BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fe 2 O 3 dari Pasir Besi Partikel nano magnetik Fe 3 O 4 merupakan salah satu material nano yang telah banyak dikembangkan. Untuk berbagai aplikasi seperti ferrogel, penyerap gelombang radar, shielding electromagnetic interference, atau perangkat medis dalam accupressure. Dalam aplikasinya seringkali partikel nano magnetik berinteraksi dengan pemanasan baik yang langsung atau oleh lingkungan. Efek panas terhadap partikel ini akan mempengaruhi sifat magnetiknya, di sisi lain pemanasan pada suhu tinggi mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku magnetik. Perubahan yang terjadi diakibatkan oleh perubahan struktur pada susunan kristal ataupun fasanya. Tujuan pemanasan ini adalah untuk meneliti pembentukan fasa lain selain magnetite, yaitu maghemite (γ-fe 2 O 3 ) dan hematite (α-fe 2 O 3 ). (Mashuri, 2007) Pasir Besi merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan agar memiliki nilai jual yang optimal. Pasir besi memiliki mineralmineral magnetik seperti magnetit (Fe 3 O 4 ), hematit (α-fe 2 O 3 ) dan maghemit (γ Fe 2 O 3 ). Ketiga mineral tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan magnet permanen. Pasir tersebut mengandung mineral magnetik berupa magnetit. Magnet ferit mempunyai sifat mekanik yang kuat dan tidak mudah terkorosi dengan tingkat kestabilan terhadap pengaruh medan luar serta temperatur yang cukup baik. Penelitian magnet permanen ferit yang telah banyak dikaji contohnya yaitu barium hexaferrite yang termasuk dalam ferit keras. (Nur Afifah, 2014) Mineral magnetik yang dikandung pasir besi diantaranya magnetite (Fe 3 O 4 ), hematite (α-fe 2 O 3 ), dan maghemite (γ -Fe 2 O 3 ) berpotensi untuk bahan industri,

2 diantaranya sebagai pewarna serta campuran (filler) untuk cat, juga sebagai bahan dasar untuk magnet permanen. Magnetite digunakan sebagai bahan dasar tinta kering (toner) pada mesin photocopy dan printer laser. Maghemite adalah bahan utama untuk pita kaset. Setiap mineral magnetik mempunyai karakteristik atau sifat-sifat magnetik tertentu. Perbedaan sifat magnetik bergantung pada jenis mineral magnetik, bentuk dan ukuran bulirnya, serta dipengaruhi oleh keadaan domain bulir mineral magnetik tersebut. Mineral yang paling menonjol sifat magnetiknya dan paling banyak kelimpahannya adalah oksida besi-titanium (Fe- Ti-Oxide). Jenis mineral magnetik ini tersebar hampir di segala jenis batuan, terutama batuan beku sebagai batuan induk dari pasir besi. (Fatni dkk, 2013) Nikel Oxide (NiO) Nikel merupakan logam yang mempunyai sifat asam lewis sehingga logam ini cocok digunakan sebagai katalis asam seperti alkilasi friedel-craft. NiO ini sering dimanfaatkan pada aplikasi yang penting, yaitu sebagai katalis, gas sensor, magnetik material, electrochromic films, katoda baterai, serta superkapasitor (Noorlaily). Katalis yang telah direduksi menjadi NiO memiliki aktivasi untuk memutus rantai-rantai asam lemak pada suatu padatan. Untuk mengetahui keaktifannya katalis diaplikasikan pada reaksi reduksi katalis itu sendiri (Dora, 2010). Selain itu padatan NiO juga dapat diaplikasikan sebagai penyimpan energi dan electrochromic windows. Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh (Akda, 2012). Gambar Difraktogram: (a) CaF 2, (b) 2,5% NiO/CaF 2, (c) 5% NiO/CaF 2, (d) 7,5% NiO/CaF 2, (e) 10% NiO/CaF 2 dan (f) 15% NiO/CaF 2 (Akda, 2012).

3 Sintesis padatan NiO/CaF 2 dengan metode impregnasi. Variasi loading Ni juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh loading terhadap struktur padatan. Puncak dominan yang terlihat pada difraktogram NiO/CaF 2 adalah puncak-puncak yang dimiliki CaF 2. Intensitas puncak NiO sangat kecil dibandingkan dengan puncak CaF 2. Berdasarkan difraktogram tersebut terlihat jelas bahwa semakin besar jumlah loading Ni maka semakin tinggi intensitas puncak-puncak khas NiO, seperti yang ditunjukkan puncak pada 2θ 43,38. Hal tersebut menunjukkan bahwa intensitas pada difraktogram dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi NiO yang ditambahkan. Tiga puncak khas NiO dengan intensitas tertinggi muncul pada difraktogram NiO/CaF 2 antara lain daerah 2θ 37, 34; 43,38 dan 63,02. Bahan bakar fosil yang ketersediannya semakin menipis dan menimbulkan pencemaran lingkungan padaakhirnya memaksa untuk dilakukannya pencarian energy alternative. NiO diperlukan sebagai katalis dalam sintesis suatu padatan. Katalis yang telah direduksi menjadi NiO memiliki aktifasi untuk memutus rantairantai asam lemak pada suatu padatan. Untuk mengetahui keaktifannya katalis diaplikasikan pada reaksi reduksi katalis itu sendiri (Dora, 2010) Sifat-Sifat Magnet Fenomena magnet dimana material kekuatan yang menarik atau pengaruh pada bahan lain telah dikenal selama ribuan tahun. Namun, prinsip-prinsip yang mendasari dan mekanisme yang menjelaskan fenomena magnet yang kompleks dan halus. Banyak perangkat teknologi modern kita bergantung pada daya tarik dan bahan magnetik, ini termasuk pembangkit listrik tenaga dan transformer, motor listrik, radio, televisi, telepon, komputer dan komponen suara dan video sistem reproduksi. (William D. C, 2011) Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetik antara lain adalah : a) Induksi remanen (B r ) Induksi magnetik yang tertinggal dalam sirkuit magnetik (besi lunak) setelah memindahkan/menghilangkanpengaruh bidang magnetik. Ketika arus dialirkan

4 pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi pada partikel-partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubah/mengarahkan pada kutub utara dan selatan. b) Permeabilitas magnet (μ) Daya hantar atau permeabilitas magnet (diberi lambang μ) merupakan parameter bahan yang menentukan besarnya fluks magnetik. Bahan feromagnetik memiliki permeabilitas yang tinggi. μ = µ o x µ r (2.1) dimana μ o = 1,256 G.cm/A Untuk bahan ferromagnetik, permeabilitas relatif μ r jenis bahan tersebut lebih besar daripada 1. Permeabilitas dari beberapa media yang hendak diukur pada prinsipnya adalah dengan menempatkannya dalam suatu kawat yang lurus dan panjang atau dalam gulungan yang melingkar atau solenoida, kemudian diukur resultante induksi kemagnetannya, sehingga diperoleh sebuah tetapan baru μ dan diturunkan menjadi suseptibilitas relatif. Dengan nilai suseptibilitas inilah maka akan dapat diketahui jenis bahan magnet. m = (2.2) m = untuk 1 vakum > 1 untuk bahan paramagnetik < 1 untuk bahan diamagnetik >> 1 untuk bahan ferromagnetik c) Gaya koersif (H c ) Medan daya yang diperlukan untuk menghilangkan induksi remanen setelah melalui proses induksi elektromagnetik. Pada besi lunak atau soft magnetic alloys besarnya gaya koersif yang diperlukan lebih kecil daripada magnet permanen. d) Gaya gerak magnetis (Θ) Gaya gerak magnetis ialah jumlah dari semua arus dalam beberapa penghantar yang dilingkupi oleh medan magnet (atau oleh garis fluks magnet)

5 e) Fluks magnetik (Φ) Fluks magnetik total ialah jumlah dari semua garis fluks magnetik; ini berarti bahwa fluks sama besar disebelah dalam dalam dan di sebelah luar kumparan. f) Reluktansi magnet (R m ) Relukstansi magnet tergantung dari panjang jejak fluks magnetik, bidang penampang lintang A yang ditembus fluks magnetik dan sifat magnet bahan, tempat medan magnet. g) Suseptibilitas Magnetik Suatu solenoida panjang dengan n lilitan per panjang satuan, menyalurkan arus I. Medan magnetik akibat arus dalam solenoida tersebut disebut sebagai medan yang dikerahkan, B o. Bahan berbentuk silinder kemudian ditempatkan di dalam solenoida. Medan yang dikerahkan solenoida ini akan memagnetkan bahan tersebut sehingga bahan tersebut memiliki magnetisasi M. Medan magnet resultan B di suatu titik di dalam solenoida dan di tempat yang jauh dari ujungujungnya akibat arus dalam solenoida ditambah bahan yang dimagnetkan ini ialah B = B o + μ o M (2.3) B = μ o H + μ o M (2.4) Untuk bahan paramagnetik dan feromagnetik, M mempunyai arah yang yang sama dengan B o. Untuk bahan paramagnetik dan feromagnetik pemagnetan adalah berbanding lurus dengan medan magnetik yang dikerahkan untuk menghasilkan penyearahan dipol magnetik dalam bahan tersebut. Dengan demikian dapat ditulis : M = m ( ) (2.5) Dengan m merupakan bilangan tanpa dimensi yang disebut suseptibilitas magnetik. Persamaan 2.6 dengan demikian dapat dituliskan : B = B o + µ o M = B(1 + m ) (2.6)

6 Suseptibilitas magnetik adalah ukuran dasar bagaimana sifat kemagnetan suatu bahan yang merupakan sifat magnet bahan yang ditunjukkan dengan adanya respon terhadap induksi medan magnet yang merupakan rasio antara magnetisasi dengan intensitas medan magnet. Dengan mengetahui nilai suseptibilitas magnetik suatu bahan, maka dapat diketahui sifat-sifat magnetik lain dari bahan tersebut. Suseptibilitas magnetik sebagian besar material tergantung pada temperatur, tetapi beberapa material (feromagnetik dan ferrite) tergantung pada H. Secara umum dapat ditulis sebagai berikut: B = µ o (H+M) =µ o H + µ o m H = µ o (1+ m ) H (2.7) dan µ r = 1 + m (2.8) sehingga dari persamaan 2.1 ; 2.7 dan 2.8 didapatkan B = μ H (2.9) µ o adalah permeabilitas ruang hampa 1,256 gauss.cm/ampere. Logam feromagnetik memiliki permeabilitas magnetik sangat tinggi, mineral dan batuan memiliki suseptibilitas kecil dan permeabilitas magnetik µ 1. Untuk bahan paramagnetik, m berupa bilangan positif kecil yang bergantung pada temperatur. Untuk bahan diamagnetik, m berupa konstanta negatif kecil yang tidak bergantung pada temperatur. Persamaan (2.8) dan (2.9) tidak terlalu berguna untuk bahan feromagnetik karena m bergantung pada B o dan pada keadaan pemagnetan bahan itu sebelumnya. Untuk medan magnet, H, yang berjenis solenoida bisa diketahui dengan persamaan : H = N x I/L (2.10) Dimana N adalah jumlah kumparan solenoida, I adalah arus yang megalir, dan L adalah panjang solenoida. Semua bahan dapat diklasifikasikan jenis kemagnetannya menjadi lima kategori yaitu ferromagnetik, paramagnetik,

7 diamagnetik, antiferromagnetik, dan ferrimagnetik. Semuanya dibedakan dari keteraturan arah domain pada bahan magnet tersebut. (Ratih Resti, 2010) Gambar 2.2. Arah domain : (a) paramagnetik (b) ferromagnetik (c) antiferromagnetik (d) ferrimagnetik (Ratih Resti, 2010) Diamagnetik Diamagnetisme adalah bentuk magnet yang sangat lemah yang tidak tetap dan tetap hanya sementara pada bidang eksternal sedang diterapkan. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam gerakan orbital elektron melewati medan magnet. Besarnya momen magnetik induksi sangat kecil, dan dalam arah yang berlawanan dengan medan yang diterapkan. Dengan demikian, permeabilitas μ r relatif kurang dari kesatuan (namun hanya sangat sedikit) dan kerentanan magnet negatif m yang besarnya bahan diamagnetik adalah Ketika ditempatkan di antara kutub dari elektromagnet yang kuat, bahan diamagnetik tertarik ke daerah lemah. Diamagnetisme ditemukan di semua bahan, tetapi karena begitu lemah, dapat diamati hanya ketika jenis magnet sama sekali tidak ada. (William D. C, 2011) Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom atau molekulnya nol, tetapi orbit dan spinnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan berubah gerakannya sedemikian hingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan. (Ratih Resti, 2010)

8 Paramagnetik Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/molekul dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atom/molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan. Bahan ini jika diberi medan magnet luar, maka elektronelektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan ini, efek diamagnetik (efek timbulnya medan magnet yang melawan medan magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi pengaruhnya sangat kecil. (Ratih Resti, 2010) Ferromagnetik Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomis besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar. (Ratih Resti, 2010) Dengan sifatnya yang khas ternyata bahan feromagnetik tidak selalu ideal. Pada beberapa contoh aplikasi untuk rangkaian magnetik seringkali kita menginginkan suatu medan magnet yang kuat dengan arus yang sekecil mungkin. Karena arus sebanding dengan intensitas medan magnet H dan B berbanding lurus dengan μh, maka dengan pertimbangan tersebut menuntut agar bahan memiliki permeabilitas yang tinggi. Dengan permeabilitas tinggi yang dimiliki oleh bahan ferromagnetik maka didapat rapat fluks magnet B yang kuat.

9 Sifat dan karakteristik magnetik dari suatu bahan erat kaitannya dengan suseptibilitas magnetik (magnetic susceptibility) χ m dan permeabilitas magnetik (magnetic permeability) μ. Rapat fluk magnet B, medan magnet H dan Magnetisasi M sangat diperlukan karena berhubungan dengan suseptibilitas dan permeabilitas magnetik dari suatu bahan. Hubungan antara B, H dan M dapat ditulis dengan persamaan (2.11) dan (2.12) : B = µ o (H+M) (2.11) M = m H (2.12) Berdasarkan permeabilitas magnetik (μ m ) bahan magnetik dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu; diamagnetik (μ m <0), paramagnetik (μ m >0) dan ferromagnetik (μ m >>0). Bahan ferromagnetik mula-mula memiliki magnetisasi nol pada daerah yang bebas medan magnetik, bila mendapat pengaruh medan magnetik yang lemah saja akan memperoleh magnetisasi yang besar. Jika diperbesar medan magnetnya, akan makin besar pula magnetisasinya. Eksperimen menunjukkan bila medan magnetik ditiadakan, magnetisasi bahan tidak kembali menjadi nol. Jadi bahan ferromagnetik itu dapat mempunyai magnetisasi walaupun tidak ada medan, sehingga bahan dikatakan memiliki magnetisasi spontan. Di atas temperatur Curie, ferromagnetik berubah menjadi paramagnetik. Gambar 2.3. Histerisis bahan ferromagnetik Apabila kurva magnetisasi dilanjutkan dengan mengurangi besarnya medan magnet H maka rapat fluk magnetik B akan turun, tetapi turunnya rapat fluk magnetik B tidak mengikuti kurva naiknya. Rapat fluk magnetik B turun membentuk kurva baru menuju titik B r ketika medan magnet H sama dengan nol,

10 sehingga pada gambar jelas sekali terlihat bahwa ketika medan magnet H = 0, rapat fluk magnetik B tidak sama dengan nol, akan tetapi berada pada titik Br, hal ini menunjukkan bahwa pada bahan tersebut masih terdapat rapat fluk magnetik yang tertinggal. Titik Br disebut sebagai kerapatan fluk remanensi atau remanensi bahan yaitu besarnya rapat fluk magnetik B yang tertinggal pada bahan pada saat medan magnet H samadengan nol. Ketika medan magnet H dibalik arahnya maka rapat fluk magnetik B akan mencapai nilai nol di titik H c. Titik H c ini disebut sebagai gaya koersif atau koersivitas bahan yaitu besarnya medan magnet atau intensitas H yang diperlukan untuk mengembalikan rapat fluk magnetik menjadi nol. Apabila siklus ini diteruskan maka akan didapat kurva dengan bentuk simetris yang dikenal dengan fenomena histeresis seperti pada Gambar 2.2 di atas. Dari kurva histeresis dapat diketahui besarnya koersivitas bahan H c, remanensi bahan B r dan permeabilitas bahan μ yang besaran-besaran tersebut menentukan sifat dan karakteristik kemagnetan suatu bahan. (Edi Istoyono, 2009) Bahan feromagnetik memiliki momen magnetik spontan walaupun berada pada medan magnet eksternal nol. Keberadaan magnetisasi spontan ini menandakan bahwa spin elektron dan momen magnetik bahan feromagnetik tersusun secara teratur. Cara yang paling umum untuk menyatakan magnetisasi bulk dari bahan feromagnetik adalah dengan memetakan induksi magnetik, B untuk kuat medan magnet eksternal, H yang berbeda-beda. Cara lain adalah dengan memetakan magnetisasi bahan, M untuk kuat medan magnet eksternal, H yang berbeda-beda. Kedua cara tersebut memberikan informasi yang sama. Informasi yang diperoleh dari kurva histeresis magnetik berupa magnetisasi jenuh, magnetisasi remanen, koersivitas dan permeabilitas atau suseptibilitas. (Ahmad, 2013) Antiferromagnetik Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada kedua arah domain magnet. Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama pada suatu kristal. Contohnya MnO, MnS, dan FeS. Pada unsur dapat ditemui pada

11 unsur Cromium, tipe ini memiliki arah domain yang menuju dua arah dan saling berkebalikan. Jenis ini memiliki temperature Curie yang rendah sekitar 37º C untuk menjadi paramagnetik. (Ratih Resti, 2010) Ferrimagnetik Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur antara paramagnetik dan ferromagnetik seperti magnet barium ferrite dimana barium adalah jenis paramagnetik dan Fe adalah jenis unsur yang masuk ferromagnetik. (Ratih Resti, 2010). Dengan ferrimagnet magnetisasi tetap dimungkinkan karena pembatalan saat putaran tidak lengkap. (William D. C, 2011) 2.4. Kurva Histerisis Histeresis adalah suatu sifat yang dimiliki oleh suatu bahan dimana bahan itu tidak secara spontan dapat dipengaruhi oleh gaya yang diberikan kepadanya, tetapi memberikan reaksi secara perlahan, atau bahkan bahan tersebut tidak kembali lagi ke keadaan awalnya. Untuk bahan ferromagnetik magnetisasi bahan M tidaklah berbanding lurus dengan intensitas magnet H. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa harga suseptibilitas magnetik Km bergantung dari harga intensitas magnet H. Bentuk umum kurva medan magnet B sebagai fungsi intensitas magnet H terlihat pada Gambar 2.4 kurva B(H) seperti ini disebut kurva induksi normal. Gambar 2.4. Kurva Induksi Normal (Ratih Resti, 2010)

12 Gambar 2.5. Kurva Histerisis Magnetik (Ratih Resti, 2010) Pada Gambar 2.5 tampak bahwa setelah mencapai nol harga intensitas magnet H dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B = 0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. Bahan yang mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang. Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen. (Ratih Resti, 2010) Domain dan histeresis a. Menurut suhu curie, sebuah bahan feromagnetik atau ferrimagnetik terdiri dari domains- daerah volume kecil dimana semua momen dipol saling selaras dan magnetisasi jenuh. b. Total magnetisasi padat hanyalah jumlah vektor tepat tertimbang magnetisasi dari semua domain. c. Total di kejenuhan, seluruh padat adalah satu domain dan magnetisasi sejajar dengan arah medan. d. Perubahan struktur domain dengan kenaikan atau pembalikan medan magnet dilakukan dengan gerakan dinding domain. baik hysteresis (bidang B di belakang lapangan H diterapkan) serta magnetisasi permanen (atau remanen) akibat dari perlawanan terhadap gerakan dinding domain tersebut. e. Dari kurva histeresis lengkap untuk feromagnetik/ferrimagnetik berikut dapat ditentukan: - Nilai remanen dari B ketika H = 0

13 - Nilai koersivitas bidang H ketika B = 0 (William D. C, 2011) 2.5. Bahan Soft Magnetic Ukuran dan bentuk kurva histerisis untuk bahan ferromagnetik adalah cukup praktis. Daerah dalam lingkaran akan kehilangan energi magnetik per satuan volume bahan per siklus magnetisasi-demagnetisasi kehilangan energi sebagai panas yang dihasilkan dalam spesimen magnetik dan mampu menaikkan suhu. Bahan feromagnetik identik lembut atau keras atas dasar karakteristik histerisis. Bahan magnetik lunak yang digunakan dalam perangkat yang mengenai medan magnet di mana kerugian energi menjadi rendah. Untuk alasan ini daerah relatif dalam lingkaran histerisis harus kecil. Dalam kurva ini terlihat lebih tipis dan sempit yang dilihat dalam Gambar 2.6. Gambar 2.6. Skematik kurva magnetisasi untuk bahan soft dan hard magnetik Akibatnya, bahan magnetik lunak harus memiliki permeabilitas yang tinggi dan koersivitas rendah. Bahan yang memiliki sifat-sifat ini dapat mencapai magnetisasi saturasi dengan bidang terapan yang relatif rendah dan masih memiliki energi yang hilang histeresis rendah. bidang saturasi atau magnetisasi hanya ditentukan oleh komposisi bahan. misalnya, dalam ferit kubik, penggantian ion logam divalent seperti Ni 2+ untuk Fe 2+ di FeO-Fe 2 O 3 akan mengubah saturasi magnetisasi. Namun, kerentanan dan koersivitas (H c ) yang juga mempengaruhi bentuk kurva hysterisis, sensitif terhadap variabel struktural lebih untuk komposisi. misalnya rendahnya nilai koersivitas sesuai dengan mudah pergerakan sebagai

14 medan magnet perubahan besar atau arah. Cacat struktural seperti partikel dari fase nonmagnetik atau void dalam bahan magnetik cenderung membatasi gerak domain dan dengan demikian meningkatkan koersivitas tersebut. Akibatnya, bahan magnetik lunak harus bebas dari cacat struktural tersebut. Karakteristik histerisis bahan magnetik lunak dapat ditingkatkan untuk beberapa aplikasi oleh perlakuan panas yang tepat di hadapan medan magnet. (William D. C, 2011) 2.6. Bahan Hard Magnetic Bahan Hard Magnetik menggunakan magnet permanen yang harus memiliki resistensi yang tinggi terhadap demagnetisasi. Dalam hal ini perilaku histerisis bahan magnetik keras memiliki remanen tinggi, koersivitas dan saturasi fluks kepadatan, serta permeabilitas yang rendah dan tinggi akan merugikan energi histerisis. Karakteristik histerisis untuk bahan magnetik keras dan lembut ditunjukkan pada Gambar 2.6. Nilai produk energi merupakan perwakilan dari energi yang dibutuhkan untuk demagnetisasi magnet permanen adalah lebih besar (BH) max materi dalam hal karakteristik magnet keras. (William D. C, 2011) 2.7. Absorpsi Gelombang Magnetik Di Indonesia, menggunakan ponsel dalam pesawat saat penerbangan memang dilarang karena berpotensi sinyal ponsel mengganggu kinerja pesawat terbang. Meskipun masih menjadi perdebatan, ponsel diduga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang. Beberapa otoritas penerbangan pun melarang penggunaan ponsel dalam pesawat terbang. Dengan menggunakan pelapis pada dinding pesawat dengan bahan yang mampu mengabsorpsi gelombang elektromagnetik, sehingga dapat direduksi sampai tingkat yang tidak membahayakan. Potensi pasir alam dapat dimanfaatkan sebagai absorpsi gelombang elektromagnetik dengan cara mensintesa pasir besi menjadi bahan partikel magnetik yang dijadikan sebagai pelapis bahan komposit cat pada dinding interior pesawat. Menurut Alvin Lie, seorang pemerhati penerbangan, dampak gangguan pesawat terbang sebenarnya sangat kecil. Dengan catatan hanya satu ponsel saja yang aktif. Dikarenakan gelombang elektromagnetik yang

15 dipancarkan dari satu ponsel masuk dalam skala mikro. Namun lain ceritanya jika ada banyak ponsel yang aktif secara bersamaan. Dimana saat memancarkan gelombang elektromagnetik, kumulatif sinyal akan cukup besar. (Dessy, 2014) Pada dasarnya analisis jaringan pemancar frekuensi yang dipancarkan pada material akan direfleksikan dan ditransmisikan sepanjang jalur transmisinya. Ketika panjang gelombang dan sinyal gelombang mikro berbeda, maka dengan prinsip yang sama jaringan akan membaca secara akurat frekuensi yang dating kemudian direfleksikan dan ditransmisikan. Energi atau sinyal yang ditransmisikan akan dipantulkan kembali ke bawah jalur transmisi menuju sumber (impedansi yang tidak cocok) dan ditransmisikan ke perangkat akhir. Pengukuran sifat absorbsi material dikarakterisasi menggunakan alat VNA (Vector Network Analyzer) yang membutuhkan kemampuan koreksi vector daan kesalahan akurasi pengukuran. Karakteristik suatu material absorber yang baik yaitu memiliki magnetik dan listrik yang baik pula. Material tersebut harus memiliki nilai impedansi tertentu yang nilai permeabilitas relative (µ r ) dan permitivitas relatifnya (ε r ) sesuai dengan nilai µ dan ε udara atau vakum agar terjadi resonansi impedansi, sehingga nilai dari reflection loss yang dihasilkan bahan cukup besar. Selain permeabilitas, permetivitas dan magnetisasi spontan, material absorber harus memiliki nilai resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik (Elwindari, 2012). Mekanisme serapan gelombang elektromagnetik pada material secara umum dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ketebalan dan jenis material. Faktor ketebalan terjadi pada semua material dan semakin tebal material absorbsinya juga semakin besar. Sedangkan serapan radiasi elektromagnetik pada material magnetik disamping karena faktor ketebalan juga terjadi interaksi lain yaitu gelombang elektromagnetik dari luar akan memutar dipol magnetik sehingga terjadi impedansi material. Interaksi juga dapat terjadi bila frekuensi gelombang elektromagnetik tersebut sesuai dengan frekuensi yang dihasilkan sehingga material magnetik akan menyerap gelombang elektromagnetik hanya pada frekuensi yang spesifik. (Priyono, 2010).

16 Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk aplikasi praktis sebagai penyerap gelombang elektromagnetik adalah bahwa bahan material ini harus memiliki nilai medan koersivitas serendah mungkin dengan saturasi magnet yang tinggi. Tingginya nilai medan koersivitas menyebabkan sifat anisotropik material semakin meningkat sehingga sifat absorpsinya menjadi semakin lemah. Dengan menurunkan nilai medan koersivitas bahan magnetik ini berarti menurunkan medan anisotropi magnetokristalinnya. Dengan demikian diperlukan modifikasi bahan dengan merekayasa struktur dari bahan magnetik ini untuk mendapatkan nilai saturasi magnetik yang tinggi. (Desyana Ambarwati, 2014) Adapun aplikasi untuk peralatan elektronik yang bekerja pada frekuensi tinggi seperti penguat sinyal (amplifier), dapat memiliki masalah pada emisi suara frekuensi tinggi, yaitu sering mengalami interferensi atau gangguan gelombang elektromagnetik (EMI). Untuk meredam munculnya interferensi tersebut diperlukan bahan absorber yang dapat menyerap gelombang elektromagnetik tersebut. (Sugik, 2012) Tantangan yang dihadapi dalam aplikasi elektronik adalah terjadinya medan bias yang biasa terjadi akibat interferensi gelombang elektromagnetik sehingga dapat mengurangi kinerja dari peralatan elektronik tersebut. Untuk menghilangkan medan bias tersebut diperlukan bahan magnet yang dapat beresonansi pada frekuensi tertentu sehingga diharapkan dapat menyerap radiasi gelombang elektromagnetik yang tidak diinginkan. Prasyarat yang diperlukan sebagai bahan absorber gelombang elektromagnetik adalah bahan ini memiliki permeabilitas dan permitivitas yang tinggi. Bahan absorber yang sedang berkembang saat ini adalah modifikasi bahan magnet berbasis ferit karena memiliki permeabilitas yang relatif tinggi. Bahan absorber yang sedang berkembang saat ini adalah modifikasi bahan magnet berbasis ferit karena memiliki permeabilitas yang relatif tinggi, selain itu bahan magnet berbasis manganate system perovskite ABO 3 yang memiliki permitivitas yang relatif tinggi. Bahan ini diharapkan dengan rekayasa struktur dapat dimanfaatkan menjadi bahan unggul untuk aplikasi absorber gelombang elektromagnetik (Azwar Manaf, 2012)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe 3 O 4 ) yang diambil dari pasir besi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe 3 O 4 ) yang diambil dari pasir besi menjadi

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bahan Listrik. Bahan Magnet Bahan Listrik Bahan Magnet Sejarah Magnet Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesia. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium

Lebih terperinci

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu. Tugas Perbaikan Mid Sifat Magnetik Batuan Soal : 1. Jelaskan tentang : a) Magnetisasi b) Permeabilitas Magnetic c) Suseptibilitas Magnetik d) Dipol Magnetik e) Suhu Curie f) Histeresis 2. Ceritakanlah

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Sub Pokok Bahasan : Magnet Bumi Medan Magnet Luar Akuisisi dan Reduksi Data Pengolahan Data MetodaInterpretasi Metode Geomagnetik didasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan Magnetik oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Historis Magnet Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KARAKTERISASI INDUKTOR ELEKTROMAGNET MEDAN TINGGI SKRIPSI

RANCANG BANGUN DAN KARAKTERISASI INDUKTOR ELEKTROMAGNET MEDAN TINGGI SKRIPSI RANCANG BANGUN DAN KARAKTERISASI INDUKTOR ELEKTROMAGNET MEDAN TINGGI SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Universitas Negeri Semarang Oleh M. Khoirul Zein NIM 4250401035 JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5]

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5] BAB II DASAR TEORI II.1. Kemagnetan II.1.1. Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT MAGNETIK BAHAN YANG MENGALAMI PROSES ANNEALING DAN QUENCHING

ANALISIS SIFAT MAGNETIK BAHAN YANG MENGALAMI PROSES ANNEALING DAN QUENCHING ANALISIS SIFAT MAGNETIK BAHAN YANG MENGALAMI PROSES ANNEALING DAN QUENCHING Edi Istiyono Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Larutan Garam Klorida Besi dari Pasir Besi Hasil reaksi bahan alam pasir besi dengan asam klorida diperoleh larutan yang berwarna coklat kekuningan, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet Magnet merupakan benda yang terbuat dari bahan tertentu dengan sifat mampu menarik bahan ferromagnetik dan ferrimagnetik. Nama magnet diambil dari nama daerah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung

BAB II DASAR TEORI. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Listrik Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Salah satu bentuk energi adalah energi listrik. Energi listrik adalah energi yang berkaitan dengan akumulasi arus elektron,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018 UJI SIFAT MAGNETIK PASIR BESI PANTAI DI KABUPATEN LUMAJANG MELALUI INDUKSI ELEKTROMAGNETIK Alfi Firman Syah Program Studi Pendidiksn Fisika, FKIP, UNIVERSITAS JEMBER alfisyah21@gmail.com Sudarti Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Keramik Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematit sebagai komponen utamanya. Bahan ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah teknologi pembuatan dan penggunaan material yang memiliki ukuran nanometer dengan skala (1-100 nm). Perubahan ukuran bulk ke nanomaterial mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM PENDAHULUAN Magnet dalam teknologi terapan KEMAGNETAN Macam macam bentuk magnet Magnet batang, U bulat jarum 6.2 HUKUM COLUMB 6.3 PENGERTIAN MEDAN MAGNET Ruangan disekitar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Secara Umum Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu

Lebih terperinci

MAKALAH BAHAN MAGNETIK DAN SUPERKONDUKTOR BAHAN FERROMAGNETIK

MAKALAH BAHAN MAGNETIK DAN SUPERKONDUKTOR BAHAN FERROMAGNETIK MAKALAH BAHAN MAGNETIK DAN SUPERKONDUKTOR BAHAN FERROMAGNETIK Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah bahan magnetik dan superkonduktor NAMA : ERNI YULIANTI NPM : 140310140042 UNIVERSITAS PADJADJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND Oleh : Henny Dwi Bhakti Dosen Pembimbing : Dr. Mashuri, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Dibutuhkannya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PEMBANGKITAN ENERGI LISTRIK DARI GERAK RELATIF PERISAI MAGNETIK TERHADAP MAGNET DAN KUMPARAN SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA PEMBANGKITAN ENERGI LISTRIK DARI GERAK RELATIF PERISAI MAGNETIK TERHADAP MAGNET DAN KUMPARAN SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PEMBANGKITAN ENERGI LISTRIK DARI GERAK RELATIF PERISAI MAGNETIK TERHADAP MAGNET DAN KUMPARAN SKRIPSI RATNA PRABOWO 0706199804 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK JULI

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip BAB II MOTOR ARUS SEARAH 2.1. Umum Motor arus searah (DC) adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan penelitian dan pengembangan teknologi pada level atom, molekul dan makromolekul, dengan rentang skala 1-100 nm. Nanoteknologi dikembangkan

Lebih terperinci

Karya Tulis Ilmiah MAGNET

Karya Tulis Ilmiah MAGNET Karya Tulis Ilmiah MAGNET Ditulis oleh : Dina Kurnia Putri 1231120065 POLITEKNIK NEGERI MALANG JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK MALANG 2013 1 DAFTAR ISI Daftar Isi...2 Kata Pengantar...3

Lebih terperinci

BAB III MAGNETISME. Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya.

BAB III MAGNETISME. Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya. BAB III MAGNETISME Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya. Magnetisme (kemagnetan) tercakup dalam sejumlah besar operasi alat listrik, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena optik dapat mendeskripsikan sifat medium dalam interaksinya dengan gelombang elekromagnetik. Hal tersebut ditentukan oleh beberapa parameter optik, yaitu indeks

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Arus Searah Sebuah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanik dikenal sebagai motor arus searah. Cara kerjanya berdasarkan prinsip, sebuah konduktor

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS

OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS HALLEYNA WIDYASARI halleynawidyasari@gmail.com Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Magnet dapat menarik benda-benda dari bahan tertentu

Magnet dapat menarik benda-benda dari bahan tertentu BENDA MAGNET Magnet dapat menarik benda-benda dari bahan tertentu MAGNET BUATAN MAGNET BUMI Kemagnetan Material Ada 2 macam sifat magnet yang dipunyai benda / material : 1) buatan dan 2) alamiah. Magnet

Lebih terperinci

A. 100 N B. 200 N C. 250 N D. 400 N E. 500 N

A. 100 N B. 200 N C. 250 N D. 400 N E. 500 N 1. Sebuah lempeng besi tipis, tebalnya diukur dengan menggunakan mikrometer skrup. Skala bacaan hasil pengukurannya ditunjukkan pada gambar berikut. Hasilnya adalah... A. 3,11 mm B. 3,15 mm C. 3,61 mm

Lebih terperinci

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu?

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu? KEMAGNETAN PENGERTIAN Apakah magnet itu? Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian Magnet adalah benda-benda yang dapat menarik besi atau baja yang berada

Lebih terperinci

Teori Dasar GAYA MAGNETIK : (F) Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1.

Teori Dasar GAYA MAGNETIK : (F) Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. GEOMAGNETIK Metoda magnetik merupakan metoda pengolahan data potensial untuk memperoleh gambaran bawah permukaan bumi atau berdasarkan karakteristik magnetiknya. Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Momen Magnetik dan Magnetisasi Secara makroskopis, magnetisasi adalah respon bahan magnetik terhadap medan magnet luar. Secara mikroskopis, magnetisasi suatu bahan pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mill Scale Hingga saat ini bahan-bahan oksida besi masih menjadi salah satu fokus kajian penting dalam kegiatan riset. Secara alamiah bahan-bahan tersebut ditemukan dalam bentuk

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron 1 Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron Luthfi Fajriani, Bambang Soegijono Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling magnet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar. Gambar 2.1 Fluks medan magnet dari partikel yang bergerak.

Bab II Teori Dasar. Gambar 2.1 Fluks medan magnet dari partikel yang bergerak. Bab II Teori Dasar Salah satu hal utama dalam penelitian tugas akhir ini adalah magnet induksi yang digunakan sebagai aktuator pada sistem steel ball magnetic levitation. Dalam bab ini akan dibahas mengenai

Lebih terperinci

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 UAN-03-01 Perhatikan tabel berikut ini! No. Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg. ms 1 [M] [L] [T] 1 2 Gaya kg. ms 2 [M] [L] [T] 2 3 Daya kg. ms 3 [M] [L] [T] 3 Dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MAGNET SECARA UMUM Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet

Lebih terperinci

INDUKSI ELEKTROMAGNETIK

INDUKSI ELEKTROMAGNETIK INDUKSI ELEKTROMAGNETIK Hukum Faraday Persamaan Maxwell Keempat (Terakhir) Induksi Elektromagnetik Animasi 8.1 Fluks Magnet yang Menembus Loop Analog dengan Fluks Listrik (Hukum Gauss) (1) B Uniform (2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari lingkungan atau benda diluar sistem sensor. Input rangsangan

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari lingkungan atau benda diluar sistem sensor. Input rangsangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sensor merupakan suatu alat yang dapat menerima sinyal atau rangsangan yang berasal dari lingkungan atau benda diluar sistem sensor. Input rangsangan dari

Lebih terperinci

MEDAN IMBAS MAGNET I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

MEDAN IMBAS MAGNET I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MEDAN IMBAS MAGNET I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa akan mampu memahami bahwa arus listrik dapat menimbulkan medan magnet II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. Menyelidiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel magnetik adalah partikel yang bersifat magnetik, berukuran dalam kisaran 1 nm sampai 100 nm. Ukuran partikel dalam skala nanometer hingga mikrometer identik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

Copyright all right reserved

Copyright  all right reserved Latihan Soal UN SMA / MA 2011 Program IPA Mata Ujian : Fisika Jumlah Soal : 20 1. Gas helium (A r = gram/mol) sebanyak 20 gram dan bersuhu 27 C berada dalam wadah yang volumenya 1,25 liter. Jika tetapan

Lebih terperinci

Magnet Rudi Susanto 1

Magnet Rudi Susanto 1 Magnet Rudi Susanto 1 MAGNET Sifat kemagnetan telah dikenal ribuan tahun yang lalu ketika ditemukan sejenis batu yang dapat menarik besi Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, orang telah dapat

Lebih terperinci

LISTRIK STATIS. Listrik statis adalah energi yang dikandung oleh benda yang bermuatan listrik.

LISTRIK STATIS. Listrik statis adalah energi yang dikandung oleh benda yang bermuatan listrik. KELISTRIKAN DAN KEMAGNETAN SITI MAESYAROH STKIP INVADA 2015 LISTRIK adalah adalah sesuatu yang memiliki muatan positif (proton) dan muatan negatif (elektron) yang mengalir melalui penghantar (konduktor)

Lebih terperinci

BAB 2 PENGGUNAAN SENSOR MEDAN MAGNET TUNGGAL BERBASIS EFEK HALL DALAM PENGEMBANGAN ALAT UKUR HISTERISIS MAGNET UNTUK MATERIAL MAGNET LEMAH

BAB 2 PENGGUNAAN SENSOR MEDAN MAGNET TUNGGAL BERBASIS EFEK HALL DALAM PENGEMBANGAN ALAT UKUR HISTERISIS MAGNET UNTUK MATERIAL MAGNET LEMAH BB 2 PENGGUNN SENSOR MEDN MGNET TUNGGL BERBSIS EFEK HLL DLM PENGEMBNGN LT UKUR HISTERISIS MGNET UNTUK MTERIL MGNET LEMH 1) gustinus Gigih Widodo, 1,2) Made Rai Suci Shanti, 2) Nur ji Wibowo 1) Pendidikan

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

4.2 Hasil Karakterisasi SEM

4.2 Hasil Karakterisasi SEM 4. Hasil Karakterisasi SEM Serbuk yang melewati proses kalsinasi tadi selain dianalisis dengan XRD juga dianalisis dengan menggunakan SEM untuk melihat struktur mikro, sehingga bisa dilihat bentuk dan

Lebih terperinci

Konsep Dasar Kemagnetan

Konsep Dasar Kemagnetan Konsep Dasar Kemagnetan Intro Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun yang lalu di Yunani pada sejenis batuan yang dinamakan magnetit

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN iii PERNYATAAN iv PRAKATA v DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR TABEL xiii INTISARI xiv ABSTRACT xv BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Persiapan UAS 1 Doc. Name: AR12FIS01UAS Version: 2016-09 halaman 1 01. Sebuah bola lampu yang berdaya 120 watt meradiasikan gelombang elektromagnetik ke segala arah dengan sama

Lebih terperinci

Mata Pelajaran : FISIKA

Mata Pelajaran : FISIKA Mata Pelajaran : FISIKA Kelas/ Program : XII IPA Waktu : 90 menit Petunjuk Pilihlah jawaban yang dianggap paling benar pada lembar jawaban yang tersedia (LJK)! 1. Hasil pengukuran tebal meja menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

Callister, D W Materials Science and Enginering. Eighth Edition. New York : John Willy & Soon.inc

Callister, D W Materials Science and Enginering. Eighth Edition. New York : John Willy & Soon.inc DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. 2009. Karakterisasi Nanomaterial. [Jurnal]. Bandung : Laboratorium Sintesis dan Fungsionalisasi Nanomaterial FMIPA ITB. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi Vol. 2 No. 1 Februari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Yaghtin (2013), melakukan penelitian tentang efek perlakuan panas terhadap sifat magnetik dari sebuah soft-magnetic composite (SMC-s) dengan dilapisi Al 2 O

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II MOTOR ARUS SEARAH BAB II MOTOR ARUS SEARAH II.1 Umum Motor arus searah (motor DC) adalah mesin yang merubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Hampir pada semua prinsip pengoperasiannya,

Lebih terperinci

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS PENGARUH TEKANAN KOMPAKSI DAN WAKTU PENAHANAN TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT MAGNETIK DAN KEKERASAN PADA PEMBUATAN IRON SOFT MAGNETIC DARI SERBUK BESI Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material

Lebih terperinci

Galvanometer. 1. Cara / Prinsip Kerja, Fungsi dan Komponen

Galvanometer. 1. Cara / Prinsip Kerja, Fungsi dan Komponen Penerapan Aplikasi Gaya Magnet, Gaya Lorentz dalam Kehidupan Sehari-hari, Kegunaan Galvanometer, Motor Listrik, Relai, Kereta Maglev, Video Recorder - Berikut ini adalah materi lengkapnya: 1. Cara / Prinsip

Lebih terperinci

MEDAN MAGNET DAN ELEKTROMAGNET

MEDAN MAGNET DAN ELEKTROMAGNET BAB II MEDAN MAGNET DAN ELEKTROMAGNET Kompetensi dasar : Mengenal gejala kemagnetan Indikator Oersted : - Konsep medan magnet oleh arus listrik didapatkan dari percobaan - Konsep magnet dan medan magnet

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR. sistem ketenagalistrikan. Transformator adalah suatu peralatan listrik. dan berbanding terbalik dengan perbandingan arusnya.

BAB II TRANSFORMATOR. sistem ketenagalistrikan. Transformator adalah suatu peralatan listrik. dan berbanding terbalik dengan perbandingan arusnya. BAB II TRANSFORMATOR II.. Umum Transformator merupakan komponen yang sangat penting peranannya dalam sistem ketenagalistrikan. Transformator adalah suatu peralatan listrik elektromagnetis statis yang berfungsi

Lebih terperinci

MAGNET - Materi Ipa Fisika SMP Magnet magnítis líthos Magnet Elementer teori magnet elementer.

MAGNET - Materi Ipa Fisika SMP Magnet magnítis líthos Magnet Elementer teori magnet elementer. MAGNET - Materi Ipa Fisika SMP Magnet merupakan suatu benda yang dapat menimbulkan gejala berupa gaya, baik gaya tarik maupun gaya tolak terhadap jenis logam tertentu), misalnya : besi dan baja. Istilah

Lebih terperinci

BAB II. 1. Motor arus searah penguatan terpisah, bila arus penguat medan rotor. dan medan stator diperoleh dari luar motor.

BAB II. 1. Motor arus searah penguatan terpisah, bila arus penguat medan rotor. dan medan stator diperoleh dari luar motor. BAB II MOTOR ARUS SEARAH II.1. Umum (8,9) Motor arus searah adalah suatu mesin yang berfungsi mengubah energi listrik menjadi energi mekanik, dimana energi gerak tersebut berupa putaran dari motor. Ditinjau

Lebih terperinci

BAB 20. KEMAGNETAN Magnet dan Medan Magnet Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet

BAB 20. KEMAGNETAN Magnet dan Medan Magnet Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 20. KEMAGNETAN...2 20.1 Magnet dan Medan Magnet...2 20.2 Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet...2 20.3 Gaya Magnet...4 20.4 Hukum Ampere...9 20.5 Efek Hall...13 20.6 Quis

Lebih terperinci

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL Kekerasan Sifat kekerasan sulit untuk didefinisikan kecuali dalam hubungan dengan uji tertentu yang digunakan untuk menentukan harganya. Harap diperhatikan bahwa

Lebih terperinci

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran 11 BAB III WAVEGUIDE 3.1 Bumbung Gelombang Persegi (waveguide) Bumbung gelombang merupakan pipa yang terbuat dari konduktor sempurna dan di dalamnya kosong atau di isi dielektrik, seluruhnya atau sebagian.

Lebih terperinci

Gaya Lorentz. 1. Menerapkan konsep kelistrikan dan kemagnetan dalam berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi

Gaya Lorentz. 1. Menerapkan konsep kelistrikan dan kemagnetan dalam berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi ruang / daerah di sekitar magnet dimana benda-benda magnetik yang diletakkan di daerah ini masih dipengaruhi oleh magnet tersebut medan magnetik di sekitar kawat lurus berarus listrik medan magnetik di

Lebih terperinci

PENGARUH INTI KOIL TERHADAP TEGANGANINDUKTOR DAN RESISTOR YANG DIRANGKAI SECARA SERI. Salomo, Erwin,Surya Ningsih

PENGARUH INTI KOIL TERHADAP TEGANGANINDUKTOR DAN RESISTOR YANG DIRANGKAI SECARA SERI. Salomo, Erwin,Surya Ningsih PENGARUH INTI KOIL TERHADAP TEGANGANINDUKTOR DAN RESISTOR YANG DIRANGKAI SECARA SERI Salomo, Erwin,Surya Ningsih Jurusan Fisika - Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Induksi Elektromagnet

Induksi Elektromagnet Induksi Elektromagnet Fluks magnet Sebagaimana fluks listrik, fluks magnet juga dapat diilustrasikan sebagai banyaknya garis medan yang menembus suatu permukaan. n Fluks listrik yang dihasilkan oleh medan

Lebih terperinci

ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015 KELAS XII. Medan Magnet

ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015 KELAS XII. Medan Magnet ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015 KELAS XII gaya F. Jika panjang kawat diperpendek setengah kali semula dan kuat arus diperbesar dua kali semula, maka besar gaya yang dialami kawat adalah. Medan Magnet

Lebih terperinci

Lab Elektronika Industri Fisika 2 BAB 5 MAGNET

Lab Elektronika Industri Fisika 2 BAB 5 MAGNET BAB 5 MAGNET 1. MAGNET DAN MEDAN MAGNET Efek magnet telah diketahui dan dimanfaatkan manusia jauh sebelum mengenal listrik. Magnet mempunyai dua kutub yaitu kutub utara (U) dan selatan (S) atau NORTH dan

Lebih terperinci

BENDA MAGNET

BENDA MAGNET BAB 9 MAGNET BENDA MAGNET Kemagnetan Material Banyak benda-benda bersifat magnet, baik buatan maupun alamiah. Magnet mempunyai kemampuan memberikan gaya pada sesama magnet atau benda lain seperti besi.

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI

BAB II SALURAN TRANSMISI BAB II SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Penyampaian informasi dari suatu sumber informasi kepada penerima informasi dapat terlaksana bila ada suatu sistem atau media penyampaian di antara keduanya. Jika jarak

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode eksperimen. Eksperimen dilakukan di beberapa tempat yaitu Laboratorium Kemagnetan Bahan, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

19/11/2016. MAGNET Benda yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja Penggolongan bahan secara makroskopik. Sifat-sifat magnet.

19/11/2016. MAGNET Benda yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja Penggolongan bahan secara makroskopik. Sifat-sifat magnet. MAGNET Benda yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja Penggolongan bahan secara makroskopik Magnetik Non Magnetik KEMAGNETAN Penggolongan bahan secara mikroskopik Bila ditinjau secara mikroskopik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EKSPERIMEN FISIKA. Gaya Magnetik antar kawat berarus. Nama :

LAPORAN PRAKTIKUM EKSPERIMEN FISIKA. Gaya Magnetik antar kawat berarus. Nama : LAPORAN PRAKTIKUM EKSPERIMEN FISIKA Gaya Magnetik antar kawat berarus Nama : Sujiyani Kassiavera Rizki Prabawati Septian Efendi Prisma Gita Azwar Dosen Pembimbing : (A1E010010) (A1E010022) (A1E010023)

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Jenjang Program Studi : Fisika : SMA/MA : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 3 April 009 Jam : 08.00 0.00 WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Jenjang Program Studi : Fisika : SMA/MA : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 3 April 009 Jam : 08.00 0.00 WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban

Lebih terperinci

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah.

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1 A. 5, 22 mm B. 5, 72 mm C. 6, 22 mm D. 6, 70 mm E. 6,72 mm 5 25 20 2. Dua buah vektor masing-masing 5 N dan 12 N. Resultan kedua

Lebih terperinci

MAKALAH FISIKA. Tentang KEMAGNETAN/INDUKSI ELEKTROMAGNETIK

MAKALAH FISIKA. Tentang KEMAGNETAN/INDUKSI ELEKTROMAGNETIK MAKALAH FISIKA Tentang KEMAGNETAN/INDUKSI ELEKTROMAGNETIK DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 ANGGOTA : 1. AMMASE.S 2. ALIYATARRAFI AH 3. ANNISWATI NURUL ISLAMI 4. ASRIANI JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS TARBIYAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Material berukuran nano atau yang dikenal dengan istilah nanomaterial merupakan topik yang sedang ramai diteliti dan dikembangkan di dunia sains dan teknologi. Material

Lebih terperinci