BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecanduan Game Online 1. Pengertian DiClemente (2003) berpendapat bahwa secara tradisional, istilah kecanduan digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku merusak diri yang melibatkan komponen farmakologi. Selama dua puluh tahun terakhir ini jangkauan istilah kecanduan telah meluas, meliputi, penggunaan zat atau penguatan perilaku yang bersifat appetitive (hasrat/keinginanan kuat), memiliki kualitas kompulsif dan berulang, merusak diri, dan dialami sebagai sesuatu yang sulit untuk dimodifikasi atau dihentikan. Senada dengan pernyataan tersebut, Henderson (2000) menjelaskan bahwa penggunaan istilah kecanduan telah meluas tidak hanya pada pengunaan zat tetapi juga perilaku. Perilaku tersebut seperti, menghabiskan waktu secara berlebihan bermain game komputer, pengunaan internet, menonton acara olah raga, berbelanja kompulsif, dan workaholic. Young & Nabuco de Abreu (2011) berpendapat kecanduan merupakan kebiasan yang menekan individu untuk terlibat dalam suatu aktivitas tertentu atau menggunakan zat meskipun mengakibatkan konsekuensi negatif pada keadaan fisik, sosial, spiritual, mental dan kesejahteraan finansial individu tersebut. Orzack (dalam Kem, 2005) menyatakan kecanduan game adalah suatu obsesi bermain video game/game 9

2 10 online. Obsesi menjelaskan keadaan ketika individu terus menerus berpikir tentang game. Game memiliki kontrol terhadap pikiran. Suatu aktivitas menjadi kecanduan ketika aktivitas tersebut digunakan untuk mengubah suasana hati seseorang. Penelitian ini mengacu pada definisi kecanduan menurut Orzack (dalam Kem, 2005) karena memberikan jangkauan definisi yang lebih spesifik sesuai kebutuhan penelitian. 2. Karateristik kecanduan game online Young (2009) berpendapat bahwa sangat penting mengenali karakteristik kecanduan game online agar dapat semakin cepat memberikan penanganan. Berikut ini merupakan karakteristik gejala kecanduan bermain game online: a. Keasyikan dengan game Proses kecanduan dimulai dengan keasyikan dengan game. Gamers akan berpikir tentang permainan ketika offline dan sering berfantasi tentang bermain game ketika mereka harus berkonsentrasi pada hal-hal lain. b. Berbohong dan menyembunyikan tentang bermain game Beberapa gamer menghabiskan sepanjang hari dan malam untuk online. Mereka berbohong kepada keluarga dan teman-teman tentang game. c. Kehilangan ketertarikan dengan aktivitas lain Ketika kecanduan meningkat, gamer menjadi kurang tertarik pada hobi atau kegiatan yang biasanya mereka nikmati dan menjadi lebih terpesona dengan hidup dalam game.

3 11 d. Social Withdrawal Gamer yang telah kecanduan game dapat menarik diri dari lingkungan sosial hanya untuk menghabiskan lebih banyak waktu di depan komputer. e. Defensif dan marah Gamer menjadi defensif tentang kebutuhan mereka untuk bermain game dan menjadi marah ketika dipaksa untuk tidak bermain. f. Psychological Withdrawal Gamer yang tidak dapat mengakses permainan merasa rindu untuk kembali bermain game. Perasaan ini dapat menjadi begitu kuat sehingga mereka menjadi mudah marah, cemas, atau tertekan ketika mereka dipaksa untuk tidak bermain. Mereka tidak bisa berkonsentrasi pada hal lain kecuali ketika mereka dapat kembali online untuk bermain. g. Game sebagai pelarian Gamer menggunakan dunia online sebagai pelarian psikologis. Gamer menggunakan game untuk menghindari situasi stres, mengatasi masalah kehidupan dan perasaan yang tidak menyenangkan. h. Terus bermain game meskipun menimbulkan konsekuensi Gamer menjadi terobsesi dengan kebutuhan untuk menjadi yang terbaik di game. Mereka terus bermain meskipun konsekuensinya mungkin menyebabkan masalah dalam hidup mereka.

4 12 Orzack (dalam Kem, 2005) berpendapat sangat penting mengetahui bahwa karakteristik kecanduan game online memiliki dasar identifikasi dari semua bentuk kecanduan. Karakteristik kecanduan game online cenderung progresif dan berupa siklus antara lain: a. Kesenangan/rasa bersalah Lebih banyak kesenangan yang didapat dari bermain game dari pada apapun. Merasa sejahtera/euforia saat bermain game. Merasa bersalah karena banyak waktu yang dihabiskan untuk bermain game dan kurang perhatian terhadap hal-hal lain. b. Terobsesi Ketika tidak terlibat dengan aktivitas tersebut, individu terus menerus berfikir tentang bermain game online. Game mengontrol pikiran. Mendambakan lebih banyak waktu dengan aktivitas tersebut. c. Pengabaian Mengabaikan segala sesuatu untuk bermain game: belajar, bekerja, kebersihan diri, tidur, hubungan, makan, keluarga dan teman. d. Berbohong Menyangkal dan berbohong tentang banyaknya waktu dan biaya yang dihabiskan untuk bermain game. Akan berbohong untuk melindungi sumber kesenangan.

5 13 e. Marah/Depresi Marah terhadap sesuatu/seseorang yang mengganggu aktivitas. Merasa hampa, depresi dan mudah tersinggung ketika tidak bermain game. f. Ketidakmampuan untuk mengontrol Terlibat dalam game setelah memutuskan untuk tidak bermain; memutuskan untuk bermain game 1 jam menjadi 3-4 jam bahkan semalaman. Selalu menginvestasikan waktu dan uang secara kompulsif untuk bermain game. g. Berhutang Menghabiskan uang untuk bermain game sebelum membayar makanan, uang sewa dll. Berhutang untuk dapat terus terlibat dalam game. h. Ketergantungan Kebutuhan bermain game online tinggi kemudian menurun, seolah-olah seperti telah sembuh dari kecanduan tetapi kembali bermain, disusul dengan kebutuhan kembali sangat tinggi dan siklus kemudian kembali. Berdasarkan beberapa pendapat peneliti di atas, penelitian ini mengunakan teori karakteristik gejala kecanduan game online yang dipaparkan oleh Orzack (dalam Kem 2005), sebagai dasar pembuatan alat ukur, karena karakteristik tersebut memberikan gambaran yang jelas dan terperinci.

6 14 3. Faktor-faktor yang memengaruhi seseorang menjadi kecanduan Henderson (2000) menyatakan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi seseorang menjadi kecanduan yaitu: a. Host factors 1) Faktor psikologis Orang-orang dengan gangguan psikiatrik, seperti depresi klinis, atau kecemasan mempunyai resiko tinggi mengembangkan kecanduan. Selain itu seseorang dengan permasalahan keluarga atau yang pernah mengalami kekerasan atau pelecehan juga rentan untuk mengembangkan kecanduan. 2) Faktor kepribadian Orang-orang dengan ciri dari kepribadian tertentu seperti pengambil resiko, orang dengan kontrol impuls rendah, tolerasi terhadap stres rendah dan orang yang sulit belajar dari konsekuensi negatif akan meningkatkan resiko. b. Environment factors Penerimaan budaya terhadap perilaku atau penggunaan zat, ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung perilaku kecanduan dan komunitas seperti kelompok teman sebaya dan keluarga. c. Agent factors Karakteristik spesifik dari zat atau objek perilaku itu sendiri yang menyebabkan kecanduan. Seberapa suatu zat dapat

7 15 disalahgunakan atau menyebabkan pengunaan kompulsif. Dalam penelitian ini adalah game online. 4. Proses menuju kecanduan DiClemente (2003) menyatakan terdapat tiga proses menuju kecanduan yaitu: a. Precontemplation stage Tahap individu tidak menyadari terlibat dalam suatu perilaku yang akan menimbulkan kecanduan di masa depan disebabkan kurangnya informasi dan pengetahuan yang didasari adanya sistem nilai bahwa individu merasa tidak akan kecanduan. b. Contemplation stage Tahap individu mulai mempertimbangkan aspek positif dan negatif dari suatu perilaku meliputi penguatan (reinforcement) atau konsekuensi dari perilaku tersebut. Individu membuat suatu keputusan untuk tetap terlibat dengan perilaku tersebut atau berhenti. c. Preparation stage of addiction Tahap eksperimen terhadap perilaku terus berlanjut dan terjadi keterlibatan rutin dan mulai kehilangan kemampuan mengontrol perilaku. Hal ini merupakan tahap awal kecanduan.

8 16 B. Sikap terhadap norma kelompok 1. Sikap a. Pengertian Taylor, Peplau & Sears (2012) menyatakan sikap merupakan evaluasi terhadap objek, isu dan orang. Mann (dalam Azwar, 1995) berasumsi sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan cara individu bertindak. Berkowitz (dalam Azwar, 1995), berpendapat sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) atau perasaan tidak mendukung (unfavorable) objek tersebut. Senada dengan definisi tersebut, Myers (2012) menyatakan sikap adalah suatu reaksi evaluatif yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang seringkali berakar pada kepercayaan seseorang, dan muncul dalam perasaan dan kehendak untuk bertindak. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penelitian ini mengacu pada definisi sikap menurut Mann (dalam Azwar, 1995) yaitu predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak. Predisposisi evaluatif dijelaskan sebagai kecenderungan evaluatif individu yang menentukan tindakan. b. Komponen Sikap Mann (dalam Azwar, 1995) berpendapat bahwa sikap terdiri dari 3 komponen sikap yaitu: 1) Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu.

9 17 Komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini). 2) Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan perasaan menyangkut masalah emosional. 3) Komponen konatif berisi tendensi atau kecenderungan bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Senada dengan pendapat tersebut, Taylor, Peplau & Sears (2012) menyatakan sikap berdasarkan dari 3 komponen yaitu: 1) Affective component (komponen afektif) terdiri dari emosi dan perasaan seseorang terhadap suatu stimulus, khususnya evaluasi positif atau negatif. 2) Behavioral component (komponen perilaku) terdiri dari cara orang bertindak dalam merespons stimulus. 3) Cognitive component (komponen kognitif) terdiri dari pemikiran seseorang tentang objek tertentu, seperti fakta pengetahuan dan keyakinan. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, penelitian ini mengacu pada komponen sikap Mann (dalam Azwar, 1995) sebagai teori acuan pembuatan alat ukur sesuai dengan konsep definisi sikap yang dipaparkan tokoh tersebut.

10 18 c. Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan sikap Azwar (1995) menyatakan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pembentukan sikap yaitu: 1) Pengalaman pribadi Apa yang dialami individu akan membentuk dan memengaruhi penghayatan seseorang terhadap suatu stimulus. Respons yang muncul akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. 2) Pengaruh orang-orang yang dianggap penting Individu memiliki kecenderungan untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan berafiliasi dan menghindari konflik. 3) Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan akan memengaruhi pembentukan sikap individu. 4) Media massa Media massa membawa informasi dan pesan-pesan sugestif yang mengarahkan opini dan kepercayaan individu. Kepercayaan individu berperan dalam pembentukan sikap. 5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama memengaruhi pembentukan sikap dikarenakan kedunya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

11 19 6) Pengaruh faktor emosional Sikap dapat merupakan pernyataan yang didasari perasaan, yang berfungsi sebagai penyaluran frustrasi atau bentuk mekanisme pertahanan ego. d. Keadaan-keadaan sikap memprediksi perilaku Menurut Aronson, Wilson & Akert (2007) terdapat keadaan-keadaan dimana sikap memprediksi perilaku, yaitu: 1) Predicting Spontaneous Behavior Sikap memprediksi perilaku spontan ketika sikap diterima oleh orang lain. Attitudes accessibility mengacu pada kekuatan hubungan antara objek dan evaluasi seseorang terhadap objek, biasanya diukur dari kecepatan seseorang dalam menyatakan apa yang mereka rasakan tentang sebuah isu atau objek. 2) Theory of the planned behavior Menurut teori ini, ketika seseorang memiliki waktu merenungkan bagaimana mereka akan berperilaku, prediksi terbaik adalah niat mereka yang ditentukan dari 3 hal meliputi: a) Spesific Attitudes Sikap spesifik terhadap perilaku dapat diharapkan untuk memprediksi perilaku. b) Subjective Norms Dalam mempelajari sikap seseorang dibutuhkan juga pengetahuan mengenai norma subjektif (keyakinan tentang bagaimana orang-orang yang mereka

12 20 sayangi akan memandang perilaku mereka) orang tersebut. c) Perceived Behavioral Control Sikap memprediksi perilaku juga dipengaruhi seberapa mudah dan yakin seseorang dapat melakukan perilaku tersebut atau perilaku yang dirasa dapat dikontrol. 2. Norma kelompok a. Pengertian Norma kelompok adalah pedoman-pedoman yang mengatur sikap dan perilaku atau perbuatan anggota kelompok (Walgito, 2007). Sedangkan Baron & Byrne (2003) berpendapat norma adalah peraturan dalam kelompok yang mengindikasikan bagaimana anggota kelompok harus atau tidak harus bertindak. Senada dengan hal tersebut, Forsyth (dalam Taylor, Peplau & Sears, 2012) menyatakan norma adalah aturan-aturan dan harapan bersama tentang bagaimana anggota kelompok seharusnya berperilaku. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas, penelitian ini mengacu pada definisi yang diungkapkan oleh Baron & Byrne (2003) karena definisi tersebut sederhana, mudah dipahami dan lengkap.

13 21 b. Penerapan norma kelompok Johnson & Johnson (1996) memberikan seperangkat pedoman untuk pembentukan dan dukungan norma kelompok: 1) Agar anggota menerima norma kelompok, mereka harus terlebih dahulu mengetahui bahwa norma tersebut ada, melihat bahwa anggota lain menerima dan mengikutinya juga merasakan komitmen kuat terhadap norma tersebut. 2) Anggota akan menerima dan menginternalisasi norma sejauhmana mereka melihat bahwa norma sebagai bantuan mencapai tujuan dan tugas-tugas mereka. 3) Anggota akan menerima dan menginternalisasi norma ketika mereka merasa memiliki norma tersebut. Biasanya anggota akan mendukung dan menerima norma kelompok ketika mereka juga ikut berperan dalam pembentukannya. 4) Anggota-angota kelompok harus menegakkan norma antara satu sama lain segera setelah adanya pelanggaran. 5) Model-model dan contoh-contoh yang tepat untuk menyesuaikan diri terhadap norma harus dihadirkan. 6) Norma-norma budaya yang mendukung pencapaian tujuan, pemeliharaan dan pertumbuhan kelompok harus diimpor dalam kelompok. 7) Norma harus fleksibel, sehingga ketika terdapat norma yang lebih sesuai dapat dilakukan pergantian.

14 22 c. Fungsi norma kelompok Menurut Burn (dalam Sarwono & Meinarno, 2009) norma memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1) Mengatur tingkah laku anggota kelompok sehingga dapat berfungsi secara efisien dalam mencapai tujuan. 2) Mengurangi ketidakpastian karena individu tahu apa yang diharapkan dari dirinya di dalam kelompok. 3) Membedakan kelompok dengan kelompok lain, termasuk anggota kelompok dengan non anggota, sehingga memudahkan terbentuknya identitas kelompok. d. Norma dalam Narciz Community Norma dalam Narciz Community terbagi menjadi 2, yaitu: 1) Norma ketika bermain Ayo Dance a) Tiap anggota diminta memberikan sumbangan den. b) Tidak berbicara kotor saat bermain game online. c) Dilarang menggunakan cheat. d) Menerima undangan untuk bermain dari sesama anggota kelompok (battle). e) Anggota diminta untuk berlatih bersama. 2) Norma kelompok ketika tidak bermain Ayo Dance a) Anggota diwajibkan mengikuti rapat. b) Masalah yang terjadi di game tidak boleh dibawa ke dunia real. c) Tidak boleh bergabung dengan kelompok lain.

15 23 C. Remaja 1. Pengertian Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah Adolescene (dari Bahasa Inggris) yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang cukup luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1999). Papalia & Olds (2007) berpendapat bahwa masa remaja merupakan transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang melibatkan perubahan fisik, kognitif dan psikologis. 2. Batasan usia remaja Monks, Knoer & Haditono (1999) membagi fase-fase masa remaja menjadi tiga tahap, yaitu: remaja awal (12-15), remaja pertengahan (16-18), dan remaja akhir (19-21). Hurlock (1999) berpendapat awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 hingga 16/17 tahun dan masa remaja akhir usia 16/17 tahun hingga 18 tahun. Papalia menyatakan masa remaja awal dimulai pada usia 10/11-14 tahun dan berakhir saat memasuki masa dewasa, secara hukum usia 17 tahun dan di beberapa negara menikah tanpa izin orang tua pada usia Batasan usia yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah batasan usia remaja menurut Monks, Knoer & Haditono (1999) yaitu tahun. 3. Tugas Perkembangan Remaja Havighurst (dalam Hurlock, 1999) menyatakan tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar

16 24 periode tertentu dari kehidupan individu. Tugas perkembangan remaja antara lain: mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya, mencapai peran dan perilaku sosial yang bertanggung jawab, menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif, mencapai kemandirian emosional dan mempersiapkan karir, mempersiapkan perkawinan dan keluarga dan memperolah perangkat nilai dan sistem etis sebagai pedoman berperilaku dan mengembangkan ideologi. Hurlock (1999) menyatakan salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa. Remaja harus membuat banyak penyesuaian baru antara lain: penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, dukungan dan penolakan, serta seleksi kepemimpinan. 4. Kelompok Remaja Pada masa remaja, mungkin seseorang menjadi bagian dari kelompok formal dan informal. Sebagai contoh kelompok formal adalah tim basket, kelompok berlatih bersama, pramuka, OSIS dll. Kelompok informal misalnya kelompok teman sebaya, klik (cliques). Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Beberapa dari mereka akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota.

17 25 Untuk mereka dikucilkan berarti stres, frustrasi, dan kesedihan (Santrock, 2003). Ketika seseorang melihat diri mereka sebagai anggota kelompok, norma kelompok akan lebih mudah untuk memengaruhi cara mereka berpikir, bertindak berdasarkan norma tersebut, dan mengubah sikap mereka. Kelompok memiliki pengaruh terbesar pada pembentukan sikap ketika identitas kelompok penting, bahkan setelah sikap telah terbentuk, kelompok dapat memengaruhi kemungkinan bahwa orang akan bertindak berdasarkan sikap kelompok (Hogg & Tindale, 2001). D. Hubungan sikap dengan norma kelompok dengan kecanduan bermain game online pada remaja kelompok Narciz Community Orzack (dalam Kem, 2005) menyatakan suatu aktivitas menjadi kecanduan ketika aktivitas tersebut digunakan untuk mengubah suasana hati seseorang. Karakteristik kecanduan game online antara lain, adanya euforia saat bermain game di samping timbulnya rasa bersalah karena kurang perhatian terhadap hal-hal yang lain, terobsesi, pengabaian, berbohong, rasa marah/depresi ketika tidak dapat bermain, berhutang, ketergantungan dan ketidakmampuan untuk mengontrol. Anggota kelompok Narciz Community bermain game online selama ± 10 jam setiap hari. Mereka dapat melupakan makan, minum dan kebersihan diri ketika sedang bermain game. Tidak sedikit dari mereka yang mengulang beberapa mata kuliah karena mendapatkan nilai E dan membolos. Bertengkar dengan orang tua merupakan salah satu harga yang harus dibayar beberapa anggota

18 26 untuk dapat terus bermain game. Hal-hal tersebut sesuai dengan apa yang dipaparkan oleh Young (2009) dan Peng & Liu (2010) sebagai dampak negatif dari kecanduan game online. Jeng & Teng (2008) menyatakan seseorang dapat menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk bermain game online serta berinteraksi dengan pemain lain. Young (2009) menyatakan tekanan teman sebaya dan kesukaran lingkungan merupakan pengaruh utama untuk remaja menjadi terlibat dengan game. Keterlibatan remaja dalam game mengarahkan mereka pada pilihan untuk terus bermain game atau berhenti. Tahap ini disebut oleh DiClemente (2003) sebagai contemplation stage, ketika seseorang mempertimbangkan hal-hal menjadi penguatan terhadap perilaku (reinforcement), konsekuensi negatif dari melanjutkan perilaku tersebut mencari informasi, pengalaman pribadi dan adanya proses modelling. Kelompok dan teman sebaya berperan besar dalam memberikan feedback terhadap perilaku yang ditampilkan remaja. Ketika remaja memutuskan untuk terus bereksperimen dengan perilaku, terjadi peningkatan frekuensi dan munculnya kebutuhan akan perilaku, sampai pada akhirnya mulai kehilangan kontrol atas perilaku tersebut. Ketika sampai pada titik ini remaja telah berada pada tahap awal dari kecanduan (preparation stage of addiction). Kelompok dan teman sebaya merupakan aspek yang berperan dalam meningkatkan resiko kecanduan pada remaja. Kelompok memiliki pengaruh besar dalam kehidupan remaja. Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Bagi

19 27 mereka dikucilkan berarti stress, frustrasi, dan kesedihan (Santrock, 2003). Menurut Walgito (2007) terjadinya dan terbentuknya suatu kelompok, terbentuk pula norma dalam kelompok tersebut. Norma kelompok berbicara mengenai harapan kelompok dan sejauhmana perilaku anggota dapat diterima kelompok dan sejauhmana perilaku tidak lagi dapat diterima dalam kelompok (Ahmadi, 1999). Norma dalam Narciz Community memberikan pedoman bagi anggotanya untuk berperilaku sesuai dengan harapan kelompok. Hurlock (1999) menyatakan remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga. Taylor, Peplau & Sears (2012) berpendapat bahwa anak-anak cenderung meniru sikap orang tuanya, tapi pada masa remaja, anak-anak cenderung meniru sikap temannya. Mann (dalam Azwar, 1995) berasumsi sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak. Berkowitz (dalam Azwar, 1995) berpendapat sikap seseorang terhadap obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) atau perasaan tidak mendukung (unfavorable) objek tersebut. Sikap anggota Narciz Community terhadap norma kelompoknya akan memengaruhi bagaimana anggota tersebut bertindak. Jika anggota memiliki sikap positif terhadap norma kelompok, maka remaja tersebut akan menyesuaikan perilakunya

20 28 terhadap norma kelompok, sebaliknya jika anggota memiliki sikap negatif terhadap norma maka anggota tersebut tidak akan menyesuaikan perilakunya dengan norma kelompok. Azwar (1995) berpendapat bahwa interaksi antara situasi lingkungan dengan sikap, dengan berbagai faktor di dalam maupun di luar diri individu akan membentuk suatu proses kompleks yang akhirnya menentukan bentuk perilaku yang ditampakkan seseorang. Meskipun sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, lingkungan disekitar individu tersebut juga merupakan faktor yang membentuk sikap. Norma kelompok tempat seorang remaja menjadi anggota ikut menentukan sikap remaja tersebut. Pada akhirnya antara sikap dan norma kelompok terjadi suatu proses timbal balik yang saling memengaruhi satu sama lain. Ketika remaja melihat diri mereka sebagai anggota kelompok, norma kelompok akan lebih mudah untuk memengaruhi cara mereka berpikir, mengubah sikap mereka dan bertindak berdasarkan norma tersebut. Kelompok memiliki pengaruh besar pada pembentukan sikap ketika identitas kelompok dianggap penting (Hogg &Tindale, 2001). Dalam penelitian Unger et. all. (2001) tekanan teman sebaya memengaruhi persepsi remaja mengenai konsekuensi sosial dari merokok menyebabkan mereka lebih rentan untuk merokok. Sikap remaja mencakup persepsi mereka tentang konsekuensi yang diharapkan dari perilaku merokok yang ditampilkan. Konsekuensi yang diharapkan meliputi, memiliki teman baru, penerimaan dari anggota kelompok, dianggap menarik dan populer serta memenuhi

21 29 harapan kelompok. Keterlibatan dalam rokok menyebabkan remaja lebih rentan kecanduan rokok. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Benton et. all (2006) tentang kebiasaan minum alkohol pada mahasiwa perguruan tinggi menyatakan sikap individu terhadap kebiasaan minum dalam kelompoknya merupakan salah satu faktor yang meningkatkan resiko kecanduan alkohol pada individu tersebut. Berdasarkan uraian dan penelitian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini, jika anggota Narciz Community memiliki sikap positif terhadap norma kelompok maka anggota akan menyesuaikan perilakunya dengan norma tersebut dan memiliki kecenderungan kecanduan game online. Sebaliknya jika anggota Narciz Community memiliki sikap negatif terhadap norma kelompok maka anggota tidak akan menyesuaikan perilakunya dengan norma tersebut dan tidak memiliki kecenderungan kecanduan game online. E. Hipotesis 1. Hipotesis Empirik Berdasarkan uraian dalam latar belakang serta kesimpulan landasan teori yang ada, maka ditetapkan hipotesis sebagai berikut : ada hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap norma kelompok dengan kecanduan bermain game online pada remaja kelompok Narciz Community.

22 30 2. Hipotesis Statistik Secara statistik hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H o : r xy 0, Tidak ada hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap norma kelompok dengan kecanduan bermain game online pada remaja kelompok Narciz Community. H 1 : r xy > 0, Ada hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap norma kelompok dengan kecanduan bermain game online pada remaja kelompok Narciz Community.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama dekade terakhir internet telah menjelma menjadi salah satu kebutuhan penting bagi sebagian besar individu. Internet adalah sebuah teknologi baru yang berdampak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerical

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian Subjek penelitian ini adalah anggota dari kelompokkelompok game yang bermain Ayo Dance di Salatiga, tepatnya anggota Narciz Community

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep remaja 1. Pengertian Batasan remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana secara fisik individu berkembang dari saat pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual sekunder

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis

Lebih terperinci

Item-Total Statistics. Corrected Item- Deleted. Scale Variance if. Item Deleted VAR VAR

Item-Total Statistics. Corrected Item- Deleted. Scale Variance if. Item Deleted VAR VAR LAMPIRAN 70 Lampiran 1 PENGUJIAN RELIABILITAS DAN SELEKSI ITEM SIKAP TERHADAP NORMA KELOMPOK DAN KECANDUAN GAME ONLINE Pengujian reliabilitas dan seleksi item sikap terhadap norma kelompok putaran 1 Reliability

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif STRUKTUR DAN PEMBENTUKAN SIKAP STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif Komponen Kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Sosial 1. Pengertian kompetensi sosial Waters dan Sroufe (Gullotta dkk, 1990) menyatakan bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap masalah yang muncul akan selalu memerlukan penyelesaian, baik penyelesaian dengan segera maupun tidak. Penyelesaian masalah merupakan sesuatu yang harus

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. SIKAP 1. Definisi Sikap Kata attitude berasal dari bahasa Latin yaitu aptus. Kata ini memiliki arti fit dan siap untuk aksi. Jika mengacu pada definisi ini, maka sikap merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut 1. Pengertian Sikap Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi masing-masing individu, dan sudah menjadi hak setiap manusia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pada Undang-Undang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mengungkapkan, pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencapai 88,1 juta orang dari total penduduk Indonesia. Dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kerangka pelaksanaan pendidikan anak usia dini yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control)

BAB II LANDASAN TEORI. Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) BAB II LANDASAN TEORI A. KONTROL DIRI 1. Definisi Kontrol Diri Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Awal penelitian empiris tentang penggunaan internet yang berlebihan ditemukan dalam literatur yang dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir 7 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin yang kata bendanya, Adolescentia yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Mighwar 2006). Remaja akhir (Late

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pada masa bayi ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

merugikan tidak hanya dirinya tapi juga orang lain.

merugikan tidak hanya dirinya tapi juga orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi menuju kedewasaan, yang ditandai oleh perubahan besar di antaranya perubahan fisik, psikologis, serta pencarian identitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat dimana remaja menghabiskan sebagian waktunya. Remaja berada di sekolah dari pukul tujuh pagi sampai pukul tiga sore, bahkan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara yang rasional.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO Al Khaleda Noor Praseipida 15010113140128 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alkhaseipida@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Brigham (dalam Dayakisni, 2009) menerangkan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku untuk menyokong kesejahteraan orang

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use Problematic Internet use (PIU) didefinisikan sebagai cara penggunaan internet yang menyebabkan penggunanya memiliki gangguan atau masalah secara psikologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 100 BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi menyangkut normalitas dan linieritas. Uji asumsi ini dilakukan untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ketika menjalani rutinitas tersebut, manusia memiliki titik jenuh,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Masa akhir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Masa akhir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir masa kanak-kanak (late Childhood) berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Masa akhir kanak-kanak ditandai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku sehat. untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka (Taylor,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku sehat. untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka (Taylor, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku sehat 1. Pengertian Perilaku sehat Perilaku sehat sebagai usaha atau tindakan yang dilakukan individu untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan depresi merupakan penyebab utama terjadinya penyakit dan kecacatan pada remaja usia 10-19 tahun, sedangkan bunuh diri menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang melibatkan berbagai perubahan, baik dalam hal fisik, kognitif, psikologis, spiritual,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN 2.1. Ego Development Definisi identitas menurut Erikson (dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011) adalah perasaan subjektif terhadap diri sendiri yang konsisten dan berkembang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sosial dan kepribadian anak usia dini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ONLINE GAME 2.1.1 Definisi Online Game Online game adalah permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI Oleh : SYAIFUL ANWAR PRASETYO YULIANTI DWI ASTUTI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang sehingga mendorong diperolehnya temuan-temuan baru

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang sehingga mendorong diperolehnya temuan-temuan baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat ternyata membawa perubahan dalam segala lapisan masyarakat. Kreativitas manusia semakin berkembang sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere tumbuh ke

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere tumbuh ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere tumbuh ke arah kematangan (Muss dalam Sarwono 2010:11). Kematangan disini tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era kompetitif ini, Indonesia adalah salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

Lebih terperinci