Bab I. Pendahuluan. Indonesia adalah salah satu Negara yang berada pada daerah ring of fire yang dilalui oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab I. Pendahuluan. Indonesia adalah salah satu Negara yang berada pada daerah ring of fire yang dilalui oleh"

Transkripsi

1 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara yang berada pada daerah ring of fire yang dilalui oleh barisan gunung aktif termasuk Filipina, Jepang, dan tepi barat Benua Amerika. Barisan cincin api pasifik tersebut membawa Indonesia kepada kondisi rawan bencana berupa gempa bumi, tsunami, hingga erupsi gunung api. Indonesia memiliki 129 gunung aktif dimana 70 gunung dinyatakan sangat mengancam bagi masyarakat sekitarnya (Zamroni: 2011). Dibalik keindahannya, Indonesia memiliki barisan gunung api terpusat melewati sabuk dari Aceh hingga selat sunda menyusuri Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, hingga Sulawesi Utara. Beberapa gunung yang terletak di wilayah Indonesia telah mencatat sejarah kebencanaan dunia, seperti halnya Supervolcano Toba dan Gunung Krakatau yang akibat erupsinya hingga mengakibatkan manusia hampir mengalami kepunahan 1. Dalam satu dekade terakhir, salah satu yang selalu menjadi sorotan dunia ialah Gunung Merapi. Gunung Merapi merupakan gunung bertipe strato, memiliki karakter lava yang kental dan bersifat asam, menumpuk pada kawah gunung sehingga membentuk sebuah kubah lava. Dengan karakternya ini, erupsi Merapi bersifat efusif dari hasil guguran kubah lava dengan periode erupsi yang pendek sekitar 2 5 tahun. Dalam beberapa kasus, erupsi Merapi juga dapat bersifat eksplosif tergantung seberapa besar tekanan yang di timbulkan akibat aktivitas vulkanis Gunung Merapi (Subagyono: 2014). Biasanya, erupsi yang bersifat eksplosif memiliki jangka waktu 10 hingga 15 tahun sekali. Tipe aktivitas erupsi gunung Merapi sangatlah khas, sehingga pola erupsi Merapi diklasifikasikan tersendiri sebagai tipe Merapi oleh para pakar vulkanologi (Asriningrum: 2004). 1 Supervolcano not to blame for humanity s near extinction, Charles Q choi dalam Livescience.com diakses pada 19 Feb 2015 pukul

2 Gunung Merapi telah menaungi masyarakat Jawa yang berkarakter agraris semenjak kerajaan Mataram Islam berkuasa di wilayah Gunung Merapi, bahkan sebelumnya. Hingga kini, wilayah Gunung Merapi terbagi menjadi 4 kabupaten, di bagian utara masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Boyolali, bagian barat termasuk dalam wilayah Kabupaten Magelang, wilayah Kabupaten Sleman terletak di bagian selatan Gunung Merapi, sedangkan wilayah tenggara dan timur berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Klaten. Tanah vulkanis Merapi menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk tinggal dan bercocok tanam di lerengnya yang subur. Lereng Merapi dikenal produktif dengan ditanami berbagai macam sayur dan buah, seperti cabai, kentang, loncang, serta dikenal sebagai penghasil salak pondoh sebagai varietas unggul yang identik dengan lereng Merapi. Tanah lereng Merapi yang subur juga mendukung peternakan sapi perah dengan ketersediaan pakan untuk sapi yang sangat melimpah, dengan begitu masyarakat lereng Merapi menjadi penghasil susu yang menyediakan permintaan akan susu sapi di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Selain itu, sungai sungai aliran lahar Merapi menghasilkan material vulkanik yang seringkali dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, material ini merupakan hasil aktivitas erupsi Merapi, sehingga, tambang pasir diperbaharui setiap erupsi Merapi terjadi. Dengan potensinya tersebut, lereng Merapi menjadi wilayah hunian bagi lebih dari jiwa di tiga kecamatan Kabupaten Sleman. Meskipun lahan Merapi sangatlah produktif, kenyataan bahwa gunung Merapi sebagai salah satu gunung api aktif di Jawa, berakibat fatal. Dalam sepuluh tahun terakhir, telah tercatat beberapa aktivitas Merapi yang dimulai dari tahun Erupsi ini cukup mengejutkan karena aliran awan panas menuju wilayah selatan dimana erupsi sebelumnya mengarah ke timur atau tenggara, pada tahun ini pula geger baya sebagai benteng alam erupsi Merapi rusak. Pada tahun 2008 terjadi aktivitas erupsi berupa guguran kubah lava dengan skala kecil, sehingga dampaknya tidak begitu 2

3 dirasakan oleh masyarakat sekitar lereng Merapi. Aktivitas erupsi Merapi kembali terjadi pada tahun 2010, dengan skala letusan terbesar dalam 100 tahun terakhir 2. Pada peristiwa tersebut, Merapi mengeluarkan hingga 140 juta meter kubik material. Sedangkan, peristiwa besar lain terjadi pada tahun 1872 dengan catatan material yang dikeluarkan oleh Merapi sebesar 100 juta meter kubik. Dampak paling parah tentu dirasakan oleh masyarakat kawasan rawan bencana III (KRB III) yang berada di radius 10km dari lereng Merapi. Fenomena pada tahun 2010 telah mencatat 386 orang meninggal dunia dan 500 orang luka luka. Dampak fisik berupa hunian di 18 dusun wilayah KRB III menyebabkan jiwa kehilangan lokasi huniannya, selain itu fasilitas umum dan infrastruktur sosial ekonomi juga tidak luput dari terjangan erupsi Merapi. Total kerugian masyarakat Merapi pasca erupsi Merapi tahun 2010 tercatat sebesar 3,62 trilyun rupiah, hal tersebut belum mencakup kerusakan sumber daya hutan dan perkebunan lereng Merapi yang telah lama menjadi tumpuan perekonomian masyarakat, akibatnya, masyarakat yang semula bergerak di sektor informal seperti peternakan, pertanian, dan perkebunan kehilangan sumber pendapatannya. Berangkat dari catatan dampak erupsi Merapi tahun 2010 tersebut pemerintah Kabupaten Sleman melalui badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) Kabupaten Sleman melakukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca erupsi Merapi Upaya tersebut direalisasikan pada akhir tahun 2010 melalui program rekompak (rehabilitasi dan rekonstruksi masyarakat dan pemukiman berbasis komunitas). Tujuan utama dari program pemerintah daerah Kabupaten Sleman tersebut ialah mengurangi resiko kerugian akibat peristiwa erupsi mendatang, selain itu ialah mengatasi permasalahan sosial ekonomi dan menyediakan hunian bagi para korban erupsi 2 Berita diakses dari megapolitan.kompas.com dengan judul artikel erupsi Merapi 2010 lebih besar dari

4 Merapi. Demi mengurangi resiko, pemerintah daerah Kabupaten Sleman melakukan relokasi hunian warga menuju tempat yang dinilai memiliki resiko terdampak erupsi yang lebih kecil, selain itu peningkatan kapasitas demi meningkatkan kesadaran masyarakat akan erupsi Merapi juga dilakukan melalui pelatihan tanggap bencana. Kompensasi atas hilangnya mata pencaharian juga telah digelontorkan pemerintah daerah Kabupaten Sleman untuk menjaga roda ekonomi masyarakat lereng Merapi tetap bergulir, salah satunya adalah dengan cara pengadaan sapi dan bantuan tunai bagi masyarakat yang tinggal di wilayah hunian tetap (huntap) yang menjadi lokasi baru hunian pasca relokasi. Kebijakan Resettlement atau relokasi sebagai bagian dari upaya rekonstruksi bencana adalah sebuah kebijakan yang membutuhkan biaya yang besar (Laquian, 1969). Pasalnya, kebijakan relokasi yang efektif membutuhkan beberapa hal yang harus dipenuhi oleh pemangku kebijakan. Yang pertama adalah terjaminnya fasilitas keberlangsungan hidup seperti ketersediaan air, listrik, tenaga medis serta fasilitas kesehatan lainnya, keberlangsungan pendidikan, dan lain sebagainya. Selain itu, dalam program relokasi tidak selamanya menyediakan basis basis penunjang perekonomian masyarakat sebagai mata pencaharian masyarakat. Bilamana tidak dapat terpenuhi, menjadi sebuah keniscayaan apabila masyarakat, terutama yang berusia produktif akan mencari pekerjaan di kota besar. Atau lebih buruk, menjadi pengangguran membuka permasalahan baru seperti tindak pidana ataupun terjebak dalam agenda prostitusi bagi kelompok wanita untuk itulah akses akses perekonomian juga wajib menjadi perhatian (Sagir, 1982). Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi masyarakat terdampak peristiwa erupsi Merapi dalam rekompak rupanya tidak mampu merehabilitasi fungsi fungsi lingkungan yang semula. Hal tersebut dikeluhkan masyarakat huntap karena akses kepada sumber sumber ekonomi tidak lagi merata, terlebih lagi untuk kaum manula yang secara fisik tidak lagi kuat menempuh jarak jauh 4

5 dari lokasi ladang semula menuju lokasi huntap yang sangat jauh. Selain itu, beberapa sektor informal seperti petani hutan dan produsen arang yang sudah tidak lagi menjadi mata pencaharian warga karena masyarakat tidak lagi menghuni wilayah hutan masyarakat. Tata ruang huntap juga menjadi sumber permasalahan yang kini harus dihadapi masyarakat, lokasi pedukuhan yang semula ditinggali memiliki tata ruang hunian yang tidak padat berubah menjadi huntap dengan tata ruang dengan kepadatan yang tinggi. Perubahan tata ruang turut serta menggeser kebiasaan, perilaku, dan budaya masyarakat yang hingga kini masih menjadi sumber konflik masyarakat, selain itu terdapat beberapa huntap yang terdiri dari beberapa pedukuhan yang dijadikan menjadi satu wilayah, akibatnya, potensi konflik antar warga menjadi semakin besar. Salah satu contoh yang dapat diambil adalah huntap Pagerjurang, didalam huntap ini tidak hanya dihuni oleh satu komunitas dusun saja. Didalamnya terdapat lima dusun yakni Kaliadem, Manggong, Petung, Wukirsari, dan Kepuh Harjo. Dari kelima dusun tersebut dikelompokkan menjadi satu wilayah, sehingga tata letak huntap pagerjurang, meskipun berada pada satu kawasan, tetap dibangun per wilayah administrasi dusun. Perubahan lingkungan fisik yang terjadi di kawasan Huntap Pagerjurang tentu berdampak pula terhadap lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang menghuninya. Maka hal tersebutlah yang membuat kawasan ini menarik bagi penulis untuk menceritakan lebih lanjut perubahan apa saja yang dialami masyarakat Huntap Pagerjurang selama beradaptasi pada lingkungan huniannya yang baru. Sikap warga awal mulanya menolak program relokasi karena wilayah hunian lama mereka direncanakan akan menjadi kawasan hutan. Namun, pada akhirnya warga menerima program relokasi karena pemerintah telah menjamin kepemilikan lahan di tempat tinggal terdahulu, dengan memberikan surat kepemilikan tanah di lokasi huntap maupun di tempat tinggal semula. Dalam pembangunan huntap, warga huntap membentuk kelompok kelompok kecil yang didalamnya 5

6 dibentuk koordinator kelompok, bagian logistik, sekertaris, dan bendahara kelompok. Selebihnya, tiap kelompoklah yang menentukan bagaimana hunian mereka akan dibangun, baik menyewa kontraktor, sekedar mempekerjakan orang untuk membangun, ataupun dikerjakan sendiri. Dengan dana tunjangan sebesar 30 juta per-kk, masing masing kelompok berusaha mengoptimalkan dana yang telah mereka dapat untuk membangun hunian masing masing. Dampaknya, secara kasat mata dapat dilihat dari bentuk bangunan yang beragam, namun, tiap bangunan telah dilakukan standartisasi supaya tahan terhadap gempa bumi. Dalam huntap Pagerjurang ditemui berbagai masalah terutama pemenuhan kebutuhan warga yang semakin sulit, meskipun bantuan pemerintah berupa sapi perah telah diperoleh warga. Faktor biaya perawatan sapi yang dirasa lebih mahal turut serta menuntut warga untuk menggeluti usaha lain yang lebih menguntungkan. Berada pada lingkungan yang lebih heterogen tentu membawa keuntungan bagi masyarakat huntap Pagerjurang, salah satunya adalah potensi dalam mengembangkan relasi usaha. Hal tersebut tercermin jelas bagaimana sebagian rumah rumah warga telah berdiri lebih mewah di kawasan huntap Pagerjurang adalah cermin dari melonjaknya perekonomian warga huntap. Perekonomian warga memang mengalami peningkatan pasca erupsi gunung Merapi tahun 2010 karena melimpahnya bahan tambang pasir. Tak terkecuali warga huntap Pagerjurang yang juga turut berperan dalam kegiatan penambangan pasir hasil erupsi gunung Merapi Namun begitu, tidak seluruh warga mendapatkan akses yang sama dalam industri penambangan, terutama adalah kaum manula, difabel, atau pemuda yang enggan menambang pasir. Akses dalam lahan basah yang tidak merata mengakibatkan kesenjangan bagi warga huntap Pagerjurang. Rumah rumah mewah yang terdapat di dalam huntap Pagerjurang rupanya berdiri diantara hunian sederhana warga lainnya. Tata letak hunian yang saling berdekatan pun membawa pemasalahan 6

7 yang lain, minimnya ruang pribadi bagi tiap warga membentuk sebuah persaingan gengsi tersendiri. Kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi pemerintah daerah Kabupaten Sleman telah membawa tantangan baru bagi masyarakat. Sebuah hal menarik untuk dikaji, bagaimana upaya pemerintah untuk mempertahankan kehidupan masyarakat lereng Merapi, yang diejawantahkan dalam sebuah kebijakan membawa dampak bagi masyarakat Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, untuk mempermudah penganalisaan peneliti menarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan pekerjaan masyarakat Desa Kepuharjo di Huntap Pagerjurang? 2. Apa kecenderungan perubahan yang dialami oleh masyarakat Huntap Pagerjurang? 1.3. Tujuan Penelitian - Mengetahui akibat perubahan lingkungan terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat terdampak erupsi Merapi Memetakan pola relasi masyarakat lereng Merapi pasca kebijakan relokasi pasca erupsi gunung Merapi 2010 di huntap Pagerjurang Tinjauan Pustaka Dalam melakukan penelitian ini, digunakan tinjauan pustaka yang nantinya akan membantu analisis peneliti terhadap permasalahan yang ada. Tinjauan pustaka diperoleh dari buku buku serta sumber lainnya yang sesuai dengan kajian penelitian kali ini. Untuk mempermudah dalam menjawab rumusan masalah, maka perlu dipaparkan beberapa konsep yang menjadi pokok penelitian kali ini. Maka dalam penelitian ini digunakan batasan konsep mengenai: Indikator kesejahteraan masyarakat, Urbanisasi, dan sektor informal. 7

8 1.4.1 Indikator Kesejahteraan Masyarakat Huntap Pagerjurang Dalam sebuah upaya pembangunan dapat digambarkan dalam sebuah upaya dalam menuju sebuah kondisi yang lebih baik. Disamping itu, tujuan diadakannya relokasi juga turut menambah taraf hidup masyarakat lereng Merapi. Sesuai tujuan penelitian yakni mengukur keberhasilan sebuah pembangunan, perlu diketahui sebuah indikator kesejahteraan masyarakat. Dalam penelitian ini, acuan indikator kesejahteraan masyarakat mengacu pada publikasi tahunan Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (BPS DIY) tahun 2013 dengan beberapa indikator sebagai berikut: a. Kependudukan Penduduk merupakan salah satu faktor pembangunan yang paling berpengaruh. Karena, penduduk memiliki dualitas sebagai subyek maupun obyek pembangunan. Semakin banyak jumlah sumber daya manusia (SDM) yang mendiami suatu daerah menjadi potensi dalam melakukan upaya pembangunan (BPS DIY, 2013:1). Namun disisi lain, jumlah sumber daya manusia yang melimpah dapat menjadi permasalahan pembangunan pula (BPS DIY, ibid). Maka dari itu jumlah serta kualitas sumber daya yang ada harus diperhatikan demi mencapai kesejahteraan yang telah ditetapkan. Kesejahteraan dapat dicapai dengan jumlah sumber daya manusia yang ideal, dengan pernyataan tersebut faktor kependudukan dalam pembangunan menitikberatkan pada tiga aspek yakni: Jumlah Dalam mencapai kesejahteraan maka kebijakan pengendalian jumlah penduduk seperti keluarga berencana (KB) dan penetapan batas minimal usia pernikahan. Komposisi 8

9 Selain jumlah penduduk yang ideal, kualitas dan komposisi penduduk juga merupakan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Kualitas sumber daya manusia menjadi salah satu faktor penting dalam pembangunan suatu daerah. Selain itu, komposisi penduduk yang meliputi usia produktif, tingkat ketergantungan, serta persebaran laki-laki dan perempuan yang menentukan ukuran fertilitas penduduk. Distribusi Penduduk Aspek ketiga dalam kependudukan ialah persebaran sumber daya manusia yang merata dalam suatu wilayah. Hal ini diharapkan mampu mendorong pembangunan yang merata, sehingga kesejahteraan yang merata dapat terwujud b. Kesehatan Kesehatan masyarakat menjadi salah satu faktor pembangunan dikarenakan dengan terpenuhinya aspek kesehatan, maka manusia dapat melakukan agenda pembangunan secara optimal. Karenanya, kesehatan juga merupakan salah satu indikator kesejahteraan suatu daerah. Untuk itulah Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta berupaya dengan meningkatkan akses kepada tiap-tiap masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, serta penyediaan tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kurun waktu penekanan pembangunan kesehatan diprioritaskan pada pencapaian sasaran nasional, standar pelayanan minimal (SPM), dan Millenium Development Goals (MDGs). Keberhasilan aspek kesehatan dapat dilihat melalui mutu kehidupan dan perilaku penduduk yang sehat serta pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat (BPS DIY, ibid:8). 9

10 Kesehatan masyarakat dapat dilihat dengan banyak indikator, namun beberapa indikator pokok dalam melihat derajat kesehatan masyarakat meliputi: Angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selain itu, indikator lain digunakan dalam melihat kondisi kesehatan masyarakat ialah: pemanfaatan fasilitas kesehatan, angka kesakitan (morbidity rate), kondisi persalinan, pola pemberian ASI, dan imunisasi c. Pendidikan Salah satu indikator kesejahteraan dalam pembangunan ialah pendidikan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kualitas sumber daya manusia dapat mendorong tercapainya tujuan pembangunan. Selain itu, pendidikan merupakan hak asasi manusia dan tiap-tiap warga negara untuk mengembangkan potensi dirinya melalui lembaga pendidikan. Untuk itulah menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhi hak masyarakatnya dengan menyediakan akses pendidikan yang luas dan merata. Terpenuhinya hak masyarakat atas pendidikan merupakan tolok ukur sebuah pembangunan dan kesejahteraan yang adil dan merata. Keberhasilan pemerintah dalam menyediakan akses pendidikan dapat dilihat melalui menurunnya rasio penduduk buta huruf, meningkatnya rasio penduduk yang menyelesaikan wajib belajar 9 tahun dan pendidikan lanjutan, serta berkembangnya pendidikan kejuruan yang ditandai dengan meningkatnya rasio ketersediaan tenaga terampil (BPS DIY, ibid:16) d. Angkatan Kerja Kualitas sumber daya manusia dinilai dari jumlah tenaga kerja terdidik maupun terlatih dalam suatu wilayah. Ketersediaan tenaga kerja tersebut menghasilkan penawaran tenaga kerja yang tersedia. Hal tersebut merupakan sebuah potensi daerah yang sedang melakukan pembangunan terutama di bidang ekonomi. Namun, ketersediaan tenaga 10

11 kerja juga menjadi sebuah permasalahan serius jika tidak diimbagi dengan permintaan tenaga kerja yang seimbang. Timpangnya penawaran dan permintaan kerja tersebut menghasilkan residu berupa pengangguran. Permasalahan pengangguran telah menjadi masalah serius dan tidak banyak berkurang dalam 40 tahun pembangunan di Indonesia (BPS DIY, ibid:25). Menanggapi permasalahan pengangguran, pembangunan yang ada perlu memperhatikan ketersediaan permintaan kerja dengan menciptakan lapangan baru. Pekerjaan dapat menjadi indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dengan melihat keadaan angkatan kerja dalam beberapa aspek, yakni: Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Aspek ini mengukur seberapa banyak penduduk usia kerja (16-64 tahun) yang turut aktif dalam kegiatan perekonomian pada suatu wilayah. Tingkat pengangguran terbuka Tingkat pengangguran terbuka merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk usia kerja dan banyaknya pengangguran. Semakin tinggi tingkat pengangguran terbuka menandakan daya serap tenaga kerja yang semakin menurun atau pertumbuhan permintaan kerja lebih sedikit dari pada pertumbuhan angkatan kerja. Lapangan usaha Lapangan usaha merupakan diferensiasi pekerjaan yang digolongkan sesuai sektornya. Potensi perekonomian suatu daerah dapat dilihat melalui proporsi pekerja menurut lapangan usahanya. Status pekerjaan. 11

12 Indikator ini berfungsi untuk memberikan gambaran tentang kedudukan pekerja. Berikut ini merupakan macam-macam status pekerjaan masyarakat: Berusaha sendiri, yakni bekerja atau berusaha dengan menanggung resiko secara ekonomis, yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan dalam rangka usahanya tersebut, serta tidak menggunakan pekerja dibayar maupun pekerja tak dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya memerlukan teknologi atau keahlian khusus. Berusaha dibantu buruh tidak tetap, yakni bekerja atau berusaha atas resiko sendiri, dan menggunakan pekerja tidak tetap. Tidak tetap disini berarti tidak adanya surat perjanjian hitam diatas putih mengenai besaran upah maupun rentang waktu masa pengabdian, atau biasa disebut kontrak kerja. Berusaha dibantu buruh tetap, yakni berusaha atas resiko sendiri dengan pekerja minimal satu orang dengan kontrak kerja yang jelas. Buruh/ karyawan/ pegawai, yakni seseorang yang bekerja pada orang lain dengan kontrak kerja yang jelas. Pekerja bebas/ serabutan, yakni seseorang yang bekerja pada orang lain tanpa menggunakan kontrak kerja yang jelas. Biasanya tidak menetap pada satu majikan dan satu bidang, pekerja bebas dapat berpindah majikan maupun jenis pekerjaan. Majikan, yakni orang atau pihak yang memberikan pekerjaan dengan pembayaran yang disepakati. 12

13 Pekerja keluarga/ tidak dibayar, yakni seseorang yang bekerja membantu orang lain tanpa mendapatkan upah. Biasanya banyak dijumpai karena kekerabatan, namun tidak sedikit dijumpai pekerja sukarela tanpa ada hubungan keluarga e. Taraf dan Pola Konsumsi Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat dapat dilihat melalui pendapatan rumah tangga. Namun, bukanlah hal mudah untuk mendapatkan data pendapatan rumah tangga tersebut, terlebih lagi bagi pelaku sektor informal kecil menengah. Untuk itulah pendekatan taraf dan pola konsumsi (consumption approach) digunakan untuk melihat tingkat penghasilan rumah tangga. Kesejahteraan masyarakat dapat dinilai dengan melihat jumlah dan persentase penduduk miskin pada suatu wilayah. Penduduk miskin dapat didefinisikan sebagai penduduk yang pendapatannya dibawah kebutuhan hidupnya secara layak di wilayah tempat tinggalnya. Hidup layak diartikan bila mampu memenuhi konsumsi makanan dalam sehari sebesar 2100 kilo kalori perorang perhari. Selain itu mampu memenuhi kebutuhan non makanan yang paling esensial yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, dan transportasi (BPS, ibid:30). Rasio pendapatan keluarga yang meningkat tidak sama halnya dengan peningkatan kesejahteraan suatu wilayah. Kesejahteraan juga berarti peningkatan pendapatan yang merata. Untuk itulah dalam agenda pembangunan sebaiknya memiliki target pemerataan tingkat pendapatan masyarakat f. Permukiman dan Komunitas Selain konsumsi makanan perhari, kesejahteraan juga dilihat dari perumahan dan permukiman. Selain menjadi kebutuhan dasar, perumahan memiliki fungsi yang sangat 13

14 strategis dalam perannya sebagai pusat sosialisasi dan pendidikan keluarga demi membentuk kualitas sumber daya manusia mendatang. Permukiman dalam hal ini berarti tempat tinggal anggota masyarakat dan individu-individu yang terikat dalam perkawinan atau keluarga beserta berbagai fasilitas pendukungnya. Perumahan juga menjadi tempat untuk tumbuh, hidup, berinteraksi, perlindungan dari gangguan, serta fungsi yang lain bagi penghuninya. Dengan fungsi-fungsi tersebut, maka perumahan yang baik harus memenuhi beberapa syarat yang harus dipenuhi supaya dapat dihuni dengan nyaman, aman, dan asri. Diantaranya, beberapa syarat tersebut adalah: Memiliki sumber penerangan Sumber penerangan merupakan sebuah indikator kemajuan suatu wilayah permukiman. Dengan tersedianya fasilitas penerangan berupa listrik dan lampu, maka subuah daerah dapat menjangkau modernisasi. Selain itu, penggunaan penerangan dengan listik lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan lampu minyak. Sumber air minum terjangkau Ketersediaan air bersih menjamin kondisi kesehatan masyarakat tetap terjaga karena air merupakan kebutuhan pokok manusia. Air bersih dapat diperoleh dari beberapa sumber diantaranya adalah mata air alami, mata air buatan seperti sumur, air ledeng, maupun air kemasan bermerk. Memiliki sanitasi yang baik Selain beberapa hal sebelumnya, salah satu faktor yang mempengaruhi permukiman yang nyaman adalah tata kelola sistem sanitasi yang memadai. 14

15 Dengan dikelolanya sanitasi rumah tangga, maka lingkungan permukiman akan terhindar dari penyakit serta terjamin kenyamanannya. Jarak sumber air minum ke tempat penampungan kotoran Jarak sumber air yang terlalu dekat dengan penampungan kotoran seperti septic tank ataupun penampungan sampah sementara akan mempengaruhi kualitas air yang ada. Pencemaran sumber air tersebut akan mempengaruhi kesehatan masyarakat, sehingga pengelolaan tata letak antara sumber air dan penampungan kotoran harus diperhatikan Sektor Informal dan Pekerjaan Masyarakat Merapi Permasalahan pengangguran seringkali menjadi dilema pembangunan yang tidak merata. Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan ketersediaan permintaan kerja yang cukup menjadi penyebab banyaknya fenomena pengangguran dalam masyarakat. Pendekatan umum dalam menyelesaikan masalah pengangguran adalah dengan mempertentangkan dua sektor pekerjaan yang sangat berbeda dalam pemenuhan persyaratan kerja yakni sektor formal dan sektor informal (Gilbert dan Gugler, 1996:94). Terminologi sektor formal dan sektor informal pertama kali diperkenalkan oleh K.Hart (1975) yang membicarakan variasi dalam hal tersedianya peluang pendapatan masyarakat. Adapun perbedaan antara sektor formal dan informal adalah: Sektor Informal - Mudah untuk dimasuki, - Bersandar pada sumberdaya lokal, - Usaha milik sendiri, - Operasi dalam skala kecil, - Padat karya dengan penggunaan teknologi yang adaptif, 15

16 - Keterampilan dapat diperoleh diluar sistem pendidikan formal, dan - Tidak terkena langsung oleh regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif Sektor Formal - Memerlukan kualifikasi tertentu untuk berpartisipasi, - Bergantung pada sumberdaya dan teknologi impor, - Kepemilikan secara patungan (melalui pasar modal), - Operasi berskala luas, - Padat modal, - Keterampilan diperoleh melalui sistem pendidikan formal, dan - Pasar diproteksi (melalui tariff, kuota, dan izin dagang) Dengan melihat perbedaan tersebut, Sektor informal banyak diyakini memberikan jawaban atas peliknya masalah pengangguran yang ada. Walaupun upaya dalam menilai upah tenaga kerja sektor informal masih mengalami kesulitan, sehingga pekerja sektor informal dapat menghindar dari upaya-upaya pencatatan (Gilbert dan Gugler, 1996:97). Upaya tersebut sangatlah penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat yang nantinya akan berpengaruh pada kebijakan pemerintah setempat Urbanisasi Dalam Huntap Pasca Erupsi Merapi 2010 Kota (urban) secara sosiologi dimengerti sebagai sebuah perkembangan masyarakat yang sudah bukan masyarakat desa. Keadaan masyarakat dan budaya perkotaan dikatakan oleh Louis Wirth seorang ilmuwan Perancis sebagai Urbanism. Dalam Bahasa Perancis, urbanisme memiliki makna yang lebih luas, yang dapat pula berarti: Ilmu, seni atau teknik pengorganisasian ruang bagi keberadaan manusia. 16

17 Pemaknaan urbanisasi akan langsung berhubungan dengan makna kota (urban), didalamnya memiliki dua komponen pembentuk yakni city (fisik) dan citizen (manusia). Bagan 1: Urbanisasi sebagai sebuah proses, 1994, Paul. L.Knox (Dalam Soetomo, 2009:43) Urbanisasi selanjutnya didefinisikan oleh Alain Garnier sebagai suatu proses terbentuknya kehidupan perkotaan yang berbeda dengan kehidupan pedesaan, dalam konteks ekonomi, sosial dan mentalitas masyarakatnya. Dalam sebuah proses perubahan, sudah tentu terdapat motor yang menggerakkan perubahan tersebut. Senada dengan Alain Garnier, Paul Knox merumuskan perubahan ekonomi sebagai motor yang juga mendorong dan didorong oleh faktor-faktor manusia, sumber daya alam dan teknologi (Soetomo, 2009:43). Proses urbanisasi menurut Knox (1994) memiliki tiga proses perubahan yang dimotori oleh faktor ekonomi masyarakat. Perubahan ekonomi yang ada akan mempengaruhi segala aspek seperti: kependudukan, politik, budaya, sosial, teknologi, sumber daya lingkungan, dan hasil hasil sejarah. Tahap kedua ialah hasil perubahan internal yang ada berupa produkproduk fisik lingkungan atau morfologi wilayah, interaksi sosial atau ekologi sosial, pemanfaatan lahan, menciptakan kehidupan perkotaan dalam segala aspek atau yang disebut sebagai urbanism, selain itu, urban system tercipta dalam lingkup eksternal. Tahap ketiga dari proses urbanisasi Knox ialah munculnya permasalahan yang diakibatkan oleh perubahan masyarakat tersebut. Permasalahan yang ada dapat diatasi melalui kebijakan yang mengatur perkembangan kota, salah satunya melalui perencanaan kota (urban planning). 17

18 1.4.4 Jejaring Sosial (Social Network) Dalam Huntap Pagerjurang Dengan lingkungannya yang baru, masyarakat huntap membentuk sebuah jejaring (network) dimana satuan komunitas kecil seperti keluarga hingga satuan komunitas yang lebih besar saling berhubungan. Terlebih lagi jejaring yang telah dibangun menjadi sebuah jembatan bagi masyarakat untuk membangun serta mengembangkan mata pencaharian demi memenuhi penghidupan mereka. Dengan upaya komunitas tersebut, turut mendukung keberlangsungan program pemerintah dalam rangka merespons peristiwa erupsi Merapi tahun Pasalnya upaya relokasi yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Sleman tersebut menjadi sia sia ketika masyarakat rentan terhadap bencana sosial lain yang diakibatkan oleh penganguran dan kemiskinan. Adapun jaringan yang dimaksud, peneliti merujuk pada Monge dan Contractor dalam Castells (2009:20) dimana menurutnya jejaring berarti merupakan struktur komunikasi yang berarti pola hubungan yang diciptakan melalui pesan pesan antar aktor yang mengalir melalui batas ruang dan waktu tertentu. Didalam sebuah jejaring, terdapat sebuah kekuatan berupa informasi dan mengalami sebuah proses sirkulasi, yang artinya tiap komunitas dapat berperan sebagai penerima informasi ataupun sebagai informan bagi komunitas lain. Dengan adanya informasi tersebut tiap komunitas yang ada membentuk sebuah jejaring yang lebih besar yang memungkinkan komunitas kecil seperti keluarga untuk tetap eksis didalam masyarakat huntap. Tentu dalam penelitian kali ini lebih menitikberatkan pada jejaring yang berkaitan dengan aspek pekerjaan masyarakat yakni organisasi masyarakat terkait jenis pekerjaan tertentu seperti kelompok peternak atau kelompok sadar wisata yang terbentuk setelah pelaksanaan relokasi warga terdampak erupsi Merapi tahun

19 Melalui organisasi tersebut menerjemahkan informasi informasi yang telah dikumpulkan melalui serangkaian variasi kriteria sukses dan gagal, serta penentuan tujuan. Selanjutnya setelah organisasi melakukan upaya upaya untuk mencapai tujuan melalui program kerja, dan tiap anggota didalamnya dengan sendirinya melakukan penyesuaian terhadap tujuan serta prosedur tiap organisasi. Melalui tolok ukur tersebut, sebuah organisasi akan diuji keberlangsungannya apakah akan tetap berjalan dan menghidupi tiap tiap anggotanya, ataupun terbengkalai begitu saja karena ketidak mampuan anggota untuk memenuhi tujuan organisasi (Castells, 2009:20). Dalam perjalanannya, tiap komunitas yang berjejaring tersebut akan mengidentifikasikan mana pesaing juga mitra (coop). Persaingan terbentuk atas kinerja satu jejaring yang lebih baik dibandingkan dengan jejaring yang lain dalam akibat yang dihasilkan. Sedangkan kemitraan (Cooperation) terbentuk atas kemampuan berkomunikasi antar satu jejaring terhadap jejaring yang lain. Atas dasar tersebut, peneliti menyisipkan teori lain yang dirasa lebih mampu membedah masyarakat dalam berjejaring (Networking) Adaptasi Masyarakat Huntap Pagerjurang Kebijakan limitasi wilayah hunian pasca erupsi 2010 telah memaksa masyarakat Kepuharjo untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang ada. Dalam proses adaptasi dengan lingkungan barunya, masyarakat tidak hanya berinteraksi dengan lingkungan fisik saja. Proses interaksi yang ada juga meliputi interaksi sosial antar masyarakat yang kini menghuni kawasan Huntap Pagerjurang. Analisis adaptasi ini dilakukan menggunakan teori aksi dan interaksi (action and interaction) milik Peter Hedström. Dalam teori tersebut, peneliti mencoba menganalisis proses interaksi sosial yang ada didalam masyarakat Huntap Pagerjurang. Melalui proses 19

20 interaksi sosial tersebut, aktor-aktor yang tergabung dalam masyarakat Huntap Pagerjurang dalam kehidupan sehari-harinya melakukan tindakan sosial. Ketika mengamati sekelompok orang yang berpikir dan bertindak yang mirip satu sama lain, salah satu penjelasannya ialah mereka telah berinteraksi dan mempengaruhi satu dan yang lain (Latane, 1981, dalam Hedström, 2005:45). Adapun tindakan sosial yang dilakukan masyarakat didasari oleh tiga hal, diantaranya adalah keinginan, kepercayaan, dan kesempatan, atau yang biasa disebut DBO (desire, believe, and opportunity). Keberadaan DBO tidaklah lepas dari interaksi yang terjadi didalam masyarakat Huntap Pagerjurang baik dengan aktor diluar komunitas maupun didalam masyarakat sendiri. Dengan analisis teori aksi melalui DBO, peneliti mampu memahami dan menjelaskan pola tindakan sosial individu maupun kelompok dalam masyarakat Huntap Pagerjurang Metode Penelitian Dalam melakukan sebuah penelitian yang nantinya dapat dipertanggungjawabkan haruslah mengikuti kaidah kaidah keilmuan atau bersifat ilmiah. Untuk memenuhi sifat ilmiah, maka sebuah penelitian haruslah rasional, empiris, dan sistematis (Sugiyono, 2006). Rasional dalam hal ini berarti langkah dalam melakukan penelitian dapat diterima oleh akal manusia. Empiris berarti peneliti maupun orang lain dapat mengetahui cara cara yang dilakukan dalam melakukan penelitian. Selanjutnya ialah sistematis yang berarti menempuh tahapan yang tertata sesuai dengan sistem yang telah ditentukan Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data naratif melalui pengamatan terhadap tulisan, lisan, dan perilaku subyek penelitian. Hal itu sejalan dengan definisi yang diberikan oleh 20

21 Berg (1989) yang menyatakan bahwa arti, konsep, definisi, karakteristik, perumpamaan, simbol, dan deskripsi dari suatu hal berkaitan dengan penelitian kualitatif. Sementara itu, dengan digunakannya metode kualitatif, diharapkan penelitian dapat lebih mendekatkan diri pada objek-objek yang diteliti serta meningkatkan sensitivitas terhadap kontekskonteks yang ada dan sifat-sifat tersebut cenderung membuahkan konfidensi yang lebih besar pada kesahihan data kualitatif dibandingkan kuantitatif (Brannen, 1999). Adapun paradigma atau pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Pendekatan tersebut dipilih karena kemampuannya dalam mengamati transformasi sosial, ekonomi yang saling menindih. Sehingga darinya tercipta kompetisi, perlawanan, hingga mengarah kepada konflik. Kelebihan pendekatan kritis berada dalam pemahamannya atas pengetahuan yang tumbuh dan berubah melalui proses revisi historis yang berlangsung (Denzin & Lincoln, 2009:140). Selain kemampuan dan kelebihannya, paradigma kritis dipilih sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dijelaskan dalam bagian 1.3. Sudut pandang yang dipilih dalam melakukan penelitian ini adalah sudut pandang deskriptif yang menurut Nawawi (1983) adalah penelitian yang terbatas pada usaha mengungkapkan fakta (fact finding). Hasil dalam sudut pandang deskriptif lebih ditekankan pada penyajian gambaran secara obyektif tentang keadaan yang senyatanya dari obyek/ subyek yang sedang diteliti. Selain itu, sudut pandang ini juga berusaha mengemukakan hubungannya satu dengan yang lain didalam aspek aspek yang diteliti. Maka dari itulah temuan dari sudut pandang deskriptif lebih terperinci dibandingkan dengan hanya sekedar mencari tahu permasalahan yang terjadi (Nawawi, 1983). 21

22 Penggunaan sudut pandang deskriptif pun memiliki tiga variasi bentuk sesuai dengan analisisnya, namun yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah studi perbandingan (Comparative studies). Sesuai namanya, studi perbandingan bertujuan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan sebuah fenomena untuk mencari faktor faktor apa, atau situasi bagaimana yang menyebabkan timbulnya suatu peristiwa tertentu. Studi ini dimulai dengan pengumpulan fakta tentang faktor faktor yang menyebabkan timbulnya suatu peristiwa tertentu, kemudian dibandingkan dengan satuan lain atau sekaligus membandingkan sesuatu gejala atau peristiwa dan faktor faktor yang mempengaruhinya. Setelah mengetahui persamaan dan perbedaan penyebab, selanjutnya ditetapkan bahwa faktor yang menyebabkan munculnya gejala pada obyek yang diteliti itulah sebenarnya yang menyebabkan munculnya gejala tersebut, baik pada obyek yang diteliti maupun pada subyek yang diperbandingkan (Notoatmodjo, 1993:138). Studi komparatif dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan memahami sesuatu dibalik kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana berupa relokasi warga. Peneliti memilih huntap Pagerjurang yang memiliki ciri khas dan karakteristik yang berbeda, meskipun seluruh penghuni huntap memiliki kesamaan nasib sebagai korban peristiwa erupsi Gunung Merapi 2010 silam Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Huntap Pagerjurang yang terletak di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Daerah Istimewa Yogyakarta. Didalamnya terdapat lima dusun yakni Kaliadem, Manggong, Petung, Wukirsari, dan Kepuharjo. Dari kelima dusun tersebut 22

23 dikelompokkan menjadi satu wilayah, sehingga tata letak huntap pagerjurang, meskipun berada pada satu kawasan, tetap dibangun per wilayah administrasi dusun. Gambar 1.1. Peta wilayah Huntap Pagerjurang Sumber: Siteplan Rekompak (2012) Huntap Pagerjurang merupakan wilayah huntap dengan jumlah populasi terbesar di kecamatan Cangkringan, selain itu dihuni oleh beberapa warga yang berasal dari beberapa wilayah yang berbeda. Adapun setting sosial yang dihadapi dalam penelitian ini mencakup satu wilayah Huntap Pagerjurang yang terdiri dari beberapa komponen yakni: keluarga, kelompok sosial, komunitas (community), dan masyarakat (society). Masyarakat (society) Huntap Pagerjurang dalam hal ini terbentuk oleh sekumpulan orang yang memiliki sertifikat tanah yang dimanfaatkan untuk relokasi hunian masyarakat terdampak erupsi Pada level komunitas (community), pengamatan yang dilakukan 23

24 pada penelitian ini menitikberatkan pada tiga komunitas bidang usaha dominan yakni peternakan, pariwisata, dan pertambangan. Pada tingkat kelompok/organisasi, pengamatan dilakukan pada sekumpulan orang menjalin interaksi untuk tujuan tertentu seperti: kelompok peternak, operator jeep, maupun kelompok pengelola tambang yang beroperasi didalam masyarakat Huntap Pagerjurang. Pada level terkecil yakni keluarga, ditandai dengan rumah per rumah yang dihuni, atau secara administratif dilihat melalui kartu keluarga yang dimiliki Teknik Pengumpulan Data Proses pengumpulan data merupakan kegiatan operasional pokok penelitian yang nantinya menghasilkan sebuah data kasar untuk menjawab pertanyaan penelitian dalam bagian sebelumnya. Proses pengumpulan data dilakukan semenjak penyusunan proposal penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 hingga dirasa cukup. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data-data penelitian adalah sebagai berikut: a. Observasi Observasi ini dilakukan untuk melihat perilaku alamiah dan keseharian masyarakat seperti interaksi dan kebiasaan subyek penelitian (Black dan Champion, 1999). Observasi ini telah dilakukan dalam huntap Pagerjurang semenjak proposal penelitian mulai dikerjakan. Mulanya, kegiatan observasi dilakukan pada bulan Maret Pada tahap awal observasi, kegiatan yang dilakukan ialah mengamati bentuk tata letak hunian warga dan bentuk hunian warga di lingkungan huntap Pagerjurang. Dari observasi tersebut dapat diketahui sejauh mana masyarakat Huntap Pagerjurang beradaptasi secara ekonomi dengan melihat secara langsung hunian masyarakat. Dari pengamatan tahap awal tersebut, dapat diketahui tingkat ekonomi masyarakat yang beragam dimana beberapa 24

25 hunian masyarakat sudah direnovasi menurut kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Pada observasi tahap awal, pengamatan juga dilakukan untuk mengetahui titik titik ruang publik dimana masyarakat berinteraksi satu sama lain dan berkomunikasi. Beberapa titik yang penting diamati ialah teras rumah warga, warung warung desa maupun di obyek wisata, ladang warga, kandang sapi, dan tempat lain dimana warga banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja dan berinteraksi satu sama lain. Peneliti juga diharapkan untuk turut serta terlibat atau paling tidak mampu menangkap pembicaraan yang dilakukan warga. Dengan begitu akan terlihat jelas bagaimana masyarakat bertukar informasi, membicarakan gosip, atau berinteraksi satu sama lain baik dengan aktor di luar komunitasnya. Setelah pengamatan tahap awal selesai, dilakukan pengamatan lanjut pada bulan Juli hingga Agustus Pada tahap ini, teknik yang dilakukan adalah observasi semi partisipatif dimana peneliti tinggal bersama salah satu warga Kaliadem yang kini tinggal dalam Huntap Pagerjurang. Hal tersebut dilakukan supaya perubahan yang sudah terjadi dalam masyarakat Huntap Pagerjurang dapat dirasakan secara langsung oleh peneliti. Selain tinggal bersama warga, peneliti juga turut serta bekerja bersama masyarakat dengan mengikuti kegiatan sehari-hari warga seperti mencari rumput, mengamati kegiatan penambangan pasir secara manual, serta mengunjungi obyek wisata yang berada di wilayah Desa Kepuharjo. Dalam rentang satu bulan observasi semi partisipatoris, peneliti juga turut andil dalam kegiatan adat warga seperti upacara pernikahan yang diadakan salah satu warga Kaliadem pada akhir bulan Juli Selain itu, peneliti berkesempatan untuk mengikuti 25

26 upacara pemakaman yang dilakukan salah satu warga Manggong pada akhir bulan Juli dan warga Kaliadem pada awal bulan Agustus. Dalam tahap observasi ini pula, peneliti mampu melihat secara langsung bagaimana masyarakat Huntap Pagerjurang berinteraksi satu sama lain. Peran pemerintah juga tidak boleh diabaikan dalam pengamatan, pasalnya, sebagai pemangku kebijakan pemerintah wajib bertanggungjawab atas apa yang telah dihasilkan oleh kebijakannya. Dengan kata lain, nasib warga terdampak Merapi yang kini menghuni Huntap Pagerjurang tidak boleh dibiarkan saja oleh pemerintah daerah Kabupaten Sleman. Sehingga observasi semi partisipatif juga dilakukan untuk mengamati bagaimana fasilitas kehidupan yang diberikan pemerintah mampu dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat atau tidak. Hasil observasi yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa dokumentasi pengamatan berbentuk foto, video, serta rekaman percakapan masyarakat b. Wawancara Kegiatan wawancara yang dilakukan terbagi dalam dua tahap mengikuti kegiatan observasi yang dilakukan. Wawancara dilakukan karena observasi pada bulan Maret 2016 dirasa kurang memberi gambaran mengenai masyarakat Huntap Pagerjurang. Untuk itulah, peneliti merencanakan sebuah wawancara untuk memahami sikap, pilihan, serta tanggapan informan kunci terhadap program relokasi masyarakat di Huntap Pagerjurang. Beberapa informan kunci yang telah diperkirakan guna menjawab pertanyaan penelitian adalah perangkat desa yang dianggap mewakili salah satu wilayah: a) Pak Sokijo selaku Kepala Dukuh Kaliadem b) Pak Pairin selaku Kepala Dukuh Petung 26

27 c) Pak Sriono selaku RT wilayah Manggong Dalam tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah wawancara terstruktur dengan menggunakan interview guide seputar pekerjaan masyarakat, kelompok kerja, beserta aktor-aktor pelaku bidang usaha terkait. Hal tersebut dilakukan karena peneliti tidak mengetahui kondisi masyarakat Huntap Pagerjurang secara utuh. Sehingga, dengan dilakukannya wawancara terstruktur dengan didukung data observasi tahap awal, peneliti dapat mengetahu gambaran awal kondisi masyarakat Huntap Pagerjurang. Tahap selanjutnya, wawancara dilakukan pada saat observasi semi partisipatif pada bulan Juli hingga Agustus Pada proses wawancara tahap ini, peneliti tidak lagi melakukan wawancara terstruktur dengan interview guide. Pasalnya, wawancara yang dilakukan sebatas upaya konfirmasi dari data yang diperoleh saat melakukan observasi. Upaya peneliti supaya proses wawancara yang dilakukan berlajan tertata, rapi, dan dapat dilakukan pengecekan ulang adalah pembuatan dokumentasi wawancara berupa rekaman. Selain digunakan untuk sumber-sumber primer, instrumen wawancara juga digunakan kepada sumber-sumber sekunder seperti pemangku kebijakan serta aktivis yang mengiring pembangunan huntap. Wawancara dilakukan saat informan informan penting telah selesai ditentukan saat observasi atau bisa disebut created based selection. Dengan begitu data yang diperoleh telah mengalami uji intersubjektifitas dan lebih valid serta dapat dipertanggungjawabkan. 27

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Geografi 1. Letak dan Luas Wilayah Desa Desa Kepuharjo terletak di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Desa Kepuharjo secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010 merupakan salah satu letusan besar dalam catatan sejarah terjadinya erupsi Gunung Merapi. Letusan eksplosif yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan dalam suatu Negara wajib menjamin kesejahteraan dan keberlangsungan hidup warga negaranya. Peran aktif pemerintah diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website,  2011) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG

PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG MAKALAH KELOMPOK PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG Diajukan sebagai tugas mata kuliah Evaluasi Infrastrukur Pasca Bencana Disusun oleh : Irfan Faris Abdurrahman 12511313 Ilhamius Hamit 12511432 Fitra Mabrur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Huntap Komunal Di Kecamatan Cangkringan, Sleman 2. Peta Persil Huntap Banjarsari, Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan 3. Peta Persil Huntap Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana alam. Indonesia berada diantara dua lempeng tektonik yaitu lempeng eurasia dan lempeng India- Australiayang setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta dan Perencanaan Partisipatif Dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Tingkat Kampung A. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah Negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan dari flora dan faunanya, serta kekayaan dari hasil tambangnya. Hamparan bumi Indonesia

Lebih terperinci

penelitian 2010

penelitian 2010 Universitas Udayana, Bali, 3 Juni 2010 Seminar Nasional Metodologi Riset dalam Arsitektur" Menuju Pendidikan Arsitektur Indonesia Berbasis Riset DESAIN PERMUKIMAN PASCA-BENCANA DAN METODA PARTISIPASI:

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. atas kehilangan-kehilangan yang mereka alami, mulai dari anggota keluarga,

BAB V PENUTUP. atas kehilangan-kehilangan yang mereka alami, mulai dari anggota keluarga, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Erupsi Gunung Merapi pada 26 Oktober dan 5 November 2010 telah membuat dampak kerusakan diberbagai sektor. Dari segi fisik, bencana tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan usaha sapi perah dilakukan untuk memenuhi gizi masyarakat dan mengurangi tingkat ketergantungan nasional terhadap impor susu. Usaha susu di Indonesia sudah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode penelitian ini akan menggambarkan secara menyeluruh

METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode penelitian ini akan menggambarkan secara menyeluruh III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan metode deskriptif. Metode penelitian ini akan menggambarkan secara menyeluruh peristiwa dalam berbagai kondisi dan situasi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi 24 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas baik, mudah

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini, dimaksudkan untuk menjelaskan urgensi permasalahan penelitian yang diuraikan dengan sistematika (1) latar belakang; (2) pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui berbagai proses dalam waktu yang

Lebih terperinci

BAB VII P E N U T U P

BAB VII P E N U T U P BAB VII P E N U T U P Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Akhir Tahun 2012 diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai capaian kinerja, baik makro maupun mikro dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

Sumber : id.wikipedia.org Gambar 2.1 Gunung Merapi

Sumber : id.wikipedia.org Gambar 2.1 Gunung Merapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letusan Gunung Merapi Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, secara administratif terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah seyogyanya dilakukan dengan mengacu pada potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada di suatu lokasi tertentu. Di samping itu, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Gunungapi Merapi dikenal sebagai gunungapi teraktif dan unik di dunia, karena periode ulang letusannya relatif pendek dan sering menimbulkan bencana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu Negara yang rawan bencana karena berada dipertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Indo Australia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 49 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Indonesia sedang menikmati manfaat demografis dimana populasi penduduk usia kerja tumbuh lebih cepat daripada populasi anak- anak dan lanjut usia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Bencana gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006 telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan wilayah yang mempunyai keunikan dan keistimewaan yang khas di dunia. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meski belum ada SMP dan SMA tidak mematahkan semangat anak-anak yang

BAB I PENDAHULUAN. meski belum ada SMP dan SMA tidak mematahkan semangat anak-anak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Nek Sawak terdapat satu sekolah dasar bernama SD N 11 Nek Sawak, meski belum ada SMP dan SMA tidak mematahkan semangat anak-anak yang ingin melanjutkan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1.1.1.Sampah Plastik Perkembangan teknologi membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, salah satu aspeknya adalah pada produk konsumsi sehari-hari. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya BAB III Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya Potensi pariwisata di Indonesia sangat tinggi, dari Aceh hingga Papua dengan semua macam obyek pariwisata, industri pariwisata Indonesia

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan berhadapan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Efektivitas implementasi program pada ketiga kegiatan dalam program REKOMPAK dibagi menjadi efektivitas proses dan efektivitas output. Pada kegiatan penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia rawan akan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas gunungapi. Salah satu gunungapi aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2968

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI IV Kampus Pusat Universitas Teknologi Yogyakarta Yogyakarta, 5 April 2007 --- ISBN 978-979-1334-20-4 PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu fase penting dalam penanggulangan bencana adalah fase respon atau fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat membutuhkan suatu sistem yang terintegritas

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan devisa melalui upaya pengembangan dan pengelolaan dari berbagai

Lebih terperinci

5.1. VISI MEWUJUDKAN KARAKTERISTIK KABUPATEN ENDE DENGAN MEMBANGUN DARI DESA DAN KELURAHAN MENUJU MASYARAKAT YANG MANDIRI, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN

5.1. VISI MEWUJUDKAN KARAKTERISTIK KABUPATEN ENDE DENGAN MEMBANGUN DARI DESA DAN KELURAHAN MENUJU MASYARAKAT YANG MANDIRI, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Mengacu kepada arah pembangunan jangka panjang daerah, serta memerhatikan kondisi riil, permasalahan, dan isu-isu strategis, dirumuskan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO 1 VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO V I S I Riau Yang Lebih Maju, Berdaya Saing, Berbudaya Melayu, Berintegritas dan Berwawasan Lingkungan Untuk Masyarakat yang Sejahtera serta Berkeadilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan peningkatan urbanisasi, deforestasi, dan degradasi lingkungan. Hal itu didukung oleh iklim

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO IV. KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO A. Keadaan Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Sengi yang terletak di lereng Gunung Merapi memiliki banyak potensi sumber daya alam. Kesuburan tanah dan ketersediaan debit air yang melimpah dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci