BAB III MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN"

Transkripsi

1 BAB III MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN A. RAGAM MATERI PENYULUHAN Materi penyuluhan kehutanan, pada hakekatnya merupakan segala pesan-pesan mengenai pengelolaan hutan yang ingin dikomunikasikan oleh seorang penyuluh kehutanan kepada masyarakat sebagai sasarannya. Dengan kata lain, materi penyuluhan adalah pesan yang ingin disampaikan dalam proses komunikasi pembangunan kehutanan. Sebenarnya yang menjadi pokok setiap kegiatan penyuluhan kehutanan ialah proses penyampaian ilmu dan teknologi kehutanan. Ilmu bersifat teori, untuk memikirkan sesuatu. Teknologi bersifat praktis, menjalankan apa yang Pokok kegiatan Penyuluhan Kegiatan telah difikirkan oleh ilmu. Jadi materi yang disampaikan kepada para petani dapat berupa pengetahuan, misalnya pemberian informasi tentang perkembangan kehutanan, atau informasi lain yang menyangkut kehutanan. Materi yang bersifat praktis menyangkut teknologi, misalnya materi tentang cara mengerjakan tanah, cara membuat teras, cara membuat persemaian sederhana, bagaimana menanam pohon agar persentase tumbuhnya tinggi, bagaimana menanggulagi serangan hama dan sebagainya. Dengan demikian informasi pengetahuan hanya bersifat menolong, merangsang dan memperluas pandangan petani terhadap perkembangan dunia luar. Gagalnya hubungan atau tujuan penyuluhan kehutanan yang diharapkan, mungkin sebagian dapat disebabkan apabila ide yang disampaikan itu bertentangan dengan adat kebiasaan dan kepercayaan petani setempat. Mungkin juga karena ide yang disampaikan tidak sesuai dengan tingkat kemampuan dan jenis kegiatan memanfaatkan hutan yang sudah biasa dilaksanakan oleh masyarakat yang diberi anjuran, disinilah pentingnya pemilihan materi apa yang sesuai untuk suatu daerah, karena adanya

2 23 perbedaan adat, kepercayaan, tingkat kemampuan dan jenis kegiatan yang berbeda satu dengan lainnya. Dengan adanya metode dan media penyuluhan kehutanan, materi yang akan disampaikan harus sesuai pula dengan metode dan media yang akan digunakan. Sifat dan dasar materi yang disampaikan melalui media perorangan akan berbeda dengan sifat materi yang disampaikan media kelompok, ataupun media massa. Pada umumnya masyarakat tani lebih cepat menerima ide yang berpengaruh langsung pada produksi daripada ide yang tidak atau kurang langsung dirasakan. Misalnya, dalam suatu kegiatan Agroforestry, penggunaan pupuk yang baru akan lebih cepat diterima dibandingkan dengan pemberian informasi tentang cara menggunakan pestisida baru, sebab pengaruh atau akibat pupuk lebih langsung terasa dalam kenaikan produksi usaha Agroforestrynya. Demikian halnya penyampaian informasi tentang sesuatu yang sedang populer di kalangan masyarakat, akan lebih cepat diterima daripada materi yang terlalu baru. Misalnya dikalangan petani sedang populer atau ramairamai menanam cengkeh, maka materi yang menyangkut cara menanam cengkeh yang baik akan lebih cepat diterima dan dimanfaatkan daripada memperkenalkan varites cengkeh yang baru. Sebab ketidakpastian mengenai hal yang baru (teknologi) biasanya masih menjadi trauma dikalangan petani. Petani akan lebih percaya bilamana dapat melihat sendiri apa yang dianjurkan. Ada suatu anggapan bahwa "otak petani itu dimatanya". Petani akan lebih mengerti bilamana dapat melihat sendiri apa yang dianjurkan. Misalnya demonstrasi akan lebih besar pengaruhnya terhadap perubahan kelakuan petani dibandingkan pengaruh yang diakibatkan oleh penyuluhan melalui radio, atau media massa lisan dan tulisan. Apa yang disampaikan dalam penyuluhan kehutanan pada akhirnya diharapkan petani mau menerima, mempelajari, memanfaatkan, memiliki serta akan mengaplikasikannya dalam kegiatan memanfaatkan hutan. 23

