BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mill Scale Hingga saat ini bahan-bahan oksida besi masih menjadi salah satu fokus kajian penting dalam kegiatan riset. Secara alamiah bahan-bahan tersebut ditemukan dalam bentuk mineral oksida besi berupa magnetit (Fe 3 O 4 ), maghemit (γfe 2 O 3 ) dan hematit ( Fe 2 O 3 ). Berdasarkan keunggulan sifat kemagnetannya, bahan oksida besi telah dimanfaatkan secara luas untuk berbagai produk seperti sensor, tinta, katalis, film tipis, dan beberapa produk berteknologi nano partikel. Di indonesia oksida besi dapat ditemukan pada beberapa bahan lokal diantaranya pada sisa produk pembuatan besi baja, atau yang dikenal sebagai mill scale, serta pada bahan alam pasir besi, senyawa tersebut terbentuk secara alamiah pada saat proses pembentukan batuan. Meskipun kedua bahan lokal tersebut mengandung senyawa dominan dengan jenis dan persentase yang berbeda, namun pada keduanya terdapat ketiga jenis oksida besi yaitu magnetit, maghemit dan hematit. Keberadaaan oksida besi pada mill scale menjadikan sangat potensialnya untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi produk lebih berdaya guna dan bernilai ekonomi tinggi. Selain itu ketersediaanya yang melimpah menjadi salah satu faktor pendorong untuk dikembangkannya bahan-bahan lokal [Prasetya, 2007]. Mill scale merupakan salah satu limbah hasil industri baja dalam proses hot rolling maupun cold rolling. Kandungan di dalamnya berupa material besi oksida dalam bentuk (magnetit, hematit, dan wustit). Jumlah limbah ini sangat besar, selama ini material selain dilakukan pengecoran kembali juga diekspor dalam bentuk raw material dengan jumlah yang sangat besar sehingga perlu dilakukan sebuah upaya alternatif pengolahan untuk meningkatkan nilai ekonomi [Rahman dkk, 2013]. Dengan melihat korelasi kandungan dari mill scale yang berupa ion bisa dilakukan pengolahan mill scale menjadi pigmen besi oksida dengan menggunakan proses reaksi kimia/fisika. Dan telah diketahui bahwa untuk

2 mengetahui fasa hematit dilakukan kalsinasi pada temperatur C dan diperoleh fasa tunggal. Material mill scale merupakan campuran antara Fe 2 O 3 dan Fe 3 O 4 dengan fraksi masing-masing adalah 99,71% dan 0,29% menjadikan material ini menjadi material dua fasa. Pada proses oksidasi C selama waktu oksidasi minimal 1 jam diperoleh material besi oksida fasa tunggal berupa Fe 2 O 3 [Rahman dkk, 2013]. Pelet nano kristalin besi telah dibuat dari serbuk mill scale melalui proses konvensional. Efek dari suhu sintering dan waktu terhadap sifat fisis dan magnet telah diteliti. Metode Archimedes sama halnya dengan Universal Testing Machine telah digunakan untuk menentukan sifat fisis dari pelet. Sementara itu, fasa yang terbentuk dan sifat magnet yang dihasilkan diteliti dengan menggunakan x-ray diffraction, scanning electron microscope dan vibrating sample magnetometer. Hasil menunjukkan bahwa dengan suhu pembakaran C, dengan tekanan 832kgF/cm 2 dan bulk density tertinggi adalah 3.93 g/cm 3, sedangkan magnetisasi saturasi tertinggi 45.2 emu/g dan koersivitas terendah 6.13 Oe yang dicapai sampel pada suhu C. Efek lama pembakaran dan suhu optimum terhadap sifat fisis dan sifat magnet yang dihasilkan pelet tidak signifikan. struktur kristal berubahdari tetragonal menjadi kubik seiring dengan disosiasi Fe [Ahmed dkk, 2008] Hematite (Fe 2 O 3 ) Fe 2 O 3 termasuk dalam besi oksida. Mineral ini mempunyai warna abu-abu, putih dan coklat. Mineral ini memiliki struktur kristal isometrik. Fasa-fasa pada Fe 2 O 3 antara lain: - Fasa alpha - Fe 2 O 3 memiliki struktur rhombohedral. Itu terjadi secara alami sebagai mineral hematit yang merupakan hasil utama dari penambangan, dan memiliki sifat antiferomagnetik. Fasa ini mudah dibuat menggunakan thermal decomposition dan presipitasi pada fasa cair. Sifat magnetiknya bergantung pada beberapa faktor yaitu tekanan, ukuran partikel, dan intensitas medan magnetik.

3 - Fasa beta - Fe 2 O 3 memiliki struktur kristal FCC, bersifat metastabil, pada suhu 500 o C berubah menjadi fasa alpha. Dapat dibuat dengan mereduksi hematit dengan menggunakan karbon, pyrolysis dari larutan besi (III) klorida, atau thermal decomposition dari besi (III) sulfat. - Fasa Gamma -Fe 2 O memiliki struktur kristal kubik, bersifa metastabil, berubah menjadi fasa alpha pada temperatur yang tinggi. Di alam berbentuk sebagai maghemite. Bersifat ferrimagnetik, dan pada ukuran partikel yang ultra halus yang lebih kecil daripada 10 nm bersifat superparamagnetik. 2.2 Ferromolybdenum (FeMo) Besi (Fe) merupakan unsur transisi yang mempunyai sifat logam sebagaimana semua unsur transisi lainnya. Sifat logam ini dipengaruhi oleh kemudahan unsur tersebut untuk melepas elektron valensi. Besi juga merupakan unsur logam terbanyak di bumi ini yang membentuk 5% kerak bumi,namun jarang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Endapan besi yang ekonomis biasanya berupa magnetite dan hematite. Magnetite merupakan bijih yang mengandung Fe paling tinggi tetapi terdapat dalam jumlah yang kecil. Berbeda dengan hematite yang merupakan bijih yang paling dibutuhkan dalam industri besi. [Nurul, 2011]. Fe tergolong bahan ferromagnetik sehingga termasuk bahan yang memiliki nilai remanensi yang baik dan suseptibilitas yang baik juga [Iwan, 2014]. Besi dengan simbol Fe mempunyai nomor atom 26, massa atom 55,845 g/mol, titik didih 3143 K, titik lebur 1811 K, struktur kristal BCC, dan warna perak keabu-abuan. [syukri, 1999]. Molybdenum adalah elemen logam yang seringkali digunakan sebagai aditif pada pada baja. Molybdenum dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, mampu las, ketahanan terhadap temperatur tinggi, dan ketahanan terhadap korosi. Walaupun molybdenum sering digunakan dalam pencampuran baja, molybdenum memiliki sifat unik dan kompleks telah terbukti salah satu sifat unik molybdenum yang langka dibandingkan metal keras lainnya, hasil laboratorium

4 telah menunjukkan komponennya mengandung sifat racun yang rendah [Wimbledon, 1998]. 2.3 Pembuatan Sampel Uji Secara teoritis semua logam dapat dibuat menjadi serbuk, tetapi hanya beberapa logam yang dimanfaatkan dalam pembuatan serbuk logam. Metode yang digunakan dalam pembentukan serbuk tergantung pada sifat-sifat khusus material [German, 1994]. Bahan baku yang digunakan dalam proses penggilingan adalah serbuk. Ukuran serbuk yang digunakan umumnya berkisar antara 1 mm - 20 mm. Semakin kecil ukuran partikel yang digunakan, maka proses penggilingan akan semakin efektif dan efisien. Selain itu serbuk yang digunakan juga harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi. Namun ukuran tidaklah terlalu kritis, asalkan ukuran material itu haruslah lebih kecil dari ukuran bola gerinda. Ini disebabkan karena ukuran partikel serbuk akan berkurang dan akan mencapai ukuran mikron setelah dimilling beberapa jam. Selain itu serbuk yang dimilling dengan cairan misalnya dengan toluene dan dikenal dengan penggilingan basah. Dan telah diteliti bahwa kecepatan atmosfir lebih cepat selama proses penggilingan basah daripada penggilingan kering. Kerugian dari penggilingan basah adalah meningkatnya kontaminasi serbuk [C.Suryanaraya, 2001] Bentuk dan ukuran Partikel Bentuk dari partikel tergantung dari cara pembuatannya, bentuk partikel ini akan mempengaruhi packing, aliran, dan kompresitas [German, 1994]. Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel, keduanya memiliki pengaruh dalam sifat bulk density. Perubahan kecil pada ukuran partikel bisa menyebabkan perubahan yang signifikan. Ukuran partikel merupakan faktor penting dalam mengatur struktur susunan serbuk dan pada waktu yanng bersamaan gaya interparticulate mempengaruhi kekuatan struktur serbuk [Ganesan dkk, 2008].

5 2.3.2 Distribusi Ukuran Partikel Dalam memproduksi serbuk logam ukuran partikel yang dihasilkan tidaklah seragam, terdapat daerah ukuran partikel serbuk. Ukuran partikel yang terkumpul tersebut lalu dianalisa distribusi ukuran partikelnya kemudian distribusi ukuran partikel dibuat dalam bentuk histogram atau frekuensi yang menunjukkan jumlah dari serbuk pada tiap-tiap ukuran.pengaruh distribusi ukuran partikel ini adalah pada appereant density, densitas, dan porositas produk [Amstead dkk, 1985] Mechanical Milling Mechanical Milling atau milling adalah suatu penggilingan mekanik dengan suatu proses penggilingan bola dimana suatu serbuk yang ditempatkan dalam suatu wadah penggiilingan digiling dengan cara dikenai benturan bolabola berenergi tingi. Proses ini merupakan metode pencampuran yang dapat menghasilkan produk yang sangat homogen. Proses milling disini selain bertujuan untuk memperoleh campuran yang homogen juga dapat memperoleh partikel campuran yang relatif lebih kecil sehingga dapat diharapkan sifat magnetikyang baik dari bahan [F. Izuni, 2012]. Dalam mekanik milling serbuk akan dicampur dalam suatu chamber (ruangan) dan dikenai energi tinggi terjadi deformasi yang berulang-ulang sehingga terjadi partikel-partikel yang lebih kecil dari sebelumnya. Akibat dari tumbukan pada tiap tipe dari unsur partikel serbuk akan menghasilkan bentuk yang berbeda juga, untuk bahan yang ulet, sebelum terjadi fracture akan menjadi flat atau pipih terlebih dahulu, sedangkan untuk bahan yang getas akan langsung terjadi fracture dan menjadi partikel serbuk yang lebih kecil. Saat dua bola bertumbukan berulang-ulang menyebabkan terjadinya penggabungan alloying. [Suryanaraya, 2003]. Proses milling memiliki dua metode yaitu: Metode dry milling dan wet milling. Dalam metode dry milling proses milling untuk menghindari terjadinya proses oksidasi dilakukan pemberian gas innert seperti argon atau nitrogen. Sedangkan dalam wet milling untuk menghindari terjadinya oksidasi maka

6 selama proses milling diberi campuran toluene. Adapun yang mempengaruhi proses milling antara lain adalah: Tipe Milling Tipe-tipe milling berbeda dari peralatan milling yang digunakan untuk menghaluskan ukuran partikel serbuk. Perbedaannya terletak pada kapasitasnya, efisiensi milling, dan kecepatan putar jar milling. Tipe-tipe milling tersebut antara lain: rotary ball mill, high energy milling, shaker milling, planetary ball mill, attritor mill [Nurul, 2007]. Ball mill adalah salah satu jenis mesin penggiling yang digunakan untuk menggiling suatu bahan material menjadi bubuk yang sangat halus. Mesin ini sangat umum digunakan untuk proses milling. Secara umum prinsip kerjanya yaitu dengan cara menghancurkan campuran serbuk melalui mekanisme pembenturan bola-bola giling yang bergerak mengikuti pola gerakan wadahnya yang berbentuk elips tiga dimensi inilah yang memungkinkan pembentukan partikel-partikel serbuk berkala mikrometer sampai nanometer akibat tingginya frekuensi tumbukan. Tingginya frekuensi tumbukan yang terjadi antara campuran serbuk dengan bola-bola giling disebabkan karena wadahnya yang berputar dengan kecepatan tinggi [Nurul,2007] Bola Milling Fungsi bola milling dalam proses penggilingan adalah sebagai penghancur srbuk atau digunakan sebagai pengecil ukuran partikel. Oleh karena itu, material pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang tinggi agar tidak terjadi kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk, bola dan wadah penggilingan. Ukuran bola yang dapat digunakan dalam proses milling ini bermacam-macam. Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang akan dipadu. Bola yang akan digunakan harus memiliki diameter yang lebih besar dibandingakan dengan diameter serbuknya [Solafide, W., 2015]. Rasio berat bola/ball powder ratio (BPR) adalah variabel yang penting dalam proses milling, rasio berat-serbuk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasa tersebut dari bubuk yang

7 dimilling. Semakin tinggi BPR semakin pendek waktu yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan peningkatan berat bola tumbukan per satuan waktu meningkat dan konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke partikel serbuk dan proses milling berjalan lebih cepat. Gambar 2.1 Bola-bola milling Kecepatan Milling Besar kecepatan maksimum tiap tipe milling akan berbeda, ketika perputaran ball mill semakin cepat, maka energi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Tetapi disamping itu, design dari milling ada pembatasan kecepatan yang harus dilakukan. Sebagai contoh pada ball mill, meningkatkan kecepatan akan mengakibatkan bola yang ada di dalam chamber juga akan semakin cepat pergerakannya, tenaga yang dihasilkan juga besar. Tapi jika kecepatan melebihi kecepatan kritis maka akan terjadi pinned pada dinding bagian dalam sehingga bola-bola tidak jatuh sehingga tidak menghasilkan gaya impact yang optimal. Hal ini akan berpengaruh ke waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan [suryanaraya,2003] Waktu Milling Waktu milling merupakan salah satu parameter yang penting untuk milling pada serbuk. Pada umumnya waktu dipilih untuk mencapai posisi tepatnya antara pemisahan dan pengelasan partikel serbuk untuk memudahkan memadukan logam. Variasi waktu yang diperlukan tergantung pada tipe milling yang digunakan, pengaturan milling, intensitas milling BPR, dan temperatur pada milling. Pada umumnya dihitung waktu yang diambil untuk mencapai kondisi yang tepat, yaitu jangka pendek untuk energi milling yang tinggi, dan

8 jangka waktu lama ketika dengan energi milling yang rendah. Waktu yang dibutuhkan lebih sedikit untuk BPR dengan nilai-nilai yang tinggi dan waktu yang lama untuk BPR dengan nilai rendah [Suryanaraya, 2003] Mekanisme Sintering Proses sintering merupakan proses pemadatan material serbuk dengan cara membentuk ikatan batas butir antar serbuk penyusunnya. Ikatan antar butir terjadi akibat pemanasan dengan atau tanpa penekanan dan temperatur sintering diatur dibawah temperatur leleh dari partikel penyusunnya [German, 1994]. Pada proses sinter, benda padat terjadi karena terbentuk ikatan-ikatan antar partikel. Panas menyebabkan bersatunya partikel dan efektivitas reaksi tegangan permukaan meningkat, dengan kata lain, proses sinter menyebabkan bersatunya partikel sedemikian rupa sehingga kepadatan bertambah. Selama proses ini terbentuklah batas-batas butir, yang merupakan tahap permulaan rekristalisasi. Di samping itu, gas yang ada menguap dan temperatur sinter umumnya berada di bawah titik cair unsur serbuk utama. Selama sinter terjadi perubahan dimensi, baik berupa pengembangan maupun penyusutan tergantung pada bentuk dan distribusi ukuran partikel serbuk, komposisi serbuk, prosedur sinter dan tekanan pemampatan [German, 1994]. 2.4 Magnet Magnet atau magnit adalah suatu objek yang mempunyai medan magnet. Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesian. Magnesian adalah nama suatu wilayah di yunani pada masa lalu yang kini bernama manisa (sekarang berada di wilayah turki) dimana terkandung batu magnet yang ditemukan sejak zaman dahulu di wilayah tersebut. Berdasarkan asalnya, magnet dibagi menjadi dua kelompok, yaitu magnet alam dan magnet buatan. Magnet alam adalah magnet yang ditemukan di alam, sedangkan magnet buatan adalah magnet yang sengaja dibuat oleh manusia. Magnet buatan selanjutnya terbagi lagi menjadi magnet permanen dan magnet sementara. Magnet permanen adalah magnet yang sifat kemagnetannya tetap (terjadi dalam waktu

9 yang cukup lama). Sebaliknya, magnet sementara adalah magnet yang sifat kemagnetannya tidak tetap atau sementara [William,2011]. Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan internasional magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnet adalah weber (1 weber/m 2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi [Anonim,2014] Medan Magnet Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan adanya gaya magnet. Jika sebatang magnet diletakkan dalam suatu ruang, maka terjadi perubahan dalam ruang ini yaitu dalam setiap titik dalam ruang akan terdapat medan magnetik. Arah medan magnetik disuatu titik didefenisikan sebagai arah yang ditunjukkan oleh kutub utara jarum kompas ketika ditempatkan pada titik tersebut [Halliday&Resnick,1989] Momen Magnetik Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan m terpisah sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya ( ) adalah ) = ml (2.1) Dengan adalah sebuah vektor dalam arah vektor unit berarah dari kutub negatif ke kutub positif. Arah momen magnetik atom-atom bahan non magnetik adalah acak sehingga momen magnetik resultannya menjadi nol. Sebaliknya di dalam bahan-bahan magnetik, arah momen magnetik atom-atom bahan itu teratur sehingga momen magnetik resultan tidak nol. 2.2 arah momen magnetik bahan non magnetik

10 2.3 Arah momen magnetik bahan magnetik Satuan momen magnet dalam SI adalah A.m Induksi Magnetik Induksi magnet didefenisikan sebagai medan total bahan. Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar akan menghasilkan medan tersendiri yang meningkatkan nilai total medan magnetik bahan tersebut. Induksi magnetik diformulasikan sebagai berikut: = + (2.2) Hubungan medan sekunder = 4, satuan dalam cgs adalah gauss, dan dalam SI adalah Tesla Kuat Medan Magnetik Kuat medan magnet ( pada suatu titik yang berjarak r dari m1 didefenisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai: = = (oersted) (2.3) Dengan r adalah jarak titik pengukuran dari m. mempunyai satuan A/m dalam SI sedangkan dalam cgs mempunyai satuan oersted Intensitas Kemagnetan Sejumlah benda-benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan benda megnetik. Apabila benda tersebut diletakkan dalam medan luar, benda tersebut menjadi termagnetisasi karena induksi. Dengan demikian, intensitas kemagnetan dapat didefenisikan sebagai tingkat kemampuan menyearahkan momen-momen magnetik dalam medan magnetik luar dapat juga dinyatakan sebagai momen magnetik per satuan volume. Satuan magnetisasi dalam cgs adalah gauss atau emu.cm -3 dan dalam Sistem internasional adalah Am -1 (Afza E., 2011).

11 Intensitas magnet (kuat medan magnet) adalah bilangan perbandingan rapat fluks magnetik di ruang hampa udara dan permeabilitas ruang tersebut H = (2.4) [Astuti.Irnin, 2012]. 2.5 Bahan Magnetik Bahan magnetik adalah bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurur sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan, bahan magnet ini dapat digolongkan menjdai 5 yaitu bahan diamagnetik, paramagnetik, ferromagnetik, anti ferromagnetik, dan ferrimagnetik [Jiles, D. C, 1998] Bahan Diamagnetik Diamagnetik merupakan sifat universal dari atom karena terjadi gerakan elektron pada orbitnya mengelilingi nukleus. Elektron dengan gerakan seperti ini merupakan suatu rangkaian listrik, dan dari hukum Lenz diketahui bahwa gerakan ini diubah oleh medan yang diterapkan sedemikian rupa sehingga menimbulkan gaya tolak [Smallman, R.E, 2000]. Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom/molekulnya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol [Halliday& Resnick, 1978].Material diamagnetik mempunyai suseptibilitas magnetik negatif kecil, yang berarti akan bersifat lemah terhadap medan magnetik luar yang diberikan [Matthew, 2013]. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan ini < dengan suseptibilitas magnetik bahan: < 0. Nilai bahan diamagnetik mempunyai orde m 3 /kg. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng.

12 2.5.2 Bahan Paramagnetik Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom atau molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/molekul dalam bahan nol, hal ini disebabkan karena gerakan atom/molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masingmasing atom saling meniadakan [Halliday & resnick, 1978]. Setiap elektron berperilaku seperti magnet kecil dan dalam medan magnetik memiliki salah satu dari dua orientasi, yaitu searah atau berlawanan dengan arah medan, tergantung pada arah spin elektron tersebut. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetk spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam rentang m 3 /kg, sedangkan permeabilitasnya >. Contoh bahan paramagnetik: aluminium, magnesium dan wolfram [Nicola, 2003] Bahan Ferromagnetik Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomis besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar [halliday & resnick, 1989]. Ferromagnetisme seperti paramagnetisme, berasal dari spin elektron. Namun, pada matetrial ferromagnetik, dihasilkan magnet permanen dan ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan dari spin elektron untuk tidak berubah arah meskipun medan ditiadakan. Pada logam ferromagnetik terjadi penyearahan spin elektron secara spontan karena interaksi yang kuat, meski tidak diterapkan suatu medan [smallman, R. E, 2000].

13 2.5.4 Bahan Anti Ferromagnetik Pada bahan anti ferromagnetik terjadi peristiwa kopling momen magnetik di antara atom-atom atau ion-ion yang berdekatan. Peristiwa kopling tersebut menghasilkan terbentuknya orientasi spin anti paralel. Satu set dari ion magnetik secara spontan termagnetisasi di bawah temperatur kritis. Temperatur menandai perubahan sifat magnet dari anti ferromagnetik ke paramagnetik. Susceptibilitas bahan anti ferromagnetik adalah kecil dan bernilai positif. Suseptibilitasnya menurun seiring menurunnya temperatur [ Matthew, 2013] Bahan Ferrimagnetik Material ferrimagnetik seperti ferrit (misalnya Fe 3 O 4 ) menunjukkan sifat serupa dengan material ferromagnetik untuk temperatur di bawah harga kritis yang disebut dengan temperatur Curie (T c ). Pada temperatur di atas T c maka material ferrimagnetik berubah menjadi paramagnetik. Ciri khas material ferrimagnetik adalah adanya momen dipol yang besarnya tidak sama dan berlawanan arah. 2.6 Sifat-sifat Magnet Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetik antara lain adalah: a. Induksi remanen (Br) Induksi remanen yang tertinggal dalam sirkuit magnetik (besi lunak) setelah memindahkan/menghilangkan pengaruh bidang magnetik. Ketika arus dialirkan pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka akan terjadi orientasi pada partikel-partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubah/mengarahkan pada kutub utara dan selatan. b. Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus. Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet permanen saturasi magnetisasi seharusnya lebih besar daripada soft magnet. Kerapatan dari bahan ferit lebih rendah dibandingkan logamlogam lain dengan ukuran yang sama. Oleh karenanya nilai saturasi dari bahan ferrit relatif lebih rendah.

14

15 dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft magnet. Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit di demagnetisasi. Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m 2 ) merupakan energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga H sampai 0. Energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat diabaikan, medan magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga pada kondisi ruang, demagnetisasi dapat diabaikan [Ginting, D., 2015]. Karakteristik material ferromagnetik dapat dilihat dari bentuk kurva histerisis yang menggambarkan hubungan antara medan magnet luar, induksi magnet dan magnetisasi dengan persamaan: B = (H + M) (2.7) Dengan: B = Induksi Magnet (tesla) H = Medan magnet luar (A/m) = Permeabilitas ruang hampa M = Magnetisasi (A/m) Gambar 2.5 menunjukan bentuk kurva histerisis dari bahan feromagnetik. Dari keadaan saturasi, saat medan magnet luar H direduksi menjadi nol, ternyata kurva tidak kembali seperti keadaan semula tetapi memiliki fluks magnet sisa. fluks magnet tersisa saat h = 0 ini disebut sebagai remanen. Pada keadaan ini sebagian momen-momen magnet tidak kembali ke orientasi sebelum diberi medan luar H, sehingga material termagnetisasi sebagian. Proses dilanjutkan dengan membalikkan arah medan magnet luar, dan terus ditambah sehingga dicapai nilai fluks magnet B menjadi nol. Nilai medan arah balik H pada saat B = 0 disebut koersivitas. Pada keadaan ini, orientasi seluruh momen magnet kembali acak. Medan arah balik kemudian direduksi menuju nol dan dicapai nilai remanen arah balik, -Br. Proses dilanjutkan dengan medan luar positif sehingga dicapai nilai koersivitas positif Hc dan terus menuju titik

16 magnetisasi saturasi. Dari bentuk kurva histerisis tersebut kita dapat membedakan antara soft magnetik dan hard magnetik.soft magnetik memiliki nilai koersivitas dan remanen yang kecil, sehingga bentuk kurva sangat pipih. Sedangkan hard magnetik memiliki nilai koersivitas dan remanen yang cukup besar. Gambar 2.5 Loop Histerisis f. Medan Anisotropi Medan anisotropi merupakan nilai intrinsik yang sangat penting dari magnet permanen karena nilai ini merupakan koersivitas maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar yang diberikan dengan arah berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anisotropi adalah metode menyearahkan domain dari magnet sehingga partikelpartikel pada magnet terorientasi [Young Joon An, 2008]. Anisotropi pada magnet dapat muncul disebabkan oleh beberapa faktor seperti: bentuk magnet, struktur kristal, efek stress dan sebagainya [S.Puneet, 2008]. g. Energi Produk Maksimum (Bh max ) Energi Produk menyatakan jumlah energi yang tersimpan dalam magnet persatuan volume. Nilai energi produk sangat dipengaruhi oleh remanen, koersivitas, dan bentuk kurva histerisis. Energi produk dalam hubungannya dengan kurva histerisis adalah luas pada kuadran II kurva tersebut [Hasan,2008].

17 Untuk melihat energi produk maksimum (Bh max ) dari magnet tersebut dapat diperoleh dari nilai maksimal hasil perkalian antara B dan H pada kuadran kedua histerisis (daerah demagnetisasi). Semakin tinggi remanensi, maka gaya koersivitas dan loop histerisis semakin gemuk dan semakin besar pula energi produk maksimalnya [Billah, 2006]. Permagraf merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok seperti Alnico, Ferrite, atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang diukur permagraf antara lain adalah: koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH) max dan remanensi Br. Hasil yang diperoleh dari permagraf yaitu untuk mengukur kurva histerisis, menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi dan nilai produk maksimum [Hia, 2015]. 2.7 Jenis-jenis Magnet Jenis-jenis magnet berdasarkan sifat kemagnetannya terdiri dari: magnet permanen dan magnet tidak tetap Magnet Permanen Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap. Magnet permanen tidak memerlukan tenaga atau bantuan dari luar untuk menghasilkan daya magnet (bereloktromagnetik) [Silitonga, L, 2016]. Magnet NdFeB adalah jenis magnet permanen yang memiliki sifat magnet yang sangat baik, seperti pada nilai induksi remanen, koersivitas dan energi produk yang lebih tinggi pula apabila dibandingkan dengan magnet permanen lainnya [William,2015] Magnet tidak Tetap Magnet tidak tetap adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan

18 dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi sistem ini dinamakan elektromagnet [Afza, 2011]. 2.8 Karakterisasi Densitas Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. True density adalah densitas nyata dari partikel atau kepadatan sebenarrya dari partikel padat atau serbuk (powder) berbeda dengan bulk density, yang mengukur kepadatan rata-rata volume terbesar dari serbuk yang sudah dipadatkan pada pengujian true density menggunakan piknometer. Berikut persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai true density : (2.8) Dimana, = Massa piknometer kosong (g) = Massa piknometer kosong + air (g) = Massa piknometer kosong + serbuk (g) = Massa piknometer kosong + serbuk + air (g) = Massa jenis air (g/cm 3 ) = True density serbuk (g/cm 3 ) Bulk density merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk dengan rongga atau pori. Pengujian bulk density dilakukan untuk mengukur benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan maupun yang tidak beraturan. Pada pengujian bulk density menggunakan metode archimedes. Bulk density dapat dihitung dengan persamaan (2.9) Dimana: M o = Massa sampel digantung dalam air (g) M k = Massa sampel kering (g) = Massa jenis cairan (g/cm 3 ) = Bulk density bahan (g/cm 3 ) [Lisjak, 2006].

19 2.8.2 Porositas Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0% sampai dengan 90% tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun rongga tersebut ada di tengah-tengah padatan [Lisjak, 2006]. Untuk pengukuran porositas suatu bahan mengacu pada standar khususnya untuk material berpori. Porositas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: Porositas = (2.10) Dimana, Mk = Massa kering (g) Mb = Massa basah (g) X-Ray Diffraction (XRD) Struktur kristal dapat dianalisa dengan menggunakan difraksi sinar X atau disebut X-Ray Dfraction (XRD). Bila ada berkas gelombang elektromagnetik yang mengenai kristal akan mengalami difraksi sesuai dengan hukum fisika. Bila sinar X jatuh pada kisi kristal maka sinar akan didifraksikan, dimana sinar sefasa akan diperkuat, sedangkan sinar yang tidak sefasa akan ditiadakan. Gambaran sinar X yang mengenai bidang kristal diperlihatkan pada gambar 2.6 Sesuai dengan hukum Bragg maka hubungan d dengan ϴ dinyatakan dalam rumus sebagai berikut: n λ = 2 d sin ϴ (2.11) [Haryadi, J., 2006].

20 X-ray diffractometer adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2 ) dari suatu bahan. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji. Gambar 2.6 Pola Difraksi sinar X Difraksi sinar-x digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu padatan dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas puncak difraksi dengan data standar. Melalui analisis XRD diketahui dimensi kisi (d = jarak antar bidang) dalam struktur mineral. Sehingga dapat ditentukan apakah suatu material mempunyai kerapatan yang tinggi atau tidak [ Sholihah & Zainuri, 2012] Vibrating Sample Magnetometer (VSM) Semua bahan mempunyai momen magnetik jika ditempatkan dalam medan magnetik. Momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. VSM merupakan salah satu jenis peralatan yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetik bahan. Dengan alat ini akan dapat diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histerisis, sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan susu, dan sifat-sifat magnetik sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan. Secara umum ketelitian hasil pengukuran dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran cuplikan, serta parameter pengukuran. Koreksi data berkaitan dengan bentuk dan ukuran cuplikan sekecil mungkin, dibandingkan dengan dimensi

21 kumparan untuk memenuhi pendekatan dipol yang digunakan pada asumsi prinsip kerja alat ini. Selain itu bentuknya juga seidentik mungkin dengan cuplikan standar yang digunakan, untuk pengukuran histerisis (M terhadap H), data yang terukur adalah data magnetisasi sebagai fungsi medan magnet luar yang diberikan. Pada proses pengukuran bahan magnet permanen, akan timbul medan internal yang berlawanan dengan arah magnetisasi. Medan ini dikenal sebagai medan demagnetisasi. Besar medan ini akan bergantung pada bentuk/dimensi cuplikan serta medan luar yang diberikan. Untuk itu data yang diperoleh harus dikoreksi dengan medan demagnetisasi ini sehingga diperoleh medan efektif yang sebenarnya [Mujamilah dkk, 2012] X-ray Fluoresence (XRF) X-Ray Fluoresense (XRF) berfungsi untuk menganalisa komposisi kimia yang terkandung dalam suatu sampel dengan menggunakan metode stoikiometri. Secara garis besar, prinsip kerja XRF adalah elektron pada kulit bagian dalam sampel akan dieksitasi oleh foton. Selama proses dieksitasi proton akan berpindah dari tingkat energi yang lebih tinggi untuk mengisi kekosongan elektron. Energi yang dipancarkan oleh kulit yang berbeda akan muncul sebagai sinar X yang diemisikan oleh atom. Spektrum sinar X yang diperoleh selama proses di atas menyatakan jumlah dari karakteristik puncak. Energi puncak untuk mengidentifikasi unsur dalam sampel (analisis kualitatif), sementara intensitas puncak menyediakan konsentrasi unsur yang yang relevan dan mutlak (analisis kuantitatif dan semi kuantitatif). Waktu yang digunakan untuk sekali pengujian adalah 300 detik. Sedangkan preparasi sampel tidak perlu dilakukan dengan merusak, sehingga sampel dapat segera diukur [Beckhoff B et al, 2007].

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riset pengolahan pasir besi di Indonesia saat ini telah banyak dilakukan, bahkan karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bahan Listrik. Bahan Magnet Bahan Listrik Bahan Magnet Sejarah Magnet Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesia. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling magnet

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron 1 Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron Luthfi Fajriani, Bambang Soegijono Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek

Lebih terperinci

MAGNET - Materi Ipa Fisika SMP Magnet magnítis líthos Magnet Elementer teori magnet elementer.

MAGNET - Materi Ipa Fisika SMP Magnet magnítis líthos Magnet Elementer teori magnet elementer. MAGNET - Materi Ipa Fisika SMP Magnet merupakan suatu benda yang dapat menimbulkan gejala berupa gaya, baik gaya tarik maupun gaya tolak terhadap jenis logam tertentu), misalnya : besi dan baja. Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet Magnet merupakan benda yang terbuat dari bahan tertentu dengan sifat mampu menarik bahan ferromagnetik dan ferrimagnetik. Nama magnet diambil dari nama daerah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI Α-FE 2 O 3 BERBASIS LIMBAH BAJA MILL SCALE DENGAN ADITIF FeMo

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI Α-FE 2 O 3 BERBASIS LIMBAH BAJA MILL SCALE DENGAN ADITIF FeMo PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI Α-FE 2 O 3 BERBASIS LIMBAH BAJA MILL SCALE DENGAN ADITIF FeMo Eko Arief Setiadi 1, Santa Simanjuntak 2, Achmad M. Soehada 3), Perdamean Sebayang 4) 1, Pusat Penelitian Fisika,

Lebih terperinci

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan Magnetik oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Historis Magnet Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fe 2 O 3 dari Pasir Besi Partikel nano magnetik Fe 3 O 4 merupakan salah satu material nano yang telah banyak dikembangkan. Untuk berbagai aplikasi seperti ferrogel, penyerap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda teretentu. Efek tarik menarik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu?

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu? KEMAGNETAN PENGERTIAN Apakah magnet itu? Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian Magnet adalah benda-benda yang dapat menarik besi atau baja yang berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mechanical Alloying Paduan mekanik (MA) adalah teknik pengolahan bubuk solid-state yang melibatkan berulang pengelasan dingin, fracturing, dan re-las partikel serbuk dalam energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu. Tugas Perbaikan Mid Sifat Magnetik Batuan Soal : 1. Jelaskan tentang : a) Magnetisasi b) Permeabilitas Magnetic c) Suseptibilitas Magnetik d) Dipol Magnetik e) Suhu Curie f) Histeresis 2. Ceritakanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemadaman listrik yang dialami hampir setiap daerah saat ini disebabkan kekurangan pasokan listrik. Bila hal ini tidak mendapat perhatian khusus dan penanganan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Yaghtin (2013), melakukan penelitian tentang efek perlakuan panas terhadap sifat magnetik dari sebuah soft-magnetic composite (SMC-s) dengan dilapisi Al 2 O

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan magnet permanen setiap tahun semakin meningkat terutama untuk kebutuhan hardware komputer dan energi. Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan

Lebih terperinci

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNET HIBRIDA BaFe 12 O 19 - Sm 2 Co 17 Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN BAB 3METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) PUSPIPTEK, Serpong. 3.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 30 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Magnet, Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan penelitian dan pengembangan teknologi pada level atom, molekul dan makromolekul, dengan rentang skala 1-100 nm. Nanoteknologi dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe 3 O 4 ) yang diambil dari pasir besi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Larutan Garam Klorida Besi dari Pasir Besi Hasil reaksi bahan alam pasir besi dengan asam klorida diperoleh larutan yang berwarna coklat kekuningan, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MAGNET SECARA UMUM Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partikel adalah unsur butir (dasar) benda atau bagian benda yang sangat kecil dan berdimensi; materi yang sangat kecil, seperti butir pasir, elektron, atom, atau molekul;

Lebih terperinci

4.2 Hasil Karakterisasi SEM

4.2 Hasil Karakterisasi SEM 4. Hasil Karakterisasi SEM Serbuk yang melewati proses kalsinasi tadi selain dianalisis dengan XRD juga dianalisis dengan menggunakan SEM untuk melihat struktur mikro, sehingga bisa dilihat bentuk dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Kata magnet berasal dari Magnesia, nama suatu kota di kawasan Asia. Di kota inilah orang orang Yunani sekitar tahun 600 SM menemukan sifat magnetik

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer, yaitu sekitar 1 100 nm (Hosokawa, dkk. 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang berperan penting dalam teknologi listrik, elektronik, otomotif, industri mesin, dan lain-lain.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode eksperimen. Eksperimen dilakukan di beberapa tempat yaitu Laboratorium Kemagnetan Bahan, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO.

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO. PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO.6Fe 2 O 3 Kharismayanti 1, Syahrul Humaidi 1, Prijo Sardjono 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riset bidang material skala nanometer sangat pesat dilakukan di seluruh dunia saat ini. Jika diamati, hasil akhir dari riset tersebut adalah mengubah teknologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal Hasil karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan pola difraksi sinar- X (XRD) keramik komposit CS- sebelum reduksi

Lebih terperinci

PENGARUH ADITIF FERRO MANGANESE (FeMn) TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-fe 2 O 3 ) (Skripsi) Oleh WINI RAHMAWATI

PENGARUH ADITIF FERRO MANGANESE (FeMn) TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-fe 2 O 3 ) (Skripsi) Oleh WINI RAHMAWATI PENGARUH ADITIF FERRO MANGANESE (FeMn) TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-fe 2 O 3 ) (Skripsi) Oleh WINI RAHMAWATI JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil-hasil penelitian bidang nanoteknologi telah diaplikasikan diberbagai bidang kehidupan, seperti industri, teknologi informasi, lingkungan, pertanian dan kesehatan.

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Secara Umum Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN BAB 3METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Pusat PenelitianPengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia (LIPI) PUSPITEK, Serpong. 3.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

KEMAGNETAN. Magnet. Dapat dibedakan menjadi. Cara membuat bentuk Cara membuat

KEMAGNETAN. Magnet. Dapat dibedakan menjadi. Cara membuat bentuk Cara membuat KEMAGNETAN PETA KONSEP Magnet Dapat dibedakan menjadi Magnet Tetap Magnet Sementara Cara membuat bentuk Cara membuat Besi/ baja digosok dengan magnet Aliran arus listrik Induksi Magnetik Batang Silinder

Lebih terperinci

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di Laboratorium Magnet Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kebutuhan manusia disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan memberikan dampak negatif kepada lingkungan. Industrialisasi

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

Sifat sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal.

Sifat sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal. 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying -ب س م الله ال رح من ال رح يم - SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying Oleh : Febry Nugroho 2709 100 016 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan selain digunakan untuk memproduksi suatu

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 Sri Handani 1, Sisri Mairoza 1 dan Muljadi 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Barium Ferit Magnet keras (ferit) yang banyak digunakan biasanya memiliki komposisi dari barium atau stronsium dengan oksida besi yang telah dikembangkan sejak 1960. Bahan

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Magnet adalah suatu obyek yang mempunyai medan magnet. Pada saat ini, suatu magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Materi tersebut bisa dalam

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara BAB II STUDI PUSTAKA 2.1.Meteran Air Ada banyak tipe meter air yang dibuat, salah satunya adalah multi jet. Meter air tipe ini digerakkan oleh putaran turbin di dalam rumah meter. Meteran ini bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEMI-HARD MAGNETIC Fe 2 O 3 BERBASIS MILL SCALE LIMBAH INDUSTRI BAJA DENGAN PENAMBAHAN FeMo SKRIPSI

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEMI-HARD MAGNETIC Fe 2 O 3 BERBASIS MILL SCALE LIMBAH INDUSTRI BAJA DENGAN PENAMBAHAN FeMo SKRIPSI PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEMI-HARD MAGNETIC Fe 2 O 3 BERBASIS MILL SCALE LIMBAH INDUSTRI BAJA DENGAN PENAMBAHAN FeMo SKRIPSI SANTA SIMANJUNTAK 120801058 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Paduan Fe-Al merupakan material yang sangat baik untuk digunakan dalam berbagai aplikasi terutama untuk perlindungan korosi pada temperatur tinggi [1]. Paduan ini

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018 UJI SIFAT MAGNETIK PASIR BESI PANTAI DI KABUPATEN LUMAJANG MELALUI INDUKSI ELEKTROMAGNETIK Alfi Firman Syah Program Studi Pendidiksn Fisika, FKIP, UNIVERSITAS JEMBER alfisyah21@gmail.com Sudarti Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Kata magnet berasal dari Magnesia, nama suatu kota di kawasan Asia. Di kota inilah orang orang Yunani sekitar tahun 600 SM menemukan sifat magnetik dari mineral

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet secara umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek tarik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM IPA DASAR II MAGNET OLEH KELOMPOK 2 PUTU ANANDIA PRATIWI NIM : KADEK BELA PRATIWI NIM :

LAPORAN PRAKTIKUM IPA DASAR II MAGNET OLEH KELOMPOK 2 PUTU ANANDIA PRATIWI NIM : KADEK BELA PRATIWI NIM : LAPORAN PRAKTIKUM IPA DASAR II MAGNET OLEH KELOMPOK 2 PUTU ANANDIA PRATIWI NIM : 1613071009 KADEK BELA PRATIWI NIM : 1613071015 NI PUTU SETIA DEWI NIM : 1613071031 APRILIO BUDIMAN NIM : 1613071038 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah "anisotropi magnetik" mengacu pada ketergantungan sifat magnetik pada arah dimana mereka diukur. Anisotropi magnetik mempengaruhi sifat magnetisasi dan kurva

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci