BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 22 BAB II LANDASAN TEORI A. Keterampilan Sosial 1. Definisi Keterampilan Sosial Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang (Merrel, 2008). Selanjutnya menurut Hargie, Saunders, & Dickson, ketarampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, serta dapat menjalin hubungan yang baik (bersosialisasi) dengan orang lain, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain ataupun kehilangan pengakuan sosial (dalam Gimpel & Marrell, 1998). Combs & Slaby (dalam dalam Gimpel & Merrell, 1998) mengemukakan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara yang khusus yang dapat diterima secara sosial maupun nilai-nilai dan disaat yang sama berguna bagi dirinya dan orang lain. Keterampilan sosial adalah kemampuan kompleks yang dimiliki seseorang, dimana orang tersebut mampu untuk membedakan perilaku positif atau negatif, dan tidak akan melakukan perilaku yang nantinya akan mendapat hukuman ataupun yang tidak disukai oleh lingkungan (Libet dan Lewinson, dalam dalam Gimpel & Merrell, 1998).

2 23 Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa sejak individu lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur paling dekat dengan anak maupun belajar dengan teman sebaya dan lingkungan masyarakat (Erickson & Freud, dalam Cartledge & Millburn, 1995). Menurut Matson (dalam Gimpel & Merrell, 1998) keterampilan sosial baik secara langsung maupun tidak membantu remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat dalam norma-norma yang berlaku di sekelilingnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mampu berinteraksi dengan orang lain yang menunjukkan perilaku positif sesuai dengan konteks sosial dan menjauhi perilaku yang tidak disukai oleh lingkungan dan mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang serta bersifat dipelajari bukan bawaan lahir. 2. Dimensi Keterampilan Sosial Caldarella & Merrell (1997) mengemukakan 5 (lima) dimensi paling umum yang terdapat dalam keterampilan sosial, yaitu : 1. Hubungan dengan teman sebaya (Peer relations) ditunjukkan melalui perilaku yang positif terhadap teman sebaya seperti memuji atau menasehati orang lain, menawarkan bantuan kepada orang lain, dan mengajak bermain atau mau berinteraksi dengan teman sebaya. 2. Manajemen diri (Self-management) merefleksikan remaja yang memiliki emosional yang baik, yang mampu untuk mengontrol emosinya, mengikuti peraturan dan batasan-batasan yang ada, mau berkompromi, dan dapat menerima kritikan dengan baik. 3. Kemampuan akademis (Academic) ditunjukkan melalui perilaku yang mandiri dan produktif, seperti pemenuhan tugas secara mandiri, menyelesaikan tugas individual, dan mengikuti arahan guru dengan baik.

3 24 4. Kepatuhan (Compliance) menunjukkan remaja yang dapat mengikuti peraturan dan harapan, menggunakan waktu dengan baik, dan saling berbagi. Intinya, dimensi ini dimana seseorang dapat memenuhi permintaan dari orang lain. 5. Perilaku assertif (Assertion), seseorang yang memiliki aspek ini cenderung disebut orang yang terbuka kepada orang lain, serta memiliki keterampilan dalam percakapan, berani mengakui kesalahan, dan berani mengajak orang lain berinteraksi dalam segala situasi. Jadi ada lima dimensi keterampilan sosial yang sebaiknya dimiliki oleh remaja, yaitu dimensi teman sebaya, manajemen diri, kemampuan akademis, kepatuhan, dan perilaku asertif. 3. Arti Penting Keterampilan Sosial Johnson dan Johnson (1999) mengemukakan enam hasil penting dari memiliki keterampilan sosial, yaitu : 1. Perkembangan kepribadian dan identitas Hasil pertama adalah perkembangan kepribadian dan identitas karena kebanyakan dari identitas masyarakat dibentuk dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai hasil berinteraksi dengan orang lain, individu mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri. Individu yang rendah dalam keterampilan interpersonalnya dapat mengubah hubungan dengan orang lain dan cenderung untuk mengembangkan pandangan yang tidak akurat dan tidak tepat tentang dirinya. 2. Mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir. Keterampilan sosial juga cenderung mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir, yang merupakan keterampilan umum yang dibutuhkan dalam dunia kerja nyata. Keterampilan yang paling penting, karena dapat digunakan untuk bayaran kerja yang lebih tinggi, mengajak orang lain untuk bekerja sama, memimpin orang lain, mengatasi situasi yang kompleks, dan menolong mengatasi permasalahan orang lain yang berhubungan dengan dunia kerja.

4 25 3. Meningkatkan kualitas hidup Meningkatkan kualitas hidup adalah hasil positif lainnya dari keterampilan sosial karena setiap individu membutuhkan hubungan yang baik, dekat, dan intim dengan individu lainnya. 4. Meningkatkan Kesehatan Fisik Hubungan yang baik dan saling mendukung akan mempengaruhi kesehatan fisik. Penelitian menunjukkan hubungan yang berkualitas tinggi berhubungan dengan hidup yang panjang dan dapat pulih dengan cepat dari sakit. 5. Meningkatkan Kesehatan Psikologis Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan psikologis yang kuat dipengaruhi oleh hubungan positif dan dukungan dari orang lain. Ketidakmampuan mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengarah pada kecemasan, depresi, frustasi dan kesepian. Telah dibuktikan bahwa kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengurangi distress psikologis, yang menciptakan kebebasan, identitas diri, dan harga diri. 6. Kemampuan Mengatasi Stres Hasil lain yang tidak kalah pentingnya dari memiliki keterampilan sosial adalah kemampuan mengatasi stres. Hubungan yang saling mendukung telah menunjukkan berkurangnya jumlah penderita stres dan mengurangi kecemasan. Hubungan yang baik dapat membantu individu dalam mengatasi stres dengan memberikan perhatian, informasi, dan umpan balik. Berdasarkan penjelasan diatas ada enam arti penting keterampilan sosial yaitu perkembangan kepribadian dan identitas, mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kesehatan fisik, meningkatkan kesehatan psikologis, kemampuan mengatasi stres. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Keterampilan Social Hasil studi Davis dan Forstythe (Mu tadin, 2002) terdapat sembilan aspek yang mempengaruhi keterampilan sosial dalam kehidupan remaja, yaitu :

5 26 1. Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana remaja akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken home dimana anak tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka anak akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya. 2. Lingkungan Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, perkarangan) dan lingkungan sosial (tetangga), lingkungan juga meliputi lingkungan keluarga (keluarga primer dan sukender), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Dengan pengenalan lingkungan maka sejak dini anak akan sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari saudara, orang tua, atau kakek dan nenek saja. 3. Kepribadian Secara umum penampilan sering diidentikan dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya. Orang tua dalam hal ini berperan untuk memberikan penanaman nilai-nilai untuk menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan. 4. Rekreasi Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi seseorang akan merasa mendapatkan kesegaran baik fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton serta mendapatkan semangat baru. 5. Pergaulan dengan lawan jenis Untuk mendapatkan peran menurut jenis kelamin, maka anak dan remaja sebaiknya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki jenis kelamin yang sama.

6 27 6. Pendidikan Pada dasarnya sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak. Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan-keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. 7. Persahabatan dan solidaritas kelompok Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman sangatlah besar. Biasanya remaja lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif. 8. Lapangan kerja Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran disekolah mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Berdasarkan penjelasan diatas ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan, persahabatan dan solidaritas kelompok, lapangan kerja. B. Kecanduan Pada Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) 1. Defenisi Internet Addiction Menurut Griffiths (Essau, 2008) menyatakan bahwa kecanduan merupakan aspek perilaku yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya kontrol. Ferris (1997) mengungkapkan bahwa internet addiction merupakan suatu gangguan psikofisiologis yang meliputi tolerance (penggunaan dalam jumlah yang sama akan menimbulkan respon minimal, jumlah harus ditambah agar dapat membangkitkan kesenangan dalam jumlah yang sama), whithdrawal symptom (khususnya

7 28 menimbulkan termor, kecemasan, dan perubahan mood), gangguan afeksi (depresi, sulit menyesuaikan diri), dan terganggungnya kehidupan sosial (menurun atau hilang sama sekali, baik dari segi kualitas maupin kuantitas). Internet addiction diartikan Young (1998) sebagai sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online (dalam Weiten & Llyod, 2006). Orang-orang yang menunjukkan sindrom ini akan merasa cemas, depresi, atau hampa saat tidak online di internet (Kandell dalam Weiten & Llyod, 2006). Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa internet addiction adalah penggunaan internet yang bersifat patologis, yang ditandai dengan ketidakmampuan individu untuk mengontrol waktu menggunakan internet, dimana meningkatkan secara terus menerus penggunaannya, merasa dunia maya lebih menarik dibandingkan kehidupan nyata, dan mengalami gangguan dalam hubungan sosialnya. 2. Penyebab Internet Addiction Ferris (dalam Duran, 2003) mengungkapkan penyebab seseorang mengalami internet addiction dilihat dari berbagai pandangan, yaitu : 1. Pandangan Behavioris Menurut pandangan behavior, internet addiction didasari oleh teori B.F Skinner mengenai operant conditioning, individu mendapatkan reward positif, negatif, atau hukuman atas apa yang dilakukannya. 2. Pandangan Psikodinamika dan Kepribadian Pandangan ini mengemukakan addiction berkaitan antara individu tersebut dengan pengalamannya. Tergantung pada kejadian pada masa anak-anak yang dirasakan individu tersebut saat masih anak-anak dan kepribadiannya yang terus

8 29 berkembang, yang juga mempengaruhi perkembangan suatu perilaku addictive, ataupun yang lainnya. 3. Pandangan Sosiokultural Pandangan sosiokultural menunjukkan ketergantungan ini tergantung pada ras, jenis kelamin, umur, status ekonomi, agama, dan negara. 4. Pandangan Biomedis Pandangan ini menekankan pada adanya faktor keturunan dan kesesuaian, antara keseimbangan kimiawi antara otak dan neurotrasmiter. Dimana pasien ketergantungan obat-obatan yang membutuhkan penyeimbangan zat kimia pada otaknya, atau individu yang memiliki kecenderungan terlibat dalam perjudian. 3. Defenisi Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) adalah sebuah permainan internet dimana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan, dimana beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana mereka harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter pemain lainnya (dalam Young & Afren, 2010). Seorang pemain dapat menampilkan berbagai aktivitas, dimana karakter mereka dapat membangun interaksi dengan pemain lainnya dengan cara positif (berbincang) dan cara negatif (agresi). Pemain dapat menjelajahi luasnya dunia, yang mana ketekenunan didalam karakter, tetap adanya bahkan ketika pemain off (berhenti). Dunia ini secara konsisten terus berkembang, menghadirkan sikap acuh tak acuh dari pemain, yang mana pasti memberikan tekanan kepada pemain untuk tetap bersentuhan dengan dunia virtual. Jika pemain tidak bermain dalam waktu yang cukup lama, mereka akan datang untuk bersentuhan dengan dunia virtual dan kehilangan pengaruh mereka dan kekuatan untuk mempengaruhi dunia ini. Permainan MMORPG mempunyai daya tarik karena permainan ini mengajak para pemain untuk

9 30 menggunakan imajinasi mereka dan biasa lebih mengarah ke kolaborasi sosial daripada kompetisi. Menurut Howard & Jacob (2009) permainan Massively Multiplayer Online Role Playing Games (MMORPGs) memberikan kesempatan individu untuk mengekspresikan dirinya sendiri dimana mereka tidak dapat melakukannya didunia nyata, dan memperoleh bentuk interaksi yang mendorong pengguna internet kembali bermain secara terus menerus. Menurut Young (2010) game ini merupakan permainan yang tidak pernah akan berakhir, karena setiap sesinya memiliki tugas dan tujuan yang tidak pernah berakhir, dan faktor game yang menyediakan peran yang kompleks dan mempengaruhi banyak faktor kehidupan nyata (apakah saat liburan, waktu sehari-hari, dll), yang pada akhirnya para pemain secara terus menerus tetap aktif bermain game, mereka selalu menghabiskan jumlah waktu yang lama dan energi (dan terkadang uang), dan tidak mampu berhenti bermain, dan juga meliputi kontak sosial (kurang teman dalam kehidupan nyata), dimana waktu para pemain terlibat dalam dunia nyata semakin berkurang. Berdasarkan diatas dapat disimpulkan bahwa Massively Multiplayer Online Role Playing Games (MMORPGs) adalah sebuah permainan internet dimana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan, dimana beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana mereka harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter pemain lainnya. 4. Defenisi Kecanduan Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) MMORPG merupakan salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja. Kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata (Howard & Jacob, 2009). Griffiths (2005) menyatakan bahwa kecanduan teknologi merupakan bagian dari perilaku

10 31 kecanduan yang mana meliputi interaksi yang berlebih antara manusia dan mesin. Bentuk kecanduan teknologi ini dapat bersifat pasif (seperti televisi) atau aktif (seperti permainan game) yang mana selalu membentuk dan berkontribusi dalam membentuk seseorang kecanduan. Menurut Griffiths (2005) telah mencantumkan enam komponen untuk menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet. Komponen atau dimensi itu adalah sebagai berikut: 1. Salience. Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu (preokupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat butuh),dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial). 2. Mood modification. Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stress) saat perilaku kecanduan itu muncul. 3. Tolerance. Hal ini merupakan proses dimana terjadinya penigkatan jumlah penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood. Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara mencolok. Kepuasaan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti sebelumnya, maka pemakaian secara berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang lama. 4. Withdrawal symptoms. Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan berpengaruh pada fisik seseorang. Perasaan dan efek antara perasaan dan fisik (seperti, pusing, insomnia) atau psikologisnya (misalnya, mudah marah atau moodiness).

11 32 5. Conflict. Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol) yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet. 6. Relapse. Hal ini merupakan dimana orang sebelum sembuh dari perilaku kecanduannya sudah mengulangi kembali kebiasaannya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kecanduan Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata yang didalamnya terdiri dari enam komponen yaitu komponen salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict, dan relapse. 4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecanduan Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) Faktor-faktor yang mempengaruhi addiction Massively Multiplayer Online Role- Playing Game (dalam Young & Afren, 2010) diantaranya : 1. Faktor kecanduan di tinjau dari Game a. Permainan jenis MMORPG ini bersifat beberapa bentuk kompentisi dengan yang lain komunikasi sosial secara online dan sistem tugas, reward, dan feedback pada game ini, membuat para game aktif memainkan game tersebut. b. Game merupakan tempat dimana para pemain mungkin bisa mengurangi rasa bosannya terhadap kehidupan nyata. c. Permainan MMORPG merupakan bagian dari dimensi sosial, yang mana menghilangkan streotype rasa kesepian, ketidakmampuan bersosial bagi pemain yang kecanduan.

12 33 2. Faktor kecanduan di tinjau dari sisi pemain Kecanduan MMORPG tidak hanya menekankan pada propertis game itu sendiri dan virtual yang nyata, tetapi lebih kepada para pemain. Faktor-faktor psikologi tersebut antara lain : a. Rendahnya self esteem dan self efficacy Pada saat yang sama dapat dikatakan bahwa self esteem dan self efficacy yang positif merupakan salah satu tujuan perkembangan remaja, yang mana berhubungan terhadap pertimbangan para pemain muda untuk bergabung dalam komunitas game, dimana hal ini lebih penting dari yang lainnya (Smahel dalam Young & Afren, 2010). Fakor rendahnya self-esteem secara krusial membentuk kecanduan, hal ini ditunjukkan dari beberapa penelitian yang menunjukkan pengaruhnya secara langsung. Perbedaan persepsi pemain terhadap dirinya, ideal self, dan karakter game. Hasilnya menunjukkan bahwa penerimaan diri yang salah dari pada karakter game, dan penerimaan karakter game yang salah dari pada ideal self mereka. Perbedaan ini menunjukkan peningkatan pada tingkat depresi dan tingkat self esteem pada umumnya. Pemain dengan self-esteem yang tinggi secara otomatis rendah kecanduannya antara pandangan terhadap dirinya sendiri dan karakter game, sebaliknya tingginya kecanduannya menunjukkan rendahnya self-esteem pada pemain. Ideal self juga menunjukkan hal yang sama. Maksudnya pemain yang lebih depresi dan pemain yang self esteemnya rendah akan memandang karakter game adalah yang ideal dan mungkin akan mengalami kecenderungan melakukan penyelesaian sesuai yang diterima di dalam game dan mengalami kecenderungan untuk bertahan di dalam game. b. Lingkungan virtual di dalam game online menunjukkan rendahnya penekanan pada self-control, yang menunjukkan kesadaran pemain dalam mengekspresikan dirinya. Pemain game role-playing sering bermimpi mengenai game, karakter mereka dan berbagai situasi. Fantasi di dalam game menjadi salah satu keuntungan bagi pemain dan kejadian-kejadian yang ada pada game sangat kuat, yang mana hal ini membawa pemain dan alasan mereka untuk melihat permainan itu kembali. Pemain menyatakan dirinya

13 34 termotivasi bermain karena bermain game itu menyenangkan, memberi kesempatan untuk bereksperimen, dan lain-lain, tetapi sebenarnya tanpa sadar mereka termotivasi, karena bermain game memberikan kesempatan mengekspresikan dirinya dan terkadang jenuh terhadap kehidupan nyata mereka. D. Remaja 1. Definisi Remaja Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikologis (Mubin dan Cahyadi, 2006). Menurut Monks (1998) batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Batasan usia remaja terbagi atas tiga fase, yaitu: fase remaja awal (12-15 tahun), fase remaja pertengahan (15-18 tahun), fase remaja akhir (18-21 tahun). Individu yang memasuki masa remaja awal banyak mengalami perubahanperubahan, baik itu secara fisik maupun psikologis. Remaja awal secara psikologis banyak mengalami perubahan dalam hal nilai-nilai, sikap, dan perilaku serta cenderung dianggap belum matang dibanding dengan remaja akhir (Hurlock, 1999). Berdasarkan penjelasan mengenai definisi remaja awal diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja awal adalah seorang individu yang berusia tahun yang mengalami perubahan fisik maupun psikologis dan cenderung dianggap belum matang. 2. Tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus dilakukan, dipecahkan dan diselesaikan oleh setiap individu dalam tahap-tahap perkembangannya, agar individu dapat berbahagia. Apabila seseorang tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam batas-batas periode perkembangan dengan baik, orang tersebut

14 35 akan merasa kurang bahagia dan mendapat kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan periode berikutnya (Mubin dan Cahyadi, 2006). Menurut Havighurst (dalam Mubin dan Cahyadi, 2006), tugas perkembangan masa remaja adalah sebagai berikut: a. Menjalin hubungan-hubungan baru dengan teman-teman sebaya, baik sesama jenis maupun lain jenis kelamin. b. Menerima keadaan fisiknya, dan menerima peranannya sebagai pria atau wanita. c. Menginginkan dapat berperilaku yang diterima oleh sosial. d. Mengakui tata nilai dan sistem etika yang membimbing segala tindakan dan pandangan. Tugas perkembangan remaja yang paling mendasari untuk penelitian ini adalah tugas perkembangan dimana remaja mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain, berperilaku yang diterima oleh sosial dan mengakui tata nilai dan sistem etika yang membimbing segala tindakan dan pandangan. Memenuhi tugas perkembangan tersebut, remaja sangat membutuhkan keterampilan sosial. C. Hubungan antara Addiction Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan Keterampilan Sosial Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang (Merrel, 2008). Selanjutnya menurut Hargie, Saunders, & Dickson, ketarampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, serta dapat menjalin hubungan yang baik (bersosialisasi) dengan orang lain, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain ataupun kehilangan pengakuan sosial (dalam Gimpel & Marrell, 1998).

15 36 Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa sejak individu lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur paling dekat dengan anak maupun belajar dengan teman sebaya dan lingkungan masyarakat (Erickson & Freud, dalam Cartledge & Millburn, 1995). Keterampilan sosial menjadi sesuatu yang sangat penting dan krusial saat individu memasuki masa remaja (Mu tadin, 2002), karena keterampilan ini membantu remaja dalam menghadapi berbagai macam pengaruh yang seringkali muncul dalam pergaulannya. Remaja hidup dalam lingkungan sosial yang berbeda-beda, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat (Yusuf, 2004). Menurut Hurlock (1999) banyak perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal baik secara fisik maupun psikologis. Secara psikologis perubahan yang terjadi umunya adalah sikap, perilaku dan nilai-nilai. Maka, sebaiknya remaja awal memiliki keterampilan sosial. Waktu senggang merupakan waktu yang rawan bagi seorang remaja. Bila remaja tidak mampu memanfaatkannya secara positif, seorang remaja akan mudah terjerumus pada sikap dan tindakan-tindakan yang tercela, melanggar norma sosial dan memalukan nama keluarga. Misalnya, remaja yang suka mabuk-mabukan, kebutkebutan di jalan raya, melakukan penodongan, perampokkan, dan sebagainya. Akan tetapi, bila remaja mampu mengembangkan diri, kreativitas dan bakat-bakatnya. Dalam kehidupan kelompok teman sebaya (peer-group), adakalanya remaja menghabiskan waktu-waktu senggangnya dengan ngobrol, bermain gitar, nongkrong di mall, di pinggir jalan sambil menggoda remaja yang berlawanan jenis yang sedang lewat dan sebagainya. Namun, tidak sedikit remaja asyik dengan hobinya, misalnya membaca buku sastra, roman, novel, komik, mendengarkan musik, menontotn video, film, memancing, berolahraga, dll (Dariyo, 2004). Bentuk rekreasi yang sering di lakukan oleh remaja adalah bermain. Di antara berbagai jenis permainan yang sering dimainkan oleh remaja adalah game online Salah satu apalikasi yang sering digunakan oleh remaja adalah game online. Game online merupakan jenis situs yang menyediakan berbagai macam jenis permainan yang dapat melibatkan beberapa orang pengguna internet di berbagai tempat yang berbeda untuk saling terhubung di waktu yang sama. Game online tidak hanya dapat

16 37 digunakan untuk bermian, tapi dapat juga untuk membina hubungan yang lebih luas dengan orang lain. Salah satu bentuk game online yang banyak dimainkan di Indonesia adalah Massively Multiplayer Online Role Playing Game disingkat MMORPG yaitu sebuah permainan di mana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokohtokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan (dalam Young & Afren, 2010). Menurut Neils Clark & P. Shavaun Scott (2009) yang menyatakan bahwa jenis permainan game online di desain agar para penggunanya dapat mengembangan kemampuan sosialnya dengan melakukan kerjasama dengan pemain lainnya, meningkatkan kognitifnya dengan memberikan stimulus permainan yang mengasah kognitifnya untuk mampu mengikuti aturan-aturan yang ada, membuat strategi dan mengeluarkan pendapat, dan mengembangkan emosi dalam diri dengan mengendalikan emosi, tidak egois, mengerti arti kemenangan, kekalahan dan keadalian. Game online memiliki kecenderungan membuat pemainnya asyik di depan komputer hingga melupakan waktu (Young, 2008). Internet addiction merupakan sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam meggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online (Young, 1998). Pengguna internet akan menghabiskan banyak waktunya di depan komputer terutama berkaitan dengan aktivitas yang dilakukannya saat internet seperti saat bermain game online. MMORPG merupakan salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja. Kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata (Howard & Jacob, 2009).

17 38 Remaja yang kecanduan internet akan mengalami konflik, dimana konflik antara lingkungan dan psikologis. Penggunaan internet tetap dilakukan walaupun mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan (sekolah), atau psikologis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan internet. Dimana konflik tersebut berupa menurunnya prestasi akademis akibat sering menghabiskan waktu di internet, hubungan dengan teman, keluarga menjadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang. Pergaulan hanya di internet saja, sehingga membuat para pecandu internet menjadi terisolir dari teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata (dalam Griffiths, 2001). Individu yang ketagihan untuk terus bermain games secara online, secara bertahap akan membuat individu tersebut lebih memikirkan mengenai karakterkarakter yang ada di game online tersebut dibandingkan dalam kehidupan nyata seperti sekolah, makan dan mandi, sehingga sulit untuk berhenti, individu akan tertarik dan akan sangat bergantung pada internet (Baroto, 2008). Remaja harus mampu berhubungan baik dengan teman-temannya dan orang lain. Remaja yang menggunakan game online dengan konsumsi waktu yang lama, akan membuat remaja kehilangan waktunya untuk berinteraksi dengan temantemannya maupun orang lain dan lalai melaksanakan kewajibannya sehari-hari, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa kecanduan internet game online mengurangi kualitas hubungan mereka dengan lingkungan dan pemenuhan tanggung jawab seharihari menjadi rendah, padahal kondisi ini merupakan media yang paling dibutuhkan remaja untuk mengembangkan keterampilan sosialnya. Berangkat dari kenyataan diatas penulis ingin melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui apakah terdapat hubungan negatif antara internet addiction bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial G. Hipotesa Penelitian Berdasarkan uraian teori yang telah dikemukakan dan analisa atas teori-teori tersebut maka diajukan hipotesa yaitu ada hubungan negatif antara Addiction Massively

18 39 Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial. Artinya semakin tinggi internet addiction bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game, semakin rendah keterampilan sosial pada remaja.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sikap. Suatu pengaruh dikatakan berhasil apabila terjadi sebuah perubahan pada si

II. TINJAUAN PUSTAKA. sikap. Suatu pengaruh dikatakan berhasil apabila terjadi sebuah perubahan pada si 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Pengaruh Pengaruh merupakan efek yang terjadi setelah dilakukannya proses penerimaan pesan sehingga terjadilah proses perubahan baik pengetahuan,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ONLINE GAME 2.1.1 Definisi Online Game Online game adalah permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh internet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Sosial 1. Pengertian kompetensi sosial Waters dan Sroufe (Gullotta dkk, 1990) menyatakan bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah lain dari online role playing game adalah Massively Multiplayer

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah lain dari online role playing game adalah Massively Multiplayer BAB II LANDASAN TEORI A. KECANDUAN ONLINE ROLE-PLAYING GAME 1. Definisi Online Role-Playing Game Istilah lain dari online role playing game adalah Massively Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep remaja 1. Pengertian Batasan remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana secara fisik individu berkembang dari saat pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual sekunder

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecanduan Game Online. mengalami efek psikis, dan kadang-kadang untuk menghindari ketidaknyamanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecanduan Game Online. mengalami efek psikis, dan kadang-kadang untuk menghindari ketidaknyamanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecanduan Game Online 1. Pengertian Kecanduan Game Online Kecanduan atau addiction adalah suatu keadaan interaksi antara psikis terkadang juga fisik dari organisme hidup dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam bab ini terdiri dari pembahasan mengenai teori bermain, teori online game yang terdiri dari definisi online game dan jenis jenis online game. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Kegiatan pengajaran

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Kegiatan pengajaran BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Kegiatan pengajaran tersebut diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN Dalam bab ini berisikan kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai temuan fakta di lapangan, dan saran yang diberikan sehubungan dengan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Burgess & Locke (Duvall & Miller, 1985), Keluarga adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Burgess & Locke (Duvall & Miller, 1985), Keluarga adalah BAB II LANDASAN TEORI A. Keluarga 1. Defenisi Keluarga Menurut Burgess & Locke (Duvall & Miller, 1985), Keluarga adalah sekelompok orang dengan ikatan perkawinan, darah, atau adopsi; terdiri dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam kesehariannya belajar diharapkan untuk dapat mencurahkan perhatiannya pada kegiatan akademik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data untuk kepentingan tugas, untuk akses jual-beli yang saat ini disebut

BAB I PENDAHULUAN. data untuk kepentingan tugas, untuk akses jual-beli yang saat ini disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perkembangan teknologi di era globalisasi menyebabkan munculnya beberapa teknologi baru yang mutakhir. Salah satunya adalah dengan kemunculan

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 100 BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi menyangkut normalitas dan linieritas. Uji asumsi ini dilakukan untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketrampilan Sosial a. Pengertian Ketrampilan sosial adalah kemampuan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control)

BAB II LANDASAN TEORI. Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) BAB II LANDASAN TEORI A. KONTROL DIRI 1. Definisi Kontrol Diri Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam berkomunikasi. Internet menyuguhkan fasilitas dalam berkomunikasi dan hiburan. Penggunanya tidak hanya para

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mental Emosional 2.1.1 Definisi Mental Emosional Mental adalah pikiran dan jiwa, sedangkan emosi adalah suatu ekspresi perasaan, atau dapat juga diartikan sebagai sebuah afek

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan individu sosial yang dalam kesehariannya tidak pernah lepas dari individu lain, dimana individu tersebut harus mampu berinteraksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa, serta masa dimana seseorang mulai mengembangkan dan memperluas kehidupan sosialnya.

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Subyek Gambaran umum subyek penelitian ini diperoleh dari data yang diberikan dan diisi oleh subyek yaitu usia, jenis kelamin, lama menjadi gamer, pekerjaan, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

Peers and Friends. Santi e. Purnamasari, M.Si. UMBY

Peers and Friends. Santi e. Purnamasari, M.Si. UMBY Peers and Friends Santi e. Purnamasari, M.Si. UMBY Pengantar Para ahli percaya bahwa interaksi yang terjadi di luar lingkungan keluarga adalah hal yang penting bagi perkembangan anak Terlebih kondisi saat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI A. Kecanduan Game Online 1. Definisi Kecanduan Game Online Kecanduan adalah perilaku yang berulang yang tidak sehat atau merusak diri sendiri dimana individu sulit untuk menghilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang praktis dan berguna bagi setiap lapisan masyarakat. Melalui internet

BAB I PENDAHULUAN. yang praktis dan berguna bagi setiap lapisan masyarakat. Melalui internet BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini sangatlah pesat. Salah satu produk teknologi yang sangat banyak digunakan adalah internet. Internet menjadi media yang praktis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Interenet Addiction (Kecanduan Internet) 2.1.1 Pengertian Internet Addiction Internet addiction merupakan suatu gangguan psikofisiologis yang meliputi tolerance (penggunaan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, semenjak ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat terutama ilmu psikologi dan ilmu pendidikan, maka fase-fase perkembangan manusia telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan internet saat ini semakin pesat dan menarik pengguna dari berbagai kalangan masyarakat terutama mahasiswa. Pengguna internet di Indonesia telah mencapai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dunia ini tidak hidup sendiri, selalu ada bersama-sama dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang dalam kesehariannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri merupakan salah satu unsur kepribadian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Banyak ahli mengakui bahwa kepercayaan diri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja sejak dahulu dianggap sebagai masa pertumbuhan yang sulit, dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun orang tua. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok di Indonesia sangat memprihatinkan. Gencarnya promosi rokok banyak menarik perhatian masyarakat. Namun bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu pasar teknologi yang paling menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan pengguna Internet

Lebih terperinci

Silabus Bimbingan Konseling (01) Sekolah : SMA... Kelas : XI (Sebelas) Mata Pelajaran / Layanan : Bimbingan dan Konseling Semester : 1 ( Ganjil )

Silabus Bimbingan Konseling (01) Sekolah : SMA... Kelas : XI (Sebelas) Mata Pelajaran / Layanan : Bimbingan dan Konseling Semester : 1 ( Ganjil ) Silabus Bimbingan Konseling (01) Sekolah : SMA... Kelas : XI (Sebelas) Mata Pelajaran / : Bimbingan dan Konseling Semester : 1 ( Ganjil ) Standar Kompetensi / Tugas Perkembangan - Mencapai kematangan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Remaja 1. Pengertian Remaja berasal dari kata latin adolescere (dari kata benda adolescentra yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL I. PENGERTIAN DAN PROSES SOSIALISASI Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.

BAB II LANDASAN TEORI. meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Menurut Sardiman (2012) mengatakan bahwa motivasi adalah usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan yang harus ditempuh oleh setiap warga negara. Pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan bahwa setiap warga negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mengungkapkan, pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencapai 88,1 juta orang dari total penduduk Indonesia. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

cxü~xåutçztç exåt}t Setiawati PPB FIP UPI

cxü~xåutçztç exåt}t Setiawati PPB FIP UPI cxü~xåutçztç exåt}t Oleh : Setiawati PPB FIP UPI Tugas Perkembangan Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zaman sudah semakin berkembang, ditandai dengan era teknologi saat ini. Dapat

BAB I PENDAHULUAN. Zaman sudah semakin berkembang, ditandai dengan era teknologi saat ini. Dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sudah semakin berkembang, ditandai dengan era teknologi saat ini. Dapat dilihat sekarang ini, betapa besar pengaruh dari gadget, internet, dan teknologi lainnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 1 2.1 Kajian Teoritis BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1.1 Hakikat Keterampilan Sosial Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah berhenti menghasilkan produk-produk teknologi yang tidak terhitung jumlahnya. Produk teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini dunia telah mengalami perkembangan dan kemajuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini dunia telah mengalami perkembangan dan kemajuan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini dunia telah mengalami perkembangan dan kemajuan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bidang ini sangatlah menarik perhatian karena sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakikat Hubungan Interpersonal 2.1.1 Pengertian Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa 62 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Sosiometri Setelah data yang berasal dari sosiometri yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyalahguna narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi 1,5 % penduduk Indonesia adalah penyalahguna narkoba. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya waktu belajar yang digunakan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya waktu belajar yang digunakan peserta didik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan yang dilaksanakan pada saat ini banyak sekali menghadapi problematika dan rintangan, di antaranya pengaruh teknologi yang semakin pesat dan maju, siswa yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Masa ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Masa ini juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu periode transisi dalam fase pertumbuhan dan perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Masa ini juga merupakan periode pencarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Sosial 2.1.1 Pengertian Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu

Lebih terperinci

Perkembangan Emosi Anak

Perkembangan Emosi Anak Perkembangan Emosi Anak Pengembangan Kemampuan Emosi Anak Usia Dini oleh Setyawan Pujiono Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini Universitas Negeri Yogyakarta PEDOMAN MERANGSANG PERKEMBANGAN EMOSI ANAK 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal/early adolescence usia tahun, remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. awal/early adolescence usia tahun, remaja menengah/middle BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi bangsa di masa mendatang. Remaja merupakan mereka yang berusia 10-20 tahun dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang

Lebih terperinci