BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian ini dipilih karena tidak menyebabkan iritasi dan toksisitas (Rowe,

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sediaan krim merupakan sediaan setengah padat yang mengandung fase minyak, fase air dan surfaktan (emulgator). Emulgator diperlukan untuk penyatuan dan penstabilan fase minyak dengan fase air. Emulgator non ionik pada penelitian ini dipilih karena tidak menyebabkan iritasi dan toksisitas (Rowe, 2006). Penelitian sebelumnya menyatakan propilen glikol, tween 80 dan span 80 merupakan emulgator non ionik yang kompatibel dengan berbagai bahan yang digunakan pada preparasi sediaan setengah padat serta tidak dipengaruhi oleh ph (Syed dan Peh, 2014). Berdasarkan penelitian Syed dan Peh (2014), tween 80 yang digunakan secara tunggal serta campuran tween 80 dan span 20 tidak lebih baik dalam pembentukan emulsi dibanding campuran antara tween 80 dan span 80, sedangkan campuran tween 80 dengan propilen glikol dapat membentuk sediaan mikroemulsi sehingga dapat meningkatkan stabilitas. Propilen glikol dapat meningkatkan stabilitas dikarenakan propilen glikol dapat masuk ke dalam lapisan tween 80 dan span 80 sehingga meningkatkan fluiditas antarmuka. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Chanana dan Sheth, (1995) yang menyatakan propilen glikol dapat mengurangi ukuran partikel sediaan emulsi sehingga meningkatkan viskositas dan stabilitas sehingga campuran emulgator tween 80, span 80 dan propilen glikol perlu dilakukan optimasi agar diperoleh formula yang baik. Ketiga emulgator tersebut menghasilkan campuran minyak 1

2 dalam air, diharapkan dengan HLB yang tinggi maka zat aktif yang larut dalam air akan stabil pada sediaan. Sediaan krim anti acne yang baik yaitu formula sediaan krim dengan stabilitas zat aktif yang baik. Pada penelitian ini, digunakan Epigalokatekin galat (EGCG) yang berasal dari daun teh hijau sebagai zat aktif, daun teh (Camelia sinensis L) mengandung senyawa aktif utama catechin. Menurut Nagle, dkk., (2006), Butt dan Sultan, (2009) jenis polifenol dalam daun teh hijau adalah EGCG, epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG) dan epigallocatechin (EGC) dimana kandungan masing-masing polifenol dalam daun teh hijau adalah EGCG (51,88%), EC (12,24%), ECG (6,12%) dan EGC (5,5%). EGCG merupakan senyawa yang paling bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri khususnya bakteri penyebab jerawat. Pemilihan EGCG juga didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan EGCG dapat mengurangi depigmentasi kulit (Akhtar dkk., 2011; Mahmood, dkk., 2010), mengurangi inflamasi (Sugihartini, 2013) serta dapat mengurangi sebum (Yoon dkk., 2013) bahkan dapat membunuh bakteri Acinetobacter baumanii yang resisten terhadap antibiotik (Osterburg dkk., 2009) sehingga EGCG pada daun teh hijau dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan jerawat. EGCG diketahui stabil pada ph 4 (Lestari dan Trisusilawati, 2010), EGCG stabil pada suhu 2-20 O C (Fanguerio dkk, 2014), EGCG pada daun teh hijau mudah mengalami oksidasi sehingga mudah terjadi perubahan warna saat di formulasikan dalam bentuk sediaan. Berdasarkan uji pendahuluan peneliti, fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau yang diperoleh dari metode Hirun dan Roach 2

3 (2011) menghasilkan warna serbuk coklat, hal ini tentunya akan mengurangi estetika sediaan krim, sehingga pada penelitian ini dilakukan uji stabilitas EGCG untuk memperoleh dan mempertahankan warna sedian krim yang lebih kuning. Stabilitas EGCG dalam serbuk fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau dilakukan dengan larutan dapar dan berbagai kondisi suhu. Selain stabilitas EGCG dalam serbuk yang menghasilkan warna lebih kuning, stabilitas EGCG dalam formulasi juga diperlukan untuk mempertahankan efektivitas EGCG dalam sediaan krim. Beberapa penelitian dan literatur sebelumnya, menyatakan cara untuk meningkatkan stabilitas EGCG dalam formula adalah dengan menambahkan asam askorbat dan asam sitrat. Penelitian Sheraz dkk., (2014), menyatakan berdasarkan hasil spektometri FTIR tidak ditemukan adanya interaksi antara asam askorbat dan asam sitrat serta hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa asam askorbat mampu melindungi asam sitrat dari degradasi akibat oksigen. Hal ini sesuai dengan penelitian Chen (1998) yang menyatakan bahwa teh hijau stabil pada larutan yang bersifat asam dan larutan yang mengandung asam askorbat. Berdasarkan uji pendahuluan yang dilakukan peneliti, ekstrak daun teh hijau memiliki ph 6 sedangkan EGCG diketahui stabil pada ph 4, oleh sebab itu selain diperlukan asam askorbat juga diperlukan asam sitrat sebagai penurun ph dikarenakan asam askorbat diketahui tidak dapat menurunkan ph sedangkan asam sitrat berfungsi sebagai dapar (Chen, dkk., 1998), dengan stabilitas EGCG yang baik pada ekstrak maupun formula maka efektivitas sediaan dapat dipertahankan. Efektivitas sediaan anti acne berhubungan dengan aktivitas antibakteri penyebab jerawat, sehingga diperlukan dosis yang tepat untuk menjamin 3

4 efektivitas sediaan. Berdasarkan penelitian (Stratton, dkk., 2000), EGCG konsentrasi 7% dan 10% dapat menyebabkan iritasi dan toksisitas setelah digunakan selama 15 hari, sedangkan konsentrasi di bawah 7% tidak menyebabkan toksisitas selama 30 hari. Pada penelitian ini, dosis yang digunakan yaitu konsentrasi 1% hingga 6% yang diujikan pada bakteri P. acnes ATCC 6919 dan S. epidermidis EGCG pada daun teh hijau dapat mengubah polaritas permukaan protein dan secara reversibel menghambat β-ketoasil-(asil protein pembawa) reduktase pada bakteri, memodifikasi enzim protein diikuti oleh agregasi sehingga menyebabkan kematian bakteri (Bing-Hui Li dkk., 2006). EGCG merupakan golongan flavan turunan fenol, bekerja sebagai antiseptik dan desifektan dengan cara denaturasi dan koagulasi protein sel bakteri. Turunan fenol akan berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi, denaturasi dan koagulasi protein sehingga membran sel mengalami lisis. Turunan fenol juga dapat mengubah permeabilitas membran sel bakteri, dapat menimbulkan kebocoran konstituen sel yang essensial, sehingga bakteri mengalami kematian. Menurut penelitian Bek-Thomsen dkk., (2008) bakteri yang paling banyak ditemukan pada jerawat adalah bakteri P. acnes yang bersifat anaerob dan S. epidermidis yang bersifat aerob, namun bakteri P. acnes hanya ditemukan pada jerawat kongloblata dan jerawat radang, sedangkan S. epidermidis terdapat pada semua tipe jerawat, sehingga pada penelitian ini evaluasi krim selama 3 bulan di ujikan pada bakteri S. epidermidis

5 Bakteri P. acnes dan S. epidermidis diketahui resisten terhadap beberapa antibiotik seperti antibiotik eritromisin dan klindamisin. Cara mengatasi resistensi tersebut, harus dengan menggunakan dosis yang lebih tinggi dari antibiotik yang bersangkutan. Prevalensi terjadinya resistensi antibiotik dalam penggunaan topikal di dunia tertinggi hingga mencapai 94% (Kubba dkk., 2009; Leyden dkk., 2011; IAA, 2009). EGCG pada daun teh hijau dapat membunuh strain Acinetobacter baumanii yang resisten terhadap antibiotik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa EGCG pada daun teh hijau memiliki potensi sebagai pengobatan antiacne, dengan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia seharusnya tanaman teh hijau memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi, namun hingga saat ini pemanfaatan teh hijau masih terbatas pada minuman, handbody lotion dan krim pencerah, diversifikasi produk pada sediaan topikal anti jerawat hingga saat ini belum pernah dilaporkan, sehingga pada penelitian ini dilakukan diversifikasi produk sediaan krim fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau sebagai sediaan antibakteri. 5

6 B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh larutan dapar ph 4, asam fosfat dan kontrol terhadap stabilitas EGCG? 2. Berapakah rentang kadar EGCG dalam fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau yang memiliki aktivitas antibakteri secara in vitro pada P. acnes ATCC 6919 dan S. epidermidis ATCC 35984? 3. Berapakah komposisi optimum campuran asam askorbat, asam sitrat dan trietanolamin sebagai dapar fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau yang mengandung EGCG? 4. Berapakah komposisi optimum campuran propilen glikol, tween 80 dan span 80 sebagai emulgator krim fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau yang mengandung EGCG? 5. Berapakah besar hambatan krim fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau optimum pada bakteri S. epidermidis ATCC 35984? 6. Bagaimana pengaruh formula krim fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau optimum pada sensitivitas kulit kelinci secara topikal? 7. Bagaimana pengaruh penyimpanan fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau dan formula krim optimum terhadap aktivitas antibakteri S. epidermidis ATCC selama 3 bulan? 6

7 C. Keaslian dan Keterbaruan Penelitian Penelitian tentang optimasi komposisi dapar dan emulgator krim fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau (Camelia sinensis L.) terstandar EGCG sebagai sediaan topikal antibakteri sampai saat ini belum pernah dilaporkan. Keterbaruan lain pada penelitian ini adalah aktivitas antibakteri krim optimum fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau terhadap P. acnes ATCC 6919 dan S. epidermidis ATCC serta metode pra perlakuan ekstrak pada stabilitas EGCG dengan larutan dapar hingga saat ini belum pernah dilaporkan. Beberapa penelitian terkait pengembangan formulasi ekstrak daun teh hijau yang telah diteliti oleh peneliti sebelumnya yaitu ekstrak etanolik daun teh hijau 3% dapat mengurangi sebum pada kulit wajah manusia sehat selama 8 minggu (Mahmood dkk., 2010). EGCG dalam teh hijau dapat mengurangi sebum dan mengurangi inflamasi pada penderita acne selama 8 minggu (Yoon dkk., 2013). Stratton, dkk., (2000) melakukan evaluasi tentang efek toksisitas EGCG secara topikal pada BALB/c dan tikus SKH 1 yang menunjukkan bahwa konsentrasi EGCG sebesar 10% menyebabkan eritema pada hari ke-5 dan konsentrasi 7% menyebabkan eritema pada hari ke -15 sedangkan konsentrasi 3 dan 1% tidak menunjukkan toksisitas setelah 30 hari, Sugihartini (2013) melakukan penelitian mengenai optimasi komposisi enhancer dan emulgator pada formulasi krim fraksi etil asetat ekstrak teh hijau sebagai sediaan topikal antiinflamasi. Pada penelitian Bianchi,dkk (2011) ektrak teh hijau dibuat dalam formulasi krim yang membuktikan bahwa krim teh hijau berfungsi sebagai photostabilitation. 7

8 Beberapa penelitian terkait uji aktivitas antibakteri pada ekstrak daun teh hijau yaitu penelitian Widyaningrum (2012) yang meneliti tentang ekstrak etanolik daun teh hijau 1% dapat membunuh bakteri Staphylococcus aureus, sedangkan penelitian Chunjian Zhao dkk., (2014) membuktikan EGCG Palmitat potensial sebagai anti-porcine reproductive and respiratory syndrome virus (PRRSV). Penelitian (Osterburg dkk., 2009) membuktikan isolat EGCG merupakan bakterisida yang efektif terhadap resisten antibiotik. Penelitian (Akhtar dkk., 2011) membuktikan teh hijau 3% dalam sediaan emulsi dapat mengurangi depigmentasi dan efek anti erythematic. Adapun skema keaslian penelitian tercantum pada Gambar 1. 8

9 OPTIMASI KOMPOSISI DAPAR DAN EMULGATOR KRIM FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK DAUN TEH HIJAU (Camelia Sinensis L.) TERSTANDAR Epigallocatechin gallate SEBAGAI SEDIAAN TOPIKAL ANTIBAKTERI Propionibacterium acnes DAN Staphylococcus epidermidis Fraksinasi Etil Asetat Ekstrak Daun Teh Hijau Penentuan dosis anti acne Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Teh Hijau Optimasi Formulasi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Teh Hijau Uji Aktivitas Antibakteri krim optimum dan Uji Iritasi Penelitian Sugihartini (2013) dan Penelitian Row and Jin (2006) : EGCG didapat dengan fraksi air-etil asetat Penelitian Mahmood dkk (2010): ekstrak daun teh hijau menggunakan pelarut etanol dalam melarutkan EGCG. Penelitian An, dkk.,(2005): 60% aseton sebagai pelarut EGCG. Penelitian Hirun dan Roach ( 2011): Metode infundasi dengan pendinginan ekstrim dan ph 4 Penelitian Widyaningrum (2012): ekstrak etanolik daun teh hijau 1% dapat menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus Penelitian Stratton dkk., (2000): Konsentrasi 1 dan 3 % tidak menyebabkan toksisitas setelah 30 hari, konsentrasi 10% menyebabkan eritema pada pemakaian 5 hari dan konsentrasi 7% menyebabkan eritema pada pemakaian 15 hari. Penelitian Bek-Thomsen dkk., (2008), Bakteri penyebab jerawat utama adalah propianibacteri acnes dan S. epidermidis Optimasi komposisi enhancer dan emulgator pada formulasi krim fraksi etil asetat ekstrak teh hijau sebagai sediaan topikal antiinflamasi (Sugihartini, 2013) Emulsi teh hijau 3% dapat mengurangi sebum kulit pada sukarelawan pria (Mahmood dkk., 2010) Epigallocatechin-3-gallate dalam formulasi krim topikal dapat berfungsi sebagai photostabilization (Bianchi dkk., 2011) Penelitian Widyaningrum (2012): Ekstrak etanolik daun teh hijau dapat menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus Penelitian Osterburg dkk., (2009): isolat EGCG merupakan bakterisida yang efektif terhadap resisten antibiotik Penelitian Akhtar dkk., (2011): emulsi teh hijau 3% dapat mengurangi depigmentasi dan efek anti erythematic Uji stabilitas EGCG menggunakan larutan dapar ph 4, asam fosfat dan kontrol pada berbagai suhu dan dievaluasi kurva absorbansi untuk mendapatkan serbuk yang berwarna kuning dan stabil dan kadar EGCG tertinggi Uji aktivitas antibakteri S. epidermidis ATCC dan P. acnes ATCC 6919 dengan konsentrasi 1% hingga 6%. Optimasi komposisi asam sitrat, asam askorbat dan trietanolamin untuk mendapatkan ph 5 Optimasi komposisi emulgator propilen glikol, tween 80 dan span 80 yang di uji sifat fisik dan stabilitas kimia. Uji antibakteri krim optimum fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau terhadap bakteri S. epidermidis ATCC selama 3 bulan Uji iritasi krim optimum dan fraksi daun teh hijau secara topikal Penelitian yang sudah dilakukan Garis besar penelitian yang dilakukan Gambar 1. Skema keaslian penelitian 9

