2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan"

Transkripsi

1 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan Ichthyoplankton merupakan cabang ilmu yang membahas tentang larva ikan yang hidup plantonik, merupakan cabang ilmu ichthyologi yang membahas tentang stadia larva ikan yang sifatnya sangat ditentukan oleh lingkungannya tertutama dalam pergerakan dan migrasinya. Awal daur hidup ikan, menurut Effendie (1978) dan Metarase et.all. (1989), meliputi stadia telur dan perkembangannya, yaitu stadia larva dan juvenil (ikan muda). Ikan-ikan pada stadia telur dan larva ikan dapat digolongkan sebagai plankton yaitu sebagian dari siklus hidupnya merupakan plankton sementara atau meroplankton (Odum, 1993). Pemijahan sebagai salah satu bagian dari reproduksi merupakan mata rantai daur hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies. Penambahan populasi ikan bergantung kepada berhasilnya pemijahan dan bergantung kepada kondisi dimana telur dan larva ikan kelak berkembang (Effendie, 1997). Secara umum tahap awal dari daur hidup ikan ialah setelah telur dibuahi yang juga dinamakan zygot terjadi perkembangan embryonic terjadinya organ genesis sampai tiba saatnya menetas. Pasca penetasan disebut larva sampai tahap juvenil dimana ikan sudah mulai seperti ikan dewasa dengan hilangnya organorgan larva yang bersifat sementara (Sulistiono, Rahardjo, dan Effendie, 2001). Selanjutnya (Effendie, 1997) mengemukakan bahwa anak ikan yang baru ditetaskan dinamakan larva, tubuhnya belum dalam keadaan sempurna baik organ luar maupun organ dalamnya. Larva ikan merupakan fase ikan setelah telur menetas (Gambar 2). Istilah larva ikan yang merujuk kepada stadia kantung kuning telur dan postlarva untuk ikan muda antara stadia larva dan juvenil. Stadia larva ini berakhir ketika kuning telur telah habis diserap. Romomihtarto dan Juwana (1998) membagi fase larva ikan menjadi pre flexion larva, flexion larva, dan post-flexion larva. Selanjutnya Russel (1976) menggunakan istilah larva yang merujuk pada larva beryolk sac dan postlarva untuk ikan muda antara stadia larva dan juvenile. Stadia ini berakhir setelah persediaan kuning telur yang ada telah habis diserap.

2 8 Gambar 2. Siklus hidup ikan Kakap Merah (Sulistiono et al,. 2000). Keterangan : (1) Telur yang telah dibuahi (diameter 0,9 11 mm) (2) Perkembangan telur (3) Larva ikan (baru menetas, panjang 2,1 mm) (4) Larva ikan (15 hari, panjang total 5,5 mm) (5) Juvenil (2 bulan, panjang total 36,0 mm) (6) Muda (7) Dewasa (lebih dari 4 tahun) Perkembangan larva, dalam garis besarnya dibagi menjadi dua tahap yaitu prolarva dan postlarva. Untuk membedakannya, prolarva masih mempunyai kantung kuning telur, tubuhnya transparan dengan beberapa butir pigmen yang fungsinya belum diketahui. Sirip dada dan ekor sudah ada tetapi belum sempurna bentuknya dan kebanyakan prolarva yang baru keluar dari cangkang telur ini tidak punya sirip perut yang nyata melainkan hanya bentuk tonjolan saja. Mulut dan rahang belum berkembang dan ususnya masih merupakan tabung yang lurus. Sistem pernapasan dan peredaran darahnya tidak sempurna. Makanannya didapatkan dari sisa kuning telur yang belum habis dihisap. Adakalanya larva ikan

3 9 yang baru ditetaskan letaknya dalam keadaan terbalik karena kuning telurnya masih mengandung minyak. Apabila kuning telurnya telah habis dihisap, posisi larva tersebut akan kembali seperti biasa. Larva ikan yang baru ditetaskan pergerakannya hanya sewaktu-waktu saja dengan menggerakkan bagian ekornya ke kiri dan ke kanan dengan banyak diselingi oleh istirahat karena tidak dapat mempertahankan keseimbangan posisi tegak. Sedangkan masa post larva ikan ialah masa larva mulai dari hilangnya kantung kuning telur sampai terbentuknya organ-organ baru atau selesainya taraf penyempurnaan organ-organ yang telah ada sehingga pada masa akhir dari postlarva tersebut secara morphologis sudah mempunyai bentuk hampir seperti induknya. Sirip dorsal sudah mulai dapat dibedakan, demikian juga sirip ekor sudah ada garis bentuknya. Berenangnya sudah lebih aktif dan kadang-kadang memperlihatkan sifat bergerombol walaupun tidak selamanya demikian (Effendie 1997). Selanjutnya apabila masa postlarva berakhir, ikan akan memasuki masa juvenile. Untuk beberapa ikan dalam memasuki masa ini ada yang mengalami beberapa perubahan bentuk tubuhnya atau bermetamorphose. Diantara beberapa ikan yang mengadakan metamorphose ialah ikan sidat, ikan paru-paru, ikan berlistrik (Gymnarchus) dan ikan sebelah. Sumber makanan larva ikan diperoleh dari sisa kuning telur yang belum habis dihisap. Masa postlarva ikan ialah masa larva ikan dimana mulai hilangnya kantung kuning telur sampai terbentuknya organ-organ baru atau selesainya tahap penyempurnaan organ-organ yang telah ada sehingga pada tahap akhir dari postlarva ikan tersebut secara morfologi sudah mempunyai bentuk hampir seperti induknya (Effendie 1997). Kuning telur terletak pada bagian anterior/ventral tubuh pada larva ikan yang baru menetas. Bentuknya menonjol dan seringkali menutupi hampir separuh panjang tubuh total. Mata belum berpigmen, mulut belum berfungsi dan anus belum terbuka. Selang perkembangan larva, mata menjadi berpigmen, mulut serta anus mulai terbuka. Posisi anus dapat digunakan sebagai salah satu karakter untuk identifikasi. Dalam perkembangan isi kuning telur dan kelenjar minyak digunakan secara bertahap. Ketika kuning telur habis, organ-organ yang dibutuhkan untuk mencari dan mengunyah makanan sudah berfungsi. Pada tahap ini larva ikan menghadapi fase yang kritis (Russell 1976).

4 10 Pada larva ikan ada beberapa kelompok sifat taksonomik yang digunakan yaitu : 1. Berbagai struktur atau bentuk tubuh seperti mata, kepala, bagian lambung dan sirip khususnya sirip dada. 2. Urutan munculnya sirip-sirip dan kedudukannya, fotofora dan unsur tulang, pigmentasi (letak, jumlah dan bentuk melanophora). 3. Tanda-tanda yang sangat khas seperti lipatan sirip yang membengkak, sirip yang memanjang dan berubah, sungut dan pada preoperculum dan lain-lain (Romomihtarto dan Juwana 1998). 2.2 Migrasi dan Distribusi Ikan Terumbu Karang Migrasi atau ruaya, adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian, terhadap kondisi alam yang menguntungkan untuk eksistensi hidup dan keturunannya. Migrasi dan distribusi suatu jenis ikan merupakan hal yang fundamental dari ikan. Ikan mengadakan migrasi dalam rangka : (1) pemijahan; (2) mencari makan; (3) mencari daerah yang cocok untuk kelangsungan hidupnya, tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pola migrasi suatu jenis ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor Eksternal dan Internal dari suatu jenis ikan. Faktor eksternal berupa faktor lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung memegang peranan dalam migrasi ikan. Sedangkan internal adalah faktor yang terdapat di dalam tubuh misalnya sekresi kelenjar hormon dan lain-lainnya yang berhubungan dengan faktor luar tadi (Baskoro. Wahyu, dan Effendy, 2004). Perairan karang adalah salah satu diantara ekosistem yang amat penting di laut. Salah satu diantara kelompok biota yang hidup disana adalah ikan. Ikan karang merupakan sumberdaya yang penting sebagai sumber protein hewani bagi kehidupan manusia (Adrim 1997 dalam Sulistiono 2000). Sale (1991) dalam Sulistiono (2000) mengemukakan bahwa ikan tidak mempunyai sifat khusus, banyak spesies ikan serupa mempunyai kebutuhan yang sama, dan terdapat persaingan aktif diantara spesies. Sebagai akibat dari jumlah spesies yang besar dan pembagian-pembagian habitat, dapat dikatakan bahwa kebanyakan ikan-ikan terumbu karang meskipun gerakan-gerakan mereka jelas tetapi ternyata mereka terbatas pada daerah tertentu di terumbu yang sangat

5 11 terlokalisasi. Mereka juga tidak berpindah dan banyak yang ukurannya kecil, seperti ikan belosoh, ikan tembakul, dan ikan betok yang terkenal dalam mempertahankan wilayahnya. Tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang memungkinkan perairan ini sering merupakan tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), dan mencari makan (feeding ground) dari kebanyakan ikan. Sehingga secara otomatis produktivitas sekunder atau produksi ikan, termasuk hewan-hewan laut lainnya seperti ikan, udang-udangan (lobster), octopus, kerangkerangan (oyster), di daerah terumbu karang juga sangat tinggi (Supriharyono, 2000). Menurut Nybakken (1992) dalam Sulistiono (2000) faktor kedalaman juga berperan dalam distribusi ikan karang. Pada umumnya mereka mempunyai kisaran kedalaman yang sempit, yang disebabkan faktor ketersediaan makanan, ombak dan predator. Selanjutnya Sulistiono, Rahardjo dan Effendie (2001) mengatakan bahwa kondisi fisik dapat berfungsi sebagai faktor yang mengekang larva ikan bermigrasi vertikal. Gradien suhu dapat membatasi migrasi vertikal dari organisme planktonik, termasuk larva ikan. Di lautan terbuka beberapa spesies terus menerus ditemukan di permukaan lapisan tercampur pada kolom air yang distratifikasi karena suhu misalnya herring, (Heath dkk, 1988; cod, Bucley dan Lough 1987; Ellersen dkk 1981; mackerel, Coombs dkk 1981, 1983; de Lafontaine dan Gascon 1989; Ropke 1989). Bagaimanapun juga, penafsiran dari beberapa pola ini harus dilakukan dengan alasan bahwa banyak zooplankton juga menunjukkan konsentrasi yang meningkat di lapisan permukaan kolom air yang distratifikasi. Motivasi sebenarnya distribusi larva ikan yang diamati mungkin karena bertemunya mangsa. Ikan akan cenderung mengelompok di lokasi yang kaya akan makanan dan menghindari ombak dengan menempati daerah yang lebih dalam. Sebagian besar ikan karang merupakan ikan bertulang keras (Teleostei) dari ordo Percimorfes yang mulai berkembang sejak jaman tersier (Hutomo 1995 dalam Sulistiono 2000). Terumbu karang mempunyai keanekaragaman yang tinggi disebabkan karena daerah terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang saja, namun terdapat

6 12 pula habitat lain seperti daerah pasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga dan juga perairan dangkal dan dalam serta zona-zona yang berbeda melintasi karang. Keanekaragaman spesies ikan-ikan karang mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaan terumbu karang di daerah tersebut. Ikan-ikan akan cenderung mengelompok pada bentuk karang tertentu dan umumnya mempunyai pergerakan yang terbatas dibandingkan invertebrata lain yang sama ukurannya. Hal ini disebabkan lingkungan yang berstruktur akibat bentuk terumbu karang yang kompleks (Nybakken 1992; Hutomo, 1993 dalam Sulistiono 2000). 2.3 Asosiasi Ekosistem Terumbu Karang dan Komunitas Ikan Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini di sebabkan oleh kemampuan terumbu karang untuk menahan nutrien dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Selanjutnya Odum (1993) menyatakan bahwa meskipun karang adalah binatang (phylum Coelenterata) namun banyak terumbu yang dengan penuh semangat memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi terorganisasi secara baik dalam menggunakan, menimbun, mendaur ulang masukan-masukan yang diterima dari perairan sekitarnya. Terumbu karang memiliki spesies yang amat beragam, dan sebagian besar dari spesies tersebut bernilai ekonomi tinggi. Tingginya tingkat keanekaragaman tersebut disebabkan antara lain oleh besarnya variasi habitat yang terdapat di dalam ekosistem terumbu karang. Terumbu karang menempati areal yang cukup luas dan terdiri dari berbagai bentuk asosiasi yang kompleks, dengan sejumlah tipe habitat yang berbeda-beda, dan semuanya berada di satu sistem yang terjalin dalam hubungan fungsional yang harmonis (Dahuri, 2003). Organisme yang mendominasi daerah karang adalah ikan. Ikan merupakan organisme yang paling banyak ditemukan di daerah karang. Ikan karang digolongkan menjadi dua golongan, yaitu golongan ikan hias (ornamental fish) dan ikan yang dikonsumsi (food fish). Selanjutnya Sulistiono et al., (2000) menyatakan bahwa fisiografi dasar perairan merupakan faktor utama yang menentukan distribusi dan kelimpahan ikan-ikan karang.

7 13 Sulistiono et al., (2000) menyatakan bahwa sebagian besar ikan di ekosistem terumbu karang adalah ikan-ikan yang bersifat diurnal (aktif pada siang hari). Mereka mencari makan dan tinggal di permukaan karang dan memakan plankton yang lewat di atasnya. Ikan-ikan diurnal ini seperti Famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Acanthuridae, Labridae, Lutjanidae, Balistidae, Serranidae, Cinrhitidae, Tetraodontidae, Blennidae, dan Gobiidae. Sebagian kecil lainnya adalah ikan-ikan bersifat nocturnal (aktif pada malam hari). Ikan ini pada siang hari menetap di gua-gua dan celah-celah karang. Yang termasuk dalam kelompok ikan ini adalah Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae, Scorpaenidae dan termasuk juga Famili Serranidae dan Labridae. Ada pula sebagian kecil jenis-jenis ikan yang sering melintasi ekosistem terumbu karang seperti Famili Scombridae, Sphyraenidae dan Caesionidae. Sulistiono et al., (2000) menyatakan hal menarik tentang ikan ini adalah adanya perbedaan antara jenis ikan di siang hari (yang bersifat diurnal) dan jenis ikan di malam hari (yang bersifat nocturnal). Jenis ikan-ikan yang terlihat pada siang hari tidak akan terlihat di malam hari. Hal ini dikarenakan pada malam hari ikan-ikan yang bersifat diurnal bersembunyi dan berlindung di celah atau gua terumbu karang untuk menghindari pemangsaan dari ikan-ikan yang bersifat nocturnal. 2.4 Plankton Sebagai Sumber Makanan Bagi Larva Ikan Plankton merupakan kosakata Yunani yang berarti mengapung (drifting), yang dapat didefenisikan sebagai komunitas organisme termasuk tumbuhan kecil (tiny plants) yang disebut phytoplankton, dan hewan (tiny animals) yang disebut zooplankton, yang tidak cukup memiliki kekuatan untuk mempertahankan atau menghindari pergerakan air atau arus. Untuk perikanan, keberadaan ikan selalu dikaitkan dengan keberadaan palnkton dan secara tegas mengikuti moto lama: Tidak ada plankton, tidak ada ikan (no plankton, no fish) (Widodo dan Suadi, 2006). Plankton tidak hanya mempunyai peranan penting dalam ekosistem laut, tetapi juga memberikan kemungkinan untuk percontohan kuantitatif (Odum, 1993). Selanjutnya Riley (1967) dalam Odum (1993) menemukan bahwa jumlah dan distribusi musiman fitoplankton maupun zooplankton dikawasan mana pun

8 14 dapat diramalkan melalui suatu formula yang didasarkan atas faktor-faktor keterbatasan penting tertentu dan koefisien fisiologi yang ditetapkan pada percobaan dalam laboratorium. Ikan mengadakan ruaya pemijahan, ruaya ke daerah makanan, pembesaran, tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya dimana mereka menemukan kondisi yang diperlukan oleh fase tertentu dari daur hidupnya (Nikolsky 1963 dalam Effendie 1997). Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Makanan ikan mulai dari awal pembentukannya sampai ke makanan yang dimakan oleh ikan, merupakan mata rantai yang dinamakan rantai makanan (food chains). Dari makanan ini ada beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, mudahnya tersedia makanan dan lamanya masa pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi tersebut. Umumnya makanan pertama kali datang dari luar untuk semua ikan dalam mengawali hidupnya adalah plankton bersel tunggal yang berukuran mikroskopis. Jika untuk pertama kali ikan itu menemukan makanan yang berukuran tepat dengan mulutnya, diperkirakan akan dapat meneruskan hidupnya (Baskoro, Wahyu, dan Effendy, 2004). Makanan alami yang terdapat di alam seperti plankton atau jenis organisme lain merupakan sumber makanan bagi ikan. Kepadatan plankton merupakan indikator kesuburan suatu perairan. Makin subur suatu perairan maka semakin tinggi pula pertumbuhan plankton di perairan tersebut (Djajadiredja 1973). Keberadaan plankton berhubungan pula dengan keberadaan faktor fisika dan kimia dari perairan itu sendiri. Keterkaitan antara beberapa parameter fisika dan kimia merupakan suatu hubungan yang tak terpisahkan antara ketersediaan hara bagi fitoplankton dan kelangsungan keberadaan larva ikan sebagai salah satu organisme penghuni perairan. Penyesuaian terhadap ketersediaan makanan alami bagi ikan sangat erat hubungannya dengan faktor fisika-kimia dari perairan tersebut. Ketersediaan makanan alami pada suatu perairan sangat menentukan keberadaan dari organisme pemakan makanan alami tersebut. Demikian halnya bila terjadi perubahan lingkungan akan dapat merubah kebiasaan makan dari organisme yang

9 15 bersangkutan. Fluktuasi komposisi makanan dalam suatu perairan dimana ikan harus mampu untuk menyesuaikan pada ketersediaan makanan yang ada. Hal ini mengakibatkan persaingan pada kelompok tersebut bahkan persaingan antar individu dalam kelompok yang sama. Jenis / individu yang menang dalam kompetisi berpeluang untuk bertahan dan berkembang (Tjahyo, 1987). Dengan demikian keberadaan larva ikan pada suatu perairan sangat ditentukan oleh faktor makanan dan faktor-faktor fisika dan kimia sebagai faktor pendukung keberadaan dari ikan yang berarti kelangsungan dari komunitas sebagai bagian yang lebih besar. 2.5 Ekologi Larva Ikan dan Pembentukan Komunitas Kemampuan melawan pencampuran fisik dan terdapatnya kedalaman tertentu tidak hanya tergantung dari kemampuannya berenang dan daya apungnya, tetapi juga motivasi untuk mengatasi kedalaman. Seleksi vertikal (kedalaman) yang cukup disebabkan beberapa parameter, misalnya : 1. Diutamakan untuk menghindari kondisi fisika seperti suhu, intensitas cahaya atau hempasan gelombang 2. Mencari lokasi yang banyak terdapat sumber makanan / mangsa (prey) 3. Menghindari daerah yang banyak pemangsa 4. Memenuhi tahap khusus dalam fisiologis seperti hasrat untuk berenang 5. Optimalisasi distribusi horizontal akibat gesekan vertikal. Pentingnya syarat ini membedakan antar spesies, antara tahap pertumbuhan dari suatu spesies, dan secara temporal (misalnya selama pergantian siklus) dari beberapa spesies (Sulistiono, Rahardjo dan Effendie 2001). Penelitian yang dilakukan terhadap larva yang mengungkapkan aspek-aspek tertentu dari fisiologi dan tingkah lakunya yang mengakibatkan terbentuknya komunitas. Telah diketahui bahwa larva dapat memilih daerah yang akan mereka tempati. Jadi, larva tidak menetap begitu saja pada perairan atau substrat yang ada jika tiba waktunya bermetamorfosis menjadi dewasa. Berbagai jenis biota telah beradaptasi dengan baik terhadap kondisi habitat di berbagai zona maupun tipe ekosistem (Dahuri, 2003). Secara alami ikan akan selalu mencari tempat yang sesuai dengan sifat hidupnya. Pada umumnya ikan

10 16 mempunyai lingkungan tertentu untuk kehidupannya dan antara satu ikan dengan ikan lainnya mempunyai syarat-syarat lingkungan yang tidak sama. (Baskoro, Wahyu, dan Effendy, 2004) Banyak larva dari invertebrata yang juga mempunyai kemampuan menunda metamorfosisnya sendiri selama jangka waktu tertentu sebelum mereka menemukan substrat yang baik pada saat mereka harus menetap. Penundaan metamorfosis ini mempunyai periode terbatas, jika setelah jangka waktu tertentu mereka belum juga menemukan substrat yang baik, metamorfosis akan berlangsung juga walaupun pada substrat yang kurang baik. Kemampuan menunda metamorfosis merupakan faktor untuk menjaga agar larva menetap pada tempat yang sesuai (Sulistiono, Rahardjo dan Effendie 2001). Selanjutnya Eidman, dkk (1988) dalam Sulistiono, Rahardjo dan Effendie (2001) mengatakan bahwa larva juga bereaksi terhadap faktor fisika-kimia lain seperti cahaya, tekanan, dan salinitas. Banyak larva yang mengapung bersifat fototaksis positif pada tahap awal kehidupan larvanya. Ini membuat mereka terdapat pada perairan bebas yang bergerak cepat dan jika tiba waktunya untuk menetap, mereka menjadi fototaksis negatif dan bermigrasi ke arah dasar. Beberapa larva sangat sensitif terhadap cahaya dan tekanan sehingga mereka hanya menempati tingkatan tertentu pada kolom air, yaitu daerah dengan keadaan sinar dan tekanan yang tepat. Penyebaran larva ke dalam berbagai lapisan air juga menunjukkan bahwa lapisan yang dekat dasar hanya akan mengandung larva yang siap untuk menetap. Walaupun larva mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk memisahkan substrat dan memilih tempat untuk menetap, sering ada variasi kelimpahan dan komposisi spesies yang cukup besar pada komunitas infauna dasar dari tahun ketahun. Hal ini berkenaan dengan sejarah hidup berbagai invertebrata yang membentuk komunitas, interaksi satu sama lain dan dengan lingkungan fisiknya, serta pengaruh pemangsa (Sulistiono, Rahardjo dan Effendie 2001).

DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL LARVA IKAN DI PERAIRAN PULAU ABANG GALANG BARU BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU MOH. ASMAN BAHARA

DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL LARVA IKAN DI PERAIRAN PULAU ABANG GALANG BARU BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU MOH. ASMAN BAHARA DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL LARVA IKAN DI PERAIRAN PULAU ABANG GALANG BARU BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU MOH. ASMAN BAHARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Palabuhanratu

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Palabuhanratu 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Palabuhanratu Teluk Palabuhanratu terletak di pantai selatan Jawa Barat, Kabupaten Sukabumi dengan posisi geografis 6 o 57-7 o 07 LS dan 106 o 22-106 o 23 BT dan mempunyai

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

EKOLOGI IKAN KARANG. Sasanti R. Suharti

EKOLOGI IKAN KARANG. Sasanti R. Suharti EKOLOGI IKAN KARANG Sasanti R. Suharti PENGENALAN LINGKUNGAN LAUT Perairan tropis berada di lintang Utara 23o27 U dan lintang Selatan 23o27 S. Temperatur berkisar antara 25-30oC dengan sedikit variasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR

BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR Bab mengenai kemanfaatan pemetaan entitas-entitas ekosistem dalam perspektif pembangunan wilayah pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang sangat digemari masyarakat karena mengandung protein yang cukup tinggi dan dibutuhkan oleh manusia untuk pertumbuhan.

Lebih terperinci

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri II. Tinjuan Pustaka A. Bulu Babi Tripneustes gratilla 1. Klasifikasi dan ciri-ciri Bulu babi Tripneustes gratilla termasuk dalam filum echinodermata dengan klasifikasi sebagai berikut (Anon 2011 ) : Kingdom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maka lautan merupakan satu-satunya tempat kumpulan organisme yang sangat. besar di planet bumi (Resosoedarmo, dkk, 1990).

I. PENDAHULUAN. maka lautan merupakan satu-satunya tempat kumpulan organisme yang sangat. besar di planet bumi (Resosoedarmo, dkk, 1990). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permukaan planet bumi ditutupi oleh air asin kurang lebih 71 persen dengan kedalaman air rata-rata 3,8 km 2 dan volume sebesar 1370 X 10 6 km 3. Volume air yang besar

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km 2 yang terletak antara daratan Asia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, sebagai negara kepulauan dan memiliki dua per tiga wilayah yang merupakan perairan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

RUAYA IKAN Macam-macam Ruaya a. Ruaya Pemijahan

RUAYA IKAN Macam-macam Ruaya a. Ruaya Pemijahan RUAYA IKAN Ruaya merupakan satu mata rantai daur hidup bagi ikan untuk menentukan habitat dengan kondisi yang sesuai bagi keberlangsungan suatu tahapan kehidupan ikan. Studi mengenai ruaya ikan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106

Lebih terperinci

Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang. berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara.

Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang. berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Arah dan Kecepatan Angin Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pantai Kawasan pantai (coastal zone) merupakan zona transisi yang berhubungan langsung antara ekosistem laut dan darat (terrestrial). Kawasan pantai dan laut paparan menyediakan

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan danau atau telaga. Biasanya arus air sungai searah, bagian dasar sungai tidak stabil, terdapat erosi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Pulau Biawak Pulau Biawak terletak di sebelah utara pantai Indramayu secara geografis berada pada posisi 05 0 56 002 LS dan 108 0 22 015 BT. Luas pulau ± 120 Ha,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di muara Sungai Citepus, Kecamatan Palabuhanratu dan muara Sungai Sukawayana, Kecamatan Cikakak, Teluk Palabuhanratu, Kabupaten

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN Novi Indriyawati, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lingkungan

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lingkungan 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lingkungan Suhu perairan Pulau Abang setiap waktu pengamatan berkisar antara 29.2 0 C 31.4 C. Nilai suhu terendah dijumpai pada bulan Juli stasiun 7 sebesar 29.2 0 C. Rendahnya

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan yang banyak dipelihara di daerah Jawa Barat dan di Sumatera (khususnya Sumatera Barat). Ikan nilem ini mempunyai cita

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Udang Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang tempat hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Jenis udang sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN MANFAAT EKOLOGI TANAMAN

PENGERTIAN DAN MANFAAT EKOLOGI TANAMAN EKOLOGI TANAMAN BAB PENGERTIAN DAN MANFAAT EKOLOGI TANAMAN KOMPETENSI DASAR Menyimpulkan adanya hubungan timbal balik yang erat antara tanaman dengan lingkungannya. URAIAN SINGKAT Ekologi tanaman adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan selama periode pengamatan menunjukkan kekayaan jenis ikan karang sebesar 16 famili dengan 789 spesies. Jumlah tertinggi ditemukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagian besar bumi ditutupi oleh badan perairan. Keberadaan perairan ini sangat penting bagi semua makhluk hidup, karena air merupakan media bagi berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo Salah satu komoditas perikanan yang cukup populer di masyarakat adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan ini berasal dari Benua Afrika dan pertama kali

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci