Hasil Simulasi Kebijakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hasil Simulasi Kebijakan"

Transkripsi

1 Hasil Simulasi Kebijakan Muhammad Tasrif Ina Juniarti Jakarta, 20 Maret 2013 Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan ITB Jl. Ganesha 10 Bandung Tlp: Fax ext

2 Simulasi Kebijakan Energi Kebijakan energi yang dapat disimulasikan menggunakan model adalah: 1) kebijakan pemberian insentif/disinsentif; 2) kebijakan harga energi; dan 3) kebijakan insentif multi-benefit. 2

3 Simulasi Kebijakan Energi (1) Dalam model simulasi kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan dengan mengubah nilai parameterparameter berikut ini. 1. Untuk kebijakan insentif/disinsentif Adjustment time for energy intensity Time to Perceive Relative Productivity of Energy Retrofit adjustment time Retrofit Potential for Energy 2. Untuk kebijakan harga energi Harga Premium (mewakili harga energi rata-rata) 3. Untuk kebijakan insentif multi-benefit Incentive_policy_time Incentive_policy_target Incentive_policy_delay 3

4 Simulasi Kebijakan Energi (2) Kebijakan insentif multi-benefit Keputusan industri untuk melakukan atau tidak melakukan upaya-upaya konservasi ditentukan berdasarkan produktivitas relatif energi (rasio penghasilan marjinal energi terhadap biaya marjinal energi). Bila produktivitas relatif energi>1, tidak ada daya tarik industri untuk melakukan upaya-upaya konservasi; bahkan boleh jadi industri justru berperilaku boros. Melalui kebijakan insentif multi-benefit, hal di atas diharapkan dapat dihindari karena adanya insentif tersebut. Industri berupaya untuk menjaga intensitas energi kapital tetap sama dengan yang ada (intensitas energi yang ada pada saat itu sudah optimal). Bahkan lebih lanjut bila produktivitas relatif energi<1, industri akan memilih intensitas energi kapital yang lebih rendah dari yang ada (existing) ketika ada keputusan untuk melakukan investasi baru (penambahan kapital) dan terhadap kapital yang ada industri akan melakukan upaya-upaya retrofit semaksimum mungkin. Perlu dicatat, peralihan pola keputusan ini akan memerlukan waktu (akan ada delay). 4

5 Mekanisme Keputusan yang berhubungan dengan Intensitas Energi 5

6 Mekanisme Keputusan Desired Energy Intensity 6

7 Skenario Simulasi Kebijakan (1) 1. Base Run 2. Skenario 2, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan (sebagai implementasi kebijakan konservasi yang ada sampai saat ini) dan respon upaya retrofit yang lebih cepat dengan potensi retrofit yang lebih besar Adjustment Time for Energy Intensity sejak 2015: 2 --> 1 Time to Perceive Rel. Prod Energy Intensity 2015: 0,5 -->0,25 Retrofit Adjustment Time sejak 2015: 5 --> 2 Retrofit Potential for Energy sejak 2015: 0,25 --> 0,5 3. Skenario 3, Upaya menurunkan energy intensity pada skenario 2 dilengkapi kenaikan harga energi secara moderat mendekati harga keekonomiannya. Skenario 2 + menaikkan harga premium mulai tahun 2015 menjadi 7000 Rp/liter, kemudian dinaikkan secara berkala sebesar 3000 Rp/liter setiap 3 tahun sekali. 7

8 Skenario Simulasi Kebijakan (2) 4. Skenario 4, Upaya menurunkan energy intensity pada skenario 2 dilengkapi kenaikan harga energi secara optimis mendekati harga keekonomiannya. Skenario 2 + menaikkan harga premium mulai tahun 2015 menjadi 7000 Rp/liter, kemudian dinaikkan secara berkala sebesar 1500 Rp/liter setiap 1 tahun sekali. 5. Skenario 5, Skenario Base Run dilengkapi upaya kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara moderat. Menaikkan harga premium mulai tahun 2015 menjadi 7000 Rp/liter, kemudian dinaikkan secara berkala sebesar 3000 Rp/liter setiap 3 tahun sekali. 6. Skenario 6, Skenario Base Run dilengkapi upaya kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis. Menaikkan harga premium mulai tahun 2015 menjadi 7000 Rp/liter, kemudian dinaikkan secara berkala sebesar 1500 Rp/liter setiap 1 tahun sekali. 8

9 Skenario Simulasi Kebijakan (3) 7. Skenario 7, Upaya menurunkan energy intensity pada skenario 2 dilengkapi dengan penerapan kebijakan insentif multi benefit secara moderat. Skenario 2 + penerapan insentif multi benefit mulai tahun 2015 dengan delay 5 tahun. 8. Skenario 8, Upaya menurunkan energy intensity pada skenario 2 dilengkapi dengan penerapan kebijakan insentif multi benefit secara optimis. Skenario 2 + penerapan insentif multi benefit mulai tahun 2015 dengan delay 2 tahun. 9. Skenario 9, Upaya menurunkan energy intensity pada skenario 2 dilengkapi dengan penerapan kebijakan insentif multi benefit dan kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara moderat. Skenario 2 + penerapan insentif multi benefit mulai tahun 2015 dengan delay 5 tahun + menaikkan harga premium mulai tahun 2015 menjadi 7000 Rp/liter, kemudian dinaikkan secara berkala sebesar 3000 Rp/liter setiap 3 tahun sekali. 9

10 Skenario Simulasi Kebijakan (4) 10. Skenario 10, Upaya menurunkan energy intensity pada skenario 2 dilengkapi dengan penerapan kebijakan insentif multi benefit dan kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis. Skenario 2 + penerapan insentif multi benefit mulai tahun 2015 dengan delay 2 tahun + menaikkan harga premium mulai tahun 2015 menjadi 7000 Rp/liter, kemudian dinaikkan secara berkala sebesar 1500 Rp/liter setiap 1 tahun sekali. 11. Skenario 11, Upaya menurunkan energy intensity pada skenario 2 dilengkapi dengan penerapan kebijakan insentif multi benefit dan kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis dalam kondisi pertumbuhan ekonomi optimis mulai tahun Skenario 10 + pertumbuhan ekonomi optimis 12.Skenario 12, skenario 11 dilengkapi dengan kebijakan pengendalian inflasi. 10

11 Analisis Skenario Kebijakan 11

12 Simulasi Kebijakan Konservasi Saat ini Efektif vs Konservasi Efektif+Menaikkan Harga Energi vs Hanya Menaikkan Harga Energi Kenaikan Harga Energi Moderat Kenaikan Harga Energi Optimis Bandingkan kurva 2 dan kurva 3 (relatif perilakunya hampir sama). Artinya kebijakan konservasi energi saat ini tidak signifikan dibandingkan kebijakan menaikkan harga energi mendekati harga keekonomiannya. Kebijakan menaikkan harga energi mendekati harga keekonomian lebih dapat mewujudkan terjadinya konservasi energi. Hasil Simulasi Skenario 2, 3 dan 5 Hasil Simulasi Skenario 2, 4 dan 6 Kurva 1: Kebijakan Konservasi Efektif; Kurva 2: Kebijakan Konservasi Efektif + Harga Energi; Kurva 3: Kebijakan Harga Energi 12

13 Mengapa Intensitas dan Elastisitas Energi Terus Meningkat 13

14 Inflation Energy_elasticity Energy_Intensity Simulasi Kebijakan Konservasi Saat ini Efektif + Insentif Multi Benefit vs Konservasi Efektif + Menaikkan Harga Energi Kenaikan Harga Energi & Insentif Multi Benefit Moderat Intensitas Energi (S BM/juta Rp konstan 2000) 1,2 1,0 0,8 0, ,4 0, , ,0 2,5 2,0 1,5 1,0 1 0,5 2 0, Time 1 2 Elastisitas konsumsi energi () Time Hasil Simulasi Skenario 7 vs Inflasi (%/tahun) Time Kenaikan Harga Energi & Insentif Multi Benefit Optimis Hasil Simulasi Skenario 8 vs 4 Kurva 1: Kebijakan Konservasi Efektif + Insentif Multi Benefit; Kurva 2: Kebijakan Konservasi Efektif + Harga Energi; Kebijakan menaikkan harga energi mendekati harga keekonomian lebih cepat dalam mewujudkan terjadinya konservasi energi. Baik kebijakan insentif multi benefit maupun kebijakan menaikkan harga energi tidak mampu menurunkan intensitas energi 1 % per tahun, bahkan tren nya terus meningkat karena momentum sudah terlambat (harga energi yang relatif tetap sampai tahun 2015). Akibatnya elastisitas energi yang sempat turun kembali naik sehingga target elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) tidak tercapai. 14

15 Simulasi Kebijakan Konservasi Saat ini Efektif + Insentif Multi Benefit + Menaikkan Harga Energi secara Optimis, dalam keadaan pertumbuhan BAU vs Ekonomi Optimis vs Ekonomi Optimis+Pengendalian Inflasi Dari hasil simulasi dapat diamati bahwa target konservasi energi sesuai sasaran yang ditetapkan KEN yakni tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025 yang diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi dan tercapainya penurunan intensitas energi final sebesar 1 (satu) persen per tahun pada tahun 2025, tidak dapat dicapai, sekalipun kebijakan konservasi dan insentif multi benefit efektif, dan harga energi dinaikkan mendekati harga keekonomiannya mulai tahun 2015, baik dalam kondisi pertumbuhan perekonomian business as usual (BAU) maupun optimis. Hasil Simulasi Skenario 10, 11, 12 Kurva 1: Kebijakan Konservasi Energi Saat ini Efektifntif Multi Benefit + Menaikkan Harga Energi; Kurva 2: Kurva 1 + Pertumbuhan Ekonomi Ekonomis; Kurva 3: Kurva 1 + Pertumbuhan Ekonomi Optimis + Pengendalian Inflasi 15

16 KESIMPULAN (1) Konservasi energi merupakan upaya penghematan energi yang secara teknis dan ekonomi relatif mudah, namun dalam beberapa hal membutuhkan investasi sehingga perlu adanya perencanaan strategis yang melibatkan semua pihak dalam pelaksanaannya. Untuk itu diperlukan kerjasama dari semua pihak (Pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat) agar upaya efisiensi dan konservasi energi dapat terlaksana secara optimal. Dari model energi yang telah dibangun menggunakan pendekatan dinamika sistem (system dynamics) ini dapat disimulasikan berbagai kebijakan yang sedang berjalan maupun kebijakan baru yang ingin diimplementasikan. 16

17 KESIMPULAN (2) KEN menetapkan sasaran tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025 yang diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi dan tercapainya penurunan intensitas energi final sebesar 1 (satu) persen per tahun pada tahun Melalui model dapat diperlihatkan bahwa dengan kebijakan konservasi dan efisiensi yang ada saat ini, target konservasi yang telah ditetapkan tidak akan tercapai, karena harga energi telah jauh di bawah harga keekonomiannya. 17

18 KESIMPULAN (3) Dari model dapat pula diperlihatkan bahwa kebijakan insentif multi benefit yang bertujuan menghindari kebijakan menaikkan harga energi, ternyata tidak berhasil menurunkan intensitas energi namun hanya mampu menekan laju kenaikannya. Akibatnya elastisitas energi yang sempat turun akan kembali naik sehingga target elastisitas energi di bawah 1 (satu) tidak dapat dicapai. Hal ini sebagai dampak dari harga energi yang relatif tetap hingga tahun Dari uraian di atas perlu dilakukan: penyesuaian harga energi mendekati harga keekonomiannya sesegera mungkin (penundaannya akan lebih memperburuk keadaan); penerapan secepatnya kebijakan insentif multi benefit. 18

19 KESIMPULAN (4) Kebijakan insentif multi-benefit yang diusulkan meliputi antara lain: Skema pembiayaan investasi konservasi dari institusi finansial (Bank) Skema pembiayaan jasa ESCO dari penghematan yang berhasil dilakukan Kebijakan Transfer Teknologi dan Pengalaman dari ESCO asing kepada ESCO lokal yang menjadi mitranya Kebijakan Insentif lainnya (yang tidak langsung terkait dengan keputusan konservasi energi) yang lebih menarik. 19

20 REKOMENDASI (1) Di Indonesia, peraturan konservasi dan efisiensi energi belum efektif, masih dipandang sebatas himbauan. Meski kebijakan konservasi energi telah ada, namun perlu kehadiran lembaga yang seharusnya bertugas untuk mengawasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan konservasi energi secara nasional. Untuk itu perlu penguatan institusi yang menangani konservasi energi. Selain itu harga energi yang relatif murah karena adanya subsidi menimbulkan perilaku boros energi baik di instansi pemerintah, industri hingga rumah tangga. Peningkatan harga energi menuju keekonomiannya diperlukan dengan tetap memperhatikan masyarakat berpendapatan kecil. 20

21 REKOMENDASI (2) Hal lain yang menghambat upaya konservasi dan efisiensi energi adalah keterbatasan dana yang dapat merupakan salah satu kendala terpenting bagi perusahaan yang ingin menerapkannya. Kendala pendanaan dalam proyek investasi konservasi dan efisiensi energi salah satunya adalah kurang tertariknya pihak perbankan terkait dengan salah satu kriteria bankable, yaitu jaminan apabila terjadi kesulitan dalam pengembalian pinjaman. Umumnya pihak pengusaha lebih suka melaksanakan konservasi tanpa pengeluaran biaya atau dengan cara leasing tetapi menjadi bagian dari biaya operasional. ESCO sangat berpotensi untuk menjembatani keinginan ini. 21

22 REKOMENDASI (3) Agar investasi efisiensi energi dapat berjalan, pemerintah perlu memperkuat koordinasi dengan Bank Indonesia dan pihak perbankan nasional untuk membahas secara intensif mengenai pembiayaan proyek investasi efisiensi energi dan manajemen risikonya, kemudian merealisasikan konsep green banking yang mencakup pendanaan efisiensi energi di samping energi terbarukan dan lingkungan hidup, sehingga tersedia dana bergulir untuk konservasi energi. Pemerintah perlu juga melibatkan konsultan, dalam hal ini Energy Services Company (ESCO), vendor peralatan hemat energi dan industri penunjangnya sehingga ke depannya akan berkembang pasar yang berkaitan dengan bisnis konservasi energi yang dilaksanakan secara business to business tanpa ikut campur pemerintah. Dalam hal ini peran pemerintah hanya sebagai fasilitator dan pengawas saja. 22

23 Lampiran Hasil Simulasi Skenario 1 s/d 12 23

24 Skenario 1: Base Run 24

25 Skenario 1: Base Run 25

26 Skenario 2 Skenario 2, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan dilengkapi dengan respon upaya retrofit yang lebih cepat dengan potensi retrofit yang lebih besar. (sebagai implementasi kebijakan konservasi yang ada sampai saat ini) [Adjustment Time for Energy Intensity sejak 2015: 2 --> 1; Time to Perceive Rel Prod Energy Intensity 2015: 0,5 -->0,25; Retrofit Adjustment Time sejak 2015: 5 --> 2 + Retrofit Potential for Energy sejak 2015: 0,25 --> 0,5] 26

27 Skenario 2 Skenario 2, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan dilengkapi dengan respon upaya retrofit yang lebih cepat dengan potensi retrofit yang lebih besar. (sebagai implementasi kebijakan konservasi yang ada sampai saat ini) [Adjustment Time for Energy Intensity sejak 2015: 2 1 Time to Perceive Rel Prod Energy Intensity 2015: 0,5 -->0,25; Retrofit Adjustment Time sejak 2015: 5 --> 2 + Retrofit Potential for Energy sejak 2015: 0,25 --> 0,5] 27

28 Skenario 3 Skenario 3, Upaya menurunkan energy intensity pada skenario 2 dilengkapi kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara moderat. [Skenario 2 + Harga Premium pada tahun 2015; 7000 Rp/liter, kemudian dinaikkan secara bertahap 3000 Rp/liter setiap 3 tahun] GDP Energy_elastisity Energy_Consumption GDP_growth Energy_consumption _growth En_Intensity_of_In vestment Inflation Relative_Productivity _of_en Energy_Intensity PDB (Rp/tahun) - harga konstan e15 4e15 3e15 2e e Time Laju Pertumbuhan PDB (%/tahun) Time Inflasi (%/tahun) Time Konsumsi Energi Akhir (S BM/tahun) 8e9 6e9 4e9 2e Time Elastisitas konsumsi energi () , ,5 1 3,0 2,5 2, ,5 1 1,0 1 0, , Time 1 Pertumbuhan Konsumsi Energi (%/tahun) Energy Intensity of Investment (S BM/tahun/juta RP konstan 2000) 1,0 0,8 Time 0, ,4 1 0, , Time Intensitas Energi (S BM/juta Rp konstan 2000) 1,6 1,2 0, , , Time Relative Productivity of Energy () 2,4 2,0 1,6 1,2 1 0, ,4 0, Time

29 Skenario 3 Skenario 3, Upaya menurunkan energy intensity pada skenario 2 dilengkapi kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara moderat. [Skenario 2 + Harga Premium pada tahun 2015; 7000 Rp/liter, kemudian dinaikkan secara bertahap 3000 Rp/liter setiap 3 tahun] 29

30 Skenario 4 Skenario 4, Upaya menurunkan energy intensity pada skenario 2 dilengkapi kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis. [Skenario 2 + Harga Premium pada tahun 2015; 7000 Rp/liter dengan kenaikan bertahap 1500 Rp/liter setiap 1 tahun] 30

31 Skenario 4 Skenario 4, Upaya menurunkan energy intensity pada skenario 2 dilengkapi kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis. [Skenario 2 + Harga Premium pada tahun 2015; 7000 Rp/liter dengan kenaikan bertahap 1500 Rp/liter setiap 1 tahun] 31

32 Skenario 5 Skenario 5, Skenario Base Run dilengkapi upaya kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara moderat. [Harga Premium pada tahun 2015; 7000 Rp/liter dengan kenaikan bertahap 3000 Rp/liter setiap 3 tahun]. 32

33 Skenario 5 Skenario 5, Skenario Base Run dilengkapi upaya kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara moderat. [Harga Premium pada tahun 2015; 7000 Rp/liter dengan kenaikan bertahap 3000 Rp/liter setiap 3 tahun]. 33

34 Skenario 6 Skenario 6, Skenario Base Run dilengkapi upaya kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis. [Harga Premium pada tahun 2015; 7000 Rp/liter dengan kenaikan bertahap 1500 Rp/liter setiap 1 tahun]. 34

35 Skenario 6 Skenario 6, Skenario Base Run dilengkapi upaya kenaikan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis [Harga Premium pada tahun 2015; 7000 Rp/liter dengan kenaikan bertahap 1500 Rp/liter setiap 1 tahun]. 35

36 Skenario 7 Skenario 7, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan, sebagai implementasi kebijakan konservasi saat ini dan penerapan insentif multi benefit, tanpa menaikkan harga energi. [Skenario 2 + insentif multi benefit secara moderat mulai tahun 2015 dengan delay 5 tahun (bertahap dari 0 --> 1)] 36

37 Skenario 7 Skenario 7, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan, sebagai implementasi kebijakan konservasi saat ini dan penerapan insentif multi benefit, tanpa menaikkan harga energi. [Skenario 2 + insentif multi benefit secara moderat mulai tahun 2015 dengan delay 5 tahun (bertahap dari 0 --> 1)] 37

38 Skenario 8 Skenario 8, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan, sebagai implementasi kebijakan konservasi saat ini dan penerapan insentif multi benefit, tanpa menaikkan harga energi. [Skenario 2 + insentif multi benefit secara optimis mulai tahun 2015 dengan delay 2 tahun (bertahap dari 0 --> 1)] 38

39 Skenario 8 Skenario 8, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan, sebagai implementasi kebijakan konservasi saat ini dan penerapan insentif multi benefit, tanpa menaikkan harga energi. [Skenario 2 + insentif multi benefit secara optimis mulai tahun 2015 dengan delay 2 tahun (bertahap dari 0 --> 1)] 39

40 Skenario 9 Skenario 9, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan (sebagai implementasi kebijakan konservasi dan penerapan insentif multi benefit secara moderat) dengan menaikkan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara moderat. [Skenario 7 + menaikkan harga energi mulai tahun 2015 menjadi 7000 Rp/liter dengan kenaikan bertahan sebesar 3000 Rp/liter setiap 3 tahun sekali. 40

41 Skenario 9 Skenario 9, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan (sebagai implementasi kebijakan konservasi dan penerapan insentif multi benefit secara moderat) dengan menaikkan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara moderat. [Skenario 7 + menaikkan harga energi mulai tahun 2015 menjadi 7000 Rp/liter dengan kenaikan bertahan sebesar 3000 Rp/liter setiap 3 tahun sekali. 41

42 Skenario 10 Skenario 10, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan (sebagai implementasi kebijakan konservasi dan penerapan insentif multi benefit secara optimis) dengan menaikkan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis. [Skenario 8 + menaikkan harga energi mulai tahun 2015 menjadi 7000 Rp/liter dengan kenaikan bertahan sebesar 1500 Rp/liter setiap 1 tahun sekali. 42

43 Skenario 10 Skenario 10, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan (sebagai implementasi kebijakan konservasi dan penerapan insentif multi benefit secara optimis) dengan menaikkan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis. [Skenario 8 + menaikkan harga energi mulai tahun 2015 menjadi 7000 Rp/liter dengan kenaikan bertahan sebesar 1500 Rp/liter setiap 1 tahun sekali. 43

44 Skenario 11 Skenario 11, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan (sebagai implementasi kebijakan konservasi dan penerapan insentif multi benefit secara optimis) dengan menaikkan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis dalam kondisi ekonomi ekonomis. [Skenario 10 + kondisi pertumbuhan ekonomi optimis mulai tahun 2015 tanpa pengendalian harga] 44

45 Skenario 11 Skenario 11, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan (sebagai implementasi kebijakan konservasi dan penerapan insentif multi benefit secara optimis) dengan menaikkan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis dalam kondisi ekonomi ekonomis. [Skenario 10 + kondisi pertumbuhan ekonomi optimis mulai tahun 2015 tanpa pengendalian harga] 45

46 Skenario 12 Skenario 12, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan (sebagai implementasi kebijakan konservasi dan penerapan insentif multi benefit secara optimis) dengan menaikkan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis dalam kondisi ekonomi ekonomis, dengan kebijakan pengendalian harga. [Skenario 11 + kebijakan pengendalian harga 50% mulai tahun 2015] 46

47 Skenario 12 Skenario 12, Upaya menurunkan energy intensity melalui percepatan respon pelaku pengguna energi untuk melakukan penghematan (sebagai implementasi kebijakan konservasi dan penerapan insentif multi benefit secara optimis) dengan menaikkan harga energi mendekati harga keekonomiannya secara optimis dalam kondisi ekonomi ekonomis, dengan kebijakan pengendalian harga. [Skenario 11 + kebijakan pengendalian harga 50% mulai tahun 2015] 47

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

PELUANG DAN TANTANGAN KONSERVASI ENERGI DI SEKTOR INDUSTRI

PELUANG DAN TANTANGAN KONSERVASI ENERGI DI SEKTOR INDUSTRI PELUANG DAN TANTANGAN KONSERVASI ENERGI DI SEKTOR INDUSTRI TRI RENI BUDIHARTI KEPALA PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA,22 OKTOBER 2012 1 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi

Lebih terperinci

PENGANGGURAN, INFLASI & KEBIJAKAN PEMERINTAH

PENGANGGURAN, INFLASI & KEBIJAKAN PEMERINTAH BAB 10 PENGANGGURAN, INFLASI & KEBIJAKAN PEMERINTAH KELOMPOK 9 DICKY 21216349 EZHA 21216363 NAUFAL 21216351 PENGANGGURAN PENGERTIAN PENGANGGURAN Pengangguran adalah keadaan tanpa pekerjaan yang dihadapi

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terutama hasil simulasi kebijakan yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan rata-rata ASEAN adalah 364 TOE/juta US$, dan negara maju 202 TOE/juta US$

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan rata-rata ASEAN adalah 364 TOE/juta US$, dan negara maju 202 TOE/juta US$ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian, baik sebagai bahan bakar, bahan baku, maupun sebagai komoditas ekspor. Konsumsi energi terus

Lebih terperinci

ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Oleh: Menteri PPN/Kepala Bappenas Jakarta, Desember 2012 PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya pembangunan yang diikuti dengan pertumbuhan dan perekembangan perekonomian Indonesia, kebutuhan energi nasional juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA KEBIJAKAN FISKAL oleh: Rachmat Efendi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Prodip III Kepabeanan Dan Cukai Tahun 2015 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Kebijakan Fiskal yang

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan kesejahteraan suatu negara yaitu dengan meningkatkan faktor

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan kesejahteraan suatu negara yaitu dengan meningkatkan faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makro ekonomi jangka panjang disetiap periode. Dalam setiap periode upaya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

PROGRAM KONSERVASI ENERGI

PROGRAM KONSERVASI ENERGI PROGRAM KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada: Lokakarya Konservasi Energi DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan perekonomian suatu bangsa, bank memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan perekonomian suatu bangsa, bank memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan perekonomian suatu bangsa, bank memegang peranan yang cukup penting dalam lalu lintas keuangan. Perbankan sebagai lembaga keuangan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, energi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan Berdasarkan hasil analisis kebijakan yang telah dipaparkan pada Bab VI, maka pada Bab ini dilakukan pembahasan

Lebih terperinci

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI oleh : Maryam Ayuni Direktorat Disampaikan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000,

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama tiga tahun dari 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup signifikan (rata-rata di atas 6%), menjadikan Indonesia saat ini secara ekonomi cukup

Lebih terperinci

Manajemen Pengelolaan Pembangkit Energi Listrik. Toha Ardi Nugraha

Manajemen Pengelolaan Pembangkit Energi Listrik. Toha Ardi Nugraha Manajemen Pengelolaan Pembangkit Energi Listrik Toha Ardi Nugraha Program/Tahapan Manajemen Energi (Craig B. Smith,1981) Tahap inisiasi : Komitmen manajemen; Koordinator manajemen energi; Komite manajemen

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perencanaan Wilayah Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah berhak untuk membangun wilayahnya sendiri. Pembangunan yang baik tentunya adalah pembangunan yang terencana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bank adalah suatu lembaga keuangan yang mempunyai peranan sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit(abdullah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Jepang, dan Kanada sumber dana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Jepang, dan Kanada sumber dana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Jepang, dan Kanada sumber dana eksternal bagi perusahaan-perusahaan yang non-keuangan, sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)

Lebih terperinci

PETA REGULASI KONSERVASI ENERGI

PETA REGULASI KONSERVASI ENERGI PETA REGULASI KONSERVASI ENERGI LOKAKARYA LPPM-ITB Bandung, 25 Februari 2011 YULI SETYO INDARTONO Dr Eng. Dr. AISYAH KUSUMA AGENDA 1. PENDAHULUAN 2. LANGKAH KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL 3. ARAH KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Konservasi Energi Pasca InPres 10/2005: Apa Yang Dibutuhkan Untuk Membuat Upaya Ini Berlanjut?

Konservasi Energi Pasca InPres 10/2005: Apa Yang Dibutuhkan Untuk Membuat Upaya Ini Berlanjut? Konservasi Energi Pasca InPres 10/2005: Apa Yang Dibutuhkan Untuk Membuat Upaya Ini Berlanjut? Hanan Nugroho Perencana Senior Bidang Energi & Pertambangan di BAPPENAS. Email: nugrohohn@bappenas.go.id 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mempunyai peranan penting. dalam kemajuan perekonomian Indonesia dimana pertumbuhan terus

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mempunyai peranan penting. dalam kemajuan perekonomian Indonesia dimana pertumbuhan terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mempunyai peranan penting dalam kemajuan perekonomian Indonesia dimana pertumbuhan terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga

Lebih terperinci

KONSERVASI ENERGI PETA REGULASI

KONSERVASI ENERGI PETA REGULASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG KONSERVASI ENERGI PETA REGULASI Yuli S Indartono, Dr. Eng. (KK Konversi Energi ITB) Dr. Aisyah Kusuma (PT Geo Dipa Energi) Perlindungan LH Pertumbuhan Ekonomi Konservasi Energi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan kategori bisnis berskala kecil menengah yang dipercaya mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia,

Lebih terperinci

3. MENDORONG PENGEMBANGAN INDUSTRI BATIK JAMBI DENGAN PENINGKATAN AKSES PERMODALAN MELALUI PENYUSUNAN LENDING MODEL INDUSTRI DAN PEDAGANG BATIK JAMBI

3. MENDORONG PENGEMBANGAN INDUSTRI BATIK JAMBI DENGAN PENINGKATAN AKSES PERMODALAN MELALUI PENYUSUNAN LENDING MODEL INDUSTRI DAN PEDAGANG BATIK JAMBI Boks 3. MENDORONG PENGEMBANGAN INDUSTRI BATIK JAMBI DENGAN PENINGKATAN AKSES PERMODALAN MELALUI PENYUSUNAN LENDING MODEL INDUSTRI DAN PEDAGANG BATIK JAMBI Kebijakan pembangunan yang mengkombinasikan pendekatan

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan produk perbankan seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM membuat

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan produk perbankan seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern saat sekarang ini, menyimpan uang kas dalam jumlah banyak sudah tidak aman lagi. Dengan perkembangan teknologi dan semakin sempitnya lapangan pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

V. ANALISIS DAN SKENARIO KEBIJAKAN PAJAK EMISI GAS CO 2

V. ANALISIS DAN SKENARIO KEBIJAKAN PAJAK EMISI GAS CO 2 V. ANALISIS DAN SKENARIO KEBIJAKAN PAJAK EMISI GAS CO 2 5.1 Kalibrasi Model Seperti yang telah diuraikan pada Bab 3.5, maka sebelum dilakukan simulasi dari model, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi terhadap

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dua lembaga konsultan keuangan dunia, Price Water House Coopers (2006) dan Goldman Sachs (2007), memprediksi bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara dengan kekuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

TANTANGAN DAN PELUANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR INDONESIA

TANTANGAN DAN PELUANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR INDONESIA TANTANGAN DAN PELUANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR INDONESIA Oleh : FRANS SATYAKI SUNITO Managing Director PT Pembangunan Jaya Infrastruktur Seminar : Research & Industrial Lingkage For Suistanable

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pertumbuhan UMKM dan Usaha Besar. Mikro, Kecil dan Menengah ,55 47, ,93 47, ,75 46,25

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pertumbuhan UMKM dan Usaha Besar. Mikro, Kecil dan Menengah ,55 47, ,93 47, ,75 46,25 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini aktivitas manusia yang berhubungan dengan menabung sangatlah penting, adanya tabungan masyarakat maka dana tersebut tidaklah hilang, tetapi dipinjam atau dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Investasi merupakan modal penting bagi negara-negara berkembang, karena memiliki peranan yang besar dalam proses pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang yang mampu membayar serta tidak demokratis, telah

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang yang mampu membayar serta tidak demokratis, telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembanguanan nasional merupakan salah satu usaha peningkatan kwalitas sumber daya manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan didasari oleh kemampuan dan memenfaatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan. meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda mati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan. meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda mati, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan 2.1.1 Sumber Daya Energi Sumber daya adalah segala sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

Lebih terperinci

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Abstrak Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung

Lebih terperinci

JIKA SUBSIDI BBM DIPATOK RP PER LITER

JIKA SUBSIDI BBM DIPATOK RP PER LITER JIKA SUBSIDI BBM DIPATOK RP 2.000 PER LITER Kebijakan kenaikan BBM selalu memunculkan dua permasalahan utama yaitu beban fiskal yang semakin berat 1 dan penurunan daya beli masyarakat akibat inflasi. Selain

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

Perencanaan Manajemen Energi (Energy Management Planning)

Perencanaan Manajemen Energi (Energy Management Planning) Perencanaan Manajemen Energi (Energy Management Planning) Dr. Giri W.iyono, M.T. Jurusan Pendidikan. Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta HP: 0812 274 5354 giriwiyono @ uny.ac.id

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang pada gilirannnya akan berdampak pada terhambatnya roda

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang pada gilirannnya akan berdampak pada terhambatnya roda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang paling mudah dan paling banyak digunakan masyarakat luas. Dari tahun ketahun permintaan akan energi listrik

Lebih terperinci

By Nina Triolita, SE, MM. Pengantar Bisnis Pertemuan Ke 7

By Nina Triolita, SE, MM. Pengantar Bisnis Pertemuan Ke 7 By Nina Triolita, SE, MM. Pengantar Bisnis Pertemuan Ke 7 Menjelaskan faktor ekonomi makro yang mempengaruhi kinerja bisnis. Menjelaskan bagaimana harga pasar ditentukan. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA?

KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA? KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA? verina J. Wargadalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala sektor diharapkan dapat mewujudkan struktur ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala sektor diharapkan dapat mewujudkan struktur ekonomi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang sekarang ini giat melakukan pembangunan. Pembangunan yang dilakukan mencakup di segala sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam sistem

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 371, 2015 KEUANGAN. OJK. Bank Umum. Pemberian Remunerasi. Tata Kelola. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5811) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus pemerintah dalam membuat berbagai kebijakan dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan resikonya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan Solow (Solow growth model) menjelaskan bahwa tabungan dan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan Solow (Solow growth model) menjelaskan bahwa tabungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabungan merupakan faktor penting untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Seperti dijelaskan oleh teori studi pembangunan yaitu model pertumbuhan Solow (Solow growth

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pembiayaan kepada masyarakat sesuai dengan. kebutuhannya.kehadiran industri pembiayaan (multifinance) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pembiayaan kepada masyarakat sesuai dengan. kebutuhannya.kehadiran industri pembiayaan (multifinance) di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi dan sistem perdagangan barang dan jasa yang telah memasuki era pasar bebas, Indonesia telah mengalami perkembangan ekonomi yang sangat cepat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang kegiatan utamanya adalah menerima simpanan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang kegiatan utamanya adalah menerima simpanan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menerima simpanan masyarakat yang dikenal dalam bentuk giro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian suatu negara didukung oleh adanya suntikan dana dari pihak pemerintah baik melalui Lembaga Keuangan Bank (selanjutnya disingkat menjadi LKB) ataupun Lembaga

Lebih terperinci

Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel

Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel I M A N S U G E M A I N T E R N A T I O N A L C E N T E R F O R A P P L I E D F I N A N C E & E C O N O M I C S I N S T I T U T P E R T A N I A N B O

Lebih terperinci

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Slide 1 Pada pertemuan G-20 di Pittsburg tahun 2009, Pemerintah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil analisa deskriptif kualitatif ketujuh aspek yang diteliti terhadap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil analisa deskriptif kualitatif ketujuh aspek yang diteliti terhadap BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.I Kesimpulan Hasil analisa deskriptif kualitatif ketujuh aspek yang diteliti terhadap industri manufaktur fotovoltaik di China dapat disimpulkan bahwa China sangat maju dalam

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA Aan Zainal M 1), Udisubakti Ciptomulyono 2) dan I K Gunarta 3) 1) Program Studi Magister Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa pada. permasalahan yang semakin kompleks baik dibidang usaha maupun

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa pada. permasalahan yang semakin kompleks baik dibidang usaha maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa pada permasalahan yang semakin kompleks baik dibidang usaha maupun perekonomian pada umumnya. Permasalahan krisis

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara bersamaan perubahan-perubahan makroekonomi maupun perekonomian secara sektoral dan regional, serta

Lebih terperinci