Perencanaan Program Penyuluhan Pertanian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perencanaan Program Penyuluhan Pertanian"

Transkripsi

1 14 Perencanaan Program Penyuluhan Pertanian A. Perubahan Terencana Telah menjadi kenyataan yang tak dapat disangkal, bahwa selaras dengan perkembangan peradaban manusia, dunia telah banyak mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan tersebut, ada yang bersifat alami tanpa campur tangan manusia, tetapi ada pula perubahan yang memang disengaja oleh perilaku manusia. Lippit dkk, (1958) mengemukakan bahwa, adanya perubahanperubahan yang tidak alami itu terutama disebabkan oleh dua alasan pokok, yaitu: 1) Adanya keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhankebutuhan atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dirasakan, dengan memodifikasi sumberdaya dan lingkungan hidupnya, melalui penerapan ilmu pengetahuan atau teknologi yang dikuasainya. 2) Ditemukannya inovasi-inovasi yang memberikan peluang bagi setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan atau memperbaiki kesejahteraan hidupnya, tanpa harus mengganggu lingkungan aselinya. Sistem Penyuluhan Pertanian 1

2 Kedua alasan seperti itulah yang seringkali menumbuhkan motivasi pada seseorang untuk melakukan upaya-upaya tertentu yang mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan. Sebab, jika dia tetap tinggal diam, dia menjadi "orang yang terbelakang" atau ketinggalan jaman. Menghadapi keadaan dunia dan jaman seperti itu, setiap individu sebenarnya dapat memilih, yaitu: 1) menunggu perubahan yang berlangsung alami (yang pada hakekatnya selalu bergerak ke arah terciptanya keseimbang-an dan keselarasan lingkungan), atau 2) secara aktif (melalui upayanya sendiri atau bersama-sama dengan sesama anggota masyarakat yang lain) melakukan upaya-upaya untuk mengantisipasi terjadinya perubahanperubahan di sekelilingnya. Jika ia memilih alternatif yang pertama, relatif tidak akan mengorbankan sumberdaya yang berarti, tetapi dengan resiko akan selalu kalah atau "ketinggalan jaman" karena perubahan yang alami itu biasanya berlangsung sangat lamban. Sebaliknya, jika ia tidak ingin "ketinggalan", dia harus melaksanakan alternatif yang kedua agar dapat selalu memenangkan persaingan di antara sesama-nya yang pada dasarnya juga memiliki motif yang sama agar dapat menikmati kehidupan yang serba kecukupan dan bertambah baik kesejahteraannya. Dengan kata lain, untuk mengantisipasi terjadinya perubahanperubahan yang terjadi di sekitarnya, setiap warga masyarakat (secara individual atau bersama-sama dengan warga masyarakat yang lain) harus merancang kegiatan-kegiatan yang menuju kepada perubahanperubahan yang lebih cepat dibanding perubahan-perubahan yang akan berlangsung secara alami atau perubahan yang dilakukan oleh pihak lain. Perubahan terencana, pada hakekatnya merupakan suatu proses yang dinamis, yang direncanakan oleh seseorang (secara indivi-dual atau yang tergabung dalam suatu lembaga-lembaga sosial). Artinya, perubahan tersebut memang menuntut dinamika masyarakat untuk mengantisipasi keadaan-keadaan di masa mendatang (yang diduga akan mengalami perubahan) melalui pengumpulan data (baik yang aktual maupun yang potensial) dan menganalisanya, untuk kemudian merancang suatu tujuan-tujuan dan cara mencapai tujuantujuan yang diinginkan di masa mendatang. 2 Sistem Penyuluhan Pertanian

3 Oleh sebab itu, perubahan terencana selalu menuntut adanya: perencanaan, pelaksanaan kegiatan yang direncanakan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil kegiatan yang telah dilaksanakan. Di samping itu, perubahan terencana tidak hanya memerlukan sumberdaya yang berupa modal, tetapi perubahanperubahan itu hanya akan terwujud jika dilaksanakan oleh individuindividu atau sekelompok orang yang memiliki: sikap,pengetahuan, dan ketrampilan tertentu yang dapat dihandalkan, dan seringkali juga memerlukan kelembagaan tertentu. Sehubungan dengan hal yang terakhir ini, kendala utama yang seringkali dihadapi adalah: pelaksana kegiatan seringkali belum memiliki perilaku (sikap, pengetahuan dan ketrampilan seperti yang diharapkan. Sehingga, di dalam proses perubahan terencana juga dibutuhkan tenaga-tenaga khusus yang berfungsi sebagai "agen pembaharuan" atau penyuluh yang mampu berperan untuk mendidik atau menyiapkan tenaga-tenaga pelaksana yang memiliki kalifikasi yang dibutuhkan. Dengan demikian, untuk selalu dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat, selalu diperlukan kegiatan "perubahan terencana" yang memerlukan tenaga-tenaga penyuluh profesional, yang dalam kegiatannya perlu pula menyusun program-program penyuluhan dan rencana evaluasi program yang akan dilaksanakannya. B. Pengertian Tentang Perencanaan Program Penyuluhan Mengutip pendapat Martinez (985) yang menyatakan bahwa: pembangunan (pedesaan) yang efektif, bukanlah semata-mata karena adanya kesempatan, tetapi merupakan hasil dari penentuan pilihanpilihan kegiatan, bukan hasil "trial and error" tetapi akibat dari perencanaan yang baik Karena itu, perlu untuk selalu diingat bahwa, kegiatan penyu-luhan pembangunan yang efektif harus melalui perencanaan pro-gram penyuluhan yang baik. Dengan kata lain, penyuluhan yang baik harus direncanakan sebaik-baiknya. Pengertian perencanaan itu sendiri, di dalam teori-teori menajemen antara lain diartikan sebagai: suatu proses pemilihan dan menghubung-hubungkan fakta serta menggunakannya untuk menyusun asumsi-asumsi yang diduga bakal terjadi di masa mendatang, untuk kemudian merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan untuk tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan (Terry, 1960). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang berdasarkan fakta, Sistem Penyuluhan Pertanian 3

4 mengenai kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan yang diharapkan atau yang dikehendaki. Selaras dengan pengertian-pengertian di atas, adanya suatu perencanaan program penyuluhan akan memberikan "kerangka kerja" yang dapat dijadikan acuan oleh para penyuluh dan semua pihak yang terlibat (termasuk warga masyarakatnya) untuk mengam-bil keputusan tentang kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilaksana-kan demi tercapainya tujuan pembangunan yang diinginkan. Di lain pihak, setiap program penyuluhan harus dirancang dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat setempat dan (kegiatan) apa yang menurut mereka (penyuluh bersama-sama masyarakat) paling efektif demi tercapainya tujuantujuan tersebut. Venugopal (1957) mendefinisikan perencanaan program sebagai:... suatu prosedur kerja bersama-sama masyarakat dalam upaya untuk merumuskan masalah (keadaan-keadaan yang belum memuaskan) dan upaya pemecahan yang mungkin dapat dilakukan demi tercapainya tujuan dan penerima manfaat yang ingin dicapai Sedang Mueller (Dahama dan Bhatnagar, 1980) mengartikan perencanaan program sebagai:... upaya sadar yang dirancang atau dirumuskan guna tercapainya tujuan (kebutuhan, keinginan, minat) masyarakat, untuk siapa program tersebut ditujukan, Beberapa definisi lain, yang hampir serupa, juga disampaikan oleh Martinez (1985), yaitu: 1) Perencanaan program merupakan upaya perumusan, pengembangan, dan pelaksanaan program-program 2) Perencanaan program merupakan suatu proses yang berkelanjutan, melalui semua warga masyarakat, penyuluh, dan para ilmuwan memusatkan pengetahuan dan keputus-ankeputusan dalam upya mencapai pembangunan yang mantab. Di dalam perencanaan program, sedikitnya terdapat tiga pertimbangan yang menyangkut: apa, kapan, dan bagaimana kegiatan-kegiatan yang direncanakan itu dilaksanakan. 3) Perencanaan program, merupakan perencanaan tertulis ten-tang kegiatan-kegiatan yang akan dikembangkan secara ber-sama- 4 Sistem Penyuluhan Pertanian

5 sama oleh masyarakat, penyuluh. pembina, spesialis, dan para petugas-lapang, pemuda, maupun ibu-ibu rumah-tangga. 4) Perencanaan program merupakan proses berkelanjutan, melalui mana warga masyarakat merumuskan kegiatan-kegiat-an yang berupa serangkaian aktivitas yang diarahkan untuk tercapainya tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan masyarakat setempat. 5) Perencanaan program merupakan suatu proses berkelanjutan, melalui mana seluruh warga masyarakat secara bersama-sama mempertimbangkan upaya pembangunan masyarakatnya dengan menggunakan segala sumberdaya yang mungkin dapat dimanfaatkan. Di samping itu, Lawerence (Dahama dan Bhatnagar, 1980), menyatakan bahwa perencanaan program (penyuluhan), menyangkut perumusan tentang: 1) proses perancangan program, 2) penulisan perencanaan program, 3) rencana kegiatan, 4) rencana pelaksanaan program (kegiatan), dan 5) rencana evaluasi hasil pelaksanaan program tersebut. Dari beberapa definisi dan pengertian-pengertian tentang perencanaan program" sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan beberapa pokok pikiran yang meliputi: 1) Perencanaan program, merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Artinya, perencanaan program merupakan suatu rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang tidak pernah berhenti sampai tercapainya tujuan (kebutuhan, keinginan, minat) yang dikehendaki. 2) Perencanaan program, dirumuskan oleh banyak pihak. Artinya, dirumuskan oleh penyuluh bersama-sama masyarakat penerima manfaatnya dengan didukung oleh para spesialis, praktisi, dan penentu kebijaksanaan yang berkaitan dengan upaya-upaya pembangunan masyarakat setempat. 3) Perencanaan program, dirumuskan berdasarkan fakta (bukan dugaan) dan dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia yang mungkin dapat digunakan. Sistem Penyuluhan Pertanian 5

6 4) Perencanaan program, meliputi perumusan tentang keadaan, masalah, tujuan, dan cara (kegiatan) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan itu. 5) Perencanaan program, dinyatakan secara tertulis. Artinya, perencanaan program merupakan pernyataan tertulis tentang: keadaan, masalah, tujuan, cara mencapai tujuan, dan rencana evaluasi atas hasil pelaksanaan program yang telah dirumuskan. C. Arti Penting Perencanaan Program Penyuluhan Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, setiap upaya perubah-an yang berencana memerlukan partisipasi segenap warga masyarakat. Oleh sebab itu, Kelsey dan Hearne (1955) menekankan pentingnya "pernyataan (tertulis)" yang jelas dan dapat dimengerti oleh setiap warga masyarakat yang diharapkan untuk berpartisipasi. Melalui cara demikian, perubahan yang direncanakan itu diharapkan dapat dijamin kelangsungannya dan selalu memperoleh partisipasi masyarakat. Adapun beberapa alasan yang melatar-belakangi diperlukannya perencanaan program, dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) Memberikan acuan dalam mempertimbangkan secara seksama tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melaksanakannya. Di dalam kenyataan, terdapat banyak alternatif mengenai apa yang dapat dilakukan dan bagaimanan cara melaksanakannya. Oleh sebab itu, dengan adanya acuan yang sudah "terpilih" akan memudahkan semua pihak untuk mengambil keputusan yang sebaik-baiknya. 2) Tersedianya acuan tertulis yang dapat digunakan oleh masyarakat (umum). Dengan adanya acuan tertulis, diharapkan dapat mencegah terjadinya salah pengertian (dibanding dengan pernyataan tertulis) dan dapat dikaji ulang (dievalusi) setiap-saat, sejak sebelum, selam, dan sesudah program tersebut dilaksanakan. 3) Sebagai pedoman pengambilan keputusan terhadap adanya usul/saran penyempurnaan yang "baru". Sepanjang perjalanan pelaksanaan program, seringkali muncul seringkali sesuatu yang mendorong perlunya revisi penyempurnaan perencanaan program. Karena itu, dengan adanya pernyataan tertulis, dapat dikaji seberapa jauh usulan revisi tersebut 6 Sistem Penyuluhan Pertanian

7 dapat diterima/ditolak agar tujuan yang diinginkan tetap dapat tercapai, baik dalam arti: jumlah, mutu, dan waktu yang telah ditetapkan. 4) Memantabkan tujuan-tujuan yang ingin dan harus dicapai, yang perkembangannya dapat diukur dan dievaluasi. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan telah dapat dicapai, diperlukan pedoman yang jelas yang dapat diukur dan dapat dievaluasi setiap saat saat, oleh siapapun juga, sesuai dengan patokan yang telah ditetapkan. 5) Memberikan pengertian yang jelas terhadap pemilihan tentang: a) kepentingannya dari masalah-masalah insidental (yang dinilai akan menuntut perlunya revisi program), dan b) pemantaban dari perubahan-perubahan sementara (jika memang diperlukan revisi terhadap program). 6) Mencegah kesalah-artian tentang tujuan akhir, dan mengembangkan kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan maupun yang tidak dirasakan. 7) Memberikan kelangsungan dalam diri personel, selama proses perubahan berlangsung. Artinya, setiap personel yang terlibat dalam pelaksanaan dan evaluasi program selalu merasakan perlunya kontinyuitas program sampai tercapainya tujuan yang diharapkan. 8) Membantu pengembangan kepemimpinan, yaitu dalam menggerakkan semua pihak yang terlibat dan menggunakakan sumberdaya yang tersedia dan dapat digunakan untuk tercapainya tujuan yang dikehendaki. 9) Menghindarkan pemborosan sumberdaya (tenaga, biaya, dan waktu), dan merangsang efisiensi pada umumnya. 10) Menjamin kelayakan kegiatan yang dilakukan di dalam masya-rakat dan yang dilakasanakan sendiri oleh masyarakat setempat. D. Ukuran Perencanaan Program Yang Baik Untuk mengetahui seberapa jauh perencanaan program yang dirumuskan itu telah "baik", berikut ini disampaikan beberapa acuan tentang pengukurannya, yang mencakup: Sistem Penyuluhan Pertanian 7

8 (1) Analisis fakta dan keadaan Perencanaan program yang baik, harus mengungkapkan hasil analisis fakta dan keadaan yang "lengkap" yang menyangkut: keadaan sumberdaya-alam, sumberdaya-manusia, kelembagaan, tersedianya sarana/prasarana; dan dukungan kebijaksanaan, keadaan-sosial, keamanan, dan stabilitas politik. Untuk keperluan tersebut, pengumpulan data dapat dilakukan dengan menghubungi beberapa pihak (seperti: lembaga/aparat pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi profesi, dll) dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data (wawancara, pengamatan, pencatatan datasekunder, pengalaman empirik, dll), agar data yang terkumpul tidak saja cukup lengkap tetapi juga dijamin kebenarannya. (2) Pemilihan masalah berlandaskan pada kebutuhan Hasil analisis fakta dan keadaan, biasanya menghasilkan berba-gai masalah (baik masalah yang sudah dirasakan maupun belum dirasakan masyarakat setempat). Sehubungan dengan hal ini, perumusan masalah perlu dipusatkan pada masalah-masalah nyata (real-problems) yang telah dirasakan masyarakat _(felt-problems) Artinya, perumusan masalah hendaknya dipusatkan pada masalah-masalah yang dinilai sebagai penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan-nyata (real needs) masyarakat, yang telah dapat dirasakan (felt needs) oleh mereka. (3) Jelas dan menjamin keluwesan Perencanaan program, harus dengan jelas (dan tegas) sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan atau kesalah-pengertian dalam pelaksanaannya. Akan tetapi, di dalam kenyataannya, seringkali selama proses pelaksanaan dijumpai hal-hal khusus yang menuntut modifikasi perencanaan yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan hal ini, setiap perencanaan harus luwes (memberikan peluang untuk dimodifikasi), sebab jika tidak, program tersebut tidak dapat dilaksanakan, dan pada gilirannya justru tidak dapat mencapai tujuan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan masyarakatnya. Karena itu, selain jelas dan tegas, harus berpandangan jauh ke depan. (4) Merumuskan tujuan dan pemecahan masalah yang menjanjikan kepuasan 8 Sistem Penyuluhan Pertanian

9 Tujuan yang ingin dicapai, haruslah menjanjikan perbaikan kesejahteraan atau kepuasan masyarakat penerima manfaatnya. Jika tidak, program semacam ini tidak mungkin dapat menggerakkan motivasi masyarakat untuk berpartisipasi di dalamnya. Dengan demikian, masyarakat harus tahu betul tentang manfaat apa yang dapat mereka rasakan setelah tujuan program tersebut tercapai. Seringkali, untuk keperluan ini, tujuan-tujuan dinyatakan secara sederhana, tetapi didramatiser sehingga mampu menggerakkan partisipasi masyarakat bagi tercapainya tujuan. (5) Menjaga keseimbangan Setiap perencanaan program harus mampu mencakup kepentingan sebagian besar masyarakat, dan bukannya demi kepentingan sekelompok kecil masyarakat saja. Karena itu, setiap pengambilan keputusan harus ditekankan kepada kebutuhan yang harus diutamakan, yang mencakup kebutuhan orang banyak. Efisiensi, harus diarah-kan demi pemerataan kegiatan dan waktu pelaksanaan harus dihin- dari kegiatan-kegiatan yang terlalu besar menumpuk pada penyu-luh atau ada masyarakat penerima manfaatnya (6) Pekerjaan yang jelas Perencanaan program, harus merumuskan prosedur dan tujuan serta sasaran kegiatan yang jelas, yang mencakup: a) masyarakat penerima manfaatnya, b) tujuan, waktu dan tempatnya, c) metoda yang akan digunakan, d) tugas dan tanggung-jawab masing-masing pihak yang terkait (termasuk tenaga sukarela), e) pembagian tugas atau kegiatan yang harus dilaksanakan oleh setiap kelompok personel (penyuluh, masyarakat, dll), dan f) ukuran-ukuran yang digunakan untuk evaluasi kegiatannya. (7) Proses yang berkelanjutan Perumusan masalah, pemecahan masalah, dan tindak lanjut (kegiatan yang harus dilakukan) pada tahapan berikutnya, harus dinyatakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang berkelanjutan. Termasuk di dalam hal ini adalah: perubahan-perubahan yang perlu dilaku-kan, selaras dengan perubahan kebutuhan dan masalah yang akan dihadapi. (8) Merupakan proses belajar dan mengajar Sistem Penyuluhan Pertanian 9

10 Semua pihak yang terlibat dalam perumusan, pelaksanaan, dan evaluasi program perlu mendapat kesempatan "belajar" dan "mengajar". Artinya, masyarakat harus diberi kesempatan untuk belajar mengumpulkan fakta dan keadaan, serta merumuskan sen-diri masalah dan cara pemecahan masalahnya. Sebaliknya, penyu-luh dan aparat pemerintah yang lain, harus mampu memanfaatkan kesempatan tersebut sebagai upaya belajar dari pengalaman masyarakat setempat. (9) Merupakan proses koordinasi Perumusan masalah, tujuan, dan cara mencapai tujuan, harus melibatkan dan mau mendengarkan kepentingan semua pihak di dalam masayarakat. Oleh sebab itu penting adanya koordi-nasi untuk menggerakkan semua pihak untuk berpartisipasi di dalamnya. Di lain pihak, koordinasi juga sangat diperlukan dalam proses pelaksanaan kegiatan. Tanpa adanya koordinasi yang baik, tujuan kegiatan tidak akan dapat tercapai seperti yang diharapkan. (10) Memberikan kesempatan evaluasi proses dan hasilnya Evaluasi, sebenarnya merupakan proses yang berkelanjutan dan melekat _(built-in)_ dalam perencanaan program. Oleh sebab itu, perencanaan program itu sendiri harus memuat dan memberi kesempatan untuk dapat dilakanakannya evaluasi, baik evaluasi terhadap proses maupun hasilnya. Dari kesepuluh pokok ukuran tersebut, secara ringkas dapat dikemukakan beberapa karakteristik perencanaan program yang baik, yang meliputi: 1) Mengacu kepada kebutuhan masyarakat. 2) Bersifat komprehensif. 3) Luwes. 4) Merupakan proses pendidikan. 5) Beranjak dari sudut pandang masyarakat. 6) Memerlukan kepemimpinan lokal yang andal. 7) Menggunakan teknik-teknik dan penelitian untuk memperoleh informasi. 8) Mengaharapkan partisipasi masyarakat, agar mereka dapat membantu diri mereka sendiri, dan 9) Menerapkan evaluasi secara berkelanjutan. E. Filosofi Program Penyuluhan 10 Sistem Penyuluhan Pertanian

11 Di atas sudah dikemukakan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi bagi suatu program yang baik, yang oleh Kelsey dan Hearne (1970) disebutnya sebagai Prinsip-prinsip Perencanaan Program Penyuluhan. Untuk memenuhi persyaratan prinsip-prinsip perencanaan program yang baik seperti itu, setiap penyusunan program perlu memperhatikan filosofi program penyuluhan sebagai berikut (Dahama dan Bhatnagar (1980): 1) Bekerja berdasarkan kebutuhan yang dirasakan (felt-need), artinya, program yang akan dirumuskan harus bertolak dari kebutuhan-kebutuhan yang telah dirasakan oleh masyarakat, sehingga program itu benar-benar dirasakan sebagai upaya pemecahan masalah atau pencapaian tujuan yang dikehendaki Sehubungan dengan itu jika ada "kebutuhan nyata" (real need) yang hendak dinyatakan dalam program yang belum dirasakan oleh masyarakat penerima manfaat, terlebih dahulu harus diupayakan menjadi kebutuhan yang dirasakan (felt-need). Sebelum kebutuhan nyata tersebut belum merupakan kebutuhan yang dirasakan, sebaiknya jangan dimasukkan ke dalam rumusan program, sebab tindakan seperti itu, akan mengganggu partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program dan pemanfaatan hasil yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut. Di lain pihak, filosofi seperti ini juga mengingatkan kepa-da para perancang/perumus program penyuluhan untuk tidak boleh memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi harus selalu benarbenar mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan yang sudah atau sedang dirasakan oleh masyarakatnya. Oleh karena itu, biasakanlah mereka untuk bekerja berdasarkan fakta yang ada di lapangan, dan bukan berdasarkan pendapat mereka sendiri. 2) Bekerja dilandasi oleh anggapan bahwa masyarakat ingin dibebaskan dari penderitaan dan kemiskinan, artinya, setiap program yang haruslah benar-benar diupayakan untuk dapat memperbaiki mutu kehidupan masyarakat, dan bukannya merupakan program yang terlalu banyak menuntut pengorbanan masyarakat demi tercapainya tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh perumus program. Karena itu, setiap perumusan program harus mampu merumuskan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki mutukehidupan masyarakat penerima manfaat. Tanpa adanya pemahaman seperti ini, niscaya program tersebut tidak akan memperoleh partisipasi masyarakat, bahkan sebaliknya akan Sistem Penyuluhan Pertanian 11

12 menghadapi berbagai hambatan dan tantangan karena program yang diren-canakan itu dinilai akan lebih menyusahkan kehidupan mereka yang sudah lama mengalami penderitaan. Sehubungan dengan hal ini, semua pihak yang terlibat dalam perumusan program penyuluhan, harus membekali dirinya dengan pemahaman bahwa masyarakat penerima menfaatnya, seperti halnya masyarakat lain di manapun mereka berada, juga menginginkan suatu perubahan yang menuju kearah perbaikan mutu hidup atau kesejahteraannya. Berbicara tentang kesejahteraan, yang dibutuhkan bukanlah sekadar tercukupinya kebutuhan-kebutuhan fisik seperti: pangan, sandang, papan, kesehatan, dll; tetapi mereka juga menghendaki terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sosial yang berupa: keamanan, pengakuan, penghargaan/tanggapan, dan pengalaman baru. 3) Harus dianggap bahwa, masyarakat menginginkan "kebebasanbaik dalam menentukan/memilih garis hidupnya sendiri dan memutuskan bentuk-bentuk ekonomi, kepercayaan, lembaga politik dan pendidikan yang mereka inginkan demi tercapainya perbaikan mutu kehidupan mereka. Berkenaan dengan itu, setiap perumusan program harus sejauh mungkin mengajak mereka untuk mengemukakan kebu-tuhankebutuhannya, tujuan-tujuan yang diharapkan, serta alter-natifalternatif pemecahan masaalah atau pemilihan kegiatan yang pemecahan maslah mereka inginkan. Kalaupun ada per-bedaan pendapat antara kehendak masyarakat dengan perumus program, harus diupayakan adanya dialog atau diskusi dengan mereka untuk meyakinkan bahwa alternatif yang dikemukakan oleh perumus program tersebut memiliki keunggulan-keung-gulan yang dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat sasara. Dialog atau forum diskusi seperti itu harus selalu disediakan untuk menghindari terjadinya pertentangan, hambatan, atau pemborosan enersi yang biasanya tersedia sangat langka. Adanya kebebasan atau setidak-tidaknya forum diskusi yang bisa mengurangi mutu tujuan yang dicapai, serta seringkali memerlukan banyak enersi atau "social-cost" yang mahal. Kebebasan atau forum diskusi yang disediakan itu, bukan dalam rangka agar mereka boleh menentukan sendiri pilihanpilihannya, tetapi disediakan dalam rangka untuk keberhasilan program untuk memecahkan masalah demi tercapainya tujuan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Sebab, bagaimanapun, 12 Sistem Penyuluhan Pertanian

13 setiap pilihan yang mereka ajukan itu pasti sudah dilandasi oleh pengalaman-pengalaman, serta nilai-nilai sosial buda-ya yang mereka anut. Di lain pihak, rumusan program yang hanya disusun oleh pihak luar, seringkali belum dilandasi oleh pertimbangan-pertimbangan sosial-budaya yang dikuatkan oleh kajian empiris. 4) Nilai-nilai dalam masyarakat harus dipertimbangkan selayaknyaartinya, rumusan program harus sudah mencakup dan mempertimbangkan nilai-nilai kerjasama, keputusan kelompok, tanggungjawab sosial, kepercayaan, dan kemampuan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan. Pertimbangan atas hal-hal seperti itu, di dalam perumusan program penyuluhan seringkali memiliki arti strategis. Sebab, setiap kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat, harus selalu dilandasi oleh nilai-nilai adat dan kepercayaan yang mereka bantu; dan di lain pihak, setiap keputusan yang diambil seringkali juga merupakan kelompok yang menuntut kerjasama dan tanggungjawab bersama untuk dapat dilaksanakan sesuai dengan sumberdaya yang tersedia di dalam masyarakatnya sendir. Karena itu, pengabaian terhadap hal-hal tersebut seringkali berakibat pada tidak tercapainya tujuan seperti yang diharapkan. Bahkan, pengambilan keputusan seperti itu seringkali merupakan pengalaman buruk yang akan selalu mewarnai keputusan masyarakat terhadap setiap upaya pembangun-an masyarakat di masa-masa mendatang. 5) Membantu dirinya sendir (self help), artinya, secara nyata warga masyarakat harus diarahkan (atau setidak-tidaknya dilibatkan) untuk mau dam mampu merencanakan dan melaksanakan sendiri setiap pekerjaan yang diupayakan untuk memecahkan masalah mereka sendiri yang akan dirumuskan dalam program. Jika masyarakat tidak terlibat atau dilibatkan dalam proses perumusan program, seringkali pelaksanaan programnya juga tidak memperoleh partisipasi aktif dari mereka, sehingga seluruh rangkaian kegiatan sejak perencanaan sampai pelak-sanaannya dilaksanakan oleh "orang luar". Dalam keadaan seperti itu, masyarakat penerima manfaat tidak dapat dikaitkan dalam proses membangun. Akibatnya, lambat laun mereka akan kehilangann kepekaan terhadap masalahnya sendiri, tidak memi-liki inisiyatif dan kreativitas untuk memecahkan masalahnya sendiri, dan akan kehilangan kemandiriannya. Sehingga, proses pembangunan yang direncanakan justru menumbuhkan kondisi ketergantungan. Sistem Penyuluhan Pertanian 13

14 6) Masyarakat adalah sumberdaya yang terbesar, artinya, dalam perumusan program penyuluhan, harus sebesar-besarnya memanfaatkan potensi sumberdaya yang tersedia di dalam masyarakat penerima manfaat sendiri, baik: modal, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan yang sudah ada. Dalam hubungan ini, harus selalu diingat bahwa pembangunan yang dilaksanakan adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Sehingga, setiap upaya pembangunan harus mampu untuk sebesar-besarnya menggali, mengembangkan, dan memanfaatkan potensi sumberdaya yang tersedia di masyarakat Melalui cara seperti ini, proses pembangunan akan memberikan dampak ganda ("multiplier effect") bagi tumbuhnya upaya-upaya pembangunan lanjutan di masa-masa mendatang. Sebab, dengan tergarapnya sumberdaya alam, manusia, dan kelembagaan yang ada, akan meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan masyarakat untuk berswakrsa dan berswadaya melaksanakan pembangunan di masa mendatang pada cakupan bidan garapan yang semakin luas pula. Sebalinya, jika potensi sumberdaya lokal tidak tergarap dan menggantungkan dari luar, pada suatu saat pasti akan kehabisan kemampuan untuk mendatangkan sumberdaya tersebut, dan kerena sumberdaya lokal (terutama sumberdaya manusia dan kelembagaan) tidak pernah tergarap, tidak akan tumbuh inisiatif dan kemampuan baru untuk melaksanakan pembangunan lan- jutan, sehingga berhentilah pembangunan di wilayah tersebut. 7) Program mencakup perubahan sikap, kebiasaan, dan pola pikir, artinya, perumusan program harus mencakup banyak dimensi perilaku manusia. Dalam kaitan ini, harus selalu diingat bahwa setiap pembangunan, pada dasarnya harus mampu membangun manusianya. Pembangunan fisik yang tanpa membangun perilaku manusia, seringkali mengakibatkan tidak termanfaatkannya hasil-hasil pembangunan secara maksimal. Sebaliknya, melalui pembangunan yang berakibat pada perubahan perilaku manusianya, akan menghasilkan manusia-manusia yang berjiwa selalu ingi membangun, erta memiliki kemampuan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembangunan yang diinginkan. Sebagai contoh dapat dikemukakan, kasus pembangunan jamban keluarga" yang tidak diawali dengan menyiapkan 14 Sistem Penyuluhan Pertanian

15 manusianya dengan perilaku hidup sehat serta cara pemanfaatan jamban yang benar, akan berakibat pada tidak termanfaatkannya jamban tersebut; dan di lain pihak, jamban yang ada menjadi tidak terawat seperti sebagaimana mestinya. Sebaliknya, pembangunan yang diawali dengan upaya mengubah perilaku manusianya, akan menghasilkan orang-orang yang penuh inisyatif, kreatif, dinamis, bekerja keras, efisien, mampu memanfaatkan sumberdaya lokal (alam, modal, kelembagaan, dan kemudahan-kemudahan yang ada secara efektif) dan memiliki kemampuan ketrampilan yang andal untuk melaksanakan pembangunan secara mandiri F. Lingkup Materi Program Penyuluhan Selaras dengan tujuan penyuluhan, Miller (Pesson, 1966) mengemukakan bahwa, lingkup materi program penyuluhan harus mencakup segala aspek kegiatan yang berkaitan dengan upaya-upaya peningkatan produksi, peningkatan pendapatan serta perbaikan kesejahteraan masyarakat penerima manfaatnya. Tentang hal ini, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: 1) Optimasi pemanfaatan sumberdaya untuk kegiatan produksi, dengan selalu memperhatikan konservasi sumberdaya alam dan pengelolaan limbah yang ditimbulkannya. 2) Efisien sistem produksi, yang tidak hanya mempertimbangkan efisiensi teknis saja, tetapi juga efisensi ekonomisnya. 3) Efisiensi sistem pemasaran produksi. 4) Pengelolaan usaha, termasuk pengelolaan ekonomi rumah tangga. 5) Pengembangan sumberdaya keluarga (terutama pemuda dan wanita). 6) Pengembangan kelembagaan-ekonomi dan kelembagaan sosial. 7) Pembinaan kepemimpinan, baik kepemimpinan dalam keluarga, kepemimpinan di lingkungan pekerjaan, maupun kepemimpinan dalam kelembagaan ekonomi dan kelembagaan sosial. Di samping perencanaan program-program yang berkaitan langsung dengan upaya peningkatan produksi, peningkatan pendapat-an dan perbaikan kesejahteran masyarakat penerima manfaat. Tidak kalah pen- tingnya adalah: 1) Program-rogram yang berkaitan dengan pengembangan sistem penyuluhan yang meliputi: Sistem Penyuluhan Pertanian 15

16 a) Pengembangan organisasi dan administrasi penyuluhan. b) Pengembangan sistem-kerja penyuluhan. c) Pengembangan proses belajar-mengajar dalam penyuluhan. d) Pengembangan: metoda, materi, dan perlengakapan penyuluhan. e) Pengembangan kelembagaan penunjang kegiatan penyuluhan. 2) Program-program yang berkaitan dengan pengembangan karir penyuluh Pengalaman menunjukkan bahwa, kegiatan penyuluhan pada umumnya hanya terpusat pada upaya peningkatan produksi, peningkatan pendapatan, dan perbaikan kesejahteraan masyarakat penerima manfaat, serta upaya-upaya perbaikan dan pengembangan sistem penyuluhannya. Akan tetapi, perhatian terhadap karir penyuluh sebagai pelaksana kegiatan penyuluhan itu sendiri, seringkali dilupakan. Berkaitan dengan itu, beberapa hal yang juga perlu diperhatikan di dalam perumusan program penyuluhan adalah: a) Sistem Pelatihan, baik untuk meningkatkan kualifikasi kemam puan penyuluh maupun dalam kaitannya dengan promosi jabatan/kenaikan pangkat. b) Sistem pengupahan, termasuk anggaran penunjang kegiatan penyuluhan yang seringkali harus dikeluarkan dari kantong penyuluh sendiri. c) Sistem kenaikan pangkat dan jaminan hari tuanya. H. Keberhasilan Perencanaan Program Penyuluhan Proses pembangunan, adalah proses interaksi semua pihak (pengusaha dan masyarakat) untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat. Karena itu, keberhasilan suatu perencanaan program tidak hanya tergantung pada kualifikasi penyuluhan saja, tetapi juga sangat tergantung kepada kondisi faktor-faktor lain. Tentang hal ini, Pesson (Sanders, 1966) mengemukakan adanya lima faktor menonjol yang penting untuk selalu diperhatikan. Kelima faktor itu adalah: 1) Identifikasi sistem sosial yang bersangkutan Adanya identifikasi sistem sosial sebelum perencanaan program sangat diperlukan, sebab penerima manfaat pembangunan adalah masyarakat itu sendiri. Melalui identifikasi sistem sosial, akan dapat 16 Sistem Penyuluhan Pertanian

17 diketahui beberapa hal yang menyangkut: nilai-nilai sosial budaya masyarakat, struktur kekuasaan, kebiasaan perilaku, dan lain-lain yang sangat menentukan keberhasilan perencanaan program. 2) Identifikasi mengenai "key individual" dalam struktur kekuasaan dari masyarakat penerima manfaat Setiap sistem sosial, biasanya memiliki struktur kekuasaan tertentu dengan "key individual" yang khusus pula. Individu-kunci tersebut, pada umumnya dapat dipegang oleh pemimpin-formal, tetapi dalam banyak kasus dapat juga dipegang oleh tokoh-tokoh informal seperti: pemuka agama, tokoh politik, pedagang, petani-kaya, pelepas uang, dsb. Karena itu, penelusuran terhadap individu-kunci sangat diperlu-kan dalam perencanaan program, sebab mereka dapat mengembangkan opini-publik yang sangat menentukan tingkat partisi-pasi masyarakat demi keberhasilan program yang akan dilaksana-kan. 3) Penerimaan tujuan program oleh key-individual Karena pentingnya peran key-individual dalam kehidupan masyarakat, keberhasilan program akan sangat ditentukan oleh sebe-rapa jauh program yang dirancang itu benar-benar telah diterima oleh key-individual. Sebelum rumusan program memperoleh pengesyahan atau legitimasi dari mereka, keberhasilan program masih sangat diragukan. 4) Peran serta secara aktif key-individual dan individu dalam masyarakat Keberhasilan pembangunan, pada dasarnya sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat, baik dalam pemberian input, pelak-sanaan, pemantauan dan evaluasi, maupun pemanfaatan hasil-hasil pembangunan. Karena itu, peran serta aktif setiap indi-vidu dalam masyarakat penerima manfaat, terutama orang-orang kunci akan sangat menentukan keberhasilah perencanaan program. c) Dorongan aktif dari setiap individu dalam masayarakat Adanya peran-serta aktif setiap warga masyarakat, sebenarnya belum cukup jika tidak disertai dengan dorongan-dorongan yang mereka berikan demi keberhasilan program. Sebab, peran serta Sistem Penyuluhan Pertanian 17

18 masyarakat seringkali hanya terbatas kepada pemenuhan harapan yang dimintakan kepadanya, tanpa dibarengi oleh sikap atau kehendak yang dilandasi oleh pemahaman dan penghayatan tentang manfaat program yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, dalam setiap perencanaan program perlu untuk selalu ditumbuhkan semangat membangun di kalangan setiap warga masyarakat, sehingga mereka tidak hanya berpartisipasi karena diminta, tetapi secara aktif mendorong keberhasilan programprogram yang direncanakan. G. Legitimasi Perencanaan Program Penyuluhan Perubahan yang Terencana, pada hakekatnya merupakan proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan (action) sebagai realisasi dari ideide yang ditawarkan kepada masyarakat sasara. Tentang hal ini, Beal dan Bohlen (1955) mengemukakan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh setiap ide sebelum menjadi aksi seperti terlihat pada Gambar 18. inisiasi organisasi dari > legitimasi------> dan aksi ide-ide perencanaan Gambar 18. Proses Realisasi Ide (1) Pengertian Legitimasi Legitimasi, secara harafiah dapat diartikan sebagai pengakuan atau pengesahan. Di dalam proses perencanaan program, legitimasi diartikan sebagai proses pengesahan atau suatu proses persetujuan atas ide-ide tentang perubahan yang diinginkan. Artinya, ide-ide perubahan yang akan dilaksanakan, harus memperoleh pengesyahan terlebih dahu-lu dari 18 Sistem Penyuluhan Pertanian

19 pihak yang memiliki "kekuasaan" sebagai penentu kebijak-an atas segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan masya-rakat. Legitimasi, bukanlah sekadar pembubuhan tandatangan atau pemberian "setempel karet", akan tetapi suatu proses pengkajian yang cermat dan mendalam atas ide perubahan yang disampaikan. Tidak saja tentang kemungkinan dapatnya diterima, dilaksanakan, tercapainya tujuan yang diinginkan, dan diperolehnya dukungan/partisipasi masyarakat pada saat pelaksanaannya; akan tetapi juga kajian atas dampaknya (yang diduga dapat terjadi) terhadap kelangsungan upaya-upaya perubahan dimasa mendatang (baik dampak sosial-ekonomi, politik, dan ketahanan nasional). (2) Makna legitimasi dalam perubahan yang berencana Selaras dengan tahapan yang harus dilalui oleh setiap ide yang ditawarkan sebelum dilaksanakan, seperti yang dikemukakan oleh Beal dan Bohlen (1955), tahapan "legitimas" memegang fungsi strategis yang harus diperhatikan oleh semua pihak (khusus-nya penyuluh) sebelum melaksanakan suatu perubahan. Sebab, jika tidak memperoleh legitimasi, seringkali proses perubahan yang dilak-sanakan itu tidak memperoleh dukungan dan partisipasi masyarakatnya. Bahkan, dapat pula berakibat fatal, berupa ditolak-nya setiap ide-ide yang akan diajukan pada masa-masa mendatang. Dengan kata lain, legitimasi merupakan tahapan dalam proses perubahan berencana, yang berupa pengakuan/pengesyahan ide-ide tentang perubahan, agar ide-ide tersebut memperoleh dukungan dan partisipasi masyarakat jika ide-ide tersebut akan dilaksanakan. (3) Pemberi legitimasi Di atas telah disinggung bahwa, pemberi legitimasi adalah semua pihak yang memegang fungsi pengambilan keputusan atas segala sesuatu yang berkaitan dengan segala macam aspek kehidupan masyarakat banyak. Di dalam praktek, ternyata pihak pemberi legitimasi tidak ter-batas pada pemimpin-pemimpin formal di dalam jalur birokrasi pemerintah, tetapi juga dipegang oleh para pemimpin informal dari sistem sosial yang bersangkutan. Bahkan, seringkali, kedudukan pemimpin informal (pemuka adat, keagamaan, "key-person pemasok kebutuhan masyarakat, penyedia kredit, dll) justru lebih "kuat" atau lebih harus diperhitungkan. (4) Faktor-faktor yang memperngaruhi Sistem Penyuluhan Pertanian 19

20 Pemberian legitimasi Di atas telah disinggung bahwa, maksud "pencarian" legitima-si adalah untuk memperoleh dukungan pemegang "kekuasaan" atau penentu kebijakan, serta partisipasi masyarakat dalam upaya merealisasikan ide-ide yang ditawarkan. Karena itu, legitimasi atas ide-ide tersebut terutama akan sangat tergantung kepada: a) Kemampuan "penyuluh" untuk merancang dan mengorganisasikan perubahan berencana. Hal ini, dapat dilihat dari pengalaman mereka selama menangani kegiatan perubahan berencana yang pernah dilaksanakan. b) Kesesuaian ide dengan kebutuhan masyarakat (lokal, regional, ataupun nasional), baik kesesuaiannya dengan kebutuhan nyata (real needs) maupun kebutuhan yang dirasakan (felt needs). c) Upaya para "penyuluh" untuk meyakinkan para penentu kebijakan tentang arti penting (manfaat, tujuan) yang dapat diharapkan dari pelaksanaan ide-ide yang ditawarkan. Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan penyuluh untuk mengkomunikasikan ide-ide kepada pemegang kekuasa-an legitimasi. Selaras dengan hal ini, ada tiga hal yang perlu diperhatikan bagi diperolehnya legitimasi atas ide-ide perubahan berencana yang mencakup (Sumayao, 1986): a) Karakteristik ide yang meliputi Kompleksitas ide, yaitu tingkat kompleksitas pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan ideide tersebut. Sumberdaya yang diperlukan, baik yang harus disediakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri. Tingkat keterukuran manfaat, terutama tingkat keterukuran (dapat diukur) secara kuantitatif. Peluang tercapainya manfaat yang dapat diharapkan, baik peluang secara teknis, ekonomis, maupun kaitannya dengan kebijakan pemerintah (setempat, regional dan nasional Tingkat kecepatan diperolehnya manfaat yang diharapkan, baik yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi maupun kelangkaan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk merealisasikan ide-ide yang ditawarkan. 20 Sistem Penyuluhan Pertanian

21 Tingkat kemerataan manfaat, yaitu sampai seberapa jauh kemerataan manfaat kegiatan tersebut dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat (yang sebagaian terbesar justru merupakan lapisan bawah yang harus lebih diperhatikan). Pautan antar program, atau keterkaitan kegiatan yang direncanakann dengan program-program lainnya. Semakin banyak dan erat kaitannya dengan program lain, semakin cepat memperoleh legitimasi. Keluwesan program, atau sampai seberapa jauh program tersebut dapat "disesuaikan" dengan kondisi dan sumberdaya yang tersedia. Kemampuan administrsi, baik untuk merancang, malaksanakan maupun memantau dan mengevaluasi kegiatan yang direncanakan. Luas cakupan administrasi, yaitu seberapa jauh luas cakupan kegiatan yang diusulkan dapat dinikmati oleh masyarakat (baik cakupan geografis maupun cakupan aras sosial-ekonomi). b) Lingkungan kegiatan yang mempengaruhi, yang meliputi: faktor-faktor fisik dan biologis, baik yang dapat/tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Faktor-faktor ekonomi, yang berkaitan dengan kemampuan ekonomi masyarakat sasara. Faktor politis, yang berkaitan dengan kepentingan lokal, regional, dan nasional. Faktor sosial, yang berkaitan dengan tingkat keterbukaan atau kekosmopolitan masyarakat penerima manfaat. Faktor budaya, misalnya yang berkaitan dengan nilai ekonomi anak, atau peran ganda wanita dalam pembangunan. Faktor historis, sesuai dengan pengalaman-pengalaman setempat yang telah dialami dalam melaksanakan perubahan berencana di masa lalu. 3) Partisipasi yang diharapkan, yang meliputi: Dari mana pencetus ide, dari atas ataukah dari bawah? Bagaimana cara menggerakkan partisipasi, secara sukarela ataukah secara paksaan? Saluran partisipasi yang digunakan. Lamanya partisipasi, sekali saja sepanjang pelaksanaan kegiatan, berkali-kali, ataukah justru terus-menerus selama kegiatan itu masih belum "selesai". Sistem Penyuluhan Pertanian 21

22 Cakupan partisipasi, mencakup sedikit ataukah banyak kegiatan? Berapa banyak penerima manfaat yang akan dicapai (baik dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan, serta memanfaatkan hasil perubahan yang direncanakan? H. Tahapan Perencanaan Program Penyuluhan Sebagai suatu sistem pendidikan, tahapan-tahapan dalam perumusan program penyuluhan dapat mengadopsi tahapan-tahapan perumusan program pendidikan. Tentang hal ini, Tyler (1949) menyampaikan suatu model perumusan program penyuluhan yang terdiri atas 5 tahapan, yaitu: (a) pengenalan dan analisis keadaan, (b) penetapan tujuan program, (c) penetapan alternatif kegiatan, (d) penetapan kegiatan yang terpilih, dan (e) pelaksanaan kegiatan (Gambar 22). Berbeda dengan Tyler, Burger dan Duvel (Crouch dan Chamala, 1981) mengenalkan adanya 6 Model proses dan tahapan-tahapan perumusan program penyuluhan yang kesemuanya merupakan suatu daur (siklus) kegiatan yang tidak henti-hentinya, yaitu: penetapan kegiatan terpilih pengenalan dan analisis keadaan pelaksanaan kegiatan penetapan alternative kegiatan penetapan tujuan program Gambar 22. Model Proses Perumusan Porgram Penyuluhan Menurut Tyler, Sistem Penyuluhan Pertanian

23 1) Model Kelsey dan Hearne (1963), yang terdiri atas tujuh tahap yaitu: (a) analisis keadaan, (b) pengorganisasian perencanaan (c) proses perumusan program, (d) penetapan program yang terencana, (e) perencanaan kegiatan, (f) pelaksanaan kegiatan yang direncanakan, dan (g) usulan penyempurnaan (Gambar 23). 2) Model Pesson (1966), yang terdiri atas delapan tahap yaitu: (a) pengumpulan data, (b) analisis keadaan, (c) identifikasi masalah, (d) perumusan tujuan, (e) perencanaan kegiatan, (f) pelaksanaan kegiatan, (g) rincian perkembangan pelaksanaan kegiatan, dan (h) rekonsiderasi (Gambar 24). Gambar 23. Model Proses Perencanaan Program Penyuluhan Menurut Kelsey dan Hearne, (1963) 5. Perencanaan Kegiatan 3. Identifikasi masalah 4. Perumusan Tujuan PELAKSANAAN KEGIATAN Sistem Penyuluhan Pertanian 23

24 2. Analisis Keadaan 6. Pelaksanaan Kegiatan PERENCANAN 1. Pengumpulan Data 7. Rincian Perkembangan 8. Rekonsiderasi EVALUASI Gambar 24. Model Proses Perumusan Program Penyuluhan Menurut Pesson, ) Model Leagans (1955), yang terdiri dari lima tahapan, yaitu: (a) perumusan keadaan dan masalah-masalahnya, (b) perumus-an pemecahan masalah dan tujuannya, (c) perencanaan kegiat-an yang akan dikerjakan, (d) evaluasi, dan (e) rekonsiderasi (Gambar 25). perumusan pemecahan masalah perencanaan kegiatan keadaan dan masalahnya evaluasi rekonsiderasi 24 Sistem Penyuluhan Pertanian

25 Gambar 25. Model Proses Perumusan Program Penyuluhan Menurut Leagans, ) Model Raudabaugh (1967) yang terdiri atas lima tahap, yaitu: (a) identifikasi masalah-masalah, (b) rincian tujuan-tuju-an, (c) perumusan rencana kegiatan, (d) penetapan rencana kegiatan, dan (e) rincian perkembangan pelaksanaan kegiatan (Gambar 26). perumusan rencana kegiatan rincian tujuan penetapan rencana kegiatan identifikasi masalah-masalah rincian perkembangan pelaksanaan kegiatan Gambar 26. Model Perumusan Program penyuluhan Menurut Raudabaugh, ) Model Kok (1962), yang terdiri dari sembilan tahapan, yaitu: (a) survei, (b) analisis keadaan, (c) identifikasi masalah, (d) penetapan alternatif pemecahan masalah, (e) rincian tujuan dan lingkup tujuan, (f) perumusan rencana kegiatan, (g) pelaksanaan rencana kegiatan, (h) evaluasi, dan (i) rekonsiderasi (Gambar 27) Identifikasi Masalah Penetapan Tujuan Perumusan Rencana Kegiatan Sistem Penyuluhan Pertanian 25

26 1 7 8 Analisis Keadaan Pengumpulan data/fakta Pelaksanaan Rencana Kegiatan Evaluasi Rekonsiderasi Gambar 27. Model Perumusan Program Penyuluhan Menurut Kok, ) Model Dinas Penyuluhan Federal (USA) yang terdiri dari atas 8 tahapan, yaitu: (a) pengumpulan fakta, (b) analisis keadaan, (c) identifikasi masalah, (d) penetapan tujuan yang ingin dicapai, (e) perumusan rencana kegiatan, (f) pelaksanaan rencana kegiatan, (g) rincian perkembangan dan hasil-hasil pelaksanaan rencana kegiatan, dan (h) rekonsiderasi setiap tahapan kegiatan dan dengan mengikutsertakan semua lapisan masyarakat (Gambar 28). 7) Berlandaskan pada keenam model yang diungkapkan tadi, Burger dan Duvel (1981) lantas menyusun suatu model perumusan program penyuluhan yang terdiri hanya lima tahap, yaitu: (a) konsiderasi, (b) investigasi/pengamatan, (c) persiapan, (d) pelaksanaan, dan (e) evaluasi, seperti yang tersebut dalam Gambar 29. Tentang model yang diusulkan itu, Burger dan Duvel memberikan penjelasannya sebagai berikut: a) Rekonsiderasi, yang merupakan proses untuk mempertimbangkan hal-hal yang mencakup: segala kebutuhan pembangunan tujuan umum dan skala prioritas kebijakan pembangunan nasional, peran dan tanggungjawab personal, selaras dengan kebijakan pembangunan nasional yang bersangkutan, 26 Sistem Penyuluhan Pertanian

27 lokalitas kegiatan di mana personal-personal itu berada, alternatif-alternatif pendekatan untuk pelaksanaan pembangunan. Rincian Kegiatan dan Lingkup Tujuan Penetapan Alternatif Perumusan Rencana Pemecahan Masalah Kegiatan Identifikasi Masalah Analisis Keadaan Survei Pelaksanaan Rencana Kegiatan Evaluasi Rekonsiderasi Gambar 28. Model Perumusan Program Penyuluhan 2 3 persi apan investi gasi pelak sana an rekon side rasi 1 4 evaluasi 5 Gambar 29. Model Perumusan Program Penyuluhan Sistem Penyuluhan Pertanian 27

28 Menurut Burger dan Duvel, 1981 b) Pengamatan/investigasi, yang merupakan kegiatan pengumpulan data dan fakta yang mencakup: potensi sumberdaya fisik untuk kegiatan produksi, keadaan sosial ekonomi, baik lokal, regional, nasional maupun internasional, keadaan tata guna tanah dan aspek-aspek sosial psikologis c. Persiapan-persiapan, yang mencakup kegiatan-kegiatan untuk: Mempertimbangkan model-model program pembangunan yang pernah dilaksanakan dan model-model lain yang sudah diketahui, Membuat jenjang prioritas dari tujuan umum yang ingin dicapai, dan pilih 3 atau 5 tujuan yang terpenting, Memperhatikan sumberdaya penyuluhan, Merumuskan likasi kegiatan yang akan dipilih, Memperhatikan keadaan fisik, sosial ekonomi, tata-guna tanah, dan aspek-aspek sosial prikologis di likasi terpilih. Melibatkan seluruh lapisan masyarakat di dalam proses perumusan program penyuluhan. Merumuskan tujuan khusus dan rancangan kegiatan komunikasi/penyuluhannya. d) Pelaksanaan rencana kegiatan, khususnya pelaksanaan kegiatan yang mengarah pencapaian tujuan-tujuan khusus. e) Evaluasi, yang meliputi kegiatan-kegiatan: Merancang rencana evaluasi Pelaksanaan survei evaluatif Analisis data survei Penulisan laporan tentang seluruh kegiatan pembangunan yang telah dapat dilaksanakan Mempertimbangkan kembali tentang kegiatan-kegiatan lanjutan kegiat-an lajutan untuk masa-masa mendatang. Selain model-model di atas, masih ada model-model perumusan program penyuluhan yang dikemukakan oleh beberapa penulis lain. Beal dan Bohlen (1955), misalnya, mengemukakan suatu proses perumusan program yang terdiri dari 13 tahap yang terbagi dalam 3 tahapan yaitu (Gambar 30) a) Tahapan inisiasi (pengajuan) yang terdiri atas 4 tahap, yaitu: 28 Sistem Penyuluhan Pertanian

29 keadaan sekarang, ide atau masalah, pengajuan usulan, dan pengajuan usulan yang lainnya. b) Tahapan legitimasi (pengesyahan/pengakuan), yang berupa tahapan proses persetujuan. LEGITIMASI AKSI (PERENCANAAN) INISIASI perembesan ide perumusan kebutuhan kesepakatan untuk bertindak pemantapan tujuan &rencana kegiatan mobilisasi sumberdaya penyebarluasan program petahapan kegiatan evaluasi kegiatan analisis keadaan pengumpulan masalah dan ide-ide pengajuan usulan pengajuan usulan lainnya proses perse tujuan Sistem Penyuluhan Pertanian 29

30 Gambar 30. Model Proses Perumusan Program Penyuluhan Menurut Beal dan Bohlen, 1955 c) Tahapan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, yang mencakup 8 tahap, yaitu: perembesan ide-ide, perumusan kebutuhan, kesepakatan untuk bertindak, pemantaban tujuan dan rencana kegiatan, mobilisasi sumberdaya, penyebarluasan program, pentahapan pelaksanaan kegiatan, dan evaluasi kegiatan. Vidyarthi (1961), menyampaikan adanya 7 tahapan proses perencanaan program penyuluhan, dengan 2 kegiatan lain yang mele-kat dalam tahapan ke-5 dan ke-6 yaitu: a) pengumpulan dan analisis data yang diperlukan sebagai masukan program, b) perincian kebutuhan dan tujuan-tujuan sebagai keluaran yang diharapkan, c) perumusan masalah-masalah sesuai dengan prioritasnya, d) perumusan pemecahan masalah atau aksi yang akan dilaksanakan. e) pemilihan masalah dan prioritas kegiatan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan kegiatannya (Gambar 31). pemilihan masalah dan penentuan skala prioritas sesuai kebutuhannya pengumpulan dan analisis data (masukan) persiapan jadwal rencana kegiatan 30 Sistem Penyuluhan Pertanian

PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN. Dra. Ida Yustina, Msi

PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN. Dra. Ida Yustina, Msi PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN Dra. Ida Yustina, Msi Bagian Administrasi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Pengertian Perencanaan Program Penyuluhan Venugopal

Lebih terperinci

4. FILOSOFI, PRINSIP, DAN ETIKA PENYULUHAN PERTANIAN 30 Filosofi Penyuluhan Pertanian 30 Prinsip-prinsip Penyuluhan Pertanian 34 Etika Penyuluhan 39

4. FILOSOFI, PRINSIP, DAN ETIKA PENYULUHAN PERTANIAN 30 Filosofi Penyuluhan Pertanian 30 Prinsip-prinsip Penyuluhan Pertanian 34 Etika Penyuluhan 39 Daftar Isi 1. PENDAHULUAN Arti Penting Sumberdaya Manusia 1 Arti Penting Penyuluhan Pertanian 1 Sejarah Penyuluhan Pertanian di Dunia 2 Sejarah Penyuluhan Pertanian di Indonesia 3 Sistem Penyuluham Pertanian

Lebih terperinci

BAB III MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN

BAB III MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN BAB III MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN A. RAGAM MATERI PENYULUHAN Materi penyuluhan kehutanan, pada hakekatnya merupakan segala pesan-pesan mengenai pengelolaan hutan yang ingin dikomunikasikan oleh seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983), II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Landasan Teori 1. Penerapan Inovasi pertanian Inovasi merupakan istilah yang sering digunakan di berbagai bidang, seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

PENELITIAN TINDAKAN KELAS 1 Oleh Prof. Dr. Farida Hanum 2

PENELITIAN TINDAKAN KELAS 1 Oleh Prof. Dr. Farida Hanum 2 PENELITIAN TINDAKAN KELAS 1 Oleh Prof. Dr. Farida Hanum 2 A. Pendahuluan Penelitian tindakan kelas digunakan dalam memberi inovasi di bidang pendidikan, yang berkaitan dengan relevansi, efisiensi, dan

Lebih terperinci

MANAJEMEN DALAM KOPERASI

MANAJEMEN DALAM KOPERASI MANAJEMEN DALAM KOPERASI APA ITU MANAJEMEN? Pemahaman konsep manajemen tidak dapat dipisahkan dari pemahaman konsep organisasi. Organisasi adalah tempat orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah, daya saing, dan ekspor serta (4) meningkatkan kesejahteraan petani (RKT

BAB I PENDAHULUAN. tambah, daya saing, dan ekspor serta (4) meningkatkan kesejahteraan petani (RKT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian menjadi sangat penting bagi Indonesia, karena sebagian besar mata pencaharian penduduk Indonesia memanfaatkan sumberdaya yang ada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

TEMANGGUNG (25/11/2015)

TEMANGGUNG (25/11/2015) 2015/11/25 13:42 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan PENYEBARLUASAN INOVASI TEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN MELALUI METODE DEMONSTRASI CARA/HASIL TEMANGGUNG (25/11/2015) www.pusluh.kkp.go.id Salah satu

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Pemasaran (Marketing) Pemasaran adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasimengenai barang atau jasa dalam kaitannya

Lebih terperinci

Manual Mutu Pengabdian

Manual Mutu Pengabdian Manual Mutu Pengabdian MM 03 PJM Revisi Tanggal Dikaji Oleh Disetujui Oleh Pusat Jaminan Mutu Disetujui Oleh: Revisi ke 03 Tanggal 01 Juni 2011 KATA PENGANTAR Kehidupan dan perkembangan akademik di Perguruan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, Drs., M.Pd. Hakekat pembelajaran sebenarnya menunjuk pada fungsi pendidikan sebagai wahana untuk menjadikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Strategi Strategi merupakan cara-cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pengintegrasian segala keunggulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berpikir, cara kerja dan

TINJAUAN PUSTAKA. dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berpikir, cara kerja dan TINJAUAN PUSTAKA Penyuluhan Pertanian Penyuluh pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberi dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Kelompok tani adalah petani yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan kesamaan kondisi lingkungan

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis

BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis PASAR KONSUMEN DAN TINGKAH LAKU KONSUMEN DALAM MEMBELI Pasar konsumen: Semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai

BAB V PENUTUP. Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian ini dilakukan pada PT Perkebunan Nusantara XIII (Persero) Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai sistem manajemen strategik yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang- BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Istilah Otonomi Daerah atau Autonomy berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengertian Koperasi Menurut Sri Edi Swasono dalam Sudarsono dan Edilius (2005) secara harfiah kata Koperasi

Lebih terperinci

9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI 9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI Manajer senatiasa mengantisipasi perubahan-perubahan dalam lingkungan yang akan mensyaratkan penyesuaian-penyesuaian disain organisasi diwaktu yang akan datang.

Lebih terperinci

AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti (bagian 2)

AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti (bagian 2) AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti (bagian 2) Ada sembilan langkah dalam AFP SMART yang terbagi kedalam tiga fase atau tahapan sebagai berikut: Langkah 1. Buat sasaran yang SMART Langkah 4. Tinjau

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

METODE PENYULUHAN PERTANIAN. Dedy Kusnadi, SP., M.Si.

METODE PENYULUHAN PERTANIAN. Dedy Kusnadi, SP., M.Si. METODE PENYULUHAN PERTANIAN Dedy Kusnadi, SP., M.Si. SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN BOGOR 2011 1 I. PENDAHULUAN Untuk mensukseskan pembangunan nasional di sektor pertanian, pembangunan pertanian terdapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai warga negara perlu mengembangkan diri untuk dapat hidup di tengah masyarakat, apalagi di perkembangan zaman yang menuntut perubahan dalam berbagai bidang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

T E S I S. Oleh : SUTADI NIM : Q Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Sistem Pendidikan

T E S I S. Oleh : SUTADI NIM : Q Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Sistem Pendidikan PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, HUBUNGAN ANTAR GURU, DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG T E S I S Oleh : SUTADI NIM : Q 100

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS A. Kepemimpinan Siagian (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja,

Lebih terperinci

-- PEMBANGUNAN KOPERASI -- SUATU METODE PERINTISAN DAN PENGORGANISASIAN KOPERASI PERTANIAN DI NEGARA BERKEMBANG Folke Dubell

-- PEMBANGUNAN KOPERASI -- SUATU METODE PERINTISAN DAN PENGORGANISASIAN KOPERASI PERTANIAN DI NEGARA BERKEMBANG Folke Dubell -- PEMBANGUNAN KOPERASI -- SUATU METODE PERINTISAN DAN PENGORGANISASIAN KOPERASI PERTANIAN DI NEGARA BERKEMBANG Folke Dubell 1. PENDAHULUAN Jika anda seorang petugas koperasi yang bekerja pada koperasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain : 5.1.1 Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka semakin meningkat pula tuntutan masyarakat

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) 6 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) Waktu : 4 (empat) kali tatap muka pelatihan (selama 400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindungi manusia dari pengaruh alam, sementara pendapatan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindungi manusia dari pengaruh alam, sementara pendapatan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sosial Ekonomi Masyarakat Kehidupan sosial ekonomi adalah hal-hal yang didasarkan atas kriteria tempat tinggal dan pendapatan. Tempat tinggal yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi BAB 4 P E N U T U P Kata Pengantar Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi Bab 4 Berisi : Gorontalo di susun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Kesimpulan dari hasil penyusunan Gorontalo

Lebih terperinci

di kawasan Asia Pasifik melalui Asia Pacific Economic

di kawasan Asia Pasifik melalui Asia Pacific Economic PENDAHULUAN Latar Belakang Bersamaan dengan diawalinya PJP I1 pada tahun 1994, perubahan lingkungan global telah memasuki tahap operasional. Dengan diterapkannya General Agreement on Tariffs and Trade

Lebih terperinci

Mekanisme Kerjasama Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Industri

Mekanisme Kerjasama Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Industri Mekanisme Kerjasama Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Industri SBH S.B.Hari ilubis Institut Teknologi Bandung harl@melsa.net.id Rapat Kerja Departemen Perindustrian 2008 Makassar, 25-28 Maret 2008 Pendahuluan

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah Petunjuk Umum: Baca dan tandatangani pernyataan patuh pada Etika Akademik Pilihan Ganda 1. Berilah tanda silang pada lembar jawaban dengan memilih

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu masalah global yang dihadapi oleh sebagian besar negara-negara dunia ketiga pada saat ini adalah krisis pangan. Terkait dengan hal tersebut strategi ketahanan pangan

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana

Lebih terperinci

PENGERTIAN PENYULUHAN

PENGERTIAN PENYULUHAN PENGERTIAN PENYULUHAN Istilah penyuluhan (extension) pertama-tama digunakan pada pertengahan abad ke-19 untuk menggambarkan program pendidikan bagi orang dewasa di Negara Inggris (Cambridge University

Lebih terperinci

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK/CAR)

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK/CAR) PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK/CAR) Saefudin STKIP Garut Juni 2006 Penelitian Tindakan (Action Research)? Penelitian tentang, untuk, dan oleh masyarakat/kelompok sasaran, dengan memanfaatkan interaksi,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu kegiatan yang menjadi bagian dari program corporate social responsibility

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, sebab organisasi adalah himpunan manusia untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. hidup, sebab organisasi adalah himpunan manusia untuk dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Organisasi pada dasarnya merupakan wadah atau sarana untuk bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya. Setiap organisasi

Lebih terperinci

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia dapat melakukan peran sebagai pelaksana yang handal dalam proses pembangunan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 106 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber daya manusia merupakan penggerak utama dalam suatu organisasi. Keberhasilan organisasi akan bergantung pada kinerja dan performa seluruh manusia yang ada di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower, material, machine, money,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower, material, machine, money, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Menurut Ervianto (2002), suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada pembangunan. Kini pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

Partisipasi dalam Mempengaruhi Kebijakan Desa. Novita Anggraeni

Partisipasi dalam Mempengaruhi Kebijakan Desa. Novita Anggraeni Aksi Sosial: Bentuk Aksi Kolektif Masyarakat Sebagai Partisipasi dalam Mempengaruhi Kebijakan Desa Novita Anggraeni novitaanggraeni.51@gmail.com novi@pattiro.org Latar Belakang Ø Masyarakat sebagai penerima

Lebih terperinci

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi IV.1 Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi dengan Val IT Perencanaan investasi TI yang dilakukan oleh Politeknik Caltex Riau yang dilakukan

Lebih terperinci

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadikan sektor pertanian yang iiandal dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan, perlu pembenahan berbagai aspek, salah satunya adalah faktor kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA

KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA STIKOM DINAMIKA BANGSA MUKADIMAH Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Dinamika Bangsa didirikan untuk ikut berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penelusuran terhadap makna pembangunan, tidak dapat dilepaskan dari manusia

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penelusuran terhadap makna pembangunan, tidak dapat dilepaskan dari manusia PENDAHULUAN Latar Belakang Penelusuran terhadap makna pembangunan, tidak dapat dilepaskan dari manusia yang sering dipandang sebagai subyek maupun obyek pembangunan. Titik tolak dari falsafah pembangunan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

TESIS. Oleh Oleh : Edy Pramono NIM : P

TESIS. Oleh Oleh : Edy Pramono NIM : P PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN TERHADAP EFEKTIFITAS LAYANAN PENERBITAN AKTA KELAHIRAN DAN PERKAWINAN DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA SURAKARTA TESIS Oleh Oleh : Edy

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Persepsi Anggota Tentang Peranan Pemimpin Kelompok. Tabel 12 menunjukkan bahwa persepsi anggota kelompok tentang peranan

PEMBAHASAN. Persepsi Anggota Tentang Peranan Pemimpin Kelompok. Tabel 12 menunjukkan bahwa persepsi anggota kelompok tentang peranan PEMBAHASAN Persepsi Anggota Tentang Peranan Pemimpin Kelompok Tabel 12 menunjukkan bahwa persepsi anggota kelompok tentang peranan pemimpin kelompok sangat dirasakan manfaatnya terutama dalam memotivasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha

Lebih terperinci

Bab 2. Kerangka Pendekatan dan Teori

Bab 2. Kerangka Pendekatan dan Teori Bab 2 Kerangka Pendekatan dan Teori 15 II.1. Pengantar Kurikulum 2013 dikembangkan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui praktik pendidikan nasional agar peserta didik mampu menjadi warga

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembangunan Masyarakat Partisipasi Petani Dalam Kegiatan Pemberdayaan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembangunan Masyarakat Partisipasi Petani Dalam Kegiatan Pemberdayaan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembangunan Masyarakat Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang disengaja dan direncanakan. Lebih lengkap lagi, pembangunan diartikan sebagai perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Otonomi Dacrah secara berdayaguna

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang : LANDASAN SOSIOLOGIS PENGERTIAN LANDASAN SOSIOLOGIS : Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas pendidikan. daya manusia dan merupakan tanggung-jawab semua pihak, baik

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas pendidikan. daya manusia dan merupakan tanggung-jawab semua pihak, baik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Pendidikan dari segi kehidupan dirasakan sangat

Lebih terperinci

ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA ABSTRACT

ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA ABSTRACT 1 ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA Totok Mardikanto Guru Besar Penyuluhan Pertanian pada Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRACT C onsidering aspect of human resources

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan mencakup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Pengertian Semangat Kerja Chaplin (1999) menyatakan bahwa semangat kerja merupakan sikap dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri,

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah. Untuk

I. PENDAHULUAN. identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah. Untuk I. PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan membahas beberapa hal mengenai: latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah. Untuk memahami kebermaknaan penelitian ini, maka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan analisis data seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya, terkait dengan persepsi guru tentang efektivitas kepemimpinan

Lebih terperinci