IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah"

Transkripsi

1 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah Direktorat Jenderal Peternakan yang bergerak di bidang pemuliaan, pemeliharaan, produksi dan pemasaran bibit sapi perah unggul dan hijauan pakan ternak. Balai ini telah mengalami perubahan nama, yaitu pada tahun 1953 awal didirikan dengan nama Induk Taman Ternak Baturraden, lalu berubah menjadi Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (BPTHMT) pada tahun Balai ini mengalami perubahan nama kembali pada tahun 2002 menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah (BPTU Sapi Perah), dan pada tahun 2003 berubah kembali menjadi Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah (BBPTU) Sapi Perah, dan terakhir pada tahun 2013 sesuai SK Mentan RI No. 55/- Permentan/OT.140/5/2013, BBPTU Sapi Perah berubah menjadi Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak Baturraden (BBPTU-HPT Baturraden). BBPTU-HPT Baturraden berada di sebelah utara kota Purwokerto- Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Daerah balai ini mempunyai curah hujan mm/tahun, dengan kelembaban berkisar 60-80%. Suhu pada daerah balai yaitu C. Hal ini sesuai dengan menurut pendapat Ensminger (1980), suhu lingkungan optimum untuk sapi perah yaitu berkisar C dengan kelembaban yang baik untuk pemeliharaan sapi perah yaitu sebesar 60%. Hal ini

2 25 menunjukkan lingkungan sekitar BBPTU-HPT Baturraden merupakan lingkungan yang baik untuk pemeliharaan sapi perah. BBPTU-HPT Baturraden secara keseluruhan memiliki lahan seluas ±241,06 ha yang terdiri dari 4 area yaitu area farm Tegalsari (±34,18 ha) terletak di wilayah desa Kemutug Lor kecamatan Baturraden. Farm Tegalsari memiliki lahan Hijauan Pakan Ternak (HPT) seluas 15 ha. Farm ini juga digunakan untuk perkantoran, perumahan, kandang ternak, lahan penggembalaan, kebun rumput, pusat administrasi, dan farm produksi ternak sapi perah. Kemudian, area farm Limpakuwus terletak di wilayah desa Limpakuwus Kecamatan Sumbang (±96,79 ha). Area farm Limpakuwus memiliki lahan hijauan pakan ternak seluas 66 ha. Farm ini merupakan area farm untuk pemeliharaan sapi perah dan kambing perah PE dan saanen. Area farm Manggala terletak di wilayah desa Karangtengah kecamatan Cilongok kecamatan Pekuncen (100 ha). Area ini memiliki lahan HPT seluas 16 ha. Farm Manggala digunakan untuk pengembangan pemeliharaan ternak dengan Rearing System yang merupakan konsep dari animal welfare. Terakhir, area farm Munggangsari terletak di desa Karangsalam kecamatan Baturraden (±10,09 ha) yang digunakan untuk perumahan dinas, dan pusat pelatihan. Populasi sapi perah di seluruh farm yaitu sebanyak ekor, namun penelitian dilakukan hanya pada farm Tegalsari, yang mempunyai total populasi sapi perah sebanyak 439 ekor. Farm Tegalsari mempunyai beberapa kandang yang mempunyai populasi ternak yang berbeda-beda. Populasi ternak sapi perah per kandang di farm Tegalsari dapat dilihat pada Tabel 3. Populasi sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden yaitu terdiri dari sapi impor yang berasal dari Australia dan New Zealand. Balai ini melakukan impor sapi perah dengan tujuan untuk menghasilkan bibit sapi perah unggul, sesuai dengan visi dari

