ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONI"

Transkripsi

1 ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONI : KASUS DI KECAMATAN MANGARABOMBANG, KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN WIWIEK HIDAYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 ABSTRACT WIWIEK HIDAYATI. Analysis of Structure, Conduct and Market Performance of Seaweed: Case Study of Mangarabombang Sub District, the District of Takalar in South Sulawesi (DEDI BUDIMAN HAKIM as a chairman and RATNA WINANDI as a member of the advisory committee) Seaweed is one of the fisheries commodities could been increase rural farm incomes, absorb labors and increase foreign exchanges. Potential development of seaweed culture in South Sulawesi has not yet been optimally explored. There is a wide opportunity of seaweed both to increase production and export. The demand for seaweed also increases over time. However, farmers are still facing problem of low income earning from the seaweed culture that is being produced in the villages of Mangarabombang (Laikang, Punaga, Pattoppakang, Bontoparang and Panyangkalang),due to marketing problems, i.e. low price received by farmers that cause low income earning from seaweed culture. The objectives of the research were (1) to analyze the performance of seaweed marketing systems in term of market structure, conduct, and marketing performance, (2) to identify the institutional support of seaweed marketing, and (3) to identify the policy implication in term of seaweed marketing systems. The research was carried out from March to May 2009, involving 150 respondents out of the total seaweed farmers in five villages of Mangarabombang sub-district. The analysis method was Structure Conduct and Performance (SCP). The results showed that the market structure of seaweed was oligopsony. The supporting component of institutional formation has not been well organized; therefore, its function has not optimal yet. In this connection, there is a need to generate farmer s groups to improve it farmers negotiation power and to co-operate with institution providing assistance in developing seaweed marketing. Keywords: Seaweed, farmers, marketing, market structure, institutional support

3 RINGKASAN WIWIEK HIDAYATI. Analisis Struktur, Perilaku Dan Keragaan Pasar Rumput Laut Eucheuma Cottoni: Kasus Di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. (DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai Ketua dan RATNA WINANDI sebagai Anggota Komisis Pembimbing) Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya budidaya rumput laut tersebut, masyarakat pesisir didorong untuk semakin mengembangkan potensi produksi rumput lautnya karena budidaya rumput laut paling cepat mmemberikan pendapatan kepada para nelayan/petani rumput laut. Salah satu daerah yang memiliki potensi sebagai penghasil rumput laut bernilai ekonomis adalah Perairan Flores dan Teluk di Kecamatan Mangarabombang. Model usahatani rumput laut dapat dilakukan dengan skala kecil dan menengah (UKM) maupun industri besar dan dapat menyentuh langsung kehidupan masyarakat di daerah-daerah pesisir. Kebijakan Pemerintah terhadap pengembangan rumput laut tersebut diharapakan dapat mendorong kesempatan kerja (pro job), pertumbuhan ekonomi (pro growth) serta kesejahteraan masyarakat (pro poor) khususnya masyarakat di daerah-daerah pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis kinerja sistem pemasaran rumput laut, (2) menganalisis lembaga penunjang pemasaran dan kebijakan yang berkaitan dengan pemasaran rumput laut dan (3) mengidentifikasi implikasi kebijakan dari sistem pemasaran rumput laut di Kecamatan mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data bulanan harga rumput laut pada tahun Model penelitian ini merupakan suatu model yang menganalisis pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan struktur, perilaku dan kergaan pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut terdiri dari pedagang pengumpul yang berada di lokasi budidaya rumput laut, pedagang besar yang berada di lokasi ibukota kabupaten dan eksportir yang berada di ibukota provinsi. Struktur pasar rumput laut di tingkat pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportir bersifat oligopsoni (banyak penjual sedikit pembeli). Dengan demikian akan muncul pedagang yang paling dominan pada masing-masing tingkat lembaga dalam struktur pasar, sehingga pedagang tersebut menjadi pedagang yang memiliki pangsa pasar terbesar, dimana pedagang tersebut bertindak sebagai penentu harga dan memiliki jalur distribusi yang kuat. Pemasaran yang paling efisien terdapat pola pemasaran 2, kemudian diikuti oleh pola pemsaran 3. Kedua pola pemasaran tersebut adalah pola pemasaran yang memiliki ikatan mulai dari eksportir ke pedagang besar, pedagang besar ke pedagang pengumpul dan pedagang pengumpul ke nelayan/petani. Antara pedagang pengumpul dan nelayan/petani memiliki kesepakatan tidak tertulis, yaitu pedagang besar tidak diizikan untuk melakukan pembelian langsung ke nelayan/petani agar tidak terjadi permainan

4 harga. Komponen-komponen pembentukan lembaga penunjang tersebut terdiri dari pengaturan pasar, informasi pasar, penyuluhan dan pelatihan serta sumber dana. Saat ini komponen-komponen tersebut belum tertata dengan baik, sehingga kinerja dari lembaga penunjang di Kecamatan Mangarabombang belum optimal. Pola pemasaran yang menguntungkan nelayan/petani rumput laut dengan para pelaku pemasaran perlu dibentuk. Dengan cara membentuk kelompokkelompok tani yang tergabung dalam suatu lembaga (koperasi) yang dapat mengakomodir kepentingan nelayan/petani, sehingga dapat berjalan dan berkembang dengan baik. Sehingga kontinuitas rumput laut dapat terus berjalan dan berkembang. Penyediaan informasi pasar merupakan salah satu langkah yang perlu dikembangkan lebih lanjut agar nelayan/petani rumput laut dapat mengaksesnya dengan mudah. Dengan melakukan pendampingan dan pembinaan dalam mengakses informasi harga, pendanaan serta kemitraan. Serta pengembangan budidaya rumput laut melalui sistem kemitraan merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan karena dengan kemitraan, kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan dapat terlaksana dengan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Keywords: rumput laut, nelayan/petani, pemasaran, struktur pasar, lembaga penunjuang

5 Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

6 ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONI : KASUS DI KECAMATAN MANGARABOMBANG, KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN WIWIEK HIDAYATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Moh. Frdaus, SP, MSi (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor) Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang: Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)

8 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku dan Keragaan Pasar Rumput Laut Eucheuma Cottoni: Kasus di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis banyak mendapatkan bantuan dan masukan selama penelitian, baik berupa petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung hingga tersusunnya laporan penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc. dan Dr. Ir. Ratna Winandi, MS. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang sangat membantu selama penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MS. selaku Ketua Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan proses pembelajaran selama penulis kuliah di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian. 2. Dr. Moh. Firdaus, SP, MSi selaku Penguji Luar Komisi dan Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS selaku Penguji yang mewakili Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian

9 3. dan Pimpinan Sidang pada Ujian Tesis, yang telah memberikan masukan bagi perbaikan tesis ini. 4. Saudara-saudaraku terkasih (Kak Heri, Kak Kadafi, Kak riri, Rudi, Irda, Atong dan Nila) untuk doa dan dukungannya kepada penulis. 5. Teman-teman EPN angkatan 2007 (Desi, Dian, Mas Roni, Wanti, Mbak Asri, Pak Zul, Mas Ferry, Mas Ambar, Pak Adi, Pak Narta dan Pak Suryadi) untuk kebersamaan dalam suka dan duka selama perkuliahan dan proses penulisan tesis ini. 6. Seluruh staf Mayor EPN (Mbak Ruby, Mbak Yani, Mbak Aam, Ibu Kokom dan Pak Husein) yang selalu sabar dan menyediakan waktu untuk membantu penulis selama perkuliahan sampai akhir penulis menyelesaikan studi. 7. Teman-teman 132 (Kak Muli, Kak Suri dan Uni) untuk dukungan dan kebersamaannya di rumah kita. 8. Pihak-pihak lain yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namun telah banyak memberikan sumbang saran dan bantuan serta doa selama penulis kuliah di IPB. Secara khusus dengan penuh rasa cinta kasih dan hormat, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada budeku Prof. Dr. Ir. Sania Saenong, MS dan tantaku Nurhalia, Spd atas segala dukungan dan doanya untuk keberhasilan penulis. Terima kasih tak terhingga kepada yang tercinta Ayahanda Surya Wirawan Saenong dan Ibunda Siti Helfi yang dengan sabar dan tulus mendoakan dan memberikan dukungan moril untuk keberhasilan penulis. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Bogor, September 2009 Wiwiek Hidayati

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palopo, Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Mei 1978 dari orang tua tercinta Bapak Surya Wirawan Saenong dan Ibu Siti Helfi. Penulis merupakan putri kedua dari enam bersaudara. Pada tahun 1990, penulis menamatkan pemdidikan dasar di SD Inpres Watdek Tual, Maluku Tebggara. Pada tahun 1993 menamatkan pendidikan menengah di SMP Negeri 2 Maros dan pada tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Manokwari. Pada tahun 1996 penulis diterima pada program Diploma 3 Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan dan melanjutkan pada program Sarjana Ekonomi dengam bidang yang sama dan meraih gelar sarjana Ekonomi pada tahun Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, Sulawesi Selatan sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang. Penulis melanjutkan Program Magister Sains di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 dengan sponsor Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iv vi vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Keterbatasan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Komoditas Rumput Laut Tinjauan Studi Terdahulu III. KERANGKA KONSEPTUAL Structure Conduct Performance Model Konsep Pemasaran Efisiensi Pemasaran Kelembagaan Pelaku Pemasaran Elastisitas Transmisi Kerangka Pemikiran IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel i

12 Halaman 4.4. Metode Analisis Analisis Structure Conduct Performance Model Identifikasi Kinerja Lembaga Penunjang Pemasaran dan Kebijakan V. GAMBARAN UMUM RESPONDEN RUMPUT LAUT Luas Areal Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang Karakteristik Nelayan/Petani Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang Karakteristik Lembaga Pemasaran Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang Persyaratan Lokasi dan Lahan Metode Tali Panjang/Rawai VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Usahatani Rumput Laut Rantai Pemasaran Rumput Laut Nelayan/Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Eksportir Marjin Pemasaran, Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran Rumput Laut Struktur Pasar Konsentrasi Pasar Diferensiasi Produk Hambatan Masuk Pasar Informasi Pasar ii

13 Halaman 6.6. Perilaku Pasar Penentuan Harga Sistem Pembayaran Kerjasama Pemasaran Keragaan Pasar Analisis Marjin pemasaran dan Farmer s Share Elastisitas Transmisi Harga VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT Kinerja Lembaga Penunjang Pengaturan Pasar Informasi Pasar Penyuluhan dan Pelatihan Sumber Dana Implikasi Kebijakan VIII.KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Data Volume dan Nilai Produksi Rumput Laut di Sulawesi Selatan, Tahun Perbandingan Struktur Pasar Bersaing Sempurna, Monopolistik, Oligopoli dan Monopoli Komposisi Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian Kecamatan Mangarabombang Komposisi Nelayan/petani Rumput Laut Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Mangarabombang Komposisi Tingkat Pendidikan Para Pedagang dan Eksportir Analisis Usaha Rumput Laut Kering di Kecamatan Mangarabombang, Analisis Penerimaan Komposisi Biaya Usahatani Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang, Fungsi-fungsi Pemasaran yang Dilakukan Masing-masing Pelaku Pemasaran di Kecamatan Mangarabombang, Marjin Pemasaran dan Farmer s share Rumput Laut Eucheuma cottoni di Kecamatan Mangarabombang, Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran Rumput Laut Eucheuma cottoni di Kecamatan Mangarabombang, CR4 Pedagang Pengumpul di Kecamatan Mangarabombang, Persentase Rumput Laut yang Dihasilkan di Kecamatan Mangarabombang, Struktur Pasar Berbagai Tingkat Pemasaran Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang, Sistem Penjualan Rumput Laut Eucheuma cottoni di Tingkat Nelayan/Petani di Kecamatan Mangarabombang, iv

15 15. Analisis Elastisitas Transmisi Harga Pemasaran Rumput Laut Eucheuma cottoni di Kecamatan Mangarabombang, v

16 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Fluktuasi Harga Rumput Laut Eucheuma Cottoni Pendekatan Structure Conduct Performance Marjin Pemasaran Kerangka Pikir Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottoni dengan Metode Longline (rawai) Distribusi Volume Penjualan Rumput Laut Eucheuma cottoni di Kecamatan Mangarabombang Jalur Pemasaran Rumput Laut Eucheuma cottoni di Kabupaten Mangarabombang, Takalar vi

17 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Usahatani Rumput Laut Kering di Kecamatan Mangarabombang Analisis Penerimaan dan Komposisi Biaya Usahatani Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang vii

18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki perairan laut yang cukup luas dengan garis pantai sepanjang kilometer merupakan pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Perairan yang kaya akan mineral dan sinar matahari itu merupakan lahan subur untuk pertumbuhan rumput laut. Negara kepulauan yang memiliki potensi pengembangan rumput laut ini seyogyanya menjadi produsen utama komoditas rumput laut di pasar dunia. Areal strategis yang dapat digunakan untuk budidaya rumput laut di seluruh Indonesia meliputi wilayah seluas kurang lebih hektar. Potensi daerah sebaran rumput laut di Indonesia sangat luas, baik yang tumbuh secara alami maupun yang dibudidayakan di tambak tersebar hampir di seluruh wilayah seperti Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Anggadiredja, 2008). Potensi perairan laut yang dimiliki Indonesia tersebut, menjadikan sumberdaya laut sebagai salah satu sumber perekonomian yang sangat penting dan merupakan sumber mata pencarian nelayan yang hidup di desa-desa nelayan. Faktor musim dan kejenuhan daerah tangkap merupakan hambatan yang dialami oleh para nelayan dalam usaha penangkapan ikan untuk memperoleh hasil yang memadai. Selain itu, keterbatasan modal dan keterampilan yang dimiliki oleh para nelayan/petani rumput laut yang membuat mereka harus tetap mempertahankan keberlangsungan hidup keluarganya. Oleh karena itu, pengembangan usahatani pembudidayaan rumput laut merupakan peluang usaha yang cukup baik. Usaha pembudidayaan ini dapat dikerjakan para nelayan/petani rumput laut dengan

19 2 memanfaatkan tenaga kerja keluarga untuk bekerja pada pesisir pantai yang terlindungi. Usaha rumput laut, baik budidaya (on farm) maupun perdagangan (off farm) sangat prospektif. Rumput laut sangat berguna sebagai bahan makanan maupun bahan baku berbagai produk. Dengan bahan baku yang berlimpah dan meningkatnya penggunaan lahan untuk budidaya rumput laut, menjadikan rumput laut sebagai komoditas unggulan. Pada saat ini rumput laut telah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri agar-agar, karagenan, alginat, dan furselaran. Produk hasil ekstraksi rumput laut banyak digunakan sebagai bahan pangan, bahan tambahan, atau bahan campuran dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat, dan lain-lain. Selain itu rumput laut juga digunakan sebagai pupuk dan komponen pakan ternak atau ikan. Usahatani rumput laut ini sangat tepat untuk dikembangkan sebagai upaya penyediaan lapangan kerja dan memperluas kesempatan berusaha, meningkatkan pendapatan keluarga para nelayan rumput laut, meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan penerimaan devisa negara. Provinsi Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi yang memiliki potensi sumberdaya kelautan. Potensi pengembangan rumput laut pada areal seluas hektar di sepanjang kilometer garis pantai. Hal tersebut menyebabkan budidaya rumput laut dapat dilakukan di sepanjang pantai. Sulawesi Selatan adalah provinsi yang memiliki produksi rumput laut terbesar kedua setelah Negara Chili. Saat ini rumput laut yang dihasilkan Sulawesi Selatan adalah rumput laut jenis Gracilaria sp. dan Eucheuma cottoni 1. 1 Harian Fajar. Wawancara Khusus Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, Iskandar. Sulsel Menuju Industri rumput Laut. Kamis, 14 Agustus 2008.

20 3 Data statistik ekspor rumput laut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa produksi rumput laut tahun 2006 dari jenis Gracilaria sp. sebanyak ton atau persen dari total produksi nasional dan Eucheuma cottoni sebanyak ton atau persen dari total produksi nasional. Tercatat volume ekspor rumput laut pada tahun 2007 mencapai ton, menurun jika dibandingkan ekspor rumput laut pada tahun 2006 yang mencapai angka ton. Sementara itu realisasi ekspor komoditas rumput laut per posisi September 2008 terhadap Desember 2007 mengalami penurunan hingga persen atau ton turun menjadi ton. Namun dari sisi nilai, ekspor rumput laut tersebut mengalami peningkatan sebesar persen dari US$ pada September 2007 menjadi US$ pada September Pada tahun 2010 prediksi kebutuhan dunia akan rumput laut jenis Eucheuma sp. akan mencapai ton, prediksi produksi luar negeri akan mencapai ton, prediksi produksi Indonesia akan mencapai ton, sementara itu prediksi produksi Sulawesi Selatan hanya mencapai ton, sehingga masih memiliki peluang pasar yang cukup potensial dalam pengembangan rumput laut sebesar ton untuk memenuhi kebutuhan dunia akan rumput laut (Anggadiredja, 2007). Usahatani budidaya rumput laut perlu ditingkatkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan para nelayan/petani rumput laut. Salah satu faktor pendorong yang dapat meningkatkan minat nelayan/petani rumput laut untuk berproduksi adalah harga dari hasil produksi yang menguntungkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem pemasaran yang efisien perlu dikembangkan

21 4 untuk meningkatkan respon nelayan/petani. Pada Gambar 1, menunjukkan bahwa harga rumput laut pada tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan Philipinan sebagai salah satu Negara produsen rumput laut dunia mengalami gangguan dalam memproduksi rumput laut sehingga menyebabkan stok rumput laut di pasar internasional berkurang. Oleh sebab itu, permintaan akan rumput laut semakin banyak menyebabkan harga rumput laut menjadi tinggi. Harga rumput laut di tingkat eksportir mencapai Rp /kg, sementara itu harga bibit rumput laut tidak mengalami peningkatan. Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, 2009 Gambar 1. Fluktuasi Harga Rumput Laut Eucheuma Cottoni, Januari 2006-Mei 2009 Masyarakat nelayan/petani telah menjadikan kegiatan budidaya rumput laut sebagai sumber mata pencarian utama. Oleh karena itu, pengembangan budidaya rumput laut dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan perekonomian masyarakat nelayan/petani khususnya dan perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya. Oleh sebab itu, rumput laut dijadikan sebagai salah satu komoditas primadona dan unggulan daerah di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah-daerah sentra produksi rumput laut. Sehingga sangat penting untuk

22 5 dilakukan kajian-kajian tentang aspek-aspek pemasaran rumput laut di Provinsi Sulawesi Selatan Masalah Penelitian Pengembangan pembudidayaan rumput laut Sulawesi Selatan saat ini dilakukan di 16 kabupaten/kota yang memiliki pantai dan tambak. Daerah yang kini sedang dilakukan pengembangan budidaya rumput laut secara besar-besaran adalah Palopo, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Bone, Wajo, Sinjai, Selayar, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Makassar, Maros, Pangkep, Barru dan Pinrang. Jenis rumput laut yang dibudidayakan untuk daerah pesisir pantai adalah Eucheuma sp. Ini berarti bahwa potensi rumput laut Sulawesi Selatan terbuka lebar dan itu sangat tepat seiring dengan adanya kebijakan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk menjadikan Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi rumput laut dunia. Data produksi rumput laut selama periode pada Tabel 1, diketahui bahwa produksi rumput laut basah mengalami penurunan. Penurunan produksi rumput laut Sulawesi Selatan dari tahun 2002 sampai tahun 2006 adalah sebesar persen, dan penurunan produksi rumput laut Sulawesi Selatan pada tahun 2005 terhadap 2006 adalah sebesar 1.44 persen. Sedangkan penurunan nilai produksi rumput laut Sulawesi Selatan dari tahun 2002 sampai tahun 2006 adalah sebesar 9.24 persen dan penurunan nilai produksi rumput laut pada tahun 2005 terhadap tahun 2006 adalah sebesar 2.90 persen. Potensi pengembangan budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan cukup besar, namun belum seluruh areal potensial tersebut dimanfaatkan. Potensi

23 6 pengembangan rumput laut areal pesisir baru sekitar persen yang dimanfaatkan oleh para nelayan dari luas areal potensial yang dimiliki 2. Berdasarkan potensi yang dimiliki, maka bisa berpotensi menghasilkan rumput laut jenis Gracilaria sp. sebesar ton dan Eucheuma cottoni bisa mencapai ton sehingga secara keseluruhan dapat berproduksi sebesar ton per tahun. Produksi maupun ekspor rumput laut Sulawesi Selatan sudah sangat besar dan permintaan terhadap rumput laut Sulawesi Selatan juga semakin meningkat. Namun rendahnya harga yang diterima oleh para nelayan/petani rumput laut Sulawesi Selatan disebabkan adanya permasalahan dalam pemasaran. Tabel 1. Data Volume dan Nilai Produksi Rumput Laut di Sulawesi Selatan Tahun Tahun Volume (ton) Nilai (US $) Harga (US $/ton) Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006 Saat ini rantai pemasaran rumput laut masih menggunakan pola pemasaran pedagang lokal, antar pulau, dan eksportir yang hampir merupakan model yang sama di seluruh Indonesia. Nelayan/petani akan menjual hasil panennya pada pedagang lokal sebagai pengumpul di pulau atau koperasi. Dari pedagang lokal atau pedagang antar pulau dijual ke pedagang di kota. Selanjutnya, oleh pedagang di kota rumput laut dijual ke industri di dalam negeri dan eksportir. Pemasaran 2 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan

24 7 rumput laut di dalam negeri yang memiliki rantai pemasaran yang cukup panjang disebabkan oleh tersebarnya unit-unit budidaya rumput laut di berbagai wilayah di Indonesia. Dengan rantai pemasaran yang cukup panjang akan mempengaruhi efisiensi pemasaran (Anggadiredja, 2008). Saat ini hasil produksi rumput laut Indonesia berada di posisi kedua dunia setelah Chili. Dari data Bappeda Sulawesi Selatan pada bidang jasa dan perdagangan, rumput laut saat ini termasuk satu dari 10 komoditas ekspor yang menjadi primadona. Pada tahun 2005, sebanyak ton rumput laut diekspor ke berbagai negara dengan nilai ekspor mencapai US$ 4.5 juta. Selain diekspor, sebagian produksi rumput laut digunakan untuk memenuhi permintaan industri dalam negeri. Sekitar 53 persen produksi rumput laut Indonesia berasal dari nelayan/petani Sulawesi Selatan. Rumput laut yang dihasilkan adalah jenis Gracilaria sp. untuk bahan baku agar-agar dan Eucheuma cottoni untuk karagina. Masyarakat pesisir didorong untuk semakin mengembangkan potensi produksi rumput laut karena budidaya rumput laut paling cepat memberikan pendapatan kepada para nelayan/petani rumput laut. Salah satu daerah yang memiliki potensi sebagai penghasil rumput laut bernilai ekonomis adalah Perairan Flores dan Teluk di Kecamatan Mangarabombang. Model usahatani rumput laut dapat dilakukan dengan skala kecil dan menengah (UKM) maupun industri besar dan dapat menyentuh langsung kehidupan masyarakat di daerah-daerah pesisir. Kebijakan Pemerintah terhadap pengembangan rumput laut tersebut diharapakan dapat mendorong kesempatan kerja (pro job), pertumbuhan ekonomi (pro growth) serta kesejahteraan masyarakat (pro poor) khususnya masyarakat di daerah-daerah pesisir.

25 8 Perkembangan produksi rumput lau saat ini terkendala oleh masalah pemasaran. Masalah pemasaran tersebut terkait dengan aspek-aspek kelembagaan, jaringan pemasaran dan gap komunikasi antara nelayan/petani rumput laut dan pedagang serta eksportir. Dimana, bahan baku yang dipasok oleh nelayan/petani rumput laut tidak memenuhi kriteria preferensi (kualitas, kuantitas serta ketepatan waktu) dan harga jual yang terlalu tinggi, sehingga penjualan rumput laut sering tidak dapat memenuhi biaya produksi. Selain itu, para nelayan/petani rumput laut juga berhadapan dengan masalah lemahnya posisi nelayan/petani dalam menetukan harga dari hasil produksi. Perilaku pasar yang demikian dapat menyebabkan kondisi pemasaran mengalami masalah. Harga pembelian rumput laut ditentukan secara searah disebabkan oleh sistem informasi yang asimetri. Sehingga menyebabkan kondisi yang tidak kondusif untuk mendukung pengembangan produksi rumput laut. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa masalah yang ada pada proses pemasaran akan sangat berpengaruh terhadap usaha pengembangan budidaya rumput laut. Oleh sebab itu, permasalahan yang terjadi pada pengembangan rumput laut, khususnya dalam pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombang adalah: (1) lemahnya kelembagaan kelompok nelayan/petani rumput laut, (2) kualitas rumput laut masih rendah, (3) permintaan pasar tinggi, volume produksi masih kurang, (4) SDM pembudidaya masih rendah, (5) fluktuasi harga yang masih tinggi, dan (6) ketersediaan bibit yang berkualitas baik masih kurang. Dengan demikian, permasalahan utama yang penting untuk diketahui adalah bagaimana budidaya rumpu laut dan sistem pemasaran yang dilakukan oleh

26 9 nelayan/petani serta bagaimana lembaga penunjang dan kebijakan dari sistem pemasaran rumput laut yang ada di Kecamatan Mangarabombang Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis kinerja sistem pemasaran rumput laut eucheuma cottoni di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, yang meliputi struktur, perilaku dan keragaan pasar. 2. Mengidentifikasi lembaga penunjang pemasaran dan kebijakan yang berkaitan dengan pemasaran rumput laut eucheuma cottoni di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. 3. Mengidentifikasi implikasi kebijakan dari sistem pemasaran rumput laut eucheuma cottoni di Kecamatan mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada sektor pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Pembudidayaan rumput di Kecamatan Mangarabombang dilakukan sepanjang pesisir pantai. Aspek yang dianalisis dalam penelitian ini mencakup struktur pasar meliputi: konsentrasi pasar, diferensiasi produk, hambatan masuk pasar dan informasi pasar; perilaku pasar meliputi: penentuan harga, sistem pembayaran dan kerjasama pemasaran; dan keragaan pasar meliputi: marjin pemasaran, keuntungan lembaga pemasaran,

27 10 bagian keuntungan dan biaya pemasaran lembaga pemasaran, bagian yang diterima oleh nelayan, mengukur derajat konsentrasi penjual atau pembeli yang ada pada satu wilayah dalam pasar, dan elastisitas transmisi harga. Disamping itu juga mempelajari keragaan lembaga pemasaran dan lembaga penunjang pemasaran yang berkaitan dengan pemasaran rumput laut di Kabupten Takalar, Sulawesi Selatan Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu : 1. Rumput laut yang dibudidayakan oleh nelayan/petani rumput laut jenis Eucheuma cottoni. 2. Lokasi budidaya rumput laut di Provinsi Sulwesi Selatan tersebar di beberapa kabupaten, namun yang ditetapkan sebagai wilayah penelitian hanya pada Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar yang merupakan salah satu daerah sentra produksi rumput laut. Sehingga kesimpulan dari hasil penelitian hanya berlaku pada lokasi penelitian. 3. Harga input dan harga output yang dihasilkan dalam usahatani rumput laut ini menggunakan harga yang berlaku pada saat penelitian berlangsung, walaupun pada kenyataannya harga input dan harga output bervariasi sepanjang tahun. Hal tersebut menyebabkan hasil penelitian ini tidak dapat menggambarkan sistem pemasaran rumput laut secara komperhensif karena baru dilakukan satu kali penelitian dan belum diujikan pada lokasi-lokasi sentra produksi rumput laut lainnya.

28 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Rumput laut Rumput laut merupakan tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada substrak tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnya. Selain dapat melekat pada benda mati, rumput laut juga dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik. Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi dari biota tersebut untuk beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti substrak, salinitas, temperatur, intensitas cahaya, tekanan, dan nutrisi. Secara umum, rumput laut dijumpai tumbuh di daerah perairan yang dangkal dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Rumput laut memiliki sifat melekat (benthic) dan disebut juga benthic algae (Anggadiredja, 2008). Rumput laut atau seaweed sangat popular dalam dunia perdagangan. Dalam dunia ilmu pengetahuan, rumput laut dikenal sebagai algae atau masyarakat biasa menyebutnya ganggang. Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil perikanan dan sebagai sumber utama penghasil agar-agar, alginat dan karaginan yang banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, kosmetik, farmasi, dan industri lainnya seperti industri kertas, tekstil, fotografi, pasta dan pengalengan ikan. Oleh sebab itu, prospek rumput laut sebagai komoditas perdagangan semakin cerah, baik dalam memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun kebutuhan ekspor ke luar negeri.

29 12 Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut merupakan cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut di perairan Indonesia, hanya 18 jenis dari 5 genus yang sudah diperdagangkan. Dari kelima marga tersebut, hanya genus-genus Eucheuma dan Gracilaria yang sudah dibudidayakan. Rumput laut Eucheuma sp. mulai dibudidayakan secara masal pada tahun 1984 di Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Cening, Bali, serta Lombok Timur (NTB). Jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah jenis Eucheuma spinosum dengan bibit lokal dan Eucheuma cottoni dengan bibit asal Filipina. Sesuai dengan perkembangan pasar, saat ini yang lebih banyak dibudidayakan adalah Eucheuma cottoni. Keberhasilan budidaya rumput laut Eucheuma sp. sangat ditentukan oleh kondisi perairan yang berupa pasir kasar yang bercampur dengan pecahan karang, dengan kondisi substrat dasar seperti ini menunjukkan adanya pergerakan air yang baik sehingga cocok untuk budidaya. Sedangkan Gracilaria sp. Merupakan jenis rumput laut yang dapat dibudidayakan di muara sungai atau di tambak, meski habitat awalnya berasal dari laut. Hal ini terjadi karena tingkat toleransi hidup yang tinggi. Jenis rumput laut ini dapat ditanam secara polikultur dengan bandeng dan atau udang karena ketiganya memerlukan kondisi perairan yang sama untuk kelangsungan hidupnya Tinjauan Studi Terdahulu Berbagai kajian yang menggunakan pendekatan struktur, perilaku, dan keragaan pasar telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan adanya peran Pendekatan SCP dalam menganalisis produk-produk yang dipasarkan, diantaranya adalah hasil penelitian Kurniawan (2003). Secara

30 13 umum penelitian Kurniawan mengemukakan bahwa bentuk karakteristik kelembagaan pemasaran gaharu yang diterapkan adalah sistem patron-klien, struktur pasar gaharu baik ditingkat kelembagaan pengumpul, maupun pedagang kota adalah oligopsoni. Perilaku patron cenderung eksploitatif kepada kliennya sehingga klien yang merasa dirugikan akan merespon dengan mengurangi loyalitasnya kepada patron dimana perilaku ini menimbulkan moral hazard. Sementara itu dengan masalah yang sama yaitu kelembagaan, Slameto (2003), menganalisis kinerja kelembagaan pemasaran yang menyatakan bahwa struktur pasar pemasaran kakao cenderung pada kondisi oligopoli dengan perilaku pasar yang cenderung terjadi transaksi pada pedagang yang sama, dimana harga ditentukan oleh para pedagang karena belum dipatuhinya grading dan standarisasi produk. Hukama (2003), dalam penelitiannya tentang pemasaran jambu mete menjelaskan bahwa saluran pemasaran yang terbentuk tidak memberikan alternatif kepada petani, banyaknya pelaku pasar yang terlibat menyebabkan hambatan untuk masuk dan keluar pasar sangat besar, dimana praktek penentuan harganya didominasi oleh pedagang besar. Struktur pasarnya oligopsoni yang mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna. Margin pemasarannya sangat besar diakibatkan oleh banyaknya tambahan perlakuan-perlakuan pada produk. Penelitian Harsoyo (1999), tentang efisiensi pemasaran salak pondoh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan harga di tingkat pedagang pengecer terhadap perubahan harga di tingkat petani, apakah pasar salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta bagaimana distribusi margin pemasarannya. Alat analisis yang digunakan adalah elastisitas transmisi harga, analisis integrasi pasar, analisis margin pemasaran dan

31 14 farmer s share. Ia menemukan bahwa pemasaran komoditas salak pondoh sudah efisien. Dari analisis transmisi harga dan integrasi didapatkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat pedagang pengecer diteruskan ke tingkat petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut dan dari analisis margin pemasaran disimpulkan bahwa penyebaran margin cukup merata serta bagian harga yang dinikmati petani sudah cukup besar, yaitu lebih dari 70 persen. Penelitian tentang pemasaran rumput laut yang telah dilakukan oleh Hikmayani et al. (1997), menjelaskan tentang struktur pasar dan efisiensi pemasaran rumput laut di beberapa wilayah potensial di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode survey dan analisis data yang dilakukan adalah analisis saluran pemasaran, marjin pemasaran, struktur pasar serta efisiensi pemasaran rumput laut. Hasil analisis pemasaran yang dilakukan adalah lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang besar serta industri ataupun eksportir dan struktur pasar rumput laut bersifat oligopoli. Penelitian Zamroni (2005), tentang keragaan sosial ekonomi usaha budidaya dan pemasaran rumput laut di Bulukumba dan Palopo. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan social dengan menggunakan metode deskriptif, sedangkan pendekatan ekonomi menggunakan menggunakan analisis usaha yang menghitung biaya, keuntungan serta R/C ratio antara dua macam budidaya rumput laut. Hasil analisis menunjukkan bahwa budidaya Eucheuma sp dilakukan oleh masyarakat pesisir dengan menggunakan metode longline, sedangkan budidaya Gracilaria sp dilakukan di lahan tambak. Pelaku pemasaran pada Eucheuma sp dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pedagang tingkat 1, pedagang tingkat 2 dan pedagang besar. sedangkan untuk

32 15 Gracilaria sp terdiri dari dua pelaku, yaitu pedagang tingkat 1 dan pedagang besar. Besarnya nilai marjin pemasaran bervariasi dan nilai tersebut digunakan sebagai biaya transportasi, tenaga kerja, sewa tempat dan pengepakan. Berdasarkan analisis usaha, kedua usaha budidaya tersebut layak untuk dikembangkan karena mempunyai nilai kelayakan lebih dari satu. Dan penelitian Yusuf (2005), tentang potensi pasar rumput laut di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif tabulasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rumput laut memiliki potensi pasar yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan rumput laut, dimana industri rumput laut Indonesia harus memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri ton dan pasar luar negeri ton. Sedangkan di pasar internasional ternyata rumput laut Indonesia memiliki pangsa pasar sebesar 15 persen, ini berarti Indonesia berada pada posisi nomor dua setelah Philipina yang memasok hampir 80 persen kebutuhan pasar dunia. Jika dilihat dari negara tujuan ekspor ternyata pasar Asia yang mengimpor rumput laut Indonesia yang terbesar adalah pasar Asia. Rumput laut Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar sehingga perlu adanya upaya peningkatan volume produksi rumput laut yang dibarengi dengan kualitas/mutu sesuai standar yang diinginkan oleh konsumen baik dalam maupun luar negeri.

33 III. KERANGKA KONSEPTUAL 3.1. Structure-Conduct Performance Model Pendekatan Structure, Conduct, and Performance (SCP) adalah pendekatan organisasi pasar atau pelaku pasar yang mencakup atau mengkombinasikan semua aspek dari sistem tataniaga, yaitu S (market structure/struktur pasar), C (market conduct/perilaku pasar), dan P (market performance/keragaan pasar). SCP merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi di pasar. Sistem analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh Joe Bain dalam bukunya Industrial Organization yang menjelaskan mengenai hubungan yang dapat diramalkan antara struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar (Joe Bain dalam Asmarantaka, 2008). Struktur pasar akan mempengaruhi perilaku pasar dalam pasar yang secara bersama-sama menentukan keragaan pasar secara keseluruhan. Penelitian tentang kompleksitas masalah sistem pemasaran dapat menimbulkan kerancuan tanpa adanya sistem atau organisasi yang mengarahkan penelitian, sehingga apa yang menjadi dasar pemikiran dan apa latar belakangnya tidak menjadi jelas. Oleh sebab itu, pendekatan yang dilakukan pada dasarnya adalah pendekatan deskriptif, yaitu pendekatan SCP untuk mengevaluasi sistem pemasaran dan memberikan saran perbaikan. Satu pendekatan penting dalam studi market performance, antara lain adalah studi organisasi melalui analisis struktur pasar, yang menunjukkan hubungan yang nyata antara karakteristik struktur pasar dan kompetisi perilaku

34 17 para pelaku pasar dan dalam hal ini berpengaruh pada keragaan pasar (Dessalegn et al. 1998). Diantara karakteristik struktur yang terbesar dari pasar adalah tingkat konsentrasi, yaitu jumlah para pelaku pasar, ukuran distribusinya, dan kasus kesulitan relatif untuk para pelaku untuk amannya masuk pasar. Pelaku pasar merujuk pada kebiasaan atau strategi yang mereka gunakan sehubungan dengan penentuan harga, pembelian, penjualan dan lain-lainnya yang mungkin menggunakan bentuk informal kerjasama atau kolusi. Beberapa pendekatan dapat digunakan dalam studi pemasaran (Purcell, 1979; Kohls dan Uhl, 2002) adalah : 1. Pendekatan produk (the commodity approach). Pada pendekatan ini, ditelaah atau dibahas segala aspek barang atau komoditi mulai dari titik produksi sampai ke titik konsumsi, misalnya tentang sifat-sifat khas dari barang, lembaga yang mentransfer, sumber-sumber permintaan dan penawaran, fasilitas pemasaran serta peraturan pemerintah yang berhubungan dengan barang yang bersangkutan. 2. Pendekatan fungsi (the functional approach). Pada pendekatan ini, pemasaran ditelaah dari sisi fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan. Beberapa fungsi pemasaran tersebut adalah: (1) fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), (2) fungsi fisik (penyimpanan, transportasi dan prosessing), dan (3) fungsi fasilitas (standarisasi, keuangan/modal, resiko, dan penelitian pasar). 3. Pendekatan institusi (the institutional approach). Pada pendekatan ini, evaluasi pemasaran dilakukan dengan mempelajari perantara dan struktur bisnis yang membentuk proses pemasaran. Dalam pendekatan serba fungsi dititikberatkan pada apa yang dikerjakan oleh siapa, sedangkan dalam

35 18 pendekatan institusi difokuskan pada siapa yang mengerjakan fungsi pemasaran. 4. Pendekatan perilaku (the behavioral systems approach). Dalam pendekatan ini, yang dianalisis adalah kegiatan yang ada dalam proses pemasaran, seperti perubahan dan perilaku lembaga pemasaran. Institusi pemasaran merupakan organisasi bisnis atau pelaku pasar yang membangun kegiatan proses pemasaran. Dalam pendekatan ini elemen manusianya mendapatkan penekanan. Pendekatan institusional dapat membantu untuk memahami mengapa ada perantara dalam industri. Pendekatan fungsional dan institusional sangat berguna untuk menganalisis keberadaan aktivitas pemasaran. Menurut Gonarsyah (2003), analisis mengenai struktur pasar meliputi konsentrasi penjual dan pembeli, halangan untuk keluar masuk pasar serta tingkat diferensiasi produk yang dihasilkan. Sementara analisis perilaku pasar dapat dilihat bagaimana kebijakan penetapan harga, kompetisi non-harga yang muncul serta pengeluaran untuk iklan menyangkut produk yang dihasilkan. Dan dari analisis perilaku pasar, maka dapat dianalisis keragaan pasar yang tercermin dari tingkat harga yang ditetapkan suatu industri, tingkat keuntungan yang diperolehnya, investasi dan kegiatan riset dan pengambangannya. Pada Gambar 2 menunjukkan hubungan SCP, dimana dalam struktur pasar terdapat tiga elemen pokok yaitu pangsa pasar (market concentration) dan hambatan-hambatan untuk masuk pasar (barrier to entry). Perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh pelaku pasar dan juga pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar dapat

36 19 dikelompokkan menjadi perilaku dalam strategi harga, perilaku dalam strategi produk dan perilaku dalam strategi promosi. Kinerja industri biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan kesinambungan dalam distribusi. Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran pada struktur pasar tertentu dalam melaksanakan strateginya dan kemampuannya dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Sedangkan keragaan pasar adalah gabungan antara struktur pasar dan perilaku pasar yang pada kenyataannya terjadi interaksi antar struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar yang tidak selalu linier, tetapi terkadang bersifat kompleks dan saling mempengaruhi. Structure Conduct Performance Sumber: Firdaus et al Gambar 2. Pendekatan Structure Conduct Performance Tipikal analisis model SCP untuk mengkaji keragaan pasar yang umumnya berdasarkan: 1. Apakah margin pemasaran dari beberapa perilaku dalam sistem pemasaran konsistensi dengan biayanya. 2. Apakah tingkat konsentrasi pasar cukup rendah (dan jumlah perusahaanperusahaan yang melakukan operasional dalam suatu pasar cukup besar) umumnya diasumsikan bahwa suatu pasar dikatakan bersaing jika: (1) banyak pembeli dan penjual dalan satu pasar, (2) tidak satupun dari pelaku pasar yang ada memiliki kekuatan yang dominan untuk menekan pesaingnya, (3) tidak

37 20 satupun yang membuka atau menyembunyikan keterlibatan diantara para pelaku pasar terkait dengan penentuan harga dan keputusan-keputusan pemasaran lainnya, (4) tidak ada pembatasan yang dapat menghalangi dalam mengakses sumberdaya, (5) para pembeli dan penjual bebas masuk pasar tanpa ada perlakuan khusus terhadap kelompok tertentu atau individu tertentu, dan (6) produk yang ada homogen, sehingga para konsumen merasa tidak beda diantara barang yang ditawarkan dari berbagai jalur alternatif, untuk menjamin kompetisi, yang asumsinya dapat menyebabkan penurunan biaya sampai pada taraf terendah (Dessalegn et al. 1998). Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang sangat penting untuk diketahui karena akan mempengaruhi pembentukan harga suatu komoditas pada tiap lembaga pemasaran. Oleh karena itu harga yang diterima produsen dan harga yang dibayar oleh konsumen akhir akan menentukan seberapa besar marjin pemasarannya. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti ukuran dan konsentrasi, deskripsi produk dan difersifikasi produk, syarat-syarat kemudahan memasuki pasar dan sebagainya. Struktur pasar dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan Indeks Herfindahl untuk melihat derajat konsentrasi penjual atau pembeli pada pasar rumput laut yang berada pada satu wilayah yang akan menunjukkan bentuk dari pasar pada wilayah tersebut. Martin (1993) dalam Andriyanty (2005), menggunakan ukuran Indeks Herfindahl untuk mengukur derajat konsentrasi penjual atau pembeli yang ada pada suatu wilayah dalam pasar. Indeks Herfindahl

38 21 ini hanya menunjukkan kecenderungan struktur pasar, apakah pasar mengarah pada bentuk pasar yang monopolistik atau bentuk pasar yang bersaing sempurna. Concentration Ratio (CR) juga merupakan metode untuk mengukur derajat konsentrasi pasar. Cara penghitungan melalui CR terbagi atas CR1, CR2, CR3, CR4 dan lainnya, tergantung kebutuhan dan kondisi struktur pasar yang akan dinilai. Angka 1, 2 dan seterusnya mengindikasikan jumlah share perusahaan yang akan dinilai CR-nya. Rasio konsentrasi merupakan akumulasi share perusahaan utama dalam industri, atau persentase dari total output masing-masing perusahaan yang mendominasi industri atau pendapatan penjualannya, dibagi dengan total output atau penjualan keseluruhan industri (rasio pangsa pasar relatif dari total output industri). Sementara perilaku dan keragaan pasar dianalisis melalui indikator marjin pemasaran di antara lembaga-lembaga pemasaran rumput laut di Sulawesi Selatan. Dimana, indikator ini didasarkan pada konsep efisiensi pemasaran yang menekankan pada kemampuan meminimkan biaya-biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Perilaku pasar merupakan tingkah laku dari lembaga pemasaran dalam menghadapi struktur pasar tertentu dalam rangka mendapatkan keuntungan tertentu. Menurut Purcell (1979), kriteria untuk mengidentifikasi perilaku pasar adalah penetapan kebijakan harga, tingkat persaingan non harga, kegiatan periklanan, dan kegiatan dalam mengubah pangsa pasar. Perilaku pasar menggambarkan tingkah laku kegiatan pembeli dan penjual, penentuan harga, dan siasat pasar seperti potongan harga, perilaku curang dalam menimbang atau kolusi untuk mencapai tujuannya masing-masing.

39 22 Pada Tabel 2, sisi ekstrim pasar bersaing sempurna adalah pasar monopoli atau monopsoni. Pasar monopoli ciri utamanya adalah pembeli tunggal. Oligopoli adalah pasar dengan beberapa penjual, sedangkan oligopsoni adalah dengan beberapa pembeli. Pasar monopolistik adalah situasi diantara pasar bersaing sempurna dan oligopoli, yaitu terlalu banyak perusahaan namun pasar tidak cukup kriteria tersebut menjadi pasar bersaing sempurna. Pada umumnya struktur pasar hasil-hasil pertanian di pedesaan adalah pasar monopsoni atau oligopsoni. Pasar tersebut ditandai oleh banyaknya penjual. Pada hakekatnya pedagang-pedagang yang beroperasi di dalam pasar dikuasai oleh satu orang atau beberapa cukong saja. Timbulnya pasar tersebut karena kurangnya persaingan diantara para pedagang yang jumlahnya sedikit. Para pedagang dikuasai oleh satu atau beberapa pedagang tertentu sehingga terbentuk persekongkolan yang pada akhirnya akan menciptakan pembeli tunggal. Tabel 2. Perbandingan Struktur Pasar Bersaing Sempurna, Monopolistik, Oligopoli dan Monopoli Keterangan Bersaing Monopolistik Oligopoli Monopoli Sempurna Jumlah penjual Sangat banyak Banyak Sedikit Satu Kesamaan Identik Berbeda Sama atau Unik, tidak produk homogen beberapa variasi berbeda memiliki produk Kemudahan perusahaan baru masuk Kemampuan mempengaruhi harga Mudah/tidak ada rintangan Sumber: Kohls dan Uhl, 2002 Relatif mudah Tidak dapat Sedikit, tapi dibatasi oleh adanya barang subtitusi Sulit/ada rintangan signifikan Mampu tapi memperhitungkan perilaku pesaing subtitusi Sulit/ada hambatan Mampu, kecuali ada regulasi Struktur pasar dapat diketahui dengan menganalisis karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan

40 23 resultan atau saling mempengaruhi dari perilaku pasar dan keragaan pasar. Perilaku pasar dapat dianalisis dengan melihat perilaku partisipan, strategi atau reaksi yang dilakukan oleh partisipan pasar baik secara individu maupun kelompok yang saling kompetitif. Sedangkan keragaan pasar dianalisis dengan melihat dari hasil atau pegaruh dari struktur pasar dan keragaan pasar yang dalam kenyataan dapat terlihat dari produk atau output, harga, dan biaya pada pasarpasar tertentu, yaitu : efisiensi harga atau biaya produksi, biaya promosi penjualan termasuk didalamnya nilai informasi, volume penjualan, dan efisiensi pertukaran Konsep Pemasaran Definisi pemasaran produk atau komoditi pertanian yang merujuk pada produksi produk dari tingkat usahatani ke lokasi konsumsi, hal ini disebut dengan pendekatan gerbang pertanian (farm gate). Pemasaran adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran. Kohls dan Uhl (2002), mendefinisikan pemasaran pertanian sebagai sistem dimana pemasaran sebagai kegiatan bisnis yang melibatkan beberapa alur produk pangan dan melakukan pelayanan mulai dari awal proses produksi sampai pada seluruh segmen konsumen akhir. Lamb (2001), berpendapat dari segi ekonomi, pemasaran merupakan tindakan atau kegiatan yang produktif, menghasilkan pembentukan kegunaan, yaitu kegunaan waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan, sehingga mempertinggi nilai guna dari suatu barang yang diminta atau dibutuhkan oleh konsumen.

41 24 Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas yang menyalurkan barang dan jasa dari titik produsen ke titik konsumen. Menurut Hammond dan Dahl (1977), pemasaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang merupakan tahapan-tahapan fungsi yang dibutuhkan untuk membentuk atau mengubah input atau produk mulai titik awal produksi sampai ke titik akhir konsumen. Berdasarkan definisi tersebut, pemasaran merupakan suatu proses berkesinambungan dan pada akhirnya membentuk suatu sistem dimana rangkaian kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan terkoordinasi agar barang dan jasa tersebut dapat bergulir lancar dari tangan produsen ke tangan konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen akhir. Oleh karena tujuan dari pemasaran adalah memenuhi kebutuhan konsumen akan produk dan jasa melalui pertukaran, sehingga dengan mengusahakan agar pembeli memperoleh barang dan jasa yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat merupakan fungsi dan peranan dari pemasaran. Purcell (1979), Gonarsyah (1996/1997), serta Khols dan Uhl (2002), menjelaskan bahwa analisis sistem pemasaran dapat juga dikaji melalui pendekatan stuktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar. Dimana dikenal lima pendekatan dalam analisis pasar yaitu pendekatan fungsi, kelembagaan, pendekatan komoditas, pendekatan system, dan pendekatan permintaanpenawaran. Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan antara pembeli dan penjual yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Ukuran untuk melihat struktur pasar antara lain konsentrasi pasar, kebebasan keluar-masuk calon penjual, dan

42 25 diferensiasi produk. Perilaku pasar merupakan seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuannya masing-masing. Sementara itu keragaan pasar dapat diukur dengan beberapa ukuran, perilaku pasar diukur melalui perubahan harga, biaya, marjin serta distribusi pemasaran, jumlah komoditas yang diperdagangkan, dan elastisitas harga Efisiensi Pemasaran Efisiensi sering digunakan di pertanian dalam mengukur keragaan pasar. Peningkatan efisiensi merupakan tujuan umum dari pada nelayan/petani, lembaga pemasaran, konsumen, masyarakat umum dan pemerintah. Semakin tinggi efisiensi pemasaran berarti keragaan pasar semakin baik, demikian pula sebaliknya. Secara normatif pemasaran yang efisien adalah pasar persaingan sempurna tetapi struktur pasar ini pada kenyatannya tidak dapat ditemukan. Ukuran efisiensi pemasaran adalah kepuasan dari konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat di dalam mengalirkan produk atau komoditas mulai dari nelayan/petani sebagai produsen sampai ke konsumen akhir. Purcell (1979), menyatakan efisiensi pemasaran dapat ditinjau dari input-output yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga, dimana efisiensi operasional diukur dengan marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan dan biaya, sedangkan efisiensi harga diukur melalui korelasi harga dan elastisitas transmisi harga untuk komoditi yang sama pada berbagai tingkat pasar. Menurut Rogers (1986) dalam Hukama (2003), harga yang efisien adalah yang terkait dengan produksi yang sesuai dalam jumlah yang tepat, tingkat biaya

43 26 yang optimal, alokasi sumberdaya yang tepat dan penyaluran yang tepat. Pasar yang tidak efisien terjadi apabila biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk atau komoditas yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh sebab itu efisiensi pemasaran terjadi jika: (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, (2) persentase perbaikan harga yang dibayarkan konsumen kepada produsen tidak terlalu tinggi, (3) tersedia fasilitas fisik pemasaran, dan (4) adanya kompetisi pasar yang sehat. Belum efisiennya pemasaran dari sistem tersebut akan menyebabakan aspek pemasaran ditentukan oleh peran lembaga-lembaga pemasaran. Menurut Tomek dan Robinson (1982), dalam menyampaikan komoditas hasil pertanian dari produsen ke konsumen terdapat biaya pemasaran sehingga terdapat perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Perbedaan ini disebut marjin pemasaran. Marjin dapat didefinisikan dengan dua cara, yaitu (1) marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima nelayan/petani atau (2) marjin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa pemasaran. Analisis marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi margin pemasaran yang terdiri dari biaya dan keuntungan dari setiap aktivitas lembaga pemasaran yang berperan aktif, serta untuk mengetahui bagian harga (farmer share) yang diterima oleh nelayan. Dengan kata lain analisis margin pemasaran dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetensi dari para pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran. Semakin panjang rantai pemasaran, maka biaya

44 27 pemasaran akan semakin besar dan semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran pemasaran suatu komoditas, maka marjin pemasaran akan semakin besar pula. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak yang terlibat baik produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen memperoleh kepuasan dengan adanya aktifitas pemasaran. Gambar 3 menjelaskan, bahwa kurva permintaan primer yang berpotongan dengan kurva penawaran turunan membentuk harga di tingkat pengecer (P r ). Sedangkan kurva permintaan turunan berpotongan dengan kurva penawaran primer membentuk harga di tingkat nelayan (P f ). Hubungan antara kurva permintaan primer (D r ) dengan kurva permintaan turunan (D f ) adalah pada jumlah barang sebanyak Q, maka harga di tingkat pengecer sebesar P r dan harga di tingkat petani sebesar P f. Sedangkan hubungan antara kurva penawaran primer (S f ) dengan kurva penawaran turunan (S r ) adalah pada jumlah penawaran sebesar Q, dengan asumsi tidak ada stok sehingga Q r dan Q f adalah sama, maka harga di tingkat pengecer sebesar P r dan harga di tingkat nelayan sebesar P f. Kohls dan Uhl (2002), menjelaskan bahwa proses pemasaran melibatkan berbagai kegiatan dan tingkah laku manusia dalam menyalurkan produk sampai ke tangan konsumen. Analisis margin pemasaran bertujuan untuk melihat efisiensi pemasaran yang diindikasikan oleh besarnya keuntungan yang diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran. Dimana, harga yang dibayarkan konsumen adalah harga di tingkat pengecer. Semakin tinggi proporsi harga yang diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran relatif terhadap harga yang dibayarkan konsumen dan atau relatif terhadap biaya pemasaran terkait dengan fungsi-fungsi

45 28 pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing pelaku pemasaran. Menurut Lau dan Yotopoulus (1971), efisiensi teknis sebagai hasil produksi yang dapat dicapai untuk suatu kombinasi faktor produksi yang diberikan, efisiensi harga (alokatif) didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan dengan menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan dengan harga inputnya, sedangkan efisiensi ekonomis adalah gabungan antara efisiensi teknis dan efisiensi harga. Rp Sf Sr Pr MP Nilai Marjin Pemasaran (VMM) (Pr Pf).Qrf Pf Dr Df Q 0 Q r,f Biaya pemasaran (pembayaran untuk faktor-faktor produksi) Upah Bunga Sewa Laba Biaya pemasaran (pembayaran untuk lembaga pemasaran) Pedagang Eceran Pedagang Grosir Pedagang Pengolah Pedagang Pengumpul Sumber: Hammond dan Dahl, 1977 Gambar 3. Marjin Pemasaran Konsep marjin pemasaran sangat erat kaitannya dengan bagian harga yang diterima nelayan (farmer s share), karena bagian harga yang diterima oleh

46 29 nelayan/petani merupakan bagian dari harga yang dibayarkan konsumen yang dinyatakan dalam persentase. Hal ini dilakukan untuk mengetahui porporsi harga yang berlaku di tingkat konsumen yang dinikmati nelayan, atau untuk mengetahui bagian harga yang diterima nelayan dari harga di tingkat pedagang pengecer. Semakin panjang rantai pemasaran maka biaya pemasaran akan semakin besar dan semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran pemasaran suatu komoditas, maka marjin pemasaran akan semakin besar, sehingga bagian harga yang diterima oleh nelayan akan semakin kecil. Hal tersebut tidak hanya berkaitan dengan panjang atau pendeknya rantai pemasaran, tetapi juga fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan, sehingga dapat mengakibatkan dorongan untuk berproduksi menjadi kurang. Marjin pemasaran dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu dari sudut pandang harga dan biaya pemasaran. Marjin pemasaran merupakan selisih harga yang dibayarkan konsumen akhir dan harga yang diterima oleh produsen. Menurut Hammond dan Dahl (1977), marjin pemasaran merupakan perbedaan harga di tingkat nelayan (P f ) dengan harga di tingkat konsumen (P r ). Marjin pemasaran hanya diperoleh dari perbedaan harga, tidak berkaitan langsung dengan kuantitas yang dipasarkan. Margin pemasaran yang dikalikan dengan kuantitas yang ditawarkan adalah menghasilkan Nilai Margin Pemasaran atau Value of Marketing Margin (VMM). Menurut Atmakusuma (1984), biaya pemasaran adalah biayabiaya yang dikeluarkan dalam proses pengaliran komoditi dari produsen sampai kepada konsumen yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya. Biaya pemasaran pada dasarnya adalah semua biaya yang mencakup dalam hal pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, diantaranya adalah biaya

47 30 pengangkutan, pengemasan, tenaga kerja, pajak, standarisasi, penyimpanan, pengolahan, resiko, dan informasi pasar Kelembagaan Pelaku Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang melakukan aktivitas bisnis pemasaran dalam menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), lembaga pemasaran merupakan badan-badan atau lembaga, baik perorangan maupun kelembagaan yang berusaha dalam bidang pemasaran yang menggerakkan barang dari titik produsen sampai ke titik kepada konsumen akhir melalui penjualan. Lembaga pemasaran timbul disebabkan karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh barang dan jasa yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen. Dengan adanya lembaga pemasaran maka fungsifungsi pemasaran dapat berjalan dengan baik guna memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen semaksimal mungkin. Dari jasa lembaga pemasaran tersebut konsumen memberi balas jasa berupa margin pemasaran. Rumput Laut merupakan komoditi ekspor yang tidak dikonsumsi langsung oleh nelayan. Lokasi rumput laut yang tersebar mengakibatkan diperlukannya lembaga pemasaran untuk memindahkan rumput laut tersebut dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Tersebarnya unit-unit produksi rumput laut ini dapat menimbulkan struktur pasar yang tidak bersaing sempurna (Anwar, 1995). Oleh karena itu aspek kelembagaan pemasaran menjadi hal harus diperhatikan. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat di dalam proses pemasaran produk-

48 31 produk perikanan sangat beragam sekali tergantung dari jenis yang dipasarkan. Ada komoditi yang melibatkan banyak lembaga pemasaran dan ada pula yang melibatkan hanya sedikit lembaga pemasaran. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran banyak, satu lembaga pemasaran dapat melakukan satu atau lebih fungsi pemasaran, serta adanya kekuatan pembeli dan penjual dalam menentukan harga. Aliran produk-produk dari produsen sampai kepada konsumen akhir disertai dengan peningkatan nilai guna, dimana peningkatan nilai guna tersebut hanya akan terwujud apabila terdapat lembaga-lembaga pemasaran yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasarannya atas komoditi rumput laut tersebut. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut akan mempengaruhi panjang pendeknya rantai pemasaran dan besarnya biaya pemasaran. Besarnya biaya pemasaran akan mengarah pada semakin besarnya perbedaaan harga antara nelayan/petani sebagai produsen rumput laut dengan konsumen. Hubungan antara harga yang diterima oleh para nelayan produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen. Apabila semakin besar margin pemasarannya akan menyebabkan harga yang diterima oleh nelayan/petani produsen rumput laut semakin kecil dan semakin mengindikasikan sebagai sistem pemasaran yang tidak efisien (Tomek dan Robinson, 1990). Lembaga pemasaran pada hakikatnya berfungsi untuk memberikan pelayanan kepada konsumen dengan melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi fisik, fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas. Dalam memilih saluran pemasaran, ada beberapa yang perlu dipertimbangkan seperti : (1) pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sebagai sasaran akhir yaitu mencakup potensi

49 32 pembeli, geografi pasar, kebiasan membeli dan volume pesanan, (2) pertimbangan produk yang meliputi nilai barang perunit, berat barang, tingkat kesukaran, sifat teknis barang, apakah barang tersebut memenuhi pesanan dan pasar, (3) pertimbangan intern perusahaan yang meliputi besarnya modal dan sumber permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran dan pelayanan, dan (4) pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran yaitu kesesuain lembaga perantara dengan kebijakan perusahaan. Menurut Abbott dan Makeham (1990) bahwa, ada beberapa hal yang dapat menunjang keberhasilan suatu proses pemasaran, yaitu : 1. Pengaturan pasar. Pemasaran dapat berjalan dengan baik apabila ada kekuatan legal yang memaksa dalam perjanjian dan adanya perlindungan yang melawan praktek-praktek kecurangan atau penggelapan. 2. Informasi pasar. Informasi sangat diperlukan oleh produsen, pedagang dan konsumen untuk terjadinya efisiensi dalam mekanisme pasar. Informasi pasar ini akan membantu menyeimbangkan permintaan dan penawaran dan menghindari banjirnya produk kedalam pasar yang berkaitan dengan fluktuasi harga. Para nelayan sangat memerlukan informasi tentang kemungkinan jumlah penawaran dan harga serta kualitas dari rumput laut sebagai dasar untuk membuat keputusan kapan merencanakan produksi dan penjualan. 3. Penelitian pasar. Membangun dan meningkatkan pemasaran sangat diperlukan penelitian pasar, karena penelitian pasar mungkin dilakukan oleh perusahaan agar dapat mengarahkan investasi mereka dan kebijakan pemasaran serta menurunkan biaya, sehingga meningkatkan efisiensi, ini berarti perusahaan telah membantu meningkatkan seluruh sistem.

50 33 4. Penyuluhan dan pelatihan. Banyak negara tropis memiliki kekurangan tenaga terlatih merupakan pembatas utama dalam membagun pemasaran. 5. Promosi dagang. Merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pemasaran. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan poster, media massa, radio, dan televisi, atau harga perkenalan secara langsung kepada pengecer. Dengan caracara tersebut sangat besar pengaruhnya dalam mempengaruhi penjual dan konsumen. 6. Sumber dana. Akses terhadap lembaga keuangan sangat penting pada semua tahap pemasaran. Para nelayan sangat memerlukan dana sebelum dan selama proses produksi untuk membiayai produksinya, dan dana juga mungkin dibutuhkan setelah panen agar para nelayan dapat menyimpan sebagian hasil produksinya sampai harga menjadi naik. Sementara itu pedagang besar memerlukan dana jangka pendek untuk membayar para nelayan sebelum menjual kembali barang dagangannya. Dan dana jangka panjang dibutuhkan untuk membiayai penyimpanan, transportasi, peralatan, dan sebagainya Elastisitas Transmisi Menurut George dan King (1971), elastisitas transmisi harga digunakan untuk menjelaskan perbandingan persentase perubahan harga di tingkat pengecer dengan prosentase perubahan harga di tingkat petani. Elastisitas transmisi harga adalah nisbi perubahan relatif harga di tingkat produsen (P f ) terhadap perubahan relatif harga di tingkat pengecer (P r ). Sudiyono (2001), menyatakan bahwa pada umumnya nilai elastisitas transmisi ini lebih kecil daripada satu, yang artinya volume dan harga input konstan, maka perubahan nisbi harga ditingkat pengecer

51 34 tidak akan melebihi perubahan nisbi harga ditingkat nelayan. Apabila elastisitas transmisi lebih kecil dari satu (Et < 1) dapat diartikan bahwa perubahan harga sebesar 1 persen di tingkat pengecer akan mengakibatkan perubahan harga kurang dari 1 persen di tingkat nelayan/petani. Apabila diketahui besarnya elastisitas transmisi, maka dapat diketahui pula besarnya perubahan nisbi harga ditingkat pengecer dan perubahan nisbi harga di tingkat nelayan. Dengan diketahuinya hubungan ini, maka diharapkan ada informasi pasar tentang (Sudoyono, 2001): 1. Kemungkinan adanya peluang kompetisi yang efektif dengan jalan memperbaiki market tranparency. 2. Keseimbangan penawaran dan permintaan antara nelayan dengan pedagang, sehingga dapat mencegah fluktuasi yang berlebihan. 3. Kemungkinan pengembangan pedagang antar daerah dengan menyajikan informasi perkembangan pasar nasional atau lokal. 4. Kemungkinan pengurangan resiko produksi dan pemasaran sehingga dapat mengurangi kerugian. 5. Peluang perbaikan pemasaran dengan menyediakan analisis yang relevan pada pembuat keputusan. Dalam kaitannya dengan pemasaran, harga produk ditingkat produsen yang berfluktuasi secara tajam tidak menguntungkan bagi petani karena hal itu menyebabkan ketidakpastian penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahataninya. Resiko usaha yang dihadapi petani akan semakin tinggi jika harga produk yang dihadapi semakin berfluktuasi. Fluktuasi harga tersebut pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara volume permintaan dan

52 35 penawaran dimana tingkat harga meningkat jika volume permintaan melebihi penawaran, dan sebaliknya. Karena volume permintaan relatif konstan dalam jangka pendek maka fluktuasi harga jangka pendek dapat dikatakan merupakan akibat dari ketidakmampuan produsen dalam mengatur penawarannya yang sesuai dengan kebutuhan permintaan (Hastuti, 2004) Kerangka Pemikiran Usahatani rumput laut di Kecamatan Mangarabombang secara umum masih berorientasi pada kuantitas dan belum berorientasi pada kualitas rumput laut tersebut. Mutu rumput laut akan sangat ditentukan oleh serangkaian proses produksi, penanganan pascapanen dan pemasaran yang dilaluinya. Peningkatan mutu rumput laut tidak dapat dibebankan pada nelayan semata, karena mutu menyangkut tanggung jawab semua lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya. Sistem pemasaran terbentuk karena adanya interaksi antara pihak atau organisasi yang terlibat dalam aktivitas pemasaran tersebut. Pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas ini dapat berasal dari daerah yang sama dengan lokasi aktivitas ini berlangsung maupun dari daerah lain. Struktur pasar yang terbentuk sebagai hasil dari keberadaan pedagang dalam pasar membentuk konsentrasi pasar yang dapat dilihat dari jumlah pedagang dari pasar tersebut. Melihat hambatan yang dialami bagi pedagang baru untuk memasuki pasar yang sudah ada. Perilaku pasar adalah perilaku dari para pedagang dalam interaksi perdagangannya seperti sistem penentuan harga pada saat pembelian komoditi, cara pembayaran dari pembelian komoditi tersebut, maupun kerjasama lainnya. Perilaku pasar ini pada akhirnya akan menentukan

53 36 pula harga jual yang ditetapkan oleh pedagang. Keragaan pasar yang diteliti dibagi menjadi dua, yaitu melalui efisiensi operasional dan efisiensi harga, disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian ini mencoba untuk mengkaji sistem pemasaran rumput laut yang terjadi di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar. Sistem pemasaran tersebut digambarkan melalui struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar yang terjadi agar dapat dijadikan acuan dalam menentukan sistem ideal pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar sehingga potensi pengembangan rumput laut dan pemasarannya dapat ditingkatkan sehingga dapat dilakukan dengan lebih terarah dan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat mulai dari nelayan/petani rumput laut, pedagang hingga ke konsumen akhir yaitu eksportir.

54 37 Upaya untuk meningkatkan produksi harus didukung dengan upaya perbaikan dalam sistem pemasaran, peningkatan produksi tidak akan berhasil dengan baik tanpa didukung oleh aspek pasar yang baik. Demikian pula dengan fungsi pemasaran tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh proses produksi yang baik. Proses produksi yang berlangsung dengan efisien dan didukung oleh kondisi yang saling menguntungkan antar nelayan sebagai produsen, konsemen, dan lembaga pemasaran yang menjadi penghubung diantara keduanya. Efisiensi dalam sistem pemasaran sangat diperlukan agar dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan memajukan perekonomian suatu daerah. Selain nelayan/petani rumput laut sebagai produsen dalam kelembagaan tataniaga rumput laut terlibat pula didalamnya pedagang pengumpul, pedagang besar serta eksportir. Masing-masing dari lembaga pemasaran ini membentuk suatu sistem vertikal yang mengatur fungsi-fungsi pemasaran. Bekerjanya suatu sistem pemasaran dapat dipandang dari sudut pembeli dan penjual. Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila dapat memberikan kepuasan maksimum bagi nelayan sebagai produsen, konsumen maupun lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya dengan penggunaan sumber ekonomi yang serendahrendahnya.

55 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Mangarabombang merupakan salah satu sentra produksi rumput laut terbesar di Sulawesi Selatan. Pembudidayaan rumput laut jenis Euchema cottoni dilakukan di sepanjang pesisir pantai laut Flores dan teluk. Penelitian dilapangan dilakukan selama tiga bulan yaitu dari bulan April sampai bulan Juni 2009 dengan menggunakan data musim panen periode bulan April sampai bulan Juni Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, dalam bentuk data cross section maupun data time series. Data primer diperoleh langsung dari nelayan dan pelaku pemasaran rumput laut dengan menggunakan metode wawancara langsung melalui pengisian daftar pertanyaan (kuisioner). Data sekunder diperoleh dari data yang ada di Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perdagangan, Badan Pusat Statistik, dan lembagalembaga terkait lainnya Metode Pengambilan Sampel Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan dengan pertimbangan bahwa kecamatan ini

56 39 merupakan salah satu daerah sentra produksi rumput laut di Kabupaten Takalar. Sasaran penelitian adalah nelayan/petani rumput laut dan pedagang rumput laut, sampel nelayan/petani rumput laut terdapat di lima desa antara lain Desa Laikang, Desa Punaga, Desa Pattoppakang, Desa Bontoparang dan Desa Panyangkalang Kecamatan Mangarabombang. Pemilihan desa dilakukan secara sengaja (purposive) karena produksi dari lima desa tersebut relatif lebih tinggi dan jumlah nelayan/petani rumput laut lebih banyak dari desa lain. Penentuan sampel diharapkan dapat menggambarkan dan mewakili keadaan pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombang. Kecamatan Mangarabombang dipilih juga karena kecamatan ini adalah kecamatan dengan akses yang paling baik dan paling dekat dengan Kota Makassar sebagai lokasi para eksportir. Populasi nelayan/petani rumput laut menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar tahun 2008, di Kecamatan Mangarabombang terdapat rumahtangga nelayan/petani rumput laut. Parel et al. (1973), mengemukakan beberapa acuan yang dapat dipertimbangkan menyangkut ukuran pengambilan sampel berkaitan dengan ragam populasi, yaitu: (1) jika populasi besar, sampel dapat diambil dengan persentase kecil dan jika populasi kecil dapat diambil persentase besar, (2) ukuran sampel sebaiknya tidak kurang dari 30 satuan, dan (3) jumlah sampel disesuaikan dengan kemampuan biaya. Berdasarkan uraian di atas dan pertimbangan keterbatasan yang ada dari peneliti, maka rumahtangga petani yang menjadi sampel diambil dengan teknik quota sampling untuk memastikan bahwa beberapa karakteristik populasi terwakili dalam contoh yang akan terpilih (Juanda, 2009). Dari hasil survei yang dilakukan, jumlah sampel 150 responden atau 10 (sepuluh) persen dari masing-

57 40 masing desa yang dipilih. Dari sampling masing-masing desa, diperoleh responden 103 rumahtangga nelayan/petani di Desa Laikang, 35 rumahtangga nelayan/petani di Desa Punaga dan 12 rumahtangga nelayan/petani di Desa Pattoppakang, Bontoparang dan Panyangkalang. Pengambilan sampel nelayan/petani rumput laut adalah stratified random sampling atau sampel acak terstratifikasi. Proses stratifikasi dilakukan karena luas lahan kepemilikan lahan dan jumlah siklus tanam yang heterogen. Adapun faktor pendukung lain dalam penggunaan metode sampel acak terstratifikasi adalah ketersediaan daftar anggota nelayan/petani rumput laut atau sampel frame dari populasi nelayan/petani di Kecamatan Mangarabombang. Populasi dibagi menjadi 5 strata berdasarkan jumlah bentangan masing-masing nelayan/petani rumput laut. Nelayan/petani rumput laut yang menjadi responden adalah nelayan/petani rumput laut penggarap dan pemilik lahan budidaya pesisir. Proporsi sampel dipilih secara acak dari setiap strata sesuai keragaman sampel. Ada lima strata berdasarkan jumlah bentangan, yaitu: (1) 160 bentang ganda sebanyak 37 responden, (2) 200 bentang tunggal dan ganda sebanyak 40 responden, (3) 240 bentang tunggal dan ganda sebanyak 30 responden, (4) 400 bentang tunggal dan ganda sebanyak 22 responden, dan (5) 440 bentang tunggal dan ganda sebanyak 21 responden. Pengambilan sampel pedagang menggunakan metode snow ball sampling. Metode tersebut digunakan untuk mengambil sampel pedagang berdasarkan aliran produk, mulai dari nelayan/petani rumput laut sampai eksportir. Pengambilan sampel dilakukan secara berantai, mulai dari ukuran sampel terkecil sampai terbesar. Jumlah sampel pedagang pengumpul sebanyak 23 responden, pedagang besar sebanyak 3 responden dan eksportir sebanyak 3 responden.

58 Metode Analisis Analisis Structure-Conduct Performance Model Dalam penelitian ini analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pada penelitian ini, unit analisis yang digunakan adalah nelayan/petani rumput laut, lembaga pemasaran dan eksportir. Berikut ini penjelasan metode analisis mengenai struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar. A. Struktur Pasar 1. Pangsa Pasar Analisis ini dilakukan untuk melihat pangsa pasar yang menggambarkan keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran dari hasil penjualannya. Setiap lembaga pemasaran memiliki pangsa pasar yang berbeda-beda berkisar antara persen dari total penjualan seluruh pasar (Firdaus et al, 2008). Dimana : Market share (Ms i ) = S i S tot x 100% dimana : Ms i = Pangsa pasar lembaga pemasaran i (%) S i = Penjualan lembaga pemasaran i S tot = Penjualan total seluruh lembaga pemasaran (Rp) 2. Konsentrasi Pasar CR 4 = 4 i = 1 S i j dimana : S ij = Pangsa pasar empat pedagang rumput laut yang terbesar di Kecamatan Mangarabombang CR 4 = Rasio konsentrasi pasar rumput laut 4 pedagang pengumpul terbesar di Kecamatan Mangarabombang

59 42 Setelah mengetahui pangsa pasar pada masing-masing tingkatan pelaku pemasaran, maka dapat menghitung konsentrasi rasio empat pedagang terbesar (CR4). Penghitungan nilai CR4 dilakukan pada empat pedagang pengumpul rumput laut pada tingkat dusun dan desa di Kecamatan Mangarabombang. Nilai output keempat pedagang pengumpul pada masing-masing tingkatan kemudian dikelompokkan. Dengan demikian rasio konsentrasi diperoleh dengan mengukur besarnya output yang dihasilkan oleh empat pedagang pengumpul terbesar terhadap total volume rumput laut di Kecamatan Mangarabombang. Jika nilai CR4 yang diperoleh, maka indikatornya sebagai berikut : 33 % : competitive market structure % : weak oligopsonist market structure > 50 % : strongly oligopsonist market structure 3. Hambatan-Hambatan untuk Masuk Pasar Hambatan masuk pasar dianalisis dengan menggunakan Minimum Efficiency Scale (MES). Menurut Jaya (2001), jika nilai MES lebih besar dari 10 persen mengindikasikan bahwa hambatan masuk dalam usaha pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombang tinggi. Analisis ini dilakukan untuk melihat banyaknya lembaga pemasaran yang dapat masuk untuk bersaing merebut pangsa pasar. Salah satu yang menjadi hambatan dalam memasuki pasar adalah keberadaan pedagang pengumpul yang telah ada dalam usaha pemasaran rumput laut. Nilai MES diperoleh dari penjualan pedagang pengumpul terbesar dibagi dengan total produksi rumput laut Kecamatan Mangarabombang. MES = Penjualan Pedagang Terbesar Pr oduksi Rumput Laut di Kec. Mangarabombang

60 43 B. Perilaku Pasar Perilaku pasar rumput laut di Kecamatan Mangarabombang dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh informasi perilaku lembaga pemasaran dalam pemasaran rumput laut. Adapun perilaku yang diamati adalah: (1) praktek penjualan dan pembelian yaitu, bagaimana proses penjualan dan pembelian tersebut berlangsung, (2) penentuan dan pembentukan harga yaitu, pada tingkat lembaga manakah yang lebih dominan dalam penentuan harga, (3) sistem pembayaran yaitu, apakah sistem pembayarannya secara tunai atau kredit, praktek pembelian dan penjualan, (4) adanya kerjasama antara lembaga-lembaga pemasaran yaitu, bentuk kerjasama yang terjalin antar lembaga pemasaran, dan (5) praktek fungsi-fungsi pemasaran yaitu, pelaksanaan fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Analisis ini segaja dilakukan karena variabel yang mencerminkan perilaku bersifat kualititif yang sulit dikualitatifkan. C. Keragaan Pasar Keragaan pasar rumput laut di Kecamatan Mangarabombang dianalisis dengan menggunakan marjin pemasaran, analisis keuntungan lembaga pemasaran, analisis bagian keuntungan dan biaya pemasaran lembaga pemasaran, dan analisis bagian yang diterima oleh nelayan, serta menggunakan analisis elastisitas transmisi harga. Analisis ini dilakukan untuk melihat efisiensi system pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombag. 1. Analisis Marjin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga yang diterima oleh nelayan/petani rumput laut (P f ) dengan harga yang dibayarkan oleh eksportir (P e ).

61 44 Untuk menganalisis margin pemasaran dalam penelitian ini, data harga yang digunakan adalah data harga di tingkat nelayan/petani rumput laut dan data harga di tingkat eksportir, sehingga dalam perhitungan margin pemasaran digunakan rumus sebagai berikut : Mm = P e P f Sedangkan marjin pada setiap tingkat lembaga pemasaran dapat di hitung dengan cara menghitung selisih antara harga jual dengan harga beli pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Dengan demikian perhitungan marjin pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran sebagai berikut : dimana : Mm i = P ji P bi Mm = Marjin pemasaran P e P f = Harga ditingkat eksportir = Harga ditingkat nelayan Mm i = Margin pemasaran di tingkat lembaga pemasaran ke-i. P ji P bi = Harga jual di tingkat lembaga pemasaran ke-i. = Harga beli di tingkat lembaga pesaran ke-i. Hal ini dilakukan untuk melihat besarnya marjin pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat, sehingga dapat diketahui bahwa pada tingkat lembaga manakah marjin pemasaran terbesar berada. 2. Analisis Bagian Harga yang diterima oleh Nelayan/Petani rumput laut (Farmer s Share) Bagian harga yang diterima oleh nelayan merupakan perbandingan harga yang diterima oleh nelayan/petani rumput laut (P f ) dengan harga di tingkat eksportir (P e ) yang dinyatakan dalam persentasi. Persamaan yang digunakan adalah (Sudiyono, 2002):

62 45 Fs = P f P e x 100% dimana: Fs = Bagian harga yang diterima nelayan. P e P f = Harga ditingkat industri/eksportir. = Harga ditingkat nelayan. 3. Rasio Keuntungan dan Biaya Distribusi marjin pemasaran dilihat dari persentasi keuntungan pemasaran dan biaya pemasaran terhadap harga jual ditingkat eksportir, dan untuk masingmasing lembaga pemasaran. Selain itu, dilihat juga persentasi keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan pada masing-masing saluran pemasaran. Persamaan yang digunakan adalah : dimana : i Rasio Keuntungan-Biaya = x 100% C i i C i = Keuntungan ditingkat lembaga pemasaran ke-i. = Biaya pemasaran ditingkat lembaga pemasaran ke-i. 4. Analisis Elastisitas Transmisi Harga Elastisitas transmisi merupakan rasio perubahan dari harga di tingkat eksportir dengan perubahan harga di tingkat nelayan/petani rumput laut. Analisis elatisitas transmisi harga bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga di tingkat eksportir dengan harga di tingkat nelayan/petani rumput laut. Perhitungan elastisitas transmisi harga ditentukan dengan formulasi (Sudiyono, 2002): E t = P Pe P f P f e = P e x P f P f P e Karena harga di tingkat nelayan/petani rumput laut (P f ) linier terhadap harga di tingkat eksportir (P e ) atau secara matematis:

63 46 P f = + P e + sehingga : E t = x P P e f dimana: E t P f P e = Elastisitas transmisi harga = Harga rata-rata tingkat nelayan/petani rumput laut = Harga rata-rata tingkat eksportir Kriteria pengukuran pada analisis elastisitas transmisi harga adalah: (1) jika E t = 1, berarti perubahan harga di tingkat nelayan/petani rumput laut sama dengan di tingkat eksportir. Dengan demikian marjin pemasarannya tidak dipengaruhi oleh harga di tingkat eksportir. Artinya pasar yang dihadapi oleh pelaku pemasaran merupakan pasar yang bersaing sempurna dan system pemasaran telah efisien; (2) jika E t > 1, berarti perubahan harga di tingkat nelayan/petani rumput laut lebih besar dari perubahan harga di tingkat eksportir. Dengan demikian, pasar yang dihadapi oleh pelaku pemasaran adalah pasar bersaing tidak sempurna, yaitu terdapat kekuatan monopsoni atau oligopsoni sehingga dalam sistem pemasaran berlangsung tidak efisien; dan (3) jika Et < 1, berarti perubahan harga di tingkat nelayan/petani rumput laut lebih kecil dari perubahan harga di tingkat eksportir. Dengan demikian, pasar yang dihadapi oleh pelaku pemasaran adalah pasar bersaing tidak sempurna, system pemasaran berlangsung tidak efisien Identifikasi Kinerja Lembaga Penunjang Pemasaran dan Kebijakan Analisis ini dilakukan untuk melihat peran lembaga penunjang dalam pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombang yang akan dijelaskan

64 47 secara deskriptif kualitatif. Data tentang lembaga penunjang pemasaran dan kebijakan yang telah dibuat dalam upaya pengembagan usahatani dan pemasaran rumput laut dapat di analisis sebagai berikut: 1. Pengaturan pasar: adanya peraturan yang legal untuk menertibkan pengkaplingan para pedagang pengumpul dalam pembelian/penjualan untuk mengefisienkan jalur pemasaran agar dapat mengendalikan ulah negatif para spekulan sehingga nelayan terlindungi. 2. Informasi pasar: diketahuinya harga dan flutuasi harga oleh produsen sehingga produsen dapat memasarkan produknya tepat waktu dan harga. 3. Penyuluhan dan pelatihan: meningkatnya produktivitas dan kualitas rumput laut yang dihasilkan, karena para nelayan telah menguasai teknologinya. 4. Sumber dana: waktu pengembalian modal pinjaman lancar dan usahatani rumput laut menjadi berkembang.

65 V. GAMBARAN UMUM RESPONDEN RUMPUT LAUT 5.1. Luas Areal Budidaya Rumput Laut Kecamatan Mangarabombang Budidaya rumput laut merupakan mata pencaharian utama bagi masyarakat Desa Laikang dan Punaga serta beberapa penduduk di desa lainnya, yaitu Desa Pattoppakang, Bontoparang dan Panyangkalang. Lokasi budidaya rumput laut secara garis besar terletak di 2 lokasi yaitu perairan laut flores (laut lepas) dan teluk. Kedua lokasi terluas ada pada teluk yang meliputi teluk Puntondo dan teluk Laikang sampai ke wilayah administratif Kabupaten Jeneponto. Luas lokasi potensial untuk budidaya rumput laut sekitar hektar, dimana lokasi potensial pada perairan teluk sekitar hektar dan perairan laut flores sekitar hektar. Sampai saat ini, pemanfaatan lahan potensial baru mencapai sekitar 60 persen dari potensi yang ada (Zonasi Pengolahan Pesisir Kabupaten Takalar). Pada musim tertentu ada beberapa lahan yang ditinggalkan sambil menunggu cuaca yang tepat karena pada lokasi-lokasi tersebut memiliki waktu yang optimum untuk dilakukan pelaksanaan budidaya rumput laut tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang fluktuatif, khususnya pada teluk Puntondo dan Laikang, baik karena pengaruh perubahan arus, ombak atau salinitas perairan yang meningkat. Pemanfaatan lahan tersebut tidak dilakukan secara bersamaan, khususnya pada lokasi teluk yang kondisi perairannya berfluktuatif antara satu lahan dengan lahan yang lainnya. Masa paling produktif untuk wilayah teluk adalah bulan Desember sampai April di sisi barat (wilayah administratif Kabupaten Takalar) karena terlindung dari ombak besar dan kadar

66 39 garam agak rendah. Di lain pihak, pada sisi timur (wilayah administratif Kabupaten Jeneponto) masa produktif mulai dari Bulan Mei sampai November karena kondisi lokasi dapat terlindung dari ombak dan ada suplai air tawar yang seimbang yang berasal dari sungai Allu. Luas areal budidaya rumput laut nelayan/petani di Kecamatan Mangarabombang bervariasi tergantung dari lokasi budidaya. Pada saat penelitian berlangsung terdapat lima strata berdasarkan jumlah bentangan yang dilakukan oleh nelayan/petani, yaitu (1) 160 bentang ganda, (2) 200 bentang tunggal dan ganda, (3) 240 bentang tunggal dan ganda, (4) 400 bentang tunggal dan ganda, dan (5) 440 bentang tunggal dan ganda. Untuk bentangan 400 dan 440 dikerjakan oleh nelayan/petani rumput laut yang sekaligus sebagai pedagang pengumpul Karakteristik Nelayan/Petani Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang Jumlah nelayan/petani rumput laut yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 150 responden dari total nelayan/petani rumput laut yang ada di Kecamatan Mangarabombang yang berjumlah kepala keluarga. Responden yang berasal dari Desa Laikang berjumlah 103 nelayan/petani rumput laut, Desa Punaga berjumlah 35 nelayan/petani rumput laut dan Desa Bontoparang, Pattoppakang serta Panyangkalang memiliki jumlah responden terkecil yaitu hanya 12 responden. Responden rumput laut di kecamatan tersebut melakukan budidaya rumput laut di sepanjang Laut Flores dan teluk. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Kecamatan Mangarabombang adalah budidaya rumput laut dengan nilai persentase mencapai persen. Penduduk yang berprofesi sebagai pedagang sebesar 2.82 persen, pegawai negeri

67 40 sebesar persen, nelayan tangkap 7.52 persen, dan persen bekerja pada lain-lain kegiatan. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian di desa Laikang dapat dilihat pada Tabel 3. Kontribusi sektor perikanan/nelayan rumput terhadap perekonomian Kecamatan Mangarabombang cukup besar yaitu persen dan 7.2 persen sebagai nelayan tangkap. Berdasarkan data Kecamatan Mangarabombang tahun 2008, luas areal budidaya rumput laut yang baru dimanfaatkan saat ini adalah seluas hektar. Tabel 3. Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Kecamatan Mangarabombang No Komposisis Kegiatan Penduduk Jumlah Persentase (%) 1 Nelayan/petani rumput laut Pedagang Pegawai negeri Nelayan tangkap Buruh tani Buruh swasta Dokter Total Sumberdaya manusia nelayan/petani rumput laut di Kecamatan Mangarabombang pada umumnya masih berpendidikan rendah,yaitu persen nelayan/petani rumput laut berpendidikan SD atau sederajat, persen berpendidikan SMP atau sederajat, sedangkan yang tamat SMA atau sederajat hanya sejumlah persen. Selanjutnya nelayan/petani yang berpendidikan strata satu berjumlah 5 orang atau 0.33 persen dari seluruh nelayan/petani yang ada di desa Laikang dan yang tidak tamat SD sebanyak 240 orang atau persen, secara terinci dapat dilihat pada Tabel 4.

68 41 Rendahnya taraf pendidikan tersebut tidak mengurangi respon nelayan/petani rumput laut terhadap adopsi teknologi budidaya rumput laut yang lebih modern. Pemikiran nelayan/petani rumput laut masih konservatif dan lebih berhati-hati dalam menerima pembaharuan-pembaharuan. Selain itu, para nelayan/petani rumput laut yang tergabung dalam organisasi masih kurang. Hal tersebut disebabkan adanya ikatan yang kuat antara nelayan/petani dengan para pedagang pengumpul. Namun mereka masih dapat mengakses informasi melalui organisasi tersebut. Tabel 4. Komposisi Nelayan/Petani Rumput Laut menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Mangarabombang N o Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1 Pernah sekolah SD tapi tidak tamat Tamat SD/sederjat Tamat SMP/sederajat Tamat SLTA/sederajat Tamat D1/sederajad Tamat D2/sederajat Tamat D3/sederajat Tamat S1/sederajat Total Karakteristik Lembaga Pemasaran Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang Hasil panen rumput laut oleh nelayan/petani Kecamatan Mangarabombang dijual ke pedagang pengumpul dan selanjutnya dijual ke pedagang besar yang berada di kota kabupaten. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan responden, hanya ada 1 Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang berada di Desa Laikang, 8 pengusaha angkutan umum. 34 pedagang pengumpul dusun, dan 9 pedagang pengumpul desa.

69 42 Hasil pengamatan dan wawancara responden, nelayan/petani rumput laut di Kecamatan Mangarabombang pada umumnya menjual rumput lautnya ke pedagang pengumpul dalam bentuk rumput laut kering dengan kadar air sekitar persen (mutu III). Setelah melakukan proses pembersihan dari rumput laut yang diperoleh dari nelayan/petani, pedagang pengumpul kemudian menjualnya ke sesama pedagang pengumpul atau langsung ke pedagang besar yang sudah menjadi langganan mereka. Antara pedagang pengumpul dengan pedagang besar memiliki hubungan saling mengikat selain faktor langganan antar pedagang. Hal ini dilakukan untuk menjamin suplai rumput laut secara kontinyu dari pedagang pengumpul. Harga ditentukan oleh para pedagang sesuai dengan kualitas dan kuantitas rumput laut yang diperoleh sebelum rumput laut tersebut dibawa oleh pedagang pengumpul ke pedagang besar dan eksportir. Tabel 4 menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan para pedagang pengumpul sejumlah persen adalah tamat sekolah menegah atas dan persen adalah perguruan tinggi. Sementara itu, eksportir langganan para pedagang pengumpul tingkat pendidikannya 100 persen tamat strata satu. Tabel 5. Komposisi Tingkat Pendidikan Para Pedagang dan Eksportir Tingkat Pendidikan No. Pelaku Pemasaran RL SLTA Perguruan Tinggi % % 1. Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Eksportir Pihak eksportir cenderung membeli rumput laut dalam bentuk rumput laut kering mutu III. Dari mutu III tersebut, rumput laut yang telah dibeli tersebut masih diproses ulang oleh eksportir untuk memperoleh rumput laut kualitas

70 43 ekspor yang akan di jual ke negara-negara tujuan ekspor. Persyaratan ekspor Eucheuma cottoni adalah kadar air persen, tingkat kotoran dan garam maksimal 5 persen serta rendemen minimal 25 persen. Kelompok Usaha Bersama (KUB) di desa Laikang adalah KUB Mitra Pesisir yang didirikan pada tahun KUB ini merupakan kelompok tani yang beranggotakan 19 orang, diantaranya 5 orang pedagang rumput laut, 6 orang nelayan/petani rumput laut dan sisanya 8 orang nelayan ikan. Kelompok tani ini belum berkembang, anggotanya masih sangat sedikit dibanding dengan jumlah nelayan/petani rumput laut yang ada di desa Laikang. KUB Mitra Pesisir merupakan kelembagaan nelayan/petani yang mengarah pada bentuk usaha koperasi yang dapat membantu para anggotanya dalam kegiatan pembinaan dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan serta bantuan modal yang difasilitasi dari perbankan dan Dinas Perikanan Takalar. Sumber modal KUB Mitra Pesisir pada awalnya diperoleh dengan adanya proyek dari Dinas Perikanan Takalar dan terus berlanjut, kemudian bertahan dengan iuran wajib para anggotanya setiap tahun dan iuran sukarela setiap bulan Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang Praktek budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang, dilakukan dengan sistem tali gantung (long line), setiap pancang ukurannya bervariasi dan jumlah bentang disesuaikan dengan ukuran tiang pancang. Untuk satu unit budidaya diperlukan bahan terdiri dari tali bentang, jangkar, botol plastik volume 1 liter (bekas botol air mineral) dan bibit rumput laut yang jumlah sesuai dengan jumlah bentangan yang akan dilaksanakan. Penanaman bibit dilakukan dengan

71 44 cara mengikatkan bibit pada tali bentang berjarak tanam antara 25 cm sepanjang tali bentangan dan jarak antara bentangan m dengan lama pemeliharaan hingga panen berkisar hari. Selama proses pemeliharaan sampai panen, faktor yang perlu diperhatikan adalah hama seperti ikan Baronang dan penyakit busuk/patah pada pangkal tanaman rumput laut. Teknik pemanenan rumput laut yang dilakukan nelayan/petani di Kecamatan Mangarabombang adalah dengan pengambilan sebagian rumput laut yang ditanam dengan cara melepas tali pelastik pengikatnya dan sisanya digunakan kembali untuk bibit pada periode penanaman berikutnya, lalu diletakkan dalam perahu yang telah disiapkan. Di dalam perahu, tali dilepaskan lalu diangkut ke darat, dimasukkan ke dalam karung kemudian ditimbang, setelah ditimbang basah lalu di jemur (pengeringan) diatas bale-bale/rak bambu atau waring. Jika cuaca baik panen dapat dilakukan pada pagi hari atau sore. Panen dilakukan selama 3 4 jam per orang untuk 2 3 unit dengan jumlah bentangan per unit terdiri atas 40 bentang. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa setiap bentang tanaman dapat diperoleh hasil berat basah sekitar 45 kg. Rumput laut yang masih basah ditebar merata diatas para-para/rak bambu atau waring dan langsung dijemur di sinar matahari. Cara pengeringan tersebut dilakukan oleh sekitar 90 persen nelayan/petani rumput laut. Cara pengeringan tersebut kurang terjamin kebersihan rumput laut yang dihasilkan, karena langsung bersentuhan dengan tanah walaupun menggunakan bale-bale/rak bambu. Lama pengeringan jika cuaca baik antara 2 3 hari, atau setelah berubah warna dari hijau tua menjadi kebiru-biruan sampai hijau gelap, Diperkirakan rendemen rumput laut dari basah ke kering adalah 28 persen dengan kandungan air antara persen.

72 45 Rumput laut yang sudah kering kemudian ditumpuk dibawah kolong rumah petani dalam keadaan terbuka, kelembapan rumput laut (kadar air) yang telah kering tetap stabil Persyaratan Lokasi dan Lahan Lahan budidaya Eucheuma sp. yang cocok terutama sangat ditentukan oleh kondisi ekologis yang meliputi kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi. Adapun persyaratan lahan budidaya Eucheuma sp. adalah: 1. Lokasi budidaya harus terlindung dari hempasan langsung ombak yang kuat. 2. Lokasi budidaya harus mempunyai gerakan air yang cukup. Kecepatan arus yang cukup untuk budidaya Eucheuma sp cm/detik. 3. Dasar perairan budidaya Eucheuma sp. adalah dasar perairan karang berpasir. 4. Pada surut terendah lahan budidaya masih terendam air minimal 30 cm. 5. Kejernihan air tidak kurang dari 5 m dengan jarak pandang secara horisontal. 6. Suhu air berkisar C dengan fluktuasi harian maksirnai 4 C. 7. Salinitas (kadar garam) perairan antara permil (optimum sekitar 33 permil). 8. ph air antara 7 9 dengan kisaran optimum Lokasi dan lahan sebaiknya jauh dari pengaruh sungai dan bebas dari pencemaran. 10. Sebaiknya dipilih perairan yang seeara alami ditumbuhi berbagai jenis makro algae lain seperti Ulva, Cauletpa, Padina, Hypnea dan lain-lain sebagai sp. indikator.

73 Metode Tali Panjang/Rawai Metode tali panjang/rawai (long line method) pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan bambu sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol aqua bekas sebagai pelampungnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga bisa diterapkan di perairan yang agak dalam. Saat ini para petani/nelayan di perairan Laut Flores dan Teluk Laikang serta Puntondo mengembangkan usaha budidaya rumput laut Eucheuma sp. dengan metode tali panjang, dan tentunya metode ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani/nelayan di wilayah lain di Indonesia. Metode rawai merupakan salah satu metode permukaan yang paling banyak diminati pada budidaya rumput laut Eucheuma cottoni. Metode ini mirip dengan metode lepas dasar tetapi diletakkan di permukaan dan lebih fleksibel terhadap kedalaman perairan. Disamping lebih mudah dalam pemilihan lokasi, alat dan bahan yang digunakan juga lebih tahan lama, serta biaya relatif murah. Metode lepas dasar pada budidaya rumput laut dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir berlumpur serta terlindung dari hempasan gelombang yang besar. Hal ini penting untuk memudahkan pemasangan patok/pancang yang akan digunakan. Biasanya metode lepas dasar diterapkan pada lokasi yang dikelilingi oleh karang pemecah gelombang. Dan metode permukaan yang pertama kali diperkenalkan pada budidaya rumput laut adalah metode rakit apung meskipun demikian, saat ini metode tersebut terbatas pada daerah yang banyak tersedia bahan-bahan untuk pembuatan rakit. Metode ini kelihatannya tidak berkembang dengan baik seperti pada metode permukaan lainnya seperti metode rawai.

74 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Usahatani Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang Budidaya rumput laut yang dilakukan di Kecamatan Mangarabombang cukup bervariasi sesuai dengan luas kepemilikan lahan dan lokasi budidaya. Periode penanaman sampai panen relatif singkat hanya hari, sehingga pengembalian modal usaha dapat berjalan cukup cepat. Teknologi yang digunakan untuk menjalankan usaha budidaya rumput laut eucheuma cottoni cukup sederhana. Salah satu indikator kelangsungan usaha adalah mendatangkan keuntungan bagi pelaku usaha atas modal investasi yang dikeluarkan, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha tersebut layak dilaksanakan. Hasil pengamatan dan wawancara responden, budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang dilakukan 4-6 siklus panen dalam setahun, dengan pelaksanaan kegiatan selama 7 bulan. Sejumlah persen nelayan/petani rumput laut melakukan budidaya rumput laut 4 siklus dalam setahun. Sistem budidaya yang diterapkan adalah sistim longline (tali panjang) dengan komponen yang meliputi tali utama, tali ris tempat mengikat rumput laut, tali pengikat rumput laut (tali anak/tali rafia), pelampung besar (jergen), pelampung kecil (botol plastik) dan tali jangkar untuk menahan sytem pada posisi yang tetap. Setiap unit sistem longline memiliki tali ris, panjang tali ris berkisar antara dengan jarak antar tali ris berkisar antara meter. Mengingat adanya perbedaan luas lahan, maka dalam melakukan usahanya, terutama dalam pengadaan komponen investasi dan penanganan rumput laut juga mengalami

75 58 perbeda. Dengan demikian keragaan usahatani rumput laut juga bervariasi. Budidaya rumput laut dengan cara long line disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottoni dengan Metode Long line (rawai) Tenaga kerja yang digunakan dalam budidaya rumput laut hanya terdiri dari anggota keluarga. Sistem kerja yang dilakukan adalah dengan menanam bibit sesuai dengan kemampuan anggota keluarga setiap hari, sehingga pada saat panen tidak dilakukan panen secara keseluruhan tetapi berdasarkan hari tanam rumput laut. Begitu pula dengan pekerjaan lainnya dikerjakan sepenuhnya oleh anggota keluarga. Pemeliharaan rumput laut dilakukan 2 3 kali dalam seminggu. Berdasarkan pengamatan di lapangan, panen dilakukan 30 hari setelah tanam, dengan cara melepas ikatan rumput laut di sepanjang bentangan, kemudian langsung dijemur di atas para-para bambu atau waring. Seluruh pelaksanaan kegiatan penjemuran ini dilakukan oleh anggota keluarga. Tenaga kerja yang digunakan dalam budidaya Eucheuma cottoni adalah tenaga kerja langsung terdiri dari bapak, ibu dan anak (1 KK) sebanyak 5 orang. Kegiatan yang dilakukan

III. KERANGKA KONSEPTUAL

III. KERANGKA KONSEPTUAL III. KERANGKA KONSEPTUAL 3.1. Structure-Conduct Performance Model Pendekatan Structure, Conduct, and Performance (SCP) adalah pendekatan organisasi pasar atau pelaku pasar yang mencakup atau mengkombinasikan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR BERAS DAN GULA DI THAILAND, FILIPINA DAN INDONESIA DESI ARYANI

INTEGRASI PASAR BERAS DAN GULA DI THAILAND, FILIPINA DAN INDONESIA DESI ARYANI INTEGRASI PASAR BERAS DAN GULA DI THAILAND, FILIPINA DAN INDONESIA DESI ARYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Usahatani Komoditas Gambir Penelitian usahatani gambir yang dilakukan oleh Yuhono (2004), Ermiati (2004) dan Tinambunan (2007), masing-masing memiliki metode, lokasi dan

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas yang diunggulkan di sektor kelautan dan perikanan.. Tujuan

I. PENDAHULUAN. komoditas yang diunggulkan di sektor kelautan dan perikanan.. Tujuan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi pasar dan liberalisasi investasi, peran sektor pertanian menjadi semakin penting dan strategis sebagai andalan bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satu pusat

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH 1 INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia 41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) BALAI BESAR BADAN LITBANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 17 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data 21 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sentra produksi karet rakyat di Provinsi Jambi. Lokasi yang dipilih yaitu Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Bungo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) Dimas Kharisma Ramadhani, Endang Siti Rahayu, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Tataniaga Rumput Laut TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Ni Putu Ayuning Wulan Pradnyani Mahayana 1) dan Ratna Winandi 2) 1,2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan ganggang laut atau alga laut. Beberapa diantaranya

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SISTEM PEMASARAN DAN LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN KAITANNYA DENGAN PENGEMBANGAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Dl KABUPATEN LOMBOK TlMUR

ANALISIS KINERJA SISTEM PEMASARAN DAN LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN KAITANNYA DENGAN PENGEMBANGAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Dl KABUPATEN LOMBOK TlMUR ANALISIS KINERJA SISTEM PEMASARAN DAN LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN KAITANNYA DENGAN PENGEMBANGAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Dl KABUPATEN LOMBOK TlMUR Oleh ASRl HlDAYATl PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Evi Naria ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Efendi H. Silitonga Staf Pengajar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Medan Abstract North

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR Oleh: MARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN DINAS PERKEBUNAN Jalan Perkebunan No. 7 Makassar Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di desa Banjar, Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan pertimbangan bahwa desa tersebut

Lebih terperinci

RINGKASAN. Anggur merupakan salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai

RINGKASAN. Anggur merupakan salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai RINGKASAN Ni Ketut Suartining, STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PEMASARAN ANGGUR, (STUDI KASUS DI DESA BANJAR KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG). Di Bawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. Dwi Putra Darmawan,

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta)

ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta) ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta) OLEH HENGKY GAMES JS H14053064 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT Adida 1, Kukuh Nirmala 2, Sri Harijati 3 1 Alumni Program

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) dikenal sebagai tanaman serbaguna. Bagi Indonesia, tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bukan impor kolonialis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kendala tersebut sehingga pendapatan nelayan dan petani tambak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. karena kendala tersebut sehingga pendapatan nelayan dan petani tambak menjadi BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Persoalan kemiskinan masih menjadi masalah yang butuh perhatian semua pihak. Kemiskinan yang diartikan sebagai ketidakberdayaan untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H01400104 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Jurnal Galung Tropika, 4 (3) Desember 2015, hlmn. 137-143 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Analysis

Lebih terperinci

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK adalah terkenal sebagai penghasil utama jagung di

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

OLEH: MIRA CLENIA Peneliti pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

OLEH: MIRA CLENIA Peneliti pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Maret 2008, Hal. 31 38 ISSN: 1412-3126 Vol. 15, No.1 ANALISIS RASIO BIAYA SUMBERDAYA DOMESTIK USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI INDONESIA. OLEH: MIRA CLENIA Peneliti pada Balai

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci