PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antara tahun 1980 dan 2004 pertumbuhan penduduk Indonesia meningkat sebesar 47,6%, dari 147 juta jiwa menjadi 215 juta jiwa dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,9 %. Dengan jumlah penduduk tersebut, maka Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar keempat terbesar didunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Meningkatnya jumlah penduduk akan mengakibatkan bertambahnya permintaan sektor konsumsi rumah tangga dan meningkatnya produksi domestik. Sektor produksi memerlukan energi ( fossil fuel ) seperti bensin, solar, fuel oil, diesel oil, natural gas dan batubara sebagai faktor produksi untuk menghasilkan barang-barang produksi tersebut. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Petroleum Report Indonesia 2003, konsumsi bahan bakar domestik untuk produk olahan (Refinery Products) meningkat sebesar 1,9% dari total konsumsi juta liter tahun 2000 menjadi juta liter pada tahun 2001 dan kenaikan sebesar 3,4 % dari tahun 2001 ke 2002 yaitu sebesar juta liter. Selama dua tahun terjadi peningkatan konsumsi sebesar 5,4 %, yaitu sebesar juta liter pada tahun 2000 menjadi juta liter pada tahun Data dari PEUI menunjukkan konsumsi energi naik sebesar 7,06% dari 618 juta boe pada tahun 1999 menjadi 666 juta boe pada tahun 2000, naik sebesar 5,33% yaitu sebesar 713 juta boe pada tahun 2001 dan sebesar 4,94% pada tahun 2002 yaitu sebesar 751 juta boe. Konsumsi bahan bakar fosil (petroleum fuel) naik sebesar 13,5% yaitu dari 307 juta boe pada tahun 2000 menjadi 348,52 juta boe pada tahun 2003 ( 307 juta boe tahun 2000, 334,06 pada tahun 2001, 338,64 pada tahun 2002 dan 348,52 pada tahun 2003). Berdasarkan sektor, maka pada tahun 2000 sektor transportasi mengkonsumsi sebesar 48,8%, industri sebesar 27,3%, rumah tangga sebesar 16,3% dan sisanya 7,6% oleh sektor komersial. Pada tahun 2003 porsi tersebut meningkat menjadi 46,7% transportasi, 30,07% industri, 15,6% rumah tangga dan 7,4% sektor komersial. Kenaikan konsumsi sektor transportasi tersebut salah satunya adalah karena terjadi kenaikan jumlah kendaraan bermotor. Menurut data DITLANTAS POLRI

2 2 tahun 2005 terdapat kendaraan bermotor pada tahun 2004 di Indonesia, terjadi kenaikan sebesar 121% dibandingkan dengan tahun 2000 yaitu sebesar Mobil niaga naik sebesar 146% yaitu dari unit tahun 2000 menjadi tahun 2004, mobil penumpang dan sepeda motor menagalami kenaikan cukup signifikan yaitu sebesar 119% atau unit pada tahun 2000 menjadi tahun 2004 dan sepeda motor mengalami kanaikan sebesar 109% yaitu dari unit tahun 2000 menjadi tahun Meningkatnya konsumsi akan berdampak pada peningkatan emisi gas diantaranya adalah emisi gas CO 2 (karbon dioksida). Sekitar 75% dampak lingkungan berasal dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar fosil dan prosentase komponen pencemar udara yang keluar dari hasil pembakaran tersebut tergantung dari sumber bahan bakarnya ( Arya Wardhana,W.,1995 ). Pada tahun 2001 Indonesia berada pada peringkat 21 didalam polusi CO 2 yaitu sebesar 74 juta metrik ton dan 59% dari emisi tersebut dihasilkan dari bahan bakar berbasis karbon cair, 19 % dari bahan bakar padat dan 15% dari bahan bakar gas. 1) Berdasarkan laporan dari World Resources Institutes (2005), Indonesia merupakan negara ke 15 terbesar dalam mengeluarkan gas emisi rumah kaca dengan jumlah 503 MtCO 2 equivalent atau sebesar 1,5% dari jumlah total gas rumah kaca dunia. 2) Jumlah kenaikan polusi CO 2 secara total dapat dilihat pada gambar 1. 1) Gregg Marland, et al, dari Oak Ridge National laboratory, University of North Dakota dalam laporannya, membuat rangking setiap negara kedalam 212 rangking. Indonesia termasuk kedalam rangking ke 21 didalam menghasilkan emisi CO 2. Sepuluh Negara penghasil emisi CO 2 adalah Amerika Serikat, Cina, Rusia, Jepang, India, Jerman, Inggris, Kanada, Itali dan Korea. Sumber dapat dilihat pada Website: tanggal 11/8/2004 2) Kavin A.Baumert,et.al dalam Navigating the Numbers, Greenhouse Gas Data and International Climate Policy dari World Resources Institute tahun 2005, halaman-2 membuat rangking 25 negara penghasil gas rumah kaca terbesar mulai dari negara Amerika Serikat pada rangking I dengan jumlah gas rumah kaca yang dikeluarkan sebesar MtCO2 atau 20.6 % dari total gas rumah kaca dunia dan terkecil adalah Pakistan dengan jumlah 285 MtCO2 atau sebesar 0,8% dari dunia.

3 3 Gambar 1. Peningkatan emisi gas CO 2 berdasarkan asal sumber fosil Sumber : Gregg Marland, Tanggal : 28/1/2005 Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa peningkatan jumlah energi listrik setiap tahunnya masih dinominasi oleh bahan bakar batubara, minyak dan gas. Gambar 2. Peningkatan jumlah energi listrik berdasarkan bahan bakar Gambar 3 menunjukkan bahwa perkembangan konsumsi produk minyak Indonesia dari tahun 1971 sampai 2003 masih didominasi oleh hasil minyak olahan ( Middle Distillates) dan peningkatan bahan bakar bensin meningkat cukup signifikan.

4 4 Gambar 3. Peningkatan konsumsi minyak Indonesia Dari semua sumber emisi gas rumah kaca seperti CO 2, metan (CH 4 ), CFC- 12, dan nitrous oxide (N 2 O), maka CO 2 adalah gas rumah kaca terbesar yang dilepaskan ke atmosfir ( sekitar 50% ). Dari jumlah sebesar 50% tersebut maka lebih kurang 73% berasal dari pembakaran fosil Negara berkembang termasuk Indonesia yang masuk dalam kelompok G77+Cina tidak memiliki kewajiban menurunkan emisi seperti yang telah ditetapkan untuk negara maju yang diuraikan dalam Bab 4, pasal 10 Protokol Kyoto, tetapi hanya mengatur kewajiban negara berkembang untuk melaporkan emisinya melalui kegiatan inventarisasi dengan metode yang telah ditentukan. Untuk mengantisipasi perubahan iklim, Indonesia dapat berpartisipasi melalui CDM ( Clean Development Mechanism ). Menurut laporan National Strategy Study (NSS) on Clean Development Mechanism yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (2001) permintaan pasar karbon global adalah sekitar 800 juta ton CO 2 per tahun dan 125 juta diantaranya dapat dilakukan melalui CDM. Peluang Indonesia dalam pasar karbon global hanya 2% atau sekitar 25 juta tco 2 /tahun (Daniel Mudiyarso, Mei 2003 ). Kebijakan pemerintah memberikan subsidi harga bahan bakar kepada konsumen merupakan salah faktor yang mendorong konsumen untuk mengkonsumsi bahan bakar tanpa diikuti dengan kesadaran akan konservasi energi

5 5 ( penghematan ). Pada saat ini kebijakan subsidi tersebut membuahkan banyak permasalahan dan akan memperparah konstelasi energi kita dimasa depan. Salah satu persoalan itu adalah menghambat program konservasi dan diversifikasi energi. Studi dari UNEP ( Energy Subsidies: Lesson Learned in Assessing their Impact and Designing Policy Reforms ) menunjukkan bahwa pada dua dekade terakhir subsidi energi di Negara OECD telah dikurangi untuk menghilangkan intervensi pemerintah dalam pasar energi ( termasuk memangkas bantuan atau grant dan pembayaran terhadap konsumen dan produsen secara tidak langsung). Subsidi yang diberikan kepada produsen dan konsumen dari bahan bakar fosil dengan cara menurunkan harga dan diganti dengan pajak, sehingga net-subsidi yang diberikan secara umum menjadi sangat kecil bahkan negatif. Mengurangi subsidi akan berdampak mengurangi emisi gas yang membahayakan lingkungan. Emisi gas hasil pembakaran bahan bakar fosil akan menimbulkan masalah eksternalitas negatif, dan untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa instrumen kebijakan yaitu Kebijakan regulasi yang umumnya disebut Command and Control (CAC), kebijakan dengan menggunakan Instrumen Ekonomi (Economic Instrumen) disingkat EI dan dengan Suasive Instrument ( SI ) atau dapat juga dengan menggunakan kombinasi antara instrumen-instrumen tersebut. Setiap instrumen kebijakan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, hal ini tergantung dari permasalahan yang ada, tetapi pada umumnya instrumen tersebut mengatur masalah penggunaan yang berlebihan (overuse) dari sumberdaya alam atau emisi dari polutan yang merusak. 4) Menurut Fullerton,Don (2004) untuk kasus tertentu kebijakan CAC dapat digunakan dalam bentuk (a) batasan emisi yang sering yang disebut dengan performance standard atau (b) batasan teknologi yang sering disebut dengan design standard. Kebijakan CAC dapat diganti dengan menggunakan kebijakan EI dengan cara menggunakan sistem insentif yang berupa pajak, subsidi atau 4) ) Menurut UNEP, The Use of Economic Instruments, in Environmental Policy : Opportunities and Challenges,2004 Pilihan kebijakan untuk mengatasi masalah Lingkungan di Negara berkembang dapat dikelompokkan kedalam dua katagori : Command and Control (CAC) dan Market Based Economic Instruments (EIs). David Connor,1996 dalam Special papers,oecd Applying Economic Instruments in Developing Countries : From Theory to Implementation, membagi kedalam tiga kelompok yaitu CAC, EI dan SI.

6 12 permit. Seperti yang disarankan oleh Arthur Cecil Pigou (1932), masalah polusi dapat diatasi dengan (a) pajak polusi atau (b) subsidi untuk abatemen. Kebijakan Command and Control dalam banyak hal tidak efektif untuk melindungi masalah lingkungan karena lemahnya dan terbatasnya pengawasan, denda yang terlalu kecil dan pegawai yang korup. Pengalaman dari negara OECD ( Organization for Economic Co-operation and Development) menunjukkan bahwa keberhasilan penerapan CAC pada negara negara OECD dikarenakan adanya pengawasan dan monitoring yang ketat, namun demikian pada saat ini negaranegara OECD mulai menggunakan kebijakan instrument yang berbasis pasar ( Market-Based Instrument-MBI). Bentuk instrument ekonomi yang paling banyak dipakai adalah pajak lingkungan dan pajak emisi. Berdasarkan studi mengenai aplikasi pajak lingkungan pada Negara Eropa ( EU ) ada empat alasan utama mengapa pajak lingkungan diperlukan 5) yaitu : (1) karena merupakan instrument yang efektif untuk menginternalkan eksternalitas (2) memberikan insentif untuk merubah pola tingkah laku konsumen (3) meningkatnkan pendapatan dan (4) sebagai alat yang efektif untuk menangani sumber polusi yang tersebar. Jadi pada dasarnya ada dua tujuan yang hendak dicapai melalui mekanisme pajak lingkungan, pertama adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kedua adalah mengkoreksi eksternalitas ( Williem K.Jaeger, 2003 ). Melalui mekanisme pajak maka pihak pencemar akan diberikan pilihan, apakah akan dikenakan denda sebagai akibat dari polusi yang ditimbulkannya atau mengeluarkan biaya investasi ( abatement cost ) untuk mengurangi polusi seperti yang disyaratkan. Pilihanpilihan ini tidak terdapat dalam kebijakan CAC 6) 5) Laporan disiapkan oleh Mette Nedergaard untuk Sustainable Energy & Climate Change Partnership. The application of Economic Instruments in Energy and Climate Change Policies. Denmark 6) Economic Instruments for Environmental Protection and Conservation : Lessons for Canada. Negara-negara Eropa menggunakan instrument ekonomi untuk masalah polusi air, polusi udara, perubahan cuaca, kontaminasi tanah, manajemen limbah, manajemen sumberdaya alam, suara. Negara Eropa juga telah berhasil dalam menggunakan kebijakan fiskal untuk mempromosikan masalah lingkungan. Sedangkan Amerika Serikat kurang sistimatis dibandingkan Eropa dalam menggunakan Instrumen Ekonomi. EI di Amerika ditujukan untuk konservasi, issu perlindungan lingkungan atau manajemen sumberdaya alam dari pada digunakan sebagai strategi yang menyeluruh yang menekankan pada tax shifting dan mengkoreksi kegagalan pasar, tetapi Amerika masih lebih maju dari Kanada (sumber:

7 7 1.2 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan pajak emisi terhadap emisi CO 2 yang berasal dari bahan bakar fosil dalam mengurangi dampak lingkungan. Secara spesifik tujuan penelitian adalah : 1. Menentukan besarnya pajak emisi yang optimal 2. Menetapkan dampak pajak emisi gas CO 2, terhadap pendapatan nasional dan tingkat kesejahteraan masyarakat 3. Menentukan total biaya yang timbul dalam usaha untuk mengurangi dampak emisi gas CO 2 4. Menentukan pendapatan dari pajak emisi 1.3 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4 Output Nasional Perubahan Iklim Konsumsi Energi (BBF) Minyak, Batubara dan Gas Perubahan Iklim Industri Komersial Rumah tangga Transportasi Emisi gas CO 2 Kebijakan pajak emisi dengan menggunakan instrument ekonomi Dampak Kebijakan Terhadap biaya total untuk mengurangi emisi gas CO 2, Inovasi teknologi dan energi terbarukan Terhadap pendapatan masyarakat Jumlah pendapatan dari pajak emisi Gambar 4. Kerangka pemikiran

8 Perumusan Masalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi secara eksplisit tidak mengatur bagaimana kebijakan penggunaan energi, promosi energi terbarukan dan efisiensi energi secara konkrit. Undang-Undang No 18 Tahun 1997 mengenai tentang pajak daerah dan distribusi daerah mengatur mengenai besarnya pajak terhadap bahan bakar sebesar 5% tetapi pendapatan pajak bukan dimaksudkan untuk tujuan efisiensi energi dan lingkungan, melainkan untuk tujuan pendapatan negara. Peraturan Presiden yang dikeluarkan tentang harga jual eceran bahan bakar minyak dalam negeri secara umum hanya mengatur mekanisme subsisi dan harga jual berdasarkan harga jual tertinggi dan terendah. Instruksi Presiden No 10 Tahun 2005 mengenai penghematan energi masih perlu ditindak lanjuti dengan peraturan ataupun undang-undang dalam rangka konservasi energi secara nasional. Jadi masalah pungutan pajak, subsidi, kebijakan harga, insentif ekonomi untuk tujuan efisiensi energi dan mengurangi masalah emisi untuk mengurangi dampak lingkungan masih belum diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang. Polusi yang disebabkan oleh emisi gas akibat pembakaran bahan bakar fosil sangat terkait dengan kebijakan energi nasional. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang ada saat ini masih menggunakan pendekatan instrumen regulasi didalam mengatur masalah pengelolaan dan pengawasan lingkungan. Peraturan menteri yang berhubungan dengan masalah pencemaran udara yang ada saat ini yaitu Keputusan Menteri No tentang Baku Mutu Emisi Dan Atau Kegiatan Minyak Dan gas Bumi untuk sumber yang tidak bergerak, PERMEN No tentang Ambang Batas Emsisi Gas Buang Kendaraan Tipe Baru dan Yang Sedang Diproduksi, Peraturan Pemerintah No.41 Tahun1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara semuanya masih menggunakan pendekatan kebijakan regulasi yaitu menggunakan pendekatan standar emisi. Suatu hal yang perlu dipertimbangkan bahwa standar emisi dapat dibuat berdasarkan pendekatan teknologi ( technology based ) yaitu mensyaratkan teknologi khusus yang harus digunakan oleh pencemar, dan dapat juga berupa

9 9 pendekatan kinerja ( performance- based ) yaitu mensyaratkan batasan polusi yang harus dipenuhi oleh semua pencemar. Keuntungan dari menggunakan technology based adalah pihak pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada pencemar untuk menggunakan teknologi terbaik yang tersedia dalam mengurangi polusi, contohnya pencemar/industri boleh menggunakan tipe tertentu dari ketel uap/boiler, mensyaratkan industri kendaraan untuk menggunakan tipe tertentu dari alat pengendali polusi dan perusahaan minyak untuk menawarkan energi alternatif. Kerugiannya adalah pemerintah tidak mendorong pihak industri/pencemar untuk mengurangi polusi karena tidak adanya insentip yang diberikan, selain itu juga tidak menciptakan insentip bagi lembaga penelitian dan pengembangan untuk mendorong teknologi bersih. Dengan pendekatan kinerja ( performance-based ), pemerintah dapat menerapkan standar yang berbeda untuk setiap industri atau pencemar, sesuai dengan umur dari peralatan, artinya akan sulit pemain baru untuk masuk kedalam industri tersebut. Dalam kasus kendaraan akan ada kesulitan pemain baru atau tipe baru dari kendaraan yang akan masuk kedalam pasar. Pemilik kendaraan diharuskan oleh peraturan untuk melakukan pengecekan kendaraannya setiap periode tertentu. Secara umum pendekatan kinerja masih lebih efektip dibandingkan dengan pendekatan teknologi, karena pencemar dapat memilih metoda yang sesuai dengan keinginannya dalam mengurangi polusi sesuai dengan biaya yang paling kecil. Pendekatan regulasi ( command and control ) mengharuskan pencemar mengikuti standar emisi yang telah dibuat, hal ini akan membuat pemborosan sumber daya yang ada karena pencemar dengan biaya yang besar dalam mengurangi polusi dipaksa untuk mengurangi polusinya sama besarnya dengan pencemar dengan biaya yang kecil. Dalam menetapkan standar emisi pemerintah juga dituntut bekerja dengan informasi yang tidak sempurna untuk menentukan biaya dan benefit dari suatu usaha dalam mengurangi polusi tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan biaya untuk menetapkan suatu standar bisa jadi lebih besar dari benefit yang diterima. Hal lain yang menjadi kendala adalah terhadap sumber polusi yang bergerak (kendaraan). Walaupun program inspeksi dan pemeliharaan dilakukan secara berkala sesuai dengan jadwal pemeriksaan emisi,

10 12 tetapi sebaiknya tidak dilakukan berdasarkan output, melainkan berdasarkan input seperti teknologi kendaraan dan sifat bahan bakar yang dipakai. Menurut publikasi dari UNEP(2004) bahwa studi empiris di Amerika menunjukkan bahwa terjadi efisiensi yang sangat signifikan dengan menggunakan EI dari pada CAC. Tietenberg menyarankan menggunakan EI untuk mengendalikan polusi udara karena biaya menggunakan CAC adalah 22 kali lebih mahal dari pada menggunakan EI. Untuk sebelas aplikasi yang diamati maka menggunakan CAC rata-rata 6 kali lebih mahal dari menggunakan EI. Penelitian yang dilakukan oleh OECD pada tahun 1992 menunjukkan terjadi peningkatan menggunakan EI berupa pajak dan charge untuk bermacam-macam barang dan polutan. Keberhasilan dari negara -negara yang menggunakan kebijakan EI karena beberapa faktor yaitu (1) sifatnya yang fleksibel, (2) mengajak industri melakukan inovasi dalam menggunakan teknologi untuk mengurangi polusi, (3) menggunakan kesadaran sendiri dengan cara menyamakan kepentingan publik dan kepentingan pribadi, (4) meningkatkan transparansi, (5) mengalokasikan sumberdaya alam kepada pihak yang memberikan nilai untuk sumber daya alam tersebut. Gambar 5 menunjukkan beberapa kebijakan yang dapat dilakukan, dimulai dengan tidak adanya kebijakan dalam mengendalikan polusi, dengan standar emisi atau teknologi dan dengan kebijakan instrumen ekonomi. Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa, saat ini Indonesia hanya memiliki kebijakan CAC yang berupa standar emisi dan standar teknologi. Dengan menggunakan instrumen pajak maka kebijakan pengawasan yang baru akan berubah dengan menggunakan pajak input, output atau pajak emisi. Pajak dapat menjadi sub-optimal ataupun optimal. Pajak Sub-optimal disebabkan karena sulit bahkan mustahil untuk menilai kerusakan lingkungan untuk masa yang akan datang yang disebabkan oleh polutan, sedangkan pajak optimal berarti kerusakan dapat diperkirakan dan polusi dapat dikendalikan ( lingkungan menerima cukup bantuan untuk diadakan perbaikan). 7) 7) Gambar diadopsi dari paper yang ditulis oleh Dr Vinish Kathuria mengenai Eco-taxes yang diambil dari website : dicetak tanggal 21 Maret 2005

11 11 Standar Teknologi Belum ada kontrol melalui EI Kebijakan Sekarang Standar Emisi Sub-optimal Taxation Optimal Taxation Pajak Input Pajak Output Kebijakan Baru Gambar 5. Opsi kebijakan pajak lingkungan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perlu diadakan suatu penelitian terhadap peran pajak emisi gas CO 2 yang berasal dari bahan bakar fosil dalam perspektif Indonesia agar (a) biaya eksternalitas dapat diinternalkan dengan cara memasukkannya kedalam harga barang/pelayanan yang dihasilkan dari suatu kegiatan ekonomi (b) menciptakan insentif bagi produser dan konsumer karena tindakannya yang merusak lingkungan (c) membuat biaya menjadi efektif dengan cara memberikan pilihan terhadap pencemar yaitu dengan cara membayar pajak, mengurangi produksi atau menggunakan teknologi pencegah polusi (d) menciptakan inovasi-inovasi baru dalam teknologi untuk menggunakan energi substitusi atau energi terbarukan dan (e) meningkatkan pendapatan yang dapat digunakan kembali untuk memperbaiki kerusakan lingkungan. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Pembuat kebijakan dalam mempertimbangkan menggunakan instrumen ekonomi khususnya pajak emisi yang disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil.

12 12 2. Pembuat kebijakan untuk menentukan besarnya pajak emisi yang optimal yang akan dikenakan kepada pencemar 3. Pembuat kebijakan untuk menentukan kebijakan berupa insentip ekonomi kepada pihak industri atau produsen yang mengembangkan dan menggunakan teknologi bersih untuk mengurangi dampak emisi. 4. Untuk melihat besarnya tingkat pendapatan pemerintah dari sektor pajak emisi yang dapat dikembalikan kepada masyarakat sebagai bentuk eksternalitas yang diterima dan besarnya insentif yang dapat dialokasikan kepada pihak yang ikut berkontribusi dalam teknologi bersih. 5. Pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca khususnya CO 2 melalui efisiensi penggunaan bahan bakar fosil. 6. Ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu ekonomi lingkungan. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap gas emisi CO 2 yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil seperti premium (gasoline), minyak solar ( Diesel Oil), minyak diesel industri (Industrial Diesel Oil ), minyak tanah ( Kerosene), minyak bakar (Fuel Oil ) dan batubara ( Coal ). Emisi gas CO 2 yang ditimbulkan oleh bahan bakar berbasis karbon akan dianalisis dengan menggunakan model DICE yang dimodifikasi, dimana variabel endogen dan eksogen dalam model akan disesuaikan dalam perspektif Indonesia. Penelitian ini masih belum bersifat operasional karena masih diperlukan tambahan berupa petunjuk dan pelaksanaan secara lebih rinci agar kebijakan dapat diimplementasi. 1.7 Novelty Penelitian Hal yang baru dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian dampak emisi gas CO 2 dengan menggunakan pendekatan model DICE ( Dynamic Integrated Climate Change and Economic ) dalam perspektif Indonesia belum pernah dilakukan 2. Penggunaan model DICE yang telah dilakukan adalah untuk menganalisa dampak pajak karbon dalam kontek Global dan Regional, sedangkan

13 13 dalam penelitian ini model DICE akan disesuaikan untuk kebutuhan nasional didalam menentukan besarnya pajak emisi CO 2 yang optimal. 3. Belum ada penelitian dalam mengurangi dampak emisi gas CO 2 dengan menggunakan instrumen ekonomi, khususnya instrumen pajak dalam persfektif Indonesia.

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1 Kesimpulan 1. Model DICE ( Dinamic Integrated Model of Climate and the Economy) adalah model Three Boxes Model yaitu suatu model yang menjelaskan dampak emisi

Lebih terperinci

PERANAN PAJAK EMISI GAS CO 2 BAHAN BAKAR FOSIL DALAM MENGURANGI DAMPAK LINGKUNGAN. SUATU PERSPEKTIF UNTUK INDONESIA KEMAS FACHRUDDIN

PERANAN PAJAK EMISI GAS CO 2 BAHAN BAKAR FOSIL DALAM MENGURANGI DAMPAK LINGKUNGAN. SUATU PERSPEKTIF UNTUK INDONESIA KEMAS FACHRUDDIN PERANAN PAJAK EMISI GAS CO 2 BAHAN BAKAR FOSIL DALAM MENGURANGI DAMPAK LINGKUNGAN. SUATU PERSPEKTIF UNTUK INDONESIA KEMAS FACHRUDDIN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK KEMAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik tentang energi saat ini menjadi perhatian besar bagi seluruh dunia. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Rakorda MUI Lampung & Jawa Jakarta, 22 Juli 2008 Isu Global [dan Nasional] Krisis Pangan Krisis Energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan di bidang industri dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri dan transportasi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-251 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur terhadap Emisi CO 2 melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun

Lebih terperinci

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

BAB IV. BASELINE ANALISIS

BAB IV. BASELINE ANALISIS BAB IV. BASELINE ANALISIS 4.1 Analisis Emisi Dan Intensitas Energi Analisis intensitas emisi gas CO 2 (CO 2 /GDP) dan intensitas energi (E/GDP) akan dilakukan dengan menggunakan tahun 1990 sebagai baseline.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (O Riodran, 1994) yang menurut Ekins (1999) dalam Green Fiscal. masalah lingkungan oleh perubahan iklim (Baronchelli et all, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. (O Riodran, 1994) yang menurut Ekins (1999) dalam Green Fiscal. masalah lingkungan oleh perubahan iklim (Baronchelli et all, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara yang berasal dari orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa dan tidak mendapatkan imbalan langsung yang digunakan untuk pengeluaran

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU TUGAS AKHIR ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU Disusun : HENDRO DWI SAPTONO NIM : D 200 050 116 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNUVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA MEI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan

Lebih terperinci

PENGURANGAN EMISI CO 2 MELALUI PENERAPAN PAJAK KARBON (CARBON TAX) DAN PENGARUHNYA TERHADAP ASPEK EKONOMI DAN LINGKUNGAN

PENGURANGAN EMISI CO 2 MELALUI PENERAPAN PAJAK KARBON (CARBON TAX) DAN PENGARUHNYA TERHADAP ASPEK EKONOMI DAN LINGKUNGAN PENGURANGAN EMISI CO 2 MELALUI PENERAPAN PAJAK KARBON (CARBON TAX) DAN PENGARUHNYA TERHADAP ASPEK EKONOMI DAN LINGKUNGAN Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Ekonomi Lingkungan Oleh: Annida Unnatiq Ulya 15/389591/PMU/08550

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di suatu negara. Fluktuasi harga minyak mentah dunia mempengaruhi suatu negara

Lebih terperinci

V. ANALISIS DAN SKENARIO KEBIJAKAN PAJAK EMISI GAS CO 2

V. ANALISIS DAN SKENARIO KEBIJAKAN PAJAK EMISI GAS CO 2 V. ANALISIS DAN SKENARIO KEBIJAKAN PAJAK EMISI GAS CO 2 5.1 Kalibrasi Model Seperti yang telah diuraikan pada Bab 3.5, maka sebelum dilakukan simulasi dari model, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Global Carbon Dioxide Emissions from Fossil-Fuels (EPA, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Global Carbon Dioxide Emissions from Fossil-Fuels (EPA, 2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Emisi karbon dioksida global dari bahan bakar fosil meningkat secara signifikan dari tahun 1990 hingga tahun 2008. Fakta ini dirujuk dari data tingkat emisi karbon

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semen adalah komoditas yang strategis bagi Indonesia. Sebagai negara yang terus melakukan pembangunan, semen menjadi produk yang sangat penting. Terlebih lagi, beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan kebutuhan utama pada semua sektor kehidupan. Seiring bertambahnya kebutuhan manusia, maka meningkat pula permintaan energi listrik. Suplai

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG Gianina Qurrata Dinora 1), Joni Hermana 1 dan Rahmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.

Lebih terperinci

STANDAR INDUSTRI HIJAU

STANDAR INDUSTRI HIJAU Kementerian Perindustrian-Republik Indonesia Medan, 23 Februari 2017 OVERVIEW STANDAR INDUSTRI HIJAU Misi, Konsep dan Tujuan Pengembangan Industri Global Visi: Mengembangan Industri yang berkelanjutan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh : KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN Disusun Oleh : Arianty Prasetiaty, S.Kom, M.S.E (Kasubid Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Bidang Inventarisasi

Lebih terperinci

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Emisi gas buang kendaraan bermotor : suatu eksperimen penggunaan bahan bakar minyak solar dan substitusi bahan bakar minyak solar-gas Achmad

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia. Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat berbanding lurus dengan

Lebih terperinci

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI oleh : Maryam Ayuni Direktorat Disampaikan

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Yonnet Hellian Kresna 1, *), Rachmat Boedisantoso 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilingkungan sekitar, pengembangan teknologi di Indonesia masih terus

BAB I PENDAHULUAN. dilingkungan sekitar, pengembangan teknologi di Indonesia masih terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengoptimalkan sumber daya potensial yang ada dilingkungan sekitar, pengembangan teknologi di Indonesia masih terus dilakukan, tak terkecuali dunia

Lebih terperinci

Biomas Kayu Pellet. Oleh FX Tanos

Biomas Kayu Pellet. Oleh FX Tanos Biomas Kayu Pellet Energi Pemanas Rumah Tangga (winter) Energi Dapur Masak Energi Pembangkit Tenaga Listrik Ramah Lingkungan Karbon Neutral Menurunkan Emisi Karbon Oleh FX Tanos Pendahuluan Beberapa tahun

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) I. Pernyataan Tujuan A. Perubahan iklim menimbulkan tantangan dan resiko global terhadap lingkungan dan ekonomi, membawa dampak bagi kesehatan manusia,

Lebih terperinci

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( 1998 2011 ) RESUME SKRIPSI Disusun Oleh : Pongky Witra Wisesa (151040295) JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian tentang penilaian energi. Hal-hal yang melatarbelakangi dan tujuan dari penelitian dijelaskan pada bagian ini. 1.1. Latar Belakang Energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Pendahuluan Program Low Cost Green Car (LCGC) merupakan program pengadaan mobil ramah lingkungan yang diproyeksikan memiliki

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final 57 BAB 4 PEMBAHASAN Dalam bab analisa ini akan dibahas mengenai hasil-hasil pengolahan data yang telah didapatkan. Untuk menganalisis pemanfaatan energi di tahun 2025 akan dibahas dua skenario yang pertama

Lebih terperinci

OVERVIEW PROGRAM KONSERVASI ENERGI DAN REDUKSI EMISI DI SEKTOR INDUSTRI

OVERVIEW PROGRAM KONSERVASI ENERGI DAN REDUKSI EMISI DI SEKTOR INDUSTRI Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-1 BAB II OVERVIEW PROGRAM KONSERVASI ENERGI DAN REDUKSI EMISI DI SEKTOR INDUSTRI 2.1 ISU EMISI CO 2 -e GLOBAL Emisi CO 2 -e global (dunia) disebabkan melalui

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR Dr. Armi Susandi, MT Program Studi Meteorologi Departemen

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR SEMINAR KONVERSI BBG UNTUK KENDARAAN BERMOTOR LEMBAGA PENGEMBANGAN INOVASI DAN KEWIRAUSAHAAN ITB Bandung, 23 Februari 2012 KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR Dr. Retno Gumilang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN CARBON TAX SECARA UMUM SERTA GAMBARAN PENGENAAN CARBON TAX DI SWEDIA

BAB III GAMBARAN CARBON TAX SECARA UMUM SERTA GAMBARAN PENGENAAN CARBON TAX DI SWEDIA BAB III GAMBARAN CARBON TAX SECARA UMUM SERTA GAMBARAN PENGENAAN CARBON TAX DI SWEDIA 3.1 GAMBARAN UMUM CARBON TAX 3.1.1 Definisi Carbon Tax Carbon Tax adalah suatu pajak yang dikenakan terhadap kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com

Lebih terperinci

50001, BAB I PENDAHULUAN

50001, BAB I PENDAHULUAN Rancangan Penilaian Sistem Manajemen Energi di PT. Semen Padang dengan Menggunakan Pendekatan Integrasi ISO 50001, Sistem Manajemen Semen Padang (SMSP) dan Permen ESDM No. 14 Tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Saat ini Indonesia memiliki indeks pencemaran udara 98,06 partikel per meter kubik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara telah digunakan sebagai sumber energi selama beratus-ratus tahun dan telah diperdagangkan secara internasional mulai jaman Kekaisaran Romawi. Batubara tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak negara di berbagai penjuru dunia dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di masing-masing

Lebih terperinci

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI MATERI SUMBER DAYA ENERGI Energi fosil Dampak penggunaan energi fosil Energi alternatif Upayapenurunan penurunan emisi gas rumah kaca Kyoto Protocol JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA Apakah ada aspek kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Latar belakang Intended Nationally Determined Contribution (INDC) 2020: Penurunan

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian literatur dapat disimpulkan bahwa, pajak lingkungan pertama kali diterapkan di Kawasan Uni Eropa melalui berbagai konferensi dan protokol

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar 1. PENDAHULUAN Pencemaran udara terutama di kota kota besar telah menyebabkan menurunnya kualitas udara sehingga mengganggu

Lebih terperinci

diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar minyak yang ketersediaannya semakin

diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar minyak yang ketersediaannya semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini zaman sudah semakin berkembang dan modern. Peradaban manusia juga ikut berkembang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia terus berpikir bagaimana

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

KOMPARASI INTERNASIONAL KEBIJAKAN BIODIESEL BAGAIMANA SEHARUSNYA INDONESIA

KOMPARASI INTERNASIONAL KEBIJAKAN BIODIESEL BAGAIMANA SEHARUSNYA INDONESIA KOMPARASI INTERNASIONAL KEBIJAKAN BIODIESEL BAGAIMANA SEHARUSNYA INDONESIA oleh: Dr. Tungkot Sipayung Direktur Eksekutif PALM OIL AGRIBUSINESS STRATEGIC POLICY INSTITUTE TUJUAN PENGEMBANGAN BIODIESEL SETIAP

Lebih terperinci

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 213 Ira Fitriana 1 1 Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi E-mail: fitriana.ira@gmail.com, irafit_24@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Pemanasan global yang semakin meningkat menuntut industri peternakan untuk ikut serta dalam upaya penurunan emisi gas. Penurunan emisi gas dengan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara akibat dari peningkatan penggunaan jumlah kendaraan bermotor yang mengeluarkan gas-gas berbahaya akan sangat mendukung terjadinya pencemaran udara dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kajian stabilitas..., Armand Arief Ranaldi, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kajian stabilitas..., Armand Arief Ranaldi, FT UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Dunia saat ini berada dalam masalah pemanasan global yang amat mengancam kehidupan manusia. Bahwa suhu dunia saat ini semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

Workshop Low Carbon City

Workshop Low Carbon City DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada : Workshop Low Carbon City oleh : Luluk Sumiarso Direktur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE 13 2015 2016 PENDAHULUAN (1) Permintaan akan pembangunan berkelanjutan serta kebutuhan akan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE DAN PENERAPAN CARBON MANAGEMENT ACCOUNTING TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM

2015 PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE DAN PENERAPAN CARBON MANAGEMENT ACCOUNTING TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara alami perusahaan memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan maksimal untuk mempertahankan keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability). Keberlanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan minyak bumi yang semakin menipis diakibatkan sumber daya alam ini tidak dapat diperbaharui dan juga diakibatkan jumlah penduduk di dunia yang meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

Persebaran Spasial Produksi Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Perkotaan Gresik Bagian Timur

Persebaran Spasial Produksi Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Perkotaan Gresik Bagian Timur JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-11 Persebaran Spasial Produksi Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Perkotaan Gresik Bagian

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dengan semakin banyaknya pengguna kendaraan sebagai sarana transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dengan semakin banyaknya pengguna kendaraan sebagai sarana transportasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin banyaknya pengguna kendaraan sebagai sarana transportasi, industri serta alat-alat stasioner lainnya mengakibatkan semakin meningkatnya konsumsi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subbab ini menjelaskan latar belakang dari penelitian yang dilaksanakan. Penelitian ini berangkat dari konsep sustainability dan penerapan konsep sustainable manufacturing

Lebih terperinci

Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun

Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2012 2030 Suryani Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta Email: suryanidaulay@ymail.com Abstract Acceleration of the National development of Indonesia

Lebih terperinci

GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA

GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA Berita Dirgantara Vol. 11 No. 2 Juni 2010:66-71 GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA Dessy Gusnita Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR Qorry Nugrahayu 1), Rachmat Boedisantoso 2) dan Joni Hermana 3) 1,2,3)

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

2015 ANALISIS TATA LETAK DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UNTUK UMUM PERTAMINA CABANG

2015 ANALISIS TATA LETAK DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UNTUK UMUM PERTAMINA CABANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era millenium saat ini, perindustrian telah bertransformasi dengan sangat pesat. Diantaranya adalah industri otomotif terutama kendaraan bermotor. Kendaraan

Lebih terperinci

PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA

PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA Oleh : Sulistyono ABSTRAK Saat ini sektor transportasi merupakan sektor pengguna energi terbesar dari minyak dan gas

Lebih terperinci

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

Disusun Oleh Arini Ekaputri Junaedi ( ) Dosen Pembimbing Yudha Prasetyawan, S.T., M.Eng.

Disusun Oleh Arini Ekaputri Junaedi ( ) Dosen Pembimbing Yudha Prasetyawan, S.T., M.Eng. PERUMUSAN SKENARIO KEBIJAKAN SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN DI SURABAYA BERDASARKAN EVALUASI DAMPAK PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN LINGKUNGAN : SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Disusun Oleh Arini Ekaputri

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik sumber energi yang terbarukan (renewable erergy) ataupun tidak terbarukan (unrenewable energy). Pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I 1 PENDAHULUAN. listrik menjadi hal utama yang perlu diperhatikan. Sumber energi yang digunakan untuk pembangkitan listrik perlu diperhatikan

BAB I 1 PENDAHULUAN. listrik menjadi hal utama yang perlu diperhatikan. Sumber energi yang digunakan untuk pembangkitan listrik perlu diperhatikan BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga listrik merupakan salah satu kebutuhan masyarakat dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Banyak sekali masyarakat yang bergantung pada tenaga listrik dalam

Lebih terperinci