10 D. Batasan Penelitian 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pucuk daun teh hijau yang selanjutnya disebut daun teh hijau, diekstrak dengan metode infundasi, perlakuan ekstrim dingin dan penambahan buffer ph 4 kemudian di fraksi dengan etil asetat hingga menjadi serbuk. Fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau dengan kandungan aktif EGCG selanjutnya disebut bahan uji. 2. Penentuan stabilitas ekstrak berdasarkan grafik absorbansi maksimal selama 15 hari atau hingga terjadi perubahan grafik. Pengujian dilakukan dengan larutan dapar ph 4, asam fosfat dan tanpa pemberian dapar. 3. Spesifikasi fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau didasarkan pada rentang susut pengeringan dan EGCG. 4. Evaluasi pengaruh komposisi dapar pada fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau berdasarkan ph. Optimasi formula dengan metode simplex lattice design. 5. Evaluasi pengaruh komposisi emulgator pada krim bahan uji berdasarkan data sifat fisik dan stabilitas kimia. Optimasi formula menggunakan metode simplex lattice design. 6. Daya hambat bahan uji dievaluasi terhadap bakteri P. acnes ATCC 6919 dan S. epidermidis ATCC Daya hambat krim optimum dievaluasi terhadap bakteri S. epidermidis ATCC selama 3 bulan. 8. Evaluasi sensitivitas kulit krim optimum dengan pengujian terhadap kelinci secara topikal. 10

11 E. Manfaat penelitian Bagi Ilmu pengetahuan, Industri dan Masyarakat a. Tersedianya sediaan krim fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau terstandar EGCG sebagai pengobatan jerawat yang secara ilmiah dapat menghambat aktivitas bakteri penyebab jerawat. b. Formula krim dengan stabilitas yang relatif baik adalah formula yang diperoleh dari dapar dan emulgator optimum dengan dosis dan stabilitas zat aktif EGCG pada efektivitas produk sehingga dapat dijadikan acuan bagi klinik kecantikan maupun industri kosmetik dalam upaya diversifikasi produk sediaan krim antibakteri. c. Bermanfaat bagi masyarakat, peneliti dan formulator dalam pemanfaatan tanaman teh hijau yang banyak terdapat di daerah-daerah pegunungan di seluruh Indonesia. 11

12 F. Tujuan penelitian 1. Menetapkan pengaruh larutan dapar ph 4, asam fosfat dan tanpa pemberian dapar terhadap stabilitas EGCG. 2. Menetapkan rentang kadar EGCG dalam fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau yang memiliki aktivitas antibakteri pada P. acnes ATCC 6919 dan S. epidermidis ATCC Menetapkan komposisi optimum campuran asam sitrat, asam askorbat dan trietanolamin sebagai dapar fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau. 4. Menetapkan komposisi optimum campuran propilen glikol, tween 80 dan span 80 sebagai emulgator krim fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau. 5. Menetapkan besar hambatan krim fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau optimum pada bakteri S. epidermidis ATCC Menetapkan sensitivitas formula optimum krim fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau terhadap kulit kelinci secara topikal. 7. Menetapkan stabilitas fraksi etil asetat ekstrak daun teh hijau dan formula krim optimum berdasarkan aktivitas antibakteri S. epidermidis ATCC selama 3 bulan. 12