3 26 BBPTU-HPT Baturraden yaitu menghasilkan bibit ternak yang berkualitas, berdaya saing, dan berkelanjutan. Tabel 3. Populasi Sapi Perah di farm Tegalsari No Kandang Jumlah (ekor) 1 A 37 2 B 40 3 C 28 4 D 26 5 E 25 6 E E F 19 9 G Freestall Utara Freestall Selatan I J Isolasi 3 15 Penggembalaan Edu 3 Total 439 Sumber: BBPTU-HPT Baturraden (2018) Pemberian pakan yang diberikan pada sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden yaitu dengan memberikan hijauan segar, legume, dan hijauan fermentasi (silase), dengan pemberian yang dilakukan pada pagi dan sore hari. Hijauan segar yang digunakan sebagai bahan pakan di farm ini yaitu rumput raja (Pennisetum purpuphoides), rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang dilayukan terlebih dahulu semalaman dengan tujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada hijauan. Jenis-jenis legume yang digunakan sebagai bahan pakan di farm ini yaitu indigofera, gamal (Gliricidia sepium), dan kaliandra (Calliandra haematocephala). Pemberian pakan juga dilengkapi dengan pemberian konsentrat. Konsentrat merupakan pakan penguat yang mengandung serat kasar relatif rendah dan mudah

4 27 dicerna. Bahan pakan ini biasanya didapatkan dari pencampuran beberapa macam bahan baku, seperti pada farm Tegalsari konsentrat didapatkan dari pencampuran bungkil kelapa, bungkil kedelai, pollard, onggok, tepung jagung, mineral, CGF dan CGM. Farm Tegalsari memiliki beberapa kandang yang dibedakan atas status fisiologis ternak, yang terdiri dari kandang A, B, C, D, E, E1, E2, F, G, Freestall Utara, Freestall Selatan, I,,J. Pemberian pakan setiap kandang berbeda, tergantung populasi, dan tergantung status ternak tersebut. Sapi betina laktasi ditempatkan pada kandang A dan B. Pemberian pakan antar kandangnya pun berbeda, sesuai dengan populasi dan produksi susu. Kandang A dengan produksi susu rata-rata 25 kilogram, sedangkan kandang B dengan produksi susu rata-rata 15 kilogram. Formulasi pakan tiap kandang tidak tetap, selalu berubah-ubah setiap minggu disesuaikan dengan perubahan jumlah populasi ternak tiap kandang dan pada kandang sapi laktasi disesuaikan dengan perubahan produksi susunya. Formulasi pakan yang diberikan di farm Tegalsari dapat dilihat di Lampiran Deskripsi Data Kadar Lemak Data kadar lemak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1 dan 2 tahun Jumlah catatan yang diperoleh yaitu sebanyak 568 dan 591 catatan yang berasal dari 97 dan 95 ekor sapi perah pada laktasi 1 dan 2. Data yang telah didapatkan kemudian ditabulasi. Hasil tabulasi data kemudian dianalisis untuk memperoleh deskripsi data per periode laktasi. Deskripsi data kadar lemak periode laktasi 1 dan 2 pemerahan pagi dan sore disajikan pada Tabel 4 dan 5.

5 28 Tabel 4. Deskripsi Data Kadar Lemak Susu Periode Laktasi 1 No. Deskripsi data Kadar Lemak Susu Pagi Sore 97 4, Jumlah Sapi (ekor) Rata-rata (%) 97 3,69 3. Minimum (%) 1,65 2,05 4. Maksimum (%) 5,81 6,29 5. Standar Deviasi 0,70 0,77 6. Koefisien Variasi (%) 19,03 18,82 Tabel 5. Deskripsi Data Kadar Lemak Susu Periode Laktasi 2 No. Deskripsi data Kadar Lemak Susu Pagi Sore 95 4, Jumlah sapi (ekor) Rata-rata (%) 95 3,66 3. Minimum (%) 1,29 2,17 4. Maksimum (%) 5,97 6,21 5. Standar Deviasi 0,82 0,78 6. Koefisien Variasi (%) 22,25 18,61 Deskripsi data kadar lemak laktasi 1 pada Tabel 4 menunjukkan rata-rata kadar lemak pada pemerahan pagi dan sore yaitu sebesar 3,69% dan 4,09%, sedangkan kadar lemak pada pemerahan pagi dan sore laktasi 2 pada Tabel 5. menunjukkan rata-rata 3,66 dan 4,18 pada pemerahan pagi dan sore. Hal ini menunjukkan nilai kadar lemak laktasi 1 dan 2 pada BBPTU-HPT Baturraden sesuai dengan menurut pendapat Makin (2011), bahwa kadar lemak susu sapi FH mempunyai rata-rata 3,5% dengan kisaran 2,5% - 4,3%. Jika ditinjau dari nilai ratarata kadar lemak pada Tabel 4 dan Tabel 5, rata-rata kadar lemak pada pemerahan sore lebih besar dari pemerahan pagi. Hal ini sesuai dengan menurut pendapat Muchtadi dan Sugiono (1992), salah satu faktor yang mempengaruhi kadar lemak susu yaitu waktu pemerahan, kadar lemak susu pada pemerahan sore lebih besar dari pemerahan pagi. Hal tersebut juga dimungkinkan menurut pendapat Soeharsono (2008) karena lemak merupakan simpanan energi, sehingga rendahnya

6 29 kadar lemak hasil pemerahan pada pagi hari digunakan untuk biosintesis susu pada sore hari. Selanjutnya, nilai minimum dan maksimum yang didapatkan dari hasil analisis deskriptif pada laktasi 1 dan 2 dapat dilihat di Tabel 4 dan 5. Kadar lemak laktasi 1 pemerahan pagi pada Tabel 4 mempunyai rentang 1,65% 5,81%, sedangkan pemerahan sore mempunyai rentang 2,05% 6,29%. Kadar lemak laktasi 2 pemerahan pagi pada Tabel 5 mempunyai rentang 1,29% 5,97%, sedangkan pemerahan sore mempunyai rentang 2,17% 6,21%. Jika ditinjau dari nilai minimum kadar lemak laktasi 1 dan 2 di BBPTU-HPT Baturraden, kadar lemak susu mempunyai nilai yang lebih rendah dari pendapat Makin (2011) yang menyatakan bahwa nilai minimum kadar lemak susu sapi FH yaitu sebesar 2,5%. Selanjutnya, jika ditinjau dari nilai maksimum kadar lemak laktasi 1 dan 2 di BBPTU-HPT Baturraden, tergolong lebih tinggi dari nilai maksimal kadar lemak yang dinyatakan oleh Makin (2011) yaitu sebesar 4,3%. Hal ini dapat disebabkan karena faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang erat dengan kandungan lemak pada susu sapi, yaitu pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi dan Sugiono (1992), salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai kadar lemak susu yaitu pakan. Pakan yang mengandung serat kasar tinggi dapat meningkatkan kadar lemak susu yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tanuwiria dkk. (2008), bahwa kadar lemak susu dipengaruhi oleh serat kasar dan hasil metabolismenya yaitu berupa asam asetat. Bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan menghasilkan asam asetat yang merupakan prekursor sintesis lemak susu di ambing. Salah satu bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi yaitu hijauan. Imbangan antara pemberian hijauan dan konsentrat pada sapi perah laktasi mempengaruhi kadar

7 30 lemak yang akan dihasilkan. Rasio pemberian hijauan dan konsentrat pada farm Tegalsari BBPTU-HPT Baturraden yaitu 60:40, sesuai dengan pendapat Mc Cullough (1973) bahwa kadar lemak susu di atas 3,5% dapat diperoleh dengan rasio 60 hijauan: 40 konsentrat, namun di farm Tegalsari imbangan hijauan dengan konsentrat dapat berubah sewaktu-waktu mengikuti produksi susu yang dihasilkan oleh ternak. Nilai maksimum kadar lemak yang dihasilkan pada laktasi 1 dan 2, kadar lemak sangat tinggi mencapai lebih dari 4,3%, yakni nilai maksimum kadar lemak menurut Makin (2011). Hal ini disebabkan karena imbangan pemberian hijauan yang kurang baik, yaitu pemberian hijauan yang terlalu tinggi, sehingga menyebabkan kadar lemak yang terlalu tinggi dan juga dapat berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan rendah, karena korelasi antara produksi susu dengan kadar lemak negatif. Deskripsi data selanjutnya yaitu menghitung standar deviasi atau juga dikenal dengan simpangan baku. Standar deviasi merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur jumlah variasi atau sebaran sejumlah data. Semakin rendah standar deviasi, maka semakin mendekati rata-rata, sedangkan jika nilai standar deviasi semakin tinggi maka semakin lebar rentang variasi datanya. Nilai standar deviasi laktasi 1 pemerahan pagi dan sore yaitu sebesar 0,70 dan 0,77, sedangkan nilai standar deviasi laktasi 2 pemerahan pagi dan sore yaitu sebesar 0,82 dan 0,78. Dilanjutkan dengan perhitungan koefisien variasi yang merupakan perbandingan antara standar deviasi/simpangan baku dengan nilai rata-rata yang dinyatakan dengan persentase. Jika koefisien variasi semakin kecil maka datanya semakin homogen, begitu juga sebaliknya. Nilai koefisien variasi kadar lemak laktasi 1 pemerahan pagi dan sore dapat dilihat pada Tabel 4 yaitu sebesar 19,03%

8 31 dan 18,82%, sedangkan nilai koefisien variasi kadar lemak laktasi 2 pemerahan pagi dan sore dapat dilihat pada Tabel 5 yaitu sebesar 22,25% dan 18,61%. Hal ini menunjukkan data kadar lemak susu pada laktasi 2 pemerahan pagi lebih heterogen jika dibandingkan dengan laktasi 1 pemerahan pagi. Begitu juga dengan kadar lemak susu pada laktasi 2 pemerahan sore lebih homogen dari laktasi 1 pemerahan sore. Nilai koefisien variasi yang dihasilkan cukup besar, hal ini menandakan bahwa dari 97 dan 95 ekor sapi yang diteliti variasinya cukup tinggi sehingga efektif untuk dilakukan seleksi. Koefisien variasi yang tinggi pada kadar lemak ini disebabkan karena kadar lemak yang dihasilkan pada susu sapi cenderung fluktuatif. Kadar lemak yang cenderung fluktuatif dapat disebabkan karena faktor jenjang laktasi, yang berarti sapi perah yang baru beranak akan mempunyai kadar lemak susu yang tinggi, namun dengan bertambahnya masa laktasi sekitar 6 8 minggu, kadar lemak akan mengalami penurunan dan akan meningkat kembali saat masa akhir laktasi (Basya, 1983). Kadar lemak yang fluktuatif juga dapat disebabkan oleh faktor interval pemerahan, yakni sapi perah yang diperah dua kali sehari dengan interval pemerahan yang sama, dapat merubah kadar lemak susu yang dihasilkan. Menurut Basya (1983), kadar lemak susu akan lebih tinggi pada interval pemerahan yang lebih singkat. Pemerahan yang dilakukan di farm Tegalsari BBPTU-HPT Baturraden, yaitu pukul dilakukan pemerahan pagi dan dilakukan pemerahan sore, yang artinya kadar lemak susu akan lebih tinggi pada pemerahan sore Pendugaan Nilai Ripitabilitas Ripitabilitas merupakan suatu pengukuran kesamaan suatu sifat yang diukur berkali-kali pada ternak yang sama selama hidupnya. Ripitabilitas atau angka pengulangan ini dapat didefinisikan sebagai korelasi fenotip antara performan yang

9 32 sekarang dengan performan selanjutnya di masa yang akan datang. Nilai ripitabilitas akan berada di kisaran 0 sampai 1. Jika nilai ripitabilitas mendekati 1 maka kemampuan ternak untuk mengulangi sifat kadar lemak susu pada periode laktasi berikutnya akan tinggi, dan begitu juga sebaliknya. Nilai ripitabilitas pada penelitian ini didapatkan dari pendugaan ragam antara individu dan dalam individu yang dianalisis dengan perhitungan tabel sidik ragam atau ANOVA, dengan menggunakan SPSS. Tabel. 6. Hasil Perhitungan Ripitabilitas dan Standard Error Kadar Lemak Laktasi 1 dan 2 Pemerahan Laktasi 1 Laktasi 2 Pagi 0,196 ± 0,030 0,236 ± 0,029 Sore 0,187 ± 0,030 0,074 ± 0,028 Hasil analisis data diperoleh dugaan nilai ripitabilitas dan standard error dapat dilihat pada Tabel 6, bahwa kadar lemak susu laktasi 1 pemerahan pagi dan sore yang didapat dari 97 ekor sapi yaitu sebesar 0,196 ± 0,030 dan 0,187 ± 0,030. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 19,6% dan 18,7% kadar lemak susu pada laktasi 1 dapat diulang pada periode laktasi berikutnya, sedangkan dugaan nilai ripitabilitas dan standard error kadar lemak susu laktasi 2 pemerahan pagi dan sore yang didapat dari 95 ekor sapi yaitu sebesar 0,236 ± 0,029 dan 0,074 ± 0,028. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 23,6% dan 7,4% kadar lemak susu pada laktasi 2 dapat diulang pada periode laktasi berikutnya. Jika ditinjau dari hasil analisis tersebut, dapat diketahui dugaan nilai ripitabilitas kadar lemak susu pada laktasi 1 pemerahan pagi dan sore termasuk rendah, sedangkan dugaan nilai ripitabilitas kadar lemak susu pada laktasi 2 pemerahan pagi dan sore termasuk sedang dan rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Noor (2010), bahwa dugaan nilai ripitabilitas dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu rendah (0,0-0,2), sedang (0,2-0,4), dan tinggi (< 0,4). Nilai ripitabilitas pada penelitian ini cenderung jauh

10 33 lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai ripitabilitas kadar lemak susu yang merupakan hasil penelitian sebelumnya. Menurut penelitian Dianayanti (2004) di BBPTU-HPT Baturraden, nilai ripitabilitas kadar lemak yaitu sebesar 0,65, yang jika dibandingkan dengan pernyataan Noor (2010) tergolong tinggi. Young, dkk. (1979) mendapatkan nilai dugaan ripitabilitas kadar lemak sebesar 0,44 di Department of Animal Science of Minnesota, St. Paul. Pereira, dkk. (2000) mendapatkan nilai dugaan ripitabilitas kadar lemak sebesar 0,52 di National Livestock Breeding Center Japan. Erfani, dkk. (2015) mendapatkan nilai dugaan ripitabilitas kadar lemak sebesar 0,18 di Irania East-Azerbaijan Holstein Iran. Nilai dugaan ripitabilitas kadar lemak susu pada penelitian ini cenderung lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang sudah dilakukan, kecuali pada penelitian Erfani, dkk. (2015) yang hasil dugaan nilai ripitabilitasnya juga rendah. Terdapatnya perbedaan nilai ripitabilitas yang didapatkan pada kadar lemak susu sapi perah FH dari hasil penelitian ini dengan nilai ripitabilitas hasil penelitian lain disebabkan karena perbedaan jumlah ternak yang dianalisis, perbedaan jumlah catatan, metode pencatatan kadar lemak, kondisi lingkungan peternakan yang berbeda, perbedaan metode perhitungan yang digunakan, serta tempat dan waktu penelitian yang berbeda. Nilai ripitabilitas yang lebih rendah daripada penelitian sebelumnya diduga disebabkan karena rendahnya keragaman genetik dan keragaman lingkungan permanen, sehingga menyebabkan tingginya keragaman lingkungan temporer. Nilai ripitabilitas yang rendah, menunjukkan kemampuan ternak tersebut dalam mengulangi kadar lemak susu di masa yang akan datang lebih rendah. Jika nilai ripitabilitas sedang, kemampuan ternak tersebut dalam mengulangi kadar lemak susu di masa yang akan datang yaitu sedang. Nilai ripitabilitas yang

11 34 didapatkan dapat digunakan untuk menduga perfoman ternak pada periode laktasi berikutnya, dan pemilihan ternak atau dikenal dengan seleksi setelah diperoleh hasil pendugaan kemampuan produksi pada periode sebelumnya (Kurnianto, 2009). 4.4 Pendugaan Nilai MPPA Kadar Lemak Susu Pendugaan kemampuan ternak dalam menghasilkan kadar lemak atau MPPA yaitu suatu pendugaan secara maksimum dari kemampuan berproduksinya, yang diduga dari performa yang telah ada. Pendugaan nilai MPPA ternak dilakukan setelah didapat nilai ripitabilitas. Perhitungan MPPA dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel. MPPA didapatkan setelah diketahui ripitabilitas, rata-rata kadar lemak yang dihasilkan tiap ternak, dan rata-rata kadar lemak seluruh ternak hasil screening. Hasil pendugaan nilai MPPA dapat dilihat di Lampiran 11, 12, 13 dan 14. Hasil analisis perhitungan MPPA laktasi 1 pada pemerahan pagi dan sore berkisar -0,75% - 0,74% dan -0,61% - 0,90%. Nilai positif dan negatif yang dihasilkan dari perhitungan menunjukkan bahwa nilai positif menandakan ternak tersebut memiliki nilai MPPA di atas rata-rata, sedangkan nilai negatif menandakan ternak tersebut memiliki nilai MPPA di bawah rata-rata. Nilai positif dan negatif yang dihasilkan dari perhitungan dapat memudahkan proses seleksi. Selanjutnya, hasil analisis perhitungan MPPA laktasi 2 pada pemerahan pagi dan sore yaitu berkisar -0,83% - 0,59% dan -0,37% - 0,48%. Hasil yang didapatkan serupa dengan hasil yang didapatkan dari perhitungan MPPA pada laktasi 1, nilai positif dan negatif yang dihasilkan dari perhitungan menunjukkan bahwa nilai positif menandakan ternak tersebut memiliki nilai MPPA di atas rata-rata, sedangkan nilai negatif menandakan ternak tersebut memiliki nilai MPPA di bawah rata-rata.

12 35 Perhitungan MPPA yang dilakukan pada 97 ekor sapi perah laktasi 1 pada pemerahan pagi dan sore, terdapat 45 dan 47 ekor sapi perah yang mempunyai nilai MPPA di atas rata-rata, sedangkan 52 dan 50 ekor sapi perah yang memiliki nilai MPPA di bawah rata-rata. Sementara, hasil perhitungan MPPA yang dilakukan pada 95 ekor sapi perah laktasi 2 pada pemerahan pagi dan sore terdapat 46 dan 67 ekor sapi perah yang mempunyai nilai MPPA di atas rata-rata, sedangkan 49 dan 28 ekor sapi perah yang memiliki nilai MPPA di bawah rata-rata. Penelitian yang dilakukan oleh Dianayanti (2004) di BBPTU-HPT Baturraden, terdapat 50 ekor yang memilki nilai MPPA diatas rata-rata dan sebanyak 57 ekor memiliki nilai MPPA di bawah rata-rata. Jika dibandingkan dengan hasil analisis pada penelitian ini, jumlah ternak yang memiliki nilai MPPA di atas rata-rata lebih rendah dari hasil penelitian Dianayanti (2004), kecuali pada hasil analisis MPPA pada laktasi 2 pemerahan sore, ternak yang memiliki nilai MPPA di atas rata-rata lebih besar dari hasil penelitian Dianayanti (2004) yakni sebanyak 67 ekor. Berikut 10 ekor sapi perah yang memiliki peringkat nilai MPPA tertinggi per laktasi dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. Tabel 7. Nilai MPPA Kadar Lemak Susu 10 Ekor Tertinggi Laktasi 1 ID MPPA (Pemerahan Pagi)...%... ID ,74 0,63 0,57 0,55 0,51 0,50 0,49 0,47 0,46 0, MPPA (Pemerahan Sore)...%... 0,90 0,78 0,71 0,58 0,53 0,50 0,49 0,47 0,44 0,42

13 36 Tabel 8. Nilai MPPA Kadar Lemak Susu 10 Ekor Tertinggi Laktasi 2 ID MPPA (Pemerahan Pagi)...%... ID ,59 0,54 0,51 0,49 0,47 0,45 0,45 0,42 0,39 0, MPPA (Pemerahan Sore)...%... 0,48 0,33 0,32 0,32 0,31 0,28 0,27 0,27 0,27 0,26 Berdasarkan hasil pada Tabel 7, sapi dengan ID dan berada pada peringkat pertama nilai MPPA pemerahan pagi dan sore pada laktasi 1, artinya ternak tersebut memiliki performa yang paling baik jika dibandingkan dengan ternak yang lain. Sementara, berdasarkan hasil pada Tabel 8, sapi dengan ID dan berada pada peringkat pertama nilai MPPA pemerahan pagi dan sore pada laktasi 2, artinya ternak tersebut memiliki performa yang paling baik jika dibandingkan dengan ternak yang lain. Dilakukan pengurutan sapi berdasarkan nilai MPPA sangat bermanfaat sesuai dengan pendapat Mc Dowell (1987) yang menyatakan pengurutan nilai MPPA sapi dapat mengefektifkan dalam penentuan pilihan sapi perah yang akan terus dijadikan bibit dan dikeluarkan dari suatu peternakan. Jika ditinjau dari 4 hasil perhitungan MPPA, nilai ripitabilitas tertinggi berada pada laktasi 2 pemerahan pagi yakni sebesar 0,236 ± 0,029 yang artinya diduga 23,6% kemampuan ternak dalam memproduksi kadar lemak pada saat itu dapat diulang di periode laktasi berikutnya, sehingga hasil analisis MPPA kadar lemak laktasi 2 pemerahan pagi paling baik untuk dipertimbangkan dalam kegiatan seleksi. Nilai MPPA bersifat relatif dan hanya berlaku di lingkungan tempat ternak tersebut berada yaitu di BBPTU-HPT Baturraden.

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN.1. Sapi Perah Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden, Purwokerto, lebih tepatnya di Farm Tegalsari. BBPTU-SP Baturraden

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1 dan laktasi tahun 016 dan 017 di

Lebih terperinci

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Materi Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari ternak sapi perah yang terdapat di BBPTU HPT Baturraden.

Lebih terperinci

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara RIPITABILITAS DAN MPPA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN (FH) YANG DIHASILKAN DARI KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU HPT BATURRADEN REPEATABILITY AND MPPA 305 DAYS MILK YIELD ON CATTLE

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. laktasi 2 sebanyak 100 ekor, laktasi 3 sebanyak 50 ekor, dan laktasi 4 sebanyak 40

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. laktasi 2 sebanyak 100 ekor, laktasi 3 sebanyak 50 ekor, dan laktasi 4 sebanyak 40 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah data catatan produksi susu harian pagi, sore, dan total periode laktasi 1, 2, 3, dan 4 dari tahun 2009

Lebih terperinci

TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR

TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR Oleh : FOURY SURYA ATMAJA PROGRAM STUDI DIII MANAJEMEN USAHA

Lebih terperinci

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN Produksi Susu Sapi Keturunan Pejantan Impor....Deden Dzul Fadil UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN MILK PRODUCTION TEST OF FRIESIEN HOLSTEIN DAIRY

Lebih terperinci

MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH

MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH (Kajian Pemeliharan Sapi Perah Kering Kandang) TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah FH Sapi perah Fries Holland (FH) sering dikenal dengan nama Holstein Friesian. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah SWT penulis panjatkan atas segala Rahmat dan Karunia-Nya, yang telah memberikan kekuatan, kemampuan, dan kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN Produksi Susu Bulanan Sapi Perah FH.... Sefyandy Adi Putra EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN EVALUATION

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber kebutuhan protein hewani yang berasal dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek penting dalam usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Sapi Perah di Indonesia Usaha peternakan sapi perah yang diusahakan oleh pribumi diperkirakan berdiri sekitar tahun 1925. Usaha ini berlanjut secara bertahap sampai saat ini.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ternak Penelitian, Ternak yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah. Penelitian

Lebih terperinci

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 IR. SUGIONO, MP Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 1 BBPTU HPT BATURRADEN Berdasarkan Permentan No: 55/Permentan/OT.140/5/2013 Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero Peternakan kambing perah Cordero merupakan peternakan kambing perah yang dimiliki oleh 3 orang yaitu Bapak Sauqi Marsyal, Bapak Akhmad Firmansyah, dan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang hubungan antara paritas, lingkar dada dan umur

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang hubungan antara paritas, lingkar dada dan umur 9 BAB III MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tentang hubungan antara paritas, lingkar dada dan umur kebuntingan dengan produksi susu sapi Friesian Holstein dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS)

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS) PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS) REPEATABILITY ESTIMATES AND MOST PROBABLE PRODUCTION ABILITY OF FRIES

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Sapi Perah FH Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland, Belanda. Sapi tersebut di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian atau

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dan Tata Kerja Balai Inseminasi Buatan Lembang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80--90 % dari seluruh sapi perah yang berada di sana. Sapi ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi Susu Sapi Perah Nasional Industri persusuan sapi perah nasional mulai berkembang pesat sejak awal tahun 1980. Saat itu, pemerintah mulai melakukan berbagai usaha

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 6 bulan. Analisa kualitas susu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Sapi Perah Fries Holland Sapi Fries Holland (FH) merupakan sapi yang berasal dari negeri Belanda dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi kambing di Indonesia berjumlah 18 juta ekor. Jumlah ini sangat besar dibandingkan dengan jenis ternak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1. 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun 2011 sebanyak ekor yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun 2011 sebanyak ekor yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi Susu di Jawa Tengah, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Semarang Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang menjadi pusat pengembangan sapi perah di Indonesia

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik 21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik Rambon Jantan dan 20 ekor Itik Cihateup Betina, 4 ekor

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian berlangsung mulai tanggal 23 Juli 2011 sampai dengan 23 Agustus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian berlangsung mulai tanggal 23 Juli 2011 sampai dengan 23 Agustus BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian berlangsung mulai tanggal 23 Juli 2011 sampai dengan 23 Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

SISTEM PEMBERIAN PAKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI SUSU SAN PERAH

SISTEM PEMBERIAN PAKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI SUSU SAN PERAH SISTEM PEMBERIAN PAKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI SUSU SAN PERAH Sori Basya Siregar (Balai Penelitian Ternak Ciawi) PENDAHULUAN Keuntungan yang tinggi per satuan waktu merupakan tujuan dari setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi North Holland dan West Friesland negeri Belanda yang memiliki temperatur lingkungan kurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Menurut Blakely dan Bade (1998) sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara lain sistem dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI I. Pendahuluan Ternak ruminansia diklasifikasikan sebagai hewan herbivora karena

Lebih terperinci

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH SKRIPSI Oleh ZULFARY ARIF FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian pengaruh penambahan kolin klorida pada pakan terhadap kadar

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian pengaruh penambahan kolin klorida pada pakan terhadap kadar 25 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pengaruh penambahan kolin klorida pada pakan terhadap kadar kolesterol dan lipoprotein darah sapi perah laktasi dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat populer, mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, dan mampu beradaptasi

PENDAHULUAN. Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat populer, mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, dan mampu beradaptasi PENDAHULUAN Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat populer, mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, dan mampu beradaptasi dengan lingkungan ekstrem, cukup mudah pengembangannya dan tidak

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH LAKTASI MENGGUNAKAN STANDAR NRC 2001: STUDI KASUS PETERNAKAN DI SUKABUMI

EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH LAKTASI MENGGUNAKAN STANDAR NRC 2001: STUDI KASUS PETERNAKAN DI SUKABUMI EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH LAKTASI MENGGUNAKAN STANDAR NRC 2001: STUDI KASUS PETERNAKAN DI SUKABUMI (Evaluation of feeding practice on lactating dairy cowsusing NRC 2001 standard: study case from

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati Sistem perkandangan menggunakan kandang panggung terdiri atas dua sistem, yaitu kandang individu (individual system)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang TINJAUAN PUSTAKA SistematikaTernak Kambing Ternak kambing merupakan ruminansia kecil yang mempunyai arti besarbagi rakyat kecil yang jumlahnya sangat banyak. Ditinjau dari aspek pengembangannya ternak

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. 21 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. Penelitian dilaksanakan di Peternakan Sapi Perah Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Pembibitan Ternak Unggul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 03 Pebruari :23 - Update Terakhir Selasa, 17 Pebruari :58

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 03 Pebruari :23 - Update Terakhir Selasa, 17 Pebruari :58 Pembuatan silase komplit dapat dijadikan salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau sekaligus memperbaiki kualitas gizi pakan ternak. Pada kondisi bulan basah (musim hijauan) pada

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA Animal Agriculture Journal 5(1): 195-199, Juli 2015 On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden berada pada wilayah yang meliputi 3 (tiga) area, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu Sapi Friesian Holstein(FH) memiliki ciri badan menyerupai baji, terdapat belang berbentuk segitiga putih di dahi, warna tubuhbelang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Juni sampai September 2011 bertempat di Peternakan Kambing Darul Fallah - Ciampea Bogor; Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODE. Materi. Metode

METODE. Materi. Metode METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Desa Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 62 hari dari bulan September

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci