KARUNG GONI SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TERUMBU KARANG DALAM PENGOPERASIAN BUBU TAMBUN DI PERAIRAN PULAU KARANG BERAS, KEPULAUAN SERIBU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARUNG GONI SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TERUMBU KARANG DALAM PENGOPERASIAN BUBU TAMBUN DI PERAIRAN PULAU KARANG BERAS, KEPULAUAN SERIBU"

Transkripsi

1 KARUNG GONI SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TERUMBU KARANG DALAM PENGOPERASIAN BUBU TAMBUN DI PERAIRAN PULAU KARANG BERAS, KEPULAUAN SERIBU R. NUGROHO BAYU SANTOSO MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 KARUNG GONI SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TERUMBU KARANG DALAM PENGOPERASIAN BUBU TAMBUN DI PERAIRAN PULAU KARANG BERAS KEPULAUAN SERIBU R. NUGROHO BAYU SANTOSO Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Karung Goni sebagai Alternatif Pengganti Terumbu Karang dalam Pengoperasian Bubu Tambun di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 01 Desember 2009 R. Nugroho Bayu Santoso

4 Hak cipta IPB, Tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

5 Judul Skripsi Nama NIM : Karung Goni Sebagai Alternatif Pengganti Terumbu Karang Dalam Pengoperasian Bubu Tambun di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu : R. Nugroho Bayu Santoso : C Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Ir. Diniah, M.Si. Dr.Ir. Gondo Puspito, M.Sc. NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr.Ir. Budi Wiryawan, M.Sc. NIP Tanggal lulus : 01 Desember 2009

6 KATA PENGANTAR Kepulauan Seribu merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya ikan karang yang cukup baik di Perairan Pulau Jawa. Salah satu alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan Kepulauan Seribu untuk menangkap ikan karang adalah bubu tambun. Dalam pengoperasiannya, nelayan bubu tambun menggunakan berbagai macam terumbu karang untuk menimbun bubu, sehingga dikhawatirkan semakin merusak habitat terumbu karang di Kepulauan Seribu. Skripsi ini bertemakan modifikasi cara pengoperasian bubu tambun dengan tujuan membantu upaya alternatif melestarikan terumbu karang di Kepulauan Seribu. Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini sehingga menjadi lebih sempurna. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Desember 2009 R. Nugroho Bayu Santoso

7 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada : 1) Ir. Diniah, M.Si. dan Dr.Ir. Gondo Puspito, M.Sc. atas segala bimbingan dan perhatian yang diberikan sehingga penelitian ini mulai dari pelaksaanaan hingga penyusunan skripsi dapat diselesaikan dengan baik; 2) Dr.Ir. Muhammad Imron, M.Si. selaku komisi pendidikan Departemem Pemanfaaatan Sumberdaya Perikanan atas segala masukan dan saran yang diberikan sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik; 3) Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS. dan Ir. Wazir Mawardi, M.Si. selaku dosen penguji tamu atas segala masukan dan saran yang diberikan sehingga skripsi ini dapat tersusun lebih baik; 4) Kepala dan staf Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Provinsi Jakarta; 5) Kepala Balai, Kepala Seksi III dan staf Taman Nasional Kepulauan Seribu; 6) Pak Asep dan keluarga atas segala bantuan yang telah diberikan; 7) Pak Sarkawi dan keluarga atas segala bantuan yang telah diberikan; 8) Papa, Mama, Mbak Novi dan Oki atas doa dan segala dukungan yang diberikan hingga studi dapat diselesaikan dengan baik; 9) Reni Eva Ariyani dan keluarga atas perhatian dan semangat yang diberikan; 10) Rekan-rekan penelitian di Pulau Pramuka: Dika, Olva, Dito, Heri, Astri, Taufik, Hasbi, Fajar, Setiawan, Hasbi, Dayu, Rio, Hesti, Reni, Jasmine, Nia, Desi, Ebith, dan Avie atas bantuan selama masa penelitian; 11) Rekan seperjuangan PSP 42 atas segala semangat dan kebersamaan selama masa studi; dan 12) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 23 Juni 1987 dari Bapak Iman Teguh Santoso dan Ibu Siti Indarwiyati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 2005 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB. Pada tahun 2006 penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten luar biasa mata kuliah Iktiologi pada tahun ajaran 2007/2008 dan asisten mata kuliah Alat Penangkapan Ikan pada tahun 2009/2010. Penulis juga aktif dalam Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) sebagai staf Departemen Kesekretariatan pada masa jabatan 2006/2007 dan sebagai Ketua Umum pada masa jabatan 2007/2008. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian untuk bahan menyusun skripsi dengan judul Penggunaan Karung Goni Dalam Pengoperasian Bubu Tambun di Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu. Penulis dinyatakan lulus dalam Sidang Ujian Skripsi yang diselenggarakan oleh Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 01 Desember 2009.

9 ABSTRAK R. NUGROHO BAYU SANTOSO. C Karung Goni sebagai Alternatif Pengganti Terumbu Karang dalam Pengoperasian Bubu Tambun di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DINIAH dan GONDO PUSPITO. Pengoperasian bubu tambun di Perairan Kepulauan menggunakan terumbu karang sebagai penutup yang sekaligus berfungsi sebagai pemberat dan kamuflase lingkungan terumbu karang agar ikan tertarik masuk ke dalam bubu. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang sebagai habitat ikan, sehingga perlu diupayakan alternatif solusinya. Salah satu solusinya adalah dengan mengganti terumbu karang menggunakan media tutupan alami lain, seperti menggunakan karung goni. Uji coba dilakukan selama 12 trip di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu. Hasil tangkapan keseluruhan diperoleh sebanyak 655 ekor dengan bobot gram, terdiri atas 453 ekor hasil tangkapan bubu nelayan dengan bobot gram dan 202 ekor hasil tangkapan bubu perlakuan dengan bobot gram. Ikan famili Scaride mendominasi hasil tangkapan utama bubu nelayan sebesar 32,67 % dengan frekuensi tertinggi pada selang panjang cm. Hasil tangkapan utama bubu perlakuan didominasi oleh ikan famili Pomacentridae sebesar 30,20 % dengan frekuensi tertinggi pada selang panjang cm. Bubu tambun dengan tutupan karung goni dapat digunakan sebagai alat penangkap ikan karang alternatif di perairan yang memiliki sumberdaya ikan famili Pomacentridae yang melimpah. Kata kunci: bubu tambun, terumbu karang, karung goni, Perairan Kepulauan Seribu

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... i DAFTAR GAMBAR... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Ikan Karang Habitat Ikan Karang Tingkah Laku Ikan Karang Kebiasaan makan ikan karang Respon ikan karang terhadap alat tangkap Alat Tangkap Bubu Hasil tangkapan bubu Metode pengoperasian Daerah pengoperasian bubu Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Penangkapan Bubu Konstruksi bubu Umpan Kapal Nelayan Karung goni METODOLOGI PENELTIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Alat tangkap bubu tambun Perahu Metode Penelitian Batasan Penelitian Asumsi yang Digunakan Metode Analisis Data... 19

11 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis dan Perairan Keadaan Umum Perikanan Tangkap Alat tangkap Kapal perikanan Nelayan Musim penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan Produksi HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Hasil Tangkapan Komposisi hasil tangkapan bubu nelayan Komposisi hasil tangkapan bubu perlakuan Sebaran Panjang Hasil Tangkapan Hasil Analisis Statistik Pengaruh Penggunaan Karung Goni Dalam Operasional Bubu Tambun KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 51

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi ikan terumbu karang berdasarkan tingkatan trofik Luas pulau beserta peruntukannya di Kelurahan Pulau Panggang Jenis dan jumlah alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang Jumlah kapal perikanan menurut gross tonage (GT) Jumlah kapal perikanan menurut jenis alat tangkap di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun Jumlah nelayan di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun Volume dan nilai produksi perikanan menurut jenis alat tangkap di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun Hasil tangkapan total Hasil tangkapan bubu nelayan Hasil tangkapan total bubu perlakuan... 34

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Perairan Kepulauan Seribu Lokasi penelitian Foto ikan hasil tangkapan bubu... 54

14 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya ikan karang di Indonesia terhitung cukup besar, nilainya diduga mencapai ton per tahun (Djamali dan Mubarak 1998). Ikan karang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik sebagai ikan hias maupun ikan konsumsi. Jenis-jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis penting antara lain adalah ikan kerapu (Epinephelus sp.), kakap (Lutjanus sp.), baronang (Siganus sp.), ekor kuning (Caesio sp.). Salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya ikan karang yang cukup baik di Pulau Jawa adalah Perairan Kepulauan Seribu. Pemanfaatan sumberdaya ikan karang dapat dilakukan dengan berbagai jenis alat penangkapan ikan seperti pancing, bubu dan muroami. Salah satu alat penangkapan ikan karang yang umum digunakan oleh nelayan di Kepulauan Seribu adalah bubu. Bubu yang terdapat di Kepulauan Seribu adalah bubu tambun dan bubu kawat. Bubu tambun terbuat dari anyaman bambu dengan rangka utama bubu berbentuk semi balok dengan ujung meruncing atau lebih dikenal dengan tipe buton atau chevron. Dalam pengoperasiannya bubu tambun menggunakan terumbu karang sebagai pemberat agar bubu tidak terhanyut oleh arus. Penggunaan terumbu karang juga dimaksudkan sebagai kamuflase lingkungan karang yang dapat menjadi penarik perhatian ikan untuk masuk ke dalam bubu. Nelayan bubu tambun di Kepulauan Seribu tidak hanya menggunakan terumbu karang mati sebagai alat penimbun bubu, tetapi juga menggunakan terumbu karang hidup atau terumbu karang mati yang baru saja menjadi substrat bagi karang yang baru akan tumbuh. Menurut Susanti (2005), penimbunan bubu menggunakan terumbu karang menyebabkan kerusakan habitat terumbu karang dari segi kuantitas dan kualitas. Cara pengoperasian bubu tambun yang demikian menjadikan unit penangkapan ini tergolong tidak ramah lingkungan, sehingga perlu diupayakan alternatif solusinya. Salah satu solusinya adalah dengan mengganti tutupan bubu tambun dengan menggunakan media tutupan alami selain terumbu karang, misalkan karung goni.

15 2 Karung goni dipilih sebagai media tutupan bubu dengan alasan karung goni tergolong media organik yang diduga dapat menjadi substrat bagi alga untuk menempel. Alasan lain bahwa karung goni mudah didapatkan di lingkungan Kepulauan Seribu. Penggunaan karung goni sebagai tutupan juga dapat menciptakan suasana kamuflase visual habitat terumbu karang. Dari uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap penggunaan karung goni sebagai pengganti terumbu karang untuk tutupan bubu sebagai salah satu upaya alternatif melestarikan lingkungan terumbu karang. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah 1) Membandingkan komposisi hasil tangkapan antara dua bubu dengan media tutupan yang berbeda; dan 2) Menentukan bubu mana yang memberikan hasil tangkapan terbaik. 1.3 Manfaat Manfaat yang didapat dari penelitian ini antara lain memberikan informasi kepada nelayan mengenai media alternatif pengganti terumbu karang untuk tutupan bubu dalam kegiatan menangkap ikan karang dan memberikan informasi mengenai upaya untuk melestarikan lingkungan terumbu karang.

16 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Karang Sumberdaya ikan karang meliputi ikan hias dan ikan konsumsi. Sebagian besar ikan karang bertulang keras (telesteoi) dan merupakan ordo Perciformes. Menurut Hutomo (1995) diacu dalam Nasution (2001), kelompok ikan karang yang erat kaitannya dengan lingkungan terumbu karang adalah 1) Tiga famili dalam sub ordo Labridae, yaitu famili Labridae (napoleon), Scaridae (kakatua) dan Pomacentridae (betok laut). Famili Labridae merupakan famili diurnal yang aktif mencari makan di siang hari. Mangsanya berupa moluska, cacing krustacea dan ikan kecil (Katrunada 2001); 2) Tiga famili dari sub ordo Acanthuridae, yaitu famili Acanthuridae (butana), Siganidae (baronang) dan Zanclidae (bendera atau moorish idol). Famili Siganidae mudah dikenali dengan bentuk tubuh yang pipih, mulut yang tebal, dan duri-duri dorsal serta duri-duri anal yang keras. Umumnya berwarna cerah dengan corak tubuh yang khas (Katrunada 2001); 3) Dua famili dari sub ordo Chatodontidae yaitu Chaetodontidae (kepe-kepe) dan Pomacentridae (kambing-kambing). Famili Bleniidae dan Gobiidae yang bersifat demersal dan menetap; 4) Famili Apogonidae (beseng); 5) Famili Ostraciidae, Tetraodonidae dan Balestidae (pakol); dan 6) Pemangsa dan pemakan ikan (piscivorus) yang besar jumlahnya dan bernilai ekonomis tinggi, meliputi famili Serranidae (kerapu), Lutjanidae (kakap), Lethrinidae (lencam) dan Holocentridae (swanggi). Famili Serranidae memiliki ciri bentuk tubuh agak rendah, moncong mulut panjang memipih dan memanjang serta mudah dikenali dari corak bintik pada kepala badan dan sirip (Tarwiyah 2001). Ada sepuluh famili utama yang merupakan penyumbang terbesar dalam produksi ikan karang konsumsi di Indonesia, yaitu Caesiodidae, Holocentridae, Serranidae, Scaridae, Lethrinidae, Priacanthidae, Labridae, Lutjanidae dan Haemulidae. Beberapa jenis ikan karang konsumsi yang banyak terdapat di

17 4 pasaran adalah kerapu (Serranidae), kakap (Lutjanidae), kakatua (Scaridae), napoleon (Labridae),dan ekor kuning serta pisang-pisang (Cesiodidae). 2.2 Habitat Ikan Karang Nybakken (1986) menyatakan bahwa terumbu karang adalah endapanendapan masif dari kalsium karbonat, terutama dihasilkan oleh karang dari ordo Scleractinia dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Wilayah terumbu karang terdiri atas karang, daerah berpasir dan daerah algae. Daerah perairan katulistiwa merupakan tempat spesifik tumbuhnya terumbu karang. Terumbu karang hanya dapat tumbuh di perairan dengan kedalaman kurang dari 50 m, memiliki suhu di atas 18 C, salinitas berkisar antara ppt, laju pencemaran rendah, cukup peredaran air bebas pencemaran dan tersedianya substrat keras (Romimohtarto dan Juwana 2000). Menurut Romimoharto dan Juwana (2000), terumbu karang umumnya dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu atol, terumbu penghalang (barrier) dan terumbu tepi (fringing). Dari ketiga bentuk terumbu karang tersebut, terumbu tepi merupakan terumbu karang yang paling sering dijumpai di kawasan Asia Tenggara, di mana sebagian besar pulau-pulau dikelilingi oleh terumbu karang. Djamali dan Mubarak (1998) menyatakan bahwa sebaran karang di Indonesia banyak terdapat di sekitar Pulau Sulawesi, Laut Flores dan Laut Banda. Selain itu terdapat pula di Kepulauan Seribu, bagian barat Sumatera hingga ke Pulau Weh, Kepulauan Riau, Pulau Bangka-Belitung, Kepulauan Karimunjawa, Teluk Lampung, Bali, Lombok, Nusa Tenggara Timur, Teluk Cenderawasih dan Maluku. Terumbu karang merupakan ekosistem yang subur dan kaya akan makanan. Struktur fisik yang rumit, bercabang-cabang, bergua-gua dan berlorong-lorong membuat ekosistem ini menarik untuk dijadikan habitat bagi banyak jenis biota termasuk ikan dan tumbuhan. Terumbu karang berperan sebagai tempat mencari makan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground), dan tempat memijah (spawnig ground) ikan karang (Murdianto 2003).

18 5 2.3 Tingkah Laku Ikan Karang Tingkah laku ikan merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam kegiatan penangkapan ikan menggunakan bubu. Pengetahuan mengenai berbagai tingkah laku ikan karang seperti kebiasaan makan ikan, pola migrasi dan pola interaksi dengan terumbu karang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam menentukan metode penangkapan ikan yang tepat (Gunarso 1985) Kebiasaan makan ikan karang Kebiasaan makan ikan dan waktu pencarian makan ikan erat hubungannya dengan waktu pengoperasian alat tangkap bubu dan jenis umpan yang digunakan. Bubu akan dioperasikan sesuai dengan waktu ketika ikan mulai mencari makan. Lebih lanjut Gunarso (1985) menjelaskan bahwa pengetahuan tentang berbagai jenis makanan yang biasa dimakan ikan sangat berguna untuk usaha penangkapan ikan. Hal ini terkait dengan penggunaan jenis makanan yang dapat digunakan sebagai umpan bagi ikan yang menjadi target penangkapan. Menurut struktur trofik, ikan terumbu karang dapat dibedakan menjadi enam grup trofik, yaitu herbivora, omnivora, plankton feeders, pemakan crustacea, ikan piscivora dan pemakan lain-lain. Komposisi ikan pada terumbu karang berdasarkan tingkatan trofiknya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi ikan terumbu karang berdasarkan tingkatan trofik Grup trofik Jumlah famili Nama famili Herbivora 5 Scaridae, Acanthuridae, Pomacentridae, Blennidae, dan Kyphosidae Omnivora 13 Labridae, Acanthuridae, Pomacentridae, Mullidae, Ostraciontidae, Chaetodontidae, Monacanthidae, Gobiidae, Diodontidae, Sparidae, Carangidae, Gerridae, dan Pempheridae Plankton feeders 7 Apogonidae,Pomacentridae,Holocantridae, Grammidae,Pricanthidae, Sciaenidae, dan Pempheridae Pemakan krustacea dan ikan 9 Serranidae, Holocenrridae, Lutjanidae, Scorpaenidae, Sciaenidae, Acanthuridae, Muraenidae, Ophichthidae, dan Gramministidae Piscivora 9 Serranidae, Lutjanidae, Carangidae, Sphyrenidae, Muraenidae, Synodontidae, Fistulariidae, Aulostomidae, dan Bothidae Pemakan lain lain 4 Pomacentridae, Balistidae, Acanthuridae, dan Gobiidae Sumber : Lowe and Mc Connel 1987

19 6 Ikan karang memiliki bentuk interaksi tertentu dengan lingkungan terumbu karang. Arami (2006) menyatakan bahwa ada tiga bentuk umum interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang, yaitu 1) interaksi langsung, sebagai tempat berlindung dari predator atau pemangsa terutama bagi ikan muda; 2) interaksi dalam mencari makan, meliputi hubungan antara ikan karang dengan biota yang hidup pada karang termasuk alga; 3) interaksi tak langsung akibat struktur karang dan kondisi hidrologi sedimen. Berdasarkan distribusi harian, ikan karang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu ikan diurnal dan nokturnal. Kelompok ikan diurnal adalah kelompok ikan yang aktif berinteraksi dan mencari makan pada siang hari, seperti famili Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleenidae dan Gobiide. Ikan nokturnal adalah kelompok ikan yang aktif berinteraksi dan mencari makan pada malam hari. Pada siang hari, kelompok yang kedua menetap di gua dan celahcelah karang, antara lain famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Scorpaenidae, Serranidae dan Labridae (Muzahar 2003) Respon ikan karang terhadap alat tangkap Menurut Furevik (1994), tingkah laku ikan dalam menghadapi bubu dapat digolongkan ke dalam beberapa fase berurutan, yaitu : 1) Fase arousal dan location Fase ini merupakan fase awal. Ikan akan tertarik untuk mendekati bubu. Penyebab utama ikan mendekati bubu yang diberi umpan adalah adanya penyebaran aroma umpan. Hampir seluruh jenis ikan menggunakan indra penciuman untuk mendeteksi keberadaan mangsa atau umpan. Penyebaran aroma umpan juga dipengaruhi oleh arus air. Penyebaran aroma umpan akan mengundang ikan untuk mendekati bubu. Ada pula penyebab lain ikan tertarik mendekati bubu, seperti sifat thigmothasis ikan atau sifat ketertarikan ikan pada benda asing, perilaku interspesies ikan, adaptasi bubu sebagai tempat tinggal dan stimulus feromon dari mangsa. 2) Fase nearfield dan ingress; Fase ini merupakan fase lanjutan dari arousal dan location. Dalam fase ini, ikan akan berusaha mendekati bubu dan mencoba masuk ke dalamnya. High

20 7 dan Breadsley (1970) diacu dalam Furevik (1994) menyatakan beberapa jenis ikan karang memiliki cara yang berbeda dalam mendekati bubu. Famili Holocentridae dan Mullidae bergerombol memasuki bubu, sedangkan famili Scaridae dan Pricanthidae memasuki bubu secara individu. High dan Ellis (1973) diacu dalam Furevik (1994) menyatakan famili Chaetodontidae akan berenang menjauhi bubu apabila melihat ada ikan lain dari famili Chaetodontidae berada di dalam bubu. 3) Fase inside the pot atau aktivitas di dalam bubu; Berbagai penelitian mengenai aktivitas ikan di dalam bubu telah banyak dilakukan untuk mengetahui hubungannya dengan efektivitas penangkapan ikan menggunakan bubu. Ikan yang memasuki bubu karena tertarik aroma umpan akan langsung mendatangi posisi umpan di dalam bubu, namun setelah beberapa lama ikan akan kehilangan ketertarikannya terhadap umpan (Furevik 1994). Spesies ikan yang berbeda akan memiliki perilaku yang berbeda pula di dalam bubu. High dan Breadsley (1970) diacu dalam Furevik (1994) menyatakan bahwa famili Chaetodontidae, Mullidae, Holocentridae dan Scaridae aktif berenang mengelilingi bubu, sedangkan famili Serranidae diam menunggu mangsa di dalam bubu. Aktivitas ikan di dalam bubu akan mengundang ikan lain untuk memasuki bubu. Famili Serranidae cenderung tertarik memasuki bubu dikarenakan aktivitas mangsa di dalam bubu. 4) Fase escape atau lolos menuju lingkungan. Setiap ikan yang tertangkap memiliki kemungkinan untuk lolos menuju lingkungan beberapa waktu setelah tertangkap di dalam bubu. Ikan akan menyusuri dinding bubu hingga menemukan celah untuk meloloskan diri, bahkan seringkali ikan dapat keluar melalui mulut bubu yang terlalu besar Alat Tangkap Bubu Bubu merupakan alat tangkap pasif yang dipasang menetap di dalam air untuk jangka waktu tertentu. Alat ini memudahkan ikan untuk masuk, tetapi mempersulit ikan untuk keluar. Hal ini dikarenakan adanya halangan oleh pintu masuknya yang berbentuk corong (von Brandt 1984). Bubu diklasifikasikan

21 8 sebagai alat tangkap jebakan (traps) yang mampu menangkap ikan, tetapi tidak memungkinkan ikan untuk kembali ke habitatnya lagi (non-return device). Bentuk bubu sangat beraneka ragam seperti berbentuk bujur sangkar, silinder, trapesium, setengah silinder, segi banyak, dan bulat setengah lingkaran (Subani dan Barus 1989). Menurut Martasuganda (2003), secara umum bubu terdiri atas bagian-bagian rangka, badan dan mulut. Ada juga bubu yang dilengkapi dengan pintu untuk mengambil hasil tangkapan dan kantung umpan sebagai tempat untuk menyimpan umpan. Penggunaan bubu memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan alat tangkap lain. Menurut Monintja dan Martasuganda (1991), beberapa kelebihan penggunaan bubu antara lain adalah 1) Mudah dalam pembuatan; 2) Mudah untuk dioperasikan; 3) Memiliki tingkat kesegaran hasil tangkapan yang tinggi; 4) Daya tangkapnya bisa diandalkan; dan 5) Dapat dioperasikan di tempat dimana alat tangkap lain tidak dapat dioperasikan Hasil tangkapan bubu Bubu dapat digunakan untuk menangkap berbagai hewan demersal, seperti lobster, kepiting, rajungan, keong macan dan ikan karang. Collins (1990) mengungkapkan bahwa bubu digunakan di perairan karang Teluk Atlantik Selatan, mulai perairan Tanjung Canaveral, Florida hingga perairan Teluk Carolina Selatan untuk menangkap ikan karang bernilai ekonomis tinggi. Bubu juga dapat digunakan untuk menangkap cumi-cumi, gurita, belut dan lele (catfish) (Slack dan Smith 2001) Metode pengoperasian Subani dan Barus (1989) membagi bubu menjadi tiga golongan berdasarkan metode pengoperasiannya, yaitu bubu dasar (ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot). Bubu dasar dioperasikan di dasar perairan berkarang atau bebatuan. Bubu apung dilengkapi dengan pelampung untuk menjaga agar bubu tetap terapung di perairan. Biasanya bubu

22 9 apung digunakan untuk menangkap ikan pelagis seperti kembung, selar, dan tembang. Bubu hanyut dioperasikan dengan cara dihanyutkan. Bubu hanyut biasanya digunakan untuk menangkap ikan terbang. Wudianto et al (1988) menyatakan bahwa bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara yaitu : 1) Dipasang secara terpisah menggunakan pelampung tanda untuk setiap bubu; dan 2) Dipasang secara bergandengan menggunakan tali utama. Cara ini biasa disebut longline trap. Jumlah bubu yang dioperasikan dapat mencapai ratusan, bergantung pada kemampuan nelayan. Bubu ikan karang dioperasikan di dasar perairan berkarang, lebih tepatnya di antara bebatuan karang dengan menggunakan sistem pemasangan tunggal (single). Pengoperasian bubu ikan karang dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu persiapan, penurunan bubu ke dalam air dan pengangkatan. Masing masing tahap dilakukan secara berkelanjutan (Wudianto et al 1988) Daerah pengoperasian bubu Penentuan daerah penangkapan ikan didasarkan pada tempat yang diperkirakan banyak terdapat ikan karang, biasanya ditandai dengan banyaknya komunitas terumbu karang atau dari pengalaman nelayan (Sudirman dan Mallawa 1998). Pengetahuan mengenai perilaku, pergerakan, wilayah ruaya dan habitat ikan juga akan sangat membantu dalam menentukan daerah pengoperasian bubu. 2.5 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pengoperasian Bubu Miller (1990) mengungkapkan ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan bubu, antara lain waktu perendaman, kecerahan perairan, habitat, konstruksi bubu, umpan dan tahapan siklus aktivitas dari target spesies. Dua yang terpenting di antaranya adalah konsruksi bubu dan umpan Konstruksi bubu Konstruksi atau bentuk bangun bubu meliputi rancangan bentuk rangka bubu, badan bubu, posisi dan bentuk mulut bubu. Smolowitz (1978) menyatakan bahwa bentuk bubu penting karena tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi,

23 10 namun berperan penting dalam menahan pergerakan terhadap arus. Bentuk yang tidak sesuai dengan kondisi perairan dapat mengakibatkan bubu terbalik dan menggelinding di dasar perairan. Rangka bubu dapat terbuat dari besi masif, bambu atau kayu. Adapun dinding bubu dapat terbuat dari anyaman bambu, jaring maupun kawat. Kantong umpan umumnya terbuat dari kasa, jaring atau kawat. Muldiani (2007) menyatakan bahwa mulut bubu yang ideal adalah jika hewan target mudah masuk ke dalam perangkap dan sulit untuk meloloskan diri. Bentuk mulut pada bubu disesuaikan dengan target utama penangkapan. Mulut bubu berbentuk bulat sesuai untuk menangkap ikan dan lobster, sedangkan mulut bubu berbentuk celah lintasan sesuai untuk menangkap rajungan dan kepiting Umpan Umpan merupakan salah satu faktor penting yang menunjang keberhasilan alat tangkap pasif seperti bubu. Umpan dapat berperan sebagai pemikat agar ikan mau masuk ke dalam bubu. Jenis umpan yang digunakan sangat beraneka ragam. Ada yang memakai umpan hidup, ikan rucah, atau jenis umpan lainnya sesuai dengan kebiasaan nelayan. Kriteria umpan yang sesuai digunakan dalam penangkapan dengan menggunakan bubu antara lain mudah diperoleh, harganya murah dan mudah disimpan serta tahan lama (Martasuganda 2003). Pada umumnya nelayan di Pulau Panggang menggunakan umpan berupa bintang laut bantal (Culcita novaguineae) dan bulu babi (Diadema sp.) yang sebelumnya telah dihancurkan terlebih dahulu (Pramono 2006). Penempatan umpan di dalam bubu pada umumnya diletakkan di tengahtengah bubu, baik di bagian bawah, tengah, ataupun di bagian atas bubu, dengan cara diikat atau digantung dengan atau tanpa pembungkus umpan (Martasuganda 2003). Umpan juga dapat disimpan dalam kantong jaring, kantong kawat ataupun kotak yang dilubangi (Furevik 1994). Nelayan di Pulau Panggang meletakkan umpan bulu babi yang sudah dihancurkan di depan bubu dan umpan bintang laut bantal di dalam bubu. Mulut bubu yang diberi umpan diletakkan menghadap arah arus. Hal ini ditujukan untuk mempermudah penyebaran aroma umpan di perairan.

24 Kapal Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan. Perahu mempunyai arti penting dalam operasi penangkapan ikan. Perahu digunakan nelayan untuk mencapai daerah pengoperasian alat tangkap. Ukuran perahu yang digunakan untuk membantu pengoperasian bubu bervariasi sesuai dengan tipe dan jumlah bubu yang digunakan, kondisi lautan, jarak yang ditempuh menuju fishing ground dan jumlah nelayan yang ikut serta dalam operasi penangkapan ikan. Perahu yang digunakan oleh nelayan bubu di Kepulauan Seribu, khususnya di Pulau Panggang, memiliki ukuran yang beragam mulai 4 sampai 6 meter. Mesin yang digunakan adalah mesin diesel inboard dengan kekuatan 5-8 PK. Perahu yang digunakan umumnya terbuat dari kayu (Pramono 2006). 2.7 Nelayan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya menangkap ikan. Nelayan Kepulauan Seribu tergolong nelayan kecil. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009, nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT). Nelayan berperan sebagai operator kapal dan alat tangkap dalam kegiatan operasi penangkapan ikan menggunakan bubu di Kepulauan Seribu. Jumlah nelayan yang mengoperasikan bubu di Pulau Panggang umumnya berjumlah satu orang untuk tiap kapal. Pengoperasian bubu oleh dua orang nelayan terkadang dilakukan untuk mempersingkat waktu operasi penangkapan ikan (Katrunada 2001).

25 Karung Goni Karung goni merupakan bahan pembungkus yang terbuat dari bahan alami. Goni terbuat dari bahan serat alami. Beberapa serat yang dapat digunakan untuk membuat karung goni antara lain serat rosella (Hybiscus sabdariffa), serat knaf (Hybiscus cannbicus), serat jute (Chorcorus capsularis) dan serat rami (Boehmeria nivea) (Sudiro 2004). Bahan serat alami tersebut merupakan bahan organik yang tidak mengganggu lingkungan, mudah menyerap air dan mempertahankan kelembaban. Kekuatan serat rami akan bertambah jika berada dalam keadaan basah (Sudiro 2004). Oleh sebab itu bahan bahan tersebut juga digunakan untuk membuat tali tambat kapal dan alat penangkap ikan (Klust 1982).

26 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapang dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juni Penelitian dilaksanakan di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu (Lampiran 2). 3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Enam unit bubu tambun untuk dua perlakuan, yaitu tiga unit bubu tambun yang ditutupi terumbu karang dan tiga unit lainnya untuk ditutupi karung goni sebanyak 70 %; 2) Alat dasar selam berupa masker, snorkel dan fin; 3) Alat pengukur panjang berupa papan pengukur dengan skala terkecil 1 mm; 4) Alat pengukur berat berupa timbangan dengan skala terkecil 1 g; dan 5) Alat dokumentasi. Adapun bahan yang digunakan adalah umpan berupa bintang laut bantal raja (Culcita novaguineae) yang dipotong potong dan umpan bulu babi (Diadema sp.) yang sudah dihancurkan Alat tangkap bubu tambun Bubu tambun merupakan bubu untuk menangkap ikan karang yang secara keseluruhan rangkanya terbuat dari bambu tali atau bambu apus (Gigantholochola apus). D2si bubu tambun yang digunakan dalam penelitian ini adalah p l t; (cm). Bubu ini memiliki satu buah mulut berbentuk horse neck dengan diameter mulut luar 20 cm dan diameter mulut bagian dalam sebesar 13 cm. Diameter jalinan bambu adalah 3 cm. Konstruksi bubu tambun ditunjukkan pada Gambar Perahu Perahu digunakan sebagai sarana angkut menuju dan kembali dari fishing ground. Perahu yang digunakan dalam penelitian ini adalah perahu kayu dengan

27 14 dimensi panjang 4 m, lebar 1 m dan dalam 0,75 m. Perahu ini dilengkapi dengan mesin inboard bekekuatan 5 PK (Gambar 2). Penutup Rangka utama B A A B Gambar 1 Konstruksi bubu tambun penelitian

28 15 Gambar 2 Perahu yang digunakan dalam penelitian 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode experimental fishing yaitu dengan melakukan operasi penangkapan ikan menggunakan bubu di laut selama 12 hari. Bubu yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah enam buah, terdiri atas tiga buah bubu nelayan dan tiga bubu perlakuan. Bubu nelayan adalah bubu tambun yang dalam operasionalnya menggunakan tutupan terumbu karang (Gambar 3). Bubu perlakuan adalah bubu tambun yang dalam operasionalnya menggunakan tutupan berupa karung goni (Gambar 4). Perbedaan kedua bubu hanya pada jenis tutupan saat pengoperasiannya. Kedua macam bubu diberi perlakuan penutup bubu sebanyak 70%. Hal ini disesuaikan dengan tingkah laku ikan karang yang tidak menyukai tempat berlindung yang terlalu gelap. Tutupan terumbu karang Gambar 3 Bubu nelayan

29 16 A B Gambar 4 Bubu perlakuan Bubu nelayan dan bubu perlakuan diberi perlakuan awal terlebih dahulu dengan cara merendam bubu di dalam laut selama 3 hari. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan aroma bambu dan karung goni. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk menumbuhkan alga dan perifiton tahap awal. Kedua macam bubu dipasang secara berselang-seling (Gambar 5), sehingga ikan memiliki peluang yang sama untuk tertangkap. Kedua macam bubu diberi perlakuan yang sama. Seluruh bubu menggunakan umpan bulu babi (Diadema sp.) yang sudah dihancurkan di depan mulut bubu dan umpan bintang laut bantal (Culcita novaguineae) yang sudah dipotong-potong di dalam bubu. Dalam pengoperasiannya, kedua Keterangan : A = Tutupan karung goni B = Bubu tambun bubu diletakkan di daerah terumbu karang tepi (fringing reef) tanpa melakukan pemindahan ataupun penghancuran terumbu karang hidup di sekitar lingkungan tempat penelitian. Jarak pemasangan antar bubu berkisar 2-3 m dengan peletakan bubu tidak teratur. Masing- masing bubu dioperasikan sebanyak 12 kali dengan sistem tunggal tanpa menggunakan pelampung dan dibiarkan selama kurang lebih 24 jam. Pemasangan bubu tambun dilakukan pada pagi hari. Kegiatan operasional bubu dilakukan dalam waktu satu hari penuh. Dalam setiap operasi penangkapan ikan, dibawa sejumlah peralatan penting, seperti pengait, golok, bak penampung hasil tangkapan dan perbekalan secukupnya. Pengait berguna untuk mengangkat bubu dari dasar perairan dan golok untuk memotong umpan. Daerah penangkapan

30 17 ikan atau fishing ground yang dituju merupakan daerah yang dikenal memiliki banyak sumberdaya ikan. Gambar 5 Pengoperasian bubu dalam penelitian Tahap-tahap operasi penangkapan ikan dalam penelitian adalah : 1) Persiapan Pada tahap ini, dipersiapkan umpan yang akan diletakkan di dalam bubu dan di depan mulut bubu. Umpan yang digunakan berupa bintang laut bantal (Culcita novaguineae) dan bulu babi (Diadema sp.). Umpan tersebut dihancurkan atau dipotong potong terlebih dahulu. 2) Pemasangan bubu di dasar perairan Pemasangan bubu di dasar perairan dilakukan dengan cara meletakkannya langsung di dasar perairan. Dalam proses pemasangan bubu, digunakan alat dasar selam berupa masker dan sepatu khusus. Penggunaan sepatu saat memasang bubu membantu meminimalisir resiko terluka saat menginjak karang ataupun terkena racun ikan lepu dari famili Scorpionidae. Bubu nelayan dan bubu perlakuan dipasang di antara celah karang yang masih hidup ataupun karang yang sudah mati. Pemasangan seluruh bubu dilakukan satu per satu dengan sistem tunggal tanpa disertai dengan tali pengikat dan pelampung tanda. Posisi penempatan bubu disejajarkan dengan arah datangnya arus.

31 18 3) Pengangkatan Pengangkatan bubu dilakukan keesokan harinya. Pengangkatan bubu menggunakan alat bantu pengait. Ikan yang terperangkap dalam bubu langsung dipindahkan ke dalam bak penampung sementara. Ada dua jenis bak penampung yang digunakan. Bak pertama untuk ikan yang akan dibiarkan hidup dan bak kedua untuk ikan mati. Bubu yang sudah diangkat dan dikeluarkan hasil tangkapannya disusun sedemikian rupa di atas kapal untuk memudahkan pemasangan berikutnya. Selanjutnya mencari daerah pengoperasian bubu yang lain untuk pemasangan berikutnya. Setelah menemukan daerah penangkapan ikan yang dituju, kembali dilakukan proses persiapan untuk pemasangan bubu. Data yang dikumpulkan terdiri atas komposisi hasil tangkapan, data hasil pengukuran berat dan panjang total hasil tangkapan seluruh bubu. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis bubu yang digunakan. Selain itu dikumpulkan pula data sekunder dari Dinas Perikanan dan Pemerintah Daerah setempat berupa kondisi perikanan daerah penelitian, jumlah kapal penangkap ikan, jumlah dan jenis alat tangkap yang ada di daerah penelitian, jumlah nelayan dan informasi lainnya yang menunjang penelitian ini. 3.4 Batasan Penelitian Batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1) Penelitian ini hanya membandingkan komposisi hasil tangkapan bubu dengan jenis tutupan berbeda; dan 2) Uraian tingkah laku ikan karang hanya berdasarkan pada literatur yang diacu. 3.5 Asumsi yang Digunakan Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Setiap ikan yang berada di daerah pengoperasian bubu memiliki peluang tertangkap yang sama; 2) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil tangkapan seperti arus, suhu perairan, pasang surut, gelombang dan musim diabaikan; 3) Keahlian nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap dianggap sama.

32 Metode Analisis Data Data hasil tangkapan yang diperoleh diuji taraf kenormalannya menggunakan uji Anderson Darling dan grafik plot kenormalan terlebih dahulu menggunakan software Minitab 15. Selanjutnya apabila data hasil tangkapan yang didapat menyebar normal, maka dilakukan uji homogenitas untuk menguji kehomogenan data tersebut. Apabila data yang didapat tidak menyebar normal, maka dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengambil keputusan. Analisa data secara deskriptif dilakukan dengan cara mengelompokkan jenis ikan hasil tangkapan dominan ke dalam kelas panjang tertentu. Ukuran panjang yang digunakan adalah ukuran panjang total (TL/total length). Hal ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi panjang ikan hasil tangkapan dominan yang tertangkap. Penentuan jumlah selang kelas dan interval kelas untuk ukuran panjang total dihitung menggunakan rumus distribusi frekuensi (Walpole 1995), yaitu: Keterangan : K : Jumlah kelas; n : Banyaknya data; i : Lebar kelas; N max : Nilai terbesar; dan N min : Nilai terkecil. K = 1 + 3,3 log n...(1) N max N min i =...(2) K Uji homogenitas dilakukan menggunakan uji F dengan rumus (Sugiyono 2007), yaitu: Varian terbesar...(3) F = Varian terkecil Hipotesis yang digunakan dalam uji F adalah 1) H 0 : σ 1 = σ 2, artinya varians data bersifat homogen; dan 2) H 1 : σ 1 σ 2, artinya varians data tidak bersifat homogen.

33 20 Dasar pengambilan keputusan dalam uji F adalah : 1) Jika F hitung > F tabel maka tolak H 0, berarti varians data tidak bersifat homogen; dan 2) Jika F hitung F tabel maka gagal tolak H 0, berarti varians data bersifat homogen. Uji homogenitas yang dilakukan akan menentukan sifat kehomogenan data. Sifat kehomogenan akan menentukan pemilihan rumus yang tepat untuk uji-t dua sampel tidak berpasangan. Uji-t dua sampel tidak berpasangan dilakukan untuk mengetahui perbedaan hasil tangkapan dari kedua macam bubu. Adapun rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan (Sugiyono 2007) adalah t X 1 2 =...(4) 2 2 S1 S2 n 1 X + n 2 X1 X 2 t =...(5) 2 2 ( n ) + ( ) 1 1 S1 n2 1 S n1 + n2 2 n1 n2 Keterangan : X 1 : Rata rata data penelitian perlakuan ke -1; X 2 : Rata rata data penelitian perlakuan ke -2; S 1 : Varians data perlakuan ke- 1; S 2 : Varians data perlakuan ke- 2; n 1 : Banyaknya data perlakuan ke -1; dan n 2 : Banyaknya data perlakuan ke -2. Sugiyono (2007) menyatakan bahwa kritera yang digunakan untuk memilih rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan adalah : 1) Bila jumlah anggota sampel sama (n 1 = n 2 ) dan varians homogen (σ 1 = σ 2 ), maka dapat digunakan rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan (4) maupun (5) dan untuk mengetahui nilai t tabel digunakan derajat kebebasan (dk) bernilai dk = n 1 + n 2 2; 2) Bila jumlah anggota sampel tidak sama (n 1 n 2 ) dan varians homogen sama (σ 1 = σ 2 ), maka dapat digunakan rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan (5)

34 21 dan untuk mengetahui t tabel digunakan derajat kebebasan (dk) bernilai dk = n 1 -n 2-2; 3) Bila jumlah anggota sampel sama (n 1 = n 2 ) dan varians homogen tidak sama (σ 1 σ 2 ), maka dapat digunakan rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan (4) maupun (5) dan untuk mengetahui t tabel digunakan derajat kebebasan (dk) bernilai dk = n 1 1 atau n 2-2; dan 4) Bila jumlah anggota sampel tidak sama (n 1 n 2 ) dan varians homogen tidak sama (σ 1 σ 2 ), maka dapat digunakan rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan (4). Untuk mengetahui t tabel dihitung dari selisih nilai tabel dengan derajat kebebasan (dk) dk = (n 1 1) dan dk = (n 2-1) yang dibagi dua, kemudian ditambahkan dengan nilai t yang terkecil. Selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan berdasarkan hipotesa uji-t dua sampel tidak berpasangan. Hipotesis uji-t dua sampel tidak berpasangan dalam penelitian ini adalah: 1) H 0 : µ 1 = µ 2, berarti tidak ada perbedaan hasil tangkapan bubu nelayan dan hasil tangkapan bubu perlakuan; dan 2) H 1 : µ 1 µ 2, berarti ada perbedaan hasil tangkapan bubu nelayan dan hasil tangkapan bubu perlakuan. Dasar pengambilan keputusan dalam uji-t dua sampel tidak berpasangan adalah : 1) Jika nilai t hitung > t tabel maka tolak H 0, berarti ada perbedaan hasil tangkapan dari kedua jenis bubu; dan 2) Jika nilai t hitung < t tabel maka gagal tolak H 0, berarti tidak ada perbedaan hasil tangkapan dari kedua jenis bubu. Apabila uji taraf kenormalannya menghasilkan keputusan data tidak menyebar normal, maka untuk selanjutnya dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk menguji hipotesis (Sugiyono 2007). Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan komposisi hasil tangkapan dari kedua jenis bubu. Rumus dasar Uji Kruskall Wallis (Walpole 1995) adalah :

35 22 = 12 k ri hi n n ( n + 1) i= 1 2 i 3 ( n + 1) Keterangan : h i : Nilai h hitung; r i : Jumlah dari peringkat perlakuan ke-i; n i : Banyaknya data dari perlakuan ke- i; n : Banyaknya data dari seluruh perlakuan....(6) Hipotesis Uji Kruskall Wallis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) H 0 : µ 1 = µ 2, berarti tidak ada perbedaan hasil tangkapan antara bubu nelayan dan bubu perlakuan; dan 2) H 1 : µ 1 µ 2 berarti terdapat perbedaan hasil tangkapan antara bubu nelayan dan bubu perlakuan. Dasar pengambilan keputusan melalui Uji Kruskall Wallis adalah : 1) Jika nilai h i > hχ α 2 maka tolak H0, berarti ada perbedaan komposisi hasil tangkapan dari kedua jenis bubu; dan 2) Jika nilai h i < hχ α 2 maka gagal tolak H0, berarti tidak ada perbedaan komposisi hasil tangkapan dari kedua jenis bubu.

36 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara memiliki luas wilayah daratan 565,90 ha dan luas wilayah perairan 3.554,25 km 2. Wilayah pemerintahan dan pemukiman Kecamatan Kepulauan Seribu Utara memiliki tiga wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Harapan dan Kelurahan Pulau Kelapa. Kelurahan Pulau Panggang memiliki batas geografis sebagai berikut : 1) Sebelah Utara : 05º º LS; 2) Sebelah Selatan : 106º BT; 3) Sebelah Barat : 106º BT; dan 4) Sebelah Timur : 05º º LS. Kelurahan Pulau Panggang memiliki daratan seluas 62,10 ha yang mencakup 13 buah pulau. Dua pulau diantaranya merupakan tempat pemukiman penduduk, yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Sebelas pulau lainnya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan masyarakat, seperti tempat peristirahatan, perlindungan hutan dan pelestarian alam, perkantoran dan mercusuar. Secara rinci masing masing pulau beserta peruntukannya dan luas wilayahnya dapat dilihat pada Tabel 2. Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki ketinggian 1 m di atas permukaan laut dan suhu udara berkisar antara 27-32ºC. Arus permukaan laut pada Musim Barat dan Musim Timur memiliki kecepatan relatif sama dengan kecepatan maksimum 0,5 m per detik. Gelombang laut pada Musim Barat berkisar antara 0,5-1,75 m dan Musim Timur 0,5 1,0 m (Pemerintah Administrasi Kepulauan Seribu 2007). Pada umumnya kedalaman laut di Kepulauan Seribu bervariasi antara 0 40 m. Ada wilayah perairan yang memiliki kedalaman lebih dari 40 m, yaitu wilayah Perairan Pulau Tidung dan Pulau Pari. Wilayah perairan tersebut merupakan wilayah perairan untuk pelayaran internasional.

37 24 Tabel 2 Luas pulau beserta peruntukannya di Kelurahan Pulau Panggang No. Nama pulau Peruntukan Luas (ha) Persentase (%) 1. Pulau Opak Kecil Peristirahatan 1,10 1,77 2. Pulau Karang Peristirahatan 0,50 0,81 Bongkok 3. Pulau Kotok Kecil Perlindungan Hutan Umum 1,30 2,09 4. Pulau Kotok Besar Pariwisata 20,75 33,41 5. Pulau Karang Peristirahatan 0,60 0,97 Congkak 6. Pulau Gosong Pandan Peristirahatan 0, Pulau Semak Daun Perlindungan Hutan dan 0,75 1,21 Pelestarian Alam 8. Pulau Panggang Pemukiman 9,00 14,49 9. Pulau Karya Perkantoran 6,00 9, Pulau Pramuka Pemukiman 16,00 25, Pulau Gosong Sekati Peristirahatan 0,20 0, Pulau Air Peristirahatan 2,90 4, Pulau Peniki Mercusuar 3,00 4,83 Total 62,10 100,00 Sumber : Data Laporan Tahunan Pemerintahan Kelurahan Pulau Panggang Keadaan Umum Perikanan Tangkap Alat tangkap Pada Tabel 3 diperlihatkan jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2008, antara lain pancing, payang, muroami, bubu, jaring dasar dan jaring gebur. Alat tangkap yang dominan digunakan di Kelurahan Pulau Panggang adalah pancing ulur dengan jumlah unit pada tahun 2008 sebanyak 444 unit. Secara rinci jenis dan jumlah alat tangkap yang ada di Kelurahan Pulau Panggang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis dan jumlah alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang No. Jenis alat Jumlah pemilik (orang) Jumlah alat (unit) Jaring payang Jaring dasar Jaring gebur Bubu besar Bubu kecil Pancing ulur Muroami Jumlah Sumber : Data Laporan Tahunan Pemerintahan Kelurahan Pulau Panggang 2008.

38 Kapal perikanan Pada tahun 2008, kapal perikanan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu berjumlah kapal yang tersebar di dua kecamatan yaitu Kecamatan Seribu Utara dan Kecamatan Seribu Selatan. Kapal perikanan di Kecamatan Seribu Utara berjumlah 628 kapal dan Kecamatan Seribu Selatan berjumlah 441 kapal. Secara rinci jumlah kapal perikanan menurut gross tonage (GT) dan alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4 Jumlah kapal perikanan menurut gross tonage (GT) Kecamatan/ Kelurahan Kelompok gross tonage (GT) Pulau 1 s/d 2 3 s/d 4 5 s/d 6 7 s/d 8 9 s/d 10 > 10 Jumlah Kec. Kep Seribu Utara Kel. P. Harapan Pulau Harapan Pulau Sabira Kel. Pulau Kelapa Pulau Kelapa Pulau Kelapa Kel. Pulau Panggang Pulau Panggang Pulau Pramuka Kec. Kep Seribu Selatan Kel. P. Tidung Pulau Tidung Pulau Payung Kel. P. Pari Pulau Pari Pulau Lancang Kel. P. Untung Jawa Jumlah Sumber : Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta 2008

39 26 Tabel 5 Jumlah kapal perikanan menurut jenis alat tangkap di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2008 Kecamatan/Kelurahan Kelompok gross tonage (GT) Pulau Pancing Payang Muroami Bubu Jaring Lainnya Kec. Kep Seribu Utara Jumlah Kel. P. Harapan Kel. Pulau Kelapa Kel. Pulau Panggang Kec. Kep Seribu Selatan Kel. P. Tidung Kel. P. Pari Kel. P. Untung Jawa Jumlah Sumber : Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta Nelayan Mayoritas masyarakat di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu bermata pencaharian sebagai nelayan. Menurut data tahun 2006, setidaknya terdapat nelayan yang beroperasi di Kelurahan Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Nelayan di Kelurahan Pulau Panggang dibedakan menjadi nelayan tetap dan nelayan musiman. Nelayan tetap adalah nelayan yang aktif melakukan aktivitas penangkapan ikan sepanjang tahun. Nelayan musiman merupakan nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan ikan hanya pada musim ikan saja. Jumlah nelayan di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah nelayan di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2006 Lokasi Pulau Panggang Pulau Pramuka Tetap Jenis nelayan Musiman Total Total Sumber : Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

40 Musim penangkapan ikan Musim penangkapan ikan di Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh musim yang terjadi di Indonesia. Umumnya nelayan melaut pada musim peralihan dan musim timur. Pada musim peralihan kondisi perairan tenang, sehingga nelayan berbagai macam alat tangkap melakukan operasi penangkapan ikan. Musim ini dianggap nelayan sebagai musim yang ideal, karena resiko kegagalan yang disebabkan oleh kondisi alam sangat minim. Musim peralihan terjadi pada bulan Maret hingga Mei dan musim timur terjadi pada bulan Juni-Agustus (Furqon 2008). Masyarakat Kepulauan Seribu mengenal beberapa musim penangkapan ikan untuk beberapa jenis ikan berbeda. Penetapan berbagai musim penangkapan beberapa jenis ikan dilakukan berdasarkan pengalaman dan pengamatan nelayan. Musim penangkapan tersebut antara lain (Furqon 2008) : 1) Musim ikan tongkol (Auxis sp.) Ikan tongkol merupakan jenis ikan pelagis yang melakukan migrasi melintasi Perairan Laut Jawa. Musim migrasi terjadi pada bulan Oktober hingga April. 2) Musim ikan tenggiri (Scomberomorus sp). Ikan ini merupakan jenis ikan pelagis yang menjadi target utama nelayan karena memiliki harga jual yang tinggi. Ikan ini banyak dijumpai di Perairan Kepulauan Seribu antara bulan November hingga Desember. 3) Musim ikan baronang (Siganus sp.) Ikan baronang merupakan salah satu jenis ikan karang yang berharga mahal. Ikan ini banyak dijumpai pada bulan Februari-Maret dan November-Desember. 4) Musim ikan kerapu (Epinephelus sp.), ekor kuning (Caesio sp.) dan cumicumi dan (Loligo sp.). Ketiga jenis ikan ini dapat dijumpai di perairan Kepulauan Seribu hampir sepanjang tahun. 5) Musim ikan cucut (Charcharinus sp.) Jenis ikan ini banyak dijumpai pada bulan Mei hingga Juli. Ikan cucut yang berusia muda banyak dimanfaatkan sebagai ikan hias.

41 28 6) Musim teripang (Holothuria sp.) dan udang pengko (Lysiosquilla sp.) Dalam setahun ada dua kali musim teripang, yaitu pada bulan Maret-April dan Oktober-November. Teripang merupakan komoditi yang bernilai ekonomis tinggi, harga jual ekspor dalam keadaan kering mencapai Rp ,00/ kg (Ika 2009). Pada saat bersamaan, nelayan juga memanfaatkan musim ini untuk mencari udang pengko. Udang pengko (Lysiosquilla sp.) merupakan sejenis udang mantis yang hidup di dasar perairan dangkal sekitar pulau. Jenis udang ini cukup digemari oleh masyarakat. Harga jualnya mencapai Rp ,00/ekor, sehingga tergolong komoditas bernilai ekonomis tinggi Daerah penangkapan ikan Nelayan dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan hampir di seluruh wilayah perairan Kepulauan Seribu kecuali area perairan konservasi alam. Ada dua wilayah di Perairan Kepulauan Seribu yang ditetapkan sebagai wilayah khusus yang tidak diperbolehkan untuk dijadikan sebagai daerah penangkapan ikan (Lampiran 1). Wilayah pertama adalah Zona Inti Taman Nasional yang merupakan bagian kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu yang dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan keadaan alam oleh aktivitas manusia termasuk kegiatan penangkapan ikan. Zona Inti memiliki luas sekitar ha. Zona Inti dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Zona Inti I seluas ha yang meliputi perairan sekitar Pulau Karang Rengat dan Gosong Rengat. Zona Inti II seluas ha yang meliputi wilayah daratan dan perairan sekitar Pulau Penjaliran Timur dan Penjaliran Barat, dan perairan sekitar Pulau Peteloran Timur, Peteloran Barat, Buton, dan Gosong Penjaliran. Zona Inti III memiliki luas 570 ha meliputi perairan sekitar Pulau Belanda, Pulau Kayu Angin Bira dan Pulau Bira Besar bagian Utara. Wilayah kedua adalah Zona Perlindungan Taman Nasional yaitu bagian kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu yang berfungsi sebagai wilayah penyangga zona inti taman nasional. Zona Perlindungan memiliki luas sekitar , 50 ha yang meliputi perairan sekitar Pulau Dua Barat, Dua Timur, Jagung, Gosong Sebaru Besar, Rengit dan Karang Mayang (Taman Nasional Kepulauan Seribu 2004).

42 Produksi Produksi perikanan laut pada tahun 2008 mencapai kg dengan nilai Rp ,00. Produksi alat tangkap bubu menempati urutan ke empat setelah payang, pancing dan muroami yang mencapai kg atau 12,57% dari volume produksi total pada tahun Selengkapnya jumlah volume dan nilai produksi perikanan menurut jenis alat tangkap di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2006 (Tabel 7). Tabel 7 Volume dan nilai produksi perikanan menurut jenis alat tangkap di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2006 No Alat tangkap Pancing Payang Muroami Bubu Jaring Lainnya Volume produksi Nilai produksi kg % Rp* % ,45 38,70 13,53 10,51 3,18 0, ,18 32,46 12,79 12,57 3,34 0,66 Jumlah , ,00 Keterangan : *) Pendekatan harga pasar wilayah DKI Jakarta Sumber : Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta 2006

43 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh dikelompokkan menjadi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama dibedakan atas ikan konsumsi dan ikan hias. Pengelompokan ini didasarkan pada nilai ekonomis hasil tangkapan dan jenis pemanfaatannya oleh nelayan setempat. Total hasil tangkapan yang diperoleh selama 12 hari operasional kedua jenis bubu berjumlah 655 ekor dengan berat mencapai g. Hasil tangkapan utama yang diperoleh mencakup 8 famili ikan konsumsi dan 1 famili ikan hias. Ikan konsumsi yang tertangkap adalah famili Scaridae, Pomacentridae, Serranidae, Labridae, Lutjanidae, Siganidae, Nemipteridae dan Mullidae. Ikan hias yang tertangkap adalah famili Chaetodontidae. Hasil tangkapan sampingan yang diperoleh mencakup 9 famili, yaitu Portunidae Diogenidae, Muraenidae, Balistidae, Monacanthidae, Charcharinidae, Diodontidae, Pinguipedidae dan Caesiodae. Hasil tangkapan total ikan konsumsi berjumlah 589 ekor (87,02%) dengan berat g (83,62%). Hasil tangkapan total didominasi oleh famili Scaridae sebanyak 167 ekor (25,50%) dengan berat g (26,52%). Komposisi hasil tangkapan kedua jenis bubu selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel Jumlah (ekor) Scaridae Pomacentridae Serranide Labridae Lutjanidae Siganidae Nemipteridae Mullidae Chaetodontidae Diogenidae Muraenidae Balistidae Monacanthidae Charcharinidae Bubu Kontrol Bubu Perlakuan Diodontidae Pinguipedidae Caesiodae Portunidae Famili Gambar 6 Jumlah tangkapan berdasarkan jenis ikan

44 31 Tabel 8. Hasil tangkapan total. Hasil tangkapan Jumlah Berat ekor % g % Ikan Konsumsi 1. Famili Scaridae , ,52 2. Famili Pomacentridae , ,69 3. Famili Serranide 49 7, ,18 4. Famili Labridae 99 15, ,60 5. Famili Lutjanidae 23 3, ,45 6. Famili Siganidae 20 3, ,96 7. Famili Nemipteridae 41 6, ,75 8. Famili Mullidae 14 2, ,47 Ikan Hias 1. Famili Chaetodontidae 19 2, ,68 Subtotal , ,31 Utama Sampingan 1. Famili Portunidae 40 6, ,43 2. Famili Diogenidae 4 0, ,07 3. Famili Muraenidae 2 0, ,68 4. Famili Balistidae 4 0, ,65 5. Famili Monacanthidae 8 1, ,47 6. Famili Charcharinidae 2 0, ,75 7. Famili Diodontidae 3 0, ,12 8. Famili Pinguipedidae 2 0, ,33 9. Famili Caesiodae 1 0, ,19 Subtotal 66 10, ,69 Total , , Komposisi hasil tangkapan bubu nelayan Hasil tangkapan bubu nelayan berjumlah 453 ekor dengan berat g. Hasil tangkapan utama diperoleh sebesar 93,60% dari total jumlah individu, mencakup 411 ekor ikan konsumsi (90,73%) dan 13 ekor ikan hias (2,87%). Hasil tangkapan sampingan yang diperoleh sebanyak 29 ekor atau 6,40 % dari total individu. Komposisi hasil tangkapan bubu nelayan dapat dilihat pada Gambar 7 dan Tabel % 93.60% Hasil tangkapan utama Hasil tangkapan sampingan Gambar 7 Komposisi hasil tangkapan bubu nelayan

45 32 Tabel 9. Hasil tangkapan bubu nelayan Hasil tangkapan Jumlah Berat ekor % g % Ikan Konsumsi 1. Famili Scaridae , ,40 2. Famili Pomacentridae 96 21, ,67 3. Famili Serranide 36 7, ,74 4. Famili Labridae 68 15, ,07 5. Famili Lutjanidae 13 2, ,62 6. Famili Siganidae 16 3, ,45 7. Famili Nemipteridae 23 5, ,28 8. Famili Mullidae 11 2, ,93 Ikan Hias 1. Famili Chaetodontidae 13 2, ,67 Subtotal , ,85 Utama Sampingan 1. Famili Portunidae 16 3, ,18 2. Famili Diogenidae 1 0, ,41 3. Famili Muraenidae 2 0, ,05 4. Famili Balistidae 3 0, ,73 5. Famili Monacanthidae 1 0, ,17 6. Famili Charcharinidae 2 0, ,41 7. Famili Diodontidae 1 0, ,48 8. Famili Pinguipedidae 2 0, ,46 9. Famili Caesiodae 1 0, ,26 Subtotal 29 6, ,15 Total , ,00 Famili ikan konsumsi yang diperoleh mencakup famili Scaridae, Pomacentridae, Serranidae, Labridae, Lutjanidae, Siganidae, Nemipteridae, dan Mullidae. Famili yang tergolong ikan hias yang diperoleh adalah famili Chaetodontidae. Hasil tangkapan bubu nelayan didominasi oleh famili Scaridae sebanyak 148 ekor (32,67%) dengan berat g (32,40%). Jenis ikan famili Scaridae yang banyak tertangkap adalah ikan kakatua (Scarus sp.). Ikan dari famili ini merupakan ikan diurnal, yaitu terbiasa aktif mencari makan di siang hari. Ikan ini tergolong jenis ikan herbivora yang memakan alga yang menempel di permukaan terumbu karang, polyp karang dan zooxanthellae. Ikan kakatua hidup bergerombol (schooling) untuk mencari makanan di sekitar terumbu karang. Jika menemukan alga yang menempel di permukaan terumbu karang, ikan ini akan menggerus terumbu karang dengan menggunakan gigi pengerusnya. Diduga bahwa penggunaan tutupan bubu berupa patahan terumbu karang yang digunakan sebagai kamuflase visual menyebabkan gerombolan ikan kakatua lebih tertarik untuk mendekati bubu nelayan. Patahan

46 33 terumbu karang membuat gerombolan ikan kakatua tertarik untuk mencari alga yang menempel. Jenis hasil tangkapan sampingan yang paling banyak tertangkap adalah biota dari famili Portunidae, yaitu Portunus hestatoides. Famili ini tertangkap sebanyak 16 ekor (3.53%) dengan berat g (4,18%) dari total hasil tangkapan bubu nelayan. Famili Portunidae merupakan hewan karnivora. Mangsanya berupa ikan kecil dan moluska (Burgress dan Axelrood 1973). Keberadaan ikan kecil dan penggunaan umpan bintang laut bantal (Culcita novaguineae) diduga menyebabkan hewan ini terperangkap dalam bubu untuk mencari makanan. Jenis ikan hasil tangkapan sampingan lainnya yang ikut tertangkap dalam bubu adalah ikan dari famili Charcharinidae, yaitu cucut tokek (Atelomycterus marmoratus) dan ikan dari famili Muraenidae, yaitu belut moray hitam dan belut moray putih. Famili Charcharinidae tertangkap sebanyak 2 ekor (0,44%) dengan berat1000 g (2,41%). Famili Muraenidae tertangkap sebanyak 2 ekor (0,44%) dengan berat g (5,05%). Famili Charcharinidae dan Muraenidae merupakan ikan pemakan daging. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan ikan mangsa yang sudah hancur di dalam bubu yang sama. Kedua famili ini bersifat soliter dan tinggal di celah-celah terumbu karang dengan kedalaman mencapai 15 m. Kedua famili ini merupakan hewan nokturnal yang aktif mencari makan di malam hari (Allen et al. 2002) Komposisi hasil tangkapan bubu perlakuan Hasil tangkapan bubu perlakuan berjumlah 202 ekor dengan berat total mencapai g. Hasil tangkapan utama diperoleh sebesar 81,68% dari total jumlah individu yang mencakup 159 ekor ikan konsumsi (78,73%) dan 6 ekor ikan hias (2,97 %). Hasil tangkapan sampingan diperoleh sebesar 37 ekor atau 18,32 % dari total jumlah individu. Komposisi hasil tangkapan bubu perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 8.

47 34 Tabel 10. Hasil tangkapan total bubu perlakuan Hasil Tangkapan Jumlah Berat ekor % g % Ikan Konsumsi 1. Famili Scaridae 19 9, ,77 2. Famili Pomacentridae 61 30, ,79 3. Famili Serranide 13 6, ,67 4. Famili Labridae 31 15, ,70 5. Famili Lutjanidae 10 4, ,67 6. Famili Siganidae 4 1, ,64 7. Famili Nemipteridae 18 8, ,67 8. Famili Mullidae 3 1, ,23 Ikan Hias 1. Famili Chaetodontidae 6 2, ,71 Subtotal , ,85 Utama Sampingan 1. Famili Portunidae 24 11, ,77 2. Famili Diogenidae 3 1, ,84 3. Famili Muraenidae 0 0,00 0 0,00 4. Famili Balistidae 1 0, ,42 5. Famili Monacanthidae 7 3, ,29 6. Famili Charcharinidae 0 0,00 0 0,00 7. Famili Diodontidae 2 0, ,84 8. Famili Pinguipedidae 0 0,00 0 0,00 9. Famili Caesiodae 0 0,00 0 0,00 Subtotal 37 18, ,15 Total , , % 81.68% Hasil tangkapan utama Hasil tangkapan sampingan Gambar 8 Komposisi jenis hasil tangkapan bubu perlakuan Hasil tangkapan bubu perlakuan didominasi oleh famili Pomacentridae sebanyak 61 ekor (30,20 %) dengan berat g (23,79%). Jenis ikan dari famili Pomacentridae yang tertangkap pada bubu perlakuan adalah ikan betok hitam (Neoglyphidodon oxyodon) dan ikan betok putih (Altrichthys curatus). Famili ini tergolong ikan diurnal dan merupakan omnivora. Makanannya berupa alga,

48 35 invertebrata dan plankton (Burgress dan Axelrood 1973). Umumnya ikan dari famili Pomacentridae mencari makan di celah celah karang. Murdianto (2003) menyatakan bahwa famili ini merupakan ikan yang terbanyak hidup di terumbu karang. Diduga bahwa ikan ini tertarik mendekati tutupan karung goni untuk mencari alga yang menempel di karung goni. Selain itu juga diduga penggunaan umpan merupakan penyebab famili ikan ini tertarik masuk ke dalam bubu perlakuan dan bubu nelayan. Famili Labridae ikut mendominasi hasil tangkapan bubu perlakuan. Famili Labridae yang didapat sebesar 31 ekor (15,35%) dengan berat g (18,70%). Jenis ikan yang tertangkap dalam bubu perlakuan terdiri atas ikan nori (Cheilinus fasciatus), ikan jarang gigi (Choerodon anchorago), ikan tikusan (Hemigymus malapterus), ikan salome (Halichoeres margaritaceus), ikan kenari kuning (Epibulus insidiator) dan ikan kenari coklat (Epibulus insidiator). Ikan famili Labridae aktif mencari makan pada siang hari dan hidup di sekitar terumbu karang (Arami 2006). Ikan famili Labridae memangsa berbagai jenis biota laut termasuk bulu babi (Diadema sp.) (Anonim 2009). Ikan famili ini diduga tertarik untuk masuk ke dalam bubu karena adanya umpan bulu babi (Diadema sp.) yang diletakkan di depan mulut bubu. Famili Serranidade merupakan salah satu target penangkapan nelayan bubu di Kepulauan Seribu. Hal ini dikarenakan ikan kerapu tergolong ikan ekonomis penting. Harga jualnya bervariasi yang ditentukan oleh jenis dan ukuran ikan yang tertangkap. Jenis ikan dari famili Serranidae yang tertangkap dalam penelitian ini, antara lain ikan kerapu koko (Epinephelus quoyanus), kerapu karet (Cephalopholis argus), kerapu hitam (Epinephelus ongus), kerapu merah (Epinephelus fasciatus) dan kerapu sunu (Plectpomus leopardus). Jumlah ikan kerapu yang tertangkap pada bubu perlakuan lebih sedikit dibandingkan dengan bubu nelayan, yaitu masing masing sebanyak 13 ekor (6,44%) dan 36 ekor (7,95%). Ikan kerapu merupakan ikan karnivora yang aktif mencari makan di siang hari. Ikan kerapu umumnya hidup di gua-gua karang (Harmelin-Vivien 1979 diacu dalam Muzahar 2003). Ikan dari famili Serranidae tertarik memasuki bubu dikarenakan adanya ikan mangsa dalam bubu. Salah satu ikan mangsa tersebut

49 36 adalah ikan dari famili Scaridae (High dan Breadsley 1970 diacu dalam Furevik 1994). Famili Chetodontidae juga tertangkap dalam penelitian ini. Ikan famili ini hanya hadir jika masih terdapat karang hidup, sehingga kehadiran ikan famili Chaetodontidae seringkali digunakan sebagai indikator kesehatan lingkungan karang. Ikan famili Chaetodontidae hanya memangsa polip karang (Romimohtarto dan Juwana 2000). Dalam penelitian yang dilakukan, jenis ikan dari famili Chaetodontidae yang tertangkap antara lain ikan marmut (Chaetodontoplus mesoleucus) dan ikan kepe strip delapan (Chaetodon octofasciatus). Komposisi jumlah ikan yang tertangkap di bubu nelayan lebih banyak dibandingkan dengan komposisi jumlah ikan yang tertangkap di bubu perlakuan, yaitu masing masing sebanyak 13 ekor (2,87%) dan 6 ekor (2,97%). Diduga bahwa polip yang terdapat pada terumbu karang yang menjadi media penutup bubu menyebabkan ikan famili Chaetodontidae lebih tertarik untuk masuk ke dalam bubu nelayan. 5.2 Sebaran Panjang Hasil Tangkapan Ada dua famili utama yang merupakan hasil tangkapan dominan dalam penelitian ini, yaitu Famili Scaridae dan famili Pomacentridae, sehingga hanya kedua famili tersebut yang dianalisis panjangnya. Kedua famili tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis bubu. Bubu nelayan menangkap ikan famili Scaridae dalam berbagai ukuran panjang yang berkisar antara 10,5-26,5 cm, sedangkan famili Pomacentridae tertangkap pada ukuran 9-17,3 cm. Frekuensi panjang tertinggi untuk famili Scaridae terjadi pada selang cm sebesar 42 ekor atau 28,38 % (Gambar 9). Frekuensi panjang tertinggi untuk famili Pomacentridae terjadi pada selang cm sebanyak 41 ekor atau 42,71 % (Gambar 10). Ikan famili Scaridae yang tertangkap pada bubu perlakuan memiliki kisaran panjang 13,5-23,3 cm, sedangkan famili Pomacentridae yang tertangkap memiliki kisaran panjang 9,1-19,9 cm. Frekuensi panjang tertinggi famili Scaridae terjadi pada selang panjang cm sebanyak 10 ekor atau 52,63 % (Gambar 11). Frekuensi panjang tertinggi untuk famili Pomacentridae terjadi pada selang cm sebanyak 29 ekor atau 47,54 % (Gambar 12).

50 Jumlah (ekor) Selang Panjang (cm) Gambar 9 Sebaran frekuensi panjang famili Scaridae pada bubu nelayan Jumah (ekor) Selang panjang (cm) Gambar 10 Sebaran frekuensi panjang famili Pomacentridae pada bubu nelayan Jumlah (ekor) Selang panjang (cm) Gambar 11 Sebaran frekuensi panjang famili Scaridae pada bubu perlakuan

51 Jumlah (ekor) Selang panjang (cm) Gambar 12 Sebaran frekuensi panjang famili Pomacentridae pada bubu perlakuan Ukuran panjang matang gonad atau length of first maturity merupakan acuan dalam menentukan ukuran ikan layak tangkap. Ukuran panjang saat matang gonad ikan kakatua (Scaridae) dimulai dari 15 cm (Adrim 2008). Hasil tangkapan ikan kakatua pada bubu nelayan dan bubu perlakuan didominasi oleh individu yang berukuran di atas ukuran matang gonad. Jumlah ikan kakatua yang layak tangkap pada bubu nelayan sebanyak 118 ekor atau 71,52 % dengan kisaran ukuran 15-26,5 cm, sedangkan ikan kakatua yang layak tangkap pada bubu perlakuan sebanyak 17 ekor atau 89,47 % dengan kisaran ukuran panjang 15,3-23,3 cm. Ukuran panjang saat matang gonad ikan betok laut (Pomacentridae) dimulai dari ukuran panjang 10,0-11,5 cm (Bessa 2007). Ikan betok laut layak tangkap yang tertangkap saat penelitian juga didominasi oleh ikan yang berukuran di atas matang gonad. Jumlah ikan betok laut yang layak tangkap pada bubu nelayan sebanyak 91 ekor atau 94,79 % dengan kisaran ukuran 10-17,3 cm, sedangkan ikan betok laut yang layak tangkap pada bubu perlakuan sebanyak 58 ekor atau 95,08 % dengan kisaran ukuran panjang 10,1-19,9 cm. 5.3 Hasil Analisis Statistik Uji kenormalan data Anderson Darling yang telah dilakukan menunjukkan bahwa data hasil tangkapan bubu nelayan dan bubu perlakuan masing masing memiliki nilai P-Value 0,568 dan 0,882. Nilai tersebut besarnya melebihi nilai α =

52 39 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil tangkapan kedua jenis bubu menyebar normal. Hal ini diperkuat dengan tampilan grafik plot kenormalan yang dihasilkan dari kedua perlakuan tersebut, seperti tampak pada Gambar 13 dan Persen Percent (%) Normal Mean 3 6 StDev N 1 2 A D P-Value Bubu Kontrol Bubu nelayan Gambar 13 Hasil uji kenormalan data bubu nelayan Persen Percent (%) Normal Mean StDev N 12 A D P-Value Bubu perlakuan Perlakuan Gambar 14 Hasil uji kenormalan data bubu perlakuan Hasil perhitungan homogenitas mendapatkan nilai F hitung = 1,23 dan nilai F tabel = 2,82, dengan demikian nilai F hitung < F tabel. Keputusan yang diambil adalah terima H 0 bahwa data hasil tangkapan memiliki varians yang homogen (σ 1 = σ 2 ). Varians data hasil tangkapan yang homogen menunjukkan bahwa data

53 40 tersebut dapat digunakan untuk membandingkan hasil tangkapan bubu nelayan dan bubu perlakuan. Uji-t dua sampel tidak berpasangan yang dilakukan menunjukkan nilai t hitung = 6,566 lebih besar dari nilai t tabel = 2,074, sehingga keputusan yang diambil adalah tolak H 0, berarti ada perbedaan hasil tangkapan yang nyata antara bubu nelayan dan bubu perlakuan. Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukkan bahwa bubu nelayan memberikan hasil tangkapan yang masih lebih baik dibandingkan bubu perlakuan. Dari segi jumlah dan berat hasil tangkapan, bubu perlakuan belum dapat menyamai hasil tangkapan bubu nelayan. 5.4 Pengaruh Penggunaan Karung Goni dalam Operasional Bubu Tambun Pengoperasian bubu tambun dengan tutupan terumbu karang memerlukan waktu yang cukup lama, sebab harus mencari terumbu karang yang sesuai untuk menutupi bubu terlebih dahulu. Dari segi efisiensi waktu pengoperasian, bubu tambun dengan tutupan karung goni memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan pengoperasian bubu tambun dengan tutupan terumbu karang. Bubu dengan tutupan karung goni cukup diletakkan tanpa harus mencari terumbu karang yang sesuai sebagai tutupannya. Penutupan bubu menggunakan terumbu akan menghasilkan suasana kamuflase bagi ikan karang. Badan bubu akan menjadi lebih gelap sehingga mengundang ikan karang untuk mendekat dan masuk ke dalam bubu. Tutupan karung goni juga dapat menghasilkan suasana kamuflase seperti pada tutupan terumbu karang. Badan bubu akan tertutupi dan menjadi lebih gelap menyerupai habitat ikan karang. Seringkali bubu tambun dengan tutupan terumbu karang dipasang di daerah yang memiliki kepadatan terumbu karang hidup yang cukup tinggi. Proses pemasangan diawali dengan memindahkan atau mengghancurkan sedikit terumbu karang yang ada di daerah tersebut untuk menjadi tempat peletakan bubu. Hal tersebut menyebabkan kerusakan habitat terumbu karang. Pemasangan bubu tambun sebaiknya hanya dilakukan pada celah terumbu karang tanpa diawali dengan pemindahan atau penghancuran terumbu karang yang ada di tempat pemasangan bubu.

54 41 Penggunaan bubu dengan tutupan karung goni dapat meminimalisir kerusakan terumbu karang, sebab cara pengoperasian bubu dengan tutupan karung goni tergolong lebih ramah lingkungan. Pengoperasian bubu ini tidak menggunakan terumbu karang yang masih hidup ataupun terumbu karang yang masih muda. Dalam penelitian ini, bubu perlakuan tetap menggunakan karang yang sudah mati yang terdapat di sekitar tempat pemasangan sebagai pemberat di kedua sisinya. Sangat disarankan untuk mensubtitusi karang mati dengan jenis pemberat lain yang dipasang pada rangka bubu pada saat pengoperasiannya untuk menghindari kerusakan habitat terumbu karang. Prinsip penggunaan karung goni dalam penelitian ini juga diharapkan dapat menyerupai fungsi rumpon di perairan pelagis. Perifiton dan alga dapat menempel pada substrat yang disediakan, sehingga akan mengundang ikan untuk mendekati bubu. Pada pelaksanaan penelitian ternyata karung goni yang digunakan juga menjadi substrat untuk penempelan endapan pasir yang ada di sekitar dasar perairan berkarang. Hal ini disebabkan endapan pasir terbawa oleh arus. Kondisi tesebut diduga membuat alga dan perifiton tidak dapat menempel dengan baik pada karung goni, sehingga ikan hasil tangkapan yang didapat pada bubu perlakuan tidak maksimal. Untuk memastikan penempelan pasir pada karung goni bukan karena dinamika alam, maka sebaiknya uji coba yang sama di lokasi dengan dasar perairan yang tidak berpasir atau perairan yang sangat sedikit pengaruh arusnya. Sebelum dilakukan operasi penangkapan ikan, bubu dengan tutupan karung goni diberi perlakuan perendaman terlebih dahulu selama 3 hari. Karung goni tersebut tidak diganti pada trip-trip selanjutnya, sehingga semakin banyak ulangan, lama perendaman karung goni semakin lama. Kenyataan dalam pelaksanaan penelitian, kondisi karung goni terbukti tidak berpengaruh terhadap perolehan hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang diperoleh berfluktuasi selama trip berlangsung (Gambar 15). Bubu tambun yang menggunakan tutupan karung goni cenderung menangkap ikan dari famili Pomacentridae. Bubu tambun dengan tutupan karung goni dapat digunakan sebagai alat penangkapan alternatif di perairan dengan sumberdaya ikan famili Pomacentridae yang melimpah. Salah satu jenis ikan dari

55 42 famili Pomacentidae yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kepulauan Seribu adalah ikan betok laut. Ikan betok laut memiliki nilai yang cukup ekonomis di wilayah Kepulauan Seribu. Masyarakat Kepulauan Seribu terkadang memanfaatkan ikan betok sebagai ikan konsumsi, ikan asin dan pakan budidaya ikan kerapu. Selain itu, bubu jenis ini juga dapat digunakan ketika ikan kakatua (Scarus sp.) sedang tidak musim atau ketika telah mengalami penurunan populasi Jumlah (ekor) Bubu nelayan Bubu perlakuan Hari ke- Gambar 15 Pengaruh lama perendaman bubu terhadap jumlah hasil tangkapan Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan umpan bulu babi (Diadema sp.) yang diletakkan di depan mulut bubu dan bintang laut bantal raja (Culcita novaguinea) di dalam bubu. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah ikan masuk ke dalam bubu disebabkan oleh tutupan karung goni atau karena tertarik umpan. Oleh karena itu, penulis menyarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut pada bubu dengan tutupan karung goni dengan perlakuan lebih dititik-beratkan pada pengaruh penggunaan umpan. Selain itu, penutupan karung goni pada bubu dalam penelitian ini hanya sebesar 70%. Persentase tutupan ini diduga dapat mempengaruhi ikan karang untuk masuk ke dalam bubu. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut dapat juga dilakukan dengan menitik-beratkan pada persentase tutupan karung goni tanpa menggunakan umpan atau jenis pemikat lain. Pengoperasian bubu tambun di Kepulauan Seribu harus terus diupayakan keramahannya terhadap lingkungan untuk kelestarian habitat terumbu karang. Modifikasi cara pengoperasian bubu tambun sangat disarankan untuk dilakukan,

56 43 seperti penggunaan bahan alami lain yang tepat sebagai media penutup bubu. Penggunaan jenis bahan alami yang tepat tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut dengan menilai sifat material, kepraktisan penggunaan dan pengaruhnya terhadap hasil tangkapan bubu.

57 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1) Hasil tangkapan keseluruhan yang diperoleh selama penelitian berjumlah 655 ekor dengan bobot gram, terdiri atas 453 ekor hasil tangkapan bubu nelayan dengan bobot gram dan 202 ekor hasil tangkapan bubu perlakuan dengan bobot gram Hasil tangkapan utama bubu nelayan sebesar 93,60% dari total individu mencakup 90,73% jenis ikan konsumsi dan 2,87% jenis ikan hias, serta didominasi oleh famili Scaridae. Hasil tangkapan sampingan bubu nelayan sebesar 6,40% dari total jumlah individu, didominasi oleh famili Portunidae. Hasil tangkapan utama bubu perlakuan sebesar 81,68% dari total individu mencakup 78,73% jenis ikan konsumsi dan 2,97 % jenis ikan hias, serta didominasi oleh famili Pomacentridae. Hasil tangkapan sampingan bubu perlakuan sebesar 18,32% dari total individu dan didominasi oleh famili Portunidae. 2) Bubu nelayan memberikan hasil tangkapan yang lebih baik dibandingkan dengan bubu perlakuan. 6.2 Saran Disarankan melakukan penelitian lebih lanjut : 1) dengan membedakan angka presentase tutupan karung goni pada bubu tambun tanpa menggunakan umpan; 2) tetap menggunakan materi dan metode yang sama, tetapi dilakukan di lokasi dengan dasar perairan yang lebih tenang atau tanpa arus; dan 3) tentang pengoperasian bubu tambun dengan tutupan dari jenis bahan alami lain yang lebih tepat untuk menjadi media alternatif pengganti terumbu karang dengan menilai sifat material, kepraktisan penggunaan dan pengaruhnya terhadap hasil tangkapan bubu.

58 DAFTAR PUSTAKA Adrim M Aspek Biologi Ikan Kakatua (Suku Scaridae). Jurnal Oseana Volume XXXIII Nomor 1. Hal: Allen G, R Steene, P Humann and N DeLoach Reef Fish Identification : Tropical Pacific. Jacksonville, Florida USA : New World Publications, Inc. 248 hal. Anonim Labridae: Food Items List. [20 Juli 2009]. Anonim Swiming Crabs. [terhubung tidak berkala]. [20 Juli 2009]. Arami H Seleksi Tekonologi Penangkapan Ikan Karang Dalam Rangka Pengembangan Perikanan Tangkap Berwawasan Lingkungan di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hal Archdale MV, K. Anraku, T. Yamamoto, and N. Higashitani Behaviour of The Japanese Rock Crab Ishigani Charybdis Japonica Towards Two Collapsible Baited Pots: Evaluation of Capture Effectiveness. Fisheries Science. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Bahan Jaring untuk Alat Penangkapan Ikan. Semarang. Diterjemahkan dari Klust, G Netting Materials for Fishing Gear : 2nd Edition. Food and Agriculuture Organization. London: Fishing News Books. 188 hal. Burgess WE and HR Axelrood Fishes of The Southern Japan and The Ryukyus Book 1. Canada : TFH Publication Inc. Collins RM A Comparison of Three Fish Trap Designs. Journal of Fisheries Research Edition 9: Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun Dinas Hidro-Oseanografi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Peta Proyeksi Mercator Kepulauan Seribu : Pulau Pramuka hingga Pulau Kotok Kecil. Jakarta

59 46 Djamali A. dan H. Mubarak Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia : Sumberdaya Ikan Konsumsi Perairan Karang. Jakarta: Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 251 hal. Bessa E, June Ferraz Dias and Ana Maria de Souza Rare Data on A Rocky Shore Fish Reproductive Biology: Sex Ratio, Length of First Maturation and Spawning Period of Abudefduf saxatilis (Linnaeus, 1758) with Notes on Stegastes variabilis Spawning Period (Perciformes: Pomacentridae) in Sao Paulo, Brazil. Brazilian Journal Oceanography Volume 55 no.3. Instituto Oceanográfico da Universidade de Sao Paulo Eidman HM, Koessoebiono, DG Bangen, M Hutomo, S Sukardjo Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 459 hal. Diterjemakan dari Nybakken JW Marine Biology: An Ecological Approach. United States of America: Benjamin Cummnings. 592 p. Furevik DM Behaviour of Fish Relation to Pots : Marine Fish Behaviour in Capture and Abundance Estimation. London: Fishing News Books. Hal Furqon Kenali Musim Angin di Kepulauan Seribu. [terhubung tidak berkala]. [02 September 2009]. Girsang ES Kajian Terhadap Perifiton dan Hubungannya Dengan Keberadaan Ikan Pelagis Pada Rumpon di Perairan Pasauran, Selat Sunda. [Desertasi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Gunarso W Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya Dengan Alat, Metoda, dan Teknik Penangkapan Ikan. Diktat kuliah (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 149 hal. Hasian O Terumbu Karang dan Kelimpahan Ikan di Perairan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu. [Karya Ilmiah Praktek Akhir] (tidak dipublikasikan). Jakarta : Sekolah Tinggi Perikanan. 109 hal. Harmelin-Vivien, ML Ichtyofauna des recifis corraliens de tulear (Madagascar) : Science de La Mer et L environment. France : Aluniversite d aux Marseille II. Dikutip dari Muzahar, NA Analisis Kesukaan Habitat dari Spesies-spesies Ikan Karang di Perairan Pulau Menjangan, Bali Barat, Bali. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

60 47 High WL and Beardsley Fish Behaviour Studies from Undersea Habitat. Community Fisheries Rev. Dikutip dari Furevik, DM Behaviour of Fish Relation to Pots : Marine Fish Behaviour in Capture and Abundance Estimation. London: Fishing News Books. Hal Hutomo Pengantar Studi Ekologis Komunitas Ikan Karang dan Metode Pengkajiannya. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi- Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia. 54 hal. Dikutip dari Nasution HA Uji Coba Bubu Buton di Perairan Pulau Batanta Kabupaten Sorong, Propinsi Papua. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 71 hal. Ika A Kontan Online : Mari Beternak Teripang. [terhubung tidak berkala]. [13 Oktober 2009]. Katrunada M Uji Coba Alat Tangkap Bubu di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 58 hal. Klust G Netting Materials for Fishing Gear : 2nd Edition. Food and Agriculuture Organization. London: Fishing News Books. 188 hal. Lowe RH and Mc Connel Ecological Studies in Tropical Fish Communities. London : Cambridge University Press. 235 hal. Martasuganda S Bubu (Traps). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 68 hal. Maedali MI Penelitian Pendahuluan Beberapa Aspek Biologi Ikan Baronamg Malaja (Siganus canalicatus Park) di Perairan Bajoe, Teluk Bone, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai No. 21/ Maros: Balai Penelitian Budidaya Pantai. Hal : Mawardi MI Pengaruh Penggunaan Jenis Umpan Terhadap Ikan Karang pada Alat Tangkap Bubu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 63 hal. Miller RJ Effectiveness of Crab and Lobster Traps. Can. J. Fish. Aquat. Sci., 47:

61 48 Monintja D. dan Martasuganda Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut II. Diktat kuliah (tidak dipublikasikan). Bogor: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. 90 hal. Muldiani D Analisis Hasil Tangkapan Rajungan Pada Bubu Lipat dengan Konstruksi Yang Berbeda di Perairan Kronjo, Kabupaten Tangerang. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 64 hal. Murdianto B Mengenal, Memelihara dan Melestarikan Ekosistem Terumbu Karang. ISBN Jakarta: Coastal Comunity Development and Management Fisheries Project. 53 hal. Muzahar NA Analisis Kesukaan Habitat dari Spesies-spesies Ikan Karang di Perairan Pulau Menjangan, Bali Barat, Bali. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 78 hal. Nasution HA Uji Coba Bubu Buton di Perairan Pulau Batanta Kabupaten Sorong, Propinsi Papua. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 71 hal. Nugraha A Efektivitas Penangkapan Ikan Karang Konsumsi Menggunakan Bubu dengan Umpan yang Berbeda di Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 95 hal. Nurani TW, RI Wahyu, Diniah, E Lubis dan VR Kurniawati Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. ISBN Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 56 hal. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Laporan Tahunan 2006 Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Laporan Tahunan 2008 Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

62 49 Pramono J Perikanan Bubu dan Peluang Pengembangannya di Sekitar Lokasi Sea Farming Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hal. Ramdani D Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan pada Bubu Lipat dengan Menggunakan Umpan yang Berbeda. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 73 hal. Rizqi RM Seleksi Umpan Bubu Untuk Meningkatkan Hasil Tangkapan Keong Macan di Perairan Teluk Jakarta. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 54 hal. Romimohtarto K dan S Juwana Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Laut. Jakarta : Djambatan. 540 hal. Sainsbury JC Comercial Fishing Methods: An Introduction To Vessels and Gears. London: Fishing News Books. 119 p. Setiawan PAK Perbandingan Hasil Tangkapan Bubu Bambu dan Bubu Lipat di Perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 47 hal. Slack and Smith RJ Fishing With Traps and Pots. Rome : Food and Agriculuture Organization Training Series. 65 p. [terhubung tidak berkala]. [17 Februari 2008]. Smolowitz RJ Trap Design and Ghost Fishing: Discussion, Marine Fisheries Review. (May- June): Subani W dan HR. Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan. Edisi Khusus Laut Nomor 50 Tahun 1988/1989. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. 245 hal. Suci LH Studi Perbedaan Jenis Bubu Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Hias di Perairan Citeureup, Pandeglang, Jawa Barat. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 66 hal. Sudirman dan A Mallawa Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta. 98 hal.

63 50 Sudiro DR Rami Tanaman Asli Indonesia Untuk Meningkatkan Kemandirian Kebutuhan Alat Pertahanan. Buletin Litbang Pertahanan Indonesia Volume VII Nomor 13 Tahun [terhubung tidak berkala]. [20 Desember 2009]. Sugiyono Pengantar Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. 390 hal. Sunyoto P Pembesaran Kerapu Dengan Keramba Jaring Apung. Jakarta : Penebar Swadaya. Hal 2-7 Susanti Y Pengoperasian Bubu Tambun dan Kerusakan Terumbu Karang yang Diakibatkannya di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 88 hal. Susanto H Ikan Hias Air Laut. Depok: Penerbit Swadaya. 84 hal. Syakur A Komunitas Ikan Karang pada Ekosistem Terumbu Karang Ponton Bodong dan Toyopakeh, Nusa Penida, Bali. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 68 hal. Taman Nasinal Kepulauan Seribu Peta Zonasi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tarwiyah Pembenihan Ikan Kerapu Macan. Jakarta: Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian. 10 hal. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Von Brandt A Fish Catching Methods of The World. London: Fishing News Book. Ltd. 432 p. Walpole RE Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 516 hal. Wudianto C. Nasution dan HR Barus Uji Coba Bubu Plastik di Perairan Jawa Barat. Jurnal Penelititan Perikanan Laut No. 46 Tahun Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. Hal Zein MI Pengaruh Jenis Umpan dan Lama Perendaman Jaring Jodang Terhadap Hasil Tangkapan Keong Macan. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

64 LAMPIRAN

65 Lampiran 1 Peta Perairan Kepulauan Seribu 52

66 Lampiran 2 Lokasi penelitian 53

67 54 Lampiran 3 Foto ikan hasil tangkapan bubu Sumber identifikasi : Allen G et al Reef Fish Identification : Tropical Pacific. New World Publications, Inc. Jacksonville, Florida USA. 248 hal. Famili Lutjanidae Lencam/ Mangrove jack Lutjanus argentimaculatus Tanda-tanda/ Russell s snapper Lutjanus rusell Famili Labridae Tikusan/Half wrasse Hemigymus melapterus Nori hijau/checkerboard wrasse Halichoeres hortulanus Pelo/ Surge wrasse Thalassoma purpureum Kenari kuning/slingjaw wrase Epibulus insidiator Salome/Weedy surge Halichoeres margaritaceus

68 55 Lampiran 3 (lanjutan). Famili Serranidae Kerapu hitam/white-straked grouper Epinephelus ongus Kerapu merah/blacktip grouper Epinephelus fasciatus Kerapu karet/peacock rockcod Cephalopholis argus Kerapu koko/longfin grouper Epinephelus quoyanus Famili Siganidae Kea kea/barred rabbitfish Siganus doliatus Baronang/Scribbled rabbitfish Siganus guttatus Manggilala/Dusky rabbitfush Siganus spinus

69 56 Lampiran 3 (lanjutan). Famili Scaridae Kakatua biru/blue-barred parrotfish Scarus ghobban Lape/Surf parrotfish Scarus rivulatus Famili Pomacentridae Betok hitam/javanese damsel Neoglyphidodon oxyodoon Betok putih/guardian damsel Altrichthys curatus Sersan mayor/scissor-tail sergeant Abudefduf sixfasciatus Masuk layang/batunai damsel Ambyglyphidodon batunai Famili Nemipteridae Serak/Monocle bream Scolopsis bilineata Pasir/ Silver-line spincheek Scolopsis ciliata

70 57 Lampiran 3 (lanjutan). Famili Chaetodontidae Kepe marmut/vermiculate anglefish Chaetodontoplus mesoleucus Kepe strip 8/Eight-banded angelfish Chaetodontoplus octofaciatus Famili Muraenidae Kerondong belang/blackspotted morray Gymnothorax favagineus Famili Diogenidae Kerondong putih/peppered morray Siderea picta Famili Portunidae Kelomang/Left handed hermit crabs Dardanus megistos Rajungan karang/swimming crab Portunus hestatoides

71 58 Lampiran 3 (lanjutan). Famili Monacanthidae Famili Charcharinidae Kipas-kipas/Bristle-tail filefish Acreichthys tomentotus Famili Mullidae Cucut tokek/coral catshark Atelomycterus marmoratus Famili Penguipedidae Janggut/Indian goatfish Parupeneus indicus Brosot/Speckled sandperch Parapercis hexophtalma

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapang dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juni 2009. Penelitian dilaksanakan di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu (Lampiran

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Penangkapan 2.2 Alat Tangkap Perangkap ( Traps

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Penangkapan 2.2 Alat Tangkap Perangkap ( Traps 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Penangkapan Teknologi penangkapan ikan yang akan dikembangkan setidaknya harus memenuhi empat aspek pengkajian bio-techniko-socio-economic-approach yaitu: (1) Bila ditinjau

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi 5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi Fyke net yang didisain selama penelitian terdiri atas rangka yang terbuat dari besi, bahan jaring Polyetilene. Bobot yang berat di air dan material yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 28 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah sebuah kabupaten administrasi di Provinsi DKI Jakarta dimana sebelumnya menjadi salah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu (Traps) Bubu merupakan alat penangkapan ikan yang pasif (pasif gear). Alat tangkap ini memanfaatkan tingkah laku ikan yang mencari tempat persembunyian maupun

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Komparasi Kabupaten Klungkung, kecamatan Nusa Penida terdapat 16 desa yang mempunyai potensi baik sekali untuk dikembangkan, terutama nusa Lembongan dan Jungutbatu. Kabupaten

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Karang 2.2 Habitat Ikan Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Karang 2.2 Habitat Ikan Karang 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Karang Ikan karang merupakan organisme laut yang sangat mencolok di ekosistem terumbu karang, sehingga sering dijumpai dengan jumlah yang besar dan mengisi daerah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km 2. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya

Lebih terperinci

7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN

7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 7.1 Pendahuluan Bubu merupakan alat tangkap yang bersifat pasif. Secara umum, menangkap ikan dengan bubu adalah agar ikan berkeinginan masuk ke dalam

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DENGAN BUBU MENGGUNAKAN UMPAN BUATAN. I. Pendahuluan

EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DENGAN BUBU MENGGUNAKAN UMPAN BUATAN. I. Pendahuluan EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DENGAN BUBU MENGGUNAKAN UMPAN BUATAN Mochammad Riyanto 1), Ari Purbayanto 1), dan Budy Wiryawan 1) 1) Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

UJI COBA PROGRAM STUDI

UJI COBA PROGRAM STUDI UJI COBA TUTUPAN IJUK DAN GONI PADAA PENGOPERASIAN BUBU TAMBUN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU ARI NADO SYAHRUR RAMADAN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan wilayah yang memiliki ciri khas kehidupan pesisir dengan segenap potensi baharinya seperti terumbu karang tropis yang terdapat di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan selama periode pengamatan menunjukkan kekayaan jenis ikan karang sebesar 16 famili dengan 789 spesies. Jumlah tertinggi ditemukan

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Tangkapan Total hasil tangkapan Hasil tangkapan bubu tali selama 10 kali operasi adalah 520 ekor dengan berat

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Tangkapan Total hasil tangkapan Hasil tangkapan bubu tali selama 10 kali operasi adalah 520 ekor dengan berat 33 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Tangkapan 5.1.1 Total hasil tangkapan Hasil tangkapan bubu tali selama 10 kali operasi adalah 520 ekor dengan berat seluruhnya sebesar 43,595 kg. Hasil tangkapan didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 12 pulau dan memiliki kondisi perairan yang sesuai untuk usaha budidaya. Kondisi wilayah

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DAN LETAK CELAH PELOLOSAN (Escape Gap) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR TERHADAP KELESTARIANSUMBERDAYA IKAN

PENGARUH BENTUK DAN LETAK CELAH PELOLOSAN (Escape Gap) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR TERHADAP KELESTARIANSUMBERDAYA IKAN PENGARUH BENTUK DAN LETAK CELAH PELOLOSAN (Escape Gap) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR TERHADAP KELESTARIANSUMBERDAYA IKAN Hadiah Witarani Puspa 1), T. Ersti Yulika Sari 2), Irwandy Syofyan 2) Email : hadiahwpuspa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Penelitian

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

EKOLOGI IKAN KARANG. Sasanti R. Suharti

EKOLOGI IKAN KARANG. Sasanti R. Suharti EKOLOGI IKAN KARANG Sasanti R. Suharti PENGENALAN LINGKUNGAN LAUT Perairan tropis berada di lintang Utara 23o27 U dan lintang Selatan 23o27 S. Temperatur berkisar antara 25-30oC dengan sedikit variasi

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH Teknik Penangkapan Ikan Sidat..di Daerah Aliran Sungai Poso Sulawesi Tengah (Muryanto, T & D. Sumarno) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

Lebih terperinci

UJI COBA BUBU BUTON DI PERAIRAN PULAU BATANTA KABUPATEN SORONG, PROPINSI PAPUA

UJI COBA BUBU BUTON DI PERAIRAN PULAU BATANTA KABUPATEN SORONG, PROPINSI PAPUA UJI COBA BUBU BUTON DI PERAIRAN PULAU BATANTA KABUPATEN SORONG, PROPINSI PAPUA Oleh : * HAMZAN ARISMA NASUTION C05497037 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untukmemperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Pulau Nusa Penida Pulau Nusa Penida secara umum berada pada 155º30 00 dan 155º36 00 bujur timur dan -8º40 00 sampai -8º45 00 lintang selatan. Kecamatan nusa Penida

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS UMPAN BUATAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BUBU TALI DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

PENGARUH JENIS UMPAN BUATAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BUBU TALI DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU PENGARUH JENIS UMPAN BUATAN TERHADAP HASIL TANGKAPANN BUBU TALI DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU MIRA NURYAWATI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANANN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANN

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 8 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. Keadaan Wilayah Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulaupulau kecil yang terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE GAP) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR UNTUK MENUNJANG KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN

EFEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE GAP) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR UNTUK MENUNJANG KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN EFEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE GAP) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR UNTUK MENUNJANG KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN Silka Tria Rezeki 1), Irwandy Syofyan 2), Isnaniah 2) Email : silkarezeki@gmail.com 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

STUDY ON THE PVC TRAP FOR ELL (Monopterus albus)

STUDY ON THE PVC TRAP FOR ELL (Monopterus albus) STUDY ON THE PVC TRAP FOR ELL (Monopterus albus) By Dedi yandra ) Nofrizal 2) and IrwandySyofyan 2) Abstract For purpose to examine and compare efectiveness of the PVC and traditional trap for catching

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Sumber: Google maps (2011) Gambar 9. Lokasi penelitian

3 METODOLOGI. Sumber: Google maps (2011) Gambar 9. Lokasi penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dengan pengumpulan data di lapangan sejak tanggal 16 Agustus 2011 hingga 31 September 2011 di Desa Kertajaya, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS UMPAN BUATAN DALAM PENANGKAPAN IKAN KARANG KONSUMSI PADA BUBU DI KEPULAUAN SERIBU

EFEKTIVITAS UMPAN BUATAN DALAM PENANGKAPAN IKAN KARANG KONSUMSI PADA BUBU DI KEPULAUAN SERIBU EFEKTIVITAS UMPAN BUATAN DALAM PENANGKAPAN IKAN KARANG KONSUMSI PADA BUBU DI KEPULAUAN SERIBU BASKORO SUKOCO C44070063 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM. Deka Berkah Sejati SKRIPSI

RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM. Deka Berkah Sejati SKRIPSI RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM Deka Berkah Sejati SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

SELEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE VENT) TERHADAP IKAN KUPAS-KUPAS (Cantherhines fronticinctus)

SELEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE VENT) TERHADAP IKAN KUPAS-KUPAS (Cantherhines fronticinctus) BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No. 2 Edisi April 2012 Hal 167-179 SELEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE VENT) TERHADAP IKAN KUPAS-KUPAS (Cantherhines fronticinctus) Oleh: Dahri Iskandar 1*, Didin

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Secara geografis propinsi Bali terletak pada posisi 8º 03 40-8º 50 48 LS dan 144º 50 48 BT. Luas propinsi Bali meliputi areal daratan sekitar 5.632,66 km² termasuk keseluruhan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan Otonomi Daerah yang diamanatkan melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang termaktub pada pasal 117, yang berbunyi : "Ibukota Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 33 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Mata Jaring Lintasan Masuk Bubu Hasil pengamatan terhadap tingkah laku kepiting bakau saat melewati bidang lintasan masuk menunjukkan bahwa kepiting bakau cenderung

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 50 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan bubu di Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak ditujukan untuk menangkap ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pancing ulur selama penelitian terdiri dari 11 famili, 12 genus dengan total 14 jenis ikan yang tertangkap (Lampiran 6). Sebanyak 6

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis) EFEKTIFITAS MODIFIKASI RUMPON CUMI SEBAGAI MEDIA PENEMPELAN TELUR CUMI BANGKA (Loligo Effectiveness of Squid Modification As a Media of Attachment Squid Eggs Bangka Indra Ambalika Syari 1) 1) Staff Pengajar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk wilayah di Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Stasiun

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

CARA PENANGKAPAN IKAN HIAS YA NG RA MA H LINGKUNGA N

CARA PENANGKAPAN IKAN HIAS YA NG RA MA H LINGKUNGA N CARA PENANGKAPAN IKAN HIAS YA NG RA MA H LINGKUNGA N Pendahuluan Ekosistem terumbu karang merupakan gantungan hidup bagi masyarakat Kelurahan Pulau Panggang, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia (Noviyanti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada kedua orang tziaku sebagai ungkapan terima kasih yang tak terhingga atas segala pengorbanannya demi

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada kedua orang tziaku sebagai ungkapan terima kasih yang tak terhingga atas segala pengorbanannya demi Karya sederhana ini kupersembahkan kepada kedua orang tziaku sebagai ungkapan terima kasih yang tak terhingga atas segala pengorbanannya demi keberhasilankzr ggpj, PENGARUH KEDALAMAN POSISI MATA PANCING

Lebih terperinci

PENGKAYAAN STOK TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

PENGKAYAAN STOK TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU Pengkayaan Stok Teripang Pasir (Holothuria scabra) di Perairan Kepulauan Seribu (Hartati, S.T.) PENGKAYAAN STOK TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU Sri Turni Hartati 1) 1) Peneliti

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Prinsip dari metode ini adalah mengumpulkan ikan dalam ruang lingkup suatu alat tangkap. Dalam menarik perhatian ikan, digunakan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan Ichthyoplankton merupakan cabang ilmu yang membahas tentang larva ikan yang hidup plantonik, merupakan cabang ilmu ichthyologi yang membahas tentang stadia larva

Lebih terperinci

Volume 4 Nomor 1, April 2011 ISSN : X. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Borneo Tarakan. Kalimantan Timur

Volume 4 Nomor 1, April 2011 ISSN : X. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Borneo Tarakan. Kalimantan Timur Volume 4 Nomor 1, April 2011 ISSN : 2087-121X 2011 Jurnal HARPODON Harpodon BORNEO Borneo Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakan Kalimantan Timur Volume 4 Nomor 1 April 2011 ISSN

Lebih terperinci