KAJIAN PENGARUH SUHU, ph, WAKTU DAN KONSENTRASI INHIBITOR AKAR KAWAO (Milletia sericea) PADA DEGRADASI SUKROSA OLEH INVERTASE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENGARUH SUHU, ph, WAKTU DAN KONSENTRASI INHIBITOR AKAR KAWAO (Milletia sericea) PADA DEGRADASI SUKROSA OLEH INVERTASE"

Transkripsi

1 KAJIAN PENGARUH SUHU, ph, WAKTU DAN KONSENTRASI INHIBITOR AKAR KAWAO (Milletia sericea) PADA DEGRADASI SUKROSA OLEH INVERTASE Oleh ANNISA RACHMA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 KAJIAN PENGARUH SUHU, ph, WAKTU DAN KONSENTRASI INHIBITOR AKAR KAWAO (Milletia sericea) PADA DEGRADASI SUKROSA OLEH INVERTASE SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ANNISA RACHMA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN PENGARUH SUHU, ph, WAKTU DAN KONSENTRASI INHIBITOR AKAR KAWAO (Milletia sericea) PADA DEGRADASI SUKROSA OLEH INVERTASE SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ANNISA RACHMA F Dilahirkan pada tanggal 4 Februari 1984 Di Karanganyar Tanggal lulus : 25 Agustus 2006 Menyetujui, Bogor, September 2006 Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Dosen Pembimbing I Prayoga Suryadarma, S.TP, MT Dosen Pembimbing II

4 Annisa Rachma. F Kajian Pengaruh Suhu, ph, Waktu dan Konsentrasi Inhibitor Akar Kawao (Milletia sericea) Pada Degradasi Sukrosa Oleh Invertase. Di bawah bimbingan Sapta Raharja dan Prayoga Suryadarma RINGKASAN Kondisi industri gula di Indonesia dewasa ini semakin memprihatikankan. Hal tersebut dapat terlihat dari produksi gula nasional yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Sementara kebutuhan konsumsi gula dalam negeri semakin meningkat. Untuk itu impor merupakan jalan keluar yang paling mudah untuk dilakukan. Rendahnya produksi gula nasional disebabkan oleh produktivitas dan efisiensi industri gula rendah. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas dan efisiensi industri gula adalah terjadinya kerusakan gula pada saat alat-alat pengolahan gula mengalami kerusakan (down time). Pada saat tersebut, nira gula menunggu untuk dilakukan pengolahan selanjutnya. Lamanya waktu menunggu tersebut menyebabkan degradasi gula (sukrosa) menjadi gula-gula sederhana (invert), seperti glukosa dan fruktosa atau senyawa turunan lainnya. Selain degradasi sukrosa, senyawa-senyawa hasil degradasi sukrosa tersebut dapat mengganggu proses kristalisasi, sehingga dapat menurunkan rendemen gula sukrosa. Kerusakan sukrosa dalam nira diantaranya disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang mengeluarkan enzim dan enzim yang telah ada dalam nira, salah satunya yaitu invertase yang menghidrolisis sukrosa menjadi gula invert. Untuk itu perlu adanya proses penghambatan terhadap aktivitas invertase, sehingga diharapkan rendemen gula sukrosa dapat ditingkatkan. Pada penelitian ini dilakukan penghambatan aktivitas invertase supaya laju degradasi sukrosa oleh enzim dapat diturunkan. Penghambatan aktivitas enzim dapat dilakukan dengan memberikan kondisi ekstrim bagi reaksi hidrolisis oleh invertase seperti suhu, ph maupun tekanan. Dengan memberikan kondisi ekstrim, diharapkan laju kerusakan sukrosa oleh invertase dapat dihambat. Selain pemberian kondisi ekstrim, penghambatan aktivitas enzim dapat dilakukan dengan penambahan inhibitor. Bahan inhibitor yang digunakan harus sesuai dengan bahan yang akan dihambat aktivitas invertasenya. Bahan inhibitor yang aman untuk pangan misalnya adalah akar kawao (Milletia sericea) yang biasa digunakan oleh petani gula sebagai pengawet nira. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor penghambat laju degradasi sukrosa oleh invertase yang meliputi suhu, ph, waktu dan inhibitor akar kawao (Milletia sericea) yang ditandai dengan penurunan jumlah gula pereduksi. Selanjutnya menentukan permukaan respon faktor yang berpengaruh pada penghambatan laju degradasi sukrosa. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial dua tingkat dengan empat faktor, sedangkan untuk mengetahui permukaan respon digunakan metode permukaan respon (Response Surface Methodology). Nilai rendah dan tinggi untuk suhu adalah 60 dan 80 C, nilai ph rendah 5 dan nilai ph tinggi 8, nilai inhibitor rendah 0,875 g dan nilai tingginya 3,5 g dan waktu reaksi rendah 40 menit dan waktu reaksi tinggi 100 menit.

5 Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa faktor ph paling berpengaruh diantara faktor yang lain seperti faktor suhu dan inhibitor dan memberikan respon positif terhadap penghambatan laju degradasi sukrosa, sedangkan waktu berpengaruh negatif terhadap laju degradasi sukrosa. Naiknya nilai ph menyebabkan jumlah gula pereduksi yang dihasilkan menurun pada tingkat signifikansi 99,69%. Dengan bertambahnya konsentrasi inhibitor menyebabkan jumlah gula pereduksi menurun pada tingkat 98,35%. Suhu berpengaruh pada tingkat signifikansi 95,48%, dengan naiknya suhu mengakibatkan jumlah gula pereduksi yang dihasilkan menurun. Dari hasil analisa metode permukaan respon diketahui kondisi terbaik untuk menghasilkan jumlah gula pereduksi terendah sebesar 155,1 µm dengan nilai faktor reaksi suhu 72,48 C, ph 6,19 dan konsentrasi akar kawao (Milletia sericea) sebesar 3,49 g.

6 Study on The Effect of Temperature, ph Value, Incubation Time, and Kawao (Milletia serecia) Root Concentration as Inhibitor on Sucrose Degradation by Invertase. Summary The production level of national sugar industry in Indonesia is decreasing from time to time, while the needs of sugar consumption in Indonesia are increasing. The low production level of national sugar industry was caused by decreasing productivity and efficiency of sugar industry. One of the most common cause of bad productivity and efficiency is sugar degradation, where the sugar degradation could occurred when the sugar processing equipment was having a problem or broken (down time). The delaying time of processing the sugarcane juice could convert the form of sugar in the juice (sucrose) in to another form of simple sugar (invert), such as glucose, fructose, or other derivatives compound. Invert sugar forming as a result of sugar degradation will inhibit the sucrose crystallization process and decrease the sugar yield. The sucrose degradation in the sugarcane juice can cause by the existence enzyme on the sugarcane juice, or by the existence of microorganism, which released some enzyme to the juice. One of the most common enzymes is the invertase, which could hydrolyze the sucrose in to form of invert sugar. Due to the related state, an effort is needed to avoid or at least to obstruct the sucrose damage so the yield and the productivity of cane sugar industry can be improved. On this research, an inhibition of invertase activity was conducted, so the rate of the sucrose degradation could be decreased. The inhibition of enzyme activity could conducted by giving an extreme condition to the hydrolyze reaction, such as temperature, ph, or pressure. By using the extreme condition, hopefully the rate of sucrose damaging by the invertase could be inhibited. Then also add some substance as an inhibitor of the process. One of the substance is the extract of Kawao root (Milletia serecia), which sugar farmers usually used as a sugarcane juice preservative. The objective of this research was to determined the influence of sucrose degradation inhibitor factors, including temperature, ph value, incubation time, and the addition of Kawao root, which could determined by the decreasing of the reduction sugar. Besides that, it was to determine the factors response surface which correlated to the inhibition of sucrose degradation. The design experiment which used in this research was two level factorial designs with four factors, while to knowing the response surface, a response surface methodology (RSM) was used. The low and the high point for the temperature were 60 o C and 80 o C. The low of ph value was 5 and the high one was 8. The low value for inhibitor was g while the high one was 3.5 g. The time of low reaction was 40 minutes and the high one was 100 minutes. Based on the statistic analysis, it was found that the ph factor was the most influencing factor among other factors, such as temperature and inhibitor, and also giving a negative response towards to the rate of sucrose degradation. On the other hand, the factor of time was giving a positive influence towards to the

7 rate of sucrose degradation. The increasing of ph value caused the decrease of reduction sugar in significant level of 99.69%. With the increasing of inhibitor concentration, caused the decrease of reduction sugar at the level of 98.35%. The temperature was influencing at the significant level of 95.48%. With the increasing of the temperature caused the decrease of the reduction sugar. From the response surface methods analysis, it was found that the best condition to produce the lowest reduction sugar was µm with the value of temperature reaction factor of o C, ph 6.19 and the Kawao root concentration for 3.49 g.

8 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Pengaruh Suhu, ph, Waktu Dan Konsentrasi Inhibitor Akar Kawao (Milletia sericea) Pada Degradasi Sukrosa Oleh Invertase adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, Agustus 2006 Yang membuat pernyataan, Annisa Rachma F

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Karanganyar pada tanggal 4 Februari Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Tri Waspodo dan Sri Rejeki. Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 2 Karangmojo. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTP Negeri 1 Karanganyar pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Karanganyar dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri, Institut Pertanian Bogor tahun 2002 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi pengurus FBI (Forum Bina Islami) periode 2004/2005 dan pengurus FORCES (For Scientist) periode 2004/2005. Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2005 dengan topik Mempelajari Aspek Pengendalian Mutu Produksi Monosodium Glutamat Di PT Palur Raya Surakarta. Untuk menyelesaikan tugas akhir ini, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul Kajian Pengaruh Suhu, ph, Waktu Dan Konsentrasi Inhibitor Akar Kawao (Milletia sericea) Pada Degradasi Sukrosa Oleh Invertase.

10 KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, dan hidayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Kajian Pengaruh Suhu, ph, Waktu Dan Konsentrasi Inhibitor Akar Kawao (Milletia sericea) Pada Degradasi Sukrosa Oleh Invertase, serta dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi. Karya ilmiah ini ditujukan untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan membimbing penulis baik selama penelitian dan penulisan skripsi. 2. Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan membimbing penulis baik selama penelitian dan penulisan skripsi. 3. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Bapak, Ibu, dan adik-adikku tercinta atas pengertian, dukungan, semangat, dan doa-doanya. 5. Reni, Rian, Mbak Fitri dan Pak Ikhsan rekan satu tim penelitian gula atas bantuan dan kebersamaanya. 6. Laboran di Departemen Industri Pertanian atas segala bantuan selama penulis melaksanakan penelitian. 7. Teman-teman di lab. Bioindustri, lab. Teknik Kimia, lab. Pengemasan, lab. Wastu, lab. DIT dan teman-teman TIN 39 atas bantuan, persaudaraan dan persahabatannya selama ini. 8. Teman-teman satu bimbingan Mansyur dan Kristin atas bantuan dan kebersamaannya. 9. Teman-teman Andaleb Crew (sahabatku Lia, M Wulan, M Saras, M Tito, M Fatimah, M Nita, Wacih, Cocom, Yanti, Widi, Firdaus, Lely, Azzi,

11 Maryam, Sifa dan adik-adik angkatan 42) atas cinta yang telah kalian berikan dan dukungan selama ini. 10. Teman-teman dari SMU Karanganyar atas kebersamaannya selama ini. 11. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna. Namun penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Agustus 2006 Penulis

12 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA... A. SUKROSA... 5 B. INVERTASE... 6 C. AKTIVITAS DAN STABILITAS ENZIM... 7 D. DEGRADASI SUKROSA ph SUHU KONSENTRASI SUBSTRAT DAN ENZIM INHIBITOR KONDISI LINGKUNGAN E. KAWAO ( Milletia sericea) F. ZAT-ZAT BIOAKTIF III. METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN B. METODE PENELITIAN TAHAPAN PENELITIAN PROSEDUR PENELITIAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS INVERTASE B. KARAKTERISTIK KAWAO ( Milletia sericea) C. PENGARUH FAKTOR REAKSI... 26

13 D. PERMUKAAN RESPON V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 46

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Produksi, produktivitas dan rendemen gula nasional... 1 Tabel 2. Perbandingan rata-rata produktivitas tebu dan gula serta rendemen antara negara produsen... 2 Tabel 3. Nilai rendah dan tinggi perlakuan Tabel 4. Rancangan faktorial dari masing-masing variabel reaksi yang berpengaruh Tabel 5. Hasil uji fitokimia kawao ( Milletia sericea) Tabel 6. Parameter koefisien dan nilai signifikansi Tabel 7. Parameter interaksi koefisien dan nilai signifikansi... 31

15 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan invertase... 5 Gambar 2. Model persamaan umum untuk pengaruh ph Gambar 3. Pengaruh nilai ph terhadap aktivitas invertase dari gula tebu Gambar 4. Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase dari gula tebu Gambar 5. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim Gambar 6. Tahapan penelitian Gambar 7. Kurva aktivitas invertase Gambar 8. Interaksi antara suhu reaksi (X 1 ) dan ph (X 2 ) terhadap jumlah gula pereduksi Gambar 9. Interaksi antara ph (X 2 ) dan bahan inhibitor akar kawao (X 3 ) terhadap jumlah gula pereduksi Gambar 10. Interaksi antara ph (X 2 ) dan waktu (X 4 ) terhadap jumlah gula pereduksi Gambar 11. Interaksi antara suhu (X 1 ) dan inhibitor akar kawao (X 3 ) terhadap jumlah gula pereduksi Gambar 12. Interaksi antara suhu (X1) dan waktu (X4) terhadap jumlah gula pereduksi Gambar 13. Permukaan respon dari gula pereduksi sebagai fungsi dari suhu, ph dan inhibitor akar kawao Gambar 14. Permukaan respon gula pereduksi pada konsentrasi akar kawao tetap Gambar 15. Permukaan respon dari gula pereduksi pada suhu tetap Gambar 16. Permukaan respon dari gula pereduksi pada nilai ph tetap... 40

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data hasil analisis gula pereduksi Lampiran 2a. Hasil statistik pengaruh linier variabel terhadap jumlah gula pereduksi menggunakan SAS Lampiran 2b. Hasil analisis ragam dari SAS pada hubungan regresi terhadap respon Lampiran 2c. Hasil analisis residual dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi Lampiran 3a. Hasil anlisis ragam dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi pada nilai T Lampiran 3b. Hasil analisis ragam dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi pada nilai F Lampiran 4. Hasil analisis gula pereduksi pada optimasi Lampiran 5a. Hasil statistik pengaruh optimasi variabel berpengaruh terhadap gula pereduksi menggunakan SAS Lampiran 5b. Hasil analisis ragam dari SAS pada data hubungan regresi respon Lampiran 5c. Hasil analisis residual dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi pada nilai F Lampiran 5d. Hasil analisis ragam dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi pada nilai T Lampiran 6. Hasil optimasi pengaruh faktor reaksi terhadap gula pereduksi Lampiran 7. Metode Uji Fitokimia (Harborne, 1996) Lampiran 8. Metode pembuatan pereaksi uji fitokimia Lampiran 9. Gambar pohon dan akar kawao... 55

17 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kondisi industri gula di Indonesia dewasa ini semakin memprihatikankan. Hal tersebut dapat terlihat dari produksi gula nasional yang semakin menurun dari tahun ke tahun seperti disajikan pada Tabel 1 dan posisi indutri gula Indonesia diantara negara-negara produsen gula pada Tabel 2. Sementara kebutuhan konsumsi gula dalam negeri semakin meningkat. Untuk itu impor merupakan jalan keluar yang paling mudah untuk dilakukan. Tabel 1. Produksi, produktivitas dan rendemen gula nasional Tahun Produksi gula (ton) Produktivitas Gula Rendemen (%) (ton/ha) ,90 6, ,71 8, ,98 6, ,19 7, ,68 7, ,74 6, ,37 6, ,96 7, ,01 6, ,01 6, ,86 7, ,82 7,97 Sumber: Sekretariat Dewan Gula (1999)

18 Tabel 2. Perbandingan rata-rata *) produktivitas tebu dan gula, serta rendemen antara negara produsen Negara Rata-rata produktivitas tebu (ton/ha) Rata-rata rendemen (%) Rata-rata produktivitas gula (ton/ha) Jepang 64,09 11,53 7,41 Thailand 56,76 10,97 6,24 Cina 59,16 11,84 7,00 India 69,33 10,90 7,56 Phillipina 60,70 8,26 5,00 Indonesia 70,13 7,05 4,95 USA 78,44 11,61 9,11 *) rata-rata dihitung dari Tahun 1996/97 sampai 2002/2003 Sumber: Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan (2003) Rendahnya produksi gula nasional disebabkan oleh produktivitas dan efisiensi industri gula rendah. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas dan efisiensi industri gula adalah terjadinya kerusakan gula pada saat alat-alat pengolahan gula mengalami kerusakan (down time). Pada saat tersebut, nira gula menunggu untuk dilakukan pengolahan selanjutnya. Lamanya waktu menunggu tersebut menyebabkan degradasi gula (sukrosa) menjadi gula-gula sederhana (invert), seperti glukosa dan fruktosa atau senyawa turunan lainnya. Selain degradasi sukrosa, senyawa-senyawa hasil degradasi sukrosa tersebut dapat mengganggu proses kristalisasi, sehingga dapat menurunkan rendemen gula sukrosa. Kerusakan sukrosa atau degradasi sukrosa karena proses inversi yang terjadi saat pembuatan gula dapat diakibatkan oleh adanya mikroorganisme dan enzim-enzim dalam nira. Selain adanya enzim karena dihasilkan oleh mikroorganisme, dalam nira tebu telah terkandung beberapa jenis enzim. Salah satu enzim yang ada pada nira dan dapat merusak sukrosa menjadi gula invert adalah invertase. Degradasi sukrosa akibat proses inversi oleh invertase perlu dihambat pada proses produksi gula supaya rendemen gula yang dihasilkan semakin meningkat. Penghambatan laju degradasi sukrosa dapat dilakukan dengan menghambat aktivitas invertase untuk mengubah sukrosa menjadi glukosa dan

19 fruktosa. Penghambatan dapat dilakukan dengan menambahkan bahan penghambat atau disebut inhibitor pada saat proses inversi yang disebut proses inhibisi. Bahan inhibitor ini akan mengubah aktivitas dari suatu enzim dengan menggabungkannya dalam suatu jalur yang mempengaruhi ikatan substrat dan nilai turn-over nya. Bahan-bahan ini dapat berupa bahan alami maupun kimia (logam). Beberapa peneliti telah melakukan usaha untuk menghambat aktivitas invertase, seperti Mealor dan Townshend (1968) dalam Trojanowicz et al (2004) menyatakan bahwa kation logam seperti Cu(II), Zn(II), Cd(II) dan Pb(II) dapat menghambat aktivitas invertase. Selain penambahan inhibitor, penghambatan aktivitas enzim dapat dilakukan dengan memberikan kondisi ekstrim bagi reaksi inversi oleh invertase seperti suhu, ph maupun tekanan. Seperti penghambatan aktivitas invertase yang dilakukan oleh Cavaille dan Didier (1996) dengan mengkombinasikan perlakuan tekanan tinggi dan suhu, sedangkan menurut Causette et al (1998), perlakuan suhu dan tekanan yang tinggi akan mempengaruhi kualitas produk (sukrosa) akibat terjadinya reaksi lain yang tidak diinginkan (lateral reaction) sedangkan Causette et al (1998) melakukan inaktivasi enzim dengan menggunakan gelembung gas inert. Penambahan bahan inhibitor harus disesuaikan dengan bahan atau produk yang akan dihambat aktivitas invertasenya hingga didapatkan hasil yang optimal (kondisi optimum penghambatan aktifitas enzim) dan tidak merugikan. Bahan inhibitor yang digunakan untuk produk makanan sebaiknya dari bahan alami seperti menggunakan umbi kentang (Solanum tuberosum L.). Ewing et al (1977) dan Pressey (1966) telah mengidentifikasi adanya inhibitor invertase di dalam umbi kentang. Pressey (1994) dan Weil et al (1994) dalam Greiner et al (1998) juga telah melakukan studi mengenai adanya inhibitor invertase di dalam tembakau dan tomat. Bahan lain yang diduga sebagai inhibitor adalah akar Kawao (Milletia sericea ) yang biasa digunakan oleh para petani gula sebagai pengawet nira. Dengan ditemukannya bahan inhibitor alami dan kondisi reaksi yang dapat menghambat aktivitas invertase diharapkan laju degradasi sukrosa oleh invertase pada proses produksi gula atau proses lain yang membutuhkan

20 kandungan sukrosa tinggi dapat dikurangi sehingga kualitas produk tetap baik bahkan diharapkan semakin meningkat dan aman untuk produk pangan. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui pengaruh faktor penghambat laju degradasi sukrosa oleh invertase yang meliputi suhu, ph, waktu dan inhibitor akar kawao (Milletia sericea) 2. Menentukan permukaan respon faktor yang berpengaruh pada penghambatan laju degradasi sukrosa oleh invertase

21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. SUKROSA Sukrosa, biasanya diketahui sebagai gula meja (table sugar), merupakan disakarida yang dibentuk dari sebuah molekul α-d-glukosa dan molekul β-dfruktosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1, β-2 glikosidik. Ketika ikatan α-1, β-2 glikosidik terputus oleh reaksi hidrolisis, akan terbentuk campuran glukosa dan fruktosa. Campuran monosakarida-monosakarida tersebut disebut sebagai gula invert (invert sugar), yang merupakan turunan dari sukrosa. Sukrosa dapat dihidrolisis dengan bantuan enzim yang disebut sebagai invertase atau sukrase (Wang, 2004). Reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan invertase dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan invertase Menurut Pennington dan Charles (1990) sukrosa adalah gula nonpereduksi dan stabil terhadap panas, larutan netral sampai suhu 100 C. Fruktosa akan terurai pada suhu 60 C dan glukosa maupun fruktosa tidak stabil pada larutan basa, pada kondisi seperti itu sukrosa umumnya paling stabil. Sukrosa akan berubah atau pecah menjadi dua komponen monosakarida, glukosa dan fruktosa dalam larutan asam. Reaksi ini akan dipercepat dengan peningkatan keasaman dan peningkatan suhu. Kebanyakan reaksi sukrosa dalam larutan termasuk metabolisme manusia, dimulai dengan reaksi inversi. Reaksi inversi adalah reaksi hidrolisis irreversible dimana satu molekul sukrosa dan satu molekul air menghasilkan satu molekul glukosa dan satu

22 molekul fruktosa. Proses ini dipercepat dengan panas. Inversi larutan sukrosa murni diproses paling cepat sampai mendekati 5000 kali pada 90 C dibanding pada 20 C. Pada prakteknya reaksi ini terjadi pada ph dibawah 7 dan proses dipercepat dengan penurunan ph. Reaksinya adalah indotermik dengan energi aktivasi 25,9 kilokalori per mol pada 20 C. Reaksi ini dapat juga melalui katalisis biokimia dengan beberapa enzim, khususnya invertase (Pennington dan Charles, 1990). B. INVERTASE Secara molekuler enzim merupakan protein yang tersusun atas serangkaian asam amino dalam komposisi dan sekuens yang teratur dan tetap. Enzim merupakan biokatalisator yang diproduksi oleh sel hidup dan diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu enzim intraseluler yang bekerja di dalam sel dan enzim ekstraseluler yang bekerja di luar sel (Judoamidjojo et al., 1989). Menurut Foyer et al (1997), enzim yang biasanya menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa adalah invertase. Glukosa dan fruktosa dilibatkan dalam memberi sinyal jaringan dengan perubahan sukrosa sel tanaman menjadi nutrisi yang dibutuhkan. Jadi aksi invertase memberikan isyarat sukrosa dengan memproduksi dua molekul masenjer sebagai hal yang penting pada proses ini. Sehingga invertase menjadi enzim dengan dua fungsi, sebagai katalis pemecah sukrosa dan pemberi informasi keadaan karbon. Asam invertase (β-fruktosidase; EC ) adalah enzim pengkatalis tidak balik yang memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang merupakan kunci enzim dalam metabolisme sukrosa dalam buah apel (Beruter 1985, Beruter et al. 1997) sebagai pengikat jaringan dalam tanaman (Quick and Schaffer 1996) (dalam PAN et al, 2005). Invertase terdapat dalam jumlah yang beragam pada tanaman atau hewan dengan varietas yang luas. Sumber utama diyakini berasal dari ragi (yeast) dan

23 fungi lainnya. Reed (1966) dalam Pancoast (1980) menyatakan bahwa ragi Saccharomyces cerevisiae dan S. carlsbergensis merupakan sumber utama penghasil invertase untuk aplikasi industri. Aspergillus orizae dan A. Niger adalah fungi yang juga merupakan sumber invertase. Invertase memecah ikatan antara dua gula dengan hidrolisis. Invertase termasuk dalam kelas enzim yang diketahui sebagai hidrolase. Beberapa dari enzim tersebut bekerja dengan memecah ikatan selain kerja yang lain dengan membelokkan ikatan pada waktu yang bersamaan. Enzim yang membelokkan ikatan pada waktu yang bersamaan dengan pemecahan mengakibatkan satu dari gula yang dilepaskan mengalami perubahan konfigurasi dari bentuk awal dirubah dari alpha menjadi beta (enzyme.co.uk). Invertase tebu dimurnikan dari jaringan batang tebu dewasa menjadi bagian elektroforetikal yang sama dengan penukaran ion kromatografi DEAE- Cellulose dan CM-Cellulose pada kolom kromatografi. Berat molekul enzim invertase murni adalah 218 kda panda SDS-Polyacrylamid gel elektroforesis. Bila enzim dikarakterisasi ditemukan invertase tebu adalah glikoprotein alami dan mengandung 7,29 % gula. Aktivitas enzim tertinggi pada ph 7,2 dan suhu 60 C (Rahman et al., 2004). C. AKTIVITAS DAN STABILITAS ENZIM Aktivitas enzim didefinisikan sebagai kecepatan pengurangan substrat atau kecepatan pembentukan produk pada kondisi optimum. Satu unit aktivitas enzim selulase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan satu mikromol gula reduksi (glukosa) setiap menit (Lehninger, 1993). Aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, ph, dan suhu (Pelczar dan Chan, 1986). Setiap enzim berfungsi optimal pada suhu, ph dan konsentrasi substrat tertentu. Konsentrasi substrat yang rendah menyebabkan daerah aktif pada enzim tidak semuanya terikat pada substrat. Terdapat suhu optimal dimana reaksi berlangsung sangat cepat. Di atas suhu optimal, kecepatan reaksi menurun tajam karena enzim sebagai protein akan

24 terdenaturasi, sedangkan pada suhu terlalu rendah beberapa enzim tidak dapat bekerja. Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh ph karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi ph. Stabilitas dan aktivitas enzim ditentukan oleh konformasi tiga dimensinya. Aktivitas enzim pada suhu tinggi terjadi melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme intrinsik yaitu struktur enzim secara alamiah mendukung aktivitasnya yang dipengaruhi oleh faktorfaktor interaksi elektrostatik, interaksi hidrofobik, kandungan asam amino alifatik, ikatan disulfida, dan kekompakan struktur. Ikatan hidrofobik akan semakin kuat pada suhu tinggi untuk enzim termostabil, sebaliknya akan semakin lemah untuk enzim termolabil karena terjadi denaturasi. Mekanisme ekstrinsik yaitu terjadinya stabilitas panas akibat adanya interaksi multipoint dengan komponen-komponen lain dan adanya faktor penstabil panas, yaitu pengikatan substrat dengan komponen berberat molekul rendah, kontak antara protein-protein, gugus prostetik, kation logam dan lain-lain (Nam-Soo dan Kim, 1991). Enzim merupakan salah satu jenis protein globular. Stabilitas dan aktivitas enzim ditentukan oleh konformasi tiga dimensinya yang dipengaruhi oleh struktur tertier protein. Terdapat empat jenis interaksi yang menstabilkan struktur tersebut pada suhu, ph dan konsentrasi ion normal, antara lain ikatan hidrogen, gaya tarik ionik, interaksi hidrofobik dan jembatan kovalen. (Lehninger, 1988). D. DEGRADASI SUKROSA Banyak faktor yang mempengaruhi laju reaksi suatu enzim. Diantaranya yang paling penting adalah konsentrasi substrat dan enzim. Beberapa faktor utama lainnya adalah suhu, ph, kekuatan ionik dan adanya inhibitor. Sesungguhnya, segala sesuatu yang mempengaruhi struktur tersier protein enzim akan mempengaruhi laju reaksi enzim (Page, 1989). Degradasi sukrosa oleh enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: ph, suhu, lama pemanasan, konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim.

25 Laju degradasi sukrosa dapat diperlambat atau bahkan dihambat dengan penambahan inhibitor. 1. ph Konsentrasi nyata H + dan juga OH - di dalam larutan dinyatakan oleh nilai ph. Pengukuran ph adalah satu prosedur yang paling penting dan sering dipergunakan dalam biokimia karena ph menentukan banyak peranan penting dari struktur dan aktivitas makromolekul biologi, seperti aktivitas katalitik enzim (Lehninger, 1995). Menurut Chaplin dan Bucke (1990) enzim adalah molekul ampoter yang mengandung sejumlah asam dan golongan dasar terutama pada sisi permukaan. Kondisi golongan ini akan berubah-ubah tergantung pada konstanta disosiasi asam dengan ph lingkungannya. Hal ini akan mempengaruhi keadaan total enzim dan beban distribusi pada permukaan luar dengan penambahan reaktif dari golongan aktif pengkatalis. Efek ini sangat penting pada sisi aktifnya. Perubahan yang terjadi pada kondisi ph mempengaruhi aktivitas, daya larut dan stabilitas enzim. Perubahan laju enzim sebagai fungsi dari ph disebabkan oleh tiga faktor. 1. Status protonasi dari sisi cabang asam amino pada bagian aktif komplek enzim-substrat yang berubah, menghasilkan suatu perubahan dalam kemampuaanya memecah ES menjadi P (misal, perubahan pada V max ). 2. Perubahan yang bersifat ion dari molekul substrat atau bagian yang aktif mengubah kecenderungan dua molekul untuk berkombinasi membentuk ES. 3. Pergeseran ph menjauhi netral dapat menurunkan kestabilan bentuk protein, mengarah pada laju denaturasi enzim pada suhu pengujian.

26 K e1 K e2 EH 2 H + + EH - H + + E = S S S αk s K s βk s EH 2 S H + + EH - S H + + E = S Kes 1 Kes 2 Gambar 2. Model persmaan umum untuk pengaruh ph (Stauffer, 1989). Nilai ph merupakan faktor yang juga berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Kebanyakan dari enzim tidak aktif atau infaktif pada nilai ph yang ekstrim. Hal tersebut dapat disebabkan oleh nilai ph yang ekstrim dapat merusak protein yang merupakan komponen penyusun enzim. Pengaruh faktor nilai ph terhadap aktivitas enzim dapat dilihat pada Gambar 3 (Rahman et al., 2004). Aktivitas relatif Suhu ( o C). Gambar 3. Pengaruh nilai ph terhadap aktivitas invertase dari gula tebu (Rahman et al., 2004) Berdasarkan Gambar 3, nilai ph merupakan faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas invertase dari tebu gula. Peningkatan nilai ph dari 2 sampai dengan 7 dapat menyebabkan peningkatan aktivitas enzim. Dilain pihak, peningkatan ph di atas 7 dapat menyebabkan penurunan aktivitas invertase. 2. Suhu Menurut Chaplin dan Bucke (1990) denaturasi oleh panas pada enzim disebabkan terutama oleh interaksi protein dengan lingkungan yang

27 mengandung air. Protein umumnya lebih stabil dalam konsentrat daripada larutan lemah. Dalam keadaan kering atau secara umum protein tersebut aktif dalam suatu periode sampai suhu 100 C. Peningkatan suhu pada reaksi enzim mempunyai dua pengaruh, yaitu peningkatan suhu dapat meningkatkan laju reaksi dan peningkatan suhu meningkatkan laju inaktifasi enzim. Sesuai dengan aturan, peningkatan 10 C akan menyebabkan laju reaksi dua kalinya, sementara laju inaktifasi akan meningkat 64 kalilipat (Stauffer, 1989). Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Peningkatan suhu dapat meningkatkan reaksi, akan tetapi peningkatan suhu yang tinggi akan menyebabkan denaturasi protein, sehingga akan menurunkan aktivitas enzim. Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase dapat dilihat pada Gambar 4 (Rahman et al., 2004). Aktivitas relatif ph Gambar 4. Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase dari gula tebu (Rahman et al., 2004) Berdasarkan Gambar 4, dapat diketahui bahwa faktor suhu berpengaruh terhadap aktivitas invertase. Semakin tinggi suhu yang diberikan akan meningkatkan aktivitas invertase. Dilain pihak, peningkatan suhu lebih lanjut (di atas 60 o C) dapat menyebabkan penurunan aktivitas invertase. Peningkatan suhu di atas 60 o C dapat menyebabkan denaturasi protein yang merupakan senyawa penyusun enzim. Selain suhu, tekanan juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Peningkatan tekanan di atas 50 Mpa dapat menurunkan aktivitas enzim (Cavaille dan Didier, 1996).

28 3. Konsentrasi Substrat dan Enzim Pada konsentrasi substrat yang tinggi, acapkali ditemukan laju reaksinya lebih kecil dari nilai maksimum. Hal ini dapat diterapkan bahwa pada konsentrai tinggi tersebut, substrat dapat menghambat laju konversi menjadi produk. Jenis penghambatan ini akan membentuk komplek (dead end complex) satu sisi manakala molekul substrat terikat pada enzim, dan molekul substrat lain terikat pada sisi lain (sekunder) enzim. Sebagai contoh, invertase dihambat oleh sukrosa pada konsentrasi tinggi, penisilin asilase terhambat pada konsentrasi tinggi bensil penisilin (Suryani dan Mangunwidjaja, 2002). Invertase dapat mengkatalisis sukrosa pada konsentrasi di atas 59%wt/vol. Peningkatan konsentrasi sukrosa lebih lanjut sampai 80%wt/vol menurunkan aktivitas enzim secara signifikan, mungkin disebabkan oleh konsentrasi air rendah, inhibisi oleh substrat atau agregasi substrat (Somiari dan Bielecki, 1995 dalam Filho et al, 1999). Brown pada tahun 1902 melakukan penelitian tentang invertase, menyatakan bahwa bila konsentrasi sukrosa lebih tinggi daripada enzim, kecepatan reaksi menjadi tidak tergantung pada konsentrasi sukrosa (Pancoast, 1980). 4. Inhibitor Sejumlah substansi mungkin menyebabkan penurunan laju reaksi katalisis enzim. Beberapa diantaranya adalah protein denaturan nonspesifik. Substansi lain yang bertindak spesifik dikenal sebagai inhibitor. Aktifitas yang hilang mungkin dapat dibalikan, dimana aktifitas mungkin diperbaiki dengan menghilangkan inhibitor atau tidak dapat balik, hilangnya aktivitas tergantung waktu dan tidak dapat dikembalikan selama waktu pengamatan (Chaplin dan Bucke, 1990). Banyak bahan yang mengubah aktivitas dari suatu enzim dengan menggabungkannya dalam suatu jalur yang mempengaruhi ikatan substrat dan/atau nilai turn over nya. Bahan-bahan yang mereduksi aktivitas suatu enzim dengan cara ini dikenal sebagai inhibitor.

29 aktivitas invertase [pkat] konsentrasi inhibitor [pmol] Gambar 5. Pengaruh inhibitor terhadap aktifitas enzim Banyak bahan yang dapat mengubah aktivitas suatu enzim dengan menggabungkannya dalam suatu jalur yang mempengaruhi ikatan substrat. Bahan-bahan yang mereduksi aktivitas suatu enzim dengan cara ini dikenal sebagai inhibitor. Inhibitor terbagi menjadi dua jenis, yakni inhibitor reversible yang membentuk kompleks dinamik dengan enzim dan inhibitor irreversible yang dikenal dengan racun pengkatalis (contohnya beberapa logam berat, seperti merkuri, Hg 2+ ). Inhibitor mengikat molekul enzim dan menurunkan aktivitasnya (Flickinger dan Drew, 1999). Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh adanya berbagai senyawa dalam cairan reaksi. Beberapa zat yang dapat meningkatkan aktivitas enzim disebut aktivator. Sebaliknya beberapa zat yang dapat menurunkan aktivitas enzim disebut inhibitor. Gejala yang terakhir ini sering dijumpai berbagai reaksi enzimatik (Suryani dan Mangunwidjaja, 2002). Ada berbagai mekanisme dimana inhibitor enzim dapat bekerja. Mekanisme tersebut antara lain: a. Penghambatan Kompetitif Suatu bahan yang berkompetisi secara langsung dengan suatu substrat normal untuk suatu daerah (site) ikatan enzim dikenal dengan suatu inhibitor kompetitif. Inhibitor seperti ini biasanya menyerupai substrat dimana secara spesifik mengikat daerah aktif tetapi bila berbeda darinya sehingga menjadi tidak reaktif.

30 b. Penghambatan Non-Kompetitif Dalam inhibisi non-kompetitif, inhibitor mengikat secara langsung ke kompleks enzim-substrat tetapi tidak ke enzim bebas. Inhibisi yang tidak kompetitif menyatakan bahwa inhibitor ini akan mempengaruhi fungsi enzim tetapi tidak terhadap ikatan dengan substrat. Untuk enzim dengan substrat tunggal, sangat sulit untuk mengemukakan bagaimana hal ini terjadi dengan pengecualian terhadap inhibitor kecil. c. Penghambatan Campuran Inhibisi yang terjadi karena enzim dan senyawa substrat-enzim mengikat inhibitor. Inhibisi campuran berikatan dengan bagian (site) enzim yang ikut serta baik dalam pengikatan substrat dan katalisator. d. Penghambatan oleh produk Sebagian besar enzimatik menghasilkan produk berupa penghambat. Jenis penghambat ini dapat berbentuk kompetitif atau bukan kompetitif. Beberapa contoh menyajikan penghambatan reaksi enzimatik oleh produk yang dihasilkan. Amiloglukosidase oleh glukosa, invertase oleh glukosa dan fruktosa, β-amilase oleh maltosa, dan lain-lain. Jenis penghambatan ini juga retroinhibition. 5. Kondisi Lingkungan Inaktivasi enzim dan mikroorganisme dapat dilakukan dengan perlakuan suhu yang tinggi. Akan tetapi perlakuan suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan perubahan produk, sehingga kualitasnya menurun. Metode lain yang dapat digunakan untuk menurunkan aktivitas enzim dan mikroorganisme tanpa merusak produk yang diinginkan adalah dengan cara pemberian gelembung gas inert. Pemberian gelembung gas inert nitrogen mampu menurunkan aktivitas enzim (Causette et al., 1998). E. KAWAO ( Milletia sericea) Tumbuhan ini merupakan perdu memanjat, tegak, panjang m, disana sini ditemukan di hutan dan di tepi sungai mulai dari dataran rendah

31 sampai ±1000 m dpl (Backer, Schoolflora). Akar warnanya kehitamanhitaman, gemangnya sebesar jari tangan, bagian teras berair, sebagian dari akar keluar di atas lumpur. Menurut Teysmann (natuurk. Tijdschr v.n.i. jilid 34 hlm. 407) orang jawa memberikan sepotong akar dalam cairan palem yang masih segar (Bel het verse palmsap) agar cairan tersebut tidak menjadi asam (dalam Heyne, 1987). Milletia sericea W. & A. (Pongamia sericea VENT.). Nama daerah. Ind. : Akar mumba, A. tuba, Bori akar (manado) Sunda : Areuy kawao, Tuwa laleur. F. ZAT-ZAT BIOAKTIF Metabolisme sekunder saat ini dikenal penting pada kehidupan tanaman. Metabolit sekunder berfungsi sebagai sistem perlindungan melawan serangga, bakteri, virus dan fungi yang digunakan sebagai sistem kekebalan hewan (Vickery dan Vickery, 1981). Diantara senyawa metabolit sekunder ini terdapat terpenoid, fenol dan alkaloid. 1. Terpenoid Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah menguap (C 10 dan C 15 ), diterpena yang sukar menguap (C 20 ), sampai ke senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C 30 ), serta pigmen karotenoid (C 40 ) (Harborne, 1987). 2. Fenol Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut di dalam air karena umumnya fenol berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat pada vakuola sel. Flavonida merupakan golongan fenol terbesar, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenil propanoid dan quinon fenolik juga terdapat dalam jumlah besar. Beberapa golongan polimer penting terdapat pada lignin, melanin dan tanin adalah senyawa polifenol dan kadang-kadang

32 satuan fenolik dijumpai pada protein, alkaloid dan di antara terpenoid (Harborne, 1987). 3. Alkaloid Alkaloid umumnya mencakup senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif dan berbentuk kristal, hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar. Fungsi alkaloid dalam tumbuhan masih belum jelas, diduga sebagai pengatur tumbuh atau penghalau serta penarik serangga (Harborne, 1987). Menurut Harbone (1996) alkaloid memiliki kelarutan yang berbeda. Alkaloid umumnya larut dalam pelarut lipofil tetapi dalam bentuk garamnya larut dalam pelarut hidrofil. Alkaloid dalam tanaman umumnya terdapat dalam bentuk garam, sehingga alkaloid dapat diekstrak dengan pelarut hidrofil. Alkaloid dan saponin yang terekstraksi dari tanaman mahkota dewa diduga menyebabkan tingginya daya inhibisi pada enzim tirosin kinase (Salim, 2006). Setiawan (2006) menyatakan bahwa saponin merupakan senyawa glikosida terpenoid atau glikosida steroid. Saponin adalah senyawa aktif yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air.

33 III. METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN 3. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain alat gelas (erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, pipet tetes, corong); peralatan ukur (pipet mikro, pipet volumetri, labu takar, termometer, spektrofotometer, stopwatch dan timbangan); serta peralatan pendukung (water bath dan vortex). 4. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain sukrosa, invertase dari SIGMA-Aldrich I 9253 dengan aktivitas 39 unit/mg, aquades, buffer ph 4; 4,5; 5; 6,5 dan 8. Dan bahan inhibitor alami yaitu akar kawao (Millettia sericea) diperoleh dari perkebunan agropolitan daerah Leuwiliang, Bogor. Bahan-bahan kimia lainnya seperti pereaksi DNS. B. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan terdiri atas tahapan penelitian dan prosedur penelitian. Penjelasan untuk tahapan maupun prosedur adalah sebagai berikut. 1. Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu (1) penentuan aktivitas invertase, (2) karakterisasi akar kawao (Millettia sericea), (3) penentuan pengaruh variabel terhadap jumlah gula pereduksi, (4) penentuan permukaan respon pengaruh variabel terhadap jumlah gula pereduksi. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat di Gambar 6.

34 Mulai Penentuan Aktivitas Enzim Karakterisasi Akar Kawao (Millettia sericea) Penentuan Pengaruh Faktor Reaksi Permukaan Respon Faktor Yang Berpengaruh Selesai Gambar 6. Diagram Alir Tahapan Penelitian a. Penentuan aktivitas invertase Aktivitas enzim diukur berdasarkan definisi satu unit aktivitas invertase, yaitu banyaknya invertase yang dapat menghasilkan 1 mikromol gula pereduksi dari substrat sukrosa selama 1 menit pada kondisi percobaan. Kondisi yang digunakan adalah kondisi optimum invertase, yaitu pada suhu 55 C, di dalam larutan buffer asetat ph 4.5. Slope yang diperoleh dari gula pereduksi yang dihasilkan pada setiap konsentrasi yang diujikan merupakan besarnya aktivitas enzim. b. Karakterisasi akar kawao (Millettia sericea) Karakterisasi akar kawao perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan bahan aktif apa yang terkandung didalamnya. Dengan diketahui kandungannya maka diharapkan dapat diketahui sifat-sifat dari bahan tersebut. Karakterisasi akar kawao dilakukan dengan uji fitokimia akar kawao. c. Penentuan pengaruh faktor reaksi Penentuan faktor reaksi dilakukan dengan menginteraksikan nilai minimum dan maksimum faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Faktor tersebut diantaranya adalah suhu, ph, waktu dan inhibitor akar

35 kawao (Millettia sericea) pada konsentrasi yang telah dipilih untuk mendapatkan kondisi optimum penghambatan aktivitas invertase terhadap laju degradasi sukrosa. Suhu yang digunakan adalah C (X 1 ), ph 5 8 (X 2 ), konsentrasi inhibitor akar kawao (Millettia sericea) 0,875 3,5 gr (X 3 ) dan waktu menit (X 4 ). Konsentrasi sukrosa yang digunakan adalah 25 g/l dan konsentrasi invertase yang digunakan ditentukan sampai batas absorbansi dapat terbaca yaitu 0,003 g/l dengan aktivitas 39 unit/mg. Hasil dari pengaruh faktor diolah secara statistika dengan SAS untuk mendapatkan bentuk pengaruh dan tingkat signifikansinya. Rancangan percobaan yang digunakan untuk menentukan pengaruh faktor reaksi dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial dua taraf (two level factoria design) dengan empat variabel proses, yaitu suhu reaksi (X 1 ), ph reaksi (X 2 ), konsentarsi inhibitor (X 3 ) dan waktu (X 4 ). Nilai tertinggi dan terendah dari variabel yang mempengaruhi reaksi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai rendah dan tinggi perlakuan Jenis Perlakuan Kode Nilai rendah (-) Nilai tinggi (+) Suhu ( C) X ph X Inhibitor akar Kawao (gr) X 3 0,875 3,5 Waktu (menit) X Model rancangan percobaan untuk mengetahui pengaruh variabel proses terhadap respon yang diinginkan adalah sebagai berikut: 4 Y = a o + a i x i + a ij x i x j i=1 i<j Keterangan: Y : respon dari masing-masing perlakuan a o, a i, a ij : parameter regresi x i : pengaruh linier variabel utama x i x j : pengaruh linier dua variabel

36 d. Permukaan respon faktor yang berpengaruh Penentuan permukaan respon hampir sama dengan penentuan faktor reaksi, namun selain dengan nilai rendah dan tinggi ditambah dengan nilai 1,68 dari nilai rendah maupun tinggi dengan menggunakan Metode Permukaan Respon (Response Surface Methodology). Rancangan faktorial untuk mengetahui permukaan respon dari masing-masing variabel reaksi yang berpengaruh dapat dilihat pada Tabel 4. Selanjutnya untuk mengetahui bentuk dari permukaan respon digunakan program STATISTICA. Tabel 4. Rancangan faktorial dari masing-masing variabel reaksi yang berpengaruh Run Kode (X 1 ) Kode (X 2 ) Kode (X 3 ) Suhu ( C) ph Inhibitor (gr) , , , , , , , , ,5 2, ,5 2, , ,8 6,5 2, , ,2 6,5 2, , , , , , ,5 4, , ,5 0 Model rancangan percobaan untuk mengetahui permukaan respon variabel reaksi inhibisi invertase dengan bahan alami adalah sebagai berikut: 4 4 Y = a o + a i x i + a ij x i x j + a ii x i 2 i=1 i<j i=1 Keterangan : Y a o, a i, a ij, a ii x i : respon dari masing-masing perlakuan : parameter regresi : pengaruh linier variabel utama

37 x i x j x i 2 : pengaruh linier dua variabel : pengaruh kuadratik variabel utama 2. Prosedur Penelitian Prosedur percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Penentuan aktivitas invertase Larutan invertase g/l sebanyak 1 ml dan larutan sukrosa 25 g/l sebanyak 1 ml disiapkan pada tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi kemudian diinkubasi di dalam water bath suhu 55 C sehingga suhu tersebut dicapai oleh larutan di dalam tabung reaksi. Selanjutnya sukrosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi invertase dan mulai diukur waktu reaksi (t=0). Reaksi dihentikan pada masing-masing waktu yang diujikan, yaitu 0, 30, 60, 90, 120, 180, 240, dan 300 (detik), dengan memasukkan 2 ml pereaksi DNS. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam water bath pada suhu 95 C selama 10 menit. Setelah 10 menit, tabung reaksi dikeluarkan dan didinginkan untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. b. Karakterisasi akar kawao (Millettia sericea) Karakterisasi akar kawao (Millettia sericea) dilakukan dengan membawa sampel akar kawao (Millettia sericea) ke tempat pengujian fitokimia bahan. Uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. c. Penentuan pengaruh faktor reaksi Dibuat larutan sukrosa dengan konsentrasi 25 g/l dan larutan enzim konsetrasi 0,003 g/l dalam buffer 5; 6,5 dan 8. Larutan sukrosa 66,5 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan diinkubasi dalam waterbath dengan dishaker 120 rpm pada suhu 60, 70 dan 80 C hingga mencapai suhu yang diinginkan. Larutan sukrosa yang telah mencapai suhu yang dibutuhkan kemudian ditambahkan akar

38 kawao (Millettia sericea) dan larutan enzim 70 ml dan dimulai waktu reaksi. Reaksi dihentikan pada waktu 40 dan 100 menit untuk nilai waktu rendah dan tinggi dengan memasukkan DNS 2 ml pada tabung reaksi yang berisi sampel yang telah diambil dari masing-masing erlenmeyer. Penghentian reaksi untuk nilai tengah pada waktu 70 menit. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam water bath pada suhu 95 C selama 10 menit. Setelah 10 menit, tabung reaksi dikeluarkan dan didinginkan untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. d. Permukaan respon faktor yang berpengaruh Prosedur untuk penentuan permukaan respon hampir sama dengan prosedur penentuan pengaruh faktor. Faktor-faktor yang berpengaruh dilakukan percobaan kembali untuk mendapatkan permukaan respon dari faktor yang berpengaruh. Pada percobaan untuk menentukan permukaan respon faktor yang berpengaruh, reaksi dilakukan dalam waktu 70 menit dan dihentikan reaksinya dengan penambahan DNS 2 ml pada sampel 2 ml yang telah diambil dalam tabung reaksi. Nilai hasil reaksi antar faktor interaksi untuk pemukaan respon dianalisis kembali dengan analisis statistik untuk mendapatkan kondisi atau nilai terbaik pada jumlah gula pereduksi terendah.

39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penghambatan terhadap aktivitas invertase dalam mengkonversi sukrosa menjadi gula pereduksi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, ph, penambahan inhibitor dan waktu. Hasil penelitian mengenai pengaruh faktor reaksi terhadap penghambatan aktivitas invertase pada degradasi sukrosa dibagi atas beberapa bagian sesuai dengan tahapan penelitian. Pada tahap awal (A) disajikan aktivitas invertase yang digunakan dalam penelitian. Tahap kedua (B) menghasilkan karakteristik akar kawao (Milletia sericea) yang menunjukkan kandungan bahan aktif didalamnya. Hasil dari tahap ketiga (C) dari penelitian ini adalah faktor-faktor reaksi yang berpengaruh untuk menurunkan jumlah gula pereduksi dan tahap terakhir (D) disajikan permukaan respon dari faktor-faktor yang berpengaruh serta nilai terendah yang dicapai pada penelitian ini. A. Aktivitas Invertase Aktivitas katalitik enzim dapat diukur secara kuantitatif berdasarkan perubahan substrat yang dapat diubah menjadi produk setiap satuan waktu pada suatu reaksi kimia spesifik oleh enzim tersebut. Nilai aktivitas enzim yang diketahui menunjukkan kemampuan enzim dalam mengkatalisis suatu reaksi. Aktivitas enzim didefinisikan sebagai kecepatan pengurangan substrat atau kecepatan pembentukan produk pada kondisi optimum atau jumlah enzim yang mengubah satu mol substrat menjadi produk per detik. Berdasarkan percobaan terhadap enzim yang digunakan maka diketahui slope hasil reaksi yang menunjukkan kemampuan enzim untuk menghasilkan produk sebesar 0,3072 µm/detik atau enzim dapat mengubah substrat sebesar 0, µm/menit. Nilai aktivitas yang diperoleh tersebut dapat dikatakan rendah, karena konsentrasi substrat yang diubah menjadi produk relatif kecil terhadap waktu namun hal tersebut bukan merupakan permasalahan dalam mengetahui pengaruh faktor reaksi pada degradasi sukrosa oleh invertase. Aktivitas invertase yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk kurva pada Gambar 7.

40 konsentrasi glukosa+fruktosa (um) lam a inkubasi (detik) Gambar 7. Kurva aktivitas invertase, y = 0,3072 x B. Karakteristik Kawao ( Milletia sericea) Kawao merupakan tumbuhan perdu yang memanjat, tegak, panjang m, biasa ditemukan di hutan-hutan dan di tepi-tepi sungai mulai dataran rendah sampai ± 1000 m dpl. Akar kawao (Milletia sericea) biasa digunakan oleh petani gula aren sebagai pengawet nira aren supaya tidak masam. Kandungan yang terdapat dalam akar kawao (Milletia sericea) dapat diketahui melalui uji fitokimia yang merupakan uji kualitatif terhadap bahan fitokimianya yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil uji fitokimia Kawao (Milletia sericea) Jenis Contoh Jenis Pengujian Hasil Pengujian Akar Kawao Skrining fitokimia - Alkaloid Saponin + - *Tanin - - *Fenolik + - Flavonoid *Triterfenoid *Steroid + - Glikosida Keterangan : * : tidak termasuk lingkup akreditasi + + : Positif - : Negatif : Positif kuat + : Positif : Positif kuat sekali Berdasarkan hasil uji fitokimia seperti pada Tabel 5, kandungan bahan aktif paling banyak dalam akar kawao (Millettia sericea) adalah alkaloid,

41 flavonoid dan glikosida yang memberikan respon positif kuat sekali dengan pembentukan warna. Selain tiga bahan tersebut, bahan lain yang terdapat dalam akar kawao (Millettia sericea) dalam jumlah yang relatif lebih sedikit diantaranya saponin, fenolik, triterfenoid dan steroid. Bahan-bahan bioaktif yang terdapat dalam akar kawao (Millettia sericea) umumnya dikenal sebagai bahan antimikroba. Flavonoid disintesis oleh tanaman untuk merespon infeksi akibat mikroba sehingga efektif secara in vitro terhadap mikroorganisme. Aktivitas flavonoid mungkin disebabkan oleh kemampuannya untuk membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut, dan dengan dinding sel. Flavonoid yang bersifat lipofilik mungkin juga akan merusak membran mikroba. Senyawa flavonoid juga memperlihatkan efek inhibitori (penghambatan) terhadap berbagai virus. Menurut Iswantini et al.(2003), temu putih yang mengandung terpenoid, alkaloid dan flavonoid berpotensi tinggi sebagai antikanker. Ekstrak kasar flavonoid temu putih pada berbagai konsentrasi dibawah nilai LC 50 -nya mempunyai daya hambat terhadap aktivitas tirosin kinase melebihi inhibitor sintetis genistein. Daya hambat tertinggi diperoleh dari fraksi teraktif ekstrak kasar flavonoid temu putih, yaitu sebesar 93,4 %. Flavonoid dapat bekerja sebagai antivirus, anti organisme, dan antioksidan untuk mengendalikan radikal bebas yang dapat menyebabkan tumor. Senyawa ini dapat mengobati gangguan fungsi hati, mengurangi pembekuan darah, anti hipertensi, merangsang pembentukan estrogen, dan anti inflamasi (Hakim, 2005). Kuerselin, salah satu antioksidan dari kelompok flavonoid, terdapat pada tanaman tingkat tinggi. Flavonoid pada tanaman dapat berfungsi sebagai penangkap anion superoksida, lipid peroksida radikal, kuensing, oksigen sirglet, dan pengkelat logam. Flavonoid sebagai derivat benzo-γ-piran mempunyai banyak kegunaan disamping fungsinya yang pokok sebagai vitamin P untuk menaikkan resistensi dan menurunkan permeabilitas kapiler darah. Efek lain flavonoid sangat banyak macamnya terhadap berbagai organisme dan efek ini dapat mejelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan.

42 Alkaloid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik dan memiliki efek antimikroba. Alkaloid dalam tanaman herbal biasanya diekstrak untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar obat-obatan. Selain senyawa alkaloid, senyawa dalam tanaman yang biasa digunakan sebagai obat adalah senyawa glikosida. Salah satu manfaat dari senyawa glikosida pada tanaman adalah sebagai bahan antikanker seperti senyawa yang lain seperti alkoloid. Alkaloida merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa. Umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik. Bahan glikosida dapat menghambat pertumbuhan penyakit seperti pada penelitian Jaime Rodriguez, Rita Castro dan Ricardo Riguero menunjukkan senyawa aktif triterpen glikosida menghambat pertumbuhan tumor pada sel limfoid, sel tumor paru manusia, sel tumor serviks, dan melanoma tikus pada kisaran konsentrasi 0,38-0,46 mg/ml. C. Pengaruh Faktor Reaksi Proses degradasi sukrosa menjadi gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) oleh invertase dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya suhu, ph, waktu dan bahan inhibitor. Faktor-faktor tersebut dapat dioptimalkan sehingga laju degradasi sukrosa oleh invertase dapat dihambat. Pada penelitian ini dilakukan interaksi antar faktor yang berpengaruh terhadap hasil degradasi sukrosa menjadi gula pereduksi. Gula pereduksi hasil degradasi dianalisis dengan metode DNS (dinitrosalicylate), kemudian hasil analisis dihitung secara statistik sehingga dapat diketahui pengaruh linier dari faktor-faktor reaksi tersebut. Hubungan faktor reaksi terhadap respon dapat diketahui melalui serangkaian percobaan yang sistematis dan diuji melalui analisis statistika. Hubungan antara faktor reaksi dengan respon dapat disajikan dalam suatu model atau persamaan linier. Melalui persamaan linier tersebut diketahui pengaruh linier dari suhu, ph dan konsentrasi inhibitor serta interaksi antar dua faktor terhadap respon.

43 Koefisien parameter dan nilai signifikansi analisis jumlah gula pereduksi hasil degradasi sukrosa disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Parameter Koefisien dan Nilai Signifikansi Parameter Koefisien % Pengaruh Signifikansi Intersep Suhu (X 1 ) ph (X 2 ) Inhibitor (X 3 ) Waktu (X 4 ) R Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa faktor-faktor reaksi yang diberikan yaitu suhu (X 1 ), ph (X 2 ) dan inhibitor akar kawao (Millettia sericea) (X 3 ) memberikan pengaruh terhadap penurunan hasil degradasi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, sedangkan faktor waktu tidak memberikan pengaruh terhadap penurunan laju degradasi sukrosa. Ketiga faktor (suhu, ph dan inhibitor akar kawao(millettia sericea) tersebut mempunyai pengaruh yang negatif terhadap jumlah gula pereduksi hasil degradasi sukrosa atau memberikan respon positif terhadap penghambatan laju degradasi sukrosa. Data dan analisis gula pereduksi yang dihasilkan dari proses degradasi sukrosa disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan Tabel 6 faktor yang paling berpengaruh adalah faktor ph pada selang kepercayaan 99,69 persen dengan memberikan pengaruh negatif pada jumlah gula pereduksi atu memberikan respon positif terhadap penurunan laju degradasi sukrosa. Pengaruh negatif dari faktor ph artinya dengan semakin meningkatnya ph pada proses reaksi menyebabkan jumlah gula pereduksinya menurun. Penurunan laju degradasi sukrosa yang ditandai oleh penurunan jumlah gula pereduksi diakibatkan oleh menurunnya aktivitas invertase. Hal tersebut disebabkan oleh enzim merupakan protein yang tersusun atas asam amino yang mudah rusak akibat perubahan ph. Perubahan ph dapat mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim karena enzim dalam bentuk protein mempunyai titik isoelektrik yaitu pada ph yang menunjukkan jumlah muatan positif dan negatif sama dalam protein sehingga mempengaruhi proses ionisasi protein.

44 Perubahan kedudukan ionisasi rantai samping asam amino dapat mempengaruhi bagian sisi aktif enzim dengan adanya perubahan ph sehingga aktivitasnya menurun karena mengganggu pengikatan substrat dengan enzim. Perlakuan ph yang diberikan dapat menurunkan laju degradasi sukrosa karena perubahan ph yang berarti nilai pka lingkungan juga berubah dapat merubah permukaan sisi aktif enzim sehingga mengganggu proses pengikatan enzim dengan substrat pada sisi aktif enzim dan pada akhirnya tidak terbentuk produk. Menurut Winarno (1995) pada umumnya enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal aminonya. Perubahan keaktifan enzim diperkirakan akibat perubahan ph lingkungan disebabkan terjadinya perubahan ionisasi enzim, substrat atau komplek enzim substrat. Aktivitas enzim paling besar terjadi pada ph optimum untuk reaksinya. Invertase ph optimumnya 4,5 dan aktif diantara ph 3.0 dan 5,5 (NCBE Enzymes for Education, 2004), sedangkan pada penelitian ini diberikan perlakuan dari ph 5 sampai ph 8 yang mengakibatkan kerusakan struktur protein invertase sehingga gula pereduksi yang dihasilkan semakin menurun seiring meningkatnya ph. Kerusakan struktur enzim dapat disebabkan terganggunya ikatan kovalen dalam kerangka polipeptida, yaitu ikatan hidrogen antara gugus R-residu. Menurut Martin et al (1981) perubahan enzim mempengaruhi aktivitas enzim baik perubahan struktur ataupun dengan berubahnya fungsi akibat ikatan substrat atau katalisis. Pada kondisi basa aktivitas invertase rendah karena ion OH - yang berlebihan. Kelebihan ion OH - akan berakibat berubahnya muatan enzim sehingga mengganggu pengikatan enzim dengan substrat. Pada ph tinggi, ion substrat (SH + ) mengalami ionisasi dan kehilangan muatan positif : S H + S + H + Perubahan muatan substrat disebabkan oleh ionisasi atau protonasi, dimana pada kondisi tersebut substrat tidak dapat berinteraksi dengan enzim (Stauffer,1989). Maka dengan perlakuan ph diatas ph optimum (ph 5) sampai ph basa (ph 8) menghasilkan jumlah gula pereduksi yang semakin

45 menurun hal tersebut disebabkan oleh terganggunya interaksi antara enzim dengan sukrosa sebagai substrat untuk membentuk produk berupa gula pereduksi. Faktor kedua yang berpengaruh terhadap jumlah gula pereduksi hasil degradasi sukrosa oleh invertase adalah bahan inhibitor akar kawao (Millettia sericea) (X 3 ). Pada tingkat kepercayaan 98,35 persen, akar kawao (Millettia sericea) memberikan pengaruh positif terhadap penurunan laju degradasi sukrosa. Pengaruh dari akar kawao (Millettia sericea) yaitu dengan semakin tinggi konsentrasi kawao (Millettia sericea) yang diberikan menyebabkan jumlah gula pereduksi menurun. Kandungan akar kawao (Millettia sericea) yang diduga dapat menginhibisi atau menghambat aktivitas invertase adalah senyawa alkaloid. Diantara beberapa jenis bahan inhibitor invertase, bentuk lainnya seperti glikoprotein, polipeptida dan alkaloid (Trojonowics., et al, 2004). Proses inhibisi terjadi apabila sisi aktif enzim yang biasa berikatan dengan substrat digantikan oleh senyawa dari kawao, maka sifat inhibisinya kompetitif. Sifat inhibisi lain yang mungkin terjadi yaitu inhibisi non-kompetitif. Proses tersebut terjadi apabila inhibitor mengikat pada kompleks enzim substrat sehingga mempengaruhi fungsi enzim tetapi tidak mempengaruhi ikatan dengan substrat. Proses inhibisi invertase oleh akar kawao (Millettia sericea) dapat terjadi karena senyawa bioaktif dari akar kawao (Millettia sericea) membentuk komplek dengan protein dalam hal ini protein enzim melalui ikatan nonspesifik seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan kovalen. Dengan adanya komplek enzim dengan senyawa dari akar kawao (Millettia sericea) maka struktur dari enzim akan berubah sehingga daya katalitik terhadap substratnya terganggu. Faktor waktu reaksi memberikan pengaruh positif terhadap laju degradasi sukrosa pada selang kepercayaan 98,1 persen. Artinya dengan semakin lamanya waktu reaksi maka jumlah gula pereduksi yang dihasilkan juga semakin meningkat. Hal tersebut tidak diharapkan pada proses

46 penghambatan laju degradasi sukrosa. Naiknya jumlah gula pereduksi yang dihasilkan mungkin terjadi karena kandungan gula yang terdapat dalam akar kawao (Millettia sericea) terekstrak dengan semakin lamanya waktu reaksi. Namun pada kenyataannya akar kawao (Millettia sericea) tetap dapat memberikan efek penghambatan terhadap aktivitas invertase. Pengaruh positif waktu tehadap kenaikan jumlah gula pereduksi bukan berarti akar kawao (Millettia sericea) tidak bisa menghambat aktivitas enzim namun apabila waktu reaksi melebihi waktu maksimal efektivitas akar kawao (Millettia sericea) sebagai inhibitor maka senyawa aktif tersebut telah rusak dan gula dalam akar kawao semakin banyak terekstrak dan terukur sebagai gula pereduksi. Pada selang kepercayaan 95,48 persen, suhu (X 1 ) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan laju degradasi sukrosa. Suhu reaksi mempunyai pengaruh negatif terhadap laju degradasi sukrosa atau memberikan respon positif terhadap penurunan laju degradasi sukrosa. Semakin tinggi suhu reaksi yang diberikan menyebabkan jumlah gula pereduksi yang dihasilkan menurun. Enzim merupakan protein, sehingga sifat enzim sama dengan protein. Suhu lingkungan yang terlalu tinggi menyebabkan terjadinya denaturasi protein (enzim), sedangkan suhu yang rendah menyebabkan aktivitas katalitiknya rendah. Menurut Martin et al (1981) suhu yang ditingkatkan terus menerus menyebabkan energi kinetik molekul enzim semakin besar sehingga melebihi energi penghalang untuk memecah ikatan sekunder yang mengikat enzim atau sifat katalis aktifnya. Akibat kehilangan struktur sekunder dan tersier adalah sama dengan kehilangan aktivitas katalitik enzim. Hilangnya struktur sekunder dan tersier enzim dapat terjadi akibat putusnya ikatan hidrogen dan hidrofobik sehingga enzim mengalami denaturasi. Pada kondisi normal, struktur aktif enzim dijaga oleh keseimbangan nonkovalen yang berlainan, yaitu ikatan hidrogen, hidrofobik, ionik dan van der walls. Kenaikan suhu akan menurunkan kekuatan ikatan tersebut sehingga molekul protein enzim akan terbuka (Lehninger, 1993).Dengan rusaknya struktur enzim maka enzim sudah tidak stabil atau stabilitasnya rendah.

47 Menurunnya jumlah gula pereduksi yang dihasilkan disebabkan oleh aktivitas invertase menurun. Aktivitas invertase rendah karena bagian apoenzim yang tersusun atas protein rusak akibat suhu tinggi. Rusaknya struktur enzim mengakibatkan enzim kehilangan daya katalitiknya sehingga tidak optimal untuk mengkonversi sukrosa menjadi gula-gula pereduksi. Sementara aktivitas enzim untuk mengkatalisis suatu reaksi mempunyai kisaran suhu tertentu. Invertase (biasa disebut sukrase atau sakarase) memecah disakarida sukrosa menjadi monosakarida glukosa dan fruktosa. Enzim ini aktif antara suhu 10 C dan 65 C. Inaktifasinya mulai 65 C dan enzim total tidak aktif setelah 5 menit pada suhu 90 C (NCBE Enzymes for Education, 2004). Bila invertase diberikan pada suhu diatas 65 C maka enzim tersebut sudah mulai tidak aktif untuk menghidrolisis sukrosa dan menghasilkan gula pereduksi yang rendah. Hal tersebut karena enzim telah rusak, kerusakan enzim yang merupakan protein dapat berupa berubahnya konfigurasi struktur. Menurut Simanjuntak (2006) diatas suhu tertentu enzim akan kehilangan ikatan kuat dari struktur dalam 3 dimensi yang berguna untuk aktivitas katalitik. Tabel 7. Parameter Interaksi, Koefisien dan Nilai Signifikansi Parameter Koefisien Signifikansi Interaksi X 1 dan X Interaksi X 1 dan X Interaksi X 1 dan X Interaksi X 2 dan X Interaksi X 2 dan X Interaksi X 3 dan X R 2 0,9272 Hasil interaksi suhu reaksi dengan ph pada Tabel 7 berpengaruh positif terhadap laju degradasi sukrosa. Interaksi kedua faktor berpengaruh pada tingkat kepercayaan 99,6 persen. Pada Gambar 8, peningkatan ph dapat menurunkan laju degradasi sukrosa yang ditandai dengan menurunnya jumlah gula pereduksi yang dihasilkan. Penurunan jumlah gula pereduksi disebabkan oleh pengaruh dari ph sebagai faktor utama, yaitu berpengaruh negatif terhadap jumlah gula pereduksi. Penurunan laju degradasi sukrosa tidak terlalu

48 tajam terjadi saat ph dinaikan pada suhu di nilai tinggi (80 C), sedangkan penurunan laju degradasi sukrosa pada suhu di nilai rendah (60 C) lebih curam dikarenakan kenaikan ph mempunyai pengaruh negatif terhadap respon gula pereduksi ( µmol) ph rendah suhu rendah suhu tinggi ph tinggi suhu tinggi suhu rendah ph Gambar 8. Interaksi antara suhu reaksi (X 1 ) dan ph (X 2 ) terhadap jumlah gula pereduksi Perbedaan kemiringan pada penurunan gula pereduksi disebabkan oleh suhu tinggi (80 C). Pada suhu tinggi enzim telah mengalami denaturasi sehingga dengan kenaikan ph tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan jumlah gula pereduksi gula pereduksi (µm) ph rendah ph tinggi inhibitor rendah ph rendah ph tinggi inhibitor tinggi inhibitor Gambar 9. Interaksi antara ph (X 2 ) dan bahan inhibitor akar kawao (Millettia sericea) (X 3 ) terhadap jumlah gula pereduksi

49 Interaksi ph dengan bahan inhibitor akar kawao (Millettia sericea) berpengaruh positif terhadap laju degradasi sukrosa. Interaksi kedua faktor berpengaruh pada tingkat kepercayaan 96,69 persen. Interaksi faktor reaksi terhadap gula pereduksi disajikan pada Gambar 9. Gambar tersebut menunjukkan dengan semakin tinggi konsentrasi akar kawao (Millettia sericea) yang diberikan pada nilai ph rendah dapat menurunkan jumlah gula pereduksi, namun pada konsentrasi akar kawao (Millettia sericea) tinggi jumlah gula pereduksi yang dihasilkan meningkat. Pada konsentrasi akar kawao (Millettia sericea) rendah laju penurunan degradasi sukrosa lebih besar karena dipengaruhi oleh peningkatan ph yang dapat merusak struktur protein enzim sehingga daya katalitik enzim untuk mengkonversi sukrosa menjadi gula pereduksi menjadi rendah. Perbedaan kemiringan antara garis ph rendah dengan garis ph tinggi mengindikasikan adanya kenaikan gula pereduksi pada nilai inhibitor tinggi (8) seiring penambahan konsentrasi inhibitor kawao (Millettia sericea). Peristiwa tersebut mungkin disebabkan oleh senyawa bioaktif akar kawao (Millettia sericea) tidak stabil atau rusak pada ph tinggi sehingga tidak efektif lagi sebagai inhibitor ataupun kandungan gula yang mungkin ada dalam akar kawao (Millettia sericea) terekstrak dan terhidrolisis selama proses reaksi. Menurut Robinson (1993) saponin merupakan senyawa glikosida terpenoid atau glikosida steroid dan bersifat polar. Jadi seiring bertambahnya jumlah akar kawao (Millettia sericea) yang diberikan maka gula pereduksi yang dihasilkan juga bertambah. Namun pada ph rendah dengan penambahan inhibitor akar kawao (Millettia sericea) dapat menurunkan laju degradasi sukrosa yang artinya inhibitor akar kawao (Millettia sericea) dapat bekerja efektif pada kisaran ph tertentu. Apabila inhibitor akar kawao (Millettia sericea) digunakan diluar kisaran ph optimumnya maka akar kawao (Millettia sericea) tidak efektif lagi sebagai bahan inhibitor. Interaksi faktor ph dengan waktu memberikan pengaruh negatif terhadap laju degradasi sukrosa pada tingkat kepercayaan 95,31 persen. Interaksi kedua faktor tersebut disajikan pada Gambar 10.

50 2000 gula pereduksi (µm) ph rendah ph tinggi waktu rendah ph rendah ph tinggi waktu tinggi waktu Gambar 10. Interaksi antara ph (X 2 ) dan waktu (X 4 ) terhadap jumlah gula pereduksi Pada Gambar 10 dengan semakin lama waktu reaksi maka jumlah gula pereduksi yang dihasilkan semakin meningkat. Peningkatan jumlah gula pereduksi pada ph rendah lebih curam dibandingkan dengan ph tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa enzim rusak pada ph tinggi atau ph tinggi terbukti lebih efektif terhadap penghambatan enzim. Interaksi suhu reaksi dengan inhibitor akar kawao (Millettia sericea) berpengaruh positif terhadap laju degradasi sukrosa. Interaksi kedua faktor berpengaruh pada tingkat kepercayaan 94,93 persen. Interaksi faktor reaksi terhadap gula pereduksi disajikan pada Gambar 11. gula pereduksi (µmol) inhibitor rendah inhibitor tinggi inhibitor tinggi inhibitor rendah 0 suhu rendah suhu tinggi suhu Gambar 11. Interaksi antara suhu (X 1 ) dan inhibitor akar kawao (Millettia sericea) (X 3 ) terhadap jumlah gula pereduksi

51 Pada Gambar 11 diketahui bahwa kenaikan suhu berpengaruh pada penurunan laju degradasi sukrosa yang dibuktikan dengan menurunnya jumlah gula pereduksi yang dihasilkan. Namun, terdapat perbedaan kemiringan antara garis inhibitor rendah dengan garis inhibitor tinggi yang mengindikasikan adanya penurunan jumlah gula pereduksi lebih tinggi untuk nilai rendah inhibitor (0,875 g) saat suhu dinaikkan. Penurunan gula pereduksi untuk inhibitor rendah lebih curam dibandingkan dengan inhibitor tinggi seiring kenaikan suhu. Hal tersebut dapat disebabkan oleh sisi aktif enzim telah terganggu oleh adanya inhibitor dengan konsentrasi tinggi sehingga semakin meningkatnya suhu, pengaruh terhadap penurunan gula pereduksi tidak sebesar pada konsentrasi inhibitor rendah. Penurunan laju degradasi sukrosa pada inhibitor tinggi tidak sebesar penurunan dengan penambahan inhibitor rendah. Hal tersebut terjadi selain karena aktivitas enzim telah terganggu oleh adanya inhibitor akar kawao tetapi juga oleh adanya kandungan gula yang ada dalam akar kawao (Millettia sericea). Dengan semakin tingginya konsentrasi akar kawao (Millettia sericea) yang diberikan maka kandungan gula yang mungkin terekstrak secara tidak langsung selama reaksi dan terjadi hidrolisis dengan kenaikan suhu semakin tinggi. Kandungan gula akibat hidrolisis tersebut dapat meningkatkan nilai pengukuran terhadap gula pereduksi akibat konversi sukrosa oleh invertase. Interaksi antara suhu dengan waktu memberikan pengaruh negatif pada laju degradasi sukrosa. Interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh pada selang kepercayaan 91,5 persen. Semakin lamanya waktu reaksi maka jumlah gula pereduksi yang dihasilkan semakin meningkat. Peningkatan jumlah gula pereduksi pada suhu tinggi lebih landai dibandingkan dengan kenaikan gula pereduksi pada suhu rendah. Hal tersebut disebabkan pada suhu rendah aktifitas enzim untuk mendegradasi sukrosa lebih besar dibandingkan pada suhu rendah. Interaksi antara kedua faktor tersebut disajikan pada Gambar12.

52 gula pereduksi (µm) suhu rendah suhu tinggi waktu rendah waktu waktu tinggi suhu rendah suhu tinggi Gambar 12. Interaksi antara suhu (X 1 ) dan waktu (X 4 ) terhadap jumlah gula pereduksi D. Permukaan Respon Respon faktor-faktor yang mempengaruhi laju degradasi sukrosa dapat diketahui dengan menggunakan Metode Permukaan Respon, yaitu suatu bentuk analisa yang digunakan pada respon yang dipengaruhi oleh beberapa faktor dan bertujuan untuk menentukan kondisi optimum dari respon tersebut. Analisis statistik terhadap pengaruh linier dari faktor reaksi terhadap respon berguna untuk mengetahui besarnya pengaruh dari masing-masing faktor dan interaksinya terhadap respon. Hasil analisis pengaruh linier faktor reaksi, yaitu suhu, ph dan inhibitor akar kawao (Millettia sericea) mempunyai pengaruh yang nyata terhadap jumlah gula pereduksi. Analisis selanjutnya bertujuan untuk memperoleh kondisi terbaik penurunan laju degradasi sukrosa sehingga didapatkan jumlah gula pereduksi yang minimum. Hasil analisis dengan metode permukaan respon disajikan pada Gambar 13. Gambar 13, merupakan gambar permukaan respon dari model persamaan : 2 Y = 310, ,914X 1-359,399X 2 124,74X ,629 X ,813 X 1 X ,514 X ,28 X 3 X ,516 X 3 X ,36 X 3

53 Pada model persamaan diketahui bahwa kenaikan suhu mempunyai pengaruh negatif pada jumlah gula pereduksi. Faktor lainnya juga memberikan pengaruh negatif pada jumlah gula pereduksi dengan selang kepercayaan 93,03 untuk ph dan 90,8 untuk penambahan inhibitor akar kawao (Millettia sericea). Hal tersebut menunjukkan dengan semakin naiknya nilai suhu, ph dan inhibitor akar kawao (Millettia sericea) dapat menurunkan laju degradasi sukrosa dengan menurunnya jumlah gula pereduksi karena aktivitas dari invertase dapat dihambat oleh faktor-faktor tersebut. Model persamaan diperoleh dari hasil analisis statistik yang disajikan di Lampiran 5. Gambar 13. Permukaan respon dari gula pereduksi sebagai fungsi dari suhu, ph dan inhibitor akar kawao (Millettia sericea). Hasil analisis canonical terhadap permukaan respon diketahui bahwa model permukaan respon berbentuk sadel (saddle point). Hal tersebut menyebabkan nilai optimum tidak dapat ditentukan dari model permukaan respon. Perkiraan nilai terbaik diperoleh dari estimasi nilai minimum respon. Jumlah gula pereduksi minimum adalah 155,1 µm dengan kondisi reaksi : suhu 72,48 C, ph 6,19 dan konsentrasi akar kawao (Millettia sericea) 3,49 g. Permukaan respon dari interaksi antara dua faktor pada salah satu faktor utama bernilai tetap disajikan di Gambar 14. Gambar 14, merupakan gambar permukaan respon dari jumlah gula pereduksi sebagai fungsi dari suhu dan ph dengan konsentrasi inhibitor akar kawao (Millettia sericea) tetap.

54 (a) (b) Gambar 14. Permukaan respon dari gula pereduksi pada konsentrasi akar kawao (Millettia sericea) tetap, (a) sisi pada ph rendah dan sisi pada suhu tinggi, (b) sisi pada ph tinggi dan sisi pada suhu rendah Dari Gambar 14a dapat diketahui bahwa pada ph rendah gula pereduksi mengalami penurunan tajam seiring kenaikan suhu. Namun pada suhu tinggi gula pereduksi mengalami kenaikan yang tidak begitu tajam seiring dengan kenaikan ph. Jumlah gula pereduksi rendah terjadi saat ph rendah dan suhu reaksi berada di nilai tinggi. Pada Gambar 14b, gula pereduksi mengalami penurunan seiring turunnya suhu pada ph tinggi. Pada suhu rendah gula pereduksi naik dengan tajam sejalan dengan penurunan ph. Pada suhu rendah dan ph tinggi menghasilkan jumlah gula pereduksi yang terendah. Jadi jumlah gula pereduksi tertinggi saat nilai ph rendah dengan suhu rendah Pengaruh interaksi antara faktor ph dengan konsentrasi inhibitor akar kawao (Millettia sericea) disajikan pada Gambar 15. Gambar 15 merupakan respon terhadap jumlah gula pereduksi pada suhu tetap dengan fungsi dari ph dan konsentrasi inhibitor akar kawao (Millettia sericea).

55 (a) (b) Gambar 15. Permukaan respon dari gula pereduksi pada suhu tetap, (a) sisi pada inhibitor rendah dan sisi pada ph tinggi, (b) sisi pada inhibitor rendah dan sisi pada ph rendah Dari Gambar 15a, diketahui bahwa jumlah gula pereduksi menurun tajam seiring dengan kenaikan ph saat konsentrasi inhibitor rendah. Sedangkan pada ph tinggi gula pereduksi cenderung naik terhadap kenaikan konsentrasi inhibitor akar kawao (Millettia sericea). Jumlah gula pereduksi maksimum terjadi saat kondisi ph rendah dengan konsentrasi inhibitor juga rendah. Pada saat nilai ph tinggi dan konsentrasi inhibitor rendah jumlah gula pereduksi rendah. Pada Gambar 15b, gula pereduksi mengalami penurunan cenderung landai dengan turunnya nilai ph pada konsentrasi inhibitor tinggi. Jumlah gula pereduksi naik tajam seiring turunnya konsentrasi inhibitor pada nilai ph rendah. Jadi jumlah gula pereduksi tertinggi pada nilai ph rendah dengan konsentrasi inhibitor rendah, sedangkan nilai gula pereduksi terendah saat nilai ph tinggi dengan konsentrasi inhibitor rendah. Respon untuk interaksi antara faktor suhu dan inhibitor terhadap jumlah gula pereduksi dengan nilai ph tetap disajikan pada Gambar 16. Pada Gambar 16a dapat diketahui jumlah gula pereduksi menurun dengan tajam seiring dengan kenaikan suhu reaksi pada konsentrasi inhibitor rendah. Namun pada suhu tinggi gula pereduksi mengalami kenaikan tidak begitu tajam seiring naiknya konsentrasi inhibitor. Jumlah gula pereduksi maksimum terjadi pada

56 saat konsentrasi inhibitor rendah dengan suhu reaksi yang diberikan juga rendah. Sehingga nilai minimum gula pereduksi tercapai pada saat diberikan inhibitor berupa akar kawao (Millettia sericea) pada konsentrasi tinggi dan dicapai juga saat diberikan suhu reaksi yang tinggi (a) (b) Gambar 16. Permukaan respon dari gula pereduksi pada nilai ph tetap, (a) sisi pada inhibitor rendah dan sisi pada suhu tinggi, (b) sisi pada inhibitor tinggi dan sisi pada suhu rendah Berdasarkan Gambar 16b, gula pereduksi menurun agak landai pada konsentrasi inhibitor tinggi seiring turunnya suhu. Namun pada suhu rendah gula pereduksi naik dengan tajam sejalan turunnya konsentrasi inhibitor yang diberikan.

57 V. KESIMPULAN A. KESIMPULAN Laju degradasi sukrosa oleh invertase dapat dihambat dengan mengoptimumkan faktor yang berpengaruh pada aktivitas invertase. Faktor yang berpengaruh terhadap jumlah gula pereduksi adalah suhu reaksi, ph dan konsentrasi inhibitor berupa akar kawao (Milletia sericea). Suhu reaksi berpengaruh negatif terhadap laju degradasi sukrosa pada tingkat signifikansi 95,48 persen. ph berpengaruh negatif terhadap laju degradasi sukrosa pada tingkat signifikansi 99,69 persen dan konsentrasi inhibitor akar kawao berpengaruh negatif pada tingkat signifikansi 98,35 persen. Namun faktor waktu berpengaruh positif pada tingkat signifikansi 98,1 persen. Interaksi antara suhu dengan ph berpengaruh positif pada tingkat signifikasi 99,6%. Interaksi antara ph dan konsentrasi inhibitor akar kawao (Milletia sericea) berpengaruh positif pada tingkat signifikasi 96,69%. Interaksi antara ph dan waktu berpengaruh positif pada tingkat signifikansi 95,31%. Interaksi antara suhu dan konsentrasi inhibitor berpengaruh negatif pada tingkat signifikansi 94,93%. Interaksi antara waktu dan konsentrasi inhibitor akar kawao (Milletia sericea) berpengaruh negatif pada tingkat signifikansi 91,5 %. Hasil pendugaan nilai terendah dari jumlah gula pereduksi yang menunjukkan penurunan laju degradasi sukrosa sebesar 155,1 µm dihasilkan dengan nilai faktor reaksi suhu 72,48 C, ph 6,19 dan konsentrasi akar kawao (Milletia sericea) sebesar 3,49 g. Hasil analisis canonical terhadap permukaan respon diketahui bahwa model permukaan respon berbentuk sadel (saddle point). Hal tersebut menyebabkan nilai optimum tidak dapat ditentukan dari model permukaan respon. Model dari permukaan respon yang menghasilkan nilai tersebut adalah 2 Y = 310, ,914X 1-359,399X 2 124,74X ,629 X ,813 X 1 X ,514 X ,28 X 3 X ,516 X 3 X ,36 X 3

58 B. SARAN Dalam penelitian ini, penentuan bahan aktif inhibitor (alkaloid, flavonoid, glikosida dan lain-lain) dari akar kawao (Milletia sericea) yang dapat menghambat aktivitas invertase dan proses pemurniannya belum dikaji lebih mendalam, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hal tersebut. Dengan mengetahui kandungan bahan aktif yang dapat menghambat aktivitas invertase diharapkan dapat diaplikaskan di industri dengan memproduksi sendiri bahan tersebut dan menerapkannya untuk menghambat laju degradasi sukrosa pada proses pembuatan gula kristal.

59 DAFTAR PUSTAKA Causette, M., A. Gaunand., H. Planche., P. Monsan., dan B. Lindet Inactivation of Enzymes by Inert Gas Bubbling. Enzyme Engineering XIV. Vol New York. Cavaille, D. dan D. Combes High Pressure and Temperature: How to Diactivate Enzymes in Two Different Ways. Enzyme Engineering XIII. Vol New York. Chaplin, M.F and C. Bucke Enzyme Technology. Cambridge University Press, New York. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Tinjauan Perkembangan Industri Gula Tebu Nasional dan Kebijakannya. Sekretariat Dewan Gula Indonesia- Dirjen Perkebunan, Jakarta. Ewing, E. E., M. Devlin, D. A. Mcneill, M. H. McAdoo and A. M. Hedges Changes in Potato Tuber Invertase and Its Endogenous Inhibitor After Slicing, Including a Study of Assay Methods. J. Plant Physiol., 49 : ). Filho, U. C., C. E Hori,. dan E. J Ribeiro, Influence of the Reaction Products in the Inversion of Sucrose by Invertase. Brazilian J. Chem Eng, 16 (2). Flickinger, M. C. dan S. W. Drew Kinetics and Stoichiometry (Growth, Enzymes). Encyclopedia of Bioprocess Technology : Fermentation, Biocatalysis and Bioseparation. John Wiley and Sons, Inc., New York. Foyer, C., A. Kingston-Smith and C. Pollock Sucrose and Invertase, an Uneasy Alliance. Iger Innovation: Greiner, S., S. Krausgrill dan T. Rausch Cloning of Tobacco Apoplasmic Invertase Inhibitor. J. Plant Physiol. February 1;116(2): Hakim, L Inhibisi Formula Ekstrak Sidaguri (Sida rumbifalia) dan Seledri (Apium gravealens) Pada Enzim Xantin Oksidase Serta Efek Anti Inflamasi. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Harborne, J. B Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I. Penerjemah. Terjemahan dari : Phytochemical Method. ITB, Bandung. Harborne, J. B Phytochemical Methods. 2 nd ed. Terjemahan: Metode Fitokimia oleh Padmawinata, K dan I. Soediro. ITB, Bandung.

60 Heyne, K Tumbuhan Berguna Indonesia II. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan, Jakarta. Iswantini, D., Purwatiningsih, Saprudin Kajian Potensi Senyawa Flavonoid Dari Temu Putih Sebagai Antikanker Secara Enzimatis. Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Judoamidjojo, R., E. Mulyono, E. G. Said dan L. Hartoto Biokonversi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB, Bogor. Lehninger, A.L Dasar-dasar Biokimia (terjemahan). Erlangga, Jakarta. Lehninger, A.L Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1. Terjemahan. Penerjemah : Maggy Thenawidjaja. Erlangga. Jakarta. Lenny, S Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida. Universitas Sumatra Utara. Martin, D. W., P. A. Mayes, V. W. Rodwell and Associate Autors Harper s Review of Biochemistry. 18 th edition. Lange Medical Publications, California. Nam-Soo, K, Kim, S Some molecular characteristic and improving method for thermal stabillity of enzyme. Kor J Appl Microbiol Biotech 19: NCBE Enzyme for Education Invertase Preparation. J. The United Kingdom. Pan, Q.H, K.Q Zou, C.C Peng, X.L Wang and D.P Zhang Purification, Biochemical and Immunological Characterization of Acid Invertase from Apple Fruit. Journal of Integrative Plant Biol, 47(1); Page, S. D Prinsip-prinsip Biokimia. Terjemahan. Jakarta. Pancoast, H. M. dan W. R. Junk Handbook of Sugar. Second Edition. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Pelczar, MJ dan CS Chan Dasar-dasar Mikrobiologi. Edisi 1. Terjemahan SR Hadioetomo, Imas T, Angka LS. UI Press, Jakarta. Pressey, R and R. Shaw Effect of Temperature on Invertase, Invertase Inhibitor, and Sugars in Potato Tubers. Journal of Plant Physiol. P Pennington, N.L and C. W. Baker Sugar A User s Guide to Sucrose. Van Nostrand Reinhold, New York.

61 Rahman, M., P.K. Sen., F.M. Hasan., S.M.A. Miah, dan H.M. Rahman Purification and Characterization of Invertase Enzyme from Sugarcane. Pakistan J Biol Sci, 7 (3) : Robinson, T Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-6. Terjemahan Kosasin Padmawinata. Penerbit ITB, Bandung. Salim Penentuan Daya Inhibisi Ekstrak Air dan Etanol Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerf) Terhadap Aktivitas Enzim Tirosin Kinase Secara In Vitro. Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sekretariat Dewan Katahanan Pangan Ekonomi Gula 11 Negara Pemain Utama Dunia: Kajian Komparasi dan Perspektif Indonesia. Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan, Jakarta. Setiawan, M. P Inhibisi Ekstrak Air dan Etanol Sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) Terhadap Aktivitas Tirosin Kinase. Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB, Bogor. Simanjuntak, M.T Pengantar Kinetika Enzim. Diktat Kuliah Biokimia. Departemen Farmasi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara, Medan. Suryani, A dan J. Mangunwidjaya Rekayasa Proses. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta, IPB. Bogor. Stauffer, C. E Enzyme Assays for Food Scientists. Van Nostrand Reinhold, New York Trojanowicz, M., D. Compagnone, C. Goncales, Z. Jonca, dan G. Palleschi Limitations in The Analytical Use of Invertase Inhibition for the Screening of Trace Mercury Content in Environmental Samples. J. Anal Sci, 20. Vickery, M. C. dan B. Vickery Secondary Plant Metabolism. University Park Press, Baltimore. Wang, N.S Enzyme Kinetics of Invertase Via Initial Rate Determination. Department of Chemical Engineering. University of Maryland. Collage Park MD Winarno, F.G Enzim Pangan. Gramedia, Jakarta.

62

63 Lampiran 1. Data Hasil Analisis Gula Pereduksi Suhu C (X 1 ) ph (X 2 ) Inhibitor (gr) (X 3 ) Waktu (X 4 ) Jumlah gula pereduksi (µmol) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,5 70 6,5 2, , ,5 2, ,75

64 Lampiran 2. Hasil analisis statistik hasil gula pereduksi pada penelitian utama Lampiran 2a. Hasil statistik pengaruh linier variabel terhadap jumlah gula pereduksi menggunakan SAS Respon permukaan untuk Variabel Y: respon (Gula Pereduksi) Rata-rata Respon Root MSE R Koef. Variasi Lampiran 2b. Hasil analisis ragam dari SAS pada hubungan regresi terhadap respon Regresi Derajat Jumlah R 2 F-Ratio Prob>F bebas kuadrat Linier Kuadratik Antar faktor Total regresi Lampiran 2c. Hasil analisis residual dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi Regresi Derajat bebas Jumlah R 2 F ratio Prob>F kuadrat Lack of fit Pure error Total error

65 Lampiran 3a. Hasil analisis ragam dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi pada nilai T Parameter Derajat bebas Pendugaan parameter Standar deviasi T pada H0 Parameter=0 Prob>[T] Pendugaan dari data berkode Intersep Suhu X ph X Inhibitor X X X1*X X2*X X2*X X3*X X3*X X3*X X4*X X4*X X4*X X4*X Lampiran 3b. Hasil analisis ragam dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi pada nilai F Parameter Derajat Jumlah Kuadrat F rasio Prob>F bebas kuadrat tengah Suhu (X1) ph (X2) Inhibitor (X3) Waktu (X4)

66 Lampiran 4. Hasil analisis gula pereduksi pada kondisi optimasi Suhu ( C) ph Inhibitor (gr) Gula Pereduksi (µmol) , , , , ,5 329, , , ,5 346, ,5 160, ,5 731, , , ,5 2, , ,5 2, ,750 86,8 6,5 2, ,227 53,2 6,5 2, , , , , , ,5 0 63, ,5 4,4 15,182

67 Lampiran 5a. Hasil statistik pengaruh optimasi terhadap gula pereduksi menggunakan SAS Permukaan respon untuk Variabel Y: respon Rata-rata respon Root MSE R Koef. Variasi Lampiran 5b. Hasil analisis ragam dari SAS pada data hubungan regresi respon Regresi Derajat bebas Jumlah kuadrat R 2 F-Ratio Prob>F Linier Kuadratik Antar faktor Total regresi Lampiran 5c. Hasil analisis residual dari SAS, pengaruh pelakuan terhadap gula pereduksi pada nilai F Regresi Derajat bebas Jumlah kuadrat R 2 F ratio Prob>F Lack of fit Pure error Total error Lampiran 5d. Hasil analisis ragam dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi pada nilai T Parameter Derajat bebas Pendugaan parameter Standar deviasi T pada H0 Parameter=0 Prob>[T] Pendugaan dari data berkode Intersep Suhu X ph X Inhibitor X X1*X X2*X X2*X X3*X X3*X X3*X

68 Lampiran 6. Hasil Optimasi Pengaruh Faktor Reaksi Terhadap Gula Pereduksi Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data) Critical Value Factor Coded Uncoded X suhu X ph X inhbtor Predicted value at stationary point Eigenvectors Eigenvalues X1 X2 X Stationary point is a saddle point. Estimated Ridge of Maximum Response for Variable Y: gl_prdks Coded Estimated Standard Uncoded Factor Values Radius Response Error X1 X2 X

69 Lampiran 7. Metode Uji Fitokimia (Harborne, 1996) Uji Alkaloid Sebanyak 1 gram ekstrak dilarutkan dengan kloroform dan beberapa tetes NH 4 OH kemudian disaring dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H 2 SO 4 2 M lalu lapisan asamnya dipisahkan dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Dragendorf, Mayer dan Wagner yang akan menimbulkan endapan dengan warna berturut-turut merah jingga, putih dan coklat. Uji Flavonoid Sebanyak 5 ml filtrat ditambahkan serbuk magnesium (0.5 gram). 1 ml alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan volume sama), dan amil alkohol, kemudian dikocok kuat-kuat. Terbentuknya warna merah, kuning, dan jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya golongan flavonoid. Sebanyak 1 ml ekstrak ditambah dengan 1 ml metanol 95%, 0.5 g Zn dan 2 tetes HCl 2N, didiamkan selama 2 menit lalu ditambah 1 ml HCl pekat. Uji akan positif untuk glikosida flavonoid bila dalam 2-5 menit terbentuk warna merah intensif. Uji Terpenoid dan Steroid Sebanyak 2 gram ekstrak tanaman dilarutkan dengan 25 ml etanol panas (50 C) kemudian disaring ke dalam pinggan porselin dan diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng tetes lalu ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H 2 SO 4 pekat (uji Lieberman-Bunchard). Warna merah atau ungu menunjukkan kandungan terpenoid, sedangkan warna hijau atau biru menunjukkan kandungan steroid. Uji Saponin Sebanyak 1 gram ekstrak tanaman dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit kemudian disaring. Selanjutnya filtrat digunakan untuk pengujian. Uji saponin dilakukan dengan

70 pengocokan 10 ml filtrat ke dalam tabung tertutup selama 10 menit. Timbulnya busa hingga selang waktu 10 menit (buih stabil) menunjukkan adanya saponin. Uji Tanin Sebanyak 1 gram ekstrak tanaman ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebagian filtrat ditambahkan FeCl 3. Terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan terdapatnya tanin.

71 Lampiran 8. Metode pembuatan pereaksi uji fitokimia Pereaksi Dragendorff Bismut subnitrat (basic), BiNO 3 (OH) 2 BiO(OH) ditimbang sebanyak 0.85 gram, kemudian dilarutkan dalam pelarut campuran CH 3 COOH glasial 10 ml dengan 40 ml H 2 O. Campuran ini kemudian ditambahkan larutan KI (KI sebesar 8 gram dilarutkan dalam 20 ml H 2 O). Pereaksi Mayer HgCl 2 ditimbang sebanyak 1,3 gram kemudian dilarutkan dalam 30 ml H 2 O dan dihomogenkan (larutan 1). KI ditimbang sebesar 5 gram lalu dilarutkan kedalam 30 ml H 2 O kemudian dihomogenkan (laruitan 2). Larutan 1 dan 2 kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 ml dan ditambahkan H 2 O hingga tanda tera. Pereaksi ini disimpan dalam botol coklat atau berwarna untuk menghindari kerusakan. Pereaksi Wagner KI ditimbang sebesar 2 gram dan I 2 ditimbang sebanyak 2,5 gram. Keduanya dimasukkan kedalam gelas piala dan ditambahkan H 2 O sebanyak 100 ml lalu dihomogenkan. Setelah itu, larutan disaring dan disimpan dalam botol coklat atau berwarna. Pereaksi Lieberman-Burchard Asam sulfat pekat dipipet sebanyak 5,0 ml lalu dimasukkan ke dalam gelas piala dan disimpan dalam penangas es (dalam keadaan dingin). Setelah itu ditambahkan asam asetat anhidrat sebesar 5,0 ml dan volume akhir dijadikan 50 ml dengan pelarut etanol p.a( 40 ml etanol p.a).

72 Lampiran 9. Gambar Pohon dan Akar Kawao (Milletia sericea) batang daun akar akar

PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE. Oleh RIAN WIDIPRATOMO F

PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE. Oleh RIAN WIDIPRATOMO F PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE Oleh RIAN WIDIPRATOMO F34102096 2006 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 )

INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 ) INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 ) Oleh RHENI HAFIDIANA F34102016 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Inhibisi Aktivitas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE. Oleh RIAN WIDIPRATOMO F

PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE. Oleh RIAN WIDIPRATOMO F PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE Oleh RIAN WIDIPRATOMO F34102096 2006 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian pendahuluan dilakukan di laboratorium kimia pangan dan laboratorium uji Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri gula di Indonesia pernah berjaya di tahun 1930-an, yang mampu mengekspor sekitar 2,4 juta - 3 juta ton gula (Sudana et al., 2000 dikutip Rachma, 2006). Namun

Lebih terperinci

INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 )

INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 ) INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 ) Oleh RHENI HAFIDIANA F34102016 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Inhibisi Aktivitas

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA BIOPROSES KINETIKA REAKSI ENZIMATIS KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 KINETIKA REAKSI ENZIMATIS 1. Pendahuluan Amilase

Lebih terperinci

PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR

PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Rizki Lianti F34103064 2007 FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendemen gula rendah di pabrik-pabrik gula di Indonesia adalah masalah downtime pabrik yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. energi, menyusun bahan makanan, merombak bahan makanan, memasukkan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. energi, menyusun bahan makanan, merombak bahan makanan, memasukkan atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Metabolisme merupakan suatau reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh makhluk hidup. Reaksi metabolisme tersebut dimaksudkan untuk memperoleh energi, menyimpan energi,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Ratih Anggraini F34103046 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1)

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2017 METABOLISME Metabolisme adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalis Contoh : Hidrolisis sukrosa dalam air Suhu kamar lama (bisa beberapa bulan) Namun jika hidrolisis dilakukan dalam

Lebih terperinci

AKTIVITAS ENZIM AMILASE

AKTIVITAS ENZIM AMILASE LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II PERCOBAAN I AKTIVITAS ENZIM AMILASE OLEH : NAMA : ALFONSUS A. TOSARI NIM : H 411 06 056 KELOMPOK : III (TIGA) ASISTEN : BELINAYANTI, S.Si LABORATORIUM BOTANI JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang PENDAHULUAN Latar belakang Kebutuhan konsumsi gula di Indonesia sejak tahun 1970-an selalu melebihi kapasitas produksi dalam negeri sehingga menyebabkan Indonesia menjadi negara pengimpor gula. Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Ikan Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui karakter awal minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini. Karakter minyak ikan yang diukur

Lebih terperinci

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik E N Z I M Sukarti Moeljopawiro Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik ENZIM

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 47 HASIL DAN PEMBAHASAN KARAKTERISASI KIMIA BUAH VANILI SEGAR DAN KERING Bahan segar yang digunakan dalam ekstraksi, pada umumnya dikeringkan terlebih dahulu karena reduksi ukuran sampel dalam bentuk kering

Lebih terperinci

Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis

Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis Disarikan dari: Buku Petunjuk Praktikum Biokimia dan Enzimologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas Selulolitik Akibat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas Selulolitik Akibat 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas Selulolitik Akibat Penambahan Berbagai Level Zeolit Sumber Nitrogen Slow Release pada Glukosa Murni secara In Vitro

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

Enzim dan koenzim - 3

Enzim dan koenzim - 3 Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim - 2 Enzim dan koenzim - 3 Substansi

Lebih terperinci

Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim

Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim - 2 Substansi yang terdapat didalam

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu, dan Bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung dari bulan Juni 2011 sampai dengan Januari 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : a) Proses Fermentasi di Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian dasar dengan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis)

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Disarikan dari: Buku Petunjuk Praktikum Biokimia dan Enzimologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PENGARUH ph TERHADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM : RR. DYAH RORO ARIWULAN NIM : H

PERCOBAAN VII PENGARUH ph TERHADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM : RR. DYAH RORO ARIWULAN NIM : H LAPRAN PRAKTIKUM BIKIMIA PERCBAAN VII PENGARU p TERADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM NAMA : RR. DYA RR ARIWULAN NIM : 411 10 272 KELMPK : VI (EMPAT) ARI / TANGGAL : RABU/ 9 NVEMBER 2011 ASISTEN : MU. SYARIF AQA

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS. i ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenaipenentuan aktivitas enzim amilase dari kecambah biji jagung lokal Seraya (Zea maysl.). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui waktu optimum dari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

R E A K S I U J I P R O T E I N

R E A K S I U J I P R O T E I N R E A K S I U J I P R O T E I N I. Tujuan Percobaan Memahami proses uji adanya protein (identifikasi protein) secara kualitatif. II. Teori Dasar Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan Oleh : Nama : Kezia Christianty C NRP : 123020158 Kel/Meja : F/6 Asisten : Dian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Krisis energi yang terjadi di dunia dan peningkatan populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE Nama : Imana Mamizar NIM : 10511066 Kelompok : 5 Nama Asisten : Bunga (20513032) Tanggal Percobaan :

Lebih terperinci

1. Filtrat enzim mananase didapatkan dari hasil produksi kapang Eupenisilium javanicum pada substrat bungkil kelapa 3%. 2. Pereaksi yang digunakan ada

1. Filtrat enzim mananase didapatkan dari hasil produksi kapang Eupenisilium javanicum pada substrat bungkil kelapa 3%. 2. Pereaksi yang digunakan ada PERSYARATAN BATAS WAKTU PENYIMPANAN SUBSTRAT PENENTUAN AKTIFITAS ENZIM 0- MANANASE Emma Ludia Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Enzim mananase merupakan suatu kelompok

Lebih terperinci

Gambar 1. Mekanisme hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa

Gambar 1. Mekanisme hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa LAJU INVERSI GULA Sukrosa Sukrosa adalah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu maupun dari bit. Selain pada tebu dan bit, sukrosa terdapat pula pada tumbuhan lain, misalnya dalam

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di 31 III METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Universitas

Lebih terperinci

PRODUKSI CRUDE ENZIM AMILASE oleh Aspergillus pada MEDIA KULIT PISANG KEPOK (Musa parasidiaca var formatypica)

PRODUKSI CRUDE ENZIM AMILASE oleh Aspergillus pada MEDIA KULIT PISANG KEPOK (Musa parasidiaca var formatypica) PRODUKSI CRUDE ENZIM AMILASE oleh Aspergillus pada MEDIA KULIT PISANG KEPOK (Musa parasidiaca var formatypica) PRODUCTION of CRUDE AMYLASE by Aspergillus on PEEL of BANANA KEPOK (Musa parasidiaca var formatypica)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 1 Lampiran 1. Prosedur dan Hasil Percobaan Pendahuluan A. Karakterisasi Nira Tebu Tujuan : Mengetahui sifat fisik dan kimia nira tebu yang digunakan dalam penelitian Prosedur : 1) Pengujian sifat kimia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu reaksi kimia, khususnya antara senyawa organik, yang dilakukan dalam laboratorium memrlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor, speerti suhu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

THE ADDITION EFFECT OF THE METAL ION K + ON THE PAPAIN ENZYME ACTIVITIES

THE ADDITION EFFECT OF THE METAL ION K + ON THE PAPAIN ENZYME ACTIVITIES UNESA Journal of Chemistry Vol. 2, No. 2, May 2013 PENGARUH PENAMBAHAN ION LOGAM K + TERHADAP AKTIVITAS ENZIM PAPAIN THE ADDITION EFFECT OF THE METAL ION K + ON THE PAPAIN ENZYME ACTIVITIES Fransiska Nay

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE

PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE Penyusun: Charlin Inova Sitasari (2310 100 076) Yunus Imam Prasetyo (2310 100 092) Dosen

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

Kecepatan Reaksi Hidrolisis Amilum Oleh Enzim Amilase

Kecepatan Reaksi Hidrolisis Amilum Oleh Enzim Amilase Kecepatan Reaksi Hidrolisis Amilum Oleh Enzim Amilase TUJUAN PRAKTIKUM Adapun tujuan praktikum kali ini antara lain sebagai berikut: 1. Menetapkan konstanta Michaelis-Menten 2. mempelajari pengaruh penanbahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan 63 pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang tumbuh di daerah-daerah di Indonesia. Menurut data Direktorat Jendral Hortikultura produksi pisang pada tahun 2010 adalah sebanyak 5.755.073

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium 15 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci