BAB V PENUTUP. atas kehilangan-kehilangan yang mereka alami, mulai dari anggota keluarga,

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Erupsi Gunung Merapi pada 26 Oktober dan 5 November 2010 telah membuat dampak kerusakan diberbagai sektor. Dari segi fisik, bencana tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan alam dan kerugian material. Dari segi psikologis, masyarakat mengalami traumatis dan membutuhkan upaya pemulihan atas kehilangan-kehilangan yang mereka alami, mulai dari anggota keluarga, rumah, harta benda, hewan ternak, hingga pekerjaan sehari-hari. Kelangsungan hidup masyarakat pun praktis hanya ditopang melaui bantuan-bantuan yang datang, baik dari pemerintah, masyarakat luar, pihak swasta, hingga bantuan internasional. Upaya pemerintah merevitalisasi sektor peternakan yang sempat menjadi komoditas masyarakat sebelum erupsi membutuhkan waktu relatif lama. Kebutuhan hidup yang semakin mendesak membuat masyarakat memilih untuk menjual hewan ternaknya yang selamat. Hal itu merupakan tindakan yang paling rasional pada saat itu melihat minimnya tempat (kandang) dan sumber pakan. Jalan terang pemecahan permaslahan sosial-ekonomi pasca erupsi justru datang dari animo masyarakat pengunjung daerah terdampak. Kerusakan lingkungan alam Kinahrejo akibat erupsi ternyata menjadi obyek daya tarik wisata (ODTW) yang menginspirasi masyarakat untuk membuka daerahnya sebagai kawasan wisata minat khusus. Perubahan daerah lereng Merapi menjadi sebuah daerah wisata diiringi dengan pengalihan pekerjaan masyarakat setempat dari 162

2 pertanian dan peternakan menjadi industri pariwisata. Kawasan pariwisata pasca bencana tersebut dikelola masyarakat melalui pembentukan wadah-wadah berkelompok menurut komunitas (paguyuban) jenis usahanya dan berada dibawah satu payung legalitas terpadu bernama Volcano Tour Merapi. Tindakan tersebut terbukti efektif, karena dengan dibukanya Kinahrejo dan Pangukrejo menjadi daerah wisata mampu memberikan peluang pekerjaan jangka panjang dan sumber penghasilan yang merata bagi masyarakat korban erupsi. Hasil penelitian ini dapat dikatakan cukup relevan dengan teori tindakan sosial Max Weber yang digunakan sebagai kerangka pemikiran peneliti. Tindakan masyarakat melakukan peralihan pekerjaan dari bertani dan beternak menjadi pelaku usaha dalam industri pariwisata sebagai imbas dari adaptasi, menyesuaikan dengan lingkungan pasca erupsi di daerah mereka. Pengambilan keputusan masyarakat untuk melakukan tindakan tersebut dilakukan setelah melalui pemikiran yang sadar. Pemikiran tersebut berawal dari sikap nrimo masyarakat sebagai suatu bentuk kepasrahan atas situasi yang dihadapi yang telah dapat mereka manifestasikan menjadi pemikiran-pemikiran jernih untuk menentukan tindakan rasional. Tindakan-tindakan tersebut kemudian dilakukan oleh masyarakat secara kolektif, bersama-sama dalam suatu bentuk komunitas menurut tingkat kemampuannya masing-masing. Selain menjadi pelaku usaha dalam pariwisata pasca bencana, strategi yang umumnya digunakan masyarakat korban erupsi di Pelemsari cenderung homogen, yaitu dengan gali lubang tutup lubang atau berhutang, dan juga dengan strategi hidup hemat dan menabung. Dalam perspektif tipologi tindakan 163

3 rasionalitas instrumental, strategi-strategi yang digunakan oleh masyarakat korban erupsi ini merupakan alat atau sarana untuk mencapai kelangsungan hidup pasca bencana. Masyarakat awalnya hanya bisa pasrah dan mengandalkan bantuan mengingat mereka tidak lagi mempunyai sumber penghasilan untuk menghidupi keluarganya. Perubahan kondisi lingkungan pasca erupsi mendorong masyarakat untuk beradaptasi menyesuaikan dengan keadaan pada saat itu. Semakin besarnya animo (minat) masyarakat yang datang berkunjung ke daerah terdampak erupsi dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dengan membuka daerahnya menjadi tempat pariwisata. Masyarakat menggunakan peluang tersebut untuk menjalani usaha didalamnya, seperti menjadi pedagang, menyediakan jasa antar wisata, menjadi pemandu, menyewakan kendaraan jelajah Merapi (Trail dan Jeep), dan menyediakan jasa pelayanan keamanan dan kenyamanan (tiket retribusi, parkir, kebersihan, dan fasilitas wisata lainnya). Dalam menjalani usaha-usaha tersebut, masyarakat menyesuaikan dengan sumberdaya yang mereka miliki, yaitu menurut ketrampilan dan kemampuan baik fisik maupun finansial mereka masing-masing. Dalam prosesnya, masyarakat yang terlibat dalam Volcano Tour mengalami peningkatan usaha, misalnya dari semula berdagang dan ngojek, kini berganti menyewakan Trail atau turut berinvestasi, nitip Trail untuk dikelola Joki, atau bahkan telah mampu membeli unit-unit Jeep. Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi masyarakat membuka usaha dalam pariwisata pasca bencana sebagai tindakan yang berorientasi sarana-tujuan, yang telah mampu menopang perekonomian dan melangsungkan penghidupan pasca erupsi. 164

4 5.2 Rekomendasi a) Bagi Masyarakat Setempat: Melihat perkembangan Volcano Tour yang berjalan dengan mengandalkan minat wisatawan, dan saat ini terus mengalami pergeseran, sebaiknya masyarakat mengembangkan dengan inovasi-inovasi atraksi wisata alam lainnya dan menyelenggarakannya di satu lokasi yang lebih aman, yang tidak berada dalam cakupan Kawasan Rawan Bencana (KRB III). Selain itu juga dengan mempertimbangkan keberadaan Gunung Merapi sebagai Gunung api aktif, masyarakat setempat harus memperhatikan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan pengunjung dan juga dirinya sendiri. Terlebih, Volcano Tour yang telah berjalan selama kurang lebih 4 tahun ini, sedikit banyak masyarakat telah menuai hasilnya, dan akan lebih baik jika masyarakat mengalokasikannya untuk kembali menghidupkan sektor pertanian yang lebih menjanjikan. Jika masyarakat ingin tetap beralternatif usaha dalam bidang pariwisata, masyarakat dapat kembali bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat dan bergotong royong membuka lokasi wisata alam bertemakan keluarga dan ketangkasan, beberapa tempat di Desa Umbulharjo mempunyai potensi alam yang mendukung untuk dikembangkannya hal tersebut. b) Bagi Pemerintah: Pemerintah sebaiknya terus melakukan pengawasan melalui evaluasi kegiatan secara berkala. Meingingat sumberdaya yang dimiliki masyarakat cukup terbatas, sebaiknya pemerintah juga terus melakukan peningkatan 165

5 kualitas SDM masyarakat pelaku usaha dalam pariwisata pasca bencana. Sehingga kedepannya masyarakat mampu mengembangkan dan menciptakan inovasi-inovasi baru terkait pariwisata di dusun mereka, meskipun tanpa mengandalkan dampak bencana sebagai daya tarik pariwisata. Selain itu demi keamanan segala pihak, pemerintah selaku pemegang kewenangan sebaiknya menerapkan rencana Kawasan Strategis Nasional, namun dengan konsekuensi memberikan bantuan modal kepada masyarakat pelaku usaha untuk mengembangkan sektor peternakan, atau memberikan rekomendasi dan penyediaan lahan daerah netral di luar KRB, terlebih daerah yang mempunyai potensi wisata dan memungkinkan untuk digunakan sebagai lokasi pariwisata alam berbasis masyarakat. Endnotes i Istilah Volcano Tour pertama kali mencuat sejak terjadinya erupsi Gunung Merapi pada periode April-Mei tahun 2006 dan dikenal dengan nama Lava Tour di Kaliadem, Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman. Pasca erupsi Merapi 2010, pariwisata pasca bencana di lereng Gunung Merapi kembali menggeliat, namun kali ini turut melibatkan Dusun Pelemsari atau Kinahrejo di Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman dengan tetap menyajikan obyek wisata berupa daerah terdampak erupsi ditambah dengan faktor-faktor tertentu yang dimiliki oleh daerah tersebut. ii Upacara selamatan yang ditujukan pada keluarga yang akan mempunyai keturunan, dilakukan pada saat usia kehamilan ibu telah genap tujuh bulan. iii Uparaca selamatan yang dilakukan setelah proses melahirkan, yaitu pada saat tali pusar bayi sudah dilepas/mengering. iv Upacara selamatan (kenduri) yang dilakukan bertepatan dengan usia bayi mencapai 35 hari sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa. v Ngojek dalam lingkup Volcano Tour dapat dimaknai sebagai jasa mengantarkan pengunjung atau wisatawan menuju obyek-obyek wisata yang diinginkannya. vi Petilasan adalah kata dalam bahasa jawa yang berasal dari kata dasar tilas yang berarti bekas, sedangkan Dalem juga merupakan kata yang berasal dari bahasa jawa yang berarti rumah, kata tersebut digunakan dimaksudkan untuk memperhalus, dan ditujukan kepada subyek yang lebih tua, yang dihormati, atau yang mempunyai kedudukan. vii Kata dalam bahasa Jawa yang berarti mengendarai atau dalam hal ini adalah: menumpang atau membonceng. viii Demi kenyamanan segala pihak, penulis tidak menyebutkan type kendaraan yang dimaksud, agar tidak terjadi stigma dan tidak menimbulkan kerugian pada pihak manapun. Untuk mengetahui lebih lanjut dapat dilakukan cross check secara langsung kepada pihak-pihak terkait. 166