KERAGAMAN STRUKTUR MORFOLOGIS DAN GEN CYTOCHROME b DNA MITOKONDRIA Kryptopterus spp. DAN Ompok spp. (SILURIDAE) DI DAS BATANG HARI JAMBI ABDUL RAHMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN STRUKTUR MORFOLOGIS DAN GEN CYTOCHROME b DNA MITOKONDRIA Kryptopterus spp. DAN Ompok spp. (SILURIDAE) DI DAS BATANG HARI JAMBI ABDUL RAHMAN"

Transkripsi

1 KERAGAMAN STRUKTUR MORFOLOGIS DAN GEN CYTOCHROME b DNA MITOKONDRIA Kryptopterus spp. DAN Ompok spp. (SILURIDAE) DI DAS BATANG HARI JAMBI ABDUL RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keragaman Struktur Morfologis dan Gen Cytochrome b DNA Mitokondria Kryptopterus spp. dan Ompok spp. (Siluridae) di DAS Batang Hari Jambi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2010 Abdul Rahman NIM G

3 ABSTRACT ABDUL RAHMAN. Variation of Morphological Structure and Cytochrome b DNA Mitochondria of Kryptopterus spp. and Ompok spp. (Siluridae) of Batang Hari Watersheds, Jambi. Under direction of Dedy Duryadi Solihin and Ridwan Affandi. Kryptopterus spp. and Ompok spp. are locally known as glass catfish. The high variety of Glass catfish can be found in Batang Hari river. Geological history shows that Batang Hari, Musi, Indragiri and Kapuas river were originally part of an ancient river called Sunda Utara. Unfortunately, phyllogeographic analytical research of fauna on these rivers is still very limited. The objectives of this study were to find out the variation of morphological structure and cytochrome b DNA mitochondria of glass catfish on Batang Hari river. Samples were collected from four different locations from upriver to downstream. The morphological structure was measured for 12 characters and based on these characters, 12 proportions of body size were calculated. Amplification of cyt b gen mtdna was done by PCR with specific primer: CBKR 1 and CBKR 2. The study revealed that four species of glass catfish still inhibit Batang Hari river, namely Ompok hypopthalmus, Kryptopterus limpok, K. micronema, and K. bichirris. Those glass catfish have a small variance, and can only be grouped basically on the species within the same location with PCA method. Sequencing result 927 bp partial of cyt b genes, from the primary target 1104 bp long. Based on nucleotides sequence, there is one site of distinctive nukleotide between Kryptopterus and Ompok. An amino acid was identified as distinguishing factor between Kryptopterus and Ompok from Sumatera. There are 11 of variable nucleotides on K. limpok sequences from Batang Hari river, but only one nukleotide variable found on O. hypopthalmus. Key words: variation, morphological, cytochrome b, Kryptopterus, Ompok,

4 RINGKASAN ABDUL RAHMAN. Keragaman Struktur Morfologis dan Gen Cytochrome b DNA Mitokondria Kryptopterus spp. dan Ompok spp. (Siluridae) di DAS Batang Hari Jambi. Dibimbing oleh Dedy Duryadi Solihin dan Ridwan Affandi. Kryptopterus spp. dan Ompok spp. memiliki struktur morfologis yang mirip sehingga dikenal dengan nama lokal yang sama, ikan lais. Salah satu perairan yang memiliki keragaman ikan lais yang tinggi adalah daerah aliran sungai (DAS) Batang Hari. Sejarah geologis menunjukkan bahwa DAS Batang Hari, Musi, Indragiri dan Kapuas berasal dari sungai yang sama yaitu DAS Sunda Utara Purba. Akan tetapi, belum ada penelitian tentang filogeografi fauna antarkelompok sungai yang berasal dari DAS Sunda Utara Purba. Aliran Sungai Batang Hari sangat panjang dan melewati berbagai karakter topografi dan vegetasi, serta pola pemanfaatan. Hal ini diduga akan memunculkan variasi struktur morfologis dan genetik pada populasi fauna, termasuk ikan lais di DAS Batang Hari. Selain itu, kesamaan sejarah geologis juga diduga akan berkaitan dengan keragaman dan karakter spesifik fauna antarsungai dalam kelompok DAS Sunda Utara Purba. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman struktur morfologis dan gen cytochrome b (cyt b) DNA mitokondria (mtdna) ikan lais di DAS Batang Hari. Ikan lais dikoleksi dari empat lokasi pengambilan sampel di DAS Batang Hari yaitu Mandiangin, Sungai Bengkal, Pelayangan dan Simpang. Identifikasi spesies didasarkan pada ciri meristik. Data struktur morfologis diukur untuk 12 karakter morfometrik. Berdasarkan 12 karakter tersebut, dilakukan penghitungan 12 indeks morfometrik. Amplifikasi gen cyt b mtdna dilakukan dengan metode polymerase chain reaction (PCR) menggunakan primer CBKR 1: 5 - CCCGAAAAACTCACCCCTTA-3 dan cbkr 2: 5 - ATAGCCCGGTTAGAGGGTTT-3. Target primer ini adalah gen cyt b sepanjang 1104 bp. Penempelan primer dilakukan pada suhu 60 o C selama 45 detik. Penelitian ini menemukan empat spesies ikan lais di DAS Batang Hari, yaitu: Ompok hypopthalmus, Kryptopterus limpok, K. micronema, dan K. bichirris. Ompok. hypopthalmus, K. limpok dan K. micronema dapat ditemukan di semua stasiun penelitian dengan jumlah sampel sesuai dengan target yang direncanakan (10 individu/lokasi). Akan tetapi jenis K. micronema hanya ditemukan di dua periode dari tiga periode pengambilan sampel. Demikian pula dengan Kryptopterus bichirris, jenis ini hanya ditemukan di satu dari tiga kali periode pengambilan sampel. Kryptopterus bichirris hanya ditemukan di stasiun Mandiangin dan Pelayangan. Berdasarkan kehadiran spesies setiap periode pengambilan sampel dan jumlah sampel yang didapatkan, perbandingan struktur morfometrik dan gen cyt b DNA mitokondria antar lokasi hanya dilakukan pada O. hypopthalmus dan K. limpok. Kedua spesies ini merupakan ikan lais yang paling umum ditemukan di DAS Batang Hari. Pengukuran nisbah morfometrik menunjukkan keragaman yang rendah pada intra dan antarpopulasi ikan lais di DAS Batang Hari. Nilai keragaman (varians) intra populasi pada 12 indeks struktur morfologis hanya berkisar (χ = ). Nilai varians antarpopulasi berkisar (χ = )

5 sedangkan varians antarspesies pada seluruh sampel ikan lais dari DAS Batang Hari berkisar (χ = ). Analisis biplot PCA pada seluruh sampel tidak dapat mengelompokkan sampel, baik berdasarkan spesies maupun lokasi. Berbeda dengan biplot pada seluruh sampel, biplot PCA ketika sampel dibagi menurut lokasi mampu mengelompokkan sampel berdasarkan spesies. Hasil analisis menunjukkan lebih dari 85% sampel pada setiap lokasi mengelompok berdasarkan spesies. Pengelompokan sampel berdasarkan lokasi juga mampu menunjukkan karakter spesifik sebagai penciri spesies dalam kelompok ikan lais. Ompok hypopthalmus dicirikan dengan indeks N9 (tinggi pangkal kepala/tinggi badan). Kryptopterus limpok dicirikan dengan indeks N8 (tinggi moncong/tinggi pangkal kepala). Kryptopterus bichirris dicirikan dengan indeks N11 (diameter mata/panjang kepala) dan N12 (panjang sirip dada/panjang kepala). Kryptopterus micronema walaupun terletak mengelompok, akan tetapi tidak ada indeks morfometrik penciri jenis ini. Analisis biplot PCA antarlokasi menunjukkan hasil yang berbeda pada K. limpok dan O. hypopthalmus. Ompok hypopthalmus dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi, sedangkan K. limpok hanya dapat dikelompokkan di lokasi S. Bengkal. Analisis biplot PCA pada O. hypopthalmus juga mampu menunjukkan indeks morfometrik penciri lokasi. Ompok hypopthalmus di Mandiangin dicirikan dengan indeks N4 (tinggi ekor/panjang baku) dan N10 (tinggi ekor/tinggi badan). Hal ini berarti O. hypopthalmus di Mandiangin memiliki struktur ekor yang lebih tinggi/tebal dibanding O. hypopthalmus dari lokasi lain. Ompok hypopthalmus di Pelayangan dicirikan dengan N6 (panjang rahang atas/panjang kepala), sedangkan O. hypopthalmus di Simpang dicirikan dengan N8 (tinggi moncong /tingi pangkal kepala). Tidak ada penciri O. hypopthalmus dari S. Bengkal. Penjajaran (alignment) gen cyt b semua sampel dari Batang Hari dengan gen cyt b semua jenis ikan lais di genbank dan Kampar menghasilkan runutan nukleotida sepanjang 927 bp. Nukleotida yang berbeda (variabel) pada genus Kryptopterus dan Ompok tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (33.01% berbanding 28.91%). Berdasarkan posisi nukleotida pada triplet kodon, keragaman nukleotida terbesar secara berturut-turut adalah pada nukleotida ketiga, kesatu dan kedua dari triplet kodon. Komposisi nukleotida penyusun runutan secara umum menunjukkan sitosin merupakan basa nitrogen dengan komposisi terbesar, sedangkan basa nitrogen guanin memiliki komposisi terkecil. Terdapat satu nukleotida pembeda genus Kryptopterus dengan Ompok. Nukleotida pembeda ini terletak pada situs ke-132 dari nukleotida gen cyt b utuh. Situs ke-132 pada Kryptopterus adalah timin, sedangkan pada Ompok adalah sitosin. Terdapat satu asam amino pembeda genus Kryptopterus dengan Ompok dari Sumatera. Asam amino pembeda ini terletak pada situs ke-155 dari gen cyt b utuh. Hasil alignment intraspesies di DAS Batang Hari menunjukkan keragaman yang lebih tinggi pada K. limpok dibanding pada O. hypopthalmus. Terdapat 11 (1.19%) nukleotida yang variabel pada K. limpok, sedangkan pada O. hypopthalmus hanya ada 1 (0.11%). Ditemukan dua situs nukleotida barcoding K. limpok dan 10 situs nukleotida barcoding O. hypopthalmus dari DAS Batang Hari. Dua situs barcoding K. limpok Batang Hari terletak pada situs ke-30 dan ke- 891 dari runutan nukleotida gen cyt b parsial.

6 11 nukleotida yang variabel pada K. limpok terdiri dari empat situs parsimoni dan tujuh situs singleton. Situs parsimoni merupakan situs yang memiliki minimal dua jenis (tipe) nukleotida dan setiap tipe minimal dimiliki oleh dua runutan. Empat situs parsimoni yang ditemukan konsisten membedakan K. limpok Mandiangin-Simpang dengan K. limpok S. Bengkal-Pelayangan. Empat situs parsimoni ini terletak pada situs ke-192, 591, 615 dan ke-762 dari runutan gen cyt b parsial. Substitusi pada keempat situs ini bersifat silent. Terdapat 42 (4.53%) nukleotida yang variabel dari total runutan K. limpok yang dialignment. 21 dari 42 nukleotida yang variabel ini merupakan situs diagnostik pembeda K. limpok Sumatera dengan genbank. Lima dari 21 nukleotida diagnostik ini (situs ke-499, 571, 616, 786 dan 884) bersifat substitusi nonsilent sehingga menghasilkan lima situs asam amino diagnostik pembeda K. limpok Sumatera dengan genbank. Perbandingan nukleotida K. limpok Sumatera (Batang Hari dan Kampar) menunjukkan terdapat 20 (2.16%) nukleotida yang variabel. Empat dari 20 situs ini merupakan situs nukleotida diagnostik yang membedakan K. limpok Batang Hari dengan K. limpok Kampar. Empat nukleotida diagnostik pembeda K. limpok Batang Hari dengan Kampar ini terletak pada situs ke-30, 360, 388 dan ke-891 dari runutan gen cyt b parsial. Substitusi pada nukleotida ke-388 bersifat nonsilent sehingga dapat digunakan sebagai situs asam amino diagnostik pembeda K. limpok Batang Hari dengan K. limpok Kampar. Satu nukleotida yang variabel pada O. hypopthalmus DAS Batang Hari. terdapat pada nukleotida ke-883 dari runutan gen cyt b parsial. Nukleotida pada O. hypopthalmus dari Simpang dan S. Bengkal adalah guanin, sedangkan pada O. hypopthalmus dari Mandiangin dan Pelayangan adalah adenin. Substitusi ini bersifat nonsilent. Asam amino ke-295 pada O. hypopthalmus dari Simpang dan S. Bengkal adalah alanina (GCC), sedangkan pada O. hypopthalmus dari Mandiangin dan Pelayangan adalah treonina (ACC). Alanina bersifat non polar (hidrofobi), sedangkan treonina bersifat polar. Perbandingan nukleotida O. hypopthalmus Sumatera (Batang Hari dan Kampar) menunjukkan terdapat 12 (1.29%) nukleotida yang variabel. 10 dari 12 situs ini merupakan situs nukleotida diagnostik yang membedakan O. hypopthalmus Batang Hari dengan O. hypopthalmus Kampar. Ke-10 situs nukleotida diagnostik ini bersifat substitusi silent. Konstruksi filogeni antara semua sampel ikan lais berdasarkan runutan gen cyt b parsial 927 bp mampu memisahkan genus Kryptopterus dengan Ompok. Akan tetapi O. hypopthalmus membentuk cluster sendiri yang terpisah dari cluster Ompok secara umum. Adanya cluster tersendiri pada O. hypopthalmus merupakan hal yang membutuhkan penelitian lebih lanjut. Dibutuhkan penambahan jumlah sampel baik dari populasi yang sama ataupun dari populasi yang berbeda untuk membantu menjelaskan sistematika O. hypopthalmus berdasarkan data molekuler. Selain penambahan sampel, penggunaan marka genetik lain mungkin akan membantu menjelaskan clustering ini. Marka genetik yang disarankan adalah gen cytochrome oxidase 1 (CO1) atau 16S DNA mitokondria. Kata kunci: keragaman, struktur morfologis, cytochrome b, Kryptopterus, Ompok, Batang Hari

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8 KERAGAMAN STRUKTUR MORFOLOGIS DAN GEN CYTOCHROME b DNA MITOKONDRIA Kryptopterus spp. DAN Ompok spp. (SILURIDAE) DI DAS BATANG HARI JAMBI ABDUL RAHMAN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biosains Hewan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi.

10 Judul Tesis Nama NIM : Keragaman struktur morfologis dan gen cytochrome b DNA mitokondria Kryptopterus spp. dan Ompok spp. (Siluridae) di DAS Batang Hari Jambi. : Abdul Rahman : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA. Ketua Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA. Anggota Diketahui Ketua Departemen Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 16 Desember 2010 Tanggal Lulus: 06 Januari 2011

11 Buat (alm) Ayah, yang mengajariku banyak hal tentang hati; buat Mak, cinta, kasih sayang dan doa yang tidak pernah putus; dan anak-anakku, thiya dan niyya, harapan kalian yang membuat saya bertahan; untuk seluruh keluarga besar (alm) Abdul Kadir di Pasaman, Jambi dan Duri, keluarga besar Mertua di Bengkulu, terima kasih untuk bantuan moril dan materilnya. Semoga langkah tetap teguh dalam kejujuran, kemandirian dan kesederhanaan.

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Kuasa atas anugerah-nya tulisan ini dapat diselesaikan. Terima kasih kepada komisi pembimbing, Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA, atas arahan, saran dan bimbingannya. Terima kasih juga kepada jajaran pimpinan di Universitas Bengkulu atas izin untuk studi S2 ini, kepada Dirjen DIKTI dan jajarannya yang telah mengamanahkan beasiswa BPPS dari Rakyat Indonesia kepada saya. Penulis juga mengucapkan terima kasih Para Nelayan di DAS batang Hari yang selalu berharap banyak agar penelitian ini bermanfaat nyata, kepada staf akademik dan non akademik di Departemen Biologi, Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi selaku penguji luar komisi ujian tesis, rekan-rekan di BSH dan di Wisma Nur, rekan-rekan di Laboratorium GMT Fakultas Peternakan, rekan-rekan alumni Unand di IPB serta seluruh pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan S2 dan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2010 Abdul Rahman

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Saba Singkam, Koto Nopan Rao, Pasaman, Sumatera Barat pada 20 Agustus 1981 sebagai putra dari Abdul Kadir (alm) dan Syamsimah. Pendidikan sarjana ditempuh dari tahun 1998 hingga 2004 di jurusan Biologi, Universitas Andalas, Padang. Penulis pernah menjadi staf pengajar di SMA Nusantara Jambi, SMAI Al-Falah Jambi, Lembaga Pendidikan Primagama Jambi dan Kerinci, dan Universitas Jambi. Tahun 2006, penulis diangkat menjadi dosen tetap di Universitas Bengkulu. Tahun 2008, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Biosains Hewan, IPB dengan bantuan beasiswa dari Dikti (BPPS). Penulis menikah dengan Nopi Susilawati pada Februari 2008, dan telah dianugerahi dua orang putri, Aludra Fathiya R dan Hasni Haniyya R.

14 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xiii DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Kryptopterus spp. dan Ompok spp Meristik dan Morfometrik... 6 Reproduksi dan Status Populasi... 7 DNA Mitokondria... 8 Cytochrome b... 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Metode Pengambilan Sampel Pengukuran dan Pengambilan Data Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan Pengambilan Data Keragaman Struktur Morfologis Pengambilan Data Keragaman Gen Cytochrome b Isolasi dan Purifikasi DNA Total dari Sampel Otot Amplifikasi DNA Mitokondria Gen Cytochrome b Visualisasi Pita DNA Analisis Data Analisis Data Parameter Fisika-Kimia Perairan Analisis Data Keragaman Struktur Morfologis Analisis Data Keragaman Gen Cytochrome b HASIL Posisi Geografis dan Administratif Lokasi Penelitian Kondisi Perairan Lokasi Pengambilan Sampel Keragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Lais di Setiap Lokasi Pengambilan Sampel... 18

15 Keragaman Struktur Morfologis Keragaman Gen Cytochrome b Berdasarkan Runutan Nukleotida Keragaman Gen Cytochrome b Berdasarkan Runutan Asam Amino Jarak Genetik dan Filogeni PEMBAHASAN Kondisi Perairan Lokasi Pengambilan Sampel Keragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Lais di Setiap Lokasi Pengambilan Sampel Keragaman Struktur Morfologis Keragaman Gen Cytochrome b SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 52

16 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jenis ikan lais pada kelompok sungai DAS Sunda Utara Purba Jenis dan jumlah individu ikan lais yang digunakan untuk analisis Jenis dan jumlah ikan lais yang ditemukan setiap periode pengambilan sampel Nilai varians struktur morfologis ikan lais di DAS Batang Hari Persentase pengelompokan spesies pada setiap lokasi pengambilan sampel Karakterisasi nukleotida pada beberapa perbandingan ikan lais Karakterisasi nukleotida pada K. limpok dan O. hypopthalmus Daftar situs diagnostik O. hypopthalmus dari DAS Batang Hari dengan DAS Kampar Daftar situs variabel pada K. limpok dari DAS Batang Hari Daftar situs nukleotida pembeda K. limpok Batang Hari dengan Kampar Karakterisasi asam amino pada berbagai perbandingan jenis ikan lais Karakterisasi asam amino pada K. limpok dan O. hypopthalmus Jarak genetik ikan lais dari Batang Hari berdasarkan runutan gen cyt b parsial 927 bp dengan spesies pembanding dari genbank dan Kampar...32

17 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta lokasi pengambilan sampel Biplot PCA parameter fisika-kimia perairan lokasi pengambilan sampel Biplot PCA struktur morfologis seluruh sampel Biplot PCA sampel ikan lais dari Pelayangan Biplot PCA O. hypopthalmus Konstruksi filogeni seluruh ikan lais yang dianalisis berdasarkan nilai p-distance runutan nukleotida gen cyt b parsial 927 bp Konstruksi filogeni seluruh ikan lais yang dianalisis berdasarkan nilai p-distance asam amino hasil translasi runutan gen cyt b parsial 927 bp....34

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi pengambilan sampel Diagram kunci identifikasi jenis ikan lais yang ditemukan Data morfometrik baku yang diukur Data nisbah morfometrik yang dihitung Data parameter fisika-kimia lokasi pengambilan sampel Hasil uji t parameter fisika kimia lokasi pengambilan sampel Nisbah morfometrik seluruh sampel ikan lais yang ditemukan Biplot sampel ikan lais berdasarkan lokasi Biplot PCA K. limpok Penjajaran nukleotida gen cytochrome b parsial pada ikan lais Daftar situs nukleotida pembeda Kryptopterus dengan Ompok dari Sumatera Penjajaran asam amino hasil translasi gen cytochrome b parsial ikan lais Daftar perbedaan asam amino K. bichirris Batang Hari dan genbank dengan Kryptopterus secara umum Jarak genetik ikan lais dari Batang Hari dengan spesies pembanding berdasarkan runutan gen cyt b parsial 927 bp Konstruksi filogeni seluruh sampel ikan lais berdasarkan nilai distance Kimura 2 parameter dari runutan nukleotida gen cyt b parsial 927 bp...91

19 PENDAHULUAN Latar Belakang Kryptopterus spp. dan Ompok spp. secara umum disebut dengan nama lokal ikan lais. Kedua genus ini sangat mirip dan hanya dibedakan dari penampakan sirip punggung. Kryptopterus spp. memiliki sirip punggung yang tereduksi dengan jari-jari sirip kurang dari empat. Ompok spp. memiliki sirip punggung normal dengan jari-jari empat atau lebih (Kottelat et al. 1993). Identifikasi secara molekuler pada ikan lais di daerah Kampar, Riau, menunjukkan kedua genus ini berbeda pada asam amino ke-155 dari runutan gen cytochrome b utuh. Asam amino ke-155 pada Kryptopterus spp. adalah valina (val) sedangkan pada Ompok spp. adalah metionina (met) atau isoleusina (ile) (Elvyra 2009). Daerah sebaran ikan lais terdapat di perairan tawar Indochina, Semenanjung Malaya hingga Kepulauan Sunda Besar (Sundaland). Ikan lais terutama ditemukan pada sungai-sungai yang bermuara ke arah Laut Cina Selatan dan Selat Malaka. Daerah sebaran ikan lais di Indonesia terdapat di Sumatera, Kalimatan dan Jawa, dengan sebaran utama di Sumatera dan Kalimantan. Perairan di Sumatera yang ditemukan keberadaan ikan lais adalah Sungai Musi (Weber & de Beaufort 1965), Batang Hari, Indragiri (Tan & Ng 2000), Kampar (Elvyra 2009), Rangau (Yustina 2001) dan Alas (Ng et al. 2004). Salah satu perairan yang memiliki keragaman ikan lais yang tinggi adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari. Delapan jenis Kryptopterus dan lima jenis Ompok ditemukan di sungai ini (Weber & de Beaufort 1965; Tan & Ng 2000; Tan & Kottelat 2009). Kedelapan jenis Kryptopterus tersebut adalah K. bichirris, K. kryptopterus, K. micronema, K. eugeneiatus, K. limpok, K. macrocephalus, K. palembangensis dan K. schilbeides. Lima jenis Ompok yang ditemukan adalah O. hypopthalmus, O. eugeneiatus, O. fumidus, O. leiachantus dan O. rhadinurus. Sungai Batang Hari merupakan salah satu sungai terbesar di Sumatera dengan panjang sekitar 600 km. Bagian hulu Sungai Batang Hari berasal dari daerah perbatasan Jambi dan Sumatera Barat. Sungai Batang Hari melintasi sebagian Sumatera Barat bagian selatan dan sebagian besar Provinsi Jambi.

20 2 Sungai ini bermuara di Selat Berhala, pantai Sumatera bagian timur (Sabiham & Hisao 1986). Sejarah geologis menunjukkan bahwa Sungai Batang Hari, bersama-sama dengan Sungai Musi, Indragiri dan Kapuas berasal dari DAS Sunda Utara Purba (Voris 2000). Kesamaan sejarah geologis diantara kelompok sungai DAS Sunda Utara Purba diduga akan berkaitan dengan jenis fauna air yang hidup di sungai-sungai tersebut. Hasil penelitian Weber dan de Beaufort (1965; Tan & Ng 2000; Tan & Kottelat 2009), menunjukkan bahwa jenis-jenis ikan lais yang ditemukan di kelompok sungai yang berasal dari DAS Sunda Utara Purba memiliki tingkat kesamaan jenis yang tinggi (Tabel 1). Tabel 1 Jenis ikan lais pada kelompok sungai DAS Sunda Utara Purba Spesies Kryptopterus a. K. apogon b. K. bichirris c. K. micronema d. K. limpok e. K. schilbeides f. K. macrocephalus g. K. kryptopterus h. K. hexapterus i. K. palembangensis Ompok a. O. hypopthalmus b. O. eugeneiatus c. O. fumidus d. O. leiacanthus e. O. rhadinurus Sungai Musi (a,b) Batang Hari (a,b,c) Indragiri (b) x x x x x - x x x *a = Weber dan de Beaufort (1965), b = Tan dan Ng (2000), c = Tan dan Kottelat (2009), x = ditemukan, - = tidak ditemukan. x x x x x x x - x x x x x x x x x x x - - x

21 3 Aliran Sungai Batang Hari sangat panjang dan melewati berbagai karakter topografi dan vegetasi, serta pola pemanfaatan. Hal ini diduga akan memunculkan variasi struktur morfologis dan genetik pada populasi fauna, termasuk ikan lais di DAS Batang Hari. Selain itu, kesamaan sejarah geologis juga diduga akan berkaitan dengan keragaman dan karakter spesifik fauna antar sungai dalam kelompok DAS Sunda Utara Purba. Adanya keragaman dan karakter spesifik, baik secara struktur morfologis maupun genetik merupakan bagian adaptasi dari fauna tersebut terhadap lingkungan yang dihadapinya. Informasi keragaman morfologis dan genetik pada suatu organisme sangat berguna untuk karakterisasi jenis, perkembangan dan distribusinya berdasarkan ruang dan waktu. Karakterisasi jenis, perkembangan dan distribusi populasi dibutuhkan untuk menentukan langkah konservasi dan pemanfaatan secara berkesinambungan. Selain itu, tingkat keragaman antarpopulasi, terutama keragaman genetik, dapat juga digunakan untuk memperkirakan tingkat resiko kepunahan suatu organisme (Lacy 1997). Kajian menyeluruh aspek morfologis, genetik dan ekologis dibutuhkan sebagai informasi untuk menentukan langkah pelestarian ikan lais di lingkungan alaminya, dan sebagai dasar untuk domestikasi ikan lais. Oleh sebab itu, penelitian tentang keragaman struktur morfologis dan genetik, antarspesies dan antarpopulasi ikan lais di DAS Batang Hari Jambi sangat perlu untuk dilakukan. Salah satu marka genetik yang banyak digunakan untuk mengungkapkan keragaman genetik dalam populasi adalah gen cytochrome b DNA mitokondria (Farias et al. 2001). Gen cytochrome b telah terbukti efektif digunakan untuk melihat keragaman dan sebaran spesies ikan lais di daerah Kampar (Elvyra 2009). Tujuan Penelitian Menganalisis keragaman struktur morfologis dan keragaman gen cytochrome b DNA mitokondria antarpopulasi dan antarspesies ikan lais di DAS Batang Hari, Jambi.

22 4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. Memperoleh data keragaman struktur morfologis dan gen cyt b Kryptopterus spp. dan Ompok spp. di DAS Batang Hari. 2. Memberikan data pembanding untuk verifikasi sistematika Kryptopterus spp. dan Ompok spp. berdasarkan penampilan morfologis yang dikemukakan Weber dan de Beaufort (1965), dan Kottelat et al. (1993). 3. Memberikan data terbaru anggota dari jenis-jenis Kryptopterus dan Ompok yang masih ditemukan di Sungai Batang Hari berdasarkan karakter morfologis dan genetik. 4. Data awal analisis filogeografi Kryptopterus spp. dan Ompok spp. pada kelompok sungai yang berasal dari DAS Sunda Utara Purba.

23 TINJAUAN PUSTAKA Kryptopterus spp. dan Ompok spp. Kryptopterus spp. dan Ompok spp. merupakan kelompok ikan air tawar yang termasuk dalam ordo Siluriformes, famili Siluridae. Famili Siluridae dikenal sebagai ikan bersungut (catfish) yang mengalami penciutan sirip punggung. Famili Siluridae memiliki satu atau dua pasang sungut pada rahang bawah dan rahang atas, dan sungut pada rahang atas biasanya lebih panjang (Nelson 2006). Famili Siluridae dibedakan dari famili lain dalam ordo Siluriformes berdasarkan ciri kepala dan badannya yang lebih pipih (Diogo 2005). Famili ini memiliki sirip anal sangat panjang terdiri dari jari-jari lunak, dengan sirip perut kecil atau tidak ada, dan tidak memiliki sirip lemak (Nelson 2006). Sirip punggung tidak dilengkapi dengan jari-jari keras, dan jumlah jari-jari sirip kurang dari tujuh. Jarijari keras pada sirip dada biasanya tidak kuat. Beberapa genera dalam famili Siluridae tidak memiliki sirip punggung (Diogo 2005). Paling kurang ada 11 genera dan 97 spesies dalam famili Siluridae. Genera yang termasuk famili Siluridae antara lain Belodontichthys, Ceratoglanis, Hemisilurus, Hito, Kryptopterus, Micronema, Ompok, Pterocryptis, Silurichthys, Silurus (Parasilurus), dan Wallago (Nelson 2006). Genus Kryptoterus dan Ompok memiliki warna dan bentuk tubuh yang mirip. Kedua genus ini secara umum disebut ikan lais (Elvyra 2009) dan hanya dibedakan dari penampakan sirip punggung (Kottelat et al. 2003). Kelompok ikan ini tersebar di perairan tawar Indochina, Thailand, Borneo dan Sumatera. Penciri jenis (spesies) dalam genus Kryptopterus dan Ompok dapat didasarkan pada berbagai karakter. Weber dan de Beaufort (1965) mengutamakan jumlah jari-jari sirip sebagai kunci identifikasi jenis Kryptopterus. Kottelat et al. (1993), menggunakan jumlah dan panjang sungut, dan jumlah jari-jari sirip anal untuk kunci identifikasi Kryptopterus dan Ompok. Ng (2004) menggunakan indeks perbandingan morfometrik untuk karakterisasi jenis Kryptopterus. Beberapa indeks morfometrik yang digunakan tersebut antara lain: perbandingan panjang, tinggi dan lebar kepala terhadap panjang baku, perbandingan panjang

24 6 sirip terhadap panjang baku, perbandingan panjang hidung terhadap panjang kepala dan perbandingan diameter mata terhadap panjang kepala. Paling kurang 14 spesies Kryptopterus dan 7 spesies Ompok telah dideterminasi. Pembeda utama antar spesies dalam kedua genus ini didasarkan pada jumlah dan jarak terjauh sungut, dan jumlah sirip anal. Akan tetapi ada beberapa kelompok spesies yang memiliki sungut dan jumlah sirip anal yang mirip, sehingga diperlukan karakter lain untuk pembeda antar spesies. Karakter lain yang digunakan sebagai penciri spesies antara lain: pola warna badan, bentuk cuping sirip ekor, bentuk gigi vomer, dan beberapa indeks morfometrik. Indeks morfometrik yang digunakan adalah perbandingan kepala terhadap panjang baku, perbandingan diameter mata terhadap panjang kepala dan perbandingan panjang sirip dada terhadap panjang kepala (Kottelat et al. 1993). Meristik dan Morfometrik Karakter struktur morfologis telah umum digunakan dalam biologi ikan untuk mengukur tingkat perbedaan dan hubungan antar takson pada berbagai tingkatan (Turan 1999). Karakter struktur morfologis dapat dibagi atas karakter meristik dan morfometrik. Karakter meristik adalah struktur yang dapat dihitung seperti jumlah sisik, jumlah insang, pori-pori pada kepala dan sebagainya. Karakter morfometrik adalah karakter yang dapat diukur seperti panjang sirip, panjang kepala, diameter mata, atau perbandingan antar beberapa karakter yang dapat diukur (Helfman et al. 1997). Pengukuran karakter morfometrik dapat digunakan untuk memperkirakan persediaan (ukuran populasi) ikan pada suatu lokasi (Misra & Easton 1999). Selain itu karakter morfometrik dapat digunakan untuk interpretasi habitat dan tingkah laku makan suatu spesies (Calvanti et al. 1999). Ketepatan analisis morfometrik dengan perkiraan ukuran populasi ikan dipengaruhi oleh jumlah karakter morfometrik yang dianalisis (Misra & Easton 1999). Penggunaan karakter-karakter tradisisonal banyak dikritik karena memiliki banyak bias dan kelemahan. Sebagai alternatif, perlu suatu sistem pengukuran morfometrik baru (truss system) sehingga analisis ukuran populasi ikan lebih tepat (Turan 1999).

25 7 Karakter meristik dan morfometrik dapat dianalisis dengan metode analisis komponen utama (PCA). PCA merupakan teknik analisis multivarian yang mampu mebedakan kelompok sama atau berbeda berdasarkan dua atau lebih karakter yang terukur (Quicke 1997). Konsep dasar PCA adalah analisis kelompok, karakter yang sama akan dikelompokkan pada satu kelompok dan karakter yang berbeda dipisahkan menjadi kelompok yang berbeda. Hasil dari PCA adalah pengelompokan fenetik atau yang sering disebut dengan fenogram (Ubaidillah & Sutrisno 2009). Reproduksi dan Status Populasi Usia matang gonad pada ikan lais berbeda antara jantan dan betina. Menurut Simanjuntak (2007), ikan lais betina mulai matang gonad saat panjang tubuh mencapai 115 mm, sedangkan lais jantan mulai matang gonad saat panjang tubuh mencapai 214 mm. Penelitian terbaru Elvyra (2010), menyatakan bahwa ikan lais betina baru mulai matang gonad saat mencapai ukuran 229 mm dengan berat gram, sedangkan lais jantan mulai matang gonad saat berukuran panjang 226 mm dengan berat gram. Ciri morfologis betina matang gonad ditandai dengan ovari dan telur berwarna kuning, mengisi hingga 2/3 rongga perut. Telur tersusun rapat dan butir telur mudah dipisahkan. Sedangkan jantan matang gonad ditandai dengan testis mengisi hingga ¼ rongga perut, gerigi testis lebar dan tebal, dan struktur testis menjadi lebih pejal (Elvyra 2009). Pemijahan ikan lais hanya berlangsung satu musim dalam setahun (total spawner). Pemijahan mulai berlangsung pada awal musim penghujan dan mencapai puncaknya pada bulan Oktober (Simanjuntak 2007; Elvyra 2010). Namun hasil penelitian Simanjuntak (2007), dan Elvyra (2010) pada sungai yang sama menunjukkan sedikit perbedaan pada lama waktu pemijahan. Simanjuntak (2007), menyatakan bahwa pemijahan ikan lais berlangsung dari bulan Juni hingga Desember. Sedangkan Elvyra (2010), menyatakan waktu pemijahan ikan lais berlangsung lebih pendek yaitu hanya terjadi pada bulan September hingga November. Pemijahan ikan lais dominan dilakukan di daerah rawa banjiran, sehingga ekosistem rawa banjiran memegang peranan penting dalam siklus reproduksi ikan

26 8 lais. Pemijahan ikan lais berlangsung sebelum terjadinya banjir maksimum. Hal ini merupakan strategi adaptasi ikan lais untuk mendapatkan keuntungan dari sumberdaya makanan alami yang tersedia bagi juwana ikan. Beberapa bulan kemudian ketika musim banjir besar tiba, anak-anak ikan lais sudah dapat mengkonsumsi anak-anak spesies ikan yang lain yang baru menetas (Simanjuntak 2007). Nilai fekunditas rata-rata pada ikan lais adalah sebesar 6635 dengan diameter telur 0.77 mm. Nilai fekunditas adalah banyaknya jumlah telur yang ada dalam ovari sesaat sebelum ikan melakukan pemijahan. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada diameter telur di ovari bagian anterior, tengah dan posterior. Hal ini memperkuat bukti bahwa ikan lais memiliki pola pemijahan serentak (total spawner). Fekunditas ikan lais hanya tergantung pada indeks kematangan gonad, dan tidak terpengaruh dengan bertambahnya ukuran panjang. Ikan lais yang telah mengalami pematangan gonad tidak akan memiliki fekunditas yang lebih tinggi walaupun memiliki ukuran tubuh yang lebih panjang (Elvyra 2010). Belum ada usaha konservasi yang signifikan untuk melindungi ikan lais. Data IUCN (2010), menunjukkan hanya empat jenis ikan lais yang termasuk dalam daftar IUCN. Diantara keempat jenis tersebut hanya Ompok fumidus yang dikategorikan sebagai ikan lais terancam punah (vulnerable) dengan perkembangan populasi yang terus menurun. Sedangkan tiga jenis lainnya (O. leiachantus, K. lumholtzi dan K. micronema) dikategorikan sebagai tidak cukup data (data deficient). Elvyra (2009), menyarankan penangkapan ikan lais hanya dilakukan pada ikan yang telah melewati tahapan matang gonad, yaitu 229 mm pada betina dan 226 mm pada jantan. Berdasarkan waktu pemijahan, sebaiknya penangkapan hanya dilakukan setelah ikan melakukan pemijahan yaitu pada akhir bulan November dan harus dihindari penangkapan sebelum ikan melakukan pemijahan. DNA Mitokondria DNA mitokondria (mtdna) merupakan DNA utas ganda yang pada umumnya berbentuk sirkuler. DNA mitokondria terdiri atas DNA utas berat (heavy strand) dan DNA utas ringan (light strand). Utas berat terdiri atas 2 gen

27 9 penyandi rrna (16 S dan 12 S), 12 gen penyandi protein (NADH dehydrogenase (ND)1, ND2, ND3, ND4, ND5, ND 4L, COI, COII, COIII, Cythochrome-b, ATPase 6 dan ATPase 8), 14 gen penyandi trna dan daerah bukan penyandi (dloop). Utas ringan terdiri dari 1 gen penyandi protein (ND 6) dan 8 gen penyandi trna (glutamic acid, proline, serine, tyrosine, cystein, asparagine, alanine dan glutaminaae). Berdasarkan fungsinya, genom mitokondria dibagi menjadi daerah penyandi (coding region) dan daerah bukan penyandi (non coding region). Daerah penyandi terdiri dari 13 gen penyandi protein, 2 gen penyandi rrna dan 22 gen penyandi trna. Daerah bukan penyandi hanya ada pada daerah kontrol (control region). Daerah control region berperan dalam proses transkripsi dan replikasi genom mitokondria (Anderson et al. 1981). Rekonstruksi pohon filogenetik dan sistematika pada berbagai kelompok hewan termasuk ikan lebih sering menggunakan analisis mtdna dibanding DNA inti. DNA mitokondria berevolusi lebih cepat dibanding DNA inti, sehingga proses evolusi antar takson lebih mudah dideteksi (Kocher et al. 1989). Menurut Solihin (1994), mtdna memiliki keunggulan sebagai penanda dalam keragaman genetik dan studi biologi populasi pada hewan karena: (i) mt DNA terdapat dalam jumlah kopi yang tinggi, sehingga lebih mudah diisolasi dan dipurifikasi; (ii) mtdna berukuran relatif kecil sehingga dapat dipelajari sebagai kesatuan yang utuh; (iii) bagian-bagian mtdna berevolusi dengan kecepatan yang berbeda sehingga dapat digunakan untuk studi sistematika dan zoogeografi; (iv) mtdna diturunkan melalui jalur induk betina tanpa rekombinasi sehingga afinitas genetik yang diatur mtdna merupakan refleksi dari filogeni matriarcale (garis induk betina); (v) mtdna sangat polimorf, baik untuk intrapopulasi maupun untuk interspesies. Cytochrome b Gen cytochrome b (cyt b) mtdna merupakan salah satu gen yang paling banyak dipelajari pada ikan. Ukuran gen cytochrome b pada ikan berkisar 1140 bp (Ketmaier et al. 2004; Doadrio & Perdices 2005) hingga 1143 bp (Perez et al. 2007). Seperti halnya sebagian besar gen pengkode protein, gen cyt b mtdna

28 10 merupakan transmembran protein yang penting dalam rantai respirasi seluler organisme (Kocher et al. 1989). Gen cyt b mtdna dapat digunakan sebagai parameter klasifikasi pada berbagai tingkatan taksa, karena nilai mutasi pada gen ini berbeda berdasarkan posisi kodonnya (Irwin et al. 1991). Namun demikian, masih ada beberapa keraguan tentang kemampuan gen cyt b menghasilkan pohon filogeni yang akurat, apabila fragmen yang digunakan berukuran pendek (Kocher et al. 1989). Pada ikan, gen cyt b telah digunakan untuk menganalisis filogeni (Sullivan et al. 2004), sejarah dan struktur genetik antar populasi yang berbeda (Aboim et al. 2005), struktur genetik populasi yang terisolasi (Russel 2003) maupun sejarah biogeografi (Mateos et al. 2002). Kodon (basa nitrogen) pertama dan kedua pada gen cyt b mtdna memiliki nilai gamma yang rendah. Hal ini berarti bahwa kodon pertama dan kedua pada gen cyt b memiliki nilai substitusi yang rendah atau tidak bervariasi antar individu. Sebaliknya, kodon ketiga memiliki nilai gamma yang tinggi. Hal ini berarti bahwa kodon ketiga memiliki nilai substitusi yang tinggi, atau bervariasi antar individu (Farias et al. 2001). Akan tetapi, walaupun memiliki nilai substitusi yang tinggi, sebagian besar substitusi pada kodon ketiga bersifat saturation effect. Saturation effect adalah perubahan basa nukleotida yang tidak diikuti dengan perubahan asam amino yang ditranslasikan (Kocher et al. 1989). Substitusi nukleotida terdiri atas substitusi transisi dan transversi. Substitusi transisi adalah substitusi basa nitrogen sejenis, purin menjadi purin atau pirimidin menjadi pirimidin. Substitusi transversi adalah perubahan nukleotida dari basa purin menjadi pirimidin atau sebaliknya. Pada gen penyandi protein, substitusi nukleotida dapat menghasilkan asam amino yang sama (substitusi silent/sinonim), maupun asam amino yang berbeda (substitusi non sinonim). Sebagian besar substitusi sinonim ditemukan akibat substitusi nukleotida pada kodon ketiga, walaupun dapat terjadi akibat substitusi nukleotida pada kodon pertama. Substitusi non sinonim dominan ditemukan akibat substitusi nukleotida pada kodon kedua dan pertama, walaupun dapat terjadi akibat substitusi nukleotida pada kodon ketiga (Nei & Kumar 2000).

29 BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 hingga Juni Pengambilan sampel dilakukan di DAS Batang Hari, Jambi. Analisis molekuler dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor. Metode Pengambilan Sampel Kryptoterus spp. dan Ompok spp. (lais) dikoleksi dari empat lokasi (titik) pengambilan sampel di DAS Batang Hari. Empat lokasi pengambilan sampel adalah: Desa Mandiangin Tebet (Mandiangin), Desa Sungai Bengkal (S. Bengkal), Desa Pelayangan dan Desa Simpang. Pengambilan lokasi pengambilan sampel didasarkan pada pola aliran Sungai Batang Hari (Gambar 1). Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel, 1: Mandiangin Tebet, 2: Sungai Bengkal, 3: Pelayangan, 4: Simpang, garis hijau = aliran sungai Batang Hari, garis kuning = aliran sungai Batang Tembesi. Desa Mandiangin Tebet (1) dilewati Sungai Batang Tembesi. Sungai Batang Tembesi merupakan anak sungai terbesar dari DAS Batang Hari yang berasal dari daerah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Desa Sungai Bengkal (2) dilewati aliran utama Sungai Batang Hari yang berasal dari daerah perbatasan Jambi

30 12 dengan Sumatera Barat. Sungai Batang Tembesi akan bertemu dengan Sungai Batang Hari di Desa Pelayangan (3). Sungai Batang Hari akan melewati Kabupaten Batang Hari, Kotamadya Jambi dan Kabupaten Muara Jambi sebelum bercabang menjadi dua sungai di Desa Simpang (4). Salah satu cabang melewati Taman Nasional Berbak, sehingga cabang ini disebut Sungai Berbak. Cabang yang lain melewati pelabuhan Muara Sabak dan tetap disebut Sungai Batang Hari. Kedua sungai ini akan bermuara di Selat Berhala di Pantai Sumatera Timur. Peta lokasi pengambilan sampel yang lebih rinci ditampilkan pada lampiran 1. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga periode yang dianggap menggambarkan kondisi tahunan populasi ikan lais di DAS Batang Hari. Pengambilan sampel pada bulan Agustus 2009 mewakili kondisi surut terendah (puncak musim kemarau) di DAS Batang Hari. Pengambilan sampel pada bulan Desember 2009 mewakili awal musim penghujan, saat air Sungai Batang Hari mulai naik. Pengambilan sampel pada bulan April 2010 mewakili kondisi akhir musim penghujan (saat air Sungai Batang Hari mulai surut). Kryptoterus spp. dan Ompok spp. yang telah dikoleksi, diidentifikasi berdasarkan Kottelat et al. (1993), dan Tan dan Ng (2000) (Lampiran 2). Jenis Kryptopterus dan Ompok yang ditemukan beserta jumlah individu yang digunakan untuk analisis keragaman struktur morfologis dan genetik ditampilkan pada tabel 2. Sampel yang digunakan disimpan di Musium Zoologicum Bogoriense (MZB), Bogor sebagai spesimen sebaran lokasi ditemukannya ikan lais. Tabel 2 Jenis dan jumlah individu ikan lais yang digunakan untuk analisis No Spesies Analisis struktur morfologis Analisis gen Cyt b A B C D A B C D 1 O. hypopthalmus K. limpok K. micronema K. bichirris Jumlah *A= Mandiangin, B= S. Bengkal, C= Pelayangan, D= Simpang.

31 13 Perbandingan keragaman struktur morfologis dan gen cyt b antar lokasi pengambilan sampel hanya dilakukan pada K. limpok dan O. hypopthalmus karena kedua spesies ini merupakan spesies ikan lais yang paling umum ditemukan di DAS Batang Hari. K. limpok dan O. hypopthalmus dapat ditemukan sepanjang tahun di DAS Batang Hari, sedangkan K. micronema dan K. bichirris hanya dapat ditemukan saat air Sungai Batang Hari mulai naik (Desember) dan saat air Sungai Batang Hari mulai surut (April). Selain itu, K. bichirris hanya dapat ditemukan di stasiun Mandiangin dan Pelayangan dengan jumlah individu kurang dari target yang direncanakan. Target awal jumlah individu dalam penelitian ini adalah 10 individu/jenis/lokasi. Pengukuran dan Pengambilan Data Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan Pada setiap lokasi pengambilan sampel dilakukan pengukuran parameter fisika kimia perairan. Parameter fisika yang diukur adalah ketinggian tempat, suhu perairan, kecepatan arus dan kecerahan. Ketinggian tempat diukur dengan GPS, suhu perairan diukur dengan termometer, kecepatan arus diukur dengan metoda bola hanyut, dan kecerahan diukur dengan secchi disk. Parameter kimia yang diukur adalah ph, oksigen terlarut (DO) dan alkalinitas. ph diukur dengan menggunakan ph meter, DO diukur dengan DO meter, dan alkalinitas diukur dengan metode titrasi asam basa. Pengambilan Data Keragaman Struktur Morfologis Data morfologi yang akan diukur pada setiap individu mengikuti metode baku pengukuran morfometrik ikan menurut Soewardi et al. (1995) yang telah dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah mengganti karakter panjang total dan tinggi maksimum dengan karakter panjang sirip dada dan diameter mata (Lampiran 3). Selain itu, dilakukan penghitungan nilai tinggi bukaan mulut yang diperoleh berdasarkan perkalian nilai panjang rahang atas dengan 2 (Affandi et al. 2009). Berdasarkan pengukuran morfometrik baku diatas, dilakukan pengukuran proporsi ukuran tubuh yang dikategorikan sebagai data nisbah morfometrik.

32 14 Penentuan nisbah data morfometrik yang dihitung mengacu pada Soewardi et al. (1995) yang telah dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah menghilangkan indeks yang berhubungan dengan karakter panjang total dan tinggi maksimum. Indeks panjang bagian tubuh di muka sirip punggung/panjang total diganti dengan indeks panjang bagian tubuh di muka sirip punggung/panjang baku. Dilakukan penambahan tiga indeks baru yaitu panjang sirip dada/panjang kepala, diameter mata/panjang kepala dan tinggi bukaan mulut/tinggi kepala (Lampiran 4). Pengambilan Data Keragaman Gen Cytochrome b Sampel yang digunakan dalam analisis keragaman genetik adalah jaringan otot yang terletak di dekat sirip ekor. Jaringan otot diambil sebesar 1 cm 3 dan dimasukkan ke dalam tabung koleksi yang telah diisi etanol absolut (96%). Perbandingan sampel dengan etanol absolut dalam tabung koleksi dijaga tidak kurang dari 1:5. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium untuk pengkodean DNA (DNA typing). Tahapan DNA typing meliputi isolasi dan purifikasi DNA total, amplifikasi gen target, visualisasi pita gen target dan sekuensing. Isolasi dan Purifikasi DNA Total dari Sampel Otot Isolasi dan purifikasi DNA total mengacu pada metode Sambrooks et al. (1989) yang telah dimodifikasi Duryadi (1993). Otot ikan lais dicacah halus, dimasukkan ke dalam tabung polietilen, kemudian ditambahkan 500 μl digestion buffer. Selanjutnya sampel dihancurkan sampai halus dengan pengaduk gelas di dalam tabung polietilen. Setelah sampel cukup halus, ditambahkan lagi 250 μl digestion buffer, digoyang sebentar, dan diinkubasi pada suhu 55ºC selama 12 jam. Setelah itu sampel disentrifugasi dengan kecepatan 6500 rpm selama beberapa detik, selanjutnya supernatan (cairan bagian atas) hasil sentrifugasi dipindahkan ke tabung polietilen baru. Sampel kemudian ditambahkan 500 μl fenol, digoyang sampai tercampur rata, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung polietilen baru, ditambahkan 500 μl kloroform isoamil alkohol, digoyang sampai tercampur rata, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 3 menit. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke tabung polietilen baru, ditambahkan etanol absolut dingin sebanyak 2 kali volume sampel, digoyang sebentar, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan rpm

33 15 selama 5 menit. Selanjutnya etanol absolut dalam tabung polietilen tersebut dibuang. Endapan (pelet) yang tinggal dalam tabung polietilen ditambah 500 μl etanol 70%, digoyang sebentar dan disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 5 menit. Endapan yang terbentuk (DNA) yang diperoleh dikeringkan di udara terbuka. DNA yang diperoleh ditambahkan 100 μl larutan TE (Tris HCl - EDTA), digoyang sebentar, kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 15 menit. Sampel DNA total yang diperoleh disimpan dalam freezer. Amplifikasi DNA Mitokondria Gen Cytochrome b Amplifikasi gen cyt b dari mtdna ikan lais dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Primer, komposisi bahan pereaksi PCR, dan kondisi reaksi PCR mengacu pada Elvira (2009). Primer yang digunakan adalah cbkr 1: 5 -CCCGAAAAACTCACCCCTTA-3 dan cbkr 2: 5 - ATAGCCCGGTTAGAGGGTTT-3. Target primer ini adalah gen cyt b sepanjang 1104 bp. Komposisi (bahan) pereaksi yang digunakan dalam setiap reaksi PCR terdiri dari ng sampel, 100 mm primer, 0.01 mm dntp, 50 mm MgCl dan 1 unit Taq-polymerase. Kondisi PCR adalah sebagai berikut: predenaturasi selama 5 menit pada suhu 94 o C, denaturasi selama 30 detik pada suhu 94 o C, penempelan primer selama 45 detik pada suhu 60 o C, elongation selama 1 menit pada suhu 72 o C dan post PCR pada suhu 72 o C selama 5 menit. Proses PCR dilakukan sebanyak 35 siklus. Visualisasi Pita DNA Hasil PCR akan divisualisasi dengan metode elektroforesis pada gel agarose 1,2% dengan voltase 85 mv selama 40 menit. Hasil elektroforesis diwarnai dengan menggunakan ethidium bromide. Pita DNA yang telah diwarnai diamati dengan sinar ultraviolet. Hasil PCR yang teramplifikasi dengan baik akan dirunut (sequens). Analisis Data Analisis Data Parameter Fisika-Kimia Perairan Data parameter fisika kimia perairan pagi, siang dan sore hari dirataratakan. Rata-rata data diolah dengan uji t pada taraf 5% untuk melihat apakah

34 16 parameter fisika kimia perairan antar lokasi pengambilan sampel berbeda nyata atau tidak. Jika hasil uji t taraf 5% berbeda nyata, uji t dilanjutkan pada taraf 1%. Analisis Data Keragaman Struktur Morfologis Data keragaman struktur morfologis diuji dengan metode principal component analysis (PCA) menggunakan program R (Everitt & Hothorn 2006). Hasil pengolahan data ini diharapkan akan menunjukkan perbedaan struktur morfologis antar spesies dan antar lokasi pengambilan sampel. Analisis Data Keragaman Gen Cytochrome b Pengolahan runutan gen cytochrome b dilakukan dengan program MEGA 4 (Tamura et al. 2007). Hasil runutan di aligment, kemudian dihitung keragaman dan jarak genetik intra dan antarpopulasi. Analisis pohon filogeni dari data runutan dilakukan dengan menggunakan metode Neighbour Joining. Data cyt b mtdna ikan lais yang diperoleh dibandingkan dengan data gen cyt b ikan lais dari gen bank ( dan Sungai Kampar (Elvyra 2009) untuk melihat pola standar baku isi runutan maupun variasi yang terjadi. Spesies dan kode akses ikan lais pembanding dari genbank adalah sebagai berikut: Kryptopterus minor (AY458895), K. minor (DQ119481), K. limpok (DQ119431), K. kryptopterus (DQ119434), K. schilbeides (DQ119482), O. bimaculatus (DQ119433), O. bimaculatus (FJ711331), O. miostoma (DQ119435), O. pabda (FJ711257) dan O. pabo (FJ711294).

35 HASIL Posisi Geografis dan Administratif Lokasi Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada empat stasiun yaitu: Desa Mandiangin Tebet (Mandiangin), Desa Sungai Bengkal (S. Bengkal), Desa Pelayangan dan Desa Simpang. Desa Mandiangin terletak pada ketinggian 29 mdpl dengan kordinat LS dan BT. Secara administratif Desa Mandiangin termasuk dalam Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun. Desa S. Bengkal terletak pada ketinggian 30 mdpl dengan kordinat LS dan BT. Secara administratif Desa S. Bengkal termasuk dalam Kecamatan Tebo Ilir, Kabupaten Muara Tebo. Desa Pelayangan terletak pada ketinggian 15 mdpl dengan kordinat LS dan BT. Secara administratif Desa Pelayangan termasuk dalam Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batang Hari. Desa Simpang terletak pada ketinggian 7 mdpl dengan kordinat LS dan BT. Secara administratif Desa Simpang termasuk dalam Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kondisi Perairan Lokasi Pengambilan Sampel Analisis data parameter fisika-kimia lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan metode Principal Component Analysis (PCA). Hasil analisis menunjukkan ke-empat stasiun pengambilan sampel terbagi dalam tiga kelompok, yaitu Mandiangin, Simpang dan gabungan S. Bengkal dengan Pelayangan (Gambar 2). Lokasi Mandiangin dicirikan dengan kecepatan arus dan kecerahan yang tinggi. Lokasi Simpang dicirikan dengan kecerahan yang tinggi. Tidak ada parameter fisika-kimia perairan yang dominan di lokasi S. Bengkal dan Pelayangan. Data parameter fisika-kimia lokasi pengambilan sampel ditampilkan pada lampiran 5. Berdasarkan plotting data parameter fisika-kimia perairan dilakukan uji keterkaitan (korelasi) untuk melihat hubungan antarkarakter. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kecepatan arus berbanding terbalik dengan tingkat alkalinitas (P = ), sedangkan ph berbanding terbalik dengan kecerahan (P= ). Korelasi antarkarakter lain seperti suhu dan DO tidak menunjukkan nilai korelasi yang signifikan.

36 18 Gambar 2 Biplot PCA parameter fisika-kimia perairan lokasi pengambilan sampel, 1=Mandiangin, 2=S. Bengkal, 3=Pelayangan, 4=Simpang. Hasil uji t taraf 95% terhadap parameter fisika-kima perairan lokasi pengambilan sampel (Lampiran 6) menunjukkan keempat stasiun tidak memiliki parameter fisika-kimia yang berbeda nyata. Hal yang sama juga ditemukan ketika taraf uji t dinaikkan hingga 99%. Tidak ada lokasi yang memiliki parameter fisika-kimia yang berbeda nyata. Keragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Lais di Setiap Lokasi Pengambilan Sampel Ikan lais yang ditemukan dalam penelitian ini ada 4 jenis yaitu Ompok hypopthalmus, Kryptopterus micronema, K. limpok, dan K. bichirris (Tabel 3). Pengamatan selama periode pengambilan sampel menunjukkan bahwa O. hypopthalmus dan K. limpok merupakan jenis yang paling mudah ditemukan. Kedua jenis ini konsisten ditemukan setiap periode pengambilan sampel, yang berarti bahwa O. hypopthalmus dan K. limpok dapat ditemukan sepanjang tahun di DAS Batang hari. Diantara kedua spesies ini, O. hypopthalmus lebih sering ditemukan dan dengan jumlah individu tangkapan yang lebih banyak. Kryptopterus micronema hanya ditemukan dua kali dari tiga kali periode pengambilan sampel, yaitu saat air Sungai Batang Hari mulai naik (awal musim penghujan) dan saat air Sungai Batang Hari mulai surut (akhir musim penghujan). Kryptopterus bichirris hanya ditemukan saat air Sungai Batang Hari mulai surut

37 (pengambilan sampel ketiga), dan hanya ditemukan di stasiun Mandiangin dan Pelayangan. 19 Tabel 3 Jenis dan jumlah ikan lais yang ditemukan setiap periode pengambilan sampel Nama jenis Periode pengambilan sampel Jumlah Agustus 2009 Desember 2009 April 2010 A B C D A B C D A B C D O. hypopthalmus * - * - * - * * * * * * 40 K. limpok 3 * * - - * * * * 40 K. micronema * * * * 40 K. bichirris * - 14 Jumlah 134 *=Ditemukan dan dikoleksi dengan jumlah sampel maksimal 10 individu/jenis/lokasi, angka =hanya ditemukan sebanyak angka tersebut, -= tidak ditemukan, A= Mandiangin, B= S. Bengkal, C= Pelayangan, D= Simpang. Berdasarkan periode pengambilan sampel ditemukan bahwa ikan lais dominan ditemukan saat akhir musim penghujan atau saat air Sungai Batang Hari mulai surut (April-Mei). Saat akhir musim penghujan disebut juga dengan musim puncak tangkapan ikan. Pada tahun 2010, musim puncak tangkapan ikan berlangsung pada akhir April hingga awal Mei. Menurut informasi nelayan di DAS Batang Hari, musim puncak tangkapan ikan pada tahun 2009 berlangsung satu bulan lebih cepat, yaitu pada pertengahan Maret. Musim puncak tangkapan ikan di daerah hulu (Mandiangin dan S. Bengkal) berlangsung lebih awal (lebih cepat) sekitar dua minggu dibandingkan dengan daerah hilir (Simpang). Keragaman Struktur Morfologis Pengukuran proporsi ukuran tubuh yang dikategorikan sebagai data nisbah morfometrik menunjukkan keragaman yang rendah pada intra dan antarpopulasi ikan lais di DAS Batang Hari. Nilai keragaman (varians) intra populasi pada 12 indeks struktur morfologis hanya berkisar (χ = ). Nilai varians antarpopulasi berkisar (χ = ) sedangkan varians antarspesies

38 pada seluruh sampel ikan lais dari DAS Batang Hari berkisar (χ = ) (Tabel 4). 20 Tabel 4 Nilai varians struktur morfologis ikan lais di DAS Batang Hari No Kode Sampel N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 1 Nh Oh Th Kh h total Ni Oi Ti Ki i total Nm Om Tm Km m total Tb Mandiangin S. Bengkal Pelayangan Simpang Batang Hari *huruf awal kode sampel menunjukkan lokasi, sedangkan huruf kedua menunjukkan jenis. N= mandiangin, O= S. Bengkal, T= Pelayangan, K= Simpang, h = O. hypopthalmus, i = K. limpok, m = K. micronema, b = K. bichirris. Indeks N8 (tinggi moncong/tinggi pangkal kepala), N4 (tinggi ekor/panjang baku), dan N10 (tinggi ekor/tinggi badan) memiliki varian tertinggi. Indeks N1 (panjang kepala/panjang baku), N3 (tinggi badan/panjang baku), dan N7 (panjang

39 21 hidung/panjang kepala) memiliki varian terendah. Hal ini berarti struktur tinggi merupakan karakter yang paling bervariasi diantara sampel ikan lais yang didapatkan, sedangkan karakter panjang kepala dan panjang baku relatif tidak berbeda. Berdasarkan nilai varian dapat dinyatakan bahwa struktur morfologis antarlokasi dan antarspesies ikan lais di DAS Batang Hari tidak beragam. Data lengkap proporsi ukuran tubuh (nisbah morfometrik) seluruh sampel ditampilkan pada lampiran 7. Hasil analisis keragaman morfometrik dengan metode PCA untuk seluruh sampel menunjukkan tidak ada populasi atau spesies yang mengumpul (mengelompok) secara sempurna (Gambar 3). Demikian juga dengan indeks struktur morfologis yang digunakan, tidak ada indeks yang dapat mencirikan spesies ataupun lokasi pengambilan sampel. Indeks N8 terlihat berada paling jauh dari sumbu utama PCA, akan tetapi indeks ini tidak mencirikan suatu populasi atau spesies tertentu. Gambar 3 Biplot PCA struktur morfologis seluruh sampel, a=nh, b=ni, c=nm, d=oh, e=oi, f=om, g=th, h=ti, i=tm, k= Kh, m= Ki, o= Km. Berbeda dengan biplot pada seluruh sampel, biplot PCA ketika sampel dibagi menurut lokasi mampu mengelompokkan sampel berdasarkan spesies. Hasil analisis menunjukkan lebih dari 85% sampel pada setiap lokasi mengelompok berdasarkan spesies (Tabel 5). Pengelompokan yang sempurna

40 22 (100%) ditemukan pada sampel ikan lais yang berasal dari Pelayangan (Gambar 4). Individu ke-8 dari spesies K. micronema (nomor 28) walaupun terlihat terpisah dari kumpulan individu lain, akan tetapi masih berada dalam kuadran yang sama. Diagram biplot PCA dari lokasi Mandiangin, S. Bengkal dan Simpang ditampilkan pada lampiran 8. Tabel 5 Persentase pengelompokan spesies pada setiap lokasi pengambilan sampel Nama jenis Lokasi Mandiangin S. Bengkal Pelayangan Simpang O. hypopthalmus K. limpok K. micronema K. bichirris Rerata Gambar 4 Biplot PCA sampel ikan lais dari Pelayangan, 1-10 = O. hypopthalmus, = K. limpok, = K. micronema, = K. bichirris. Pengelompokan sampel berdasarkan lokasi juga mampu menunjukkan karakter spesifik sebagai penciri spesies dalam kelompok ikan lais (Gambar 4, Lampiran 8). Ompok hypopthalmus dicirikan dengan indeks N9 (tinggi pangkal kepala/tinggi badan). Kryptopterus limpok dicirikan dengan indeks N8 (tinggi moncong/tinggi pangkal kepala). Kryptopterus bichirris dicirikan dengan indeks

41 23 N11 (diameter mata/panjang kepala) dan N12 (panjang sirip dada/panjang kepala). Kryptopterus micronema walaupun terletak mengelompok, akan tetapi tidak ada indeks morfometrik penciri jenis ini. Analisis biplot PCA antarlokasi menunjukkan hasil yang berbeda pada K. limpok dan O. hypopthalmus. Ompok hypopthalmus dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi (Gambar 5), sedangkan K. limpok hanya dapat dikelompokkan di lokasi S. Bengkal (Lampiran 9). Biplot PCA pada O. hypopthalmus menunjukkan 75% individu pada spesies ini mengelompok berdasarkan lokasi. Pengelompokan tertinggi ditemukan pada O. hypopthalmus yang berasal dari Pelayangan. 90% individu O. hypopthalmus dari lokasi ini mengelompok di kuadran II. Pengelompokan terendah ditemukan pada O. hypopthalmus dari lokasi Simpang. 50% individu O. hypopthalmus di lokasi Simpang berada di kuadran I, sedangkan 50% yang lain berada di kuadran III. Gambar 5 Biplot PCA O. hypopthalmus, 1-10 = Mandiangin, = S. Bengkal, = Pelayangan, = Simpang. Analisis biplot PCA pada O. hypopthalmus juga mampu menunjukkan indeks morfometrik penciri lokasi. Ompok hypopthalmus di Mandiangin dicirikan dengan indeks N4 (tinggi ekor/panjang baku) dan N10 (tinggi ekor/tinggi badan). Hal ini berarti O. hypopthalmus di Mandiangin memiliki struktur ekor yang lebih tinggi/tebal dibanding O. hypopthalmus dari lokasi lain. Ompok hypopthalmus di Pelayangan dicirikan dengan N6 (panjang rahang atas/panjang kepala), sedangkan O. hypopthalmus di Simpang dicirikan dengan N8 (tinggi moncong /tinggi pangkal kepala). Tidak ada penciri O. hypopthalmus dari S. Bengkal.

42 24 Keragaman Gen Cytochrome b Berdasarkan Runutan Nukleotida Penjajaran (alignment) gen cyt b semua sampel dari Batang Hari dengan gen cyt b semua jenis ikan lais di genbank dan Kampar (Elvyra 2009) menghasilkan runutan nukleotida sepanjang 927 bp (Lampiran 10). Nukleotida yang berbeda (variabel) pada genus Kryptopterus dan Ompok tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (33.01% berbanding 28.91%) (Tabel 6). Tabel 6 Karakterisasi nukleotida pada beberapa perbandingan ikan lais No Karakter Semua lais Kryptopterus Ompok 1 Jumlah spesies Jumlah runutan Situs conserve (%) 551 (59.44) 621 (66.99) 659 (71.09) 4 Situs variabel (%) 376 (40.56) 306 (33.01) 268 (28.91) 5 Variabel di kodon pertama (%) 74 (7.98) 63 (6.80) 44 (4.75) 6 Variabel di kodon kedua (%) 22 (2.37) 12 (1.29) 12 (1.29) 7 Variabel di kodon ketiga (%) 280 (30.20) 147 (15.86) 212 (22.87) a. Substitusi transisi (%) 147 (15.86) 119 (12.84) 111 (11.97) b. Substitusi transversi (%) 133 (14.35) 28 (3.02) 101 (10.90) 8 Situs parsimoni (%) 274 (29.56) 198 (21.36) 154 (16.61) 9 Situs singleton (%) 102 (11.00) 108 (11.65) 114 (12.30) 10 Persentase timin Persentase sitosin Persentase adenin Persentase guanin *situs parsimoni=ditemukan minimal dua jenis nukleotida, setiap jenis nukleotida dimiliki oleh minimal dua runutan, situs singleton=nukleotida yang berbeda hanya ditemukan pada satu runutan. Berdasarkan posisi nukleotida pada triplet kodon, keragaman nukleotida terbesar secara berturut-turut adalah pada nukleotida ketiga, kesatu dan kedua. Berdasarkan jumlah keragaman nukleotida pada kodon pertama dan kedua, dapat dinyatakan bahwa keragaman asam amino pada genus Kryptopterus minimal sebesar 8.09%, sedangkan pada Ompok minimal sebesar 6.04%. Komposisi basa nitrogen terbesar penyusun runutan adalah sitosin, sedangkan guanin memiliki komposisi terkecil. Ditemukan satu situs nukleotida pembeda Kryptopterus dan Ompok. Nukleotida pembeda ini terletak pada situs ke-39 dari runutan gen cyt b

43 25 parsial (ke-132 gen cyt b utuh). Situs ke-39 pada Kryptopterus adalah timin, sedangkan pada Ompok adalah sitosin. Terdapat 20 situs nukleotida pembeda Kryptopterus dan Ompok dari Sumatera (Batang Hari dan Kampar) (Lampiran 11). Satu diantara 20 situs pembeda ini bersifat substitusi nonsilent, sehingga menghasilkan asam amino pembeda Kryptopterus dengan Ompok dari Sumatera. Asam amino ke-124 dari gen cyt b parsial (ke-155 dari gen cyt b utuh) pada Kryptopterus adalah valina sedangkan pada Ompok adalah isoleusina. Hasil alignment intraspesies di DAS Batang Hari menunjukkan keragaman yang lebih tinggi pada K. limpok dibanding pada O. hypopthalmus (Tabel 7). Nukleotida yang berbeda pada K. limpok sebanyak 11 situs (1.19 %), sedangkan pada Ompok hanya 1 situs (0.11%). Tabel 7 Karakterisasi nukleotida pada K. limpok dan O. hypopthalmus No Karakter K. limpok K.limpok BH K. limpok O.hypopthalmus O. hypopthalmus total dan Kampar BH BH dan Kampar BH 1 Jumlah runutan yang 8 (4BH + 7(4BH (4BH + 4KP) 4 dibandingkan 3KP+ 1GB)* 3KP) 2 Situs conserve (%) 885 (95.47) 907 (97.84) 916 (98.81) 915 (98.71) 926 (99.89) 3 Situs variabel (%) 42 (4.53) 20 (2.16) 11 (1.19) 12 (1.29) 1 (0.11) 4 Variabel di kodon 6 (0.65) 3 (0.32) 2 (0.22) 1 (0.11) 1 (0.11) pertama (%) 5 Variabel di kodon 4 (0.43) 3 (0.32) 2 (0.22) 1 (0.11) 0 (0.00) kedua (%) 6 Variabel di kodon 32 (3.46) 14 (1.51) 7 (0.76) 10 (1.08) 0 (0.00) ketiga (%) a. Substitusi 29 (3.13) 13 (1.40) 6 (0.65) 8 (0.86) 0 (0.00) transisi (%) b. Substitusi 3 (0.32) 1 (0.11) 1 (0.11) 2 (0.22) 0 (0.00) transversi (%) 7 Situs parsimoni (%) 11 (1.19) 11 (1.08) 4 (0.44) 11 (1.19) 1 (0.11) 8 Situs diagnostik (%) 24 (2.59) 2 (0.22) - 10 (1.08) - 9 Persentase timin Persentase sitosin Persentase adenin Persentase guanin *BH = Batang Hari, KP = Kampar (Elvyra 2009), GB = genbank, situs diagnostik= situs pembeda antar populasi, - = tidak cukup data.

44 26 Keragaman K. limpok Sumatera (Batang Hari dan Kampar) juga lebih tinggi dibanding keragaman O. hypopthalmus Sumatera (2.16% berbanding 1.29%). Keragaman K. limpok total (Batang Hari, Kampar dan genbank) dua kali lebih besar dibanding keragaman K. limpok Sumatera. Ditemukan dua situs nukleotida diagnostik (barcoding) K. limpok dari DAS Batang Hari dan 10 situs nukleotida diagnostik O. hypopthalmus dari DAS Batang Hari dengan DAS Kampar (Tabel 8). Dua situs nukleotida barcoding K. limpok Batang Hari terletak pada nukleotida ke-30 dan ke-891 dari runutan gen cyt b parsial. Nukleotida ke-30 pada K. limpok Batang Hari adalah sitosin, sedangkan pada K. limpok genbank dan Kampar adalah timin. Nukleotida ke-891 pada K. limpok Batang Hari adalah guanin, sedangkan pada K. limpok genbank dan Kampar adalah adenin. Kedua substitusi ini bersifat silent. Tabel 8 Daftar situs diagnostik O. hypopthalmus dari DAS Batang Hari dengan DAS Kampar. No Nukleotida Jenis nukleotida Posisi pada Jenis substitusi ke: Batang Hari Kampar triplet kodon sitosin timin ketiga transisi timin sitosin ketiga transisi sitosin timin ketiga transisi sitosin timin ketiga transisi timin sitosin ketiga transisi timin adenin ketiga transversi guanin adenin ketiga transisi guanin adenin ketiga transisi timin sitosin ketiga transisi adenin sitosin ketiga transversi *Semua substitusi pada nukleotida diagnostik ini bersifat silent. Nukleotida yang variabel pada K. limpok Batang Hari terdiri dari empat situs parsimoni dan tujuh situs singleton (Tabel 9). Empat situs parsimoni yang

45 27 ditemukan konsisten membedakan K. limpok Mandiangin-Simpang dengan K. limpok S. Bengkal-Pelayangan. Keempat situs nukleotida parsimoni ini merupakan substitusi transisi, tiga terjadi pada basa pirimidin (timin menjadi sitosin atau sebaliknya) dan satu terjadi pada basa purin (guanin menjadi adenin atau sebaliknya). Selain bersifat transisi, substitusi pada keempat situs parsimoni ini terjadi pada kodon ketiga, sehingga tidak ada yang mengakibatkan perubahan asam amino yang disandikan (substitusi silent). Tujuh situs singleton pada K. limpok Batang hari terdiri empat situs di S. Bengkal, dua situs di Simpang dan satu situs di Mandiangin. Tabel 9 Daftar situs variabel pada K. limpok dari DAS Batang Hari Individu Basa nukleotida ke Triplet kodon ke Mandiangin GTA CAC GCC TGC CTG CTT CTA ACC CCT AAT CAG (val)** (leu)** (asn)* (cys)* (leu) (leu) (leu) (thr)* (pro)** (asn)* (gln)* S. Bengkal GTA CTC GAC TGT CTA CTC TTA ACT CCT AAC CAA (val) (his)* (ala)** (cys)* (leu) (leu) (leu) (thr)* (pro)** (asn)* (gln)* Pelayangan GTA CAC GCC TGC CTA CTC CTA ACT CCT AAC CAA (val) (his) (ala) (cys)* (leu) (leu) (leu) (thr)* (pro)** (asn)* (gln)* Simpang ATA CAC GCC TGC CTG CTT CTA ACC CCC AAT CAA (ile) ** (his) (ala) (cys)* (leu) (leu) (leu) (thr)* (pro)** (asn)* (gln)* *=polar, **= non polar, dasar buram = situs parsimoni, dasar putih = situs singleton, dalam kurung = nama asam amino yang disandikan. Perbandingan nukleotida K. limpok Sumatera (Batang Hari dan Kampar) menunjukkan terdapat 20 (2.16%) nukleotida yang variabel. Empat dari 20 situs ini merupakan situs diagnostik yang membedakan K. limpok Batang Hari dengan K. limpok Kampar (Tabel 10). Substitusi pada nukleotida ke-388 bersifat nonsilent

46 sehingga dapat digunakan sebagai situs asam amino diagnostik pembeda K. limpok Batang Hari dengan K. limpok Kampar. 28 Tabel 10 Daftar situs nukleotida pembeda K. limpok Batang Hari dengan Kampar Individu Basa nukleotida ke Triplet kodon ke Mandiangin ATC (ile) GCC (ala) CAA (gln) GTG (val) S. Bengkal ATC (ile) GCC (ala) CAA (gln) GTG (val) Pelayangan ATC (ile) GCC (ala) CAA (gln) GTG (val) Simpang ATC (ile) GCC (ala) CAA (gln) GTG (val) Kampar 1 ATT (ile) GCT (ala) GAA (glu) GTA (val) Kampar 2 ATT (ile) GCT (ala) GAA (glu) GTA (val) Kampar 3 ATT (ile) GCT (ala) GAA (glu) GTA (val) Genbank ATC (ile) GCC (ala) CAA (gln) GTA (val) *semua asam amino yang disandikan bersifat polar. Perbandingan nukleotida pada K. limpok total (Batang Hari, Kampar dan genbank) menunjukkan terdapat 42 (4.53%) nukleotida yang variabel. 21 dari 42 nukleotida yang variabel ini merupakan situs diagnostik pembeda K. limpok Sumatera dengan genbank (Lampiran 10). Empat situs (situs ke-499, 571, 616 dan 884) dari 21 nukleotida yang variabel pada K. limpok total merupakan substitusi nukleotida pada kodon pertama dan kedua, sedangkan 17 lainnya terjadi pada kodon ketiga. Satu situs diantara 17 substitusi yang terjadi pada kodon ketiga (situs ke-786) bersifat transversi. Lima situs ini (situs ke-499, 571, 616, 786 dan 884) menghasilkan lima situs asam amino diagnostik pembeda K. limpok Sumatera dengan genbank (Lampiran 12). Hanya terdapat satu nukleotida yang berbeda pada seluruh runutan O. hypopthalmus DAS Batang Hari. Nukleotida tersebut terdapat pada nukleotida ke-

47 dari runutan gen cyt b parsial atau nukleotida ke-976 dari gen cyt b utuh. Nukleotida pada O. hypopthalmus dari Simpang dan S. Bengkal adalah guanin, sedangkan pada O. hypopthalmus dari Mandiangin dan Pelayangan adalah adenin. Posisi substitusi nukleotida yang terletak pada kodon pertama mengakibatkan terjadinya perbedaan asam amino ke-295 dari gen cyt b parsial pada jenis O. hypopthalmus. Asam amino ke-295 pada O. hypopthalmus dari Simpang-S. Bengkal adalah alanina (A) dengan triplet kodon GCC, sedangkan pada O. hypopthalmus dari Mandiangin-Pelayangan adalah treonina (T) dengan triplet kodon ACC. Alanina bersifat non polar (hidrofobi), sedangkan treonina bersifat polar. Perbandingan nukleotida O. hypopthalmus Sumatera (Batang Hari dan Kampar) menunjukkan terdapat 12 (1.29%) nukleotida yang variabel. 10 dari 12 situs ini merupakan situs nukleotida diagnostik yang membedakan O. hypopthalmus Batang Hari dengan O. hypopthalmus Kampar (Tabel 8). Ke-10 situs nukleotida diagnostik ini bersifat substitusi silent. Dua situs variabel lain adalah nukleotida singleton pada situs nukleotida ke-257 gen cyt b parsial pada individu Kampar 2 dan situs ke-883 pada individu S. Bengkal-Simpang. Terdapat keragaman runutan nukleotida gen cyt b yang sangat besar antara K. bichirris Batang Hari dengan K. bichirris genbank. Jumlah perbedaan nukleotida gen cyt b pada kedua populasi ini sebesar 148 situs (15.97%), padahal runutan yang dibandingkan hanya ada dua. Runutan nukleotida K. bichirris genbank sangat mirip dengan K. minor genbank (AY458895). Jumlah perbedaan nukleotida antara kedua spesies ini hanya 11 situs (1.19%). Keragaman Gen Cytochrome b Berdasarkan Runutan Asam Amino Hasil alignment runutan nukleotida seluruh sampel yang dianalisis sepanjang 927 nukleotida ditranslasi menjadi 309 asam amino (Lampiran 12). Asam amino yang variabel pada genus Kryptopterus lebih besar dibanding Ompok (14.56% dengan 6 spesies berbanding 10.68% dengan 5 spesies) (Tabel 11). Situs asam amino yang parsimoni dan singleton pada Kryptopterus lebih tinggi dibanding Ompok.

48 30 Tabel 11 Karakterisasi asam amino pada berbagai perbandingan jenis ikan lais No Karakter Semua lais Kryptopterus Ompok 1 Jumlah spesies Jumlah runutan yang dibandingkan 3 Situs conserve (%) 249 (80.58) 264 (85.76) 276 (89.32) 4 Situs variabel (%) 60 (19.62) 45 (14.56) 33 (10.68) 5 Situs parsimoni (%) 30 (9.81) 21 (6.80) 11 (3.56) 6 Situs singleton (%) 30 (9.81) 24 (7.76) 22 (7.12) Perbandingan asam amino hasil translasi gen cyt b parsial pada K. limpok Sumatera (Batang Hari dan Kampar) menunjukkan terdapat 5 (1.62%) asam amino yang variabel (Tabel 12). Satu dari lima situs ini merupakan situs diagnostik, sedangkan empat lainnya merupakan situs singleton. Situs diagnostik pembeda K. limpok Batang Hari dengan K. limpok Kampar ini terletak pada asam amino ke-130 dari translasi nukleotida gen cyt b parsial. Asam amino pada K. limpok Batang Hari adalah glutamina (CAA), sedangkan pada K. limpok Kampar adalah asam glutamat (GAA). Glutamina dan asam glutamat sama-sama bersifat polar. Empat situs singleton pada K. limpok Sumatera terdiri dari tiga situs singleton di Batang Hari (ke-11 di Simpang, ke-22 dan 30 di S. Bengkal) dan satu situs singleton di Kampar (ke-89 di KP1). Tabel 12 Karakterisasi asam amino pada K. limpok dan O. hypopthalmus No Karakter K. limpok total K.limpok K. limpok O.hypopthalmus O. hypopthalmus Sumatera BH Sumatera BH 1 Jumlah runutan 8 (4BH + 7 (4Bh (4BH + 4 KP) 4 yang dibandingkan 3KP + 1GB) KP) 2 Situs conserve (%) 299 (96.76) 304 (98.38) 306 (99.03) 307(99.35) 308 (99.68) 3 Situs variabel (%) 10 (3.24) 5 (1.62) 3 (0.97) 2 (0.65) 1 (0.32) 4 Situs parsimoni (%) 7 (2.27) 1 (0.32) 0 (0.00) 1 (0.32) 1 (0.32) 5 Situs diagnostik (%) 5 (1.62) 1 (0.32) - 0 (0.00) - *BH = Batang Hari, KP = Kampar, GB = genbank, - = tidak cukup data. Perbandingan asam amino pada K. limpok total (Batang Hari, Kampar dan genbank) menunjukkan terdapat 10 (3.24%) asam amino yang variabel. Lima dari 10 asam amino yang variabel ini merupakan situs asam amino diagnostik

49 31 pembeda K. limpok Sumatera dengan genbank (Lampiran 12). Lima asam amino ini terletak pada situs ke-167, 179, 191, 206 dan 295 dari asam amino hasil translasi nukleotida gen cyt b parsial. Perbandingan asam amino hasil translasi gen cyt b parsial pada O. hypopthalmus Sumatera (Batang Hari dan Kampar) menunjukkan terdapat 2 (0.65%) asam amino yang variabel. Dua situs ini merupakan situs singleton, yaitu situs ke-86 pada O. hypopthalmus KP2 dan situs ke-295 pada O. hypopthalmus S.Bengkal-Simpang. Situs ke-86 pada sebagian besar O. hypopthalmus adalah valina (GTC) sedangkan pada O. hypopthalmus KP2 adalah asam aspartat (GAC). Valina bersifat non polar, sedangkan asam aspartat bersifat polar. Situs ke-295 pada sebagian besar O. hypopthalmus adalah treonina (ACC) sedangkan pada O. hypopthalmus S. Bengkal-Simpang adalah alanina (GCC). Treonina bersifat polar, sedangkan alanina bersifat non polar. Perbandingan asam amino hasil translasi gen cyt b parsial pada K. bichirris Batang Hari dengan genbank menunjukkan terdapat 15 (4.85%) asam amino yang variabel. Tiga dari 15 situs asam amino yang variabel ini merupakan situs singleton dari genus Kryptopterus secara umum. Dua dari tiga situs singleton (situs ke-177 dan 187) ini ditemukan pada K. bichirris Batang Hari, sedangkan satu situs (ke-282) ditemukan pada K. bichirris genbank (Lampiran 13). Jarak Genetik dan Filogeni Jarak genetik diasumsikan berdasarkan jumlah perbedaan nukleotida dan nilai p-distance. Jumlah perbedaan nukleotida pada sampel intra Batang Hari berkisar dari 1 hingga 130 (Tabel 13). Jarak genetik antarspesies terbesar ditemukan antara K. micronema dengan K. bichirris, sedangkan jarak genetik antarspesies terkecil ditemukan antara K. limpok dengan O. hypopthalmus. K. limpok intra Sumatera (Batang Hari dan Kampar) konsisten memiliki jarak genetik yang lebih kecil dibandingkan dengan K. limpok genbank.

50 32 Tabel 13 Jarak genetik ikan lais dari Batang Hari berdasarkan runutan gen cyt b parsial 927 bp dengan spesies pembanding dari genbank dan Kampar *1=K. limpok Mandiangin, 2=K.limpok S. Bengkal, 3=K. limpok Pelayangan, 4=K.limpok Simpang, 5 =K. limpok KP1, 6=K. limpok KP2, 7=K. limpok KP3, 8=K. limpok genbank, 9=K. micronema Pelayangan, 10=K. bichirris Pelayangan, 11=K. bichirris genbank, 12=O. hypopthalmus Mandiangin-Pelayangan, 13=O. hypopthalmus S. Bengkal- Simpang, 14=O. hypopthalmus KP 1,3 dan 4, 15=O. hypopthalmus KP 2, 16=K. minor genbank, nilai dibawah diagonal=jumlah perbedaan nukleotida, diatas diagonal=nilai p- distance. Pengujian jarak genetik dengan metode Kimura 2 parameter menunjukkan nilai distance yang hampir sama dengan nilai p-distance. Nilai genetic distance metode Kimura 2 parameter pada sampel ikan lais intra Batang Hari berkisar dari 0.00 hingga 0.16 (Lampiran 14). Perbandingan jarak genetik terkecil dan terbesar antar runutan, baik pada intra maupun antarspesies sama dengan perbandingan jarak genetik terkecil dan terbesar pada p-distance. Konstruksi filogeni antara semua sampel ikan lais berdasarkan nilai p- distance dan Kimura distance menunjukkan topologi yang sama, hanya berbeda dalam angka bootstrap (Gambar 6, Lampiran 15). Genus Kryptopterus dan Ompok dapat dibedakan menjadi cluster yang terpisah. O. hypopthalmus

51 membentuk cluster sendiri yang terpisah dari cluster Kryptopterus maupun Ompok secara umum K.limpok KP2 97 K.limpok KP3 44 K.limpok KP1 Oi7 K.limpok Ti1 K.limpok 100 Ni4 K.limpok 63 Ki3 K.limpok K.limpok GB K.kryptopterus GB K.schilbeides GB K.bichirris GB K.minor GB Wilcox K.minor GB Hardman Tm2 K.micronema Tb8 K.bichirris 71 Nh2 O.hypopthalmus 99 Th6 O.hypopthalmus Oh3 O.hypopthalmus 72 Kh2 O.hypopthalmus 100 O.hypopthalmus KP2 O.hypopthalmus KP4 100 O.hypopthalmus KP1 O.hypopthalmus KP3 O.pabo GB O.bimaculatus GB Lakra O.pabda GB O.bimaculatus GB Hardman 100 O.miostoma GB 0.02 Gambar 6 Konstruksi filogeni seluruh ikan lais yang dianalisis berdasarkan nilai p-distance runutan nukleotida gen cyt b parsial 927 bp dengan metode neighbour joining, bootstrap Populasi O. hypopthalmus intra DAS Batang Hari mengelompok sempurna, akan tetapi populasi K.limpok Batang Hari bergabung dengan K. limpok kampar. K. limpok dan O. hypopthalmus Sumatera mengelompok pada kedua topologi dengan nilai bootstrap yang hampir sempurna (99 dan 100). Populasi K. limpok total (Batang Hari, Kampar dan genbank) juga mengelompok dengan nilai bootstrap yang sempurna (100). Konstruksi filogeni berdasarkan asam amino hasil translasi nukleotida gen cyt b parsial (Gambar 7), tidak dapat memisahkan populasi O. hypopthalmus intra

52 34 Batang Hari. Populasi K. limpok total dan O. hypopthalmus Sumatera mengelompok sempurna dengan nilai bootstrap yang lebih kecil dibanding konstruksi filogeni berdasarkan nukleotida. Konstruksi filogeni berdasarkan asam amino hasil translasi nukleotida gen cyt b parsial juga tidak dapat memisahkan cluster Kryptopterus dengan Ompok. O.hypopthalmus KP1 O.hypopthalmus KP4 45 O.hypopthalmus KP3 58 Nh2 O.hypopthalmus Th6 O.hypopthalmus 70 O.hypopthalmus KP2 23 Oh3 O.hypopthalmus 67 Kh2 O.hypopthalmus 11 O.pabo GB Tb8 K.bichirris O.pabda GB O.bimaculatus GB Hardman O.miostoma GB Tm2 K.micronema 22 O.bimaculatus GB Lakra K.minor GB Wilcox 31 K.bichirris GB 100 K.minor GB Hardman K.schilbeides GB K.limpok GB Ki3 K.limpok Ni4 K.limpok 66 Ti1 K.limpok 61 Oi7 K.limpok K.limpok KP1 46 K.limpok KP K.limpok KP3 K.kryptopterus GB 0.01 Gambar 7 Konstruksi filogeni seluruh ikan lais yang dianalisis berdasarkan nilai p-distance asam amino hasil translasi runutan gen cyt b parsial 927 bp dengan metode Neighbour joining, bootstrap Berdasarkan perbandingan topologi filogeni yang dihasilkan, filogeni berdasarkan runutan nukleotida lebih mendekati sistematika ikan lais yang dikemukakan oleh ahli taksonomi morfologis. Konstruksi filogeni berdasarkan runutan asam amino tidak mampu memisahkan cluster Kryptopterus dengan Ompok. Konstruksi filogeni berdasarkan runutan asam amino juga tidak mampu memisahkan populasi O. hypopthalmus Batang Hari dengan O. hypopthalmus Kampar. Padahal filogeni berdasarkan nukleotida menunjukkan populasi O.

53 35 hypopthalmus Batang Hari dengan O. hypopthalmus Kampar terpisah dengan nilai bootstrap yang hampir sempurna (99). Selain itu, nilai bootstrap yang konsisten lebih tinggi pada filogeni berdasarkan nukleotida menunjukkan bahwa filogeni berdasarkan nukleotida memiliki nilai kepercayaan yang lebih tinggi.

54 PEMBAHASAN Kondisi Perairan Lokasi Pengambilan Sampel Hasil analisis biplot PCA pada data parameter fisika-kima perairan lokasi pengambilan sampel sedikit berbeda dengan asumsi awal lokasi pengambilan sampel. Asumsi awal lokasi pengambilan sampel adalah Mandiangin dan Sungai Bengkal (S. Bengkal) sebagai lokasi perwakilan bagian hulu, Simpang perwakilan lokasi bagian hilir dan Pelayangan sebagai lokasi antara. Mandiangin dan S. Bengkal yang sama-sama sebagai perwakilan daerah hulu seharusnya memiliki parameter fisika-kimia yang lebih mirip. Akan tetapi, hasil analisis PCA menunjukkan lokasi S. Bengkal dan Pelayangan memiliki parameter fisika-kimia yang lebih mirip dibanding dengan S. Bengkal dan Mandiangin. Perbedaan debit sungai yang besar antara lokasi Mandiangin dan S. Bengkal kemungkinan menjadi penyebab perbedaan ini. Berdasarkan hasil pengamatan pada lebar sungai, debit sungai yang berasal dari S. Bengkal memiliki volume yang lebih besar. Debit sungai yang lebih besar dari S. Bengkal membuat lokasi Pelayangan lebih terpengaruh dengan parameter fisika-kimia dari S. Bengkal dibanding menghasilkan parameter fisika-kimia gabungan Mandiangin dan S. Bengkal. Kecepatan arus yang merupakan ciri parameter fisika daerah hulu sesuai dengan hasil penelitian ini. Kecepatan arus tertinggi ditemukan di Mandiangin sebesar 0.42 m/dtk, kemudian di S. Bengkal sebesar 0.20 m/dtk. Pelayangan dan Simpang memiliki kecepatan arus yang sama (0.17 m/dtk), namun arah arus berbeda antara Pelayangan dan Simpang. Arah arus di Pelayangan tetap dari hulu ke hilir, sedangkan arah arus di Simpang sudah terpengaruh dengan pasang surut air laut. Arah arus pagi dan sore hari di Simpang begerak dari hilir ke hulu. Hanya arus pada siang hari yang bergerak dari hulu ke hilir. Pasang laut mempengaruhi pergerakan arus di Simpang antara pukul hingga Kecepatan arus di Simpang dihitung sebagai rata-rata pagi, siang dan sore, tanpa memperhitungkan arah arus. Parameter kecerahan yang juga biasanya menjadi ciri parameter fisika di daerah hulu ternyata berbeda dengan hasil penelitian ini. Kecerahan tertinggi justru didapatkan di daerah Simpang, yang merupakan lokasi pengambilan sampel

55 37 paling hilir (muara). Hal ini mungkin diakibatkan banyaknya aktivitas penambangan emas liar (dompeng) di daerah Sarolangun, Muara Bungo dan Muara Tebo. Aktivitas dompeng mengangkat endapan pasir dan lumpur dalam volume yang sangat besar setiap hari. Hal ini menyebabkan sungai di daerah Sarolangun, Muara Tebo dan Muara Tembesi sangat keruh. Kecerahan yang tinggi di Simpang diduga karena telah terjadi pengendapan lumpur di sepanjang aliran sungai Batang Hari dari Muara Tembesi hingga Simpang. Sepanjang aliran sungai Batang Hari dari Muara Tembesi hingga Simpang bayak terdapat cerukancerukan (danau-danau) kecil yang membuat pengendapan lumpur lebih mudah. Selain itu daerah Simpang telah terpengaruh oleh pasang surut air laut, sehingga kualitas air (kecerahan) telah dipengaruhi oleh kecerahan air laut. Nilai oksigen terlarut (DO) yang ditemukan berada dalam kisaran normal untuk DO perairan mengalir. Menurut Wetzel (2001), nilai DO untuk air mengalir yang tidak mengalami eutrofikasi berfluktuasi dari 9 ppm hingga 11 ppm. Nilai DO terendah akan ditemukan sesaat sebelum matahari terbit yaitu sekitar 9 ppm. Nilai DO tertinggi akan ditemukan sesaat setelah matahari tenggelam mencapai angka diatas 11 ppm. Nilai DO pada perairan yang mengalami eutrofikasi memiliki fluktuasi yang lebih besar yaitu dari 3 ppm sesaat sebelum matahari terbit hingga 13 ppm sesaat setelah matahari tenggelam. Nilai DO di perairan dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis fitoplankton, respirasi biota air, laju difusi oksigen antara udara dengan air dan intensitas panas matahari di permukaan perairan (Culberson & Piedrahita 1996). Berdasarkan nilai DO yang ditemukan dapat dinyatakan bahwa DAS Batang Hari tidak mengalami eutrofikasi. Hubungan nilai ph dengan alkalinitas dari penelitian yang dilakukan sedikit berbeda dengan yang dinyatakan pada literatur. Nilai ph yang didapatkan berkisar dari 7.2 hingga 7.9, sedangkan nilai alkalinitas berkisar dari ppm. Menurut Wetzel (2001), jika ph berkisar dari 7 hingga 8 maka nilai alkalinitas akan berkisar dari 78 hingga 100 ppm. Jika alkalinitas berada pada angka ppm, maka ph seharusnya berada di angka Perbedaan nilai yang ditemukan dengan literatur kemungkinan disebabkan karena nilai alkalinitas mengalami fluktuasi yang besar di perairan. Alkalinitas tidak hanya dipengaruhi ph, tetapi juga material organik terlarut dan aktivitas mikroba perairan. Selain itu, perbedaan

56 38 nilai ini kemungkinan disebabkan oleh error pengukuran alkalinitas. Pengukuran alkalinitas dilakukan dengan metode titrasi asam basa yang sangat tergantung dengan ketajaman mata mengamati perubahan warna. Keragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Lais di Setiap Lokasi Pengambilan Sampel Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa stasiun yang memiliki jenis dan jumlah sampel ikan lais terbanyak adalah stasiun Pelayangan. Jumlah jenis yang ditemukan di Pelayangan sama dengan yang ditemukan di Mandiangin, akan tetapi jumlah individu K. bichirris di Mandingin tidak mencapai target jumlah individu yang direncanakan. Hal ini menunjukkan Pelayangan sebagai lokasi antara lebih kondusif sebagai habitat ikan lais. Dua jenis Kryptopterus yang ditemukan dalam penelitian ini sama dengan yang ditemukan Tan dan Kottelat (2009). Kedua jenis tersebut adalah K. limpok dan K. bichirris. Lima jenis lain yang ditemukan Tan dan Kottelat (2009), K. kryptopterus, K. eugeneiatus, K. macrocephalus, K. palembangensis dan K. schilbeides tidak ditemukan pada penelitian ini. Penelitian ini justru menemukan satu jenis lain yaitu K. micronema yang tidak ditemukan Tan dan Kottelat (2009). Keberadaan K. micronema di DAS Batang Hari telah dilaporkan Weber dan de Beaufort (1965). Tidak satupun jenis Ompok yang dikemukakan Tan dan Kottelat (2009) yang ditemukan dalam penelitian ini. Tiga jenis Ompok yang dikemukakan Tan dan Kottelat (2009) adalah O. fumidus, O. leiachantus dan O. rhadinurus. Penelitian ini hanya menemukan satu jenis Ompok yaitu O. hypopthalmus. Ompok hypopthalmus tidak ditemukan oleh Tan dan Kottelat (2009), namun keberadaan O. hypopthalmus di DAS Batang Hari juga telah dilaporkan Tan dan Ng (2000). Ompok hypopthalmus merupakan jenis ikan lais yang paling dominan di DAS Batang Hari dan dapat ditemukan sepanjang tahun, walaupun kelimpahannya tetap dipengaruhi musim. Perbedan jenis ikan lais yang didapatkan antara penelitian ini dengan Tan dan Kottelat (2009), kemungkinan disebabkan luas area dan periode pengambilan sampel. Sebagian besar sampel yang digunakan Tan dan Kottelat (2009), dan Tan

57 39 dan Ng (2000) merupakan koleksi Museum Raffles, Singapura (ZRC). Publikasi Tan dan Ng (2000) merupakan hasil ekspedisi Sumatera tahun , ditambah dengan koleksi beberapa museum zoologi, seperti USNM (national museum of natural history, Washington) dan ZMA (instituut voor systematik and populatiebiologie, Amsterdam). Publikasi Tan dan Kottelat (2009) merupakan hasil ekspedisi Sumatera tahun Ekspedisi Tan dan Kottelat (2009) dan Tan dan Ng (2000) kemungkinan mencakup area yang lebih luas dan waktu yang lebih lama dibanding pengambilan sampel penelitian ini. Lokasi pengambilan sampel Tan dan Kottelat (2009) lebih banyak dilakukan pada rawa-rawa dataran rendah yang terdapat di DAS Batang Hari. Selain itu, waktu pengambilan sampel Tan dan Kottelat (2009) dilakukan tujuh tahun lalu ( ). Rentang waktu tujuh tahun ( ), memungkinkan telah terjadi perbedaan pada komposisi jenis ikan lais di DAS Batang Hari. K. bichirris merupakan jumlah sampel yang paling sedikit dan hanya ditemukan di Pelayangan dan Mandiangin. Jenis ini disebut dengan lais kaca karena memiliki tubuh yang transparan saat masih hidup (Kottelat et al. 1993). Selain berdasarkan jumlah jari-jari sirip anal, jenis ini mudah dibedakan dengan jenis Kryptopterus lain secara kasat mata karena memiliki tubuh yang relatif lebih tinggi (punggung yang lebih cembung). Karakter tubuh yang lebih tinggi ini ternyata muncul dalam analisis biplot PCA. Keragaman Struktur Morfologis Pengukuran proporsi ukuran tubuh yang dikategorikan sebagai data nisbah morfometrik menunjukkan nilai keragaman yang rendah dalam dan antar populasi ikan lais di DAS Batang Hari. Keragaman yang hanya berkisar dari 0.01 hingga 0.51 (χ = ) pada spesies yang sama antar lokasi menunjukkan bahwa belum terjadi pembentukan subpopulasi. Hal ini didukung dengan hasil uji t yang menunjukkan bahwa parameter lingkungan antar lokasi pengambilan sampel tidak berbeda nyata. Hasil biplot PCA terhadap indeks morfometrik menunjukkan sebagian besar jenis ikan lais memiliki struktur morfometrik yang khusus. Hal ini berarti bahwa, selain berdasarkan ciri meristik yang digunakan Kottelat et al. (1993), jenis ikan

58 40 lais dapat juga dibedakan berdasarkan ciri morfometrik. Indeks N9 (tinggi pangkal kepala/tinggi badan) yang ditemukan pada O. hypopthalmus dan indeks N11 (diameter mata/panjang kepala) pada K. bichirris telah digunakan Ng (2003;Ng 2004) sebagai kunci identifikasi jenis-jenis Kryptopterus. Indeks N12 (panjang sirip dada/panjang kepala) pada K. bichirris juga telah digunakan untuk kunci identifikasi Kryptopterus oleh Kottelat et al. (1993). Indeks N8 (tinggi moncong/tinggi pangkal kepala) pada K. limpok belum pernah digunakan untuk kunci identifikasi jenis-jenis Kryptopterus dan Ompok. Indeks N8 dapat diajukan sebagai salah satu karakter penciri K. limpok. K. micronema tidak memiliki ciri khusus pada struktur morfometriknya sehingga penciri jenis ini harus tetap didasarkan pada karakter meristik yang dikemukakan Weber dan de Beafort (1965; Kottelat et al. 1993). Ciri batang ekor yang lebih besar pada O. hypopthalmus di Mandiangin kemungkinan berhubungan dengan arus yang kuat di lokasi ini. Kondisi arus yang kuat membuat pergerakan ekor menjadi lebih aktif. Pergerakan yang lebih aktif membuat struktur batang ekor menjadi lebih besar. Rahang atas yang lebih panjang pada O. hypopthalmus di Pelayangan kemungkinan berhubungan dengan jenis makanan yang lebih bervariasi di lokasi ini. Jenis makanan yang bervariasi akan membuat bukaan mulut menjadi lebih lebar yang ditandai rahang atas yang lebih panjang. Ompok hypopthalmus yang terletak mengelompok berdasarkan lokasi dan pengelompokan individu K. limpok dari Pelayangan menunjukkan bahwa telah mulai terjadi perbedaan struktur morfologis antar lokasi di DAS Batang Hari. Parameter fisika-kimia perairan yang diukur antar lokasi pengambilan sampel memang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Akan tetapi, penambahan parameter lain terutama parameter kimia yang berhubungan dengan pencemaran akibat dompeng mungkin akan memberikan hasil yang berbeda. Keragaman Gen Cytochrome b Nilai keragaman runutan gen parsial cyt b yang ditemukan dalam penelitian ini sedikit lebih tinggi dibanding nilai keragaman pada beberapa literatur. Nilai keragaman nukleotida seluruh sampel ikan lais yang dibandingkan adalah sebesar

59 %. Keragaman ini mencakup dua genus, 11 spesies dan 28 runutan sepanjang 927 bp. Slechtova et al. (2006), menemukan nilai keragaman nukleotida gen cyt b Botiidae sebesar 44.73%. Nilai keragaman ini mencakup 7 genus, 34 spesies dan 96 runutan sepanjang 1111 bp. Menurut Tang et al. (2006), keragaman nukleotida gen cyt b antar genus dalam famili yang sama berkisar %, walaupun pada beberapa takson dapat lebih tinggi. Nilai keragaman nukleotida yang lebih besar dari nilai rata-rata keragaman gen cyt b kemungkinan besar karena asal populasi sampel yang sangat beragam. Runutan gen cyt b ikan lais pembanding yang diperoleh dari genbank berasal dari tiga penelitian yang berbeda yaitu Wilcox (2004), Hardman (2005) dan Lakra et al. (unpublished data). Wilcox (2004), menggunakan ikan lais akuarium sebagai sumber sampel DNA sehingga asal populasi tidak diketahui. Hardman (2005), menggunakan sampel ikan lais dari museum zoologi sehingga asal populasi juga tidak dapat dipastikan. Lakra et al. (unpublished data) kemungkinan besar menggunakan sampel ikan lais dari sungai Gangga di India. Penelitian Slechtova et al. (2006), walaupun menggunakan 34 spesies dari 7 genus, akan tetapi semua sampel yang digunakan hanya berasal dari kawasan Asia Tenggara. Nilai keragaman untuk genus Kryptopterus dan Ompok juga lebih tinggi dibanding dengan beberapa literatur pembanding. Keragaman untuk genus Kryptopterus adalah sebesar 33.01% untuk enam spesies dengan 15 runutan sepanjang 927 bp. Keragaman untuk genus Ompok adalah sebesar 28.91% untuk lima spesies dengan 13 runutan sepanjang 927 bp. Slechtova et al. (2006) menemukan nilai keragaman antarspesies dalam genus yang sama (intragenus) hanya berkisar dari 7.24% hingga 11.55%. Slechtova et al. (2006) rata-rata menggunakan lima spesies dengan 16 runutan sepanjang 1111 bp dalam pengujian nilai keragaman intragenus. Posisi situs asam amino pembeda Kryptopterus dengan Ompok intra Sumatera yang ditemukan dalam penelitian ini sama dengan yang ditemukan Elvyra (2009) di DAS Kampar. Situs pembeda ini terletak pada asam amino ke- 124 dari runutan gen cyt b parsial atau ke-155 dari runutan gen cyt b utuh. Penambahan runutan dari lokasi lain di Sumatera selain Batang Hari dan Kampar akan membantu memverifikasi dan mengukuhkan situs asam amino pembeda ini.

60 42 Keragaman gen cyt b K. limpok di DAS Batang Hari (1.19%) lebih tinggi dibanding K. limpok Kampar. Keragaman gen cyt b K. limpok di DAS Kampar adalah sebesar 0.68% (Elvyra 2009). Panjang runutan yang digunakan dalam penelitian ini (927 bp) sama dengan yang digunakan Elvyra (2009), akan tetapi jumlah yang digunakan Elvyra (2009) hanya ada tiga. Perbedaan jumlah runutan yang digunakan memang berpengaruh terhadap perbedaan nilai keragaman, akan tetapi keragaman K. limpok di DAS Batang Hari hampir dua kali lebih besar dibanding DAS Kampar. Aboim et al. (2005), menemukan keragaman runutan gen cyt b intra populasi pada Helicolenus dactylopterus berkisar %. Nilai keragaman ini untuk runutan gen cyt b sepanjang 423 bp dengan 40 individu. Nilai keragaman antar populasi K. limpok Batang Hari dengan K. limpok genbank adalah sebesar 3.02%. Nilai yang hampir sama dengan yang ditemukan Elvyra (2009) saat membandingkan runutan K. limpok dari Kampar dengan genbank, yaitu sebesar 3.13%. Keragaman gen cyt b parsial antar populasi K. limpok Batang Hari, Kampar dan genbank sebesar 3.88% (36 situs). Nilai ini masuk dalam kisaran yang dikemukakan oleh Tang et al. (2006). Tang et al. (2006), menyatakan bahwa nilai keragaman dalam spesies yang sama harus lebih kecil dari 6.90%. Penelitian ini menemukan bahwa telah terjadi perbedaan gen cyt b yang signifikan antar populasi K. limpok di DAS Batang Hari. Empat situs nukleotida parsimoni pada K. limpok seperti membagi daerah dengan kecerahan rendah (S. Bengkal-Pelayangan) dengan daerah yang relatif memiliki kecerahan tinggi (Mandiangin-Simpang). Penelitian lanjutan dengan menganalisis parameter fisikakimia perairan yang lebih lengkap antar lokasi pengambilan sampel dibutukan untuk menjelaskan penyebab adanya perbedaan gen cyt b K. limpok di DAS Batang Hari. Selain analisis parameter fisika-kimia perairan, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang ukuran populasi, intensitas penangkapan dan rasio jantan betina dalam populasi K. limpok untuk menganalisis adanya perbedaan ini. Menurut Yamaguchi et al. (2010) intensitas penangkapan yang tinggi akan menimbulkan keragaman gen yang tinggi antar populasi dan menurunkan keragaman intrapopulasi. Ukuran populasi yang kecil akan memacu inbreeding

61 43 sehingga akan meningkatkan keragaman gen antar populasi (Reed & Frankham 2003). Berbeda dengan K. limpok, runutan gen cyt b pada O. hypopthalmus sangat conserve. Seperti halnya penelitian ini, Elvyra (2009) hanya menemukan satu nukleotida yang variabel dari 4 runutan sepanjang 927 bp yang dibandingkan. Akan tetapi posisi nukleotida yang variabel berbeda antara O. hypopthalmus Kampar dengan O. hypopthalmus Batang Hari. Nukleotida yang variabel pada O. hypopthalmus Kampar terletak pada situs ke-257, sedangkan pada O. hypopthalmus Batang Hari terletak pada situs ke-883. Substitusi pada situs ke-257 O. hypopthalmus Kampar adalah substitusi timin (T) menjadi adenin (A) pada individu Kampar 2. Substitusi ini terletak pada kodon ke-2 sehingga bersifat nonsilent. Asam amino pada situs ke-86 pada individu Kampar 2 adalah asparagina (N), sedangkan pada individu Kampar 1 dan 3 adalah valina. Substitusi pada situs ke-883 pada O. hypopthalmus Batang Hari adalah substitusi guanin (G) menjadi adenin (A) atau sebaliknya. Substitusi ini terletak pada kodon pertama dan bersifat nonsilent. Asam amino ke-295 pada O. hypopthalmus dari Simpang- S. Bengkal adalah alanina (A), sedangkan pada O. hypopthalmus dari Mandiangin-Pelayangan adalah treonina (T). Hal ini menunjukkan bahwa gen cyt b pada K. limpok lebih beragam dibanding dengan O. hypopthalmus. Nilai keragaman gen cyt b yang sangat besar antara K. bichirris Batang Hari dan K. bichirris genbank merupakan hal yang membutuhkan penelitian lebih lanjut. Nilai keragaman nukleotida gen cyt b antar kedua populasi ini (15.45%) melebihi dua kali lipat nilai keragaman intraspesies Tang et al. (2006). Sebaliknya, nilai keragaman nukleotida gen cyt b antarspesies K. bichirris genbank dengan K. minor genbank (1.19%) masuk dalam nilai keragaman intraspesies Tang et al. (2006). Dibutuhkan penambahan jumlah sampel dari lokasi lain, selain Batang Hari untuk membantu menjelaskan keanehan nilai keragaman ini. Persentase keragaman berdasarkan posisi kodon pada triplet kodon penyusun asam amino juga sama dengan yang ditemukan Farias et al. (2001; Slechtova et al. 2006; Doadrio & Perdices 2006). Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata situs nukleotida yang paling bervariasi secara beturut-turut adalah

62 44 nukleotida pada posisi ketiga, pertama dan kedua dari triplet kodon penyusun asam amino. Farias et al. (2001; Slechtova et al. 2006; Doadrio & Perdices 2006) menyatakan bahwa nukleotida yang paling bervariasi adalah pada kodon ketiga, sedangkan nukleotida yang paling conserve adalah nukleotida pada kodon kedua. Nilai situs informasi parsimoni hasil penelitian ini lebih rendah dari yang dikemukakan Farias et al. (2001). Nilai situs informasi parsimoni diartikan sebagai situs-situs yang memiliki minimal dua jenis nukleotida. Salah satu jenis nukleotida harus dimiliki oleh minimal dua runutan dari total runutan yang dibandingkan (Tamura et al. 2007). Nilai situs informasi parsimoni pada penelitian ini adalah sebesar 29.34%, sedangkan yang ditemukan oleh Farias et al. (2001) adalah sebesar 52.64%. Hal ini berarti bahwa takson yang dianalisis Farias et al. (2001) lebih beragam dibanding dengan takson yang dianalisis dalam penelitian ini. Nilai p-distance antar hasil penelitian juga tidak berbeda jauh dengan literatur pembanding. Hasil pengujian John dan Avise (1998), pada seluruh runutan gen cyt b ikan yang terdapat di genbank hingga 9 0ktober 1997 menunjukkan jarak genetik tingkat genus pada ikan berkisar dari 0 hingga 0.36, dengan 86.25% jarak genetik tingkat genus berada di bawah angka Hasil penelitian ini menunjukkan jarak genetik pada genus Kryptopterus berkisar dari 0 hingga 0.18, sedangkan jarak genetik pada Ompok berkisar 0.13 hingga Konstruksi pohon filogeni hasil penelitian ini mampu memisahkan genus Kryptopterus dengan Ompok. Kedua genus ini terpisah tanpa angka bootstrap, walaupun telah digunakan outgroup dari anggota Siluriformes lain. Konstruksi pohon filogeni yang ditemukan berbeda dengan yang ditemukan oleh Elvyra (2009). Penelitian Elvyra (2009), dengan menggunakan gen yang sama pada lokasi penelitian yang berbeda, tidak dapat memisahkan genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian Elvyra (2009), menemukan tiga cluster hasil konstruksi filogeni ikan lais di genbank dengan ikan lais di sungai Kampar, Riau. Cluster pertama diisi oleh K. minor genbank, O. bimaculatus genbank, K. schilbeides genbank, K. schilbeides kampar dan O. hypopthalmus Kampar. Cluster kedua hanya diisi oleh K. kryptopterus genbank. Cluster ketiga diisi oleh K. limpok genbank, K. limpok Kampar, K apogon Kampar dan O. eugeniatus Kampar.

63 45 Adanya cluster tersendiri pada O. hypopthalmus yang terpisah dari kelompok Ompok secara umum dan struktur gen cyt b yang sangat conserve merupakan hal yang membutuhkan penelitian lebih lanjut. Dibutuhkan penambahan jumlah sampel baik dari populasi yang sama ataupun dari populasi yang berbeda. Selain penambahan sampel, penggunaan marka genetik lain mungkin akan membantu menjelaskan sistematika berdasarkan data genetik pada O. hypopthalmus. Marka genetik yang disarankan adalah gen cytochrome oxidase 1 (CO1) atau 16S DNA mitokondria. Gen CO1 mtdna disarankan karena gen ini telah umum digunakan dan terbukti akurat untuk sistematika berbagai tingkatan hewan (Vences et al. 1995; Hebert & Gregory 2005; Frezal & Leblois 2008). Selain itu, berdasarkan data genbank hingga 19 Desember 2010, runutan pembanding untuk gen ikan lais yang tersedia digenbank hanya gen cyt b dan CO1. Populasi pembanding untuk gen CO1 adalah hasil penelitian Lakra et al. (unpublished data) yang kemungkinan berasal dari India. Selain gen CO1, gen lain yang disarankan untuk sistematika organisme eukariot, selain tumbuhan, adalah tiga situs mtdna (16S, 12S dan Cyt b) dan dua situs pada genom inti (28S dan ITS) (Vences et al. 1995). Hasil pengujian Cummings et al. (1995) pada 15 situs mtdna menunjukkan situs 16S memiliki pola topologi yang sama dengan runutan total gen mtdna pada metode neighbour joining dan maximum likelihood. Hal inilah yang mendasari pemilihan gen CO1 dan 16S mtdna untuk membantu menjelaskan sistematika O. hypopthalmus.

64 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kondisi lingkungan di DAS Batang Hari belum menimbulkan keragaman struktur morfologis yang signifikan pada ikan lais. Berbeda dengan struktur morfologis, terdapat keragaman gen cyt b yang signifikan pada populasi K. limpok di DAS Batang Hari. Jenis ikan lais yang ditemukan di DAS Batang Hari adalah O. hypopthalmus, K. limpok, K. micronema, dan K. bichirris. Nukleotida ke-132 gen cyt b utuh dapat digunakan sebagai nukleotida pembeda antara genus Kryptopterus dengan Ompok dari genbank, Batang Hari dan Kampar. Asam amino ke-155 gen cyt b utuh dapat digunakan sebagai asam amino pembeda genus Kryptopterus dengan Ompok intra Sumatera. Genus Kryptopterus dan Ompok dapat dipisahkan menjadi cluster yang berbeda berdasarkan runutan gen cyt b parsial sepanjang 927 bp. Saran Penelitian lebih lanjut diharapkan mengenai ukuran populasi, intensitas penangkapan dan rasio jantan betina dalam populasi K. limpok di DAS Batang Hari. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang taksonomi antara Ompok hypopthalmus dengan genus Ompok secara umum dari marka molekuler lain. Marka yang disarankan adalah gen CO1 dan 16S DNA mitokondria.

65 DAFTAR PUSTAKA Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono Fisiologi Ikan, Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Bogor: IPB Press. Aboim MA, Menezes GM, Schlitt T, Rogers AD Genetic structure and history of populations of the deep-sea fish Helicolenus dactylopterus (Delaroche, 1809) inferred from mtdna sequence analysis. Mol. Ecol. 14: Anderson S, Bankier AT, Barell BG, de Bruijn MHL, Coulson AR, Drouin J, Eperon IC, Nierlich DP, Roe BA, Sanger F, Schreier PH, Staden, Young IG Sequence and the organization of the human mitochondrial genome. Nature 290: Calvanti MJ, Monteiro LR, Lopes PRD. Landmark-based Morphometric Analysis in Selected Species of Serranid Fishes (Perciformes: Teleostei). Zoological Studies 38: Culberson SD, Piedrahita RH Aquaculture pond ecosystem model: temperature and oxygen prediction-mechanism and application. Ecological Modelling 89: Cummings MP, Otto SP, Wakeley J Sampling properties od DNA sequence data in phylogenetic analysis. Mol. Biol. Evol. 12: Diogo R Morfological Evolution Aptations, Homoplasies, Constraints and Evolutionary Trends. India: Science Pub Inc. Doadrio I, Perdices A Phylogenetic relationships among the Ibero-African cobitids (Cobitis, Cobitidae) based on cytochrome b sequence data. Mol. Phyl. Evol. 37:484:493. Duryadi D Role possible du comportement dans l evolution de Deux Souris Mus macedonicus et Mus spicilegus en Eurepe Centrale [thesis doctorat]. France: Montpellier II. Elvyra R Kajian keragaman genetik dan biologi reproduksi ikan lais di sungai Kampar Riau [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Elvyra R, Duryadi D, Affandi R, Junior Z Kajian aspek reproduksi ikan lais Ompok hypopthalmus di Sungai Kampar, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. J. Natur Indonesia 12: Everitt BS, Hothorn T A Handbook of Statistical Analyses Using R. Boca Raton: CRC Press.

66 Farias IP, Orti G, Sampaio I, Schneider H, Meyer A The cytochrome b gene as a phylogenetic marker: the limits of resolution for analyzing relationships among Cichlid fishes. J. Mol. Evol. 53: Frezal L, Leblois R Four years of DNA barcodings: current advances and prospects. Infection, Genetics and Evolution 8: Hardman, M The phylogenetic relationships among non-diplomystid catfishes as inferred from mitochondrial cytochrome b sequences; the search for the ictalurid sister taxon (Otophysi: Siluriformes). Mol. Phyl. Evol. 37: Hebert PDN, Gregory TR The promise of DNA barcoding for taxonomy. Syst. Biol 54: Helfman GS, Collette BB, Facey DE The Diversity of Fishes. USA : Blackwell Science. John GC, Avise JC A comparative summary of genetic distances in the vertebrates from the mitochondrial cytochrome b gene. Mol. Biol. Evol. 15: Ketmaier V, Bianco PG, Cobolli M, Krivokapic M, Caniglia R, De Matthaeis E Molecular phylogeny of two lineages of Leuciscinae cyprinids (Telestes and Scardinius) from the peri-mediterranean area based on cytochrome b data. Mol. Phyl. Evol. 32: Kocher TD, Thomas WK, Meyer A, Edwards SV, Paabo S, Villablanca FX, Wilson AC Dynamics of mitochondrial DNA evolution in animals: Amplification and sequencing with conserved primers. Evolution 86: Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo Freshwater Fishes of Western Indinesia and Sulawesi. Indonesia: EMDI. Lacy RC Importance of genetic variation to the viability of mammalian populations. J. Mammal 78: Irwin DM, Kocher TD, Wilson AC Evolution of the cytochrome-b gene in mammals. J. Mol. Evol. 32: [IUCN] The International Union for Conservation of Nature IUCN 2010 Red List of Threatened Spesies. [26 Oktober 2010]. Mateos M, Sanjur OI, Vrijenhoek RC Historical biogeography of the livebearing fish genus Poeciliopsis (Poeciliidae: Cyprinodontiformes). Evolution 56:

67 Misra RK, Easton MDL A note on the number of morphometric characters used in fish stock delineation studies employing a MANOVA. Fisheries Research 42: Nelson JS Fishes of the World. Canada: Johns Wiley & Sons Inc. Nei M, Kumar S Molecular Evolution and Phylognenetics. Oxford University Press. New York. Ng HH Kryptopterus paraschilbeides, a new species of silurid catfish (Teleostei: Siluridae) from mainland Southeast Asia. The Natural History Journal of Chulalongkorn University 3: 1-8. Ng HH Kryptopterus platypogon, a new species of silurid catfish (Teleostei: Siluridae) from Borneo. Zootaxa 398: 1-8. Ng HH. Wirjoatmodjo S, Hadiaty, RK Kryptopterus piperatus, a new species of silurid catfish (Teleostei: Siluridae) from northern Sumatra. Ichthyol. Explor. Freshwaters 15: Perez GAC, Iiban O, Orti G, Bermingham E, Doadrio I, Zardoya R Phylogeny and biogeography of 91 species of heroine cichlids (Teleostei: Cichlidae) based on sequences of the cytochrome b gene. Mol. Phyl. Evol. 43: Quicke DLJ Principles and Techniques of Contenporary Taxonomy. London : Blackie Academic & Professional. Reed DH, Frankham R. Correlation between fitness and genetic diversity. Conservation Biology 17: Russel ST Evolution of intrinsic post-zygotic reproductive isolation in fish. Ann. Zool. Fennici 40: Sabiham S, Hisao F Problem soils in southeast Asia: A study of floral composition of peat soil in the lower Batang Hari river basin of Jambi, Sumatra. Southeast Asian Stud 24: Sambrooks J, Fritsch EF, Maniatis T Molecular Cloning a Laboratory Manual. Ed ke-2. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Pr. Simanjuntak CPH Reproduksi ikan lais Ompok hypopthalmus (Blkr) berkaitan dengan perubahan hidromorfologi perairan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Slechtova V, Bohlen J, Freyhof J, Rab P Moleculer phylogeny of the southeast freshwater fish family Botiidae (Teleostei: Cobitoidea) and the origin of polyploidy in their evolution. Mol. Phyl. Evol. 39:

68 Soewardi K, Rachmawati R, Bengen DG, Affandi R Penelusuran varietas ikan Gurame, Osphronemus goramy, Lacepede, dengan menggunakan analisis komponen utama. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 3:1-15. Solihin DD Peran DNA mitokondria (mtdna) dalam studi keragaman genetik dan biologi populasi pada hewan. Hayati 1:1-4. Sullivan JP, Lavoue S, Arnegard ME, Hopkins CD AFLPs resolve phylogeny and reveal mitochondrial introgression within a species flock of african electric fish (Mormyroidea: Teleostei). Evolution 58: Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S MEGA4: molecular evolutionary genetics analysis (MEGA) software version 4.0. Mol. Biol. Evol. 24: Tan HH, Kottelat M The fishes of Batang Hari drainage, Sumatera, with description of six new species. Ichthyol. Explor. Freshwaters 20: Tan HH, Ng HH Catfishes of central Sumatra. J. Nat. History 34: Tang Q, Liu H, Mayden R, Xiong B Comparison of evolutionary rates in the mitochondrial DNA cytochrome b gene and control region and their implications for phylogeny of the Cobitoidea (Teleostei: Cypriniformes). Mol. Phyl. Evol 39: Turan C A Note on the examination of morphometric differentiation among fish populations: the truss system. J. of Zoology 23: Ubaidillah R, Sutrisno H Pengantar Biosistematik: Teori dan Praktek. Bogor: Museum Zoologicum Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI. Vences M, Thomas M, Bonett RM, Vieites DR Dechipering amphibian diversity through DNA barcodings: changes and challenges. Phil. Trans. R. Soc. B 360: Voris HK Maps of pleistocene sea level in southeast asia : shorelines, river system and time durations. J. Biogeo 27: Weber M, De Beaufort LF The Fishes of the Indo-Australian Archipelago. Leiden: E. J. Brill. Wetzel RG Limnology Lakes and River Ecosystems, 3 rd edition. San Diego: Academic Press. Wilcox TP, De leon FJG, Hendrickson DA, Hillis DM Convergence among cave catfishes: long-branch attraction and a Bayesian relative rates test. Mol. Phyl. Evol. 31:

69 Yamaguchi K, Nakajima M, Taniguchi N Loss of genetic variation and increased population differentiation in geographically peripheral populations of Japanese char Salvelinus leucomaenis. Aquaculture 308: Yustina Keanekaragaman jenis ikan di sepanjang perairan sungai Rangau Riau Sumatra. J. Natur Indonesia 4:

70 LAMPIRAN

71 53 Lampiran 1 Peta lokasi pengambilan sampel *1: Mandiangin Tebet, 2: Sungai Bengkal, 3: Pelayangan, 4: Simpang.

72 54 Lampiran 2 Diagram kunci identifikasi jenis ikan lais yang ditemukan (modifikasi dari Kottelat et al. 1993; Tan & Ng 2000) 1. Sirip punggung jelas Ompok hypopthalmus tidak jelas ke nomor 2 2. Sungut pada jelas Kryptopterus limpok kedua rahang tidak jelas ke nomor 3

73 55 Lampiran 2 (lanjutan) 3. Sungut rahang mencapai awal Kryptopterus bichirris atas sirip anal hanya mencapai operkulum Kryptopterus micronema

Kryptopterus spp. dan Ompok spp.

Kryptopterus spp. dan Ompok spp. TINJAUAN PUSTAKA Kryptopterus spp. dan Ompok spp. Kryptopterus spp. dan Ompok spp. merupakan kelompok ikan air tawar yang termasuk dalam ordo Siluriformes, famili Siluridae. Famili Siluridae dikenal sebagai

Lebih terperinci

Posisi Geografis dan Administratif Lokasi Penelitian Kondisi Perairan Lokasi Pengambilan Sampel

Posisi Geografis dan Administratif Lokasi Penelitian Kondisi Perairan Lokasi Pengambilan Sampel HASIL Posisi Geografis dan Administratif Lokasi Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada empat stasiun yaitu: Desa Mandiangin Tebet (Mandiangin), Desa Sungai Bengkal (S. Bengkal), Desa Pelayangan dan

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

Keragaman jenis dan struktur morfometrik Kryptopterus spp. di Sungai Batang Hari

Keragaman jenis dan struktur morfometrik Kryptopterus spp. di Sungai Batang Hari Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1):29-37 Keragaman jenis dan struktur morfometrik Kryptopterus spp. di Sungai Batang Hari [Diversity and morphometric structure of Kryptopterus spp. on Batang Hari River]

Lebih terperinci

Keragaman Jenis dan Struktur Morfometrik Kryptopterus spp. di DAS Batang Hari (Diversity and morphometric structure of Kryptopterus

Keragaman Jenis dan Struktur Morfometrik Kryptopterus spp. di DAS Batang Hari (Diversity and morphometric structure of Kryptopterus Keragaman Jenis dan Struktur Morfometrik Kryptopterus spp. di DAS Batang Hari (Diversity and morphometric structure of Kryptopterus spp. on Batang Hari Drainage) Abdul Rahman Singkam 12, Dedy Duryadi Solihin

Lebih terperinci

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Ill Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Yusnarti Yus' dan Roza Elvyra' 'Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Riau,

Lebih terperinci

KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA

KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp.

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp. 12 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan Lais Cryptopterus spp. yang didapatkan dari S. Kampar dan Indragiri terdiri dari C. limpok dan C. apogon. Isolasi DNA total dilakukan terhadap cuplikan otot ikan Lais Cryptopterus

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

n. TINJAUAN PUSTAKA 2,1. Sistimatika dan Ciri Morfologi Ikan Lais Cryptopterus spp.

n. TINJAUAN PUSTAKA 2,1. Sistimatika dan Ciri Morfologi Ikan Lais Cryptopterus spp. 1 I. PENDAHULUAN Ikan Lais Cryptopterus spp. biasa hidup pada ekosistem sungai rawa banjiran. Ikan Lais merupakan salah satu ikan yang bemilai ekonomis tinggi. Di propinsi Riau, ikan Lais digemari oleh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

Keragaman Morfometrik dan Gen Cytochrome b DNA Mitokondria Kryptopterus limpok di Sungai Batang Hari 1

Keragaman Morfometrik dan Gen Cytochrome b DNA Mitokondria Kryptopterus limpok di Sungai Batang Hari 1 Keragaman Morfometrik dan Gen Cytochrome b DNA Mitokondria Kryptopterus limpok di Sungai Batang Hari 1 (Variation of Morphometric and Cytochrome b DNA Mitochondria of Kryptopterus limpok on Batang Hari

Lebih terperinci

Gambar 3. Karakter morfometrik dan meristik Kryptopterus spp. yang diukur

Gambar 3. Karakter morfometrik dan meristik Kryptopterus spp. yang diukur 6 memiliki jari-jari bercabang, jumlah jari-jari sirip ini ditentukan sebanyak jumlah jari-jari bercabang ditambah dua. Sedangkan pada sirip punggung ditentukan sebanyak jumlah jari-jari bercabang ditambah

Lebih terperinci

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU Della Rinarta, Roza Elvyra, Dewi Indriyani Roslim Mahasiswa Program

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

- Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh. spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai

- Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh. spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai 12 - Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh Kryptopterus spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai Indragiri dianalisis secara multivariat dengan

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

The Origin of Madura Cattle

The Origin of Madura Cattle The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 17 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara, pada bulan Februari 2012 sampai April 2012. Stasiun pengambilan contoh ikan merupakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT MULYASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG

STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG ANGGA ALAN SURAWIJAYA C02499069 SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA

KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

Runutan gen cytochrome C oxydase 1 ikan lais janggut, Kryptopterus limpok (Bleeker, 1852) dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, Provinsi Riau

Runutan gen cytochrome C oxydase 1 ikan lais janggut, Kryptopterus limpok (Bleeker, 1852) dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, Provinsi Riau Jurnal Iktiologi Indonesia 15(3): 235-243 Runutan gen cytochrome C oxydase 1 ikan lais janggut, Kryptopterus limpok (Bleeker, 1852) dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, Provinsi Riau [Cytochrome C

Lebih terperinci

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i ABSTRACT RINI WIDAYANTI. The Study of Genetic

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN GENETIKA DAN HUBUNGAN KEKERABATAN

KEANEKARAGAMAN GENETIKA DAN HUBUNGAN KEKERABATAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA DAN HUBUNGAN KEKERABATAN Kryptopterus limpok DAN Kryptopterus apogon DARI SUNGAI KAMPAR DAN SUNGAI INDRAGIRI RIAU BERDASARKAN GEN SITOKROM b 1 (Genetic Diversity and Phylogenetic

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.)

KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.) KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.) Oleh: Lasriama Siahaan G04400032 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK LASRIAMA

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG Menimbang KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG PELEPASAN IKAN TORSORO MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa guna lebih memperkaya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009) 4i 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Spesies 2.1.1. Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis) Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) menurut Bleeker (1851) in www.fishbase.com (2009) adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eleotridae merupakan suatu Famili ikan yang di Indonesia umum dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Eleotridae merupakan suatu Famili ikan yang di Indonesia umum dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eleotridae merupakan suatu Famili ikan yang di Indonesia umum dikenal sebagai kelompok ikan bakutut atau belosoh. Secara morfologis, anggota Famili ini mirip dengan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi

I. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakter morfologi telah lama digunakan dalam biologi perikanan untuk mengukur jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi. Hal ini juga

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

Kode batang DNA ikan lais genus Kryptopterus asal Sungai Mahakam. Kalimantan Timur]

Kode batang DNA ikan lais genus Kryptopterus asal Sungai Mahakam. Kalimantan Timur] Jurnal Iktiologi Indonesia, 14(3):191-199 Kode batang DNA ikan lais genus Kryptopterus asal Sungai Mahakam Kalimantan Timur [Barcoding DNA of catfish species genus Kryptopterus from Sungai Mahakam Kalimantan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

STUDI MORFOMETRIK DAN MERISTIK IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG ANITA RAHMAN

STUDI MORFOMETRIK DAN MERISTIK IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG ANITA RAHMAN STUDI MORFOMETRIK DAN MERISTIK IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG ANITA RAHMAN 100302040 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci