pilihan jawaban (Benar-Salah). Pengetahuan yang diukur meliputi pengertian pohon, pengertian hutan, manfaat hutan, manfaat pohon, fungsi taman nasional, manfaat taman nasional, dan status kawasan taman nasional. Pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan Skala Likert dengan 10 pernyataan yang disusun berdasarkan tiga pilihan jawaban (setuju, netral dan tidak setuju). Sikap yang diukur adalah sikap yang berkaitan dengan konservasi, antara lain merasakan manfaat adanya kawasan konservasi, bersedia menjaga hutan, tidak merusak hutan, tidak mengambil sumberdaya hutan, dan tidak akan merubah hutan menjadi kebun. Hasil uji validitas kuesioner dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson/Product Moment yang diolah menggunakan program SPSS 19.0

31 16 menunjukkan bahwa terdapat 11 pernyataan pengetahuan dengan kisaran nilai tidak terdefinisi 0,286, dan sembilan pernyataan pengetahuan dengan kisaran nilai 0,351 0,808 (valid). Pernyataan sikap ada enam pernyataan yang memiliki kisaran nilai 0,083 0,253, dan empat pernyataan yang dinyatakan valid dengan kisaran nilai 0,609 0,828 (Lampiran 3). Setelah mempertimbangkan pernyataan tersebut penting dan merupakan pernyataan dasar mengenai pengetahuan dan sikap konservasi hutan maka pernyataan tetap dipertahankan untuk digunakan. Hasil uji reliabilitas untuk pengetahuan sebesar 0,608 dan untuk sikap 0,621 (Lampiran 3). Menurut Idrus (2009) pernyataan dapat dikatakan reliabel bila nilai reliabilitas antara 0< α < 1. Dengan demikian, semua pernyataan pengetahuan dan sikap reliabel. Penentuan responden pada penelitian ini menggunakan metode Stratified Random Sampling, yaitu penarikan sampel dalam populasi yang berstrata untuk mendapatkan peluang keterwakilan yang sama dengan jumlah responden yang berbeda dari setiap strata (Singarimbun dan Sofian 2011). Populasi masyarakat Desa Ciputri berjumlah jiwa dan jumlah kepala keluarga (KK) Program pendidikan konservasi diberikan taman nasional kepada kepala keluarga dari Desa Ciputri yaitu orang yang bertugas mencari nafkah di suatu keluarga tersebut. Kepala Keluarga yang mengikuti program pendidikan konservasi di Desa Ciputri sebanyak 200 KK, sedangkan masyarakat Desa Ciputri yang tidak mengikuti program pendidikan konservasi sebanyak 2572 KK. Pemilihan responden dalam penelitian ini menggunakan rumus Stratified Random Sampling dengan eror 10%, rumus sebagai berikut, n N (PQ) = (N-1) B 2 /4+(PQ) Dimana: n = jumlah sampel Q = peluang salah (1-P) N = jumlah populasi B = tingkat kesalahan (10%) P = peluang benar (N/2772) Jadi, jumlah sampel atau responden untuk survei menggunakan kuesioner untuk masyarakat Desa yang mengikuti program pendidikan konservasi sebesar

32 17 24 KK dan masyarakat Desa yang tidak mengikuti Program pendidikan konservasi sebesar 27 KK (Lampiran 1) Wawancara menggunakan panduan wawancara Pada penelitian ini wawancara dilakukan untuk memperoleh data dan informasi secara mendalam mengenai Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon, meliputi materi pendidikan konservasi, bentuk dan metode penyampaian, kendala dan permasalahan yang dihadapi, kelebihan dan kekurangan, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pendidikan konservasi, serta keberlanjutan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Wawancara dilakukan terhadap key informant dalam penelitian program pendidikan konservasi di Desa Ciputri, yaitu pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, tokoh masyarakat, kepala desa, perwakilan masyarakat perambah hutan yang mengikuti program pendidikan konservasi Pengamatan langsung Pengamatan langsung merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini. Pengamatan langsung adalah pengumpulan data dengan cara mengamati dan mencatat secara langsung kegiatan yang dilakukan oleh objek penelitian (Hamidi 2008), yaitu masyarakat Desa Ciputri. Pengamatan ini dilakukan dengan mengamati kegiatan harian masyarakat Desa Ciputri dalam mengaplikasikan materi yang didapat dari pendidikan konservasi dan mengamati perilaku/tindakan masyarakat terhadap sumberdaya alam dan ekosistemnya. Data dan informasi yang akan diamati yaitu kegiatan masyarakat dalam mengadopsi pohon, serta kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan kawasan dan sumberdaya hutan. Penentuan responden yang akan diamati langsung yaitu dengan cara melihat skor yang dicapai oleh responden dalam kuesioner pengetahuan dan sikap responden, yaitu responden yang memiliki skor total pengetahuan dan sikap tertinggi, tengah, dan terendah, dari tiap kelompok responden, masing-masing satu orang. Jumlah responden yang akan diamati sebanyak enam orang. Pengamatan perilaku ini menggunakan observasi nonpartisipasi, yaitu pengamatan

33 18 yang dilakukan secara tersembunyi terhadap responden saat melaksanakan program (Wirawan 2011). 3.4 Analisis Data Evaluasi edukatif Data yang diperoleh dari evaluasi edukatif adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data pengetahuan dan sikap diolah melalui tahap skoring, sedangkan data perilaku diuraikan secara deskriptif. Data dianalisis menggunakan analisis statistik, sedangkan data perilaku diuraikan secara deskriptif. Data juga akan ditampilkan dalam bentuk tabel atau grafik Pengetahuan dan sikap a. Penentuan skor pengetahuan Pemberian skor untuk pengukuran pengetahuan adalah jawaban benar diberi skor 1, sedangkan untuk jawaban salah diberi skor 0. Skor hasil penilaian pengetahuan diperoleh dan digabung menjadi satu kesatuan nilai penguasaan materi yang diajarkan. Skor akhir yang diperoleh responden merupakan deskripsi tentang tingkat atau persentase penguasaan kompetensi dasar materi yang diajarkan. Jumlah pertanyaan dalam tes ini sebanyak 20 pertanyaan. Skor tertinggi yang akan didapatkan responden adalah 20 dan skor terendah adalah 0. Semakin tinggi skor maka semakin tinggi tingkat pengetahuan responden. b. Penentuan skor sikap Pemberian skor untuk pengukuran sikap, yaitu untuk pernyataan positif (jawaban setuju diberi skor 3, jawaban netral diberi skor 2 dan tidak setuju diberi skor 1) dan untuk pernyataan negatif (jawaban setuju diberi skor 1, jawaban netral diberi skor 2 dan tidak setuju diberi skor 3). Skor hasil penilaian pengetahuan diperoleh dan digabung menjadi satu kesatuan nilai penguasaan materi yang diajarkan. Skor akhir yang diperoleh responden merupakan deskripsi tentang tingkat atau persentase penguasaan kompetensi dasar materi yang diajarkan. Jumlah pernyataan sikap dalam penelitian ini sebanyak 10 pernyataan. Skor tertinggi yang akan didapatkan responden adalah 30 dan skor terendah adalah 10. Semakin tinggi skor maka semakin positif sikap responden terkait konservasi hutan.

34 19 c. Pengelompokkan skor pengetahuan dan sikap Rendah Skor pengetahuan dan sikap akan dikelompokkan dalam tiga kategori skor: : jika skor jawaban responden berada pada selang bawah Sedang : jika skor jawaban responden berada selang tengah Tinggi : jika jawaban skor responden berada pada selang atas Penentuan selang dilakukan dengan cara sebagai berikut: ST : (skor minimum + SK max-sk min) ± SD 2 SA : nilai skor lebih besar dari ST sampai dengan SK max SB : nilai skor lebih kecil dari ST sampai dengan SK min Keterangan : ST : Selang tengah SK min : Penjumlahan skor terendah dari semua item jawaban kuisioner SK max : Penjumlahan skor tertinggi dari semua item jawaban kuisioner SA : Selang atas SB : Selang bawah SD : Standar deviasi/simpangan baku = s 2 Tabel 2 Kategori pengetahuan dan Sikap. Kategori Selang Skor Pengetahuan Sikap Rendah <8 <12 Sedang Tinggi >12 >18 d. Perbedaan pengetahuan dan sikap responden yang mengikuti program pendidikan konservasi dengan responden yang tidak mengikuti program pendidikan konservasi Ada tidaknya perbedaan pengetahuan dan sikap antara responden yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan responden yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dianalisis menggunakan Uji Mann Whitney, uji statistik ini digunakan untuk menguji signifikasi hipotesis dua sampel independen dalam bentuk data ordinal (Sugiyono 2011). Software yang digunakan adalah SPSS 19.

35 20 Rumus Mann Whitney (Sugiyono 2011): dan Keterangan: Pernyataan hipotesis pengetahuan adalah: H o : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pengetahuan masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor pengetahuan masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. H 1 : Ada perbedaan yang signifikan antara skor pengetahuan masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor pengetahuan masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Jika nilai U hitung lebih besar dari U tabel, maka Ho ditolak artinya ada perbedaan antara skor pengetahuan masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor pengetahuan masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Pernyataan hipotesis sikap adalah: H o : Tidak ada perbedaan signifikan antara skor sikap masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor sikap masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. H 1 : Ada perbedaan signifikan antara skor sikap masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor sikap masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Jika nilai U hitung lebih besar dari U tabel, maka Ho ditolak artinya ada perbedaan antara skor sikap masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan

36 21 Konservasi Adopsi Pohon dengan skor sikap masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon Pengukuran perilaku Pengukuran perilaku pada penelitian ini dilakukan dengan pengamatan terhadap perilaku terbuka. Pengamatan ini tidak menggunakan skala pengukuran tetapi dilakukan dengan mengamati secara langsung seseorang dalam kegiatan sehari-hari kemudian dilakukan penguraian atau deskripsi. Pengamatan perilaku ini menggunakan observasi nonpartisipasi, sehingga pengamatan dilakukan secara tersembunyi pada responden saat melaksanakan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Ada tidaknya perbedaan perilaku antara responden yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan responden yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon diuraikan secara deskriptif Evaluasi pelaksanaan Data yang diperoleh dari evaluasi pelaksanaan adalah data kualitatif terhadap pelaksanaan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon di Desa Ciputri. Data tersebut akan diuraikan secara deskriptif mengenai materi pendidikan konservasi, bentuk dan metode penyampaian, kendala dan permasalahan yang dihadapi, kelebihan dan kekurangan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pendidikan konservasi, serta keberlanjutan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon.

37 22 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Sejarah kawasan Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) mempunyai arti penting dalam sejarah konservasi dan penelitian botani Indonesia. Kawasan ini merupakan kawasan pertama yang ditetapkan sebagai taman nasional di Indonesia yaitu berdasarkan pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980 dengan luasan ha meliputi kawasan Cagar Alam Cimungkad 56 ha, Cagar Alam Cibodas ha, hutan Gunung Gede dan Gunung Pangrango ha, dan Taman Wisata Alam Situgunung 100 ha. Lebih lanjut melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 736/Mentan/X/1982 ditetapkan sebagai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dengan luas ha. Pada tahun 2003, kawasan TNGGP kemudian diperluas menjadi ha, melalui SK Menteri Kehutanan No. 174/Kpts-II/2003. Pada tanggal 1 Februari 2007 sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/Menhut-II/2007 status Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berubah menjadi Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BB TNGGP). Pada tanggal 06 Agustus 2009, dilakukan serah terima dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten kepada BB TNGGP, sehingga luasan TNGGP menjadi ,030 ha. Pengelolaan kawasan TNGGP dibagi ke dalam tiga Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (Bidang PTN Wilayah) yaitu Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Cianjur, Bidang Pengelolaan TN Wilayah II Sukabumi, dan Bidang Pengelolaan TN Wilayah III Bogor dan dibagi ke dalam enam Seksi Pengelolaan Taman Nasional serta dibagi ke dalam 19 resort pemangkuan taman nasional. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai Besar TNGGP Nomor: SK.103/11/TU/2010 tanggal 27 September 2010, telah ditetapkan 13 Resort lingkup wilayah Balai Besar TNGGP dan enam Resort Model, yaitu: Resort Mandalawangi, Resort Sarongge (Bidang PTN Wilayah I Cianjur), Resort

38 23 Selabintana, Resort Situgunung (Bidang PTN Wilayah II Sukabumi), Resort PPKAB Bodogol, Resort Cimande (Bidang PTN Wilayah III Bogor) Letak dan luas kawasan Secara geografis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terletak antara 106º51 107º02 BT dan º51 LS. TNGGP yang awalnya memiliki luas Ha dan terletak di tiga wilayah kabupaten yaitu Cianjur dengan luas 3.559,29 Ha, Sukabumi dengan luas 6.781,98 Ha, dan Bogor dengan luas 4.514,73 Ha, saat ini sesuai dengan SK Menhut No.174/kpts-II/tanggal 10 juni 2003 diperluas menjadi Ha dengan pembagian Kabupaten Sukabumi (9.356,10 ha), Bogor (7.155,00 ha), dan Cianjur (5.463,90 ha). Luasan tersebut merupakan perluasan areal Perum Perhutani. Luas terakhir TNGGP adalah ,030 ha Iklim dan hidrologi Iklim di kawasan ini berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk tipe iklim A, dengan nilai Q berkisar antara 11.30% %. Suhu udara berkisar antara C. Kelembaban relatif sepanjang tahun berkisar dari 80% - 90%. Daerah ini termasuk daerah terbasah di Pulau Jawa dengan ratarata curah hujan tahunan mm. Bulan basah terjadi pada bulan Oktober Mei, dengan rata-rata curah hujan bulanan 200 mm. Bulan kering biasanya terjadi pada bulan Juni September dengan rata-rata curah hujan bulanan kurang dari 100 mm. Kawasan Gunung Gede Pangrango memiliki beberapa sumber mata air. Sumber mata air tersebut mengalir dan membentuk sungai-sungai besar di sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Terdapat 60 aliran sungai yang berhulu di Gunung Gede Pangrango yaitu sekitar 20 sungai yang mengalir ke Kabupaten Cianjur, 23 aliran sungai yang mengalir ke Kabupaten Sukabumi dan 17 sungai mengalir ke Kabupaten Bogor.

39 Geologi dan tanah Geologi kawasan ini berupa batuan vulkanik seperti andesit, tuff, basalt, lava breksi, breksi mekanik, dan proklastik. Jenis tanahnya adalah: 1. Tanah regosol dan litosol terdapat pada lereng pegunungan yang lebih tinggi dan berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi. Jenis tanah seperti ini sangat peka terhadap erosi. 2. Tanah asosiasi andosol dan regosol terdapat pada lereng gunung yang lebih rendah dan agak peka terhadap erosi. Jenis ini mengalami pelapukan lanjut. 3. Tanah latosol cokelat terdapat pada lereng paling bawah. Tanah ini mengandung liat dan lapisan subsoilnya gembur, mudah ditembus air, serta lapisan bawahnya yang mudah melapuk. Tanah seperti ini sangat subur dan dominan, serta agak peka terhadap erosi Topografi Topografi kawasan ini bervariasi, terdiri dari lahan datar, dataran tinggi dan bukit sedang sampai terjal. Puncak Gunung Gede berada pada ketinggian mdpl sedangkan untuk puncak Gunung Pangrango berada pada ketinggian mdpl. Kedua gunung ini dihubungkan oleh lereng dengan ketinggian mdpl. Gunung Gede Pangrango termasuk dalam rangkaian jalur gunung berapi dari pulau Sumatera sampai Nusa Tenggara Flora TNGGP dikenal dan banyak dikunjungi karena memiliki potensi hayati yang tinggi, terutama keanekaragaman jenis flora. Pada kawasan ini hidup lebih dari jenis flora, yang tergolong tumbuhan berbunga (Spermatophyta) sekitar 900 jenis, tumbuhan paku lebih dari 250 jenis, lumut lebih dari 123 jenis, ditambah berbagai jenis ganggang, spagnum, jamur, dan jenis-jenis thallophyta lainnya. TNGGP memiliki beberapa flora endemik yang langka dan beberapa tanaman introduksi. Jenis tumbuhan endemik dan langka antara lain anggrek (Liparis bilobulata, Malaxis sagittata, Pachicentria varingiaefolia, dan Corrybas mucronatus), sedangkan tanaman yang diintroduksi antara lain Dendrobium jecobsoni, Agathis loranthifolia, Pinus merkusii dan Maesopsis eminii. Tanaman introduksi tersebut sengaja dimasukkan oleh para peneliti ke dalam kawasan.

40 25 Secara umum jenis vegetasi dapat dibagi dalam tiga zona hutan. Urutan ketinggian dari ketiga zona hutan tersebut adalah zona hutan Sub Montana, zona hutan Montana, dan zona hutan Sub Alpin. 1. Hutan Sub Montana Zona ini merupakan batas terluar taman nasional yang mempunyai tinggi mdpl. Spesies di kawasan ini berupa jenis rasamala (Altingia excelsa). Hutan ini ditandai dengan tiga lapisan tajuk. Lapisan tajuk teratas didominasi oleh jenis rasamala (Altingia excelsa), yang tinggi tajuk teratasnya dapat mencapai 60 m. Jenis lainnya yang menonjol berturut-turut adalah saninten (Castanopsis argentea) dan Antidesma tentandrum. Lapisan tajuk kedua berupa jenis perdu dan semak, diantaranya Ardisia fulginosa, Dichera febrifuga, Pandanus laizrox, Pinanga sp, dan Lapotea stimulans. Pada lapisan tajuk ketiga terdapat berbagai jenis tumbuhan bawah, epifit, dan lumut antara lain begonia, paku-pakuan, anggrek, dan lumut merah (Sphagnum gedeanum). 2. Hutan Montana Zona ini berada di ketinggian mdpl dicirikan oleh adanya dominasi pohon bertajuk besar. Pohon pada lapisan atas mempunyai pertumbuhan yang jarang, sedangkan lapisan tajuk tumbuhan bawah mempunyai pertumbuhan yang rapat. Lapisan tajuk tumbuhan bawah ini berupa semak rendah, sedang dan tinggi. Jenis tumbuhan yang mudah dikenal yaitu puspa (Schima wallichii), ki putri (Podocarpus neriifolius), jamuju (Podocarpus imbricatus), rasamala (Altingia excelsa), dan kiracun (Macropanax dispermum). Jenis tumbuhan bawah berupa paku-pakuan, epifit, seperti Dendrobium sp., Arundina sp., Cymbidium sp., dan Calanthe sp. 3. Hutan Sub Alpin Zona ini merupakan zona hutan teratas pada taman nasional dengan ketinggian >3000 mdpl. Ciri yang menonjol adalah keanekaragaman tumbuhannya semakin berkurang seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat. Kerapatan tumbuhan pada zona ini sangat tinggi. Lapisan tajuk pada zona ini terdiri dari satu lapis dan didominasi oleh pohon-pohon pendek, antara lain cantigi gunung (Vaccinium varingiaefolium), Rhododendron retusum, dan Myrsine avenis. Jenis tumbuhan lain yang mudah ditemukan adalah lumut. Tumbuhan

41 26 lumut banyak terdapat pada batang pohon, permukaan batuan, dan di tanah. Jenis lumut yang hidup pada batang pohon adalah lumut janggut. Di daerah puncak terdapat jenis tumbuhan yang khas, yaitu edelweis jawa (Anaphalis javanica) yang sangat terkenal di kalangan pecinta alam karena bunganya terlihat tidak pernah layu Fauna Kawasan TNGGP mempunyai beberapa jenis satwa, baik dari jenis primata, mamalia, burung, dan bermacam satwa kecil. TNGGP merupakan kawasan yang memiliki jenis burung tertinggi di Pulau Jawa, yaitu sekitar 53% atau 260 jenis dari 460 jenis burung di Jawa dapat ditemukan di kawasan ini. Selain itu, 19 dari 20 jenis burung endemik di pulau Jawa hidup di kawasan ini. Satwa di kawasan TNGGP sudah tergolong langka, antara lain: 1. Jenis primata seperti owa jawa (Hylobates moloch) dan surili jawa (Presbytis comata), 2. Jenis mamalia seperti macan tutul (Panthera pardus), anjing hutan (Cuon alpinus), dan trenggiling (Manis javanica), 3. Jenis burung seperti alap-alap (Accipiter soloensis), betet (Lanios scaeh), dan kutilang (Pycnonotus aurigaster). Jenis satwa yang populasinya masih banyak antara lain: 1. Jenis primata seperti kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung (Presbytis cristata), 2. Jenis mamalia besar seperti kancil (Tragulus javanicus), babi hutan (Sus scrofa spp), dan muncak (Muntiacus muntjak). 3. Jenis mamalia kecil seperti sigung (Mydaus javanensis), kucing hutan (Felix bengalensis), tikus hutan (Rattus lepturus), dan bajing terbang (Galeopterus varegatus) Kondisi sosial ekonomi daerah penyangga Sebagian besar masyarakat (kurang lebih 75%) di sekitar kawasan TNGGP bermata pencaharian di bidang pertanian (land based activity), sehingga memerlukan lahan dalam pelaksanaan kegiatannya sehari-hari. Namun, sekitar 40% diantaranya adalah buruh tani yang tidak mempunyai lahan dan tergantung

42 27 pada lahan orang lain. Disamping itu, tingkat kepemilikan lahan rata-rata perkeluarga relatif kecil, yaitu < 0,25 ha sehingga intensitas garapan sangat tinggi. Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat tersebut (70%) hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang demikian menimbulkan berbagai permasalahan yang merupakan tekanan terhadap kawasan dan sumberdaya alam TNGGP. Tekanan yang terjadi pada kawasan dan sumberdaya alam TNGGP berupa masyarakat yang mengalih fungsikan hutan dan memanfaatkan sumberdaya alam secara berlebihan. Salah satu tekanan tersebut berada pada Desa Ciputri. Masyarakat Desa Ciputri yang sebagian besar bermata pencarian petani mengakibatkan fungsi kawasan hutan berubah menjadi lahan pertanian. 4.2 Kondisi Fisik Desa Ciputri Desa Ciputri merupakan Desa yang memiliki luas ± 636 ha. Secara administratif Desa Ciputri termasuk dalam Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Berdasarkan data monografi desa tahun 2011, batas-batas Desa Ciputri meliputi: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciherang. 2. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibeureum. 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Galudra. Desa Ciputri memiliki sekitar kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa dengan rincian jiwa merupakan penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan. Sebagian besar 80% masyarakat Desa Ciputri bermata pencaharian sebagai petani, dan sebanyak 200 KK masih memanfaatkan kawasan TNGGP. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Ciputri 50% Sekolah Dasar (SD), 40% tidak tamat SD, 15% Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 5% Sekolah Menengah Atas (SMA) (Pemdes Ciputri 2011). Desa Ciputri termasuk desa dengan iklim tropis yang memiliki tipologi dataran rendah, berbukit dan bergunung-gunung. Jenis tanah di Desa ini adalah jenis Podsolik-Andosol yang subur. Desa ini sudah memiliki jalan aspal dengan jarak dari kota kecamatan 6,20 km dan dapat ditempuh menggunakan kendaraan pribadi dengan waktu 30 menit, sedangkan jarak dari kota kabupaten 14,60 km

43 28 dan dapat ditempuh menggunakan kendaraan pribadi dalam waktu 45 menit (Pemdes Ciputri 2011). 4.3 Pendidikan Konservasi di Desa Ciputri Pendidikan konservasi yang ada di Desa Ciputri salah satunya adalah program adopsi pohon. Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon adalah salah satu upaya merehabilitasi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang terdegradasi akibat pengolahan lahan pertanian yang mengabaikan kaidah konservasi, sehingga terjadinya kawasan kritis dan miskin vegetasi yang kondisinya saat ini masih dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai lahan pertanian kebun sayur-mayur. Tujuan dari program ini adalah merestorasi kondisi kawasan Ekosistem Hutan Produksi Perum Perhutani di Resort Sarongge, memberikan alternatif mata pencaharian di luar kawasan kepada masyarakat sekitar melalui keikut sertaan masyarakat pada kegiatan adopsi pohon, mengalihkan ketergantungan masyarakat sekitar terhadap kawasan sehingga dapat mengurangi gangguan terhadap kawasan untuk optimalisasi fungsi kawasan TNGGP. Kelompok sasaran dalam program pendidikan konservasi adopsi pohon di Desa Ciputri adalah semua masyarakat yang menggarap di lahan taman nasional sebesar 200 KK (BBTNGGP 2008). Teknis Program Adopsi Pohon yaitu penanaman dan pemeliharaan pohon dengan pembiayaan minimal selama tiga tahun dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Program Adopsi Pohon berlaku dan terbuka bagi perorangan, kelompok masyarakat maupun perusahaan/lembaga, 2. Jangka waktu Program Adopsi Pohon adalah tiga tahun, 3. Adopsi pohon akan dilakukan dalam hitungan pohon, 4. Satu batang pohon akan dibiayai sebesar Rp ,-/pohon.

44 29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Program Adopsi Pohon sebagai Bentuk Pendidikan Konservasi di Desa Ciputri Sejarah Program Adopsi Pohon Pada tahun 1982 TNGGP memiliki kawasan seluas ha. Berdasarkan SK Menhut No.174/Kpts-II/VI/03 tanggal 10 Juni 2003 terjadi perluasan kawasan menjadi ha. Lahan perluasan tersebut awalnya dikelola oleh Perum Perhutani. Pada masa pengelolaan Perum Perhutani masyarakat diperbolehkan memanfaatkan lahan dengan pola tumpang sari (Sudiono 1994). Perubahan status lahan Perhutani menjadi lahan kawasan Taman Nasional membuat masyarakat tidak lagi diperbolehkan menggarap lahan tersebut. Namun, masih ada masyarakat Desa yang memanfaatkan lahan tersebut setelah menjadi kawasan TNGGP, antara lain masyarakat Desa Ciputri. Pemanfaatan lahan kawasan TNGGP oleh masyarakat Desa Ciputri sebagai kebun sayur mayur dapat menurunkan kualitas sumberdaya alam dan merusak ekosistem karena adanya penebangan hutan yang dijadikan kebun sayur mayur dan penggunaan pupuk kimia dalam pemeliharaan tanaman di kebun. Hal ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh TNGGP. Namun, untuk menangani masalah tersebut pihak pengelola TNGGP mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan konservasi. Pada tahun 2003 pihak TNGGP melaksanakan pendidikan konservasi antara lain: mengadakan penyuluhan tentang konservasi hutan, diskusi mengenai kebakaran hutan, dan sering mengirim masyarakat Desa untuk mengikuti pelatihan kehutanan dan pelatihan pengembangan bisnis. Kegiatan-kegiatan pendidikan konservasi tersebut belum bisa menangani masalah ketergantungan masyarakat terhadap kawasan karena sebanyak 70% masyarakat di Desa Ciputri bermata pencarian petani dan tidak memiliki lahan sendiri. Pada tahun 2005 diadakan pertemuan antara pihak TNGGP, Green Radio dan perwakilan masyarakat Desa Ciputri untuk membicarakan masalah petani yang masih memanfaatkan kawasan TNGGP sebagai kebun sayuran dan mencari jalan keluarnya. Perwakilan masyarakat mengatakan akan meninggalkan kawasan

45 30 TNGGP bila ada mata pencaharian pengganti yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga pihak TNGGP dan Green Radio memberikan jalan keluar berupa Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Pada tahun 2008 masyarakat Desa Ciputri berdiskusi mengenai Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dan membuat perjanjian dengan pihak TNGGP (Lampiran 5) yang berlaku selama tiga tahun. Pada tanggal 28 Agustus 2008 Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon terbentuk. Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon adalah salah satu upaya merehabilitasi kawasan TNGGP yang terdegradasi akibat pengolahan lahan pertanian yang mengabaikan kaidah konservasi, sehingga membentuk kawasan kritis dan miskin vegetasi (TNGGP 2008). Program ini bertujuan untuk 1) merestorasi kondisi kawasan TNGGP di Resort PTN Sarongge, 2) memberikan alternatif mata pencaharian di luar kawasan kepada masyarakat sekitar melalui keikutsertaan masyarakat pada program adopsi pohon, 3) mengalihkan ketergantungan masyarakat sekitar terhadap kawasan sehingga dapat mengurangi gangguan terhadap kawasan untuk optimalisasi fungsi kawasan TNGGP (TNGGP 2008). Luas lahan kawasan TNGGP yang akan ditanami pohon seluas 37 hektar (ha) yang akan dikelola bersama masyarakat. Program diikuti 200 Kepala Keluarga (KK) Desa Ciputri yang menggarap di lahan kawasan TNGGP sebagai kebun sayur, dan masyarakat yang bersedia meninggalkan lahan kawasan TNGGP akan mendapatkan sertifikat dari pihak TNGGP dan Green Radio. Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon juga dapat mendorong masyarakat luas, baik warga negara Indonesia maupun asing agar lebih peduli terhadap lingkungan dan konservasi alam melalui penanaman pohon-pohon untuk perbaikan dan pemulihan kawasan hutan yang rusak di dalam kawasan taman nasional. Program tersebut berharap kepada semua komponen masyarakat, baik perorangan, kelompok masyarakat, maupun organisasi/lembaga dapat belajar dan memahami permasalahan konservasi alam yang ada, untuk kemudian terlibat dan berperan-serta secara sukarela, aktif, dan berkontribusi pendanaan untuk pelaksanaan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon (TNGGP 2008).

46 Pelaksananaan/implementasi program pendidikan konservasi adopsi pohon di Desa Ciputri Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon mencakup kegiatan penanaman pohon pada lokasi-lokasi kawasan taman nasional yang rusak dan kritis, peningkatan kesadaran konservasi alam, keterlibatan dan peran serta petani dalam mendukung upaya pelestarian alam lingkungan yang merupakan sistem penyangga kehidupan masyarakat di sekitar kawasan taman nasional, serta pencarian alternatif penghasilan (alternative livelihood) yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani (TNGGP 2008). Teknis kegiatan adopsi pohon yaitu melakukan persiapan penanaman di lokasi penanaman adopsi pohon dan kegiatan penanaman yang meliputi 1) Persiapan (Pengadaan bibit tanaman, pengangkutan bibit ke lokasi, pengukuran jarak tanam 5 x 5 m dan pemasangan ajir, membuat piringan, dan lubang tanam), 2) Penanaman bibit tanaman, dan 3) pemeliharaan tanaman pokok dan penyulaman. Pengadaan bibit pohon untuk Program Adopsi Pohon dilakukan oleh pihak taman nasional dan Green Radio. Penanaman bibit pohon dilakukan di antara tanaman sayur pada lahan garapan (Gambar 2). Gambar 2 Penanaman pohon di antara tanaman sayur. Penanaman bibit tanaman dan pemeliharaan terhadap pohon yang sudah ditanam dilakukan oleh masyarakat. Pemeliharaan dilakukan secara teratur agar tanaman pohon dapat terus tumbuh dengan baik untuk jangka panjang setelah program adopsi pohon selesai. Pemeliharaan tanaman mencakup penyulaman tanaman yang mati, pemeliharaan tanaman dengan pemupukan, dan pencegahan

47 32 terhadap gangguan (hama penyakit dan gulma). Pemantauan dan evaluasi terhadap perkembangan pohon-pohon tersebut dilakukan oleh Green Radio dan TNGGP. Data yang dihasilkan dicatat dalam suatu data base dan dibuat pelaporannya untuk kepentingan internal TNGGP maupun pelaporan kepada para pelaku adopsi. Pelaku pertama yang menjadi adopter adalah perusahaan Price Water Coupers (PWC) yang menanam pohon pada lahan seluas 4 ha, perusahaan Dai Nippon Print (DNP) yang menanam pohon pada lahan seluas 3 ha dan Green Radio yang menanam pohon pada lahan seluas sekitar 3 ha. Biaya satu pohon yaitu Rp ,00 yang dibagi menjadi tiga komponen yaitu manajemen, perawatan dan pemberdayaan masyarakat (TNGGP 2008). Dana program untuk pemberdayaan masyarakat dibelikan Domba dan Kelinci sesuai dengan permintaan sebagian penggarap dan ketersediaan dana. Domba dan Kelinci dapat diberikan dari dana pemberdayaan sebanyak satu domba dan sembilan kelinci kepada satu KK masyarakat Desa Ciputri sebagai mata pencaharian pengganti. Pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan yang dikaitkan dengan kepentingan petani dan mendukung upaya pelestarian alam lingkungan yang merupakan sistem penyangga kehidupan masyarakat di sekitar kawasan taman nasional. Pemberdayaan masyarakat juga dilakukan dalam bentuk bantuan modal usaha seperti usaha tani hutan (agroforestry), pemanfaatan hasil hutan non kayu, dan jasa lingkungan hutan, serta memfungsikan masyarakat sebagai penjaga dan pelestari kawasan taman nasional. Selain pemberdayaan masyarakat, Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon juga memberikan pendidikan konservasi berupa pengetahuan tentang konservasi hutan. Pendidikan konservasi ini ditujukan kepada masyarakat Desa Ciputri, khususnya masyarakat yang memanfaatkan lahan kawasan TNGGP. Pendidikan konservasi ini diberikan oleh pihak TNGGP dan Green Radio kepada masyarakat Desa melalui perwakilan masyarakat yang ditugaskan olehnya. Materi dan media yang digunakan dalam pendidikan konservasi adalah sebagai berikut:

48 33 a) Materi pendidikan konservasi dalam Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon Materi pendidikan konservasi yang diberikan pihak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan mitranya yaitu berupa pengertian taman nasional, manfaat hutan dan pohon, serta metode penanaman, dengan rincian sebagai berikut: 1. Taman nasional: kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi dan diperuntukkan untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 2. Pencegahan erosi tanah: pepohonan menyimpan air hujan dan air limpasan serta deposit tanah setelah badai. 3. Pencegahan banjir: sebuah hutan yang baik akan mengontrol laju air, sehingga akan mencegah terjadinya banjir dan meningkatkan kualitas air. 4. Produksi oksigen (O 2 ) sebuah pohon mampu memproduksi O 2 yang mencukupi keperluan 10 orang untuk bernapas setiap tahunnya. 5. Perosot karbon: sebuah pohon menyerap dan menyaring karbon dioksida (CO 2 ), yang merupakan penyebab utama terjadinya perubahan iklim, dengan demikian menanam pohon akan meningkatkan kualitas udara. 6. Konservasi keanekaragaman hayati: keanekaragaman kehidupan di bumi, termasuk satwa, tumbuhan beserta habitatnya dan juga seluruh proses alam penting bagi kehidupan umat manusia, khususnya dalam penyediaan makanan, obat-obatan, udara bersih, air bersih. 7. Keindahan alam: keindahan alam memberikan sebuah nilai potensi ekonomi yang salah satunya dikembangkan melalui ekowisata. 8. Keberlanjutan pendapatan: pemanfaatan sumber daya alam secara teratur dan bertanggungjawab akan memberikan peluang kepada masyarakat untuk memperoleh mata pencaharian yang layak. 9. Metoda penanaman: a. Jarak tanam bibit adalah 5 x 5 meter, b. Pemilihan bibit berdasarkan kesehatan dan kondisi polybag yang tidak pecah agar tumbuh dengan baik,

49 34 c. Tahapan penanaman selain harus adanya lubang tanam, juga diperlukan ajir sebagai penyangga bibit pohon agar tidak mudah rebah oleh angin atau embun dan hujan. b) Media pendidikan konservasi Pendidikan konservasi bagi masyarakat Desa Ciputri dilaksanakan melalui media komunikasi (Radio Edelweis) yang ada di Desa Ciputri, perkumpulan ibu PKK, perpustakaan yang ada di Desa Ciputri, pengajian, dan perkumpulan petani (Gambar 3). Pemberian materi konservasi melalui Radio Edelweis dilakukan setiap seminggu sekali diantara pembicaraan pada topik siaran saat itu. Materi konservasi diberikan melalui media pengajian dilakukan setiap seminggu sekali di sela-sela ceramah pada hari itu. Perpustakaan Desa Ciputri menyediakan buku-buku mengenai cara bertanam, cerita anak-anak, dan pengetahuan alam. Namun, masyarakat sangat jarang mengunjungi perpustakaan tersebut, maksimal hanya satu kali dalam sebulan masyarakat mengunjungi perpustakaan, bahkan sebagian besar masyarakat tidak mengunjungi perpustakaan. Perkumpulan ibu PKK bersifat insidental, jika ada yang ingin dibicarakan baru berkumpul dan tidak dilaksanakan secara rutin. Perkumpulan petani adalah perkumpulan bagi para petani yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Perkumpulan ini dilakukan satu bulan sekali bersama para pihak TNGGP dan Green Radio. Perkumpulan ini juga memberikan pendidikan konservasi, melihat perkembangan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon, dan memberikan sertifikat kepada petani yang sudah tidak menggarap lagi di kawasan taman nasional.

50 35 (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 3 Media pelaksanaan pendidikan konservasi. (a) melalui media komunikasi (Radio), (b) melalui perkumpulan ibu PKK, (c) melalui perpustakaan, (d) melalui pengajian, (e) melaui perkumpulan petani.

51 Evaluasi Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon di Desa Ciputri Karakteristik responden di Desa Ciputri Responden dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dan masyarakat yang tidak mengikuti program tersebut. Responden yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon sejak awal diikut sertakan dalam Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon oleh pengelola TNGGP karena kelompok masyarakat tersebut masih memanfaatkan lahan kawasan TNGGP sebagai kebun sayur, sedangkan responden yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon sejak awal tidak diikut sertakan dalam program tersebut oleh pengelola karena dianggap sudah memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik dengan tidak memanfaatkan lahan kawasan TNGGP. Jumlah total responden sebesar 51 responden dengan rincian 24 orang yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dan 27 orang yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Ada lima karakteristik responden yang dicatat, yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan lama tinggal. Kelompok responden yang ikut Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon berdasarkan jenis kelamin terdiri dari 20 orang responden laki-laki dan empat orang responden perempuan, sedangkan yang tidak ikut Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon terdiri dari 25 orang responden laki-laki dan dua orang responden perempuan (Gambar 4). Responden laki-laki mendominasi karena di Desa Ciputri tanggung jawab untuk memberikan nafkah dan menghidupi keluarga lebih banyak dibebankan pada lakilaki. Gambar 4 Komposisi responden yang ikut dan tidak ikut program pendidikan konservasi berdasarkan jenis kelamin.

52 37 Responden dengan tingkat pendidikan SD memiliki jumlah terbanyak di Desa Ciputri (Gambar 5). Desa Ciputri hanya memiliki satu SD, sehingga masyarakat yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan membutuhkan biaya yang cukup besar terutama untuk transportasi. Penghasilan yang didapatkan dari pekerjaan sebagai petani ataupun karyawan Strawbery sebesar ± Rp ,00 perhari tidak cukup untuk membiayai transportasi sekolah di luar Desa Ciputri (Pemdes Ciputri 2011). Hal ini diduga sebagian besar masyarakat Desa Ciputri hanya bersekolah sampai tingkat pendidikan SD dan bahkan banyak anggota masyarakat yang tidak menyelesaikan sekolahnya. Gambar 5 Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan tingkat pendidikan. Pekerjaan responden yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon di Desa Ciputri adalah petani sayur yang menggarap di lahan Taman Nasional (Tabel 3), sedangkan responden yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon memiliki pekerjaan yang lebih beragam seperti karyawan di kebun Strawberi, wiraswasta, pengrajin, dan menjadi petani sayuran di lahan milik pribadi, namun sebagian besar responden bekerja sebagai petani sayuran (Tabel 3). Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan di Desa Ciputri mendukung berkebun sayur. Pekerjaan sebagai petani sayur lebih mudah didapat, dan masyarakat yang tidak memiliki lahan sendiri memanfaatkan kawasan taman nasional sebagai kebun sayur. Pekerjaan sebagai petani sayur dipandang dapat

53 38 memberikan penghidupan bagi keluarganya. Selain itu, latar belakang pendidikan yang hanya tingkat SD juga menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan di kota. Tabel 3 Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Program Pendidikan Konservasi Ikut Tidak Ikut Karyawan Strawberi 0 6 Pengrajin 0 1 Petani Wiraswasta 0 9 Total Rentang usia responden masyarakat di Desa Ciputri berkisar tahun (Tabel 4). Rentang usia tersebut termasuk dalam usia produktif untuk bekerja berdasarkan UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu rentang usia tahun. Tabel 4 Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan usia Usia Program Pendidikan Konservasi Ikut Tidak Ikut 20 tahun tahun tahun tahun 6 8 >50 tahun 1 3 Total Penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan lama tinggal responden masyarakat di Desa Ciputri, yang paling mendominasi adalah responden yang tinggal di Desa Ciputri >11 tahun (Tabel 5). Karyadi (2011) mendefinisikan bahwa kelompok masyarakat yang sudah menetap lebih dari lima tahun adalah masyarakat penghuni lama berdasarkan masa berlaku kartu tanda penduduk menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan. Dengan demikian, anggota masyarakat Desa Ciputri kebanyakan

54 39 adalah masyarakat penghuni lama. Masyarakat penghuni lama bersuku asli sunda dan sudah tinggal di Desa Ciputri secara turun-temurun, sedangkan masyarakat penghuni baru Desa Ciputri merupakan anggota masyarakat hasil pernikahan antara warga asli dengan pendatang. Tabel 5 Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan lama tinggal Lama Tinggal Program Pendidikan Konservasi Ikut Tidak Ikut 5 tahun 0 1 > 5 tahun Total Tingkat pengetahuan responden masyarakat di Desa Ciputri Hasil pengukuran pengetahuan masyarakat Desa Ciputri menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon maupun masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon masuk dalam kategori tinggi, tetapi persentase responden dan skor rata-rata pengetahuan responden masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon lebih kecil (87% dan 14,83) dari pada persentase responden dan skor rata-rata pengetahuan responden masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon (93% dan 15,41) (Tabel 2). Namun, hasil uji Mann-Whitney (sebesar 0.345) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pengetahuan responden yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor pengetahuan responden yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Responden yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon sejak awal tidak diikut sertakan dalam program tersebut oleh pengelola karena dianggap sudah memiliki pengetahuan yang tinggi dengan tidak memanfaatkan lahan kawasan TNGGP. Selain itu, pekerjaan yang beragam memungkinkan responden yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon untuk mendapatkan pengetahuan mengenai konservasi hutan melalui sumber-sumber lainnya, tidak hanya dari petugas taman nasional maupun

55 40 media pendidikan konservasi yang digunakan. Sebaliknya, responden yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon sejak awal diikut sertakan dalam Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon oleh pengelola karena kelompok masyarakat tersebut masih memanfaatkan lahan kawasan TNGGP. Ini berarti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon sudah dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat yang mengikuti program, sehingga menghasilkan masyarakat yang memiliki pengetahuan yang tinggi menyamai masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Tabel 6 Persentase dan skor rata-rata pengetahuan antara masyarakat mengikuti program pendidikan konservasi dan masyarakat tidak mengikuti program pendidikan konservasi Kategori Pengetahuan Persentase Responden Skor Rata-Rata Responden Ikut Tidak Ikut Ikut Tidak Ikut Rendah Sedang ,46 0,78 Tinggi ,37 14,63 Skor Total Rata-Rata Responden 14,83 15,41 Penggunaan berbagai media untuk menyampaikan materi konservasi hutan yaitu Radio, perkumpulan ibu PKK, pengajian, perpustakaan, dan perkumpulan petani dapat membantu masyarakat untuk memahami materi tersebut. Pengajian, perkumpulan ibu PKK, dan perkumpulan petani dapat memudahkan masyarakat untuk memahami materi yang diberikan karena media ini menggunakan interaksi dua arah dan diskusi. Perpustakaan yang menyediakan buku-buku mengenai konservasi hutan. Radio Edelweis juga memudahkan masyarakat Desa Ciputri memahami konservasi hutan, karena frekuensi pemberian materi konservasi hutan lebih banyak diberikan melalui media ini dan hampir semua masyarakat Desa Ciputri senang mendengarkan siaran radio yang berisi tentang pengetahuan konservasi hutan. Kedua kelompok responden masyarakat memiliki tingkat pengetahuan tinggi yang ditunjukkan oleh respon terhadap pernyataan yang diberikan. Sebagian besar responden dari kedua kelompok tersebut dapat menjawab dengan benar 18 pernyataan dari 20 pernyataan yang diberikan. Dua pernyataan yang tidak dapat dijawab oleh sebagaian besar responden dari kedua kelompok

56 41 tersebut, yaitu pernyataan mengenai status kawasan sebagai taman nasional yang dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan tipe kawasan. Responden tersebut menganggap kawasan taman nasional sebagai cagar alam yang dikelola oleh Perum Perhutani. Hal ini dapat terjadi karena dalam program pendidikan konservasi tersebut tidak disampaikan materi mengenai status dan pengelolaan kawasan taman nasional Sikap responden masyarakat di Desa Ciputri Hasil pengukuran menunjukkan bahwa skor sikap dari seluruh responden dari kedua kelompok masyarakat (yang mengikuti dan yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon) termasuk dalam kategori tinggi, tetapi skor rata-rata sikap responden masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon lebih kecil (25,71) dari pada skor rata-rata sikap responden masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon (28,15) (Tabel 3). Hasil uji Mann-Whitney (sebesar 0,004) menguatkan ada perbedaan yang signifikan antara skor sikap responden yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor sikap responden yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Perbedaan ini dapat dilihat dari jawaban responden terhadap pernyataan nomor 8 mengenai merubah hutan menjadi kebun akan lebih banyak manfaatnya dari pada menjaga hutan TNGGP dan pernyataan nomor 9 mengenai apabila saya tidak punya lahan untuk berkebun, saya akan memilih merubah hutan TNGGP untuk dijadikan kebun. Responden masyarakat Desa Ciputri yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon tidak menyetujui pernyataan nomor 8 dan 9, sedangkan sebanyak 54,17% responden yang mengikuti pendidikan konservasi menyetujui pernyataan nomor 8 dan sebanyak 58,33% responden yang mengikuti pendidikan konservasi menyetujui pernyataan nomor 9. Ini berarti bahwa Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon sudah dapat menggerakkan sikap positif masyarakat Desa Ciputri terkait pemanfaatan sumber daya hutan berupa kayu bakar, tumbuhan obat, satwa, dan pakis-pakisan, namun, masih kurang berhasil menumbuhkan sikap positif terkait pemanfaatan lahan. Hal ini disebabkan oleh adanya tuntutan ekonomi atau tuntutan untuk

57 42 memenuhi kebutuhan hidup yang membuat sebagian besar masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon masih memanfaatkan lahan di kawasan TNGGP untuk berkebun sayur. Tabel 7 Persentase dan skor rata-rata sikap antara masyarakat mengikuti program pendidikan konservasi dan masyarakat tidak mengikuti program pendidikan konservasi Kategori Sikap Persentase Responden Skor Rata-Rata Responden Ikut Tidak Ikut Ikut Tidak Ikut Rendah Sedang Tinggi ,71 28,15 Skor Total Rata-Rata Responden 25,71 28, Perilaku responden masyarakat di Desa Ciputri Pengamatan perilaku terhadap responden masyarakat Desa Ciputri, menunjukkan bahwa semua responden sudah tidak lagi memanfaatkan sumber daya hutan yang berupa kayu bakar, tumbuhan obat, satwa dan pakis-pakisan dari kawasan TNGGP (Tabel 8). Desa Ciputri sudah cukup berkembang dan obat kimia sudah mudah didapat, sehingga masyarakatnya sudah tidak lagi menggunakan tanaman obat untuk mengobati penyakitnya. Masyarakat juga sudah tidak menggunakan kayu bakar untuk memasak dan sudah menggantinya dengan gas. Namun, masih ada masyarakat dari kedua kelompok responden yang suka mengambil konyal dan arbei hanya untuk dimakan pada saat di kebun. Selain itu, responden masyarakat Desa Ciputri yang ikut Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon, baik yang memiliki total skor pengetahuan dan sikap tertinggi, tengah, maupun terendah, masih memanfaatkan lahan TNGGP sebagai kebun sayuran (Tabel 8; Gambar 6a). Masyarakat yang memanfaatkan kawasan Taman Nasional sudah melaksanakan penanaman pohon adopsi sesuai dengan cara menanam pohon yang diberikan dalam Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon, yaitu jarak tanam 5m x 5m, dan menggunakan alat sederhana berupa cangkul dan ajir. Perawatan pohon yang sudah dilakukan oleh masyarakat berupa penyulaman pada bibit yang mati, memberikan pupuk minimal 1x dalam sebulan, melakukan penyiangan

58 43 gulma, baik liana maupun rerumputan. Namun demikian masih ada responden masyarakat yang tidak merawat pohon adopsi yang berada di lahan garapannya. Responden tersebut membiarkan bibit pohon adopsi yang mati tidak disulam kembali. Masyarakat yang tidak memanfaatkan kawasan Taman Nasional memiliki perilaku yang positif dengan mencari pekerjaan lain seperti karyawan di kebun Strawberi (Gambar 6b), wiraswasta, pengrajin dan menjadi petani sayuran di lahan milik pribadi. Tabel 8 Perilaku masyarakat Desa Ciputri Interaksi Sosial Masyarakat Ikut Program Pendidikan Konservasi Masyarakat Tidak Ikut Program Pendidikan Konservasi Memanfaatkan lahan Taman Nasional untuk kebun sayuran Mengambil Kayu Bakar Mengambil buahbuahan (Konyal dan Arbei) Mengambil tumbuhan obat Mengambil Satwa Mengambil Pakispakisan (a) (b) Gambar 6 Perilaku masyarakat Desa Ciputri. (a) Masyarakat yang masih memanfaatkan kawasan Taman Nasional, (b) Masyarakat yang bekerja sebagai karyawan Strawberi.

59 Hasil penerapan dan rekomendasi program pendidikan konservasi adopsi pohon di Desa Ciputri Hasil pengukuran pengetahuan dan sikap masyarakat menunjukkan bahwa, masyarakat dari kedua kelompok responden sudah memiliki pengetahuan dan sikap terkait konservasi hutan yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa skor rata-rata pengetahuan responden yang ikut Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon sudah menyamai responden yang tidak ikut program, sedangkan sikap responden yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon belum bisa menyamai responden yang tidak mengikuti program. Kedua kelompok responden masyarakat masih belum menguasai dua materi pengetahuan konservasi hutan. Sebagian besar responden masyarakat Desa Ciputri belum mengetahui status kawasan sebagai taman nasional yang dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Seluruh responden masyarakat Desa Ciputri menganggap kawasan tersebut merupakan cagar alam yang dikelola oleh Perum Perhutani. Hal ini dapat terjadi karena dalam Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon tersebut tidak disampaikan materi mengenai status dan pengelolaan kawasan taman nasional. Materi tersebut sebaiknya juga disampaikan oleh pihak TNGGP dan Green Radio, sehingga dapat meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai perubahan aturan-aturan yang berlaku di kawasan tersebut dan konsekuensinya bagi masyarakat. Sebagian besar responden masyarakat yang ikut program masih berpandangan bahwa lahan kawasan TNGGP lebih bermanfaat jika dijadikan kebun dan jika responden tidak memiliki lahan akan mengubah lahan kawasan TNGGP menjadi kebun. Sikap tersebutlah yang membedakan kelompok responden yang mengikuti dengan yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon, dan hal inipun terlihat pada perilaku responden tersebut dalam memanfaatkan lahan kawasan TNGGP. Perilaku masyarakat Desa Ciputri yang ikut Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon juga belum seluruhnya bisa diubah untuk tidak memanfaatkan TNGGP sebagai kebun sayuran. Masyarakat yang perilakunya sudah berhasil diubah dan mendapatkan sertifikat sebanyak 37 KK (18,5%) dari 200 KK, sehingga masyarakat tidak lagi menggarap lahan kawasan TNGGP. Masyarakat

60 45 lainnya (163 KK) masih memanfaatkan lahan kawasan TNGGP untuk berkebun sayur meskipun sudah mendapatkan bantuan untuk mengembangkan mata pencaharian pengganti berupa domba dan kelinci. Ada juga yang belum merawat pohon adopsi yang ditanam dilahan garapannya, yaitu belum melakukan penyulaman terhadap bibit pohon yang mati. Lahan kawasan TNGGP yang digarap oleh 200 KK petani sayuran seluas 38 ha. Lahan seluas 35 ha telah ditanami pohon adopsi dan 3 ha belum ditanami pohon adopsi. Lahan kawasan TNGGP yang sudah ditanami pohon adopsi dan ditinggalkan oleh 37 KK penggarap seluas 4 ha dari 35 ha. Kondisi lahan tersebut selama tiga tahun sudah mulai rimbun oleh pohon adopsi dan tumbuhan yang lain seperti rumput dan pakis-pakisan (Gambar 7). Sumber : TNGGP 2008 (a) Sumber : TNGGP 2012 (b) Gambar 7 Kondisi sebagian kawasan, (a) sebelum ada program pendidikan konservasi tahun 2008, (b) setelah ada program pendidikan konservasi Mei Masyarakat Desa Ciputri yang sudah meninggalkan atau tidak lagi memanfaatkan lahan kawasan taman nasional karena masyarakat sudah memiliki mata pencaharian alternatif sebagai pengurus ternak dan bertani di lahan milik sendiri, serta ada beberapa masyarakat yang disewakan lahan untuk bertani sayuran organik. Kelinci yang berhasil dikembang biakan oleh masyarakat dapat menjadi mata pencaharian pengganti, sedangkan Domba yang diberikan dikumpulkan pada satu kandang dan dirawat secara bersamaan. Hasil dari domba, kelinci dan sayuran organik dijual melalui koperasi yang telah dibentuk di Desa

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

RESPON STAKEHOLDERS TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DIAN SUMARDIANI

RESPON STAKEHOLDERS TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DIAN SUMARDIANI RESPON STAKEHOLDERS TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DIAN SUMARDIANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

3 METODE Rancangan Penelitian

3 METODE Rancangan Penelitian Peningkatan kesadaran perusahaan terhadap perlunya perilaku tanggung jawab sosial terjadi secara global. Para pengambil kebijakan di perusahaan semakin menyadari bahwa tujuan tanggung jawab sosial adalah

Lebih terperinci

DI AREAL TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL)

DI AREAL TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL) ANALISIS EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT Eks PENGUNGSI DI AREAL TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL) (Studi Kasus: Dusun Damar Hitam dan Dusun Sei Minyak Kecamatan Sei Lepan dan Kecamatan Besitang, Kabupaten

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH: SITI NURHAYATI K JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SKRIPSI OLEH: SITI NURHAYATI K JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET PENGARUH ANTARA PENDIDIKAN PENDAPATAN DAN PENGETAHUAN TENTANG KONSERVASI LAHAN TERHADAP PARTISIPASI PETANI DALAM KONSERVASI LAHAN DI KECAMATAN BULUKERTO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2013 SKRIPSI OLEH: SITI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel 41 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini didesain dalam bentuk metode survei yang bersifat explanatory research, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan peubah-peubah yang diamati,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI (Kasus di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang NTT) IRIANUS REJEKI ROHI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Berikut ini akan dijelaskan batasan variabel penelitian dan indikatornya, seperti dalam Tabel. 1, berikut ini:

Berikut ini akan dijelaskan batasan variabel penelitian dan indikatornya, seperti dalam Tabel. 1, berikut ini: METODA PENELITIAN Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada auditor internal IGE Timor Leste, alasannya bahwa IGE merupakan satu-satunya internal auditor pemerintah di Timor Leste. Desain Penelitian

Lebih terperinci

KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS

KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan Suatu cara atau jalan pengaturan atau pemeriksaan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan Suatu cara atau jalan pengaturan atau pemeriksaan BAB III METODE PENELITIAN 3. Desain Penelitian Metode merupakan Suatu cara atau jalan pengaturan atau pemeriksaan sesuatu secara benar. Husein (998 : ). Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini diperlukan

Lebih terperinci

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR CUT MEURAH INTAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI

KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI Oleh: AYU PUSPITANINGSIH NIM. 071510201086 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Variabel Tergantung : Minat Belajar. 2. Variabel Bebas : Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Guru

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Variabel Tergantung : Minat Belajar. 2. Variabel Bebas : Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Guru BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian 1. Variabel Penelitian Untuk menguji hipotesis penelitian, akan dilakukan pengidentifikasian variabel-variabel yang diambil dalam

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN GETAH PINUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT IBRAHIM HAMZAH

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN GETAH PINUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT IBRAHIM HAMZAH ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN GETAH PINUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT IBRAHIM HAMZAH DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Obyek Penelitian Lokasi penelitian ini adalah Butik Kharisma Indonesia yang berlokasi di Jalan Gajahmada No. 134, Semarang. Obyek penelitian ini adalah karyawan

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM AGROFORESTRI DI HUTAN KEMASYARAKATAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL UNIT XIV TOBA SAMOSIR

KAJIAN SISTEM AGROFORESTRI DI HUTAN KEMASYARAKATAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL UNIT XIV TOBA SAMOSIR KAJIAN SISTEM AGROFORESTRI DI HUTAN KEMASYARAKATAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL UNIT XIV TOBA SAMOSIR SKRIPSI DEA KARTIKA BR PINEM 111201017 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR SKRIPSI INTAN AISYAH NASUTION H34066065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukannya penelitian adalah di Kota Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukannya penelitian adalah di Kota Semarang. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Obyek dan Lokasi Penelitian Obyek dari penelitian ini adalah pengguna sepatu Converse, dan lokasi dilakukannya penelitian adalah di Kota Semarang. 3.2 Populasi dan Sampel

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA : STUDI KASUS DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA SUMBER UTAMA TIMBER (PT.

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA : STUDI KASUS DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA SUMBER UTAMA TIMBER (PT. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA : STUDI KASUS DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA SUMBER UTAMA TIMBER (PT. PSUT) JAMBI WELLY DWI WAHYUNI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 SKRIPSI Oleh: Chandra Pangihutan Simamora 111201111 BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ENI SHOFIANI. Diajukan Oleh: NIM

ENI SHOFIANI. Diajukan Oleh: NIM PENGARUH EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, ASIMETRI INFORMASI, IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE, KESESUAIAN KOMPENSASI DAN BUDAYA ETIS ORGANISASI TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD) AKUNTANSI (Studi

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP SUMBER DAYA HUTAN (Studi Kasus Tahura Bukit Barisan, Kawasan Hutan Sibayak II, Kabupaten Karo) SKRIPSI

PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP SUMBER DAYA HUTAN (Studi Kasus Tahura Bukit Barisan, Kawasan Hutan Sibayak II, Kabupaten Karo) SKRIPSI PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP SUMBER DAYA HUTAN (Studi Kasus Tahura Bukit Barisan, Kawasan Hutan Sibayak II, Kabupaten Karo) SKRIPSI Rena Novelia Damanik 091201040/Manajemen Hutan PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional dengan bantuan kuesioner. Desain penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional dengan bantuan kuesioner. Desain penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan bantuan kuesioner. Desain penelitian yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA

PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA (Kasus Kelompok Tani Mandiri, Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) SKRIPSI RENDY JUARSYAH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

POTENSI EKOWISATA PADA KEGIATAN PEMULIAAN POHON DI PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR KPH MADIUN SKRIPSI

POTENSI EKOWISATA PADA KEGIATAN PEMULIAAN POHON DI PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR KPH MADIUN SKRIPSI POTENSI EKOWISATA PADA KEGIATAN PEMULIAAN POHON DI PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR KPH MADIUN SKRIPSI RIMSA LUSIANA MANALU BUDIDAYA HUTAN/051202033 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : RINI NOVI MARLIANI E34101037 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif dengan pendekatan penelitian eksperimen. Pendekatan kuantitatif adalah

Lebih terperinci

Gambar 3 Penetapan Responden menggunakan snowball sampling technique.

Gambar 3 Penetapan Responden menggunakan snowball sampling technique. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa-desa yang berbatasan langsung dengan Koridor Halimun Salak yang termasuk Kabupaten Sukabumi, yaitu Kampung Sukagalih

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 40 METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian dirancang sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Singarimbun dan Effendi (2006) mengatakan, desain penelitian survei adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan untuk meneliti

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL

PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang terletak di Jl. DR. Setiabudhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Disain Penelitian Tujuan penelitian ini adalah membandingkan peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa SMA yang memperoleh pembelajaran matematika Knisley

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pendekatan objektif menganggap perilaku manusia disebabkan oleh kekuatan-kekuatan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pendekatan objektif menganggap perilaku manusia disebabkan oleh kekuatan-kekuatan BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metodologi 3.1.1 Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif. Pendekatan objektif menganggap perilaku manusia disebabkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian menurut metode, penulis menggunakan penelitian survey. Menurut Siregar (2013 : 10), Penelitian survey adalah penelitian yang tidak melakukan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 ANALISIS GENDER PENYADAP PINUS DI DUSUN SIDOMULYO, DESA JAMBEWANGI, RPH GUNUNGSARI, BKPH GLENMORE, KPH BANYUWANGI BARAT, PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR SKRIPSI Oleh : Pratiwi 101201065 Manajemen Hutan

Lebih terperinci

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian akan dilaksanakan di UPT Balai Pengembangan Instrumentasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI HESTI INDRAWASIH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013

ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013 ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh : SERLI NIM. 111021024 FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR STUDI PERUBAHAN PERILAKU PADA GERAKAN SOSIAL KONSERVASI DENGAN KAMPANYE PRIDE DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI POTORONO DAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SUMBING MAGELANG PANJI ANOM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea, L) PADA LATOSOL DARI GUNUNG SINDUR Oleh Elvina Frida Merdiani A24103079

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT (Kasus: Program PHT Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon) LUKI SANDI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang mengarahkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan tentang suatu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh 20 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, karena data dikumpulkan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan dengan sampel yang dipilih khusus

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini, jenis penelitian

BAB 3 METODE PENELITIAN. dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini, jenis penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

TESIS. Oleh KATHERINE EMILY PANGGABEAN /IKM

TESIS. Oleh KATHERINE EMILY PANGGABEAN /IKM 1 EFEKTIFITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN MEDIA POSTER DAN FLIP CHART DALAM PENINGKATAN PERILAKU MENJAGA KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA SDN 060799 DAN SDN 060953 MEDAN TAHUN 2015 TESIS Oleh KATHERINE

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Persaingan bisnis di sektor pertambangan semakin berkembang. Hal ini menyebabkan PT. Aneka Tambang Tbk membutuhkan karyawan yang berkompetensi untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. budaya kerja, komitmen dan kinerja aparatur. Sedangkan penelitian verifikatif

BAB III METODE PENELITIAN. budaya kerja, komitmen dan kinerja aparatur. Sedangkan penelitian verifikatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Tujuan studi penelitian ini adalah deskriptif dan verifikatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi

Lebih terperinci

KAJIAN NILAI EKONOMI KEBERADAAN POHON- POHON DI TAMAN AHMAD YANI, KOTA MEDAN, PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN NILAI EKONOMI KEBERADAAN POHON- POHON DI TAMAN AHMAD YANI, KOTA MEDAN, PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN NILAI EKONOMI KEBERADAAN POHON- POHON DI TAMAN AHMAD YANI, KOTA MEDAN, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : SALMIAH PANE 021201022/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kawasan hutan konservasi merupakan kawasan yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para karyawan, namun pencapaian tujuan belum tentu benar-benar efektif. Jadi pada

BAB I PENDAHULUAN. para karyawan, namun pencapaian tujuan belum tentu benar-benar efektif. Jadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Proses manajemen menghendaki adanya keteraturan dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Tanpa adanya keteraturan pencapaian tujuan dapat saja diselesaikan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan hubungan antar

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan hubungan antar BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat korelasional yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan hubungan antar variabel dan

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

: RIO BATARADA HASIBUAN NIM.

: RIO BATARADA HASIBUAN NIM. PERILAKU MASYARAKAT TENTANG BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN PADA DESA YANG DIBERI DAN TIDAK DIBERI INTERVENSI GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN GUMAI TALANG KABUPATEN LAHAT PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI LINGKUNGAN DI KAWASAN WISATA DANAU LINTING KABUPATEN DELI SERDANG OLEH MUSAWIR NASUTION/ MANAJEMEN HUTAN

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI LINGKUNGAN DI KAWASAN WISATA DANAU LINTING KABUPATEN DELI SERDANG OLEH MUSAWIR NASUTION/ MANAJEMEN HUTAN PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI LINGKUNGAN DI KAWASAN WISATA DANAU LINTING KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI OLEH MUSAWIR NASUTION/081201012 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PENGHAYATAN BUDAYA PERUSAHAAN (Kasus di PT. Madu Pramuka, Cibubur - Jakarta Timur)

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PENGHAYATAN BUDAYA PERUSAHAAN (Kasus di PT. Madu Pramuka, Cibubur - Jakarta Timur) HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PENGHAYATAN BUDAYA PERUSAHAAN (Kasus di PT. Madu Pramuka, Cibubur - Jakarta Timur) SKRIPSI DEWI SHINTA KOMALA SARI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

STUDI PENGETAHUAN KEAMANAN PANGAN DAN TINDAKAN PENANGANAN BAHAN PANGAN DI RUMAH SUSUN BANDARHARJO, SEMARANG

STUDI PENGETAHUAN KEAMANAN PANGAN DAN TINDAKAN PENANGANAN BAHAN PANGAN DI RUMAH SUSUN BANDARHARJO, SEMARANG STUDI PENGETAHUAN KEAMANAN PANGAN DAN TINDAKAN PENANGANAN BAHAN PANGAN DI RUMAH SUSUN BANDARHARJO, SEMARANG STUDY ON FOOD SAFETY KNOWLEDGE AND FOOD HANDLING PRACTICES AT BANDARHARJO FLAT, SEMARANG SKRIPSI

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN PENGUNJUNG ATAS KESEJAHTERAAN SATWA DI KEBUN BINATANG SKRIPSI

ANALISIS KEPUASAN PENGUNJUNG ATAS KESEJAHTERAAN SATWA DI KEBUN BINATANG SKRIPSI ANALISIS KEPUASAN PENGUNJUNG ATAS KESEJAHTERAAN SATWA DI KEBUN BINATANG (Studi Kasus: Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi, Sumatera Barat) SKRIPSI Oleh: SEFTIAWAN 051201022 MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

III. METODE PENELITIAN. Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang 27 III. METODE PENELITIAN 3.1 IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

Lebih terperinci

3. Belum ada yang meneliti tentang kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2013/2014.

3. Belum ada yang meneliti tentang kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2013/2014. 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Bandung. Sekolah ini beralamat di Jalan Dr. Setiabudhi No

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia yang beralamat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia yang beralamat di 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia yang beralamat di Jalan Arief Rahman Hakim No.36, Sukabumi. Bandar Lampung. Data yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif. yang diteliti (Saifudin Azwar, 2003: 5).

BAB III METODE PENELITIAN. diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif. yang diteliti (Saifudin Azwar, 2003: 5). 50 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENEMPATAN PEGAWAI BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI KASUS DINAS PERHUBUNGAN PEMKAB BOGOR)

ANALISIS PENGARUH PENEMPATAN PEGAWAI BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI KASUS DINAS PERHUBUNGAN PEMKAB BOGOR) ANALISIS PENGARUH PENEMPATAN PEGAWAI BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI KASUS DINAS PERHUBUNGAN PEMKAB BOGOR) Disusun Oleh: Anita Naliebrata H24103041 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini penulis mengambil obyek penelitian pada masyarakat di Desa Bunati Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu. Desa Bunati merupakan salah

Lebih terperinci

KARMILA /IKM

KARMILA /IKM PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KEPATUHAN PERAWAT TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014 TESIS Oleh KARMILA

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Subjek Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 21 Bandung bertempat di Jl. Rancasawo Ciwastra Bandung 40286

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Kasus Perusahaan Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI EVA SUSANTI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat)

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) Oleh : VIORA TORIZA I34063121 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian Lokasi Penelitian 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di SMK Negeri 9 Garut, Jl. Raya Bayongbong Km.7 Desa Panembong Kecamatan

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI. Oleh :

PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI. Oleh : PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Oleh : HANNA MANURUNG 081201025/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 33 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survey yang bersifat explanatory research yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi dengan menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek penelitian merupakan variabel-variabel yang menjadi perhatian

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek penelitian merupakan variabel-variabel yang menjadi perhatian BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN 1.1. Obyek Penelitian Obyek penelitian merupakan variabel-variabel yang menjadi perhatian peneliti. Objek penelitian merupakan sesuatu yang kita ukur tetapi apa yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Kerangka penelitian ini adalah langkah demi langkah dalam penyusunan Tugas Akhir mulai dari tahap persiapan penelitian hingga pembuatan dokumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SAYURAN ORGANIK FACTORS AFFECTING CONSUMERS DECISION IN BUYING ORGANIC VEGETABLES

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SAYURAN ORGANIK FACTORS AFFECTING CONSUMERS DECISION IN BUYING ORGANIC VEGETABLES FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SAYURAN ORGANIK FACTORS AFFECTING CONSUMERS DECISION IN BUYING ORGANIC VEGETABLES Oleh : SOVRANITA REZA MAHESA DEVI 522010004 SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah analisis deskriptif. Penelitian deskriptif ditandai adanya upaya untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun

BAB III METODE PENELITIAN. mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun karakteristik,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (explanatory),

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (explanatory), 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (explanatory), dengan verifikatif, yang mana tujuan dari penelitian deskriptif adalah

Lebih terperinci