penggunaan dari minyak tanah, LPG, briket batubara, listrik dan kayu bakar, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "penggunaan dari minyak tanah, LPG, briket batubara, listrik dan kayu bakar, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Persoalan Penggunaan Energi Memasak Dari komposisi penggunaan energi yang ditampilkan pada Gambar 1, terlihat energi yang paling banyak digunakan dalam rumah tangga untuk memasak adalah kayu bakar (80%). Kemudian diikuti 18% penggunaan minyak tanah. GsK 0,0% BBt 0,0% KyB 79,7% List 0,4% LPG 1,6% MT 18,2% Gambar 1 Penggunaan Energi Final Untuk Memasak Pada Rumah Tangga Tahun 2005 Sedangkan penggunaan LPG, listrik, briket batubara, dan gas kota masih sangat rendah. Bahkan jika dikumulatifkan keempat energi ini masih dibawah 5 % dari total pengunaan. Rincian Penggunaan Energi 2005 Berdasarkan asumsi yang telah dijelaskan pada asumsi dasar data maka berikut konsumsi atau penggunaan energi pada rumah tangga pada Tahun Dan berikut juga ditampilkan produksi energi yang dialoksikan untuk memasak pada rumah tangga : Tabel 5 Konsumsi dan Produksi Energi pada Rumah Tangga Tahun 2005 ENERGI KONSUMSI PRODUKSI Minyak Tanah MT (Masak) LPG Listrik LIST(Masak) Briket Batubara Gas Kota Kayu Bakar SBM SBM ,4 KL SBM SBM ,1 KL SBM SBM ,0 TON SBM SBM ,9 MWh SBM SBM ,2 MWh SBM SBM ,4 TON SBM SBM ,7 M SBM ,1 TON Perhitungan Biaya Penggunaan Energi Biaya penggunaan energi untuk memasak pada rumah tangga adalah total biaya penggunaan dari minyak tanah, LPG, briket batubara, listrik dan kayu bakar, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Z = MT.C MT + LPG.C LPG + BBt.C BBt + List.C List + GsK.C GsK + KyB.C KyB + IMT.C IMT + ILPG.C ILPG + NBBt.C NBBt dimana : Z=ΣC i : Total Biaya Penggunaan Energi C i : Biaya Penggunaan Energi-i per Satuan MT : Penggunaan Minyak Tanah LPG : Penggunaan LPG BBt : Penggunaan Briket Batubara List : Penggunaan Listrik GsK : Penggunaan Gas Kota KyB : Penggunaan Kayu Bakar IMT : Penggunaan Minyak Tanah Impor ILPG : Penggunaan LPG Impor NBBt : Penggunaan Briket Batubara yang baru (New BBt) Adapun rincian perhitungan biaya penggunaan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan berikut ringkasan hasil akhir perhitungan biaya penggunaan untuk masing-masing energi : Tabel 6 Harga Jual Energi dan Biaya Penggunaannya i Satuan Harga Jual Produsen Biaya Penggunaan PP_i/Satuan C_i/Satuan C_i/SBM MT RP/Ltr 6.480, , ,2 MTSubs RP/Ltr 2.061, , LPG Rp/Kg 4.250, , LIST Rp/KWh 970, , ListSubs Rp/KWh 563,05 596, BBt Rp/Kg 1.300, , GsK Rp/M , , KyB Rp/Kg 300,0 302, IMT RP/Ltr 4.194, , ILPG Rp/Kg 5.690, , NBBt Rp/Kg 1.300, , ,658 Kebutuhan Energi Useful Kebutuhan Energi Useful (EU) untuk memasak adalah energi yang benar-benar digunakan untuk memasak sehingga perhitungannya diperoleh dari perkalian energi yang digunakan dengan efisiensi alat memasaknya. Untuk mengetahui energi useful pada tahun tertentu maka energi yang digunakan adalah jumlah penggunaannya pada tahun tersebut. Berikut ilustrasi perhitungan kebutuhan energi useful untuk Tahun 2005 : Kebutuhan EU Tahun 2005 = 0,4 MT 0 + 0,62 LPG 0 + 0,65 List 0 + 0,25 BBt 0 + 0,60 GsK 0 + 0,125 KyB 0 = SBM Keterangan : (i) Indeks 0 menunjukan penggunaan Tahun 2005 (ii) Impor Tahun 2005 sudah diperhitungkan pada penggunaan domestiknya 7

2 Adapun hasil perhitungan kebutuhan EU untuk Tahun terlampir pada Lampiran 5. Pendugaan Kebutuhan Energi Useful Dari data penduduk dan pemakaian energi final pada rumah tangga dari Tahun dilakukan analisis regresi linier sederhana. Sehingga kebutuhan energi useful di duga melalui persamaan berikut : EU Thn x = α + βpenduduk... (1) dimana: EU Thn-x : Kebutuhan Energi Useful untuk Memasak pada Rumah Tangga Tahun-x (SBM) : Intersep α Penduduk : Jumlah Penduduk Tahun-x (Jiwa) β : Koefisien Penduduk Berikut ini output analisis regresi tersebut : Dari hasil analisis regresi model didapat model berikut: EU Tahun-x = ,437 Penduduk Tahun-x Nilai-p pada uji kedua parameter regresi yang kurang dari 5%, menunjukkan intersep(α) dan Penduduk(β) memiliki pengaruh terhadap EU Memasak. Dengan koefisien determinasi(r 2 ) sebesar 98,9% menunjukkan model ini dapat diandalkan. Dengan asumsi penduduk meningkat 1,3% per tahun, maka dengan model regresi tersebut didapat dugaan besar kebutuhan EU Tahun 2008, 2010 dan Hasil pendugaan EU tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 7 Jumlah Penduduk dan Energi Useful Tahun Penduduk EU Masak (jiwa) (SBM) Dari Tabel 7 diketahui, kebutuhan Energi Useful(EU) untuk memasak pada rumah tangga dengan penduduk jiwa adalah SBM. Kemudian, kebutuhan EU untuk Tahun 2010 dan Tahun 2015 adalah dan SBM. Skenario Produksi Untuk memenuhi kebutuhan energi memasak pada rumah tangga tahun ke depan maka produksi masing-masing energi saat ini tidak akan mencukupi bila tidak ada tambahan kilang atau pembangkit baru. Oleh karena itu, dilakukan skenario produksi untuk setiap energi. Sebagai energi alternatif yang cadangannya masih banyak maka LPG, List, BBt, GsK akan ditingkatkan produksinya seperti yang ditampilkan pada Tabel 8. Sedangkan produksi minyak tanah dan kayu bakar akan menurun. Hal ini disebabkan cadangan kedua energi tersebut semakin menipis. Kemudian untuk impor minyak tanah (IMT) dan impor LPG (ILPG) dibatasi 30% dari produksi domestiknya. Tabel 8 Produksi Tahun 2008, 2010, 2015 dan Persentasenya dari Produksi Tahun 2005 ENERGI Tahun 2008 Tahun 2010 Tahun 2015 MT % 90% 70% LPG % 140% 200% LIST % 140% 200% BBt % 140% 200% GsK % 140% 200% KyB % 90% 80% IMT % MT 30% MT 30% MT ILPG % LPG 30% LPG 30% LPG NBBT % BBt Tabel 8 menampilkan persentase produksi masing-masing energi di Tahun 2008, 2010, dan 2015 sedangkan untuk jumlah produksinya dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari Tabel 8 diketahui pada Tahun 2008 seluruh energi tidak ada peningkatan dari produksi Tahun Sebab diasumsikan sampai Tahun 2008 belum ada tambahan atau peningkatan produksi. Tetapi tidak untuk briket, pada Tahun 2008 briket memungkinkan adanya produksi baru (new). Dengan produksi hanya terbatas 20% dari produksi yang sudah ada (existing). Selanjutnya pada Tahun 2010, produksi LPG, listrik, briket batubara, dan gas kota menjadi 140% dari produksi Sedangkan minyak tanah dan kayu bakar menurun 10% dari produksi Diasumsikan produksi minyak tanah menurun setiap tahunnya, sebab cadangan minyak tanah sudah menipis. Begitu 8

3 pula produksi kayu bakar mengalami penurunan. Ini dikarenakan potensi kertersediaan kayu bakar juga menurun, misalnya akibat semakin meningkatnya lahan yang di ubah untuk tempat pemukiman. Kemudian pada Tahun 2015, karena seiring meningkatnya penduduk dan perekonomian Indonesia, mengakibatkan kebutuhan energi Tahun 2015 semakin besar. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan maka produksi energi alternatif dari minyak tanah perlu jauh lebih ditingkatkan lagi dibanding Tahun Maka, LPG, listrik, briket batubara dan gas kota untuk Tahun 2015 ditingkatkan dalam skala yang lebih besar lagi yaitu 200% dari produksi Tahun Pada Tahun 2015, produksi LPG menjadi SBM dan begitu pula untuk ketiga energi alternatif lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 8. Sedangkan minyak tanah akan menurun 20% dari Tahun 2010 atau menjadi SBM. Dan kayu bakar juga akan menurun sehingga ketersediaannya hanya tinggal 80% dari Tahun Skenario Harga Dengan asumsi terjadi inflasi harga maka biaya penggunaan masing-masing energi pada Tahun 2008, 2010 dan 2015 meningkat. Berikut skenario kenaikan biaya penggunaan tersebut: Tabel 9 Biaya Penggunaan Energi dan Persentase Kenaikannya dari Biaya Tahun 2005 (Rp/SBM) ENERGI Biaya 2005 Tahun Tahun Tahun (Rp/satuan) Rp/ SBM MT SUBS Rp2.514, , ,67 30% MT RIIL Rp6.480, , , , ,35 LPG Rp5.290, , , , ,67 LIST SUBS Rp596, , ,81 30% LIST RIIL Rp1.002, , , , ,63 BBt Rp1.576, , , , ,32 GsK Rp1.405, , , , ,09 KyB Rp302, , , , ,05 IMT Rp4.648, , , , ,49 ILPG Rp6.731, , , , ,90 NBBT Rp1.576, , ,16 30% Dari Tabel 9, terlihat pada Tahun 2010 dan 2015 biaya penggunaan riil untuk minyak tanah dari Rp /SBM meningkat menjadi Rp /SBM. Penentuan Kendala-Kendala Permasalahan Tujuan penerapan metode LP dalam penelitian ini adalah mendapatkan biaya penggunaan energi paling minimum pada periode untuk satu tahun, maka kendalakendala untuk optimasi ini antara lain sebagai berikut : 1) Total kebutuhan energi useful (EU) minimal sama dengan total kebutuhan EU tahun yang bersangkutan. Kebutuhan energi useful dimaksudkan agar teknologi pengguna energi per jenis energi dapat dikompetisikan secara seimbang karena akan diperoleh kondisi energi yang benarbenar digunakan dari setiap pemanfaatan energi tersebut. 2) Penggunaan masing-masing energi tidak lebih dengan jumlah produksi yang telah diskenariokan dalam satu tahun tersebut. 3) Dikarenakan LPG, listrik, briket batubara, dan gas kota diharapkan penggunaannya meningkat dari sebelumnya maka penggunaannya minimal sama dengan penggunaan tahun dasar atau tahun sebelumnya. 4) Penggunaan minyak tanah dan kayu bakar tidak melebihi dari penggunaannya Tahun 2005 atau tahun sebelumnya karena produksi keduanya menurun. Penyusunan Model Perumusan Fungsi Tujuan dan Kendala Adapun fungsi tujuan dan kendala dari masing-masing optimasi yang dilakukan adalah sebagai berikut : Optimasi Tahun 2008 Dengan fungsi tujuan minimisasi biaya penggunaan energi, maka fungsi tujuannya sebagai berikut : (1) Optimasi dengan Harga Riil (Tanpa Subsidi) C TOTAL = ,1 MT ,7 LPG ,9 List ,2 BBt ,2 GsK KyB ,7 IMT ,6 ILPG ,2 NBBT (2) Optimasi dengan kondisi saat ini (Harga Subsidi untuk MT (Rp /liter) dan List (Rp. 563,05/kwh)) C TOTAL = ,7 MT ,7 LPG ,8 List ,2 BBt ,2 GsK KyB ,7 IMT ,6 ILPG ,2 NBBT 9

4 Sedangkan untuk fungsi kendala dari optimasi energi Tahun 2008 adalah : (1) Keb EU Optimum SBM (2) Minimum Penggunaan Energi Produksi (a) MT SBM (b) LPG SBM (c) List SBM (d) BBt SBM (e) GsK SBM (f) KyB SBM (g) IMT SBM (h) ILPG SBM (i) NBBt SBM Optimasi Tahun 2010 Dengan adanya peningkatan biaya penggunaan, produksi energi dan kebutuhan energi useful rumah tangga untuk memasak maka fungsi tujuan dan fungsi kendala untuk Tahun 2010 berbeda dari Tahun Optimasi yang dilakukan adalah optimasi dengan harga riil pada setiap energi. Berikut fungsi tujuan optimasi energi Tahun 2010 : C TOTAL = ,8 MT ,3 LPG List ,49 BBt ,6 GsK KyB ,6 IMT ,4 ILPG dengan fungsi kendala sebagai berikut : (1) Keb EU Optimum SBM (2) Minimum Penggunaan Energi Produksi (a) 0 MT ,2 SBM (b) LPG SBM (c) List SBM (d) BBt ,65 SBM (e) GsK SBM (f) 0 KyB SBM (g) IMT SBM (j) ILPG ,6 SBM Untuk Optimasi Tahun 2015 Optimasi Tahun 2015 adalah optimasi dengan harga riil pada setiap energi. Fungsi tujuan optimasi energi Tahun 2015 : C TOTAL = ,4 MT ,7 LPG ,6 List ,3 BBt ,1 GsK KyB ,5 IMT ,9 ILPG dengan fungsi kendala sebagai berikut : (1) Keb EU Optimum SBM (2) Minimum Penggunaan Energi Produksi (a) 0 MT SBM (b) LPG SBM (c) List SBM (d) BBt SBM (e) GsK SBM (f) 0 KyB SBM (g) IMT SBM (h) ILPG SBM Pemeriksaan Asumsi Untuk mengesahkan model yang dibuat maka dilakukan pemeriksaan asumsi-asumsi yang membentuk model tersebut yaitu sebagai berikut : (1) Linearitas Asumsi linearitas terpenuhi karena fungsi biaya total penggunaan energi merupakan fungsi linear dari biaya yang dikeluarkan untuk setiap penggunaan energi. Serta fungsi total kebutuhan energi useful merupakan fungsi linear dari kebutuhan energi useful dari setiap energi final. (2) Proporsionalitas Asumsi proporsionalitas terpenuhi karena biaya penggunaan energi akan berubah secara proporsional pada setiap penambahan atau pengurangan penggunaan energi. (3) Aditivitas Asumsi adtivitas terpenuhi karena total biaya penggunaan energi diperoleh dari penjumlahan masing-masing biaya penggunaan energi. (4) Divisibilitas Asumsi divisibiliitas terpenuhi karena hasil yang diperoleh dapat berupa bilangan pecahan. (5) Deterministik Asumsi deterministik terpenuhi karena parameter model yang digunakan bersifat deterministik. Analisis Model Optimasi Tahun 2008 Untuk Optimasi Dengan Harga Riil (Non Subsidi) Optimasi dengan harga riil adalah optimasi dimana biaya penggunaan setiap energinya berasal dari harga yang sebenarnya (tanpa disubsidi). Hasil optimasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8b. Sedangkan ringkasan hasil Optimasi dengan Harga Riil Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 10. Dari Tabel 10, diketahui bahwa penggunaan gas kota (GsK) akan optimal jika seluruh potensi yang ada digunakan. Pada Tahun 2008 penggunaan optimal GsK adalah sebesar SBM atau setara M 3. Atau sama saja dengan menggunakan seluruh produksi GsK pada tahun tersebut. Namun jika saja jumlah produksi GsK tidak terbatas sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan energi Tahun 2008, maka menggunakan GsK adalah satu-satunya energi yang akan digunakan. Hal ini karena, selain 10

5 GsK memiliki biaya penggunaan (Rp /SBM) yang sangat murah dan juga memiliki efisiensi kompor yang cukup tinggi (60%). Oleh karena itu, apabila seluruh rumah tangga menggunakan GsK maka akan diperoleh total biaya yang paling minimum. Tabel 10 Penggunaan Energi 2005 dan Penggunaan, Optimal Tahun 2008 beserta Persentasenya dari Penggunaan Tahun 2005 (SBM) Penggunaan Tahun 2005 Optimal Tahun 2008 MT&List Subs Harga Riil PP_MT Rp /ltr Rp.2.679,3/ltr Rp.8.424/ltr % Subsidi 68,20% 68,20% 0% PP_List Rp.563,05 /kwh Rp.731,96/kwh Rp.1.261/kwh % Subsidi 42% 42% 0% MT , ,00 66,45% 29,98% LPG , ,00 259,64% 259,64% List , ,00 800,70% 1301,01% BBt , ,00 100,00% 111,19% GsK , ,00 102,51% 102,51% KyB , ,00 100,00% 100,00% IMT - 0, ,00 0,00% 19,93% ILPG , ,00 77,89% 77,89% NBBt - 0, ,00 0,00% 20% Catatan: Persentase impor adalah persentase penggunaan impor optimum dari penggunaan Tahun 2005 Dengan adanya keterbatasan jumlah produksi GsK tersebut, maka tidak semua kebutuhan energi memasak Tahun 2008 dapat dipenuhi. Akibatnya kekurangan energi tersebut perlu ditutupi dengan penambahan penggunaan energi lainnya yaitu penggunaan LPG. Seperti halnya GsK, penggunaan LPG yang optimal adalah menggunakan seluruh potensi LPG yang ada. Penggunaan LPG optimal ini adalah sebesar SBM atau setara dengan Ton. Karena produksi LPG pun terbatas. Maka untuk memenuhi kekurangan akan kebutuhan energi ini, digunakanlah seluruh potensi kayu bakar(kyb) yang ada. Penggunaan KyB optimal tersebut ialah sebesar SBM. Pemilihan penggunaan KyB ini lebih disebabkan oleh harga KyB yang sangat murah, bahkan lebih murah dari GsK. Energi selanjutnya yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi ini adalah LPG dari Impor (ILPG). Penggunaan ILPG sebesar SBM, berarti menggunakan seluruh potensi impor LPG. Maka dapat disimpulkan, untuk memenuhi kebutuhan energi, LPG yang digunakan tidak hanya berasal dari produksi domestik tetapi juga dari impor. Sehingga total penggunaan LPG untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2008 seharusnya sudah menjadi SBM atau 337,53% dari Tahun Akan tetapi karena produksi energi-energi tersebut terbatas maka seluruh kebutuhan energi masih belum juga terpenuhi. Dan solusinya adalah menggunakan briket batubara, baik produk briket batubara existing (BBt) atau BBt yang baru (NBBt). Supaya menghasilkan penggunaan yang optimal maka seluruh potensi BBt yang sebesar SBM dan NBBt yang sebesar SBM digunakan sepenuhnya. Tetapi karena produksi briket yang sangat rendah maka diperlukan energi lainnya lagi untuk memenuhi kebutuhan energi Tahun 2008 tersebut. Maka selanjutnya adalah menggunakan minyak tanah dari impor(imt) yang sebesar SBM. Hal ini berarti potensi IMT yang ada digunakan seluruhnya. Ini dikarenakan harga IMT lebih murah dibanding harga minyak tanah domestik. (Dapat dilihat pada Tabel 9 untuk biaya penggunaan Tahun 2008 ataupun Tabel 6 dan Lampiran 1 untuk Tahun 2005). Seperti halnya dengan energi sebelumnya, jumlah untuk IMT terbatas, akibatnya IMT masih belum dapat memenuhi kebutuhan energi Tahun Oleh karena itu seluruh potensi Listrik yang sebesar SBM itu digunakan sepenuhnya. Ini berarti pada Tahun 2008 rumah tangga sudah harus meningkatkan penggunaan listriknya menjadi 13 kali lipat dari Tahun Walaupun sudah banyak energi yang digunakan, kebutuhan energi memasak rumah tangga pada Tahun 2008 masih belum dapat terpenuhi. Oleh karena itu digunakan minyak tanah domestik (MT) sebagai pilihan terakhir. Namun MT yang digunakan tidak seluruhnya, hanya sebesar SBM atau ,51 KL. Sehingga total penggunaan minyak tanah pada Tahun 2008 seharusnya sudah menjadi SBM atau KL. Dengan 60% penggunaannya berasal dari produk MT domestik dan 40% dari impor. Ini juga berarti penggunaan MT Tahun 2008 sudah menurun 50,1% dari penggunaan MT Tahun Dari optimasi ini dapat disimpulkan bahwa minyak tanah merupakan pilihan terakhir untuk memasak. Tetapi pada kenyataannya hal ini justru terbalik, minyak tanah menjadi pilihan 11

6 pertama rumah tangga di Indonesia untuk memasak. Ini dikarenakan harga MT yang diterima konsumen saat ini sudah disubsidi sebesar 68,19% oleh pemerintah. Sehingga harga MT menjadi jauh lebih murah dibanding energi lainnya. Oleh karena itu, berikutnya dilakukan juga optimasi dimana biaya penggunaan MT dengan harga subsidi. Kemudian disimpulkan pula, bahwa MT (baik dari domestik ataupun impor) tidak akan digunakan apabila produksi GsK atau LPG atau KyB atau BBt atau keempatnya sudah dapat memenuhi seluruh permintaan rumah tangga akan energi untuk memasak. Untuk Optimasi dengan MT& Listrik Subsidi Idealnya penggunaan rumah tangga optimal adalah seperti yang telah dijelaskan pada optimasi sebelumnya yaitu dengan menggunakan harga riil. Namun pada penelitian ini juga dicobakan optimasi dengan biaya penggunaan MT dan listrik dari harga subsidi. Persentase subsidinya sesuai dengan persentase Tahun 2005 yaitu 68,19% untuk subsidi MT dan 42% untuk subsidi Listrik. Hasil optimasi ini dapat dilihat pada kolom ketiga dari Tabel 10 dan Lampiran 7c atau 7d untuk hasil LP yang selengkapnya. Seperti halnya optimasi sebelumnya, energi pertama yang menjadi pilihan adalah GsK. Selanjutnya LPG dan KyB. Dari ketiga energi ini, penggunaannya akan optimal ketika seluruh produksinya digunakan semua. Penggunaan GsK optimum yaitu SBM, sedangkan LPG sebesar SBM, dan KyB sebesar SBM. Ini menjukkan penggunaan LPG Tahun 2008 sudah mencapai 259,64% dari penggunaan Tahun 2005, sedangkan penggunaan GsK menjadi 102,51% dan penggunaan KyB menjadi 100%. Namun karena keterbatasan produksi ketiga energi tersebut maka kebutuhan energi Tahun 2008 belum terpenuhi. Berbeda dari hasil optimasi sebelumnya, energi yang digunakan selanjutnya adalah minyak tanah domestik(mt). Dan untuk mendapatkan total biaya yang minimum, seluruh produksi MT yang sebesar SBM akan digunakan sepenuhnya. Sehingga tidak heran dengan persentase subsidi yang sama pada saat ini, masyarakat lebih memilih menggunakan minyak tanah dibanding energi lainnya. Jika dilihat penggunaan Tahun 2005, penggunaan MT adalah sebesar SBM. Ini berarti penggunaanya melebihi dari produksi minyak tanah dalam negeri sendiri. Akibatnya pemerintah harus mengimpor minyak tanah. Padahal dari hasil optimasi dengan harga MT dan listrik disubsidi ini, seharusnya tidak ada impor minyak tanah (IMT=0). Tetapi berhubung kebutuhan energi memasak belum terpenuhi seluruhnya maka dilakukan impor LPG. Penggunaan impor LPG juga menggunakan seluruh potensi ILPG yang ada, yaitu SBM atau 77,89% dari penggunaan LPG Tahun Terakhir, penggunaan Listrik(List) sebesar SBM akan memenuhi kekurangan kebutuhan energi memasak rumah tangga Tahun Sedangkan BBt digunakan hanya semata dikarenakan untuk memenuhi batas minimal penggunaannya yang sebesar SBM. Untuk NBBt dan IMT tidak digunakan sama sekali karena tidak ada pembatas minimal penggunaan. Tidak digunakannya BBt ini adalah akibat dari adanya subsidi MT yang membuat harga MT menjadi dapat dikompetitifkan dengan BBt. Dan karena efisiensi BBt ataupun NBBt lebih rendah dibanding MT maka MT lebih menghasilkan biaya yang minimum. Analisis Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan Optimasi Tahun 2008 Salah satu analisis pasca optimasi dari LP adalah analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan. Analisis ini menunjukkan bahwa nilai solusi optimal yang diperoleh tidak akan berubah selama biaya penggunaan energinya masih pada selang batas bawah dan batas atas dari analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan. Berikut interpretasi hasil analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan untuk optimasi energi memasak pada rumah tangga Tahun 2008 dengan harga riil dan dengan MT&List subsidi. Untuk Optimasi Dengan Harga Riil (Non Subsidi) Adapun hasil analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan untuk optimasi Tahun 2008 dengan harga riil dapat dilihat pada Lampiran 8b dan ringkasan selang sensitivitasnya ditampilkan pada Tabel 11. Dari Tabel 11 tersebut, diketahui bahwa nilai solusi dari optimasi yang didapat tidak berubah walaupun jika biaya penggunaan MT mengalami kenaikan sampai tak terhingga (infinity) dan juga biaya penggunaan LPG, List, BBt, GsK, KyB, IMT, ILPG, NBBt mengalami penurunan. 12

7 Tabel 11 Selang Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan (Optimasi Tahun 2008 Dengan Harga Riil) (Rp/SBM) Energi Biaya Penggunaan Batas Bawah Batas Atas MT , ,10 INFINITY LPG ,70 INFINITY ,70 List ,00 INFINITY ,00 BBt ,20 INFINITY ,80 GsK ,20 INFINITY ,20 KyB ,00 INFINITY ,40 IMT ,00 INFINITY ,40 ILPG ,00 INFINITY ,00 NBBt ,20 INFINITY ,80 Hal ini dikarenakan, dengan besar biaya penggunaan MT yang saat ini, MT merupakan energi pilihan terakhir dalam memenuhi kebutuhan energi. Maka bila biaya MT dinaikkan, tidak akan mengubah pola penggunaan energinya. MT akan tetap menjadi pilihan terakhir, dan akibatnya besar nilai solusi optimal untuk MT tidak akan berubah. Sedangkan penurunan biaya penggunaan energi selain MT tidak akan mengubah nilai solusi optimum dikarenakan tidak adanya sisa dari energi-energi tersebut yang dapat digunakan lagi untuk kebutuhan memasak ini. Dengan biaya penggunaan yang saat ini, nilai solusi optimal LPG, List, BBt, GsK, KyB, IMT, ILPG, dan NBBt telah menggunakan seluruh dari potensi atau produksi dari energienergi tersebut. Sehingga tidak memungkinkan untuk penambahan penggunaan dari energienergi tersebut walaupun biayanya diturunkan. Kemudian hasil optimasi akan berubah ketika biaya penggunaan MT menurun menjadi Rp ,09/SBM. Ini karena, akan terjadi pengalihan penggunaan Listrik ke MT ketika harga MT kurang atau sama dengan Rp ,09/SBM. Sedangkan kenaikan biaya LPG menjadi lebih besar atau sama dengan Rp ,8/SBM. Atau biaya List menjadi lebih besar atau sama dengan Rp ,1/SBM. Atau biaya BBt menjadi lebih besar atau sama dengan Rp ,9/SBM atau sama halnya juga untuk GsK, KyB, IMT, ILPG dan NBBt maka penggunaan energi tersebut akan beralih pada penggunaan MT dari domestik. Sebab masih ada produksi MT yang belum digunakan. Sedangkan pengalihan ke energi selain MT tidaklah memungkinkan, ini karena produksi yang tersedia dari energi-energi tersebut telah digunakan seluruhnya. Dari Lampiran 8b tersebut, terlihat seluruh nilai reduced cost setiap energi bernilai nol. Hal ini dikarenakan, tidak ada satupun energi yang tidak digunakan. Untuk Optimasi Dengan MT& Listrik Subsidi Analisis sensitivitas untuk Optimasi Tahun 2008 dengan MT& Listrik Subsidi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7c ataupun 7d dan berikut adalah ringkasan selang sensitivitas koefisien fungsi tujuannya : Tabel 12 Selang Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan (Optimasi Tahun 2008 Ketika MT&Listrik Subsidi) (Rp/SBM) Energi Biaya Penggunaan Batas Bawah Batas Atas MT ,70 INFINITY ,30 LPG ,70 INFINITY ,30 List , , ,60 BBt , ,58 INFINITY GsK ,20 INFINITY ,90 KyB ,00 INFINITY ,23 IMT , ,60 INFINITY ILPG ,00 INFINITY ,60 NBBt , ,58 INFINITY Tabel 12 menunjukkan nilai solusi dari optimasi tidak akan berubah jika terjadi penurunan biaya penggunaan pada MT, LPG, GsK, KyB, dan ILPG. Ini dikarena dengan biaya saat ini saja, seluruh produksi yang ada dari energi-energi tersebut sudah digunakan semuanya. Dan jika terjadi penurunan biaya dari energi tersebut seharusnya penggunaanya akan meningkat. Akan tetapi karena seluruh hasil produksi yang ada sudah digunakan maka tidak memungkinkan lagi terjadi penambahan penggunaan energi-energi tersebut. Hal tersebut berkebalikan dengan BBt, IMT, dan NBBt. Solusi optimum tidak akan berubah jika biaya penggunaan ketiga energi tesebut naik. Sebab hasil optimasi tentunya akan tetap nol jika biayanya lebih besar lagi. Namun jika biaya BBt dan NBBt turun menjadi kurang atau sama dengan Rp ,58/SBM maka nilai solusi akan berubah. Ini karena sebagian penggunaan Listrik akan beralih ke penggunaan BBt dan NBBt. Tetapi jika ingin mengalihkan dari penggunaan selain Listrik berarti biaya BBt atau NBBt sebesar Rp ,58/SBM tersebut harus diturunkan lagi. Dan untuk IMT akan mengubah solusi optimasi jika biaya penggunaannya menjadi kurang dari Rp ,6/SBM. Dengan besar biaya tersebut maka penggunaan IMT akan meningkat. Peningkatan ini berasal dari pengalihan penggunaan Listrik ke penggunaan IMT. Kemudian juga untuk kenaikan biaya LPG, GsK, KyB, dan ILPG menjadi sebesar yang tertera pada batas atas Tabel 12 maka akan mengubah nilai solusi optimum. Perubahan nilai solusi optimum dikarenakan penggunaan 13

8 energi-energi tersebut akan beralih pada penggunaan List. Sedangkan penurunan dan kenaikan List pada batas selang sensitivitas, akan mengubah nilai solusi optimumnya. Penurunan biaya List menjadi dibawah Rp ,7/SBM akan mengakibatkan penggunaan ILPG beralih pada penggunaan List. Dan kenaikan biaya List menjadi lebih besar dari Rp ,6/SBM mengakibatkan penggunaan List beralih pada penggunaan BBt ataupun NBBt. Terakhir, solusi yang optimal akan berubah juga ketika biaya penggunaan minyak tanah meningkat menjadi lebih dari Rp ,30/SBM yang berarti harga minyak tanah pada konsumen lebih dari Rp.4.556/ltr. Ini menunjukkan pola penggunaan optimum ini akan berubah ketika subsidi minyak tanah menjadi kurang atau sama dengan 45,91% atau subsidi berkurang 22,3% dari subsidi Tahun Dan nilai solusi optimum yang baru jika biaya MT diubah menjadi Rp ,31/SBM akan dibahas pada simulasi perubahan biaya MT. Dari Lampiran 7c ataupun 7d diketahui pula nilai reduced cost apabila menggunakan IMT dan NBBt. Reduced cost dari IMT ini menunjukkan bahwa biaya total penggunaan akan meningkat sebesar Rp ,40/SBM jika dilakukan impor minyak tanah(imt). Sedangkan jika menggunakan NBBt maka biaya total penggunaan akan meningkat sebesar Rp ,62/SBM. Analisis Sensitivitas RHS Optimasi Tahun 2008 Analisis Sensitivitas RHS menunjukkan batas atas dan batas bawah RHS yang tidak akan mengubah nilai dual price-nya. Jika nilai RHS kurang dari batas bawah selang sensitivitas atau lebih dari batas atas selang sensitivitas maka nilai dual price-nya tidak berlaku lagi. Untuk Optimasi Dengan MT& Listrik Subsidi Berikut Analisis Sensitivitas RHS untuk Optimasi dengan MT&List Subsidi, dimana hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7c atau 7d. Dari Tabel 13 diketahui bahwa penurunan batas bawah LPG, listrik, dan gas kota tidak akan mengubah nilai dual price-nya yang sebesar nol. Namun jika dinaikkan, misalnya untuk batas minimum LPG menjadi lebih dari SBM maka nilai dual price yang tadinya nol akan berubah. Sedangkan kenaikan untuk batas atas maksimum penggunaan List, BBt, IMT dan NBBt juga tidak akan mengubah dual pricenya. Tetapi jika terjadi penurunan maka dual price-nya akan berubah. Tabel 13 Selang Sensitivitas RHS Optimasi Tahun 2008 dengan MT&List Subsidi (SBM) Batas Selang Sensitivitas Kendala Penggunaan Dual Price Batas Bawah Batas Atas (RHS) Keb EU ,00 Min LPG INFINITY ,00 Min List INFINITY ,00 Min BBt ,62 Min GsK INFINITY ,00 Max MT ,60 Max LPG ,60 Max List INFINITY 0,00 Max BBt INFINITY 0,00 Max GsK ,70 Max KyB ,23 Max IMT INFINITY 0,00 Max ILPG ,60 Max NBBt INFINITY 0,00 Begitu pula interpretasi untuk kendala yang lainnya yang dapat dilihat dari Tabel 13 dan dapat dilihat pada Lampiran 7c atau 7d untuk output lebih lengkapnya. Dari hasil optimasi ini juga diketahui terdapat nilai slack atau surplus yang merupakan besarnya selisih RHS dengan nilai solusinya. Misalnya untuk Maksimum BBt, nilai solusi BBt selisihnya SBM dari maksimum penggunaan BBt. Ini menunjukkan masih ada SBM sumber daya BBt yang belum digunakan. Sedangkan untuk minimum LPG menunjukkan slack/surplus sebesar SBM yang berarti penggunaan optimum LPG lebih besar SBM dari minimum penggunaan. Untuk Optimasi Dengan Harga Riil (Non Subsidi) Sedangkan untuk analisis sensitivitas RHS optimasi dengan harga riil dapat dilihat pada Lampiran 8b. Simulasi Perubahan Biaya Penggunaan MT pada Optimasi 2008 Dari model optimasi Tahun 2008 dengan MT&List disubsidi, menunjukkan bahwa hasil optimasi akan berubah jika biaya minyak tanah naik menjadi Rp ,31/SBM. Maka dengan biaya MT sebesar ini dilakukan optimasi untuk mengetahui nilai-nilai solusi yang baru. Kemudian selanjutnya akan dilakukan optimasi berikutnya sampai nilai senstivitas fungsi tujuan menunjukkan batas atas MT yang tak terhingga (infinity). Sebab ini berarti, kenaikan biaya MT selanjutnya tidak 14

9 akan memberikan nilai solusi yang baru (nilai solusi sebelumnya tidak berubah). Ringkasan nilai solusi optimum dapat dilihat pada Lampiran 9 dengan hasil optimasi masing-masing pada Lampiran 10,11 dan 12. Dari hasil tersebut diketahui bahwa dengan penurunan persentase subsidi MT minimal 22,28% hasil optimasi akan berubah. Sehingga dengan subsidi MT yang turun menjadi 45,91% atau dengan harga konsumennya Rp /ltr akan menghasilkan nilai solusi optimum yang baru. Penggunaan minyak tanah menurun menjadi SBM yang berarti turun 25% dari optimasi sebelumnya. Penurunan penggunaan MT dialihkan pada penggunaan List. Sebab hasil produksi listrik yang ada masih belum digunakan seluruhnya. Nilai solusi penggunaan List yang baru adalah SBM atau sama dengan menggunakan seluruh produksi List yang ada. Kemudian analisis sensitivitas optimasi tersebut menunjukkan bahwa jika biaya penggunaan MT naik menjadi lebih dari Rp ,22/SBM maka hasil optimasi akan berubah. Dengan subsidi MT yang kini hanya 35,89% saja menjadikan harga konsumen MT adalah Rp.5400/ltr. Sebagian penggunaan MT yang sebelumnya akan dialihkan pada penggunaan BBt ataupun NBBt. Namun karena produksi BBt dan NBBt masih sangat rendah maka penurunan penggunaan MT pun tidak terlalu besar, bahkan tidak mencapai 1%. Nilai solusi optimasi yang baru untuk MT adalah SBM, dengan penggunaan BBt menjadi SBM dan NBBt sebesar SBM. Selanjutnya dilakukan optimasi dengan kenaikan lagi dari biaya penggunaan MT. Dengan biaya penggunaan lebih dari Rp ,68/SBM berarti harga konsumen MT adalah Rp.5.989/ltr. Ini juga berarti subsidi pemerintah sudah menjadi 28,91%. Penggunaan MT akan menurun cukup besar yaitu menjadi SBM. Namun, penurunan penggunaan MT ini dialihkan pada minyak tanah juga, hanya saja berbeda sumber produksinya. Sebagian penggunaan MT ini dialihkan pada IMT sebesar SBM sehingga penggunaan MT menjadi SBM. Pengalihan MT ke List, BBt, NBBt, dan IMT ini lebih dikarenakan masih adanya stok energi yang belum digunakan. Jika saja GsK, LPG, dan ILPG masih ada stok untuk digunakan sebagai pengganti penurunan penggunaan MT tersebut, maka pengalihan pada energi tersebut sangatlah tepat. Sebab total biaya penggunaannya akan lebih minim lagi. Analisis Model Optimasi Tahun 2010 dan 2015 Sebagai perencanaan ke depan, berikutnya dilakukan optimasi untuk 10 tahun ke depan yaitu Optimasi Tahun 2010 dan 2015 dengan harga riil semua energi. Dengan harapan penggunaan MT menurun maka produksi energi alternatif harus lebih ditingkatkan lagi dari produksi Tahun 2005, terutama untuk Tahun Sebab jika pola pengembangan infrastruktur masih seperti sekarang maka pada Tahun 2015 energi alternatif tidak akan dapat mencukupi permintaah akan energi pada tahun tersebut. Dengan LP diperoleh penggunaan energi yang optimum untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2010 dan Interpretasi Hasil Analisis Model 2010 Urutan energi yang dipilih untuk menghasilkan penggunaan optimum Tahun 2010 ini sama dengan urutan pada optimasi Tahun 2008 dengan harga riil. Dari hasil optimasi Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 14 atau Lampiran 13b, dengan biaya total sebesar juta rupiah. Penggunaan yang optimal pada Tahun 2010 adalah menggunakan seluruh potensi (hasil produksi) dari GsK, LPG, KyB, ILPG, BBt, IMT dan Listrik. Besarnya masing-masing energi tersebut ditampilkan pada Tabel 14 dibawah. Dimana penggunaan GsK pada Tahun 2010 sudah sebesar 143,52% dari penggunaan Tahun Kemudian penggunaan optimum LPG pada Tahun 2010 sebesar SBM atau setara dengan Ton. Penggunaan LPG meningkat 263,5% dari penggunaan Tahun Penggunaan LPG juga dipasok dari LPG impor sebesar SBM atau setara dengan Ton. Sehingga total LPG yang digunakan Tahun 2010 adalah SBM atau sama dengan 472,5% penggunaan LPG Tahun Selanjutnya, digunakan juga KyB yang sebesar SBM atau setara dengan ,37 Ton. Namun penggunaan optimum kayu bakar Tahun 2010 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan ketersediaan kayu bakar pada Tahun 2010 menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tetapi berbeda dengan penggunaan BBt. Penggunaan ini meningkat 55,66% dari penggunaan Tahun Peningkatan yang tidak terlalu tinggi dikarenakan peningkatan produksi BBt ini sendiri sangatlah kecil. Dan penggunaan List Tahun 2010 sudah harus meningkat 17 kali lipat dari penggunaan 15

10 Tahun Lalu, dari produksi minyak tanah sebesar SBM yang digunakan hanya SBM saja, dan sisanya ditambah dari minyak tanah impor (IMT) yang sebesar SBM. Ini berarti penggunaan minyak tanah Tahun 2010 idealnya sudah turun 59,24% dari penggunaan Tahun Tabel 14 Optimasi Tahun 2010 dan 2015 dengan Persentasenya dari Penggunaan Tahun 2005 Penggunaan Optimum (SBM) % dari Penggunaan Tahun 2005 Tahun MT ,82% 20,50% LPG ,50% 519,29% List ,41% 2602,02% BBt ,66% 222,37% GsK ,52% 205,03% KyB ,00% 80,00% IMT ,94% 13,95% ILPG ,05% 155,79% Catatan: Persentase impor diperoleh dari persentase penggunaan impor optimum dengan penggunaan Tahun 2005 Dari hasil optimasi diatas diketahui proporsi penggunaan energi optimum pada Tahun 2010 yang ditampilkan pada Gambar 2. Untuk penggunaan MT merupakan kumulatif penggunaan MT dengan IMT. Begitu pula penggunaan LPG merupakan kumulatif LPG dengan ILPG. KyB 76,7% Interpretasi Hasil Analisis Model 2015 Dengan optimasi energi untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2015 diketahui bahwa pada tahun ini penggunaan minyak tanah menurun 65,55% dari penggunaan minyak tanah Tahun Adapun penggunaannya terdiri dari MT sebesar SBM atau setara dengan ,69 KL dan IMT sebesar SBM yang setara dengan ,6 KL. Penurunan yang tidak terlalu besar dengan optimasi 2010 disebabkan peningkatan produksi energi alternatifnya masih rendah. Akibatnya daya tampung seluruh energi alternatif masih belum dapat mencukupi seluruh kebutuhan energi Tahun Sehingga terpaksa tetap menggunakan MT untuk menutupi kekurangannya, dan termasuk juga dengan IMT. Sedangkan penggunaan GsK adalah sebesar SBM atau sama dengan menggunakan seluruh potensi GsK yang ada. Sehingga pada Tahun 2015 penggunaan sudah menjadi 205% dari penggunaan GsK Tahun Kemudian dari Tabel 14 juga diketahui, bahwa Tahun 2015 penggunaan LPG akan optimum bila penggunaannya menjadi 5 kali lipat dari Tahun 2005 dan ditambah impor (ILPG) 155,79% dari penggunaan LPG Tahun Seluruh produksi LPG dan ILPG yang dihasilkan, digunakan seluruhnya agar didapat biaya total yang minimum. Selanjutnya seluruh potensi KyB, BBt, dan List juga digunakan seluruhnya agar didapatkan penggunaan yang optimum. Berturut-turut penggunaan KyB, BBt, dan List yang optimum pada Tahun 2015 adalah SBM, SBM, dan SBM. GsK 0,1% BBt 0,1% List 7,2% LPG 8,1% MT 7,9% KyB 70,4% Gambar 2 Persentase Penggunaan Optimum Energi Final untuk Memasak pada Rumah Tangga Tahun 2010 Dari Gambar 2, diketahui penggunaan optimum energi final untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2010 masih didominasi oleh kayu bakar (77%). Yang kemudian diikuti oleh LPG (8%). Persentase penggunaan minyak tanah sudah turun menjadi 7,9%. Sedangkan List, BBt, dan GsK sudah mengalami peningkatan dibanding Tahun GsK 0,1% BBt 0,1% List 10,6% LPG 11,9% MT 6,9% Gambar 3 Persentase Penggunaan Optimum Energi Final untuk Memasak pada Rumah Tangga Tahun 2015 Dari Gambar 3, diketahui bahwa komposisi energi final masih didominasi KyB (70,4%) dan LPG (11,9%). Namun saat ini, dengan skenario produksi yang dibuat, penggunaan 16

11 List dapat dioptimalkan sehingga posisi ketiga diduduki oleh List yang sebesar 10,6%. Sedangkan proporsi penggunaan minyak tanah pada Tahun 2015 semakin menurun, yaitu sebesar 6,9% saja. Analisis Sensitivitas Optimasi Tahun 2010 dan 2015 Hasil analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan dan RHS untuk optimasi 2010 dapat dilihat pada Lampiran 13b dan untuk optimasi Tahun 2015 dapat dilihat pada Lampiran 14b. Tabel 15 Selang sentivitas koefisien fungsi tujuan Optimasi Tahun 2010 dengan harga riil (Rp) Energi Biaya Batas Batas Penggunaan Bawah Atas MT , ,90 Infinity LPG ,00 Infinity ,30 List ,00 Infinity ,60 BBt ,30 Infinity ,80 GsK ,10 Infinity ,60 KyB ,10 Infinity ,80 IMT ,00 Infinity ,20 ILPG ,00 Infinity ,00 Untuk optimasi Tahun 2010, terlihat dari Tabel 15 bahwa hasil optimasi jika harga energi selain minyak tanah mengalami penurunan sampai berapapun. Tetapi jika biaya MT menurun yaitu menjadi dibawah ,9 SBM maka hasil optimasi akan berubah. Dan jika salah satu biaya dari LPG, List, BBt, GsK, KyB, IMT, dan ILPG meningkat maka hasil optimasipun berubah. Faktor penyebabnya tidak jauh berbeda dengan yang telah dijelaskan pada analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan pada Optimasi Tahun 2008 dengan harga riil. Volume Penggunaan (SBM) MT LPG List BBt GsK KyB Jenis Energi Gambar 4 Pertumbuhan penggunaan energi Tahun 2005 dan penggunaan energi optimum untuk memasak pada rumah tangga Maka dari Gambar 4 diatas, terlihat pertumbuhan penggunaan energi optimum untuk Tahun 2005, 2010, dan 2015 dengan harga riil. Gambar tersebut menunjukkan adanya peningkatan penggunaan LPG, List, BBt, dan GsK. Dan juga menunjukkan adanya penurunan penggunaan MT dan KyB. KESIMPULAN & SARAN Kesimpulan Dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi saat ini maka substitusi minyak tanah sebagai salah satu produknya adalah suatu keharusan. Melalui optimasi energi akan diketahui komposisi optimum masing-masing energi. Sehingga diharapkan penggunaan energi alternatif dapat lebih dioptimalkan lagi, dan masyarakat tidak lagi tergantung pada minyak tanah. Kedua optimasi Tahun 2008 dengan harga minyak tanah nonsubsidi ataupun dengan subsidi, penggunaan LPG, GsK, dan KyB akan optimal ketika masing-masing produksi yang tersedia untuk memasak pada Tahun 2008 digunakan seluruhnya. Dari hasil optimasi harga riil, disimpulkan dengan tidak adanya subsidi minyak tanah, ketergantungan masyarakat pada minyak tanah akan berkurang. Hal ini dikarenakan masyarakat beralih pada energi alternatifnya. Dari hasil optimasi diketahui bahwa biaya yang paling minimum akan diperoleh jika seluruh kebutuhan memasak menggunakan GsK. Namun pada kenyataannya produksi GsK masih sangatlah rendah. Sehingga sebaiknya produksi GsK lebih dikembangkan lagi. Sebab GsK merupakan energi yang paling ekonomis diantara energi lainnya. Selanjutnya sayang sekali jika penggunaan LPG dan listrik tidak digunakan secara optimal. Mengingat tingkat produksi energi tersebut sudah cukup besar, dan didukung pula dengan potensi ketersediaannya di alam yang masih besar. Apalagi penggunaan LPG dan listrik lebih praktis dan memiliki efisiensi kompor yang lebih besar (62% dan 65%) dibanding energi lainnya. Namun tidak hanya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, biaya penggunaan LPG pun juga jauh lebih murah. Bahkan tidak sampai setengah dari biaya penggunaan minyak tanah riil. Oleh karena itu, saat ini pemerintah melakukan upaya besar-besaran untuk mengoptimalkan penggunaan LPG pada sektor 17

OPTIMASI SUBSTITUSI PENGGUNAAN MINYAK TANAH UNTUK KEBUTUHAN MEMASAK PADA SEKTOR RUMAH TANGGA DENGAN METODE LINEAR PROGRAMMING ARI DWI FUJI YANTI

OPTIMASI SUBSTITUSI PENGGUNAAN MINYAK TANAH UNTUK KEBUTUHAN MEMASAK PADA SEKTOR RUMAH TANGGA DENGAN METODE LINEAR PROGRAMMING ARI DWI FUJI YANTI OPTIMASI SUBSTITUSI PENGGUNAAN MINYAK TANAH UNTUK KEBUTUHAN MEMASAK PADA SEKTOR RUMAH TANGGA DENGAN METODE LINEAR PROGRAMMING ARI DWI FUJI YANTI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) yang berlokasi di Jalan KH Abdul Hamid Km 3, Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Dalam setiap perusahaan berusaha untuk menghasilkan nilai yang optimal dengan biaya tertentu yang dikeluarkannya. Proses penciptaan nilai yang optimal dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Perumusan Fungsi Tujuan Berdasarkan metode penelitian, perumusan model program linear didahului dengan penentuan variabel keputusan, fungsi tujuan, dan kendala. Fungsi tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING VII ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING 7.1. Penentuan Model Linear Programming Produksi Tempe Dampak kenaikan harga kedelai pada pengrajin tempe skala kecil, menengah, dan besar dianalisis dengan menggunakan

Lebih terperinci

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL 7.1 Keputusan Produksi Aktual Keputusan produksi aktual adalah keputusan produksi yang sudah terjadi di P4S Nusa Indah. Produksi aktual di P4S Nusa Indah pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usaha Kecil Menengah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usaha Kecil Menengah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usaha Kecil Menengah Pengertian Usaha Kecil Menengah (UKM) menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998, yaitu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan Marbella Bakery merupakan salah satu produsen roti di Jakarta Timur khususnya di sekitar kelurahan Pekayon. Usaha ini didirikan oleh Bapak J. Hoeru

Lebih terperinci

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum terjadinya peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan erat dengan makin berkembang kegiatan ekonomi dan makin bertambah jumlah penduduk. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final 57 BAB 4 PEMBAHASAN Dalam bab analisa ini akan dibahas mengenai hasil-hasil pengolahan data yang telah didapatkan. Untuk menganalisis pemanfaatan energi di tahun 2025 akan dibahas dua skenario yang pertama

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kelangkaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi masalah utama ketika keinginan manusia yang tidak terbatas berhadapan dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Adolina PTPN IV Medan, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan telekomunikasi selular di Indonesia masih akan terus berkembang mengingat masih adanya area area yang mengalami blankspot atau tidak adanya layanan jaringan

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah mengurangi beban subsidi Pemerintah terhadap minyak tanah, mengalokasikan kembali minyak

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. produk, yaitu Kain Grey dan Kain Cambric. Pada 1999, PC GKBI dapat memproduksi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. produk, yaitu Kain Grey dan Kain Cambric. Pada 1999, PC GKBI dapat memproduksi BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Perusahaan Perjalanan lahirnya Pabrik Cambric Gabungan Koperasi Batik Indonesia (PC GKBI) tidak terlepas dari sejarah kesenian ukir dan gambar yang mulai memasuki

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu energi penting yang dibutuhkan dalam

I. PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu energi penting yang dibutuhkan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu energi penting yang dibutuhkan dalam pembangunan suatu negara. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah konsumsi listrik yang diperlukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya yang berlokasi di Jl. Raya Rancamaya Rt 01/01, Kampung Rancamaya Kidul, Desa Rancamaya,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pendahuluan. Identifikasi dan Perumusan Masalah. Studi Pustaka. Pengumpulan Data.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pendahuluan. Identifikasi dan Perumusan Masalah. Studi Pustaka. Pengumpulan Data. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah-langkah Penyusunan Tugas Akhir Mulai Studi Pendahuluan Identifikasi dan Perumusan Masalah Studi Pustaka Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data Penulisan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2008 disusun untuk menggambarkan kecenderungan situasi permintaan dan penyediaan energi Indonesia hingga 2030 dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

Dualitas Dalam Model Linear Programing

Dualitas Dalam Model Linear Programing Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c Dualitas Dalam Model Linear Programing Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi KONSEP

Lebih terperinci

BAB II. PEMROGRAMAN LINEAR

BAB II. PEMROGRAMAN LINEAR BAB II. PEMROGRAMAN LINEAR KARAKTERISTIK PEMROGRAMAN LINEAR Sifat linearitas suatu kasus dapat ditentukan menggunakan beberapa cara. Secara statistik, kita dapat memeriksa kelinearan menggunakan grafik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik dalam era globalisasi ini merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik dalam era globalisasi ini merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kebutuhan tenaga listrik dalam era globalisasi ini merupakan salah satu kebutuhan mendasar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan peranan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki hutan hujan tropis yang lebat dan tanah subur sehingga

Lebih terperinci

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan Sembuh Dari Penyakit Subsidi : Beberapa Alternatif Kebijakan Hanan Nugroho Penyakit subsidi yang cukup lama menggerogoti APBN/ ekonomi Indonesia sesungguhnya bisa disembuhkan. Penyakit ini terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

LINDO. Lindo dapat digunakan sampai dengan 150 kendala dan 300 variabel

LINDO. Lindo dapat digunakan sampai dengan 150 kendala dan 300 variabel LINDO Pegertian: Lindo (Linear Interactive Discrete Optimize) adalah paket program siap pakai yang digunakan untuk memecahkan masalah linear, integer dan quadratic programming. Kemampuan: Lindo dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya dukungnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya dukungnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya alam (SDA) dan energi sebagai pokok kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan minyak tanah dalam kehidupannya sehari hari.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan minyak tanah dalam kehidupannya sehari hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) sangatlah besar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah konsumsi BBM yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Operation Research (OR) digunakan dalam penyelesaian masalahmasalah manajemen untuk meningkatkan produktivitas, atau efisiensi. Metode dalam Teknik

Lebih terperinci

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI Oleh: Agus Sugiyono *) M. Sidik Boedoyo *) Abstrak Krisis ekonomi di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ketergantungan industri dan masyarakat

Lebih terperinci

Dasar-dasar Optimasi

Dasar-dasar Optimasi Dasar-dasar Optimasi Optimasi Linier Interpretasi Hasil Lindo diambil dari buku Introduction to Operations Research, Sixth Edition, Frederick S. Hillier, Gerald J. Lieberman, McGraw-Hill, Inc., International

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Untuk menganalisis data dari hasil penelitian ini dengan menggunakan software LEAP (Long-range Energi Alternatives Planning system). 3.2 Bahan Penelitian

Lebih terperinci

OPERATION RESEARCH-1

OPERATION RESEARCH-1 OPERATION RESEARCH-1 Prof.Dr.H.M.Yani Syafei,MT MATERI PERKULIAHAN 1.Pemrograman Linier (Linear Programming) Formulasi Model Penyelesaian dengan Metode Grafis Penyelesaian dengan Algoritma Simplex Penyelesaian

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ketersediaan yang semakin menipis dan semakin mahal, membuat biaya

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ketersediaan yang semakin menipis dan semakin mahal, membuat biaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangkit Listrik di Indonesia pada umumnya merupakan pembangkit listrik thermal. Kebutuhan pembangkit thermal terhadap bahan bakar fosil dengan jumlah ketersediaan

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1 Kesimpulan 1. Model DICE ( Dinamic Integrated Model of Climate and the Economy) adalah model Three Boxes Model yaitu suatu model yang menjelaskan dampak emisi

Lebih terperinci

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan energi yang hampir tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan manusia pada saat ini adalah kebutuhan energi listrik. Banyak masyarakat aktifitasnya

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, jumlah keperluan energi secara nasional cenderung mengalami peningkatan dari

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau,

Lebih terperinci

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill Petunjuk Sitasi: Pasaribu, M. F., & Puspita, R. (2017). Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill. Prosiding SNTI

Lebih terperinci

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasi masukan (input) menjadi hasil keluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumber : OPEC dalam Nasrullah (2009) Gambar 1 Perkembangan harga minyak dunia.

PENDAHULUAN. Sumber : OPEC dalam Nasrullah (2009) Gambar 1 Perkembangan harga minyak dunia. 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Energi memainkan peranan penting dalam semua aspek kehidupan manusia. Peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan erat dengan bertambahnya jumlah penduduk. Remi (2008)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

Dualitas Dalam Model Linear Programing

Dualitas Dalam Model Linear Programing Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c Dualitas Dalam Model Linear Programing Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi KONSEP

Lebih terperinci

Formulasi dengan Lindo. Dasar-dasar Optimasi. Hasil dengan Lindo 1. Hasil dengan Lindo 2. Interpretasi Hasil. Interpretasi Hasil.

Formulasi dengan Lindo. Dasar-dasar Optimasi. Hasil dengan Lindo 1. Hasil dengan Lindo 2. Interpretasi Hasil. Interpretasi Hasil. Formulasi dengan Lindo Dasar-dasar Optimasi Optimasi Linier Interpretasi Hasil Lindo diambil dari buku Introduction to Operations Research, Sixth Edition, Frederick S Hillier, Gerald J Lieberman, McGraw-Hill,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi telah mencakup pada prinsip pengembangan usaha kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi telah mencakup pada prinsip pengembangan usaha kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah yang dimanfaatkan untuk perkembangan perekonomian. Salah satu sumber daya alam terpenting ialah sumber daya

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I 1. PENDAHULUAN

BAB I 1. PENDAHULUAN BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi bauran energi primer Indonesia pada tahun 2010 masih didominasi oleh energi dari bahan bakar fosil khususnya minyak bumi seperti diberikan pada Tabel 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Isu energi merupakan isu yang sedang hangat diperdebatkan. Topik dari perdebatan ini adalah berkurangnya persediaan sumber-sumber energi terutama sumber energi berbasis

Lebih terperinci

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS 4.1 Hasil Simulasi Simulasi dan optimasi dengan menggunakan HOMER menghasilkan beberapa konfigurasi yang berbeda sesuai dengan batasan sensitifitas yang diterapkan. Beban puncak

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi Produksi dan operasi dalam ekonomi menurut Assauri (2008) dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan usaha

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Produksi Menurut Salvatore (2001), produksi merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumberdaya menjadi output berupa barang atau

Lebih terperinci

VI. METODE PENELITIAN

VI. METODE PENELITIAN VI. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. nasional yang meliputi kebijakan penyediaan energi yang optimal dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. nasional yang meliputi kebijakan penyediaan energi yang optimal dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Dalam rangka mengoptimalkan penggunaan energi, kebijakan energi nasional yang meliputi kebijakan penyediaan energi yang optimal dan melaksanakan konservasi, melaksanakan

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015

Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015 Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015 Mengacu Permen ESDM No. 09 Tahun 2015, Permen ESDM No: 31 Tahun 2014 & Permen ESDM No. 33 Tahun 2014 P T P L N ( P e r s e r o ) J l. T r u n o j o y o B l

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup dan kontinu sangat penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Sistem Persamaan Linear dan Sistem Pertidaksamaan Linear

BAB II LANDASAN TEORI. A. Sistem Persamaan Linear dan Sistem Pertidaksamaan Linear 5 BAB II LANDASAN TEORI A Sistem Persamaan Linear dan Sistem Pertidaksamaan Linear Persamaan linear adalah bentuk kalimat terbuka yang memuat variabel dengan derajat tertinggi adalah satu Sedangkan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di suatu negara. Fluktuasi harga minyak mentah dunia mempengaruhi suatu negara

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian tentang penilaian energi. Hal-hal yang melatarbelakangi dan tujuan dari penelitian dijelaskan pada bagian ini. 1.1. Latar Belakang Energi

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. = tujuan atau target yang ingin dicapai. = jumlah unit deviasi yang kekurangan ( - ) terhadap tujuan (b m )

BAB III PEMBAHASAN. = tujuan atau target yang ingin dicapai. = jumlah unit deviasi yang kekurangan ( - ) terhadap tujuan (b m ) BAB III PEMBAHASAN A. Penyelesaian Perencanaan Produksi dengan Model Goal Programming Dalam industri makanan khususnya kue dan bakery, perencanaan produksi merupakan hasil dari optimisasi sumber-sumber

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas usahatani sangat terkait dengan kegiatan produksi yang dilakukan petani, yaitu kegiatan memanfaatkan sejumlah faktor produksi yang dimiliki petani dengan jumlah yang terbatas.

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. Program linier (Linier Programming) Pemrograman linier merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode-metode ilmiah dari teori-teori yang digunakan dalam penyelesaian persoalan untuk menentukan model program linier dalam produksi.. 2.1 Teori

Lebih terperinci

Pemrograman Linier (Linear Programming) Materi Bahasan

Pemrograman Linier (Linear Programming) Materi Bahasan Pemrograman Linier (Linear Programming) Kuliah 02 TI2231 Penelitian Operasional I 1 Materi Bahasan 1 Pengantar pemrograman linier 2 Pemecahan pemrograman linier dengan metode grafis 3 Analisis sensitivitas

Lebih terperinci

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi agusn@p3tkebt.esdm.go.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. energi perlu dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Disisi lain

BAB 1 PENDAHULUAN. energi perlu dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Disisi lain BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu peningkatan serta pembangunan dalam sektor energi

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Sistem Produksi Secara umum produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan

Lebih terperinci

VI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN TUNGKU SEKAM

VI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN TUNGKU SEKAM VI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN TUNGKU SEKAM Keputusan pembelian didasari oleh beberapa tahapan yang pada umumnya dilalui oleh setiap konsumen sebelum akhirnya membuat keputusan untuk mengkonsumsi

Lebih terperinci