INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 )"

Transkripsi

1 INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 ) Oleh RHENI HAFIDIANA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 Inhibisi Aktivitas Invertase pada Sukrosa dengan Menggunakan Tembaga Sulfat (CuSO 4 ) Ringkasan Sukrosa (glucose-1,2 fructose) merupakan pemanis yang banyak dikonsumsi dalam kehidupan manusia. Gula biasanya diartikan sebagai sukrosa untuk penggunaan komersial. Sumber sukrosa umumnya didapatkan dari nira, seperti nira tebu, nira kelapa, nira siwalan maupun dari bit. Kandungan sukrosa dalam masing-masing nira tersebut berbeda, yaitu nira tebu mengandung 14-20% sukrosa, nira kelapa mengandung 15-20% sukrosa dan nira siwalan mengandung 10-15% sukrosa. Degradasi sukrosa merupakan hal yang harus dihindari pada industri gula karena mempersulit proses kristalisasi. Hal ini disebabkan oleh hidrolisis sukrosa menjadi gula invert, disebut juga gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) atau senyawa turunan lainnya pada produk-produk gula seperti sukrosa, merupakan penyebab menurunnya kualitas produk tersebut. Inhibisi aktivitas enzim telah dilakukan dengan mengkombinasikan suhu dan tekanan tinggi, namun mempengaruhi kualitas produk. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu, ph, konsentrasi enzim konsentrasi substrat, serta adanya inhibitor. Inhibitor dapat berupa bahan alami, seperti kentang, tomat dan tembakau. Akan tetapi, selain mengandung inhibitor, bahan tersebut masih mengandung bahan lain, sehingga perlu pemurnian. Kation Cu (II) dalam bentuk garam logam CuCl 2 talah diteliti dapat menghambat aktivitas invertase. Terdapat garam Cu (II) lainnya, yaitu CuSO 4. Aktivitas invertase dengan penambahan garam logam CuSO 4 pada kondisi konsentrasi, konsentrasi substrat, ph, suhu dan lama pemanasan yang berbeda perlu diteliti, sehingga diketahui kemampuan inhibisi garam logam tersebut. Selain itu, dapat diketahui model kinetika inhibisi yang penting untuk keperluan rekayasa proses. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan perubahan ph, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, suhu inkubasi dan lama pemanasan dengan adanya penambahan CuSO 4 terhadap degradasi sukrosa. Penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan parameter kinetika laju degradasi (K M dan V maks ) sukrosa dengan adanya penambahan CuSO 4. Keseluruhan pengujian menggunakan metode pengukuran gula pereduksi yang dihasilkan akibat hidrolisis sukrosa menggunakan DNS (dinitro salicylic acid). Pengaruh perubahan faktor pada setiap taraf ditentukan dengan menggunakan analisis sidik ragam (Anova) dan uji lanjut Duncan. Model dan parameter kinetika inhibisi yang paling sesuai ditentukan dengan menggunakan software SigmaPlot. Inhibisi oleh CuSO 4 terhadap invertase dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, ph, suhu dan lama pemanasan. Pada rasio konsentrasi invertase terhadap sukrosa 1 : 5000 dan ph larutan invertase 4.5, CuSO mm berperan sebagai aktivator invertase, sedangkan mulai konsentrasi 2.5 mm berperan sebagai inhibitor. Konsentrasi CuSO mm memberikan inhibisi tertinggi (95.1%) pada suhu 60 C, ph larutan invertase 4.5, rasio invertase terhadap sukrosa 1 : Aktivitas invertase sangat rendah pada 2

3 ph 3 dan ph 7 ke atas serta turun signifikan hingga 20 detik pemanasan. Inhibisi oleh CuSO mm terjadi pada lama pemanasan 0 10 detik. Kinetika inhibisi laju degradasi sukrosa oleh CuSO 4 yang dilakukan pada ph 7 dengan tiga titik suhu (40 C, 50 C, 60 C) menghasilkan nilai K M dan V maks yang berbeda. Kecepatan reaksi meningkat dengan kenaikan suhu. Model kinetika inhibisi invertase oleh CuSO 4 berbeda pada setiap suhu yang diujikan. Model inhibisi oleh CuSO 4 pada suhu 40 C adalah mixed (partial), dengan nilai K M 8.6 g/l, V maks µm/menit turun menjadi 64.1 µm/menit, Ki mm, α 75.1, β 3.1. Model inhibisi oleh CuSO 4 pada suhu 50 C juga mixed (partial) dengan nilai K M 21.1 g/l, V maks µm/menit turun menjadi µm/menit, Ki 2.873e-9 mm, α , β Model inhibisi pada suhu 60 C bersifat kompetitif (full), dengan nilai K M 3555e+6 g/l naik menjadi 4.622e+6 g/l, V maks 1.732e+7 µm/menit, Ki 11.4 mm. 3

4 Inhibition on Invertase Activity in Sucrose Using Copper Sulphate (CuSO 4 ) Summary Sucrose (glucose-1,2 fructose) is the most commonly used as sweetener for human consumption. In commercial usage, the term sugar usually refers to sucrose. There are a number of sugar s sources, such as sugarcane, coconut-palm juice, fan-palm juice and sugar beets which content of sucrose are different. Sugarcane contains 14-20% sucrose, coconut-palm juice contains 15-20% sucrose, while 10-15% in fan-palm juice. Sucrose is widely used in industry for various purpose, but the degradation of sucrose is easily occured. Sucrose is converted into invert sugar, called reducing sugar or other derived compounds in many sugar products can cause decreasing quality of sugar. Enzyme inhibition is done by combining the temperature and high pressure, but it s influence the quality of the product. Enzyme activity was influenced by temperature, ph value, enzyme concentration, substrate concentration, and presence of inhibitors. Inhibitors can be found natural sources, such as potato, tomato, and tobacco. Besides containing inhibitor, they still contain other ingredients, therefore purification is needed. Cu (II) cation as CuCl 2 metal salt is known as element which can inhibit the activity of invertase. There are another Cu (II) as metal salt, it is CuSO 4. The activity of invertase with addition of CuSO 4 in different enzyme concentration, substrate concentration, ph, temperature and heat treatment should be learn, in order to recognize the inhibition capability of CuSO 4. Besides that, the inhibition kinetic model can be figured out, which is needed for process engineering. The objective of this research is to obtain the influence of substrate concentration, enzyme concentration, ph value, incubation temperature and heat treatment with present of CuSO 4 concerning to sucrose degradation. Besides that, it was also to determine the inhibition kinetic parameter (K M and V maks ) of the rate of sucrose degradation with addition of CuSO 4. The whole research uses the reducing sugar measurement method, as a result of sucrose hydrolisis using DNS (dinitro salicylic acid). The influence of factor s changes in each level are determined by using analysis of variance (ANOVA) and Duncan test. The most suitable model and parameter of inhibition kinetic is determined by using SigmaPlot software. CuSO 4 concentration, substrate concentration, enzyme concentration, ph value, incubation temperature and heat treatment affect inhibition by CuSO 4. At the ratio of invertase to sucrose is 1 : 5000, CuSO mm can be used as an invertase activator, while as invertase inhibitor with the minimum concentration 2.5 mm. CuSO mm give maximum inhibition (95.1%) at 60 C, ph value of invertase is 4.5, ratio of invertase to sucrose is 1 : Invertase activity is very low at ph 3 and more than ph 7. The activity was also decreases significantly until 20 second of heat treatment. Inhibition was occured by 0 10 second of heat treatment. 4

5 The kinetic inhibition of of sucrose degradation rate by CuSO mm done at ph 7 with three temperature treatment (40 C, 50 C, 60 C) make K M and V maks value are vary. The reaction rate of it increases as well as the temperature. The inhibition kinetics model of invertase is different in each temperature. It is mixed (partial) when the temperature at 40 C. K M 8.6 g/l, V maks µm/min decrease to 64.1 µm/min, Ki mm, α 75.1, β 3.1. The inhibition kinetic model when the temperature at 50 C was also mixed (partial). K M 21.1 g/l, V maks µm/menit decrease to µm/menit, Ki 2.873e-9 mm, α , β 232.5, while competitive (full) at 60 C with K M 3555e+6 g/l increase to 4.622e+6 g/l, V maks 1.732e+7 µm/min, Ki 11.4 mm. 5

6 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Inhibisi Aktivitas Invertase pada Sukrosa dengan Menggunakan Tembaga Sulfat (CuSO 4 ) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, 31 Agustus 2006 Yang membuat pernyataan, Rheni Hafidiana F

7 INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 ) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh RHENI HAFIDIANA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 7

8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 ) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh RHENI HAFIDIANA F Dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1984 di Boyolali Tanggal lulus : 24 Agustus 2006 Menyetujui, Bogor, September 2006 Prayoga Suryadarma, STP, MT. Pembimbing Akademik 8

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 18 Juni Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Widodo (Alm) dan Muslichah. Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 3 Boyolali. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 1 Boyolali pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Boyolali dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri, Institut Pertanian Bogor tahun 2002 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Laboratorium Lingkungan periode 2005/2006 dan Teknologi Minyak Atsiri dan Kosmetika periode 2005/2006. Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2005 dengan topik Penerapan Aspek Pengawasan Mutu pada Proses Produksi Biskuit Bayi di PT. Arnott s Indonesia-Bekasi, Jawa Barat. Untuk menyelesaikan tugas akhir ini, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul Inhibisi Aktivitas Invertase pada Sukrosa dengan Menggunakan Tembaga Sulfat (CuSO 4 ). 9

10 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat, rahmat, dan hidayah serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan, pada saat penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Erliza Noor selaku dosen penguji atas masukannya untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. Drs. Purwoko, MSi selaku dosen penguji atas masukannya untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Ibu, kakak dan saudara kembarku yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa. 5. Teman sebimbingan (Rian, Annisa, Mba Fitri, dan Pak Ikhsan) atas bantuan dan kebersamaannya. 6. Teman-teman TIN 39 dan semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis baik selama penelitian maupun semenjak menjadi mahasiswa TIN yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan bermanfaat demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca. Bogor, Agustus 2006 Penulis

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. SUKROSA... 3 B. INVERTASE... 3 C. AKTIVITAS DAN STABILITAS ENZIM... 4 D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU DEGRADASI SUKROSA Pengaruh Suhu Pengaruh ph Pengaruh Konsentrasi Substrat dan Enzim Pengaruh Perubahan Kondisi Lingkungan Pengaruh Inhibitor... 7 E. KINETIKA ENZIMATIK III. METODOLOGI A. ALAT B. BAHAN C. METODE PENELITIAN Tahapan Penelitian Prosedur Percobaan xi

12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Aktivitas Invertase B. Pengaruh Konsentrasi CuSO C. Hubungan Pengaruh Perubahan Faktor Terhadap Degradasi Sukrosa Pengaruh Konsentrasi Substrat Pengaruh Konsentrasi Enzim Pengaruh ph Pengaruh Suhu Pengaruh Lama Pemanasan D. Kinetika Inhibisi Reaksi Invertase V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Pengaruh jenis logam dan bahan kimia pada konsentrasi M terhadap aktivitas invertase... 8 Tabel 2. Parameter kinetika inhibisi invertase pada suhu 40 C Tabel 3. Parameter kinetika inhibisi invertase pada suhu 50 C Tabel 4. Parameter kinetika inhibisi invertase pada suhu 60 C xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Reaksi hidrolisis sukrosa oleh invertase... 3 Gambar 2. Gambar 3. Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase dari nira tebu (Rahman et al., 2004)... 5 Pengaruh nilai ph terhadap aktivitas invertase dari nira tebu (Rahman et al., 2004)... 6 Gambar 4. Ikatan ion logam bivalen (M 2+ ) dan grup sulfhidril... 9 Gambar 5. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan awal reaksi enzimatik (Lehninger, 1988) Gambar 6. Kurva Lineweaver-Burk Gambar 7. Mekanisme inhibisi kompetitif Gambar 8. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif Gambar 9. Mekanisme inhibisi nonkompetitif Gambar 10. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi nonkompetitif Gambar 11. Mekanisme inhibisi unkompetitif Gambar 12. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi unkompetitif Gambar 13. Diagram alir tahapan penelitian Gambar 14. Kurva aktivitas invertase berdasarkan konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan, dengan konsentrasi invertase 5 mg/l, konsentrasi sukrosa 25 g/l. Persamaan garis linier y = x, r 2 = Gambar 15. Kurva pengaruh konsentrasi CuSO 4 terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan, dengan konsentrasi sukrosa 25 g/l, konsentrasi invertase 5 mg/l, lama reaksi 5 menit Gambar 16. Kurva pengaruh perubahan konsentrasi substrat terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan, dengan konsentrasi invertase 5mg/l, lama reaksi 5 menit xiv

15 Gambar 17. Inhibisi aktivitas invertase oleh CuSO mm pada konsentrasi substrat yang berbeda, dengan konsentrasi invertase 5 mg/l, lama reaksi 5 menit Gambar 18. Kurva pengaruh perubahan konsentrasi enzim terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan, dengan konsentrasi sukrosa 25 g/l, ph 7, lama reaksi 5 menit Gambar 19. Inhibisi aktivitas invertase oleh CuSO mm pada konsentrasi enzim yang berbeda, dengan konsentrasi sukrosa 25 g/l, ph 7, lama reaksi 5 menit Gambar 20. Kurva pengaruh perubahan nilai ph terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan dengan konsentrasi invertase 5 mg/l, konsentrasi sukrosa 22.5 g/l, lama reaksi 5 menit Gambar 21. Inhibisi aktivitas invertase oleh CuSO mm pada nilai ph yang berbeda, dengan konsentrasi invertase 5 mg/l, konsentrasi sukrosa 22.5 g/l, lama reaksi 5 menit Gambar 22. Kurva pengaruh perubahan suhu terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan, dengan konsentrasi invertasi 5 mg/l, konsentrasi sukrosa 12.5 g/l, lama reaksi 5 menit Gambar 23. Inhibisi aktivitas invertase oleh CuSO 4 pada suhu yang berbeda, dengan konsentrasi invertase 5 mg/l, konsentrasi sukrosa 12.5 g/l, lama reaksi 5 menit Gambar 24. Kurva pengaruh lama pemanasan terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan, dengan konsentrasi invertase 5 mg/l, konsentrasi sukrosa 12.5 g/l, lama reaksi 5 menit Gambar 25. Inhibisi aktivitas invertase oleh CuSO 4 pada lama pemanasan yang berbeda dengan konsentrasi invertase 5 mg/l, konsentrasi sukrosa 22.5 g/l, lama reaksi 5 menit Gambar 26. Kurva Michaelis Menten invertase suhu 40 C Gambar 27. Plot Lineweaver-Burk invertase suhu 40 C Gambar 28. Kurva Michaelis Menten invertase suhu 50 C Gambar 29. Plot Lineweaver-Burk invertase suhu 50 C Gambar 30. Kurva Michaelis Menten invertase suhu 60 C xv

16 Gambar 31. Plot Lineweaver-Burk invertase suhu 60 C xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur penelitian Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan penentuan konsentrasi CuSO Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi substrat Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan persen inhibisi pada konsentrasi substrat yang berbeda Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi enzim Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan persen inhibisi pada konsentrasi enzim yang berbeda Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh ph Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan persen inhibisi pada ph yang berbeda Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh suhu Lampiran 10. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan persen inhibisi pada suhu yang berbeda Lampiran 11. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh lama pemanasan Lampiran 12. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan persen inhibisi pada lama pemanasan yang berbeda Lampiran 13. Data kinetika inhibisi suhu 40 C Lampiran 14. Data kinetika inhibisi suhu 50 C Lampiran 15. Data kinetika inhibisi suhu 60 C xvii

18 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sukrosa, dengan nama sistematisnya β-d-fructofuranosyl-α-dglucopyranoside termasuk kelompok disakarida nonpereduksi. Senyawa organik ini merupakan sejenis karbohidrat yang manis, putih dan termasuk bahan dasar makanan. Sumber sukrosa umumnya didapatkan dari nira, seperti nira tebu, nira kelapa, nira siwalan maupun dari bit. Kandungan sukrosa dalam masing-masing nira tersebut berbeda. Nira tebu mengandung 14-20% sukrosa, nira kelapa mengandung 15-20% sukrosa dan nira siwalan mengandung 10-15% sukrosa. Sukrosa banyak digunakan untuk berbagai keperluan dalam industri, namun kerusakan sukrosa mudah terjadi. Proses degradasi sukrosa menjadi gula invert, disebut juga gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) sering terjadi karena lamanya waktu menunggu sebelum nira tebu diproses di industri gula. Selain degradasi sukrosa, senyawa-senyawa hasil degradasi sukrosa tersebut dapat mengganggu proses kristalisasi pada industri gula (sukrosa), sehingga dapat menurunkan rendemen gula sukrosa. Astawan (2001) menyatakan bahwa pembentukan gula invert juga tidak diharapkan pada pengolahan gula semut. Jika kadar gula pereduksinya lebih dari 3 persen maka gula yang dihasilkan akan menjadi lembek dan sangat higroskopis. Kerusakan gula atau sukrosa dapat disebabkan oleh aktivitas enzim, mikroorganisme ataupun perlakuan proses (misalnya asam, suhu tinggi, dan lainnya). Invertase, merupakan salah satu enzim yang dihasilkan pada nira tebu atau hasil aktivitas ekstraseluler mikroorganisme yang turut memicu kerusakan sukrosa. Aktivitas invertase pada ekstrak nira tebu adalah unit, sedangkan aktivitas spesifiknya 2.86 unit/mg (Rahman, 2004). Upaya penghambatan perlu dilakukan untuk mengurangi kerusakan sukrosa, salah satunya dengan menurunkan aktivitas invertase yang mendegradasi sukrosa. Upaya penghambatan laju kerusakan sukrosa melalui penurunan aktivitas invertase telah dilakukan dengan perlakuan suhu, tekanan serta

19 penambahan inhibitor. Cavaille dan Didier (1996) mengkombinasikan perlakuan tekanan tinggi dengan suhu untuk menginaktivasi invertase, sedangkan Causette et al. (1998) melakukan inaktivasi enzim dengan menggunakan gelembung gas inert. Akan tetapi, perlakuan suhu dan tekanan yang tinggi akan mempengaruhi kualitas produk (sukrosa) akibat terjadinya reaksi lain yang tidak diinginkan (lateral reaction). Inhibitor invertase juga ditemukan di dalam umbi kentang (Ewing et al., 1977 dan Pressey, 1966), tembakau, dan tomat (Pressey,1994 dan Weil et al., 1994 dalam Greiner et al., 1998). Inhibitor dari bahan alami tersebut juga memiliki kelemahan, yaitu masih terdapat bahan lain selain inhibitor, bahkan mengandung invertase. Jenis inhibitor lain yang dapat menghambat aktivitas invertase adalah beberapa jenis garam logam, terutama HgCl 2, FeCl 2, CuCl 2, dan CdCl 2, yang dapat menurunkan aktivitas hingga 45-99% (Rahman et al., 2004). Terdapat garam logam lain, seperti CuSO 4 yang juga tersusun dari kation logam bivalen. Penggunaan garam logam ini memerlukan kondisi tertentu agar dihasilkan kinerja inhibisi invertase yang optimal. Perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, seperti konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, ph, suhu dan lama pemanasan perlu dilakukan pada saat garam logam CuSO 4 ditambahkan. Perlakuan tersebut diharapkan dapat menghasilkan profil inhibisi aktivitas invertase dalam mendegradasi sukrosa serta diperoleh model kinetika inhibisi yang penting untuk keperluan rekayasa proses. B. TUJUAN Adapun tujuan penelitian ini antara lain untuk menentukan: 1. Pengaruh perubahan ph, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, suhu inkubasi dan lama pemanasan dengan adanya penambahan CuSO 4 terhadap degradasi sukrosa 2. Parameter kinetika (K M dan V maks ) laju degradasi sukrosa dengan adanya penambahan CuSO 4 2

20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. SUKROSA Sukrosa (glucose-1,2 fructose) merupakan pemanis yang banyak dikonsumsi dalam kehidupan manusia. Salah satu sumber sukrosa terpenting adalah tebu karena mengandung sukrosa hingga 20% (Glazer dan Nikaido, 1995 dalam Filho 1999). Sukrosa, dikenal sebagai gula meja (table sugar), merupakan disakarida yang terbentuk dari satu molekul α-d-glukosa dan satu molekul β-d-fruktosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,2-glikosidik (Rahman et al., 2004). Degradasi sukrosa dapat terjadi melalui hidrolisis asam atau secara enzimatis oleh invertase (Monsan et al., 1984 dalam Filho et al., 1999). Degradasi secara enzimatis terjadi ketika ikatan α-1,2-glikosidik dihidrolisis oleh enzim invertase (D-fructofuranosidase, EC ) atau sucrose synthase (UDP glucose: D-fructose 2-D-glucosyltransferase, EC ). Hidrolisis sukrosa menghasilkan campuran glukosa dan fruktosa yang disebut dengan gula invert (invert sugar) (Rahman et al., 2004). Reaksi hidrolisis sukrosa oleh invertase (juga disebut sebagai sucrase atau saccharose) dapat dilihat pada Gambar 1. H Gambar 1. Reaksi hidrolisis sukrosa oleh invertase B. INVERTASE Sistem tatanama untuk invertase adalah beta-fructofuranosidase (EC ), menunjukkan bahwa reaksi dikatalisasi oleh enzim ini adalah reaksi

21 hidrolisis (Wang, 2002). Invertase terdapat dalam jumlah yang beragam pada tanaman maupun hewan dengan varietas yang luas. Sumber utama invertase berasal dari ragi (yeast) dan fungi lainnya. Reed (1966) dalam Pancoast dan Junk (1980) menyatakan bahwa ragi Saccharomyces cerevisiae dan S. carlsbergensis merupakan sumber utama penghasil invertase untuk aplikasi industri. Aspergillus orizae dan A. Niger adalah fungi yang juga merupakan sumber invertase. Tanaman penghasil enzim ini antara lain tebu (Rahman et al., 2004), buah mangga (Rahman et al., 2001), buah anggur (Nakanishi et al., 1990), buah tomat (Konno et al., 1993 dalam Rahman et al., 2001), padi (Isla et al., 1995) dan umbi kentang (Pressey et al., 1966). Berbeda dengan sebagian besar enzim, invertase memiliki aktivitas yang relatif tinggi pada kisaran ph yang luas antara 3.5 sampai 5.5, dengan aktivitas optimum pada ph 4.5. Aktivitas maksimum dicapai pada suhu 55 C. Nilai Michaelis-Menten untuk jenis enzim yang berbeda bervariasi, tetapi kebanyakan enzim memiliki nilai K M antara 2 mm 5 mm (Wang, 2002). C. AKTIVITAS DAN STABILITAS ENZIM Aktivitas enzim didefinisikan sebagai kecepatan pengurangan substrat atau kecepatan pembentukan produk pada kondisi optimum. Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai satu mikromol (µmol; 10-6 mol) substrat yang bereaksi atau produk yang dikatalisis setiap menit (Rodwell, 1981). Aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, ph, dan suhu. Setiap enzim berfungsi optimal pada suhu, ph dan konsentrasi substrat tertentu. Konsentrasi substrat yang rendah menyebabkan daerah aktif pada enzim tidak semuanya terikat pada substrat. Terdapat suhu optimal dimana reaksi berlangsung sangat cepat. Ketika suhu di atas suhu optimal, kecepatan reaksi menurun tajam karena enzim sebagai protein akan terdenaturasi, sedangkan pada suhu terlalu rendah, beberapa enzim tidak dapat bekerja. Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh ph karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi ph (Pelczar dan Chan, 1986). Enzim merupakan salah satu jenis protein globular. Stabilitas dan aktivitas enzim ditentukan oleh konformasi tiga dimensinya yang dipengaruhi 4

22 oleh struktur tertier protein. Terdapat empat jenis interaksi yang menstabilkan struktur tersebut pada suhu, ph dan konsentrasi ion normal, antara lain ikatan hidrogen, gaya tarik ionik, interaksi hidrofobik dan jembatan kovalen. (Lehninger, 1988). D. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU DEGRADASI SUKROSA Laju degradasi sukrosa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu, ph, lama pemanasan, konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim. Laju degradasi sukrosa dapat diperlambat atau bahkan dihambat dengan penambahan inhibitor. 1. Pengaruh Suhu Peningkatan suhu pada reaksi enzim memiliki dua pengaruh yang tidak seimbang. Pengaruh tersebut adalah peningkatan laju reaksi dan di sisi lain dapat menyebabkan inaktivasi enzim (Stauffer, 1989). Aktivitas enzim invertase meningkat secara perlahan dengan kenaikan suhu. Suhu maksimum aktivitas invertase adalah 60 C, peningkatan suhu lebih lanjut menyebabkan penurunan laju degradasi sukrosa (Rahman et al., 2004). Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase di dalam tebu dapat dilihat pada Gambar 2. Aktivitas relatif (%) suhu ( o C) Gambar 2. Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase dari nira tebu (Rahman et al., 2004) 2. Pengaruh ph Invertase memberikan aktivitas maksimum pada ph 7.2. Aktivitas turun perlahan pada ph asam, tetapi turun secara cepat pada ph basa. 5

23 Observasi ini menunjukkan bahwa enzim relatif stabil pada kisaran ph asam sampai ph netral (Rahman et al., 2004). Nilai ph optimum invertase dari benih padi adalah 7.0 (Chungliang et al. dalam Rahman et al., 2004). Gambar 3 menunjukkan pengaruh ph terhadap aktivitas invertase pada tebu (Rahman et al., 2004). Gambar 3. Pengaruh nilai ph terhadap aktivitas invertase dari nira tebu (Rahman et al., 2004) Stauffer (1989) menyatakan bahwa perubahan pada laju reaksi enzim oleh ph mungkin dapat disebabkan oleh tiga faktor, yakni: a. Protonasi sisi aktif rantai asam amino pada kompleks enzimsubstrat (ES) berubah, menghasilkan perubahan kemampuan ES dalam menghasilkan produk. b. Perubahan muatan ion pada molekul substrat atau sisi aktif enzim yang dapat mengubah kecenderungan dari dua molekul tersebut untuk membentuk kompleks ES. c. Perubahan ph dari netral dapat melemahkan stabilitas protein, mempercepat denaturasi enzim yang bersifat irreversible. 3. Pengaruh Konsentrasi Substrat dan Enzim Invertase dapat mengkatalisis sukrosa pada konsentrasi di atas 59%wt/vol. Peningkatan konsentrasi sukrosa lebih lanjut sampai 80%wt/vol menurunkan aktivitas enzim secara signifikan, mungkin disebabkan oleh konsentrasi air rendah, inhibisi oleh substrat atau agregasi substrat (Somiari dan Bielecki, 1995 dalam Filho et al., 1999). Brown pada tahun 1902 melakukan penelitian tentang invertase, menyatakan bahwa jika konsentrasi sukrosa lebih tinggi daripada 6

24 konsentrasi enzim, kecepatan reaksi menjadi tidak tergantung pada konsentrasi sukrosa (Pancoast, 1980). Aktivitas enzimatik akan menurun pada konsentrasi substrat yang tinggi dan cenderung membentuk asimtot. Jenis penghambatan ini akan membentuk kompleks (dead end complex), satu sisi molekul substrat terikat pada enzim dan molekul substrat lain terikat pada sisi lain (sekunder) enzim (Suryani dan Mangunwidjaya, 2002). 4. Pengaruh Perubahan Kondisi Lingkungan Inaktivasi enzim dan mikroorganisme dapat dilakukan dengan perlakuan suhu yang tinggi. Akan tetapi perlakuan suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan perubahan produk, sehingga kualitasnya menurun. Metode lain yang dapat digunakan untuk menurunkan aktivitas enzim dan mikroorganisme tanpa merusak produk yang diinginkan adalah dengan cara pemberian gelembung gas inert. Pemberian gelembung gas inert nitrogen mampu menurunkan aktivitas enzim (Causette et al., 1998). 5. Pengaruh Inhibitor Banyak bahan yang dapat mengubah aktivitas suatu enzim dengan menggabungkannya dalam suatu jalur yang mempengaruhi ikatan substrat. Bahan-bahan yang mereduksi aktivitas suatu enzim dengan cara ini dikenal sebagai inhibitor. Inhibitor terbagi menjadi dua jenis, yakni inhibitor reversible yang membentuk kompleks dinamik dengan enzim dan inhibitor irreversible yang dikenal dengan racun pengkatalis (contohnya beberapa logam berat, seperti merkuri, Hg 2+ ). Inhibitor mengikat molekul enzim dan menurunkan aktivitasnya (Flickinger dan Drew, 1999). Stauffer (1989) juga membagi inhibitor menjadi 3 golongan berdasarkan affinitasnya terhadap molekul enzim sebagai berikut: a. Inhibitor beraffinitas rendah Molekul inhibitor ini memiliki konstanta affinitas antara 1 M hingga 10 6 M. Inhibitor ini sering menyerupai substrat dengan kereaktifan yang biasa. 7

25 b. Inhibitor beraffinitas tinggi Molekul inhibitor ini memiliki konstanta affinitas antara 10 6 M hingga M. Inhibitor ini menjadi transisi dari kompleks enzim-substrat menjadi kompleks enzim-produk atau sebagai molekul yang mengikat kuat pada sisi aktif enzim. c. Inhibitor irreversible Molekul inhibitor ini membentuk ikatan kovalen dengan molekul pada sisi aktif enzim. Ikatan yang dibentuk bersifat stabil. Reaksi lebih jauh lagi dari enzim dengan inhibitor ini (inhibitor berlebih) menyebabkan enzim menjadi tidak aktif. Penambahan garam logam dan senyawa kimia lainnya dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan aktivitas enzim. Peningkatan dan penurunan aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh jenis garam logam ataupun senyawa kimia yang ditambahkan. Pengaruh penambahan beberapa jenis garam logam dan senyawa kimia lainnya terhadap aktivitas enzim dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh jenis garam logam dan bahan kimia pada konsentrasi M terhadap aktivitas invertase No. Garam/bahan kimia Aktivitas relatif (%) 1 Tanpa bahan tambahan MgCl KCl NaCl MnCl CaCl HgCl CuCl FeCl ZnCl CdCl AgNO AlCl EDTA Glukosa Asam asetat Sumber: Rahman et al. (2004) 8

26 Hampir semua ion logam selalu berinteraksi dengan kompleks protein secara cepat. Interaksi kompleks antara ion logam dengan protein ada dua bentuk: 1. Metaloenzim Ikatan ini merupakan subkelas dari metaloprotein. Protein berikatan kuat dengan ion logam sehingga dianggap sebagai ikatan yang sangat stabil dan lama. Ion logam menjadi bagian dari struktur protein dan hanya dapat dilepas dalam keadaan tertentu. 2. Metal protein Sistem ikatan ini memungkinkan ion logam mudah saling bertukar dengan protein lain (reversible). Laju pertukaran ion logam dengan kondisi larutan lingkungannya sangat mudah. Ion logam sulit dalam menempati sisi protein yang tepat karena ion logam ini bersifat sangat labil. Kekuatan ikatan ion logam dengan protein tergantung pada muatan kation yang mengikatnya. Semakin tinggi muatan kation dari logam maka semakin kuat ikatannya dengan protein, sehingga ikatan tersebut lebih stabil dan konstan (Darmono, 1995). Hochster dan Quastel (1963) menyatakan, ikatan ion logam bivalen dengan grup sulfhidril yang terdapat pada enzim kemungkinan terjadi sebagai berikut: E dll S E-SH E-S - + H + E-S -M + M 2+ E-SH E-SH E-S - + H + Gambar 4. Ikatan ion logam bivalen (M 2+ ) dan grup sulfhidril Keterangan: E-SH = enzim yang memiliki grup sulfhidril H + M 2+ = ion H + yang terlepas = ion logam bivalen 9

27 E. KINETIKA ENZIMATIK Enzim merupakan katalisator sejati. Molekul ini dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik yang tanpa adanya enzim akan berlangsung lambat. Kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim sangat dipengaruhi oleh berbagai konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi awal apabila konsentrasi enzim dijaga konstan (Lehninger, 1988). Setiap enzim memiliki sifat yang khas, dinyatakan dalam suatu tetapan yaitu K M (tetapan Michaelis-Menten). Hampir semua enzim memiliki kurva kecepatan reaksi dengan bentuk umum yang hampir sama yaitu hiperbola. Oleh sebab itu, Michaelis-Menten mendefinisikan suatu tetapan untuk menyatakan hubungan antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi enzimatik. K M didefinisikan sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai setengah kecepatan maksimumnya. Persamaan Michaelis- Menten adalah: V maks [S] V 0 = K M + [S] Keterangan: V 0 V maks K M [S] = kecepatan awal pada konsentrasi substrat [S] = kecepatan maksimum = tetapan Michaelis-Menten enzim pada substrat tertentu = konsentrasi substrat Gambar 5. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan awal reaksi enzimatik (Lehninger, 1988) Nilai K M dan V maks sulit untuk ditentukan secara tepat dari grafik sederhana yang ditunjukkan pada Gambar 5, karena V maks hanya diduga dan 10

28 tidak dapat diketahui nilai yang sebenarnya. Nilai K M yang lebih tepat dapat diperoleh dengan memetakan data yang sama dengan cara yang berbeda, yakni pemetaan kebalikan-ganda, didapat dari transformasi aljabar persamaan Michaelis-Menten. Hasil transformasi persamaan Michaelis-Menten dikenal dengan persamaan Lineweaver-Burk. 1 K M 1 1 = + V o V maks [S] V maks Selain dapat menentukan V maks secara lebih tepat, persamaan ini bermanfaat dalam menganalisa penghambatan enzim (Lehninger, 1988). Persamaan Lineaweaver-Burk menghasilkan kurva yang ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6. Kurva Lineweaver-Burk Kinetika inhibisi enzim menyangkut penentuan fungsi laju reaksi terhadap konsentrasi substrat dengan inhibitor pada berbagai konsentrasi. Kurva Lineweaver-Burk memungkinkan untuk menentukan jenis inhibisi yang bersifat reversible, antara lain sebagai berikut. 1. Inhibisi Kompetitif Inhibitor pada model inhibisi ini bersaing dengan substrat untuk memasuki sisi aktif enzim. Struktur kimia inhibitor umumnya menyerupai substrat. Oleh sebab itu, inhibitor tersebut dapat berikatan secara reversible dengan enzim (Rodwell, 2000). Mekanisme inhibisi kompetitif dapat dilihat pada Gambar 7. 11

29 ±I EI (inaktif) E ±S ES (aktif) E + P Gambar 7. Mekanisme inhibisi kompetitif Penyajian garis lurus pada kurva Lineweaver-Burk memotong sumbu ordinat pada titik yang sama. V maks tidak dipengaruhi oleh inhibitor (Suryani dan Mangunwidjaja, 2002). Kurva Lineweaver-Burk untuk model inhibisi kompetitif ditunjukkan pada Gambar 8. Ditambah inhibitor 1/V 1 Tanpa inhibitor -1/K M -1/K M 1/V maks 0 1/[S] Gambar 8. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif 2. Inhibisi Nonkompetitif Model inhibisi nonkompetitif tidak menunjukkan adanya persaingan antara inhibitor dengan substrat. Struktur inhibitor biasanya tidak atau sedikit menyerupai struktur substrat. Inhibitor nonkompetitif menurunkan kecepatan reaksi maksimal yang diperoleh pada pemberian sejumlah enzim (V maks yang lebih rendah), tetapi biasanya tidak mempengaruhi nilai K M, ditunjukkan oleh kurva Lineweaver-Burk pada Gambar 10. Mekanisme reaksi inhibisi nonkompetitif dapat dilihat pada Gambar 9. 12

30 E ±I ±S EI ES ±S EIS E + P Gambar 9. Mekanisme inhibisi nonkompetitif 1/V 1 Ditambah inhibitor Tanpa inhibitor -1/V maks -1/K M 1/V maks 0 1/[S] Gambar 10. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi nonkompetitif 3. Inhibisi Unkompetitif Inhibisi ini terjadi jika kompleks EI hilang, tetapi kompleks EIS terbentuk. Inhibitor mengikat langsung pada kompleks enzim-substrat (ES), bukan enzim bebas (Flickinger dan Drew, 1999). Mekanisme inhibisi unkompetitif ditunjukkan pada Gambar 11. E ±S ±I ES EIS E + P Gambar 11. Mekanisme inhibisi unkompetitif 13

31 Inhibitor yang bersifat unkompetitif akan mempengaruhi fungsi enzim, tetapi tidak terhadap ikatannya dengan substrat. Plot Lineweaver- Burk untuk inhibisi unkompetitif adalah linier dengan kemiringan atau slope K M /V maks seperti pada reaksi tanpa inhibitor, dapat dilihat pada Gambar 12 (Simanjutak dan Silalahi, 2003). Ditambah inhibitor 1/V 1 Tanpa inhibitor -1/V maks -1/K M 1/V maks 0 1/[S] Gambar 12. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi unkompetitif 14

32 III. METODOLOGI A. ALAT Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peralatan gelas (pipet tetes, corong, tabung reaksi); peralatan ukur (pipet mikro, pipet volumetri, labu takar, termometer, spektrofotometer, stopwatch dan timbangan); serta peralatan pendukung (water bath dan vortex). B. BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sukrosa, invertase (Sigma-Aldrich 19253: ph 4.5, 55 C, 355 units/mg solid), dan larutan CuSO 4. Sedangkan bahan yang digunakan untuk analisa adalah NaOH 0.1 N, HCl 0.1 N, indikator PP, glukosa, fruktosa, buffer ph 3-11, pereaksi DNS (dinitro salicylic acid) dan aquades. C. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini dibagi menjadi tahapan penelitian dan prosedur percobaan. Tahapan penelitian menjelaskan tentang langkah-langkah yang harus dilalui untuk mencapai tujuan penelitian, sedangkan prosedur percobaan merupakan urutan kegiatan dan tatacara yang secara teknis dikerjakan dalam setiap tahapan penelitian. 1. Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu (1) Penentuan aktivitas invertase, (2) Penentuan pengaruh konsentrasi CuSO 4, (3) Penentuan hubungan perubahan faktor konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, ph, suhu dan lama pemanasan dengan adanya penambahan CuSO 4 terhadap degradasi sukrosa, (4) Penentuan parameter kinetika (K M dan V maks ) laju degradasi sukrosa dengan adanya penambahan CuSO 4. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.

33 Mulai Penentuan aktivitas invertase Penentuan pengaruh konsentrasi CuSO 4 Penentuan pengaruh perubahan faktor dengan adanya penambahan CuSO 4 terhadap degradasi sukrosa Penentuan parameter kinetika (K M dan V maks ) laju degradasi sukrosa dengan adanya penambahan CuSO 4 Selesai Gambar 13. Diagram alir tahapan penelitian a. Penentuan aktivitas invertase Aktivitas enzim diukur berdasarkan definisi satu unit aktivitas invertase, yaitu banyaknya invertase yang dapat membebaskan 1 mikromol gula pereduksi dari substrat sukrosa selama 1 menit pada kondisi percobaan. Kondisi yang digunakan adalah kondisi optimum invertase, yaitu pada suhu 55 C, di dalam larutan buffer asetat ph 4.5. Slope yang diperoleh dari gula pereduksi yang dihasilkan pada setiap konsentrasi yang diujikan merupakan besarnya aktivitas enzim. b. Penentuan pengaruh konsentrasi CuSO 4 CuSO 4 dengan konsentrasi yang berbeda diujikan pada reaksi invertase dengan sukrosa. Nilai gula pereduksi yang lebih rendah dari kontrol (perlakuan invertase tanpa CuSO 4 ) menunjukkan adanya inhibisi, sebaliknya jika lebih tinggi dari kontrol menunjukkan aktivasi. Pengaruh yang berbeda nyata diukur berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan. 16

34 c. Penentuan pengaruh hubungan faktor dengan adanya penambahan CuSO 4 terhadap degradasi sukrosa Uji karakterisasi invertase yang dilakukan antara lain pengaruh konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, ph, suhu dan lama pemanasan dengan ditambahkan CuSO 4. Pengaruh yang diidentifikasi adalah adanya kenaikan atau penurunan konsentrasi gula pereduksi pada setiap taraf yang diujikan berdasarkan analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan. Inhibisi invertase diukur berdasarkan perbandingan dengan perlakuan tanpa CuSO 4, dinyatakan dalam bentuk persen. d. Penentuan parameter kinetika laju degradasi (K M dan V maks ) sukrosa dengan adanya penambahan CuSO 4 Penentuan parameter kinetika dilakukan pada tiga suhu yang berbeda dan ph tertentu yang optimum bagi inhibisi invertase. Model kinetika inhibisi diidentifikasi berdasarkan jenis perubahan nilai parameter kinetika (K M dan V maks ) yang diperoleh dari plot Lineweaver- Burk. Nilai K M diperoleh dari perpotongan garis linier dengan sumbu x, sedangkan nilai V maks diperoleh dari perpotongan garis linier dengan sumbu y. 2. Prosedur Percobaan Prosedur percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Penentuan aktivitas invertase Larutan invertase 0.01 g/l dan larutan sukrosa 50 g/l disiapkan pada tabung reaksi yang terpisah. Masing-masing tabung reaksi kemudian diinkubasi di dalam water bath suhu 55 C sehingga suhu tersebut dicapai oleh larutan di dalam tabung reaksi. Selanjutnya sukrosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi invertase dan mulai diukur waktu reaksi (t = 0). Reaksi dihentikan pada masing-masing waktu yang diujikan, yaitu 0, 30, 60, 90, 120, 180, 240, dan 300 (detik), dengan memasukkan 2 ml pereaksi DNS. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam water bath pada suhu 95 C. Setelah 17

35 10 menit, tabung reaksi dikeluarkan dan didinginkan untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. b. Penentuan konsentrasi inhibitor Larutan CuSO 4 dibuat dalam beberapa konsentrasi, 0 mm mm. Masing-masing larutan CuSO 4 dalam berbagai konsentrasi dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 0.5 ml dan divortex. Selanjutnya ditambahkan 1 ml invertase 0.01 g/l pada masing-masing tabung reaksi (t = 0). Pada saat t = 5 menit, reaksi dihentikan dengan perekasi DNS. Prosedur untuk menghentikan reaksi mengikuti prosedur sebelumnya pada penentuan aktivitas. c. Penentuan pengaruh perubahan faktor Penentuan pengaruh perubahan faktor dilakukan dengan maupun tanpa adanya penambahan inhibitor. Prosedur yang dilakukan pada perlakuan tanpa inhibitor sama halnya dengan pengujian pada karakterisasi invertase dengan inhibitor, hanya tidak ditambahkan larutan CuSO 4. Total volume larutan dalam tiap tabung reaksi tetap sama yakni 2 ml, sehingga volume yang ditambah adalah aquades dan buffer. 1. Pengaruh konsentrasi enzim Larutan invertase 0.01 g/l disiapkan pada berbagai konsentrasi sebanyak ml dan ditambahkan larutan buffer ph 7 hingga volumenya 1 ml. Kemudian ditambahkan larutan CuSO mm sebanyak 0.1 ml pada masing-masing tabung reaksi. Selanjutnya larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 1 ml dimasukkan pada tiap-tiap tabung tersebut, dan mulai dihitung waktunya (t = 0 menit). Pada waktu t = 5 menit, dimasukkan 2 ml pereaksi DNS untuk menghentikan reaksi. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam water bath pada suhu 95 C selama 10 menit. Setelah 10 menit, tabung reaksi dikeluarkan dan didinginkan untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. 18

36 2. Pengaruh konsentrasi substrat Larutan CuSO mm sebanyak 0.1 ml dimasukkan pada masing-masing tabung reaksi yang berisi larutan sukrosa 50 g/l dalam konsentrasi yang berbeda. Kemudian aquades ditambahkan hingga volume campuran mencapai 2.0 ml. Larutan invertase 0.01 g/l sebanyak 1.0 ml dimasukkan ke masing-masing tabung reaksi (t = 0 menit). Pengukuran reaksi hidrolisis mengikuti prosedur sebelumnya. 3. Pengaruh ph Invertase 0.01g/l sebanyak 1.0 ml dilarutkan dengan menggunakan buffer ph yang bervariasi (ph 3-11) pada tabung reaksi. Selanjutnya masing-masing tabung reaksi ditambahkan larutan CuSO mm sebanyak 0.1 ml dan 0.9 ml larutan sukrosa 50 g/l (t = 0 menit). Pengukuran reaksi hidrolisis mengikuti prosedur sebelumnya. 4. Pengaruh suhu Penangas air mulai suhu 0-90 o C disiapkan dengan interval suhu 10 o C. Pada setiap kelipatan suhu 10 o C tersebut, diuji aktivitas invertase. Larutan CuSO mm sebanyak 0.1 ml, 0.4 ml air dan larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 0.5 ml dimasukkan ke dalam setiap tabung untuk setiap kelipatan suhu 10 o C. Tabung reaksi selanjutnya dimasukkan ke dalam penangas air pada rentang suhu tersebut dan didiamkan selama 5 menit. Kemudian ditambahkan invertase 0.01 g/l sebanyak 1.0 ml ke dalam masing-masing tabung reaksi (t = 0 menit) pada suhu inkubasi. Pengukuran reaksi hidrolisis mengikuti prosedur sebelumnya. 5. Pengaruh lama pemanasan Larutan invertase 0.01 g/l sebanyak 1.0 ml dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi dan dipanaskan dengan waktu yang bervariasi dari 0-5 (menit). Setelah waktu yang diperlukan dicapai, tabung reaksi dikeluarkan dari water bath dan didinginkan. 19

37 Setelah itu larutan CuSO mm sebanyak 0.1 ml dan larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 0.5 ml dimasukkan ke dalamnya (t = 0 menit). Pengukuran reaksi hidrolisis mengikuti prosedur sebelumnya. d. Penentuan parameter kinetika Kondisi inhibisi invertase oleh CuSO 4 yang optimum dipilih (suhu dan ph) yang kemudian pada selang konsentrasi substrat tertentu diuji aktivitasnya dalam menghidrolisis sukrosa.. Hasil yang diperoleh kemudian diplotkan pada kurva kinetika (Lineweaver-Burk), dan dihitung parameter kinetikanya (K M dan V maks ) serta dibandingkan antara perlakuan tanpa CuSO 4 dan dengan penambahan CuSO 4. Nilai K M dan V maks dapat diperoleh dari persamaan linier plot kurva Lineweaver-Burk. Slope yang diperoleh merupakan K M /V maks, sedangkan intersep menunjukkan 1/V maks. Bentuk kurva Lineweaver- Burk yang diperoleh menunjukkan model kinetika ihibisi. Penentuan model kinetika menggunakan alat bantu program SigmaPlot 2004 for Windows Version Program ini menentukan model kinetika inhibisi yang paling tepat berdasarkan nilai r 2 tertinggi. 20

38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan hidrolisis sukrosa oleh invertase dilakukan dengan mengukur aktivitas enzim tersebut, sedangkan kemampuan inhibisi garam logam CuSO 4 dilihat pada setiap perubahan faktor yang berpengaruh (konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, ph, suhu dan lama pemanasan) terhadap aktivitas enzim serta perubahan parameter kinetika (K M dan V maks ) inhibisi degradasi sukrosa. A. Aktivitas Invertase Penentuan aktivitas invertase penting dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan mikromol sukrosa menjadi gula pereduksi setiap menit reaksi. Slope yang diperoleh dari persamaan garis linier adalah , yang berarti bahwa invertase mampu menghidrolisis sukrosa µm menjadi glukosa dan fruktosa dalam satu detik atau perubahan µmol sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dalam satu menit. Aktivitas invertase digambarkan dalam bentuk kurva pada Gambar konsentrasi gula pereduksi (um) lama reaksi (detik) Gambar 14. Kurva aktivitas invertase berdasarkan konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan, dengan konsentrasi invertase 5 mg/l, konsentrasi sukrosa 25 g/l. Persamaan garis linier y = x, r 2 =

39 B. Pengaruh Konsentrasi CuSO 4 Penentuan pengaruh konsentrasi CuSO 4 sebagai inhibitor dilakukan berdasarkan uji daya inhibisi CuSO 4 terhadap aktivitas invertase. Adanya inhibisi invertase ditunjukkan dengan menurunnya gula pereduksi yang dihasilkan dari hidrolisis sukrosa oleh invertase. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi yang diujikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan, dapat dilihat pada Lampiran 2. Konsentrasi gula pereduksi tertinggi diperoleh dari penambahan larutan CuSO mm sebesar µm, sedangkan konsentrasi gula pereduksi terkecil ditunjukkan oleh penambahan larutan CuSO mm sebesar 1052 µm. Kurva pengaruh konsentrasi CuSO 4 terhadap aktivitas invertase dapat dilihat pada Gambar konsentrasi gula pereduksi (um) konsentrasi CuSO 4 (mm) Gambar 15. Kurva pengaruh konsentrasi CuSO 4 terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan, dengan konsentrasi sukrosa 25 g/l, konsentrasi invertase 5 mg/l, lama reaksi 5 menit Hasil uji daya inhibisi menunjukkan bahwa tidak semua konsentrasi CuSO 4 yang diujikan menunjukkan adanya penghambatan aktivitas invertase. Gula pereduksi meningkat signifikan dengan penambahan larutan CuSO mm. Hal ini menunjukkan bahwa CuSO 4 pada konsentrasi yang rendah tidak memberikan pengaruh inhibisi terhadap aktivitas invertase. CuSO 4 mempunyai peranan sebagai aktivator invertase pada konsentrasi yang relatif 22

40 kecil. Perubahan muatan pada enzim akibat penambahan CuSO 4 menyebabkan enzim mudah dalam mengikat substrat. Hal ini sesuai dengan teori bahwa logam yang ditambahkan dalam bentuk garam organik memberikan kestabilan enzim dengan cara menetralkan kelebihan muatan elektrostatik yang melindungi molekul enzim sehingga konformasi enzim dapat dipertahankan (Monsan dan Combess, 1984). Kation seperti Cu (II) kemungkinan terlibat langsung dalam proses katalisis enzim, yaitu dalam pengikatan substrat ke sisi aktif enzim, dalam menjaga konformasi enzim dan kestabilan substrat (Whitaker, 1996). Berdasarkan Gambar 15, besarnya penghambatan setelah aktivitas invertase mencapai maksimum meningkat sedikit demi sedikit hingga akhirnya mengalami inhibisi pada konsentrasi CuSO mm. Kemampuan aktivasi enzim menurun dengan semakin tingginya konsentrasi CuSO 4. Besarnya inhibisi ini berbeda nyata dengan kontrol berdasarkan uji lanjut Duncan, dapat dilihat pada Lampiran 2. Gula pereduksi yang dihasilkan pada konsentrasi CuSO mm adalah µm, sedangkan invertase tanpa CuSO 4 (kontrol) menghasilkan gula pereduksi µm, sehingga inhibisi yang diberikan sebesar 9.96 %. Inhibisi terhadap aktivitas invertase disebabkan oleh penghambatan substrat untuk memasuki daerah katalitik enzim dimana kation logam Cu (II) terikat pada sisi aktif enzim. Inhibisi dapat terjadi pada sisi aktif enzim maupun sisi sekunder enzim. Jika inhibitor terikat pada sisi aktif enzim, substrat tidak dapat membentuk kompleks dengan enzim, sehingga produk tidak akan terbentuk. Inhibisi juga dapat terjadi selain pada sisi aktif enzim, yaitu pada sisi sekunder enzim. Pengikatan inhibitor pada sisi sekunder enzim menyebabkan perubahan konformasi enzim, sehingga affinitas enzim pada substrat berkurang. Inhibisi pada fungsi katalitik enzim dapat terjadi pada residu asam amino, yang dapat terletak pada sisi aktif enzim. Hal ini sesuai dengan teori bahwa grup sulfhidril terdapat pada sisi aktif maupun di dekat sisi aktif invertase yang penting dalam menjalankan fungsi katalitik enzim tersebut (Sturm, 1999 dalam Hsiao et al., 2001). 23

INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 )

INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 ) INHIBISI AKTIVITAS INVERTASE PADA SUKROSA DENGAN MENGGUNAKAN TEMBAGA SULFAT (CuSO 4 ) Oleh RHENI HAFIDIANA F34102016 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Inhibisi Aktivitas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE. Oleh RIAN WIDIPRATOMO F

PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE. Oleh RIAN WIDIPRATOMO F PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE Oleh RIAN WIDIPRATOMO F34102096 2006 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE. Oleh RIAN WIDIPRATOMO F

PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE. Oleh RIAN WIDIPRATOMO F PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE Oleh RIAN WIDIPRATOMO F34102096 2006 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA BIOPROSES KINETIKA REAKSI ENZIMATIS KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 KINETIKA REAKSI ENZIMATIS 1. Pendahuluan Amilase

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik E N Z I M Sukarti Moeljopawiro Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik ENZIM

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian pendahuluan dilakukan di laboratorium kimia pangan dan laboratorium uji Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

THE ADDITION EFFECT OF THE METAL ION K + ON THE PAPAIN ENZYME ACTIVITIES

THE ADDITION EFFECT OF THE METAL ION K + ON THE PAPAIN ENZYME ACTIVITIES UNESA Journal of Chemistry Vol. 2, No. 2, May 2013 PENGARUH PENAMBAHAN ION LOGAM K + TERHADAP AKTIVITAS ENZIM PAPAIN THE ADDITION EFFECT OF THE METAL ION K + ON THE PAPAIN ENZYME ACTIVITIES Fransiska Nay

Lebih terperinci

Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis

Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis Disarikan dari: Buku Petunjuk Praktikum Biokimia dan Enzimologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH SUHU, ph, WAKTU DAN KONSENTRASI INHIBITOR AKAR KAWAO (Milletia sericea) PADA DEGRADASI SUKROSA OLEH INVERTASE

KAJIAN PENGARUH SUHU, ph, WAKTU DAN KONSENTRASI INHIBITOR AKAR KAWAO (Milletia sericea) PADA DEGRADASI SUKROSA OLEH INVERTASE KAJIAN PENGARUH SUHU, ph, WAKTU DAN KONSENTRASI INHIBITOR AKAR KAWAO (Milletia sericea) PADA DEGRADASI SUKROSA OLEH INVERTASE Oleh ANNISA RACHMA F34102041 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Ikan Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui karakter awal minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini. Karakter minyak ikan yang diukur

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung. 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober 2015 dan tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung dari bulan Juni 2011 sampai dengan Januari 2012

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. energi, menyusun bahan makanan, merombak bahan makanan, memasukkan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. energi, menyusun bahan makanan, merombak bahan makanan, memasukkan atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Metabolisme merupakan suatau reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh makhluk hidup. Reaksi metabolisme tersebut dimaksudkan untuk memperoleh energi, menyimpan energi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN KINETIKA REAKSI HIDROLISIS TEPUNG TAPIOKA DAN TEPUNG MAIZENA DENGAN KATALIS ASAM SULFAT

STUDI PERBANDINGAN KINETIKA REAKSI HIDROLISIS TEPUNG TAPIOKA DAN TEPUNG MAIZENA DENGAN KATALIS ASAM SULFAT STUDI PERBANDINGAN KINETIKA REAKSI HIDROLISIS TEPUNG TAPIOKA DAN TEPUNG MAIZENA DENGAN KATALIS ASAM SULFAT Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik kimia Politeknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April - September 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium Biokimia Jurusan Kimia, Laboraturium Instrumentasi Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian dasar dengan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan

Lebih terperinci

Ketut Ratnayani, A. A. I. A. Mayun Laksmiwati, dan Maman Sudiarto

Ketut Ratnayani, A. A. I. A. Mayun Laksmiwati, dan Maman Sudiarto PENENTUAN LAJU REAKSI MAKSIMAL (V maks ) DAN KONSTANTA MICHAELIS-MENTEN (K M ) ENZIM LIPASE PANKREAS PADA SUBSTRAT MINYAK KELAPA, MINYAK SAWIT, DAN MINYAK ZAITUN Ketut Ratnayani, A. A. I. A. Mayun Laksmiwati,

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Prosedur Analisis Data Analisis statisik yang digunakan adalah rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan 3 kali dengan model linier yang digunakan (Matjik dan Sumertajaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI ISLAM ADIGUNA PROGRAM STUDI S-1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium 28 III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PENGARUH ph TERHADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM : RR. DYAH RORO ARIWULAN NIM : H

PERCOBAAN VII PENGARUH ph TERHADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM : RR. DYAH RORO ARIWULAN NIM : H LAPRAN PRAKTIKUM BIKIMIA PERCBAAN VII PENGARU p TERADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM NAMA : RR. DYA RR ARIWULAN NIM : 411 10 272 KELMPK : VI (EMPAT) ARI / TANGGAL : RABU/ 9 NVEMBER 2011 ASISTEN : MU. SYARIF AQA

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium 24 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE Nama : Imana Mamizar NIM : 10511066 Kelompok : 5 Nama Asisten : Bunga (20513032) Tanggal Percobaan :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalisator. Katalisator didefinisikan sebagai percepatan reaksi kimia oleh beberapa senyawa dimana senyawanya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Ratih Anggraini F34103046 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juli 2011. Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Proses, Laboratorium Bioteknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Allium sativum L., bawang putih, EIS, inhibitor korosi, polarisasi, Tafel

ABSTRAK. Kata kunci: Allium sativum L., bawang putih, EIS, inhibitor korosi, polarisasi, Tafel ABSTRAK Pada pertambangan minyak bumi, minyak mentah yang dihasilkan masih bercampur dengan garam-garam anorganik dan gas yang bersifat asam. Campuran material tersebut jika bercampur dengan air akan menjadi

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendemen gula rendah di pabrik-pabrik gula di Indonesia adalah masalah downtime pabrik yang disebabkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

1. Filtrat enzim mananase didapatkan dari hasil produksi kapang Eupenisilium javanicum pada substrat bungkil kelapa 3%. 2. Pereaksi yang digunakan ada

1. Filtrat enzim mananase didapatkan dari hasil produksi kapang Eupenisilium javanicum pada substrat bungkil kelapa 3%. 2. Pereaksi yang digunakan ada PERSYARATAN BATAS WAKTU PENYIMPANAN SUBSTRAT PENENTUAN AKTIFITAS ENZIM 0- MANANASE Emma Ludia Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Enzim mananase merupakan suatu kelompok

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

PENENTUAN V maks DAN K M ENZIM TRIPSIN DALAM MENGKATALISIS HIDROLISIS KASEIN

PENENTUAN V maks DAN K M ENZIM TRIPSIN DALAM MENGKATALISIS HIDROLISIS KASEIN PENENTUAN DAN K ENZI TRIPSIN DALA ENGKATALISIS HIDROLISIS KASEIN Kadek Anggra Suprapta Fakultas atematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Ganesha Email: Dekanggra5@gmail.com Abstract

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

ENZIM IKA PUSPITA DEWI

ENZIM IKA PUSPITA DEWI ENZIM IKA PUSPITA DEWI 1 2 Enzim Klasifikasi enzim Komponen dan struktur enzim Kerja enzim sebagai katalisator 3 Enzim Enzim merupakan Polimer biologis yang mengkatalisis reaksi kimia Protein yang dapat

Lebih terperinci

R E A K S I U J I P R O T E I N

R E A K S I U J I P R O T E I N R E A K S I U J I P R O T E I N I. Tujuan Percobaan Memahami proses uji adanya protein (identifikasi protein) secara kualitatif. II. Teori Dasar Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul

Lebih terperinci

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalis Contoh : Hidrolisis sukrosa dalam air Suhu kamar lama (bisa beberapa bulan) Namun jika hidrolisis dilakukan dalam

Lebih terperinci

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di 31 III METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Universitas

Lebih terperinci

Enzim dan koenzim - 3

Enzim dan koenzim - 3 Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim - 2 Enzim dan koenzim - 3 Substansi

Lebih terperinci

Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim

Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim - 2 Substansi yang terdapat didalam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE DARI GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea) HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN AMONIUM SULFAT

KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE DARI GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea) HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN AMONIUM SULFAT KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE DARI GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea) HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN AMONIUM SULFAT KARYA ILMIAH TERTULIS ( S K R I P S I ) Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses produksi enzim lipase ekstraseluler dari Aspergillus niger dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis strain yang digunakan, proses fermentasi yang dilakukan

Lebih terperinci

Definisi Umum Enzim yg berfungsi sbg biokatalisator

Definisi Umum Enzim yg berfungsi sbg biokatalisator ENZIM Definisi Umum Dlm system biologi reaksi kimia selalu memerlukan katalis. Tanpa katalis sangat lama shg diperlukan Enzim yg berfungsi sbg biokatalisator protein yang berfungsi untuk mempercepat reaksi

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium 23 III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Faktor utama yang mempengaruhi penghambatan degradasi sukrosa menggunakan reaktor venturi bersirkulasi adalah jumlah fraksi gas dalam cairan (gas hold-up) dan ukuran gelembung. Ukuran

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG SAGU SEBAGAI PENGENTAL (THICKENER) PADA THICK TOMATO KETCHUP PROPOSAL SKRIPSI OLEH : SHERLY

PENGGUNAAN TEPUNG SAGU SEBAGAI PENGENTAL (THICKENER) PADA THICK TOMATO KETCHUP PROPOSAL SKRIPSI OLEH : SHERLY PENGGUNAAN TEPUNG SAGU SEBAGAI PENGENTAL (THICKENER) PADA THICK TOMATO KETCHUP PROPOSAL SKRIPSI OLEH : SHERLY 6103006026 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Oleh :

Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Oleh : PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA SUBBITUMINUS SEBAGAI BAHAN PENYERAP KADAR ION BESI (Fe) DAN TEMBAGA (Cu) PADA LIMBAH CAIR KIMIA POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DINAMIKA KIMIA JUDUL PERCOBAAN : PENENTUAN LAJU REAKSI IODINASI ASETON DALAM SUASANA ASAM. Nama : SantiNurAini NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM DINAMIKA KIMIA JUDUL PERCOBAAN : PENENTUAN LAJU REAKSI IODINASI ASETON DALAM SUASANA ASAM. Nama : SantiNurAini NRP : LAPORAN PRAKTIKUM DINAMIKA KIMIA JUDUL PERCOBAAN : PENENTUAN LAJU REAKSI IODINASI ASETON DALAM SUASANA ASAM Nama : SantiNurAini NRP : 1413100048 Tanggal Praktikum : 28 April 2015 Nama Asisten : Mas Mattius

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

Praktikum Kimia Fisika II Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah & Asam Kuat

Praktikum Kimia Fisika II Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah & Asam Kuat I. Judul Percobaan Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah & dalam Suasana Asam Kuat II. Tanggal Percobaan Senin, 8 April 2013 pukul 11.00 14.00 WIB III. Tujuan Percobaan Menentukan orde reaksi

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ALKOHOL MELALUI FERMENTASI BUAH

PROSES PRODUKSI ALKOHOL MELALUI FERMENTASI BUAH Laboratorium Teknologi Bioproses Semester IV 2013/2014 LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI ALKOHOL MELALUI FERMENTASI BUAH Pembimbing : Dr. Pirman Kelompok : I Tgl. Praktikum : 21 Mei 2013 Nama : Muh. Rezki

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS. i ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenaipenentuan aktivitas enzim amilase dari kecambah biji jagung lokal Seraya (Zea maysl.). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui waktu optimum dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN

UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN Molisch Test Uji KH secara umum Uji Molisch dinamai sesuai penemunya yaitu Hans Molisch, seorang ahli botani dari Australia. Prosedur Kerja : a. Masukkan ke dalam

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

Ind. J. Chem. Res., 2015, 2, KINETIC PARAMETERS DETERMINATION OF GLUCOAMYLASE ON HYDROLYSIS REACTION OF SAGOO STARCH (Metroxylon sp)

Ind. J. Chem. Res., 2015, 2, KINETIC PARAMETERS DETERMINATION OF GLUCOAMYLASE ON HYDROLYSIS REACTION OF SAGOO STARCH (Metroxylon sp) Ind. J. Chem. Res., 215, 2, 176-181 KINETIC PARAMETERS DETERMINATION OF GLUCOAMYLASE ON HYDROLYSIS REACTION OF SAGOO STARCH (Metroxylon sp) Penentuan Parameter Kinetika Glukoamilase pada Reaksi Hidrolisis

Lebih terperinci

II. KARAKTERISTIK ENZIM

II. KARAKTERISTIK ENZIM II. KARAKTERISTIK ENZIM 2.1. Definisi Enzim Enzim merupakan katalisator suatu reaksi, artinya dapat mempercepat suatu reaksi tanpa terjadinya perubahan yang permanen dalam struktur enzim itu sendiri. Kata

Lebih terperinci

PENGARUH ION Cu 2+ PADA MATRIKS AGAROSE TERHADAP KESTABILAN ENZIM BROMELAIN HASIL ISOLASI YANG AMOBIL SKRIPSI. Oleh : DISKI AMALIA NRP.

PENGARUH ION Cu 2+ PADA MATRIKS AGAROSE TERHADAP KESTABILAN ENZIM BROMELAIN HASIL ISOLASI YANG AMOBIL SKRIPSI. Oleh : DISKI AMALIA NRP. PENGARUH ION Cu 2+ PADA MATRIKS AGAROSE TERHADAP KESTABILAN ENZIM BROMELAIN HASIL ISOLASI YANG AMOBIL SKRIPSI Oleh : DISKI AMALIA NRP. 1402 100 032 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup, dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia (Wirahadikusumah, 1977) yang terjadi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BEBERAPA ION LOGAM TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN (THE CHARACTERIZATION OF SEVERAL METAL IONS TOWARDS THE ENZYME TRYPSIN ACTIVITY)

KARAKTERISASI BEBERAPA ION LOGAM TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN (THE CHARACTERIZATION OF SEVERAL METAL IONS TOWARDS THE ENZYME TRYPSIN ACTIVITY) KARAKTERISASI BEBERAPA ION LOGAM TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN (THE CHARACTERIZATION OF SEVERAL METAL IONS TOWARDS THE ENZYME TRYPSIN ACTIVITY) Eddy Sulistyowati, Das Salirawati, dan Amanatie Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR KECEPATAN REAKSI Disusun Oleh : 1. Achmad Zaimul Khaqqi (132500030) 2. Dinda Kharisma Asmara (132500014) 3. Icha Restu Maulidiah (132500033) 4. Jauharatul Lailiyah (132500053)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman. 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Determinasi Tanaman Bahan baku utama dalam pembuatan VC pada penelitian ini adalah buah kelapa tua dan buah nanas muda. Untuk mengetahui bahan baku

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi tripalmitin

Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi tripalmitin I. JUDUL : Kinetika Reaksi Saponifikasi Etil Asetat II. TANGGAL PERCOBAAN : Rabu, 16 November 2011 III. TUJUAN : 1. Untuk memberikan gambaran bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida adalah

Lebih terperinci

PRODUKSI CRUDE ENZIM AMILASE oleh Aspergillus pada MEDIA KULIT PISANG KEPOK (Musa parasidiaca var formatypica)

PRODUKSI CRUDE ENZIM AMILASE oleh Aspergillus pada MEDIA KULIT PISANG KEPOK (Musa parasidiaca var formatypica) PRODUKSI CRUDE ENZIM AMILASE oleh Aspergillus pada MEDIA KULIT PISANG KEPOK (Musa parasidiaca var formatypica) PRODUCTION of CRUDE AMYLASE by Aspergillus on PEEL of BANANA KEPOK (Musa parasidiaca var formatypica)

Lebih terperinci

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel, bekerja dengan urutanurutan yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan mentransformasikan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu reaksi kimia, khususnya antara senyawa organik, yang dilakukan dalam laboratorium memrlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor, speerti suhu,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ION LOGAM Ca 2+ TERHADAP AKTIVITAS ENZIM PAPAIN. THE ADDITION EFFECT OF THE METAL IONS Ca 2+ ON THE PAPAIN ACTIVITIES

PENGARUH PENAMBAHAN ION LOGAM Ca 2+ TERHADAP AKTIVITAS ENZIM PAPAIN. THE ADDITION EFFECT OF THE METAL IONS Ca 2+ ON THE PAPAIN ACTIVITIES UNESA Journal of hemistry Vol. 2, No. 1, January 2013 PENGARU PENAMBAAN ION LOGAM a 2+ TERADAP AKTIVITAS ENZIM PAPAIN TE ADDITION EFFET OF TE METAL IONS a 2+ ON TE PAPAIN ATIVITIES Metty Risnawati* and

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu, dan Bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 22 Bab IV Hasil dan Pembahasan α-amilase (E.C 3.2.1.1) merupakan salah satu enzim hidrolitik yang memegang peranan penting di dalam industri. Hidrolisis langsung dari pati mentah secara enzimatis dibawah

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE DARI GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea) HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN AMONIUM SULFAT

KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE DARI GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea) HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN AMONIUM SULFAT KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE DARI GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea) HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN AMONIUM SULFAT KARYA ILMIAH TERTULIS ( S K R I P S I ) Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

PEMBUATA SIRUP GLUKOSA BERBAHAN BAKU JAGUNG (Zea Mays) MENGGUNAKAN ALAT REAKTOR ENZIMATIS

PEMBUATA SIRUP GLUKOSA BERBAHAN BAKU JAGUNG (Zea Mays) MENGGUNAKAN ALAT REAKTOR ENZIMATIS LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATA SIRUP GLUKOSA BERBAHAN BAKU JAGUNG (Zea Mays) MENGGUNAKAN ALAT REAKTOR ENZIMATIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci