TINGKAT DEGRADASI BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris schard var. vitata) DAN BAMBU HIJAU (Bambusa vulgaris schard var.vulgaris) OLEH JAMUR
|
|
- Dewi Johan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ISSN VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009 TINGKAT DEGRADASI BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris schard var. vitata) DAN BAMBU HIJAU (Bambusa vulgaris schard var.vulgaris) OLEH JAMUR Noverita Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Masalah yang sering dihadapi berkenan dengan pemanfaatan bambu adalah kerentanannya serangan organisme perusak seperti jamur, bubuk kayu kering, dan rayap. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur dan tingkat degradasinya pada batang dan daun bambu kuning (Bambusa vulgaris Schard var. vitula ))dan bambu hijau ( Bambusa vulgaris Schard var. vulgaris.). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat degradasi batang bambu kuning dan batang bambu hijau setelah 12 minggu pengamatan sangat berbeda. Setelah 12 minggu bambu kuning mengalami tingkat degradasi total sebesar 19,90%, sedangkan pada batang bambu hijau tingkat degradasi totalnya sebesar 45,73%. Tingginya tingkat degradasi pada bambu hijau selain disebabkan oleh jamur juga diduga disebabkan oleh sifat fisik dan serangan rayap. Kata kunci : bambu, jamur, degradasi PENDAHULUAN Bambu merupakan salah satu tumbuhan asli yang tersebar di seluruh Indonesia, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi, di lahan pertanian ataupun di lahan hutan. Oleh karena itu bambu telah lama dikenal dengan baik oleh masyarakat Indonesia terutama karena manfaatnya yang luas. Secara tradisionil umumnya bambu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti alat-alat rumah tangga, kerajinan tangan dan bahan makanan. Sebagai bahan bangunan bambu banyak dipakai di daerah pedesaan, sedangkan di kota bambu merupakan bahan penting untuk rumah murah, bangunan sementara dan perancah untuk bangunan bertingkat (Nugroho dan Surjokusumo, 1994 dalam Widjaja dkk, 1994). Buluh bambu kuning digunakan untuk perlengkapan kapal, misalnya untuk tiang kemudi, juga untuk pagar, kandang dan lain-lain. Di Irian Jaya buluh digunakan untuk membuat sikat dan koteka; sedangkan di Salvador belahan buluh digunakan sebagai penyokong dan pelindung dinding. Selain itu digunakan untuk bahan utama industri mebel bambu dan juga untuk bubur kayu yang baik untuk membuat kertas, dan rebung dapat dimakan. Air di dalam rebung direbus digunakan untuk obat penyakit hepatitis (sakit kuning) (Utami,1995). Secara keseluruhan dikenal 120 jenis bambu asli Indonesia, 56 jenis diantaranya berpotensi ekonomi. Untuk seluruh dunia ada sekitar 1500 jenis, 10 jenis diantaranya yang menjadi prioritas, sedangkan 4 diantaranya itu berasal dari Noverita 17
2 Indonesia (Widjaja, 1994 dan Nasendi, 1995). Bambusa vulgaris merupakan salah satu contoh jenis bambu yang banyak dijumpai di daerah tropik terutama di Indonesia. Tumbuh baik di dataran rendah, di atas ketinggian 1000 m buluhnya menjadi lebih pendek dan diameternya lebih kecil. Banyak dijumpai tumbuh di sepanjang sungai dan danau yang lembab. Di Asia tenggara tanaman dengan buluh hijau tumbuh alami secara luas di tepi sungai, pinggir jalan, tanah tandus dan tanah-tanah terbuka. Bambu ini mudah dikenali, pada buluh mudanya muncul cabang-cabang secara berselang seling membentuk susunan seperti kipas raksasa. Buluhnya tegak atau agak condong, tinggi m, diameter 4-10 cm, tebal buluh 7-15mm, berwarna hijau mengkilat, kuning atau kuning bergaris hijau. Panjang buku cm. Buluhnya bermiang hitam dengan pelepah yang menempel berbentuk bundar telur melebar. B.vulgaris ini dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu: yang berbuluh hijau dikenal sebagai bambu apel, haur; yang berbuluh kuning, seringkali dengan garis-garis hijau sebagai bambu kuning atau Golden bamboo dan Buddhas belly yang dikenal dengan nama bambu bleduk (Utami, 1995). Sifat kimia bambu sangat beragam tergantung jenisnya, dari hasil penelitian Gusmalina dan Sumadiwangsa (1988) terhadap 10 jenis bambu yang berasal dari jawa timur menunjukkan bahwa kadar selulosa berkisar antara 42,4-53,6%, kadar lignin 19,8 26,6%, kadar pentosa 17,5-21,5%, kadar abu 1,24-3,77%. Kadar ekstraktif umumnya digambarkan dengan kadar kelarutan dalam air dingin, air panas dan alcohol benzene. Nilai kadar ektraktifnya ini untuk 10 jenis bambu yang diteliti berturut-turut 4,5-9,9% ; 5,3-11.8% dan 0,9-6,9%. Sedangkan menurut Monahan (1998), bambu mengandung 50-70% hemiselulosa, 30% pentosa dan 20- lignin. 10 persen dari hemi-selulosa adalah xilan. Akhir-akhir ini permintaan akan bambu (termasuk rebung untuk pangan) cendrung meningkat, khususnya di negaranegara Asia Pasifik seperti Jepang, Taiwan dan Korea Selatan. Dengan perkataan lain potensi pasar bagi produk bambu akan semakin besar sehingga beberapa negara tertentu sudah mengarahkan perhatiannya terhadap potensi bambu Indonesia. Indonesia pernah mengekspor bambu ke Belanda untuk digunakan sebagai penyangga tanaman bunga yang sebelumnya di pasok oleh RRC. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan tersebut, permintaan akan produk bambu yang berkualitas ikut meningkat pula (Darma dkk.,1994 dalam Widjaja,1994) Masalah yang sering dihadapi berkenan dengan pemanfaatan bambu adalah serangan organisme perusak seperti jamur, bubuk kayu kering, dan rayap. Di daerah tropik, penyimpanan bahan berlignin-selulosa seperti bambu di luar ruangan menyebabkan terjadinya kerusakan oleh jasad renik terutama jamur. Bambu yang berkontak dengan tanah pada tahap awal biasanya akan mendapat serangan jamur pengotor (mould) dan jamur pewarna (staining fungi). Setelah beberapa minggu jamur pelapuk kelas Basidiomycetes dan Ascomycetes biasanya menyerang dengan merusak struktur dinding sel bambu sehingga terjadi pelapukan (rot) (Darma, 1994). Selanjutnya menurut Monahan (1998), pembusukan dan pelapukan pada batang bambu sebagian besar disebabkan oleh jamur, termasuk di dalamnya adalah pelapuk coklat (brown-rot), pelapuk putih (white- rot) dan pelapuk lunak (soft-rot)., bakteri juga dapat menyebabkan pembusukan. Kolonisasi mikroorganisme ini pada batang bambu sangat dipengaruhi oleh kelembaban nutrien, dan temperatur. Jamur yang sering meyerang bambu adalah; Penicillium, Trichoderma, Noverita 18
3 dan Graphium menyebabkan pengotoran, Schizophyllum commune, Leptographium sp., Botrydiplodia sp., Auricularia sp., Pleurotus sp., dan Stereum sp. menyebabkan pelapukan, serta Chaetomium globosum dan Coniophora putaena yang menyebabkan perwanaan (Darma, 1994). Selanjutnya menurut Monahan (1998), jenis-jenis jamur yang menyebabkan pembusukan (decay) dan pelapukan (deterioration) pada bambu adalah; Irpex lacteus, I.consort Berk., Tyromyces palustris, Picnoporus coccineus (Trametes sanguinea), Poria vaporaria, Schizophyllum commune Fr., Polyporus versicolor (Coriolus versicolor), dan lain-lain Selain jamur dan bakteri, beberapa jenis serangga dilaporkan juga dapat menyebabkan kerusakan pada bambu dilapangan dan juga selama penyimpanan. Diantaranya adalah serangga Epichloe bambusae, dan sejenis kumbang penggerek Dinoderus minutes dan D. brevis menyebabkan bambu sering lapuk (Siregar dan Hartuningsih, 1995). Rayap dari jenis Coptotermes curviganathus, Macrotermes gilvus ( Andalusia (1984) dan bubuk kayu kering Dinoderus minutes (Darma,1994). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis jamur dan tingkat degradasinya pada batang dan daun bambu kuning (Bambusa vulgaris Schard var. vitula) dan bambu hijau (Bambusa vulgaris Schard var. vulgaris.). METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2004, di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Studi Ilmu Hayat (PSIH),IPB serta di halaman belakang jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu kuning (Bambusa vulgaris Schard var. vitula) dengan diameter batang sekitar 10 cm dan bambu hijau (Bambusa vulgaris Schard var. vitula) dengan diameter batang sekitar 7 cm, daun bambu kuning dan daun bambu hijau, media PDA, dan akuades steril. C. Cara kerja Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara meletakkan potongan-potongan batang bambu (ukuran 2 x 3cm) dan daun bambu (ukuran 3 x 15 cm) pada plot yang sudah dibuat secara acak. Jumlah plot yang dibuat sebanyak 16 buah (ukuran 20 x 10 x 5 cm), delapan plot digunakan untuk per-lakuan batang bambu (empat plot bambu kuning dan empat plot bambu hijau) dan delapan plotnya lagi digunakan untuk perlakuan daun bambu (empat plot untuk daun bambu kuning dan empat plot untuk daun bambu hijau). Dari empat plot yang diperlakukan, dua plot diguna-kan untuk mengamati jenis jamur yang diambil setiap minggu (selama 12 minggu), dua plot yang lainnya digunakan untuk mengamati tingkat degradasi total dari sampel yang diambil setelah 12 minggu. Pengamatan dan analisis yang dilakukan meliputi pengukuran bobot kering setiap minggu, serta isolasi dan identifikasi jenis jamur yang tumbuh pada sampel tersebut. Selain itu juga diamati kemungkinan adanya serangan serangga yang dapat terlihat dari bekas gigitannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan pada batang bambu kuning dan bambu hijau memperlihatkan bahwa tingkat degradasi yang terjadi untuk Noverita 19
4 setiap minggunya sangat bervariasi dan tidak konsisten meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh faktor lingkungan seperti pengaruh iklim dan suhu selama perlakuan, disamping itu juga dipengaruhi oleh jenis jamur dan organisme lainnya yang mengkolonisasi. Tingkat degradasi (%) pada batang bambu kuning dan bambu hijau tiap minggu dan tingkat degradasi totalnya setelah 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa tingkat degradasi total batang bambu kuning dan batang bambu hijau setelah 12 minggu pengamatan sangat berbeda. Setelah 12 minggu bambu kuning mengalami tingkat degradasi total sebesar 19,90%, sedangkan pada batang bambu hijau tingkat degradasi totalnya sebesar 45,73%. Tingginya tingkat degradasi pada bambu hijau selain disebabkan oleh jamur juga diduga disebabkan oleh sifat fisik dan serangan rayap, hal ini dapat dilihat selama pengamatan dilapangan bahwa bambu hijau yang digunakan memiliki ketebalan yang lebih kecil dibandingkan dengan bambu kuning, disamping itu juga setelah enam minggu pengamatan di lapangan dapat dilihat adanya serangan serangga rayap, yang terlihat dengan adanya bekas gigitan pada bambu ini. 50 Tingkat degradasi (%) ** Waktu(minggu) bambukuning bambuhijau Gambar 1. Tingkat degradasi (%) batang bambu kuning dan batang bambu hijau tiap minggu dan tingkat degradasi total setelah 12 minggu Menurut Darma dkk. (1994) keawetan alami bambu tergantung pada beberapa faktor, antara lain umur bambu saat ditebang, kandungan pati, cara penyimpanan dan pemakaian, pengaruh iklim dan cuaca, serta organisme perusak seperti rayap. Hasil penelitian Andalusia (1984)pada bambu apus (Gigantochloa apus) menunjukkan bahwa bambu apus tanpa perlakuan sangat rentan terhadap serangga rayap kering Cryptotermes cynocephalus dengan intensitas serangan yang cukup tinggi dibandingkan dengan yang diberi perlakuan. Untuk melihat perbandingan tingkat degradasi (%) selama seminggu untuk duabelas minggu pengamatan batang bambu kuning dan batang bambu hijau, dilakukan dengan cara mencari selisih tingkat degradasi minggu x dengan tingkat degradasi minggu x-1, Noverita 20
5 sehingga ada kemungkinan diperoleh nilai negatif seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa tingkat degradasi tertinggi pada bambu kuning adalah sebesar 3,6%, yang terjadi antara minggu kelima dan keenam. Tingkat degradasi pada jenis ini yang juga cukup penting (2,9 %) terjadi antara minggu pertama dan kedua. Tingkat degradasi tertinggi pada batang bambu hijau adalah sebesar 4,3 % yang terjadi antara minggu ke-11 dan ke-12, tingkat degradasi pada jenis ini yang juga cukup penting (3,3 %) terjadi antara minggu ke-8 dan minggu ke-9. tingkat degradasi (%) waktu (minggu) b. kuning b. hijau Gambar 2. Perbandingan tingkat degradasi (%) selama seminggu untuk dua belas minggu pengamatan pada batang bambu kuning dan hijau Bila dikaitkan antara tingkat degradasi tertinggi dengan frekuensi dan jenis jamur yang diisolasi dari sampel pada setiap minggunya dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 3. Frekuensi (%) dan jenis fungi yang diisolasi dari sampel batang bambu kuning tiap minggu waktu (mingu) % 67% 67% 40% 20% Frekuensi (%) Tric Ms1 Rhi Sc Psp1 Fus Bot Ms2 Psp2 Gli Mon Noverita 21
6 Gambar 4. Frekuensi (%) dan jenis fungi yang diisolasi pada sampel batang bambu hijau waktu (minggu) % 40% 67% 40% 20% 0% 20% 40% 60% 80% 120% Tric Ms1 Frekuensi (%) Rhi Sc Psp Ms2 Psp2 Gli Mon Frekuensi dan jenis jamur (Gambar 3) yang dapat diisolasi pada sampel batang bambu kuning pada minggu kelima dan keenam adalah Schizophylum commune (), Penicillium sp.1 (), Miselia sterilia sp.1(67%) dan Penicillium sp.2(), sedangkan pada minggu pertama dan kedua jamur yang dapat diisolasi adalah Trichoderma sp.(67%), Miselia sterilia sp.1 (), Rhizopus sp. (40%), Schizophylum commune (40%) dan Penicillium sp.1 (20%) Frekuensi dan jenis jamur ( Gambar 4 ) yang dapat diisolasi pada sampel batang bambu hijau pada minggu kedelapan dan kesembilan adalah Trichoderma sp. (), Schizophylum commune (), Botryodiplodia sp. (), Monilia sp. (), serta Miselia sterilia sp1 dan sp.2, masingmasing dengan frekwensi. Sedangkan pada minggu ke sembilan dan kesepuluh, jenis dan frekuensi jamurnya adalah Trichoderma sp. (), Schyzophylum commune (), Botryodiplodia sp. () dan Monilia sp.(67%). Bila diperhatikan dari jenis jamur yang diisolasi dari kedua jenis bambu tersebut ternyata memperlihatkan keragaman jenis cukup banyak dan sama, walau frekwensi kemunculannya berbeda (gambar 4). Hal ini disebabkan kedua jenis bambu ini mengandung senyawa kimia yang dibutuhkan jamur untuk pertumbuhannya sama dengan kosentrasi yang cukup tinggi, seperti selulosa, pentosa dan lignin. Dari hasil penelitian Sutigno (1994, dalam Widjaja,1994) terhadap 10 jenis bambu diantaranya bambu betung, bambu apus dan bambu tali, diketahui bahwa kandungan selulosa dan pentosanya tinggi bila dibandingkan dengan kandungan selulosa dan pentosa kayu jenis lainnya, sedangkan kandungan ligninnya tergolong sedang. Jenis-jenis jamur yang diisolasi tersebut diantaranya menyebabkan pengotoran pada bambu, seperti Penicillium sp. dan Trichoderma sp., dan satu jenis menyebabkan pelapukan pada bambu Schizophyllum commune. Menurut Darma (1994), beberapa jenis jamur yang sering menyerang bambu di lapangan adalah Penicillium, Trichoderma dan Graphium yang menyebabkan pengotoran, Leptographium sp., Botryodiplodia sp., Auricularia sp., Pleurotus sp., Stereum sp., dan Poria incrassata menyebabkan pelapukan, serta Chaetomium globosum dan Coniophora putaena menyebabkan perubahan warna pada bambu. Noverita 22
7 Gambar 4. Frekuensi kemunculan jenis-jenis fungi pada batang bambu kuning dan batang bambu hijau frekuensi kemunculan (%) Tric Ms1 Rhi Sc Psp1 Fus jenis fungi Bot Ms2 Psp2 Gli Mon Bambu K Bambu H Keterangan ; Tri : Trichoderma sp. Ms1 : Miselium steril sp.1 Rhi : Rhizopus sp. Sc : Schizophyllum commune Psp1 : Penicillium sp.1 Fus : Fusarium sp. Bot : Botryodiplodia sp. Ms2 : Miselium steril sp.2 Psp2 : Penicillium sp.2 Gli : Gliocladium sp. Mon : Monilia sp. Pada batang bambu kuning, S. commune mendominasi dengan frekuensi kemunculan 27,12 %, sedang pada batang bambu hijau, fungi yang mendominasi adalah S. commune dan Penicillium sp1. dengan masing-masing frekuensi 17,5 %. Tingginya frekuensi kemunculan jamur S.commune pada bambu kuning diduga sangat erat kaitannya dengan sifat fisik dari bambu tersebut, karena bambu kuning mempunyai ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bambu hijau sehingga kandungan senyawanya yang dibutuhkan jamur ini untuk pertumbuhannya juga akan lebih banyak. Pada daun bambu kuning dan hijau, jamur yang dominan ternyata sama yaitu Trichoderma sp. dengan frekuensi masingmasing 31,6 % dan 29,3 %. Adanya perbedaan frekuensi dari kedua jenis daun bambu ini juga diduga karena perbedaan sifat fisiknya, bambu kuning memiliki daun yang lebih lebar dan tebal sehingga kandungan kimianya yang dibutuhkan jamur untuk pertumbuhan juga akan lebih banyak. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dibatas dapat ditarik beberapa kesimpulan 1. Tingkat degradasi tertinggi pada bambu kuning adalah 3,6 %, terjadi pada minggu kelima dan dan keenam 2. Tingkat degradasi tertinggi pada bambu hijau adalah 4,3 %, terjadi pada minggu ke sebelas dan keduabelas Noverita 23
8 3. Tingkat degradasi total batang bambu kuning 19,9 %,sedangkan bambu hijau 45,7 %. 4. S.commune dominan muncul pada batang bambu kuning dan hijau. 5. Trichoderma sp. dominan muncul pada daun bambu kuning dan hijau. DAFTAR PUSTAKA Andalusia TS. Pengaruh Perendaman Dalam Lumpur Terhadap Serangan Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Ligh dan Perubahan Komposisi Kimia pada Bambu. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB, Bogor Darma IGK. Pengamatan Serangan Jamur Pada Berbagai Jenis Bambu di Lapangan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor Darma IGK, Matangaran JR dan Nandika D. Keawetan dan Pengawetan Bambu, dalam Widjaja dkk. Strategi Penelitian Bambu Indonesia Yayasan Bambu Lingkungan Lestari, Bogor Gusmalina dan Sumadiwangsa S. Analisa Kimia Sepuluh Jenis Bambu Dari Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol.5 No Monahan C. Diseases of Bamboos in Asia an Illustrated Manual. INBAL Technical Report. Kerala Forest Reseach Institut. Pcechi, Kerala, India. Vol Nugroho N dan Surjokusumo S. Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Bangunan; dalam Widjaja dkk. Strategi Penelitian Bambu Indonesia Yayasan Bambu Lingkungan Lestari, Bogor Siregar M dan Hartuningsih. Bambu betung (Dendrocalamus asper (schultesf.) Bakerex Heyne). Lembaran Informasi Prosea-Yayasan Prosea,Bogor Indonesia. Vol.1 No Sutigno P. Beberapa Hasil Penelitian dan Pengolahan Bambu; dalam Widjaja dkk. Strategi Penelitian Bambu Indonesia Yayasan Bambu Lingkungan Lestari, Bogor Utami NW. Bambu kuning (Bambusa vulgaris Schmiler ex Wendland). Lembaran Informasi Prosea-Yayasan Prosea, Bogor Indonesia. Vol.1 No Noverita 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan yaitu mulai dari bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Bagian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat
12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2011 di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu dalam bentuk serbuk gergaji semakin meningkat. Limbah serbuk gergaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya,
Lebih terperinciUji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu
SNI 01-7207-2006 Standar Nasional Indonesia Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu ICS 79.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.
Lebih terperinciV. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM
Wang X, Ren H, Zhang B, Fei B, Burgert I. 2011. Cell wall structure and formation of maturing fibres of moso bamboo (Phyllostachys pubescens) increase buckling resistance. J R Soc Interface. V. PEMBAHASAN
Lebih terperinciIDENTIFIKASI JAMUR PERUSAK KAYU
KARYA TULIS IDENTIFIKASI JAMUR PERUSAK KAYU Disusun Oleh: APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji syukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang bisa dibuat dari
Lebih terperinciISSN Jurnal Exacta, Vol. X No. 1 Juni 2012 KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI BAMBU DI DESA TALANG PAUH BENGKULU TENGAH
KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI BAMBU DI DESA TALANG PAUH BENGKULU TENGAH Ariefa Primair Yani Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan
Lebih terperinciUPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization Karti Rahayu Kusumaningsih Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Stiper Yogyakarta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lignin Lignin merupakan komponen dinding sel tumbuhan berupa fenolik heteropolimer yang dihasilkan dari rangkaian oksidatif di antara tiga unit monomer penyusunnya yaitu p-coumaryl,
Lebih terperinciSidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc.
Sidang Tugas Akhir Penyaji: Afif Rizqi Fattah (2709 100 057) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc. Judul: Pengaruh Bahan Kimia dan Waktu Perendaman terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung
Lebih terperinciFauzi Febrianto 1 *, Adiyantara Gumilang 2, Sena Maulana 1, Imam Busyra 1, Agustina Purwaningsih 1. Dramaga, Bogor 16680
Keawetan Alami Lima Jenis Bambu terhadap Serangan Rayap dan Bubuk Kayu Kering (Natural Durability of Five Bamboo Species Against Termites and Powder Post Beetle) Fauzi Febrianto 1 *, Adiyantara Gumilang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TAHURA K.G.P.A.A Mangkunagoro 1 Ngargoyoso merupakan Taman Hutan Raya yang terletak di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi
Lebih terperinciAGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN
224 KAJIAN SIFAT FISIK BEBERAPA JENIS BAMBU DI KECAMATAN TONGGAUNA KABUPATEN KONAWE Oleh: Niken Pujirahayu 1) ABSTRACT The purpose this research is to find out of phisical properties of some culm of bamboo
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
16 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Bambu Sembilang Bambu memiliki bagian-bagian yang menjadi ciri-ciri morfologinya sehingga dapat digunakan untuk membedakan bambu dengan tumbuhan lain maupun
Lebih terperinciMATERI BAHAN BANGUNAN BAMBU
MATERI BAHAN BANGUNAN BAMBU Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya. Bambu memiliki banyak tipe. Bambu termasuk tanaman dengan laju pertumbuhan tercepat didunia.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.
Lebih terperinciNo. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Alkohol 70% Mencegah kerusakan akibat jamur dan serangga
Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bambu tali (G. apus (Schult.f.) Kurz) yang terdapat di pinggiran
Lebih terperinciORGANISME PERUSAK KAYU. 1. Jamur atau Cendawan
ORGANISME PERUSAK KAYU 1. Jamur atau Cendawan Kayu sangat mudah terserang oleh jamur manakala kondisinya basah atau udara lingkungannya lembab. Jamur berawal dari spora yang akan berkecambah dan tumbuh
Lebih terperinciVini Nur Febriana 1, Moerfiah 2, Jasni 3. Departemen Kehutanan, Gunung Batu Bogor ABSTRAK
Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengawet Boron Terhadap Rayap Kayu Kering (Cryptotermes Cynophalus) Pada Bambu Ampel (Bambusa Vulgaris) Dan Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) Effect of Boron Concentration Preservatives
Lebih terperinciPotensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya
Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya Pendahuluan Bambu adalah salah satu jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang potensial untuk mensubstitusi kayu bagi industri berbasis bahan baku kayu. Dengan adanya
Lebih terperinciTEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN
TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bambu Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas-ruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang berimpang dan mempunyai daun buluh yang menonjol (Heyne 1987).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan dan obat-obatan.namun demikian, hasil hutan yang banyak dikenal penduduk adalah sebagai sumber
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bambu Bambu termasuk ke dalam famili Graminae, sub famili Bambusoidae dan suku Bambuseae. Bambu biasanya mempunyai batang yang berongga, akar yang kompleks, serta daun berbentuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, berasal dari bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu merupakan
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN Alam Indonesia dikenal banyak menyimpan keragaman hayati yang sangat melimpah, hal itu disebabkan oleh kesuburan tanahnya yang sangat baik untuk menunjang keberlangsungan hidup bagi organisme
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Edupark merupakan taman pendidikan yang dimiliki oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta yang terletak di dataran rendah pada ketinggian 105 mdpl dengan suhu rata-rata
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh
4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap,
Lebih terperinci24 Media Bina Ilmiah ISSN No
24 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 SIFAT FISIKA EMPAT JENIS BAMBU LOKAL DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT oleh Febriana Tri Wulandari Prodi Kehutanan Faperta UNRAM Abstrak : Bambu dikenal oleh masyarakat
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2).
A. Bagan Alir Penelitian III. METODE PENELITIAN Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian Strata I (100-199 m ) Strata VII (700-799 m ) Strata II (200-299 m ) Strata VI (600-699 m ) Strata III (300-399
Lebih terperinciPengaruh Pengkaratan Logam terhadap Pelapukan
55 PENGARUH PENGKARATAN LOGAM TERHADAP PELAPUKAN EMPAT JENIS KAYU ASAL SUKABUMI The Effect of Metal Corrosion on the Decay of Four Wood Species Originated from Sukabumi DJARWANTO 1 dan Sihati SUPRAPTI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp (Paskawati dkk, 2010). Di pasaran, terdapat beberapa macam kertas
Lebih terperinciPENINGKATAN DAYA TAHAN BAMBU DENGAN PROSES PENGASAPAN UNTUK BAHAN BAKU KERAJINAN
Peningkatan daya tahan bambu dengan proses pengasapan untuk bahan baku kerajinan....effendi Arsad PENINGKATAN DAYA TAHAN BAMBU DENGAN PROSES PENGASAPAN UNTUK BAHAN BAKU KERAJINAN Improved Durability of
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 cm SNI JIS. 1 cm. Gambar 4 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji sengon longitudinal.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Visual Kayu Pengamatan visual kayu merupakan pengamatan yang dilakukan untuk melihat dampak akibat serangan jamur pelapuk P. ostreatus terhadap contoh uji kayu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu yang dihasilkan dari pengolahan hutan, contohnya produk ekstraktif. Produk ekstraktif merupakan
Lebih terperinciUJI DAYA RACUN BAHAN PENGAWET. 1. Uji Kultur Agar
UJI DAYA RACUN BAHAN PENGAWET 1. Uji Kultur Agar Uji daya racun bahan pengawet dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Uji kultur agar adalah uji bahan pengawet di laboratorium untuk serangan cendawan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan
TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang
Lebih terperinciBAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase
BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman
22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman Nasional Berbak Kabupaten Muaro Jambi yang telah dilakukan di laboratoriun
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel
Lebih terperinciDAYA TAHAN ROTAN YANG DIAWETKAN DENGAN CUKA KAYU GALAM TERHADAP SERANGAN BUBUK Dinoderus minutus Farb.
DAYA TAHAN ROTAN YANG DIAWETKAN DENGAN CUKA KAYU GALAM TERHADAP SERANGAN BUBUK Dinoderus minutus Farb. THE RESISTANT OF RATTAN THAT IS PRESERVED BY GALAM VINEGAR TO ATTACK OF Dinoderus minutus Farb POWDER
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.
22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).
Lebih terperinciKayu lapis untuk kapal dan perahu
Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi ternak ruminansia. Pakan ruminansia sebagian besar berupa hijauan, namun persediaan hijauan semakin
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah
Lebih terperinciMIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5
MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 Nama Kelompok Rizky Ratna Sari Rika Dhietya Putri Ahmad Marzuki Fiki Rahmah Fadlilah Eka Novi Octavianti Bidayatul Afifah Yasir Arafat . Swietenia macrophylla
Lebih terperinciANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH
ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 RINGKASAN Ruli Herdiansyah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Biakan murni merupakan tahapan awal di dalam pembuatan bibit jamur. Pembuatan biakan murni diperlukan ketelitian, kebersihan, dan keterampilan. Pertumbuhan miselium
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat 1. Alat alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium 2. Neraca Analitis Metler P.M 400 3. Botol akuades 4. Autoklaf fiesher scientific 5. Inkubator
Lebih terperinciPENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.
PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kertas merupakan bahan yang tipis dan rata yang biasanya terbuat dari kayu maupun dari bahan yang berserat tinggi, sering digunakan untuk berbagai kepentingan misalnya
Lebih terperinciKeanekaragaman Bambu dan Manfaatnya Di Desa Tabalagan Bengkulu Tengah
Jurnal Gradien Vol. 10 No. 2 Juli 2014 : 987-991 Keanekaragaman Bambu dan Manfaatnya Di Desa Tabalagan Bengkulu Tengah Ariefa Primair Yani Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Bengkulu, Indonesia
Lebih terperinciDjarwanto & Sihati Suprapti
ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 KEMAMPUAN PELAPUKAN 10 STRAIN JAMUR PADA LIMA JENIS KAYU ASAL KALIMANTAN TIMUR (Decay Capability of Ten Fungus Strains to Five Wood Species
Lebih terperinciIV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota
IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya
I. PENDAHULUAN Budidaya jamur pangan (edible mushroom) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya perkembangan budidaya jamur ini, akan menghasilkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di daerah Sleman, Yogyakarta banyak sekali petani yang menanam tanaman salak (Zalacca edulis, Reinw.) sebagai komoditas utama perkebunannya. Salak adalah tanaman asli
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbedabeda.
TINJAUAN PUSTAKA Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbedabeda. Bahkan yang berasal dari satu pohon pun dapat memiliki sifat-sifat berbeda jika dibandingkan bagian ujung dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Venir Bambu Lamina Venir lamina (Laminated Veneer Lumber atau LVL) adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun sejajar serat lembaran venir yang diikat dengan perekat.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Jumlah jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan dan
Lebih terperinciPengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,
PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai rumput raksasa The Giant Grass. Sebagai sebuah tanaman tumbuh tercepat di dunia, bambu pun memiliki
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :
4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang
Lebih terperinciGambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, marga Metroxylon, dengan ordo
Lebih terperinciKEBERADAAN MATERIAL BAMBU SEBAGAI SUBTITUSI MATERIAL KAYU PADA PENERAPAN DESAIN INTERIOR DAN ARSITEKTUR
KEBERADAAN MATERIAL BAMBU SEBAGAI SUBTITUSI MATERIAL KAYU PADA PENERAPAN DESAIN INTERIOR DAN ARSITEKTUR Grace Hartanti Jurusan Desain Interior, Fakultas Komunikasi Multimedia, Universitas Bina Nusantara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BAMBU DAN FASILITAS HUNIAN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BAMBU DAN FASILITAS HUNIAN 2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG BAMBU 2.1.1 Tanaman Bambu Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan sudah menyebar di
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,
Lebih terperinciKERAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusa sp.) DI KAWASAN TAHURA NIPA-NIPA KELURAHAN MANGGA DUA
Ecogreen Vol. 3 No. 1, April 2017 Halaman 9 16 ISSN 2407-9049 KERAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusa sp.) DI KAWASAN TAHURA NIPA-NIPA KELURAHAN MANGGA DUA Nurhayati Hadjar *, Niken Pujirahayu, Eko Fitriono Jurusan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa
Lebih terperinciStudi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu
Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Mitra Rahayu1,a), Widayani1,b) 1 Laboratorium Biofisika, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan, tumbuhtumbuhan dalam persekutuan alam dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat petunjuk ilmu maupun manfaat tersendiri dan kewajiban manusia sebagai ulil albab yaitu mempelajari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan tanaman dari famili rerumputan (Graminae) yang banyak dijumpai dalam kehidupan manusia, termasuk di Indonesia. Secara tradisional bambu dimanfaatkan untuk
Lebih terperinciBAB VIII PEMBAHASAN UMUM
BAB VIII PEMBAHASAN UMUM Biodeteriorasi kayu mengakibatkan penurunan mutu dan tidak efisiennya penggunaan kayu. Selain itu umur pakai kayu menjadi lebih pendek dan berakibat konsumsi kayu menjadi meningkat,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan
Lebih terperinciBAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian
Lebih terperinciOleh: Merryana Kiding Allo
Corak Indah Kayu Eboni (Diospyros celebica Bakh.) CORAK INDAH KAYU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243, telp. (0411)
Lebih terperinciKETAHANAN LIMA JENIS KAYU TERHADAP TIGABELAS JAMUR PERUSAK KAYU
KETAHANAN LIMA JENIS KAYU TERHADAP TIGABELAS JAMUR PERUSAK KAYU (The Resistance of Five Wood Species Against Thirteen Wood Destroying Fungi) Oleh/By Sihati Suprapti, Djarwanto dan Hudiansyah ABSTRACT The
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PE ELITIA
10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan yang dibutuhkan manusia untuk berbagai penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. Namun pada kenyataannya,
Lebih terperinci