BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Kemagnetan Material Material yang diletakkan dalam medan magnet eksternal H akan terpolarisasi magnetik atau termagnetisasi M, yakni proses pensejajaran dipol magnet yang dikarenakan medan magnet dari luar. Magnetisasi juga didefinisikan sebagai momen magnet per unit volume. Hubungan antara magnetisasi M dengan medan magnet luar H dituliskan sebagai, M = χh (2.1) dimana χ adalah suseptibilitas magnetik yang didefinisikan sebagi magnetisasi yang terjadi per satuan medan magnet luar. Suseptibilitas dijadikan sebagai parameter kualitas material magnetik dan dasar penggolongan sifat magnetik dalam suatu material. Pada media isotrop, M dan H mempunyai arah yang sama dengan satuan yang sama yaitu ampere per meter (Am -1 ) sementara χ adalah besaran skalar yang tidak berdimensi. Apabila M dalam gram molekul, maka suseptibilitas magnetnya juga dalam suseptibilitas molar yang dilambangkan χ m. Besar dan lambang suseptibilitas akan bergantung tipe material magnetiknya (Puri dan Babbar, 1997). Parameter lain yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas material magnetik, yaitu permeabilitas magnetik absolut μ, yang dinyatakan sebagai, B = μh (2.2) dimana B adalah induksi medan magnet yang ditimbulkan akibat adanya medan magnet Hdalam medium. Kuantitas terukur dalam Tesla (T).

2 Jikaμ 0 adalah permeabilitas ruang hampa dan besarnya 4π 10 7 H/m dan μ r adalah permeabilitas relatif medium yang diberikan oleh persamaan, μ = μ 0 μ r (2.3) Maka persamaan 2.2 akan menjadi, B = μ 0 μ r H (2.4) Besarnya μ r dapat dinyatakan sebagai μ r = 1 + χ sehingga persamaan 2.4 dapat pula dinyatakan, B = μ 0 (1 + χ)h (2.5) Jika persamaan 2.1 disubtitusi ke persamaan 2.5 maka akan diperoleh, B = μ 0 (H + M) (2.6) Pada ruang hampa, M = 0, χ = 0, μ = μ 0, dan μ r = 1 maka akan diperoleh sebagai, B = μ 0 H (2.7) (Barsoum, M.W., 2003) Klasifikasi Sifat Kemagnetan Material Dipol magnetik material akan memberikan respon yang beragam terhadap pengaruh medan magnet eksternal. Berdasarkan respon momen magnetik terhadap pengaruh medan magnet eksternal, material magnetik digolongkan atas beberapa jenis, yaitu : diamagnetik, paramagnetik, ferrimagnetik, ferromagnetik dan antiferromagnetik Diamagnetik Material diamagnetik merupakan material dengan resultan medan magnet atomik masing-masing atom atau molekulnya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol. Material ini tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Momen magnet dari material diamagnetik selalu berlawanan arah dengan medan magnet eksternal yang diberikan.

3 H = 0 H Gambar 2.1. Arah domain magnetik pada material diamagnetik sebelum dan sesudah diberi medan magnet eksternal Suatu material dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam material diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, sehingga resultan medan magnet atomik dari masing-masing atom atau molekul adalah nol. Permeabilitas bahan ini adalah µ < µ 0 dengan suseptibilitas magnetik bahan χ m < 0 (orde 10-5 ) (Halliday et al. 1989) Paramagnetik Material paramagnetik merupakan material yang memiliki susebtibilitas magnetik χ > 0 dengan nilai yang sangat kecil. Dipol magnetik pada material m paramagnetik terorientasi sembarang. Jika material tersebut diberikan medan magnet eksternal maka dipol magnetik dalam bahan tersebut sulit disejajarkan sehingga dibutuhkan medan magnet yang sangat besar untuk menyelaraskan dipol magnetik pada orientasi tertentu. Sementara efek paramagnetik dalam material juga akan hilang ketika medan magnet yang diterapkan pada material tersebut dihilangkan. Nilai suspetibilitas bahan paramagnetik bernilai positif, berada pada rentang 10-5 sampai 10-3 m 3 /kg dan bergantung pada suhu (Halliday et al. 1989). H = 0 H Gambar 2.2. Arah domain magnetik pada material paramagnetik sebelum dan sesudah diberi medan magnet eksternal

4 Ferromagnetik Material ferromagnetik merupakan material dengan dipol magnetik cenderung paralel satu sama lain dari setiap atom penyusun material tersebut, meski tidak sedang berada di bawah pengaruh medan magnet ekternal. Permeabilitas bahannya µ >> µ 0 dengan suseptibilitas bahan χ >> 0. Keteraturan dipol magnetik yang terdapat pada ferromagnetik disebut dengan magnetisasi spontan. Magnetisasi spontan terjadi di bawah suhu kritis tertentu yang disebut dengan suhu Curie. Di atas suhu Currie, fluktuasi termal dapat merusak keteraturan orientasi momen magnetik sehingga material ferromagnetik akan berubah sifat kemagnetannya. Pada keadaan di atas suhu Curie bahan ferromagnetik akan bersifat seperti bahan paramagnetik (Halliday et al. 1989). H = 0 m Gambar 2.3. Arah domain magnetik pada ferromagnetik Antiferromagnetik Material antiferromagnetik memiliki dipol magnetik yang cenderung antiparalel (kebalikan dari ferromagnetik). Suatu material akan menunjukkan sifat ini bila memiliki minimal dua subkekisi dengan arah magnetisasi antiparalel. Jika material ini diberikan medan magnet eksternal maka akan timbul magnetisasi yang sangat kecil dengan koersivitas material akan naik seiring dengan bartambahnya suhu. Magnetisasi dapat mancapai maksimum pada suhu kritis (suhu Nell). Di atas suhu Nell, magnetisasi mengalami penurunan. H = 0 Gambar 2.4. Arah domain magnetik pada antiferromagnetik

5 Ferrimagnetik Material ferrimagnetik memiliki susunan dipol magnetik mirip dengan antiferromagnetik di mana momen magnetik yang berdekatan arahnya antiparalel, tetapi magnetisasinya tidak nol. Hal ini disebabkan karena dua subkekisi dalam bahan ferrimagnetik memiliki perbedaan magnitudo. Sifat ferrimagnetik terdapat dalam material seperti ferrit yang komponen utamanya ialah oksida logam. H = 0 Gambar 2.5. Arah domain magnetik pada ferrimagnetik Materialmagnet yang paling banyak dikenal mengandung besi metalik. Beberapa unsur lain juga memperlihatkan sifat magnetik dan tidak semua magnet berwujud logam. Teknologi modern juga memanfaatkan metalik, magnet keramikdan magnet komposit. Teknologi muthakir ini juga memanfaatkan elemen-elemen lain untuk meningkatkan kemampuan atau sifat-sifat magnetiknya (Vlack, 2004). Magnet merupakan material yang sangat penting untuk beragam aplikasi teknologi canggih, berfungsi sebagai komponen pengubah energi gerak menjadi listrik dan sebaliknya. Peningkatan efisiensi energi seperti pada sistem generator listrik, sistem penggerak listrik/motor listrik, otomatisasi industri dan lainnya sangat ditentukan oleh sifat material magnet tersebut (Sardjonoet al. 2012) Sifat Intrinsik Kemagnetan Fasa Magnetik Domain Magnetik Dan Kurva Histerisis Domain magnet adalah wilayah di dalam material magnetik di mana dipol magnetik dalam wilayah tersebut memiliki orientasi yang seragam. Domaindomain magnetik dipisahkan oleh dinding domain. Domain-domain magnetik,

6 ketika tidak terpengaruh oleh medan magnet eksternal akan memiliki arah orientasi random dengan magnetisasi yang bernilai nol. Material magnetik ketika dipengaruhi medan magnet eksternal, domaindomain magnetik akan membesar dan dinding-dinding domain makin menyempit, sehingga magnetisasinya tak lagi bernilai nol. Dengan melakukan sederetan proses magnetisasi, yaitu penurunan medan magnet luar menjadi nol dan meneruskannya pada arah yang bertentangan, serta meningkatkan besar medan magnet luar pada arah tersebut dan menurunkannya kembali ke nol kemudian membalikkan arah seperti semula, maka magnetisasi atau polarisasi dari magnet permanen terlihat membentuk suatu loop (Manaf, 2013). Loop ini disebut sebagai kurva histerisis (hysteresis loop)seperti terlihat pada gambar 2.6. Gambar 2.6. Kurva histerisis pada ferromagnetik (Coey, 2010) Beberapa istilah pada kurva histerisis yang banyak dipakai sebagai acuan pengukuran magnetik antara lain koersivitas (H c ), magnetisasi saturasi (M s ), dan magnetisasi remanen (M r ). Koersivitas merupakan besarnya medan magnet yang dibutuhkan untuk menurunkan magnetisasi pada material yang termagnetisasi hingga magnetisasi kembali nol. Magnetisasi saturasi merupakan besarnya magnetisasi maksimum yang dicapai pada saat seluruh momen magnetiknya

7 selaras. Sementara magnetisasi remanen adalah magnetisasi residu dalam material setelah medan magnet diturunkan hingga sama dengan nol. Kurva histerisis merupakan acuan dalam mengidentifikasi sifat magnet suatu material magnetik. Dari kurva histerisis kita dapat membedakan antara material soft magnetic dan hard magneticberdasarkan kekuatan medan koersifnya, dimana soft magnetic memiliki medan koersif yang lemah, sedangkan hard magnetic memiliki medan koersif yang kuat. Hal ini ditunjukkan pada gambar 2.7. (a) (b) B B r B B r H c H H c H Gambar 2.7. Kurva histerisis (Smallman and Bishop, 2000) Gambar 2.7 menunjukkan kurva histerisis untuk soft magnetic materials pada gambar (a) dan hard magnetic materials pada gambar (b). H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen tersisa magnetisme residual B r, yang disebut residual remanen dan diperlukan medan magnet H c yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Soft magnetic materials mudah dimagnetisasi serta mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 2.7 (a) nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam dan diperlukan medan H c yang kecil untuk menghilangkannya. Soft magnetic materials dapat mengalami magnetisasi dan tertarik ke magnet lain, namun sifat magnetiknya

8 hanya akan bertahan apabila magnet berada dalam suatu medan magnetik. Soft magnetic materials tidak mengalami magnetisasi yang permanen. Perbedaan antara magnet permanen atau magnet keras dengan magnet lunak jelas terlihat pada loop histerisis seperti pada Gambar 2.7. Magnet keras menarik material lain yang mengalami magnetisasi menuju dirinya. Magnet jenis ini dapat mempertahankan kemagnetannya dalam waktu yang sangat lama. Ketika suatu material magnetik dimasukkan ke dalam suatu medan magnetik, H, garis garis gaya yang berdekatan dihimpun dalam meterial tersebut sehingga meningkatkan densitas fluks. Atau dengan istilah yang lebih teknis, terjadi peningkatan induksi magnetik, B. Tentu saja, besarnya induksi bergantung pada medan magnetik dan pada jenis material. Namun, peningkatan induksi yang terjadi tidak linear tetapi mengikuti hubungan B H yang melonjak ke level yang lebih tinggi dan kemudian bertahan mendekati konstan di dalam medan magnetik yang tetap lebih kuat. Kurva histerisis dari suatu magnet permanen memperlihatkan perbedaan yang sangat mencolok. Ketika medan magnetik dihilangkan, sebagian besar induksi dipertahankan agar menghasilkan induksi remanen, B r. Medan terbalik, disebut medan koersif, -H c, diperlukan sebelum induksi turun menjadi nol. Sama dengan loop lengkap dari suatu magnet lunak, loop lengkap suatu magnet permanen mempunyai simetri 180. Karena hasilkali antara medan magnetik (A/m) dan induksi (V.s/m 2 ) adalah energi persatuan volume, daerah terintegrasi di dalam loop histerisis adalah energi yang diperlukan untuk menyelesaikan satu siklus magnetisasi dari 0 ke +H ke H ke 0. Energi yang diperlukan magnet lunak sangat kecil, sedangkan magnet keras memerlukan energi yang cukup besar dan pada kondisi ruang demagnetisasi tidak akan terjadi. Magnetisasinya adalah magnetisasi yang permanen. Untuk itu, magnet keras (hard magnetic) dapat juga disebut sebagai magnet permanen. Beberapa sifat dari magnet permanen dapat dilihat pada tabel 2.1.

9 Material Magnetik Tabel 2.1. Sifat beberapa magnet keras Remanensi B r (V.s/m 2 ) Medan Koersif -H c (ka/m) Hasil Kali Demagnetisasi Maksimum (BH) maks (kj/m 3 ) Baja karbon-biasa 1,0 4 1 Alnico V 1, Feroxdur (BaFe 12 O 19 ) 0, RE Co * 1, Nd 2 Fe 14 B 1600 * Tanah jarang kobalt, khususnya samarium Sumber: Vlack, 2004 Kepermanenan magnet dapat ditandai dari medan koersif, -H c, yang diperlukan untuk mengembalikan induksi ke nol. Suatu nilai sebesar -H c = 1000 A/m sering digunakan untuk memisahkan magnet lunak dan magnet keras (permanen). (BH) maks merupakan satu ukuran yang lebih baik, karena hasil-kali ini menunjukkan hambatan energi kritis yang harus dilampaui agar demagnetisasi bisa terjadi (Vlack, 2004). Berdasarkan teknik pembuatannya,magnet permanen dibedakan atas dua macam, yaitu magnet permanen isotropi dan magnet permanen anisotropi.proses pembentukkan magnet permanen isotropi menghasilkan arahdomain magnetpartikel-partikelyangmasih acak, sedangkan pada anisotropi pembentukannya dilakukan dalam medan magnet sehingga arah domain magnetpartikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu seperti ditunjukkan pada gambar 2.8. Magnet permanen isotropi memilikisifat magnet (remanensi magnet) yang lebih kecil dibandingkan denganmagnet permanen anisotropi. Gambar 2.8. Arah partikel pada magnet (a) isotropi dan (b) anisotropi

10 Polarisasi Total Fasa Magnetik (Masno et al. 2006) Polarisasi total J s atau magnetisasi total M s dari suatu fasa didefinisikan sebagai jumlah total momen magnet atom-atom yang terdapat di dalam fasa magnetik perunit volume sebagaimana didefinisikan melalui persamaan berikut. dengan : M s μ i i=n M s = i=1 μ i. V 1 (2.8) = jumlah total momen magnet atom-atom yang terdapat di dalam fasa magnetik perunit volume (A.m -1 ), = momen magnet per atom i (Bohr magneton), 1 μ B = 9,273 x J.T -1 V n = volume sel satuan fasa dan = jumlah jenis atom pada sel satuan fasa. Sedangkan J s mengambil bentuk seperti persamaan (2.2) dan memiliki satuan Tesla (T). dengan : J s = μ o M s (2.9) μ o = permeabilitas udara (1 μ o = 4 π x 10-7 H.m -1 ) dan J s = polarisasi total (Tesla) Medan Anisotropi (Anisotropy Field) Fasa Magnetik Anisotropi magnet dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek stress dan lain sebaginya. Kebanyakan material feromagnetik memiliki anistropi kristal yang disebut magnetocrystalline anisotropy, dimana kristal memiliki arah magnetisasi yang disukai dan disebut sebagai arah mudah. Bila magnetisasi dilakukan searah dengan sumbu mudah ini, maka keadaan jenuh dapat tercapai pada medan magnet luar yang relatif kecil. Sebaliknya, bila magnetisasi dilakukan searah sumbu keras, keadaan saturasi dapat dicapai pada aplikasi medan magnet yang relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk menimbulkan sifat anisotropi, magnet dibuat agar memiliki arah yang

11 disukai tersebut (preferred direction). Pada keadaan stabil, arah momen magnet atau magnetisasi kristal adalah sama dengan arah sumbu mudah. Pada konfigurasi keadaan stabil ini energi total dalam magnet adalah minimum. Sumbu kristal yang lain disebut sumbu keras, dimana pemagnetan pada arah ini meningkatkan energi kristal karena diperlukan suatu energi untuk mengubah arah vektor magnetisasi yang tadinya searah dengan sumbu mudah. Energi yang diperlukan untuk mengarahkan arah momen magnet menjauhi sumbu mudahnya disebut magnetocrystalline energy atau anisotropy energy(ea) Produk Energi Maksimum (BH) max (BH) max merupakan sifat yang paling utama dari suatu magnet permanen yang menunjukkan energi persatuan volume magnet yang dipertahankan di dalam magnet. Besaran ini diturunkan dari kurva kuadran ke-ii (kurva demagnetisasi) dari loophisterisis sehingga diperoleh kurva (BH), yaitu perkalian antara B dan H sebagai fungsi H. Jadi, kurva (BH) sebagai fungsi Htersebut tidak lain adalah tempat kedudukan titik-titik luasan di bawah kurva demagnetiasi. Secara skematik, penentuan kurva (BH) dari kurva demagnetisasi ditunjukkan pada gambar 2.9. Gambar 2.9. Penentuan nilai (BH) max dari kuadran ke-ii loop histerisis (Manaf, 2013)

12 Nilai intrisnik (BH) max dapat dihitung secara mudah dengan menggunakan persamaan produk energi (BH) yang dinyatakan seperti persamaan berikut ini. BH = μ o H 2 + JH (2.10) Persamaan (2.10) adalah persamaan kuadrat, sehingga plot antara kurva (BH) dan H mengambil bentuk parabola seperti ditunjukkan pada gambar 2.9. Nilai maksimum dari kurva (BH) tersebut ditentukan oleh syarat (BH)/ H = 0 atau (BH) H = 2μ oh + J = 0 (2.11) dengan : μ o = permeabilitas udara (1 μ o = 4 π x 10-7 H.m -1 ), H = medan magnet luar (Oe), dan J = polarisasi (Tesla). Sehingga diperoleh persamaan H c = J s /2μ o (2.12) dengan : H c = medan magnet demagnetisasi kritis (Oe), dan J s = polarisasi total (Tesla). Jadi, dengan mensubstitusikan H pada persamaan (2.11) dengan H = H c dari persamaan (2.12), maka diperoleh persaman sebagai berikut. (BH) max = J s 2 (2.13) 4μ o dengan : (BH) max = nilai energi produk maksimum dari suatu magnet (J.m -3 ) Temperatur Curie Fasa Magnetik Temperatur Curie T c dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana terjadi perubahan dari keteraturan feromagnetik menjadi paramagnetik. Dengan kata lain, di atas T c, material memiliki magnetisasi yang terlalu rendah bagi magnet. Dengan demikian T c juga merepresentasikan kekuatan interaksi

13 pertukaran antar spin-spin elektron atom. Suatu magnet diharapkan memiliki ketahanan yang baik terhadap temperatur, terutama pada aplikasi-aplikasi dinamik, seperti motor dan generator. Dalam kasus ini perubahan temperatur diharapkan tidak mengurangi sedikitpun magnetisasi magnet agar unjuk kerja magnet tetap tinggi. Hal ini mungkin dapat terjadi apabila magnet tersebut memiliki T c yang tinggi (Manaf, 2013) Magnet Komposit Magnet komposit terdiri dari dua atau lebih bahan berbeda yang digabung atau dicampur secara makroskopis. Pada umumnya magnet komposit ini dibuat dengan pencampuran serbuk bahan magnet dengan pengikat bahan bukan magnet, seperti semen portland, polimer, dengan komposisi yang diinginkan didalam alat pencampur (Karokaroet al. 2002). Karakteristik dari masing-masing bahan pembuat magnet inilah yang akan menentukan karakteristik dari magnet komposit, seperti sifat kekerasan, kekuatan serta sifat mekanik yang lainnya. Sedangkan jumlah elemen serbuk magnet didalam komposit akan sangat menentukan kekuatan medan magnet dari magnet komposit, karena banyak sedikitnya bahan pengikatnya akan mempengaruhi sifat magnet (Lih Jiun Yuet al. 2012). Pada magnet komposit, sifat-sifat struktur bahan pembentuknya masih terlihat jelas. Magnet komposit dapat dibuat menjadi rigid atau elastis, tergantung pada bahan campuran yang digunakan. Apabila bahan campuran yang digunakan pada magnet komposit bersifat elastis seperti karet alam, maka akan didapatkan magnet komposit yang bersifat elastis(sudirmanet al. 2002).Pada dasarnya magnet komposit yang memiliki sifat elastis mempunyai kelebihan dalam sifat mekaniknya,yakni memiliki kekuatan tarik yang tinggi, sedangkanmagnet komposit yang bersifat rigid mempunyai kelebihan dalam sifat mekaniknya yang tidak mudah pecah. Dengan kata lain, keunggulan yang dimiliki oleh magnet komposit adalah pengabungan dari sifat-sifat unggul masing-masing bahan pembentuknya (Hadi, 2000).

14 2.5. Barium Heksaferit (BaFe 12 O 19 ) Barium heksaferit (BaFe 12 O 19 ) telah dikenal sebagai material magnetik permanen yang memiliki struktur heksagonal yang sesuai dengan space group P 63/mmc (Smith, 1959). Barium heksaferit secara teoritis memiliki anisotropi kristalin magnet yang cukup besar, koersivitas tinggi (6700 Oe), temperatur Curie tinggi (450 o C), magnetisasi saturasi yang relatif besar (78 emu/g), kestabilan kimiawi yg baik dan tahan korosi (Tang et al. 2005).Barium heksaferit memiliki parameter kisi a = 5,8920 Å dan c = 23,1830 Å. Struktur kristal barium heksaferit diperlihatkan pada gambar (a) (b) Gambar (a) perspektif dari unit sel BaFe 12 O 19 tipe M dan (b) polyhedra dari unit sel BaFe 12 O 19 tipe M (Robert C. Pullar, 2012) Material magnet oksida BaFe 12 O 19 merupakan jenis magnet keramik yang banyak dijumpai di samping material magnet SrO.6Fe 2 O 3. Seperti pada jenis oksida lainnya, material magnet tersebut memiliki sifat mekanik yang sangat kuat dantidak mudahterkorosi(snoek, 1947). Sebagai magnet permanen, material BaFe 12 O 19 memilikisifat kemagnetan dengan tingkat kestabilan tinggi terhadap pengaruh medan magnet luar pada suhu diatas 300 o C sehingga sangat cocok dipergunakan dalam peralatan teknologi pada jangkauan yang cukup luas.

15 Barium heksaferit dapat disintesa dengan beberapa metode seperti kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, copresipitasi dan pemaduan mekanik. Diantara metoda-metodatersebut, pemaduan/gerus mekanik merupakan metodepaling ekonomis karena ketersediaan bahan baku secara komersial yang relatif murah. Selain itu, penanganan material untuk proses pemaduan mekanik relatif sederhana sehingga produksi dalam skala besar dapat diimplementasikan dengan mudah. Barium heksaferit merupakan oksidakeramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial. Kurva histerisis magnet permanen jenis ini memiliki koersivitas yang relatif tidak besar sehingga senyawa tersebut juga berpeluang cukup baik untuk aplikasi media penyimpan data (magnetic recording) dan magneto optic materials (Nowosielskiat al, 2007) Silika Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO 2 (silicon dioxside) yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral adalah senyawa yang banyak ditemui dalam bahan tambang/galian yang berupa mineral seperti pasir kuarsa, granit dan fledsfar yang mengandung kristal-kristal silika (SiO 2 ) (Della et al, 2002; Bragmann and Goncalves, 2006). Selain terbentuk secara alami, silika dengan struktur kristal tridimit dapat diperoleh dengan cara memanaskan pasir kuarsa pada suhu 870 C dan bila pemanasan dilakukan pada suhu 1470 C dapat diperoleh silika dengan struktur kristobalit (Cotton and Wilkinson, 1989). Silika juga dapat dibentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen atau udara pada suhu tinggi (Iler, 1979). Pada umumnya silika adalah dalam bentuk amorf terhidrat, namun bila pembakaran berlangsung terus menerus pada suhu diatas 650 C maka tingkat kristalinitasnya akan cenderung naik dengan terbentuknya fasa kuarsa, kristobalit dan tridimit (Hara, 1986). Bentuk struktur kuarsa, kristobalit dan tridimit yang merupakan jenis kristal utama silika memiliki stabilitas dan kerapatan yang berbeda (Brindley and Brown, 1980). Struktur kristal kuarsa, kristobalit dan tridimit memiliki nilai densitas masing-masing sebesar 2, kg/m 3, 2,

16 kg/m 3 dan 2, kg/m 3 (Smallman and Bishop, 2000).Karakteristik silika diperlihatkan dalam tabel 2.2. Tabel 2.2. Karakteristik silika (Surdia dan Saito, 2000) Nama lain Silikon Dioksida Rumus molekul SiO 2 Berat jenis (g/cm 3 ) 2,6 Bentuk Padat Daya larut dalam air Tidak larut Titik cair ( o C) 1610 Titik didih ( o C) 2230 Kekerasan (kg/mm 2 ) 650 Kekuatan tekuk (MPa) 70 Kekuatan tarik (MPa) 110 Modulus elastisitas (Gpa) Resistivitas (Ωm) Koordinasi geometri Tetrahedral Struktur kristal Kristobalit, Tridimit, Kuarsa Silika terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat serta memiliki struktur dengan empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom silikon. Gambar 2.11 memperlihatkan struktur silika tetrahedral. Gambar Struktur silika tetrahedral (Anne Egger, 2006) Berdasarkan perlakuan termal, pada suhu < 570 C terbentuk low quartz, untuk suhu C terbentuk high quartz yang mengalami perubahan struktur menjadi kristobalit dan tridimit, sedangkan pada suhu C terbentuk high tridymite, pada suhu 1470 C terbentuk high crystobalite dan pada suhu 1723 C terbentuk silika cair. Silika dapat ditemukan di alam dalam bentuk kuarsa dan memiliki 7 bentuk kristal serta memiliki tiga bentuk kristal utama, yaitu kristobalit, tridimit dan kuarsa seperti diperlihatkan pada tabel 2.3.

17 Tabel 2.3. Bentuk kristal utama silika (Smallman and Bishop, 2000) Betuk Rentang Stabilitas ( o C) Modifikasi Kristobalit β-(kubik) α-(tetragonal) Tridimit γ-? β-(heksagonal) α-(ortorombik) Kuarsa 870 β-(heksagonal) α-(trigonal) Silika adalah keramik yang tahan terhadap temperatur tinggi yang banyak digunakan dalam industri baja dan gelas (Smallman and Bishop, 2000). Diketahui bahwa satuan struktur primer silika adalah tetrahedron SiO 4, di mana satu atom silika dikelilingi oleh empat atom oksigen (seperti terlihat pada Gambar 2.11). Gaya-gaya yang mengikat struktur tetrahedral ini berasal dari ikatan ionik dan kovalen sehingga ikatan tetrahedral ini kuat. Pada silika murni tidak terdapat ion logam dan setiap atom oksigen merupakan atom penghubung antara dua atom silikon (Vlack and Lawrench, 2004) Polivinil Alkohol Polivinil alkohol (PVA) merupakan suatu material yang dibuat melalui proses alkoholisis dari polivinil asetat (PVAc). Polivinil alkohol memiliki sifat tidak berwarna, padatan termoplastik yang tidak larut pada sebagian besar pelarut organik dan minyak, tetapi larut dalam air bila jumlah dari gugus hidroksil dari polimer tersebut cukup tinggi (Harper & Petrie, 2003). Polivinil alkohol memiliki permeabilitas uap air terendah dari semua polimer komersial tetapi sensitivitas airnya telah membatasi penggunaannya (Beswick & Dunn, 2002). Wujud dari PVA berupa serbuk berwarna putih dan memiliki densitas 1, , kg/m 3 serta dapat larut dalam air pada suhu 80 o C (Sheftel, 2000). Secara komersial, PVA adalah plastik yang paling penting dalam pembuatan film yang dapat larut dalam air. Hal ini ditandai dengan kemampuannya dalam pembentukan film, pengemulsi dan sifat adesifnya. Polivinil alkohol memiliki kekuatan tarik yang tinggi, fleksibilitas yang baik dan sifat penghalang oksigen yang baik (Ogur, 2005). Struktur kimia dari polivinil alkohol disajikan pada gambar 2.12.

18 H C H H C OH Gambar Struktur kimia polivinil alkohol (Liang et al. 2009) Aplikasi dari polivinil alkohol sudah meliputi banyak bidang. Hodgkins & Taylor (2000) melaporkan polivinil alkohol banyak diaplikasikan dalam bidang kesehatan (biomedical), bahan pembuat deterjen, lem dan film. Selain itu polivinil alkohol juga banyak digunakan dalam pengolahan tekstil pada pembuatan nilon dan dalam pembuatan serat sebagai bahan baku untuk produksi serat polivinil alkohol. Polivinil alkohol dalam industri pangan sangat banyak digunakan sebagai bahan pelapis karena sifatnya kedap terhadap uap air. Polivinil alkohol mampu menjaga komponen aktif dan bahan lainnya yang terkandung di dalam bahan dari kontak dengan oksigen (Ogur, 2005). Karakter fisik dari polivinil alkohol disajikan pada tabel 2.4. Tabel 2.4. Karakteristik fisik polivinil alkohol Karakteristik Nilai Densitas (g/cm 3 ) 1,19-1,31 Titik leleh ( o C) Titik didih ( o C) 228 Suhu penguraian ( o C) 180 Sumber : Ogur, Proses Kalsinasi Proses kalsinasi adalah proses pembakaran tahap awal yang merupakan reaksi dekomposisi secara endothermic dan berfungsi untuk melepaskan gas-gas dalam bentuk karbonat atau hidroksida sehingga menghasilkan serbuk dalam bentuk oksida dengan kemurnian yang tinggi.

19 Kalsinasi dilakukan pada suhu tinggi dan suhunya tergantung pada jenis bahannya. Kalsinasi diperlukan sebagai penyiapan serbuk keramik untuk diproses lebih lanjut dan juga untuk mendapatkan ukuran partikel yang optimum serta menguraikan senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida dan membentuk fase kristal. Peristiwa yang terjadi selama proses kalsinasi berlangsung antara lain (James S.R,1988 ) : a. Pelepasan air bebas (H 2 O) dan terikat (OH) berlangsung sekitar suhu 100 o C hingga 300 o C. b. Pelepasan gas-gas, seperti : CO 2 berlangsung sekitar suhu 600 o C dan pada tahap ini disertai terjadinya pengurangan berat yang cukup berarti. c. Pada suhu lebih tinggi, ±800 o C struktur kristalnya sudah terbentuk, di mana pada kondisi ini ikatan antar partikel serbuk belum kuat dan mudah lepas Metalurgi Serbuk Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan dan selanjutnya disinter di dalam furnace (tungku pemanas). Langkah-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk, antara lain : 1.Pencampuran (mixing) 2.Penekanan (kompaksi) 3.Pemanasan (sintering) Pencampuran (Mixing) Pencampuran serbuk dari beberapa material berbeda bertujuan untuk memberikan sifat fisik dan mekanik yang lebih baik. Pada pencampuran, perlu ditambahkan binder untuk meningkatkan green strenght seperti wax atau polimer termoplastik. Ada 2 macam pencampuran, yaitu : 1. Pencampuran basah (wet mixing), yaitu proses pencampuaran di mana serbuk matrik dan filler dicampur terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini

20 dipakai apabila material (matrik dan filler) yang digunakan mudah mengalami oksidasi. Tujuan pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah proses pencampuaran material yang digunakan dan untuk melapisi permukaan material supaya tidak berhubungan dengan udara luar sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada material yang digunakan. 2. Pencampuran kering (dry mixing), yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi Penekanan (Kompaksi) Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya.ada 2 macam metode kompaksi, yaitu: 1. Cold compressing, yaitu kompaksipada temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti Al. 2. Hot compressing, yaitu kompaksi pada temperatur di atas temperatur kamar Sintering Proses sintering adalah suatu proses pemadatan sekumpulan serbuk pada suhu di bawah titik leburnya sehingga selama proses sintering terjadi pengurangan pori, penyusutan dan perubahan ukuran butir (William, 1991). Pengurangan pori dan pertumbuhan butir selama proses sintering terjadi akibat proses difusi di antara butir. Jenis proses difusi akan memberikan efek terhadap perubahan sifat-sifat fisis, yaitu perubahan densitas, pengurangan pori dan ukuran butir. Umumnya peningkatan densitas, pengurangan pori dan penyusutan disebabkan karena adanya difusi volume dan difusi batas butir (Randall, 1991). Benda setelah mengalami proses sintering akan mengalami perubahan mikrostruktur sehingga sifat-sifat fisis maupun kemagnetannya akan ikut mengalami perubahan pula. Jelas bahwa suhu sintering memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan sifat fisis maupun sifat magnet. Jika suhu sintering semakin tinggi maka kerapatan atau kepadatannya akan semakin meningkat akibat

21 adanya proses difusi selama proses sintering (Ristic, 1989). Skema representasi dari tahap sintering dan jenis proses sinter ditunjukkan pada gambar Gambar Skema representasi tahap sintering dan jenis proses sinter (McClomand Clark, 1998) KarakterisasiMaterial Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahasuntuk keperluan penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (densitas dan porositas), analisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD, analisa mikrostrukturdengan menggunakan SEMdan untuk karakterisasi sifat kemagnetan menggunakan gaussmeter dan permagraph Densitas Densitas (ρ) adalah suatu ukuran massa (m) persatuan volume (V) suatumaterial dalam satuan gram/cm 3. Beberapa faktor yang mempengaruhidensitas adalah ukuran dan berat atom suatu elemen, kuatnya pengepakan atom dalam struktur kristal dan besarnya porositas dalammikrostruktur.

22 Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Pengukuran densitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah true density dan bulk density.true density merupakan kerapatan bahan padat sebenarnya dan tidak termasuk volume pori-pori terbuka maupun tertutup. True densityyang tak lain adalah densitas serbuk ditentukan secara piknometris dengan persamaan : dengan : ρ s = ρ s = densitas serbuk bahan sampel (kg/m 3 ), m 0 = massa piknometer kosong (kg), (m 1 m 0 ) (m 3 m 0 ) (m 2 m 1 ) xρ air (2.16) m 1 = massa (piknometer + serbuk bahan sampel) (kg), m 2 = massa (piknometer + serbuk bahan sampel + air) (kg), m 3 = massa (air + piknometer) (kg) dan ρ air = massa jenis air (kg/m 3 ) Pengujian bulk density menggunakan metode Archimedesdengan mengukur massa kering sampel dan massa basahnya. Densitas sampel dapatdihitung menggunakan persamaan : dengan : ρ = ρ = densitas sampel (kg/m 3 ), m k = massa kering sampel (kg), m b = massa basah sampel (kg) dan ρ air = massa jenis air (kg/m 3 ) Porositas m k m k m b x ρ air (2.17) Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material

23 bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : dengan : P = porositas (%), m k = massa kering sampel (kg) dan m b = massa basah sampel (kg) P = m k m b m k x 100 % (2.18) X-Ray Diffraction(XRD) X-ray diffractometer (XRD) merupakan alat untuk mengidentifikasi struktur kristal dan fasa dalam suatu bahan dengan memanfaatkan radiasi gelombang elektromagnetik sinar-x. XRD dilengkapi beberapa komponen penting seperti: tabung sinar-x, monokromator, detektor dan beberapa alat optik lain. Sinar-X dihasilkan pada suatu tabung sinar katode dengan pemanasan kawat pijar untuk menghasilkan elektron-elektron, kemudian elektron-elektron tersebut dipercepat terhadap suatu target dengan memberikan suatu voltasetertentu dan menembak target dengan elektron. Ketika elektron-elektron mempunyai energi yang cukupuntuk mengeluarkan elektron-elektron dalam target, spektrum karakteristik sinar-x dihasilkan.spektrum ini terdiri atas beberapa komponenkomponen dan yang paling umum adalah K α dan K β. K α terdiri darik α1 dank α2.k α1 mempunyai panjang gelombang sedikit lebih pendek dari K α2. Panjang gelombang yang spesifik merupakan karakteristik dari bahan target (Cu, Fe, Mo, Cr). Kertas perak atau kristal monokromator akan menyaring dan menghasilkan sinar-x

24 monokromatik yang diperlukan untuk difraksi. Tembaga adalah bahan sasaran yang paling umum untuk difraksi kristal tunggal, dengan radiasi CuK α = 1,5406 Å. Saat sampel dan detektor diputar, intensitas Sinar-X pantul itu direkam. Ketika geometri dari peristiwa sinar-x tersebut memenuhi persamaan Bragg, interferensi konstruktif terjadi dan suatu puncak di dalam intensitas terjadi. Detektor akan merekam sinyal penyinaran ini dan mengkonversi sinyal itu menjadi suatu arus yang akan dikeluarkan pada layar komputer. Bagan XRD ditunjukkan pada gambar Gambar Diagram X-ray diffractometer (Waseda et al. 2011) Fenomena difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standar pengujian di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar-x untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal. Gambar 2.15menunjukkan suatu berkas sinar-x dengan panjang gelombang λ, jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap

25 bidang yang berdekatan saling menguatkan. Oleh sebab itu, jarak tambahan satu berkas dihamburkan dari setiap bidang yang berdekatan dan menempuh jarak sesuai dengan perbedan kisi, yaitu sebesar nλ. Sebagai contoh, berkas ke dua yang ditunjukkan gambar 2.15 harus menempuh jarak lebih jauh dari berkas pertama sebesar PO + OQ. Syarat pemantulan dan saling menguatkan dinyatakan oleh : nλ = PO + OQ = 2 ON sin θ = 2 d sin θ (2.14) Persamaan (2.14) disebut dengan hukum Braggdan harga sudut kritis θ untuk memenuhi hukum ini dikenal sebagai sudut Bragg(Smallman and Bishop, 2000). Sinar Datang Sinar Difraksi d Gambar Difraksi bidang atom (Smallman and Bishop, 2000) Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standar. Data standar dapat diperoleh melalui Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS) atau dengan Hanawalt File Scanning Electron Microscope (SEM) Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan untuk analisis mikrostruktur material dengan tujuan untuk mengetahui bentuk maupun ukuran dari butir-butir serta mengetahui interaksi satu butir dengan butir yang lainnya serta lapisan yang terbentuk di antara butir yang disebut batas butir (grain boundary). Skema peralatan SEM diperlihatkan pada gambar 2.16.

26 Gambar Skema alat Scanning Electron Microscopy (SEM) (Griffin and Reissen, 1991) Permagraph Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok seperti alnico, ferit atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas H c, nilai produk energi maksimum (BH max ) dan remanensi B r. Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran kurva histerisis bahan permanen magnet seperti : elektronik EF 4-1F, elektromagnet EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 ka/m = 2.2 Tesla), komputer dan printer. Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai produk energi maksimum, pengukuran dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan magnet permanen dengan pole coils.

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling magnet

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Magnet Material magnet merupakan material (bahan) yang mempunyai medan magnet. Kata magnet berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu Magnesian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS PENGARUH TEKANAN KOMPAKSI DAN WAKTU PENAHANAN TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT MAGNETIK DAN KEKERASAN PADA PEMBUATAN IRON SOFT MAGNETIC DARI SERBUK BESI Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh METALURGI SERBUK By : Nurun Nayiroh Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara BAB II STUDI PUSTAKA 2.1.Meteran Air Ada banyak tipe meter air yang dibuat, salah satunya adalah multi jet. Meter air tipe ini digerakkan oleh putaran turbin di dalam rumah meter. Meteran ini bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riset pengolahan pasir besi di Indonesia saat ini telah banyak dilakukan, bahkan karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang berperan penting dalam teknologi listrik, elektronik, otomotif, industri mesin, dan lain-lain.

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin menunjukan perkembangan, sarana dan prasarana pendukung yang terkait dengan kemajuan tersebut termasuk fasilitas peralatan

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bahan Listrik. Bahan Magnet Bahan Listrik Bahan Magnet Sejarah Magnet Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesia. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama

Lebih terperinci

Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan m terpisah sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya (MM ) adalah. M = mlrˆ(2.

Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan m terpisah sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya (MM ) adalah. M = mlrˆ(2. Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe 3 O 4 ) yang diambil dari pasir besi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet Magnet merupakan benda yang terbuat dari bahan tertentu dengan sifat mampu menarik bahan ferromagnetik dan ferrimagnetik. Nama magnet diambil dari nama daerah

Lebih terperinci

Sifat sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal.

Sifat sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal. 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet secara umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek tarik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Secara Umum Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah "anisotropi magnetik" mengacu pada ketergantungan sifat magnetik pada arah dimana mereka diukur. Anisotropi magnetik mempengaruhi sifat magnetisasi dan kurva

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Barium Ferit Magnet keras (ferit) yang banyak digunakan biasanya memiliki komposisi dari barium atau stronsium dengan oksida besi yang telah dikembangkan sejak 1960. Bahan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO.

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO. PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO.6Fe 2 O 3 Kharismayanti 1, Syahrul Humaidi 1, Prijo Sardjono 2

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer, yaitu sekitar 1 100 nm (Hosokawa, dkk. 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN iii PERNYATAAN iv PRAKATA v DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR TABEL xiii INTISARI xiv ABSTRACT xv BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan produk industri barang pecah belah, seperti perhiasan dari tanah, porselin, ubin, batu bata, dan lain-lain

Lebih terperinci

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan Magnetik oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Historis Magnet Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. XRD Uji XRD menggunakan difraktometer type Phylips PW3710 BASED dilengkapi dengan perangkat software APD (Automatic Powder Difraction) yang ada di Laboratorium UI Salemba

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan magnet permanen setiap tahun semakin meningkat terutama untuk kebutuhan hardware komputer dan energi. Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengertian Magnet Magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet juga merupakan material maju yang sangat penting untuk beragam aplikasi teknologi canggih,

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 Sri Handani 1, Sisri Mairoza 1 dan Muljadi 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron 1 Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron Luthfi Fajriani, Bambang Soegijono Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Material berukuran nano atau yang dikenal dengan istilah nanomaterial merupakan topik yang sedang ramai diteliti dan dikembangkan di dunia sains dan teknologi. Material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Larutan Garam Klorida Besi dari Pasir Besi Hasil reaksi bahan alam pasir besi dengan asam klorida diperoleh larutan yang berwarna coklat kekuningan, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal Hasil karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan pola difraksi sinar- X (XRD) keramik komposit CS- sebelum reduksi

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Yaghtin (2013), melakukan penelitian tentang efek perlakuan panas terhadap sifat magnetik dari sebuah soft-magnetic composite (SMC-s) dengan dilapisi Al 2 O

Lebih terperinci

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNET HIBRIDA BaFe 12 O 19 - Sm 2 Co 17 Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tebu Ampas tebu adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya pada industri pengolahan gula pasir. Ampas tebu juga dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penggunaan magnetic nanoparticles (MNPs) sebagai perangkat elektronik semakin banyak diminati. Hal ini didasarkan pada keunikan sifat kemagnetan yang dimilikinya.

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH ARIZA NOLY KOSASIH 1108 100 025 PEMBIMBING : Dr. M. ZAINURI M,Si LATAR BELAKANG Barium

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam pembuatan magnet permanen adalah : a. Hydraulic press (Hydraulic Jack). Berfungsi untuk menekan pada proses

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Keramik Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematit sebagai komponen utamanya. Bahan ini menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal

I. PENDAHULUAN. rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada mulanya material keramik hanya dikenal sebatas untuk barang seni, peralatan rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal sebagai keramik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! Bookmark not ABSTRACT... Error! Bookmark not KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR ISTILAH... v DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO

PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO Fahmi 1109201707 Dosen Pembimbing Dr. Mochammad Zainuri, M.Si PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fe 2 O 3 dari Pasir Besi Partikel nano magnetik Fe 3 O 4 merupakan salah satu material nano yang telah banyak dikembangkan. Untuk berbagai aplikasi seperti ferrogel, penyerap

Lebih terperinci

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif. Intensitas 5 selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

4.2 Hasil Karakterisasi SEM

4.2 Hasil Karakterisasi SEM 4. Hasil Karakterisasi SEM Serbuk yang melewati proses kalsinasi tadi selain dianalisis dengan XRD juga dianalisis dengan menggunakan SEM untuk melihat struktur mikro, sehingga bisa dilihat bentuk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mill Scale Hingga saat ini bahan-bahan oksida besi masih menjadi salah satu fokus kajian penting dalam kegiatan riset. Secara alamiah bahan-bahan tersebut ditemukan dalam bentuk

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Sub Pokok Bahasan : Magnet Bumi Medan Magnet Luar Akuisisi dan Reduksi Data Pengolahan Data MetodaInterpretasi Metode Geomagnetik didasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895. Karena asalnya tidak diketahui waktu itu maka disebut sinar-x. Sinar-X digunakan untuk tujuan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 SENIN, 14 MARET 2014 MT 204 SIDANG TUGAS AKHIR TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MAGNET SECARA UMUM Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Proses pembuatan sampel dilakukan dengan menggunakan tabung HEM dan mesin MILLING dengan waktu yang bervariasi dari 2 jam dan 6 jam. Tabung HEM

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Karakterisasi Abu Ampas Tebu ( Sugarcane Ash ) 4.1.1 Analisis Kimia Basah Analisis kimia basah abu ampas tebu (sugarcane ash) dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi terus mengalami perkembangan dengan semakin besar manfaat yang dapat dihasilkan seperti untuk kepentingan medis (pengembangan peralatan baru untuk

Lebih terperinci