BAB II LANDASAN TEORI. Istilah lain dari online role playing game adalah Massively Multiplayer

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Istilah lain dari online role playing game adalah Massively Multiplayer"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. KECANDUAN ONLINE ROLE-PLAYING GAME 1. Definisi Online Role-Playing Game Istilah lain dari online role playing game adalah Massively Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG). Young & Abreu (2011) mendefinisikan online role playing game adalah sebuah permainan internet dimana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan, beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, dan mereka harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan, serta berinteraksi dengan karakter pemain lainnya. Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan. Seorang pemain dapat menampilkan berbagai aktivitas, dimana karakter mereka dapat membangun interaksi dengan pemain lainnya dengan cara positif (berbincang-bincang) dan cara negatif (agresi). Permainan Online Role Playing Game mempunyai daya tarik karena permainan ini mengajak para pemain untuk menggunakan imajinasi mereka dan biasanya lebih mengarah ke kolaborasi sosial dari pada kompetisi dengan pemain lainnya. Hal ini membuat Online Role Playing Game berbeda dari bentuk game komputer terdahulu, dan juga menjadi 13

2 pertimbangan individu dalam memilih permainan ini, karena permainan ini dapat membentuk lingkungan baru (Young dan Abreu, 2011). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Online Role Playing Game adalah sebuah permainan internet dimana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan, dimana beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana mereka harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter pemain lainnya. 2. Definisi Kecanduan Online Role-Playing Game Kecanduan didefenisikan sebagai suatu keinginan yang intens dan berlebihan (kompulsif) akan sesuatu atau perilaku tertentu disertai dengan ketidakmampuan untuk mengontrol diri (Griffiths, 2004). Kecanduan didefinisikan sebagai suatu perilaku tidak sehat dan merugikan diri sendiri yang berlangsung terus menerus yang sulit diakhiri individu yang bersangkutan (Yee, 2002). Mark (2004) juga menyatakan bahwa kecanduan merupakan perilaku ketergantungan baik secara fisik maupun psikologis dalam sutau aktivitas. Menurut Yee (2002), ada dua jenis kecanduan yaitu kecanduan fisik (kecanduan terhadap alkohol atau kokain) dan kecanduan non fisik (kecanduan terhadap game online). 14

3 Griffiths (2005) juga menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan aspek perilaku yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya kontrol. Ferris (1997) mengungkapkan bahwa kecanduan internet merupakan suatu gangguan psikofisiologis yang meliputi tolerance (penggunaan dalam jumlah yang sama akan menimbulkan respon minimal, jumlah harus ditambah agar dapat membangkitkan kesenangan dalam jumlah yang sama), whithdrawal symptom (khususnya menimbulkan termor, kecemasan, dan perubahan mood), gangguan afeksi (depresi, sulit menyesuaikan diri), dan terganggungnya kehidupan sosial (menurun atau hilang sama sekali, baik dari segi kualitas maupun kuantitas). Kecanduan internet diartikan Young & Abreu (2011) sebagai sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online. Orang-orang yang menunjukkan sindrom ini akan merasa cemas, depresi, atau hampa saat tidak online di internet. Subrahmanyam & Smahel (2010) mengungkapkan bentuk-bentuk aplikasi internet yang banyak mengandung aspek penggunaan internet yang berlebihan bagi pengguna remaja, yaitu online gaming, online relationship communication, virtual sexual behavior (cybersexual), dan online gambling. Dalam penelitian ini hanya akan dibahas salah satu bentuk kecanduan internet yaitu online gaming. Online gaming merupakan pusat dimana orang-orang muda berkumpul. 15

4 Salah satu jenis game online yang berpotensi besar mengarahkan pada kecanduan adalah Online Role Playing Game atau Massively Multplayer Online Role Palying Game (Griffiths, 2005). Permaianan Massively Multplayer Online Role Palying Game ini sangat kompleks dimana para pemain dapat membentuk karakternya sendiri, berkomunikasi dan bekerja sama dengan pemain lainnya, serta jenis permainan yang tidak pernah akan berakhir. Hal ini membuat pemain menjadi ketergantungan dan merasa ingin terus melanjutkan permainannya. Remaja yang mengalami kecanduan bermain game pada umumnya menghabiskan waktunya untuk bermain rata-rata 23 jam per minggu atau 4 jam sehari. Online Role Playing Game merupakan salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya sangat tinggi, khususnya pada anak-anak dan remaja. Padwa dan Cunningham (2009) mendefinisikan kecanduan Online Role Playing Game adalah situasi dimana orang-orang mengunakan internet secara berlebihan, untuk mengekspresikan diri mereka dalam cara-cara yang tidak mungkin mereka lakukan dalam kehidupan nyata dan kepuasan yang mereka dapatkan dari bentuk interaksi di dalam dunia virtual game. Griffiths (2005) menyatakan bahwa kecanduan teknologi merupakan bagian dari perilaku kecanduan yang mana meliputi interaksi yang berlebih antara manusia dan mesin. Bentuk kecanduan teknologi ini dapat bersifat pasif (seperti televisi) atau aktif (seperti permainan game) yang mana selalu membentuk dan berkontribusi dalam membentuk seseorang kecanduan. 16

5 Young & Abreu (2011) menyatakan kecanduan Online Role Playing Game adalah jenis permainan yang menimbulkan bentuk kecanduan, karena permainan ini tidak pernah akan berakhir, hal ini disebabkan karena setiap sesinya memiliki tugas dan tujuan yang tidak pernah berakhir, faktor game yang menyediakan peran yang kompleks dan mempengaruhi banyak faktor kehidupan nyata (aktivitas sehari-hari, dll), yang pada akhirnya para pemain secara terus menerus tetap aktif bermain game, mereka selalu menghabiskan jumlah waktu yang lama dan energi (dan terkadang uang), selain itu mereka juga tidak mampu berhenti bermain, dan menganggu kehidupan sosialnya (kurang teman dalam kehidupan nyata), dimana waktu para pemain terlibat dalam dunia nyata semakin berkurang. Selain itu, permainan ini mempunyai arena-arena bermain yang bersifat persistent (tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu ikut bermain dan real time (waktu berlalu terus), dimana hal ini menunjukkan ke arah kecanduan (Clark & Scott, 2009). Pemain yang tidak bermain dalam waktu yang cukup lama, mereka akan datang untuk bermain lagi, yang pada akhirnya mereka akan kehilangan kontrol dalam bermain. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kecanduan Online Role Playing Game merupakan salah satu bentuk kecanduan internet yang peningkatannya sangat tinggi, kecanduan online game membuat orang-orang mengunakan internet secara berlebihan, untuk mengekspresikan diri mereka dalam cara-cara yang tidak mungkin mereka lakukan dalam kehidupan nyata dan kepuasan yang mereka dapatkan dari bentuk interaksi di dalam dunia virtual game, dan kesenangan dalam bermain karena memberi rasa kepuasan sendiri, 17

6 sehingga ada perasaan untuk mengulang lagi kegiatan yang menyenangkan ketika bermain online game. Kecanduan permainan ini dapat digolongkan dalam beberapa kategori yakni : (1) kegagalan yang berulang-ulang dalam mengontrol suatu perilaku (ketidakmampuan untuk mengontrol), (2) berlanjutnya suatu perilaku yang berulang-ulang dan menimbulkan dampak yang negatif. 3. Tingkat Kecanduan Internet Young (1996) membagi kecanduan internet dalam 3 tingkatan, yaitu : a. Mild. Pada tingkatan ini individu termasuk dalam pengguna online rata-rata. Individu menggunakan internet dalam waktu yang lama (lebih dari 4 jam/hari), tetapi individu memiliki kontrol dalam penggunaannya. b. Moderate. Pada tingkat ini individu mulai sering mengalami beberapa permasalahan dari penggunaan internet. Internet merupakan hal yang penting, namun tidak selalu menjadi yang utama dalam kehidupan. c. Severe. Pada tingkatan ini individu mengalami permasalahan yang signifikan dalam kehidupan mereka. Internet merupakan hal yang paling utama dibandingkan dengan kepentingan-kepentingan yang lain. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 tingkatan intternet addiction, yaitu mild, moderate, dan severe. 18

7 4. Dimensi Kecanduan Online Role-Playing Game Pengguna internet dapat dinyatakan kecanduan, bila pengguna memenuhi semua dimensi yang ada. Dimensi yang biasanya digunakan berasal dari perkembangan pertanyaan dari identifikasi internet addiction, dimana hal ini juga valid untuk bentuk kecanduan Online Role Playing Game (Young & Abreu, 2011). Griffiths (2005) telah mencantumkan enam dimensi untuk menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet. Dimensi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Salience (sesuatu yang penting). Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu (pre-okupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat butuh), dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial). 2. Mood modification (perubahan suasana hati). Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana terdapat perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stress) saat perilaku kecanduan itu muncul. 3. Tolerance (toleransi). Merupakan proses dimana terjadinya peningkatan jumlah penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood. Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara mencolok. Kepuasaan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti sebelumnya, maka individu secara berangsur-angsur harus meningkatkan 19

8 jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang lama. 4. Withdrawal symptoms (penarikkan diri). Merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan hal ini berpengaruh pada fisik seseorang, perasaan dan efek antara perasaan dan fisik (seperti, pusing, insomnia) atau psikologisnya (misalnya, mudah marah atau moodiness). 5. Conflict (konflik). Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol) yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet. 6. Relapse (kambuh kembali). Hal ini terjadi ketika individu kembali bermain internet, saat individu tersebut belum sembuh dari perilaku kecanduannya. Jadi ada enam dimensi kecanduan Online Role Playing Game yang dapat menyatakan pemain game mengalami kecanduan, bila pengguna memenuhi semua dimensi yang ada yaitu sesuatu yang penting, perubahan suasana hati, toleransi, penarikkan diri, konflik dam kambuh kembali. 20

9 5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecanduan Online Role-Playing Game Faktor-faktor yang mempengaruhi Online Role Playing Game (Young & Abreu, 2011) diantaranya : 1. Faktor kecanduan di tinjau dari Game a. Permainan jenis online role playing game terdiri dari beberapa bentuk kompentisi, komunikasi sosial secara online dan sistem tugas, reward, dan feedback, sehingga membuat para game aktif memainkan game tersebut. b. Game merupakan tempat dimana para pemain mungkin bisa mengurangi rasa bosannya terhadap kehidupan nyata. c. Permainan online role playing game merupakan bagian dari dimensi sosial, yang mana menghilangkan streotype rasa kesepian, kecemasan sosial bagi pemain yang kecanduan. Remaja memiliki kecenderungan yang tinggi untuk lebih menyukai virtual group, yang mana hal ini juga berhubungan dengan tingginya kecenderungan mengalami kecanduan. 2. Faktor kecanduan di tinjau dari sisi pemain Kecanduan Online Role Playing Game atau Massively Multiplayer Online Role Playing Game tidak hanya menekankan pada propertis game itu sendiri dan virtual yang nyata, tetapi lebih kepada para pemain. Faktor-faktor psikologi tersebut antara lain : a. Rendahnya self esteem dan self efficacy Fakor rendahnya self-esteem secara krusial membentuk kecanduan, hal ini ditunjukkan dari beberapa penelitian yang menunjukkan pengaruhnya 21

10 secara langsung. Perbedaan persepsi pemain terhadap dirinya, ideal self, dan karakter game. Hasilnya menunjukkan bahwa penerimaan diri yang salah dari pada karakter game, dan penerimaan karakter game yang salah pada ideal self mereka. Perbedaan ini menunjukkan peningkatan pada tingkat depresi dan tingkat self esteem pada umumnya. Pemain dengan self-esteem yang tinggi, maka rendah ketidaksesuaian antara pandangan terhadap dirinya sendiri dan karakter game, sebaliknya tingginya ketidaksesuaian menunjukkan rendahnya self-esteem pada pemain. Ideal self juga menunjukkan hal yang sama. Maksudnya pemain yang lebih depresi dan pemain yang self esteem-nya rendah akan memandang karakter game adalah yang ideal dan mungkin akan mengalami kecenderungan melakukan keputusan atau menyelesaikan masalah sesuai yang diterima di dalam game dan mengalami kecenderungan untuk bertahan di dalam game (Smahel dalam Young & Abreu, 2011). b. Lingkungan virtual di dalam online game menunjukkan rendahnya selfcontrol pemain, yang menunjukkan kesadaran pemain dalam mengekspresikan dirinya (Griffiths, 1998). Pemain role-playing game sering bermimpi mengenai game, karakter mereka dan berbagai situasi. Fantasi di dalam game dan kejadian-kejadian yang ada pada game menjadi salah satu pertimbangan bagi pemain, yang mana hal ini membawa pemain untuk melihat permainan itu kembali. Pemain menyatakan dirinya termotivasi bermain karena bermain game itu menyenangkan, memberi kesempatan untuk bereksperimen, dan lain-lain, tetapi sebenarnya tanpa 22

11 sadar mereka termotivasi, karena bermain game memberikan kesempatan mengekspresikan diri dan mengimbangi hal-hal lain yang kurang dalam hidup mereka di dunia nyata. Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa seseorang akan mengalami kecanduan tidak hanya dari bentuk permainan yang membentuk pemain merasa aman dan nyaman, tetapi juga dipengaruhi oleh pemain itu sendiri. B. Remaja dan Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1. Pengertian Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan yang ditandai dengan perubahanperubahan pada diri individu, baik secara psikologis, fisiologis, seksual dan kogntif serta adanya berbagai tuntutan dari masyarakat dan perubahan sosial yang menyertai mereka untuk menjadi dewasa yang mandiri. Masa remaja dimulai pada transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang disertai banyak perubahan baik fisik, kognitif maupun sosial (Papalia, Old, & Feldman, 2008). Menurut Monks (2001), batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia remaja terbagi atas tiga fase, yaitu remaja awal (12-15 tahun), remaja madya (15-18 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun). Pada tahap remaja awal (12-15 tahun), remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Menurut Hurlock (2004), individu yang memasuki masa remaja awal banyak mengalami perubahan-perubahan, baik itu secara fisik maupun psikologis. Remaja awal 23

12 secara psikologis banyak mengalami perubahan dalam hal nilai-nilai, sikap, dan perilaku serta cenderung dianggap belum matang dibanding dengan remaja akhir. Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa remaja awal adalah seorang individu yang berusia tahun yang mengalami perubahan fisik maupun psikologis dan cenderung dianggap belum matang. 2. Pengertian siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah individu yang sedang menjalani pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Menurut Sulaeman (1995), siswa SMP secara kronologis berusia antara tahun. Batasan usia remaja menurut Monks (2001) adalah antara tahun, dengan perincian tahun merupakan masa remaja awal, tahun merupakan masa remaja pertengahan, tahun merupakan masa remaja akhir. Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batasbatas usia remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti mengenai batasan usia remaja karena masa remaja adalah masa peralihan. Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi dalam dua periode yaitu: pertama, periode masa puber usia tahun, dalam tahap ini anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi, anak mulai bersikap kritis. mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya, memperhatikan penampilan, plin-plan, suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib. Kedua, periode remaja adolesen usia tahun, dalam tahap ini perhatian anak tertutup pada hal-hal realistis, mulai menyadari akan realitas, 24

13 sikapnya mulai jelas tentang hidup, dan mulai nampak bakat dan minatnya (Putri & Hadi, 2005). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa siswa SMP berada pada tahap perkembangan remaja awal yang berusia tahun. 3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (dalam Mubin dan Cahyadi, 2006), adalah sebagai berikut: a. Menjalin hubungan-hubungan baru dengan teman-teman sebaya, baik sesama jenis maupun lain jenis kelamin. b. Menerima keadaan fisiknya, dan menerima peranannya sebagai pria atau wanita. c. Menginginkan dapat berperilaku yang diterima oleh sosial. d. Mengakui tata nilai dan sistem etika yang membimbing segala tindakan dan pandangan. C. Modifikasi Perilaku Modifikasi perilaku adalah aplikasi yang sistematis dari teknik dan prinsipprinsip belajar untuk memperbaiki perilaku manusia dengan mengurangi yang tidak diinginkan dan meningkatkan perilaku yang diinginkan (Martin & Pear, 2003). Karakteristik terpenting dalam modifikasi perilaku adalah penggunaan data untuk menentukan apakah perilaku individu telah mengalami peningkatan atau tidak melalui program modifikasi perilaku. Data-data yang diperlukan diperoleh melalui prosedur pengukuran perilaku. Perilaku yang hendak ditingkatkan atau 25

14 dikurangi melalui program modifikasi perilaku disebut target perilaku (Martin & Pear, 2003). Martin dan Pear (2003) mengungkapkan bahwa keberhasilan program modifikasi perilaku secara khusus melibatkan empat tahapan selama target perilaku diidentifikasi, didefenisikan dan dicatat, yaitu : 1. Tahap screening, yaitu tahap pengambilan data yang bertujuan memperjelas permasalahan yang ada dan menentukan siapa yang berwenang untuk menangani. 2. Tahap baseline, yaitu tahap pengukuran sebelum memulai program. Pada tahap ini, dilakukan pengukuran terhadap target perilaku untuk menentukan prioritas dari program yang akan dijalankan dan menganalisis lingkungan individu saat ini untuk mengidentifikasi hal-hal yang dapat dikendalikan dari perilaku yang ada untuk dapat diubah. Pengambilan baseline dapat dilakukan selama beberapa hari sampai mendapatkan hasil yang konsisten. 3. Tahap pelaksanaan, yang membutuhkan observasi secara berulang dan pemantauan terhadap perilaku yang dituju selama pelaksanaan program. 4. Tahap tindak lanjut, yaitu tahap untuk menentukan perubahan yang telah dicapai selama pelaksanaan program yang dapat bertahan setelah progam dianggap selesai. Metode modifikasi perilaku yang akan digunakan oleh peneliti adalah self control strategies untuk menurunkan tingkat kecanduan online role playing game. 26

15 D. Self-Control Strategies 1. Pengertian Self-Control Strategies Martin & Pear (2003) menyatakan self-control strategis adalah salah satu teknik dari modifikasi perilaku yang berdasarkan teori Skinner. Teori yang melakukan identifikasi terhadap antecedent stimulus, a behavior, dan juga consequence. Pola ini bertujuan untuk membantu terapis dalam menganalisa masalah perilaku yang tidak dapat dikontrol oleh individu dan juga membantu terapis dan klien untuk menemukan teknik yang tepat dalam mengontrol masalah perilaku tersebut. Pengertian ini sejalan dengan Miltermberger (2004) yang menghubungkan adanya keterkaitan yang sama antara stimulus control dengan self-control strategies. Prinsip dasar dalam stimulus control ini didasarkan pada perilaku yang tampak berada pada kekuatan stimulus control sehingga menjelaskan bahwa peningkatan perilaku dipengaruhi oleh stimulus control yanag diikuti oleh hadirnya antecedent stimulus. Kazdin (2001) mengatakan bahwa secara umum defenisi dari self control lebih kepada perilaku yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai hasil dari self-selected. Kebanyakan orang menggunakan pertahanan kontrol untuk perilaku mereka setiap hari, seperti menseleksi cara berperilaku, menghindari abstinence yang berlebihan, dan taat pada berbagai macam latihan sebagai harapan perubahan kesehatan yang lebih baik. Pada pengontrolan perilaku, kebanyakan orang menggunakan berbagai teknik untuk mengontrol perilaku lainnya, dan setelah itu merubah kondisi antecedent dan consequence. 27

16 Didalam modifikasi perilaku teknik self control adalah intervensi yang mana individu sebagai bagian aktif didalam administrasi atau pelaksanaan intervensi perubahan perilaku. Self control selalu mengatur perilaku yang memiliki masalah dalam konsekuensi, konsekuensi yang positif akan diperkuat dan konsekuensi yang negatif akan diperlambat. Didalam konteks intervensi perilaku, prosedur self control mengutamakan perilaku yang memiliki konsekuensi positif untuk terus dipertahankan dan memperlambat konsekuensi yang tidak diinginkan (Kazdin, 2001). Harlock (1999) menyatakan kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Kazdin (2001) menambahkan bahwa kontrol diri diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi kemampuannya yang terbatas dan membantu mengatasi berbagai hal merugikan yang dimungkinkan berasal dari luar. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa self control strategies adalah strategi yang diawali dengan mengidentifikasi antecedent stimulus, a behavior, dan juga consequence. Hal ini bertujuan untuk membantu individu mengontrol perilaku mereka setiap hari seperti menseleksi cara berperilaku, menghindari abstinence yang berlebihan dan taat pada berbagai macam latihan sebagai harapan perubahan kesehatan yang lebih baik. 28

17 2. Prosedur dalam Self-Control Strategies Martin & Pear (2003) menggunakan modifikasi perilaku sebagai salah satu intervensi dalam penanganan masalah self-control. Penangan tersebut dengan melakukan pemberian reinforcement yang bertujuan untuk mengurangi perilaku mengkonsumsi zat berbahaya. Beberapa prosedur yang harus dilakukan adalah : a. Specify the problem and set goals Pada tahap ini, seorang terapis harus mengetahui perilaku apa yang harus dirubah, dan kemudian memikirkan bagaimana caranya strategi yang akan kita rancang mampu dan berhasil dalam melakukan perubahan dalam penanganan masalah perilaku klien. Untuk itu terapis harus mengetahui masalah yang spesifik dari keluhan klien dan merancang suatu strategi yang tepat untuk mencapai keberhasilan. b. Make a commitment to change Perri & Richards (1997) mengatakan bahwa komitmen yang terdapat pada klien untuk berkeinginan merubah perilaku yang tidak menguntungkan tersebut adalah suatu tolak ukur untuk melihat apakah klien siap melakukan strategi yang akan dilaksanakan. Hal ini menjelaskan komitmen sangat penting terhadap keberhasilan modifikasi perilaku. c. Take data and Analyze causes Tahapan selanjutnya adalah menganalisa data yang ada dan menempatkan hasil analisa tersebut sebagai masalah perilaku klien. Selanjutnya terapis mencari tahu kenapa, dimana, dan berapa sering perilaku tersebut terjadi, sehingga terapis 29

18 dapat mengetahui sejumlah teknik yang akan dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dalam mengintervensi perilaku bermasalah. d. Design and implement a program Pada tahap ini dengan mengidentifikasi dan menjelaskan gambaran perilaku bermasalah dalam pola antecedent stimulus, a behavior, dan consequence maka terapis dapat melakukan teknik self-control terhadap perilaku pola yang ada. 1. Manage the Antecedents, setelah dilakukan identifikasi pada perilaku ini maka terapis dapat melakukan kontrol terhadap perilaku yang ada seperti dengan strategi instruction, modeling, guidance, our immediate surrounding, other people, the time of day, dan motivating operation. 2. Manage the Behavior, setelah dilakukan identifikasi pada perilaku ini, kemudian terapis meminta klien untuk berjanji dan berkomitmen bahwa ia akan lebih fokus melakukan perubahan pada perilakunya seperti perubahan yang ia lakukan dari perilaku antecedent dan consequency. Apabila klien mampu melakukan beberapa cara (complex skill), maka hal ini akan membantu klien melakukan strategi dan variasi yang tepat dalam perubahan perilaku yang ia lakukan. 3. Manage the Consequence, setelah dilakukan identifikasi pada perilaku ini maka terapis membantu klien untuk melakukan strategi dalam memanipulasi keadaan. Manipulasi yang dilakukan bertujuan sebagai penguat dalam perilaku yang tidak menyenangkan pada situasi yang ada. 30

19 e. Prevent Relapse and Make Your Gains Last Pada tahap ini, dalam rangka mencegah terjadinya relapse pada klien maka terapis membantu klien untuk merancang progres-progres yang tepat dalam program self-control selanjutnya. Program yang akan dirancang harus disesuiakan dengan situasi, perilaku dan konsekuen yang ada. Prosedur di atas sejalan dengan prosedur yang dilakukan oleh Spiegler dan Guevremont (2003). Penelitian ini mengarahkan pada seberapa besar efektivitas metode behavioral assessment dalam pelaksanaanya. Beberapa tahapan dalam pelaksanaan behavioral assessment adalah interview, direct self-report inventory, self-recording, rating scale/checklist, naturalistic observation, stimulus observation, role-playing, psysiological measurement. Sementara itu untuk mendapatkan informasi mengenai masalah klien, peneliti melaksanakan beberapa prosedur dalam penelitian ini diantaranya. a. Malakukan klasifikasi terhadap masalah b. Merancang sebuah program c. Menyeleksi dan menemukan target bahvior yang tepat d. Mengidentifikasi dan mempertahankan kondisi dari target behavior e. Mendisain rancangan treatment f. Memonitor perancangan klien Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tahapan dalam self-control strategies terdiri dari lima tahapan, diantaranya mengiedentifikasi masalah, merancang program pencapaian treatment, menemukan target perilaku yang akan ditreatment, membuat sebuah komitmen perubahan, mendisain 31

20 rancangan treatment, memonitor rancangan treatment, dan membuat treatment baru untuk melakukan pencegahan apabila klien kembali relapse. 2. Tujuan Self-Control Strategies Strategi mengontrol diri dapat digunakan dalam mengatasi berbagai masalah misalnya kecanduan (seperti narkoba dan alkohol), pekerjaan (seperti kebiasaan belajar, produktifitas kerja) dan psikologis (seperti kecemasan, depresi dan kemarahan yang berlebihan). Tujuan self-control startegies adalah mengurangi penurunan perilaku dalam diri individu. Penurunan perilaku terjadi ketika seorang individu tidak terlibat dalam perilaku positif yang diinginkannya. Hal ini akan berdampak pada individu di masa depan. Sebagai contoh, seorang pelajar yang jarang mengikuti pelajaran kemungkinan mereka tidak akan lulus (Martin & Pear, 2003). D. Modifikasi Perilaku Dengan Self-Control Strategies Untuk Menurunkan Tingkat Kecanduan Online Role Playing Game Kecanduan online game adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengontrol tindakannya dalam memainkan online game yang mempengaruhi prsetasi belajar khususnya pada siswa (dalam Theresia, 2012). Pola perilaku akademis dapat dilihat dari bagaimana mereka melibatkan kegiatan akademis dan indeks prestasi kumulatif yang mereka miliki. Biasanya seseorang yang telah kecanduan tidak menyadari bahwa dirinya adalah seseorang pecandu online game. Kecanduan internet sebagaimana kecanduan obat-obatan, alkohol, dan judi akan 32

21 mengakibatkan kegagalan akademis (Young, 1996). Kegagalan akademis akan mempengaruhi prestasi akdemis siswa. Siswa yang berprestasi akan menggunakan internet dengan sehat dan wajar sehingga tidak melalaikan kegiatan-kegiatannya. Penelitian dari Suverantam (2011) menunjukkan ada pengaruh kecanduan online game dengan prestasi akademik siswa. Semakin tinggi kecanduan individu bermain online game maka semakin rendah prestasi yang didapatkannya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kecanduan dalam bermain online game maka semakin tinggi prestasi akademiknya. Seorang pakar psikolog Amerika David Greenfield (dalam Theresia, 2012), menemukan sekitar 6% dari penguna internet khususnya pelajar dan mahasiswa mengalami kecanduan. Para pelajar tersebut memiliki gejala yang hampir sama dengan kecanduan obat bius yakni lupa waktu dalam berinternet. Kebanyakan para pelajar yang kecanduan internet ini dikarenakan mereka menemukan kepuasan di internet, yang tidak mereka dapatkan di dunia nyata. Kebanyakan mereka terperangkap pada aktivitas negatif seperti online game. Kecanduan online game mengakibatkan persoalan dalam prestasi akademis pelajar dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa akan mengalami penurunan motivasi dalam belajar sehingga mereka akan melalaikan tugas-tugas belajar maupun kuliahnya. Pelajar dan mahasiswa juga akan bolos sekolah dan kuliah karena waktunya tersita untuk bermain online game. 33

22 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Jacobs & Watkins (2008) juga menemukan adanya pengaruh bermain game terhadap prestasi akdemik. Prestasi akademik sangat penting bagi keberhasilan pelajar dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa yang kecanduan online game perlu diidentifikasi agar tidak berlanjut dan memberikan dampak yang negatif untuk selanjutnya. Berdasarkan penelitian Chao dan Ting (dalam Young dan Abreu, 2011) beberapa faktor yang membuat individu atau pemain game kecanduan Online Role Playing Game, selain dari intensitas bermain game tersebut, juga ada hubungannya dengan sifat dari karakteristik permainan Online Role Playing Game, antara lain bentuk sosial komunikasi online-nya, dan sistem tugas yang persistent (tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu ikut bermain), reward, serta feedback (faktor role-playing). Pada saat bermain, pemain secara penuh hanya berfokus pada permainan dan mengabaikan hal lainnya. Selama bermain, individu dapat mengabaikan sensasi-sensasi yang muncul seperti, rasa sakit, lelah, lapar, dan haus (pemain dapat terus bermain secara sadar sampai 8 jam). Individu yang kecanduan online role playing game akan mendapatkan permasalahan di dalam kehidupannya sehari-hari. Pemain game tetap bermain walaupun mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan (sekolah), atau psikologis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan atau diperburuk oleh permainan game tersebut. Dimana masalah tersebut berupa permasalahan akademik, yang ditandai dengan menurunnya prestasi akademis akibat sering menghabiskan waktu di internet, hubungan dengan teman, keluarga 34

23 menjadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang (Young & Abreu, 2011). Yee (2002) juga berpendapat bahwa akibat buruk kecanduan online game ini dapat dilihat lebih jelas jika kebiasaan bermain mereka ini dikaitkan dengan masalah dalam kehidupan nyata sehari-hari seperti masalah akademis, masalah kesehatan, masalah keuangan dan masalah relasi. Masalah akademis ditunjukkan dalam penelitian Griffiths (1995), bahwa remaja usia 12 sampai 24 tahun lebih cenderung mengorbankan pendidikan maupun pekerjaan mereka untuk bermain online game. Pengaruh negatif pada fungsi fisik dan mental yang diakibatkan penggunaan game berlebihan antara lain menurunnya kondisi indra penglihatan dan berat badan yang menurun serta menghasilkan kebingungan antara kenyataan dan ilusi, juga relasi yang kurang dewasa dengan sebayanya (Chen & Chang, 2008). Berkaitan dengan faktor internal, Vedder (2009), seorang ahli computer gaming addiction menyatakan bahwa dalam banyak aspek, video games pada zaman sekarang jauh lebih membuat kecanduan. Permainan didesain untuk membuat pemainnya tetap menatap layar lebih lama lagi (stickiness factor). Pembuat game berlomba-lomba menciptakan suatu game yang penggunaannya ketagihan sehingga menjamin keloyalan pemain game tersebut. Lebih jauh lagi, Griffiths (1995) menekankan bahwa aspek kompetitif dan kooperatif pada online game membuatnya lebih membuat para pemain menjadi kecanduan. 35

24 Kecanduan bermain online game pada remaja dapat dilihat dari beberapa gejala yang muncul. Pertama, remaja bermain online game seharian, dan sering bermain dalam jangka waktu lama (lebih dari tiga jam). Biasanya dalam waktu satu minggu remaja bisa menghabiskan waktu sekitar 30 jam. Kedua, remaja bermain online game untuk kesenangan, cenderung seperti tidak kenal lelah dan mudah tersinggung saat dilarang. Remaja yang kecanduan tidak pernah menghiraukan larangan orang tua atau orang lain untuk mengurangi intensitas bermain internet online game, dan remaja cenderung berontak apabila dilarang untuk bermain. Ketiga, mengorbankan kegiatan sosial, dan tidak mau mengerjakan aktivitas lain. Para gamers bisa menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk bermain game dan tidak menghiraukan aktivitas lain yang penting baginya, seperti makan, minum, berinteraksi dengan teman sebaya atau belajar. Keempat, ingin mengurangi ketergantungannya tapi tidak bisa. Seorang remaja yang kecanduan bisa menghabiskan waktu sehari semalam berada di warnet untuk bermain online game. Kecanduan yang berlebihan terhadap online game akan menyebabkan remaja menjadi sangat cemas jika tidak bermain (Griffiths, 1995). Gunadi (2004), menyatakan bahwa banyak nilai positif dari online game asalkan penggunaannya tahu bagaimana mengatur dan memanfaatkannya. Permasalahan kebiasaan bermain online game disebabkan karena kontrol diri yang kurang terhadap tingkah laku individu (Griffiths 2005). Mark, Murray, Evans, & Willig (2004) juga menyatakan bahwa salah satu penyebab individu mengalami kecanduan disebabkan adanya kegagalan dalam melakukan kontrol terhadap 36

25 perilaku. Pada individu yang mengalami kecanduan, individu mengalami kurangnya kontrol diri sehingga mengabaikan kehidupan sosial maupun kewajiban-kewajiban lainnya. Hal ini sejalan dengan Young (1996) yang menyatakan bahwa penggunaan internet yang berlebihan dihubungkan dengan kerusakan yang signifikan terhadap bidang sosial, psikologis dan sekolah atau pekerjaannya. Melihat perilaku yang tampak pada siswa yang kecanduan online game, para ahli behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari dan dipengaruhi oleh lingkungan (Young, 2009). Adanya reinforcement dari lingkungan menyebabkan sebuah perilaku tersebut menjadi menetap, karena itu dapat diubah dengan mengganti situasi positif yang direkayasa sehingga perilaku berubah menjadi positif. Dalam pendekatan behavioral terdapat teknik modifikasi perilaku yang dapat memperbaiki suatu perilaku (Martin & Pear, 2003). Salah satu teknik modifikasi perilaku tersebut yaitu metode kontol diri (self-control). Hal ini dilakukan untuk mengurangi perilaku kecanduan online game pada klien mengingat prosedur terapi tingkah laku berakar pada perilaku yang tampak (Kazdin, 2001). Metode ini berfokus pada perilaku saat ini dan sekarang sehingga terapi ini tidak melihat pada pengalaman masa lalu klien. Selain itu dalam menganalisis permasalahan perilaku terdapat beberapa cara untuk melihat permasalahannya yaitu intensitas, frekuensi dam durasi dari perilaku tersebut sehingga dari perilaku yang tampak orang lain bisa mengetahui bahwa hal tersebut berlebihan atau tidak. 37

26 Menurut Fox & Calkins (2003) kontrol diri merupakan kapasitas dalam self, yang dapat digunakan untuk mengontrol variabel-variabel luar yang menentukan tingkahlaku. Sedangkan metode kontrol diri disini merupakan suatu usaha atau prosedur yang akan dijalankan untuk mengarahkan dan mengontrol perilaku. Dimana nantinya subjek akan terlibat dalam beberapa atau keseluruhan prosedur treatment untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Baumeister, Kathleen & Tice, 2007). Martin & Pear (2003) juga mengatakan bahwa banyak masalah yang dapat diatasi dengan strategi self-control, dimana masalah-masalah tersebut bersumber di dalam diri sendiri. Selain itu, menurut Cormier dan Cormier (1991), salah satu cara mengatasi kecanduan online game yaitu dengan pendisiplinan waktu mengurangi kecanduan online game pada tahap yang dirasa yakin benar tidak akan mengganggu waktu untuk hal yang lain. Hal ini berhubungan dengan perilaku yang harus diubah agar kecanduan online game dapat diatasi. Alternatif bantuan yang tepat untuk mengatasi permasalahan kecanduan online game yaitu dengan menggunakan strategi kontrol diri (self control strategies). Dengan self control strategies anak akan mampu membantu mengurangi perilaku kecanduan bermain online role playing game, sehingga dapat mengurangi tingkat kecanduan dan durasi individu dalam bermain online role playing game serta dampak negatif dari kecanduan bermain online role playing game khususnya di bidang pendidikan. Dalam pelaksanaannya, ada beberapa tahap untuk melaksanakan perlakuan kontrol diri (Martin & Pear, 2003) agar proses kontrol diri dapat berlangsung dengan baik dan sesuai rencana 38

27 yaitu: (a) menetapkan masalah dan tujuan yaitu meminta subjek untuk menuliskan tujuan dan membuat daftar perilaku spesifik yang dapat membantu subjek mencapai tujuan yaitu mengurangi durasi bermain online game per hari; (b) membuat komitmen untuk berubah, yaitu dengan meminta subjek membuat daftar keuntungan apa saja yang diperoleh apabila kebiasaan bermain online game-nya dikurangi. Kemudian meminta subjek untuk menempelkan daftar tersebut di tempat-tempat yang mudah terlihat. Langkah selanjutnya membuat komitmen dengan orang-orang di sekitar yaitu dengan memberitahukan program perlakuan yang akan dilakukan kepada orang-orang terdekat subjek seperti keluarga atau teman. Banyaknya jumlah orang yang mengingatkan individu dapat meningkatkan keberhasilan program yang akan dijalankan; (c) mengambil data dan menganalisis penyebab, yaitu mengambil data yang akurat dari perilaku yang bermasalah. Subjek diminta mencatat (tally) kapan, dimana, dan seberapa sering keinginan bermain muncul, dan kemudian bersamasama dengan peneliti menganalisis penyebab perilaku kecanduan online game subjek; (d) membuat desain dan mengimplementasikan program, terutama program yang harus diutamakan adalah situasi yang pasti, memiliki perilaku yang pasti dan tentunya adalah adanya suatu konsekuensi atau akibat dari perilaku tersebut. Desain yang digunakan untuk mengurangi kebiasaan bermain online game yaitu mangatur situasi atau stimulus dengan menggunakan instruksi diri, mangatur perilaku dengan menuliskan durasi bermain online game yang ingin dikurangi, mangatur konsekuensi dengan menghindari penguat tertentu yang justru memicu munculnya keinginan untuk bermain online game; dan (e) mencegah kegagalan. Kegagalan berarti kembalinya perilaku lama yang tidak diharapkan dan biasanya perilaku tersebut hampir sama atau tidak jauh berbeda dengan perilaku sebelum kita melakukan program. Subjek diminta untuk 39

28 membuat kontrak perilaku (behavior contract), yaitu menuliskan langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah situasi atau kondisi yang dapat mengakibatkan keinginan untuk bermain online game muncul kembali. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam melaksanakan kontrol diri, diantaranya dengan mengubah atau mengganti lingkungan yang memungkinkan munculnya perilaku target, memanfaatkan perangkat fisik, atau menggunakan cara-cara yang unik/praktis, untuk menghindari munculnya perilaku yang ingin dihilangkan (Feist & Feist, 2006). Penggunaan kontrol diri dalam penelitian ini didasarkan atas kelebihan yang dimiliki teknik ini dalam proses terapi (Soekadji, 1983). Penggunaan teknik kontrol diri dapat digunakan untuk mengatasi masalahmasalah yang bersumber di dalam diri sendiri, misalnya untuk mengurangi perilaku berlebih diantaranya merokok atau perilaku yang perlu ditingkatkan lainnya, seperti perilaku berolahraga, dan belajar (Baumeister, Muraven, Tice, 1998; Baumeister, Kathleen, & Tice, 2007; Marlatt & George, 1984; Martin & Pear, 2003; Wills & Stoolmiller, 2002). Penguatan yang terjadi secara terus menerus dan berulang terhadap sebuah perilaku akan menimbulkan kepuasan bagi individu, untuk itu perlu dilakukan modifikasi perilaku dengan teknik kontrol diri (Alwisol, 2006). Begitu juga yang terjadi pada perilaku kecanduan online game. Sebagaimana gangguan 40

29 ketergantungan lainnya, kecanduan pada online game dapat diatasi, mereka perlu belajar mengubah tingkah lakunya dengan mengontrol diri (Triharim, 2013). Secara singkat, dinamika landasan teori tersebut dapat digambarkan dalam rangkaian tersebut di bawah ini. Prestasi akdemis siswa dipengaruhi oleh online game Siswa yang berprestasi akan menggunakan internet dengan sehat dan wajar sehingga tidak melalaikan kegiatan-kegiatannya Siswa yang prestasinya menurun Semakin tinggi kecanduan individu bermain online game maka semakin rendah prestasi yang didapatkannya. kecanduan online game Konsekuensi fisik Konsekuensi psikologis / sekolah dan pekerjaan Konsekuensi sosial Gambar 2.1. Kerangka teoritis penelitian Keterangan : : menyebabkan : aspek tidak diteliti E. Hipotesis :: : aspek diteliti Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: efektifitas modifikasi perilaku dengan self control strategy untuk menurunkan tingkat kecanduan online role playing game. Bermain secara terus menerus sehingga menimbulkan perilaku bermain yang berlebihan dan melupakan kewajiban sehari-hari 41

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 22 BAB II LANDASAN TEORI A. Keterampilan Sosial 1. Definisi Keterampilan Sosial Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam kesehariannya belajar diharapkan untuk dapat mencurahkan perhatiannya pada kegiatan akademik

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Sosial 1. Pengertian kompetensi sosial Waters dan Sroufe (Gullotta dkk, 1990) menyatakan bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 100 BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi menyangkut normalitas dan linieritas. Uji asumsi ini dilakukan untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ONLINE GAME 2.1.1 Definisi Online Game Online game adalah permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh internet

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam bab ini terdiri dari pembahasan mengenai teori bermain, teori online game yang terdiri dari definisi online game dan jenis jenis online game. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control)

BAB II LANDASAN TEORI. Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) BAB II LANDASAN TEORI A. KONTROL DIRI 1. Definisi Kontrol Diri Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam berkomunikasi. Internet menyuguhkan fasilitas dalam berkomunikasi dan hiburan. Penggunanya tidak hanya para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecanduan Game Online. mengalami efek psikis, dan kadang-kadang untuk menghindari ketidaknyamanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecanduan Game Online. mengalami efek psikis, dan kadang-kadang untuk menghindari ketidaknyamanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecanduan Game Online 1. Pengertian Kecanduan Game Online Kecanduan atau addiction adalah suatu keadaan interaksi antara psikis terkadang juga fisik dari organisme hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan individu sosial yang dalam kesehariannya tidak pernah lepas dari individu lain, dimana individu tersebut harus mampu berinteraksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data untuk kepentingan tugas, untuk akses jual-beli yang saat ini disebut

BAB I PENDAHULUAN. data untuk kepentingan tugas, untuk akses jual-beli yang saat ini disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perkembangan teknologi di era globalisasi menyebabkan munculnya beberapa teknologi baru yang mutakhir. Salah satunya adalah dengan kemunculan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep remaja 1. Pengertian Batasan remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana secara fisik individu berkembang dari saat pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah berhenti menghasilkan produk-produk teknologi yang tidak terhitung jumlahnya. Produk teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal abad ke-21, istilah internet sudah dikenal berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, terlepas dari usia, tingkat pendidikan, dan status sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai macam metode pengajaran. Dalam Undangundang. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai macam metode pengajaran. Dalam Undangundang. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan merupakan sebuah proses memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang tepat melalui berbagai macam metode pengajaran. Dalam Undangundang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Subyek Gambaran umum subyek penelitian ini diperoleh dari data yang diberikan dan diisi oleh subyek yaitu usia, jenis kelamin, lama menjadi gamer, pekerjaan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode, lokasi dan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari permainan (game). Manusia

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari permainan (game). Manusia BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari permainan (game). Manusia selalu bermain mulai dari kanak-kanak sampai dewasa bahkan hingga menjadi tua. Tujuan dasar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mental Emosional 2.1.1 Definisi Mental Emosional Mental adalah pikiran dan jiwa, sedangkan emosi adalah suatu ekspresi perasaan, atau dapat juga diartikan sebagai sebuah afek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu pasar teknologi yang paling menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan pengguna Internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak ke masa dewasa, yang berlangsung antara usia tahun

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak ke masa dewasa, yang berlangsung antara usia tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja didefinisikan sebagai periode transisi perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang berlangsung antara usia 10-19 tahun (Santrock dalam Tarwoto dkk,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permainan melalui jaringan internet ini disebut game online. Game online

BAB I PENDAHULUAN. Permainan melalui jaringan internet ini disebut game online. Game online BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permainan (games) tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Permainan banyak diminati oleh berbagai kalangan, baik anak-anak maupun orang dewasa. Seiring

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaangodaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaangodaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi self-control Self-control di definisikan sebagai kemampuan individu untuk menahan diri atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaangodaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepribadian 2.1.1.1 Definisi Kepribadian Kepribadian berasal dari kata Latin yaitu persona yang berarti sebuah topeng yang biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama yang tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran di Fakultas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama yang tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran di Fakultas 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Fakultas Kedokteran menuntut mahasiswa/i untuk selalu belajar keras di setiap waktu karena pelajaran yang diwajibkan di Fakultas Kedokteran sangat berat. Ini menghadirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mengungkapkan, pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencapai 88,1 juta orang dari total penduduk Indonesia. Dari

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Secara umum, tingkat kebiasaan bermain online game anak kelas 5 SD Percontohan UPI Cibiru termasuk dalam kategori kadang-kadang. Kategori kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama dekade terakhir internet telah menjelma menjadi salah satu kebutuhan penting bagi sebagian besar individu. Internet adalah sebuah teknologi baru yang berdampak

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang praktis dan berguna bagi setiap lapisan masyarakat. Melalui internet

BAB I PENDAHULUAN. yang praktis dan berguna bagi setiap lapisan masyarakat. Melalui internet BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini sangatlah pesat. Salah satu produk teknologi yang sangat banyak digunakan adalah internet. Internet menjadi media yang praktis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu dihadapkan pada pemikiran-pemikiran tentang seberapa besar pencapaian yang akan diraih selama

Lebih terperinci

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN Dalam bab ini berisikan kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai temuan fakta di lapangan, dan saran yang diberikan sehubungan dengan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok di Indonesia sangat memprihatinkan. Gencarnya promosi rokok banyak menarik perhatian masyarakat. Namun bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok masih

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Tujuan mini riset online ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-esteem dan self-control

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja sejak dahulu dianggap sebagai masa pertumbuhan yang sulit, dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun orang tua. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zaman sudah semakin berkembang, ditandai dengan era teknologi saat ini. Dapat

BAB I PENDAHULUAN. Zaman sudah semakin berkembang, ditandai dengan era teknologi saat ini. Dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sudah semakin berkembang, ditandai dengan era teknologi saat ini. Dapat dilihat sekarang ini, betapa besar pengaruh dari gadget, internet, dan teknologi lainnya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan teknologi sekarang, banyak perusahan-perusahan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan teknologi sekarang, banyak perusahan-perusahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pesatnya kemajuan teknologi sekarang, banyak perusahan-perusahan menawarkan solusi dalam memberikan hiburan kepada masyarakat. Kita menggunakan banyak perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan sebagai sebuah genre atau jenis permainan, sebuah mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan sebagai sebuah genre atau jenis permainan, sebuah mekanisme BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Game online adalah jenis permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain yang dihubungkan dengan jaringan internet. Menurut Adams dan Rollings (2006), game

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan internet saat ini semakin pesat dan menarik pengguna dari berbagai kalangan masyarakat terutama mahasiswa. Pengguna internet di Indonesia telah mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecanduan Game Online 1. Pengertian DiClemente (2003) berpendapat bahwa secara tradisional, istilah kecanduan digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku merusak diri yang melibatkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ketika menjalani rutinitas tersebut, manusia memiliki titik jenuh,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan sekolah dibuat agar siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan tuntutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal. Pendidikan berlaku untuk semua anak, tanpa memandang jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ProkrastinasiAkademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare, dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju, dan crastinus yang berarti besok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet merupakan kebutuhan dan bagian dari kehidupan sehari-hari saat ini, baik itu digunakan untuk media komunikasi, mencari berbagai informasi, melakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Steel (2007) mengemukakan prokrastinasi sebagai suatu perilaku menunda dengan sengaja melakukan kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan dengan orang lain di beda tempat (Dyah, 2009). Remaja

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan dengan orang lain di beda tempat (Dyah, 2009). Remaja BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang lebih dari jutaan manusia di seluruh Indonesia telah menggunakan internet. Terutama bagi remaja, internet menjadi suatu kegemaran tersendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah. berhenti menghasilkan produk produk teknologi yang tidak terhitung

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah. berhenti menghasilkan produk produk teknologi yang tidak terhitung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah berhenti menghasilkan produk produk teknologi yang tidak terhitung jumlahnya. Produk teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal/early adolescence usia tahun, remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. awal/early adolescence usia tahun, remaja menengah/middle BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi bangsa di masa mendatang. Remaja merupakan mereka yang berusia 10-20 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai cara yang dilakukan individu untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan tertentu tidaklah sama, begitu pun dengan cara dan kapasitas anak jika

Lebih terperinci

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga

BAB II LANDASAN TEORI. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga BAB II LANDASAN TEORI II.A. MAKNA HIDUP II.A.1. Definisi Makna Hidup Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang sehingga mendorong diperolehnya temuan-temuan baru

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang sehingga mendorong diperolehnya temuan-temuan baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat ternyata membawa perubahan dalam segala lapisan masyarakat. Kreativitas manusia semakin berkembang sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

Teknik lainnya dalam modifikasi perilaku

Teknik lainnya dalam modifikasi perilaku Modul ke: 12 Rizka Fakultas Psikologi Teknik lainnya dalam modifikasi perilaku Restrukturisasi kognisi, relaksasi, dan desensitisasi Putri Utami, M.Psi Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Restukturisasi

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan juga menjadi hak setiap individu tanpa terkecuali seperti dijelaskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang belajar atau mengikuti pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dampak perkembangan teknologi di antaranya adalah perkembangan jaringan

I. PENDAHULUAN. Dampak perkembangan teknologi di antaranya adalah perkembangan jaringan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dampak perkembangan teknologi di antaranya adalah perkembangan jaringan internet, dengan adanya perkembangan internet berkembanglah teknologi salah satunya adalah

Lebih terperinci