3 24 Agar setiap materi penyuluhan kehutanan dapat diterima, dimanfaatkan dan diaplikasikan oleh petani, sifat yang harus dipunyai oleh materi penyuluhan kehutanan pada umumnya harus : a) Diperlukan oleh masyarakat tani kebanyakan; artinya harus disesuaikan dengan jenis kegiatan petani dalam memanfaatkan hutan dan kegiatan usahatani masyarakat setempat yang merupakan usaha perbaikan dari apa yang sudah dilakukan sebelumnya. b) Dapat dilaksanakan, sesuai dengan tingkat kemampuan saasaran. c) Mengena pada perasaan, artinya tidak bertentangan dengan adat kebiasaan, kepercayaan dan pola-pola petani dalam memanfaatkan hutan yang sudah bisa dikerjakan. Kalau ada kegiatan yang bersifat merusak hutan dan kegiatan tersebut akan dihentikan, maka materi yang disampaikan haruslah memakai cara-cara persuasif sehingga masyarakat bisa meninggalkan kebiasaan buruk tersebut tanpa merasa tersinggung. d) Memberi atau berakibat adanya keuntungan ekonomis; apa yang disampaikan harus lebih baik dari apa yang pernah dikerjakan oleh petani sebelumnya, ada pengaruh terhadap kenaikan taraf hidup keluarga petani. e) Mengesankan, artinya apa yang disampaikan berkesan di hati sehingga merangsang untuk berbuat seperti yang dianjurkan. f) Mendorong ke arah kegiatan; artinya materi harus diupauakan sedemikian rupa sehingga sasaran mau memperhatikan, mencoba menerima dan melaksanakannya. g) Materi yang disampaikan dalam penyuluhan kehutanan dapat berbentuk: 1) Dapat dilihat, misalnya materi yang disampaikan melalui slide, foto, pola yang diperbesar, surat menyurat, surat kabar, majalah dan melalui media lainnya dalam bentuk tulisan atau gambar statis. 2) Dapat didengar, seperti halnya penyuluhan melalui siaran radio (siaran pedesaan) 3) Dapat didengar dan dilihat; misalnya materi yang disampaikan melalui media film, televisi dan dalam peragaan selama pertemuan atau kursus tani. 24

4 25 4) Langsung dapat dipraktekkan; cara ini terutama terjadi dalam kegiatan demonstrasi dan peragaan dari suatu alat atau sarana. Misalnya kursus singkat penanganan lebah madu. 5) Materi manakah yang paling besar pengaruhnya atau paling baik untuk digunakan dalam penyuluhan kehutanan? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diketahui hasil penelitian para ahli tentang daya tangkap seseorang terhadap sesuatu dalam proses belajar sebagai berikut: 20 % jika materi informasi diterima hanya melalui pendengaran. 30 % jika hanya diterima melalui penglihatan 60 % jika diterima melalui penglihatan dan pendengaran. 75 % jika dilaksanakan melalui peragaan (sasaran dapat melihat, mendengar dan mempraktekkan atau memperagakannya sendiri) Data di atas menujukkan bahwa sasaran akan lebih cepat menerima sesuatu jika mereka diajak mengerjakan dalam kegiatan yang sedang dianjurkan. Berbicara mengenai inovasi, maka di dalam inovasi terdapat dua tipe pesan yaitu pesan ideologi dan pesan informatif. 1. Pesan Ideologis, ialah konsep dasar yang melandasi dan dijadikan alasan untuk melaksanakan perubahan-perubahan atau pembangunan yang direncanakan demi terwujudnya perbaikan mutu hidup. Sebagai contoh, pembangunan di Indonesia memilih "Pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh seluruh masyarakat Indonesia demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur, materil dan spiritual berdasarkan Pancasila", sebagai pesan ideoliogisnya. Pesan ideologis seperti itu, terus menerus dimasyarakatkan dan ditanamkan ke dalam lubuk hati segenap warga masyarakat, baik sebelum perencanaan program-program pembangunan maupun proses pelaksanaan dengan maksud untuk menumbuhkan dan menggerakkan partisipasi masyarakat, serta menjaga agar pembangunan dapat terus berlangsung dan mencapai tujuan yang diinginkan. 25

5 26 2. Pesan Informatif, ialah segala bentuk informasi yang berkaitan dengan dan bergantung pada pesan ideologisnya. Pesan informatif dapat berbentuk kebijakan pembangunan, nilai-nilai sosial budaya dan semua informasi yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai serta segala macam upaya yang ingin dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan pembangunan yang direncanakan. Seperti ide-ide, metode, petunjuk teknis, informasi teknologi baru dan sebagainya. Ragam materi penyuluhan kehutanan mencakup: a. Kebijakan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan kehutanan (baik dari tingkat pusat sampai di tingkat lokal), seperti pola kebijakan umum pembangunan kehutanan, kebijakan harga dasar, penyaluran kredit usaha tani, distribusi sarana produksi, pengelolaan air dan lain-lain. b. Hasil-hasil penelitian/pegujian dam rekomendasi teknis yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. c. Pengalaman petani yang telah berhasil. d. Informasi pasar seperti: harga barang, penawaran dan permintaan produk usaha tani dan lain-lain. e. Petunjuk teknis mengenai penggunaan alat dan saprodi. f. Informasi tentang kelembagaan dan kemudahan-kemudahan yang berkaitan dengan pembangunan kehutanan, misalnya informasi tentang pusat-pusat informasi kehutanan, lembaga penelitian kehutanan, lembaga keuangan dan perbankan, lembaga pemasaran saprodi, perlengkapan kegiatan usaha tani, produk usaha tani dan lain-lain. g. Dorongan dan rangsangan untuk terciptanya swakarsa, swadana dan swadaya masyarakat. Beberapa petuah yang perlu menjadi pegangan penyuluh kehutanan. 1) Seorang yang melihat, lebih baik daripada seribu orang yang mendengarkan. 2) Sebuah gambar yang baik, lebih berharga daripada seribu kata-kata. 3) Pak tani akan lebih percaya bilamana ia dapat melihat dengan mata kepala sendiri apa yang sedang dinjurkan. 26

6 27 4) Jika saya mendengar, saya lupa. 5) Jika saya melihat saya ingat dan tahu. 6) Jika saya mengerjakan saya mengerti dan mengenal. B. RAGAM POKOK BAHASAN Sebagai proses pendidikan, setiap kegiatan penyuluhan perlu untuk merinci ragam pokok bahasan yang akan diusulkan, di lain pihak perlu untuk Ragam Pokok Bahasan selalu diingat bahwa sasaran penyuluhan adalah "manusia" yang akan diperbaiki mutu kehidupannya. Karena itu, ragam pokok bahasan dalam kegiatan penyuluhan kegiatan tidak hanya cukup dibatasi kepada halhal yang berkaitan langsung dengan kegiatan yang harus dikerjakan, tetapi juga harus mencakup hal-hal yang berkaitan dengan upaya perbaikan kesejahteraan keluarganya dan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan yang harus dihadapi di tengah-tengah masyarakat. Kajian terhadap ragam pokok bahasan yang diperlukan dalan kegiatan penyuluhan kehutanan terdiri dari beberapa pokok bahasan yaitu : 1. Pengetahuan dalam memanfaatkan hutan dan areal sekitar hutan. Pengetahuan ini tidak hanya berisikan petunjuk atau informasi tentang "apa" yang harus dikerjakan, tetapi juga mencakup: mengapa, bagaimana, berapa, kapan dan dimana kegiatan itu harus dilaksanakan agar dapat meningkatkan hasil (fisik) dan pendapatan (ekonomi) serta memperbaiki kesejahteraan (sosial budaya) dirinya sendiri, keluarganya maupun masyarakat. Materi-materi pengetahuan tentang agroforestry melalui usaha tani yang perlu disampaikan diantaranya adalah : a. Teknik budaya tanaman dan hewan (ternak, ikan, lebah maupun sutera) b. Pemilihan benih/bibit unggul c. Perlindungan tanaman d. Penggunaan saprodi e. Pengaturan pengairan untuk tanaman atau hewan 27

7 28 Disamping itu, tidak boleh dilupakan penyampaian materi yang berkaitan dengan kegiatan yang harus dilakukan agar produk yang dihasilkan nanti dapat dijual dan memperoleh penghasilan yang biasa disebut "teknologi pasca panen" yang meliputi : a. Cara panen dan pengumpulan hasil. b. Pengangkutan dan penyimpanan. c. Pengolahan dan pengemasan. d. Pemilahan dan penyeragaman (grading). 2. Pengetahuan Tentang Ekonomi Kehutanan Terutama diarahkan kepada perbaikan pengelolaan hutan maupun usaha tani melalui agroforestry yang lebih efisien agar dapat lebih memberi manfaat ekonomi (pendapatan, keuntungan) yang lebih tinggi. 3. Pengetahuan Pengelolaan Rumah Tangga Petani Tidak dapat disangkal bahwa pelaksanan utama pembangunan kehutanan dipedesaan adalah petani-petani kecil yang belum dapat memisahkan secara tegas antara pengelolaan rumah tangganya dengan pengelolaan hutan. Karena itu kegiatan penyuluhan kehutanan ditujukan kepada terwujudnya efisiensi pengelolaan hutan yang harus dibarengi kegiatan penyuluhan tentang pengelolaan rumah tangga petani itu sendiri. 4. Pelembagaan Petani Berbeda dengan golongan masyarakat yang lain, petani dipedesaan umumnya masih memiliki hubungan sosial yang sangat erat kaitannya satu dengan yang lain. Hal ini terjadi, bukan saja karena masih memiliki hubungan kekerabatan dalam satu sistim keluarga luas (extended family), tetapi sifat pekerjaaan yang mereka lakukan seringkali menuntut kerjasama dan kesepakatan bersama. Karena itu, di dalam kegiatan penyuluhan kehutanan mutlak untuk diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pelembagaan petani, khususnya yang menyangkut dinamika kelompok dan kepemimpinan kelompok tani. 5. Politik Pembangunan Kehutanan 28

8 29 Selama berlangsungnya penyuluhan kehutanan, harus pula diperhatikan pokok bahasan yang menyangkut politik pembangunan kehutanan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah, karena tujuan pembangunan kehutanan tidak hanya untuk perbaikan mutu hidup perorangan atau perbaikan kesejahteraan masyarakat setempat saja, melainkan demi terwujudnya perbaikan mutu hidup dan kesejahteraan seluruh hidup masyarakat yang bersangkutan serta terjaminnya pemanfaatan hutan secara lestari dan berkesinambungan. Termasuk dalam pokok bahasan ini diantaranya; peranan pembangunan kehutanan dalam pembangunan sosial, peran dan tanggung jawab serta kewajiban masyarakat, serta kebijakan-kebijakan dan kemudahan-kemudahan yang disediakan pemerintah bagi pembangunan kehutanan. C. SUMBER-SUMBER MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN Dari beragam sumber penyuluhan yang ada, dapat dikelompokkan menjadi: 1. Sumber resmi dari instansi pemerintah, baik yang berasal dari : a) Departemen Kehutanan dan dinas-dinas terkait b) Lembaga penelitian dan pengembangan c) Pusat-pusat pengkajian d) Pusat-pusat informasi e) Pengujian lokal yang dilaksanakan oleh penyuluh 2. Sumber resmi dari lembaga-lembaga swasta/lembaga swadaya masyarakat yang khusus bergerak di bidang penelitian, pengkajian dan penyebaran informasi. 3. Pengalaman petani, baik dari pengalaman usaha taninya sendiri atau hasil dari demplot khusus yang dilakukan secara oleh petani tanpa bantuan penyuluh. 4. Sumber lain yang dapat dipercaya, misalnya informasi pasar dari pedagang dan dari perguruan tinggi. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah : 29

9 30 1. Materi yang berasal dari lembaga-lembaga resmi (pemerintah atau swasta) seringkali tidak selalu sesuai dengan kondisi pengguna, meskipun telah teruji melalui metode ilmiah tertentu. Hal ini disebabkan baik lingkungan fisik maupun sumber daya yang digunakan tidak selalu sama seperti yang dimiliki atau dimanfaatkan oleh pengguna, khususnya yang berkaitan dengan; peralatan yang digunakan, pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai dan tersedianya modal yang terbatas. Sehingga tidaklah mengherankan jika materi-materi yang disampaikan seringkali ternyata secara teknis tidak dapat dilaksanakan, secara ekonomi tidak menguntungkan dan tidak dapat diterapkan karena pertimbanganpertimbangan politis, sosial dan budaya yang tidak mendukung. 2. Materi yang berasal dari pengalaman petani, seringkali masih diragukan keterandalannya (ketepatan dan ketelitiannya), karena seringkali dilaksanakan tanpa memperhatikan metode ilmiah tertentu yang telah dibakukan. 3. Materi yang berasal dari sumber lain, seringkali tidak jujur, karena adanya kepentingan-kepentingan tertentu (yang selalu diikutkan) yang selalu tidak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan pengguna maupun masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, sebaiknya setiap pengguna inovasi selalu bersifat hatihati, dengan selalu mencoba terlebih dahulu dalam skala usaha yang relatif kecil sebagai petak pengalaman atau dengan melakukan pengujian local (local verification trial). Penerapan secara langsung setiap inovasi dalam skala yang luas, hanya dapat diterima manakala pengguna telah memiliki pengalaman yang baik dengan setiap sumber materi yang diterimanya. D. SIFAT-SIFAT MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN Ditinjau dari sifatnya, maka sifat-sifat materi penyuluhan kehutanan dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu : a. Berisikan Pemecahan Masalah Yang Sedang dan Akan Dihadapi. 30

10 31 Seperti yang telah dijelaskan dalam filosofi penyuluhan yang berusaha untuk membantu orang lain agar mereka dapat membantu dirinya sendiri, materi yang berisikan pemecahan masalah merupakan kebutuhan utama yang diperlukan oleh masyarakat sasaran. Karena itu, di dalam setiap kegitan penyuluhan, materi ini harus lebih diutamakan terlebih dahulu, sebelum menyampaikan materi-materi yang lainnya. Sebaliknya, andanya kebiasaan penyuluh untuk menyampaikan materi-materi yang hanya bernilai sebagai informasi biasa, seringkali membuat masyarakat sasarannya kurang menaruh simpati, yang pada gilirannya dapat berakibat fatal karena tidak pernah mengabaikan setiap materi penyuluhan yang disampaikannya. b. Berisikan Petunjuk atau Rekomendasi Yang Harus Dilaksanakan. Materi penyuluhan yang berupa petunjuk/rekomendasi yang harus dilaksanakan, seringkali sangat diharapkan oleh masyarakat sasaran, meskipun kurang memperoleh prioritas dibanding dengan materi yang berisikan pemecahan masalah. Karena itu, materi seperti ini hanya dibatasi pada petunjuk/rekomendasi yang harus segera dilaksanakan. Penyuluh yang cerdik, pasti tidak akan memberi petunjuk/rekomendasi yang baru akan dilaksanakan pada masa-masa mendatang (masih memerlukan waktu beberapa lama lagi), sebab pada saatnya harus dilaksanakan/ diterapkan masyarakat sasarannya sudah lupa dan harus diulang kembali. Bahkan mungkin petunjuk/rekomendasi tersebut seharusnya diperbaiki atau disempurnatakan dengan perubahan atau perkembangan keadaan yang dihadapi. c. Materi Yang Bersifat Instrumental. Berbeda dengan kedua materi yang disampaikan di atas, materi penyuluhan seperti ini harus "dikonsumsi" dalam waktu cepat, tetapi merupakan materi yang perlu diperhatikan dan mempunyai manfaat jangka panjang, seperti: kewirausahaan, pembentukan koperasi, pembinaan kelompok, dll. Sesuai dengan sifatnya, materi-materi yang disampaikan biasanya berkaitan dengan peningkatan dinamika kelompok, dorongan bagi 31

11 32 tumbuhnya swakarsa, swakarya dan swadaya atau hal-hal yang berkaitan dengan kemandirian yang lain. E. PEMILIHAN MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN Apapun materi penyuluhan yang disampaikan oleh seorang penyuluh, pertama-tama harus diingat bahwa materi tersebut harus selalu mengacu kepada kebutuhan yang telah dirasakan oleh masyarakat sasarannya. Tetapi, di dalam prakteknya seringkali penyuluh menghadapi kesulitan untuk memilih dan menyampaikan materi yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat sasarannya. Hal ini bisa disebabkan keragaman sasaran yang dihadapi (sehingga menuntut keragaman kebutuhan yang berbeda), atau keragaman materi yang harus disampaikan pada saat yang sama. Kesulitan lain juga dapat muncul manakala pemahaman tentang sasaran dan waktu menjadi pembatas. Ragam materi penyuluhan kehutanan dapat dikelompokkan menjadi: 1. Materi pokok, yaitu materi yang benar-benar dibutuhkan dan harus diketahui sasaran-sasarannya. Materi pokok, sedikitnya mencakup 50% dari seluruh materi yang ingin disampaikan pada saat yang sama. 2. Materi yang penting, yaitu materi yang berisikan dasar pemahaman tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan yang dirasakan oleh sasarannya. 3. Materi Penunjang, yaitu materi yang masih berkaitan dengan kebutuhan yang dirasakan, yang sebaiknya diketahui oleh sasaran untuk memperluas cakrawala pemahamannya tentang kebutuhan materi yang dirsakannya itu. Materi ini maksimal sebanyak 20% dari seluruh materi yang diberikan. 4. Materi yang Mubazir, yaitu materi yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada kaitannya dengan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat sasarannya. Karena itu dalam setiap kegiatan penyuluhan, sebaiknya justru dihindari penyampaian materi seperti ini. 32

12 33 RANGKUMAN 1. Materi penyuluhan kehutanan, pada hakekatnya merupakan segala pesanpesan mengenai pengelolaan hutan yang ingin dikomunikasikan oleh seorang penyuluh kehutanan kepada masyarakat sebagai sasarannya. Dengan kata lain, materi penyuluhan adalah pesan yang ingin disampaikan dalam proses komunikasi pembangunan kehutanan, pokok setiap kegiatan penyuluhan kehutanan ialah proses penyampaian ilmu dan teknologi kehutanan. 2. Inovasi memiliki dua tipe pesan yaitu pesan ideologi dan pesan informatif. 3. Kajian terhadap ragam pokok bahasan yang diperlukan dalan kegiatan penyuluhan kehutanan terdiri dari beberapa pokok bahasan yaitu : a. Pengetahuan dalam memanfaatkan hutan dan areal sekitar hutan b. Pengetahuan Tentang Ekonomi Kehutanan c. Pengetahuan Pengelolaan Rumah Tangga Petani d. Pelembagaan Petani e. Politik Pembangunan Kehutanan 4. Dari beragam sumber penyuluhan yang ada, dapat dikelompokkan menjadi: a. Sumber resmi dari instansi pemerintah b. Sumber resmi dari lembaga-lembaga swasta/lembaga swadaya masyarakat yang khusus bergerak di bidang penelitian, pengkajian dan penyebaran informasi. c. Pengalaman petani d. Sumber lain yang dapat dipercaya, misalnya informasi pasar dari pedagang dan dari perguruan tinggi. 5. Ditinjau dari sifatnya, maka sifat-sifat materi penyuluhan kehutanan dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu : Berisikan Pemecahan Masalah Yang Sedang dan Akan Dihadapi Berisikan Petunjuk atau Rekomendasi Yang Harus Dilaksanakan Materi Yang Bersifat Instrumental. 6. Ragam materi penyuluhan kehutanan dapat dikelompokkan menjadi materi pokok, materi yang penting, materi penunjang, dan materi yang mubazir. 33

13 34 \ SOAL LATIHAN 1. Jelaskan ragam materi dan ragam pokok bahasan materi Penyuluhan Kehutanan! 2. Jelaskan sifat-sifat yang harus dipunyai oleh materi Penyuluhan Kehutanan! 3. Jelaskan pengelompokan dari ragam sumber-sumber materi Penyuluhan Kehutanan! 4. Sebutkan dan Jelaskan sifat-sifat materi Penyuluhan Kehutanan! 5. Jelaskan pemilihan materi Penyuluhan Kehutanan dan sebutkan pengelompokan ragam materi Penyuluhan Kehutanan! 34

METODE DEMONSTRASI. Oleh :Tuty Herawati

METODE DEMONSTRASI. Oleh :Tuty Herawati METODE DEMONSTRASI Oleh :Tuty Herawati Metode demonstrasi sering kali dipandang sebagai metode yang paling efektif, karena metode seperti ini sesuai dengan kata pepatah seeing is believing yang dapat diartikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Penyuluhan Pertanian. Metode.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Penyuluhan Pertanian. Metode. No.489, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Penyuluhan Pertanian. Metode. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 52/Permentan/OT.140/12/2009 TENTANG METODE PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

JENIS - JENIS METODE PENYULUHAN PERTANIAN PENDAHULUAN

JENIS - JENIS METODE PENYULUHAN PERTANIAN PENDAHULUAN JENIS - JENIS METODE PENYULUHAN PERTANIAN PENDAHULUAN Penyuluhan Pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya

Lebih terperinci

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya memiliki beberapa fungsi sistem penyuluhan yaitu: 1. Memfasilitasi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 166 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, Drs., M.Pd. Hakekat pembelajaran sebenarnya menunjuk pada fungsi pendidikan sebagai wahana untuk menjadikan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3274 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

Alang-alang dan Manusia

Alang-alang dan Manusia Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA Nomor : 85 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN MATERI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

METODA DAN TEKNIK PENYULUHAN. Pusat Pengembangan Penyuluhan Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan

METODA DAN TEKNIK PENYULUHAN. Pusat Pengembangan Penyuluhan Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan METODA DAN TEKNIK PENYULUHAN 3 Pusat Pengembangan Penyuluhan Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan METODA PENYULUHAN METODE PENYULUHAN cara yang digunakan untuk mendekatkan penyuluh dengan sasaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN MUARA ENIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Penyuluhan pertanian merupakan pendidikan nonformal bagi petani beserta keluarganya agar mereka mau dan mampu untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dengan semakin maju ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kemajuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dengan semakin maju ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kemajuan Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Dengan semakin maju ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kemajuan masyarakat, tantangan yang akan kita hadapi adalah bagaimana

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu kendala yang cukup rumit dalam pertanian. Keberadaan penyakit dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata mendorong meningkatnya permintaan dan kosumsi komoditas-komoditas

BAB I PENDAHULUAN. ternyata mendorong meningkatnya permintaan dan kosumsi komoditas-komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan perekonomian Indonesia secara keseluruhan ternyata mendorong meningkatnya permintaan dan kosumsi komoditas-komoditas pertanian tertentu, seperti

Lebih terperinci

Undang Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang : Perindustrian

Undang Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang : Perindustrian Undang Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang : Perindustrian Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 5 TAHUN 1984 (5/1984) Tanggal : 29 JUNI 1984 (JAKARTA) Sumber : LN 1984/22; TLN NO. 3274 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu produksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material untuk sebagian masih diukur antara lain, melalui GNP (Gross National Product)

BAB I PENDAHULUAN. material untuk sebagian masih diukur antara lain, melalui GNP (Gross National Product) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah pembangunan yang sering kita pakai merupakan salah satu istilah yang relatif masih baru. Secara relatif masih muda, belum begitu lama kita pakai dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragnar Oktavianus Sitorus, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragnar Oktavianus Sitorus, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis dan persaingan antar organisasi dewasa ini bergerak dengan cepat dan dinamis. Program pelatihan dan pengembangan (training and development)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN KETAHANAN PANGAN DAN KOORDINASI PENYULUHAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG. PEDOMAN PENDIRIAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG. PEDOMAN PENDIRIAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian adalah suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan pada proses pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pertanian dalam arti sempit dinamakan pertanian

Lebih terperinci

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya TINJAUAN PUSTAKA Peranan Penyuluh Pertanian Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 1

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 1 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 1 Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan Dan Kehutanan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya.

Lebih terperinci

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH Latar Belakang Berdasarkan Ketentuan Umum UU SP3K No.16 Tahun 2006 pasal 1 ayat (2) Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang selanjutnya disebut Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang khususnya guna mendukung

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ).

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ). BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 65% jumlah penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan, sisanya 35% jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia mencapai sekitar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang

Lampiran 1. Peta Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang Lampiran 1. Peta Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang 107 108 Lampiran 2. Kuesioner Penelitian Kode Responden : KUESIONER PENELITIAN PERSEPSI PETANI TERHADAP KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN (Kasus: Petani

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan

PENGANTAR. Latar Belakang. merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan PENGANTAR Latar Belakang Pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang berkelanjutan merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan baku industri; memperluas lapangan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penyuluh Pertanian Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada petani beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELATIHAN MASYARAKAT

PEDOMAN PELATIHAN MASYARAKAT PEDOMAN PELATIHAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR Dalam rangka memberdayakan masyarakat khususnya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan masyarakat sasaran, salah satunya dengan kegiatan pelatihan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI Volume 11, Nomor 1, Hal. 31-37 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2009 HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bentuk modal sosial yang dikembangkan dalam koperasi Credit Union Tunas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bentuk modal sosial yang dikembangkan dalam koperasi Credit Union Tunas 165 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Bentuk modal sosial yang dikembangkan dalam koperasi Credit Union Tunas Mekar adalah nilai dan norma yang membangun sikap kejujuran, saling percaya, tangungjawab,

Lebih terperinci

DAKWAH MULTIMEDIA PENDAHULUAN

DAKWAH MULTIMEDIA PENDAHULUAN DAKWAH MULTIMEDIA PENDAHULUAN Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses, dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Di zaman kemajuan sekarang ini dakwah tidaklah cukup disampaikan dengan

Lebih terperinci

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian di Indonesia telah mengalami perubahan yang pesat. Berbagai terobosan yang inovatif di bidang pertanian telah dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1136, 2014 KEMEN KP. Penyuluh Perikanan. Swasta. Swadaya. Pemberdayaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyuluh Pertanian dan Usahatani Jagung 2.1.1 Penyuluh Pertanian Penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, atau penyuluh kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta, maupun swadaya,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93) No.4866 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai program yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat, tapi ironisnya masyarakat tetap saja tidak

Lebih terperinci

Latar Belakang PENDAHULUAN

Latar Belakang PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan penyuluhan pertanian yang dilaksanakan di berbagai daerah, termasuk Maluku, tidak saja mempunyai andil yang cukup penting dalam sektor pertanian, tetapi telah pula menimbulkan

Lebih terperinci

Written by Robinson Putra Wednesday, 16 January :51 - Last Updated Tuesday, 05 February :32

Written by Robinson Putra Wednesday, 16 January :51 - Last Updated Tuesday, 05 February :32 Sebelum melakukan pelatihan diperlukan penjajagan kebutuhan pelatihan kepada masyarakat, petani, petugas, kepala desa, dan instansi terkait dengan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah para petani di Desa Poncowarno Kecamatan

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah para petani di Desa Poncowarno Kecamatan V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah para petani di Desa Poncowarno Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah yang berjumlah 69 orang. Untuk mendapatkan

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH I. UMUM Pembangunan Daerah bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tugas pokok penyuluh pertanian adalah melakukan kegiatan penyuluhan pertanian untuk mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut: A. Kesimpulan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Setyowati dan Fanny Widadie Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta watikchrisan@yahoo.com

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN A. Lembaga dan Peranannya Lembaga: organisasi atau kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu

Lebih terperinci

PERANAN PENYULUH PERTANIAN PADA KELOMPOK TANI DI KOTA PEKANBARU

PERANAN PENYULUH PERTANIAN PADA KELOMPOK TANI DI KOTA PEKANBARU 15 PERANAN PENYULUH PERTANIAN PADA KELOMPOK TANI DI KOTA PEKANBARU Kausar \ Cepriadi ^, Taufik Riaunika ^, Lena Marjelita^ Laboratorium Komunikasi dan Sosiologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian 7 TINJAUAN PUSTAKA Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian Menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang dimaksud dengan penyuluhan pertanian, perikanan,

Lebih terperinci

DEFINISI OPERASIONAL, INDIKATOR DAN PENGUKURAN PEUBAH PENELITIAN PEUBAH DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR PENGUKURAN *)

DEFINISI OPERASIONAL, INDIKATOR DAN PENGUKURAN PEUBAH PENELITIAN PEUBAH DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR PENGUKURAN *) 176 Lampiran 1 DEFINISI OPERASIONAL, INDIKATOR DAN PENGUKURAN PEUBAH PENELITIAN PEUBAH DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR PENGUKURAN *) FAKTOR INTERNAL (X 1) : Umur (X1.1) Tingkat Pendidikan (formal dan non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jasmani dan rohani merupakan bagian terpenting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jasmani dan rohani merupakan bagian terpenting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan jasmani dan rohani merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Setiap orang tua menginginkan anaknya dapat tumbuh dan berkembang secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan usaha dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Latar Belakang Pembangunan kehutanan sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dari BAB IV yang telah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dari BAB IV yang telah BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dari BAB IV yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Tujuan yang diinginkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA,

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2002 LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

NOMOR 16 TAHUN 2002 LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 16 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH ( PROPEDA ) KOTA CIREBON TAHUN 2000-2004 Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF. (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2

BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF. (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2 BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF 1 M. Syarif, 2 Wiwaha Anas Sumadja dan 1 H. Nasution 1 (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2 (Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

<!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->pemeliharaan kakao. <!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->integrasi padi sawah dan ternak

<!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->pemeliharaan kakao. <!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->integrasi padi sawah dan ternak Hasil-hasil penelitian/pengkajian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian khususnya BPTP Sulawesi Tengah merupakan paket teknologi spesifik lokasi yang selanjutnya perlu disebarkan kepada pada ekosistem

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian 5 TINJAUAN PUSTAKA Pertanian organik Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini berfokus pada Strategi Komunikasi BP3AKB dalam mensosialisasikan perlindungan anak kepada masyarakat di Kota Bekasi, dan bertujuan untuk memberikan gambaran dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) Tentang: KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk. Hal ini dapat dipastikan bahwa desa memiliki potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk. Hal ini dapat dipastikan bahwa desa memiliki potensi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah dan rakyat Indonesia saat ini dalam proses pembangunan, bertujuan untuk mencapai cita- cita dan tujuan nasional, yaitu mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang desa, desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN tentang desa, desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia hampir 80% berada di pedesaan maka sudah sepatutnya usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa perlu mendapat prioritas utama.

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran 283 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kumpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci