Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner C. TALIB 1, A. BAMUALIM 2, dan A. POHAN 2

Transkripsi

1 PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN SAPI BALI DALAM PEMELIHARAAN DI PADANG PENGGEMBALAAN C. TALIB 1, A. BAMUALIM 2, dan A. POHAN 2 1 Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Naibonat Jl. Tim Tim km 32, Kotak Pos 23, Kupang ABSTRAK Sapi Bali berasal dari penjinakan banteng yang berlangsung secara bertahap di Indonesia sehingga dikenal sebagai sapi asli Indonesia. Di Indonesia jumlahnya sekitar 3,4 juta ekor yang tersebar dari Sumatera Utara sampai ke Irian Jaya. Di luar negeri selain ditemukan pada kebunkebun Binatang juga terdapat sebagai ternak peliharaan di negara-negara Asia Tenggara dan juga terdapat secara liar maupun terpelihara di Australia Utara di samping hutan tropis di Asia Tenggara. Sapi ini terkenal sebagai sapi yang memiliki fertilitas tinggi dan kemampuan beradaptasi dalam range yang cukup luas dalam lingkungan di Indonesia, sehingga ia dapat dipelihara secara ekstensif dengan melepas bebas di padang penggembalaan maupun secara intensif dengan pemberian pakan secara cut and carry. Di samping itu juga dapat mudah beradaptasi dalam keadaan pakan yang relatif sulit maupun dalam pemeliharaan untuk penggemukan. Penelitian ini dilaksanakan di padang penggembalaan Kupang Timur untuk memonitor perkembangan pertumbuhan anak dan induk sapi Bali dalam masa laktasi pada kondisi lapang yang melibatkan 2 kelompok ternak dengan jumlah ternak yang diikuti pertumbuhannya dengan penimbangan sebanyak 84 ekor. Penelitian pertumbuhan anak dan induk hanya ditujukan pada induk-induk yang melahirkan dalam bulan Juni - Agustus. Beberapa problema yang dapat disimak dari hasil penelitian ini adalah, pertama, terjadi kehilangan bobot badan induk sebesar 53 kg (dari bobot melahirkan 238 kg sampai dengan bobot ketika anak berusia 112 hari postpartum sebesar 185 kg) selama pengamatan dan peningkatan bobot badan anak yang bertahan hidup sebesar 61 kg (bobot lahir sebesar 15 kg sampai bobot umur 112 hari sebesar 76 kg). Kedua, terjadi kematian dini/anak tidak kembali (hilang) yang cukup tinggi yaitu sebesar 34%. Pada anak-anak yang mati pada umur dini ditandai dengan bobot lahir 10 kg dan adanya gejala dehidrasi yang diawali dengan anak yang lahir dalam keadaan lemah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, induk yang melahirkan dalam bulan Juni - Agustus mengalami kehilangan bobot badan yang cukup tinggi dan kedua, kematian dini yang juga cukup tinggi pada anak-anak yang dilahirkan dalam periode tersebut. Disarankan agar pada induk menyusui diberikan suplai khusus pakan untuk mempertahankan bobot induk (produksi susu secara tidak langsung) dan pakan tambahan untuk anak dan pengawasan secara khusus pada sapi-sapi yang baru melahirkan terutama yang berbobot lahir di bawah 12 kg. PENDAHULUAN Sapi Bali yang berasal dari penjinakan Banteng dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan setempat dan tersebar ke seluruh wilayah Indonesia kecuali DKI Jakarta. Demikian pula dengan penyebaran pada lingkungan di luar wilayah Indonesia (tropis dan sub-tropis) mereka tidak mengalami kesulitan dalam arti fungsi reproduksi dapat berjalan normal sebagaimana pada daerah 248

2 asalnya (COPLAND, 1974; KIRBY, 1979; MCCOOL, 1992, SIVARAJASINGHAM, 1992 dan ASA et al., 1993). Sapi Bali (Bos banteng) dapat ditemukan di kebun-kebun binatang dan Taman Safari di Luar Negeri, secara liar dan terpelihara dapat dilihat pada hutan-hutan tropis dan negara-negara Asia Tenggara dan Australia Utara. Sapi ini mempunyai fertilitas yang tinggi dengan jumlah calving rate mencapai 70-90% baik di Indonesia maupun di Luar Negeri (KIRBY, 1979; TALIB dan SIREGAR, 1991; PANE, 1991; ASA et al., 1993). Pada pemeliharaan di padang penggembalaan tingkat kematian pedet juga cukup tinggi yaitu berkisar antara 20-50% yang disebabkan karena faktor cekaman lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung dan fisiologis yang lebih mengutamakan kembalinya aktivitas reproduksi sedini mungkin setelah melahirkan (KIRBY, 1979; WIRDAYATI dan BAMUALIM, 1990; MCCOOL, 1992). Pertumbuhan populasinya secara persentase dari tahun sebesar 55% yang adalah terbesar dibandingkan dengan pertumbuhan ruminansia besar lainnya di Indonesia (DIRTJENAK, 1998). Pertumbuhannya secara umum pada jantan muda dan dara maupun dewasa pada kondisi lapang sepanjang tahun sekitar g per ekor per hari tergantung ketersediaan pakan (KIRBY, 1979; SUDRANA, 1988; TALIB dan SIREGAR, 1991; SIVARAJASINGHAM, 1992). Umumnya terjadi penurunan bobot badan pada saat kesulitan pakan dan regrowth pada saat kecukupan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat problematika perkembangan sapi Bali pada padang penggembalaan dengan mengamati perubahan pertumbuhan induk dalam masa postpartum, kematian dini pada pedet dan pertumbuhan pedet yang hidup. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di padang penggembalaan Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT dari tahun Penelitian lebih difokuskan pada induk-induk yang melahirkan dalam bulan Juni - Agustus yaitu di mana persentase terbesar kelahiran sapi Bali di Bali maupun di Timor (ASTAWA, 1989; WIRDAHAYATI dan BAMUALIM, 1990) yang secara realitas berhubungan dengan ketersediaan pakan setempat dan bukan dikarenakan pengaruh musim terhadap fisiologis reproduksi itu sendiri (TALIB, 1998). Penelitian terpusat pada ternak-ternak (herds) yang dilepas bebas pada padang penggembalaan umum pada siang hari dan malam harinya pulang ke tempat bermalam yang hanya dibatasi oleh pagar. Jumlah ternak yang digembalakan dalam areal penggembalaan dimaksud pada awal penelitian berjumlah 236 ekor. Pengamatan langsung secara berulang dilaksanakan di padang penggembalaan dengan bantuan binokuler, sedangkan penimbangan yang dilakukan dalam periode dua mingguan hanya pada herd yang terbesar (80 ekor) untuk memonitor pertumbuhan induk postpartum dan anak sampai mereka berumur 112 hari yang meliputi penimbangan dan body condition score (1-8). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan GLM (General Linear Model) dari SAS yang dilanjutkan dengan pengujian antara komponen-subkomponen tergantung kepentingan. 249

3 Iklim HASIL PENELITIAN Secara garis besar data iklim di Kecamatan Kupang Timur pada tahun 1995 rataan temperatur konstan pada 26,9 + 0,9 dengan temperatur maksimum 31,6 + 0,9 dan minimum 23,0 + 1,1 0 C yang tidak berbeda dari tahun ke tahun (data diuji selama 15 tahun ke belakang). Curah hujan dan jumlah hari hujan selama 5 tahun ( ) disajikan dalam Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat bahwa musim hujan berlangsung dari bulan November-April dan musim hujan dari bulan Mei-Oktober. Dalam musim hujan solar radiation antara 60-80% sedangkan dalam musim kemarau 95%; kelembaban konstan pada 70-80% dan evaporasi pada penghujan mm sedang dalam masa kering mm. Average of rainfall and day of rainfall in Kupang from rainfall 20 mm day of rainfall day Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des 0 Gambar 1. Rataan curah hujan dan hari hujan di Kupang dari tahun Dari informasi iklim ini menunjukkan bahwa dalam musim kemarau di lokasi penelitian curah hujan mendekati nihil sedangkan penguapan maksimum. Akibatnya dalam akhir musim hujan-awal kemarau ketersediaan pakan maksimum (April-Juni) dan pertengahan musim kemarau sampai ke awal musim hujan kapasitas padang penggembalaan minimum (NULIK et al., 1989). Induk dan anak Jumlah kelahiran dalam tahun 1995 sebesar 77,71% sedangkan jumlah anak yang hidup sampai akhir tahun sebesar 46,87% atau kematian dini sebesar 33,83%. Penyebab kematian secara keseluruhan sulit dideteksi secara langsung tetapi dari beberapa kasus yang ditemukan umumnya diawali dengan kelahiran yang terlalu kecil (< 10 kg), lahir dalam keadaan lemah, inisiatif anak untuk menyusu minimum, gejala dehidrasi, tidak kembali/mati dalam 1-2 bulan postpartum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada induk terjadi kehilangan bobot badan dari bobot melahirkan (Juni - Agustus) sampai 112 hari postpartum (Oktober-Desember) sebesar kg (P<0,01). Dalam waktu yang sama rataan pertumbuhan anak dari bobot lahir sebesar 15,1 + 4,2 kg mencapai bobot sebeart 40,3 + 7,4 kg pada umur 112 hari (Gambar 2) dan body condition score menurun dari menjadi hanya Dari gambar ini terlihat bahwa setelah umur pedet 250

4 mencapai 56 hari pertumbuhan mereka yang seharusnya masih menanjak tajam menjadi jauh berkurang secara mendadak sampai usia mencapai 112 hari sedangkan penurunan bobot induk berjalan relatif tetap. 250 Pertumbuhan induk dan anak sapi Bali pada kondisi padang penggembalaan Bobot induk (kg) Bobot induk Bobot anak Bobot anak (kg) day postpartum 10 Gambar 2. Pertumbuhan induk dan anak sejak kelahiran sampai 112 hari postpartum Bobot induk, bobot badan yang hilang dan body condition score berpengaruh pada pertumbuhan anak per dua minggu dari lahir sampai umur 112 hari (P<0,05). DISKUSI HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa sapi Bali mengadaptasikan dirinya dengan lingkungan padang penggembalaan atau lebih khusus lagi dengan ketersediaan pakan pada lingkungan hidupnya. Jumlah kelahiran tertinggi terjadi dalam akhir musim hujan sampai keawal musim kemarau (WIRDAHAYATI dan BAMUALIM, 1990) di mana pada saat itu kapasitas padang dalam keadaan optimum (NULIK et al., 1989). Di sini terlihat bahwa secara alamiah untuk kelanjutan aktivitas reproduksi (survival of the breed) sapi Bali yang dalam kehidupan liar (di hutan tropis) dapat beranak sepanjang tahun (AALFS, 1934) ternyata dalam kehidupan di padang rumput menyesuaikan kelahirannya. WIRDAHAYATI dan BAMUALIM (1990) melaporkan bahwa jumlah calving rate pada kondisi ini adalah sebesar 79% hasil yang relatif sama juga diperoleh dalam penelitian ini. Tetapi hal yang menarik adalah jumlah kematian dini yang mencapai 30% pada pedet sapi Bali. MCCOOL (1992) menyatakan bahwa sapi Bali memiliki penyesuaian fisiologis yang agak berbeda dengan Bos sp. lainnya bila berada dalam keadaan kekurangan pakan. Umumnya sapi-sapi lainnya akan menghentikan aktifitas reproduksinya untuk lebih terfokus pada pembesaran anaknya. Tetapi pada induk sapi Bali, mereka rela mengorbankan anaknya dengan menghentikan/meminimalkan produksi susunya agar siklus berahi dapat kembali sedini mungkin. Hal ini sejalan juga dengan yang dilaporkan WIRDAHAYATI dan BAMUALIM (1990) bahwa setelah minggu keempat belas masa laktasi, produksi susu induknya minimal walaupun diberikan supplemen. Penyebab lainnya adalah kehilangan bobot badan yang tinggi dalam masa menyusui mengakibatkan sebagian induk belum 251

5 siap kondisinya untuk melahirkan kembali. Akibatnya induk-induk yang kurus umumnya melahirkan anak-anak yang lemah dengan bobot badan sekitar 10 kg dan kemampuan produksi susunya juga dengan sendirinya cenderung rendah. Akibat lainnya kemungkinan bobot lahir yang rendah adalah faktor genetik bila diamati bahwa range bobot lahir pada kelompok ternak ini yang berkisar dari 9-18 kg. Dilihat dari pertumbuhan induk yang negatif dalam masa laktasi dapat diperkirakan bahwa produksi susunya juga tidak tinggi. Hal ini tergambar dari pertumbuhan anak yang seharusnya WIRDAHAYATI dan BAMUALIM (1990) melaporkan bahwa dalam 1 bulan pertama produksi susu induk > 2 liter per hari, bulan berikutnya menurun menjadi 1,5 kg per hari dan dalam dua bulan sesudahnya sudah kurang dari 1 kg dan selanjutnya di bawah 0,5 kg per hari. Informasi ini ber-jalan harmonis dengan pertumbuhan anak dalam Gambar 2. Sampai pada umur 42 hari pertum-buhan anak mencapai >2 kali bobot lahir, tetapi dalam pertumbuhan selanjutnya sampai usia 112 hari percepatan pertumbuhan pedet menurun tajam dari yang seharusnya minimal tetap. Dari sini dapat diduga bahwa penurunan bobot induk adalah akibat kumulatif dari penyusuan dan kekurang-an pakan, karena walaupuan aktifitas penyusuan sudah minimal tetapi kehilangan bobot badan ma-sih tetap berjalan seperti semula. Demikian pula pada anak, penurunan percepatan pertumbuhan-nya adalah juga merupakan akibat kumulatif dari kekurangan air susu induk dan pakan. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa kemungkinan penyebab-penyebab kematian pada pedet sapi Bali di padang penggembalaan sangat kompleks yang meliputi faktor lingkungan dan genetik. Faktor-faktor tersebut adalah bobot lahir rendah, kondisi lemah, produksi susu induk rendah, laktasi berlangsung hanya dalam waktu yang relatif pendek (4 bulan) serta kekurangan pakan pada saat disapih karena kapasitas produksi padang penggembalaan mencapai titik terendah. Disarankan bahwa usaha pencegahan juga seharusnya dilakukan melalui dua arah yaitu perbaikan lingkungan penunjang kehidupannya melalui pemberian pakan tambahan dalam masa menyusui sampai pasca sapih pada keduanya induk dan akan; dan juga perbaikan secara genetik melalui seleksi yang ditujukan untuk meningkatkan bobot lahir, kecepatan pertumbuhan dan peningkatan produksi susu induk. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Dr. Abdullah Bamualim berserta staf yang telah banyak membantu baik di lapangan maupun di laboratorium komputer. DAFTAR PUSTAKA AALFS, H.G De Rundeveeteelt op het Eiland Bali. Proefschrift, H.J. Smith, Utrecht. ASA, C.S., B. READ, E.W. HOUSTON, T. GROSS, J. PARFET and W.J. BOEVER Serum estradiol and progesterone concentration during the ovulatory cycle and pregnancy in Banteng cattle (Bos javanicus). Theriogenology 39: ASTAWA, I.M.B Introducing of Bali Cattle (Mengenal Sapi Bali Murni). Paper In Short Course of Bali Cattle Breeding. Denpasar. COPLAND, R.S Observation on Banteng cattle in Sabah. Tropical Animal Health and Production 6: 89. DITJENAK, Statistik Peternakan Indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta, Indonesia. KIRBY, G.M.W Bali cattle in Australia. World Review of Animal Production. 31. p

6 MCCOOL, C Buffalo and Bali cattle - exploiting their reproductive behaviour and physiology. Tropical Animal Health Production 24: 165. NULIK, J., P. TH. FERNANDES and A. BAMUALIM Productivity of Native Pasture at Naibonat and Camplong, Timor (Produksi Padang Rumput Alam di Desa Naibonat dan Camplong). Laporan Hasil Penelitian Sub-Balitnak Lili, Kupang. PANE, I Productivity and breeding in Bali cattle (Produktivitas dan breeding sapi Bali). In Proc Seminar Nasional Sapi Bali. Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang. p. 50. SIVARAJASINGAM, S Improvement of indigenous cattle and buffalo breeds in South East Asia. Proc. Of the Sixth AAAP Animal Science Congress, Bangkok. I: 151. SUDRANA, I.P Performan produksi sapi Bali di wilayah Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali Daerah Tingkat I Bali. Thesis for MSc. in Faculty of Postgraduate, Bogor Agricultural University (IPB). Bogor. Indonesia. TALIB, C Effect of season on pasture production and their relationship to the cattle productivity. (Unpublished). TALIB, C. and A.R. SIREGAR Productivity of Bali cattle in Timor's Savanna. (Produktivitas sapi Bali di Savana, Timor, NTT). In Proc. Improving the Productivity of Animal Husbandry and Fisheries. National Seminar, Diponegoro University. Indonesia. p WIRDAHAYATI, R.B. and A. BAMUALIM Performance production and population structure of Bali cattle in Timor, East Nusa Tenggara (Penampilan produksi dan struktur ternak sapi Bali di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur). In Proc. Bali Cattle Meeting, September 1990, Denpasar. p. C1. 253

7 254 Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998