RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP)"

Transkripsi

1 ANALSS STRUKTUR POPULAS KAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus ) YANG DDARATKAN D BAL, CLACAP DAN JAKARTA MENGGUNAKAN METODE RESTRCTON FRAGMENT LENGTH POLYMORPHSM (RFLP) ARTKEL SKRPS PROGRAM STUD LMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERKANAN DAN KELAUTAN Oleh: LUH NYOMAN DDK TR UTAM NM FAKULTAS PERKANAN DAN LMU KELAUTAN UNVERSTAS BRAWJAYA MALANG 2016

2 ANALSS STRUKTUR POPULAS KAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus ) YANG DDARATKAN D BAL, CLACAP DAN JAKARTA MENGGUNAKAN METODE RESTRCTON FRAGMENT LENGTH POLYMORPHSM (RFLP) ARTKEL SKRPS PROGRAM STUD LMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERKANAN DAN KELAUTAN Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan Di Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan Universitas Brawijaya Oleh: LUH NYOMAN DDK TR UTAM NM FAKULTAS PERKANAN DAN LMU KELAUTAN UNVERSTAS BRAWJAYA MALANG 2016

3

4 ANALSS STRUKTUR POPULAS KAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus ) YANG DDARATKAN D BAL, CLACAP DAN JAKARTA MENGGUNAKAN METODE RESTRCTON FRAGMENT LENGTH POLYMORPHSM (RFLP) Luh Nyoman Didik Tri Utami 1), Feni ranawati 2), Syarifah Hikmah Julinda Sari 3) ABSTRAK kan tuna mata besar merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan tertinggi di ndonesia, namun hasil penangkapannya di Samudera Hindia mengalami penurunan signifikan hingga 91,5% pada tahun Penurunan hasil tangkapan dapat menjadi indikator telah terjadi tangkap lebih pada spesies ini dan dikhawatirkan akan terus berlanjut. Peningkatan efektivitas pengelolaan perikanan dan konservasi sangat diperlukan. Pendugaan stok melalui analisis struktur populasi diperlukan sebagai informasi untuk pengelolaan unit manajemen yang lebih tepat pada ikan tuna mata besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur populasi dan menduga stok ikan tuna mata besar yang di daratkan di basis perikanan tuna mata besar menggunakan analisis genetik. Sampel jaringan ikan diambil pada bulan Juli 2015, di Pelabuhan Perikanan Benoa, PPS Cilacap dan Pelabuhan Nizam Zachman. Sampel diamplifikasi pada lokus CO menggunakan primer FBCL FBCH. Analisis genetik metode PCR-RFLP dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi Hae, BamH, Hinc, Rsa, Alu dan Xho. Hasil menunjukkan bahwa populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta bervariasi secara genetik dengan nilai heterozigositas (5,3%) dan F ST (0,4375). Jarak genetik terdekat dimiliki oleh populasi ikan yang didaratkan di Bali dengan Cilacap (0,0142) dan terjauh dimiliki oleh populasi ikan yang didaratkan di Bali dengan Jakarta (0,1275). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa struktur populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta terbagi menjadi dua subpopulasi yaitu subpopulasi Bali-Cilacap dan subpopulasi Jakarta. Hasil ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan informasi dalam melakukan pengelolaan stok ikan tuna mata besar khususnya di Bali, Cilacap dan Jakarta. Kata kunci : kan tuna mata besar, struktur populasi, pendaratan di Bali, Cilacap dan Jakarta, RFLP POPULATON STRUCTURE ANALYSYS OF BG EYE TUNA (Thunnus obesus) LANDED N BAL, CLACAP AND JAKARTA USNG RESTRCTON FRAGMENT LENGTH POLYMORPHSM (RFLP) METHOD ABSTRACK Big eye tuna is one of the highest fishing export commodities in ndonesia, but the catches in ndian Ocean has decreased significanly by 91.5% in The catch decline may indicate overfishing has occured for this species. ncreasing the effectiveness of fisheries management and conservation is urgently needed. The stock assessment through the analysis of population structure is necessary as an information to define management unit of bigeye tuna. The aims of this study is to determine the population structure and to define the bigeye tuna stocks which landed at the tuna fishery base port using genetic analysis. Tissue samples were taken in July 2015, from Benoa, Cilacap and Nizam Zachman fishing port. CO locus were apmplified by FBCH FBCL primer. Genetic analysis of PCR-RFLP performed using restriction enzymes Hae, BamH, Hinc, Rsa, Alu and Xho. The result showed that the population of bigeye tuna landed in Bali, Cilacap and Jakarta genetically varies with heterozigosity and F ST value of 5.3% and , respectively the closet genetic distance is showed by population of bigeye tuna landed in Bali and Cilacap (0.0142) and the furthest is showed by population of bigeye tuna landed in Bali and Jakarta (0.1275). Result of this study indicate that population structure of bigeye tuna landed in Bali, Cilacap and Jakarta can be classified in two subpopulations, that is subpopulation of Bali-Cilacap and subpopulation of Jakarta. These results are expected to be used as a material consideration and information for the management of bigeye tuna stocks in Bali, Cilacap and Jakarta. Keywords : bigeye tuna, population structure, landed in Bali, Cilacap and Jakarta, RFLP 1 Mahasiswa Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang 2 Dosen Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang

5 . PENDAHULUAN kan tuna mata besar merupakan spesies penting dalam perikanan tuna di sepanjang Samudera Hindia (Fonteneau et al., 2004) dan merupakan komoditas ekspor ikan tuna penting di ndonesia (Bahtiar et al., 2013). Terhitung sebanyak 18,8% dari produksi ikan tuna mata besar berasal dari Samudera Hindia. Di ndonesia, basis perikanan tuna mata besar terdapat di pelabuhan Benoa, Cilacap dan Muara Baru (Faiziah, 2010 ; Mertha et al., 2006). Di Samudera Hindia terjadi peningkatan hasil tangkap ikan tuna mata besar dengan longline pada tahun 1980-an hingga akhir tahun 1990-an yaitu sebesar ton hingga ton. Hasil tangkapan tertinggi diperoleh pada tahun 1997 hingga tahun 1999 dengan jumlah hasil tangkapan berkisar antara ton. Namun, pada tahun terjadi penurunan jumlah hasil tangkap menjadi sekitar ton (OTC, 2008). Kemerosotan produksi ini dapat menjadi indikator penurunan populasi atau telah terjadi overfishing. Pada masa mendatang dikhawatirkan penurunan stok ikan ini akan makin besar, sehingga perlu dilakukan peningkatan efektivitas pengelolaan perikanan dan konservasi. Menurut Takagi et al. (1999), klarifikasi struktur stok ikan tuna mata besar dapat menjadi informasi yang sangat penting untuk pendugaan stok dan strategi pengelolaan yang tepat. Untuk mencegah terjadinya tangkap lebih pada spesies tersebut, perlu dilakukan pengkajian stok ikan tuna mata besar di basis perikanan tuna ndonesia. Menurut Pope (2010), ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan struktur populasi ikan yaitu dinamika populasi, genetik, kelimpahan, densitas dan distribusi, usia dan ukuran, akuisisi, penyimpanan dan penggunaan energi serta kontaminan, penyakit dan parasit. Diantara metode penentuan struktur populasi yang ada, analisis genetik merupakan metode yang paling akurat (Fauziyah, 2005). Analisis genetik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, salah satunya adalah metode Restriction Fragment Length Polymorphism (Nugraha et al., 2010). Metode Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) merupakan teknik molekuler yang sering digunakan untuk menentukan struktur populasi ikan (Chiang et al., 2008 ; Yanagimoto et al., 2012 : Bremmer et al., 1998). Teknik PCR-RFLP diharapkan dapat menjelaskan struktur populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di basis perikanan tuna mata besar ndonesia yaitu di pelabuhan Benoa (Bali), pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap dan pelabuhan Nizam Zachman (Jakarta). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur populasi dan menduga stok ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta menggunakan pendekatan filogenetik molekuler, sehingga menjadi informasi untuk pengelolaan ikan tuna mata besar di ndonesia.. METODE PENELTAN 2.1 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel Pengambilan sampel jaringan ikan tuna mata besar dilakukan pada tiga lokasi yaitu di pelabuhan Benoa (Bali), pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (Jawa Tengah), dan pelabuhan Nizam Zachman (Jakarta). Lokasi tersebut dipilih karena merupakan basis perikanan tuna mata besar di ndonesia. 2.2 Pengambilan Sampel Koleksi sampel dilakukan dengan mengambil jaringan ikan dari lima individu pada setiap lokasinya. Sampel jaringan yang di ambil berasal dari bagian yang lunak pada sirip kaudal dan daging di balik katup insang ikan. Sampel disimpan dalam tube eppendorf 1,5 µl yang telah berisikan alkohol 96% dan diletakkan dalam lemari pendingin bersuhu C untuk analisa lebih lanjut.

6 2.3 Ekstraksi DNA Sampel Dengan Metode Chelex 10% Ekstraksi DNA ikan tuna mata besar dilakukan dengan menggunakan metode chelex 10% (Walsh et al., 1991). Metode chelex 10% memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih murah, mudah, memerlukan jaringan sampel yang sangat sedikit dan tidak menggunakan bahan kimia yang berbahaya (Claire, 2015). Hasil ekstraksi disimpan di dalam lemari pendingin bersuhu C. 2.4 Polymorphism Chain Reaction (PCR) Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi DNA ikan tuna adalah primer universal Fish BCL dan Fish BCH dengan lokus tujuan adalah lokus Sitokrom Oksidase (CO). CO merupakan gen yang bersifat conserved yaitu tidak banyak mengalami mutasi (Pertiwi, 2015), sehingga baik digunakan untuk menganalisa struktur populasi ikan seperti ikan tuna mata besar. Amplifikasi DNA pada lokus CO dilakukan dengan menggunakan bahan berupa 5 µl Dream Taq master mix, 1 µl primer forward FBCL, 1 µl primer reverse FBCH, 1 µl ddh 2O dan 4 µl produk hasil ekstraksi. Siklus amplifikasi DNA dilakukan pada suhu 95 0 C selama 1 menit untuk tahap denaturasi, suhu 55 0 C selama 1 menit untuk tahap annealing dan suhu 72 0 C selama satu menit untuk tahap elongasi dengan pengulangan siklus sebanyak 30 kali. 2.5 Elektroforesis Visualisasi keberhasilan amplifikasi dilakukan dengan melakukan elektroforesis terhadap sampel. Sampel di-running dalam gel agarose 1,5% selama 120 menit pada voltase 50 volt. Hasil running kemudian di visualisasikan di bawah sinar UV dengan menggunakan gel doc. 2.6 Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) Band tunggal yang didapatkan dari proses PCR mtdna ikan tuna mata besar kemudian dipotong dengan menggunakan enam jenis enzim restriksi yaitu Hae, BamH, Rsa, Hinc, Alu dan Xho (Kunal et al., 2014 : Lin et al., 2005). RFLP dilakukan dengan menggunakan bahan berupa campuran produk hasil PCR 10 µl, ddh 2O 18 µl, 10X buffer 2 µl dan enzim restriksi sebanyak 2 µl. Campuran bahan diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37 0 C selama 180 menit. Sampel kemudian divisualisasikan dengan elektroforesis untuk mengetahui keberhasilan pemotongan pita DNA. 2.7 Analisis Data Hasil dari proses pemotongan band tunggal oleh enzim restriksi yang menghasilkan pola pemotongan yang berbeda diidentifikasi dengan huruf A, B dan C. Perhitungan statistik terkait dengan penentuan struktur populasi ikan tuna mata besar dilakukan dengan menggunakan bantuan software popgene32 (Yeh et al., 1999) untuk mendapatkan nilai frekuensi alel, heterozigositas, F ST dan jarak genetik. Data ini selanjutnya digunakan untuk menentukan struktur populasi dan menduga stok ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta.. HASL DAN PEMBAHASAN 3.1 Amplifikasi mtdna Lokus Sitokrom Oksidase (CO) kan Tuna Mata Besar Amplifiasi mtdna pada lokus CO menggunakan primer forward FBCH dengan urutan 5'-TAA ACT TCA GGG TGA CCA AAA AAT CA- 3' primer reverse FBCL dengan urutan 5'-TCA ACY AAT CAY AAA GAT ATY GGC AC3' (Baldwin et al. 2009), menghasilkan fragmen DNA tunggal berukuran 770 bp (Gambar 1). Gambar 1. Hasil amplifikasi mtdna ikan tuna mata besar dengan M adalah marker 100 bp; 1-5 adalah populasi Bali; 6-10 adalah populasi Cilacap dan; adalah populasi Jakarta.

7 3.2 Pola Pemotongan Enzim Restriksi pada Lokus Sitokrom Oksidase (CO) kan Tuna Mata Besar Pemotongan band DNA tunggal oleh masingmasing enzim restriksi menghasilkan pola pemotongan yang berbeda (Gambar 2). A B A (770 bp), enzim Rsa menghasilkan dua tipe pemotongan yaitu alel B (175 bp dan 590 bp) dan C (175 bp, 590 bp dan 770 bp), enzim Hinc menghasilkan satu tipe pemotongan yaitu alel B (320 bp dan 430 bp), enzim Alu menghasilkan satu tipe pemotongan yaitu alel A (189 bp), sedangkan enzim Xho juga menghasilkan satu tipe pemotongan yaitu alel A (770 bp). Berdasarkan pada jumlah alel yang dijumpai pada masing-masing enzim restriksi diketahui bahwa enzim restriksi yang mampu memotong band DNA tunggal lokus CO pada ikan tuna mata besar dengan variatif adalah enzim Hae dan Rsa karena menghasilkan lebih dari satu jenis alel. C D E 3.3 Keragaman Genetik kan Tuna Mata Besar Yang Di Daratkan Di Bali, Cilacap dan Jakarta Frekuensi Alel Frekuensi alel merupakan perbandingan suatu alel dengan keseluruhan alel yang dijumpai (Muhammad et al., 2012). Berdasarkan pada pola pemotongan band DNA tunggal oleh masing-masing enzim restriksi yang kemudian diolah dengan menggunakan aplikasi PopGene32, dan diperoleh data nilai frekuensi alel (Tabel 1). Tabel 1. Frekuensi alel populasi ikan tuna mata besar masing-masing enzim Frek. alel Hae BamH Rsa Hinc Xho Alu A 0, B 0,933 0, C 0,33 Gambar 2. Pemotongan fragmen DNA oleh enzim a). BamH; b). Hae; c). Hinc; d). Rsa; e). Alu dan; f). Xho dengan M adalah marker 100 bp; dan U adalah uncut. 1-5 adalah populasi Bali; 6-10 adalah populasi Cilacap; adalah populasi Jakarta Gambar 2 menunjukkan bahwa enzim Hae menghasilkan dua tipe pemotongan yang diberi nama alel A (770 bp) dan B (220 bp dan 280 bp), enzim BamH menghasilkan satu tipe pemotongan yaitu alel F Berdasarkan pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa enzim Hae dan Rsa memotong fragmen DNA pada ikan tuna mata besar dengan lebih variatif dibandingkan enzim BamH, Hinc, Xho dan Alu. Frekuensi alel terendah dijumpai pada hasil pemotongan oleh enzim Hae yang menunjukkan individu dengan alel A dalam populasi hanya berjumlah 6,67%. Meskipun nilai frekuensi alel yang dijumpai rendah, namun data ini menunjukkan bahwa populasi yang diamati beragam dan mengalami

8 polimorfik karena salah satu alelnya kurang dari 99% (Nei dan Kumar, 2000) Heterozigositas Nilai heterozigositas dapat digunakan untuk menghitung keragaman genetik pada populasi yang melakukan perkawinan secara acak dengan akurat (Oktarianti dan Pristiwindari, 2007). Nilai heterozigositas populasi ikan tuna mata besar pada masing-masing enzim dihitung berdasarkan pada Levene (1949) menggunakan aplikasi Popgene32 dengan hasil yang ditunjukkan oleh Tabel 2. Tabel 2. Nilai heterozigositas populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta pada masingmsing enzim restriksi berdasarkan pada Levene (1949) Enzim Restriksi Heterozigot pengamatan Heterozigot harapan Nilai rata-rata heterozigositas Hae ,1067 BamH ,0000 Rsa ,2133 Hinc ,0000 Alu ,0000 Xho ,0000 Ratarata Enzim Hae dan Rsa menunjukkan bahwa dalam populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta memiliki tingkat keragaman genetik masing-masing sebesar 10,67% dan 21,33% dengan nilai rata-rata heterozigositas sebesar 5,33%. Dari data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta memiliki variasi genetik yang rendah (Muliadi dan Arifin, 2010). Pendugaan keragaman genetik juga dapat dilakukan dengan menggunakan nilai heterozigositas pengamatan dan heterozigositas harapan (Tunnisa, 2013). Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai heterozigositas harapan lebih besar daripada pengamatan. Data ini menunjukkan bahwa populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta menyimpang dari keseimbangan Hardy- Weinberg (HWE). Keseimbangan Hardy-Weinberg menunjukkan adanya frekuensi genotip yang tetap dari generasi ke generasi karena terjadinya perkawinan secara acak yang tidak disertai dengan pengaruh lain seperti seleksi, mutasi, migrasi dan random drift (Warwick et al., 1994) F-Statistik F ST menyatakan perbedaan genetik dari sub populasi terhadap keseluruhan (total) populasi (Beaumont et al., 2010). Hasil perhitungan F-statistik pada populasi ikan tuna mata besar di yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta dilakukan berdasarkan Nei (1987) dengan menggunakan aplikasi PopGene32 yang ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. F-Statistik populasi ikan tuna mata besar berdasarkan kepada Nei (1987) Lokus F ST Hae BamH Rsa Hinc Alu Xho Rata-rata Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ratarata nilai F ST adalah sebesar 0,4375 (Tabel 3). Nilai F ST yang didapatkan menandakan bahwa terdapat perbedaan genetik yang tinggi antar populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta (Wright dalam Balloux dan Moulin, 2002). Aliran gen (Nm) yang terjadi pada populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta diestimasikan berdasarkan Slatkin dan Barton (1989) pada aplikasi PopGene32 dan didapat bahwa aliran gen rata-rata pada ketiga populasi ikan tuna mata besar adalah sebesar 0,3214. Aliran gen ini menunjukkan bahwa terdapat gene flow antar populasi namun aliran gen yang terjadi cukup rendah sehingga masing-masing populasi terpisahkan oleh variasi genetik yang besar.

9 3.3.4 Jarak Genetik Perhitungan jarak genetik populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta dilakukan berdasarkan pada Nei (1972) dengan penggunakan aplikasi PopGene32. Hasil perhitungan jarak genetik populasi ikan tuna mata besar di ketiga wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jarak genetik populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta berdasarkan pada Nei (1972) Populasi Bali Cilacap Jakarta Bali *** Cilacap 0,0142 *** Jakarta 0,1275 0,0655 *** Berdasarkan pada data di Tabel 4, dapat diketahui bahwa populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali memiliki kekerabatan yang dekat dengan populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Cilacap dengan jarak genetik 0,0220. Jarak genetik yang paling jauh dijumpai antara populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali dengan populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Jakarta. 3.4 Struktur Populasi kan Tuna Mata Besar Yang Didaratkan Di Bali, Cilacap dan Jakarta Berdasarkan Pada Jarak Genetik Populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta dapat dikelompokkan berdasarkan pada jarak genetik yang dimiliki. Hasil pengelompokkan populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta berdasarkan pada jarak genetiknya dengan menggunakan metode UPGMA (Nei, 1972) menghasilkan dendrogram yang ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Dendrogram struktur populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta dengan metode UPGMA (Nei 1972) Berdasarkan pada jarak genetik antar populasi dan dendrogram pada Gambar 8, maka diketahui bahwa struktur populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta dapat dibagi kedalam dua subpopulasi yaitu subpopulasi Bali-Cilacap dan subpopulasi Jakarta. 3.5 Pendugaan Stok kan Tuna Mata Besar Yang Didaratkan Di Bali, Cilacap dan Jakarta Hasil pendugaan stok ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta diperoleh bahwa stok terbagi menjadi dua yaitu stok Bali- Cilacap dan stok Jakarta. Terbaginya stok ikan tuna mata besar ini diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan perikanan tuna mata besar di basis penangkapannya yaitu di Bali, Cilacap dan Jakarta. Pengelolaan stok pada unit manajemen yang berbeda harus dilakukan secara terpisah. Pendugaan stok ikan tuna mata besar diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan informasi dalam melakukan pengelolaan stok ikan tuna mata besar. V. KESMPULAN 1. Struktur populasi ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta secara genetik adalah bervariasi dengan nilai rata-rata heterosigositas 5,33% dan nilai F ST sebesar 2. Stok ikan tuna mata besar yang didaratkan di Bali, Cilacap dan Jakarta terbagi menjadi dua berdasarkan jarak genetik yang dimiliki yaitu stok Bali-Cilacap dan stok Jakarta.

10 UCAPAN TERMAKASH Terimakasih penulis ucapkan kepada Program Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DKT) Tahun 2015 yang telah mendanai seluruh proses penelitian ini. Terimakasih juga penulis tujukan kepada bu Feni ranawati, S.Pi., M.Sc., Ph.D, bu Syarifah Hikmah Julinda Sari, S.Pi., M.Sc., dan bu Ledhyane ka Harlyan, S.Pi., M.Sc., atas kesempatan, bimbingan dan motivasinya. DAFTAR PUSTAKA Bahtiar, Andi, A. Barata, dan D. Novianto Taktik Penangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) Di Samudera Hindia Berdasarkan Data Hook Timer Dan Minilogger Fishing Tactics For Bigeye Tuna (Thunnus Obesus) n ndian Ocean Based On Hook Timer And Minilogger Data. Loka Penelitian Perikanan Tuna. Bali. Baldwin, Carole C., J. H. Mounts, D. G. Smith, and L. A. Weigt Genetic dentification And Color Descriptions Of Early Life-History Stages Of Belizean Phaeoptyx And Astrapogon (Teleostei: Apogonidae) With Comments On dentification Of Adult Phaeoptyx. Magnolia Press. Zootaxa. Pg Balloux, F and L. Moulin N The Estimation of Population Differentiation With Microsatellite Markers. Molecular Ecology. 11: Beaumont, Andy, Pierre B., and Kathrin H Biotechnology and Genetics n Fisheries and Aquaculture. Second Edition. Blackwell Publishing. USA. Bremer, J. R. A., B. Stequert, N.W. Robertson, and B. Ely Genetic Evidence For nter- Oceanic Subdivision Of Bigeye Tuna (Thunnus obesus) Populations. Marine Biology. 88: Chiang, Hsin-Chieh, C.C. Hsu, G. C. Wu, S.K. Chang, and H.Y. Yang Population structure of bigeye tuna (Thunnus obesus) in the ndian Ocean inferred from mitochondrial DNA. Fisheries Research. 140: Claire, Marie Loudon DNA Extraction. Fastbleep. Molecular Biology Articles. Diakses pada tanggal 20 November Faizah, Ria Biologi Reproduksi kan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) di Perairan Samudera Hindia. Skripsi. nstitut Pertanian Bogor. Bogor. Fauziyah dentifikasi, Klasifikasi dan Analisis Struktur Spesies Kawanan kan Pelagis Berdasarkan Metode Deskriptor Akustik. Tesis. nstitut Pertanian Bogor. Bogor. Nugraha Fonteneau, A., J. Ariz, A. Delgado, P. Pallares, and R. Pianet A Comparisson of Bigeye Stock and Fisheries n The Atlantic, ndian And Pacific Ocean. OTC-2004-WPTT-NF03. English/meetings/wp/wpttcurrent.php. Diakses pada tanggal 25 Februari Kunal, S. Priyaranjan, G. Kumar, and M. R. Menezes Genetic Variation in Yellowfin Tuna Thunnus Albacares (Bonnaterre, 1788) Along ndian Coast Using Pcr-Rflp Analysis of Mitochondrial Dna D-Loop Region. nternational Journal of Scientific Research. 3: Levene, H On A Matching Problem n Genetics. Ann Math Stat. 20: Lin, Wen-Feng, C. Y. Shiau, and D.F. Hwang dentification of Four Thunnus Tuna Species Using Mitochondrial Cytochrome b Gene Sequence and PCR-RFLP Analysis. Journal of Food and Drug Analysis. 13: Mertha,. G. Sedana, M. Nurhuda, dan A. Nasrullah Perkembangan Perikanan Tuna di Pelabuhan Ratu. Jurnal Lit. Perikanan ndonesia. 12: [OTC] ndian Ocean Tuna Commission Executive Summary of The Status of The Big Eye Tuna Resource. Report of the Eleventh Session of The Scientific Committe of The OCT. Pg Muhammad, Zakiatun, K. Puja, dan N. Wandia Polimorfise Lokus Mikrosatelit RMM185 Sapi Bali di Nusa Penida. ndonesia Medicus Veterinus. 1: Muliadi, Dudung dan J. Arifin Pendugaan Keseimbangan Populasi dan Heterozigositas Menggunakan Pola Protein Albumin Darah pada Populasi Doba Ekor Tipis (Javanese Thin Tailed) di Daerah ndramayu. Jurnal lmu Ternak. 10:

11 Nei, M Genetic Distance Between Populations. Am Nat. 106: Estimation of Average Heterozygosity and Genetic Distance From a Small Number of ndividuals. Genetics. 89: and S. Kumar Molecular Evolution and Phylogenetic. Oxford University Press. New York. Oktarianti, Rike dan M. Pristiwindari Pengkajian Polimorfise Protein Plasma Darah Pada kan Gurami (Osphronemus gourammy Lac) di Kabupaten Jember. Jurnal lmu Dasar. 8: Warwick, E. J., J. M. Astuti dan W. Hardjosubroto Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Yanagimoto, Takashi, T. Kitamura, and T. Kobayashi Genetic Stock of Walleye Pollock (Theragra chalcogrammma) nferred by PCR-RFLP Analysis of The itochondrial DNA and SNP Analysis of Nuclear DNA. Marine Genomics. 7: Yeh FC, Yang RC, and Boyle T POPGENE version 1.31 : Microsoft Window-based Freeware for Population Genetic Analysis. Edmonton, AB. University of Alberta Canada. Canada. Pertiwi, Ni Putu Dian dentifikasi kan Karang Famili Pseudochromidae (DOTTYBACK) Di Kawasan Coral Triangle. Tesis. Universitas Udayana. Denpasar. Pope, Kevin L Methods for Assessing Fish Populations.Artikel. University of Nebraska. Lincoln. Slatkin, M. and N. H. Barton A Comparison of Three ndirect Methods For Estiating Average Levels of Gene Flow. Evolution. 43: Takagi, Motohiro, T. Okamura, S. Chow, and N. Taniguchi PCR Primers for Microsatellite Loci in Tuna Species of the Genus Thunnus and its Application for Population Genetic Study. Fisheries Science. 64: Tunnisa, Ridha Keragaman Gen gf-1 Pada Populasi Kambing Kacang Di Kabupaten Jeneponto. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Walsh, P. Sean, D. A. Metzger, and R. Higuchi Chelex 100 as a Medium for Simple Extraction of DNA for PCR-Based Typing from Forensic Material. Biotechniques. 54:

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna mata besar (Thunnus obesus) atau lebih dikenal dengan bigeye tuna adalah salah satu anggota Famili Scombridae dan merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan tuna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI SAMUDERA HINDIA

KERAGAMAN GENETIK IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI SAMUDERA HINDIA Keragaman Genetik Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) di Samudera Hindia. (Nugraha B., et al.) KERAGAMAN GENETIK IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI SAMUDERA HINDIA Budi Nugraha, Dian Novianto dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

SKRIPSI. ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

SKRIPSI. ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) SKRIPSI ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Oleh: Ade Rosidin 10982008445 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1 ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1 (The Genetic Variation Analysis of Some Populations of Mahseer (Tor soro) Using

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Keragaman Molekuler pada Tanaman Lili Hujan (Zephyranthes spp.) Molecular Variance in Rain Lily (Zephyranthes spp.)

Keragaman Molekuler pada Tanaman Lili Hujan (Zephyranthes spp.) Molecular Variance in Rain Lily (Zephyranthes spp.) Vegetalika Vol.4 No.1, 2015 : 70-77 Keragaman Molekuler pada Tanaman Lili Hujan (Zephyranthes spp.) Molecular Variance in Rain Lily (Zephyranthes spp.) Tenti Okta Vika 1, Aziz Purwantoro 2, dan Rani Agustina

Lebih terperinci

RAGAM ALEL KELAPA PUDAK, PADMA, BLULUK DAN BUNGA DI KECAMATAN MANGGIS, KARANGASEM, BALI BERDASARKAN PENANDA DNA MIKROSATELIT

RAGAM ALEL KELAPA PUDAK, PADMA, BLULUK DAN BUNGA DI KECAMATAN MANGGIS, KARANGASEM, BALI BERDASARKAN PENANDA DNA MIKROSATELIT RAGAM ALEL KELAPA PUDAK, PADMA, BLULUK DAN BUNGA DI KECAMATAN MANGGIS, KARANGASEM, BALI BERDASARKAN PENANDA DNA MIKROSATELIT Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA TESIS POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA NI LUH MADE IKA YULITA SARI HADIPRATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS POLIMORFISME

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keragaman Haplotipe Ikan Malalugis Panjang sekuens mtdna ikan malalugis (D. macarellus) yang diperoleh dari hasil amplifikasi (PCR) dengan menggunakan pasangan primer HN20

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci : Soroh Pande, DNA Mikrosatelit, Kecamatan Seririt

Abstrak. Kata Kunci : Soroh Pande, DNA Mikrosatelit, Kecamatan Seririt Abstrak Soroh Pande merupakan salah satu dari soroh/klan di dalam masyarakat Bali yang tersebar di seluruh pulau Bali termasuk di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Penelitian soroh Pande ini bertujuan

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) DARI SAMPEL SIRIP IKAN HIU DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA PASANGAN PRIMER

AMPLIFIKASI GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) DARI SAMPEL SIRIP IKAN HIU DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA PASANGAN PRIMER AMPLIFIKASI GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) DARI SAMPEL SIRIP IKAN HIU DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA PASANGAN PRIMER (Amplification of Cytochrome Oxidase Subunit I (COI) Gene from Shark Fin Samples

Lebih terperinci

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Lampiran 1. Data dan analisis karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. 1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR GENETIK HIU Carcharhinus falciformis (SILKY SHARK) DI INDONESIA BERDASARKAN GEN CONTROL REGION DNA MITOKONDRIA

ANALISIS STRUKTUR GENETIK HIU Carcharhinus falciformis (SILKY SHARK) DI INDONESIA BERDASARKAN GEN CONTROL REGION DNA MITOKONDRIA TESIS ANALISIS STRUKTUR GENETIK HIU Carcharhinus falciformis (SILKY SHARK) DI INDONESIA BERDASARKAN GEN CONTROL REGION DNA MITOKONDRIA ANDRIANUS SEMBIRING NIM 1291261025 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

STUDI TENTANG GENETIKA POPULASI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) HASIL TANGKAPAN TUNA LONGLINE YANG DIDARATKAN DI BENOA BUDI NUGRAHA

STUDI TENTANG GENETIKA POPULASI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) HASIL TANGKAPAN TUNA LONGLINE YANG DIDARATKAN DI BENOA BUDI NUGRAHA STUDI TENTANG GENETIKA POPULASI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) HASIL TANGKAPAN TUNA LONGLINE YANG DIDARATKAN DI BENOA BUDI NUGRAHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RAGAM ALEL PADA TIGA LOKUS DNA MIKROSATELIT AUTOSOM MASYARAKAT SOROH PANDE DI KABUPATEN GIANYAR UNTUK KEPENTINGAN FORENSIK

IDENTIFIKASI RAGAM ALEL PADA TIGA LOKUS DNA MIKROSATELIT AUTOSOM MASYARAKAT SOROH PANDE DI KABUPATEN GIANYAR UNTUK KEPENTINGAN FORENSIK IDENTIFIKASI RAGAM ALEL PADA TIGA LOKUS DNA MIKROSATELIT AUTOSOM MASYARAKAT SOROH PANDE DI KABUPATEN GIANYAR UNTUK KEPENTINGAN FORENSIK Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL Disertasi HARY SUHADA 1231212601 Pembimbing: Dr. Ir. Sarbaini Anwar, MSc Prof. Dr. Ir. Hj. Arnim,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) insersi/ delesi

Lebih terperinci

ANALISIS JARAK GENETIK DAN FILOGENETIK KAMBING JAWA RANDU MELALUI SEKUEN DAERAH DISPLACEMENT LOOP (D-LOOP) DNA MITOKONDRIA.

ANALISIS JARAK GENETIK DAN FILOGENETIK KAMBING JAWA RANDU MELALUI SEKUEN DAERAH DISPLACEMENT LOOP (D-LOOP) DNA MITOKONDRIA. ANALISIS JARAK GENETIK DAN FILOGENETIK KAMBING JAWA RANDU MELALUI SEKUEN DAERAH DISPLACEMENT LOOP (D-LOOP) DNA MITOKONDRIA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Protein Plasma Darah Hasil analisis plasma darah dari lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 yang dilakukan pada itik lokal petelur Pegagan, Alabio, dan Mojosari divisualisasikan

Lebih terperinci

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU Della Rinarta, Roza Elvyra, Dewi Indriyani Roslim Mahasiswa Program

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan untuk mengisolasi DNA yaitu dengan cara fisik (penggerusan) dibantu oleh senyawa-senyawa kimia dengan metode tertentu sehingga didapat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keragaman bentuk kehidupan di bumi. Keanekaragaman hayati terjadi pada semua lingkungan mahluk hidup, baik di udara, darat, maupun

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Cyprinid salah satu yang populer diantaranya adalah ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio) merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan cukup

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

VARIASI GENETIK HIBRIDA IKAN GURAME DIANALISIS DENGAN MENGGUNAKAN MARKER RAPD

VARIASI GENETIK HIBRIDA IKAN GURAME DIANALISIS DENGAN MENGGUNAKAN MARKER RAPD Variasi genetik hibrida ikan gurame dianalisis dengan... (Estu Nugroho) VARIASI GENETIK HIBRIDA IKAN GURAME DIANALISIS DENGAN MENGGUNAKAN MARKER RAPD Estu Nugroho *), Sri Sundari *), dan Jatnika **) *)

Lebih terperinci

PENENTUAN VARIASI GENETIK IKAN BATAK (Tor soro) DARI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALISIS RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD)

PENENTUAN VARIASI GENETIK IKAN BATAK (Tor soro) DARI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALISIS RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) PENENTUAN VARIASI GENETIK IKAN BATAK (Tor soro) DARI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALISIS RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) SIDI ASIH, E. NUGROHO dan MULYASARI Balai Riset Perikanan Budidaya Air

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

RAGAM ALEL MIKROSATELIT BURUNG KAKATUA KECIL JAMBUL KUNING (Cacatua sulphurea)

RAGAM ALEL MIKROSATELIT BURUNG KAKATUA KECIL JAMBUL KUNING (Cacatua sulphurea) RAGAM ALEL MIKROSATELIT BURUNG KAKATUA KECIL JAMBUL KUNING (Cacatua sulphurea) I Gede Widhiantara, A.A.A Putri Permatasari, I Wayan Rosiana Program Studi Biologi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Sains, dan Teknologi,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

The Origin of Madura Cattle

The Origin of Madura Cattle The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... v vi viii ix x xiii

Lebih terperinci

DETEKSI SPESIES PADA PRODUK OLAHAN BAKSO DENGAN MULTIPLEX-PCR

DETEKSI SPESIES PADA PRODUK OLAHAN BAKSO DENGAN MULTIPLEX-PCR DETEKSI SPESIES PADA PRODUK OLAHAN BAKSO DENGAN MULTIPLEX-PCR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Program

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... viii Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xi Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP

SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP Disusun oleh: Bening Wiji NPM : 060800997 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2016. Preparasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Fakultas Teknobiologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keragaman genetik ikan endemik butini... (Jefry Jack Mamangkey)

PENDAHULUAN. Keragaman genetik ikan endemik butini... (Jefry Jack Mamangkey) KERAGAMAN GENETIK IKAN ENDEMIK BUTINI (Glossogobius matanensis) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN Jefry Jack Mamangkey *), Sulistiono **), Djadja

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini

Lebih terperinci

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP (Exon 3 Growth Hormone Gene Exploration in Etawah Grade, Saanen and Pesa by PCR-SSCP Method)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

Seminar Nasional Biologi 2010 I. Bidang Keanekaragaman Hayati SB/P/KR/01 IDENTIFIKASI GENOTIP HIBRIDA HASIL PERSILANGAN ANGGREK LOKAL Vanda tricolor Lindl. var suavis ASAL MERAPI DAN Vanda limbata Blume.

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci