BAB III LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti (Stopwatch Time Study) Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan, yang mana itu akan dipergunakan untuk waktu standard mengerjakan pekerjaan yang sama (Wignjoesoebroto, 008). Beberapa langkah langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam hentiadalah : 1. Mendefinisikan pekerjaan yang diteliti untuk diukur waktu kerjanya.. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan. 3. Membagi operasi kerja ke dalam elemen elemen kerja sedetil- detilnya. 4. Membagi, mengukur dan mencatat waktu yang dibutuhkan oleh operator. 5. Menetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. 6. Menetapkan performance rate dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dengan mencatat waktunya. 7. Menyesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance rating yang ditunjukkan oleh operator. 8. Menetapkan waktu longgar guna memberikan fleksibilitas. 9. Menetapkan waktu kerja baku yaitu jumlah total antara waktu kerja normal dan waktu kerja longgar.

2 Setelah langkah-langkah pendahuluan dilakukan, maka dilanjutkan dengan pengukuran waktu. Waktu siklus (Ws) merupakan data waktu sesungguhnya yang terukur oleh pengamat yang diawali dan diakhiri oleh suatu elemen operasi yang sama(wignjoesoebroto, 008). Pengukuran waktu siklus haruslah mencakup seluruh elemen operasi (gerakan) yang mungkin muncul pada saat pekerjaan dilakukan: 1. Pengujian Keseragaman Data Pengujian keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang kita peroleh menyebar seragam atau tidak. Rumus untuk menghitung keseragaman data adalah: a. Standar deviasi untuk sampel s ti t n 1 b. Standar deviasi untuk populasi t N t i t Keterangan: t : Jumlah waktu yang diamati n : Jumlah Pengamatan; t i : waktu ke-i t : waktu rata-rata, dimana t t t n atau s : simpangan baku

3 . Pengujian Kecukupan Data Sebuah keputusan dibuat dengan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang digunakan untuk menentukan jumlah pengamatan yang diperlukan. Tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian ±5% digunakan dalam pengukuran waktu. Pernyataan tersebut berarti kesempatan total 95 dari 100 dimana rata-rata dari sampel dari elemen tidak mengalami kesalahan lebih dari ±5% dari waktu sebenarnya. Dimana N adalah jumlah pengamatan yang diperlukan untuk memprediksi waktu sebenarnya dengan tingkat ketelitian ±5% dan tingkat kepercayaan 95%. Jika penggunaan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian ± 10% digunakan sebagai kriteria, maka formula yang digunakan sebagai berikut Setelah uji keseragaman data dan uji kecukupan data dipenuhi maka dilakukan perhitungan waktu siklus, waktu normal dan waktu standar. Waktu siklus dihitung dengan merata-ratakan waktu yang diperoleh dalam pengukuran. Waktu normal diperoleh dengan mempertimbangkan rating factor operator. Rumus : WN WtxRf Waktu standar diperoleh dengan mempertimbangkan allowance operator.

4 100 WS WNx 100 All Keterangan: WN WS : Waktu Normal; Wt : Waktu siklus : Waktu Standar; All : Allowance Rating Factor Rating Factor (faktor penyesuaian) merupakan perbandingan performansi seseorang pekerja atau individual dengan konsep normalnya (Sutalaksana, 006). Ada beberapa kriteria rating factor (Rf) dari pekerja yaitu: 1. Pekerja normal Rf = 100% =1 (waktu normal).. Pekerja terampil Rf > 1 ( waktu pekerja lebih kecil dari waktu normal). 3. Pekerja lamban Rf < 1 ( waktu pekerja lebih besar dari waktu normal). Ada beberapa cara menentukan rating factor antara lain: 1. Cara Persentase Cara ini merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Di sini besarnya faktor penyesuian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatan selama pengukuran. WN=14,6 x 1,1 = 16,6 menit.

5 . Cara Shumard Cara Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performansi kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai tersendiri. Tabel 3.1. Penyesuaian Menurut Cara Shumard Kelas Penyesuaian Superfast 100 Fast + 95 Fast 90 Fast 85 Excellent 80 Good + 75 Good + 75 Good 70 Good 65 Normal 60 Fair + 55 Fair 50 Fair 45 Poor 40 Sumber : Iftikar Z Sutalaksana. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: ITB.

6 3. Cara Westinghouse Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi ke dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing (Sutalaksana, 006). Penyesuaian menurut Westinghouse dapat dilihat pada Tabel 3.. Tabel 3.. Penyesuaian Menurut Westinghouse Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Keterampilan Superskill A1 +0,15 A +0,13 Excellent B1 +0,11 B +0,08 Good C1 +0,06 C +0,03 Average D 0,00 Fair E1-0,05 E -0,10 Poor F1-0,16 F -0, Usaha Excessive A1 +0,13 A +0,1 Excellent B1 +0,10 B +0,08 Good C1 +0,05 C +0,0

7 Average D 0,00 Tabel 3.. Penyesuaian Menurut Westinghouse (Lanjutan) Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Fair E1-0,04 E -0,08 Poor F1-0,1 F -0,17 Kondisi Kerja Ideal A +0,06 Excellently B +0,04 Good C +0,0 Average D 0,00 Fair E -0,03 Poor F -0,07 Konsistensi Perfect A +0,04 Excellent B +0,03 Good C +0,01 Average D 0,00 Fair E -0,0 Poor F -0,04 Sumber : Iftikar Z Sutalaksana. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: ITB Allowance Kelonggaran (allowance) diberikan kepada tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan kelelahan dan hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya merupakan hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja selama pengamatan karenanya setelah mendapatkan waktu normal perlu ditambahkan

8 kelonggaran. Dalam menghitung besarnya allowance, bagi keadaan yang dianggap wajar diambil harga allowance = 100 %, sedangkan bila terjadi penyimpangan dari keadaan ini, harga p harus ditambah dengan faktor-faktor yang sesuai dengan waktu siklus yang diperoleh dan waktu ini dicapai berdasarkan setiap departemen (Sutalaksana, 006). Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu: 1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi (personal) Yang termasuk didalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal sepeti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekedarnya untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam sewaktu bekerja.. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique. Fatique merupakan hal yang akan terjadi pada diri seseorang sebagai akibat dari melakukan suatu pekerjaan. 3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tidak terhindarkan (delay). Hambatan-hambatan tidak terhindarkan terjadi karena berada diluar kekuasaan/kendali pekerja. 3. Keseimbangan Lini 3..1 Definisi Keseimbangan Lini Istilah keseimbangan lini (line balancing) adalah suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam suatu lini produksi sehingga setiap stasiun memiliki waktu yang tidak melebihi waktu

9 siklus dari stasiun kerja tersebut. Keterkaitan sejumlah pekerjaan dalam suatu lini produksi harus dipertimbangkan dalam menentukan pembagian pekerjaan ke dalam masing-masing stasiun kerja. (David D, 1996). 3.. Permasalahan Keseimbangan Lintasan Produksi Suatu perusahaan yang mempunyai tipe produksi massa yang melibatkan sejumlah besar komponen yang harus dirakit, perencanaan produksi memegang peranan yang penting dalam membuat penjadwalan produksi, terutama dalam pengaturan operasi-operasi atau penugasan kerja yang harus dilakukan (Groover, 001). Bila pengaturan dan perencanaannya tidak tepat, maka setiap stasiun kerja di lintas perakitan mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Hal ini akan mengakibatkan lintas perakitan tersebut tidak efisien karena terjadi penumpukan material/ produk setengah jadi di antara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya. Akibat sampingan lainnya adalah kompensasi biaya-biaya yang hilang serta akibat psikologis yang negatif bagi si pekerja. Persoalan keseimbangan lintasan perakitan bermula dari adanya kombinasi penugasan kerja kepada operator atau grup operator yang menempati tempat kerja tertentu. Karena penugasan elemen kerja (work element) yang berbeda akan menyebabkan perbedaan dalam sejumlah waktu yang tidak produktif dan variasi jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output produksi tertentu di dalam suatu lintas perakitan. Masalah kombinasi tersebut menjadi masalah

10 penyeimbangan lintas perakitan, penyeimbangan operasi atau stasiun kerja dengan tujuan untuk mendapatkan waktu yang sama di setiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan produksi yang diinginkan Terminologi Keseimbangan Lini Terminologi keseimbangan lini (Elsayed, 1985) antara lain: 1. Elemen Kerja (Work Element) Bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses assembly. Umumnya, N didefinisikan sebagai jumlah total dari elemen kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu assembly dan i adalah elemen kerja.. Stasiun Kerja (Workstation) Lokasi pada lini assembly atau pembuatan suatu produk dimana pekerjaan diselesaikan baik manual maupun otomatis. Jumlah minimum dari stasiun kerja adalah K, dimana K harus i. 3. Elemen Kerja Terkecil (Minimum Rational Work Element) Untuk menyeimbangkan pekerjaan dalam setiap stasiun yang ada maka pekerjaan tersebut harus dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan. Elemen kerja minimum adalah elemen pekerjaan terkecil dari suatu pekerjaan yang tidak dapat dibagi lagi. 4. Total Waktu Pengerjaan (Total Work Content) Jumlah dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen pekerjaan dari suatu lini. 5. Waktu Proses Stasiun Kerja (Workstation Process Time)

11 a. Elemen pekerjaan yang diselesaikan dalam satu stasiun kerja (work station) dapat terdiri dari satu elemen pekerjaan atau lebih. b. Waktu proses dalam stasiun kerja merupakan penjumlahan dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen kerja yang berada di dalam stasiun kerja tersebut. 6. Diagram Pendahulu (Precedence Diagram) Diagram pendahulu merupakan suatu gambaran grafis dari urut-urutan pekerjaan yang memperlihatkan kesuluruhan operasi pekerjaan dan ketergantungan masingmasing operasi pekerjaan tersebut, dimana elemen pekerjaan tertentu tidak dapat dikerjakan sebelum elemen pekerjaan yang mendahuluinya dikerjakan lebih dulu. Diagram pendahuluan dapat dibuat dengan alternatif, yaitu : a. Diagram AOA (Activity on Arrow) Dimana setiap aktivitas digambarkan sebagai anak panah yang menghubungkan node. Pada jaringan ini hanya ada satu node pada awal dan akhir proyek sehingga aktivitas semu (dummy) hanya terdapat pada jaringan AOA. b. Diagram AON (Activity on Node) Diagram dimana setiap aktivitas digambarkan dalam bentuk lingkaran (node), sedangkan tanda panah menunjukkan aliran aktivitas. Pada jaringan ini tidak terdapat aktivitas semu (dummy). 7. Balance Delay

12 Merupakan rasio dari total waktu menganggur dengan keterkaitan waktu siklus dan jumlah stasiun kerja atau dengan kata lain jumlah antara balance delay dan line efficiency sama dengan 1. Secara matematis, dapat dituliskan sebagai berikut : dimana : k CT Wbi i atau BD = jumlah stasiun kerja. = waktu stasiun terbesar / waktu daur (cycle time). = waktu sebenarnya pada setiap stasiun. = 1,, 3,..., n = 100% - LE 8. Cycle Time (CT) Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk dari lini perakitan dengan asumsi setiap assembly mempunyai kecepatan yang konstan. Nilai minimum dari waktu siklus waktu stasiun yang terpanjang. 9. Delay Time of A Station CT max Tsi Merupakan selisih antara waktu siklus dengan waktu stasiun. Perbedaan antara waktu stasiun dengan waktu siklus atau disebut juga idle time. Waktu Menganggur Stasiun = Wd Wi Total Waktu menganggur = kct n i 1 Wb i

13 10. Line Efficiency (Efisiensi Lini) Rasio dari total waktu stasiun terhadap keterkaitan waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja yang dinyatakan dalam persentase. ST LE k. CT k 100% Dimana TSi = station time atau waktu stasiun ke-i K = jumlah total stasiun kerja CT = cycle time atau waktu siklus terpanjang 11. Station Efficiency (Efisiensi Stasiun Kerja) Rasio dari waktu stasiun kerja terhadap waktu siklus atau waktu stasiun kerja terbesar. STk SE CT 100% 1. Smoothness Index (SI) Merupakan suatu index yang menunjukkan kelancaran relatif dari suatu keseimbangan lini assembly. Suatu smoothness index sempurna jika nilainya 0 atau disebut perfect balance. dimana : SI ( CT Wbi ) dimana :

14 CT Wbi = waktu stasiun maksimum = waktu stasiun ke-i 3..4 Metode Ranked Positional Weight (RPW) RPW (Elsayed, 1994) merupakan salah satu teknik heuristik yang diperkenalkan oleh Helgeson & Bernie. Pada metode ini, nilai ranked positional weight dihitung dari waktu proses masing-masing operasi yang mengikutinya. Cara penentuan bobot dari precedence diagram dimulai dari proses akhir. Bobot (RPW) = waktu proses operasi tersebut + waktu proses operasi-operasi yang berikutnya. Pengelompokkan operasi ke dalam stasiun kerja dilakukan atas dasar urutan RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan pembatas berupa waktu siklus. Metode Heuristic ini mengutamakan waktu elemen kerja yang terpanjang, dimana elemen kerja ini akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja yang lain yang memiliki waktu elemen yang lebih rendah. Proses ini dilakukan dengan memberikan bobot. Bobot ini diberikan pada setiap elemen kerja dengan memperhatikan diagram precedence. Dengan sendirinya elemen pekerjaan yang memiliki ketergantungan yang besar akan memiliki bobot yang semakin besar pula, dengan kata lain akan lebih diprioritaskan. Langkah-langkah metode RPW dengan perhitungan manual: 1. Gambar jaringan precedence sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.. Tentukan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen pekerjaan dari suatu operasi yang memiliki waktu penyelesaian (waktu baku) terpanjang mulai

15 dari awal pekerjaan hingga ke akhir elemen pekerjaan yang memiliki waktu penyelesaian (waktu baku) terendah. 3. Urutkan elemen pekerjaan berdasarkan positional weight pada langkah ke- di atas. Elemen pekerjaan yang memiliki positional weight tertinggi diurutkan pertama kali. 4. Lanjutkan dengan menempatkan elemen pekerjaan yang memiliki positional weight tertinggi hingga ke yang terendah ke setiap stasiun kerja. 5. Jika pada setiap stasiun kerja terdapat kelebihan waktu dalam hal ini waktu stasiun melebihi waktu siklus, tukar atau ganti elemen pekerjaan yang ada dalam stasiun kerja tersebut ke stasiun kerja berikutnya selama tidak menyalahi diagram precedence. 6. Ulangi langkah ke-4 dan ke-5 di atas sampai seluruh elemen pekerjaan sudah ditempatkan ke dalam stasiun kerja. 3.3 Kapasitas Kapasitas adalah kemampuan pembatas dari unit produksi untuk berproduksi dalam waktu tertentu dan biasanya dinyatakan dalam bentuk keluaran (output) per satuan waktu (Elwood,1983). Tetapi kapasitas adalah konsep yang kabur, karena harus dihubungkan dengan sejauh mana suatu peralatan digunakan. Sebagai contoh, bisa saja ditetapkan sebagai kebijakan untuk bekerja hanya 5 hari seminggu, satu shift dalam sehari, dan produksinya 1000 satuan per minggu. Dengan dasar ini kita dapat mengatakan bahwa kapasitas normal adalah 1000 satuan output per minggu. Tetapi

16 batas ini dapat ditingkatkan dengan kerja lembur sehingga batas kapasitas dengan kerja lembur menjadi 1150 satuan. Dengan menambah shift kedua, kapasitas dapat ditingkatkan lebih lanjut menjadi 1800 satuan per minggu. Dalam kaitannya dengan definisi di atas maka perencanaan kapasitas berusaha untuk mengintegrasikan faktor-faktor produksi untuk meminimisasi ongkos fasilitas produksi. Dengan kata lain, keputusan-keputusan yang menyangkut kapasitas produksi harus mempertimbangkan faktor-faktor ekonomis fasilitas produksi tersebut Rought-Cut Capacity Planning (RCCP) Rought-Cut Capacity Planning menghitung kebutuhan kapasitas secara kasar dan membandingkannya dengan kapasitas yang tersedia (Sinulingga, 008). Perhitungan secara kasar yang dimaksud terlihat dalam dua hal yang menjadi karakteristik RCCP yaitu: 1 Kebutuhan kapasitas masih didasarkan pada kelompok produk, bukan produk per produksi Tidak memperhitungkan jumlah persediaan yang telah ada. 3.4 Studi Gerakan Studi gerakan (motion study) adalah suatu studi tentang gerakan-gerakan yang dilakukan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaanya (Wignjosoebroto, 008). Dengan studi ini, ingin diperoleh gerakan-gerakan standar untuk penyelesaian suatu pekerjaan yaitu rangkaian gerakan-gerakan yang efektif dan efisien. Maksud utama dari studi

17 gerakan adalah untuk mengeliminir atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efektif. Sehingga pekerjaan akan dilaksanakan secara lebih mudah dan laju produksi dapat ditingkatkan. Orang yang berjasa dalam aktivitas studi gerakan ialah Frank dan Lilian Gilbreth yang telah mengawali studi gerakan manual dan mengembangkan prinsipprinsip dasar ekonomi gerakan Pengukuran Waktu Pengukuran waktu secara garis besar terdiri dari dua jenis (Sutalaksana, 1979) yaitu : 1. Pengukuran waktu langsung Merupakan pengukuran yang dilakukan di tempat dimana pekerjaan tersebut dilakukan. Contoh: pengukuran dengan menggunakan jam henti (stopwatch) dan sampling pekerjaan (work sampling).. Pengukuran waktu tidak langsung Merupakan perhitungan waktu kerja tanpa berada di tempat dimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Hal ini dilakukan dengan membaca tabel-tabel yang tersedia serta mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen gerakan. Contohnya : data waktu baku dan data waktu gerakan. Berikut akan dibahas mengenai data waktu gerakan Data Waktu Gerakan

18 Data waktu baku pekerjaan didapat dengan memperlihatkan elemen-elemen gerakan sebagai perincian dari suatu pekerjaan. Yang dimaksud dengan elemenelemen gerakan adalah serupa dengan yang dimaksud oleh Gilbreth dan istrinya mengenai therblig-therblig. Dari therblig-therblig inilah timbul gagasan mengurai suatu pekerjaan atas elemen-elemen walaupun elemen gerakan disini tidak selalu sama dengan yang dikemukakan Gilbreth. Cara ini dikenal sebagai penentuan waktu baku dengan data waktu gerakan atau Predetermined Time System. (Wignjosoebroto, 008) Predetermined Time System (PTS) Predetermined Time System terdiri dari suatu kumpulan data waktu dan prosedur sistematik dengan menganalisa dan membagi-bagi setiap operasi kerja (manual) yang dilaksanakan oleh operator ke dalam gerakan-gerakan kerja, gerakangerakan anggota tubuh (body movements) atau elemen-elemen gerakan manual lainnya dan kemudian menetapkan nilai waktu masing-masing berdasarkan waktu yang ada. Kelebihan Predetermined Time System atau metode pengukuran kerja dengan menggunakan data waktu gerakan yaitu: 1. karena setiap elemen gerakan sudah diketahui waktunya (data dikumpulkan dalam tabel-tabel), maka waktu penyelesaian suatu operasi kerja dapat ditentukan sebelum operasi itu sendiri.. waktu baku untuk setiap operasi kerja dapat ditentukan secara cepat karena hanya sekedar menyintesa waktu-waktu dari elemen-elemen gerakannya.

19 3. biaya untuk menetapkan waktu baku dengan sistem ini akan sangat rendah. 4. untuk mengembangkan metoda yang ada, maka perlu dievaluasi waktu dari metoda lama dan dikembangkan metoda baru. Predetermined Time Systems (PTS) digunakan untuk mengevaluasi gerakan dasar yang tidak dapat diukur menggunakan stopwatch dalam menetapkan waktu standar dalam suatu proses perakitan. PTS adalah sistem pendataan standar yang dirancang untuk digunakan dalam variasi produk yang luas maupun proses aplikasi (Freivalds, 009). PTS terdiri dari suatu kumpulan data waktu dan prosedur sistematik dengan membagi-bagi setiap operasi kerja manual ke dalam gerakangerakan dasar dengan data waktu gerakan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Adapun acuan dasar dari gerakan-gerakan dasar tersebut yaitu gerakan therbligs yang terdiri dari 17 gerakan dasar (Geng, 004). Unit satuan waktu yang digunakan, dikenal sebagai TMU (Time Measurement Unit) dimana 1 TMU sama dengan 0,00001 jam atau 0,0006 menit atau 0,036 detik (Freivalds, 009) Methods-Time Measurement Salah satu metode penentuan waktu baku secara sintesa yaitu pengukuran waktu metoda (methods-time measurement). Pengukuran waktu metoda (methodstime measurement) adalah suatu sistem penetapan awal waktu baku (predetermined time standard) yang dikembangkan berdasarkan studi gambar gerakan-gerakan kerja dari suatu operasi kerja industri yang direkam dalam film.(wignjosoebroto, 008). Sistem ini didefinisikan sebagai suatu prosedur untuk menganalisa setiap operasi atau

20 metoda kerja (manual operation) ke dalam gerakan-gerakan dasar yang diperlukan untuk melakasanakan kerja tersebut, dan kemudian menetapkan standar waktu dari masing-masing gerakan tersebut berdasarkan macam gerakan dan kondisi kerja masing-masing. Pengukuran waktu metoda membagi gerakan-gerakan kerja atas elemenelemen gerakan didefinisikan sebagai berikut (Wignjosoebroto, 1995): 1. Mencari. Mencari adalah elemen dasar gerakan pekerja untuk menentukan lokasi suatu obyek. Gerakan dimulai pada saat mata bergerak mencari obyek dan berakhir jika obyek telah ditemukan. Mencari ini termasuk dalam gerakan Therblig yang tidak efektif. Untuk mengurangi atau menghilangkan elemen kegiatan ini maka ada beberapa hal yang harus dilaksanakan: a. Mengetahui ciri - ciri obyek yang akan diambil. b. Mengatur tata letak area kerja sehingga mampu mengeliminir proses mencari. c. Pencahayaan yang sesuai dengan persyaratan ergonomis. d. Usahakan merancang tempat obyek yang tembus pandang (transparan).. Memilih. Memilih merupakan elemen gerakan Therblig untuk menemukan atau memilih suatu obyek di antara dua atau lebih obyek lainnya yang sama. Memilih ini termasuk dalam elemen gerakan Therblig yang tidak efektif. Untuk dapat menghilangkan elemen gerakan ini maka beberapa hal yang harus dilaksanakan adalah :

21 a. Obyek - obyek yang berbeda ditempatkan pada tempat yang terpisah. b. Obyek yang digunakan harus sudah standart, sehingga dapatdipertu karkan antara yang satu dengan yang lain. c. Mempergunakan suatu tempat material yang mampu mengatur posisi obyek sedemikian rupa sehingga tidak menyulitkan pada saat mengambil tanpa harus memilih. 3. Memegang (Grasp). Memegang adalah elemen gerakan tangan yang dilakukan dengan menutup jarijari tangan obyek yang dikehendaki dalam suatu operasi kerja. Memegang adalah elemen Therblig yang diklasifikasikan sebagai elemen gerakan efektif yang biasanya tidak bisa dihilangkan tetapi dalam beberapa hal dapat diperbaiki. Untuk memperbaiki elemen gerak ini dapat digunakan: a. Mengusahakan agar beberapa obyek dapat dipegang secara bersamaan. b. Obyek diletakan secara teratur sehingga pemegangan obyek dapat dilaksanakan lebih mudah dibandingkan dengan letak obyek yang berserakan. c. Menggunakan peralatan yang dapat mengganti fungsi tangan untuk memegang sehingga dapat mengurangi gerakan anggota badan yang pada akhirnya dapat memperlambat datangnya kelelahan. 4. Menjangkau / Membawa Tanpa Beban (Transport Empty). Menjangkau adalah elemen gerakan Therblig yang menggambarkan gerakan tangan berpindah tempat tanpa beban atau hambatan (resistance) baik gerakan yang menuju atau menjauhi obyek. Gerakan ini diklasifikasikan sebagai elemen

22 Therblig yang efektif dan sulit untuk dihilangkan secara keseluruhan dari suatu siklus kerja. Meskipun demikian gerakan ini dapat diperbaiki dengan memperpendek jarak jangkauan serta memberikan lokasi yang tetap untuk obyek yang harus dicapai selama siklus kerja berlangsung. 5. Membawa Dengan Beban (Transport Loaded). Membawa merupakan elemen perpindahan tangan, hanya saja disini tangan bergerak dalam kondisi membawa beban (obyek). Elemen gerak membawa termasuk Therblig yang efektif sehingga sulit untuk dihindarkan. Tetapi waktu yang digunakan untuk elemen kegiatan ini dapat dihemat dengan cara mengurangi jarak perpindahan, meringankan beban yang harus dipindahkan, dan memperbaiki tipe pemindahan beban dengan prinsip gravitasi atau mempergunakan peralatan material handling. 6. Memegang untuk Memakai (Hold). Elemen ini terjadi jika elemen memegang obyek tanpa menggerakan obyek tersebut. Elemen memegang untuk memakai adalah elemen kerja yang efektif yang bisa dihilangkan dengan memakai alat bantu untuk memegang obyek. 7. Melepas (Release Load). Elemen ini terjadi pada saat operator melepaskan kembali terhadap obyek yang dipegang sebelumnya. Elemen gerak melepas termasuk elemen therblig yang efektif yang bisa diperbaiki. Elemen kegiatan ini dapat diperbaiki dengan cara : a. Mengusahakan kegiatan ini dapat dilaksanakan sekaligus dengan elemen gerakan membawa.

23 b. Mendesign tempat untuk melepas obyek sedemikian rupa sehingga elemen melepas dapat dilaksanakan secara singkat. c. Mengusahakan agar setelah melepas posisi tangan langsung berada pada kondisi kerja untuk elemen berikutnya. 8. Mengarahkan (Position). Mengarahkan adalah elemen gerakan therblig yang terdiri dari menempatkan obyek pada lokasi yang dituju secara tepat. Elemen gerak ini termasuk Therblig yang tidak efektif, sehingga untuk itu harus diusahakan untuk dihilangkan. Waktu untuk mengarahkan dapat diefisiensikan dengan mempergunakan alat bantu. 9. Mengarahkan Awal (Pre-Position). Mengarahkan awal adalah elemen gerakan efektif Therblig yang mengarahkan obyek ke suatu tempat sementara sehingga pada saat kerja mengarahkan obyek benar-benar dilakukan maka obyek tersebut dengan mudah dapat dipegang dan dibawa ke arah tujuan yang dikehendaki. 10. Memeriksa (Inspect). Elemen ini termasuk dalam langkah kerja untuk menjamin bahwa obyek telah memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan. Elemen ini termasuk elemen Therblig yang tidak efektif. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari elemen gerakan ini adalah : a. Mengabungkan elemen gerakan memeriksa dengan kegiatan yang lain. b. Mempergunakan peralatan inspeksi yang mampu melakukan inspeksi untuk beberapa obyek sekaligus.

24 c. Penambah faktor pencahayaan terutama untuk obyek - obyek yang kecil. Gagasan untuk mengefektifkan penerapannya muncul dari seorang konsultan methode engineering ternama dari jepang Mr. Shiego Singo. Ia mengklasifikasikan Therblig yang telah dibuat oleh Gilberth menjadi empat kelompok, yaitu : 1. Kelompok Utama (Objective Basic Division) Gerakan-gerakan dalam kelompok utama ini bersifat memberikan nilai tambah perbaikan kerja untuk kelompok ini dapat dilakukan dengan cara mengefisienkan gerakan. Terdiri atas a. A : Assemble (Merakit) b. DA : Diassemble (Mengurai Rakit) c. U : Use (Menggunakan). Kelompok Penunjang (Physical Basic Division) Gerakan-gerakan dalam kelompok penunjang ini diperlukan, tetapi tidak memberikan nilai tambah. Perbaikan kerja untuk kelompok ini dapat dilakukan dengan meminimkan gerakan. Terdiri atas : a. RE : Reach (Menjangkau) b. G : Grasp (Memegang) c. M : Move (Membawa) d. RL : Released Load (Melepas) 3. Kelompok Pembantu (Mental atau Semi-Mental Basic Division)

25 Gerakan-gerakan dalam kelompok pembantu ini tidak memberikan nilai tambah dan mungkin dapat dihilangkan. Perbaikan kerja untuk kelompok ini dilakukan dengan pengaturan kerja yang baik atau menggunakan alat bantu. Terdiri atas : a. SH : Search (Mencari) b. ST : Select (Memilih) c. P : Position (Mengarahkan) d. H : Hold (Memegang untuk Memakai) e. I : Inspection (Memeriksa) f. PP : Preposition (Mengarahkan) 4. Kelompok Gerakan Elemen Luar. Gerakan dalam kelompok ini sedapat mungkin dihilangkan. Terdiri atas : a. R : Rest b. Pn : Plan c. UD : Unavoidable Delay d. AD : Avoidable Delay

26 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Tiga Mitra Sentosa (TMS) beralamat di Jalan HOK. Salamuddin Nagori No. 6 Siantar Estate, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun. Waktu penelitian dimulai pada Mei 017 hingga selesai. 4. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (Descriptive Research) dimana ialah suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskrispsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu. Oleh karena itu penelitian ini menggambarkan permasalahan berupa keadaan lantai produksi secara sistematis dengan fakta-fakta yang tepat dan data yang saling berhubungan untuk mendapatkan solusi yang lebih baik (Sinulingga, 016). 4.3 Objek Penelitian Objek penelitian yang diamati adalah lini produksi pada PT Tiga Mitra Sentosa (TMS).

27 4.4 Variabel Penelitian Variabel-variabel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Independen, yakni variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik positif maupun negatif (Sinulingga, 016). Terdiri atas : a. Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi yang dibutuhkan sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan. b. Rating factor adalah faktor penyesuaian untuk menghilangkan ketidakwajaran dalam menyelesaikan suatu elemen kerja sehingga diperoleh waktu normal. c. Allowance adalah kelonggaran waktu yang diberikan kepada operator karena adanya kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa lelah (fatique) dan hambatanhambatan lain yang tidak dapat dihindarkan. d. Kapasitas dibutuhkan, yaitu besarnya kenutuhan kapasitas stasiun kerja untuk memproduksi sejumlah produk yang ditentukan dalam periode tertentu. e. Kapasitas tersedia, yaitu tingkat kemampuan yang tersedia dari suatu fasilitas untuk menghasilkan sejumlah produk pada periode tertentu. f. Rekaman gerakan operator, yaitu media yang menyimpan gerakan-gerakan operator dalam melakukan pekerjaannya.

28 . Variabel Intervening, yakni variabel yang mempengaruhi fenomena yang diobservasi (hubungan antara variabel dependen dan variabel independen menjadi bersifat tidak langsung) tetapi tidak dilihat, diukur, atau dimanipulasi (Sinulingga, 016). Terdiri atas : a. Waktu baku, yakni waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu aktivitas atau pekerjaan oleh tenaga kerja yang wajar pada situasi dan kondisi yang normal. b. Penentuan lintasan produksi aktual, penyusunan work center berdasarkan metode RPW. c. Penentuan stasiun kerja bottleneck, dimana waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian di suatu proses operasi lebih besar dari waktu yang tersedia. d. Penjabaran elemen kerja dengan MTM, yakni penjabaran gerak dengan Predetermined Time System. e. Perbaikan elemen kerja, yakni perbaikan gerakan-gerakan yang tidak efetif dalam lingkup therblig. 3. Variabel Dependen, yakni variabel yang nilainya dipengaruhi oleh nilai variabel lain (Sinulingga, 016). Terdiri atas lintasan usulan dengan metode penyeimbangan lini RPW.

29 4.5 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual menunjukkan hubungan logis antara variabelvariabel yang telah diidentifikasi yang penting dan menjadi fondasi dalam melaksanakan penelitian. Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar Langkah-Langkah Penelitian Flow Chart rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.. Waktu Elemen Kerja Rata-Rata Rating Factor Waktu Baku Penentuan Lintasan Aktual dengan RPW Allowance Kapasitas Tersedia Lintasan Usulan dengan RPW Penetuan Stasiun Kerja Bottleneck Kapasitas Dibutuhkan Penjabaran Gerak Elemen Kerja dengan MTM Perbaikan Elemen Kerja Usulan dengan MTM Rekaman Gerak Operator Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian

30 4.7 Pengumpulan Data Berdasarkan cara pengumpulannya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan atau pengukuran langsung. Data yang termasuk kategori ini adalah: a. Data urutan proses produksi. b. Data waktu siklus setiap elemen kerja c. Data ratting factor d. Data Allowance e. Data rekaman gerakan pada stasiun pengepressan. Data sekunder diperoleh berdasarkan data dokumentasi perusahaan. Data yang termasuk kategori ini adalah: a. Jumlah mesin b. Jumlah Kapasitas c. Jumlah sift, hari dan jam kerja d. Jumlah karyawan 4.8 Instrumen Penelitian

31 Instrumen dalam pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Stopwatch sebagai alat pengukuran waktu stopwatch time study.. Worksheet allowance dan rating factor. 3. Alat perekam sebagai media untuk merekam gerakan-gerakan operator. 4. Kamera sebagai media untuk memperoleh gambar mesin dan peralatan pada bagian produksi. 5. Meteran sebagai alat untuk memperoleh data ukuran peralatan. 6. Dokumen-dokumen perusahaan yang berhubungan dengan penelitian. 4.9 Analisis Pemecahan Masalah Analisis pada penyelesaian masalah dilakukan dengan mengidentifikasi hambatan-hambatan untuk mengetahui hal-hal yang mengakibatkan ketidakseimbangan lini meliputi penyebab terjadinya Wait in process dan ketidakseimbangan beban kerja Blok Diagram Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ditampilkan dalam blok diagram pada Gambar 4.3.

32 4.11 Kesimpulan dan Saran Penarikan kesimpulan dilakukan untuk merangkum hal-hal penting dalam penelitian tersebut. Saran diberikan untuk penelitian selanjutnya.

33 Mulai Studi Pendahuluan : - Melihat Kondisi Nyata Pabrik - Mengamati Proses Produksi - Informasi pendukung Studi Literatur : -Mencari Metode Pemecahan Masalah -Mencari Teori Pendukung Identifikasi Masalah Awal Adanya Wait in Process dan Tidak Meratanya Pembebanan Kerja yang menyebabkan ketidakseimbangan lini produksi Data Primer : - Urutan Proses Produksi - Data Waktu Siklus Setiap Stasiun Kerja - Rekaman Gerak Operator Data Sekunder : - Data Jumlah produksi - Jumlah, Jenis dan Spesifikasi mesin dan peralatan - Jumlah operator dan pembagian jam kerja - Struktur Organisasi dan ruang lingkup bidang usaha - Kapasitas Produksi Pengolahan Data Analisis dan Pembahasan : Analisis Litasan produksi sebelum dan Setelah perbaikan dengan Metode RPW dan MTM Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 4.. Flow Chart Rancangan Penelitian

34 Rumusan Masalah : Ketidakseimbangan lini produksi Studi Pendahuluan : - Mengamati Kondisi Nyata Pabrik - Mengamati Proses Produksi Studi Literatur : -Mencari Metode Pemecahan Masalah -Mencari Teori Pendukung Pengumpulan Data Data Primer : - Urutan Proses Produksi - Data Waktu Siklus Setiap Elemen Kerja - Data Rating Factor - Data Allowance - Rekaman gerak operator Data Sekunder : - Data Efisiensi - Data Utilitas - Jumlah Mesin - Jumlah Sift, Hari dan Jam Kerja - Data Jumlah Karyawan - Data Gaji Karyawan - Data biaya Lembur Pengolahan Data : - Uji Keseragaman Data - Uji Kecukupan Data - Perhitungan Waktu Baku Produksi - Penyeimbangan Lini dengan RPW - Penggambaran gerak operator dengan MTM - Perbaikan MTM - penyeimbangan Lini produksi dari MTM usulan dengan RPW Analisis dan Pembahasan : Analisis terhadap Keseimbangan lini sebelum dan setelah dilakukan pengoptimalan lini Kesimpulan dan Saran Gambar 4.3. Blok Diagram Prosedur Penelitian

35 BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 5.1 Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan selama melakukan penelitian di PT. Tiga Mitra Sentosa sebagai dasar dalam penyelesaian masalah keseimbangan lintasan produksi adalah sebagai berikut : 1. Data waktu siklus pengerjaan produk. Data urutan proses operasi dan Precedence Diagram 3. Data efisiensi dan utilitas 4. Data Kapasitas Stasiun Kerja Data Waktu Siklus Waktu siklus meliputi proses pengejaan kayu menjadi produk papan setengah jadi pada masing-masing stasiun. Pengukuran waktu siklus dilakukan dengan stopwatch. Proses Operasi yang dilakukan pengukuran pada masing-masing stasiun adalah sebagai berikut : 1. Proses Pemotongan Awal Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai memasukkan kayu ke mesin Sawing dan selesai saat operator meletakkan potongan ke tumpukan kayu yang telah dipotong.

36 . Proses Perataan Kayu Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai memasukkan kayu ke Double planer Machine dan selesai saat operator meletakkan kayu ke tumpukan kayu yang telah diratakan. 3. Proses Penyambungan Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai memasukkan sisa kayu dari stasiun pemotongan ke mesin Finger Joint dan selesai saat operator meletakkan papan yang telah menyatu ke tumpukan. 4. Proses Grading Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai memegang kayu untuk diperiksa secara manual dan selesai saat operator meletakkan kayu ke tumpukan kayu yang telah diperiksa. 5. Proses Penyatuan Awal Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai memegang kayu untuk disatukan sesuai dengan ukuran dan selesai saat operator meletakkan kayu yang telah ditandai ke tumpukan kayu. 6. Proses Penyatuan Akhir Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai memasukkan kayu ke Glue Machine dan selesai saat operator meletakkan papan yang telah disatukan ke tumpukan. 7. Proses Pengepressan

37 Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai memasukkan kayu ke Alat Press dan selesai saat operator telah memasang kunci press untuk kayu. 8. Proses Pengeringan Pengukuran waktu dilakukan saat operator telah memasang kunci press untuk kayu dan selesai 5 menit. 9. Proses Pelepasan Pengepressan Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai membuka Alat Press dan selesai saat komponen alat press untuk kayu telah terlepas. 10. Proses Pemotongan Akhir Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai memasukkan papan yang telah disatukan ke mesin Sawing dan selesai saat operator meletakkan potongan ke tumpukan. 11. Proses Pendempulan Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai memegang kayu untuk diperiksa secara manual lubang-lubang pada kayu dan selesai saat operator meletakkan kayu ke tumpukan kayu yang telah diperiksa. 1. Proses Pengeringan Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai meletakkan kayu dempul untuk dipkeringkan dan selesai 15 menit setelah diletakkan. 13. Proses Gerinda

38 Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai memegang kayu yang telah didempul untuk dilakukan perataan manual pada kayu dan selesai saat operator meletakkan kayu ke tumpukan kayu yang telah diratakan. 14. Proses Penyusunan papan finishing Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai mengambil papan finishing dan selesai saat operator sudah menyusun papan yang berisi 130 papan ukuran (1540 mm x 14 mm x 30 mm). 15. Proses Packing Pengukuran waktu dilakukan saat operator mulai mengambil plastik dan selesai saat operator sudah melapisi 1 tumpukan papan yang berisi 130 papan ukuran (1540 mm x 14 mm x 30 mm). Pengukuran dilakukan selama 10 kali untuk setiap aktivitas di stasiun kerja yang dapat dilihat pada Tabel 5.1.

39 No Stasiun Tabel 5.1. Hasil Pengukuran Waktu Siklus Line Production PT. Mitra Sentosa Pengamatan Ke- (detik) Keterangan 1 1 unit ukuran dari 1800mm x 80mm x 30mm menjadi 1540mm x 80mm x 30mm dan kayu sisa ukuran 60mm x 80mm x 30mm unit kayu ukuran 1540 x 80mm x 30mm unit kayu sisa ukuran 60mm x80mm x 30mm menjadi 1540mm x 80mm x 30 mm 4 penyatuan dari unit kayu ukuran x80mm x 30 mm menjadi ukuran 1540mmx160mmx30mm 5 penyatuan dari unit kayu ukuran x80mm x 30 mm menjadi ukuran 1540mmx160mmx30mm 6 penyatuan dari unit kayu ukuran x80mm x 30 mm menjadi ukuran 1540mmx160mmx30mm ukuran 1540mmx160mmx30mm ukuran 1540mmx160mmx30mm ukuran 1540mmx160mmx30mm ukuran 1540mmx154mmx30mm ukuran 1540mmx154mmx30mm

40 Tabel 5.1. Hasil Pengukuran Waktu Siklus Line Production PT. Mitra Sentosa (Lanjutan) No Stasiun Pengamatan Ke- (detik) Keterangan ukuran 1540mmx154mmx30mm ukuran 1540mmx154mmx30mm ukuran 1540mmx154mmx30mm (isi 130 unit) ukuran 1540mmx154mmx30mm (isi 130 unit) Sumber: Pengumpulan Data Waktu yang diperoleh belum menggunakan satuan yang sama, sehingga perlu dilakukan penyamaan satu sehingga diperoleh waktu pada tabel 5.. Tabel 5.. Hasil Penentuan Waktu Siklus Line Production PT. Mitra Sentosa No Stasiun Pengamatan Ke- (detik) Waktu Rata- Rata Jumlah Unit per Siklus Waktu pengerjaan rata-rata per unit , , , ,30

41 Tabel 5.. Hasil Penentuan Waktu Siklus Line Production PT. Mitra Sentosa (Lanjutan) No Stasiun Pengamatan Ke- (detik) Waktu Rata- Rata Jumlah Unit per Siklus Waktu pengerjaan rata-rata per unit ,70 1 5, , , , , ,50 1 1, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0 Sumber: Pengumpulan Data

42 5.1. Data Urutan Elemen Kerja dan Precedence Diagram Proses produksi Papan terdiri atas urutan-urutan elemen kerja yang satu sama lain saling bergantung atau berhubungan sehingga perlu dilakukan penguraian elemen kerja serta penggambarannya melalui Precedence Diagram seperti terlihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Precedence Constrain Elemen Nomor Kerja Elemen Sebelum Setelah O-1 1 -,3 O- 1,3 4 O O O O O O O O ,14 O O O O ,13 15 O Sumber: Pengumpulan Data

43 Diagram precedence line production PT. Tiga Mitra Sentosa pada produksi papan ukuran 1540mm x 14mm x 30 mm dapat dilihat pada Gambar % 80 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 60 % 100 % % 0 % 40 % 40 % % 40 % 40 % Sumber: Pengumpulan Data Gambar 5.1. Precedence Diagram Zoning constraint menjadi pertimbangan elemen-elemen kerja yang boleh didekatkan dan elemen-elemen kerja yang tidak boleh berdekatan. Sesuai dengan aliran operasi maka diperoleh zoning constraint pada tabel 5.4. Tabel 5.4. Zoning Constraint Elemen Kerja Satu Group Elemen kerja 1,,3,4,5,6,7,8,9,10,14,15 Elemen Kerja 11,1,13 Sumber: Pengumpulan Data Keterangan Proses Produksi Kayu Utama Proses Produksi Perbaikan Kayu (Sompel dan kurang rata) Data persentase penggunaan bahan melalu penggambaran Precende Diagram yakni pada Tabel 5.5.

44 Tabel 5.5. Data Persentase Penggunaan Bahan Persentase Proses Operasi Penggunaan Bahan (%) Proses Pemotongan Awal 100 Proses Perataan Kayu 100 Proses Penyambungan 0 Proses Grading 100 Proses Penyatuan Awal 100 Proses Penyatuan Akhir 100 Proses Pengepressan 100 Proses Pengeringan 100 Proses Pelepasan 100 Pengepressan Proses Pemotongan Akhir 100 Proses Pendempulan 40 Proses Pengeringan 40 Proses Gerinda 40 Proses Penyusunan papan 100 finishing Proses Packing 100 Sumber: Pengumpulan Data Data Kapasitas Stasiun Kerja Data kapasitas pada setiap stasiun kerja meliputi kapasitas harian dan target produksi yang berasal dari perusahaan. Data kapasitas dapat dilihat pada Tabel 5.6.

45 Tabel 5.6. Kapasitas Stasiun Kerja Stasiun Kerja Kapasitas Harian Target Produksi Harian Sumber: Pengumpulan Data Data Efisiensi dan Scrap Data efisiensi dan scrap pada perusahaan akan menentukkan output dari sebuah perusahaan. Data kapasitas dapat dilihat pada Tabel 5.7.

46 Tabel 5.7. Efisiensi dan Scrap Proses Operasi Efisiensi (%) Scrap (%) Sumber: Pengumpulan Data 5. Pengolahan Data 5..1 Uji Keseragaman Data Uji keseragaman data perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum menggunakan data yang diperoleh untuk menetapkan waktu baku berdasarkan waktu siklus yang diperoleh dari pengumpulan data. Pengujian keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam batas kontrol (BKA dan BKB) atau tidak (out of control). Contoh uji keseragaman dari proses pemotongan awal sebagai berikut :

47 1. Perhitungan rata-rata Perhitungan dilakukan berdasarkan pengumpulan data pada Tabel 5.. sehingga diperoleh : Xstasiun x 1 x n x n X stasiun Xstasiun 37, Perhitungan standar deviasi Perhitungan dilakukan berdasarkan data pada Tabel 5.. dan rata-ratanya sehingga diperoleh : ( xi x) N (39 37,40) (38 37,40) (38 37,40) 0, Menghitung Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) Perhitungan dilakukan dari rata-rata dan standar deviasi yang telah dihitung dengan Tingkat Keyakinan = 95 % dan Tingkat Ketelitian = 5 %, makan nilai Z = BKA X Z =37,40 + (0,966) = 39,33 BKB X Z =37,40 - (0,966) = 35,468 Pada kontrol proses pemotongan awal dapat dilihat pada Gambar 5..

48 Sumber: Penngolahan Data Gambar 5.. Peta Kontrol Proses Pemotongan Berdasarkan gambar diatas, tidak ada data waktu siklus yang melewati batas kontrol, sehingga dapat dikatakan bahwa data pengukuran waktu siklus elemen kegiatan pemotongan awal seragam. Rekapitulasi uji keseragaman data dapat dilihat pada Tabel 5.8 Tabel 5.8. Rekapitulasi Uji Keseragaman Data Waktu Siklus pada Proses Operasi No. Standar Rata-Rata Stasiun Devisi BKA BKB Keterangan 1 37,40 0,966 39,33 35,468 Seragam 111,0 1,5 46,803 41,797 Seragam 3 94,30 1,160 55,019 50,381 Seragam

49 Tabel 5.8. Rekapitulasi Uji Keseragaman Data Waktu Siklus pada Proses Operasi (Lanjutan) No. Standar Rata-Rata Stasiun Devisi BKA BKB Keterangan 4 17,70 1,5 0,03 15,197 Seragam 5 35,40 1,075 37,550 33,50 Seragam 6 1,50 0,850 14,00 10,800 Seragam 7 57,10 0,994 59,089 55,111 Seragam 8 187,30 9, ,156 18,444 Seragam 9 55,40 1,075 57,550 53,50 Seragam 10 30,10 1,54 33,148 7,05 Seragam ,50, ,4 98,578 Seragam 1 900,40 1, , ,847 Seragam 13 37,00 1,333 39,667 34,333 Seragam 14 4,83 0,0 4,874 4,787 Seragam ,0 3, , ,03 Seragam Sumber: Pengolahan Data 5.. Uji Kecukupan Data Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data waktu siklus yang diambil sudah memenuhi jumlah semestinya atau belum. Data waktu siklus yang diambil diuji kecukupannya dengan rumus :

50 ) ( ) ( ) ( ' x x x N s Z N Dimana : x = data ke-i dari N sampel x Z = tingkat kepercayaan (tingkat kepercayaan = 95% dengan Z=) s = tingkat ketelitian (tingkat ketelitian= 5%) N = jumlah data aktual untuk sampel N = jumlah data yang seharusnya Data dinyatakan cukup jika N> N berdasarkan hasil peritungan. Namun sebaliknya, jika N < N maka harus menambahkan jumlah data sebagai sampel. Pengujian data proses pemotongan awal yakni sebagai berikut : ) ( ) ( ) ( ' x x x N s Z N (374) (139876) 10(13996) 0,05 ' N 1 0,961 ' N Jumlah data aktual untuk sampel (N) yakni sebanyak 10 buah, sedangkan data yang dibutuhkan (N ) yakni sebanyak 1 buah. Sehingga data dinyatakan cukup

51 (N>N ). Rekapitulasi uji kecukupan data untuk keseluruhan elemen dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9. Rekapitulasi Perhitungan Uji Kecukupan Data No. Stasiun X X ( X) N N' Keterangan ,961 Cukup ,150 Cukup ,697 Cukup ,01 Cukup ,38 Cukup ,656 Cukup ,0 Cukup ,753 Cukup ,54 Cukup ,691 Cukup ,814 Cukup ,006 Cukup ,870 Cukup 14 48,307 33, , ,09 Cukup ,045 Cukup Sumber: Pengolahan Data

52 Setelah dilakukan kedua uji diatas, maka data waktu siklus yang teleh diambil dapat digunakan untuk pengolahan data selanjutnya. Waktu siklus pada line production PT.Tiga Mitra Sentosa ditunjukkan pada Tabel Tabel Waktu Siklus Line Production di PT. Tiga Mitra Sentosa No Elemen Kegiatan Waktu Siklus (Detik) 1 Proses Pemotongan Awal 37,40 Proses Perataan Kayu 44,30 3 Proses Penyambungan 5,70 4 Proses Grading 17,70 5 Proses Penyatuan Awal 35,40 6 Proses Penyatuan Akhir 1,50 7 Proses Pengepressan 57,10 8 Proses Pengeringan 187,30 9 Peroses Pelepasan Pengepressan 55,40 10 Proses Pemotongan Akhir 30,10 11 Proses Pendempulan 103,50 1 Proses Pengeringan 900,40 13 Proses Gerinda 37,00 14 Proses Penyusunan papan finishing 4,83 15 Proses Packing 551,0 Sumber: Pengolahan Data 5..3 Penentuan Rating Factor dan Allowance Rating Factor Perhitungan waktu baku dalam pengerjaan elemen kerja sehingga diperlukan pengukuran rating factor untuk memperoleh waktu kerja baku. Penentuan rating

53 factor dilakukan menurut westinghouse. Berdasarkan rating factor pada elemen kerja di PT. Tiga Mitra Sentosa ditunjukkan pada Tabel Tabel Rating Factor Stasiun Kerja Elemen Rating Factor Kelas Lambang Penyesuaian Total Keterampilan Good C1 0,06 Usaha Average D 0 Kondisi Kerja Average D 0 0,07 Konsistensi Good C 0,01 Keterampilan Good C1 0,06 Usaha Average D 0 Kondisi Kerja Average D 0 0,07 Konsistensi Good C 0,01 Keterampilan Good C1 0,06 Usaha Good C1 0,0 Kondisi Kerja Average D 0 0,05 Konsistensi Fair E -0,03 Keterampilan Good C1 0,06 Usaha Good C1 0,0 Kondisi Kerja Average D 0 0,08 Konsistensi Fair E -0,0 Keterampilan Good C1 0,06 Usaha Average D 0 Kondisi Kerja Average D 0 0,07 Konsistensi Good C 0,01

54 Tabel Rating Factor (Lanjutan) Stasiun Elemen Rating Kerja Factor Kelas Lambang Penyesuaian Total Keterampilan Good C1 0,06 6 Usaha Good C1 0,0 Kondisi Kerja Fair E -0,03 0,03 Konsistensi Fair E -0,0 Keterampilan Good C1 0,06 7 Usaha Average D 0 Kondisi Kerja Average D 0 0,07 Konsistensi Good C 0,01 Keterampilan Good C 0,06 8 Usaha Average D 0 Kondisi Kerja Average D 0 0,07 Konsistensi Good C 0,01 9 Keterampilan Good C 0,06 0,07 Usaha Average D 0 Kondisi Kerja Average D 0 Konsistensi Exellent B 0,01 10 Keterampilan Good C 0,03 0,04 Usaha Average D 0 Kondisi Kerja Average D 0 Konsistensi Good C 0,01 11 Keterampilan Good C1 0,06 0,07 Usaha Average D 0 Kondisi Kerja Average D 0 Konsistensi Good C 0,01

55 Tabel Rating Factor (Lanjutan) Stasiun Elemen Rating Kerja Factor Kelas Lambang Penyesuaian Total 1 Keterampilan Good C 0,06 0,07 Usaha Average D 0 Kondisi Kerja Average D 0 Konsistensi Exellent B 0,01 13 Keterampilan Good C1 0,06 0,03 Usaha Good C1 0,0 Kondisi Kerja Fair E -0,03 Konsistensi Fair E -0,0 14 Keterampilan Good C1 0,06 0,07 Usaha Average D 0 Kondisi Kerja Average D 0 Konsistensi Good C 0,01 Keterampilan Good C1 0,06 15 Usaha Average D 0 0,07 Kondisi Kerja Average D 0 Konsistensi Good C 0,01 Sumber: Pengolahan Data Allowance Kelonggaran (Allowance) diberikan untuk tiga hal (Sutalaksana, 1979) yakni untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dihindarkan. Penentuan allowance untuk semua stasiun pembuatan papan setengah jadi ditunjukkan pada Tabel 5.1.

56 Tabel 5.1. Allowance Stasiun Kerja 1 3 Faktor Allowance Total Tenaga yang dikeluarkan 3 Sikap kerja 1 Gerakan kerja 1 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 4 1 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik 1 Kebutuhan pribadi 1 Tenaga yang dikeluarkan 4 Sikap kerja Gerakan kerja 0 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 5 15 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik 1 Kebutuhan pribadi Tenaga yang dikeluarkan 3 Sikap kerja 1 Gerakan kerja 1 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 6 14 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik 1 Kebutuhan pribadi 1

57 Tabel 5.1. Allowance (Lanjutan) Stasiun Kerja Faktor Allowance Total Tenaga yang dikeluarkan 5 Sikap kerja 1 Gerakan kerja 1 Kelelahan mata Keadaan temperatur kerja 4 16 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik 1 Kebutuhan pribadi 1 Tenaga yang dikeluarkan 4 Sikap kerja 1 Gerakan kerja 1 Kelelahan mata Keadaan temperatur kerja 4 15 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik 1 Kebutuhan pribadi 1 Tenaga yang dikeluarkan 3 Sikap kerja 0 Gerakan kerja 1 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 5 14 Keadaan atmosfer Keadaan lingkungan yang baik Kebutuhan pribadi 1

58 Tabel 5.1. Allowance (Lanjutan) Stasiun Kerja Faktor Allowance Total Tenaga yang dikeluarkan 3 Sikap kerja 0 Gerakan kerja 1 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 4 13 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik Kebutuhan pribadi Tenaga yang dikeluarkan 3 Sikap kerja 0 Gerakan kerja 1 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 4 13 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik Kebutuhan pribadi Tenaga yang dikeluarkan 3 Sikap kerja 0 Gerakan kerja 1 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 4 13 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik Kebutuhan pribadi

59 Tabel 5.1. Allowance (Lanjutan) Stasiun Kerja Faktor Allowance Total Tenaga yang dikeluarkan 3 Sikap kerja 1 Gerakan kerja 0 Kelelahan mata 1 Keadaan temperatur kerja 4 15 Keadaan atmosfer Keadaan lingkungan yang baik Kebutuhan pribadi Tenaga yang dikeluarkan 6 Sikap kerja 3 Gerakan kerja 0 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 1 15 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik Kebutuhan pribadi Tenaga yang dikeluarkan 6 Sikap kerja 3 Gerakan kerja 0 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 1 15 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik Kebutuhan pribadi

60 Tabel 5.1. Allowance (Lanjutan) Stasiun Kerja Faktor Allowance Total Tenaga yang dikeluarkan 6 Sikap kerja 3 Gerakan kerja 0 13 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 1 14 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik 1 Kebutuhan pribadi Tenaga yang dikeluarkan 3 Sikap kerja Gerakan kerja 0 14 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 4 16 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik 5 Kebutuhan pribadi 1 Tenaga yang dikeluarkan 6 16 Sikap kerja Gerakan kerja 0 15 Kelelahan mata 0 Keadaan temperatur kerja 4 Keadaan atmosfer 1 Keadaan lingkungan yang baik Kebutuhan pribadi 1 Sumber: Pengolahan Data

61 5..4. Perhitungan Waktu Normal (Wn) dan Waktu Baku (Wb) Setelah diperoleh data Rf (rating factor) maka dapat dilakukan perhitungan waktu normal. Operator dengan kerja normal, diberi nilai Rf = 1 dengan menggunakan data waktu siklus yang diperoleh sebelumnya. Perhitungan waktu normal untuk stasiun pemotongan adalah : Rf = 1 + 0,07 = 1,07 Wn = Ws x Rf = 37,40 x 1,07 = 40,018 Rekapitulasi perhitungan waktu normal (Wn) pada setiap elemen kerja ditujukkan pada tabel Tabel Rekapitulasi Waktu Normal Elemen Kegiatan Rf (detik) Waktu Siklus Waktu Normal (detik) (detik) 1 0,07 37,40 40,018 0,07 44,30 47, ,05 5,70 55, ,08 17,70 19, ,07 35,40 37, ,03 1,50 1, ,07 57,10 75, ,07 187, , ,07 55,40 59,78

62 Tabel Rekapitulasi Waktu Normal (Lanjutan) Elemen Kegiatan Rf (detik) Waktu Siklus Waktu Normal (detik) (detik) 10 0,04 30,10 31, ,07 103,50 110, ,07 900,40 963, ,03 37,00 38, ,07 4,83 5, ,07 551,0 589,784 Sumber: Pengolahan Data Setelah diperoleh data allowance maka dapat dilakukan perhitungan waktu baku. Allowance dalam bentuk persen, dengan menggunakan waktu normal yang telah diperoleh. Perhitungan waktu baku untuk elemen kerja proses pemotongan adalah : Wb = Wn + allowance (Wn) = 40, ,1 (40,018) = 44,80 Rekapitulasi perhitungan waktu baku (Wb) untuk keseluruhan elemen kerja ditunjukkan pada tabel 5.14.

63 Tabel Rekapitulasi Waktu Baku Elemen Kegiatan Allowance Waktu Normal Waktu Baku (detik) (detik) ,018 44, ,401 54, ,335 63, ,116, ,878 43, ,875 14, , , , , ,78 66, ,304 36, ,745 17, , , ,11 43, ,160 5, , ,149 Sumber: Pengolahan Data 5..5 Penyeimbangan Lini dengan Ranked Position Weights (RPW) Penyeimbangan Lintasan produksi dengan metode Ranked Position Weights (RPW) terdiri atas 4 langkah.

64 Menggambarkan Jaringan Precedence Diagram Sesuai dengan Keadaan yang Sebenarnya Diagram precedence line production PT. Tiga Mitra Sentosa dapat digambarkan berdasarkan pengumpulan data precendence constraint dan zoning constrant sehingga dapat diperoleh seperti Gambar Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.3. Precedence Diagram Elemen Mengurutkan Proses Operasi Berdasarkan Positional Weight Proses operasi yang memiliki positional weight tertinggi diurutkan pertama kali yang dapat dilihat pada tabel Tabel Urutan Proses Operasi Berdasarkan Positional Weight Waktu Baku (Detik) Operasi pendahulu Operasi Pengikut Bobot Posisi 1 44,1 -,3,4,5,6,7,8,9,10,11,1,13, 14, ,433 54, ,5,6,7,8,9,10,11,1,13,14, ,08 1,,4,5,6,7,8,9,10,11,1,13,14, ,1 408,701

65 Tabel Urutan Proses Operasi Berdasarkan Positional Weight (Lanjutan) Elemen Waktu Baku (Detik) Operasi pendahulu Operasi Pengikut Bobot Posisi 4,175 1,,3 5,6,7,8,9,10,11,1,13,14, , ,560 1,,3,4 6,7,8,9,10,11,1,13,14, , ,678 1,,3,4,5 7,8,9,10,11,1,13,14, , ,860 1,,3,4,5,6 8,9,10,11,1,13,14, , ,474 1,,3,4,5,6,7 9,10,11,1,13,14,15 368, ,984 1,,3,4,5,6,7,8 10,11,1,13,14,15 071, ,000 1,,3,4,5,6,7,8,9 11,1,13,14,15 004, ,357 1,,3,4,5,6,7,8,9,10 1,13,14, , ,94 1,,3,4,5,6,7,8,9,10, ,445 1,,3,4,5,6,7,8,9,10,1 1,1, 14 5,996 1,,3,4,5,6,7,8,9,10,1 1,1, , ,,3,4,5,6,7,8,9,10,1 1,1,13,14 13,14, ,533 14,15 733, , ,149 Sumber: Pengolahan Data

66 Bobot Prioritas Bobot prioritas dari stasiun kerja kemudian diurutkan berdasarkan bobot dan waktu baku terbesar. Bobot prioritas dapat dilihat pada tabel Tabel Ranking Bobot Prioritas Proses Operasi Bobot Posisi Waktu Baku Ranking 8 368, , ,14, , , , ,08 310, ,890 17, ,873 66, ,701 63, ,1 54, ,433 44, ,591 43, ,445 43, ,889 36,000 1

67 Tabel Ranking Bobot Prioritas (Lanjutan) Elemen Kerja Ke Waktu Baku Bobot Posisi Ranking ,619, ,885 14, ,145 5, Sumber: Pengolahan Data Menyusun Stasiun Kerja Setelah itu yang harus dilakukan selanjutnya adalah menghitung jumlah stasiun kerja dengan ketentuan Waktu Siklus =Waktu elemen dengan bobot terbesar = 4181,433 dan Waktu Elemen terbesar = 1556,47. Berdasarkan pembobotan ini, maka perjumlahan stasiun kerja adalah : Jumlah stasiun kerja = 4181, ,47 =,686 3 stasiun kerja Stasiun kerja disusun secara trial and eror dengan tiap stasiun tidak melebihi jumlah elemen terbesar 1556,47 pada pembobotan sebelumnya. Susunanan stasiun kerja sesuai dengan pembobotan dapat dilihat pada tabel 5.17.

68 Tabel Susunan Elemen Kerja dengan Metode RPW Waktu operasi (tidak boleh Work Center Operasi Total Waktu Efisiensi (%) lebih dari 1556,47) 1 44,1 54,511 I 3 63,08 4, , ,31 79, , , , , , ,000 II 11 17, ,78 88, , ,445 III , , Jumlah 68,65 Efisiensi (%) 89,55 Sumber: Pengolahan Data Smothness Index (SI) rancangan stasiun kerja dengan metode RPW yakni : SI =

69 SI = 358,689 Balance Delay rancangan stasiun kerja dengan metode RPW yakni : , ,433 D ,47 x100% D = 10, Menentukkan Stasiun Kerja Bottleneck Bottleneck terjadi apabila waktu yang dibutuhkan lebih besar dari waktu yang tersedia dalam artian stasiun kerja tersebut tidak bisa memproduksi sesuai dengan target produksi yang telah ditentukan dan akibatnya adanya bahan baku yang menumpuk (Michael Umble, 1996). Perbedaan produksi pada PT. TMS dapat diliat melalui tabel berikut 5.18.

70

71 Tabel Penentuan Stasiun Kerja Bottleneck Kapasitas Persentase No Efisiensi Jumlah Dibutuhkan Stasiun Kerja Kapasitas Scrap (%) Bahan Stasiun (%) Output/Hari (Target produksi (%) = 1050) Perbedaan Proses 1 Pemotongan Awal , ,1068 Proses Perataan Kayu , ,87 3 Proses Penyambungan , ,084 4 Proses Grading , ,14 5 Proses Penyatuan Awal , ,73494 Proses 6 Penyatuan Akhir , ,606

72 Tabel Penentuan Stasiun Kerja Bottleneck (Lanjutan) No Stasiun Scrap Efisiensi Stasiun Kerja Kapasitas (%) (%) Proses Kapasitas Persentase Jumlah Dibutuhkan Bahan Perbedaan Output/Hari (Target produksi (%) = 1050) Pengepressan , ,4447 Proses Pengeringan , ,757 ProsesPelepasan Pengepressan , ,817 Proses Pemotongan Akhir , ,0338 Proses Pendempulan , ,567

73 Tabel Penentuan Stasiun Kerja Bottleneck (Lanjutan) Kapasitas Persentase No Scrap Efisiensi Jumlah Dibutuhkan Stasiun Kerja Kapasitas Bahan Stasiun (%) (%) Output/Hari (Target produksi (%) = 1050) Perbedaan 1 Proses Pengeringan , , Proses Gerinda , ,94 14 Proses Penyusunan papan finishing , , Proses Packing , ,1

74 5..7 Menghitung Predetermined Time Systems (PTS) dengan Menggunakan Method Time Measurement Penjabaran Predetermined Time Systems (PTS) dilakukan stasiun kerja yang mengalami keadaan Bottleneck yang merupakan stasiun kerja Pengepressan, stasiun kerja Pengeringan, dan pendempulan. Yang selanjutnya dilakukan penggambaran Predetermined Time Systems (PTS) dengan Menggunakan Method Time Measurement Penggambaran MTM Proses Pengepressan Proses pengeperessan terbagi atas beberapa elemen-elemen kerja yang dideskripsikan dapat dilihat pada Gambar 5.4.

75 ANALISIS METODE MTM Elemen Kerja : Pengepressan Kayu Nomor Elemen : 7 Dipetakan Oleh : Trinawati Tanggal Dipetakan : 07/07/017 X Sekarang Usulan C A = Tempat Tuas B = Tempat Kayu C = Alat Pengepressan A B Tangan Kiri Jarak (inch) Kode TMU TOTAL TMU TMU Kode Jarak (inch) Tangan Kanan Meraih Kayu yang telah dilem 17 RA 56,3 56,3 56,3 RA 17 Meraih Kayu yang telah dilem Memindahkan kayu yang telah dilem ke alat 17 MC 113,15 113, 113,15 MC 17 Memindahkan kayu yang telah dilem Mengarahkan ke alat press PS PS-3 Mengarahkan ke alat pengepressan Meletakkan Kayu yang telah dilem RL1 RL1 Meletakkan Kayu yang telah dilem Meraih kayu penahan I 17 RA 56,3 56,3 56,3 RA 17 Meraih Tuas penahan I Memindahkan kayu penahan I ke alat press 17 MC 113,15 113, 113,15 MC 17 Memindahkan tuas penahan I ke alat press Meletakkan kayu penahan I RL1 RL1 Mengarahkan ke alat press 14,8 14,8 T Memutar Tuas press I Meraih kayu penahan II 17 RA 56,3 56,3 56,3 RA 17 Meraih Tuas penahan II Memindahkan kayu penahan II ke alat press 17 MC 113,15 113, 113,15 MC 17 Memindahkan tuas penahan II ke alat press Meletakkan kayu penahan II RL1 RL1 Mengarahkan ke alat press 14,8 14,8 T Memutar Tuas press II Meraih kayu penahan III 17 RA 56,3 56,3 56,3 RA 17 Meraih Tuas penahan III Memindahkan kayu penahan III ke alat press 17 MC 113,15 113,15 113,15 MC 17 Memindahkan tuas penahan III ke alat press Meletakkan kayu penahan III RL1 RL1 Mengarahkan ke alat press 14,8 14,8 T Memutar Tuas press III Meraih kayu penahan IV 17 RA 56,3 56,3 56,3 RA 17 Meraih Tuas penahan IV Memindahkan kayu penahan IV ke alat press 17 MC 113,15 113,15 113,15 MC 17 Memindahkan tuas penahan IV ke alat press Meletakkan kayu penahan IV RL1 RL1 Mengarahkan ke alat press 14,8 14,8 T Memutar Tuas press IV Total TMU 959,5 Conversition (Detik) 57,1 Rating Factor 0,07 Allowance 13 % Standart Time 310,86 Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.4. MTM Proses Pengepressan Penggambaran MTM Proses Pengeringan

76 Proses penggambaran MTM tidak dapat dilakukan pada proses pengeringan. Karena pada proses ini tidak dilakukan gerakan pada operator namun terjadi perubahan sifat pada benda kerja dari yang kayu dengan lem basah menjadi lem kering Penggambaran MTM Proses Pendempulan Proses pengeperessan terbagi atas beberapa elemen-elemen kerja yang dideskripsikan pada gambar Perbaikan Elemen Kerja dengan MTM Usulan Indentifikasi Masalah Dengan Current Reality Tree dan Conflict Resolustion Tree Current Reality Tree adalah bentuk dari flowchart yang mirip dengan hubungan Cause-and-effect untuk suatu objek dari suatu kumpulan (Dettmer,1997). Penggambaran Current Reality Tree digunakan untuk mengidentifikasi masalah pada proses yang mengalami bottleneck yang digambarkan pada Gambar 5.6.

77 ANALISIS METODE MTM Elemen Kerja : Pendempulan Nomor Elemen : 11 Dipetakan Oleh : Trinawati Tanggal Dipetakan : 07/07/017 X Sekarang Usulan B C A A = Tempat Kayu B = Tempat Kuas dan Lem Dempul C = Meja Kerja D = Tempat Kayu untuk Dikeringkan D Tangan Kiri Jarak (inch) Kode TMU TOTAL TMU TMU Kode Jarak (inch) Tangan Kanan Meraih kayu dari tempat kayu 60 RA 9,5 9,5 9,5 RA 60 Meraih kayu dari tempat kayu Meletakkan pada meja kerja RL1 RL1 Meletakkan pada meja kerja Meraih lem dan kuas dempul 10 RA 8,7 8,7 Memegang lem G1A 6,1 6,1 RA 4 Meraih kuas Memeriksa bagian yang perlu didempul I 181,65 181,65 181,65 I Memeriksa bagian yang perlu di dempul 16, 16, APB Mendempul kayu dengan kuas RL1 Meletakkan kuas pada kayu Meletak lem dan kuas RL1 MC Membalikkan kayu Meraih lem dan kuas dempul 10 RA 8,7 8,7 Memegang lem G1A 9,5 9,5 RA Meraih kuas Memeriksa bagian yang perlu didempul I 181,65 181,65 181,65 I Memeriksa bagian yang perlu di dempul 16, 16, APB Mendempul kayu dengan kuas Meletakkan lem dan kuas RL1 Meraih kayu pada meja kerja 60 RA 9,5 181,65 9,5 RA 60 Meraih kayu pada meja kerja Meletakkan pada tempat pengeringan kayu RL1 RL1 Meletakkan pada tempat pengeringan kayu Total TMU 717,71 Conversition (Detik) 103,5 Rating Factor 0,07 Allowance 15 % Standart Time 17,35675 Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.5. MTM Proses Pendempulan

78 Adanya Bottleneck pada kegiatan 7,8,11 Ketidakseimbangan Waktu Kerja Perbedaan Kapasitas produksi pada Stasiun Kerja Pembagian beban kerja pada stasiun kerja tidak seimbang Keterampilan Operator rendah Terdapat Kegiatan Kerja yang masih dilakukan manual (Tidak Menggunakan Bantuan Mesin) Gerakan kerja yang tidak Efektif Gerakan Kerja yang Berulang-ulang Letak dari komponenkomponen kerja yang tidak berada dalam jangkauan tangan Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.6. Current Reality Tree Penyebab Bottleneck Conflict Resolustion Tree digunakan untuk memperoleh suatu resolusi dari akar permasalahan yang ada sehingga diperoleh cara penyelesaian (Dettmer,1997). Conflict Resolustion Tree digunakan untuk mengidentifikasi masalah pada proses CRyang mengalami bottleneck yang digambarkan pada Gambar 5.7.

79 Gerakan Kerja yang Berulang-ulang Letak dari komponenkomponen kerja yang tidak berada dalam jangkauan tangan MTM Usulan Rancangan Line Production Usulan Metode RPW Terdapat Kegiatan Kerja yang masih dilakukan manual (Tidak Menggunakan Bantuan Mesin) Modifikasi Alat Pressan Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.7. Conflict Resolustion Tree Mengatasi Bottleneck Modifikasi Alat Pressan dan Pengeringan Modifikasi alat pressan dan pengeringan dilakukan untuk menggurangi waktu penggerjaan dalam proses pemeressan dan pengeringan yang merupakan kegiatan kerja yang berada suatu peralatan yang sama. Peralatan yang digunakan digambarkan pada sebelum dilakukan modifikasi Gambar 5.8. Gambar 5.8. memperlihatkan bahwa tuas pemeressan harus dimasukkan satu persatu dan operator harus memasukkan kayu tambahan sebagai penguat pressan kayu, yang terlebih dahulu dipilih agar sesuai dengan ruang kosong antara kayu dan tuas pressan. Pengeringan dilakukan di dalam alat pressan dan hal ini dilakukan secara pengeringan manual yang menyebabkan kualitas kayu yang dikeringkan sangat bergantung terhadap cuaca dan memerlukan waktu yang cukup lama dalam penyelesaian proses pengeringan.

80 Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.8. Alat Pressan Awal Penyelesaian masalah ini diatasi dengan modifikasi alat pressan dan pengeringan dengan menambah Tuas pressan yang fleksibel karna dapat digeser sehingga mempermudah operator dalam pemakaian dan alat air drying board pada bagian dalam alat ini sehingga dapat menghemat waktu pada tidak hanya dua proses operasi (proses pressan kayu dan pengeringan kayu) tetapi untuk pelepasan kayu juga. Modifikasi alat yang peneliti rancang dapat dilihat pada Gambar 5.9.

81 Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.9. Rancangan Modifikasi Alat Pressan dan Pengeringan MTM Usulan MTM Usulan pada proses operasi yang mengalami Bottleneck dilakukan dengan memperbaiki akar permasalahan yang diuraikan pada Current Reality Tree dan Conflict Resolustion Tree. Hasil dari perbaikan yakni : 1. MTM Usulan Proses Pengepressan Perbaikan yang dilakukan pada MTM proses pengepressan adalah dengan modifikasi alat pengepressan sehingga menghilangkan gerakan kerja yang berulang-ulang dan merancang tata letak benda kerja pada area kerja untuk menghindari perindahan (transportation) terlalu jauh. Perbaikan MTM Proses pengepressan dapat dilihat pada Gambar MTM Usulan Proses Pendempulan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peta Kerja Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, dimana dalam proses produksinya harus dibagikan pada seluruh operator sehingga beban kerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Studi Gerak dan Waktu ( Barnes h.257 ) Studi Gerak dan Waktu merupakan suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan

Lebih terperinci

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem 24 pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Pengertian dari waktu baku yang normal,wajar, dan terbaik dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Keseimbangan Lini Keseimbangan lini merupakan suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Cara Kerja Pada laporan skripsi ini penelitian cara kerja menggunakan metode penelitian yang dilakukan melalui operation process chart. Dan dalam perhitungan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teknik Pengukuran Data Waktu Jam Henti Di dalam penelitian ini, pengukuran waktu setiap proses operasi sangat dibutuhkan dalam penentuan waktu baku setiap

Lebih terperinci

Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study

Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study ABIKUSNO DHARSUKY Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Untuk memperoleh prestasi kerja dan hasil kerja yang optimum diperlukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Menurut Baroto (2002, p192), aliran proses produksi suatu departemen ke departemen yang lainnya membutuhkan waktu proses produk tersebut. Apabila terjadi hambatan atau

Lebih terperinci

ERGONOMI & APK - I KULIAH 3: STUDI & EKONOMI GERAKAN

ERGONOMI & APK - I KULIAH 3: STUDI & EKONOMI GERAKAN ERGONOMI & APK - I KULIAH 3: STUDI & EKONOMI GERAKAN By: Rini Halila Nasution, ST, MT STUDI GERAKAN Studi gerakan atau yang biasanya disebut dengan motion study adalah suatu studi tentang gerakan-gerakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Line Balancing Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (Lintasan Perakitan) biasanya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pembebanan Pembebanan (loading) dapat diartikan pekerjaan yang diberikan kepada mesin atau operator. Pembebanan menyangkut jadwal waktu kerja operator dalam kurun waktu satu hari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN Penentuan waktu standar akan mempunyai peranan yang cukup penting didalam pelaksanaan proses produksi dari suatu perusahaan. Penentuan waktu standar yang tepat dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Penelitian cara kerja atau yang dikenal juga dengan nama methods analysis merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan metode kerja yang akan dipilih untuk melakukan suatu pekerjaan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Kerja Di dalam sebuah sistem kerja unsur manusia, mesin, peralatan kerja dan lingkungan fisik pekerjaan harus diperhatikan dengan baik secara sendirisendiri maupun

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI Citra Palada Staf Produksi Industri Manufaktur, PT ASTRA DAIHATSU MOTOR HEAD OFFICE Jln. Gaya Motor III No. 5, Sunter II, Jakarta 14350 citra.palada@yahoo.com ABSTRACT

Lebih terperinci

MODUL 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA (MICROMOTION STUDY)

MODUL 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA (MICROMOTION STUDY) 1 MODUL 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA (MICROMOTION STUDY) I. TUJUAN PRAKTIKUM a. Tujuan Umum Memperkenalkan kepada Mahasiswa tentang metode Micromotion Study dalam aplikasi pengukuran waktu baku dengan menganalisis

Lebih terperinci

PETA PETA KERJA. Nurjannah

PETA PETA KERJA. Nurjannah PETA PETA KERJA Nurjannah Peta Kerja Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas (Sutalaksana, 2006) Peta kerja merupakan alat komunikasi yang sistematis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Peringkat Kinerja Operator (Performance Rating) Perancangan sistem kerja menghasilkan beberapa alternatif sehingga harus dipilih alternatif terbaik. Pemilihan alternatif rancangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Produksi dan Proses Produksi 2.1.1 Pengertian Produksi Dari beberapa ahli mendifinisikan tentang produksi, antara lain 1. Pengertian produksi adalah suatu proses pengubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi masal, dimana tugas-tugas yang dikerjakan dalam proses harus dibagi kepada seluruh operator agar beban kerja dari para operator

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Line Balancing Line Balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Optimasi adalah persoalan yang sangat penting untuk diterapkan dalam segala sistem maupun organisasi. Dengan optimalisasi pada sebuah sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan. 2.1.1. Studi Waktu Menurut Wignjosoebroto (2008), pengukuran

Lebih terperinci

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA tutorial 6 MOTION STUDY Prodi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Tahun Ajaran 2016/2017 www.labdske-uii.com WORK TIME MEASUREMENT (MOTION

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Studi Kerja Studi kerja adalah penelaahan secara sistematik terhadap pekerjaan, dengan maksud untuk : (Barnes, 1980, Halaman 6) 1. Mengembangkan sistem dan metode kerja yang lebih

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI ACARA 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI ACARA 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI ACARA 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI OLEH: Marianus T. Dengi 122080139 LABORATORIUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA & ERGONOMI JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Time and Motion Study Time and motion study adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang memiliki skill rata-rata dan terlatih) baik

Lebih terperinci

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT Lina Gozali *, Lamto

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perancangan Sistem Kerja Perancangan sistem kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik - teknik dan prinsip - prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Observasi Lapangan Identifikasi Masalah Studi Kepustakaan Pengambilan Data Waktu Siklus Pengujian Waktu Siklus : 1. Uji Keseragaman Data 2. Uji Kenormalan

Lebih terperinci

BAB VI LINE BALANCING

BAB VI LINE BALANCING BAB VI LINE BALANCING 6.1 Landasan Teori Keseimbangan lini perakitan (line balancing) merupakan suatu metode penugasan pekerjaan ke dalam stasiun kerja-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini

Lebih terperinci

BAB VI LINE BALANCING

BAB VI LINE BALANCING BAB VI LINE BALANCING 6.1. Landasan Teori Line Balancing Menurut Gaspersz (2004), line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Teknik pengukuran

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu kerja Pengukuran waktu kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Berikut adalah

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ekstrasi Hasil Pengumpulan Data Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly adalah digunakan untuk pengukuran waktu dimana pengukuran waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Line Balancing Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Pabrik roti seperti PT Nippon Indosari Corpindo merupakan salah satu contoh industri pangan yang memproduksi produk berdasarkan nilai permintaan, dengan ciri produk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI Jika dalam suatu organisasi atau perusahan telah diterapkan sistem kerja yang baik dengan diperhatikannya faktor-faktor kerja serta segi-segi ergonomis, tentunya perusahaan tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efektifitas 2.1.1. Pengertian Efektifitas Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jika dalam suatu organisasi atau perusahan telah diterapkan sistem kerja yang baik dengan diperhatikannya faktor-faktor kerja serta segi-segi ergonomis,tentunya perusahaan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Efisien dalam dunia industri berarti memanfaatkan sumber daya sedemikian rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci

STUDI DAN EKONOMI GERAKAN. Amalia, S.T., M.T.

STUDI DAN EKONOMI GERAKAN. Amalia, S.T., M.T. STUDI DAN EKONOMI GERAKAN Amalia, S.T., M.T. Learning Outcomes Pada akhir semester mahasiswa dapat menganalisa dan merancang sistem kerja yang efisien dan efektif dengan melakukan pengukuran kerja. Learning

Lebih terperinci

PENGUKURAN WAKTU KERJA

PENGUKURAN WAKTU KERJA PENGUKURAN WAKTU KERJA Usaha untuk menentukan lama kerja yg dibutuhkan seorang Operator (terlatih dan qualified ) dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yg spesifik pada tingkat kecepatan kerja yg NORMAL

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Di dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi perusahaan, maka sebelumnya harus dilakukan pengamatan dan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, sistem produksi terdiri dari elemen input, proses dan elemen output. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai

BAB 3 METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Flowchart Metode Penelitian Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai Studi Pendahuluan: Pengamatan flow process produksi Assembly

Lebih terperinci

Tabel 2.4 Penyesuaian menurut Westinghouse

Tabel 2.4 Penyesuaian menurut Westinghouse Tabel 2.4 Penyesuaian menurut Westinghouse 32 33 Tabel 2.5 Kelonggaran Tabel 2.5 Kelonggaran ( Lanjutan ) 34 Tabel 2.5 Kelonggaran ( Lanjutan ) 35 36 2.2 Peta Kerja 2.2.1 Pengertian Peta Kerja Peta kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Kerja Menurut Sritomo, pengukuran kerja adalah : metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Salah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop watch time study) diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metoda ini terutama

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 1

Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ergonomi adalah suatu study yang mengkaji tentang manusia dan interaksinya dengan unsure-unsur yang ada dalam lingkungan kerja, baik itu interaksinya dengan peralatan,

Lebih terperinci

APLIKASI PREDETERMINED TIME SYSTEM DAN RANKED POSITIONAL WEIGHT PADA OPTIMALISASI LINTASAN PRODUKSI UPPER-SHOE DI PT. ECCO INDONESIA, SIDOARJO

APLIKASI PREDETERMINED TIME SYSTEM DAN RANKED POSITIONAL WEIGHT PADA OPTIMALISASI LINTASAN PRODUKSI UPPER-SHOE DI PT. ECCO INDONESIA, SIDOARJO B-2- APLIKASI PREDETERMINED TIME SYSTEM DAN RANKED POSITIONAL WEIGHT PADA OPTIMALISASI LINTASAN PRODUKSI UPPER-SHOE DI PT. ECCO INDONESIA, SIDOARJO Rina Lukiandari, Abdullah Shahab ITS Surabaya ABSTRAK

Lebih terperinci

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement)

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement) Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement) Pengukuran Kerja (Studi Waktu / Time Study) Perbaikan postur Perbaikan proses Perbaikan tata letak Perbaikan metode /cara kerja Data harus baik, representasi

Lebih terperinci

MODUL 1 PERANCANGAN PRODUK MODUL 1 ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA (MOTION AND WORK MEASUREMENT)

MODUL 1 PERANCANGAN PRODUK MODUL 1 ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA (MOTION AND WORK MEASUREMENT) MODUL 1 PERANCANGAN PRODUK MODUL 1 ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA (MOTION AND WORK MEASUREMENT) 1.1. TUJUAN PRAKTIKUM Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini engolahan data Gambar 4.1 Skema Metodologi Penelitian 79 A Perancangan Keseimbangan Lini Metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang diperlukan.

Lebih terperinci

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL MICROMOTION AND TIME STUDY

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL MICROMOTION AND TIME STUDY TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL MICROMOTION AND TIME STUDY OLEH WAHYU PURWANTO LABOTARIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNWERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 12 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Studi Gerak dan Waktu (Barnes h. 257) Studi gerak dan waktu merupakan suatu ilmu yang terdiri dari teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan

Lebih terperinci

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING Yayan Indrawan, Ni Luh Putu Hariastuti Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Putu_hrs@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data yang ada pada bab sebelumnya, maka akan dilakukan analisis guna mengetahui hasil yang lebih optimal. Pembahasan ini dilakukan untuk memberikan

Lebih terperinci

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 239-248 PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE Puji Astuti Saputri, Shantika

Lebih terperinci

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 229-238 ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI Dwi Yuli Handayani, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Sistem Kerja Suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem kerja yang bersangkutan. Teknikteknik dan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN 2017 Firman Ardiansyah E, Latif Helmy 16 MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN Firman Ardiansyah Ekoanindiyo *, Latif Helmy * * Program Studi Teknik Industri

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING Joko Susetyo, Imam Sodikin, Adityo Nugroho Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI STASIUN KERJA DENGAN PENDEKATAN REGION LINE BALANCING ( STUDI KASUS DI PT. TRIANGLE MOTORINDO )

PENINGKATAN EFISIENSI STASIUN KERJA DENGAN PENDEKATAN REGION LINE BALANCING ( STUDI KASUS DI PT. TRIANGLE MOTORINDO ) PENINGKATAN EFISIENSI STASIUN KERJA DENGAN PENDEKATAN REGION LINE BALANCING ( STUDI KASUS DI PT. TRIANGLE MOTORINDO ) Haryo Santoso ) Abstrak Ketidakseimbangan alokasi elemen-elemen kerja pada Lintasan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 4 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Kerja Dari penelitian menerangkan bahwa, Perancangan kerja merupakan suatu disiplin ilmu yang dirancang untuk memberikan pengetahuan mengenai prosedur dan prinsip

Lebih terperinci

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric Abstrak Heru Saptono 1),Alif Wardani 2) JurusanTeknikMesin,

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. Ergonomi Istilah ergonomi yang juga dikenal dengan human factors berasal dari bahasa Latin yaitu ergon yang berarti kerja, dan nomos yang berarti hukum alam. Sehingga, ergonomi

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI UNTUK MENGURANGI BALANCE DELAY GUNA MENINGKATKAN OUTPUT PRODUKSI

PERANCANGAN SISTEM KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI UNTUK MENGURANGI BALANCE DELAY GUNA MENINGKATKAN OUTPUT PRODUKSI PERANCANGAN SISTEM KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI UNTUK MENGURANGI BALANCE DELAY GUNA MENINGKATKAN OUTPUT PRODUKSI Jaka Purnama Laboratorium Sistem Produksi Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Adhi

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP)

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP) Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP) Umi marfuah 1), Cholis Nur Alfiat 2) Teknik Industri Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN METODA KERJA PADA STASIUN KERJA POLA DENGAN MOTION ECONOMY CHECK LIST (STUDI KASUS INDUSTRI RUMAH TANGGA SEPATU CIBADUYUT X )

USULAN PERBAIKAN METODA KERJA PADA STASIUN KERJA POLA DENGAN MOTION ECONOMY CHECK LIST (STUDI KASUS INDUSTRI RUMAH TANGGA SEPATU CIBADUYUT X ) Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 USULAN PERBAIKAN METODA KERJA PADA STASIUN KERJA POLA DENGAN MOTION ECONOMY CHECK LIST (STUDI KASUS INDUSTRI RUMAH TANGGA SEPATU CIBADUYUT

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Observasi lapangan Identifikasi masalah Pengumpulan data : 1. Data komponen. 2. Data operasi perakitan secara urut. 3. Data waktu untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB VII SIMULASI CONVEYOR

BAB VII SIMULASI CONVEYOR BAB VII SIMULASI CONVEYOR VII. Pembahasan Simulasi Conveyor Conveyor merupakan peralatan yang digunakan untuk memindahkan material secara kontinyu dengan jalur yang tetap. Keterangan yang menjelaskan suatu

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang)

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang) ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang) ANALYSIS OF PRODUCTIVITY AND WORK EFFICIENCY IMPROVEMENT WITH KAIZEN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Proses Produksi 3.1.1 Pengertian Proses Produksi Proses adalah cara, metoda dan teknik bagaimana sumber yang tersedia (tenaga kerja, mesin, bahan baku dan sarana pendukung) yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksi Proses produksi adalah serangkaian aktifitas yang diperlukan untuk mengolah ataupun merubah sutu kumpulan masukan (input) menjadi sejumlah keluaran (output) yang

Lebih terperinci

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ Lina Gozali, Andres dan Feriyatis Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara e-mail: linag@ft.untar.ac.id

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Umum Perusahaan 4.1.1 Profil Perusahaan PT. Carvil Abadi adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur pembuatan sepatu dan sandal yang mulai berdiri pada bulan

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI. pengukuran kerja ( work measurement ) yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu

BAB 3 LANDASAN TEORI. pengukuran kerja ( work measurement ) yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktu Untuk mengukur kebaikan suatu sistem kerja diperlukan prinsip-prinsip pengukuran kerja ( work measurement ) yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu psikologis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian kerja dalam kaitannya dengan upaya peningkatan produktifitas. Analisa dan penelitian kerja adalah suatu aktifitas yang ditujukan untuk mempelajari prinsip-prinsip atau

Lebih terperinci

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D Adi Kristianto Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata

Lebih terperinci

ANALISA PENINGKATAN EFISIENSI ASSEMBLY LINE B PADA BAGIAN MAIN LINE DENGAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHTS DI PT. X

ANALISA PENINGKATAN EFISIENSI ASSEMBLY LINE B PADA BAGIAN MAIN LINE DENGAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHTS DI PT. X ANALISA PENINGKATAN EFISIENSI ASSEMBLY LINE B PADA BAGIAN MAIN LINE DENGAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHTS DI PT. X Constance Dorthea Renata, Sevenpri Candra, Rida Zuraida Binus University, Jl. K.H. Syahdan,

Lebih terperinci

Line Balancing (Keseimbangan Lini Produksi)

Line Balancing (Keseimbangan Lini Produksi) 1 Line Balancing (Keseimbangan Lini Produksi) 2 Konsep Dasar Stasiun kerja (Work Stations) adalah area kerja yang terdiri dari satu atau lebih pekerja/mesin yang mempunyai tugas khusus Lini produksi (Production

Lebih terperinci

practicum apk industrial engineering 2012

practicum apk industrial engineering 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern seperti saat ini, sebagai pekerja yang baik harus mampu menciptakan suatu sistem kerja yang baik dalam melakukan pekerjaan agar pekerjaan tersebut

Lebih terperinci

PERENCANAAN JUMLAH OPERATOR PRODUKSI DENGAN METODE STUDI WAKTU (STUDI KASUS PADA INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK LAUT)

PERENCANAAN JUMLAH OPERATOR PRODUKSI DENGAN METODE STUDI WAKTU (STUDI KASUS PADA INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK LAUT) PERENCANAAN JUMLAH OPERATOR PRODUKSI DENGAN METODE STUDI WAKTU (STUDI KASUS PADA INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK LAUT) Kelvin Teknik Industri, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya kelvin@stts.edu ABSTRAK Aliran produksi

Lebih terperinci

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR)

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR) PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR) Saiful, Mulyadi, DAN Tri Muhadi Rahman Program Studi Teknik Industri, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Penelitian Terdahulu Apriana (2009) melakukan penelitian mengenai penjadwalan produksi pada sistem flow shop dengan mesin parallel (flexible flow shop) sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selesai sesuai dengan kontrak. Disamping itu sumber-sumber daya yang tersedia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selesai sesuai dengan kontrak. Disamping itu sumber-sumber daya yang tersedia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penjadwalan Salah satu masalah yang cukup penting dalam system produksi adalah bagaimana melakukan pengaturan dan penjadwalan pekerjaan, agar pesanan dapat selesai sesuai

Lebih terperinci

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE RANKED POSITION WEIGHT (RPW) (STUDI KASUS: PT. KRAKATAU STEEL, Tbk.

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE RANKED POSITION WEIGHT (RPW) (STUDI KASUS: PT. KRAKATAU STEEL, Tbk. ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE RANKED POSITION WEIGHT (RPW) (STUDI KASUS: PT. KRAKATAU STEEL, Tbk. CILEGON, BANTEN) Herlina Putri W, Ahmad Sidiq, dan Reza Maulana Program

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Kerja (Work Measurement) Pengertian dari pengukuran kerja adalah suatu pengukuran waktu kerja (time study) suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating

Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating Petunjuk Sitasi: Cahyawati, A. N., & Pratiwi, D. A. (2017). Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. B211-216). Malang: Jurusan

Lebih terperinci

PENGUKURAN WAKTU. Nurjannah

PENGUKURAN WAKTU. Nurjannah PENGUKURAN WAKTU Nurjannah Pengukuran waktu (time study) ialah suatu usaha untuk menentukan lama kerja yang dibutuhkan seorang operator (terlatih dan qualified) dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang

Lebih terperinci

PENENTUAN JUMLAH STASIUN KERJA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DI PT. MERCEDES BENZ INDONESIA

PENENTUAN JUMLAH STASIUN KERJA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DI PT. MERCEDES BENZ INDONESIA PENENTUAN JUMLAH STASIUN KERJA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DI PT. MERCEDES BENZ INDONESIA KAREL L. MANDAGIE DAN IWAN Program Studi Teknik Industri Universitas Suryadarma ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.

BAB III LANDASAN TEORI. pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. 20 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktu Kerja Menurut Sutalaksana dkk. (2006), Pengukuran waktu kerja ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian suatu pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Analisis Line Balancing dengan RPW pada Departemen Sewing Assembly Line Style F1625W404 di PT. Pan Brothers, Boyolali

Analisis Line Balancing dengan RPW pada Departemen Sewing Assembly Line Style F1625W404 di PT. Pan Brothers, Boyolali Analisis Line Balancing dengan RPW pada Departemen Sewing Assembly Line Style F1625W404 di PT. Pan Brothers, Boyolali Ghany Sayyida Nur Arifiana *1), I Wayan Suletra 2) 1) Jurusan Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Manajemen Operasi 2.1.1 Pengertian Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu fungsi bisnis yang sangat berperan penting dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Interaksi Manusia dan Mesin Dalam bukunya, Wignjosoebroto (2003: 58) menjelaskan bahwa kata Mesin dapat diartikan lebih luas yaitu menyangkut semua obyek fisik berupa peralatan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peta kerja atau biasa disebut Peta Proses (process chart) merupakan alat

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peta kerja atau biasa disebut Peta Proses (process chart) merupakan alat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peta Kerja Peta kerja atau biasa disebut Peta Proses (process chart) merupakan alat komunikasi yang sistematis guna menganalisa proses kerja dari tahap awal sampai akhir. Dan melalui

Lebih terperinci

Perancangan Keseimbangan Lintasan Produksi untuk Mengurangi Balance Delay dan Meningkatkan Efisiensi Kerja

Perancangan Keseimbangan Lintasan Produksi untuk Mengurangi Balance Delay dan Meningkatkan Efisiensi Kerja Performa (2012) Vol. 11, No. 2: 75-84 Perancangan Keseimbangan Lintasan Produksi untuk Mengurangi Balance Delay dan Meningkatkan Efisiensi Kerja Burhan,1), Imron Rosyadi NR 2) dan Rakhmawati 1) 1) Program

Lebih terperinci