V. ANALISIS DAN SKENARIO KEBIJAKAN PAJAK EMISI GAS CO 2

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. ANALISIS DAN SKENARIO KEBIJAKAN PAJAK EMISI GAS CO 2"

Transkripsi

1 V. ANALISIS DAN SKENARIO KEBIJAKAN PAJAK EMISI GAS CO Kalibrasi Model Seperti yang telah diuraikan pada Bab 3.5, maka sebelum dilakukan simulasi dari model, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi terhadap variabel total faktor produktivitas (A). Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan nilai dasar tahun dengan menggunakan parameter gamma atau elastisitas out put terhadap capital sama besarnya dengan nilai yang digunakan oleh model DICE 1993 yaitu 0,25. Besarnya nilai A ditentukan dengan memasukkan faktor kerusakan yang disebabkan oleh kenaikan suhu permukaan dan biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi emisi atau abatement cost. Nilai variabel tersebut dapat dilihat pada tabel 21. Y ( Tln IDR) L (Juta) K (Tln IDR) Tabel 21. Nilai A dari kalibrasi γ 1- γ 1 -ABCOST 1- TECOST A Y 263, ,400 59,758 0,25 0, , , , ,400 59,758 0,25 0,75 0,9314 0, , ,262 Nilai ABCOST ditentukan berdasarkan parameter MIU ( μ=1), besarnya nilai ABCOST sesuai dengan tabel 22 dan TECOST ditentukan berdasarkan persamaan 1-1/(1+A1*SQRTE(T)) dimana TE adalah TE(T)+C1*(FORC(T)-LAM*TE(T)- C3*0.4) ). Hasilnya pada tabel 23. Jika parameter gamma yang digunakan adalah 0,30 maka nilai A menjadi 2,047 dan Y menjadi 263,262. Jika faktor ABCOST dan TECOST dimasukkan, maka nilai A 2,22 dan Y menjadi 341,255. Tabel 22. Nilai ABCOST untuk beberapa nilai MIU(μ) b1 b2 MIU ABCOST 0,0686 2, ,0686 2,887 0,2 7 0,0686 2,887 0,4 0,0049 0,0686 2,887 0,6 0,0157 0,0686 2,887 0,8 0,036 0,0686 2, ,0686

2 103 Tabel 23. Nilai TECOST TO C1 FORC LAM C3 TE A1 TECOST 0,71 0,226 1,42 1,41 0,44 0, ,0035 0, Skenario Ada lima skenario yang akan dilakukan dalam analisis model, yaitu skenario Base, Optimum, Concentration, Reduction-1 dan Reduction-2. Skenario Base (Base Scenario); Dalam skenario Base, tidak ada abatement, maka abatement cost tidak terjadi dan temperature cost juga diasumsi menjadi nol. Hal ini merupakan representasi skenario BAU (Business as- Usual). Pada skenario ini masalah iklim tidak memiliki dampak pada ekonomi, dengan perkataan lain ekonomi tidak bereaksi terhadap pengaruh dari iklim. Sedangkan kondisi Base Case adalah tidak ada skenario, dan perekonomian berjalan apa adanya. Skenario Optimal (Optimal Scenario); Dalam skenario Optimal, optimal abatement rate dihitung. Titik optimal terjadi dimana marginal abatement cost sama dengan marginal temperature cost. Iklim mempengaruhi ekonomi dan ekonomi bereaksi dengan cara menginvestasi untuk mengurangi emisi (abatement cost). Skenario Concentration (Concentration Scenario) ; Dalam skenario Concentration, lapisan atas atau atmosfir ( Upper bound ) diisi oleh konsentrasi emisi gas CO 2. Skenario ini mereflesikan suatu situasi dimana pembuat kebijakan menetapkan tujuan untuk menghadapai masalah emisi gas CO 2 yang akan meningkatkan konsentrasi emisi gas CO 2 di atmosfir. Skenario ini tidak harus optimal dan respon ekonomi adalah dengan cara menetapkan tingkat biaya yang paling efektif (least cost). Skenario Reduction (Reduction Scenario); Dalam skenario Reduction lapisan atas atau atmosfir diisi oleh konsentrasi emisi gas CO 2. Pada skenario ini pembuat kebijakan dapat mengatur jumlah emisi gas CO 2 yang akan dilepaskan ke atmosfir sehingga jumlah konsentrasi emisi gas CO 2 di lapisan atas atau atmosfir meningkatkan sesuai dengan laju emisi. Untuk Reduction-1 laju tersebut sebesar 10% dari jumlah emisi yang ada pada saat ini dan Reduction-2 adalah sebesar 20% dari jumlah emisi yang ada pada saat ini.

3 104 Sebagai konsekuensi dari skenario, maka nilai Y(T) atau output nasional dan Q(T) atau level dari GDP diinterpretasikan berdasarkan pendekatan formula : Q(T) = Y(T) / (1-abcost T )*(1-tecost T ) Dalam skenario Base ; abcost = 0 dan tecost = 0, maka Q T = Y T Skenario Optimal ; abcost > 0 dan tecost > 0, maka Q T > Y T Skenario Concentration ; abcost > 0 dan tecost > 0, maka Q T > Y T Skenario Reduction ; abcost > 0 dan tecost > 0, maka Q T > Y T 5.3 Pajak Emisi Gas CO 2 Yang Optimal Berdasarkan besaran skalar, parameter dan variabel yang disimulasi dalam model dengan program GAMS (lampiran 1 dan 2), dengan nilai R sebesar 3% pajak karbon untuk Indonesia berkisar antara USD 54,245 USD 8714,693 per ton karbon untuk periode seperti pada gambar 63. Pendapatan kotor domestik (GDP) berkisar antara Rp245,103 triliun Rp1844,951 triliun untuk periode yang sama dan pendapatan per kapita mengalami kenaikan yaitu sebesar Rp1,364 juta pada tahun menjadi Rp 6,901 juta pada tahun Besarnya pajak didapat sebagai hasil kontribusi total emisi karbon Indonesia terhadap rest of the world. Jika Indonesia menggunakan kebijakan pajak karbon yang besarnya berkisar antara USD 54,245 - USD 8714,693 per ton karbon dan rest of the world melakukan hal yang sama, maka besarnya forcing yang terjadi diperkirakan berada pada kisaran 2,086 W/m 2 pada tahun dan meningkat menjadi 12,197 W/m 2 pada tahun (lampiran 3) Dengan skenario pajak optimal, dimana social discount rate yang digunakan sebesar 3%, maka dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5% per tahun dan pertumbuhan penduduk sebesar 1,2% per tahun GDP Indonesia tidak mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Base Case. Tren kenaikan mengikuti pola pada gambar 64. Hal ini akan berimplikasi pada pendapatan per kapita yang konsisten sesuai dengan kenaikan GDP (lampiran5).

4 105 Pajak Karbon Optimal (R=3%) USD/T Karbon C Tax Gambar 63. Pajak karbon Indonesia untuk periode Q(Tln IDR)-1993 price GDP Indonesia Periode GDP-pajak (R3%) GDP-Base Case Gambar 64. Tren GDP Indonesia dengan adanya pajak emisi gas CO 2 untuk periode Presentase Perubahan PCY vs GDP % Perubahan 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0 PCY Base Scenario PCY Optimal Q Base Scenario Q Optimal Gambar 65. Presentase perubahan pendapatan per kapita dan GDP untuk Base Scenario dan Optimal Scenario

5 106 Pada gambar 65 dapat dilihat bahwa persentase perubahan pendapatan per kapita terhadap GDP. Pada periode 2005 presentase pendapatan mengalami penurunan karena rendahnya presentase GDP. Pada gambar 66 dapat dilihat bahwa dalam jangka panjang pendapatan per kapita terus mengalami peningkatan sementara konsumsi per kapita akan mengalami penurunan. Pendapatan per kapita yang meningkat disebabkan karena dalam jangka panjang pengeluaran untuk abatement cost dan temperature cost yang lebih rendah atau relatif kecil jika dibandingkan dengan kebijakan yang tidak memperlakukan pajak karbon. Biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi dampak dari akibat adanya emisi tergantung seberapa besar emisi tersebut dikendalikan. Kisar untuk pengeluaran abatement cost untuk periode 30 tahun (- 2019) adalah sebesar 0,9 6,7 % dari GDP dalam kondisi optimal. Dalam kondisi Base Scenario adalah 0%, pada kondisi Concentration Scenario sebesar 0,69%, dalam kondisi Scenario Reduction-1 berkisar 0% (0,0088 %) dan Scenario Reduction-2 sebesar 0,0065%. Faktor yang mempengaruhi menurunnya konsumsi per kapita adalah karena adanya peningkatan jumlah populasi dan pengaruh dari investasi, sedangkan besarnya kontribusi abatement cost yang dikeluarkan akan mempengaruhi pendapatan per kapita. Konsumsi & Pendapatan Per Kapita (Dalam Juta IDR 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, CPC-Base Scenario PCY-Base Scenario CPC-Optimal Scenario PCY-Optimal Gambar 66. Tren konsumsi dan pendapatan per kapita periode Optimal Scenario terhadap Base Scenario

6 107 Besarnya ABCOST terhadap GDP pada gambar 67 untuk beberapa skenario seperti skenario Base, Reduction-1 dan Reduction-2 berada dibawah 0,01% sedangkan untuk Skenario Concentration, dimana emisi karbon dikendalikan seluruhnya, maka nilai ABCOST berada pada 6.9 % dari GDP. Pada kondisi optimal mulai dari periode abatement cost yang harus dikeluarkan adalah sebesar 6,9% GDP per tahun (lampiran3). 0,080 ABCOST Terhadap GDP % GDP (x100) 0,060 0,040 0,020 ABCOST - Optimal ABCOST -Base ABCOST Concentration ABCOST -Reduction 1 ABCOST -Reduction 2 Gambar 67. Presentase ABCOST terhadap GDP untuk beberapa skenario (R3%) ABCOST - R3% 0,080 % GDP (x100) 0,060 0,040 0, ABCOST Base ABCOST Optimal ABCOST Concentration 20 ABCOST Concentration ABCOST Optimal ABCOST Base Gambar 68. Presentase ABCOST terhadap GDP untuk beberapa skenario Pada gambar 68 dapat dilihat bahwa untuk mempertahankan suhu rata-rata permukaan maksimum 7 o C, maka dalam kondisi optimal besarnya ABCOST untuk periode adalah sebesar 6,9% GDP. Perubahan suhu rata-rata permukaan bumi yang akan

7 108 terjadi jika Indonesia melakukan skenario dengan tingkat R3% dapat dilihat pada gambar 72. Besarnya perubahan pendapatan per kapita dan GDP untuk masingmasing skenario dengan nilai social rate time preference yang sama (sebesar 3%) dapat dilihat pada gambar 69. Pendapatan per kapita untuk skenario optimal berada diatas skenario reduction-1 dan reduction-2. Jika dibandingkan dengan skenario base, maka pendapatan per kapita pada kondisi Base Scenario masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan skenario lainnya pada tingkat R3%. Hal ini menunjukkan bahwa menggunakan kebijakan optimal akan lebih baik dibandingkan dengan mengurangi emisi pada level 10% atau 20% dari level emisi yang ada pada saat ini. Pendapatan Per Kapita (R=3%) PCY ( Juta IDR) 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 PCY- Reduction1 PCY -Reduction2 PCY -Base PCY-Optimal PCY -Concentration Gambar 69. Pendapatan per kapita untuk beberapa skenario setelah adanya pajak emisi Pada kenyataannya kita tidak menemukan emisi gas CO 2 yang tidak dikendalikan seperti pada skenario Base begitu juga sebaliknya pada kondisi yang sepenuhnya dikendalikan pada skenario Concentration. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa pilihan skenario hanya akan dilakukan pada skenario Optimal atau Reduction. Besarnya reduction (MIU) tergantung dari berapa besar pajak emisi yang dapat diterima oleh masyarakat dan konsekuensi dari Besarnya abatement cost atau besarnya suhu rata-rata permukaan bumi yang akan diharapkan.

8 109 GDP (R=3%) 2.00 GDP ( Tln IDR Q -Reduction2 Q -Reduction1 Q -Base Scenario Q -Optimal Q -Concentration Gambar 70. GDP Indonesia untuk beberapa skenario setelah adanya pajak emisi gas CO 2 Pada gambar 70. dapat dilihat bahwa jika pemerintah memperkenalkan kebijakan dengan pengurangan emisi karbon sebesar 10% (MIU=0,1) dari level emisi yang ada pada saat ini, maka akan berdampak pada pengurangan GDP. Dengan kebijakan pada skenario Reduction-2 (MIU=0,2), maka GDP masih berada diatas kondisi GDP optimal. Masing-masing skenario akan berdampak pada besarnya pajak karbon yang akan dikenakan pada BBF yang dipakai. Pada gambar 71 dapat dilihat bahwa besarnya pajak karbon pada kondisi optimal jauh berada diatas skenario Reduction-1 dan Reduction -2. Pajak Karbon -R3% C Tax ( USD/T) C Tax -Reduction2 C Tax -Reduction1 C Tax -Base Scenario C Tax-Optimal Gambar 71. Besar pajak karbon/ton untuk beberapa skenario periode 2019

9 110 Suhu Rata-Rata Permukaan Bumi -R3% Suhu ( deg C ) Base Scenario Optimal Concentration Reduction 1 Reduction Gambar 72. Kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi jika Indonesia melakukan beberapa skenario dengan R3% Suhu Rata-Rata Permukaan Bumi -R2% Suhu (deg C ) Base Scenario Optimal Concentration Reduction 1 Reduction Gambar 73. Kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi jika Indonesia melakukan beberapa skenario dengan R2% Jika model di run dengan menggunakan nilai R2%, maka suhu rata-rata permukaan diharapkan berkisar pada 4 o C dengan asumsi rest of world melakukan kebijakan yang sama. Jika Indonesia tidak melakukan tindakan apa-apa ( no action policy), dan rest of world melakukan hal yang sama maka suhu permukaan pada tahun 2020 akan mengalami peningkatan sekitar 10 o C. 5.4 Dampak Dari Pajak Emisi Gas CO 2 Berdasarkan output model (lampiran 8) untuk beberapa skenario, terlihat dengan jelas bahwa besarnya pajak karbon atau pajak emisi gas CO 2 akan berimplikasi pada output nasional dan level dari total produksi nasional. Besar kecilnya pajak

10 111 karbon atau emisi tergantung dari berapa besar emission control rate atau nilai MIU yang akan digunakan oleh pembuat kebijakan. Seperti yang telah diuraikan pada deskripsi dari model bahwa model DICE sangat sensitif terhadap nilai dari rate of social time preference. Jika social discount rate berkurang, maka akumulasi kapital dan output bertambah, maka konsentrasi emisi gas CO 2 akan bertambah. Jika social discount rate meningkat, maka bobot konsumsi ditunda untuk waktu yang akan datang, karena konsentrasi emisi gas CO 2 akan berkurang. Fraksi dari ABCOST terhadap GDP akan menentukan berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi emisi, dilain pihak perubahan iklim yang mengakibatkan perubahan suhu permukaan bumi akan menentukan berapa besar biaya kerusakan (damage cost) yang harus dikeluarkan akibat dari perubahan iklim tersebut. Dalam kondisi optimal biaya kerusakan (damage cost) akan sama dengan biaya abatement. Perubahan GDP akan mempengaruhi pendapatan masyarakat melalui fraksi pengurang akibat adanya biaya kerusakan tersebut. Untuk mengatasi kerusakan tersebut pembuat kebijakan perlu menentukan besarnya nilai MIU (control rate) yang akan digunakan, dimulai dengan skenario Base dengan control rate 0% sampai dengan 100%, artinya pajak karbon atau pajak emisi gas CO 2 akan berada pada kisar nol rupiah per ton sampai dengan suatu nilai rupiah tertentu. Pendapatan Per Kapita 8,000 PCY ( Juta IDR) 6,000 4,000 2, PCY - Base Case PCY - Reduction 5% -R3% PCY - Opt R3% Gambar 74. Pendapatan per kapita untuk beberapa skenario periode Pada gambar 74 dapat dilihat dampak dari pendapatan per kapita dalam kondisi optimal dan skenario Reduction 5% untuk rate of social time preference sebesar 3%. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk 1,2% per tahun dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5% pertahun, maka jika pembuat kebijakan memperlakukan pajak karbon atau

11 112 pajak emisi gas CO 2 dengan skenario optimal dan besar pengurangan emisi gas CO 2 sebesar 5% dari kondisi saat ini, pendapatan perkapita tidak akan mengalami penurunan relatif terhadap skenario Base case ( BAU). Skenario BAU dalam hal ini adalah suatu kondisi dimana treatment terhadap emisi tidak dilakukan sama sekali, artinya tidak ada kebijakan pajak yang akan diperlakukan. Pada gambar 75 dapat dilihat bahwa, jika pembuat kebijakan memperlakukan pajak karbon terhadap sumber energi dengan skenario optimal dengan pengurangan emisi sebesar 5%, 10% dan 20% dari tingkat emisi yang ada pada saat ini, maka pendapatan per kapita tidak mengalami penurunan relatif terhadap kondisi base case. 8,000 Pendapatan Per Kapita PCY ( Juta IDR) 6,000 4,000 2, PCY -Base Case PCY -Red 5% PCY -Red 10% PCY -Red 20% PCY -Optimal Gambar 75. Tren pendapatan per kapita Indonesia untuk periode 2019 (R3%) Besar pajak karbon dan emisi gas CO 2 untuk beberapa skenario berdasarkan nilai R=3% adalah sebagai berikut : Tabel 24. Pajak karbon dan emisi gas CO 2 Indonesia periode untuk R3% Pajak karbon untuk beberapa skenario (USD/T) Periode Base Optimal Reduction 5% Reduction 10% Reduction 20% ,09-3,60 54,2-8714,7 17,8-54,8 50,9-2764,8 52,9-3085,8 Pajak emisi gas CO 2 untuk beberapa skenario (USD/T) ,00-98,3 0, ,7 0,00-716,1 0,00-754,0 0,00-841,6 Petrol : BBM - bensin dan minyak solar Jika faktor konversi untuk 1 liter petrol adalah 0,00222 tco 2 /liter, maka 1 ton CO 2 ekivalen dengan 450,45 liter petrol ( 450 liter). Besarnya pajak CO 2 yang dikenakan

12 113 untuk tiap liter petrol ( bensin dan diesel ) sesuai dengan tabel 25. Jika faktor konversi untuk 1 ton batubara adalah 1,84 tco 2 /ton, maka 1 ton CO 2 ekivalen dengan 0,54 ton batubara. Besarnya pajak CO 2 yang dikenakan untuk setiap ton batubara seperti terlihat pada tabel 26. Berat karbon dan emisi gas CO 2 dihitung berdasarkan perbandingan berat molekul unsur karbon terhadap unsur karbon dioksida (CO 2 ). Satu (1) ton karbon ekivalen dengan 3,667 ton CO 2. Tabel 25. Pajak emisi gasco 2 /liter BBM Indonesia periode 2019 untuk R3% Pajak emisi gas CO 2 untuk beberapa skenario (USD/liter BBM) Periode Base Optimal Reduction 5% Reduction 10% Reduction 20% ,00-0,21 0,00-0,520 0,00-1,59 0,00-1,67 0,00-1,87 Tabel 26. Pajak emisi gas CO 2 /ton batubara Indonesia periode untuk R3% Pajak emisi gas CO Periode 2 untuk beberapa skenario (USD/ton batubara) Base Optimal Reduction 5% Reduction 10% Reduction 20% ,00-180,9 0, ,2 0, ,7 0, ,4 0, ,5 6,000 Pajak CO2 Per Liter Petrol CO2 Tax/liter (USD) 5,000 4,000 3,000 2,000 1, CO2 Tax /liter Base CO2 Tax/liter Optimal CO2 Tax/liter Red 5%" CO2 Tax/liter Red 10% CO2 Tax/liter Red 20% Gambar 76. Besarnya kenaikan harga BBM per liter dengan adanya pajak emisi gas CO 2 untuk periode -2019

13 114 Pajak emisi gas CO 2 akan berdampak pada kenaikan harga jual dari bahan bakar minyak (BBM). Pembuat kebijakan memiliki pilihan apakah akan menaikkan harga melalui pajak karbon atau melalui pajak emisi gas CO 2. Tren dari kenaikan terhadap harga jual per liter BBM setelah ada pajak karbon atau pajak emisi gas CO 2 tersebut dapat dilihat pada gambar 76. Untuk batubara besarnya kenaikan harga akibat adanya pajak emisi gas CO 2 dapat dilihat pada gambar Pajak CO2 Per Ton Batubara CO2 Tax/T (USD) CO2 Tax/ton -Base CO2 Tax/ton -Optimal CO2 Tax/ton -Red 5% CO2 Tax/ton -Red 10% CO2 Tax/ton - Red 20% Gambar 77. Besarnya kenaikan harga per ton batubara dengan adanya pajak emisi gas CO 2 untuk periode (R3%) 5.5 Analisis Sensitivitas Model DICE sangat sensitive terhadap nilai social time preference (R), karena akan mempengaruhi discount factor dari model (lampiran 4). Pada tahun ke 20 dari tahun dasar perubahan nilai R akan berdampak pada besarnya GDP secara signifikan dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan per kapita. Besarnya nilai R yang akan dipakai tergantung dari bagaimana nilai yang akan datang (future value ) yang akan dipilih. Jika kemakmuran akan dinikmati pada saat ini maka discount rate yang rendah akan dipilih dan sebaliknya. Pada gambar 78 dapat dilihat bahwa nilai R yang kecil akan memberikan GDP yang besar dan tingkat GDP yang lebih tinggi (gambar 79). Konsekuensinya adalah generasi saat ini harus membayar pajak emisi gas CO 2 lebih mahal guna melindungi generasi yang akan datang (lihat gambar 80). Ada tradeoff antara besarnya nilai R dan besarnya pajak karbon. Makin besar rate social time preference yang digunakan, semakin kecil pajak karbon yang akan dibebankan kepada pihak pencemar. Besar kecilnya nilai R tergantung pada bagaimana pembuat kebijakan memberikan bobot pada antar generasi.

14 GDP Dalam Skenario Optimum GDP ( Juta IDR GDP -Opt R2% GDP -Opt R3%" GDP -Opt R4% GDP -Opt R5% GDP -Opt R6% Gambar 78. Perubahan GDP akibat perbedaan nilai R Pendapatan Per Kapita 7,500 6,000 PCY (Juta IDR) 4,500 3,000 1,50 0 PCY -R2% PCY -R3% PCY -R4% PCY -R5% PCY -R6% Gambar 79. Perubahan pendapatan per kapita akibat perbedaan nilai R Pajak Karbon CTax ( USD/T) C Tax -Opt R2% C Tax -Opt R3% C Tax -Opt R4% C Tax -Opt R5% C Tax -Opt R6% Gambar 80. Pajak karbon optimal dengan nilai R 2% - 6%

15 116 Suhu Rata-Rata Permukaan Bumi -Optimal 9,00 8,00 7,00 Suhu ( deg C ) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, Optimal R2% Optimal R3% Optimal R4% Optimal R5% Optimal R6% Gambar 81. Kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi jika Indonesia melakukan pilihan pada skenario optimal R2% - R6% Dengan menggunakan nilai R5%, maka besar pajak karbon pada kondisi optimal berada pada kisar USD3,90 USD per ton dan kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi pada periode tahun 2020 akan mengalami kenaikan sekitar 7 o C. Dengan R2% suhu diperkirakan turun menjadi 4 o C pada periode yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa rest of world harus melakukan hal yang sama. Jika negaranegara penghasil emisi gas CO 2 tidak melakukan penurunan emisi secara signifikan (minimal pada level Protokol Kyoto), maka akan sulit untuk mencapai T 2xCO2 ( sekitar 2.5 o C 3,5 o C) pada tahun Pada gambar 80 dapat dilihat bahwa nilai R5% memberikan pajak karbon yang rendah dengan kisar USD 3,90 USD 40,35 per ton atau pajak emisi sebesar USD 1,06 USD 11,00 per ton CO 2. Besar pajak emisi gas CO 2 ekivalen dengan USD 0,02 USD 0,024 per liter BBM dan USD 1,959 USD 20,251 per ton batubara. MIU Optimal 1,200 1,000 MIU(%) 0,800 0,600 0,400 0,200 MIU -Opt R2% MIU -Opt R3% MIU -Opt R4% MIU -Opt R5% MIU -Opt R6% Gambar 82. Nilai MIU dalam kondisi optimal dengan R 2% -6%

16 117 Berdasarkan analisis sensitivitas, pembuat kebijakan tidak mungkin menggunakan nilai R sebesar 2%, 3% dan 4% karena pada kondisi optimal besarnya nilai tersebut memberikan tingkat pengendalian emisi (MIU=1) pada tingkat 100 %, artinya tidak ada emisi yang diizinkan untuk dibuang. Nilai R yang dapat dijadikan pilihan adalah antara R5% dan R6% sesuai dengan gambar 82. Dengan menggunakan nilai R5% dan 6%, maka tren pendapatan per kapita setelah adanya pajak emisi sesuai dengan gambar 84 dan tren pajak karbon sesuai dengan gambar 83. Pendapatan per kapita dengan nilai R5% lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan nilai R6% 6 Pajak Karbon Untuk R5% & 6% 5 C Tax ( USD/T) C Tax Base R5% C Tax Opt R5% C Tax Red1 R5% C Tax Red2 R5% C Tax Base R6% C Tax Opt R6% C Tax Red1 R6% C Tax Red2 R6% Gambar 83. Pajak karbon untuk beberapa skenario terhadap Base Case 1 Pendapatan Per Kapita R5% & 6% PCY (Juta IDR) 8,000 6,000 4,000 2,000 PCY Base R5% PCY Opt R5% PCY Red1 R5% PCY Red2 R5% PCY Base Case PCY Base R6% PCY Opt R6% PCY Red1 R6% PCY Red2 R6% Gambar 84. Pendapatan per kapita untuk beberapa skenario terhadap Base Case

17 Skenario Kebijakan Berdasarkan output model dari analisis sensitivitas, maka nilai pajak yang optimal adalah dengan nilai sebesar R5% dan level pengendalian (control rate of emission) untuk periode berada pada kisar 20-80%. Tingkat pengendalian tersebut meningkat menjadi 99% untuk periode - sesuai dengan tren pada gambar 85. Pilihan ini berdasarkan pertimbangan pendapatan, perubahan suhu, besar pajak emisi dan nilai MIU. 1,000 0,800 Variabel Kebijakan (MIU) R5% & R6% MIU(%) 0,600 0,400 0,200. MIU Opt 5% MIU Opt 6% Gambar 85. Level pengendalian emisi untuk nilai R5% dan R6% Jika pembuat kebijakan menggunakan skenario dengan nilai R5%, maka dampak terhadap pajak karbon dan pajak emisi gas CO 2 terhadap BBM dan batubara adalah sebagai terlihat pada gambar 86 dan gambar 87. Besarnya pajak emisi gas CO 2 untuk BBM berada pada kisar USD 0,002 USD 0,024 per liter (-2019) dan pajak emisi gas CO 2 untuk batubara pada kisar USD 1,959 USD 20,251 per ton. Pada periode - control rate berada pada kisar 20-40% artinya Pembuat kebijakan harus menurunkan tingkat emisi berkisar antara 20-40% dari level yang ada pada saat ini. CO2 Tax (USD/Liter) 0,030 0,025 0,020 0,015 0,010 0,005 Dam pak Kenaikan Harga Petrol /Liter CO2 Tax /liter Petrol -Opt CO2 Tax/liter Petrol -Base CO2 Tax/liter Petrol -Red1 CO2 Tax/liter Petrol - Red2 Gambar 86. Besarnya kenaikan harga BBM per liter dalam kondisi optimal

18 119 CO2 Tax (USD/T) 25, , ,000 Dampak Kenaikan Harga Batubara/T CO2 Tax Batubara/T - Base CO2 Tax Batubara/T - Opt" CO2 Tax Batubara/T -Red1 CO2 Tax Batubara/T - Red2 Gambar 87. Besarnya kenaikan harga batubara per ton dalam kondisi optimal 5.7 Penerimaan Pajak Emisi Gas CO 2 Dengan skenario kebijakan optimal, maka pajak emisi gas CO 2 per liter BBM untuk periode 2019 berada pada kisar USD 0,002 USD 0,024 per liter dan batubara berada pada kisar USD 1,959 USD 20,251 per ton. Estimasi total penerimaan pajak emisi gas CO 2 yang berasal dari BBM dan batubara adalah sebesar USD 457,6 juta USD 2.362,2 juta seperti terlihat pada gambar 88 (lampiran 9). Pajak Emisi ( Million USD) Estimasi Penerimaan Dari Pajak Emisi BBM & Batubara Estimasi Penerimaan Pajak BBM Estimasi Penerimaan Pajak Emisi Dari Batubara Total Penerimaan Pajak Gambar 88. Estimasi penerimaan dari pajak emisi gas CO 2 dalam kondisi optimal R5% periode -2019

19 120 Besarnya penerimaan pajak tersebut dapat diubah tergantung dari tingkat pengendalian emisi (nilai MIU) yang akan diberlakukan. Jika level emisi gas CO 2 tidak dikendalikan pada kondisi optimal tetapi pada skenario kondisi Reduction-1 ( pengurangan 10% dari level yang pada saat ini), maka besar pajak karbon untuk BBM berkisar pada USD 3,9 USD 40,3 per ton dan pajak emisi gas CO 2 berada pada kisar USD 1,06 USD 11,00 per ton. Pada skenario Reduction-2 ( pengurangan 20% dari level yang ada pada saat ini), besar pajak karbon berkisar pada USD 3,9 USD 43,06 per ton dan pajak emisi gas CO 2 berada pada kisar USD 1,06 USD 11,7 per ton. Perubahan besarnya pajak emisi gas CO 2 dan pajak karbon dapat dilihat pada lampiran 8. Pembuat kebijakan dapat menggunakan kombinasi dari beberapa skenario untuk periode tertentu. Misalnya periode 10 tahun pertama menggunakan nilai optimal, 10 tahun kedua menggunakan nilai reduction-1.

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1 Kesimpulan 1. Model DICE ( Dinamic Integrated Model of Climate and the Economy) adalah model Three Boxes Model yaitu suatu model yang menjelaskan dampak emisi

Lebih terperinci

BAB IV. BASELINE ANALISIS

BAB IV. BASELINE ANALISIS BAB IV. BASELINE ANALISIS 4.1 Analisis Emisi Dan Intensitas Energi Analisis intensitas emisi gas CO 2 (CO 2 /GDP) dan intensitas energi (E/GDP) akan dilakukan dengan menggunakan tahun 1990 sebagai baseline.

Lebih terperinci

PERANAN PAJAK EMISI GAS CO 2 BAHAN BAKAR FOSIL DALAM MENGURANGI DAMPAK LINGKUNGAN. SUATU PERSPEKTIF UNTUK INDONESIA KEMAS FACHRUDDIN

PERANAN PAJAK EMISI GAS CO 2 BAHAN BAKAR FOSIL DALAM MENGURANGI DAMPAK LINGKUNGAN. SUATU PERSPEKTIF UNTUK INDONESIA KEMAS FACHRUDDIN PERANAN PAJAK EMISI GAS CO 2 BAHAN BAKAR FOSIL DALAM MENGURANGI DAMPAK LINGKUNGAN. SUATU PERSPEKTIF UNTUK INDONESIA KEMAS FACHRUDDIN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK KEMAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B Sebelum dilakukan perhitungan keekonomian dari pengusahaan Gas Metana- B sesuai dengan prosedur penelitian yang telah diuraikan pada Bab III, kita harus melakukan

Lebih terperinci

PERANAN INSTRUMEN EKONOMI DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO 2

PERANAN INSTRUMEN EKONOMI DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO 2 J. Tek.Ling Vol.8 No.2 Hal. 97-104 Jakarta, Mei 2007 ISSN 1441-318 PERANAN INSTRUMEN EKONOMI DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO 2 SUATU PERSPEKTIF UNTUK INDONESIA Kemas Fachruddin Staff pada Institute of Resources

Lebih terperinci

VI. ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) Besar kecilnya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan

VI. ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) Besar kecilnya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan VI. ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) 6.2 Estimasi Nilai MAC Besar kecilnya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan limbah cair ke badan penerima (sungai) dapat dilihat dari besar kecilnya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2008 disusun untuk menggambarkan kecenderungan situasi permintaan dan penyediaan energi Indonesia hingga 2030 dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel

Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel I M A N S U G E M A I N T E R N A T I O N A L C E N T E R F O R A P P L I E D F I N A N C E & E C O N O M I C S I N S T I T U T P E R T A N I A N B O

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final 57 BAB 4 PEMBAHASAN Dalam bab analisa ini akan dibahas mengenai hasil-hasil pengolahan data yang telah didapatkan. Untuk menganalisis pemanfaatan energi di tahun 2025 akan dibahas dua skenario yang pertama

Lebih terperinci

PERANAN PAJAK EMISI GAS CO 2 BAHAN BAKAR FOSIL DALAM MENGURANGI DAMPAK LINGKUNGAN. SUATU PERSPEKTIF UNTUK INDONESIA KEMAS FACHRUDDIN

PERANAN PAJAK EMISI GAS CO 2 BAHAN BAKAR FOSIL DALAM MENGURANGI DAMPAK LINGKUNGAN. SUATU PERSPEKTIF UNTUK INDONESIA KEMAS FACHRUDDIN PERANAN PAJAK EMISI GAS CO 2 BAHAN BAKAR FOSIL DALAM MENGURANGI DAMPAK LINGKUNGAN. SUATU PERSPEKTIF UNTUK INDONESIA KEMAS FACHRUDDIN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK KEMAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang pada gilirannnya akan berdampak pada terhambatnya roda

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang pada gilirannnya akan berdampak pada terhambatnya roda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang paling mudah dan paling banyak digunakan masyarakat luas. Dari tahun ketahun permintaan akan energi listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Dari latar belakang dan tujuan penelitian yang diuraikan pada bab pertama dan studi kepustakaan yang telah dijabarkan pada bab kedua disertasi ini, maka dibuat kerangka pemikiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tinggi dan selalu mengalami peningkatan (Husen, 2013). Saat ini Indonesia membutuhkan 30 juta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Krisis energi dan lingkungan akhir akhir ini menjadi isu global. Pembakaran BBM menghasilkan pencemaran lingkungan dan CO 2 yang mengakibatkan pemanasan global. Pemanasan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil analisa deskriptif kualitatif ketujuh aspek yang diteliti terhadap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil analisa deskriptif kualitatif ketujuh aspek yang diteliti terhadap BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.I Kesimpulan Hasil analisa deskriptif kualitatif ketujuh aspek yang diteliti terhadap industri manufaktur fotovoltaik di China dapat disimpulkan bahwa China sangat maju dalam

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI SISTEM KOGENERASI

BAB 4 IMPLEMENTASI SISTEM KOGENERASI 24 BAB 4 IMPLEMENTASI SISTEM KOGENERASI 4.1. Metodologi Dalam penelitian ini, mencakup pemilihan sistem kogenerasi dan evaluasi nilai ekonomi. Pemilihan sistem kogenerasi yang diimplementasikan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS 4.1 Hasil Simulasi Simulasi dan optimasi dengan menggunakan HOMER menghasilkan beberapa konfigurasi yang berbeda sesuai dengan batasan sensitifitas yang diterapkan. Beban puncak

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN Energi merupakan penggerak utama roda perekonomian nasional. Konsumsi energi terus meningkat mengikuti permintaan berbagai sektor pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA?

MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA? MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA? Seminar Nasional Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia Oleh: Anthony Budiawan Rektor Kwik Kian Gie School of Business Jakarta, 24 September,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU TUGAS AKHIR ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU Disusun : HENDRO DWI SAPTONO NIM : D 200 050 116 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNUVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA MEI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Kerangka Pelaksanaan Penelitian Model didalam penelitian ini banyak menggunakan variabel yang saling terkait satu sama lain. Variabel tersebut dapat dikelompokkan menjadi variabel

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan Berdasarkan hasil analisis kebijakan yang telah dipaparkan pada Bab VI, maka pada Bab ini dilakukan pembahasan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditi utama bagi nelayan yang memiliki perahu bermotor untuk menjalankan usaha penangkapan ikan. BBM bersubsidi saat ini menjadi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

Hasil Simulasi Kebijakan

Hasil Simulasi Kebijakan Hasil Simulasi Kebijakan Muhammad Tasrif Ina Juniarti Jakarta, 20 Maret 2013 Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan ITB Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Saat ini hidrogen diproyeksikan sebagai unsur penting untuk memenuhi kebutuhan clean energy di masa depan. Salah satunya adalah fuel cell. Sebagai bahan bakar, jika hidrogen

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi Studi ini adalah untuk mengevaluasi model kontrak dan harga Gas Metana-B di Indonesia. Beberapa model kontrak mulai dari model Kontrak PSC Konvensional, model kontrak negara lain

Lebih terperinci

KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai

KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-251 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur terhadap Emisi CO 2 melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun

Lebih terperinci

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMI PEMBANGUNAN KEHUTANAN: Aplikasi MUTAN

ANALISA EKONOMI PEMBANGUNAN KEHUTANAN: Aplikasi MUTAN ANALISA EKONOMI PEMBANGUNAN KEHUTANAN: Aplikasi MUTAN DEDEN DJAENUDIN Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Email: dendja07@yahoo.com.au Latar

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC maka dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan instrument-instrument kelayakan investasi menunjukkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antara tahun 1980 dan 2004 pertumbuhan penduduk Indonesia meningkat sebesar 47,6%, dari 147 juta jiwa menjadi 215 juta jiwa dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar

Lebih terperinci

PRINSIP KONSERVASI PADA SISTEM TERMAL

PRINSIP KONSERVASI PADA SISTEM TERMAL PRINSIP KONSERVASI PADA SISTEM TERMAL Peralatan Termal Industri : Peralatan termal meliputi sistem pembakaran, sistem konversi energi, dan sistem pemanfaat panas. Sistem pembakaran Konversi energi dan

Lebih terperinci

INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL SERTA ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI PANAS BUMI SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF

INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL SERTA ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI PANAS BUMI SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 2 No. 2, Agustus 2015: 98-104 ISSN : 2355-6226 E-ISSN 2477-0299 INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL SERTA ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI PANAS BUMI SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi minyak per tahunnya 358,890 juta barel. (www.solopos.com)

I. PENDAHULUAN. produksi minyak per tahunnya 358,890 juta barel. (www.solopos.com) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut lembaga Kajian untuk Reformasi Pertambangan, Energi, dan Lingkungan Hidup (ReforMiner Institute) bahwa cadangan minyak bumi Indonesia akan habis 11 tahun lagi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tentu akan meningkatkan resiko dari industri pertambangan.

BAB I PENDAHULUAN. ini tentu akan meningkatkan resiko dari industri pertambangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang membutuhkan investasi besar, teknologi yang memadai serta beresiko tinggi terutama pada tahap eksplorasi. Untuk

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG Gianina Qurrata Dinora 1), Joni Hermana 1 dan Rahmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun 2010 hanya naik pada kisaran bph. Artinya terdapat angka

I. PENDAHULUAN. tahun 2010 hanya naik pada kisaran bph. Artinya terdapat angka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya kelangkaan serta tiadanya jaminan ketersediaan pasokan minyak dan gas (Migas) di negeri sendiri, merupakan kenyataan dari sebuah negeri yang kaya sumber energi.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang turut menerapkan teknologi yang hingga saat ini terus berkembang. Penerapan teknologi untuk menunjang kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia dewasa ini membutuhkan solusi yang tepat, terbukti dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Yonnet Hellian Kresna 1, *), Rachmat Boedisantoso 2)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

UJI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET BIOMASSA JERAMI-BATUBARA DENGAN VARIASI KOMPOSISI

UJI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET BIOMASSA JERAMI-BATUBARA DENGAN VARIASI KOMPOSISI TUGAS AKHIR UJI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET BIOMASSA JERAMI-BATUBARA DENGAN VARIASI KOMPOSISI Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Derajat Sarjana Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

Simulasi Dan Analisis Kebijakan

Simulasi Dan Analisis Kebijakan Bab VI. Simulasi Dan Analisis Kebijakan Dalam bab ini akan dipaparkan skenario-skenario serta analisis terhadap perilaku model dalam skenario-skenario. Model yang disimulasi dengan skenario-skenario terpilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan manusia yang cepat mendorong manusia memanfaatkan alam secara berlebihan. Pemanfaatan tersebut baik sebagai pemukiman maupun usaha untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar minyak yang ketersediaannya semakin

diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar minyak yang ketersediaannya semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini zaman sudah semakin berkembang dan modern. Peradaban manusia juga ikut berkembang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia terus berpikir bagaimana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah batubara. Selama beberapa dasawarsa terakhir. kini persediaan minyak bumi sudah mulai menipis.

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah batubara. Selama beberapa dasawarsa terakhir. kini persediaan minyak bumi sudah mulai menipis. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri di Indonesia dengan cepat dan membawa dampak pada perekonomian, lapangan kerja dan peningkatan devisa Negara. Industri yang berkembang kebanyakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan. meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda mati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan. meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda mati, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan 2.1.1 Sumber Daya Energi Sumber daya adalah segala sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

Lebih terperinci

Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B

Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B Bab ini membahas pemodelan yang dilakukan untuk pengembangan kontrak dan harga Gas Metana-B di Indonesia dengan melakukan review terhadap model

Lebih terperinci

Biaya modal (coc) Modal : 1. Hutang /Obligasi. 2. Saham Preferen. 3. Saham Biasa. 4. Laba ditahan

Biaya modal (coc) Modal : 1. Hutang /Obligasi. 2. Saham Preferen. 3. Saham Biasa. 4. Laba ditahan Biaya modal (coc) Biaya modal (coc) merupakan biaya yang harus dikeluarkan atau dibayar oleh perusahaan untuk mendapatkan modal yang diguna-kan untuk investasi perusahaan. Modal : 1. Hutang /Obligasi.

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Bisnis. Pengaruh Waktu Terhadap Nilai Uang (Time Value of Money)

Studi Kelayakan Bisnis. Pengaruh Waktu Terhadap Nilai Uang (Time Value of Money) Pengaruh Waktu Terhadap Nilai Uang (Time Value of Money) Moh. Ega Elman Miska, SP, MSi Universitas Gunadarma 2016 Universitas Gunadarma Biaya dan manfaat dalam studi kelayakan bisnis biasanya bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun. Selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

Hasil Studi Dan Analisis

Hasil Studi Dan Analisis Bab V Hasil Studi Dan Analisis V.1 Kasus Awal Kasus Awal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Lapangan X yang memiliki empat buah sumur. Model reservoir dengan empat buah sumur sebagai kasus awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar di Indonesia. Konsumsi bahan bakar solar terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan BBM mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar ini untuk kegiatan transportasi, aktivitas industri, PLTD, aktivitas

Lebih terperinci

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas

Lebih terperinci

LEAST COST METHOD DAN MUTUALLY EXCLUSIVE DEPARTEMEN AGRIBISNIS FEM - IPB

LEAST COST METHOD DAN MUTUALLY EXCLUSIVE DEPARTEMEN AGRIBISNIS FEM - IPB LEAST COST METHOD DAN MUTUALLY EXCLUSIVE DEPARTEMEN AGRIBISNIS FEM - IPB Terbatasnya dana, waktu, dan tenaga dalam mengerjakan suatu bisnis telah mendorong para investor atau pihak manajemen untuk mengadakan

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI PENCEMARAN UDARA DENGAN

MODEL SIMULASI PENCEMARAN UDARA DENGAN NO : 960-0702/P LAPORAN TUGAS AKHIR (TL 410) MODEL SIMULASI PENCEMARAN UDARA DENGAN METODE SISTEM DINAMIS (Studi Kasus: Kota Bandung) Nama : Indradi Kridiasto N I M : 15396060 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas industri dapat memberikan kontribusi kenaikan kadar polutan, seperti gas dan partikulat ke dalam lingkungan udara atmosfer sehingga dapat menurunkan mutu udara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 55 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada Bab 3 membahas tentang metodologi penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mendapatkan informasi mengenai potensi pembangunan kereta api cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian

Lebih terperinci

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI Oleh: Agus Sugiyono *) M. Sidik Boedoyo *) Abstrak Krisis ekonomi di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ketergantungan industri dan masyarakat

Lebih terperinci

penggunaan dari minyak tanah, LPG, briket batubara, listrik dan kayu bakar, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN

penggunaan dari minyak tanah, LPG, briket batubara, listrik dan kayu bakar, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Persoalan Penggunaan Energi Memasak Dari komposisi penggunaan energi yang ditampilkan pada Gambar 1, terlihat energi yang paling banyak digunakan dalam rumah tangga untuk

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian bahan bakar dan penghasil polusi udara terbesar saat ini. Pada 2005, jumlah kendaraan bermotor

Lebih terperinci

ESTIMASI KUALITAS UDARA AMBIEN KOTA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DISPERSI MUAIR

ESTIMASI KUALITAS UDARA AMBIEN KOTA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DISPERSI MUAIR No.Urut: 1098/0304/P LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN ESTIMASI KUALITAS UDARA AMBIEN KOTA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DISPERSI MUAIR OLEH MEIDHY PRAHARSA UTAMA 15399031 DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PLTN DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO2 PADA STUDI OPTIMASI PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN LISTRIK SUMATERA

KONTRIBUSI PLTN DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO2 PADA STUDI OPTIMASI PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN LISTRIK SUMATERA Kontribusi PLTN dalam Mengurangi Emisi Gas CO2 Pada Studi Optimasi Pengembangan Sistem KONTRIBUSI PLTN DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO2 PADA STUDI OPTIMASI PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN LISTRIK SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Isu energi merupakan isu yang sedang hangat diperdebatkan. Topik dari perdebatan ini adalah berkurangnya persediaan sumber-sumber energi terutama sumber energi berbasis

Lebih terperinci

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Emisi gas buang kendaraan bermotor : suatu eksperimen penggunaan bahan bakar minyak solar dan substitusi bahan bakar minyak solar-gas Achmad

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 Pada periode 1993-2011 telah terjadi 13 (tiga belas) kali perubahan harga bersubsidi bahan bakar minyak (bensin

Lebih terperinci

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Latar belakang Intended Nationally Determined Contribution (INDC) 2020: Penurunan

Lebih terperinci

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia JCM Indonesia Secretariat Data suhu bulanan global Suhu rata-rata global meningkat drastic dan hamper mencapai 1.5 O Celcius dibanding dengan jaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim 263 11. KESIMPULAN UMUM Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Gejala perubahan iklim semakin nyata yang ditandai

Lebih terperinci